FARMAKOLOGI OBAT HIPERTENSIDosen pembimbing : Nikmah Nuur R, S.Farm., M.Farm., Apt
Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Joni Koeswara (108114019)
2. Rachmawati Nur K. (108114020)
3. Nilam Marwati (108114021)
4. Retno Dwi Jayanti (108114022)
5. Irma Susrini (108114023)
6. Riski sefriyanto (108114024)
7. Iqbal Aziz D. (108114025)
8. Rizki Noorfian M. (108114026)
9. Indra Hartono (108114027)
10. Luciana Rahmawati (108114028)
S1 KEPERAWATAN
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
FARMAKOLOGI OBAT HIPERTENSI
A. Pengertian Antihipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 80-90 mmHg. Pemberian obat perlu dilakukan segera
pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg. Terapi farmakologis
menggunakan obat-obatan. Pemilihan obat harus berdasarkan manfaat, keamanan,
kenyamanan pasien dan biaya (Thomas, 2006). Antihipertensi adalah obat-obatan
yang digunakan untuk mengobati hipertensi.
Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni :
1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul
akibat gagal jantung.
2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah
dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang
sudah terkena serangan serebrovaskular.
4. Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan
hipertensi maternal.
B. Klasifikasi Obat
Terdapat 4 kelompok obat antihipertensi
1. Diuretik
2. Obat-obatan simpatoplegia
3. Vasodilator
4. Obat-obatan yang menghambat produksi atau kerja angiotensin
Berikut dijelasken tentang kelompok obat dengan mekanisme kerja dan contoh
obat.
1. Diuretik
Diuretik, terutama golongan thiazid, adalah obat lini pertama untuk
kebanyakan pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk
mengontrol tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan.
Diuretik bekerja meningkatkan eskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Selain
mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer
sehingga menambah efek hipotensi. Efek ini diduga akibat penurunan natrium
di ruang interstitial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang
selanjutnya menghambat influks kalsium (Nafrialdi, 2007).
a. Mekanisme kerja obat
Telah lama diketahui bahwa pembatasan natrium melalui diet dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Diuretika
menurunkan tekanan darah terutama melalui penurunan natrium. Pada
awal pemberian diuetika terjadi penurunan volume darah dan cardiac
output. PVR dapat meningkat. Setelah 6-8 minggu CO kembali normal
sedangkan PVR menurun. Natrium diyakini memiliki kontribusi terhadap
PVR melalui peningkatan kekakuan vaskular dan reaktivitas neural, yang
mungkin menyebabkan peningkatan pertukaran Na-Ca, dengan hasil
peningkatan kalsium intraselular. Beberapa diuretika memiliki efek
vasodilatasi, misalnya indapamide.
b. Contoh diuretik1) Diuretik Tiazid
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens
ansa henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium
mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Efek samping : Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat
mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi.
Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan ekskresi kalsium.
Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan
hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien gout harus
hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa
(resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko
diabetes mellitus tipe 2.
Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia,
menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan
HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami
impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid
dihentikan.
Contoh obat : ( Tablet Hydroclorothiazide ( Htc ) )
Golongan obat antihipertensi ini merupakan obat antihipertensi
yang prosesnya melalui pengeluaran cairan tubuh via urin.
Golongan antihipertensi ini cukup cepat menurunkan tekanan darah
namun dengan prosesnya yang melalui pengeluaran cairan, ada
kemungkinan besar potassium ( kalium ) terbuang.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan
natrium sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan
vaskuler perifer menurun. Dan menghambat reabsorpsi natrium
dan klorida dalam pars asendens ansa henle tebal dan awal
tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan
peningkatan pengeluaran urin 3x. Hilangnya natrium
menyebabkan turunnya GFR.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna.
Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun
dalam jaringan ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal
jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi, Obat
awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik, hiperkalsuria
idiopatik. Digunakan untuk menurunkan pengeluaran urin pada
diabetes inspidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan
reabsorpsi dalam nefron proksimal, hanya berefek pada diet
rendah garam)
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia,
hyponatremia, hipertensi pada kehamilan, hiperurisemia,
hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan, penurunan aliran
plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/ 12 – 24 jam
2) Loop Diuretic
Lebih potensial dibandingkan tiazid dan harus digunakan dengan hati-
hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan
hipokalemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
(Furosemid/Lasix)
Contoh obat : FUROSEMIDE
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix,
Lasix, salurix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam
lumen tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle
dan menghambat reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa
henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urin.
Indikasi : Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR
rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan
untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan
untuk menurunkan kadar kalium serum. Edema paru akut,
edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis
hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hiperglikemia,
hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide,
hipomagnesemia, alkalosis hipokloremik, hipovolemia.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya,
efek ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid.
Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas
silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
Dosis : Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
3) Diuretik Hemat Kalium/antagonos reseptor aldosteron
Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat-
obat ini dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium
untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium. (Spirinolactone)
Contoh obat :AMILORID (MIDAMOR)
Mekanisme Kerja : secara langsung meningkatkan ekskresi
Na+ menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi : Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat
K+ mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis
metabolik.
Efek tak diinginkan : Hiperkalemia, kekurangan natrium atau
air. Pasien dengan diabetes militus dapat mengalami intoleransi
glukosa.
2. Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi saraf simpatis (Obat-obatan
simpatoplegia)
Digunakan pada hipertensi sedang. Pada obat yang bekerja pada
susunan saraf pusat dapat menyebabkan sedasi, depresi mental serta gangguan
tidur.
a. Beta blocker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan
saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
Contoh obatnya antaralain :
1) Atenolol (Beta Bloker)
Golongan ini merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan
tekanan darah bekerja dengan melalui proses memperlambat kerja
jantung dan memperlebar pembuluh darah.
Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin,
internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan
sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung
tersembunyi, bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan
tidur, kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan
bersama insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan
asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
2) Metoprolol (Beta Bloker)
Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti
vasodilatasi perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP,
penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di
ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna.
Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta
dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III,
syok kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi
buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 – 100 mg/kg
3) Propranolol (Beta Bloker)
Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan
curah jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat
tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna.
Waktu paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan
obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta
dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren,
stenosis subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia
dan blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati –
hati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan
menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah,
bronkospasme, agranulositosis, depresi.
Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan
reserpine karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis
karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti
jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin,
fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin
menurunkan metabolism propranolol. Etanolol menurukan
absorbsinya.
b. Antagonis Reseptor-Alfa
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal
berespon terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
1) Obat Anti Adregernik Sentral, contoh : METILDOPA
Nama Dagang: Dopamet (Alpharma), Medopa (Armoxindo),
Tensipas (Kalbe Farma), Hyperpax (Soho)
Indikasi: Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi
jika tidak diperlukan efek segera.
Kontraindikasi: depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma,
porfiria, dan hipersensitifitas
Efek samping: mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare,
retensi cairan, kerusakan hati, anemia hemolitika, sindrom mirip
lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit, dan hidung
tersumbat
Peringatan: mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan
dosis awal pada gagal ginjal, disarqankan untuk melaksanakan
hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat depresi
Dosis dan aturan pakai: oral 250mg 2 kali sehari setelah makan,
dosis maksimal 4g/hari, infus intravena 250-500 mg diulangi
setelah enam jam jika diperlukan.
2) Obat Antiadrenergik Perifer : RESERPIN (MIS. SERPASIL)
Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan
katekolamin pada system saraf perifer dan mungkin pada SSP.
Menurunkan resistensi perifel total, frekuensi jantung, dan
curah jantung.
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai
sedang. Tidak dianjurkan pada kelainan psikiatri.
Efek tak diinginkan : “dominan parasimpatik” (brakikardi,
diare, bronkokonstriksi, peningkatan sekresi), penurunan
kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi postural
(mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat
vasokonstriksi), ulkus peptikum, sedasi, dan depresi bunuh diri,
gangguan ejakulasi, ginekomastia. Risiko hipertensi balik
rendah karena durasi kerja lama.
3) Guanetidin (Mis. Esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan ke dalam ujung saraf
adrenergic. Awalnya melepaskan norepinefrin (meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi jantung). Lalu mengosongkan
norepinefrin dari terminal dan mengganggu pelepasannya.
Kemudian tidak terjadi refleks takikardi karena kosongnya
norepinefrin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang
digunakan.
Efek tak diinginkan : peningkatan awal frekuensi jantung dan
tekanan darah (disebabkan pelepasan norepinefrin). Hipotensi
ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi, menurunnya curah
jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat.
3. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah :
Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari
pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
a. Hidralazin
Nama paten : Aproseline
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi
perifer menurun, meningkatkan denyut jantung.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) :
Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka
merah, kulit kemerahan.
Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama
diazodsid.
Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
b. Diazoksid (Hyperstat)
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vascular perifer, mungkin
dengan mengantagonis kalsium. Juga meningkatkan kadar glukosa
serum dengan menekan pelepasan insulin dan meningkatkan pelepasan
glukosa hati.
Indikasi : kontrol jangka pendek hipertensi berat di rumah sakit.
Hipoglikemia akibat hiperinsulinisme yang refrakter terhadap bentuk
pengobatan lain.
Efek tak diinginkan : retensi air dan natrium dan efek kardiovaskular
yang disebabkannya. Hiperglikemia, gangguan saluran cerna,
hirsurisme, efek samping skstrapiramidal.
4. Penghambat Angiotensin
Reninyang dikeluarkan oleh korteks ginjal dirangsang oleh penurunan
tekanan arteri renal, simpati,Peningkatan konsentrasi natrium pada tubulus
distalis ginjal. Renin Bekerja dengan cara memecah decapeptide angiontensin
I. Angiotensin I Diubah oleh ACE (angiotensin-converting enzyme) menjadi
Angiotensin II Di paru-paru. Angiotensin II Merupakan vasokonstriktor
Jenis obat penghambat angiotensin
a. Angiotensin-Coverting enzyme inhibitors (ACE-inhibitors), misalnya
captopril, enalapril, lisinopril
Menekan sintesis angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu,
penghambat ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam
tubuh. Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin
II. Hal ini menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan
resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron,
maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine
sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.
1) KAPTOPRIL
Nama paten : Capoten, Zestril
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan
renin dan aldosterone.dan menghambat ACE pada paru-paru, yang
mengurangi sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan
aldosteron, mengakibatkan natriuesis. Dapat merangsang produksi
vasodilator (bradikinin, prostaglandin).
Indikasi : hipertensi, gagal jantung. hipertensi, terutama berguna
untuk hipertensi dengan rennin tinggi. Obat yang disukai untuk pasien
hipertensi dengan nefropatidiabetik karena kadar glukosa tidak
dipengaruhi.
Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan
riwayat angioedema dan wanita menyusui. Dan semua penghambat
ACE : dosis pertama hipotensi, pusing, proteinuria, ruam, takikardi,
sakit kepala. Kaptopril jarang menyebabkan agrunolositosis atau
neutropenia
Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : Meskipun ACE Inhibitor
dan ARBs memiliki factor resiko kategori C pada kehamilan trimester
satu, dan kategori D pada trimester dua dan tiga
Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi,
dyspepsia, pandangan kabur, myalgia.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama
diuretika. Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti
nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya
menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium.
b. Angiotensin-Reseptor Blockers (ARB), misalnya : losartan, valsartan
Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS
(Renin Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan
alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymase. ACEI hanya
menghambat efek angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS, ARB
menghambat angiotensinogen II dari semua jalan. Oleh karena perbedaam
ini, ACEI hanya menghambat sebagian dari efek angiotensinogen II
(Saseen dan Maclaughlin, 2008).
ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1
(AT1) yang memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada
manusia: vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,
pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari
glomerulus. ARB tidakmemblok reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2).
Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi,
perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan
penggunaan ARB (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
C. OBAT PADA MASALAH KHUSUS
1. Kehamilan
Obat kerja sentral mempunyai profil SSP yang buruk. Namun,
metildopa digunakan pada kehamilan, karena data keamanannnya sedangkan
beta‐blocker digunakan pada trimester ketiga. Labetolol intravena hanya
digunakan pada keadaan krisis hipertensi. Sediaan nifedipin lepas lambat juga
dapat digunakan tetapi tidak dilisensi.
2. Etnik
Diuretik tiazid dan CCB dihidropiridin lebih efektif daripada beta‐blocker untuk psien Afro‐Karibia. ACEi dan AIIRA meningkatkan resiko
stroke pada pasien golongan etnik tersebut sehingga tidak dianjurkan sebagai
terapi lini pertama.
3. Lanjut usia
Pedoman NICE yang baru mengemukakan bahwa diuretik tiazid atau
CCB dihidropiridin merupakan terapi lini pertama untuk pasien lanjut usia.
Namun, harus diperhatikan fungsi ginjal selama terapi dengan tiazid karena
pasien lanjut usia lebih beresiko mengalami gangguan ginjal. Pasien yang
lebih dari 80 tahun dapat diberi terapi seperti pasien usia > 55 tahun.
4. Diabetes
Pasien diabetes memerlukan kombinasi antihipertensi untuk dapat
mencapai target tekanan darah optimal. ACEi merupaka terapi awal pilihan
karena dapat mencegah progresi ikroalbumiuria ke nefropati. Pasien dengan
nefropati diabet harus mendapat ACEi atau AIIRA untuk meminimalkan
resiko kerusakan ginjal yang lebih lanjut, bahkan jika tekanan darahnya
normal.
5. Penyakit ginjal
ACEi dapat menurunkan atau menghilangkan filtrasi glomerular dan
menyebabkan kegagalan ginjal progresif berat. Oleh karena itu
dikoktraindikasikan pada pasien stenosis arteri ginjal bilateral. Namun, ACEi
tidak memberikan efek samping pada fungsi ginjal pada pasien dengan
stenosis arteri ginjal unilateral. CCB dihidropiridin dapat ditambahkan jika
diperlukan penurunan tekana darah lebih jauh, sedangkan diuretik tiazid tidak
efektif.
6. Hipertensi sistolik
Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension, ISH)
didefinisikan sebagai SBP lebih dari 160 mmHg dengan DBP kurang dari 90
mmHg. Pasien dengan ISH mendapat terapi yang sama sepeti pasien dengan
peningkatan SBP dan DBP karena ISH juga beresiko komplikasi yang sama.
CCB dihidropiridin digunakan sebagai terapi untuk ISH pada pasien lanjut
usia, terutama jika diuretik tiazid dikontraindikasikan.
7. Hipertensi cepat (accelerated hypertension)
Accelerated hypertension atau hipertensi yang sangat berat,
didefinisikan sebagai DBP lebih dari 140 mmHg, memerlukan tindakan medis
segera. Beta‐blocker seperti atenolol atau labetolol atau CCB dihidropiridin
diindikasikan untuk kondisi ini. DBP harus diturunkan menjadi 100‐110
mmHg selama 24 jam pertama. Tekanan darah harus diturunkan lagi selama 2‐3 hari berikutnya menggunakan kombinasi diuretik, vasodilator dan ACEi,
jikadiperlukan. Jika terapi intravena diperlukan maka yang dianjurkan adalah
sodium nitroprusid atau gliseril trinitrat.
DAFTAR PUSTAKA
http://mustikacintaku.blogspot.co.id/
http://mandasweety.blogspot.co.id/?m=1
http://halosehat.com/farmasi/obat/jenis-obat-analgesik-fungsi-efek-samping-dosisnya
http://bukusakudokter.org/tag/obat-yang-aman-untuk-ibu-hamil-menyusui/
Sobel; Barry J.1998.Hipertensi: Pedoman Klinis Diagnosis Dan Terapi. Jakarta:
Woodley,Michele,M.D & Alison Whelan,M.D.1995.Pedoman Pengobatan.Yogyakarta :
ANDI OFFSET
https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhosppharm.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22597/4/Chapter%20II.pdf
http://www.id.novartis.com/download/Obat%20antihipertensi%20Jan05.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/197103282000121-
LUCKY_ANGKAWIDJAJA_RORING/Obat_antihipertensi.pdf