TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN
INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DAN PASIEN DI
RSUD SULTHAN THAHA SAIFUDIN TEBO, JAMBI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1) pada
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Yogyakata
Oleh :
GALENITA SANTI LIANA
No. Mahasiswa : 06410070
Program Studi : Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki setiap manusia dan
dapat dipertahankan serta harus dihormati oleh siapapun. Pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan,
guna menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis. Pengaturan mengenai hak asasi manusia secara umum
terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam kehidupan
bermasyarakat.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia tahun 1945. Hak asasi
manusia bidang kesehatan diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3). Pasal 28H ayat (1)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 berbunyi: setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34
ayat (3) berbunyi: negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dalam rangka melindungi hak rakyat dalam bidang kesehatan, pemerintah
menetapkan dasar hukum sebagai bentuk usaha memajukan kesejahteraan rakyat
dalam bidang kesehatan. Perlindungan tersebut berbentuk suatu peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Pasal 4 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 menyebutkansetiap orang
berhak atas kesehatan, karenanya pemberian berbagai upaya kesehatan kepada
seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat perlu diwujudkan.1
Penyelenggaraan upaya pembangunan kesehatan yang berkualitas bertitik
tolak pada penyelenggaraan praktik kedokteran yang sangat terkait dengan
masalah pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Agar tercipta hubungan hukum
yang didasarkan kerjasama yang baik, kejujuran, serta sikap saling percaya dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan, maka diperlukan adanya persetujuan dari
individu yang ditolong.2 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran Pasal 45 ayat (1) berbunyi setiap tindakan kedokteran dan atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
Persetujuan tindakan kedokteran dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan
kedokteran diistilahkan sebagai Informed Consent, yang terdapat pada Bab I Pasal
1. Persetujuan tindakan kedokteran yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien
1 Undang-Undang Republik Indonesia No 29 Tahun 2004 Tentang Kesehatan, bagian menimbang, huruf b. 2 Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 83.
atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Informed consent berisikan dua hak pasien yang essensiil dalam relasinya
dengan dokter. Hak tersebut adalah hak atas informasi dan hak atas persetujuan
atau consent. 3 Penjelasan informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan pada
pasien harus diberikan secara jelas dan diberikan langsung pada pasien, seperti
yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
290/MENKES/PER/III/2008 Pasal 7 ayat (1) penjelasan tentang tindakan
kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan/atau keluarga terdekat
pasien, baik diminta maupun tidak diminta. Mengenai hak atas persetujuan
terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/MENKES/PER/III/2008
Pasal 2, Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
Informed consent merupakan bagian dari rekam medis, rekam medis di
dalamnya harus memuat catatan tentang persetujuan tindakan kedokteran secara
lengkap. Aspek hukum rekam medis dan informed consent mempunyai nilai
hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas
dasar keadilan dalam usaha menegakkan hukum dan penyediaan bahan bukti
untuk menegakkan keadilan. Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama,
sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin, dan etik
3 Husein Kerbala, Segi-Segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 11.
kedokteran. Informed consent digunakan sebagai bahan pertanggung jawaban dan
laporan oleh tenaga medis apabila ada tuntutan hukum di kemudian hari.4
Pelaksanaan informed consent di berbagai rumah sakit di Indonesia mulai
diperhatikan, bahkan saat ini di beberapa rumah sakit maju, perkembangan
informed consent telah dikomputerisasikan tidak lagi secara manual, sehingga
pendataannya lebih lengkap dan valid. Berkembangnya dunia komunikasi
memudahkan masyarakat memperoleh pengetahuan mengenai sistem pelayanan
kesehatan, termasuk hak-hak pasien serta kasus gugatan terhadap mutu layanan
kesehatan sampai dengan putusan pengadilan terhadap kasus tersebut. Hak-hak
pasien sebagai health receiver berkembang pesat, mereka kini telah menuntut
pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki, mereka mulai berani menilai dan
mengkritik mutu layanan kesehatan yang diterima.5
Permasalahan yang terjadi berkenaan dengan informed consent terutama
berkaitan dengan persetujuan pasien, contohnya adalah seorang spesialis THT
yang menyarankan pasien untuk melakukan pengangkatan polip pada telinga kiri
dan pasien menyetujuinya. Ternyata saat operasi ia menemukan bahwa penyakit
pada telinga kanan lebih parah dari pada telinga kiri dan memutuskan untuk
melakukan ossiculectomy pada telinga kanan. Pasien menuntut dokter di
pengadilan Minnesota. Dokter tidak dapat melakukan tindakan medis terhadap
pasien melibihi yang telah disetujui sebelumnya. Apabila dokter melakukan
tindakan medis yang melampaui ruang lingkup persetujuan yang diberikan pasien,
maka, dokter dianggap telah melakukan penganiayaan. Pengadilan memutuskan
4 Tim Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Rekam Medis, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 9. 5 Husein Kerbala, Op. Cit, hlm 8.
bahwa izin untuk mengoperasi telinga kiri tidak dapat dipakai untuk mengoperasi
telinga kanan.6
Contoh lain mengenai persetujuan yang diberikan oleh pasangan suami
istri dalam informed consent yaitu kasus Janney di Maryland di Amerika. Ny.
Janney menjalani operasi pengangkatan payudara kanan akibat kanker yang
sebelumnya telah disetujui olehnya. Kemudian suaminya menuntut dokter karena
melakukan operasi tanpa persetujuan dirinya. Pengadilan menyatakan bahwa Ny.
Janney dibenarkan untuk memutuskan perawatan atas dirinya tanpa persetujuan
suami. Dokter dapat bertindak atas persetujuan pasangan pada pasien yang
dinyatakan tidak kompeten untuk mengambil keputusan. Persetujuan pasangan
pada pasien yang kompeten tidak dapat digunakan untuk menggantikan
persetujuan pasien sendiri. Persetujuan pasangan pada pasien kompeten tidak
dibutuhkan walaupun terapi yang akan dilakukan dapat mempengaruhi pernikahan
pasien.7
RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi merupakan rumah sakit baru
yang terdapat di kabupaten pemekaran yaitu Kabupaten Tebo. Pelaksanaan
pelayanan medis di RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi, termasuk
pelaksanaan informed consent di rumah sakit tersebut belum terlaksana dengan
baik. Masih banyak formulir informed consent yang diisi tidak lengkap baik data
pasien yang kurang lengkap, tidak dicantumkan risiko mengenai tindakan yang
dilakukan, atau data yang ada pada informed consent tersebut tidak sesuai
kenyataan, hal ini tentunya menyulitkan dalam pembuktian ketika terjadi
6 Informed Consent, http://www.freewebs.com/informedconsent_a1/persetujuanpenolakan.htm., 19 Maret 2010, 18.30. 7Persetuan oleh Pasangan dalam informed consent, http://www.freewebs.com/informedconsent_a1/ persetujuanpenolakan.htm, 19 Maret 2010, 18.35.
sengketa. Terlaksananya informed consent dengan baik dapat menumbuhkan rasa
kepercayaan masyarakat Tebo pada dokter serta pelayan medis di Rumah Sakit
Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi, sehingga dapat memajukan rumah sakit
tersebut. 8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan informed consent di RSUD Sulthan Thaha
Saifudin Tebo, Jambi ?
2. Apakah pelaksanaan informed consent di RSUD Sulthan Thaha Saifudin
Tebo telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan kesehatan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan informed consent di RSUD Sultan Thaha
Saifudin Tebo, Jambi.
2. Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan informed consent di RSUD
Sultan Thaha Saifudin Tebo dengan peraturan perundang-undangan
kesehatan.
D. Tinjauan Pustaka
1. Hak Asasi Manusia Dalam Bidang Kesehatan
Hak asasi manusia dalam bidang kesehatan dikenal dua macam, yaitu hak
dasar sosial dan hak dasar individu. Hak-hak dasar ini yang menjadi dasar
munculnya hak-hak lain dalam bidang kesehatan. Hak dasar sosial yang menonjol
8 Hasil observasi pendahuluan di RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo Jambi, bulan September 2009.
yaitu, The Right to Health Care (hak atas pemeliharaan kesehatan). Hak atas
pemeliharaan kesehatan menimbulkan salah satu hak individu yaitu The Right to
Medical Service (hak atas pelayanan medis). Hal ini karena antara hak sosial dan
hak individu saling mendukung, tidak bertentangan, minimal berjalan paralel. Ada
empat faktor yang berkaitan dalam rangka melaksanakan hak atas pemeliharaan
kesehatan, yaitu faktor sarana, faktor geografis, faktor finansial, dan faktor
kualitas yang terdiri dari kualitas sarana dan kualitas tenaga kesehatan.9
Hak asasi manusia yang kedua dalam bidang kesehatan yaitu hak dasar
individu. hak dasar individu yang menonjol yaitu The Right of Self-determination,
TROS. The Righ of Self-determination merupakan sumber hak individu lain, yaitu
hak privacy dan hak atas badan sendiri. Hak atas privacy yaitu suatu hak pribadi,
suatu hak atas kebebasan atau keleluasaan pribadi. Inti hak privacy jangan
mengganggu (termasuk pula agar dirahasiakan data pribadi tertentu misalnya hak
atas rahasia kedokteran). Privasi dalam pelayanan kesehatan yaitu pencatatan data
dalam status data pasien atau rekam medis. Hak atas badan sendiri dalam bidang
kesehatan berupa:
1). Menyetujui atau menolak suatu tindakan medis
2). Menjadi donor dari organ manusia
3). Menjadi donor darah
4). Mewariskan organ manusia setelah meninggal dunia
5). Mewariskan seluruh badannya pada laboratorium anatomi
6). Menentukan untuk dikremasi setelah meninggal dunia.10
9Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, ctk. Pertama, Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991, hlm. 28. 10Ibid
2. Hubungan Terapeutik
Transaksi terapeutik adalah transaksi untuk mencari dan menerapkan
terapi yang paling tepat untuk menyembuhkan penyakit pasien oleh dokter.11
Hubungan terapeutik merupakan perikatan berdasar daya upaya
maksimum dimana dokter tidak menjanjikan kesembuhan tetapi berjanji berdaya
upaya maksimal untuk menyembuhkan, oleh karena itu tindakan yang dilakukan
belum tentu berhasil. Hubungan tersebut dinamakan inspanningsverbintenis yang
tidak dilihat hasilnya tetapi lebih ditekankan pada upaya yang dilakukan hasilnya
tidak seperti yang diharapkan dan hal ini berbeda dengan hubungan
resultaatsverbintenis yang dinilai dari hasil yang dicapai dan tidak
mempermasalahkan upaya yang dilakukan. Ciri-ciri khusus hubungan terapeutik
yaitu:
1) Subjeknya terdiri dari dokter sebagai pemberi pelayanan medik
provisional yang pelayanannya didasarkan pada prinsip pemberian
pertolongan dan pasien sebagai penerima pelayanan medik yang
membutuhkan pertolongan.
2) Objeknya berupa upaya medik professional yang bercirikan
memberikan pertolongan.
3) Tujuannya adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.12
3. Dokter
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran selanjutnya disebut UU 29/2004, Dokter adalah dokter, dokter 11 Hermien Hadiati Koeswajdi, Hukum dan Permasalahan Medik, bagian Pertama, Airlangga University Surabaya Press, Surabaya, 1984, hlm. 69. 12 Veronica Komalawati, Op.Cit, hlm. 14.
spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Rebublik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Secara operasional, definisi Dokter adalah seorang tenaga kesehatan
(dokter) yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk
menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis
penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat
mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi
serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung
jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya
adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan
kedokteran.13
Dokter dapat dibedakan atas:
1) Dokter umum
Pengertian dokter umum dapat dirumuskan sebagai seorang yang
menjalani pendidikan di suatu fakultas kedokteran serta mendapat
ijazah menurut peraturan yang berlaku.
2) Dokter spesialis
Dokter spesialis adalah seorang yang telah memenuhi seluruh tuntutan
di suatu fakultas kedokteran kemudian ia melanjutkan pendidikan
13http://ilowirawan.wordpress.com/2007/10/29/hak-dan-kewajiban-pasien-sadarkah-kita%E2%80%A6/, 10 November 2009,16.58.
spesialis tertentu dan telah memperoleh ijazah atau sertifikat untuk
bidang spesialisnya itu.14
4. Pasien
Menurut UU 29/2004 Pasal 1 angka 10 Pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
dokter atau dokter gigi.
Pasien yaitu orang yang sedang menderita penyakit atau gangguan
badaniah atau rohaniah yang perlu ditolong agar lekas sembuh dan berfungsi
kembali melakukan kegiatannya sebagai salah satu anggota masyarakat.15
Pasien adalah orang yang berdasarkan pemeriksaan dokter dinyatakan
menderita mengidap penyakit baik di dalam tubuh maupun di dalam jiwanya,
termasuk juga orang yang datang kepada dokter hanya untuk check-up, untuk
konsultasi tentang masalah kesehatan dan lain-lain. Dilihat dari cara perawatannya
pasien dibedakan atas:
1) Pasien opname
Pasien opname adalah pasien yang memerlukan perawatan khusus dan
terus menerus secara teratur serta harus terhindar dari gangguan situasi
dan keadaan dari luar yang dapat mempengaruhi dan menghambat
proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien.
14 Husein Kerbala, Op. Cit, hlm. 35. 15 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Meka, Jakarta, 1997, hlm.17.
2) Pasien berobat jalan
Pasien berobat jalan adalah pasien yang tidak memerlukan perawatan
khusus di rumah sakit seperti pasien opname.16
5. Hak dan kewajiban para pihak
a. Dokter
Menurut Pasal 50 UU 29/2004 hak dokter dalam melaksanakan praktik
kedokteran, yaitu:
1) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional.
2) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan
standar prosedur operasional.
3) Memperoleh informasi lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya.
4) Menerima imbalan jasa.
Sedangkan hal yang menjadi kewajiban dokter menurut Pasal 51 UU
29/2004 yaitu:
1) Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan pasien.
2) Merujuk pasien kedokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
16 Husein Kerbala, Op. Cit, hlm. 36-37.
3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
4) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada rorang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.
5) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Menurut Veronica Komalawati, yang menjadi hak-hak dokter yaitu:17
1) Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis
2) Hak untuk menolak melaksanakan tindakan medis yang tidak
dapat ia pertanggungjawabkan secara professional
3) Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara
hatinya tidak baik
4) Hak mengakhiri hubungan dengan pasien apabila ia menilai
bahwa kerjasamanya dengan pasien tidak ada gunanya
5) Hak atas privacy dokter
6) Hak atas itikad baik dari pasien dalam pelaksanaan kontrak
terapeutik
7) Hak atas balas jasa
8) Hak atas perlindungan hukum atas profesinya.
9) Hak untuk membela diri.
17 Veronica Komalawati, Peranan , Op. Cit, hlm. 98.
Kewajiban dokter:18
1) Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi pemeliharaan
kesehatan
2) Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis
3) Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kesehatan
yaitu, menyembuhkan dan mencegah penyakit, meringankan
penderitaan, mengantarkan pasien (comforting) termasuk
mengantar menghadapi akhir hidup
4) Kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasien.
Fred Ameln mengatakan kewajiban dokter yang berhubungan
dengan hak-hak pasien. Kewajiban profesi dokter dokter termasuk pula untuk
selalu memperhatikan dan menghormati hak pasien, antara lain:19
1) Hak atas informasi
2) Hak memberikan persetujuan
3) Hak memilih dokter
4) Hak memilih sarana kesehatan
5) Hak atas rahasia kedokteran
6) Hak menolak pengobatan atau perawatan
7) Hak menolak suatu tindakan medis tertentu
8) Hak untuk menghentikan pengobatan
9) Hak atas second opinion
10) Hak melihat rekam medis.
18 Ibid 19 Fred Ameln, Op. Cit, hlm. 57.
b. Pasien
Hak pasien menurut UU 29/2004 Pasal 52 yaitu:
1) Mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
2) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
3) Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
4) Menolak tindakan rekam medis
5) Mendapatkan isi rekam medis
Secara yuridis hak yang terdapat pada pasien dalam doktrin informed
consent yaitu:
1) Hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan
tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya.
2) Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang
diajukannya.
3) Hak untuk memilih tindakan alternatif jika ada.
4) Hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan
terhadap dirinya.20
Kewajiban pasien menurut UU 29 /2004 Pasal 53 yaitu:
1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
20J Guwandi, Informed Consent dan Informed Refusal, edisi VI, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 5.
3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan
4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
6. Informed consent
Pengertian informed consent berasal dari kata informed yang berarti
telah mendapat penjelasan, dan kata consentyang berarti telah memberikan
persetujuan. Dengan demikian yang dimaksud informed consent ini adanya
persetujuan yang timbul dari informasi yang dianggap jelas oleh pasien terhadap
suatu tindakan medik yang akan dilakukan kepadanya sehubungan dengan
keperluan diagnosa dan atau terapi kesehatan.21
Istilah informed consent dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 290/Menkes/Per/III/2008 diterjemahkan menjadi Persetujuan
Tindakan Kedokteran, yang terdapat pada Bab I Pasal 1, yaitu persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yaitu:
a. Adalah persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh
dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup
untuk dapat membuat persetujuan.
21Bambang Poernomo, Hukum Kesehatan, Program Pasca Sarjana IKM Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1988. hlm. 23.
b. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah
pernyataan sepihak dari pasien dan bukan perjanjian antara pasien
dengan dokter atau dokter gigi, sehingga dapat ditarik kembali
setiap saat.
c. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan
proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara
pasien dengan dokter atau dokter gigi, dan bukan sekedar
penandatanganan formulir persetujuan. 22
Menurut Guwandi informed consent dapat berbentuk:23
a. Dinyatakan (expressed)
1. secara lisan (oral),
2. secara tertulis (written)
b. Tersirat atau dianggap diberikan (implied or tacit consent)
1. dalam keadaan biasa (normal or constructive consent)
2. dalam keadaan gawat darurat (emergency).
Informasi merupakan dasar dilakukan tindakan yang memerlukan
informed consent, kecuali pada kondisi tertentu yang memungkinkan untuk tidak
melakukan persetujuan pada pasien. Oleh karena pentingnya informasi tersebut,
setiap rumah sakit harus memperhatikan ketentuan pelaksanaan informed consent
tersebut. Menurut Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medis No. HK.
00.06.3.5. 1866 tahun 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medis dalam
22 Tim Penyusun Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 1. 23 J Guwandi, Op. Cit, hlm.2.
menetapkan dan melaksanakan kebijakan dan prosedur tentang informed consent,
setiap rumah sakit harus memperhatikan ketentuan:
1) Pengaturan persetujuan tindakan medis harus dalam bentuk
kebijakan dan prosedur (Standard Operating Procedure/SOP)
2) Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien
dan sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan
merupakan kewajiban dokter.
3) Informed consent diberikan untuk tindakan medis yang secara
spesifik.
4) Informed consent diberikan tanpa paksaan.
5) Informed consent diberikan oleh seseorang kepada pasien yang
sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari
segi hukum.
6) Informed consent diberikan setelah cukup (adekuat) informasi
dan penjelasan yang diperlukan.
UU 29/2004 Pasal 45 ayat (5) menyatakan bahwa setiap tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi harus diberikan
dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien atau keluarga terdekat
pasien. Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis maupun lisan.
Persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan bagi tindakan kedokteran yang
mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada
tindakan kedokteran yang tidak mengandung resiko tinggi. Umumnya disebutkan
bahwa contoh tindakan yang berisiko tinggi adalah tindakan invasif (tertentu) atau
tindakan bedah yang secara langsung mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh.
Persetujuan tertulis dibutuhkan pada keadaan sebagai berikut:
1) Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut
resiko atau efek samping yang bermakna.
2) Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3) Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang
bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi
dan sosial pasien.
4) Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu
penelitian.24
E. Metode Penelitan
1. Objek penelitian
Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Informed Consent Antara Dokter dan
Pasien di RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi.
2. Subjek penelitian
a. Pimpinan RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi.
b. Dokter RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi.
Dokter di RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi terdiri dari dokter
umum dan dokter spesialis. Agar lebih spesifik subjek penelitian yang
dipilih adalah dokter spesialis, yaitu dokter spesialis bedah.
24 Tim Penyusun Konsil Kedokteran, Op.Cit, hlm. 20.
c. Pasien RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi sebanyak sepuluh
orang di bagian poliklinik bedah.
Teknik sampling yang digunakan yaitu purpossive random sampling.
Purpossive random sampling ialah menentukan sampel berdasarkan tujuan
penelitian terhadap satu populasi yang homogen. Dalam hal ini populasi
adalah pasien poliklinik bedah. Sepuluh orang pasien sebagai sampel
cukup mewakili jumlah rata-rata pasien yang ada di poliklinik bedah
RSUD Sulthan Thaha Saifudin Tebo, Jambi.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tebo, Jambi.
3. Sumber data
a. Data primer
Data primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian.
b. Data sekunder
Data sekunder yakni data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
kepustakaan. Data sekunder meliputi :
- Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat secara yuridis, seperti peraturan perundang-undangan,
putusan pengadilan, perjanjian.
- Bahan hukum sekunder, yakni bahan yang tidak mempunyai kekuatan
mengikat secara yuridis, seperti rancangan peraturan perundang-
undangan, literatur, jurnal, hasil wawancara serta hasil penelitian
terdahulu.
- Bahan hukum tersier, seperti kamus dan ensiklopedi.
4. Teknik pengumpulan data
a. Data primer
Wawancara yaitu dengan mengadakan tanya jawab secara langsung
dengan subjek penelitian. Wawancara dapat berupa wawancara bebas
maupun terpimpin.
b. Data sekunder
1. Studi kepustakaan yaitu dengan menelusuri dan mengkaji berbagai
macam peraturan perundang-undangan atau literatur yang
berhubungan dengan informed consent.
2. Studi dokumen informed consent yaitu dengan menganalisis 10 lembar
arsip informed consent di RSUD Sulthan Thaha Saifudi Tebo, Jambi
yang telah diisi pasien.
5. Pendekatan yang digunakan
Pendekatan yang digunakan adalah menekankan pada yuridis normatif.
Metode yuridis normatif yaitu metode pendekatan yang meninjau dan membahas
objek penelitian dari sudut pandang hukum dan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
6. Analisis data
Analisis data yang digunakan adalah dengan analisis data yang bersifat
deskriptif kualitatif. Analisis data adalah kegiatan menguraikan, membahas,
menafsirkan temuan-temuan penelitian dengan perspektif atau sudut pandang
tertentu yang disajikan dalam bentuk narasi. Kegiatan analisis merupakan proses
untuk merumuskan kesimpulan atau generalisasi dari pertanyaan penelitian yang
diajukan.