GOSSYPIBOMA PASCA SEKSIO SASARIA:
LAPORAN SERIAL KASUS & KAJIAN PATIENT SAFETY
Darmayasa I Made 1, Rusdi Antara2, Made Bagus Dwi Aryana3
1,3 Staf Divisi Obstetri Sosial, Departemen/ KSM Obstetrik dan Ginekologi RSUP Sanglah/ Universitas Udayana 2Staf Divisi Bedah Digestif Departemen/KSM Bedah RSUP Sanglah/ Universitas Udayana
Abstrak
Operasi di daerah panggul termasuk seksio sesaria sering kali diikuti kejadian yang tidak diinginkan
berupa tertinggalnya perangkat bedah. Perangkat bedah yang paling sering tertinggal pada tindakan
operasi adalah kasa bedah, dan dikenal dengan istilah gossypiboma. Kasa bedah sering tertinggal di
dalam rongga tubuh seperti peritoneum, panggul dan ruang retroperitoneal. Kasa bedah ini dapat tetap
berada di tubuh selama berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sebelum
bermanifestasi klinis. Reaksi granulomatosa di sekitar kasa bedah bisa menghasilkan eksudat dan
diikuti pembentukan abses maupun massa fibrotik. Dilaporkan tiga kasus gossyfiboma pasca seksio
sesaria di Bali dalam dua tahun terakhir(2017-2018). Diagnosis ditegakkan secara klinis dengan
dukungan pemeriksaan penunjang seperti BOF, USG, maupun CT-Scan. Berbagai prosedur
pembedahan yang dilakukan antara lain laparotomy sub-total colectomy, laparotomy hemicolectomy
dextra, dan laparotomy Hartman procedure. Semua operasi berjalan dengan baik dengan hasil yang
baik juga. Pendekatan dan prosedur patient safety harus dilakukan dengan ketat untuk mencegah
kejadian berulang.
Kata kunci: Gossypiboma, seksio sesarea, patient safety
Abstract: Surgery in the pelvis including cesarean section is often followed by an undesirable event
in the form of a surgical instrument being left behind. The most common surgical device left behind in
surgery is gauze surgery, and is known as gossypiboma. Surgical gauze is often left in the body cavity
such as the peritoneum, pelvis and retroperitoneal space. This surgical gauze can remain in the body
for days, months, or even years before clinical manifestations. Granulomatous reactions around the
surgical gauze can produce exudates and are followed by abscess formation and fibrotic mass. Three
cases of gossyfiboma after cesarean section in Bali have been reported in the last two years (2017-
2018). The diagnosis is made clinically by supporting investigations such as BOF, ultrasound, or CT
scan. Various surgical procedures performed include sub-total colectomy laparotomy, dextra
hemicolectomy laparotomy, and Hartman procedure laparotomy. All operations are going well with
good results too. The approach and procedure for patient safety must be carried out strictly to prevent
recurrence.
Keywords: Gossypiboma, Cesarean section, patient safety
Pendahuluan
Kejadian yang tidak diinginkan maupun nyaris cidera (near miss) merupakan
komplikasi yang dapat menyertai setiap operasi terutama pada operasi gawat darurat.
Kejadian tidak diinginkan diantaranya adalah tertinggalnya perangkat bedah berupa kasa
bedah yang dikenal dengan istilah gossypiboma. Risiko gossypibomaini akan lebih sering
terjadi jika prinsip-prinsip patient safety tidak dilaksanakan dengan baik. Keselamatan pasien
sudah menjadi tuntutan global pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit. Institute of
Medicine (IOM) menyatakan patient safety sebagai upaya untuk mencegah timbulnya bahaya
bagi pasien (Pamela H. Mitchell, 2012; Dep Kes RI., 2006).
Insiden pasti tertinggalnya perangkat bedah tidak diketahui, akibat kurang pelaporan
terkait aspek mediko-legal. Kejadiannya diperkirakan sekitar 0,01-0,03%. Di Amerika Serikat
kasus tertinggalnya perangkat bedah dilaporkan sebanyak 750 kasus pertahunnya (Pamela H.
Mitchell, 2012; Bernard T.U., Joseph, 2016; Valon, A.Z.,et al. 2017). Tidak ada data
mengenai insiden gossypiboma di Indonesia termasuk di Bali.
Walaupun jarang terjadi, kasus ini dapat menyebabkan morbiditas yang serius dengan segala
dampak buruknya, bahkan mortalitas.
Metode
Merupakan laporan tiga kasus yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar dalam dua tahun
(2017-2018). Penderita dirujuk dari rumah sakit kabupaten dan rumah sakit swasta di
beberapa Kabupaten.
Hasil dan Diskusi
Kasus 1
Perempuan usia 34 tahun, hamil ketiga dengan riwayat operasi seksio sesaria pada dua
kehamilan sebelumnya. Operasi seksio sesaria dilakukan di rumah sakit swasta di kabupaten.
Setelah pulang, penderita mengeluh kembung dan nyeri pada perut. Penderita sempat masuk
rumah sakit kembali untuk mendapatkan perawatan. Setelah membaik penderita dipulangkan
tanpa diketahui terdiagnosis gossypiboma. Bulan ketiga setelah operasi penderita mengeluh
ada keluar kasa dari pantat, memanjang ketika ditarik dan dipotong oleh penderita sendiri.
Akhirnya penderita dirujuk ke RSUP Sanglah Denpasar untuk penanganan lebih lanjut.
Diagnosis ditegakkan setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan BOF dan USG abdomen.
Kasus 2
Perempuan usia 24 tahun, riwayat operasi seksio sesaria 1 tahun sebelumnya(2017) di rumah
sakit kabupaten. Mengeluh keluar nanah dari bekas luka operasi sejak 2 bulan sebelumnya.
Sempat dirawat kembali di rumah sakit kabupaten tersebut, dilakukan incisi dan drainage
abses. Namun nanah masih keluar merembes, bahkan sejak 2 hari sebelum dirujuk ke RSUP
Sanglah Denpasar timbul lubang merah dekat pusar disertai keluar nanah seperti pada luka
bekas operasi. Rembesan nanah masih ada sampai tiba di RSUP Sanglah Denpasar.
Dilakukan pemeriksaan USG Abdomen dan CT-Scan untuk konfirmasi diagnosis(terlampir).
Pada pemeriksaan USG tampak bayangan debris di buli suspek cystitis. Tampak mixed
echogenic lesion, batas tidak tegas, tepi ireguler ukuran 10,63x10,78 cm di abdomen kanan
bawah hingga tengah dengan vascularisasi intra lesi. Kemungkinan massa extraluminal
abdomen kanan bawah, diferensial diagnosis Peri-appendicular Infiltrat.
Pada pemeriksaan CT-scan, ditemukan dilatasi lokal usus pada regio ileocaecal disertai
penebalan dinding usus dengan enhance pada bagian dinding usus dan peritoneum
mengesankan proses inflamasi serta enhancing lesion di region kutan dan sub-kutan dinding
abdomen sisi anterior (kesan abses) yang masih intak (defek) dengan dinding usus region
iliocaecal. Dinding usus region lesi tampak melengket dengan dinding usus disekitar lesi,
dilatasi dari loop usus atau kolon. Densitas cairan bebas minimal di cavum pelvis suspek
peritonitis. Hasil pemeriksaan kultur pus pada dasar luka ditemukan E coli.
Kasus 3
Perempuan 21 tahun pasca operasi seksio sesaria kehamilan pertama lima bulan sebelumnya.
Penderita mengeluh nyeri perut didaerah pusar sehari sebelum datang ke rumah sakit.
Penderita juga mengeluh gangguan buang air besar sejak 4 bulan terakhir. Beraknya kecil
kecil, kadang mencret. Sehari sebelum ke rumah sakit, pasien mengeluh keluar kasa ± 10 cm
saat buang air besar. Namun tidak semuanya bisa ditarik keluar karena sakit. Penderita
dirujuk ke RSUP Sanglah untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Dari laporan serial ketiga kasus diatas memunculkan beberapa pertanyaan: Bagaimana
mendiagnosisnya? Bagimana tatalaksana gossypiboma? Bagaimana kasus bisa terjadi,
bagaimana cara mencegahnya?
Ilustrasi ketiga kasus gossypiboma dapat dilihat pada tabel 1.
Mengenai diagnosis, manifestasi klinis gossypiboma dapat timbul dalam rentang
waktu berbeda-beda pasca seksio sesaria (Sergio, S., Benjamin, R., at al, 2016; Tulin, Y.,
Alper, 2015; Rajiv, J., Mohan, G. 2016). Diagnosis gossypiboma tidak gampang, apalagi
keluhan pasien tidak spesifik. Gossypiboma dapat bermanifestasi berbeda-beda tergantung
pada lokasi dan jenis materialnya. Tertinggalnya kasa bedah setelah operasi dapat
bermanifestasi dalam waktu yang berbeda-beda. Dapat terjadi segera setelah operasi, bulan
atau bahkan bertahun-tahun setelah prosedur pembedahan (Rajiv, J., Mohan, G. 2016; JI
Umunna, 2012; Sergio, S., Benjamin, R., at al, 2016). Gejala yang sering dikeluhkan adalah
rasa sakit, seperti ada tumor perut yang meningkatkan kecurigaan untuk massa ganas, abses
intra-abdominal, ileus obstruktif, perforasi usus, fistula gastrointestinal, dan perdarahan.
Bahkan dapat bermigrasi ke intra lumen gastro intestinal (Tulin, Y., Alper, 2015).
Dengan bantuan radio imaging sekalipun masih sering salah. Apalagi kualitas radiografinya
buruk, dan penderitanya gemuk (Tulin, Y., Alper, 2015; Sergio, S., Benjamin, R., at al,
2016). Kecuali ada keluhan spesifik berupa keluar kasa dari anus. Seperti dua kasus kami
diatas. Mengidentifikasi kasa dengan benar pada pemeriksaan radiografi mungkin sulit.
Umumnya, penemuan benda asing setelah operasi terjadi karena keluhan-keluhan yang tidak
spesifik. Kasus kami yang kedua datang dengan keluhan yang sangat mirip dengan infeksi
luka operasi. Sehingga memerlukan prosedur diagnosis yang lebih rumit untuk menentukan
diagnosis gossypibome dengan tepat. Pada pemeriksaan USG maupun CT scan juga tidak
mudah memastikan adanya kasa bedah yang tertinggal dalam rongga abdomen (Sergio, S.,
Benjamin, R., at al, 2016; Rajiv, J., Mohan, G. 2016).
Kasus gossypiboma pada ketiga kasus ini merupakan kasa bedah yang tertinggal pasca
seksio sesaria. Kasus pertama merupakan seksio sesaria yang direncanakan sehingga
mestinya dapat dicegah. Kepatuhan tim bedah dalam penerapan surgery safety checklist
sangat penting untuk mencegah kejadian tidak diinginkan pasca operasi. Penerapan surgery
safety checklist meliputi fase Sign in, Time Out, dan Sign Out (Dep Kes RI., 2006;
Amiruddin, Ova Emilia. at al, 2018; Haynes AB, Weiser TG, at al, 2009).
Penelitian di RSUD Kabupaten Barru di Jawa Tengah menunjukkan hubungan antara
penerapan surgery safety checklist dengan kejadian tidak diinginkan(infeksi daerah operasi)
(Amiruddin, Ova Emilia. at al, 2018;). Perawat kamar operasi wajib mengkonfirmasi bahwa
instrumen telah dihitung dengan benar dan lengkap selama. Kepatuhan akan hal ini sering
tidak dipatuhi. Kasus kedua dan ketiga merupakan kasus gawat obstetri tanpa disertai
kedaruratan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak dapat menerapkan kepatuhan terhadap
surgery safety checklist (Amiruddin, Ova Emilia. at al, 2018; Haynes AB, Weiser TG, at al).
Kasus pertama dicurigai setelah lebih dari 3 bulan lebih setelah seksio sesaria di rumah sakit
Kabupaten. Penderita mengeluh ada kasa keluar dari pantat. Kasa yang keluar sempat ditarik
dan dipotong sendiri oleh pasien. Setelah berkonsultasi dengan dokter disarankan untuk
dirujuk ke rumah sakit pusat rujukan di Denpasar. Hari ketiga pasca seksio sesaria penderita
sempat mengalami gangguan buang air besar disertai perut kembung. Masa rawat inap
diperpanjang sebelum akhirnya dipulangkan dengan perbaikan.
Kasus kedua timbul setelah satu tahun setalah operasi seksio sesaria. Sedangkan kasus ketiga
didiagnosis lima bulan setelah seksio sesaria.
Tabel 1. Ilustrasi kasus
Kriteria
Kasus
Pertama Kedua Ketiga
Usia 34 24 21
Waktu 3 bulan 1 tahun 5 bulan
Indikasi
seksio
LMR 2X Distosia Letak sungsang,
primigravida
Keluhan Perut
kembung,
keluar kasa
dari anus
Keluar nanah, perut kembung Perut kembung,
gangguan BAB,
keluar kasa dari
anus
Penunjang USG: tampak bayangan debris di buli
suspek cystitis. Tampak mixed echogenic
lesion, batas tidak tegas, tepi ireguler ukuran
10,63x10,78 cm di abdomen kanan bawah
hingga tengah dengan vascularisasi intra
lesi. Kemungkinan massa extraluminal
abdomen kanan bawah, diferensial diagnosis
Peri-appendicular Infiltrat.
CT: ditemukan dilatasi lokal usus pada
region ileocaecal disertai penebalan dinding
usus dengan enhance pada bagian dinding
usus dan peritoneum mengesankan proses
inflamasi serta enhancing lesion di region
kutan dan sub-kutan dinding abdomen sisi
anterior (kesan abses) yang masih intak
(defek) dengan dinding usus region
iliocaecal. Dinding usus region lesi tampak
melengket dengan dinding usus disekitar
lesi, dilatasi dari loop usus atau kolon.
Densitas cairan bebas minimal di cavum
pelvis suspect peritonitis.
Temuan
durante
operasi
Separuh
kasa berada
ekstralumen
Kasa bedah sebagian besar masih berada
ekstralumen.
Kasa sebagian
besar berada
intralumen
Prosedur Laparotomy Laparotomy hemicolectomy dextra Laparotomy
operasi sub-total
colectomy
Hartman
procedure
Outcome Baik Baik Baik
Reaksi granulomatosa di sekitar benda asing bisa menghasilkan eksudat dengan
pembentukan abses atau massa fibrotik. Pasien dapat asimtomatik, tetapi akan menjadi
bergejala setelah beberapa hari hingga 28 tahun (Bernard T.U., Joseph, 2016; Valon, A.Z.,et
al. 2017). Gossypiboma secara klinis, menimbulkan rasa sakit, distensi, muntah, diare,
obstruksi usus, pembentukan fistula atau pseudo-tumor. Karena serat kapas bersifat inert
secara biokimiawi, maka spons bedah biasanya tidak menyebabkan reaksi spesifik apa pun di
dalam tubuh, tetapi dapat menyebabkan pembentukan adhesi dan granuloma di sekitarnya dan
menjadi terkapsul-reaksi berserat aseptik (Bernard T.U., Joseph, 2016; Valon, A.Z.,et al.
2017). Pasien dapat merasa sakit dan ketidaknyamanan berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah prosedur mereka, terutama dalam kasus-kasus kasa bedah yang menetap dalam rongga
abdomen (Bernard T.U., Joseph, 2016). Kecurigaan tertinggalnya kasa bedah memerlukan
konfirmasi pemeriksaan radio-imaging(USG, MRI maupun CT Scan) untuk diagnosis pasti.
Dalam penatalaksanaannya, keberhasilan operasi pemengambilan kasa yang tertinggal
sangat baik jika dilakukan segera setelah prosedur pertama, terutama dalam dua minggu
pertama. Dalam waktu tersebut, benda asing dapat dideteksi dengan sinar X atau dapat
bermanifestasi sebagai reaksi peradangan. Dalam kasus seperti itu, pendekatan yang masuk
akal adalah pertama-tama mencoba untuk mengambil perangkat bedah yang tertinggal secara
laparoskopi. Pada kasus-kasus yang bermanifestasi kronis, berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun setelah prosedur pertama, diagnosis menjadi jauh lebih sulit.
Beberapa prosedur yang dapat dilakukan pada kasus gossypiboma pada kasus-kasus diatas
adalah dilakukan laparotomi. Sebagian besar pasien memerlukan laparotomi eksplorasi
dengan anesthesia umum untuk pengambilan kasa. Pengambilan melalui laparoskopi juga
dilaporkan dapat menjadi alternatif, dengan kemajuan dibidang endoskopi, kejadian sisa kasa
dapat berkurang (Tulin, Y., Alper, 2015; Valon, A.Z., at al. 2017). Tindakan definitif yang
dilakukan tergantung temuan durante operasi.
Pencegahan terjadinya kasus gossypiboma menjadi sangat penting agar tidak terjadi,
karena akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Risiko medik ini juga diikuti
risiko lain, baik risiko psikologis, sosial-ekonomi bahkan mediko-legal. Penerapan surgical
safety checklist dikaitkan dengan penurunan komplikasi, morbiditas dan mortalitas pasien
yang menjalani operasi (Haynes AB, Weiser TG, at al., 2009; Pamela H. Mitchell, 2012;
Valon, A.Z., at al. 2017). Namun sekitar 88% kasus tertinggalnya perangkat bedah terjadi
dalam situasi di mana jumlah spons dan instrumen dinyatakan "benar" (Pamela H. Mitchell,
2012). Menghitung bahan-bahan bedah yang digunakan selama prosedur pembedahan juga
harus dilakukan dengan baik dan benar. Hal ini merupakan tanggung jawab para perawat di
bawah arahan para dokter operator. Ada baiknya ketika menghitung juga didengarkan oleh
tim kamar bedah yang lain. Asosiasi Perawat Ruang Operasi menerbitkan kebijakan pada
tahun 2015 merekomendasikan poin di bawah ini yang banyak digunakan di rumah sakit
Amerika Serikat. Secara khusus, penghitungan jumlah harus dilakukan pada titik waktu
berikut selama prosedur. Pertama, sebelum prosedur dimulai (hitungan awal); kedua, kapan
saja barang-barang tambahan baru digunakan selama operasi; ketiga, sebelum ahli bedah
menutup rongga tubuh; keempat, ketika ahli bedah mulai menutup luka; dan terakhir, ketika
dokter bedah menutup kulit (hitungan akhir). Sistem ini dikembangkan sebagai bagian dari
Proyek Keselamatan Pasien Bedah Nasional Amerika Serikat dengan tujuan mencegah item
bedah yang tertinggal (Pamela H. Mitchell, 2012).
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa indeks massa tubuh, komplikasi intraoperatif dan
kejadian tak terduga dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya perangkat bedah
tertinggal setelah prosedur bedah. Selanjutnya pada penelitian Valon dkk dari 34 kasus
dengan tertinggalnya perangkat bedah, menyimpulkan bahwa gangguan dalam komunikasi
dalam tim operasi adalah faktor yang paling penting dalam kaitannya dengan masalah
tertinggalnya perangkat bedah (Valon, A.Z., at al. 2017).
Di Indonesia, departemen kesehatan RI telah menerbitkan panduan dalam
melaksanakan program keselamatan pasien di rumah sakit. Terdapat tujuh area yang menjadi
pusat/fokus perhatian, khususnya “penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien” dan dilakukan secara
berkesinambungan (Dep Kes RI., 2006).
Kesimpulan dan Saran
Telah dilaporkan tiga ksus gossypiboma pasca seksio sesaria tahun 2017-2018 di Bali.
Ketiganya merupakan kasus kasa bedah yang tertinggal pasca seksio sesaria, dan dilakukan
pada kondisi tidak gawat darurat. Kepatuhan tim bedah dalam penerapan surgery safety
checklist sangat penting untuk mencegah kejadian tidak diinginkan pasca operasi. Penerapan
surgery safety checklist harus dilaksanakan sejak awal fase sign in, pada fase time out,
maupun pada fase sign out. Hal ini bukan saja dilakukan oleh perawat kamar bedah, tetapi
juga oleh operator dan tim kamar bedah yang lain.
Perlu dibuat system untuk dapat mencatat dan melaporkan kasus kejadian yang tidak
diinginkan serupa di semua rumah sakit di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali, G., et al. 2012. Transabdominal Migration of Retained Surgical Sponge. Turkis
National Trauma and Emergency Surgery Conggres, September 2011. Hindawi
Publishing Corporation. Turkey. Volume 2012, Article ID 24859.
2. Alper, S., et al. 2015. Intra-abdominal Gossypiboma Revisited : Various Clinical
Presentations and Treatments of this Potential Complication. Indian Journal Surgery.
(December 2015) 77(Suppl 3):S1295–S1300. DOI 10.1007/s12262-015-1280.
3. Amiruddin, Ova Emilia, at all,. Hubungan Kepatuhan Tim Bedah dalam Penerapan
Surgery Safety Checklist (Ssc) Dengan Infeksi Luka Operasi dan Lama Rawat Inap Pada
Pasien Seksio Sesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Barru. Jurnal Kesehatan
Reproduksi Vol 5 No 3 Desember 2018.
4. Bernard, T.U., Joseph, T.I, Barnabas, E. 2016. Retained Post Operative Foreign Body of
Gynecologic Origin at Ascending Colon. ImedPub Journals. Gynecology & Obstetric
Case Report. ISSN 2471-8165. Vol.2 No.2:28.
5. Departemen Kesehatan RI. Panduan Keselamatan Pasien. Jakarta, 2006
6. Haynes AB, Weiser TG, at al. A surgical safety checklist to reduce morbidity and
mortality in a global population. N Engl J Med. 2009 Jan 29;360(5):491-9.
7. JI Umunna. Gossypiboma and Its Implicatons. J West Afr Coll Surg. 2012 Oct-Dec; 2(4):
95–105
8. Pamela H. Mitchell. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for
Nurses. University of Washington School of Nursing. Rajiv, J., Mohan, G. 2016. A Study
Of Abdominal Gossypiboma. Journal Evolution Medical Den Science. pISSN- 2278-
4748/ Vol. 5/ Issue 44/ June 02, 2016.
9. Sergio, S., Benjamin, R., Royi, B. 2016. Surgical sponge forgotten for nine years in the
abdomen : A case Report. International Journal of Surgery Case Report. Elsevier. Cited
31 Oktober 2018.
10. Tulin, Y., Alper, P., Sedat, Y. 2015. Diagnosis and Management of Retained Foreign
Objects. Journal of the collage of Ohysicians and Surgeons Pakistan. 2015, Vol.25 (5):
367-371.
11. Valon, A.Z., at al. 2017. Retained Surgical Foreign Bodies after Surgery. Macedonia
Journal of Medical Science. Cited 15 Maret 2017.
GOSSYPIBOMA PASCA SEKSIO SASARIA
Laporan serial kasus
I MADE DARMAYASA
Pendahuluan
KTD(Kejadian yang
Tidak Diinginkan) dapat
mengikuti operasi
Tertinggalnya
daperangkat bedah
Jarang(0,01-
0,03%.)
Laporan kasus
Kasus 1
Usia 34 tahun, hamil
ketiga dengan bekas
SC 2X.
Mengeluh perut
kembung dan nyeri.
Sempat MRS kembali,
membaik
3 bulan kemudian
keluar kasa dari anus
Sempat dipotong
sendiri
Laporan kasus
Kasus 2
Usia 24 tahun, seksio sesaria 1
tahun(2017) di rumah sakit
kabupaten.
Mengeluh keluar nanah dari
bekas luka operasi sejak 2
bulan sebelumnya, sampai
saat ke rumah sakit.
Perawatan luka tidak berhasil
Laporan kasus
21 tahun pasca operasi seksio sesaria kehamilan
pertama lima bulan sebelumnya.
Mengeluh nyeri perut didaerah pusar sehari
sebelum datang ke rumah sakit.
Mengeluh gangguan buang air besar sejak 4
bulan terakhir.
Keluar kasa dari anus
Kasus 3
Diskusi
Diagnosis
Tidak gampang, tidak spesifik
Bervariasi:
• keluhan,
• waktu,
• prosedur diagnostik
USG
Tampak bayangan debris di
buli suspek cystitis. Tampak
mixed echogenic lesion, batas
tidak tegas, tepi ireguler
ukuran 10,63x10,78 cm di
abdomen kanan bawah
hingga tengah dengan
vascularisasi intra lesi.
Kemungkinan massa
extraluminal abdomen kanan
bawah, diferensial diagnosis
Peri-appendicular Infiltrat.
CT Scan
Ditemukan dilatasi lokal usus pada
region ileocaecal disertai penebalan
dinding usus dengan enhance pada
bagian dinding usus dan peritoneum
mengesankan proses inflamasi serta
enhancing lesion di region kutan dan
sub-kutan dinding abdomen sisi anterior
(kesan abses) yang masih intak (defek)
dengan dinding usus region iliocaecal.
Dinding usus region lesi tampak
melengket dengan dinding usus
disekitar lesi, dilatasi dari loop usus atau
kolon. Densitas cairan bebas minimal di
cavum pelvis suspect peritonitis.
Kriteria
Kasus
Pertama Kedua Ketiga
Usia 34 24 21
Waktu 3 bulan 1 tahun 5 bulan
Indikasi seksio LMR 2X Distosia Letak sungsang,
primigravida
Keluhan Perut kembung, keluar kasa dari
anus
Keluar nanah, perut kembung Perut kembung,
gangguan BAB, keluar
kasa dari anus
Penunjang USG: tampak bayangan debris di buli suspek cystitis. Tampak mixed echogenic
lesion, batas tidak tegas, tepi ireguler ukuran 10,63x10,78 cm di abdomen kanan
bawah hingga tengah dengan vascularisasi intra lesi. Kemungkinan massa
extraluminal abdomen kanan bawah, diferensial diagnosis Peri-appendicular
Infiltrat.
CT: ditemukan dilatasi lokal usus pada region ileocaecal disertai penebalan
dinding usus dengan enhance pada bagian dinding usus dan peritoneum
mengesankan proses inflamasi serta enhancing lesion di region kutan dan sub-
kutan dinding abdomen sisi anterior (kesan abses) yang masih intak (defek)
dengan dinding usus region iliocaecal. Dinding usus region lesi tampak
melengket dengan dinding usus disekitar lesi, dilatasi dari loop usus atau kolon.
Densitas cairan bebas minimal di cavum pelvis suspect peritonitis.
Temuan durante
operasi
Separuh kasa berada ekstralumen Kasa bedah sebagian besar masih berada ekstralumen. Kasa sebagian besar
berada intralumen
Prosedur operasi Laparotomy sub-total colectomy Laparotomy hemicolectomy dextra Laparotomy Hartman
procedure
Outcome Baik Baik Baik
Diskusi
Tindakan
Sub-total colectomy
Hemicolectomy dextra
Hartman procedure
Laparotomi:
Diskusi
Pencegahan:
Surgery safety
checklist:
sign in
time out
sign out
Pertama, sebelum prosedur dimulai
(hitungan awal),
Kedua, kapan saja barang-barang
tambahan baru digunakan selama
operasi,
Ketiga, sebelum ahli bedah
menutup rongga tubuh,
Keempat, ketika ahli bedah mulai
menutup luka, dan
Terakhir, ketika dokter bedah
menutup kulit (hitungan akhir).
Kesimpulan & Saran
Kesimpulan
Dilaporkan tiga ksus
gossypiboma pasca seksio
sesaria tahun 2017-2018.
Ketiganya merupakan
kasus kasa bedah yang
tertinggal pasca seksio
sesaria, dan dilakukan
pada kondisi tidak gawat
darurat
Saran
Kepatuhan tim bedah dalampenerapan surgery safety checklist:
• sign in
• time out
• sign out
Perlu dibuat sistem untukdapat mencatat danmelaporkan kasus.