BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Oleh
karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai
wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Pemerintah
pusat sebagai pemangku kepemimpinan Negara Indonesia tentunya harus
bertanggung jawab atas hal ini, dimana pembangunan merupakan pemicu dan pemacu
dari pertumbuhan ekonomi diseluruh wilayah Indonesia, namun tentunya juga jika
dilaksanakan secara adil dan merata di semua wilayah di Indonesia.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini pemerintah pusat memiliki berbagai peran
dalam perekonomian, terdapat tiga peran utama yang harus dapat dilaksanakan
dengan baik dalam perekonomian oleh pemerintah Indonesia ,Guritno (2001)adalah :
a. Peran Stabilisasi
Pada pemerintahan modern saat ini, hampir semua negara menyerahkan
roda perekonomiannya kepada pihak swasta / perusahaan. Pemerintah
lebih berperan sebagai stabilisator, untuk menjaga agar perekonomian
berjalan normal. Menjaga agar permasalahan yang terjadi pada satu sektor
perekonomian tidak merembet ke sektor lain.
b. Peran Distribusi
Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan agar alokasi sumber daya
ekonomi dilaksanakan secara efisien. Pemerintah harus membuat
kebijakan-kebijakan agar kekayaan terdistribusi secara baik dalam
masyarakat.
c. Peran Alokasi
Pada dasarnya sumber daya yang dimiliki suatu negara adalah terbatas.
Pemerintah harus menentukan seberapa besar dari sumber daya yang
dimiliki akan dipergunakan untuk memproduksi barang-barang publik,
dan seberapa besar akan digunakan untuk memproduksi barang-barang
individu Pemerintah harus menentukan dari barang-barang publik yang
diperlukan warganya, seberapa besar harus disediakan oleh pemerintah,
dan seberapa besar yang dapat disediakan oleh rumah tangga perusahaan.
Seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan pemerintah dalam rangka
menjalankan ke-tiga peran yang ada, maka tentunya diperlukan pula dana yang besar
sebagai bentuk pengeluaran segala kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan ke-
tiga peran tersebut. Pengeluaran pemerintah ini merupakan konsekuensi dari berbagai
kebijakan yang diambil dan diterapkan melalui ke-tiga peran tersebut. Konsistensi
dari pemerintah atas segala kebijakannya dapat kita lihat dalam APBN ( Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara ), sedangkan salah satu sektor yang dapat kita
cermati dalam hal konsistensi pemerintah menjalankan peran alokasi dan distribusi
adalah sektor pendidikan, karena salah satu sektor yang akan menjadi penentu
kemajuan Negara Indonesia adalah sektor pendidikan
Secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan
bagi seluruh rakyat terlihat cukup besar. Pasal 31 Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan, bahkan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
untuk itu pemerintah bertanggung jawab membiayainya. Melalui perubahan
Pasal 31 UUD 1945, tekad tersebut makin diperkuat dengan adanya ketetapan
bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Prosentase yang sama
juga dimandatkan untuk dialokasikan oleh setiap daerah dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing-masing.
Dalam prakteknya tekad untuk membangun pendidikan tersebut
dihadapkan pada berbagai masalah, sehingga jaminan atas hak dan kewajiban
setiap warga negara untuk mendapat dan mengikuti pendidikan masih belum
memadai. Secara umum saat ini pendidikan nasional dihadapkan pada beberapa
persoalan mendasar, seperti:
1. rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, baik antar
wilayah antar tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender.
2. rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, antara lain karena
kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja,
rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, serta terbatasnya sarana
dan prasarana pendidikan; dan
3. lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan, baik di lembaga formal
maupun masyarakat.
Secara umum sektor pendidikan di Indonesia ditandai oleh rendahnya kualitas
sumberdaya manusia (SDM), sekitar 58% dari tenaga kerja Indonesia hanya
berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau kurang. Pada saat yang sama, hanya 4%
dari tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Prospek peningkatan kualitas SDM di
masa yang akan datang pun terlihat suram. Rata-rata angka partisipasi pendidikan
lanjutan dan pendidikan tinggi masih relative rendah (56% untuk SLTP, 32% untuk
SLTA dan 12% untuk perguruan tinggi)1.
Dalam kondisi demikian itulah otonomi daerah (termasuk di dalamnya sektor
pendidikan) dilaksanakan. Di era otonomi daerah, urusan pendidikan dari tingkat TK
hingga SLTA menjadi tanggung jawab daerah, hanya perguruan tinggi yang masih
dipegang Pusat. Jelas bahwa masa depan pendidikan sangat tergantung pada
kemampuan Pemda dalam mengelola sektor pendidikan.
1.2. Perumusan Masalah
Kebutuhan akan pengeluaran pemerintah menyangkut dana yang digunakan
sebagai konsistensi pemerintah terhadap peran yang dimiliki pemerintah terkait
pembiayaan pendidikan di Indonesia tentunya tidaklah sedikit, dengan begitu
tentunya juga diharapkan ada output yang baik dan sesuai dengan jumlah dana yang
11 Dalam Wahyu,2008,deskripsi kondisi seabad pendidikan Di Indonesia dan Kalimantan Selatan Khususnya.
dikeluarkan yaitu pembangunan dan perbaikan derajat dan kualitas pendidikan di
Indonesia yang naik secara signifikan yang dapat menyokong pembangunan ekonomi
Negara secara berkesinambugan dengan sektor lainnya. Oleh karena itu, pemerintah
harus mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang membuat pengeluaran menjadi
efisien namun dengan output yang baik. Dari latar belakang yang telah diterangkan
diatas dapat kita ambil rumusan masalah :
1. Bagaimana pola pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan?.
2. Sejauh mana konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan di
sektor pendidikan?.
3. Bagaimana tugas institusi pendidikan sejalan dengan pembanguanan di
sektor pendidikan ditinjau dari kegiatannya?
3.1. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan
dicapai adalah :
1. Memetakan pola pengeluaran pemerintah sektor pendidikan di Indonesia.
2. Menjawab sejauhmana konsistensi kebijakan pemerintah sektor
pendidikan melalui pemetaan pola pengeluaran pemerintah sektor
pendidikan di Indonesia.
3. Memberikan gambaran pola perilaku institusi pendidikan dalam
memanfaatkan alokasi dana belanja sektor pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengeluaran Pemerintah
Dasar teori pengeluaran pemerintah adalah identitas keseimbangan
pendapatan nasional Y= C+I+G+(X-M) yang merupakan bentuk dari campur tangan
pemerintah dalam perekonomian. Kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah
akan menaikkan atau menurunkan pendapatan nasional. Pemerintah tidak cukup
hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya, tetapi juga harus
memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati atau terkena kebijaksanaan
tersebut. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam
perekonomian tidak justru melemahkan kegiatan swasta ( Dumairy, 1996:161-164 ).
Pemerintah sebagai pemegang peran penting dalam setiap hajat hidup
masyarakat Indonesia perlu melakukan kajian yang mendalam dalam setiap
kebijakannya agar setiap output yang dihasilkan dan diharapkan dapat tepat sasaran
dan memberikan pengaruh nyata terhadap masyarakat. Kebijaksanaan yang tidak
tepat sasaran melalui kebijakan alokasi dana tiap sektor yang menyangkut kebutuhan
masyarakat luas seharusnya perlu diberikan porsi lebih dalam alokasi anggaran
pemerintah, kebijakan pemerintah menyangkut sektor pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan sosial adalah beberapa contoh diantaranya yang perlu diberikan porsi
lebih, hal ini dikarenakan pada sektor – sektor tersebutlah masyarakat dapat
merasakan secara langsung dampak dari kebijakan pemerintah yang diambil.beberapa
alasan yang dapat dikemukakan adalah bahwa sektor – sektor tersebut dapat menjadi
acuan dan gambaran dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang
dimaksud disini bukanlah pertumbuhan ekonomi secara statistika saja, namun
pertumbuhan ekonomi yang juga memberikan kontribusi langsung terhadap
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung di Indonesia selama ini tidak
menyentuh secara langsung ke lapisan masyarakat golongan ekonomi lemah, karena
pertumbuhan ekonomi yang secara statistik diungkapkan oleh pemerintah tidak
mencerminkan gambaran secara langsung kondisi sosial dalam masyarakat. Ditengah
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu dalam angka positif terdapat tingkat
pengangguran yang stagnan atau walaupun berkurang tidak secara signifikan
demikina pula pada sektor yang menyangkut kebutuhan public lainnya seperti
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial, hal ini dikarenakan pertumbuhan
ekonomi hanya dipacu oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Musgrave dan Rostow menyatakan perkembangan pengeluaran negara sejalan
dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal
perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi
pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan,
kesehatan, pendidikan. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap
diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta
sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran
pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial.
2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Merupakan Rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara Indonesia yang
disetujui oleh DPR. Berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana
penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31
Desember). Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam APBN :
1. Penyusunan APBN
2. Pelaksanaan APBN
3. Pertanggung jawaban pelaksanaan APBN
APBN sendiri memiliki banyak fungsi, beberapa diantaranya adalah :
1. APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka:
a. Membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan,
b. Mencapai pertumbuhan ekonomi,
c. Meningkatkan pendapatan nasional,
d. Mencapai stabilitas perekonomian,
e. Menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum
.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah data sekunder yang telah
tersedia dalam berbagai bentuk baik yang diperoleh melalui media internet
maupun hasil cetakan.
3.2 Tekhnik perolehan Data
Data sekunder diperoleh baik melalui hasil cetakan buku maupun data yang
terdapat dalam situs BPS dan situs website Bank Indonesia, Unesco, Unicef
maupun media lainnya.
3.2 Metode Analisis
Analisis penelitian dilakukan secara Statistik deskriptif Analitik dengan
melakukan pembandingan trend pertumbuhan alokasi dana untuk sektor
pendidikan dengan total belanja pemerintah serta pertumbuhan kualitas
pendidikan dilihat dari trend jumlah partisipasi peserta didik dari masing-masing
jenjang pendidikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Pendidikan Indonesia
Krisis multidimensional yang melanda Indonesia berpengaryh besar
terhadap mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, dan secara tidak langsung
juga merujuk pada mutu pendidikan yang menghasilkan SDM itu sendiri. . Hal
tersebut setidaknya dapat kita ketahui dengan melihat 2 (dua) indikator sekaligus,
yaitu indikator makro seperti pencapaian Human Develompement Index (HDI) dan
indikator mikro seperti misalnya kemampuan membaca.
Indonesia sebagai Negara dengan luas wilayah yang besar serta jumlah
penduduk yang besar ternyata memiliki jumlah pengeluaran pemerintah untuk sektor
pendidikan yang terkecil jika dibandingkan dengan Negara-negara di Asia Tenggara.
Tenggara. Menurut data World Bank (2004), prosentase pengeluaran pemerintah
untuk sektor pendidikan diIndonesia adalah rata-rata 1,66% dari GNP pada periode
tahun 1970-1990, sedangkan periode tahun 1991-2000 rata-rata 1,36% dari GNP.
Apabila data tersebut dihubungkan dengan tingkat kualitas sumberdaya manusia yang
diukur dengan indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI),
maka berdasarkan data HDR UNDP Tahun 2002 dilaporkan bahwa Indonesia berada
pada urutan 110 dari 177 negara, dengan tingkat pembangunan manusia Indonesia
berkisar pada 47-76. Dengan kata lain, nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pembangunan manusia Indonesia berada pada kategori menengah dan rendah.
UNESCO pada tahun 2002 mempublikasikan pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan di beberapa negara khususnya di kawasan Asia Tenggara, berupa
prosentase belanja pemerintah sektor pendidikan terhadap GNP.
Tabel 4.1Prosentase pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap GNP
Sumber : HDR UNESCO 2002
Melalui data pada Tabel 4.1 diatas, terlihat besarnya prosentase pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan pada era tahun 1995-1997 terhadap GNP, dimana
Indonesia memiliki prosentase terkecil, padahal faktor pengeluaran pemerintah
khususnya di bidang pendidikan merupakan salah satu diantara sekian banyak faktor
penentu kuantitas dan kualitas pendidikan sebagai pembentuk sumberdaya manusia
yang akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Tabel 4.2Human Development Index Indonesia
Tahun 1980-2007
1. tahun 1980 0,5222. tahun 1985 0,5623. tahun 1990 0,6244. tahun 1995 0,6585. tahun 2000 0,6736. tahun 2003 0,7097. tahun 2004 0,7148. tahun 2005 0,7239. tahun 2006 0,72910. tahun 2007 0,734
Sumber : Wikipedia, Human Development Index
Pada table 4.2 terlihat bahwa HDI Indonesia selalu naik dari tahun ke tahun
namun tidak secara signifikan, bahkan pada beberapa tahun terakhir pertumbuhan
angka HDI Indonesia justru menurun jika dibandingkan dengan era tahun 1980-
1990an, hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung pemerintah kurang
berperan aktif dalam meningkatkan HDI Indonesia yang seharusnya dapat
menggambarkan langsung bagaimana kondisi sosial ekonomi dalam masyarakat
terkait dengan pertumbuhan ekonomi nantinya.
Rendahnya kualitas pembangunan pendidikan Indonesia mempengaruhi
kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia yang tergambar dalam angka
HDI yang telah dikemukakan. Human Development Index memiliki beberapa criteria
dalam penilaiannya, di antaranya adalah: pendidikan,angka harapan hidup dan
panjang usia. Pembangunan pendidikan di Indonesia yang rendah merupakan salah
satu gambaran yang selalu digunakan untuk menyatakan bahwa Human Development
Index Negara Indonesia juga rendah.
Gambar 4.1
Peta Dunia Indeks Pembangunan Manusia
Tahun 2007
Sumber : Wikipedia, diolah
Dari data UNESCO tahun 2007 yang dipublikasikan tahun 2009 serta terdapat
dalam Wikipedia menunjukan bahwa pada tahun 2007 Indonesia menduduki
peringkat 111 dari 179 atau bisa disebut bahwa Indonesia masuk kategorti menengah
dalam peringkat HDI Negara – Negara di dunia. Indonesia dari tahun ketahun
Diatas 0,950
0,850-0,899
0,800-0,849
0,900-0,949
0,700-0,749
0,650-0,699
0,600-0,649
0,550-0,599
0,500-0,549
0,450-0,499
0,400-0,499
0,350-0,399
dibawah 0,350
memang selalu mengalami kenaikan Indeks Pembangunan Manusia namun tidak
secara signifikan. Kondisi tersebut juga berlanjut di tahun 2008-2010, Hal ini dapat dilihat
dari angka partisipasi penduduk dalam sektor pendidikan, meskipun pemerintah
mencanangkan perubahan haluan wajib belajar 6 tahun menjadi 9 tahun, namun hal ini tidak
diikuti oleh pertumbuhan partisipasi penduduk usia wajib belajar dalam jenjang pendidikan
dasar dan menengah pertama yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Grafik 4.1Jumlah Penduduk Tidak Sekolah Menurut Usia Sekolah Dasar
Di Indonesia
Sumber : World Bank diolah, 2010
Dari data yang ada diatas maka dapat kita lihat bahwa junlah penduduk usia
sekolah dasar yang tidak sekolah terjadi peningkatan dari tahun 2005 ke 2010, untuk
penduduk dengan jenis kelamin perempuan terjadi peningkatan jumlah tidak sekolah
dari 3.136.360 jiwa pada tahun 2005 menjadi 3.214.551 pada tahun 2010 atau
bertambah sebesar 1,23%, sedangkan untuk penduduk dengan jenis kelamin laki laki
terjadi peningkatan jumlah tidak sekolah dari 3.340.334 jiwa pada tahun 2005
menjadi 3.440.731 jiwa pada tahun 2010 atau bertambah sebesar 1,5%.
Namun hal yang berbeda terjadi pada jenjang usia sekolah menengah, angka
penduduk tidak sekolah pada usia ini juga mengalami penurunan.
Grafik4.2Jumlah Penduduk Tidak Sekolah Menurut Usia Pendidikan Menengah
Pertama Di Indonesia
Sumber : World Bank diolah, 2010
Jika dilihat dari data diatas maka dapat dilihat untuk jumlah penduduk yang
tidak sekolah menurun dari tahun 2005 ke tahun 2010. Untuk sisi jumlah penduduk
perempuan yang tidak sekolah menurun dari tahun 2005 ke tahun 2010 sebesar
11,9%, sedangkan untuk jumlah penduduk laki – laki yang tidak sekolah juga
mengalami poenurunan dari tahun 2005 ke 2010 sebesar 4,1%.
4.2 Kebijakan Pemerintah Pusat Sektor Pendidikan
Pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi wajib menciptakan
kebijakan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakatnya. Kebijakan yang
diambil di berbagai sektor harus mempertimbangkan keluaran dari kebijakan tersebut.
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang krusial yang dapat memberikan
dampak langsung dan nyata dalam pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara, hal ini
dikarenakan pada sebuah Negara yang memiliki system pendidikan yang baik, maka
akan tercipta Sumber Daya Manusia yang handal yang dapat menopang laju
pertumbihan ekonomi Negara.
Indonesia telah beberapa kali berganti kepemimpinan, tiap-tiap periode
kepemimpinan tentunya memiliki perbedaan dalam hal karakteristik dan porsi
kebijakan. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang biasa menjadi focus
bagi masyarakat dalam mengamati langkah dan kebijakan yang diambil pada tiap
periode kepemimpinan.
4.2.1 Kebijakan Sektor Pendidikan Era Orde Baru
Berdasarkan pokok-pokok kebijakan yang terdapat dalam UUD 1945, maka
pemerintah wajib mewujudkan pendidikan yang layak dan baik bagi masyarakat.
Pendidikan yang layak tersebut diwujudkan dalam kebiajakn pembangunan
pendidikan di Indonesia yang meliputi beberapa aspek :
1. Relevansi Pendidikan, yaitu penyesuaian isi pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan terhadap sumber daya manusia yang diperlukan. Kebijakan ini
secara eksplisit muncul dalam Pelita I, II, III, IV dan V. Masalah relevansi ini
sering dikaitkan dengan pendidikan dan tenaga kerja. Apabila masalah
relevansi pendidikan ini tidak dipecahkan atau kurang mendapat perhatian
serius, maka pendidikan bisa menjadi bumerang terhadap pembangunan.
2. Pemerataan Pendidikan, Sejak Pelita I disadari pentingnya memberikan
kesempatan yang sama dan lebih luas tentang pendidikan untuk semua warga
negara. Kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan dilaksanakan melalui
wajib belajar Sekolah Dasar. Dalam Pelita V dirumuskan kebijakan untuk
perintisan wajib belajar Sekolah Tingkat Pertama.
3. Peningkatan Mutu Guru atau Tenaga Kependidikan, Peningkatan mutu
pendidikan kunci utama ialah mutu guru. Sejak Pelita I telah diketahui bahwa
masih banyak tenaga guru atau tenaga kependidikan yang belum memenuhi
mutu Standar.
4. Mutu Pendidikan, Sejak Pelita I s.d. Pelita V mutu pendidikan terus-menerus
dijadikan salah satu kebijakan pokok. Mutu pendidikan, selain faktor guru,
juga faktor lainnya seperti gedung-gedung sekolah, buku-buku pelajaran dan
bahan bacaan, laboratorium dan bengkel-bengkel kerja serta fasilitas belajar-
mengajar lainnya.
5. Pendidikan Kejuruan, Sesuai dengan gerak pembangunan telah disadari sejak
Pelita I akan langkanya tenaga-tenaga terampil. Oleh karena itu,
pengembangan pendidikan Kejuruan mendapatkan prioritas sejak Pelita I s.d.
Pelita V.
4.2.2 Kebijakan Sektor Pendidikan Era Reformasi
Jatuhnya presiden soeharto yang diikuti oleh krisis moneter dan ketidak
stabilan di berbagai sektor dalam negeri cukup membuat pengaruh yang negative bagi
sektor pendidikan. Sektor pendidikan mengalami situasi yang kurang baik dalam
perkembangannya dimana sektor pendidikan sulit untuk menahan pengaruh ketidak
stabilan dalam negeri baik yang berasal dari pengaruh dalam negeri maupun yang
berasal dari pengaruh internasional.
Wahyu ( 2008 ) menyatakan, Dalam era reformasi ini juga banyak kendala
yang muncul meliputi tiga aspek utama dalam pendidikan :
1. aspek kualitas, pendidikan kita memang sungguh sangat memprihatinkan,
terutama pendidikan di luar Jawa, yang jika dibandingkan dengan
pendidikan di Jawa sudah memiliki kualitas yang memadai. Kalau hal ini
tidak diatasi, dalam jangka panjang akan berakibat pada kesenjangan
sosial, yang pada akhirnya akan menjadi benih-benih persoalan di bidang
politik maupun ekonomi.
2. aspek relevansi, pendidikan kita ke depan masih harus mendapatkan
sentuhan pengembangan yang lebih serius. Saat ini telah digalakan
berbagai inovasi di Sekolah-sekolah terutama dalam rangka memenuhi
perkembangan masyarakat. Pengembangan inovasi akan sia-sia mana kala
mutu guru dan kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Otonomi daerah,
khususnya di bidang pendidikan, belum menemukan bentuk mekanisme
kerja yang pas buat dunia pendidikan di berbagai daerah.
3. Aspek pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan mengalami
kendala yang amat besar karena adanya krisis ekonomi yang melanda
negeri ini sejak 1997 s.d. sekarang. Keadaan ekonomi seperti sekarang ini
akan berpengaruh pada anak-anak yang drop out, begitu juga pada
penduduk yang buta huruf.
4.3 Pola Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya
Dalam APBN, pengalokasian anggaran pemerintah diketahui terdapat
pembagian jenis pengeluaran menurut fungsinya yang dilakukan oleh pemerintah
yang saling berhubungan.
Gambar 4.2Alokasi Pengeluaran Pemerintah
Sumber : Komite standar akuntansi pemerintahan
Matriks diatas adalah pola hubungan klasifikasi pengeluaran pemerintah
menurut fungsinya dimana klasifikasi ini diperlukan sebagai acuan pembagian alokasi
anggaran menurut fungsinya karena tiap – tiap fungsi memiliki program, kegiatan dan
sub kegiatan yang berbeda-beda yang bertujuan untuk menyusun anggaran berbasis
kinerja yang bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam
pelaksanaan program,kegiatan dan subkegiatan yang mencerminkan adanya keutuhan
konseptual.
Ada sebelas fungsi yang masuk dalam alokasi anggaran pemerintah dengan
berbagai sub-fungsinya. Alokasi yang diberikan oleh pemerintah untuk tiap-tiap
fungsi menyesuaikan kebutuhan dan kegiatan yang akan dijalankan oleh fungsi
tersebut sehingga dari tahun ke tahun akan selalu terdapat perubahan jumlah alokasi
anggaran yang akan diberikan.
Table 4.3Total Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya
Tahun 2005-2010 (dalam milyar rupiah)
Tahuntotal
pengeluaran2005 361.155,22006 440.031,22007 504.623,52008 693.356,02009* 696.101,42010 699.688,1
Sumber : APBN, 2005-2010 diolah
Dari tahun 2005 hingga tahun 2010 telah terjadi peningkatan jumlah total
anggaran belanja oleh pemerintah dengan jumlah yag cukup signifikan, namun
efesiensi dan relevansi jumlah anggaran yang selalu meningkat patut dipertanyakan
mengingat bahwa perubahan anggaran tidak serta merta memiliki dampak langsung
pada perubahan mutu bagai tiap-tiap fungsinya.
Tabel 4.4Pengeluaran Pemerintah Untuk Tiap Fungsinya
Tahun 2005-2010 (dalam milyar rupiah )FUNGSI 2005 2006 2007 2008 2009 2010
ANGGARAN
ANGGARAN
ANGGARAN
ANGGARAN
ANGGARAN
ANGGARAN
PELAYANAN UMUM 255.603,2
283341,1 316139,3 534567,2 472097,2 479200,3
PERTAHANAN 21.562,2 24426,1 30685,9 9158,5 11665,3 20483,2KETERTIBAN DAN KEAMANAN 15.617,3
23743,1 28315,9 7019,2 13729,6 14551,2
ECONOMI 23.504,0 38295,6 42222 50484,8 64963,9 55881LINGKUNGAN HIDUP 1.333,9
2664,5 4952,6 5315,1 6683,8 7752,8
PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 4.216,5
5457,2 9134,6 12448,7 17704,4 20758,2
KESEHATAN 5.836,9 12189,7 16004,5 14038,9 16437,8 17657,9PARIWISATA DAN BUDAYA 588,6
905,4 1851,2 1293,7 1415,3 1831,3
AGAMA 1.312,3 1411,2 1884,2 745,7 788,8 913,1PENDIDIKAN 29.307,9 45303,9 50843,4 55298 87463,4 77401,7PERLINDUNGAN SOSIAL 2.103,8
2303,3 2650,4 2986,4 3151,8 3257,4
T O T A L 360986,6 440031,2 504623,5 693356 696101,4 699688,1Sumber : APBN 2010, diolah
Gambar 4.3Share Total Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya
Tahun 2010
Sumber : APBN 2010, diolah
Pada tahun 2010 pengeluaran pemerintah terbesar adalah pelayanan umum
yang mendapatkan share dari total pengeluaran pemerintah sebesar 69% yang berarti
lebih dari separuh alokasi anggaran belanja masuk dalam fungsi pelayanan umum,
sedangkan untuk sisanya sebesar 31% dibagi untuk 10 fungsi lainnya dengan share
terbesar adalah pendidikan dengan 11 %, namun seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa perubahan jumlah anggaran yang diberikan tidak serta merta merubah mutu
pelayanan umum dan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah.
4.3.1 Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya Untuk Pelayanan Umum
Pelayanan umum selama ini menjadi ranah bagi Negara yang diwakili oleh
pemerintah berinteraksi dengan lembaga-lembaga non-pemerintahan dimana pada
sektor pelayanan umum inilah terdapat interaksi yang seharusnya dapat bersifat
intensif antara pemerintah dan masyarakatnya, hal ini karena dalam pelayanan umum
terdapat keterlibatan unsur – unsur masyarakat sipil dan mekanisme pasar yang selalu
terdapat interaksi didalamnya kepada pemerintah. Pelayanan umum sebagai ranah
interaksi bagi Negara ke masyarakatnya tentunya juga memiliki banyak program dan
kegiatan yang berakibat kebutuhan dana yang cukup besar bagi sektor tersebut.
Tabel 4.4Pengeluaran Pemerintah Untuk Pelayanan Umum (2005-2010)
(dalam miliar rupiah)pengeluaran pemerintah menurut fungsi
pelayanan umumTahun Anggaran2005 255.603,22006 283341,12007 316139,32008 534567,22009* 472097,22010 479200,3
Sumber : APBN 2005-2010, diolah
Table diatas menunjukan kebutuhan dana guna menjalankan pelayanan umum
selalu meningkat dari tahun ketahun yang seharusnya menjadi titik tolak dari
perubahan pola pelayanan umum menjadi lebih baik dari sebelumnya. Fungsi
pelayanan umum tersebut juga memiliki share yang cukup besar dalam total
pengeluaran pemerintah, hal ini seharusnya menjadi pemicu dalam melaksanakan dan
mengelola kegiatan berdasarkan alokasi dana yang ada dengan sebaik-baiknya untuk
kepentingan masyarakat.
Grafik 4.3Share Pemerintah Untuk Pelayanan Umum Terhadap Total pengeluaran
Pemerintah ( 2005-2010 )
Sumber : APBN 2005-2010, diolah
Share yang cukup besar terlihat pada grafik diatas dimana untuk tiap tahunnya
pengeluaran pemerintah untuk pelayanan umum selalu di alokasikan diatas 60% dari
total pengeluaran pemerintah secara keseluruhan. Gambaran yang muncul dalam
grafik tersebut adalah seharusnya selalu muncul pelayanan umum yang selalu
meningkat kualitasnya terkait dengan pelayanan public. Lebih lanjut jika diteruskan
pada keterkaitan dengan pemikiran mengenai good governance maka seharusnya
terdapat perbaikan dibanyak sektor terkait dengan pelayanan umum.
4.3.2 Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya Untuk Pertahanan
Fungsi pertahanan merupakan salah satu fungsi yang cukup vital bagi Negara
Indonesia ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa Indonesia memiliki luas wilayah
yang besar serta berbatasan langsung dengan beberapa Negara seperti Malaysia dan
Papuanugini serta memiliki letak yang strategis maka kemungkinan untuk gangguan
keamanan baik dari dalam negeri maupun luar negeri pun cukup besar. Potensi alam
dari Indonesia berupa perairan yang kaya akan ikan pun sering menjadi sasaran bagi
kapal asing illegal untuk mengambil ikan tanpa ijin. Untuk mengawasi Negara
dengan luas wilayah yang besar tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar
dalam alokasinya untuk fungsi pertahanan, namun rupanya pemerintah justru sedikit
demi sedikit mengurangi jumlah alokasi anggaran belanja untuk sektor pertahanan
seperti tergambar pada table berikut.
Table 4.5Pengeluaran Pemerintah Untuk Pertahanan
Tahun 2005-2010 ( dalam milyar rupiah)
Pertahanan
Tahun Anggaran Presentase2005 21.562,2 5,972006 24426,1 5,552007 30685,9 6,082008 9158,5 1,322009* 11665,3 1,682010 20483,2 2,93
Sumber : APBN 2005-2010, diolah
Table 4.5 menunjukan bahwa anggaran untuk pertahanan berkuran dari tahun
ke tahun, pada tahun 2010 pun anggaran untuk pertahanan hanya 2,93% dari total
anggaran belanja oleh pemerintah. Hal ini tetunya sedikit mengkhawatirkan ketika
jumlah anggaran pertahanan yang turun pun memiliki dampak turunnya pula kualitas
pertahanan yang dimiliki oleh Indonesia mengingat jumlah personel pertahanan
dalam hal ini TNI ( Tentara Nasional Indonesia ) per penduduk belum seimbang.
4.3.3 Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya Untuk Ketertiban dan
Keamanan
Dalam RPJPN ( Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional ) terdapat
beberapa sasaran pokok pembangunan, diantaranya adalah :
1. Terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya dan beradab,
2. Terwujudnya bangsa yang memilik daya saing untuk mencapai masyarakat
yang lebih makmur dan sejahtera,
3. Terwujudnya Indonesia yang demokratis, berlandaskan hukum dan
berkeadilan,
4. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara
dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri,
5. terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan,
6. terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari,
7. terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional,
8. terwujudnya peranan Indonesia yang meningkat dalam pergaulan dunia
internasional.
Dalam RPJPN, keamanan dan ketertiban masuk pada poin nomor 4 dimana
rasa aman dan damai bagi seluruh lapisan masyarakat, hal ini berarti pemerintah
wajib menyelenggarakan ketertiban dan keamanan dimana hal tersebut juga
berhubungan dengan stabilitas dalam negeri yang berpengaruh pada banyak sektor.
Grafik 4.4Pengeluaran Pemerintah Untuk Ketertiban dan Keamanan
Tahun 2005-2010 ( dalam milyar rupiah )
Sumber : APBN 2005-2010, diolah
Pengeluaran pemerintah untuk ketertiban dan keamanan dari tahun 2005
sampai 2010 mengalami banyak perubahan dimana pada tahun 2005 – 2007
mengalami kenaikan sebesar 0,20 % namun menurun di tahun 2008 sampai naik
kembali pada tahun 2010. Hal ini dapat menunjukan dua hal yang berbeda, pertama
adalah stabilitas keamanan mulai terjaga pada tahun 2008-2010 atau kemungkinan
kedua adalah alokasi anggaran tersedot pada persiapan pemilu pada tahun 2009.
4.3.4 Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya Untuk Urusan Ekonomi
Aspek ekonomi dalam Negara merupakan salah satu hal yang menentukan
maju atau tidaknya suatu Negara, dalam hal ini Negara Indonesia dapat dikatakan
sebagai Negara yang perekonomiannya rentan terhadap perubahan-perubahan
stabilitas di berbagai sektor baik yang terjadi diluar negeri maupun dalam negeri.
Pemerintah Indonesia dapat mengatasi hal tersebut dengan mengalokasikan anggaran
urusan ekonomi yang dapat memacu dan menjaga perekonomian untuk tetap stabil.
Tabel 4.6Pengeluaran Pemerintah Untuk Urusan Ekonomi
Tahun 2005-2010
Urusan Ekonomi
Tahun Anggaran Presentase2005 23.504,0 6,512006 38295,6 8,702007 42222 8,372008 50484,8 7,282009* 64963,9 9,332010 55881 7,99
Sumber : APBN 2005-2010, diolah
Untuk urusan ekonomi pemerintah rata – rata mengeluarkan anggaran sebesar
45,9 trilyun rupiah atau rata – rata 8,03 % dari total pegeluaran pemerintah. Anggaran
tersebut digunakan untuk berbagai sub-fungsi urusan ekonomi dengan alokasi sub-
fungsi terbesar adalah transportasi, hal ini mungkin cukup baik mengingat peran vital
dari transportasi. Hal ini berbeda untuk sub-fungsi tenaga kerja dimana untuk sub-
fungsi tersebut pemerintah hanya mengalokasikan dana rata-rata tiap tahun mulai
tahun 2005-2010 sebesar 1,3 trilyun rupiah, hal ini menunjukan bahwa pemerintah
belum memandang pentingnya tenaga kerja sebagai salah satu factor produksi dalam
perekonomian.
4.3.5 Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya Untuk Lingkungan Hidup
Isu perubahan iklim global merupakan isu yang cukup penting untuk saat ini
karena perubahan iklim juga berpengaruh pada pola kehidupan manusia yang
berimbas pada pola perekonomian. Indonesia merupakan salah satu Negara yang
menjadi penyokong dari pola lingkungan hidup dunia karena Indonesia merupakan
salah satu Negara dengan hutan tropis yang cukup besar yang sering disebut dengan
paru-paru dunia. Hal ini tentunya harus menjadi pertimbangan utama untuk
pemerintah mengalokasikan anggaran demi menjaga lingkungan hidup yang ada di
Indonesia agar kerusakan lingkungan tidak terus menerus terjadi dan memberikan
imbas yang negative pada kehidupan di berbagai sektor di Indonesia, sebenarnya
lingkungan hidup memiliki kaitan yang cukup erat dengan kesehatan.
Tabel 4.7Pengeluaran Pemerintah Untuk Lingkungan Hidup
Tahun 2005-2010 ( dalam milyar rupiah )
Perlindungan Lingkungan
Tahun Anggaran Persentase2005 1.333,9 0,372006 2664,5 0,612007 4952,6 0,982008 5315,1 0,772009* 6683,8 0,962010 7752,8 1,11
Sumber : APBN 2005-2010, diolah
Dana anggaran yang diberikan dipecah dalam beberapa sub-fungsi yang
terdapat dalam fungsi perlindungan lingkungan dengan rincian :
1. Pengelolaan limbah,
2. Pengelolaan air limbah,
3. Pencemaran limbah,
4. Konservasi sumber daya alam,
5. Perencanaan tata ruang dan tanah,
6. R & D pertahanan,
7. Perlindungan lingkungan.
Pemerintah mulai sadar akan pentingnya lingkungan hidup ditandai dengan
naiknya anggaran pemerintah untuk fungsi perlindungan lingkungan yang
sebelumnya di tahun 2005-2009 belum pernah mencapai 1% namun pada tahun 2010
pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar 1,1% dari total anggaran belanja
pemerintah
4.3.6 Pengeluaran Pemerintah Menurut Fungsinya Untuk Perumahan dan
Fasilitas Umum
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan primer dari masyarakat
Indonesia, lebih tapatnya adalah perumahan yang murah dan layak. Selain
perumahan, fasilitas umum juga merupakan kebutuhan lain dari masyarakat yang
diharapkan dapat tersedia dengan baik oleh pemerintah.
Grafik 4.5Pengeluaran Pemerintah Untuk Perumahan dan Fasilitas Umum
Tahun 2005-2010 ( dalam milyar rupiah )
4.3 Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan
Alokasi anggaran tentunya merupakan penyokong utama bagi tiap – tiap
sektor dalam Negara Indonesia dalam menjalankan kegiatannya. Pemerintah wajib
mengalokasikan dana anggaran dengan sebaik-baiknya pada tiap sektor yang
menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia agar tidak menimbulkan gejolak
dalam masyarakat. Salah satu sektor yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih
dari pemerintah adalah sektor pendidikan, hal ini dikarenakan pendidikan merupakan
salah satu dari beberapa bagian permasalahan yang masuk dalam salah satu dari
delapan tujuan Millenium Development Goals ( MDGs). Tujuan-tujuan MDGs adalah
sebagai berikut :
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan target :
1.1. Menurunkan proporsi penduduk yang pendapatannya di bawah 1 dollar
AS/hari menjadi separuhnya antara tahun 1990-2015.
1.2. Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi
separuhnya antara tahun 1990-2015.
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua dengan target :
2.1. Menjamin semua anak, sampai tahun 2015, dimana pun, lelaki atau
perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasarnya.
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dengan target :
3.1. Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan
lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan pada tidak lebih
dari 2015.
4. Menurunkan angka kematian anak, dengan target :
4.1. Menurunkan angka kematian balita sebesar tiga perempatnya.
5. Meningkatkan kesehatan bu dengan target :
5.1. Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990-2015 sebesar tiga
perempatnya.
6. Memerangi HIV / AIDS, malaria, dan penyakit lainnya dengan target:
6.1. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus
baru pada tahun 2015.
6.2. Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus dan
penyakit lainnya pada tahun 2015
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan target :
7.1. Memadukan prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan
dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang
hilang.
7.2. Penurunan sebesar separuh proporsi penduduk tanpa akses ke sumber air
minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.
7.3. Mencapai perbaikan kehidupan penduduk miskin yang berarti di pemukiman
kumuh pada tahun 2020.
8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Kebijakan pemerintah terkait dengan penyelenggaraan pendidikan yang layak
dan pembangunan pendidikan yang baik minimal untuk tingkat dasar dan menengah
pertama tentuny merupakan salah satu yang diharapkan oleh masyarakat untuk
dilaksanakan oleh pemertintah, karena salah satu poin dalam MDGs yang ikut di
tandatangani oleh pemerintah terdapat tujuan untuk mencapai pendidikan dasar untuk
semua kalangan masyarakat.
Perbaikan sektor pendidikan agar system pendidikan Indonesia semakin baik
dan terjamin kualitasnya bagi masyarakat tentunya membutuhkan konsistensi
kebijakan pemerintah Indonesia, dalam hal ini adalah pada sektor anggaran belanja
public pemerintah untuk sektor pendidikan. Dalam kurun waktu pemerintahan 6
tahun terakhir atau masa era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono
selalu dikemukakan tentang proporsi 20% anggaran pemerintah untuk sektor
pendidikan, namun kenyataan dilapangan tidak sesuai dengan harapan yang ada
dalam masyarakat.
Jika dilihat dari keterkaitan antar sektor, maka pendidikan memiliki
keterkaitan erat pada dua sektor utama yang menjadi tolak ukur HDI atau Indeks
Pembangunan Indonesia yaitu kesehatan dan kemiskinan. Pemerintah sudah
sepantasnya menyadari bahwa keterkaitan antar tiga sektor tersebut merupakan titik
tolak kebijakan yang seharusnya diberikan porsi lebih agar lingkaran kemiskinan
dapat terputus, salah satunya adalah dengan pendidikan yang baik baik formal
maupun non formal dimana ketika pendidikan membaik maka masyarakat lebih
paham tentang arti penting kesehatan dan lebih dapat bertahan dan bersaing dalam
dunia kerja dengan pendidikan yang lebih baik agar lepas dari kemiskinan.
Grafik 4.3Pengeluaran Public Pemerintah Sektor Pendidikan Terhadap Presentase Total
Pengeluaran Pemerintah
Sumber : World Bank, 2008
Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa memang terjadi peningkatan setiap
tahunnya untuk anggaran pemerintah meskipun sempat terjadi penurunan di beberapa
tahun seperti pada tahun 2004 yang menurun dari 15,9% di tahun 2004 menjadi
14,7% pada tahun 2004, hal ini di karenakan pada tahun 2004 tersebut di adakan
pemilu yang cukup membuat anggaran tersedot dari beberapa sektor karena di
alokasikan untuk pemilu. Dari tahun 2001 ke 2002 terjadi kenaikan presentase alokasi
pengeluaran pemerintah terhadap sektor pendidikan sebesar 2.82%, selanjutnya pada
tahun 2002 ke 2003 terjadi kenaikan prsesentase pengeluaran pemerintah sektor
pendidikan sebesar 1,71%, pada tahun 2003 ke 2004 terjadi penurunan presentase
pengeluaran pemerintah sektor pendidikan sebesar 1,81%, pada tahun 2004 ke 2005
terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan sebesar 0,7%, pada
tahun 2005 ke 2006 terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan
sebesar 2,34%, terakhir pada tahun 2006 ke 2007 terjadi peningkatan pengeluaran
pemerintah sektor pendidikan sebesar 0,33%. Secara rata-rata presentase pengeluaran
public pemerintah sektor pendidikan tumbuh sebesar 1,015% tiap tahunnya, angka
yang cukup kecil untuk Negara dengan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat
kebutuhan akan pendidikan yang tinggi.
Dalam data pokok APBN Negara Indonesia tahun 2005-2010 juga memang
terlihat terjadi peningkatan jumlah anggaran yang dialokasikan dalam APBN untuk
sektor pendidikan, namun ternyata kebijakan pemerintah tentang alokasi 20% dalam
anggaran belanja dalam APBN belum menemui titik maksimalnya.
Tabel 4.2Alokasi Dana Belanja Pemerintah Sektor Pendidikan Dalam APBN
( Milyar Rupiah)
Tahun Alokasi2005
2006
2007
2008
2009
2010
29.307,945.303,950.843,4
55.298,0
89.918,1
84.086,5
Sumber : Data Pokok APBN 2005-2010,Departemen Keuangan
Jika bertolak dari gambaran yang ada pada tabel diatas tentunya kita dapat
berbesar hati melihat anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan yang selalu
meningkat tiap tahunnya, namun anggaran tersebut belum memenuhi jumlah kuota
20% anggaran belanja yang menjadi kebijakan pemerintah. Pada tahun 2005
anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan hanya 8% dari total pengeluaran
belanja pemerintah diberbagai sektor, tahun 2006 juga mengalami hal yang sama
yaitu hanya 10,29%, pada tahun 2007 anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan
10,075% atau justru menurun sebesar 0,21%, pada tahun 2008 anggaran belanja
pemerintah sektor pendidikan menurun lagi menjadi 7,97% atau menurun sekitar
2,1%, pada tahun 2009 anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan meningkat
menjadi 12,5% dari total anggaran belanja pemerintah, pada tahun 2010 menurun lagi
menjadi 11,6%. Terlihat jelas bahwa masih jauh dari harapan ketika alokasi belanja
pemerintah sektor pendidikan belum mendapat porsinya seperti yang diamanatkan
pemerintah pusat.
Patut dipertanyakan kembali konsistensi pemerintah pusat dalam hal
kebijakan sektor pendidikan tentang alokasi 20% anggaran belanja pemerintah untuk
sektor pendidikan jika melihat bahwa tidak pernah sekalipun anggaran belanja
pemerintah sektor pendidikan menyentuh angaka 20% dari total belanja. Tidak hanya
konsistensi dalam hal 20% porsi anggaran belanja untuk pendidikan yang patut
dipertanyakan, namun juga pada alokasi dana per sub sektor pendidikan itu sendiri,
jika di lihat lebih mendalam jumlah alokasi dana pendidikan yang tidak mencapai
20% tersebut juga digunakan sebagian besar untuk belanja pegawai atau dalam hal ini
adalah untuk gaji pegawai, selain itu ternyata dari total belanja sektor pendidikan
tidak hanya diperuntukkan Dinas Pendidikan Nasional saja karena dalam rinciannya
juga terdapat anggaran dinas lain yang turut masuk kedalam anggaran pendidikan
sehingga pemerintah terkesan tidak serius dalam komitmennya di sektor pendidikan
Tabel 4.3Sebaran Anggaran Pendidikan
No Pos Pembiayaan Jumlah %
1 DEPDIKNAS 61,525,476,815,000 68.7
2 DEPAG 23,275,218,223,000 26.0
3 Dep PU 42,377,950,000 0.0
4 Dep Kebudayaan &Pariwisata
67,228,388,000 0.1
5 Perpustakaan Nasional
259,951,730,000 0.3
6 Depkeu 64,700,000,000 0.1
7 Dep. Pertanian 75,000,000,000 0.1
8 Dep. Perindustrian 100,000,000,000 0.1
9 Dep. ESDM 23,100,000,000 0.0
10 Dep. Perhubungan 800,000,000,000 0.9
11 Dep. Kesehatan 1,300,000,000,000 1.5
12 Dep. Kehutanan 14,900,000,000 0.0
13 Dep. Kelautan dan Perikanan
250,000,000,000 0.3
14 Badan Pertanahan Nasional
24,500,000,000 0.0
15 BMG 16,000,000,000 0.0
16 Badan Tenaga Nuklir Nasional
7,400,000,000 0.0
17 Bagian Anggaran 69 1,705,000,000,000 1.9
TOTAL 89,550,853,106,000 100.0
Sumber : Publikasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Dengan melihat tabel diatas kita dapat memahami mengapa pendidikan di
Indonesia sulit untuk berkembang ketika komitmen pemerintah dalam menjalankan
kebijakan yang telah dikeluarkan hanya sebatas Undang-undang saja tanpa ada
keberlanjutan yang konsisten dari pemerintah.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Peran pemerintah yang cukup vital dalam perkembangan berbagai sektor di
Indonesia khususnya pendidikan seharusnya dapat membuka mata pemerintah untuk
berperan aktif dan berkonsentrasi pada kebijakan-kebijakan yang mengarah pada
peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Kebijakan sektor pendidikan
yang ditetapkan bukan hanya semata untuk memberikan kesan baik yang tidak nyata
bagi pemerintah, tetapi dalam kenyataannya pemerintah wajib memberikan porsi
yang sesuai dan sebenarnya pada sektor pendidikan. Terkait dengan alokasi anggaran
pendidikan, seharusnya proporsi 20% yang telah diamanatkan pemerintah ditepati
dan dijalankan sebagaimana mestinya, bukan hal yang mustahil jika posisi HDI
( Human Development Index ) akan terus menurun jika kondisi pendidikan di
Indonesia tidak segera diperbaiki secara maksimal. Tidak hanya terkait proporsi
anggaran belanja sektor pendidikan terhadap total belanja pemerintah, namun juga
terkait dalam pos-pos yang terdapat dalam alokasi anggaran tersebut, seharusnya
dalam pos-pos alokasi anggaran belanja pemerintah untuk sektor pendidikan bersih
dari “titipan” anggaran dari dinas lain yang jika dilihat dari publikasi Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran lebih dari 30% dari total anggaran masuk
pada dinas selain Dinas Pendidikan. Sebuah ironi jika kebijakan yang memiliki dasar
dalam konstitusi UUD 1945 yang mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa justru tidak diberikan tempat yang layak bagi konsistensi pemerintah dalam
menjalankan kebijakannya.
5.2 Saran
Saran yang dapat dikemukakan dari permasalahan permasalahan yang ada
meliputi permasalahan anggaran pendidikan maupun kebijakan lebih lanjut guna
memajukan pendidikan Indonesaia adalah :
1. Pemerintah harus meningkatkan pemahaman akan konsistensi dan eksistensi
kebijakan sektor pendidikan yang telah ditetapkan, hal ini dikarenakan sektor
pendidikan juga telah diamanatkan dalam konstitusi yang tentunya harus
ditaati oleh pemerintah.
2. Membersihkan alokasi anggaran pendidikan dari anggaran – anggara dinas
lain yang tidak terkait dengan Dinas Pendidikan Nasional sebagai bentuk
konsisitensi kebijakan pemerintah mengenai porsi 20% anggaran belanja
sektor pendidikan.
3. Sebelum membersihkan alokasi anggaran pendidikan dari anggaran –
anggaran kebijakan sektor pendidikan dari dinas yang tidak terkait dengan
Dinas Pendidikan Nasional tentunya pemerintah wajib mentaati dan
memenuhi segala kewajiban pemerintah mengenai porsi 20% anggaran
belanja untuk sektor pendidikan, hal ini harus dilakukan mengingat bahwa
selama ini anggaran yang diberikan pemerintah selalu tidak memenuhi porsi
20% anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
4. Jika pemerintah merasa sulit untuk memenuhi 20% porsi anggaran belanja
pendidikan terhadap total belanja pemerintah, maka seharusnya pemerintah
dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya golongan ekonomi kuat
guna ikut serta memajukan pendidikan Indonesia.
5. Pengawasan terhadap penggunaan porsi 20% anggaran belanja pendidikan
terhadap total belanja pemerintah mutlak dilakukan agar penggunaan
anggaran tersebut dapat dipertanggungjawabkan dihadapan masyarakat, selain
itu juga mutlak diperlukan perubahan struktur alokasi dalam penggunaan
anggaran tersebut, jika anggaran tersebut alokasi terbesar justru untuk belanja
pegawai, maka anggaran yang tertuju secara langsung guna pembangunan
pendidikan di Indonesia juga semakin minim, akibatnya adalah kurangnya
infrastruktur sekolah, makin mahalnya biaya pendidikan bagi masyarakat, dan
lain-lain. Hal ini patut menjadi salah satu perhatian khusus pemerintah guna
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia melalui kebijakan
anggaran belanja sektor pendidikan oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Mangkoesoebroto,Guritno (2001)., Ekonomi Publik., Yogyakarta : BPFE.
Subiyantoro, Heru & Singgih Riphat., Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep dan
Implementasi. Jakarta : Kompas
Suharto, Adhi (2005), Analisis Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta.
Dtata Pokok APBN 2005-2010, Departemen Keuangan Republik Indonesia
Wahyu, Deskripsi Kondisi Seabad Pendidikan Di Indonesia Pada Umumnya dan
Kalimantan Selatan Khususnya,2008
Yuna Farhan , 2 Tahun 20% Anggaran Pendidikan,Semakin Besar-Semakin Tidak Akuntabel, 2010
The EFA 2000 Assessment: Country Reports, www.unesco.com
Anggaran Pendidikan Indonesia, http://www.dikti.org/?q=node/726 , diunduh pada
tanggal 12 Mei pukul 23.57 WIB.
Public Spending on Education Total Precentage Government Expenditure 2005-2010, www.worldbank.com , diunduh pada tanggal 11 Mei 2010 pukul 14.42 WIB.
POLA PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010: KONSISTENSI KEBIJAKAN
PEMERINTAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik IIDosen : Johanna Maria Kodoatie, SE., MEc., Ph.D
Disusun Oleh:
Satya Adhi H C2B006066
Yossy Herma P C2B006072
Agus Riyanto C2B007004
Dolly A. Brutu C2B007019
Muhammad Hafid C2B007037
R. Indra Setyadi C2B007059
Ahmad Soleh C2B008001
Agaditha Nila C2B008003
Anandriyo Suryo M. C2B008003
Ardana Indra P C2B008005
UNIVERSITAS DIPONEGOROFAKULTAS EKONOMI
ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN2010