Graduasi Dalam Berdakwah
(Tafsir Al-Baqarah : 219, Luqman : 13-17,
Al-Hajj : 78, Al-Baqarah : 286)
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Tafsir
Dosen pengampu : DR. KH. Fadlolan Musyaffa‟, Lc., MA
Oleh:
Dwi Setya Wahyu Kurniawan 1401026003
Hamidah Azzahro 1401026015
Ahmad Ghozali 1401026027
Ida Ariyani 1401026134
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN WALISONGO SEMARANG
2015
2
I PENDAHULUAN
Selama Nabi saw menjalankan tugas dakah, ada beberapa tahapan yang dilalui.
Setiap tahapan dakwah memiliki metode tersendiri. Mulai dari dakwah individual atau
dakwah diam-diam hingga dakwah terang-terangan dan dakwah yang dilakukan oleh
ulama‟ sekarang ini.
Selain metode, muatan dan substansi dakwah juga mempengaruhi pemahaman
mad‟u sebagai obyek dakwah. Dalam QS. Al-Baqarah, Luqman, dan Al-Hajj
menerangkan berbagai pemahaman keimanan dan himbauan untuk menjadi seorang yang
benar-benar beriman. Berawal dari hal itu, makalah ini akan membahas “Graduasi dalam
berdakwah”.
II RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kandungan isi QS. Al-Baqarah (219), Luqman (13-17), Al-Hajj (78), dan
Al-Baqarah (286)?
2. Bagaimana graduasi dan relasi tafsir?
III PEMBAHASAN
A. Tafsir Surat al-Baqarah ayat 219
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
Firman Allah,”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.” Khamar ialah
seperti yang dikatakan oleh amrul mukminin Umar bin khattab r.a, yaitu segala perkara
yang dapat menutupi (mengacaukan) akal sebagai mana hal itu akan dijelaskan dalam
surat al-ma‟idah. Yang dimaksud al-maisir ialah al-qamar (segala bentuk judi).
Firman Allah,” katakanlah,‟ Pada keduanya itu terhadap dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia.” Dosanya menyangkut agama dan manfaatnya menyangkut
keduniaan, seperti memperjualbelikannya. Keuntungan yang diperoleh dari judi oleh
sebagian orang digunakan untuk membiayai kehdupan diri dan keluarganya, namun
3
keuntungan ini tidak sebanding dengan kemudharatan dan kerusakannya yang nyata
karena keuntungan itu berkaitan dengan akal dari pada manfaatnya.” Maka ayat ini
merupakan pendahuluan bagi pengharaman khamar secara total. Pengharaman dalam
ayat ini secara sindiran dan tidak secara jelas. Oleh karena itu, setelah umar bin khattab
membaca ayat ini, ia berkata,” ya Allah, terangkanlah kepada kami ihwal khamar sejelas-
jelasnya.” Kemudian turunlah penjelasan keharamannya dalam surat al-maidah yang
berbunyi,” Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamar, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingati Allah an shalat, maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan perbuatan itu)” (surat al-ma‟idah 90-91). Dalam sebuah hadis dinyatakan,
”apabila iqamat, penyeru rasulullah saw. berkata,” jangan sekali-kali mendekati shalat
bagi orang yang mabuk.” 1
Firman Allah Ta‟ala : يسئهٕ َك “mereka bertanya kepadamu”. Mereka adalah orang
yang beriman. Kata al khamr itu diambil dari khamar yang artinya satara (menutupi,
menutupi akal). Mayoritas berpendapat segala sesuatu yang dapat memabukkan, maka
sesuatu itu diharamkan (untuk dikonsumsi) baik dalam jumlah banyak maupun sedikit.
Al maisir artinya judi.
Firman Allah Ta‟ala : لم فيًٓب yakni pada keduanya khamer dan judi, إثىٌ كبيس yakni
dosa yang keluar dari orang yang meminum khamer. ٔيُفع نهُّبش dan manfaat yang ada
pada khamer adalah keuntungan niaga. ٌْعًٓبَّف Allah memberitahukan bahwa ٔإثًًْٓآ أْكبس يٍ
dosa itu lebih besar daripada manfaatnya, serta lebih mendapatkan kemudharatan di
akhirat.
Al Qurthubi mengatakan, “Sebagian dari mereka berkata, „Dalam ayat ini terdapat
dalil yang menunjukkan atas pengharaman khamer, sebab Allah menamakannya dosa (al
itsm). Sedangkan Allah telah mengharamkan dosa dalam ayat yang lain, yaitu surat Al
A‟raaf : 33 yang artinya : “Katakanlah, „Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa”.
Sebagian lain berkata : yang dimaksud dengan dosa (al itsm) tersebut adalah
khamer. Dalilnya adalah ucapan penyair :
1 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm 426
4
“aku meminum dosa (khamer) hingga sesat akalku. Demikianlah dosa (khamer)
menghilangkan akal”.
Al Qurthubi mengatakan, “Pendapat ini pun tidak bagus. Sebab dalam ayat itu, Allah
tidak menamakan khamer dosa. Akan tetapi, Allah berfirman, ٔإثًًْٓآ أْكبس يٍ َّْفعًٓب
„Katakanlah, “Pada keduanyaitu terdapat dosa besar”.
Qatadah berkata, “sesungguhnya dalam ayat ini hanya terdapat kecaman terhadap
khamer. Adapun mengenai pengharamannya, hal ini dapat diketahui dari ayat yang lain,
yaitu ayat dalam surat Al Maidah.2
B. Tafsir Luqman Ayat 13-17
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, ( Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.
(Qs. Luqman [31] : 13)
Mempersekutukan Allah dikatakan kedzaliman, karena perbuatan ini berarti
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang
melimpahkan nikmat dan karunia dengan sesuatu yang tidak sanggup memberikan
nikmat dan karunia itu. Dari ayat itu dipahami bahwa kewajiban seorang ayah kepada
anak-anaknya ialah memberi nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya itu dapat
menempuh jalan yang benar dan terhindar dari kemusyrikan.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
2 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam. 2012. Hlm 115-133
5
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,
dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman
[31]: 14-15)
Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya,
dengan mencontoh dan melaksanakan haknya. Selain itu, ayat ini hanya menjelaskan
sebab seorang anak harus mentaati dan berbuat baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa
sebabnya harus mentaati ayah. Sebab penderitaan seorang ibu begitu berat terutama saat
mengandung dan melahirkan.
Kemudian Allah menjelaskan maksud dari “berbuat baik” yang diperintahkan adalah
rasa syukur saat menerima nikmat-nikmat-Nya termasuk orang tua yang menannggung
beban saat berada dalam kandungan hingga dapat berdiri sendiri.
Pada akhir ayat 14, Allah menegaskan bahwa manusia akan kembali pada-Nya,
bukan pada yang lain. Pada saat itu, Allah memberikan pembalasan yang adil kapada
hamba-hambanya. Perbuatan baik akan dibalas dengan kenikmatan dalam syurga,
sedangkan kejahatan akan dibalas dengan siksaan api yang menyala di neraka.
Dalam ayat ini dibahas delapan masalah, yaitu:
Pertama: Firman Allah SWT, ْيىَا اإِْلْوَسَه بَِىِلِدْيِه َوَوصَّ “Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya.” Dua ayat di atas merupakan
selingan di antara wasiat Luqman. Namun ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya
ini termasuk wasiat yang disampaikan oleh luqman kepada anaknya yang Allah
beritakan.
Kedua: Ketika Allah memberikan keistimewaan kepada ibu dengan suatu derajat,
dia menyebutkan kehamilan dan derajat lain, Dia menyebutkan perihal menyusui.
Dengan demikian, ibu mendapatkan tiga derajat sementara ayah hanya satu derajat.
Rasulullah SAW hanya menjadikan untuk ayah seperempat dari kebaktian seorang anak
sebagaimana yang terkandung dalam ayat ini.
Ketiga: Firman Allah SWT, َعليي َوْهه ً -Dalam keadaan lemah yang bertambah“َوْهىا
tambah.” Maksudnya adalah, ibu mengandungnya di dalam perut, sementara dia sendiri
hari demi hari kian melemah. Adanya yang berpendapat bahwa maksdunya adalah
kondisi (fisik) perempuan itu lemah, kemudian dibuat lemah lagi oleh kehamilan
6
Keempat: Para ulama sepakat tentang dua tahun masa menyusui bahwa ini terkait
dengan hukum dan nafkah. Sedangkan terkait pengharaman karena ASI, maka suatu
kelompok membatasi satu tahun, tidak lebih dan tidak kurang.
Kelima: Firman Allah SWT, اْشُكْرِلي أَنِ “Bersykurlah kepada-Ku.” ِأَنdi sini berada
pada posisi nashab, menurut pendapat Az-Zujaj. Maknanya adalah kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ibu bapaknya, bersyukurlah
kepada-Ku, menurut An-Nuhas, yang lebih baik dari itu bahwa ِأَنadalah an ufassirah.
Maknanya adalah Kami katakan kepadanya bahwa bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
kedua orangtuamu.
Keenam: Firman Allah SWT, (Qs. Luqman [31]: 15) Kami telah menjelaskan bahwa
ayat ini dan ayat sebelumnya turun pada Sa‟ad bin Abu Waqqash. Tepatnya ketika dia telah
memeluk agama Islam dan ibunya yang bernama Hamnah binti Abu Sufyan bin Umaiyah
bersumpah tidak akan makan, sebagai yang telah di sapaikan dalam penjelasan ayat
ssebelumnya.
Ketujuh: Firman Allah SWT, َوَصا ِحْبُهَما فِي الدُّْويَا َمْعُروفًا“Dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik.” Lafazh َمْعُروفًا adalah na‟at kepada mashdar yang tidak disebutkan, yaitu
pergaulan yang baik. Arti َمْعُروفًا sendiri adalah sesuatu yang bagus.Ayat ini merupakan dalil
menyambung hubungan dengan kedua orangtua yang kafir dengan memberikan harta, jika
keduanya fakir, mengucapkan kata-kata yang santun dan mengajak keduanya kepada Islam
dengan lembut.
Kedelapan: تَّبِع َسبِْيَل َمْه أَوَاَب إِلَيَّ َوا “Dan ikutilah jalan orang-orang yang bertobat
kepada-Ku,” adalah wasiat kepada seluruh alam. Seakan-akan yang diperintahkan adalah
manusia. َأَوَاب artinya condong dan kembali kepada sesuatu. Inilah jalan para nabi dan
orang-orang shalih.
“(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181]
lagi Maha mengetahui.” (Qs. Luqman [31]: 16)
Menurut saya (Al Qurthubi): Semakna dengan ini sabda Rasulullah SAW kepada
Abdullah bin Mas‟ud RA, ٌٌَيَؤِْتْيك ٌتُْسَشُق َيب َٔ ٌ ٌُ ْٕ ٌَيُك ٌيُمَدُّز ٌَيب َك ًَّ َْ ٌ Janganlah terlalu“ الَتُْكثِْس
dirisaukan. Apa yang ditakdirkan pasti akan terjadi dan apa yang diberikan pasti akan
datang kepadamu.”
7
Ayat ini menuturkan bahwa ilmu Allah SWT meliputi segala sesuatu dan
menghitung segala sesuatu. Maha suci Dia, tidak ada sekutu bagi-Nya. Diriwayatkan
bahwa anak Luqman bertanya kepada ayahnya tentang sebuah biji yang jatuh ke dasar
laut, apakah Allah mengetahuinya? Maka Luqman kembali membaca ayat ini. Ada yang
berpendapat bahwa yang dimaksud adalah segala amal, kemaksiatan, dan ketaatan.
Maksudnya, jika ada satu kebaikan atau satu kesalahan seberat biji pun, Allah pasti akan
mendatangkannya. Artinya, seorang manusia yang telah ditakdirkan akan melakukan
kebaikan atau kesalahan dimana dia tidak akan bisa mengelak darinya.
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).” (Qs. Luqman [31]: 17)
Dalam ayat ini dibahas tiga masalah, yaitu :
Pertama : Firman Allah SWT, يبُيٌّ ألى انّصهٕة “Hai anakku, diiknlah shalat.” Luqman
berwasiat kepada anaknya dengan ketaatan-ketaatan paling besar, yaitu shalat,
menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar. Tentu saja
maksud setelah dia sendiri melaksanakannya dan menjauhi yang mungkar.
Inilah ketaatan dan keutamaan paling utama.
Kedua : Firman Allah SWT, ٌَاْصبِْسٌَعهَيٌَيبأََصببَك َٔ “Dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu,” mengandung anjuran untuk merubah kemungkaran sekalipun
Anda mendapatkan kemudharatan. Ini mengisyaratkan bahwa orang yang
merubah terkadang akan disakiti. Ini semua hanya sebatas kemampuan dan
kekuatan sempurna hanya milik Allah SWT. Bukan harus dan tidak bisa ditwar-
tawar. Hal ini pun telah dijelaskan dengan lengkap dalam surah Ali Imran dan
Al Ma‟idah.
Ketiga : Firman Allah SWT, ٌِز ْٕ ٌاأْل ُي ٌَعْصِو ٍْ ٌِي ٌذَِنَك ٌَّ Sesungguhnya yang demikian ini“ إِ
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Ibnu Abbas RA berkata, “Di
antara hakikat keimanan adalah bersabar atas segala yang tidak diinginkan.”
Ada yang berpendapat bahwa mendirikan shalat, menyuruh kepada yang makruf
dan melarang dari yang mungkar termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). Demikian pendapat yang dikatan oleh ibnu Juraji.3
C. Tafsir Surat Al-Hajj ayat 78
3 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta Jilid 14 : Pustaka Azzam. 2012. Hlm. 159-164
8
“dan berjihadlah kamu kepada jalan Allah dengan jihad yang sebesar-besarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah memahami
kamu sekalian orang-orang mulim dari dulu dan (begitu pula) dalam (al-Qur‟an) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah, Dia adalah
pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.
Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk berjihad (di jalan
Allah) dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah, sehingga tidak ada rasa
takut atau khawatir dalam diri seorang muslim. Hafizh Dasuki dkk, mengklasifikasikan
jihad dalam empat macam, yaitu :
1. Jihad dalam arti mempertahankan diri dari serangan musuh, sebagaimana firman
Allah (QS. Al-Baqarah : 266) : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang
yang memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas”.
2. Jihad dalam arti menegakkan agama Allah dan untuk meninggikannya (QS. Al-
Baqarah : 267).
3. Jihad dalam arti berusaha melepaskan diri dari golongan setan (QS. Al-Baqarah
: 268).
4. Jihad dalam arti melawan hawa nafsu sesuai hadist Nabi Saw,
Dari Jabir, ia berkata: “Telah datang kepada Rasulullah saw suatu kaum
yang baru datang dari peperangan. Maka beliau bersabda ((kamu datang
dengan kedatangan yang baik, kamu telah datang dari jihad yang kecil dan
akan memasuki jihad yang besar)) seseorang berkata ((apakah jihad yang besar
itu?)) Rasulullah menjawab ((Perjuangan hamba melawan hawa nafsu))”
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kaum muslim yang belum memahami
tujuan Allah menurunkan syari‟at-Nya kepada Nabi saw sebagaimana perintah shalat
agar manusia terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, namun manusia masih berat
melakukan shalat. Begitu pula yang terjadi dengan ibadah-ibadah lain.
9
Sebagian penafsir memaknai ayat ini, kaum muslim menjadi sanksi atas persaksian
umat-umat sebelumnya . mereka tahu dari al-Qur‟an yang menerangkan bahwa Rasul
dahulu telah menyampaikan agama yang berasaskan tauhid kepada mereka.4
Firman Allah, ِٔجٓدٔا فى اللٌّ حكٌّ جٓبد “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan
jihad yang sebenar-benarnya.” Menurut satu pendapat, yang di maksud dengan jihad
dalam ayat ini adalah memerangi orang kafir. Ibnu Athiyyah berkata: Muqatil berkata,
“Ayat ini di-nasakh oleh firan Allah SWT, فبتّمٕا للااٌّ يب اْستطْعتى „Maka bertakwalah kamu
kepada Allah menurut keanggupanmu‟.” (Qs. At-Taghaabun [64]: 16). Demikian pula
pendapat yang dikemukakan oleh Hibatullah, sesungguhnya firman Allah, ِحكٌّ جٓبد
„Dengan jihad yang sebenar-benarnya‟, dan firman Allah SWT dalam ayat yang lain,
-Dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya‟, (Qs. Ali Imran [3]: 102) telah di„ حكٌّ تمبتّ
nasakh (oleh ayat yang menyatakan adanya) keringanan untuk bertakwa kepada Allah
pada semua perintah-Nya sesuai dengan kemampuan. Dalam hal ini, sebenarnya tidak
diperlukan adanya nasakh. Sebab inilah yang dimaksud dari keputusan pertama. Sebab
Dengan jihad yang sebenar-benarnya,‟ adalah sesuatu yang dapat„ حكٌّ جٓبدِ
menghilangkan kesulitan.
Dia telah memilih kamu,” maksudnya adalah, memilih kamu untuk“ ْٕ ٱجتبكى
meindungi agama-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Ini merupaka penegasan
perintah berjihad. Yakni, engkau diwajibkan untuk berjihad karena Allah telah
memilihmu.
ٌَحَسج ٌ ٍْ ٌِي ٍِ ْي َيبٌَجعََمٌَعهَْيك ىٌفِيٌاندِّ َٔ “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan.” Dalam firman Allah terdapat tiga masalah:
Pertama: Firman Allah SWT, ٌ ٌَحَسج ٍْ ,Suatu kesempitan,” maksudnya adalah“ ِي
kesempitan hal ini sudah dijelaskan pada surah Al An‟am. Ayat ini dapat masuk
ke dalam berbagai bidang hukum, dan ayat ini pun termasuk sesuatu yang Allah
berikan kepada umat secara khusus.
Kedua: Para ulama berbeda pendapat tentang kesempitan yang telah diangkat oleh
Allah SWT.
Ketiga: Para ulama berkata,”Diangkatnya kesempitan itu hanya bagi orang-orang
yang istiqamah pada manhaj syara‟. Sedangkan orang-orang yang melakukan
perampasan, pencurian, dan mereka yang berhak mendapatkan hukuman, pasti
akan mendapat kesulitan. Sebab mereka telah menetapkan kesempitan itu atas
4 Prof. H. Bustami A. Gani dkk, Al-Qur‟an dan Tafsirannya, (Yogjakarta: 1991) ,Hal 484
10
diri mereka sendiri, karena mereka telah menyimpang dari agama. Tidak ada hal
yang lebih besar dalam agama daripada seseorang yang memantapkan dua orang
(lainnya) di jalan Allah. Namun jika itu disertai dengan keyakinan yang benar
dan keteguhan hati yang baik, itu bukanlah sebuah kesepitan.
ٌأَبِْيُكىٌْ ,ikutilah) agama orang tuamu” Az-Zujaj berkata “Maknanya adalah)“ ِيهّتَ
ikutilah agama orang tuamu.” Al Farra‟ berkata, “Lafazh Millata dibaca nashab karena
memperkirakan adanya huruf kaf yang dibuang, seolah-olah Allah berfirman, Kamillata
(seperti agama).”
Menurut satu pendapat, maknanya adalah, lakukanlah kebaikan seperti yang
dilakukan orang tuamu. Dalam hal ini, kata fi‟l menggantikan kata Al Millah (agama).
Ibrahim adala nenek moyang bangsa Arab seluruhnya.
ٌلَْبمٌُ ٍْ ٌِي ٍَ ْي ًِ ْسِه ًُ ٌاْن ُكُى ًّ ٌَس َٕ ُْ “Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari fahulu.” Ibnu Zaid dan Al Hasan berkata, “Lafazh َُهى kembali kepada
Ibrahim. Maknanya adalah, dia (Ibrahim) telah menamaimu kamu sekalian orang-orang
yang muslim sebelum Nabi Muhammad SAW.
َْرَا ٌ فِي َٔ “Dan (begitu pula) dalam (Al Qur‟an) ini,” maksudnya adalah, dan sama
hukumnya, bahwa orang-orang yang mengikuti Muhammad adalah orang muslim.
ٌَعهَْيُكىٌْ ْيدًا ِٓ ٌَش ُل ْٕ ُس ٌانسَّ ٌَ ْٕ Supaya Rasul ini menjadi saksi atas dirimu,” maksudnya” ِنيَُك
adalah, dengan penyampaiannya kepada kalian.
ٌانَُّبِضٌ ٌَعهَي دَآَء َٓ ٌُش تَُكَٕٕاْ َٔ “Dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap
manusi,” bahwa raul-raul mereka telah menyampaikan kepada mereka. Hal ini
sebagaimana yang telah di jelaskan dalam tafsir surah Al Barah.5
D. Tafsir Al-Baqarah Ayat 286
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
5 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi Jilid. Jakarta : Pustaka Azzam. 2012. Hlm. 252-258
11
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau
bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa
yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang
kafir."
Firman Allah ta‟ala,” Alllah tidak membebani seseorang melainkan dengan
kesanggupannya.” Maksudnya, Allah tidak membebani seseorang di luar
kemampuannya. Hal ini merupakan kelembutan dan kebaikan Allah kepada hamba-Nya.
Ayat inilah yang menash dan menghapus ayat yang menimbulkan kepanikan para
sahabat, yait ayat,” Aapabila kamu menampakkan atau menyembunyikan apa yang ada
pada dirimu, maka Allah akan memperhitungkan dan meminta pertanggungjawaban,
namun dia tidak akan mengazab kecuali menurut kapasitas yang dapat diberikan oleh
individu. Dan, kebencian kepada bisikan buruk merupakan keimanan.
Firman Allah ta‟ala,” ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang diusahakannya dan
ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. “ itulah konsekuensi dari taklif.
Kemudian Allah ta‟ala berfirman sebagai bimbingan kepada hamba-Nya ihwal cara
memohon kepadanya, “ Ya Tuhan kami, janganlah engkau hokum kami jika kami lupa
atau Khilaf.” Yakni, jika kami meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan
haram karena lupa, atau kami khilaf lantaran tidak tahu, yang manakah amal yang benar
menurut syari‟at. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berakata bahwa
Rasulullah bersabda,” Sesungguhnya Allah menghapuskan dosa umatku Yang
ditimbukna karena kesalahan, lupa, atau dipaksa.” Hadis yang sama diriwayatkan pula
oleh Ibnu Hibban, Auza‟i, dan Tabrani.
Firman Allah Ta‟ala,” ya Tuhan kami, janganlah engkau bebankan kepada kami
yang berati sebagaimana engka bebankan kepada orang-orang sebelum kami.”
Maksudnya, janganlah engkau membebankan kepada kami amal-amal yang berat,
meskipun kami sanggup melakukannya, seperti amal yang telah engkau syari‟atkan
kepada umat-umat terdahulus sebelum kami, seperti rantai dan belenggu yang mengikat
mereka. Dan engkau telah mengutus nabi Mu sebagai nabi rahmat, dengan
dibebaskannya beban berat tersebut.
12
Dalam Shahih Muslim ditegaskan dari abu Hurairah, dari Rasulullah saw., beliau
bersabda, “ Allah mengiyakan do‟a itu.” Dari Ibnu Abas dikatakan bahwa Rasulullah
saw. Bersabda,” Allah berfirman, „ya aku telah melakukannya.‟”
Dalam sebuah hadis yang diterima melalui berbagai jalan dari Rasulullah,
bahwasannya beliau bersabda,” saya diutus membawa gama hanif yang kami apa yang
kami tak sanggup kami memikulnya,” berupa kewajiban, musibah, dan cobaan.
Janganlah engkau menguji kami dengan sesuatu yang tak dapat kami tahan. Firman
Allah,” maafkanlah kami” dari kesalahan yang ada antar akmi dan engkau, serta
keteledoran dan kekhilafan kami yang keu-ketahui. “Ampuni kami” atas kesalahan yang
teradi atara kami. Janganlah kau perhatikan kejelekan dan keburukan kami kepada orang
lain. Karenanya, ulama‟ mengatakan,” Pelaku dosa memerlukan tiga perkara: ampunan
Allah atas dosa yang ada antara dia dan tuhannya, perahasiaan kesalahan dari orang lain
dan tidak dipertontonkan kepada mereka, dan pemeliharaan agar dia tak terjerumus ke
dalam dosa yang sama.” Telah dikemukakan dua hadis yang menyatakan bahwa Allah
teleh menyetujui dan mengabulkan do‟a tersebut.
Firman Allah,” Engkau penolong kami,” engkaulah pelindung kami dan pembantu
kami. Kepada Engkaulah kami bertawakal. Engkau meminta pertolongan dan
penyerahan diri. Tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan-Mu.” Maka tolonglah
kami untuk mengalahkan mereka. Jadikanlah kami sebagai penghukum mereka di dunia
dan di akhirat. Maka Allah mengiyakan do‟a itu.6
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ada
juga yang menafsirkan dibawah kadar kemampuannya. Ia akan mendapat pahala untuk
seluru perbuatan baiknya dan siksa (azab) untuk seluruh perbuatan buruknya.
Nabi SAW memohon agar umatnya tidak dihukum atas apa yang tidak diketahui
ataupun yang diketahui dan sengaja dilakukan. Setelah terkabulkan, Beliau memohon
lagi kepada Allah. Untuk tidak memberikan beban yang berat, yaitu pengaharaman atas
mereka memakan makanan yang baik karena kelaliman mereka. Juga ketika mereka
berbuat dosa di malam hari maka dosa mereka itu akan tertulis di depan pintu mereka
pada malam harinya. Dan shalatpun diwajibkan atas mereka lima puluh waktu, seperti
yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Nabi meminta keringanan. Yakni : janganlah
Engkau berikan beban berat untuk kami kerjakan, lalu kami tidak mampu mengerjakan
dan Engkau pun mengadzab kami.
6 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm 496
13
Memohon maaf atas segala permintaan dan menghapuskan dari segala dosa.
Selamatkan dari fitnah. Dan rahmat illahi. Tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.7
E. Graduasi dan Relasi Tafsir
Berdasarkan makna kata graduasi dakwah memerlukan tahapan guna memahami
bagaimana seluk-beluk dakwah. Baik dalam metode maupun muatan isi yang
disampaikan oleh seorang dai. Berdasarkan kajian sejarah, graduasi yang dilakukan oleh
Nabi saw adalah metode dakwah saat di Makkah dan Madinah, yaitu dakwah yang
dilakukan secara sembunyio-sembunyi dan terang-terangan.
Adapun relasi graduasui dan tafsir QS. Al-baqarah, al-Hajj, dan Luqman
menunjukkan bagaimana muatan isi dakwah yang diajarkan oleh umat. QS Al-Baqarah
ayat 219 menunjukkan bagaimana kejahilan umat terbukti dengan isi yang menunjukkan
pertanyaan tentang khamar (haram). Menuju pada ayat bselanjutnya QS. Luqman ayat
13-17 yang berisi petunjuk kepada umat untuk bersyukur dengan pemberian Allah, cara
berterimakasih kepada orang tua, dan bersyukur kepada Allah Swt. QS. Al-hajj ayat 78
menujukkan keimanan yang diaplikasikan dengan bentuk jihat. Setelah itu pada
ketentuan akhir dalam QS. Al-Baqarah 289 tentang do‟a yang ditujukkan kepada Allah
sebagai bentuk penghambaan.
IV KESIPULAN
Dari penafsirah surah Al-Baqarah : 219, Luqman : 13-17, Al-Hajj : 78, Al-Baqarah :
286, ayat tersebut menjelaskan bagaimana perjalanan dakwah yang diajarkan oleh
Rasulullah kepada umatnya. QS Al-Baqarah ayat 219 menjelaskan bagaimana kejahilan
para umat terdahulu, yang menunjukkan pertanyaan tentang khamar (haram). Menuju
pada ayat bselanjutnya QS. Luqman ayat 13-17 yang menjelaskan petunjuk kepada umat
muslim untuk senantiasa bersyukur dengan pemberian Allah, cara berterimakasih kepada
orang tua, dan bersyukur kepada Allah Swt. QS. Al-hajj ayat 78 menjelaskan mengenai
keimanan yang diterapkan dengan bentuk jihat. Setelah itu pada ketentuan akhir dalam
QS. Al-Baqarah 289 tentang do‟a yang ditujukkan kepada Allah sebagai bentuk
penghambaan.
V SARAN
Mempelajari tafsir tidak cukup hanya dibaca, melainkan dihafalkan, dipahami dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaiman telah tercantum dalam silabus mata
7 Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam. 2012. Hlm 947-971
14
kuliah tafsir, setelah mengerti materi pembahasan, mahasiswa dapat menghafal minimal
satu ayat yang menerangkan tahapan dakwah. Mahasiswa dapat menjelaskan sistem
berdakwah sesuai reportase ayat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2012. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam.
Dahlan, Zaini, dkk. 1990. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jilid I. Yogjakarta: Verisa Yogya
Grafika
Dahlan, Zaini, dkk. 1990. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jilid II. Yogjakarta: Verisa Yogya
Grafika
Nasib Ar-Rifa‟i, Muhammad. 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani