STUDI RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DAN KONTRIBUSINYA
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SURAKARTA
Skripsi
Oleh :
DANAH KISMARIYAH
K 6403017
FAKULAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
STUDI RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DAN KONTRIBUSINYA
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SURAKARTA
Oleh
Danah Kismariyah
K 6403017
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji
skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Machmud Al Rassid,SH, Msi Drs.Suyatno, M.Pd
NIP. 19610215 198903 1001 NIP. 19470312 1980031 1001
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji
Nama Terang :
Tanda Tangan
Ketua : Dr. Sri Haryati, M. Pd 1...............................
Sekertaris : Rini Triastuti, S.H, M.Hum 2……………......
Anggota I : Drs. Machmud AL Rasyid, SH, M. Si 3…………………...
Anggota II : Drs. Suyatno, M. Pd 4…………….......
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd
NIP. 19600727198702100
v
ABSTRAK
Danah Kismariyah. STUDI RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Faktor-faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima. (2) Bentuk sarana dan fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap pedagang kaki lima. (3) Hambatan-hambatan relokasi pedagang kaki lima dan solusinya. (4) Kontribusi pedagang kaki lima Monjari dan Kadipolo tahun anggaran 2005, 2006 (sebelum relokasi) dan pedagang kaki lima Pasar Notoharjo (setelah direlokasi) tahun anggaran 2006-2008 terhadap pendapatan asli daerah Kota Surakarta.
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan strategi tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah informan, tempat dan peristiwa dokumen dan arsip. Teknik pengumpulan data ditempuh melalui wawancara, observasi dan analisis dokumen. Validitas data diperoleh dengan teknik trianggulasi data dan informan review. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis data menggunakan analisis interaktif melalui pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian dengan langkah langkah sebagai berikut : (1) tahap persiapan, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap analisis data, (4) tahap penyusunan laporan penelitian.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Faktor-faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima adalah karena jumlah pedagang kaki lima bertambah, keberadaannya merupakan problem sosial kota yang menggangu pengguna fasilitas umum, menimbulkan kemacetan lalu lintas. Kegiatan pedagang kaki lima tersebut memberikan kontribusi yang kecil dalam aktifitas ekonomi yaitu dari segi retribusi daerah. (2) Bentuk sarana dan fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap pedagang kaki lima yaitu berupa kios, bantuan modal, saluran listrik, tempat sampah sudah diberikan kepada pedagang sedangkan pinjaman lunak dan manajemen usaha belum diberikan. (3) Hambatan dalam relokasi adalah adanya penolakan relokasi melalui demontrasi alasan lokasi tidak strategis sebesar 66 %, dan kurangnya sosialisasi Perda dan tentang tujuan, alasan, mengapa pedagang kaki lima dipindahkan ke lokasi resmi, serta berdagang secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan yang menerima relokasi sebesar 33 %. Solusi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hambatan demontrasi karena kurangnya sosialisasi pemerintah melakukan sosialisasi tentang Perda Pedagang Kaki Lima dan tujuan, alasan dan mengapa pedagang dipindahkan serta koalisi dengan pedagang dengan cara melibatkan pedagang dalam setiap pembuatan keputusan. Untuk mengatasi lokasi yang tidak strategis Pemerintah memasang petunjuk arah, baliho dan pengaturan trayek angkutan serta menyelenggarakan even kesenian perdagangan dan pameran. Sedangkan untuk mengatasi hambatan pedagang yang berdagang secara sembunyi-sembunyi yaitu dengan penegakan hukum terhadap pedagang yang bandel dengan cara pemberian sanksi yang tegas kepada setiap pelanggaran. (4) Retribusi pedagang kaki lima Kadipolo, Monjari
vi
dan pasar Notoharjo memberikan kontribusi yang kecil dalam membentuk pendapatan asli daerah. Diperinci sehingga terlihat pada gambarannya misal: a. Kontribusi pedagang kaki lima di Kadipolo jalan. Dr. Rajiman tahun 2005
sebesar Rp. 2.628.000 ( 0,07 %,). Sedangkan tahun 2006 sebesar Rp 9.709.000 ( 0,19%.). Dari gambaran tersebut diketahui kenaikan kontribusi di Kadipolo jalan Dr. Rajiman dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar Rp. 7.081.000 atau 0,12%.
b. Kontribusi pedagang kaki lima di Monumen Banjarsari tahun 2005 sebesar Rp 44.530.000 (1,2%,). Sedangkan tahun 2006 sebesar Rp 72.197.000 (1,4%.). Dari gambaran tersebut diketahui kenaikan kontribusi di Monumen Banjarsari dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar Rp. 20.667.000 atau 0,2 %.
c. Kontribusi pedagang kaki lima Pasar Notoharjo tahun 2006 sebesar Rp. 81.906.000 atau (0,26 %) sedangkan tahun 2007 sebesar Rp.408.792.000 (7%), sedangkan tahun 2008 sebesar Rp.519.806.000 (69 %). Dari gambaran tersebut diketahui kenaikan kontribusi Pasar Notoharjo dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar Rp.326.886.000 atau sekitar 6,74 %. Sedangkan kenaikan kontribusi dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar Rp. 111.014.000 atau 62 %.
vii
ABSTRACTION
Danah Kismariyah. STUDY of RELOKASI of CLOISTER MERCHANT AND its CONTRIBUTION TO ORIGINAL EARNINGS of AREA of TOWN SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, July 2009
Target of this research is to know: ( 1) Factors which background of relokasi of cloister merchant. ( 2) Form of medium and facility given by government to cloister merchant. ( 3) Resistance of relokasi of cloister merchant and its solution. ( 4) Contribution merchant of cloister of Monjari and of Kadipolo budget year 2005, 2006 ( before relokasi) and merchant of Market cloister of Notoharjo ( after direlokasi) budget year 2006-2008 to earnings of Town area genuiness of Surakarta
This research used a descriptive qualitative with a single embedded strategy. The data sources employed were informant, event, document and archive. Techniques of analyzing data used were observation, interview and document analysis. The data validity was tested using data and method triangulations, as well as informant’s review. The sampling technique used was purposive sampling. The technique of analyzing data employed was an interactive analysis consisting of 3 elements: data reduction, display and conclusion drawing. The research procedure included the following stages: (1) pre-field, (2) field work, (3) data analysis, and (4) report writing stages.
Result of inferential research that: ( 1) Factors which background of relokasi of cloister merchant is because amount of cloister merchant increase, its existence represent the social problem of town which disturb the [common/ public] facility consumer, generating traffic jam. the cloister Merchant activity give the big contribution in economic aktifitas that is from facet of area retribution. ( 2) Form of medium and facility given by government to cloister merchant that is in the form of kiosk, capital aid, power line, ash can have been passed to by merchant of while soft loan and management of is effort not yet been given. ( 3) Resistance in relokasi is the existence of deduction relokasi [pass/through] the demontrasi of is reason of location is not strategic equal to 66 %, and lack of socialization Perda and about target of, reason of, why cloister merchant carried over by a formal location, and also trade behind back. While accepting relokasi of equal to 33 %. Solution [done/conducted] by a government to overcome the resistance demontrasi of because lack of governmental socialization [do/conduct] the socialization of about Perda of Cloister Merchant and target of, reason and why merchant removed and also coalition with the merchant by entangling merchant in each;every decision making. To overcome the location which is not strategic Government install the guide instruct the, baliho and route arrangement of is transportation of and also carry out the even of artistry of commerce and exhibition. While to overcome the merchant resistance trading behind back that is by straightening of law to merchant which bandel by gift/ giving coherent sanction to each;every collision ( 4) Retribution merchant of cloister of Kadipolo, Monjari and market of Notoharjo give small
viii
contribution in forming earnings of area genuiness. Detailed so that seen at its picture for example a. Contribution merchant of cloister in Kadipolo road;street. Dr. Rajiman Year
2005 equal to Rp. 2.628.000 ( 0,07 %,). While year 2006 equal to Rp 9.709.000 ( 0,19%.). From the picture known by increase of contribution in Kadipolo walke Dr. Rajiman of year 2005 to year 2006 equal to Rp. 7.081.000 or 0,12
b. Contribution merchant of cloister in Monument of Banjarsari year 2005 equal to Rp 44.530.000 ( 1,2%,). While year 2006 equal to Rp 72.197.000 ( 1,4%.). From the picture known by increase of contribution in Monument of Banjarsari of year 2005 to year 2006 equal to Rp. 20.667.000 or 0,2
c. Contribution merchant of Market cloister of Notoharjo year 2006 equal to Rp. 81.906.000 or ( o,26 %) while contribution merchant of cloister in market of Notoharjo year 2007 equal to Rp.408.792.000 ( 7 %,). While year 2008 equal to Rp.519.806.000 ( 69 %). From the picture known by increase of Market contribution of Notoharjo of year 2006 to year 2007 equal to Rp.326.886.000 or about/around 6,74 %. While increase of contribution of year 2007 to year 2008 equal to Rp. 111.014.000 or 62 %.
ix
MOTTO
“Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak
halal) dan kamu bawa perkaranya kepada hakim (pemerintah) supaya kamu dapat
memakan sebagian harta orang lain dengan cara berbuat dosa, padahal kamu
mengetahuinya.”(QS. Al Baqoroh : 188)
”Orang yang sukses adalah orang yang mampu memadukan usaha, doa,
prasangkan yang baik kepadaNya dan selanjutnya bertawakal”. (Penulis)
x
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Ayah tercinta terimakasih atas doa,
semangat dan kasih sayangnya.
2. Kakak-kakak dan keponakan tersayang
3. Teman-teman seperjuangan Pkn’ 03
4. Almamater
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan judul Studi Relokasi Pedagang Kaki
Lima Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Surakarta dapat
diselesaikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang
timbul dapat teratasi. Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidyatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin penyusunan skripsi dan penelitian lapangan.
2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ijin penelitian.
3. Dr. Sri Haryati, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin untuk menyusun skripsi
4. Drs. Machmud AL Rasyid, SH, M.Si selaku pembimbing I yang telah
memberikan curahan pikiran, mengarahkan dan membimbing serta
memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi, dan menyelesaikan studi
ini.
5. Drs. Suyatno, M.Pd selaku pembimbing II yang telah mengarahkan dan
membimbing serta mengarahkan memotivasi penulis dalam penyusunan
skripsi dan menyelesaikan studi ini.
6. Segenap Dosen Pengajar Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis.
xii
7. Bambang Santoso Wiyono, S.H, MM, Kepala Dinas pengelolaan
Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta untuk wawancaranya sehingga
diperoleh data yang berhubungan dengan skripsi dari penulis.
8. Agung Haris. P, Staff Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta
untuk wawancaranya sehingga diperoleh data yang berhubungan dengan
skripsi dari penulis.
9. Satria Teguh. S, Staff Keuangan Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta
atas bantuan yang diberikan saat penelitian.
10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun disadari dalam skripsi ini masih ada
kekurangan, namun diharapkan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta, 2009
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................... i
PENGAJUAN ........................................................................................... ii
PERSETUJUAN......................................................................................... iii
PENGESAHAN.......................................................................................... iv
ABSTRAK.................................................................................................. vi
MOTTO...................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN....................................................................................... viii
KATA PENGANTAR................................................................................ ix
DAETAR ISI............................................................................................... x
DAFTAR TABEL....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar belakang Masalah............................................................... 1
B. Perumusan Masalah..................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI.................................................................... 10
A. Tinjuan Pustaka............................................................................ 10
1. Pengertian Relokasi Pedagang Kaki Lima............................ 10
2. Tinjauan Perkembangan Sektor Pedagang Kaki Lima.......... 12
a. Tinjauan Pedagang Kaki Lima...................................... 16
b. Alasan Menjadi Pedagang Kaki Lima........................... 21
c. Dampak Penataan (Relokasi) Pedagang Kaki Lima...... 21
3. Bentuk Sarana dan Fasilitas Usaha Pedagang Kaki Lima...... 22
4. Hambatan-Hambatan Dalam Relokasi Pedagang Kaki Lima... 23
5. Solusi Relokasi Pedagang kaki Lima....................................... 26
6. Tinjauan Kontribusi................................................................. 27
7. Tinjauan Pendapatan Daerah.................................................... 29
xiv
8. Tinjauan Pendapatan Asli Daerah............................................ 31
9. Tinjauan Retribusi Daerah........................................................ 33
10. Keterkaiatan Antara Pedagang Kaki Lima dan Pendapatan
Asli Daerah................................................................................ 34
B. Penelitian Yang Relevan................................................................. 35
C. Kerangka Berpikir........................................................................... 36
BAB III METODOLODI PENELITIAN.................................................... 38
A. Tempat Dan Waktu Penelitian ........................................................ 38
B. Bentuk Dan Strategi Penelitian ...................................................... 39
C. Sumber Data..................................................................................... 40
D. Teknik Sampling (Cuplikan)............................................................ 42
E. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 42
F. Validitas Data................................................................................... 44
G. Analisis Data.................................................................................... 45
H. Prosedur Penelitian........................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN..................................................................... 49
A. Deskrisi Lokasi Penelitian................................................................. 49
1. Deskripsi Geografis Kecamatan Banjarsari, Kecamatan
Laweyan Dan Kecamatan Pasar Kliwon .................................... 49
2. Keadaan Sektor Informal............................................................ 50
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian.................................................... 51
1. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Relokasi Pedagang
Kaki Lima..................................................................................... 51
2. Bentuk Sarana Dan Fasilitas Usaha Yang Diberikan
Pemerintah Terhadap Pedagang Kaki Lima Di Lokasi Resmi.... 55
3. Hambatan-Hambatan Dalam Relokasi Dan Solusinya................ 59
4. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Terhadap Pedagang
Kaki Lima Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta..... 66
C. Temuan Studi..................................................................................... 73
xv
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN................................. 76
A. Kesimpulan ...................................................................................... 76
B. Implikasi............................................................................................ 78
C. Saran................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 81
LAMPIRAN.................................................................................................. 84
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian..................................................... 38
Tabel 2. Sikap Pedagang Terhadap Kebijakan Relokasi................... 59
Tabel 3. Target Dan Realisasi Retribusi Daerah Kota Surakarta Tahun
Anggaran 2005, 2006, 2007, 2008.......................................... 66
Tabel 4. Target dan Realisasi Retribusi Pedagang Kaki Lima
Kota Surakarta Tahun Anggaran 2005, 2006, 2007,2008....... 67
Tabel 5. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Monjari Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kotamadya Surakarta
Tahun 2005,2006 (sebelum direlokasi).................................... 69
Tabel 6. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Kadipolo Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kotamadya Surakarta
Tahun 2005,2006 (sebelum direlokasi).................................... 70
Tabel 7. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Pasar Notoharjo Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kotamadya Surakarta
Tahun 2007,2008 (Setelah direlokasi / Penggabungan PKL
Monjari Dengan PKL Kadipolo jalan Dr. Rajiman................ 71
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Model Analisis Interaktif ........................................................... 48
Gambar 2. Grafik Kontribusi PKL Monjari Terhadap PAD Surakarta........ 70
Gambar 2. Grafik Kontribusi PKL Kadipolo Terhadap PAD Surakarta...... 71
Gambar 3. Grafik Kontribusi PKL Notoharjo Terhadap PAD Surakarta..... 72
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara bagi Dinas Pedagang Kaki Lima ............ 84
Lampiran 2 : Petikan Hasil Wawancara........................................................... 88
Lampiran 3 : Trianggulasi Data ....................................................................... 121
Lampiran 4 : Denah Pemetaan Kios Pasar Notoharjo...................................... 124
Lampiran 5 : Denah Pedagang Kaki Lima di Monumen Banjarsari................ 125
Lampiran 6: Perda Kotamadya Dati II Surakarta No 8 Tahun 1995 Tentang
Penataan dan Pembinaaan Terhadap Pedagang Kaki Lima........ 126
Lampiran 7 : Perda Kotamadya Dati II Surakarta No 12 Tahun 1998 Tentang
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah...................................... 132
Lampiran 8 : Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun Anggaran 2005 ................................................................ 151
Lampiran 9 : Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun Anggaran 2006 ................................................................ 169
Lampiran 10 : Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun Anggaran 2007 ................................................................ 184
Lampiran 11 : Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun Anggaran 2008 ............................................................... 204
Lampiran 12 : Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta ....................................... 209
Lampiran 13 : Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Tentang Ijin Menyusun Ijin Skripsi/Makalah 210
Lampiran 14 : Permohonan Ijin Research/ Try Out Kepada Rektor
Universitas Sebelas Maret Surakarta ....................................... 211
xix
Lampiran 15 : Permohonan Ijin Penelitian Kepada Walikota Surakarta......... 212
Lampiran 16 : Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kesbanglinmas Surakarta.. 213
Lampiran 17 : Surat Keterangan Penelitian Dari Dinas Pengelolaan Pasar
Kota Surakarta ........................................................................... 214
Lampiran 18 : Surat Penelitian dari Dinas Pengelolaan Pedagang Kaki Lima
Kota Surakarta............................................................................ 215
Lampiran 19 : Surat Keterangan Penelitian Dari Dinas Pendapatan Asli
Daerah Kota Surakarta............................................................... 216
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Merebaknya sektor informal perkotaan disebabkan oleh pembangunan
yang tidak merata.
Pembangunan hanya berpusat di kota (bias urban). Sementara itu, pembangunan pertanian di desa (modernisasi pertanian) justru mengurangi jumlah tenaga kerja dan menambah penganguran. Akibat lebih lanjut kesempatan kerja di desa sangat menurun, dan perbedaan tingkat upah juga semakin melebar. (Alisjahbana, 2006: 1). Adanya krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan
tahun 1997, yang diikuti musim kering sepanjang tahun, telah memberi pengaruh
yang sangat merugikan bagi kondisi makro-ekonomi secara keseluruhan yaitu laju
inflasi meningkat pesat yang berakibat taraf hidup rakyat Indonesia merosot
tajam. Jumlah penduduk yang berada dalam kemiskinan dipercaya naik secara
drastis. Data terakhir dari BPS tahun 2006/2007 jumlah rakyat miskin di
Indonesia adalah 76.400.000 jiwa akan tetapi jika mengikuti standar kemiskinan
menurut Bank Dunia ”orang miskin ialah orang yang berpendapatan sehari
dibawah U$$ 2.00 maka dapat dipastikan 150.000.000 jiwa penduduk Indonesia
miskin”. (BPS, 2007, http://groups.google.co.id, 13 April 2007) Sementara itu
salah satu akibat runtuhnya sistem perekonomian Indonesia adalah banyaknya
pengusaha sektor industri yang gulung tikar, yang berakibat pada tingginya angka
pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja.
Runtuhnya usaha di sektor formal akibat hantaman krisis, berdampak pada
berkembangnya sektor informal yang ternyata telah teruji mampu melawan
hantaman badai krisis ekonomi. Menjamurnya sektor informal ini disebabkan
karena usaha informal tersebut tidak memerlukan modal yang besar dan relatif
mudah dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, serta relatif mempunyai
resiko dalam skala kecil. Sedangkan hasil yang diperoleh dari usaha ini hampir
bisa dipastikan cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum
sehari-hari, disamping itu keberadaan sektor informal di perkotaan ini karena
xxi
sektor ini secara riil sangat menunjang tersedianya lapangan pekerjaan
dikarenakan sulitnya memperoleh pekerjaan tetap di sektor formal. Dan secara
potensial sektor informal merupakan sumber pendapatan penduduk.
Ada pandangan atau anggapan yang menyatakan bahwa para pekerja dalam sektor informal kebanyakan diangkat dari lapisan sosial rendah dengan tingkat pendidikan juga rendah serta sektor informal dianggap berhubungan dengan kemiskinan di kota dan dengan determinan-determinan sosialnya, misalkan pendapatan yang rendah, pekerjaan yang tidak tetap, tingkat organisasi rendah, pendidikan yang tidak memadai, dan unsur-unsur lain yang dapat menjadi sumber ketidakpastian.(Chris Manning danTadjudin Noer Effendi, 1991:144). Pedagang kaki lima merupakan salah satu sub sektor informal. Menurut
Kartini Kartono, dkk dalam Alisjahbana (2006: 43). Definisi pedagang kaki lima
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa para pedagang kaki lima berkecimpung dalam usaha yang disebut sektor informal
2. Perkataan kaki lima memberikan pengertian bahwa mereka pada umumnya menjual barang-barang dagangannya pada gelaran tikar di pinggir jalan atau di muka pertokoan yang dianggap strategis.
3. Para pedagang kaki lima pada umumnya memperdagangkan bahan makanan, minuman, dan barang konsumsi lain yang dijual secara eceran.
4. Para pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil. Bahkan ada yang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan komisi.
5. Pada umumnya kualitas barang-barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki lima itu relatif rendah.
6. kuantitas barang dagangan para pedagang kaki lima itu sendiri relatif tidak seberapa besar.
7. Kasus dimana pedagang kaki lima berhasil secara ekonomis, sehingga akhirnya dapat menaikan tangga dalam jenjang pedagang yang sukses, agak langkah.
8. Pada umumnya usaha para pedagang kaki lima merupakan usaha yang melibatkan seluruh anggota keluarga.
Ada pedagang kaki lima yang melaksanakan pekerjaan secara musiman
dan sering terlihat jenis barang dagangannya juga berganti-ganti. Perkembangan
pedagang kaki lima di Surakarta paska krisis ekonomi menunjukan perkembangn
yang berarti. Pedagang kaki lima tumbuh dengan sangat pesat diseluruh penjuru
dan menyebabkan sebagian besar ruang-ruang terbuka yang diperuntukan untuk
xxii
fasilitas publik seakan tidak lagi ada yang tersisa akan tetapi di lain pihak kegiatan
ini menguntungkan pemerintah karena memberikan kontribusi kepada kas daerah,
di mana sejak adanya otonomi daerah yang mewajibkan daerah untuk menggali
sumber-sumber yang berpotensi untuk meningkatkan pendapatan daerah guna
membiayai pembangunan dan memenuhi belanja daerah serta mengurangi
ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah pusat (subsidi). Salah
satu cara untuk bisa mengatasi masalah pedagang kaki lima adalah dengan
mengeluarkan suatu kebijakan yang bisa melindungi keberadaan dari pedagang
kaki lima yaitu peraturan daerah kota Surakarta No 8 Tahun 1995 Tentang
Penataan dan Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima dan Surat Keputusan
Walikota No 2 Tahun 2001 Tentang Penataan dan pembinaan Pedagang Kaki
Lima. Melalui Surat Keputusan Walikota, pasal 9 ayat (2) menyebutkan
dibentuklah birokrasi baru dalam pemerintahan kota Surakarta yang khusus
menangani pedagang kaki lima, yaitu tim pembina pedagang kaki lima yang
berfungsi mempertemukan aparat-aparat pemerintah di tingkat Kotamadya
Surakarta, kecamatan, dan kelurahan yang terlibat dalam pengaturan pedagang
kaki lima.
Lokasi usaha merupakan arena utama bagi upaya Pemerintah Surakarta
untuk menerjemahkan sikapnya pemerintah terhadap Pedagang Kaki Lima. Salah
satu cara yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk menata,
menertibkan, meningkatkan pendapatan dan mensejahterahkan pedagang kaki
lima sehingga memberikan pemasukan dana yang lebih tinggi terhadap daerah
adalah dengan beberapa cara antara lain meresmikan tempat-tempat umum
tertentu sebagai lokasi usaha pedagang kaki lima, dengan menyediakan bangunan
pasar untuk dimanfaatkan pedagang kaki lima. Cara lain yang ditetapkan untuk
menyediakan lokasi usaha bagi pedagang kaki lima yaitu dengan merelokasi
sejumlah pedagang kaki lima ke lokasi-lokasi resmi yang telah memenuhi kriteria-
kriteria atau syarat antara lain adanya daya dukung lingkungan, yang didasarkan
pada pertimbangan mengenai tingkat kepadatan penduduk lokal, keindahan
lingkungan, jenis barang yang diperdagangkan, jumlah pedagang yang dapat
ditampung, peluang waktu berdagang yang tersedia tanpa mengganggu
xxiii
lingkungan, jarak dari pasar dan tingkat pemakaian fasilitas umum kota. Sebelum
merelokasi pedagang kaki lima ke tempat resmi, lokasi yang digunakan untuk
berdagang diberi fasilitas dan sarana untuk memudahkan pedagang melakukan
kegiatan jual beli. Para pedagang kaki lima yang telah direlokasi ke tempat resmi
kemudian dicanangkan mendapatkan pembinaan dalam bentuk penyuluhan dan
pemberian kredit.
Akan tetapi relokasi sejumlah pedagang kaki lima ke lokasi yang
diresmikan oleh Pemerintah Kota Surakarta masih memiliki banyak kendala, hal
ini dikarenakan setelah direlokasi sebagian pedagang kaki lima mengalami
penurunan pendapatan padahal sebelum di relokasi pendapatan pedagang kaki
lima stabil tidak mengalami penurunan yang drastis, sehingga berdampak pada
berkurangnya pemasukan dana kepada daerah. Seperti yang dialami sejumlah
pedagang kaki lima di Notoharjo, mereka mengaku mengalami penurunan omzet
hingga 50% menyusul direlokasinya mereka ke lokasi resmi tersebut. Oleh karena
itu pedagang menuntut dikembalikan ke lokasi semula yaitu taman Banjarsari
(Sukawi, 2006.www.kompas.com).
”Keberadaan pedagang kaki lima yang menempati trotoar di kota
merupakan pilihan aktifitas ekonomi seiring dengan krisis ekonomi yang belum
juga berakhir. Bagi pedagang berjualan di trotoar merupakan peluang besar untuk
menggaet pembeli dari kalangan menengah ke bawah. Pedagang kaki lima
bukanlah suatu patologi ekonomi sebaliknya diyakini sebagai penyangga kekuatan
ekonomi. Karena Kehadirannya menumbuhkan budaya ekonomi yang tidak
tergantung dengan orang lain, bagi jalinan rantai ekonomi yang menguntungkan
semua pihak. Sektor informal bisa menjadi katup pengaman disaat krisis yang
masih berlangsung karena menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi
terhadap pendapatan asli daerah”. (Alisjahbana, 2006: 142-143).
Kenyataan ini bertolak belakang dengan paradigma yang diusung oleh
pengelola kota dalam menata pedagang kaki lima. Menurut paradigma estetika
yang lazim dianut oleh pemerintah menjamurnya pedagang kaki lima di sudut-
sudut kota dipertentangkan dengan upaya untuk menciptakan keindahan kota.
Sehingga adanya kebijakan relokasi dimaknai pedagang kaki lima sebagai bentuk
xxiv
tindakan pemerintah yang menyengsarakan dan merupakan wujud
ketidakberpihakkan pemerintah terhadap rakyat kecil. Pemerintah dalam hal ini
hanya bertindak seenaknya sendiri tanpa memperdulikan kelangsungan hidup
warganya sebagai akibatnya pedagang tidak lagi mendapatkan penghasilan dari
usahanya karena sepinya pembeli setelah direlokasi. Untuk itu pemerintah perlu
mengadakan pembenahan dan evaluasi terhadap kebijakan yang telah dibuat,
apakah kebijakan relokasi tersebut benar-benar berjalan lancar sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak. Kebijakan relokasi itu muncul
karena pemerintah melihat potensi dari pedagang kaki lima yang mampu
memberikan pemasukan terhadap kas daerah melalui retribusi.
”Manusia dalam menjalani kehidupan akan selalu menginginkan
kebahagiaan dan kesejahteraan. Salah satu syarat untuk merasakan kebahagiaan
itu adalah dapat tercukupi kebutuhan primer. Oleh karena itu ketika kebutuhan-
kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka manusia akan berusaha memenuhinya. Dan
ketika berhadapan dengan keterbatasan pekerjaan formal yang jelas strukturnya,
maka mereka menciptakan pekerjaa informal yang menguntungkan. Tersedianya
kebutuhan hidup adalah konsep tentang kebahagiaan bagi kaum miskin. Namun
dalam melaksanakan pekerjaan terkadang harus berhadapan dengan pembangunan
yang terkadang tidak mendukung”. (Alisjahbana, 2006: 148-149).
Keberadaan pedagang kaki lima secara realita mengganggu kepentingan
masyarakat umum, para pedagang kaki lima semaunya sendiri dalam membuka
usaha, semaunya dalam memanfaatkan trotoar, memasang rombong yang
berdampak pada terganggunya kepentingan umum akan tetapi pemerintah sebagai
pelayan masyarakat idealnya memperhatikan kepentingan warganya secara umum
karena ketika hanya memberi kesempatan kepada satu golongan saja, maka
golongan yang lain akan merasa ditinggalkan dan tidak diperhatikan. Ketika
pemerintah membiarkan pedagang kaki lima berjualan di sembarangan tempat,
maka warga kota yang lain akan merasa terganggu dan dirugikan. Tetapi ketika
pemerintah hanya memperhatikan kepentingan kelompok masyarakat menengah
ke atas, sementara tidak memberi tempat berusaha bagi kelompok masyarakat
miskin yang ingin berusaha, maka aparat dianggap tidak memperhatikan
xxv
kepentingan masyarakat miskin. Proses seperti itu akan terus-menerus, sehingga
birokrasi perlu memperhatikan seluruh lapisan masyarakat yang ada dengan
segala kepentingan. Pedagang kaki lima pada dasarnya tidak keberatan dengan
maksud aparat menata mereka, bahkan pedagang sendiri merasakan penataan
tersebut sebagai sebuah kebutuhan. Pedagang kaki lima juga mengakui bahwa
kehadirannya di beberapa sudut kota telah memunculkan kekumuhan dan
kemacetan pada ruas-ruas jalan tersebut. Tetapi dalam hal ini, pemerintah juga
harus memahami alasan pedagang memilih berjualan kaki lima di ruang publik.
Pedagang kaki lima mengharapkan sebuah solusi yang tidak sekedar dipindahkan
ke lokasi yang resmi tanpa memberikan jaminan peningkatan pendapatan. Untuk
itu relokasi pedagang kaki lima harus tidak menjauhkan pedagang dari pembeli.
Sebagai warga negara yang mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan
yang sama yang didasarkan pada landasan idil dan konstitusional yakni Pancasila
dan UUD 1945, pedagang juga membutuhkan perlindungan dari Negara. Adapun
perlindungan hak-hak bagi pedagang kaki lima tertuang dalam pasal 27 ayat (2)
UUD 1945: “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Sedangkan secara yuridis formal hak asasi pedagang
kaki lima merupakan hak asasi sebagaimana dianut dalam Deklarasi Universal
Hak-Hak Asasi Manusia. Pasal 11 menyebutkan: “Setiap orang berhak atas
pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak”.
Sedangkan Pasal 38 ayat (1) menyatakan “Setiap warga negara, sesuai dengan
bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak”. Pasal 38
ayat (2): ”Setiap warga negara berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang
disukainya”.
Sedangkan UU Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil pasal 13
menyebutkan: Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan,
dengan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk:
1. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di
pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi
pertambahan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta
lokasi lainnya.
xxvi
2. Memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan. (Suryanto, 2007
http://www.bimakonsepwordpress.com. 11 Juni 2008 )
Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi
fenomena adanya pedagang kaki lima, harus lebih mengutamakan penegakan
keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun di dalam Perda terdapat pelarangan
pedagang kaki lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan dan badan jalan,
serta tempat-tempat yang bukan peruntukannya pasal 2 ayat (1) Perda Nomor 12
Tahun 2001, namun pemerintah harus mampu menjamin perlindungan dan
memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima seperti tertuang dalam UUD
1945 pasal 27 ayat (2). Karena di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini belum
ada Undang-Undang yang khusus mengatur pedagang kaki lima. Padahal
fenomena pedagang kaki lima sudah merupakan permasalahan yang pelik dan
juga sudah merupakan permasalahan nasional, karena disetiap kota pasti ada
pedagang kaki limanya. Pengaturan mengenai pedagang kaki lima ini hanya
terdapat dalam Peraturan Daerah, akan tetapi Perda-Perda tersebut hanya
mengatur tentang pelarangan untuk berdagang bagi pedagang kaki lima di daerah-
daerah yang sudah ditentukan tetapi mengenai hak-hak pedagang kaki lima ini
tidak diatur didalam Perda tersebut.
Akan tetapi realitanya pemerintah dalam menyediakan lokasi resmi
ternyata lokasi tersebut bukanlah suatu pusat perekonomian. Sedangkan tujuan
relokasi dari pemerintah yang sebenarnya adalah untuk menciptakan ketertiban
dan keindahan kota, selain meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima
sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih terhadap pendapatan asli
daerah. Karena mengingat peran pedagang kaki lima sangat besar sebagai
pembuka lapangan pekerjaan, memberi kontribusi pada distribusi pendapatan
tidak hanya pada lingkungan sekitarnya tetapi juga pada pelaku industri kecil
yang berperan sebagai supplier mereka. (Sukawi, 2006. http://www.kompas.com).
Keberadaan pedagang kaki lima sebagai sektor informal merupakan katup
pengaman perekonomian Surakarta yang tidak tertampung pada sektor formal.
Untuk itu pemberian kebijakan relokasi pedagang kaki lima diharapkan mampu
memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah Surakarta melalui
xxvii
retribusi yang di sumbangkan setiap tahun, walaupun kontribusi yang diberikan
tidak sebanding jika mengukurnya dengan pengusaha, minimarket, toko grosir,
pemilik ruko, perkantoran dan sebagainya, akan tetapi kebijakan relokasi
pedagang kaki lima diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dari pedagang
sehingga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan retribusi pedagang kaki
lima. Di mana retribusi merupakan salah satu komponen dari sumber pendapatan
asli daerah. Walaupun dalam kenyataannya kebijakan relokasi tidak memberikan
dampak yang baik terhadap pendapatan pedagang kaki lima yang berimbas juga
pada pemasukan retribusi pedagang kaki lima.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Studi Relokasi Pedagang Kaki Lima Dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kota Surakarta”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima
di Surakarta?
2. Bagaimana bentuk pemberian sarana usaha dalam relokasi terhadap
pedagang kaki lima di Notoharjo oleh Pemerintah Kota Surakarta?
3. Hambatan-hambatan apakah yang muncul dalam relokasi terhadap
pedagang kaki lima dan bagaimana upaya pemecahannya?
4. Seberapa besar Kontribusi pedagang kaki lima Monjari dan Kadipolo
tahun anggaran 2005, 2006 (sebelum relokasi) dan pedagang kaki lima
Pasar Notoharjo(setelah direlokasi) tahun anggaran 2006-2008 terhadap
pendapatan asli daerah Kota Surakarta)
xxviii
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pemerintah
melakukan relokasi pedagang kaki lima.
2. Untuk mengetahui bentuk pemberian sarana usaha relokasi terhadap
pedagang kaki lima di Notoharjo oleh pemerintah kota Surakarta.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang muncul dalam relokasi dan
solusi pemecahannya.
4. Untuk mengetahui kontribusi pedagang kaki lima Monjari dan Kadipolo
tahun anggaran 2005, 2006 (sebelum relokasi) dan pedagang kaki lima
Pasar Notoharjo(setelah direlokasi) tahun anggaran 2006-2008 terhadap
pendapatan asli daerah Kota Surakarta.
C. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini dapat diambil manfaat, baik manfaat teoritis maupun
praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya di bidang ilmu
kewarganegaraan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yaitu hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dimana hak pedagang kaki lima sering
terabaikan dan tertindas oleh karena berbagai macam kepentingan pembangunan.
Bahwa bagaimanapun relokasi pedagang kaki lima dilakukan tetap harus
memberikan jaminan penghidupan bagi pedagang kaki lima tanpa mematikan
usahanya.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan masukan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan pembangunan kota,
khususnya dalam pemberian lokasi resmi terhadap pedagang kaki lima yang
memungkinkan tidak menjauhkan pedagang kaki lima dengan pelanggannya.
xxix
Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan perangsang kepada
pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada pedagang kaki lima dengan
cara memberikan fasilitas yang memungkinkan pedagang dapat mengembangkan
usahanya berwiraswasta.
xxx
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Relokasi Pedagang Kaki Lima
Krisis ekonomi yang melanda bangsa indonesia pertengahan tahun 1997
ternyata berdampak pada semakin menjamurnya pedagang kaki lima di Surakarta.
Tidak hanya di jalan-jakan protokol yang menjadi sasaran lokasi pedagang kaki
lima di luar pagar kampus-kampus pun juga tidak lepas dari kehadiran pedagang
kaki lima. Misalnya belakang kampus Universitas Sebelas Maret, kampus
Universitas Muhamadiyah Surakarta dan beberapa kampus lain bisa dijumpai
pedagang kaki lima dengan berbagai jenis usaha dari makanan sampai fotokopi.
Bagi perencana kota, tumbuhnya pedagang kaki lima biasanya dipahami
sebagai permasalahan tersendiri yang harus dicarikan solusi pemecahannya.
Kehadirannya diperkotaan seringkali dituduh sebagai biang kemacetan, dan
kekumuhan, serta merusak keindahan. Karena itu perencana kota segogyanya
terus berupaya untuk mencari cara terbaik untuk memecahkan problem semakin
membengkaknya pedagang kaki lima diperkotaan termasuk Surakarta.
“Kata relokasi yaitu berarti memindahkan bangunan dari sebuah lokasi
ke lokasi yang lain atas pertimbangan ekonomis maupun estetis “. (Damayanti.
2007, http://www. bandunghartage.co.id). Bagi pedagang kaki lima menyetujui
adanya relokasi ke tempat resmi yang telah disedikan berarti tak ubahnya upaya
menjauhkan mereka dari pembeli. Filosofi pedagang kaki lima dalam memilih
tempat berjualan pada suatu tempat tidak dapat dilepaskan dari nilai strategi
tempat itu. Seandainya lokasi tidak strategis maka dapat dipastikan tidak akan ada
pedagang kaki lima yang berjualan. Karena itu dalam menyikapi upaya
pemindahan (relokasi), pedagang kaki lima akan selalu menolak walaupun dengan
cara apapun.
Kamala Candra Kirana dan Isono Sadoko (1994: 73) memberikan pengertian Pedagang kaki lima yaitu mereka yang di dalam usahanya mempergunakan bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat untuk
10 10
xxxi
kepentingan umum yang bukan diperuntukan untuk tempat usaha serta tempat lain yang bukan miliknya. Salah satu karakteristik pedagang kaki lima Surakarta yaitu dalam
berjualan adalah selalu mencari daerah-daerah strategis. Daerah strategis dalam
hal ini yaitu daerah yang dilalui oleh penduduk kota meskipun seringkali daerah-
daerah tersebut merupakan daerah yang terlarang bagi pedagang. Karena itu,
trotoar, pinggir jalan, merupakan tempat-tempat yang paling banyak terdapat
pedagang kaki lima. Penanganan pemerintah terhadap pedagang kaki lima
kemudian dibedakan antara pedagang yang beroperasi di lokasi-lokasi resmi dan
mereka yang berjualan di tempat-tempat di luar itu (illegal). Para pedagang kaki
lima di lokasi resmi dicanangkan untuk mendapatkan pembinaan, dalam bentuk
sarana dan prasarana, kredit bantuan pemasaran dan dukungan kelembagaan.
Sedangkan pedagang yang tidak beroperasi di lokasi resmi dianggap liar
penangannya diserahkan kepada aparat ketertiban.
Menurut Kamala Candra kirana dan Isono Sadoko (1994: 74)
penyediaan lokasi resmi bagi pedagang kaki lima dilakukan dalam beberapa cara
antara lain:
a. Dengan menetapkan tempat-tempat umum tertentu sebagai lokasi usaha pedagang kaki lima.
b. Meresmikan lokasi-lokasi yang sudah ditempati oleh pedagang kaki lima jika dianggap memenuhi syarat.
c. Menyediakan lokasi resmi untuk pedagang kaki lima.
Penyediaan lokasi usaha bagi pedagang kaki lima pada dasarnya adalah
strategi pemerintah untuk mendorong mereka menjadi pengusaha formal. Latar
belakangnya adalah pandangan bahwa dengan formalisasi pemerintah kota tidak
akan perlu terus-menerus menghadapi masalah pedagang kaki lima. Menurut
Kamala Candra Kirana dan Isono Sadoko (1994: 73) Penyediaan lokasi-lokasi
resmi bagi pedagang kaki lima dilakukan atas dasar kriteria yaitu daya dukung
lingkungan antara lain:
a. Pertimbangan mengenai tingkat kepadatan penduduk lokal b. Keindahan lingkungan c. Jenis barang yang diperdagangkan d. Jumlah pedagang yang ditampung
xxxii
e. Peluang waktu waktu berdagang yang tersedia tanpa mengganggu lingkungan, jarak dari pasar
f. Tingkat pemakaian fasilitas umum lokal
Relokasi merupakan upaya yang dilematis bagi Pemerintah. Di satu sisi
menginginkan agar kotanya bersih dan tertata rapi, namun di sisi lain para
pedagang kaki lima menginginkan tempat-tempat yang ditawari sebagai pengganti
tersebut sepi dari pengunjung. Untuk itu relokasi harus menggunakan konsep
matang dengan mempertimbangkan segala aspek yang mempengaruhi baik
pemerintah, masyarakat umum, serta pedagang kaki lima itu sendiri. Karena
pemberian kebijakan yang tidak terencana dengan baik maka pedagang kaki lima
yang akan menjadi korban kebijakan pemerintah. Berdasarkan uraian diatas maka
disimpulkan relokasi pedagang kaki lima yaitu memindahkan pedagang yang
semula berjualan di pinggir jalan, trotoar, dan taman yang merupakan lokasi
terlarang untuk berdagang ke lokasi resmi yang telah ditentukan oleh pemerintah
kota atas dasar estetika atau ekonomis.
2. Tinjauan Perkembangan Sektor Pedagang Kaki Lima
Memekarnya sektor pedagang kaki lima di kota-kota besar Indonesia, di
tanggapi sebagai hal negatif oleh pihak penguasa (Pemerintah kota) karena sektor
ini beroperasi di tempat-tempat strategis.
Beberapa permasalahan lingkungan yang timbul akibat kegiatan perdagangan pedagang kaki lima antara lain masalah kebersihan, keindahan, ketertiban, pencemaran, dan kemacetan lalu lintas. Keadaan ini pada satu sisi dianggap sebagai hal yang sangat mengganggu tetapi di sisi lain, kegiatan perdagangan pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang besar dalam aktifitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat terutama golongan ekonomi lemah. Selain itu kegiatan sektor ekonomi ini merupakan ciri ekonomi kerakyatan yang bersifat mandiri dan menyangkut hajat hidup orang banyak. yaitu penampung dan menyelamatkan jutaan rakyat miskin yang sebagian besar menjadi pedagang kaki lima . (Suryanto, 2007. http/bimaconcept wordpres.com) Perkembangan pedagang kaki lima di Surakarta paska krisis ekonomi
menunjukan perkembangan yang berarti. Mereka tumbuh dengan pesat di seluruh
xxxiii
Surakarta dan menyebabkan sebagian besar ruang-ruang terbuka yang
diperuntukan untuk fasilitas publik seakan tidak tersisa.
Yustika dalam Alisjahbana mengatakan,
Bahwa sebagai kaum migran para pedagang kaki lima menjajakan dagangannya di berbagai sudut kota sesungguhnya adalah kelompok masyarakat yang marginal dan tidak berdaya. Dikatakan marginal sebab mereka rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu sendiri. Sedangkan dikatakan tidak berdaya karena mereka biasanya tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi tawarannya lemah, dan acapkali menjadi objek-objek penertiban dan penataan kota yang jarang bersifat represif. (Alisjahbana, 2006: 40).
Tuntutan hidup yang demikian tinggi memaksa para migran untuk tetap
bertahan dengan kondisi kota yang bahkan tidak ramah terhadap kehadiran
mereka. Selama ini, salah satu faktor yang membuat pedagang kaki lima tetap
gigih bertahan di kota besar adalah tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup
keluarga meski dari waktu ke waktu mereka harus menghadapi berbagai tindakan
represif yang dilakukan aparat penertiban. Bagi kaum migran, bekerja serabutan
dan apa adanya, bahkan terkadang pekerjaan yang paling kotor dan menjijikkan
pun, adalah sebuah solusi yang realistis untuk tidak tergilas kehidupan kota yang
serba keras. Kerasnya kehidupan di kota tidak akan memandang usia
penduduknya. Terlebih bagi keluarga miskin, dimana kewajiban mencari nafkah
tidak hanya dibebankan kepada kaum laki-laki saja akan tetapi kaum perempuan
pun ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Sektor informal yang sekarang ini
dipercaya sebagai lapangan pekerjaan alternatif, tidak hanya digeluti oleh mereka
yang berpendidikan rendah. Dengan tingkat pendidikan apa pun, seseorang akan
lari ke sektor informal ketika beban tanggung jawabnya terhadap keluarga
semakin besar, dan sekeras apa pun kehidupan di kota besar, semuanya tidak akan
menyurutkan nyali mereka. Semakin besar jumlah tanggungan keluarga yang
dipikul pedagang kaki lima, semakin tinggi pula keberanian mereka dalam
menghadapi resiko pekerjaan mereka.
Penganguran di perkotaan pada prinsipnya tidak lepas dari penganguran
di pedesaan. Sedangkan pengangguran di pedesaan disebabkan oleh tidak
xxxiv
terbukanya kesempatan kerja di sana, sebab investasi lebih banyak berada di
daerah perkotaan. Besarnya penyaluran kredit usaha kecil untuk masyarakat
pedesaan tidak seimbang dengan besarnya kredit untuk usaha-usaha berskala
besar di perkotaan. Sektor informal di perkotaan seringkali diperlakukan sebagai
sampah sehingga dipandang perlu untuk dibersihkan. Tetapi orang lupa, bahwa
sektor informal selama ini sesungguhnya menjadi penampung yang
menyelamatkan kehidupan jutaan kaum miskin di kota. Mereka juga memberikan
kontribusi bagi pendapatan daerah.
Untuk memahami konsep tentang sektor informal, menurut salah
seorang ahli, Soecipto Wirosarjono dalam Paulus Harianto (2007 :108)
mengemukakan ciri-ciri sektor informal sebagai berikut:
a. peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga kegiatannya sering dikatakan “liar”
b. Modal, peralatan Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan , maupun penerimaan.
c. Tidak tersentuh, dan perlengkapan maupun omsetnya biasanya kecil dan diusahakan atas hitungan harian.
d. Tidak mempunyai tempat yang tetap. e. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang
berpendidikan rendah f. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga dapat
menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja. g. Umumnya satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari
lingkungan hubungan keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama. h. Tidak mengenal sistem perbankkan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya.
Batasan yang diberikan Secipto Wirosarjono ini mengandung dimensi
ekonomi, sosial dan perencanaan tata ruang yang semuanya mencerminkan
keterbelakangan. Dimensi ekonomi dapat dilihat dari penggunaan tenaga kerja
yang berasal dari anggota keluarga, jam kerja tidak menentu maupun tenaga kerja
yang berasal dari daerah yang sama, sedangkan dimensi perencanaan tata ruang
dapat dilihat pada tempat usaha yang tidak permanen, biasanya menggunakan
tempat atau ruang yang diperuntukan untuk umum seperti trotoar, stasiun kereta
api, dan sebagainya.
xxxv
Pedagang kaki lima termasuk sub sektor informal. Menurut Kartini-
kartono dalam Alisjahbana (2006: 43) definisi pedagang kaki lima dirumuskan
sebagai berikut:
a. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa para pedagang kaki lima berkecimpung dalam usaha yang disebut sektor informal.
b. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti produsen. c. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke
tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stan yang tidak permanen serta bongkar pasang).
d. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang-barang konsumsi lainnya yang tahan lama secara eceran.
e. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih payahnya
f. Kualitas barang-barang yang diperdagangkan relatif rendah dan biasanya tidak berstandar
g. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli rendah
h. Usaha skala kecil bisa berupa famili enterprise, dimana ibu dan anak-anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perkembangan sektor pedagang kaki lima di Surakarta tidak dapat
dipisahkan dari masalah ketenagakerjaan dan upah. Laju perkembangan di kota
yang tidak diimbangi dengan penyediaan kesempatan kerja yang luas, termasuk
kota Surakarta. Sebagai akibatnya adalah muncul persoalan-persoalan baru
berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan, sebagai contohnya banyak
pengganguran yang terjadi di kota. Atau paling tidak menyulitkan dalam
penyediaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah daerah setempat, mengingat
banyaknya tenaga kerja yang membutuhkan lapangan pekerjaan untuk
mempertahankan hidup.
Umumnya sektor-sektor formal di kota menyediakan lapangan kerja
dengan upah yang tinggi dengan syarat memiliki pendidikan dan keterampilan
yang sulit dijangkau oleh masyarakat pedesaan. Berbeda dengan sektor informal
yang tidak menuntut kualifikasi khusus dari pelakunya Hal ini ditengarahi
menjadi salah satu penyebab bertambahnya jumlah pedagang kaki lima di
Surakarta, di samping krisis pekerjaan yang melanda Indonesia pascakrisis
moneter. Dengan mengandalkan semangat kerja yang tinggi tanpa dukungan
xxxvi
modal yang besar serta keterampilan yang memadai para penduduk pedesaan
tersebut menciptakan lapangan pekerjaan, salah satunya adalah dengan menjadi
pedagang kaki lima.
Merebaknya sektor informal perkotaan tidak lain disebabkan oleh
runtuhnya usaha sektor formal akibat hantaman krisis selain itu pembangunan
yang tidak merata, yaitu pembangunan hanya terpusat di kota, sementara itu
pembangunan pertanian di desa mengalami kelambatan. Akibat lebih lanjut
kesempatan kerja di desa sangat menurun, dan perbedaan tingkat upah juga
semakin melebar.
Seperti pendapat Rahcbini (dalam Alisjahbana, 2006:1 ):
Ketika di kota tersedia kesempatan kerja di sektor formal , maka sebagian besar kaum migran akan terserap disana. Tetapi berhubung arah investasi yang terjadi di Indonesia bias urban dan tidak ramah terhadap tenaga kerja migran yang tidak atau kurang berpendidikan, hal itulah yang menyebabkan perkembangan sektor informal menjadi tak terhindarkan. Setiap kota yang ingin menata dan menertibkan wilayahnya akan mendapati kenyataan bahwa kehadiran sektor informal terutama PKL sebagai salah satu faktor yang menimbulkan persoalan baik dalam masalah ketertiban lalu lintas, keamanan, maupun kebersihan kota. Para Pedagang biasanya menggunakan rombongnya (tempat dagangan) sebagai tempat tinggal . Pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal kota merupakan
lahan pekerjaan yang terbuka bagi siapapun. Bidang ini tidak menuntut kualifikasi
khusus dari pelakunya, hal inilah yang menjadi alasan bertambahnya jumlah
sektor informal di perkotaan.
a. Tinjauan Pedagang Kaki Lima
Gagasan mengenai sektor Informal pertama kali dikemukakan oleh Keit
Hart.
Seorang antropolog Inggris dalam suatu penelitian di Gana dan gagasan ini kemudian dikembangkan oleh ILO dalam penelitian di negara-negara Dunia ketiga, terutama untuk membantu memperjelas proses kemiskinan, yang dikaitkan dengan penganguran, migrasi dan urbanisasi. (Jefta Leibo, 2004: 9).
xxxvii
Pedagang kaki lima merupakan salah satu sub sektor informal. Kartini-
Kartono dalam Alisjahbana (2006:43) mengatakan:
Bahwa sektor pedagang kaki lima berkecimpung dalam usaha yang disebut sektor informal, merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti produsen, perencanaan tata ruang yang tidak permanen, menjual barang barang dagangan yang berupa minuman dan makanan yang tahan lama secara eceran, memiliki modal yang kecil dan terbatas, kualitas barang dagangannya rendah dan biasanya tidak berstandar, volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli pada umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli rendah, skala usaha kecil yang berupa famili enterprise, dimana ibu dan anak-anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan definisi diatas bahwa jelaslah bahwa pedagang kaki lima
bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan
pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya tetapi sektor pedagang kaki lima
biasanya digunakan untuk menunjukan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala
kecil. Sektor ini dianggap sebagai manifestasi suatu pertumbuhan kesempatan
kerja di negara sedang berkembang. Mereka memasuki kegiatan berskala kecil di
kota, terutama bertujuan untuk mencari keuntungan karena mereka yang terlibat
dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan rendah tidak terampil dan
kebanyakan para migran.
Pada umumnya sektor informal adalah unit usaha yang berskala kecil
bahkan banyak diantara mereka termasuk One Man Interprise atau swakarsa .
Sektor informal adalah sektor kegiatan ekonomi kecil-kecilan yang mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1) Kegiatan usahanya tidak terorganisasi secara baik, sebab tidak menggunakan fasilitas kelembagaan yang tersedia di sektor ini
2) Kegiatan usahanya tidak memiliki ijin usaha 3) Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja 4) Kebijaksanaan pemerintah dalam membantu golongan ekonomi lemah tidak
menyentuh sektor ini 5) Unit usaha sudah keluar masuk dari sub sektor kelain sub sektor 6) Teknologi yang dipakai cukup sederhana 7) Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya kecil 8) Usaha yang dijalankan tidak memerlukan pendidikan formal, tapi hanya dari
pengalaman bekerja
xxxviii
9) Unit usaha yang dijalankan sendirian, dan kalaupun ada buruh mereka ada pertalian keluarga
10) Sumber dana sebagai modal usaha berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi serta hasil produksi dan jasa dikonsumsi oleh golongan kota atau desa yang berpenghasilan rendah, tapi kadang-kadang juga berpenghasilan menengah. (Jefta Leibo, 2004: 9).
Berdasarkan definisi diatas dengan beberapa ciri-ciri dan karakteristik
dapat diketahui bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup
berbagai macam kegiatan yang sering kali bersifat wiraswasta (usaha sendiri). Ini
merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir sebagai sumber
berwiraswasta, modal merupakan salah satu hambatan utama di samping
kurangnya campur tangan pemerintah dan jarangnya jangkauan aturan-aturan
hukum, sehingga kehadirannya sering dianggap melanggar norma.
Berdasarkan paparan diatas dari ciri dan karakteristik dari pekerja sektor
informal tersebut, maka profesi sebagai pedagang kaki lima termasuk ke dalam
pekerja sektor informal, karena pada kenyataannya profesi pedagang kaki lima
memiliki ciri tersebut.
Pengertian dari pedagang kaki lima terdiri dari kata pedagang dan kaki lima. Pedagang yang berarti pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan, jual beli atau disebut juga mencari nafkah dengan berdagang sedangkan kaki lima yang berarti lantai di tepi jalan (Depdiknas, 1989: 945). Menurut ketentuan umum Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II
Surakarta Nomor 8 Tahun 1995 Tentang penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima, Pedagang kaki lima adalah orang yang melakukan usaha dagang atau jasa,
di tempat umum baik menggunakan atau tidak menggunakan sesuatu, dalam
melakukan usaha dagang, sedangkan tempat kegiatan usaha pedagang kaki lima
adalah tempat umum yaitu tepi-tepi jalan umum, trotoar, dan lapangan serta
tempat lain di atas tanah negara yang ditetapkan oleh Walikotamadya Kepala
Daerah.
Pengertian pedagang kaki lima menurut Tony Robbins dalam The
Definitoon of Hawker. “Howker is Any person selling or offering for sale any
xxxix
goods, wares, or merchandise, including any food or beverage, on any public
street, highway, or public right of way in the state from a stationary locaL”.
(Toni Robbins, 2009. www.Flaststrat. state.ri.us/bfs-glossafi).
Artinya, Pedagang kaki lima adalah setiap orang yang menjual atau
menawarkan suatu barang untuk dijual baik itu barang apapun, barang, atau
barang dagangan, termasuk makanan atau minuman, pada jalan umum, jalan raya,
atau masyarakat berhak jalan di negara bagian dari lokasi pemberhentian).
Pengertian pedagang kaki lima menurut John Willey dalam The Definition of
hawker. “ Hawker is the name given to vendors in many areas of the world selling
merchandise that can be easily transported; it is roughly synonymous with
peddler or costermonger. In most places where the term is used, a hawker sells
items of food that are native to the area”. (John Willey, 2009.
http://en.wikipdia.org/wiki/ hawker).
Artinya, Pedagang kaki lima adalah nama yang diberikan kepada
pedagang di banyak daerah di dunia yang menjual barang dagangan yang dapat
dengan mudah diangkut; itu kira-kira sama dengan penjaja atau pedagang buah-
buahan. Di sebagian besar tempat di mana istilah ini digunakan, seorang penjaja
makanan yang menjual barang-barang yang asli ke daerah).
Pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor informal kota merupakan
lahan pekerjaan yang terbuka bagi siapapun. Bidang ini tidak menuntut kualifikasi
khusus dari pelakunya. Hal ini ditengarahi menjadi salah satu penyebab
bertambahnya jumlah pedagang kaki lima di Surakarta, disamping krisis
pekerjaan yang melanda bangsa Indonesia paska krisis moneter.
Di Surakarta sampai saat ini jumlah pedagang kaki lima sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Pada tahun 2003 jumlah pedagang kaki lima 3834, tahun 2005 meningkat menjadi 5817 bahkan ada yang mengatakan lebih. Jumlah ini masuk akal karena dalam satu kawasan saja bisa mencapai ratusan. (Saroni Asikin, 2006.www.solopos.co.id). Banyak orang yang memilih menjadi pedagang kaki lima karena tidak
membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, berbeda dengan pekerjaan
diperusahaan swasta atau kerja kantoran yang mensyaratkan tingkat pendidikan
minimum tertentu. Untuk dapat bekerja sebagai pedagang kaki lima satu-satunya
xl
prasyarat yang dibutuhkan adalah daya tahan dan semangat. Berdasarkan
penelitian empiris Julius Haff, mempertegas karakteristik pedagang kaki lima,
sebagai berikut:
1) Umumnya tergolong angkatan kerja produktif 2) Umumnya sebagai mata pencaharian pokok 3) Tingkat pendidikan relatif rendah 4) Sebagian besar merupakan kaum pendatang dari daerah lain, belum memilki
status kependudukan yang sah di kota 5) Mulai berdagang sejak 5 sampai 10 tahun yang lalu 6) Pekerjaan sebelumya petani atau buruh pada umumnya 7) Permodalannya lemah dan omset penjualannya kecil 8) Umumnya mereka memiliki modal sendiri dan belum ada hubungan dengan
bank 9) Kewiraswastaanya umum dan kurang mampu memupuk modal 10) Tingkat pendapatannya relatif rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga di perkotaan 11) Pada hakekatnya mereka telah terkena pajak dengan adanya retribusi maupun
pungutan tidak resmi. (Argyo Demartoto, 2002:18 ).
Fenomena pedagang kaki lima merupakan satu hal yang sangat menarik
untuk diteliti dan dipahami lebih mendalam, mengingat golongan ini sering di
anggap sebagai sampah yang perlu dibersihkan akan tetapi golongan ini mampu
menciptakan lapangan pekerjaan bagi kaum miskin sehingga pedagang kaki lima
terus bertahan dan bahkan keberadaannya membengkak meskipun berbagai
kebijaksanaan yang membatasi mereka. seperti pandangan Yustika (dalam
Alisjahbana, 2006:40) yang menegaskan bahwa:
Para pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya di berbagai sudut kota sesungguhnya adalah kelompok masyarakat yang tergolong marginal, dan tidak berdaya. Dikatakan marginal, sebab mereka rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu sendiri. Sedangkan dikatakan tidak berdaya, karena mereka biasanya tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi bargaining (tawar-menawar) dan acapkali menjadi objek penertiban dan penataan kota yang jarang bersifat represif. Sedangkan Cris Manning dan Tadjuddin Noer Efendi (1991: 250)
menyatakan bahwa:
Pedagang kaki lima adalah perusahaan kecil yang mandiri namun terikat dengan jaringan sektor ekonomi yang sangat ruwet, berhubungan tidak hanya dengan jaringan penyalur, saingan dan langganannya tetapi juga
xli
dengan pemberian pinjaman, pemberi perlengkapan, petugas-petugas pemerintah, dan beraneka macam pranata resmi maupun privat. Berdasarkan gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki
lima adalah Seseorang yang melakukan usaha dagang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan konsumen-konsumen tertentu dalam masyarakat, dengan modal yang
relatif sedikit yang berjualan di tempat-tempat yang srtategis atau tempat tempat
umum dan merupakan bagian dari kegiatan di sektor informal.
b. Alasan Menjadi Pedagang Kaki Lima
Merebaknya sektor informal perkotaan tidak lain disebabkan oleh
pembangunan yang tidak merata. Pembangunan hanya terpusat di kota sementara
itu, pembangunan pertanian di desa (modernisasi pertanian) mengurangi jumlah
tenaga kerja dan menambah pengangguran. Akibat lebih lanjut kesempatan kerja
di desa sangat menurun. Terdapat banyak alasan yang mempengaruhi mengapa
mereka memilih sektor informal sebagai aktifitas pekerjaan untuk
menggantungkan hidup, seperti yang dikemukakan oleh Alisjahbana (2006: 3-9)
antara lain :
“1)Karena tidak ada pekerjaan Lain.
2)Adanya pemutusan hubungan kerja.
3)Mencari rejeki yang halal.
4)Untuk menghidupi keluarga.
5)Karena lebih mandiri, tidak menggantungkan diri terhadap orang lain.
6)Memiliki pendidikan rendah dan modal yang kecil.
7)Karena mencari lapangan pekerjaan di desa sulit “.
c. Dampak Penataan (relokasi) Pedagang Kaki Lima
Keberadaan pedagang kaki lima yang menjamur di kota-kota besar
menimbulkan problem sosial yang harus dikikis habis untuk menciptakan
ketertiban dan keindahan kota. Akibatnya timbul konflik antara pemerintah
dengan pedagang kaki lima. Bagi pemerintah selaku pengatur ketertiban kotanya
merasa berhak mengatur ketertiban kotanya, menjadikan pedagang kaki lima
xlii
sebagai salah satu masalah yang perlu dicarikan solusi. Di sisi lain pedagang kaki
lima sebagai warga kota sekaligus pelaku ekonomi informal di kaki lima, juga
merasa memiliki hak untuk untuk mencari penghidupan. Meskipun diperlakukan
tidak adil, mereka tetap teguh bertahan agar tetap eksis secara ekonomi dengan
berperan sebagai pedagang marginal. Menurut Alisjahbana (2006: 142-154) Bagi
pedagang kaki lima, penataan menimbulkan berbagai dampak yang antara lain:
”1). Timbulnya rasa resah yang ditanggung pedagang kaki lima”.
2). Adanya penurunan pendapatan pedagang kaki lima
3). Pedagang kaki lima akan kehilangan mata pencaharian
4). Adanya perlawanan dan kekerasan yang dilakukan pedagang kaki lima”.
3. Bentuk Sarana Dan Fasilitas Usaha Pedagang Kaki Lima
Sarana usaha sektor usaha informal dapat dipilah menjadi sarana usaha
yang bersifat permanen, semipermanen, dan tidak permanen. Sarana yang bersifat
permanen biasanya menggunakan bangunan yang dindingnya terbuat dari batu
bata, batako, tembok atau kayu/papan yang dibangun secara kuat di atas suatu
lahan. Sarana usahanya dibangun untuk jangka waktu yang lama. Sarana usaha
yang bersifat semipermanen pemasangan bahan-bahan bangunan yang dapat
dibongkar pasang. Sarana usaha yang bersifat tidak permanen menggunkan tikar,
tanpa pelindung atasnya. Sarana usaha yang tidak permanen ini mudah
dipindahkan sehingga dapat mengikuti kerumunan orang-orang yang potensial
membeli barang dagangannya.
Menurut Drs. Paulus Harianto, M.T (2007: 114) sektor informal dengan
sarana usaha permanen dan semipermanen sebenarnya bukan sarana usaha yang
dibenarkan karena:
a) Telah ada peraturan yang menentukan bahwa sektor informal biasanya seharusnya memiliki sarana usaha tidak permanen.
b) Kegiatan sektor informal dilakukan di ruangan publik di atas lahan milik pemerintah kota sehingga sewaktu-waktu usaha tersebut harus dapat dipindahkan.
c) Kehadiran sarana usaha sektor informal, khususnya pedagang kaki lima dianggap mengganggu keindahan kota.
xliii
Karena adanya kelonggaran pemerintah biasanya sektor informal
dengan sarana usaha semipermanen diizinkan, dengan catatan setelah kegiatan
usai, sarana usaha itu harus dibongkar.
4. Hambatan-Hambatan Dalam Merelokasi Pedagang Kaki Lima
Upaya relokasi yang dilakukan pemerintah terhadap pedagang kaki lima
selama ini terkadang mengalami banyak hambatan.
Salah satunya adalah ketakutan pedagang kaki lima karena sepinya pembeli ketika di relokasi ke tempat yang resmi karena relokasi tidak ubahnya menjauhkan mereka dari pembeli. Filosifi pedagang kaki lima dalam memilih tempat berjualan pada suatu tempat tidak dapat dilepaskan dari nilai strategis. (Alisjahbana, 2006:100). Selain itu relokasi akan berhasil manakala ada ketegasan dari pihak yang
berwajib. Sekali pemerintah mengatakan tidak boleh, maka selamanya daerah itu
tidak boleh digunakan untuk berjualan. Dengan demikian, pelarangan bukan
dilakukan dengan setengah-setengah.
Keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan di tempat-tempat umum
menimbulkan problem sosial. Bagi pedagang kaki lima usaha ini merupakan lahan
pekerjaan alternatif di saat sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal. Bagi
pemerintah kehadiran pedagang kaki lima berdampak pada tergangggunya upaya
pelaksanaan ketertiban, keindahan, kenyamanan dan keteraturan kota.
Konsekuensi lebih lanjut dari perbedaan pandangan ini adalah munculnya konflik
kepentingan antara pemerintah dan pedagang kaki lima. Konflik antara
pemerintah dan pedagang kaki lima tersebut meluas pada tatanan aksi di mana
pemerintah kemudian menggalangkan program penataan pedagang kaki lima yang
salah satunya merelokasi sejumlah pedagang kaki lima yang berjualan di tempat
yang mengganggu pengguna fasilitas umum lainnya untuk kemudian di pindahkan
ke lokasi yang resmi. Kebijakan merokasi sejumlah pedagang kaki lima yang
dikembangkan oleh pemerintah kota mengalami beberapa hambatan antara lain:
a).Adanya perlawanan pedagang kaki lima 1) Melakukan demontrasi 2) Membentuk paguyuban 3) Mencari dukungan LSM dan mahasiswa
xliv
b). Lokasi yang tidak stratedis c). Kurangnya sosialisasi dari pemerintah. (Alisjahbana, 2006:103).
Penjelasan hambatan dalam relokasi diatas adalah sebagai berikut:
a. Adanya perlawanan pedagang kaki lima
Posisi kaum miskin perkotaan semakin lemah, hal ini dipengaruhi semakin
lebarnya disparitas distribusi pendapatan masyarakat. Masyarakat miskin
perkotaan semakin tidak berdaya, dalam arti semakin tidak mempunyai
kekuatan politik untuk mengekspresikan kepentingannya. Selain itu, rakyat
miskin semakin termarginalisasi, artinya tidak terdapat kesempatan lapangan
kerja atau kalaupun lapangan pekerjaan itu tersedia, bisa dipastikan tidak akan
menggunakan tenaga kerja mereka. Seluruh problematika tersebut disebabkan
oleh negara yang tidak menyediakan ruang tempat berjualan yang layak.
Akibatnya pedagang berjualan informal di lokasi yang illegal. Sektor informal
sebenarnya berperan terhadap sektor formal, baik sebagai tenaga yang murah
sektor formal, penyalur barang yang dihasilkan oleh sektor formal, pemasok
barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang relatif murah, dan berbagai
peran lainnya. Hanya saja karena mereka sering menduduki tanah orang lain,
tempat-tempat umum seperti trotoar, menciptakan kekumuhan, kemacetan lalu
lintas, bahkan melakukan tindakan kriminal, maka pemerintah sering
melakukan tindakan pembersihan ruang kota (penataan) dari pedagang
informal yang berada di pinggir-pinggir jalan. Penataan yang berupa relokasi
itu akhirnya melahirkan perlawanan dari pedagang kaki lima sehingga
relokasi pedagang kaki lima terkadang mengalami kegagalan. Bentuk-bentuk
perlawanan yang dilakukan pedagang kaki lima atas kebijakan relokasi yang
dikembangkan, meliputi:
1) Melakukan Demontrasi
Perlawananan secara terbuka, juga bisa berupa demontrasi. Perlawanan
jenis ini dapat dilihat misalkan ketika pedagang kaki lima di jalan
Radjiman akan dipindahkan ke lokasi baru di Notoharjo. Para pedagang
kaki lima melakukan demontrasi menolak relokasi. Dalam aksi demontrasi
tersebut ada empat tuntutan yang diajukan pedagang kaki lima antara lain,
xlv
menuntut menghentingkan proses pelaksanaan penataan pedagang kaki
lima, meninjau ulang kebijakan, membuat tim khusus evaluasi program
penataan pedagang kaki lima yang telah dijalankan, mengganti rugi
kepada pedagang kaki lima. (Solo pos 26 april 2007). Aksi demontrasi
tersebut bukan merupakan metode baru yang mereka lakukan. Adanya
tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat sering memicu
terjadinya unjuk rasa yang melibatkan sejumlah besar pedagang kaki lima,
bahkan dalam beberapa kasus melibatkan unsur-unsur masyarakat non-
pedagang kaki lima seperti mahasiswa dan LSM. Dari beberapa aksi
demontrasi tersebut, dapat dilihat bahwa kesadaran politik yang dimiliki
pedagang kaki lima semakin tinggi. Dalam hal ini pedagang kaki lima
telah menyadari haknya selaku warga negara untuk menyuarakan
aspirasinya. Terlepas dari adanya keterlibatan beberapa pihak luar, dalam
hal ini LSM, dalam hal ini aksi demontrasi tersebut, pedagang kaki lima
mulai dapat mengorganisasi dirinya untuk melakukan aksi-aksi yang
bersifat massif. Pada tatanan ini dapat dimaknai bahwa pedagang kaki
lima telah membangun kesadaran kolektif di antara mereka guna bersama-
sama menghadapi ketidakadilan yang ditunjukan oleh pemerintah.
2) Membentuk paguyuban
Untuk memperkuat posisi pedagang kaki lima dalam melakukan
aktivitasnya, banyak di antara pedagang kaki lima yang membuat
paguyuban. Organisasi pedagang kaki lima itu menjadi penting karena
dengan organisasi pedagang kaki lima bisa berbicara. Meskipun secara
umum pendidikan formalnya tidak tinggi, pedagang kaki lima adalah
manusia yang bisa diajak berbicara. Melalui organisasi tidak jarang asahan
sikap radikal tumbuh subur sehingga ikatan diantara mereka semakin
kokoh. Dari organisasi ini sumber kekuatan untuk melakukan perlawanan
terhadap pihak-pihak yang melakukan penekanan.
3) Mencari dukungan LSM dan mahasiswa
Ada berbagai keluhan yang disampaikan pedagang kaki lima terhadap
LSM maupun mahasiswa. Ada diantara mereka yang meminta kepada
xlvi
LSM atau mahasiswa untuk memperhatikan nasibnya ketika ada penataan
dan penertiban dari petugas Satpol PP.
“Terlepas kehadiran LSM dan mahasiswa ke lokasi berjualan pedagang
kaki lima untuk memperjuangkan kepentingan pedagang kaki lima dirasa
sangat membantu para pedagang untuk melawan kebijakan yang diberikan
oleh pemerintah. Kedatangan petugas ketika akan melakukan penataan
terhadap pedagang kaki lima mengalami banyak hambatan karena adanya
perlawanan dari pedagang kaki lima untuk menolak relokasi”.
(Alisjahbana, 2006: 103-129).
b. Lokasi yang Tidak strategis
Lokasi usaha merupakan arena tempat berdagang bagi pedagang kaki lima.
Penolakan pedagang kaki lima terhadap relokasi dikarenakan lokasi tersebut
tidak memiliki nilai ekonomi tinggi dan strategis untuk berjualan, sehingga
ketika pedagang direlokasi maka akan menjauhkan pedagang dari konsumen.
Maka ketika direlokasi pedagang kaki lima akan selalu menolak walau dengan
alasan apapun. Mereka akan tetap ditempatnya, walaupun setiap hari tempat
jualannya dipindahkan oleh petugas.
c. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah
Tidak adanya sosialisasi dari petugas ketika akan diadakan relokasi yang menyebabkan keengganan pedagang untuk dipindahkan. Kurangnya informasi terhadap pedagang kaki lima mengenai mengapa mereka perlu direlokasi ke tempat yang resmi dan bagaimana keadaan pedagang kaki lima setelah direlokasi apakah akan lebih menguntungkan pedagang kaki lima itu sendiri atau tidak. Sehingga ketika ada kebijakan relokasi pedagang menolak karena mereka belum tahu apakah setelah direlokasi akan meningkatkan pendapatan mereka. (Suryanto, 2007. http://bimaconsept.wordpress.com).
5. Solusi Relokasi Pedagang Kaki Lima
Melihat berbagai kegagalan yang dialami pemerintah dalam upayanya
untuk merelokasi pedagang kaki lima maka menurut Alisjahbana (2006: 202)
dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa untuk menata pedagang kaki lima maka
pemerintah perlu melakukan koalisi dengan pedagang kaki lima itu sendiri dengan
cara:
xlvii
a. Melibatkan pedagang kaki lima dalam setiap pembuatan kebijakan yang mengatur pedagang kaki lima dengan menggunakan pendekatan society partisipatory development. Dengan demikian pedagang kaki lima merasa memiliki dan merasa bertanggung jawab atas peraturan itu. Dengan perasaan ikut memiliki dan bertanggung jawab tersebut maka tidak ada alasan bagi pedagang kai lima untuk mengingkari peraturan yang telah dibuatnya sendiri. Pendekatan partisipatoris juga perlu dilakukan ketika hendak melakukan relokasi pedagang kaki lima.
b. Pemerintah hendaknya menampung dan menginventarisasi sekaligus menindaklanjuti seluruh keluhan pedagang kaki lima. Dengan begitu pedagang kaki lima merasa didengarkan suaranya dan diakui eksistensinya.
c. Mengganti model penataan yang selama ini dilakukan: pengrusakan yang bersifat represif hendaknya diubah menjadi himbauan yang bersifat persuasif, relokasi yang diyakini pedagang kaki lima menjauhkan pedagang kakai lima dengan pelangganya menjadi formalisasi yang mampu mendekatkan pedagang kaki lima dengan pelanggannya, sekaligus menambah pendapatan pedagang kaki lima. Untuk melakukan formaliasasi, perlu diambil kebijakan yang mewajibkan penagnggung jawab pasar swalayan, perkantoran dan tempat-tempat hiburan untuk menyediakan ruang khusus pedagang kaki lima, sehingga pedagang kaki lima tidak meluap ke jalan-jalan yang bisa mengganggu ketertiban lalu lintas, kebersihan, dan keindahan kota.
Untuk mencegah timbulnya perlawanan pedagang kaki lima ketika
direlokasi, pemerintah hendaknya mengambil langkah preventif yang efektif
secara terus menerus, dengan cara melakukan pemantauan di lapangan, dan
kemudian menindak sedini mungkin jika terjadi pelanggaran hukum atas daerah-
daerah tertentu yang dinyatakan daerah bebas pedagang kaki lima. Dengan kata
lain penataan tidak dilakukan secara temporer, tetapi berjalan rutin, terprogram,
dan berkelanjutan. Upaya preventif secara dini, bisa dilakukan dengan cara
meningkatkan kinerja aparat termasuk meningkatkan peran dari kelurahan dan
kecamatan.
6.Tinjauan Kontribusi
Menurut E.M Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja (2003: 486) “kontribusi
adalah sumbangan, uang, iuran, kepada organisasi atau perkumpulan dan
sebagainya ”. Sedangkan kontribusi menurut John M. E Chols dan Hassan
Shadaly (2000: 307) adalah “Contribution” yang berarti ”sumbangan, iuran,
menerima/mengumpulkan sumbangan ”.
xlviii
Bagi pemerintah kota, sebenarnya pedagang kaki lima merupakan mitra kerja utama karena mereka memberi kontribusi pada distribusi pendapatan dan pembukaan lapangan kerja, tidak hanya terhadap lingkungan sekitarnya namun juga pada pelaku industri kecil yang berperan sebagai supplier mereka dan pedagang kaki lima juga memberikan kontribisi bagi PAD. (Sukawi, 2006. http://www.kompas.com). Jika dikelolah secara baik, retribusi yang disetorkan dari pedagang kaki lima sangat potensial menambah pundi-pundi kas daerah. Di negara maju, pedagang kaki lima bahkan memberikan kontribusi berarti pada devisa negara melalui ketaatan membayar berbagai kewajiban pajak. Sebagai gantinya, pemerintah menyiapkan sarana yang memadai sehingga mereka merasa nyaman mencari nafkah. (Subagyo, 2007. http://www. pontianakpost.com). Dengan majunya peradaban suatu negara dan mengarah untuk menjadi
negara modern, maka tatanan keuangan negara juga berangsur baik dan teratur.
Apalagi sekarang sudah diberlakukan otonomi daerah, sehingga daerah dituntut
untuk membiayai pelaksanaan urusan rumah tangganya sendiri. Dengan adanya
hak otonomi kepada daerah maka diperlukan penyusunan anggaran pendapatan
dan belanja daerah atau APBD. Kemampuan keuangan daerah merupakan faktor
yang sangat penting dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan, mengingat
kebutuhan akan pembangunan dan belanja daerah harus dicukupi oleh pemerintah
daerah itu sendiri, maka perlu diupayakan untuk mendapatkan sumber-sumber
keuangan daerah sehingga dalam perencanaan program dan kegiatan yang
dilakukan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Supaya hal tersebut dapat
terwujud, maka setiap pemerintah daerah perlu mempunyai sumber pendapatan
asli daerah yang cukup memadai selain bantuan pemerintah pusat untuk
membiayai pelaksanaan kegiatan otonominya, dan pendapatan tersebut harus
berasal dari sumber pendapatan yang sah.
Salah satu penyumbang pendapatan asli daerah yaitu pedagang kaki lima yang mampu memberikan kontribusi dalam bentuk penyetoran retribusi yang cukup besar dalam kaitannya dengan pendapatan asli daerah, walaupun kontribusi (retribusi) yang diberikan tidak sebanding jika mengukurnya dengan pengusaha supermarket, minimarket, toko grosir dan sebagainya, hal ini karena pedagang kaki lima tidak memiliki bentuk badan usaha, mereka berusaha dengan permodalan yang sedikit, apabila pemerintah kota dapat menggali potensi pedagang kaki lima dan
xlix
dapat menata di suatu areal dimana lokasinya mudah dijangkau oleh masyarakat, oleh transportasi serta bersih, maka diharapkan pedagang kaki lima dapat mendatangkan pendapatan asli daerah yang besar bagi pemerintah kota. (Suryanto, 2007. http://bimaconcept.wordpress.com). Berkaitan dengan pedagang kaki lima, maka dengan penyedian akses
pemukiman dan ruang tempat berjualan yang layak serta penataan yang baik dari
pemerintah diharapkan keberadaan pedagang kaki lima akan memiliki potensi
nilai tambah terhadap pendapatan asli daerah. Kontribusi pedagang kaki lima
terhadap pendapatan asli daerah sendiri dapat dilihat dari pemberian retribusinya,
yang mana retribusi dari pedagang kaki lima tersebut dapat dijadikan sumber
pemasukan daerah dan digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan pembangunan
daerah.
Dengan demikian kontribusi adalah sumbangan atau iuran dari
perorangan atau masyarakat yang berwujud pengumpulan uang dan bisa berupa
pungutan-pungutan maupun pajak yang diberikan kepada pemerintah atau
lembaga yang lebih tinggi.
7. Tinjauan Pendapatan Daerah
Kegiatan penyelenggaran pemerintahan di daerah harus didukung oleh
kemampuan aparatur dan kemampuan keuangan daerah. Karena hampir semua
kegiatan penyelenggaraan pemerintah tidak satu pun yang tidak membutuhkan
biaya. Makin besar jumlah uang yang tersedia makin besar pula kemungkinan
kegiatan/pekerjaan yang dapat dijalankan. Seperti pendapat Josef Riwu Kaho
(1988: 123) yang menyatakan bahwa:
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah tanggannya Daerah membutuhkan dana atau uang. Mahalnya biaya penyelenggaraan otonomi daerah dan harus ditanggung
oleh daerah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), maka
l
penyerahan kewenangan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah
haruslah disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiyaan. Daerah harus
mampu menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah, di samping
didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta
antara provinsi dan kabupaten/kota.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa salah satu syarat untuk
dapat menciptakan suatu pemerintahan daerah yang baik dan yang dapat
melaksanakan tugas otonominya dengan baik, maka faktor keuangan adalah
mutlak diperlukan. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan ini Pamudji
(dalam Josef Riwu Kaho, 1988:124) menegaskan bahwa:
Pemerintah daerah tidak akan melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tampa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan….Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam membahas keuangan daerah maka tidak bisa lepas dari masalah
pendapatan daerah yang digunakan dalam membiayai penyelenggaraan tugas
pemerintah dan pembangunan daerah.
Pengertian Pendapatan Daerah menurur UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah, Bab1, pasal 1 Ayat (15) adalah semua hak daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dalam Pasal 157 disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari:
1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu (a) Hasil pajak daerah (b) Hasil retribusi daerah (c) Hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan
2. Dana perimbangan 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. (Dedy Supriadi Baratakusuma dan
Dadang Solihin, 2002: 63)
Sedangkan menurut Rozali Abdullah, S.H (2002: 46), sumber
pendapatan daerah meliputi:
li
1. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari (a) Hasil pajak daerah (b) Hasil retribusi daerah (c) Hasil Perusahaan Milik Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
dipisahkan. 2. Dana perimbangan terdiri dari:
(a) Bagian daerah dari pajak bumi dan bangunan, bea peralihan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam
(b) Dana Alokasi Umum (c) Dana Alokasi Khusus
3. pinjaman daerah Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Daerah, Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri dan luar negeri untuk membiayai sebagian anggaran belanja daerah. Pinjaman dari dalam negeri harus diberitahukan kepada pemerintah pusat dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan pinjaman dari luar negeri harus mendapat persetujuan dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan perundang-undangannya.
4. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan asset tetap Daerah dan jasa giro.
8. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan
daerah yang penting sebagai sumber pembiayaan tugas pemerintah dan
pembangunan daerah. Dengan memanfaatkan sumber keuangan dari PAD, daerah
akan lebih leluasa dalam mewujudkan pembangunan daerah yang telah
direncanakan. Hal ini karena tidak ada daerah yang mampu mengelola dirinya
sendiri, meski memiliki dukungan politik, organisasi, dan manusia, jika tidak
memiliki kemampuan ekonomi maka pembangunan tidak bisa berjalan dengan
baik sesuai target yang telah ditetapkan. Berhubung biaya penyelenggaraan
pemerintah daerah harus ditanggung oleh daerah melalui Anggaran Belanja
Pendapatan Daerah, maka penyerahan kewenangan pemerintah dari pemerintahan
pusat kepada Pemerintah daerah haruslah disertai dengan penyerahan dan
pengalihan pembiayaan. Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan
yang ada di daerah, disamping didukung oleh perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten
lii
Mengenai masalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, selama ini merupakan salah satu sumber keresahan di daerah, karena
masyarakat di daerah merasa diberlakukan secara tidak adil oleh pemerintah
pusat. Kekayaan Daerah selama ini dikuras oleh Pemerintah Pusat dan rakyat di
daerah tetap dibiarkan hidup dalam kemiskinan. Rozali Abdullah (2002: 46-47)
menegaskan bahwa :
Pengalaman selama ini menunjukan bahwa hampir di semua Daerah keuangan yang potensial dikuasai oleh Pemerintah pusat. Prosentase pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif kecil. Pada umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan lain. Hal ini menyebabkan Daerah sangat tergantung kepada pemerintah pusat, sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas. Rendahnya PAD dari suatu daerah bukanlah disebabkan oleh karena secara struktural Daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan Pemerintah pusat. Untuk itu kepada daerah diberikan hak untuk menggali sumber
penghasilan sendiri yang sering disebut Pendapatan Asli Daerah. Pengertian
Pendapatan Asli Daerah menurut penjelasan UU No.33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pasal 3 (a) dijelaskan bahwa
“Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari hasil
pajak, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dan pelaksanaan otonomi
daerah sebagai perwujudan azas desentralisasi”.
Adapun yang termasuk sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
menurut Riant Nugroho D (2000: 110) meliputi:
a) Pajak Daerah Pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
b) Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah
liii
c) Perusahaan Daerah Sumber pendapatan Asli Daerah selanjutnya adalah perusahan daerah. Dalam hal ini, laba perusahaan Daerah yang diharapkan sebagai sumber pemasukan bagi daerah. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu pengelolaan perusahan daerah harus bersifat professional dan harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi secara umum, yakni efisien.
d) Lain-lain Pendapatan Asli yang dipisahkan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan komponen dari sumber PAD diluar pendapatan yang diperoleh dari pajak Daerah, retribusi daerah dan perusahaan daerah. Sumber PAD yang ini mencakup keseluruan penjualan, penerimaan bunga dari Bank-bank milik daerah, pengembalian upah pekerja pengembalian gaji pegawai, serta diluar penerimaan yang berasal dari dinas daerah.
Selanjutnya pendapat lain menyebutkan bahwa sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah, meliputi:
“ a. Hasil Pajak daerah
b. Hasil retribusi Daerah
c. Hasil perusahaan Milik Daerah, hasil pengelolaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah ”. (Rozali Abdullah, 2002: 46).
9. Tinjauan Retribusi Daerah
Sumber pendapatan asli daerah yang penting lainnya adalah retribusi
daerah. Pengertian retribusi daerah adalah “pungutan daerah sebagai pembayaran
atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik
daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah “.
(Riant Nugroho D, 2000: 110). Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota
Surakarta No 12 Tahun 1998 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
pasal 1(f), menyebutkan bahwa retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu
yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Pungutan Retribusi di Indonesia didasarkan pada UU No. 34 tahun 2000
tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam pasal 1, disebutkan bahwa
“Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
liv
ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan pribadi atau badan”.
Sedangkan menurut Dedy Supriadi Baratakusuma dan Dadang Solihin
(2002: 395) “retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian ijin tertentu yang khisus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan “.
10. Keterkitan Antara Pedagang Kaki Lima Dan Pendapatan Asli Daerah
Sebagai sektor informal pedagang kaki lima mampu menjadi katup-
katup pengaman ekonomi saat terjadi krisis ekonomi, hal ini terbukti bahwa
pedagang kaki lima mampu bertahan dan menampung korban PHK sehingga rasa
frustasi akibat kehilangan pekerjaan dapat teratasi. Pemerintah Kota Surakarta
melihat peran pedagang kaki lima yang sangat besar terhadap perekonomian
rakyat kecil merasa perlu konsep untuk mengelolanya menjadi suatu aset yang
positif bagi daerah.
Kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pembangunan
dan belanja daerah dapat dilihat dari sektor keuangan daerah yang bersangkutan.
Karena kemampuan keuangan ini merupakan salah satu indikasi penting guna
mengukur tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah, hal ini dapat dipahami
karena tidak mungkin bagi daerah untuk menjalankan berbagai tugas dan
pekerjaan secara efektif dan efisien dan memberikan pelayanan kepada
masyarakat tanpa tersedianya dana tersebut. Jika dalam pembiayaan belanja
daerah saja masih mengandalkan subsidi dari pemerintah pusat maka akan sulit
bagi daerah untuk berkembang dan melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu
diperlukan inisiatif daerah dalam menggali sumber-sumber keuangan sendiri,
salah satunya yaitu dari sektor retribusi pedagang kaki lima. Hal tersebut sesuai
dengan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 8 Tahun 2001 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 tahun 1998 Tentang
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah pasal 2 (1)” Setiap pemakaian tanah
daerah harus mendapat ijin lebih dahulu dari dinas pengelola atas nama
Walikota”. Dan Pasal 12 (2) “Retribusi pemakaian tanah ditepi jalan yang
lv
dikuasai daerah untuk pedagang kaki lima harus dibayar dimuka pada kas
pemerintah daerah lewat dinas pengelolaan pasar, tanah dipintu air Tirtonadi
dibayar lewat dinas pekerjaan umum”. Pedagang kaki lima termasuk jenis usaha
perseorangan yang menggunakan tanah daerah untuk itu pedagang kaki lima
diharuskan membayar retribusi kepada pemerintah daerah setempat. Dengan
pengelolaan potensi pedagang kaki lima secara efektif dan efisien sebagai salah
satu sumber pembiayaan pembangunan daerah diharapkan daerah dapat
merencanakan pembanguanan sesuai rencana dan mengurangi ketergantungan
dengan pemerintah pusat.
B. Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian
dari :
Nama : Eddy Suryanto HP
Judul : Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta Dalam
Penataan Pedagang Kaki Lima Menurut Peraturan Daerah
Nomor 8 Tahun 1995
Tahun : 2006
Hasil penelitian: Pedagang kaki lima yang melakukan usaha di sekitar Lapangan
Monumen Pejuang 45 Banjarsari Surakarta muncul
keberadaannya sejak pasca kerusuhan Mei 1998. Kehadiran
pedagang kaki lima di kota Surakarta pada umumnya
menunjukan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil dan
ternyata kegiatan para pedagang kaki lima itu ikut memberikan
peranan dalam kehidupan perkotaan. Kehadiran para pedagang
kaki lima ini dapat menunjang penyediaan lapangan kerja dan
merupakan pendapatan potensial bagi penduduk kota.
Keberadaan pedagang kaki lima ini merupakan sumber
pendapatan untuk mengisi kas daerah yang dipakai sebagai dana
bagi pembiayaan pembangunan daerah, seperti terbukti dengan
pemasukan retribusi dari pedagang kaki lima di kota Surakarta
lvi
tahun anggaran 1998/1999 diperkirakan masuk sebesar Rp.
125.766.560 setahun. Adapun kontribusi pedagang kaki lima di
lapangan Banjarsari sebesar 35 % ( Rp. 44.015.296,00). Dalam
hubungan keberadaan pedagang kaki lima di sekitar Monumen
Pejuang 45 Banjarsari, mereka melakukan kegiatan jual beli
barang bekas dan barang baru. Posisi pedagang kaki lima di
lokasi sekitar lapangan Monumen Banjarsari tidak memiliki ijin
usaha, ijin menempati lokasi dan ijij-ijin lainnya sesuai
ketentuan Pasal 3 Perda Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Penataan
dan Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima.
C. Kerangka Berpikir
Adanya krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia pertengahan
tahun 1997 mempengaruhi segala sektor kehidupan khususnya sektor
perekonomian, dimana muncul sektor informal yaitu pedagang kaki lima sebagai
akibat adanya kasus pemutusan hubungan kerja dan sulitnya mencari pekerjaan di
sektor formal yang mensyaratkan tingkat pendidikan dan keahlian tertentu,
sehingga menyebabkan penduduk mencoba bekerja di sektor informal yang salah
satunya menjadi pedagang kaki lima. Selain itu urbanisasi dari desa ke kota juga
merupakan salah satu penyebab munculnya sektor informal. Jumlah pedagang
kaki lima yang semakin membengkak dan memenuhi badan-badan jalan dan
trotoar menjadi problem yang harus di carikan solusi. faktor yang
melatarbelakangi pemerintah merelokasi sejumlah pedagang kaki lima yang
berada di tempat-tempat tidak resmi adalah, karena keberadaan pedagang kaki
lima yang dianggap sebagian orang merupakan problem sosial kota yang
mengganggu pengguna fasilitas umum, menimbulkan kemacetan lalu lintas, dan
kekumuhan. Tetapi dilain pihak kegiatan pedagang kaki lima tersebut ternyata
memberikan kontribusi yang besar dalam aktifitas ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat terutama masyarakat ekonomi lemah, serta untuk mendorong
pedagang kaki lima menjadi pengusaha formal. Selain itu kegiatan sektor informal
ini merupakan ciri ekonomi kerakyatan yang bersifat mandiri. (Suryanto,
lvii
2007.www.bimaconcept.wordpres.com). Mempertimbangkan keadaan dan potensi
tersebut, maka pemerintah merelokasi sejumlah pedagang kaki lima ke lokasi
yang resmi. Sebelum merelokasi pedagang kaki lima pemerintah menentukan
lokasi yang didasarkan pada pertimbangan mengenai tingkat kepadatan penduduk
lokal, keindahan lingkungan, jenis barang yang diperdagangkan, jumlah pedagang
kaki lima yang dapat ditampunng, peluang waktu yang tersedia berdagang tanpa
mengganggu lingkungan, jarak dari pasar dan tingkat pemakaian fasilitas umum
kota. Di lokasi resmi pemerintah membangun kios untuk sarana berdagang,
pemberian saluran listrik dan air, serta penyediaan MCK dan tempat sampah,
gerobak untuk sarana dan fasilitas usaha bagi pedagang kaki lima sehingga
pedagang kaki lima mau direlokasi. Bagi pedagang kaki lima relokasi merupakan
upaya menjauhkan pedagang dari pembeli sehingga karena itu dengan cara
apapun mereka tetap berjualan di tempat semula walaupun setiap hari tempat
berjualnya dipindahkan oleh petugas. Untuk itu relokasi sejumlah pedagang kaki
lima memiliki hambatan antara lain kurangnya sosialisasi dari petugas, adanya
perlawanan dari pedagang kaki lima yang berupa demontrasi oleh sejumlah
pedagang kaki lima, meminta dukungan LSM dan mahasiswa, membentuk
paguyuban. Selain itu pemilihan lokasi yang tidak strategis oleh pemerintah yang
dijadikan tempat relokasi menyebabkan pedagang kaki lima enggan direlokasi.
Melihat berbagai macam kegagalan yang dialami pemerintah dalam
upayanya merelokasi sejumlah pedagang kaki lima untuk itu pemerintah perlu
mencari penyelesaian yang terbaik yaitu, dengan memberikan sosialisasi kepada
pedagang kaki lima mengapa mereka perlu direlokasi ke tempat resmi, karena
sosialisasi memiliki peran penting sebelum membuat kebijakan relokasi terhadap
pedagang kaki lima. Selain itu relokasi akan berjalan dengan baik jika adanya
ketegasan dari pihak yang berwajib. Sedangkan untuk mencegah perlawanan dari
pedagang kaki lima pada waktu direlokasi maka pemerintah melakukan langkah
preventif yang efektif secara terus-menerus dengan cara melakukan pemantauan
di lapangan dan menindak sedini mungkin jika adanya pelanggaran hukum atas
daerah yang dinyatakan bebas pedagang kaki lima. Dengan adanya relokasi
pedagang kaki lima maka keberadaannya akan terasa rapi dan menciptakan
lviii
ketertiban kota sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah.
Karena selama ini pedagang kaki lima memberikan pemasukan kepada kas daerah
yang besar selain sektor formal dilihat dari pemberian retribusi setiap tahunnya.
Kebijakan relokasi pedagang kaki lima selain bertujuan menertibkan pedagang
kaki lima sesungguhnya bertujuan meningkatkan pendapatan pedagang dengan
cara memberikan pelatihan kerja, bantuan modal, fasilitas berdagang sehingga
akan berpengaruh pada peningkatan retribusinya.
lix
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi dan dilakukan di Surakarta yaitu
Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Pasar Kliwon.
Penelitian ini mengambil lokasi tersebut karena peneliti dapat memperoleh data
dan gambaran yang jelas sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu
Studi Relokasi Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Pada Pendapatan Asli
Daerah Kota Surakarta.
b. Waktu Penelitian
Untuk melaksanakan penelitian ini direncanakan waktu penelitian kurang
lebih 14 bulan yaitu mulai April 2007 sampai dengan Mei 2008. Secara rinci
dapat ditulis pada tabel No. 1 di bawah ini :
Tabel 1 . Jadwal Kegiatan Penelitian
2007 2008 No Kegiatan
Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr mei
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan
Proposal
3 Ijin Penelitian
4 Pengumpulan
Data
5 Analisis Data
6 Penyusunan
Laporan
38 39
lx
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
a. Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini bentuk yang akan digunakan adalah bentuk penulisan
diskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat,
pencatatan dokumen maupun arsip gambaran yang memiliki arti lebih dari
sekedar angka atau frekuensi dan memaparkan objek yang diteliti berdasarkan
faktah aktual yang terjadi pada masa sekarang.
Menurut Lexy J. Moleong (2001:4) yang mengutip pendapat Bogdan dan
Taylor, penelitian kualitatif adalah sebagai berikut “Metodologi kualitatif adalah
prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.
Penelitian deskriptif kualitatif yang dimaksudkan bahwa penelitian yang
dilakukan tidak menggambarkan angka atau jumlah pengukuran atau jumlah yang
memiliki perbandingan namun merupakan keterangan, konsep dan tanggapan atau
respon yang berhubungan dengan objek. Penulis mencoba menganalisis data yang
diperoleh agar dapat sedekat mungkin dengan bentuk aslinya pada waktu dicatat.
Penelitian ini berusaha untuk memecahkan permasalahan dengan cara
menghimpun data-data kualitatif baik berupa wawancara dengan informan, arsip,
atau dukumen sehingga dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai
bagaimana pelaksanaan relokasi pedagang kaki lima dan kontribusinya terhadap
pendapatan asli daerah Surakarta
b. Strategi Penelitian
Strategi dapat diartikan cara atau siasat berdasarkan rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran atau maksud tertentu. Oleh karena itu
strategi penelitian dapat dimaknai sebagai cara, metode, atau pendekatan yang
direncanakan secara cermat untuk menjawab permasalahan penelitian sehingga
tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Sutopo H.B (2002: 42) mengatakan:
Dalam perkembangannya, riset kualitatif juga menyajikan bentuk yang tidak sepenuhnya holistik, tetapi dengan kegiatan penyimpulan data yang terarah, berdasarkan tujuan dan pertanyaan-pertanyaan riset yang terlebih
lxi
dahulu sering disebut dalam proposolnya. Penelitian ini sering disebut riset terpancang (embledded gualitation research), atau juga lebih populer dengan penelitian studi kasus. Untuk itu maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini,
dapat mengandung pengertian sebagai berikut: tunggal yang artinya hanya dalam
satu lokasi yaitu Kotamadya Surakarta. Sedangkan terpancang artinya hanya pada
tujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pedagang kaki lima terhadap
PAD kota surakarta setelah adanya relokasi ke tempat yang baru dan adakah
peningkatan pendapatan dari pedagang kaki lima setelah direlokasi.
C. Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan,
tempat dan peristiwa serta dokumen dan arsip. Ini sesuai dengan pendapat Lofland
dalam bukunya Lexy J. Moleong (2001:12). ”sumber data yang pertama dalam
penelitian kualitatif adalah adalah kata-kata, tindakan selebihnya adalah tambahan
seperti dokumen dan lain-lain”. Untuk sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa:
1. Informan
Untuk mendapat informasi dan data yang diperlukan diperoleh dengan
cara atau teknik wawancara kepada informan yang lebih tahu dan berpengalaman
dan juga informan yang terlibat langsung dalam kasus penelitian ini sehingga bisa
membantu dalam pengumpulan data.
Adapun informan dalam penelitian ini antara lain:
a. Staf dipenda Surakarta, Agung Haris P
b. Ketua Pembina Dinas Pedagang Kaki Lima Bambang Santoso Wiyono, S.H,
MM
c. Kasi Pembinaan Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima, Arif Darmawan S.sos
d. Kasi Penertiban Dinas Pedagang Kaki Lima, Dwi Susetyo
e. Staff Dinas Pengelola Pasar , Satria Teguh S
f. Pedagang Kaki Lima Notoharjo, Kadipolo jalan Dr. rajiman
lxii
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat penelitian yang peneliti lakukan adalah tempat dimana dapat
memperoleh data mengenai pendapatan asli daerah kota Surakarta yaitu di Dinas
Pendapatan Asli Daerah kota Surakarta, retribusi pedagang kaki lima yaitu di
dinas Pengelolaan Pedagang kaki Lima dan Dinas Pengelola Pasar, data mengenai
jumlah pedagang kaki lima di daerah Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Laweyan,
dan Kecamatan Pasar Kliwon di Kantor Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima.
Sedangkan yang dimaksud peristiwa adalah penyuluhan dari pemerintah terhadap
pedagang kaki lima untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sesuai dengan
Peraturan Daerah No 5 Tahun 1998, tentang Pedagang Kaki Lima, dan Keputusan
Walikota Surakarta No.2 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tingkat II
Surakarta No. 8 Tahun 1998 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima, peneliti juga mengamati secara langsung para pedagang kaki lima.
3. Dokumen
Penelitan yang peneliti lakukan pada dasarnya berbentuk deskriptif
kualitatif, maka tidak dapat dihindari dalam penelitian ini dibutuhkan dokumen
atau arsip-arsip. Adapun dokumen yang peneliti pergunakan adalah:
a. Perda No. 8 Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan Terhadap
Pedagang Kaki Lima
b. Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 12 tahun 2001 Tentang Penataan
Pembinaan terhadap Pedagang Kaki Lima
c. Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 12 tahun 2001 Tentang Retribusi
Pemakaian Kekayaan Daerah
d. Keputusan walikota Surakarta No.8 Tahun 2001 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 12 tahun 2001 Tentang
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Adapun arsip-arsip yang relevan dan menunjang dalam penelitian ini
antara lain :
a. Laporan jumlah pedagang kaki lima
b. Laporan realisasi pendapatan daerah (retribusi dari pedagang kaki lima) kota
Surakarta tahun 2005, 2006, 2007, 2008
lxiii
c. Laporan Penerimaan Retribusi Notoharjo 2007-2008
d. Laporan Penerimaan Retribusi pedagang kaki lima Banjarsari, Kadipolo jalan
Dr. Rajiman 2005, 2006.
D. Teknik Sampling (Cuplikan)
Dalam penelitian kualitatif Terdapat tiga macam teknik sampling, yakni
time sampling, purpose sampling dan snowball sampling. Karena penelitian ini
adalah penelitian kualitatif maka pengambilan sampel harus sesuai dengan tujuan
dan kebutuhan. Untuk ini teknik sampel yang digunakan adalah purpose sampling
atau sampel bertujuan karena dianggap lebih mampu menangkap ke dalam data
karena penelitian ini tidak dimaksudkan untuk generalitas tetapi untuk
memperlihatkan studi dalam konteks tertentu.
Menurut Sutopo H.B (2002: 185), ”Purposive Sampling yaitu teknik
mendapatkan sampel dengan memilih individu yang dianggap mengetahui
informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi
sumber data”.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka penelitian ini, cenderung
memilih informasi dari orang orang-orang yang dijadikan informan kunci (key
informan) disini dapat dipercaya.
Secara purposive diambil responden dari:
e. Staf dipenda Surakarta, Agung Haris P
f. Ketua Pembina Dinas PPKL, Bambang santoso Wiyono, SH, MM
g. Kasi Pembinaan Dinas PPKL, Arif Darmawan S.sos
h. Kasi Penertiban Dinas PPKL, Dwi Susetyo, S. Sos
i. Staff Dinas Pengelola Pasar, Satria Teguh S
j. Pedagang Kaki Lima Notoharjo, Kadipolo jalan. Dr. rajiman
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam peneliti kualitatif ini maka pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik sebagai berikut:
lxiv
1. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis berlandaskan pada tujuan
penelitian. Lexi. J Moleong (2001: 35) mendefinisikan wawancara adalah
”Percakapan dengan maksud percakapan itu dilakukan dengan dua pihak yaitu
pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara
(Interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.
Dalam melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menyusun daftar
pertanyaan yang akan ditanyakan kepada nara sumber. Hal ini agar informasi
yang diperoleh akurat dan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dimana
informasi yang diperoleh setelah menemui nara sumber.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan cara antara lain:
a. Menggunakan metode diskusi yaitu antara informan dengan peneliti
b. Peneliti memberikan pertanyaan kepada informan mengenai pokok-pokok
permasalahan
c. Informan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.
d. Peneliti memberikan feedback atas jawaban dari informan mengenai
permasalahan yang belum jelas
e. Informan kembali menjelaskan feedback dari peneliti
f. Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti kembali menegaskan jawaban
yang diberikan oleh informan serta peneliti menanyakan kembali jawaban
yang peneliti belum pahami.
g. Wawancara diakhiri setelah peneliti benar-benar mendapatkan data yang
dianggap peneliti mendukung penelitiannya.
(Adapun pedoman wawancara dan hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 1
dan 2).
2. Observasi
Dalam peneliti ini digunakan observasi non-partisipasi atau tidak berperan
serta dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh
objek penelitian. Peneliti dalam hal ini hanya bermain di luar sistem. Peneliti
lxv
mengamati seluruh kegiatan dengan mencatat seluruh keterangan yang di dapat
selama observasi.
3. Analisis Dokumen
Dalam hal ini peneli mengumpulkan arsip-arsip dan dokumen-dokumen
yang relevan dengan masalah penelitian. Dokumen yang telah telah terkumpul
kemudian dipilah-pilah menjadi beberapa bagian, hal ini dilakukan untuk
menentukan data mana yang dapat dipakai dan data mana yang tidak dapat
dipakai. Peneliti ini memilih dokumen dalam beberapa bagian, meliputi:
a. Dokumen yang memuat dasar hukum tentang pengaturan keberadaan
pedagang kaki lima, yaitu peraturan Daerah Surakarta No 8 Tahun 1995
Tentang Penataan dan Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima dan Surat
Keputusan Walikotamadya Surakarta No 2 Tahun 2001 Tentang Penataan
dan Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima.
b. Dokumen yang memuat dasar pembentukan kantor pengelolaan pedagang
kaki lima, Surat Keputusan Walikota Surakarta No 14 Tahun 2001 Tentang
Pedoman dan Uraian Tugas Kantor Pengelolaan Pedagang Kaki Lima.
c. Peraturan Daerah Surakarta No 6 Tahun 2001 Tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Perangkat Pemerintah Kota Surakarta.
d. Peraturan Daerah Surakarta No 12 Tahun 2001 Tentang Retribusi
Pemakaian Kekayaan Daerah.
F. Validitas Data
Data yang digali, dikumpulkan dalam kegiatan penelitian, harus
diusahakan kemantapan kebenarannya, sehingga memperoleh data yang valid.
Ada beberapa cara untuk mengembangkan validitas data yang diperoleh. Sutopo
H. B (2002: 77) mengungkapkan ada tiga macam utama, yaitu:
1. Trianggulasi, merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomologi yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu pandang.
2. Informan Review, yaitu laporan penelitian direview oleh informan (key informan) untuk mengetahui apakah yang ditulis merupakan suatu yang dapat disetujui mereka.
lxvi
Dalam penelitian ini digunakan metode trianggulasi data, dan Informan
Review .Trianggulasi data menurut Moleong (2001: 174) adalah ”teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfatkan sesuatu yang lain dari luar data
itu”. Ada beberapa macam trianggulasi, seperti yang dikemukakan Patton yang
dikutip H.B Sutopo (2002: 77), bahwa ada empat macam teknik trianggulasi
yaitu” (1) Trianggulasi data (data trianggulation); (2) Trianggulasi peneliti
(investigator trianggulation); (3) Trianggulasi metodologis (methodologis
trianggulation); (4) Trianggulation teoritis (teoritica trianggulation). (Adapun
trianggulasi data dapat dilihat pada lampiran 3).
Jadi untuk menguji keabsahan data yang terkumpul peneliti mengambil
data yang sama dari sumber yang berbeda, dalam pelaksanaannya peneliti
mewancarai instansi-instansi yang terkait dengan pelaksanaan relokasi pedagang
kaki lima di taman Monumen Banjarsari dan Kadipolo jalan Dr. Radjiman yaitu
Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima dan Dinas Pengelola Pasar selain itu
peneliti juga mencari data dilapangan dengan melakukan wawancara dengan
pedagang kaki lima selaku pelaku relokasi, Selain itu juga diperoleh sumber data
dari lokasi penelitian yaitu Banjarsari, Notoharjo, peristiwa penyuluhan dari
Pemerintah Surakarta tehadap pedagang kaki lima tentang relokasi dan dokumen
yang memuat peraturan tentang pedagang kaki lima yaitu Perda No 8 Tahun 1995
Tentang Penataan dan Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki lima. Disamping itu
uji keabsahan data juga dilakukan dengan informan review. Dalam hal laporan
penelitian ini direview oleh pedagang kaki lima Notoharjo, ketua Pembina
Pedagang Kaki Lima Bambang Santoso Wiyono, S.H, MM, kasi Pembinaan
pedagang Kaki Lima Arif Darmawan, S.sos, kasi Penertiban Dwi Susetyo, S.sos,
Staff Dinas Pengelola pasar Satria Teguh Santosa.
G. Analisa Data
Sutopo H.B (2002:91) berpendapat bahwa “dalam proses analisis data
terdapat 4 komponen utama yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif.
lxvii
Empat komponen utama itu adalah : (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3)
sajian data, (4) penarikan kesimpulan / verifikasi “.
1. Pengumpulan Data
Merupakan kegiatan memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat
yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara dan dokumen. Data
yang diperoleh masih berupa data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan
analisis agar data menjadi teratur.
2. Reduksi Data
Menurut H.B Sutopo (2002 : 92) berpendapat bahwa “Reduksi data adalah
bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa
sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan”.
3. Sajian Data
Merupakan rakitan organisasi informasi yang memungkinkan riset dapat
dilakukan. Sajian data dapat berupa matriks, gambaran atau skema, jaringan kerja
kegiatan dan tabel. Semuanya dirakit secara teratur guna mempermudah
pemahaman informasi.
4. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi
Kesimpulan akhir diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan
data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa pengulangan dengan
melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat
dan bisa dipertanggungjawabkan.
lxviii
Berdasarkan model analisa tersebut, apabila digambarkan adalah sebagai
berikut :
Gambar 1. Model Analisis Interaktif (Sutopo, H.B 2002 : 96)
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah penelitian dari awal
hingga akhir sebagai berikut :
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini terbagi dalam enam kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Menyusun rencana penelitian
b. Memilih lapangan penelitian
c. Mengurus perijinan
d. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
e. Menyiapkan perlengkapan penelitian
f. Memilih dan memanfaatkan informan
2. Tahap Pengumpulan Data
a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan
b. Memasuki lapangan
c. Berperan serta dalam mengumpulkan data dari informan
d. Mencari informasi melalui pengamatan praktek di lapangan
2 Reduksi data
1 Pengumpulan data
4 Verifikasi / pengambilan
kesimpulan
3 Sajian Data
lxix
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini penulis melakukan beberapa kegiatan yang berupa mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengorganisasikan
data.Kemudian setelah itu data yang sudah terkumpul, maka data tersebut akan
dianalisis untuk mengetahui permasalahan ynag diteliti sehingga dapat ditemukan
tema dan dirumuskan dugaan sementara ataupun adanya temuan studi.
4. Tahap Penulisan Laporan
Setelah tahap penganalisaan data, maka langkah yang akan dilakukan
selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti kemudian
hasil dari penelitian tersebut nantinya akan ditulis dalam bentuk laporan.
lxx
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografi
Monumen 45 Banjarsari atau lebih terkenal dengan sebutan Monjari
merupakan salah satu Monumen yang bersejarah di Kota Surakarta. Monumen 45
Banjarsari sendiri terletak di wilayah kecamatan Banjarsari yang memiliki batas-
batas wilayah:
a. Sebelah Utara : Berbatasan kecamatan Laweyan
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan kecamatan Jebres
c. Sebelah Selatan :Berbatasan dengan kecamatan Karanganyar dan
Boyolali
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan kecamatan Boyolali.
Luas wilayah Banjarsari adalah 14,81 km2 terlelak pada ketinggian 92
meter diatas permukaan laut dengan iklim dan suhu ± 26°C. Menurut sensus
penduduk jumlah penduduk Banjarsari adalah 137161 dengan rincian penduduk
perempuan 69346 ribu jiwa dan penduduk laki-laki 67815 ribu jiwa. (Sumber
Pusat Statistik Kota Surakarta Tahun 2007).
Kadipolo (jalan Dr. Rajiman ) Laweyan merupakan kelurahan diantara
kelurahan yang ada di kecamatan Laweyan yang memiliki batas-batas wilayah:
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan kecamatan Banjarsari
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan kecamatan Sukoharjo
c. Sebelah Selatan :Berbatasan dengan kecamatan Serengan
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan kecamatan Serengan
Luas wilayah Laweyan adalah 8,64 Ha terletak pada ketinggian 92
meter diatas permukaan laut dan merupakan daratan dengan tingkat kelembapan
sedang. Jumlah penduduk Laweyan adalah 10897 ribu jiwa yang terdiri dari
55792 ribu jiwa penduduk perempuan 54165 ribu jiwa penduduk laki-laki.
(Sumber Pusat Statistik Surakarta 2007).
49
lxxi
Pasar Klitikan Semanggi (Notoharjo) merupakan salah satu kelurahan
yang ada di wilayah kecamatan Pasar kliwon yang memiliki batas-batas wilayah:
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan kecamatan Banjarsari dan
kecamatan Jebres
b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo
c. Sebelah Selatan :Berbatasan dengan kecamatan Serengan dan
Kabupaten Sukoharjo
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan kecamatan serengan dan
kecamatan Banjarsari.
Luas wilayah kecamatan Pasar Kliwon adalah 4,82 Ha terletak pada
ketinggian 92 meter diatas permukaan laut dan merupakan dataran dengan tingkat
kelembapan sedang dan memiliki iklim panas dengan suhu maksimum ± 32 °C
dan suhu minimum ± 24,2 °C.
Menurut sensus penduduk jumlah penduduk kecamatan Pasar Kliwon
asdalah 87.508 ribu jiwa yang terdiri dari 42.986 ribu penduduk laki-laki dan
44.612 ribu jiwa penduduk perempuan. (Sumber : Pusat Statistik Kota Surakarta
2007).
2. Keadaan Sektor Informal
Keberadaan pedagang kaki lima di Monumen Banjarsari, Kadipolo
(Laweyan) dan Semanggi (Pasar Kliwon) yang dipinggirkan sangatlah mudah
untuk ditelusuri. Karena teramat mudah bahkan begitu mudahnya hampir tidak
ada satu pun celah gang atau trotoar di kota ini yang terlewatkan akan keberadaan
pedagang kaki lima. Jumlah pedagang tiap tahun mengalami kenaikan di
kecamatan Banjarsari sendiri tahun 2006 jumlah PKL 2526 dan di kecamatan
pasar Kliwon 937 sedangkan di kecamatan Laweyan 919. (Wawancara dengan
Bapak Arif Darmawan, 13 Maret 2008). Hal ini menandakan jumlah pedagang
kaki lima semakin hari jumlahnya kian bertambah banyak bukannya menyusut,
yang melatarbelakanginya karena lapangan usaha ini tidak memerlukan modal
yang besar, keterampilan yang tinggi, relatif mudah dilakukan oleh berbagai
kelompok masyarakat, tidak menuntut pendidikan minimum tertentu. Untuk dapat
lxxii
bekerja sebagai pedagang kaki lima yang dibutuhkan adalah daya tahan dan
semangat.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa di Kota Surakarta
pertumbuhan pedagang kaki lima mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan
sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal yang mensyaratkan keahlian dan
pendidikan tertentu. (wawancara dengan pedagang 13 April 2008).
Sumber : Kantor Pengelola Pedagang Kaki Lima.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
1. Faktor-Faktor Yang melatarbelakangi Relokasi Pedagang Kaki Lima
Berdasarkan Perda Kota Surakarta No. 12 Tahun 2001 Tentang
Penataan dan Pembinaan Pedagang kaki lima Pasal 4 ayat 2 bahwa ” Pemerintah
atau Walikota berwenang untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus
lokasi pedagang kaki lima dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi,
ketertiban dan kebersihan lingkungan sekitarnya. Relokasi pedagang kaki lima
yaitu memindahkan pedagang yang semula berjualan di pinggir jalan, trotoar, dan
taman yang merupakan lokasi terlarang untuk berdagang ke lokasi resmi yang
telah ditentukan oleh pemerintah kota atas dasar estetika atau ekonomis. Faktor-
faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima adalah sebagai berikut:
a. Jumlah pedagang kaki lima banyak
Jumlah pedagang kaki lima kian hari bertambah banyak sehingga
menimbulkan permasalahan yaitu kemacetan lalu lintas, rusaknya lingkungan,
ketidaknyamanan dan sebagainya sehingga untuk mengatasi hal ini
pemerintah mengeluarkan kebijakan relokasi yaitu memindahkan pedagang
yang semula berjualan di Monumen Banjarsari ke Notoharjo. (Wawancara
dengan bapak Arif Darmawan 13 Maret 2008). (Adapun denah los pasar
Notoharjo dapat dilihat dalam lampiran 4). Senada yang dikemukakan oleh
Bapak Bambang Santoso, jumlah pedagang kaki lima yang banyak dan
menempati areal lokasi yang terlarang sehingga menimbulkan dampak positif
dan negatif. Dampak positifnya adalah kegiatan ini memberikan kontribusi
yang besar dalam aktifitas ekonomi menyerap tenaga kerja dan mengurangi
lxxiii
pengangguran. Sedangkan dampak negatifnya adalah menimbulkan
permasalahan lingkungan, kemacetan lalu lintas. Sedangkan masyarakat
menilai bahwa tindakan pemerintah untuk merelokasi pedagang kaki lima
sudah benar karena jumlah pedagang kaki lima yang bertambah banyak
menimbulkan permasalahan, untuk itu dengan adanya kebijakan relokasi
maka hak-hak pengguna jalan dapat terlindungi (Wawancara dengan Ibu
Sumini 24 mei 2009). Selain itu untuk menciptakan keindahan dan ketertiban
Monjari di kota Surakarta diperlukan sikap tegas dari pemerintah untuk
menata (merelokasi) pedagang kaki lima yang jumlahnya semakin banyak.
(Wawancara dengan Ana, 24 Mei 2009). Akan tetapi menurut pedagang
jumlah pedagang di Monumen Banjarsari kian hari bertambah banyak
dikarenakan lokasi Monumen Banjarsari merupakan lokasi yang strategis
untuk berjualan selain itu adanya pedagang baru tidak dianggap saingan dan
warga sekitar daerah tersebut tidak ada yang mengeluh dengan keberadaan
pedagang disini sehingga kebijakan relokasi hanya upaya Pemerintah untuk
menjauhkan pembeli. (Wawancara dengan pedagang, 13 April 2008).
(Adapun denah Monumen banjarsari dapat dilihal dalam lampiran 5) Lokasi
Monjari yang strategis yang menjadikan pedagang semakin banyak berdagang
di daerah ini. (wawancara dengan pedagang, 13 April 2008). Berdasarkan
Perda No 8 Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki
Lima maka pemerintah memiliki kewajiban melindungi dan memberikan
kesejahteraan terhadap pedagang kaki lima. Dan kebijakan relokasi
merupakan salah satu wujud perlindungan pemerintah terhadap pedagang kaki
lima. Perlindungan yang diinginkan pedagang kepada pemerintah yaitu
pedagang kaki lima sebagai sektor informal memperoleh pengakuan legalitas
usahanya dan pengakuan yang sama dan sejajar dengan pelaku ekonomi
lainnya. (Wawancara dengan pedagang 13 April 2008). (Adapun Perda No 8
Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima
dapat dilihat dalam lampiran 6). Perlindungan yaitu memberikan pengakuan
yang sah secara hukum sebagai pelaku ekonomi sedangkan kesejahteraan
yaitu penyediaan fasilitas pendukung terhadap pedagang kaki lima
lxxiv
supaya dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan yang
berupa bantuan modal keuangan, manajemen usaha, kios dan sebagainya hal
ini sesuai dengan Peraturan Daerah No 8 tahun 1995 Tentang Penataan dan
Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima. (Wawancara dengan bapak Arif
Darmawan, 13 Maret 2008)
b. Menempati Lokasi yang dilarang sebagai areal dagang
Berdasarkan surat keputusan Walikota Surakarta No 1 2 Tahun 2001 Tentang
Penataan dan Pembinaa Pedagang Kaki lima pasal 2 ”Untuk menjaga
ketertiban, keamanan, dan kebersihan di kota Surakarta dilarang
menggunakan tempat-tempat umum atau fasilitas umum termasuk tanggul,
taman pahlawan, sekitar bangunan tempat ibadah sebagai kegiatan pedagang
kaki lima”. Monumen Banjarsari dan pinggir jalan di Kadipolo merupakan
tempat umum yang terlarang untuk berjualan, sehingga pedagang di lokasi
tersebut direlokasi ke lokasi resmi Notoharjo (wawancara dengan bapak Dwi
Susetyo, 13 Maret 2008). Sedangkan menurut pedagang kaki lima bahwa
sebenarnya pedagang kaki lima juga memahami apa yang mereka lakukan
tersebut melanggar dan mengganggu pengguna jalan karena berdagang di
lokasi yang terlarang untuk itu pemerintah merelokasi semua pedagang yang
menempati lokasi Monjari. (wawancara dengan pedagang, 13 April 2008).
Akan tetapi karena adanya tuntutan ekonomi sehingga pedagang kaki lima
dengan sengaja berjualan di pinggir jalan yang sebetulnya tidak diperbolehkan
untuk berjualan. (Wawancara dengan pedagang, 10 April 2008). Sedangkan
menurut masyarakat keberadaaan taman Moumen Banjarsari sebagai taman
bersantai warga Solo memang harus dijaga keindahannya untuk itu pedagang
yang menempati lokasi tersebut perlu diatur keberadaannya sehingga tidak
mengganggu kepentingan umum. (wawancara dengan Sari, 24 Mei 2009).
Sedangkan pedagang yang berjualan di pinggir jalan Dr. Radjiman
keberadaannnya juga sangat menggaggu pengguna jalan untuk itu tindakan
pemerintah merelokasi pedagang kaki lima adalah benar. (wawancara dengan
Retno, 24 2009).
lxxv
c. Adanya Potensi Ekonomi yang besar dari pedagang kaki lima sebagai
penyumbang PAD
Secara ekonomi keberadaan pedagang kaki lima mampu memberikan
sumbangan ke kas daerah melalui retribusi yang disetorkan, akan tetapi karena
keberadaan pedagang kaki lima menempati ruang-ruang publik yang
menimbulkan terganggunya kepentingan umum. Untuk itu pemerintah
melakukan penertiban dan penataan pedagang kaki lima tidak berbentuk
penggusuran akan tetapi direlokasi ke lokasi yang resmi. sehingga dengan
ditempatkan ke lokasi yang resmi akan lebih tertata dengan baik dan
memberikan potensi yang lebih yaitu kenaikan retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah. (wawancara dengan bapak. Arif Darmawan, 13 Maret
2008). Sedangkan menurut pedagang keberadaan mereka di Monumen
Banjarsari memang tidak berijin akan tetapi tetap ditarik retribusi oleh
pemerintah karena pedagang sadar bahwa mereka menggunakan tanah
pemerintah yang sesuai dengan pasal 12 ayat (2) ”Retribusi pemakaian tanah
ditepi jalan yang dikuasai daerah untuk pedagang kaki lima harus dibayar
dimuka pada kas pemerintah daerah lewat dinas pengelolaan pasar, tanah
dipintu air Tirtonadi dibayar lewat dinas pekerjaan umum”, sehingga secara
langsung pedagang kaki lima juga memberikan kontribusi terhadap
pendapatan asli daerah kota Surakarta. Untuk itu pemerintah harus tetap
memperhatikan nasib pedagang dalam memberikan kebijakan. (Adapun Perda
No 12 Tahun 1998 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dapat
dilihat dalam lampiran 7).
d. Adanya lokasi resmi yang dapat digunakan untuk relokasi pedagang kaki lima
tersebut.
Adanya lokasi resmi yang memenuhi kriteria daya dukung lingkungan untuk
menampung pedagang kaki lima yang berupa, keindahan lingkungan, jumlah
pedagang yang dapat ditampung, peluang waktu berdagang yang tersedia
tanpa mengganggu lingkungan, jarak dari pasar dan tingkat pemakaian
fasilitas umum kota. (wawancara dengan bapak Arif Darmawan, 13 Maret
2008). Sedangkan menurut pedagang kaki lima, sebagai pedagang sebenarnya
lxxvi
mereka setuju untuk dipindahkan asalkan ada lokasi yang resmi dan strategis.
(Wawancara dengan pedagang 13 April 2008). Selain itu lokasi relokasi juga
harus dapat terjangkau pembeli dari segi aksesbilitas sehingga tidak
menurunkan pendapatan pedagang setelah direlokasi dan itu merupakan syarat
pedagang mau direlokasi. (Wawancara pedagang, 13 April 2008).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa faktor yang
melatarbelakangi pemerintah kota merelokasi pedagang kaki lima adalah karena
jumlah pedagang kaki lima yang kian hari bertambah banyak, yang menempati
lokasi terlarang sebagai areal dagang. Sehingga menimbulkan permasalahan, akan
tetapi memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah. Untuk itu pemerintah
memberikan solusi dengan merelokasi pedagang kaki lima sebagai perlindungan
akan keberadaan mereka.
2. Bentuk Sarana dan Fasilitas Usaha Yang Diberikan Pemerintah
Terhadap Pedagang Kaki Lima di Lokasi Resmi
Sarana usaha merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pelaksanaan relokasi, karena tanpa adanya sarana usaha yang tersedia secara
memadai pedagang kaki lima tidak akan mau dipindahkan ke lokasi resmi yang di
sediakan oleh pemerintah karena mereka tidak memiliki modal untuk membuat
tempat berdagang di tempat yang baru. Sarana dan fasilitas usaha yang disediakan
oleh pemerintah di lokasi yang resmi terdiri dari
a. Bantuan modal kerja
Untuk memberikan kenyamanan kepada pedagang kaki lima mencari nafkah
maka pemerintah menyediakan sarana usaha yang memadai, salah satu
pemberian sarana usaha kepada pedagang kaki lima yaitu pemberian bantuan
kepada pedagang kaki lima yang berupa modal usaha supaya pedagang dapat
mengembangkan usahanya di lokasi yang resmi. Bantuan ini berupa uang
yang diberikan kepada pedagang kaki lima melalui koperasi yang ditunjuk.
Dengan pemberian bantuan modal kerja diharapkan pedagang kaki lima akan
berkembang dagangannya sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan
usahanya dan menjadi pengusaha formal. (wawancara dengan bapak. Arif
Darmawan, 13 Maret 2008). Bantuan modal kerja yang diberikan kepada
lxxvii
pedagang kaki lima merupakan bantuan resmi pemerintah yang tidak
memiliki bunga. (wawancara dengan bapak Dwi Susetyo, 13 Juni 2009).
Menurut pedagang untuk mengembangkan usahanya, pedagang yang relatif
hanya bermodalkan pas-pasan, alternatif untuk mencari pinjaman lewat bank
sulit dilakukan karena tidak adanya barang jaminan sedangkan untuk
meminjam koperasi bunganya besar untuk itu pemberian bantuan modal dari
pemerintah sangat membantu pedagang mengembangkan usahanya karena
syaratnya mudah dengan fotokopi KK, KTP, dan tidak memiliki bunga.
(Wawancara dengan pedagang 13 April 2009). Bantuan modal merupakan
salah satu fasilitas pendukung yang diberikan kepada pedagang sebagai
kompensasi kebijakan relokasi. (Wawancara pedagang, 13 April 2008). Sejak
menempati lokasi resmi di Notoharjo pedagang yang menempati lantai atas
rata-rata dikunjungi pembeli maksimal tiga kali dalam seminggu sehingga
pendapatan berkurang dan bantuan modal yang diberikan pemerintah sebesar
Rp 5.000.000,- sebagai pengembang usaha dirasa sangat membantu pedagang.
(Wawancara dengan pedagang, 13 April 2008).
Dari berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian
fasilitas usaha yang diberikan kepada pedagang kaki lima yang janjikan oleh
pemerintah sesuai dengan pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa untuk
kepentingan pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan pedagang
kaki lima walikota/ kepala daerah berkewajiban untuk memberikan suatu
fasilitas dan penyuluhan kepada pedagang untuk mengembangkan usahanya.
b. Pinjaman Lunak
Setelah direlokasi ke lokasi yang resmi. Pemerintah kota Surakarta
memberikan pinjaman lunak kepada pedagang untuk mengembangkan
usahanya. Pinjaman ini diberikan kepada pedagang kaki lima melaui koperasi.
Bagi pemerintah tujuan pemberian pinjaman lunak ini merupakan salah satu
program pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Program
relokasi yang dicanangkan pemerintah terhadap pedagang kaki lima ke tempat
resmi dapat memberikan dampak yang baik bagi pedagang kaki lima melalui
penyediaan fasilitas yang baik sehingga pedagang kaki lima tidak merasa
lxxviii
dirugikan atas program penataan pedagang kaki lima. Yang dimaksud
pinjaman lunak yaitu pemberian bantuan kepada para pedagang kaki lima
yang berupa kredit usaha kepada pedagang kaki lima melalui koperasi yang
telah dibentuk atau ditunjuk yang bertujuan untuk memberdayakan pedagang
kaki lima melalui perkuatan permodalan koperasi sehingga pedagang dapat
memperluas jangkauan usahanya dan meningkatkan pendapatannnya.
(wawancara dengan bapak Dwi Susetyo, 13 Maret 2008). Pinjaman lunak
diberikan kepada pedagang kaki lima setelah usaha pedagang berkembang
menjadi usaha kecil dan menengah dengan persaratan telah memiliki SIUP
dan NPWP serta adanya jaminan. (wawancara dengan bapak. Arif Darmawan
13 Maret 2008). Pinjaman lunak yang dijanjikan pemerintah terhadap
pedagang sebagai fasilitas usaha belum terealisasi dengan baik yaitu ada yang
mendapat dan yang belum. (Wawancara dengan pedagang, 13 April 2009).
Pinjaman lunak yang dijanjikan pemerintah kepada kami belum diberikan.
(wawancara dengan pedagang, 13 April 2008). Pinjaman lunak merupakan
kredit usaha yang diberikan oleh pemerintah dengan syarat sudah memiliki,
NPWP, SIUP dan memiliki jaminan serta adanya pemberian bunga yang
ringan yaitu sekitar 1,2 %, sedangkan bantuan modal diberikan pemerintah
tanpa adanya bunga dan dengan syarat mudah yaitu dengan foto kopi KK,
KTP dan tidak adanya bunga.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian
fasilitas yang berupa pinjaman kredit lunak dan bantuan modal kerja yang
diberikan oleh pemerintah kepada pedagang sebagai penunjang supaya
pedagang dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengembangkan usahanya.
Akan tetapi pinjaman lunak yang dijanjikan pemerintah belum diberikan
secara sepenuhnya kepada pedagang karena ada pedagang yang belum
menerimanya.
c. Bantuan Bangunan kios (sarana usaha permanen)
Bantuan ini berupa bangunan yang dindingnya terbuat dari batu batako,
tembok yang dibangun diatas lahan. Sarana usaha ini dibangun untuk jangka
waktu yang lama dan diberikan secara cuma-cuma atau gratis. (Wawancara
lxxix
dengan bapak. Arif Darmawan, 13 Maret 2008). Sedangkan menurut
pedagang Bantuan kios yang diberikan oleh pemerintah kepada pedagang
merupakan fasilitas yang diberikan secara gratis. (Wawancara dengan
pedagang, 13 April 2008). Hal senada diungkapkan oleh Nuryati dan Sukidi
bahwa pemberian kios secara gratis merupakan salah satu kesepakatan yang
diberikan oleh pemerintah supaya pedagang mau direlokasi. (Wawancara
dengan pedagang, 13 April 2008).
d. Bantuan fasilitas saluran listrik dan air, WC umum, tempat sampah dan
lainnya yang bertujuan untuk supaya pedagang kaki lima dapat berjualan
dengan nyaman dan menjaga kebersihan dan keindahan tempat berdagang,
sehingga pembeli akan tertarik untuk membeli barang dagangan dari
pedagang kaki lima. Pembayaran fasilitas saluran listrik dan air dibebankan
kepada pedagang kaki lima melalui retribusi yang dibayarkan tiap harinya.
(Wawancara dengan bapak. Arif Darmawan 13 Maret 2008). Menurut
pedagang Fasilitas saluran listrik, WC umum, tempat sampah juga disediakan
oleh pemerintah untuk pedagang di lokasi resmi. (Wawancara dengan
pedagang, 13 Maret 2008). Fasilitas usaha yang berupa saluran listrik, WC
umum, tempat sampah diberikan kepada pedagang untuk menunjang
kelancaran relokasi sedangkan pembayaran listrik dibebankan kepada
pedagang. (Wawancara dengan pedagang, 13 Maret 2008).
e. Pemberian bantuan penyuluhan manajemen usaha kepada pedagang kaki lima
sehingga mereka akan lebih terampil dan kreatif dalam berdagang yang
berdampak pada peningkatan penjualan dagangannya dan melatih mereka
menjadi pengusaha formal. (wawancara dengan bapak Dwi Susetyo, 13 Maret
2008). Sedangkan menurut pedagang bantuan penyuluhan manajemen usaha
belum pernah diberikan oleh pemerintah. (Wawancara pedagang, 13 April
2008). Senada yang dikatakan oleh Sriyanti dan Sukirno bahwa pemerintah
tidak pernah memberikan pelatihan manajemen usaha kepada pedagang.
(Wawancara dengan pedagang, 13 April 2008).
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian sarana usaha
kepada pedagang kaki lima dimaksudkan untuk menunjang kelancaran program
lxxx
relokasi pedagang kaki lima dan memberikan kenyamanan berdagang kepada
pedagang kaki lima sehingga dapat meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima
itu sendiri. Akan tetapi kepedulian pemerintah terhadap pedagang dalam
meningkatkan keterampilan usaha kurang hal ini karena pemberian bantuan
pelatihan manajenen yang dijanjikan belum pernah dilaksanakan.
3. Hambatan-hambatan Dalam Relokasi dan Solusinya
Relokasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pedagang kaki lima
selama ini memiliki banyak hambatan. Hambatan itu berupa penolakan sejumlah
pedagang kaki lima terhadap kebijakan relokasi dengan alasan lokasi yang
dijadikan relokasi tidak strategis yang berdampak pada ketakutan pedagang kaki
lima akan sepinya pembeli setelah direlokasi ketempat yang resmi. Pedagang
berpikir setelah dipindahkan ke lokasi yang resmi maka pelanggan yang dulu
sering membeli barang dagangannya itu akan tidak lagi membeli barang
dagangnnya karena lokasi yang jauh. (wawancara dengan pedagang, 13 April
2008). Tabel di bawah ini akan menunjukan sikap pedagang kaki lima terhadap
relokasi pedagang kaki lima.
Tabel 2. Sikap Pedagang Terhadap Kebijakan Relokasi
No Nama pedagang Jenis dagangan Sikap terhadap
relokasi
Tidak setuju Setuju
1 Nani Makanan √ −
2 Harti Makanan √ −
3 Sukino Alat motor √ −
4 Suyono Alat motor √ −
5 Ayu Pakaian − √
6 Prapti Casset/CD − √
7 Teguh Hand Phone √ −
8 Sabar Ban √ −
9 Joko Sutopo Casset/CD √ −
10 Slamet Helm − √
lxxxi
11 Erna Wati Pakaian − √
12 Sunarto Helm − √
13 Nuryanti Sandal /sepatu √ −
14 Sukidi Sandal /sepatu √ −
15 Budiarto Alat motor √ −
16 Puji Makanan √ −
17 Tariah Alat motor √ −
18 Supri Alat motor √ −
19 Sriyanti Makanan − √
20 Sukirno Helm − √
21 Hartati Helm − √
22 Waluyo Casset/CD − √
23 Endang Pakaian − √
24 Bambang Casset/CD √ −
25 Siti Makanan √ −
26 Nurida Makanan √ −
27 Mutmainah Makanan √ −
28 Anisa Makanan √ −
29 Tarnoto Casset/CD √ −
30 Sari Makanan √ −
Jumlah 30 66,66 % 33,33%
Sumber : Data Primer.
√ : Hasil positif
: Hasil negatif
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bagaimana sikap pedagang kaki
lima terhadap kebijakan relokasi yang didasarkan pada peraturan daerah No. 8
Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima terhadap
pedagang kaki lima, dimana 66, 66 % pedagang tidak setuju/menolak adanya
relokasi. Sedangkan 33,33% seteju/menerima adanya relokasi.
lxxxii
Menurut Bapak Arif Darmawan sebagian besar pedagang kaki lima
menolak dipindahkan karena mereka takut setelah dipindahkan pedagang kaki
lima akan kehilangan pelanggan sehingga menurunkan pendapatan mereka.
Menurut salah satu pedagang mengatakan sejak direlokasi di belakang Monjari
volume penjualan dagangannya mengalami penurunan sekitar 50% karena sepinya
pembeli. Sedangkan menurut pedagang lain Lokasi yang tidak strategis untuk
dijadikan area berdagang sehingga menyebabkan pembeli enggan untuk untuk
membeli dagangannya. (Wawancara dengan pedagang 13 April 2008). Dalam
menyelesaikan masalah relokasi pedagang kaki lima seharusnya pemerintah tidak
hanya bergerak sendiri akan tetapi mengikutsertakan atau melibatkan pedagang
kaki lima sehingga tercipta kesepakatan dengan pedagang. Karena dengan
melibatkan pedagang maka pedagang merasa memiliki dan bertanggung jawab
tehadap kebijkan tersebut. Relokasi merupakan upaya yang dilematis bagi
pemerintah. Di satu sisi menginginkan agar kotanya bersih dan tertata rapi, akan
tetapi di sisi lain para pedagang kaki lima menginginkan tempat yang strategis
untuk memperoleh keuntungan yang besar. Apalagi tempat-tempat yang
ditawarkan sebagai pengganti tersebut sepi dari pengunjung. Lokasi yang
ditawarkan pemerintah kepada pedagang memang tidak terlalu strategis.
Relokasi pedagang kaki lima di Notoharjo, Monumen 45 Banjarsari
mengalami hambatan karena adanya perlawanan dari pedagang kaki lima yaitu
melalui demontrasi menolak relokasi ke lokasi yang resmi. Menurut Bapak Arif
Darmawan menyatakan Pedagang kaki lima di Notoharjo, Monument 45
Banjarsari menolak ketika kami mau merelokasi ke lokasi yang resmi dengan
berdemontrasi secara besar-besaran. Sedangkan menurut pedagang untuk
mempertahankan tempat berdagang supaya tidak direlokasi maka diperlukan
perlawanan dengan mendatangi pejabat melalui demo untuk menolak relokasi
(wawancara dengan pedagang 10 Maret 2008). Ada juga yang menyampaikan
keluhan kepada lembaga sosial masyarakat LESKAP untuk memperhatikan
nasibnya yaitu berdagang di lokasi semula karena tempatnya lebih ramai.
(Wawancara dengan pedagang 10 Maret 2008). Ada juga yang tidak
menyampaikan keluhan kepada LSM akan tetapi menyampaikan keluhan kepada
lxxxiii
paguyuban yang menaungi mereka misalkan paguyuban Masyarakat Mandiri dan
Roda 2. (wawancara dengan pedagang, 13 April 2008). Hal ini menandakan
bahwa pemerintah kurang matang dalam mengeluarkan konsep relokasi. Untuk itu
diperlukan kerja keras dan kerjasama unit kerja pemerintah kota Surakarta. Perlu
segera dibentuk perangkat hukum atau aturan daerah yang berisikan pengaturan
hak-hak pedagang kaki lima karena selama ini belum ada peraturan daerah yang
mengatur hak-hak pedagang, pemberian sanksi adminitrasi terhadap pedagang
kaki lima yang melanggar peraturan, serta pengaturan hubungan dan kepentingan
antara pedagang kaki lima, pemerintah kota Surakarta yang lebih akomodatif
untuk semua pihak. Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah komprehensif untuk
mensukseskan relokasi yaitu sebelum mengeluarkan kebijakan relokasi terhadap
pedagang kaki lima dilakukan pendataan pedagang kaki lima meliputi jumlah,
jenis, karakteristik serta bentuk dan lebar bangunan pedagang kaki lima,
melakukan penyuluhan dan sosialisasi program kerja kantor pengelolaan
pedagang kaki lima, melibatkan pedagang kaki lima, masyarakat dalam pemberian
kebijakan serta pemberian sanksi yang tegas terhadap pedagang jika melanggar
kesepakatan.
Selain berdemontrasi pedagang kaki lima juga menolak adanya relokasi
dengan berdagang secara sembunyi-sembunyi ketika ada petugas berpatroli
pedagang kaki lima tidak menggelar dagangannya akan tetapi setelah petugas
pergi mereka berdagang kembali. (Wawancara dengan pedagang, 10 Maret
2008).
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa demontrasi dan
berdagang secara sembunyi-sembunyi merupakan salah satu cara atau alternatif
bagi pedagang kaki lima untuk memperjuangkan kepentingannnya dan menolak
adanya relokasi, sifat perlawanan tanpa kekerasan ini dilakukan mengingat
melawan dengan kekerasan tidak mungkin dilakukan.
Untuk mengatasi lokasi yang tidak strategis pemerintah memberikan
solusi dengan cara mengenalkan lokasi tersebut melalui pemasangan rambu-
rambu lalu-lintas, RPPJ, petunjuk arah, baliho dan pengaturan trayek angkutan
sehingga masyarakat akan lebih mengenal lokasi tersebut, karena berdasarkan
lxxxiv
masukan dari pedagang kaki lima bahwa keengganan calon pembeli ke lokasi
tersebut disebabkan karena akses yang jauh, lokasi yang kurang dikenal dan
sebagainya. (Wawancara dengan Dwi Susetyo, 13 Maret).
Selain itu pemerintah juga menyelenggarakan berbagai event kesenian
dan perdagangan, bazar dan pameran dagang sebagai daya tarik pengunjung.
(Wawancara dengan Arif Darmawan, 13 Maret 2008).
Untuk mengatasi demontrasi pemerintah kota Surakarta melakukan
sosialisasi tentang aturan hukum dan melibatkan pedagang dalam membuat
keputusan, karena itu merupakan cara efektif untuk memberikan pengertian
kepada pedagang kaki lima supaya mereka mau dipindahkan ke lokasi yang resmi.
(Wawancara dengan bapak.Arif Darmawan, 13 Maret 2008). Sedangkan menurut
pedagang, selama ini aturan hukum memang ada akan tetapi belum mewakili
kepentingan pedagang untuk itu diperlukan perangkat hukum yang lebih
memperhatikan keberadaan pedagang sebagai bagian dari pelaku ekonomi.
(Wawancara dengan pedagang 10 maret 2008). Sebelum Perda itu jadi, tidak ada
sosialisasi kepada pedagang. Akan tetapi sosialisasi diberikan setelah Perda itu
jadi sehingga sebagai pedagang merasa perda tentang pedagang kaki lima belum
mewakili lepentingannya. (Wawancara dengan pedagang, 13 Maret 2008).
Pemerintah membuat perencanaan relokasi pedagang kaki lima maka pemerintah
perlu mensosialisasikan dan melibatkan pedagang kaki lima dalam menentukan
keputusan mengenai alasan, tujuan, bagaimana yang terjadi setelah mereka
direlokasi. Dengan pemberitahuan sebelumnya maka relokasi dapat berjalan
dengan baik tanpa adanya demontrasi. (wawancara dengan pedagang, 13 Maret
2008). Sebenarnya sudah ada pemberitahuan terhadap kami (pedagang) bahwa
pedagang akan direlokasi ke lokasi yang resmi supaya keberadaan pedagang dapat
tertata dengan baik akan tetapi karena tidak ada kesepakatan antara pedagang
dengan pemerintah tentang lokasi yang diinginkan dan sosialisasi yang kurang
sehingga pedagang melakukan demontrasi menolak relokasi. (Wawancara dengan
pedagang, 10 Maret 2008). Semua pedagang maunya berdagang di tempat semula
mereka jadikan tempat berjualan karena disini pembelinya banyak. Masalah
lxxxv
relokasi itu saya lihat dulu tempatnya strategis tidak karena bisa berdampak
penurunan omset penjualan (wawancara dengan pedagang, 10 Maret 2008).
Hal ini diperkuat pedagang di Kadipolo jalan Dr. Rajiman, keputusan
relokasi yang dilakukan pemerintah kurang mendapat respon yang baik dari
pedagang karena sebagai pedagang kami tidak diajak berunding untuk
menentukan lokasi relokasi dan dampak dari relokasi untuk itu pedagang tetap
berdagang di lokasi semula. (Wawancara dengan pedagang, 10 Maret 2008).
Kebijakan relokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah ditentang oleh
pedagang akan tetapi setelah dilakukan perundingan dan tercapai kesepakatan
antara pedagang dengan pemerintah yaitu adanya pemberian kios secara gratis,
penghapusan retribusi selama 6 bulan, perhatian terhadap nasib pedagang setelah
direlokasi, dan pemberian fasilitas dan sarana pendukung relokasi berupa bantuan
modal, pinjaman lunak, saluran listrik, WC umum, pelatihan manajemen dan
sebagainya sehingga pedagang mau diajak bekerja sama untuk mensukseskan
relokasi . (Wawancara dengan bapak Arif Darmawan, 13 Maret 2008). Lebih baik
mengikuti kebijakan pemerintah dari pada berdemo terus setiap hari menolak
relokasi yang berakibat tidak adanya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. (Wawancara dengan pedagang, 10 Maret 2008). Berdasarkan
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa relokasi pedagang kaki lima yang
dilakukan oleh pemerintah kota Surakarta dapat berjalan dengan baik manakala
disertai sosialisasi dan koalisi dengan pedagang kaki lima sendiri, karena alasan
pedagang kaki lima menolak tawaran relokasi yang diajukan, lebih banyak
dipengaruhi oleh ketidaktahuan para pedagang kaki lima akan potensi ekonomi
yang ada di daerah baru tersebut. Pedagang kaki lima cenderung hati-hati dan
curiga atas setiap tawaran relokasi pedagang kaki lima. Bagi pedagang kaki lima,
relokasi setengah hati yang dilakukan aparat, tidak ubahnya upaya untuk
menjauhkan pedagang kaki lima dari pembeli yang pada akhirnya dapat
membunuh kelangsungan usaha mereka. Untuk itu diperlukan kerja keras dari
perintah untuk mensosialisaikan mengenai mengapa mereka perlu dipindahkan
dan bagaimana nasib mereka setelah direlokasi.
lxxxvi
Berbicara tentang penataan (relokasi) pedagang kaki lima yang
digalakkan oleh pemerintah, secara langsung juga berbicara tentang perlawanan
yang dilakukan pedagang kaki lima sebagai reaksi atas penerapan kebijakan
penataan tersebut. Bagi pedagang kaki lima, proses perlawanan merupakan sebuah
proses reaksi atas aksi penataan. Sebaliknya, bagi pemerintah, penataan (relokasi)
juga sebagai reaksi atas mewabahnya pedagang kaki lima. Jumlah pedagang yang
bertambah tiap harinya dan menempati ruang-ruang publik yang mengganggu
kepentingan umum sehingga pemerintah diperlukan pengaturan untuk
menertibkannya.
Berdasarkan uraian diatas bahwa kebijakan relokasi pedagang kaki lima
memiliki hambatan-hambatan untuk itu mengingat peran pedagang kaki lima yang
sangat besar sebagai penyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, maka
perlu adanya konsep yang mampu menempatkan atau mengakomodasi keberadaan
pedagang kaki lima. Untuk mendukung terlaksananya relokasi pedagang kaki lima
Monjari dan Kadipolo pemerintah melakukan sosialisasi, pendataan, penyediaan
lokasi, pemberian fasilitas dan melibatkan pedagang kaki lima dalam setiap
keputusan sehingga pedagang kaki lima bertanggung jawab terhadap keputusan
tersebut. (wawancara dengan bapak Dwi Susetyo, 13 maret 2008).
Pedagang kaki lima dalam struktur ekonomi perlu mendapat ruang yang
jelas sehingga bisa diperhitungkan dalam proses pembuatan kebijakan. Kalau
secara sistematis pedagang kaki lima tidak diakui, maka keberadaannyapun tidak
akan pernah masuk dalam rumusan kebijakan. Dan sebaliknya karena pedagang
kaki lima masuk sebagai bagian dari sistem ekonomi maka keberadaannya harus
diperhatikan dalam proses pembuatan kebijakan.
Relokasi adalah hal yang menguntungkan untuk pedagang kaki lima
yaitu yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan pedagang kaki lima melalui
pemberian modal usaha, pinjaman lunak, pemberian pelatihan manajemen untuk
memudahkan pedagang mengelola dagangannya. Pinjaman lunak diberikan
kepada pedagang Notoharjo sebesar 5 juta melalui koperasi pasar sebagai
pengembang usaha pedagang kaki lima. Sedangkan untuk pemerintah adalah
terciptanya ketertiban, keindahah dan kebersihan kota. (wawancara dengan bapak
lxxxvii
Dwi Susetyo, 13 Maret 2008). Bantuan modal diberikan kepada kami sebagai
pedagang sebesar 5 juta untuk mengembangkan usaha. (Wawancara pedagang, 13
Maret 2008). Menurut masyarakat yaitu bapak Harno tindakan pemerintah
merelokasi pedagang kaki lima sudah benar karena akan terciptanya keindahan
dan ketertiban kota Surakarta. (Wawancara dengan Bapak. Harno 13 April 2009).
Untuk menciptakan kota yang tertata dengan baik perlu adanya ketegasan dari
pemerintah dalam menertibkan dan menata pedagang kaki lima. (Wawancara
dengan Ibu Lasmi, 13 April 2009). Penyediaan lokasi dan fasilitas terhadap
pedagang yang berupa kios, pinjaman modal diberikan dengan tujuan untuk
mensejahterakan pedagangan akan tetapi di lokasi resmi pendapatan pedagang
belum meningkat. (Wawancara dengan pedagang 10 maret 2008).
4. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Monjari dan Kadipolo Tahun
Anggaran 2005-2006 (Debelum Direlokasi) dan Pedagang Kaki Lima
Pasar Notoharjo (Setelah Direlokasi )Tahun Anggaran 2006-2007
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta
Keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah tidak terlepas dari cukup
tidaknya kemampuan daerah dalam bidang keuangan, Karena pelaksanaan
pemerintahan Kota Surakarta dapat berjalan baik, efektif, efisien bila cukup
tersedianya sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsinya. Pendapatan
Asli Daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah yang sangat
penting yaitu sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah.
Komponen Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta adalah pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-
lain pendapatan yang sah. Pajak dan retribusi daerah merupakan komponen
penyumbang terbesar dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah dilihat dari
target dan realisasinya yang dicapai pos ini rata-rata diatas target yang ditetapkan.
Untuk mengetahui besarnya retribusi daerah dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 3. Target dan Realisasi Retribusi Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2005,2006,2007,2008.
No Tahun Target Realisasi
lxxxviii
1 2005 Rp. 28.652.693.200 Rp. 30.327.843.198
2 2006 Rp. 32.206.012.000 Rp. 31.738.906.507
3 2007 Rp. 33.969.651.000 Rp. 33.359.233.949
4 2008 Rp. 35.575.696.100 Rp. 39.447.439.832
Sumber : Dispenda Kota Surakarta.
Berdasar tabel diatas target dan realisasi retribusi diatas dapat diketahui
bahwa:
a. Pada tahun 2005 realisasi retribusi dapat melebihi dari yang ditargetkan
yaitu dari target yang sebesar Rp.28.652.693.200 realisasinya menjadi
Rp.30.327.843.198 sehingga dapat melebihi Rp.167.514.999. (Adapun
target dan realisasi retribusi Tahun Anggaran 2005 dapat dilihat pada
lampiran 8).
b. Pada tahun 2006 realisasi retribusi daerah tidak dapat melebihi dari yang
ditargetkan yaitu dari target yang sebesar Rp. 32.206.012.000 realisasinya
menjadi Rp. 31.738.906.507 sehingga berkurang Rp. 46.710.550. (Adapun
target dan realisasi retribusi Tahun Anggaran 2006 dapat dilihat pada
lampiran 9).
c. Pada tahun 2007 realisasi retribusi daerah tidak dapat melebihi dari yang
ditargetkan yaitu dari target yang sebesar Rp.33.969.651.000 realisasinya
menjadi Rp. 33.359.233.949 sehingga berkurang Rp.61.041.706. (Adapun
target dan realisasi retribusi Tahun Anggaran 2007 dapat dilihat pada
lampiran 10).
d. Pada tahun 2008 realisasi retribusi daerah dapat melebihi dari target yang
ditaegetkan yaitu dari target yang sebesar Rp.35.575.696.100 menjadi
Rp.39.447.439.832 sehingga dapat melebihi Rp.387.174.373. (Adapun
target dan realisasi retribusi Tahun Anggaran 2008 dapat dilihat pada
lampiran 11).
Hal ini membuktikan bahwa pos ini cukup menopang Pendapatan Asli
Daerah. Dari sektor retribusi pedagang kaki lima sendiri memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap pendapatan asli daerah kota Surakarta.
lxxxix
ijin akan tetapi karena pedagang berjualan ditrotoar dan taman yang merupakan
tanah pemerintah untuk itu tetap ditarik retribusi. (wawancara dengan bapak Dwi
Susetyo 13 maret 2008).
Untuk mengetahui potensi retribusi pedagang kaki lima terhadap daya
dukung pendapatan asli daerah, dapat dilihat di bawah ini tabel kontribusi
pedagang kaki lima sebelum direlokasi dan sesudah direlokasi
Tabel 5. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Monjari Terhadap Pendapatan Asli Kotamadya Surakarta Tahun 2005, 2006 (Sebelum direlokasi)
No Tahun Jumlah PKL Nama Daerah Kontribusi PKL Kontribusi %
1 2005 780 Monjari Rp 44.530.000 1,2%
2 2006 989 Monjari Rp 72.197.000 1,4 %
Sumber: Kantor Pengelola Pedagang Kaki Lima 2005,2006.
Berdasarkan tabel diatas kontribusi pedagang kaki lima Monjari terhadap
pendapatan asli daerah kotamadya Surakarta sebelum adanya relokasi dapat
diketahui bahwa:
a. Pada tahun 2005 dengan jumlah pedagang 780 kontribusi pedagang kaki lima
di Monjari terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar RP. 44.530.000
atau sekitar 1,2 %.
b. Pada Tahun 2006 dengan jumlah pedagang 989 kontribusi pedagang kaki
lima di Monjari terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar Rp.
72.197.000 atau sekitar 1,4 %. Dari gambaran tersebut dapat diketahui
kenaikan kontribusi di Monjari dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar Rp.
20.667.000 atau 0,2 %.
Untuk lebih memperjelas keterangan tabel di atas dapat dilihat dalam
grafik di bawah ini:
xc
020000000400000006000000080000000
Kontribusi PKL
780 989
Jumlah PKL
Grafik Kontribusi PKL Monjari Terhadap PAD Tahun 2005-2006
2005
2006
Gambar 2. Grafik Kontribusi PKL Monjari Terhadap PAD Surakarta
Tabel 6. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Kadipolo Terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kotamadya Surakarta Tahun 2005, 2006(Sebelum Direlokasi)
No Thn Daerah Jumlah PKL Kontribusi PKL Kontribusi %
1 2005 Kadipolo 36 Rp 2.628.000 0,07 %
2 2006 Kadipolo 133 Rp 9.709.000 0,19 %
Sumber. Kantor Pengelolaan Pedagang Kaki Lima 2005,2006
Berdasarkan tabel diatas kontribusi pedagang kaki lima Kadipolo terhadap
pendapatan asli daerah kotamadya Surakarta sebelum adanya relokasi dapat
diketahui bahwa:
a. Pada tahun 2005 dengan jumlah pedagang 36 kontribusi pedagang kaki lima di
Monjari terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar RP.2.628.000 atau
sekitar 0,07 %.
b. Pada Tahun 2006 dengan jumlah pedagang 989 kontribusi pedagang kaki lima
di Kadipolo terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar Rp. 9.709.000
atau sekitar 0,19 %. Dari gambaran tersebut dapat diketahui kenaikan
kontribusi di Kadipolo dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar Rp. 7.081.000
atau 0,12 %.
xci
Untuk lebih memperjelas keterangan tabel di atas dapat dilihat dalam
grafik di bawah ini:
02000000400000060000008000000
10000000
Kontribusi PKL
36 133
Jumlah PKL
Grafik Kontribusi PKL Kadipolo Terhadap PAD Surakarta Tahun 2005-2006
2005
2006
Gambar 3. Grafik kontribusi PKL Kadipolo Terhadap PAD Surakarta
Tabel 7. Kontribusi Pedagang Kaki Lima Pasar Notoharjo Terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kotamadya Surakarta 2007,2008 (Setelah
direlokasi/penggabungan PKl Monjari dengan PKL Kadipolo)
No Tahun Nama Daerah Jumlah PKL Kontribusi PKL Kontribusi %
1 2006 Notoharjo 913 Rp. 81.906.000 0,26 %
2 2007 Notoharjo 989 Rp.408.798.000 7%
3 2008 Notoharjo 1133 Rp 519.806.000 69 %
Sumber. Kantor Pengelola Pedagang Kaki Lima 2007,2008
Berdasarkan tabel diatas kontribusi pedagang kaki lima pasar Notoharjo
terhadap pendapatan asli daerah kotamadya Surakarta setelah adanya relokasi
dapat diketahui bahwa:
a. Pada tahun 2006 dengan jumlah pedagang 913 kontribusi pedagang kaki lima
di pasar Notoharjo terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar Rp.
81.906.000 atau sekitar 0,26 %
b. Pada tahun 2007 dengan jumlah pedagang 989 kontribusi pedagang kaki lima
di pasar Notoharjo terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar Rp
408.792.000 atau sekitar 7 %. Dari gambaran tersebut dapat dikethui kenaikan
kontribusi pedagang kaki lima dari tahun 2006 ke 2007sebesar Rp.326.886.000
atau sekitar 6.74 %
c. Pada Tahun 2008 dengan jumlah pedagang 989 kontribusi pedagang kaki lima
di pasar Notoharjo terhadap pendapatan asli daerah Surakarta sebesar Rp.
xcii
519.806.000 atau sekitar 69 %. Dari gambaran tersebut dapat diketahui kenaikan
kontribusi di Pasar Notoharjo dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar Rp
111.014.000 atau 62 %.
Untuk lebih memperjelas keterangan tabel di atas dapat dilihat dalam
grafik di bawah ini:
0
200000000
400000000
600000000
Kontribusi PKL
913 989 1133
Jumlah PKL
Grafik Kontribusi PKL Pasar Notoharjo Terhadap PAD Surakarta
2006
2007
2008
.
Gambar 4. Grafik Kontribusi PKL Pasar Notoharjo Terhadap PAD Surakarta
Adanya potensi ekonomi dari pedagang kaki lima terhadap pendapatan asli
daerah Surakarta sehingga pemerintah merelokasi pedagang kaki lima Moumen
Banjarsari dan Kadipolo ke Notoharjo.
Kenaikan kontribusi yang cukup signifikan tahun 2008 terjadi karena
pada tahun 2007 selama 6 bulan retribusi tidak dipungut sebagai bagian dari
kesepakatan relokasi dan adanya penambahan jumlah pedagang dari Kadipolo
serta kenaikan tarif retribusi. (wawancara dengan Bapak Teguh Staff Keuangan
Dinas Pengelola Pasar, 14 Maret 2008). Berikut ini mengenai prosentase retribusi
pedagang kaki lima Monjari terhadap pendapatan asli daerah Surakarta.
a) Kontribusi retribusi pedagang kaki lima Monjari terhadap pendapatan asli
daerah Surakarta tahun anggaran 2005
100DaerahAsliPendapatan
PKLRetribusi´
1,2%1009.346373.595.78 Rp
44.530.000 Rp=´
b) Kontribusi retribusi pedagang kaki lima Kadipolo terhadap pendapatan asli
daerah Surakarta tahun anggaran 2005
xciii
100DaerahAsliPendapatan
PKLRetribusi´ %
0,7%1009.346373.595.78 Rp
2.628.000 Rp=´
c) Kontribusi retribusi pedagang kaki lima Monjari terhadap pendapatan asli
daerah Surakarta tahun anggaran 2006
100DaerahAsliPendapatan
PKLRetribusi´
% 1,41002.870510.767.19 Rp
72.197.000 Rp=´
d) Kontribusi retribusi pedagang kaki lima Kadipolo terhadap pendapatan asli
daerah Surakarta tahun anggaran 2006
100DaerahAsliPendapatan
PKLRetribusi´
% 0,191002510.767.19 Rp
9.709.000 Rp=´
e) Kontribusi retribusi pedagang kaki lima setelah direlokasi terhadap
pendapatan asli daerah Surakarta tahun anggaran 2007
100DaerahAsliPendapatan
PKLRetribusi´
% 71000.735601.429.87 Rp
0408.792.00 Rp=´
f) Kontribusi retribusi pedagang kaki lima setelah direlokasi terhadap
pendapatan asli daerah Surakarta tahun anggaran 2008.
100DaerahAsliPendapatan
PKLRetribusi´
% 691001.957751.267.16 Rp
0519.806.00 Rp=´
Dari perhitungan kontribusi retribusi pedagang kaki lima terhadap
pendapatan asli daerah kota Surakarta diatas dapat diketahui bahwa pendapatan
retribusi pedagang kaki lima di Monjari tahun anggaran 2005 dan 2006 adalah
xciv
1,2% dan 1,4% sedangkan retribusi pedagang kaki lima kadipolo adalah sebesar
0,07 % dan 0,19 %. Setelah direlokasi ke Notoharjo retribusi pedagang kaki lima
tahun 2007 dan tahun 2008 adalah sebesar 7 % dan 69 %.
Pendapatan asli daerah dari sektor retribusi masih dapat ditingkatkan yaitu
dengan menaikkan besarnya pungutan retribusi dan Kenaikan tarif retribusi
dilakukan setelah adanya observasi terhadap pedagang. (wawancara bapak Agung
Haris P Staff Dipenda, 14 Maret 2008). Besarnya tarif retribusi pedagang kaki
lima sendiri sebelum direlokasi dan sesudah direlokasi berbeda. Sebelum adanya
relokasi besarnya tarif retribusi sebesar Rp 200 untuk luas kios 0-3 m2, Rp 400
untuk luas 4-6 m2 dan Rp 600 untuk luas tanah > 6 m2. (Wawancara Arif
Darmawan, 13 Maret 2008). Setelah adanya relokasi besarnya tarif retribusi
ditentukan berdasarkan golongan kios dan pemakaian fasilitas pemerintah
misalkan fasilitas listrik. (wawancara dengan Bapak Teguh Staff Keuangan Dinas
Pengelola Pasar, 14 Maret 2008).
Pemungutan retribusi pedagang kaki lima di kota Surakarta merupakan
suatu kegiatan pelayanan kepada masyarakat umum atas pemakaian kekayaan
daerah yaitu pihak pedagang kaki lima yang menjadi subjek retribusi. Sedangkan
pemerintah daerah kota Surakarta dalam hal ini Dinas Pengelola Pasar memiliki
tugas, kewajiban, dan tanggung jawab secara terpadu menangani pengelolaan
retribusi pedagang kaki lima. Retribusi pedagang kaki lima merupakan salah satu
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang
secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah kepada pedagang kaki lima..
C. Temuan Studi
Penelitian ini menemukan beberapa hal penting sesuai dengan penelitian
yang telah peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima adalah
karena jumlah pedagang kaki lima banyak dan keberadaannya merupakan
problem sosial kota yang mengganggu pengguna fasilitas umum,
menimbulkan kemacetan lalu lintas tetapi di lain pihak kegiatan pedagang
kaki lima tersebut memberikan kontribusi yang besar dalam aktifitas ekonomi
xcv
dan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah, adanya lokasi resmi yang
dijadikan tempat relokasi pedagang kaki lima dari lokasi sebelumnya.
2. Bentuk sarana dan fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap pedagang
kaki lima yaitu bantuan modal kerja sebagai pengembang usaha setelah
direlokasi. Pinjaman lunak yang pemberiannya disalurkan melalui koperasi
yang ditunjuk sebagai program pengentasan kemiskinan, bantuan kios yang
berupa bangunan sebagai tempat berjualan, fasilitas saluran listrik, MCK
untuk memberikan kenyamanan dan kebersihan kepada pedagang dan
pembeli, sedangkan pemberian bantuan penyuluhan manajemen usaha
sehingga pedagang kaki lima akan lebih kreatif dan inovatif dan Pinjaman
lunak yang pemberiannya disalurkan melalui koperasi yang ditunjuk sebagai
program pengentasan kemiskinan,dalam mengembangkan usahanya belum
terealisasi dengan baik.
3. Hambatan dalam relokasi pedagang kaki lima yaitu berupa penolakan
sejumlah pedagang kaki lima terhadap relokasi sebesar 66,66 %dengan alasan
lokasi yang kurang strategis melalui demontrasi selain itu berdagang secara
sembunyi-sembunyi juga dilakukan oleh pedagang kaki lima untuk
menghindari petugas memindahkan pedagang ke lokasi resmi dan kurangnya
sosialisasi dari pemerintah tentang tujuan, alasan, mengapa pedagang kaki
lima dipindahkan ke lokasi resmi serta meminta dukungan dari lembaga
sosial masyarakat untuk ikut serta mendukung penyampaian aspirasi kepada
pemerintah. Untuk mengatasi penolakan relokasi karena lokasi yang tidak
strategis pemerintah memberikan solusi dengan cara memasang rambu-rambu
lalu lintas, RPPJ, petunjuk arah baliho dan pengaturan trayek angkutan serta
menyelenggarakan event kesenian perdagangan dan pameran dagang
sedangkan Solusi lainnya yaitu pemerintah melakukan sosialisasi peraturan
daerah tentang pedagang kaki lima kepada pedagang kaki lima dari door to
door dan koalisi dengan pedagang kaki lima itu sendiri dengan cara
melibatkan pedagang kaki lima dalam setiap pembuatan keputusan yang
mengatur keberadaan pedagang kaki lima serta penegakan hukum terhadap
xcvi
pedagang kaki lima yang bandel dengan cara pemberian sanksi yang tegas
kepada setiap pelanggaran yang dilakukan pedagang kaki lima.
4. Retribusi pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang kecil dalam
membentuk pendapatan asli daerah. Hal ini dapat ditunjukan dengan
prosentase retribusi pedagang kaki lima terhadap pendapatan daerah di kota
Surakarta periode tahun anggaran 2005, 2006 ,2007 ,2008 sebagai berikut:
a. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kaki lima Monjari dan Kadipolo
jalan. Dr. Rajiman terhadap pendapatan asli daerah untuk tahun anggaran
2005 adalah sebesar 1,2 % dengan jumlah PKL 780 dan 0,07 % dengan
jumlah PKL 36.
b. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kaki lima di Monjari dan
kadipolo jalan.Dr. Rajiman terhadap pendapatan asli daerah kota
Surakarta untuk tahun anggaran 2006 adalah sebesar 1,4 % dengan
jumlah PKL 989 dan 0,19 %. Dengan jumlah PKL 133.
c. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kaki lima di Notoharjo terhadap
pendapatan asli daerah untuk tahun anggaran 2007 adalah sebesar 7 %
dengan jumlah PKL 989.
d. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kali lima di Notoharjo untuk
tahun anggaran 2008 adalah sebesar 69 % dengan jumlah PKL 1123.
Namun jika dilihat dari segi penerimaan retribusi pedagang kaki lima
ternyata mengalami kenaikan yaitu pendapatan retribusi pedagang Monjari
tahun anggaran 2005 sebesar Rp.44.530.000,- sedangkan retribusi pedagang
kaki lima Kadipolo di Jalan. Dr. Rajiman sebesar Rp. 2.628.000,- sedangkan
tahun anggaran 2006 retribusi pedagang kaki lima Monjari sebesar Rp.
72.197.000 dan Kadipolo di Jalan Dr. Rajiman sebesar Rp.9.709.000,- .
Setelah direlokasi retribusi pedagang kaki lima tahun anggaran 2007 sebesar
Rp. 408.792.000 sedangkan tahun 2008 sebesar Rp. 519.806.000,-. Dari
tahun 2005-2006 retribusi Monjari mengalami kenaikan Rp. 27.6667.000,-
sedangkan retribusi Kadipolo jalan Dr. Rajiman Rp.7.081.000, Sedangkan
tahun 2007-2008 retribusi pedagang kaki lima mengalami kenaikan
Rp.111.014.000,-
xcvii
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima adalah
Jumlah pedagang kaki lima banyak yang secara ekonomi memiliki peran
sebagai penyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran dan pemberian
potensi kas kepada daerah melalui retribusi serta adanya lokasi resmi yang
dijadikan tempat relokasi pedagang kaki lima dari lokasi sebelumnya.
2. Sarana dan fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap pedagang kaki lima
yang berupa kios, bantuan modal, saluran listrik, tempat sampah sudah
diberikan sedangkan bantuan pinjaman lunak dan manajemen usaha belum
terealisasi.
3. Hambatan dalam relokasi pedagang kaki lima yaitu berupa penolakan
sejumlah pedagang kaki lima terhadap relokasi sebesar 66,66 % dengan
alasan lokasi yang kurang strategis melalui demontrasi. Selain itu berdagang
secara sembunyi-sembunyi juga dilakukan oleh pedagang kaki lima untuk
menghindari petugas memindahkan pedagang ke lokasi resmi dan
kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang tujuan, alasan, mengapa
pedagang kaki lima dipindahkan ke lokasi resmi serta meminta dukungan
dari lembaga sosial masyarakat untuk ikut serta mendukung penyampaian
aspirasi kepada pemerintah. Sedangkan yang menerima relokasi 33,33 %.
Untuk mengatasi penolakan relokasi karena lokasi yang tidak strategis
pemerintah memberikan solusi dengan cara memasang rambu-rambu lalu
lintas, RPPJ, petunjuk arah baliho dan pengaturan trayek angkutan serta
menyelenggarakan event kesenian perdagangan dan pameran dagang.
Sedangkan solusi lainnya yaitu pemerintah melakukan sosialisasi peraturan
daerah tentang pedagang kaki lima kepada pedagang dari door to door dan
koalisi dengan pedagang kaki lima itu sendiri dengan cara melibatkan
76
xcviii
pedagang kaki lima dalam setiap pembuatan keputusan yang mengatur
keberadaan pedagang kaki lima serta penegakan hukum terhadap pedagang
kaki lima yang bandel dengan cara pemberian sanksi yang tegas kepada
setiap pelanggaran yang dilakukan pedagang kaki lima.
4. Retribusi pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang kecil dalam
membentuk pendapatan asli daerah. Hal ini dapat ditunjukan dengan
prosentase retribusi pedagang kaki lima terhadap pendapatan daerah di kota
Surakarta periode tahun anggaran 2005,2006,2007,2008 sebagai berikut:
a. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kaki lima Monjari dan
Kadipolo jalan. Dr. Rajiman terhadap pendapatan asli daerah untuk
tahun anggaran 2005 adalah sebesar 1,2 % dengan jumlah pedagang
kaki lima 780 dan 0,07 % dengan jumlah pedagang kaki lima 36.
b. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kaki lima di Monjari dan
Kadipolo jalan.Dr. Rajiman terhadap pendapatan asli daerah kota
surakarta untuk tahun anggaran 2006 adalah sebesar 1,4 % dengan
jumlah pedagang kaki lima 989 dan 0,19 %. Dengan jumlah pedagang
kaki lima 133.
c. Prosentase kontribusi retribusi pedagang kaki lima di Notoharjo
terhadap pendapatan asli daerah untuk tahun anggaran 2007 adalah
sebesar 7 %. Dengan jumlah pedagang kaki lima 989.
d. Prosentase kontribusi retribusi pedaang kali lima untuk tahun anggaran
2008 adalah sebesar 69 % jumlah pedagang kaki lima 1122.
Namun jika dilihat dari segi penerimaan retribusi pedagang kaki lima
ternyata mengalami kenaikan yaitu pendapatan retribusi pedagang Monjari
tahun anggaran 2005 sebesar Rp.44.530.000,- sedangkan retribusi pedagang
kaki lima Kadipolo di Jalan. Dr. Rajiman sebesar Rp. 2.628.000,- sedangkan
tahun anggaran 2006 retribusi pedagang kaki lima Monjari sebesar Rp.
72.197.000 dan Kadipolo di Jalan Dr. Rajiman sebesar Rp.9.709.000,- .
Setelah direlokasi retribusi pedagang kaki lima tahun anggaran 2007 sebesar
Rp. 408.792.000 sedangkan tahun 2008 sebesar Rp. 519.806.000,-. Dari
tahun 2005-2006 retribusi Monjari mengalami kenaikan Rp. 27.6667.000,-
xcix
sedangkan retribusi Kadipolo Jalan Dr. Rajiman Rp.7.081.000, Sedangkan
tahun 2007-2008 retribusi pedagang kaki lima mengalami kenaikan
Rp.111.014.000.
B. Implikasi
Berdasar pada kesimpulan hasil penelitian diatas maka implikasi dari
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karena Faktor-faktor yang melatarbelakangi relokasi pedagang kaki lima
adalah Jumlah pedagang kaki lima banyak yang secara ekonomi memiliki
peran menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran dan pemberian
potensi penyerapan kas kepada daerah melalui retribusi serta adanya lokasi
resmi yang dijadikan tempat relokasi pedagang kaki lima dari lokasi
sebelumnya. Secara ekonomi pedagang kaki lima memiliki peran dan
masuk sebagai bagian dari sistem ekonomi untuk itu relokasi terhadap
pedagang kaki lima, maka sangat bijak dalam melibatkan pedagang kaki
lima. Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan perlu diterapkannya
nilai-nilai pancasila sehingga pedagang dapat menjadi warga negara yang
berperilaku sesuai dengan aturan yang ada.
2. Karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah bertujuan untuk
memberikan kesejahteraan terhadap pedagang kaki lima maka diperlukan
perhatian pemerintah terhadap sektor informal yang berupa jaminan usaha
dan dukungan modal maupun kebijakan yang mempermudah usaha
pedagang kaki lima secara optimal. Menurut teori pendidikan
kewarganegaraan masalah ini menyangkut kesejahteraan masyarakat untuk
itu diperlukan usaha pemerintah untuk memberikan pemenuhan hak-hak
ekonomi warga negara.
3. Karena relokasi pedagang kaki lima memiliki hambatan untuk itu maka,
pemerintah perlu menampung, melibatkan dan menindak lanjuti seluruh
keluhan pedagang kaki lima sehingga pedagang aki lima merasa memiliki
dan bertanggung jawab atas kebijakan tersebut sehingga tidak ada alasan
lagi bagi pedagang kaki lima untuk mengingkari peraturan yang telah
c
dibuatnya sendiri. Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan hal tersebut
termasuk dalam pembangunan ekonomi dimana untuk mengatasi masalah
ini diperlukan kerja sama atas dasar kekeluargaan.
4. Karena Retribusi pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang kecil
dalam membentuk pendapatan asli daerah Kotamadya Surakarta, maka
diperlukan kerja sama antara pedagang kaki lima dengan pemerintah dalam
rangka pengelolaan potensi dan perkembangan pedagang kaki lima di kota
Surakarta dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat guna
mewujudkan penguatan ekonomi daerah.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang peneliti ajukan serta pengalaman peneliti
selama mengadakan penelitian di lokasi atau lapangan, maka dapatlah penelitian
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Agar menjamurnya keberadaan pedagang kaki lima tidak menimbulkan
problem bagi pemerintah hendaknya kebijakan pemerintah kota Surakarta
melindungi pedagang kaki lima melalui penyelesaian kemanusian dan
memberikan penilaian positif terhadap kehadiran pedagang kaki lima di kota
Surakarta sebagai pembuka lapangan kerja dan penyerap pengangguran.
2. Kepada pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk memberikan fasilitas
yang menunjang bagi pedagang kaki lima untuk mengembangkan usaha dan
meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima.
3. Agar kebijakan pemerintah dalam merelokasi pedagang kaki lima dapat
berjalan sesuai rencana maka perlu adanya sosialisasi peraturan daerah dan
keterlibatan pedagang dalam penentuan kebijakan.
4. Agar retribusi pedagang kaki lima dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pendapatan asli daerah Surakarta, untuk itu diperlukan kerja
sama antara pedagang kaki lima dengan pemerintah kota Surakarta, dan
pengelolaan secara profesional akan keberadaan pedagang kaki lima di kota
Surakarta.
ci
cii
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana. 2006. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya: ITS press Argyo Demartoto. 2002. Karakteristik Pedagang Kaki Lima Kotamadya
Surakarta. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press BPS, 2007. Jumlah Rakyat Miskin di Indonesia. http://groups.google.co.id,
Diakses 13 April 2007 Chris Manning dan Tadjuddin Noer Efendi. 1991. Urbanisasi dan Sektor Informal
Di Kota. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Damayanti, 2007. Pengertian Relokasi, http://bandung.hartage.co.id, Diakses 13
Maret 2007 Dedi Supriadi Bratakusumah dan Dadang Solohin. 2002. Otonomi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama
Depdiknas. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesai. Jakarta: Balai Pustaka. Edi Suryanto HP. 2006.Implementasi kebijakan Pemerintah Kota Surakarta
Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima Menurut Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun !995. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
E. M. Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Yogyakarta : Difa Publiser Jefta Leibo. 2004. Problem Perkotaan dan Konflik Sosial. Yogyakarta:
INPEDHAM John, M. E, Chols dan Hasan Shadaly. 2000. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia-
Bahasa Inggris. Jakarta : Gramedia John Wiley. 2008. Definition Of Hawker .http://en.wikipedia.org/wiki/hawker 10
Juli 2009 Josef Riwu Kaho. 1988. Mekanisme Pengontrolan Dalam Hubungan Pemerintah
Pusat Dan Daerah. Jakarta : Bina Aksara Kamala Candra Kirana dan Isono Sadoko. 1994. Dinamika Ekonomi Informal Di
Jakarta. Jakarta : Universitas Indonesia Press
ciii
Lexy. J Moleong.2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Kanisius Paulus Harianto, M.T. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. Riant Nugroho D. 2000. Otonomi Daerah Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta
: PT. Elex Media Komundo Gramedia Rozali Abdullah. 2002. Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai
Suatu Alternatif . Jakarta : Raja Grafindo Persada Saroni Asikin, 2007. Pemindahan Pedagang Kaki Lima Nyaris Ribut,
http://www.solopos.co.id, Diakses 28 April 2007 Subagyo, 2007. Relokasi Yang Menguntungkan Pedagang, http://www.
pontianakpost.com, Diakses 18 Maret 2007 Sukawi, 2006. PKl, Cermin Ketidakadilan Sektor Informal,
http://www.kompas.com, Diakses 11 Juni 2007 Suryanto, 2007. Pedagang Kaki Lima Antara Tata Kota Dan Niaga,
http://bimaconsept.wordpres.Diakses 2 Desember 2007 Sutopo, H.B 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret Surakarta Press Tony Robbins. 2007. Hawker Engineering.http://www.flaststrat.state.ri.us/bfs-
glosafi. 10 Juli 2009
civ
PEDOMAN WAWANCARA
Bagi Dinas Pedagang Kaki Lima
A. Daftar pertanyaan untuk Kasi Penertiban Dinas Pengelola Pedagang Kaki
Lima
1. Dasar hukum apa yang melatarbelakangi pendirian Dinas Pedagang Kaki
lima?
2. Apakah fungsi dan tugas Dinas Pengelolaan Pedagang Kaki Lima?
3. Apakah yang menjadi kewenangan Dinas Pengelolaan Pedagang Kaki
Lima?
4. Apakah yang melatarbelakangi Dinas Pengelola Pedagang Kaki lima
membuat kebijakan relokasi terhadap pedagang kaki lima?
5. Adakah faktor pendukung dan penghambat relokasi pedagang kaki lima?
6. Apakah solusi yang dipakai pemerintah untuk mengatasi hambatan
relokasi?
7. Adakah permasalahan pedagang kaki lima sehingga perlu direlokasi?
8. Apakah yang menjadi dasar hukum yang mengatur keberadaan pedagang
kaki lima?
9. Apakah pedagang kaki lima mematuhi dasar hukum tersebut?
10. Adakah pemberian fasilitas terhadap pedagang kaki lima?
11. Apakah pedagang yang menempati lokasi yang tidak resmi dan tidak
memili ijin seperti Monjari dan Jalan Dr. Radjiman juga ditarik retribusi?
B. Daftar Pertanyaan Untuk Kasi Pembinaan PKL
1 Sejak kapan kantor Pengelola PKL berdiri ?
2 Bagaimana bentuk penanganan Kantor Pengelola PKL terhadap
pelanggaran PKL?
3 Apakah seluruh PKL mendapat sosialisasi atas kebijakan relokasi, dan
bagaimana sosialisasinya ?
4 Apakah ada upaya pembinaan dari kantor terhadap PKL?
cv
5 Program apa yang menurut kantor pengelola PKL berhasil, kapan program
tersebut dilaksanakan ?
6 Dalam hal apa saja KPPKL melibatkan komunitas PKL dalam proses
kebijakan ?
7 Fasilitas yang telah diberikan KPPKL terhadap PKL adalah ?
8 Adakah faktor pendukung dan penghambat relokasi pedagang kaki lima?
9 Apakah solusi yang dipakai pemerintah untuk mengatasi hambatan
relokasi?
C. Daftar untuk Kepala Pembina Dinas Kantor Pengelola Pedagang Kaki Lima
1. Apa dasar Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima mengeluarkan kebijakan
penataan terhadap pedagang kaki lima?
2. Apakah manfaat penataan pedagang kaki lima ?.
3. Apakah tujuan penataan pedagang kaki lima?
4. Apa latar belakang Dinas Pedagang Kaki Lima mengeluarkan program
penataan dan pembinaan pedagang kaki lima?
5. Program penataan apa yang rutin dilakukan oleh Dinas Pengelola
Pedagang Kaki Lima?
6. Apa dampak penataan pedagang kaki lima menurut Dinas pengelola
Pedagang Kaki Lima ?
D. Daftar pertanyaan Bagi Pedagang Kaki Lima
1. Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima
2. Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
3. Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
4. Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah mendapat
tindakan tidak mennyenangkan dari pemerintah?
5. Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberaan pedagang
kaki lima?
cvi
6. Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
7. Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan pendapatan?
8. Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
9. Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
10. Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
11. Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar retribusi?
12. Apakah sanksi yang diberikan oleh pemerintah?
E. Daftar Pertanyaan Bagi DIPENDA
1. Apakah yang menjadi kewenangan Dipenda?
2. Apakah selama ini pedagang memberikan kontribusi terhadap PAD?
3. Dinas apa saja yang berwenang memungut retrinusi pedagang kaki lima?
4. Bagaimana upaya DIPENDA untuk meningkatkan pendapatan dari sektor
retribusi pedagang kaiki lima?
5. Langka-langkah apakah yang ditempuh DIPENDA dalam menggali
Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi pedagang kaki lima?
F. Daftar Pertanyaan Bagi Dinas Pengelola Pasar
1. Apakah tugas dan fungsi Dinas Pengelola Pasar?
2. Bagaimana cara pemungutan retribusi yang dilakukan oleh Dinas
Pengelola Pasar?
3. Sejauh mana kontribusi pedagang kaki lima terhadap pendapatan asli
daerah?
4. Apa sajakah yang dilakukan oleh dinas pengelola pasar untuk
meningkatkan pendapatan? dan apakah peningkatan retribusi di Notoharjo
juga akibat kanaikan tarif retribusi ?
5. Adakah keterlambatan membayar retribusi dari pedagang kaki lima?
6. Adakah sangsi yang diberikan jika pedagang kaki lima terlambat
membayar retribusi?
cvii
7. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh dinas pengelolaan pedagang kaki
lima dalam pemungutan retribusi terhadap pedagang kaki lima?
8. Dari penerimaan retribusi pedagang dialokasikan untuk apa saja?
G. A. Daftar Pertanyaan Untuk Masyarakat
1. Apakah anda mengetahui kepindahan pedagang kaki lima klitikan
Monumen Perjuangan Banjarsari/Dr. Radjiman ke Semanggi (Notoharjo)?
2. Bagaimana tanggapan anda terhadap relokasi yang dilaksanakan
Pemerintah Kota Surakarta?
3. Apakah anda terganggu dengan keberadaan mereka (pedagang kaki lima)
dahulu di Monjari/ Dr. Radjiman ?
4. Bagaimana pendapatan anda tentang pedagang kaki lima, khususnya di
kota Surakarta ?
cviii
PETIKAN HASIL WAWANCARA
Informan 1
Nama : Dwi Susetyo
Jabatan : Kasi Penertiban KPPKL
Loakasi : Kantor Pengelola Pedagang Kaki Lima
Waktu : 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 1
Pertanyaan : Dasar hukum apa yang melatarbelakangi pendirian Dinas
Pedagang Kaki lima?
Jawab : Dasar Pemikiran terbentuknya kantor pengelolaan pedagang kaki
lima adalah semakin berkembangnya sektor informal di kota
surakarta dan berdasarkan UU NO 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah memunyai kewenangan
untuk mengatur rumah tangganya sendiri, dalam rangka otonomi
daerah. Perkembangan sektor informal perlu dikemas kedepannnya
sehingga didirikan lembaga terkini daerah yaitu kantor pengelolaan
pedagang kaki lima. Tata kerjanya kantor bukan dinas. Dikatakan
kantor karena berangkat dari suatu organisasi dan bentuknya
adalah suatu organisasi dan bentuknya adalah satu kepala kantor,
satu kepala TU, dan tiga kepala seksi yaitu seksi pembinaan, seksi
penataan, seksi penertiban, sedangkan secara formal yang
mendasari pendirian kantor pengelolaan pedagang kaki lima yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan penataan dan
penertiban pedagang kaki lima di Surakarta adalah peraturan
daerah Surakarta No 6 Tahun 2001 Tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Perangkat Pemkot Surakarta, Sedangkan pedoman
kerja kantor pengelolaan pedagang kaki lima dituangkan dalam
Surat Keputusan Walikota Surakarta No 41 Tahun 2001 Tentang
Pedoman Uraian Tugas Kantor Pengelolaan Pedagang Kaki Lima.
Pertanyaan : Apakah fungsi dan tugas Dinas Pengelolaan Pedagang Kaki
Lima?
cix
Jawab : Secara umum fungsi dari dinas pengelolaan pedagang kaki lima
adalah penyelenggara tata usaha, kantor, penyusunan rencana
program, pengendalian evaluasi dan pelaporan, pembinaan,
penataan, penertiban pedagang kaki lima, dan penyelenggaraan
penyuluhan pembinaan jabatan fungsional. Sedangkan tugas kantor
pengelolaan pedagang kaki lima adalah membantu pelaksanaan
tugas-tugas pemerintah kota Surakarta khususnya di bidang
pengelolaan pedagang kaki lima atau sektor informal
Pertanyaan : Apakah yang menjadi kewenangan Dinas Pengelolaan Pedagang
Kaki Lima?
Jawab : Kewenangan Dinas Pengelolaan pedagang kaki lima adalah
menyusun profil pedagang kaki lima kota Surakarta, merencanakan
dan membuat bentuk bangunan pedagang kaki lima sesuai dengan
kebutuhan pedagang kaki lima dengan mempertimbangkan fungsi
dan rencana umum tata ruang kota, membagi waktu usaha
pedagang kaki lima sehingga mudah dalam pengawasan dan
pengendaliannya, membuat aturan hukum yang dapat
mengakomodir antara kepentingan pedagang kaki lima dengan
kepentingan umum serta mengatur hak dan kewajiban pedagang
kaki lima dengan pemerintah kota, membuat kebijakan penataan
dan pembinaan dan penertiban pedagang kaki lima.
Pertanyaan: Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi Dinas Pengelola
Pedagang Kaki lima membuat kebijakan relokasi terhadap
pedagang kaki lima?
Jawaban : Bahwa pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor kegiatan
ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan
pendapatan masyarakat perlu dilindungi dibina dan dikembangkan
lebih efisien agar kehidupan para pedagang kaki lima semakin
sejahtera dan secara optimal dapat memberikan hasil guna dan daya
guna bagi perwujudan tujuan pembangunan kota Surakarta sebagai
bagian dari tujuan pembangunan nasional, Jumlah pedagang kaki
cx
lima banyak sehingga menimbulkan pemasalahan, menempati
lokasi yang dilarang sebagai areal dagang, adanya lokasi resmi yang
dijadikan relokasi yang memenuhi kriteria daya dukung lingkungan
yang berupa keindahan lingkungan, jumlah pedagang yang dapat
ditampung, peluang waktu berdagang yang tersedia tanpa
mengganggu lingkungan, jarak dari pasar dan tingkat pemakaian
fasilitas umum kota dan adanya potensi ekonomi.
Pertanyaan :Adakah faktor pendukung yang melatarbelakangi relokasi PKL dan
Faktor penghambat relokasi pedagang kaki lima?
Jawaban : Faktor pendukung adanya lokasi yang dijadikan relokasi pedagang
kaki lima, jumlah pedagang kaki lima yang besar disuatu wilayah
dan terdapat potensi ekonomi yang besar dan menempati lokasi yang
dilarang sebagai areal dagang seperti tertuang dalam Surat
Keputusan walitoka No 2 Tahun 2001 Tentang Penataan dan
Pembinaan Terhadap Pedagang Kaki Lima. Monumen Banjarsari
dan jalan Dr. Radjiman merupakan areal yang terlarang untuk
berjualan sehingga PKL di lokasi tersebut direlokasi. Sedangkan
faktor penghambat adalah penolakan pedagang kaki lima untuk
direlokasi melalui demontrasi, mencari dukungan LSM dan
mahasiswa, lokasi yang kurang strategis sehingga berimbas pada
menurunnya pendapatan pedagang, Berdagang secara sembunyi-
sembunyi, kurangnya sosialisasi.
Pertanyaan :Apakah solusi yang dipakai pemerintah untuk mengatasi hambatan
relokasi?
Jawaban : Untuk mengatasi demontrasi, pemerintah melakukan musyawarah
dan dialog dengan pedagang selama 46 kali dan melakukan
sosialisasi kepada pedagang mengapa mereka perlu dipindahkan dan
bagaimana nasib pedagang setelah direlokasi, melakukan pendataan
dan pemetaan mengenai potensi dan kendala relokasi pedagang kaki
lima, penyediaan lokasi dan pemberian fasilitas, untuk mengatasi
permasalahan lokasi yang tidak strategis pemerintah pemerintah
cxi
memberikan solusi dengan cara mengenalkan lokasi tersebut melalui
pemasangan rambu-rambu lalu lintas, RPPJ, petunjuk arah, baliho
dan pengaturan trayek angkutan sehingga masyarakat akan lebih
mengenal lokasi tersebut karena berdasarkan masukan dari pedagang
kaki lima bahwa keengganan calon pembeli ke lokasi tersebut
disebabkan karena akses yang jauh, lokasi yang kurang dikenal.
Pertanyaan :Adakah permasalahan pedagang kaki lima sehingga perlu direlokasi?
Jawaban : Permasalahan yang ditimbulkan pedagang kaki lima yaitu penggunaan
fasilitas umum oleh pedagang sebagai areal berdagang, menjadikan
berubahnya fungsi fasilitas umum prasarana kota. Sehingga
menyebabkan benturan kepentingan antara warga masyarakat
pengguna fasilitas umum dengan pedagang kaki lima yang mendiami
tempat tersebut, benturan antara pedagang kaki lima dengan RUTK
pengguna lahan oleh pedagang kaki lima yang tidak sesuai dengan
RUTK, rusaknya kondisi lingkungan kota, kemacetan dan
kekumuhan akibat bentuk lokasi dan kegiatan pedagang kaki lima
yang tidak mengindahan peraturan yang ada.
Pertanyaan :Apakah yang menjadi dasar hukum yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Yang menjadi dasar hukum pengaturan pedagang kaki lima adalah
peraturan daerah No 8 Tahun 1995 Tentang Penataan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima dan Surat Keputusan Walikota N0 2 Tahun
2001 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, bahwa
pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor kegiatan ekonomi
yang mampu berkorban menyerap tenaga kerja meningkatkan
pendapatan masyarakat maka perlu dilindungi dan dibina dan
dikembangkan lebih efisien supaya kehidupan para pedagang kaki
lima semakin sejahtera dan secara optimal dapat memberikan hasil
guna dan daya guna bagi perwujudan tujuan pembagunan kota
madya Surakarta sebagai bagian tujuan pembangunan nasional.
Pertanyaan: Apakah pedagang kaki lima mematuhi dasar hukum tersebut?
cxii
Jawaban :Ada pedagang kaki lima yang mematuhi dan ada pedagang yang tidak
mematuhi
Pertanyaan :Adakah pemberian fasilitas terhadap pedagang kaki lima?
Jawaban :Pemberian fasilitas terhadap pedagang kaki lima berupa
a. Kios diberikan kepada pedagang kaki secara gratis
b. Pembangunan sarana MCK, pemberian saluran listrik dan air,
tempat sampah.
c. Pemberian bantuan modal kerja melalui koperasi yang yang telah
dibentuk sebesar lima juta rupiah tanpa adanya bunga dengan
syarat fotokopi KTP dan KK diberikan kepada pedagang
sebesar lima juta rupiah.
d. Pemberian bantuan manajemen usaha untuk mengembangkan
usaha dan memberikan keterampilan mengembangkan usaha
sehingga pedagang bisa menjadi pengusaha formal.
e. Pinjaman lunak yaitu pemberian bantuan kepada PKL yang
berupa kredit usaha melalui koperasi yang telah dibentuk yang
bertujuan memperdayakan PKL melalui perkuatan permodalan
koperasi sehingga dapat memperluas jangkauan usahanya dan
meningkatkan pendapatan. Dengan syarat bunga 1,2 % dan
syarat fotokopi KTPP dan KK, memiliki SIUP dan NPWP
Pertanyaan : Apakah pedagang yang menempati lokasi yang tidak resmi dan tidak
memili ijin seperti Monjari dan Jalan Dr. Radjiman juga ditarik
retribusi?
Jawaban : Pedagang di Monjari dan jalan. Dr. Radjiman memang tidak berijin
dan tidak resmi akan tetapi tetap ditarik retribusi karena pedagang
berjualan di trotoar dan taman yang merupakan tanah pemerintah
untuk itu tetap ditarik retribusi
Catatan Lapangan : Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima berperan untuk
menata dan menertibkan pedagang kaki lima yang berdagang di
lokasi terlarang. Salah satu bentuk penataan pemerintah terhadap
pedagang kaki lima adalah merelokasi pedagang kaki lima ke lokasi
cxiii
resmi yang bertujuan untuk melindungi usaha pedagang kaki lima
dan mensejahterahkan pedagang kaki lima.
Refleksi : Responden baik, tegas, dan berwibawa, dapat menjawab pertanyaan
secara diplomatis.
Informan 2
Nama : Arif Darmawan
Jabanat :Kasi Pembinaan KPPKL
Lokasi : Kantor pengelola pedagang kaki lima
Hari dan Tanggal: 13 Maret 2008
Pertanyaan : Sejak kapan kantor Pengelola PKL berdiri ?
Jawaban : Kantor Pengelola PKL Kota Surakarta berdiri sejak dikeluarkannya
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2001 yang ditindaklanjuti dengan
Surat Keputusan Walikota Nomor 41 Tahun 2001 sebagai dasar
operasinya.
Pertanyaan Bagaimana bentuk penanganan Kantor Pengelola PKL terhadap
pelanggaran PKL?
Jawaban : Pembinaan, Teguran lisan, teguran Tertulis I, II, III, Koordinasi
dengan penegak Perda yaitu Kantor Satuan Polisi Pramong Praja.
Pertanyaan :Apakah seluruh PKL mendapat sosialisasi atas kebijakan relokasi,
dan bagaimana sosialisasinya ?
Jawaban : Sudah. Sosialisasinya dilakukan melalui door to door
Pertanyaan :Apakah ada upaya pembinaan dari kantor terhadap PKL?
Jawaban : Ada
Pertanyaan : Program apa yang menurut kantor pengelola PKL berhasil, kapan
program tersebut dilaksanakan ?
Jawaban : Penertiban PKL, jalan Jend. Sudirman tanggal 30 Juni 2003,
penertiban PKL buah di jalan Adi Sucipto 14 maret 2004, penataan
PKL jalan Slamet Riyadi 22 oktober 2003 dan sebagainya.
cxiv
Pertanyaan :Dalam hal apa saja KPPKL melibatkan komunitas PKL dalam
proses kebijakan ?
Jawaban : Semua kebijakan pemerintah kota yang diperuntukan kepada pelaku
sektor Informal (PKL)
Pertanyaan :Fasilitas yang telah diberikan KPPKL terhadap PKL adalah ?
Jawaban : bantuan modal tanpa adanya bunga dan syarat mudah, pinjaman
lunak dengan syarat sudah memiliki SIUP fotokopi KTPP dan KK
dan bunga ringa yaitu 1,2 % melalui bantuan ini diharapkan
pedagang kaki lima dapat mengembangkan usahanya, kios sebagai
tempat berdagang yang bangunan dindingnya terbuat dari batu dan
diberikan secara gratis, bantuan shelter dan gerobag, bantuan saluran
listrik dan air yang pembayaran tagihannya di bayar pedagang
melalui retribusi tiap harinya, MCK, tempat sampah dan sebagainya.
Pertanyaan :Apakah faktor pendukung yang melatarbelakangi relokasi dan faktor
penghambat relokasi pedagang kaki lima?
Jawaban :Faktor pendukung adanya lokasi yang dijadikan relokasi yang
memiliki daya dukung lingkungan untuk menampung PKL yang
berupa keindahan lingkungan, jumlah pedagang yang ditampung,
peluang waktu berdagang yang tersedia tanpa mengganggu
lingkungan, jarak dari pasar dan tingkat pemakaian fasilitas umum
kota. Jumlah pedagang kaki lima yang besar di suatu wilayah
sehingga menimbulkan permasalahan yaitu kemacetan lalu lintas,
rusaknya lingkungan dan ketidaknyamanan serta terdapat potensi
ekonomi yang besar. Relokasi juga merupakan suatu perlindungan
terhadap pedagang kaki lima yaitu memberikan pengakuan yang
sama dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya selain memberikan
kesejahteraan terhadap pedagang melalui pemberian fasilitas untuk
mengembangkan usahanya sesuai dengan Peraturan Daerah No 8
Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan Terhadap Pedagang
kaki lima. Sedangkan faktor penghambat adalah penolakan pedagang
kaki lima untuk direlokasi melalui demontrasi, mencari dukungan
cxv
LSM dan mahasiswa, lokasi yang kurang strategis sehingga berimbas
pada menurunnya pendapatan pedagang, berdagang secara
sembunyi-sembunyi.
Pertanyaan :Apakah solusi yang dipakai pemerintah untuk mengatasi hambatan
relokasi?
Jawaban : Untuk mengatasi demontrasi pemerintah melakukan musyawarah dan
dialog dengan pedagang selama 46 kali dan melakukan sosialisasi
tentang aturan hukum kepada pedagang dan mengapa mereka perlu
dipindahkan dan bagaimana nasib pedagang setelah direlokasi,
karena itu merupakan cara efektif untuk memberikan pengertian
kepada pedagang kaki lima supaya mereka mau dipindahkan,
melakukan pemetaan mengenai potensi dan kendala relokasi
pedagang kaki lima, untuk mengatasi permasalahan lokasi yang tidak
strategis pemerintah pemerintah memberikan solusi denga cara
mengenalkan lokasi tersebut melalui pemasangan rambu-rambu lalu
lintas, RPPJ, petunjuk arah, baliho dan pengaturan trayek angkutan
sehingga masyarakat akan lebih mengenal lokasi tersebut karena
berdasarkan masukan dari pedagang kaki lima bahwa keengganan
calon pembeli ke lokasi tersebut disebabkan karena akses yang jauh,
lokasi yang kurang dikenal.
Catatan Lapangan: Penegakan hukum akan dikenakan terhadap pedagang kaki
lima yang melanggar melalui pembinaan, teguran lisan dan teguran
tertulis I, II dan III, dan apabila pedagang tidak mengindahkan
teguran lisan dan tertulis kantor pengelola pedagang kaki lima
berkoordinasi dengan penegak Perda yaitu Kantor Satuan Polisi
Pamong Praja.
Refleksi : Responden baik dan mendukung peneliti dalam melakukan penelitian
akan tetapi terkadang responden bingung dalam menjawab
pertanyaan peneliti.
cxvi
Informan 3
Nama : Bambang Santosa Wiyono, SH, MM
Jabatan : Pembina Tingkat 1
Lokasi : Kantor Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima
Hari dan Tanggal: 13 Maret 2008
Hasil wawancara dengan informan 3
Pertanyaan : Apa dasar Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima mengeluarkan
kebijakan penataan terhadap pedagang kaki lima?
Jawaban : Banyaknya masukan SMS ke Walikota dan Wakil Walikota untuk
melakukan penataan pedagang kaki lima, merupakan tindak lanjut
penataan dan penertiban pedagang kaki lima di seluruh wilayah
kota, hasil penilaian Tim Adipura tingkat pusat mengenai
keberadaan pedagang kaki lima yang tidak tertata.
Pertanyaan :Apakah manfaat penataan pedagang kaki lima ?
Jawaban : Tertatanya pedagang kaki lima sesuai dengan kondisi lingkungan,
terciptanya ketertiban lingkungan, terciptanya kebersihan,
ketertiban, dan keindahan kota.
Pertanyaan :Apakah tujuan penataan pedagang kaki lima?
Jawaban : penataan pedagang kaki lima di wilayah kota Surakarta dapat meraih
Adipura dan Solo Berseri Kembali.
Pertanyaan :Apa latar belakang Dinas Pedagang Kaki Lima mengeluarkan
program penataan dan pembinaan pedagang kaki lima?
Jawaban : keberadaan pedagang kaki lima yang tidak sesuai dengan fungsi
Tata Ruang Kota, harmonisasi ruang dan keseimbangan hubungan
sosial terganggu, terjadinya ketidaklancaran lalu lintas, dan terjadi
penurunan kualitas lingkungan.
Pertanyaan :Program penataan apa yang rutin dilakukan oleh Dinas Pengelola
Pedagang Kaki Lima?
Jawaban : Penataaan dan pembinaan yang dilakukan secara door to door
maupun kelompok, penataan dan pembinaan meliputi fisik dan fisik,
cxvii
pelaksanaan tugas khusus, monitoring dan pengawasan secara rutin
untuk menjamin peraturan ditaati oleh semua pihak.
Pertanyaa :Apa dampak penataan pedagang kaki lima menurut Dinas pengelola
Pedagang Kaki Lima ?
Jawaban : keberadaan pedagang kaki lima sesuai dengan tata ruamg kota,
kembalinya ruang publik dan fasilitas umum kota, harmonisasi ruang
dan keseimbangan hubungan sosial lancar, dan terjaganya kualitas
lingkungan, peningkatan status dan kehidupan pedagang kaki lima,
dan kepastian usaha pedagang kaki lima
Catatan Lapangan: Latar belakang Pemerintah Kota Surakarta menata
Pedagang kaki lima karena keberadaan pedagang kaki lima tidak
sesuai dengan fungsi tata ruang kota sehingga menyebabkan problem
kemacetan lalu lintas dan penurunan kualitas lingkungan.
Refleksi : Responden menjawab pertanyaan dengan tegas, diplomatis dan
mendukung peneliti dalam melakukan penelitian tentang relokasi
pedagang kaki lima.
Informan 4
.Nama : Sukino
Jawatan : Pedagang kaki lima
Lokasi : Pasar Notoharjo
Hari dan tanggal : 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 4
Pertanyaan : Sudah Berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Sudah lama mbak saya menjadi pedagang kaki lima, kira-kira sekitar
lima tahunan
Pertanyaan :Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban :Karena sulit mencari pekerjaan di sektor formal yang membutuhkan
syarat-syarat khusus dan keterampilan tertentu.
cxviii
Pertanyaan :Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban : Alhamdulillah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari
Pertanyaan :Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : ya tentu tahu akan tetapi mencari uang lebih penting mbak untuk
membantu keluarga, untuk itu walaupun tempat kami dulu
merupakan daerah terlarang untuk berjualan akan tetapi jumlah
pedagang di Monjari semakain bertambah karena sebagaian
pedagang tidak mengindahkan Perda yang ada.
Pertanyaan: Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah mendapat
tindakan tidak mennyenangkan dari pemerintah?
Jawaban :Pemerintah cuma memberikan surat teguran jika melanggar peraturan
Pertanyaan :Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban :Sebenarnya kami tidak setuju dengan relokasi yang dilakukan oleh
pemerintah karena lokasi relokasi itu tidak strategis makanya kami
pun berdemo unuk menolak relokasi. Akan tetapi apa mau dikata
kami kan orang kecil lebih baik ikut apa kata pemerintah dari pada
tidak berdagang mau dikasih makan apa keluarga kami, kalau
menentang kebijakan pemerintah terus.
Pertanyaan :Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban: Pendapatan justru menurun setelah direlokasi ke tempat resmi kurang
lebih 50 %, karena jarangnya pembeli
Pertanyaan :Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios, saluran listrik, tempat sampah, bantuan modal sebesar lima
juta rupiah dengan syarat memiliki KTP dan tidak adanya bunga,
MCK, pinjaman lunak dengan syarat telah memiliki SIUP, KTPP,
KK dan adanya jaminan dabn bunga sebesar 1,2 %
Pertanyaan :Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
cxix
Jawaban : dua kali dalam sehari
Pertanyaan :Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban: Sebenarnya keberatan karena kalau lagi sepi pengunjung saya merugi.
Pertanyaan:Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : pernah
Pertanyaan :Adakah sanksi yang diberikan atas keterlambtan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : sanksi yang diberikan cuma disuruh bayar dobel.
Catatan Lapangan : Pekerjaan sebagai pedagang kaki lima merupakan pekerjaan
alternatif karena susahnya mencari pekerjaan di sektor formal yang
membutuhkan keterampilan dan syarat. Hal ini berbeda dengan
pekerjaan sebagai pedagang yang dibutuhkan adalah semangat tidak
pantang menyerah
Refleksi : Responden menjawab pertanyaan dengan ramah, terbuka dan tidak
berbelit-belit.
Informan 5
Nama : Bambang
Jabatan : Pedagang kaki lima
Lokasi : Jalan Dr. Rajiman
Hari dan tanggal : 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 5
Pertanyaan :Sudah Berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban: Sudah lama mbak saya menjadi pedagang kaki lima, kira-kira sekitar
lima tahunan
Pertanyaan :Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban :Karena sulit mencari pekerjaan di kota besar
cxx
Pertanyaan :Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban :Alhamdulillah sedikit tercukupi kebutuhan sehari-hari
Pertanyaan :Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Tahu. Akan tetapi adanya tuntutan ekonomi sehingga pedagang tetap
berjualan di pinggir jalan walaupun daerah ini merupakan daerah
terlarang untuk berjualan.
Pertanyaan :Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah mendapat
tindakan tidak menyenangkan dari pemerintah?
Jawaban : Pemerintah cuma memberikan surat teguran jika melanggar peraturan
Pertanyhaan: Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban: Sebenarnya saya tidak setuju dengan relokasi yang dilakukan oleh
pemerintah karena lokasi relokasi itu tidak strategis makanya kami
pun berdagang secara sembunyi-sembunyi di lokasi semula, karena
dilokasi semula tempatnya ramai pembeli. Akan tetapi apa mau dikata
kami kan orang kecil lebih baik ikut apa kata pemerintah dari pada
tidak berdagang, mau dikasih makan apa nanti keluarga kalau
menentang kebijakan pemerintah terus.
Pertanyaan :Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban : Pendapatan justru menurun setelah direlokasi ke tempat resmi kurang
lebih 50 %, karena jarangnya pembeli mau membeli dagangan saya.
Pertanyaan :Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios diberikan secara gratis, saluran listrik air dan tagihannya
dibayarkan kepada pedagang melalui retribusi, MCK, bantuan modal
tidak adanya bunga, pinjaman lunak bunga 1,2 %, syaratnya mudah
Pertanyaan :Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
Jawaban : dua kali dalam sehari
cxxi
Pertanyaan :Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban : Sebenarnya keberatan karena kalau lagi sepi pengunjung saya merugi.
Pertanyaan :Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : pernah
Pertanyaan :Adakah sanksi yang diberikan atas keterlambtan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : Sanksi yang diberikan cuma disuruh bayar dobel
Catatan lapangan : Pedagang kaki lima tidak setuju dengan program relokasi
dikarenakan ketakutan pedagang akan sepinya pembeli setelah
direlokasi sehingga menurunkan pendapatan pedagang. Untuk itu
pedagang berjualan secara sembunyi-sembunyi di tempat semula.
Refleksi :Responden bersikap baik, memberikan kemudahan bagi peneliti untuk
memperoleh data dan menjawab pertanyaan secara diplomatis.
Informan 6
Nama : Nuryanti
Lokasi : Pasar Notoharjo
Jabatan : Pedagang kaki lima
Hari dan tanggal : 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 6
Pertanyaan :Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima
Jawaban :Sudah lama mbak saya menjadi pedagang kaki lima, kira-
kira sekitar lima tahunan
Pertanyaan :Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban :Karena sulit mencari pekerjaan di kota besar
Pertanyaan :Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban :Alhamdulillah sedikit tercukupi kebutuhan sehari-hari
cxxii
Pertanyaan :Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah mendapat
tindakan tidak mennyenangkan dari pemerintah?
Jawaban: Pemerintah cuma memberikan surat teguran jika melanggar
peraturan
Pertanyaan :Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Tahu mbak akan tetapi peraturan yang ada belum mewakili aspirasi
pedagang.
Pertanyaan :Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban : Sebenarnya saya tidak setuju dengan relokasi yang dilakukan oleh
pemerintah karena lokasi relokasi itu tidak strategis makanya kami
pun berdemo mendatangi pejabat unuk menolak relokasi. Akan tetapi
apa mau dikata kami kan orang kecil lebih baik ikut apa kata
pemerintah dari pada tidak berdagang mau dikasih makan apa nanti
keluarga kalau menentang kebijakan pemerintah terus
Pertanyaan :Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban : Pendapatan justru menurun setelah direlokasi ke tempat resmi kurang
lebih 50 %, karena jarangnya pembeli mau membeli dagangan saya
Pertanyaan :Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios diberikan secara gratis, saluran listrik dan MCK yang
pembayaran tagihannya dibebankan kepada saya tiap hari melaui
retribusi, pinjaman modal (sebesar sebesar 5 juta ), tempat sampah.
Pertanyaan :Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
Jawab: dua kali, pagi dan sore
Pertanyaan :Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban : Keberatan karena menurut saya terlalu besar
Pertanyaan :Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
cxxiii
Jawaban : pernah
Pertanyaan :Adakah sanksi yang diberikan atas keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban :Tidak cuma disuruh bayar dobel
Catatan Lapngan : Program relokasi yang dilakukan pemerintah mengalami
hambatan yaitu berupa penolakan sejumlah pedagang kaki lima
terhadap relokasi melalui demontrasi mendatangi pejabat.
Refleksi : Responden menjawab pertanyaan dengan malu dan takut untuk
mengungkapkan mengenai keterpaksaan pedagang menyetujui akan
program relokasi.
Informan 7
Nama : Sukidi
Jabatan :Pedagang kaki lima
Lokasi : Jalan Dr. rajiman
Hari dan Tanggal: 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 7
Pertanyann : Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima
Jawaban : Sudah lama mbak sekitar empat tahunan
Pertanyann : Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Untuk menghidupi keluarga
Pertanyann : Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban :Ya alhamdulillah bisa membantu biaya makan sehari-hari
Pertanyann : Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah
mendapat tindakan tidak menyenangkan dari pemerintah?
Jawaban :Tidak pernah cuma teguran lisan dan tertulis.
Pertanyaan: Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberaan
pedagang kaki lima?
cxxiv
Jawaban : Tahu, akan tetapi peraturan daerah selama ini belum memberikan
perlindungan kepada pedagang untuk itu kami sering melanggarnya
dengan berjualan di lokasi terlarang.
Pertanyaan : Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban : Tidak setuju karena kurang sosialisasi dan lokasi tidak strategis
Pertanyaan :Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban : Tidak, pendapatan disini cenderung menurun sekitar 50%
Pertanyaan: Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios diberikan secara gratis, saluran listrik dan MCK, yang
pembayaran tagihannya dibayarkan tiap harinya melaui retribusi,
bantuan modal yang diberikan sebesar 5 juta dan tidak ada bunganya
dan syarat mudah, pinjaman lunak, tempat sampah.
Pertanyaan: Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
Jawaban : Dua kali dalam sehari
Pertanyaan :Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan :Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : Pernah karena dagangan lagi sepi
Pertanyaan :Apakah sanksi yang diberikan oleh pemerintah?
Jawaban : Tidak cuma besok disuruh bayar dobel.
Catatan Lapangan : Pedagang sebenarnya tahu akan adanya peraturan daerah
yang mengatur keberadaannya, bahwa di tepi jalan dan taman
merupakan tempat terlarang. Akan tetapi karena peraturan daerah
selama ini belum memberikan perlindungan bagi pedagang maka
pedagang sering melanggarnya.
cxxv
Refleksi : Responden dalam menjawab peretanyaan peneliti bersikap hati-hati
untuk mengungkapkan bahwa peraturan daerah tentang pedagang
kaki lima belum melindungi keberadaan PKL
Informan 8
Nama : Sriyanti
Jabatan : Pedagang kaki lima
Lokasi : Pasar Notoharjo
Hari dan Tanggal: 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 7
Pertanyaan : Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Sudah sekitar lima tahunan
Pertanyaan : Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : karena sulit mencari pekerjaan di sektor formal
Pertanyaan : Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan : Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah
mendapat tindakan tidak menyenangkan dari pemerintah?
Jawaban : Tidak pernah
Pertanyaan : Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Tahu, makanya saya berdagang disini tidak ijin dulu dengan
pemerintah kalau minta ijin mesti tidak boleh. Usaha saya memang
tidak berijin akan tetapi tetap ditarik retribusi, jadi kami juga
menyumbangkan uang ke Negara, untuk itu seharusnya peraturan
tentang pedagang kaki lima juga harus memperhatikan nasib kami.
Pertanyaan : Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban : Tidak setuju karena lokasi tidak strategis untuk itu ketika pertama
kali pemerintah mau merelokasi, saya sempat berdemo menolak
cxxvi
relokasi. Akan tetapi setelah pemerintah mau menuruti kesepakan
pedagang saya mau direlokasi
Pertanyaan :Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban :Tidak penjulan disini cenderung menurun sekitar 50 % , sekarang
sudah naik kembali setelah adanya promosi dari pemerintah
Pertanyaan : Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios, saluran listrik, bantuan modal, tempat sampah,
MCK
Pertanyaan :Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
Jawaban: dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore
Pertanyaan :Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban: Keberatan
Jawaban : Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : Pernah
Pertanyaan : Apakah sanksi yang diberikan oleh pemerintah?
Jawaban : Disuruh bayar dobel.
Catatan Lapangan : Untuk memberikan kenyamanan, meningkatkan pendapatan
pedagang kaki lima pemerintah menyediakan fasilitas terhadap
pedagang yaitu berupa kios yang diberikan secara gratis, saluran
listrik dan air, tempat sampah, MCK bantuan modal dan pinjaman
lunak.
Refleksi : Responden bersikap baik dan mendukung peneliti dalam melakukan
penelitian.
cxxvii
Informan 9
Nama : Sunarto
Jabatan : Pedagang kaki lima
Lokasi : Pasar Notoharjo
Hari dan Tanggal : 13 April 2008
Hasil wawancara dengan informan 9
Pertanyann : Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Sekitar lima tahunan
Pertanyaan : Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Karena pedagang adalah pekerjaan halal
Pertanyaan :Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban : Untuk membantu biaya sekolah ya Alhamdulillah cukup mbak
Pertanyaan : Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah
mendapat tindakan tidak menyenangkan dari pemerintah?
Jawaban : Tidak pernah
Pertanyaan : Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Tahu
Pertanyaan : Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban : Setuju karena males ikutan demo terus. Nanti keluargaku mau dikasi
makan kalau demo setiap hari.
Pertanyaan : Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban : Tidak ada
Pertanyaan :Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios, bantuan modal sebesar lima juta, saluran listrik dan air,
MCK, dan tempat sampah
Pertanyaan :Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
Jawaban : Dua kali
cxxviii
Pertanyaan : Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan : Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : Pernah
Pertanyaan : Apakah sanksi yang diberikan oleh pemerintah?
Jawaban : Disuru bayar retribusi dobel.
Catatan lapangan : Pedagang kaki lima menyetujui rencana pemerintah
merelokasi pedagang. Hal ini dikarenakan keengganan pedagang
berdemo tiap hari yang mengakibatkan tidak adanya pendapatan.
Selain itu dengan berdemo setiap hari keberadan pedagang kaki
lima juga tetap dipindahkan.
Refleksi : Responden tegas dan diplomatis dalam menjawab pertanyaan
peneliti mengenai alasan menyetujui relokasi.
cxxix
Informan 10
Nama : Slamet
Lokasi : Pasar Notoharjo
Jabatan : Pedagang kaki lima
Hari dan Tanggal : 13 April 2008
Hasil Wawancara dengan informan 10
Pertanyaan : Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawab : Sudah sekitar lima tahunan
Pertanyaan : Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Karena susah mencari pekerjaan di sektor formal
Pertanyaan :Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban : cukup
Pertanyaan : Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah
mendapat tindakan tidak menyenangkan dari pemerintah?
Jawaban : Tidak pernah
Pertanyaan : Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberadaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Tahu
Pertanyaan : Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban : Setuju saja karena pemerintah berjanji akan memperhatikan
kesejahteraan dan perlindungan keberadaan pedagang dari segi
usaha dan tempat usaha.
Pertanyaan : Setelah direlokasi ke tempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan :Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada. Kios, bantuan modal sebesar lima juta, saluran listrik dan air,
MCK, tempat sampah
Pertanyaan : Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
cxxx
Jawaban : Dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore
Pertanyaan : Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban: Tidak
Pertanyaan : Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan : Apakah sanksi yang diberikan oleh pemerintah?
Jawaban : Pembayaran retribusi dobel
Catatan lapangan : Relokasi pedagang kaki lima merupakan kebijakan
pemerintah untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan
terhadap pedagang kaki lima sehingga pedagang kaki lima memiliki
status usaha yang legal.
Refleksi : Responden merespon peneliti dengan senang hati, menjawab
pertanyaan secara diplomatis,terbuka
cxxxi
Informan 11
Nama : Prapti
Lokasi : Pasar Notoharjo
Jabatan : Pedagang kaki lima
Hari dan Tanggal : 13 April 2008
Hasil Wawancara dengan informan 11
Pertanyaan : Sudah berapa lamakah anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Sudah sekitar lima tahunan
Pertanyanan : Mengapa anda menjadi pedagang kaki lima?
Jawaban : Karena susah nyari kerjaan
Pertanyaan : Apakah pendapatan menjadi pedagang kaki lima dapat mencukupi
kebutuhan sehari-hari?
Jawaban : Cukup
Pertanyaan : Sebagai pedagang kaki lima apakah selama ini anda pernah
mendapat tindakan tidak menyenangkan dari pemerintah?
Jawaban : Tidak pernah
Pertanyaan : Apakah anda tahu kalau ada peraturan yang mengatur keberaan
pedagang kaki lima?
Jawaban : Tahu
Pertanyaan : Setujukah anda dengan program relokasi yang dicanangkan oleh
pemerintah?
Jawaban : setuju asalkan ada lokasi yang resmi dan strategis.
Pertanyaan : Setelah direlokasi ketempat baru apakah ada peningkatan
pendapatan?
Jawaban: Tidak . Pendapatan saya justru menurun sekitar 30 % sampai
50 % karena jarangnya pembeli menyambangi dagangan saya, karena
lokasi usaha yang jauh dan tidak strategis.
Pertanyaan : Adakah pemberian fasilitas dari pemerintah untuk anda, apa saja?
Jawaban : Ada, kios, bantuan modal, MCK, Saluran listrik dan air, tempat
sampah
Pertanyaan : Berapa kali dalam satu hari dilakukan penarikan retribusi?
cxxxii
Jawaban : Dua kali
Pertanyaan : Apakah anda keberatan dengan besarnya retribusi yang ditarik oleh
pemerintah?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan : Apakah anda pernah mengalami keterlambatan dalam membayar
retribusi?
Jawaban : Tidak
Pertanyaan : Apakah sanksi yang diberikan oleh pemerintah?
Jawab : Pembayaran retribusi dobel
Catatan Lapangan : Relokasi pedagang kaki lima yang bertujuan untuk
memberikan kesejahteraan terhadap pedagang, akan tetapi setelah
pedagang dipindahkan tidak ada peningkatan pendapatan
dikarenakan akses yang jauh. Untuk itu pemerintah harus
memberikan solusi yang baik sehingga relokasi tidak mematikan
usaha pedagang kaki lima.
Refleksi : Responden bersikap baik, memberikan respon positif, menjawab
pertanyaan dengan jujur dan sesuai realita bahwa setelah direlokasi
pedagang tidak mengalami kenaikan pendapatan.
cxxxiii
Informan 12
Nama : Satria Teguh S
Jabatan : Staff Keuangan Dinas Pengelola Pasar
Lokasi : Kantor Dinas Pengelola Pasar.
Hari dan Tanggal : 14 Maret 2008
Hasil wawancara dengan informan 12
Pertanyaan : Apakah tugas dan fungsi Dinas Pengelola Pasar?
Jawaban : Secara umum tugas dan fungsi dinas pengelolaan pasar adalah
mengelola pendapatan daerah yang ada di Kotamadya Surakarta.
Pertanyaan : Bagaimana cara pemungutan retribusi yang dilakukan oleh Dinas
Pengelola Pasar?
Jawaban : Cara pemungutan retribusi yaitu dengan cara menggunakan Surat
Ketetapan Retribusi Daerah dan menggunakan karcis
Pertanyaan : Sejauh mana kontribusi pedagang kaki lima terhadap pendapatan asli
daerah?
Jawaban : Pendapatan dari pos retribusi pedagang kaki lima merupakan retribusi
yang menyumbangkan pendapatan yang besar juga dapat dilihat dari
realisasi pendapatan asli daerah jadi kontribusinya ya lumayan juga.
Pertanyaan : Apa sajakah yang dilakukan oleh dinas pengelola pasar untuk
meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima Notoharjo, dan
apakah peningkatan retribusi di Notoharjo juga akibat kenaikan
tarif retribusi?
Jawaban :Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan retribusi adalah
dengan cara meningkatkan tarif retribusi daerah. Dan kenaikan
retribusi pedagang kaki lima di Notoharjo diperoleh dari
penambahan jumlah pedagang dan kenaikan tarif retribusi.
Pertanyaan : Adakah keterlambatan membayar retribusi dari pedagang kaki
lima?
Jawaban : Ada
Pertanyaan : Adakah sangsi yang diberikan jika pedagang kaki lima terlambat
membayar retribusi?
cxxxiv
Jawaban : Sangsinya berupa pembayaran denda dan pembayaran dobel atas
retribusi yang terhutang.
Pertanyaan : Hambatan apa saja yang dihadapi oleh dinas pengelolaan pedagang
kaki lima dalam pemungutan retribusi terhadap pedagang kaki lima?
Jawaban :Kalau dari petugas saya kira tidak ada hambatan tapi mungkin hanya
petugas yang lalai tidak membawa karcis retribusi saat melakukan
penarikan retribusi, hal ini tergantung dari kedisiplinan para petugas
jika pegawai tersebut mungkin tidak akan terjadi. Hambatan dari
pedagang sendiri itu kepatuhan pedagang sendiri terhadap peraturan
kurang yaitu ketika mereka dimintai membayar retribusi agak susah
dengan alasan dagangan lagi sepi untuk mengatasi itu kami sebagai
petugas mengadakan sosialisasi kepada pedagang untuk membayar
retribusi setiap hari karena kewajiban mereka.
Pertanyaan : Dari penerimaan retribusiusi pedagang dialokasikan untuk apa saja?
Jawab :Untuk membiayai pembangunan kota Surakarta
Catatan Lapangan : Dinas Pengelola Pasar dalam hal ini bertugas memungut
retribusi pedagang kaki lima setelah direlokasi resmi dan untuk
meningkatkan retribusi pedagang Dinas pengelola Pasar menaikkan
tarif retribusi pedagang.
Refleksi : Responden bersikap baik, tegas dan berwibawa serta dapat menjawab
pertanyaan secara diplomatis
Informan 13
Nama : Agung Haris. P
Jabatan : Staff dinas pendapatan asli daerah Surakarta
Lokasi : Kantor Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima
Hari dan Tanggal : 14 Maret 2008
Hasil wawancara dengan informan 13
Pertanyaan : Apakah yang menjadi kewenangan Dipenda?
cxxxv
Jawaban : mengelola keuangan daerah yang disetorkan oleh dinas-dinas yang
ada dilingkungan wilayah Surakarta untuk kemudian digunakan
membiayai pembagunan Kota Surakarta.
Pertanyaan : Apakah selama ini pedagang memberikan kontribusi terhadap PAD?
Jawaban :Selama ini pedagang kaki lima memberikan kontribusi
pada pendapatan asli daerah Surakarta walaupun kontribusinya
belum dikatakan besar, akan tetapi dengan pengelolaan yang baik
oleh pemerintah maka retribusi dari sektor pedagang kaki lima akan
meningkat setiap tahunnnya.
Pertanyaan : Dinas apa saja yang berwenang memungut retribusi pedagang kaki
lima?
Jawaban : Dinas Pengelola Pedagang Kaki lima dan Dinas Pengelola Pasar .
Pertanyaan : Bagaimana upaya DIPENDA untuk meningkatkan pendapatan dari
sektor retribusi pedagang kaiki lima?
Jawaban : Upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari sektor
pedagang kaki lima yaitu dengan meningkatkan tarif retribusi.
Pertanyaan : Langka-langkah apakah yang ditempuh DIPENDA dalam menggali
Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi pedagang kaki lima?
Jawaban : Dengan memberikan perlindungan terhadap pedagang kaki lima dari
segi usaha dan tempat usaha, sehingga usaha pedagang kaki lima
dapat berkembang dan memberikan pemasukan terhadap pendapatan
asli daerah
Catatan lapangan : Kewenangan DIPENDA adalah mengelola keuangan yang
disetorkan oleh kantor dinas yang ada di lingkungan Kota Surakarta
yang kemudian mendistribusikannya untuk biaya pembagunan kota
Surakarta.
Refleksi : Responden dalam menjawab pertanyaan bersikap baik, diplomatis
akan dalam memberikan dokumen terbatas.
cxxxvi
Informan 14
Nama : Sumini
Jabatan : Warga masyarakat
Lokasi : Banjarsari
Hari dan Tanggal : 24 Mei 2008
Hasil wawancara dengan informan 14
Pertanyann : Apakah anda mengetahui kepindahan pedagang kaki lima klitikan
Monumen Perjuangan Banjarsari/Dr. Radjiman ke Semanggi
(Notoharjo)?
Jawaban : Tahu mbak karena relokasi pedagang kaki lima Monjari itu dengan
acara kirab budaya yang dilakukan secara meriah melibatkan 989
pedagang kaki lima
Pertanyaan : Bagaimana tanggapan anda terhadap relokasi yang dilaksanakan
Pemerintah Kota Surakarta?
Jawaban : Menurut saya relokasi pedagang kaki lima merupakan hal yang
positif karena untuk menciptakan keindahan dan ketertiban
Monumen Banjarsari di Kota Surakarta diperlukan sikap tegas
dari Pemerintah untuk menata (merelokasi ) pedagang kaki lima
yang jumlahnya semakin banyak.
Pertanyaan : Apakah anda terganggu dengan keberadaan mereka (pedagang kaki
lima) dahulu di Monumen Banjarsari/ Dr. Radjiman ?
Jawaban : Terganggu mbak karena taman Monumen Banjarsari sebagai taman
bersantai warga Surakarta memang harus dijaga keindahannya
untuk itu pedagang yang menempati lokasi tersebut perlu diatur
keberadaannya sehingga tidak menggagu kepentingan umum.
Pertanyaan :Bagaimana pendapatan anda tentang pedagang kaki lima, khususnya
di kota Surakarta ?
Jawaban : Pedagang kaki lima di kota Surakarta itu sebenarnya keberadaannya
saling menguntungkan akan tetapi karena terkadang mereka
berjualan di lokasi yang terlarang sehingga menimbulkan masalah
seperti terganggunya fungsi trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki.
cxxxvii
Untuk itu tindakan pemerintah merelokasi pedagang kaki lima
merupakan kebijakan yang positif.
Catatan Lapangan : Masyarakat setuju akan kebijakan pemerintah merelokasi
pedagang kaki lima Monumen Banjarsari ke Notoharjo, karena
selama ini keberadaan pedagang kaki lima mengganggu pengguna
fasilitas umum yaitu Monumen Banjarsari sebagai taman kota dan
taman bersantai.
Refleksi : Responden tidak berbelit-belit dalam menyampaikan keluh
kesahnya tentang keberadaan pedagang kaki lima yang
mengganggu kepentingan umum.
cxxxviii
Informan 15
Nama : Retno
Lokasi : Kaipolo Jalan. Dr. Rajiman
Jabatan : Warga masyarakat
Hari dan Tanggal:24 Mei 2008
Hasil wawancara dengan informan 15
Pertanyaan : Apakah anda mengetahui kepindahan pedagang kaki lima klitikan
Monumen Perjuangan Banjarsari/Kadipolo jalan Dr. Radjiman ke
Semanggi (Notoharjo)?
Jawaban : Tahu mbak pertengahan 2007
Pertanyaan :Bagaimana tanggapan anda terhadap relokasi yang dilaksanakan
Pemerintah Kota Surakarta?
Jawaban : Menurut saya tindakan pemerintah merelokasi pedagang kaki lima
sudah benar karena jumlah pedagang kaki lima yang bertambah
banyak menimbulkan permasalah, untuk itu dengan adanya
kebijakan relokasi maka hak-hak pengguna jalan dapat terlindungi.
Pertanyaan : Apakah anda terganggu dengan keberadaan mereka (pedagang kaki
lima) dahulu di Monjari/ Kadipolo jalan Dr. Radjiman ?
Jawaban : Sebenarnya terganggu karena mereka berjualan disembarang tempat
tanpa mengindahkan apakah itu fasilitas umum atau tidak, akan
tetapi saya maklum karena mereka juga manusia yang butuh uang
untuk hidup. Untuk itu tinggal pemerintah saja harus pandai
mengatur keberadaan mereka supaya tidak mengganggu
kepentingan umum.
Pertanyaan : Bagaimana pendapatan anda tentang pedagang kaki lima, khususnya
di kota Surakarta ?
Jawaban : Pedagang berjualan di sembarang tempat tanpa sadar bahwa daerah
tersebut merupakan tempat terlarang untuk berjualan.
Catatan Lapangan : Relokasi merupakan program pemerintah untuk menata
pedgang kaki lima dan mengembalikan fungsi fasitisas umum
cxxxix
kepada masyarakat sehingga tercipta ketertiban dan keindahan kota
Surakarta
Refleksi : Responden menjawab pertanyaan dengan baik, memberikan respon
positif, menjawab semua pertanyaan yang diketahui
cxl
TRIANGGULASI DATA
Trianggulasi Data I
Tema :Latar Belakang Pemerintah Kota Surakarta Merelokasi Pedagang Kaki
Lima
Sumber :
1 Staff Kasi Pembinaan Kantor Pedagang kaki Lima Kota Surakarta
( Bapak Arif darmawan)
2 Ketua Pembina kantor Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta
(Bapak Bambang Santoso Wiyono, S.H, MM)
3 Staff Kasi Penertiban Kantor Pengelola Pedagang Kaki Lima Kota
Surakarta (Bapak Dwi Susetyo )
Catatan Lapangan : Pemerintah merelokasi pedagang kaki lima karena jumlah
pedagang kaki lima banyak dan menempati lokasi yang
terlarang, sehingga menimbulkan permasalahan selain
memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah
Surakarta dan adanya lokasi yang dijadikan relokasi. Dengan
merelokasi pedagang kaki lima maka kehidupan pedagang
kaki lima akan semakin sejahtera dan terlindungi
keberadaannya. Dari segi usaha pedagang berubah status
menjadi pedagang formal sehingga untuk mendapatkan
haknya sebagai pedagang dalam perizinan seperti surat ijin
usaha perdagangan dan daftar usaha dapat dipenuhi tanpa
biaya dan dari segi tempat usaha yaitu mereka tidak akan
mengalami penggusuran.
Refleksi : Responden bersikap baik, memberikan respon positif , cukup
memberikan kemudahan data pendukung dalam wawancara
akan tetapi jawaban yang diberikan sedikit singkat berbelit-
belit dan sangat diplomatis
cxli
Trianggulasi Data II
Tema : Fasilitas dan Sarana Usaha Yang Diberikan Oleh Pemerintah Kota
Surakarta Terhadap Pedagang Kaki Lima
Sumber :
1. Staff Kasi Pembinaan Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima Kota
Surakarta (Bapak. Arif Darmawan )
2. Staff Kasi Penertiban Dinas Pengelola Pedagang Kaki Lima Kota
Surakarta (Bapak Dwi Susetyo )
3. Ketua Pembina kantor Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta
(Bapak Bambang Santoso Wiyono, S.H, MM)
4. Nani ( Pedagang Kaki Lima )
5. Harti (Pedagang Kaki Lima )
6. Surati (Pedagang Kaki Lima )
Catatan lapangan : Fasilitas usaha yang diberikan pemerintah Kota Surakarta
terhadap pedagang kaki lima yaitu bantuan modal dan
pinjaman untuk mengembangkan usaha pedagang, kios
untuk tempat usaha, saluran listrik dan air, tempat sampah
dan MCK untuk memberikan kenyamanan terhadap
pedagang dan pembeli. Tujuan pemberian sarana dan
fasilitas terhadap pedagang adalah supaya pedagang dapat
mengembangkan usaha sehingga pendapatan pedagang kaki
lima meningkat dan memberikan kesejahteraan terhadap
pedagang kaki lima, akan tetapi melalui pemberian bantuan
tersebut belum memberikan kesejahteraan karena
pendapatan pedagang menurun setelah adanya relokasi.
Refleks : Responden bersikap baik terbuka memberikan jawaban secara
demokratis akan tetapi dalam memberikan dokumen
terbatas.
cxlii
Trianggulasi Data III
Tema : Hambatan Dalam Relokasi Pedagang Kaki Lima Di Monumen
Banjarsari dan Kadipolo Jalan Dr. Rajiman
Sumber :
a. Hani : Pedagang kaki lima
b. Joko : Pedagang kakilima
c. Bambang : Pedagang kaki lima
Catatan Lapangan : Relokasi pedagang kaki lima ke Notoharjo mengalami
hambatan berupa penolakan sejumlah pedagang kaki lima
melalui demontrasi mendatangi pejabat yang berwenang,
berjualan secara sembunyi-sembunyi. Penolakan ini
dikarenakan pedagang menganggap lokasi relokasi tidak
strategis yang akan mengakibatkan penurunan pendapatan
dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang
mengapa dan bagaimana keadaan setelah pedagang setelah
dipindahkan.
Refleksi : Responden dalam menjawab pertanyaan peneliti tegas, dan
mendukung peneliti dalam melakukan penelitian tentang
pedagang kaki lima.
cxliii