BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya
alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. Sumberdaya
merupakan salah satu aset pembangunan Indonesia yang penting. Sebagai modal
dasar pembangunan sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya
tetapi dengan cara yang tidak merusak, bahkan sebaliknya, cara-cara yang
dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar
modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di
masa mendatang. Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal
balik antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya.
Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik makhluk hidup
dengan faktor-faktor alam terdiri dari bermacam-macam keadaan dan hubungan
yang secara bersama-sama mewujudkan struktur dasar ekosistem sebagai kesatuan
yang mantap, hubungan timbal balik tersebut merupakan mata rantai siklus
penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup bagi pembangunan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang akan mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup
lain. Artinya bahwa lingkungan hidup merupakan suatu ruang yang dalam
penggunaannya sangat memperhatikan daya dukung suatu wilayah lingkungan
hidup itu sendiri. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, mahkluk hidup lain, dan
keseimbangan antara keduannya.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan mengetahui
kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup, untuk
mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya dilihat dari keadaan dan
karakteristik lingkungan hidup dan digunakan sebagai faktor pembatas dalam
penentuan daya dukung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup terbagi
menjadi dua komponen yaitu: kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan
kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Dalam hal ini daya dukung
lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam oleh
karena itu penentuan lingkungan hidup dilakukan dengan berdasarkan pada tiga
pendekatan, yaitu:
1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang
2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan
3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut, maka dapat diketahui daya
dukung lahan di suatu wilayah, dalam hal ini wilayah yang di kaji adalah Daerah
Aliran Sungai (DAS). Alokasi pemanfaatan ruang, tentunya sangat penting bagi
manusia karena berkaitan dengan segala kegiatan dan aktivitas yang dilakukan
oleh manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan
ruang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung semua aktivitasnya. Selain itu,
manusia juga membutuhkan lahan yang dapat mendukung perikehidupannya
ditinjau dari segi kuantitas serta kualitasnya. Tanpa adanya lahan, manusia akan
sangat sulit melakukan aktivitasnya.
Untuk mengetahui daya dukung suatu wilayah tidak dapat dibatasi
berdasarkan wilayah administratif, dalam hal ini untuk mengetahui daya dukung
suatu wilayah adalah menggunakan satuan DAS (Daerah Aliran Sungai). DAS
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan ( PP no 37 tentang Pengelolaan
DAS, Pasal 1).
Dalam penelitian ini digunakan satuan wilayah DAS sebagai satuan
wilayah penelitian . DAS yang digunakan adalah DAS Balekambang yang
merupakan Daerah Aliran Sungai yang terletak di lereng Gunung Lawu bagian
timur laut yang berada di Kabupaten Magetan. DAS Belekambang sebagian besar
penggunaan lahannya berupa tegalan. Dengan kondisi penggunaan lahan yang
demikian sebagian besar hasil pertaniannya di dominasi oleh produk-produk
palawija seperti halnya kacang, singkong, jagung dan lain sebagainya. Penduduk
di DAS Balekambang mayoritan bermata pencaharian sebagai petani. Kebutuhan
lahan di daerah ini dimungkinkan meningkat dari tahun ketahun seperti halnya
kebanyakan daerah pada umumnya. Kebutuhan lahan yang meningkat ini terjadi
karena pertambahan populasi penduduk yang dapat mengibatkan perubahan
penggunaan lahan seperti halnya dari sawah atau tegalan kepermukiman.
Peningkatan kebutuhan lahan diasumsikan dengan peningkatan kebutuhan beras ,
di satu sisi terjadinya perubahan penggunaan lahan dari sawah atau tegalan
menjadi kawasan permukiman membawa dampak terjadinya penurunan produksi
beras.
Dilihat dari kondisi fisiknya, penggunaan lahan di DAS Balekambang di
dominasi oleh tegalan hal ini dibuktikan dengan presentase besarnya penggunaan
lahan tegalan yang besarnya ± 68 % dari seluruh luas penggunaan lahan yang ada
di DAS tersebut. Pada musim penghujan pertanian padi masih memungkinkan
untuk dilakukan, namun pada musim kemarau di dominasi oleh tanam palawija
seperti halnya ketela pohon, jagung, dan kacang-kacanagan. Hal ini terjadi karena
kondisi air di daerah ini cukup sulit ketika kemarsu melanda. Dengan kondisi
tanaman yang demikian, wilayah ini sangat besar resikonya terkena gejala-gejala
degradasi lahan seperti halnya erosi dan sedimentasi karena dominasi
tanamannya kurang dapat menhambat laju erosi dan cenderung mudah merusak
struktur tanah.
Gejala degradasi lahan yang terjadi di DAS Balekambang jika tidak segera
ditangani akan menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem yang
berpengaruh terhadap produktivitas lahan sehingga daya dukung lahan terlampaui.
Berkaitan dengan peningkatan kebutuhan lahan penduduk yang tidak diimbangi
dengan ketersediaan dan kebutuhan lahan maka akan mempengaruhi daya
dukung lahan di DAS Balekambang .
Selain diukur dari ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan, daya dukung
lahan di DAS Balekambang juga dapat dinilai dengan cara analisis kemampuan
lahan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Penentuan daya dukung lahan
berdasarkan kemampuan lahan di DAS Balekambang ini nantinya dilakukan
dengan mengukur dan mengidentifikasi berbagai parameter yang digunakan
sebagai tolok ukur dalam penentuan kemampuan lahan yang ada di suatu wilayah
seperti halnya kemiringan lereng , tingkat bahaya erosi dan lain sebagainya. Hasil
pengukuran daya dukung berdasarkan kempuan lahan, nantinya dapat digunakan
sebagai panduan dalam menganalisis apakah penggunaan lahan di wilayah
tersebut sudah optimal atau belum sesuai dengan kemampuan lahannya. Jika di
wilayah DAS Balekambang memiliki kemampuan lahan tinggi sedangkan
produktivitasnya rendah maka pada lahan tersebut perlu dilakukan usaha-usaha
peningkatan produktivitas lahan agar hasilnya optimal sesuai dengan kemampuan
lahannya. Namun sebaliknya, untuk lahan yang mempunyai kemampuan lahan
rendah jangan sampai kegiatan produksinya melebihi kapasitas kemampuan
lahannya karena tentunya hal ini juga akan semakin memperparah gejala
degradasi lahan di wilayah tersebut. Jadi dapat dipastikan pada penelitian ini,
untuk menentukan daya dukung lahan DAS Balekambang digunakan dua macam
metode atau pendekatan. Metode yang pertama adalah metode penentuan daya
dukung lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan. Sedangkan pada
penentuan daya dukung yang kedua digunakan metode analisis daya dukung
berdasrkan indeks kemampuan lahan.
Penentuan daya dukung lahan berdasarkan dua metode ini dipilih karena
kemampuan lahan secara rasional akan mempengaruhi besarnya produktivitas
lahan yang ada di daerah tersebut. Penggunaan lahan yang ada harus disesuaikan
dengan kemampuan lahan yang ada, jangan sampai lahan yang mempunyai
kemampuan lahan tinggi mempunyai produktivitas rendah. Itu artinya, kedua
metode diatas nantinya dapat digunakan sebagai salah satu alternative arahan
penggunaan lahan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan apakah
daya dukung berdasarkan kemampuan lahannya sudah sejalan dengan daya
dukung lahannya berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahannya. Beberapa hal
diatas melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Daya Dukung Lahan DAS Balekambang Kabupaten Magetan
Tahun 2013.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana daya dukung DAS Balekambang berdasarkan indeks
kemampuan lahannya?
2. Bagaimana daya dukung DAS Balekambang berdasarkan perbandingan
antara ketersediaan lahan dengan kebutuhan lahannya?
3. Bagaimana arahan pemanfaatan lahan yang optimal di DAS
Balekambang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui daya dukung DAS Balekambang berdasarkan indeks
kemampuan lahannya.
2. Untuk mengetahui daya dukung DAS Balekambang berdasarkan
perbandingan antara ketersediaan lahan dengan kebutuhan lahannya.
3. Untuk mengetahui arahan pemanfaatan lahan yang optimal di DAS
Balekambang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Memperkaya cakrawala penelitian dan kontribusi kepustakaan di bidang
Geografi yang berhubungan dengan analisis status daya dukung lahan di
suatu wilayah
2. Manfaat Empiris
Sebagai kontribusi masukan pada instansi terkait, yaitu pemerintah daerah
Kabupaten Magetan di Propinsi Jawa Timur untuk pengembangan lebih
lanjut di DAS Balekambang
3. Manfaat Bagi Pembelajaran
Sebagai sarana bagi mahasiswa untuk dapat memahami tentang
pengukuran dan pencarian data dalam penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai ( DAS ) merupakan daerah resapan air yang dapat
mengatur system tata air. Secara alami kualitas DAS dipengaruhi oleh faktor
biofisik, iklim, tanah, air, dan vegetasi ( Tan, 1991). Namaun penggunaan lahan
yang berkaitan erat dengan aktifitas manusia menyebabkan keseimbangan
ekosistem DAS terganggu. Eksploitasi DAS menimbulkan masalah 1) banjir
dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau, 2) penurunan debit air sungai,
3) erosi dan sedimentasi, 4)longsor. Secara factual masalah tersebut telah
menimbulkan penurunan produktivitas lahan dan kekurangan air tanah
Menurut Asdak Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang
secara topografik dibatasi punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama. Daerah aliran sungai secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan
Pemeintah No: 33 tahun 1970 tentang perencanaan hutan. Dalam Peraturan
Pemerintah tersebut DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan
sifanya sedemikian rupa sehingga suatu kesatuan dengan sungai dan anak
sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang
berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanan serta pengalirannya
dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan
daerah tersebut.
Dalam Daerah aliran sungai terdapat ekosistem. Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terdiri atas komponen yang saling berintegrasi sehingga
membentuk suatu kesatuan (Asdak, 2010:10). Komponen yang dimaksud adalah
komponen biotik dan abiotik. Setiap komponen tersebut tidak dapat berdiri
sendiri, sehingga aktifitas suatu komponen ekosistem akan selalu memberikan
pengaruh pada komponen ekosistem lainnya. Manusia merupakan salah satu
ekosistem biotik yang penting dan dinamis. Dalam menjalankan aktifitasnya
sering mangakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan dan untuk
kemudian mempengaruhi ekosistem secara berurutan.
2. Lahan
a. Pengertian Lahan
Menurut Food And Agricultural Organisation (FAO:1976) lahan diartikan
sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi
serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan
lahan, termasuk didalamnya juga hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan
sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang
merugikan seperti tanah yang tersalinasi (Arsyad, 2010: 310).
Malingreau dalam Tegawati (1978:18) mendefinisikan bahwa ”lahan
adalah suatu wilayah tertentu yang ada di permukaan bumi khususnya benda
yang menyusun biosfer yang dianggap mempunyai siklus yang berada diatasnya
atau dibawah wilayah tersebut, yang meliputi tanah, batuan induk, topografi, air,
masyarakat, dan binatang berikut akibat dari manusia dimasa sekarang atau masa
yang akan datang yang kesemuanya mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
penggunaan lahan.”
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa lahan
merupakan lingkungan fisik yang meliputi geosfer dan berpengaruh terhadap
aktivitas manusia disekitarnya
b. Satuan Lahan
Satuan lahan merupakan kelompok lokasi yang berhubungan yang
mempunayi bentuk lahan tertentu di dalam sistem lahan dan seluruh satuan lahan
yang sama yang tersebar akan mempunyai asosiasi yang sama pula (Sitorus, 1998:
93). Satuan lahan biasanya merupakan hasil tumpang susun (overlay) dari data
penggunaan lahan , data tanah, data lereng, dan data geologi untuk mengetahui
keterkaitan antara keempat data.
3. Penggunaan Lahan
Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan
(land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala
jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis
kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu. Kedua
istilah ini seringkali digunakan secara rancu.
Penggunaan lahan merupakan akibat dari segala tindakan manusia pada
lahan. Menurut Arsyad (1989: 207) penggunaan lahan (landuse) diartikan sebagai
bentuk campurtangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. (Arsyad,
1989:207)
4. Degradasi Lahan
a. Pengertian Degradasi Lahan
Barrow (1991) mendefinisikan degradasi lahan sebagai hilangnya atau
berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung
kehidupan. kehilangan atau perubahan kenampakkan tersebut menyebabkan
fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain. Degradasi lahan akan berdampak
baik bagi manusia dan mahluk hidup lainnya. Degradasi lahan akan
mengakibatkan penurunan produktivitas, migrasi, ketidakamanan pangan, bahaya
bagi sumberdaya dan ekosistem dasar, serta kehilangan biodiversitas melalui
perubahan habitat baik pada tingkat spesies maupun genetika. Selain itu degradasi
lahan akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
bergantung pada lahan sebagai sumber penghidupannya berupa meningkatnya
angka kemiskinan. Degradasi lahan adalah proses penurunan proses produktivitas
lahan, baik yang sifatnya sementara maupun tetap
b. Penyebab Degradasi Lahan
Degradasi lahan secara umum disebabkan oleh proses alami dan akibat
aktivitas manusia. Barrow (1991) secara lebih rinci menyatakan bahwa faktor-
faktor utama penyebab degradasi lahan adalah:
a) Bahaya alami
b) Perubahan jumlah populasi manusia
c) Marjinalisasi tanah
d) Kemiskinan
e) Status kepemilikan tanah
f) Ketidakstabilan politik dan masalah administrasi
g) Kondisi sosial ekonomi
h) Masalah kesehatan
i) Praktek pertanian yang tidak tepat, da
j) Aktifitas pertambangan dan industri.
Degradasi lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik, kimia
dan biologi. Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan,
ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi.
Degradasi kimiawi terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian,
ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi.
Sedangkan degradasi biologis meliputi penurunan karbon organik tanah,
penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan penurunan karbon biomasa.
Proses degradasi lahan dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya kerusakan lahan dapat
menyebabkan tanah menjadi tidak subur sehingga tidak dapat ditanami. Akibatnya
produksi pertanian akan menurun dan biaya produksi akan meningkat karena
perlu penanganan khusus. Jika biaya produksi pertanian tinggi dan hasilnya
menurun berimbas terhadap petani akan merugi. Dampak degradasi lahan juga
dapat terjadi di lingkungan kota maupun desa.
5. Daya Dukung Lingkungan Hidup
a. Pengertian Daya Dukung Lingkungan Hidup
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Berdasarkan
ketentuan Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah harus menyusun rencana tata ruang
wilayah nasional (RTRWN), pemerintah daerah provinsi harus menyusun rencana
tata ruang wilayah provinsi (RTRW provinsi), dan pemerintah daerah kabupaten
harus menyusun rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRW kabupaten),
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan hidup.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara
mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung
kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup.
Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan
karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan.
Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas
dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.
b. Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan
hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan
dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air
dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung
pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan
daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga)
pendekatan. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No.17 Tahun 2009
pendekatan tersebut antara lain:
1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang
Kemampuan lahan adalah karakteristik lahan yamn mencakup sifat tanah
(fisik dan kimia), topografi, drainase dan kondisi lingkungan lain. Metode
kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang menjelaskan cara mengetahui
alokasi pemanfaatan ruang yang tepat berdasarkan kemampuan lahan untuk
pertanian yang dikategorikan dalam bentuk kelas dan sub kelas. Dengan metode
ini dapat diketahui lahan yang sesuai untuk pertanian, lahan yang harus
dilindungi, dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya.
2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan
Metode perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan adalah
untuk mengetahui daya dukung lahan disuatu wilayah dalam keadaan surplus
atau deficit. Keadaan surplus menunjukan bahwa ketersediaan lahan stempat
disuatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di
wilayah tersebut, sedangkan keadaan deficit menunjukan bahwa ketersediaan
lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati
wilayah tersebut.
3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air menunjukan cara
perhitungan daya dukung air di suatu wilayah, dengan mempertimbangkan
ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air bagi penduduk yang hidup di
wilayah itu. Metode ini menunjukan sumberdaya air disuatu wilayah dalm
keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukan bahwa ketersediaan
air di suatu wilayah tercukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukan bahwa
wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuha air.
Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam
penyusunan rfencana tata ruang wilayah mengingat daya dukung lingkungan
hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan
rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas,
dan efisiensi pemanfaatan ruang , serta dalam pengelolaannya memperhatikan
kerjasama antar daerah. (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun
2009).
Dalam hal ini, daya dukung lingkungan hidup terbatas pada dua metode
yaitu ketersediaan dan kebutuhan lahan dalam suatu ruang atau wiliyah dan
berdasarkan kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
c. Daya Dukung Lahan
Menurut Sjechnadarfuddin dan Indrayanti (2005:3), daya dukung lahan
adalah kemampuan tanah,iklim,orgnisme, tanaman (genetik), waktu dan manusia
sebagai pengelola atau tenaga kerja. Daya dukung lahan adalah kemampuan lahan
untuk menghasilkan produk hayati (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI
No.17 Tahun 2009). Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan
antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL).
i. Bila SL > DL , daya dukung lahan dinyatakan surplus.
ii. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.
6. Daya Dukung Lingkungan Hidup berdasarkan Ketersediaan dan
Kebutuhan Lahan
a. Produktivitas
Produktivitas adalah nilai bobot hasil tanaman per satuan luas dalam kurun
waktu tertentu (Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, 2006:3).
Produktivitas menurut Mubyarto (1998) adalah perbandingan antara hasil
produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input dengan kemampuan lahan.
Produktivtivitas lahan dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut: Produktivitas =
Produktivitas tanaman (yield) ditentukan oleh kemampuan tanaman
berfotosintesis dan pengalokasian sebagian besar hasil fotosintesis ke bagian yang
bernilai ekonomi.
b. Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan adalah lahan yang tersisa untuk digunakan sebagai
lahan pertanian/perkebunan/perikanan darat setelah semua lahan itu
dimaksimalkan pemanfaatannya. Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data
total produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan
menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk
penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas
memiliki satuan yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung
berdasarkan kebutuhan hidup layak. Menghitung Ketersediaan (Supply) Lahan
dapat menggunakan rumus berikut ini :
Rumus :
Jumlah Produksi (Ton)
Luas Lahan (Ha)/Tahun
(Sumber: Lamp. Permen. Lingkungan Hidup, No.17: 2009)
Keterangan:
= Ketersediaan lahan (ha)
Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantungkepada jenis
komoditas). Komoditas yang diperhitungan meliputi pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat produsen
Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen
Ptvb = Produktivitas beras (kg/ha)
Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk
menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga.
c. Kebutuhan Lahan
Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Dalam menghitung
Kebutuhan (Demand) Lahan dapat menggunakan rumus berikut ini :
Rumus:
(Sumber: Lamp. Permen. Lingkungan Hidup, No.17: 2009)
Keterangan:
DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)
N = Jumlah penduduk (orang)
KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk.
Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk dengan
ketentuan sebagai berikut:
i. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktifitas beras
lokal.
ii. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/kapita/tahun.
Total Produksi aktual seluruh komoditas setempatKetersediaan Lahan Kebutuhan
Lahan
Populasi Penduduk
Daya Dukung Lahan
Kebutuhan lahan per orang yang diasumsikan setara dengan luas lahan untuk menghasilkan 1 ton setara beras/tahun
iii. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat
menggunaan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar 2400
kg/ha/tahun.
Dengan menggunakan metode perhitungan daya dukung lahan
berdasarkan analisis ketersediaan dan kebutuhan lahan, dapat diketahui gambaran
umum apakah daya dukung lahan di suatu wilayah surplus atau defisit. Keadaan
surplus menunjukan bahwa ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih
dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut, sedangkan
keadaan defisit menunjukan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut. Penentuan daya
dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan
lahan seperti digambarkan dalam diagram di bawah ini:
(Sumber: Lamp. Permen. Lingkungan Hidup, No.17: 2009)
7. Daya Dukung Lingkungan Hidup berdasarkan Kemampuan Lahan
untuk Alokasi Pemanfaatan Ruang
a. Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi
(Yudoyo dkk., 2006 ). Kemampuan ini sering diartikan sebagai potensi lahan
untuk penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari
tanah tersebut yang didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase dan kemiringan.
Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian lahan secara sistematis dan
pengelompokannya kedalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari
(Arsyad,2006).
Menurut klasifikasi kemampuan lahan dari Arsyad (2006), terdapat
empat kelas (kelas I sampai IV) yang sesuai untuk usaha pertanian tanaman
pangan dan kelas (kelas V sampai VIII) untuk tanaman keras. Pengelompokan di
dalam kelas kemampuan lahan didasarkan atas intensitas faktor penghambat dari
parameter lahan. Lahan dikelompokkan ke dalam delapan kelas kemampuan
lahan yang ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Ancaman
kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas
VIII. Kelas kemampuan lahan mempunyai potensi yang berbeda-beda.
Klasifikasi potensi kelas kemampuan lahan tersebut berdasarkan kriteria sesuai
tidaknya suatu lahan bila dimanfaatkan untuk penggunaan lahan pertanian dan
permukiman. Kelas kemampuan lahan I (tinggi) hingga kelas kemampuan IV
(sedang) merupakan lahan yang dapat diusahakan atau diolah untuk pertanian
dan permukiman. Kelas kemampuan lahan V – VIII (rendah) merupakan lahan-
lahan dengan potensi rendah atau sulit diusahakan untuk pertanian dan
permukiman, dan sebaiknya diusahakan untuk tanaman keras dan atau fungsi
lindung.
Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Arsyad (2006) tersebut terdapat
beberapa kendala atau pembatas tingkat kemampuan lahan yang harus dianalisis.
Rayes (2007) mengemukakan 11 faktor pembatas kelas kemampuan lahan yang
berpengaruh terhadap penggunaannya, yaitu lereng permukaan, kepekaan erosi,
tingkat erosi, kedalaman tanah, tekstur lapisan atas, tekstur lapisan bawah,
permeabilitas, drainase, kerikil/batuan, ancaman banjir, dan salinitas.
Kelas kemampuan lahan didasarkan atas tingkat atau intensitas dan
jumlah faktor pembatas atau bahaya kerusakan yang mempengaruhi jenis
penggunaan lahan, resiko kerusakan tanah jika salah kelola, keperluan
pengelolaan tanah, dan resiko kegagalan tanaman. Untuk membantu klasifikasi
diperlukan kriteria yang jelas yang memungkinkan pengelompokan tanah pada
setiap kategori yaitu kelas, sub kelas, dan satuan kemampuan.
b. Indeks Kemampuan Lahan
Kemudian berdasarkan hasil klasifikasi kemampuan lahan, daya dukung
wilayah dianalisis berdasarkan indeks kemampuan lahan wilayah (IKLw) dengan
asusmsi bahwa kemampuan lahan I-IV untuk pengembangan kawasan budidaya
dan kemampuan lahan V-VIII untuk penetapan kawasan lindung. Koefisien
kawasan lindung yang dipakai antara 0,3-0,4 yang memungkinkan suatu wilayah
dapat mengembangkan potensi kawasan budidayanya, namun tetap menjaga
kelestarian fungsi lindungnya , dimana diasumsikan 30% luas wilayah digunakan
sebagai kawasan lindung dan tidak dibudidayakan. Adapun formulasinya adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
IKLw : indeks kemampuan lahan wilayah
LWK 1-4 : luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan 1-IV
LW : luas wilayah
0,3 : koefisien minimal 30 % fungsi lindung suatu wiayah (untuk
wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum
berkembang dapat menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar
lagi.
Kisaran nilai indeks kemampuan wilayah adalah:
1. Apabila IKLw > 4 berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan
mengembangkan potensi lahannya lebih optimal khususnya untuk berbagai
ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan.
2. Apabila IKLw < 1 berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi
lindung , khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan lainseperti
banjir, erosi, sedimentasi serta kekeringan
IKLw = LWk 1-4
0,3 × LW
8. Arahan Pemanfatan Lahan
Luntungan (1998: 12) menjelaskan bahwa arahan fungsi pemanfaatan lahan
merupakan kajian potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu
kawasan tertentu berdasarkan fungsi utamanya.
Arahan fungsi pemanfaatan lahan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
menata pemanfaatan lahan pada suatu kawasan sesuai dengan kemampuannya
Dalam hal ini tujuan dari arahan fungsi pemanfaatan lahan adalah untuk mencapai
keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis pemanfaatan dan teknologi
yang digunakan sebagai upaya untuk melindungi kelangsungan fungsi dan
manfaat sumberdaya alam di suatu DAS. Artinya apabila penggunaan lahan pada
masing-masing kawasan tidak sesuai dengan fungsi utamanya maka perlu
dilakukan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan menerapkan tindakan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik yang
bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga fungsi utama kawasannya.
Arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan bagian dari Pola Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah yang biasanya menggunakan Daerah Aliran Sungai
(DAS) sebagai unit perencanaan sekaligus sebagai unit wilayah kerja kegiatan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah Departemen Kehutanan menetapkan arahan rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah untuk masing-masing fungai kawasan lahan sebagai berikut :
Beberapa bentuk kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah
berdasarkan arahan pemanfaatan lahan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Reboisasi dapat diartikan sebagai usaha untuk memulihkan dan
menghutankan kembali tanah yang mengalami kerusakan fisik, kimia maupun
biologi baik secara alami maupun oleh ulah manusia. Reboisasi merupakan
cara yang cocok untuk menurunkan erosi aliran permukaan, terutama jika
dilakukan pada bagian hulu daerah tangkapan air untuk mengatur banjir.
Tanaman yang digunakan biasanya tanaman yang bisa mencegah erosi, baik
secara habitus maupun umur, juga diutamakan tanaman keras yang bernilai
ekonomis, baik kayunya maupun hasil samping lainnya, misalnya getah, akar
dan minyak. Dalam kaitannya dengan usaha konservasi, tanaman yang dipilih
hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1) Mempunyai sistem perakaran yang kuat, dalam dan luas, sehingga
membentuk jaringan akar rapat.
2) Pertumbuhannya cepat, sehingga mampu menutup tanah dalam waktu
singkat.
3) Mempunyai nilai ekonomis, baik kayunya maupun hasil sampingnya.
4) Dapat memperbaiki kualitas/kesuburan tanah.
(Suripin, 2004: 113-114)
b. Perlindungan sungai yaitu penanaman tanaman secara tetap berbentuk jalur
hijau di sepanjang tepi kanan kiri sungai dengan memilih jenis tanaman yang
memenuhi syarat untuk tujuan perlindungan, yaitu tanaman yang mempunyai
perakaran yang banyak dan kuat. Penanaman tanaman perlindungan ini dapat
juga diterapkan untuk perlindungan mataair, danau, waduk, tebing jurang,
lahan gambut dan daerah resapan air.
c. Hutan rakyat yaitu hutan yang tumbuh atau dikembangkan pada lahan milik
rakyat/adat/ulayat atau lahan-lahan lainnya yang berada di luar kawasan
hutan. (Departemen Kehutanan, 1997: 230)
d. Wanatani (agroforestry) yaitu manajemen pemanfaatan lahan secara optimal
dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian
pada unit pengolahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta
(Departemen Kehutanan, 1997: 232). Arsyad (1989: 197) menerjemahkan
agroforestry dengan istilah pertanian hutan. Bentuk usahatani yang dapat
dikategorikan sebagai pertanian hutan meliputi: kebun pekarangan, talun
kebun, perladangan, tumpangsari, rumput hutan, perikanan hutan dan
pertanaman lorong.
e. Perkebunan yaitu lahan yang ditanamai berbagai jenis tanaman tahunan dan
tanaman keras lainnya yang menghasilkan buah-buahan.
f. Sumbat jurang (gully plug) adalah bangunan pengawet tanah dan air berupa
bendungan kecil, dengan konstruksi terbuat dari urugan tanah dan gebalan
rumput, batu bronjong atau kayu/bambu yang berfungsi untuk menahan
sedimen yang berasal dari erosi parit. (Departemen Kehutanan, 1997: 230-
231).
g. Bronjong batu adalah bangunan pengawet tanah berupa kawat bronjong yang
diisi dengan batu atau beton yang dipasang pada tebing sungai terutama pada
alur yang berbentuk kelokan. Bangunan ini berfungsi sebagai penahan tebing
sungai dari daya gerus aliran air sungai.
h. Saluran pembuangan air adalah bangunan pengawet tanah berupa saluran air
yang pada dinding dan dasar salurannya ditanami rumput yang merayap.
Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan secara aman tanpa
menimbulkan erosi. (Departemen Kehutanan, 1997: 267).
. Teras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan
meratakan tanah di bagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak
tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. (Suripin, 2004: 118). Talud
(riser) harus ditanami rumput-rumputan atau tanaman penutup lain agar
terlindungi dari erosi percikan ataupun erosi permukaan, begitu pula pada
bibir teras (lip) perlu diperkuat dengan tanaman penguat teras. Agar bidang
olah cukup lebar dan agar tidak mudah longsor, teras bangku dibuat pada
lahan kering untuk tanaman semusim dengan kemiringan kurang dari 40%.
(Departemen Kehutanan, 1997: 267).
i. Teras guludan adalah bentuk konservasi tanah dengan membuat guludan yaitu
tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan
lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan,
menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. Tinggi
tumpukan tanah berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30cm.
(Suripin, 2004: 116). Pada lahan yang berlereng curam atau lahan yang peka
terhadap erosi dapat digunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan
bersaluran, di sebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti
guludan.
B. Penelitian yang relevanTabel 1. Penelitian yang relevan
No. Nama Peneliti Judul Tujuan Penelitian Metode/ Teknik Analisis Penelitian
Hasil
1. La Ode Siwi (2004)
Analisis Daya Dukung Lahan Sera Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhinya pada Kawasan DAS Tiworo Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara
Mengetahui besarnya daya dukung lahan pada bagian hulu, tengah dan hilir kawasan DAS Tiworo Kabupaten Muna
Mengetahui posisi kepadatan penduduk sekarang ditinjau dari daya dukung lahan pada bagian hulu, tengah dan hilir kawasan DAS Tiworo
Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap besarnya daya dukung lahan di kawasan DAS Tiworo
Memaksimumkan produksi tanaman pangan di kawasan DAS Tiworo
Pendekatan kuantitatif menggunakan Analisis Daya Dukung Lahan menggunakan rumus Bayliss-Smith dengan uji Duncan.
Menunjukan adanya perbedaan daya dukung lahan antara kawasan hulu, tengah, dan hilir DAS Tiworo
2. Djanat Prasita (2007)
Analisis Daya Dukung Lingkungan dan Optimalisasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Pertambakan di Kabupaten Gresik
Mengetahui luas lahan tambak yang sesuai untuk budidaya udang dan bandeng
Menentukan luas lahan tambak yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya
Menentukan luas lahan yang optimal untuk budidaya tambak secara tradisional, semi-intensif, intensif sebagai dasar dalam penyusunan
Metode Survey dengan menggunakan 3 pendekatan analisis daya dukung lingkungan yang meliputi: Analisis regresi Analisis kuantitatif
ketersediaan air di perairan
Metode pembobotan dari kelas
Menunjukan apakah di daerah penelitian luas tambak yang ada melampaui daya dukung lingkungannya
arahan pengelolaan kawasan pertambakan secara berkelanjutan
kesesuaian lahan
3. Azwar Hadi (2009)
Analisis Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor
Mengetahui daya dukung lahan desa Ciaruteun Hilir.
Mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi daya dukung lahan
Penelitian menggunakan metode survey melalui analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif., melalui perhitungan:
Kebutuhan Kalori
Kebutuhan Fisik Minimum
Kebutuhan Hidup Layak
Menunjukan daya dukung lahan desa Ciaruteun Ilir berdasarkan kebutuhan kalori, kebutuhan fisik minimum, dan kebutuhan hidup beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya
4. Silasa (2008) Kajian Daya Dukung dan Pengunaan Lahan Sub DAS Plilanli Kabupaten Bantul
Mengetahui klasifikasi kemampuan lahan dan daya dukung wilayah.
Mengetahui potensi wilayah yang sesuai dengan daya dukung wilayah
Mengetahui pola penggunaan lahan alternatif pada satuan bentuk lahan dan
Analisis Kemampuan dan Daya Dukung Fungsi Lindung
Penggunaan lahan aktual apakah sesuai atau tidak dengan daya lingkunganSub DAS Plilan Kabupaten Bantul
C. Kerangka Berpikir
DAS Balekambang merupakan DAS yang berada pada 3 wilayah
administrasi kecamatan, yaitu sebagian Kecamatan Kawedanan, sebagian
Kecamatan Poncol, dan sebagian Kecamatan Parang – Kabupaten Magetan.
Kabupaten Magetan terletak di sebelah timur gunung Lawu tepatnya dibagian
lerengnya. Bukan menjadi isu belaka bahwa mayoritas penduduk kabupaten ini
bermata pencaharian di sector primer. Banyak penduduk yang berrmata
pencaharian sebagai petani mulai dari tanaman budidaya hingga tanaman keras.
Tiap tahunnya peningkatan hasil produksi pertanian kabupaten ini secara
signifikan selalu mengalami penambahan. Akibat pengolahan lahan yang
intensive inilah timbul degradasi lahan yang ada di DAS Balekambang( tempat
penelitian). Oleh karena itu tanggung jawab kita bersama untuk melestarikan
lahan kita agar tetap produktif dan terhindar dari ancaman degradasi akibat
berbagai kegiatan pembangunan yang tidak terkendali dan tidak ramah
lingkungan, sehingga nantinya lahan yang akan kita wariskan pada anak cucu kita
masih mempunyai daya dukung yang optimal.
Dengan adanya degradasilahan tersebut maka lambat laun indeks daya dukung
lingkungan tersebut semakin menurun pula. Sehingga kami mengadakan
penelitian mengenai indeks daya dukung lingkungan di DAS Balekambang tahun
2013.
Daerah aliran sungai merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya
terdapat komponen yang saling berinteraksi dan berhubungan atau satu kesatuan
sehingga perlu adanya pemeliharaan DAS yang berkelanjutan. Hal tersebut
dilakukan sebab permasalahan pada DAS akan berdampak pula bagi manusia
sebagai bagian dari daerah tersebut. Ancaman degradasi lahan, penurunan
produktivitas lahan, tekanan penduduk dan penurunan kualitas lingkungan harus
dicegah dan segera ditangani untuk memaksimalkan potensi daya dukung lahan
pada suatu DAS. Daya dukung lahan suatu wilayah dapat dianalisis melaui
pendekatan kemampuan lahan serta ketersedian lahan dan kebutuhan lahan. Agar
pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup
dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan
lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di
suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk
mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung
lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah.
Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas
wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek
keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang. Ketersediaan
lahan suatu daerah juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas pertanian.
Produktivitas pertanian dikatakan baik apabila produk hayati yang dihasilkan
mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Produk hayati/aktual yang digunakan
diantaranya yaitu produksi pertanian, peternakan, perikanan dan buah-buahan.
Ketersediaan lahan tersebut juga dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan dari
penduduk, harga komoditi dari masing-masing hasil produksi serta harga satuan
beras. Sedangkan kebutuhan lahan dipengaruhi oleh populasi penduduk dan
kebutuhan lahan per orang yang diasumsikan setara dengan luas lahan untuk
menghasilkan 1 ton setara beras per tahun.
Hasil analisis daya dukung diperoleh dari perbandingan antara
ketersediaan lahan dengan kebutuhan lahan di DAS Balekambang, apabila
ketersediaan lahan lebih kecil dari kebutuhan lahan maka daya dukung lahan DAS
adalah defisit, sedangkan apabila ketersediaan lahan lebih besar dari kebutuhan
lahan maka dapat dikatakan daya dukung lahan DAS adalah surplus. Untuk lebih
jelasnya alur pemikiran dapat dilihat dari bagan 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Karangka Pemikiran
Daya Dukung Lingkungan Hidup
Kemampuan Lahan Untuk Alokasi
Pemanfaatan Ruang
Ketersediaan Lahan dan Kabutuhan Lahan
(produktivitas)
Ketersediaan dan Kebutuhan Air
Ketersediaan Lahan Kebutuhan Lahan
Daya Dukung Lahan:SurplusDefisit
Daya Dukung Lahan berdasarkan Indeks
Kemampuaan Lahan
Daya Dukung Lahan DASBalekambang untuk arahan pemanfaatan lahan
yang optimal
Degradasi Lahan
Faktor alam:Bahaya Alami
Faktor Manusia:-Perubahan Jumlah Populasi Manusia- Marginalisasi lahan- Praktek pertanian yang tidak tepat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di DAS Balekambang yang mencakup tiga
kecamatan, yaitu sebagian kecamatan kawedanan, sebagian kecamatan poncol,
dan sebagian kecamatan parang. Desa yang masuk dalam DAS Balekambang
ialah Desa Banyudono, Desa Pendem, Desa Joketro, Desa Selotinatah, Desa
Ngaglik, Desa Cileng, Desa Plangkrongan, Kelurahan Alastuwo. Secara
geomorfologis DAS Balekambang ini terletak di sebelah timur dari gunung lawu.
Berikut ini peta administrasi DAS Balekambang:
Gambar 2. Peta Administasi DAS Balekambang
B. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama + 5 (lima) hari di lapangan, yang
berlangsung sejak tanggal 17 – 19 Juni 2013. Prosedur penelitian diawali tahap
penulisan proposal penelitian, penyusunan instrumen, pengumpulan data, analisis
data, dan penulisan laporan.
Tabel 2. Rancangan waktu penelitian
No.
Tahun 2013
Bulan
KegiatanApril Mei Juni Juli
1. Penyusunan proposal
2. Penyusunan instrument
3. Pengumpulan data
4. Analisis data
5. Penulisan laporan
C. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan tata cara kerja yang sistematis untuk
memahami objek penelitian dengan melalui prosedur ilmiah untuk mencapai
tujuan penelitian dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar. Untuk
mencapai tujuan penelitian tersebut, maka diperlukan suatu pendekatan.
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan deskriptif spasial,
dengan satuan lahan sebagai satuan analisis. Metode yang digunakan dalam
pengambilan datanya adalah metode survei yang didukung oleh data-data
sekunder. Metode survei ialah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk
mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam
waktu bersamaan (Tika, 1997: 9).
Penelitian deskriptif ialah penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara
fenomena yang diuji atau menyelidiki keadaan, kondisi, peristiwa, kegiatan, dan
lain-lain yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Arikunto,
2010: 3). Lebih lanjut dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan produktivitas
pertanian, ketersediaan lahan, dan kebutuhan lahan pada DAS.
Untuk menghampiri atau mendekati masalah dalam geografi digunakan
bermacam-macam pendekatan (approach). Pendekatan yang digunakan antara
lain pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological
analysis) dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis) (Bintarto dan
Hadisumarno, 1979:13). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan analisa keruangan. Analisa keruangan merupakan pendekatan yang
digunakan untuk mempelajari perbedaan ruang mengenai kondisi permasalahan
yang ada berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran. Dalam penelitian
ini, Pendekatan keruangan secara makro menggunakan pendekatan DAS dan
secara mikro menggunakan satuan lahan
D. Jenis dan Sumber Data
Terdapat 2 jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data
primer dan data sekunder (Tika, 2005: 43).
a. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan atau
objek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti.
Tabel 3. Jenis Data Primer
No Data Teknik Pengumpulan Data
1
2
3
4
5
6
7
Data Produksi Padi
Data Produksi Non Padi
Data Satuan Harga Beras
Data Harga Satuan Tiap Jenis Komoditas di Tingkat
Produsen
Luas Lahan
Ancaman Banjir,
Kemampuan Lahan (Lereng Permukaan, Kepekaan
erosi, Tingkat Erosi, Kedalaman Tanah, Tekstur
Lapisan Atas, Tekstur Lapisan Bawah, Permeabilitas,
Drainase, Kerikil/batuan, Garam/ Salinitas)
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Observasi
Tabel Sumber data primer yang dibutuhkan dalam penelitian
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang atau instansi diluar diri peneliti sendiri. Walaupun data
yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli (Tika, 1997: 67).
Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan meliputi:
Tabel 4. Jenis Data Sekunder
No Data Sumber Data
1
2
3
4
5
6
Jumlah Penduduk
Kemiringan lereng, dan ketinggian tempat
Data penggunaan lahan
Data tanah
Data litologi
Data Curah Hujan
BPS Kabupaten Magetan
Peta Lereng DAS Balekambang
Kabupaten Magetan Tahun 2013 Skala
1 : 25000
Peta Penggunaan Lahan DAS
Balekambang Kabupaten Magetan Tahun
2013 Skala 1 : 25000
Peta Tanah DAS Balekambang
Kabupaten Magetan Tahun 2013 Skala
1 : 25000
Peta Geologi DAS Balekambang
Kabupaten Magetan Tahun 2013 Skala
1 : 25000
BMKG Kabupaten Magetan
Tabel Sumber data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian
E. Populasi dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010 : 173).
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah kondisi fisik lahan dan
produksi pertanian di DAS Balekambang. Penentuan satuan lahan di DAS
Balekambang ditentukan dengan melakukan tumpangsusun (overlay) dari Peta
Geologi, Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan.
Satuan lahan dipilih sebagai satuan analisis dan pemetaan karena setiap
satuan lahan mencerminkan adanya pengaruh sifat batuan, tanah, lereng, dan
penggunaan lahannya. Satuan lahan digunakan sebagai satuan analisis kondisi
fisik lahan dan produktivitas. Ketersediaan lahan menggunakan satuan analisis
administrasi, sedangkan kemampuan lahan menggunakan satuan analisis satuan
lahan. Satuan analisis kebutuhan lahan menggunakan satuan analisis administrasi,
yaitu dengan mengalikan jumlah penduduk per desa dengan kebutuhan hidup
layak penduduk setara 1 ton/kapita/tahun. Satuan analisis daya dukung lahan
menggunakan satuan administrasi, yaitu dengan membandingkan ketersediaan
lahan dan kebutuhan lahan desa dan diklasifikasikan surplus atau defisit.
2. Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010 :
174). Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan
purposive sampling, yaitu berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri yang ada dalam
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Narbuko, Cholid, dan Abu Achmadi,
2008 : 116).
Pengambilan sampel bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
produktivitas lahan. Sampel yang diambil dianggap memiliki ciri yang mewakili
sehingga sesuai dengan tujuan penelitian, jadi setiap satuan lahan yang memiliki
ciri yang sama diambil salah satu. Sampel pada penelitian ini sejumlah 21 sampel
dengan asumsi pengambilan sampel ini dianggap sudah mewakili. Pengambilan
sampel berdasarkan pada jumlah satuan lahan, yaitu 21 satuan lahan
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah upaya-upaya yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data. Beberapa teknik yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data sebagai berikut :
a. Observasi Lapangan
Observasi lapangan atau pengamatan langsung di lapangan adalah
observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat
berlangsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti
(Tika, 2005: 44). Tujuannya adalah mencari data-data yang diperlukan sekaligus
untuk mengecek kebenaran atas data-data yang telah didapatkan dengan keadaan
sesungguhnya di lapangan, di antaranya untuk mengetahui karakteristik fisik
tanah berupa solum tanah, kemiringan dan panjang lereng, keadaan batuan, dan
penggunaan lahan eksisting pada tiap satuan lahan serta pengambilan sampel
tanah untuk diuji di laboratorium untuk mengetahui struktur dan tekstur tanah,
permeabilitas dan kandungan bahan organik.
b. Analisis Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menelaah
segala bentuk catatan atau literatur yang terkait dalam penelitian. Data yang
dikumpulkan dari analisis dokumentasi berupa data tanah, penggunaan lahan,
litologi, kemiringan lereng, dan jumlah penduduk.
c. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya
jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian
(Tika, 2005: 49). Data yang ingin diperoleh dari wawancara adalah untuk
mengetahui besarnya produktivitas lahan dengan bertanya pada petani penggarap
lahan dengan menggunakan daftar wawancara seperti pada lampiran 22 yaitu tabel
quesioner.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Moleong ( 2001 : 103 ) adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini data yang diperoleh
diorganisasikan dan dikategorikan menurut satuan lahan.
1. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Indeks Kemampuan lahan
a. Indeks Kemampuan lahan
Indeks kemampuan lahan wilayah (IKLw) dengan menggunakan asumsi
kemampuan lahan I – IV untuk pengembangan kawasan budidaya dan
kemampuan lahan V – VIII untuk penetapan kawasan lindung. Koefisien kawasan
lindung yang dipakai antara 0,3 - 0,4 yang memungkinkan suatu wilayah dapat
mengembangkan potensi kawasan budidayanya, namun tetap menjaga kelestarian
fungsi lindungnya , dimana diasumsikan 30% luas wilayah digunakan sebagai
kawasan lindung dan tidak dibudidayakan. Adapun formulasinya adalah sebagai
berikut :
IKLw = LWk 1−40,3 LW
Keterangan:
IKLw : indeks kemampuan lahan wilayah
LWK 1-4 : luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan 1-IV
LW : luas wilayah
0,3 : koefisien minimal 30 % fungsi lindung suatu wiayah (untuk
wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum
berkembang dapat menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar
lagi.
Kisaran nilai indeks kemampuan wilayah adalah:
1. Apabila IKLw > 4 berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan
mengembangkan potensi lahannya lebih optimal khususnya untuk berbagai
ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan.
2. Apabila IKLw < 1 berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi
lindung , khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan lainseperti
banjir, erosi, sedimentasi serta kekeringan
2. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Ketersediaan Dan Kebutuhan Lahan
a. Produktivitas Pertanian
Produktivitas adalah nilai bobot hasil tanaman per satuan luas dalam kurun
waktu tertentu (pusat pengembangan pendidikan pertanian, 2006 : 3).
Produktivitas yang dihitung adalah produktivitas pertanian berupa padi dan
palawija. Dalam menganalisis produktivitas pertanian, diperlukan perhitungan
yang menggunakan rumus sebagai berikut :
Sumber : pusat pengembangan pendidikan pertanian
Produktivitas = jumlah produksi (Ton)
Luas lahan( HaTahun
)
b. Ketersediaan lahan
Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual
setempat setiap komoditas disuatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari
semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan
harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas mempunyai satuan yang
beragam. Rumus untuk menghitung ketersediaan lahan yaitu :
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009
Keterangan :
SL : ketersediaan lahan ( Ha )
Pi : produktivitas aktual setiap jenis komoditi ( satuan tergantu pada jenis
komoditas )
Hi : harga satuan tiap jenis komoditas ( Rp/ satuan) ditingkat produsen
Hb : harga satuan beras ( Rp ) ditingkat produsen
Ptvb : produktivitas beras ( ton/ Ha )
Dalam perhitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk
menyetarakan produk non-beras dan beras adalah harga.
c. Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup
dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. Dalam menganalisis kebutuhan
lahan, dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009
Keterangan :
DL : total kebutuhan lahan setara beras (Ha)
N : jumlah penduduk ( orang )
SL = ∑ (Pi x Hi)Hb
x1
Ptvb
DL = N x KHLL
KHLL : luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per
penduduk
Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras
lokal.
b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/ kapita/ tahun.
c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal dapat
menggunakan data-data produktivitas beras nasional sebesar Rp. 8.000/kg
H. Batasan Operasional
1. Lahan adalah suatu silayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda
pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan, (relief), hidrologi,
populasi tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan
masa kini, yang bersifat mantap atau mendaur.
2. Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi (Yudoyo
dkk., 2006 ). Kemampuan ini sering diartikan sebagai potensi lahan untuk
penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari tanah
tersebut yang didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase dan kemiringan.
3. Indeks kemampuan lahan adalah perbandingan antara luas wilayah yang
mempunyai kemampuan lahan I-IV dengan luas wilayah keseluruhan(dikali
0,3 sebagai nilai koefisien minimal fungsi lindung suatu wilayah.
4. Produksi adalah pendekatan pada total populasi tanaman per satuan luas.
Produktivitas adalah nilai bobot hasil tanaman per satuan luas dalam kurun
waktu tertentu.
5. Produktivitas lahan adalah kemampuan atau daya dukung lahan tersebut
untuk didapatkan nilai bobot hasil tertinggi per satuan luas dalam satuan
waktu tertentu (Sjechnadarfuddin dan Indrayanti, 2005).
6. Ketersediaan lahan adalah lahan yang tersisa untuk digunakan sebagai lahan
pertanian/perkebunan/perikanan darat setelah semua lahan itu di maksimalkan
pemanfaatannya. Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan produksi aktual
setempat dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut.
7. Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan lahan
tercemin pada kemungkinan penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan
tertentu.
8. Daya dukung lahan adalah kemampuan tanah, iklim, organisme, tanaman
(genetik), waktu dan manusia sebagai pengelola atau tenaga kerja
(Sjechnadarfuddin dan Indrayanti, 2005).
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah penelitian. Untuk
mempermudah keterangannya, maka langkah-langkah tersebut divisualisasikan
dalam bentuk bagan arus (Arikunto, 2010 : 60). Adapun prosedur penelitian ini
adalah :
1. Penulisan Proposal Penelitian
Pada tahap ini penulis membuat susunan kerangka penelitian secara garis
besar. Proposal ini berisi tentang pokok-pokok atau bagian-bagian yang paling
penting dari proses penelitian, berupa pendahuluan, landasan teori, dan metode
penelitian.
Tahap ini meliputi berbagai kegiatan dari penulisan latar belakang
masalah, perumusan masalah, menetapkan tujuan dan manfaat penelitian,
menyusun kajian teori dan kerangka berpikir,serta menentukan metodologi
penelitian.
2. Penulisan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data penelitian (Moleong,
2007 : 168). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara. Jenis wawancara dengan menggunakan wawancara terstruktur, yaitu
urutan pertanyaan dan cara penyajiannya sama untuk setiap responden.
3. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, observasi, dan
analisis dokumen, data yan telah terkumpul kemudian dideskripsikan.
Deskripsi data tersebut merupakan gambaran permasalahan penelitian
yang telah teruji melalui tahapan-tahapan analisis data (reduksi data, sajian data,
dan verivikasi).
4. Analisis Data
Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007:48) mendefinisikan analisis data
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Pada tahap ini peneliti melakukan tahap persiapan analisis data,
tabulasi, dan penerapan data sesuai pendekatan penelitian.
5. Penulisan Laporan Penelitian
Tahap terakhir dari proses penelitian adalah menyusun laporan hasil
penelitian. Laporan tersebut ditulis berdasarkan pedoman penulisan laporan
penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Tahun 2012. Laporan hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Letak, Luas, dan Batas
a) Letak
1) Letak Astronomis
DAS Balekambang terletak antara 529659 mT – 539022 mT dan
9145205 mU – 9149954 mU. Berdasarkan interpretasi Peta Rupa Bumi
Lembar 1508 – 141 dan hasil observasi lapangan ketinggian DAS
Balekambang adalah ± 286 – 768 mdpl.
2) Letak Administratif
Secara administratif DAS Balekambang terletak di 3 kecamatan, yaitu:
Kecamatan Ngariboyo, Kecamatan Parang, dan Kecamatan Poncol -
Kabupaten Magetan. Batas DAS Balekambang ialah :
Sebelah utara : DAS Bringin
Sebelah selatan: DAS Bringin
Sebelah timur : DAS Gonggang
Sebelah barat : DAS Gonggang
b) Luas
Luas DAS Balekambang ialah 69.4833 Ha. DAS Balekambang terdiri
dari 8 Desa. Adapun rincian luas wilayah masing-masing desa dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5. Luas Desa di DAS Balekambang
No. Kecamatan Desa/ KelurahanLuas
m2 Hektar
1 Ngariboyo
Banyudono 190956 19,0956
Pendem 2977200 297,72
Selotinatah 3133858 313,3858
2 ParangJoketro 1971517 197,1517
Ngaglik 2311448 231,1448
3 Poncol
Cileng 2122127 212,2127
Plangkrongan 271860 27,186
Alastuwo 694833 69,4833
Berdasarkan table 5, desa yang paling luas adalah Desa Selotinatah
yaitu 313.3858 Ha dari total luas DAS Balekambang, sedangkan desa yang
memiliki luas wilayah paling sempit ialah Desa Plangkrongan dengan luas
27.186 Ha dari total luas DAS Balekambang. DAS Balekambang terletak di
Kabupaten Magetan, meliputi 2 kecamatan dengan 8 desa. Peta administrasi
DAS Balekambang disajikan pada peta 1.
2. Penggunaan lahan
Berdasarkan interpretasi Peta Rupa Bumi Indonesia, citra Ikonos Google
Earth, dan observasi lapangan, penggunaan lahan DAS Balekambang disajikan
dalam bentuk tabel sebaai berikut :
Tabel 6. Luas Penggunaan lahan DAS Balekambang Tahun 2013
No
.Penggunaan Lahan
Luas
m2 Hektar
1 Kebun 1622247 162,2247
2 Permukiman 1214331 121,4331
3 Tegalan 9304007 930,4007
4 Sawah Tadah Hujan 1450437 145,0437
5 Tanah Kosong 2519 0,2519
6 Semak Belukar 70025 7,0025
Penggunaan lahan DAS Balekambang terdiri dari tegalan, permukiman,
perkebunan, sawah, lahan kosong, dan semak belukar. Tegalan merupakan
penggunaan lahan yang paling dominan, yaitu seluas 930,4007 Ha. Lahan kosong
seluas 0,2519 Ha dan semak belukar merupakan penggunaan lahan yang luasanya
paling kecil dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Sedangkan
penggunaan lahan berupa Permukiman memiliki luas 121,4331 Ha. Peta
penggunaan lahan di DAS Balekambang disajikan pada peta 2.
3. Tanah
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar
permukiman planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki
sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan
induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula
(Darmawijaya, 1990: 9).
Macam tanah yang terdapat pada DAS Balekambang ialah :
a) Latosol Merah Kekuningan (LaMerKekuningan)
Tanah latosol ialah tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan
perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan
organik dan silika, dengan meninggalkan sesquioxid sebagai sisa berwarna
merah (Kellog, 1949 dalam Darmawijaya 1990: 297). Latosol merah
kekuningan berasal dari bahan induk asam, seperti granit dan gneiss, terletak
di daerah bergelombang sampai pegunungan dengan morfologi plinthite atau
lapisan sesquioxiod yang mencirikan. Luas tanah Latosol merah kekuningan
di DAS Balekambang ialah 1044,102 Ha. Latosol merah kekuningan pada
DAS Balekambang tersebar di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Poncol dan
Kecamatan Parang, meliputi Kelurahan Alastuwo, Desa Plangkorangan, Desa
Cileng, Desa Ngaglik, Desa Selotinatah, dan Desa Joketro.
b) Asosiasi Mediteran Coklat, Kemerahan dan Grumusol Kelabu
(AMCKGruKe)
Tanah mediteran ialah tanah yang berasal dari pelarutan batuan kapur
(Darmawijaya, 1990:309). Luas assosiasi mediteran coklat, kemerahan dan
grumusol kelabu di DAS Balekambang ialah 322,2552 Ha. Tanah Assosiasi
mediteran coklat, kemerahan dan grumusol kelabu tersebar di desa
Banyudono dan Desa Pendem, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan.
Tabel 7. Luas Tanah DAS Balekambang Tahun 2013
No
.Jenis Tanah
Luas
m2 Hektar
1 AMCKGruKe 3222552 322,2552
2LatMerKekuning
an
1044101
5
1044,101
5
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa DAS Balekambang
didominasi oleh tanah Latosol Mediteran Kekuningan (LatMerKekuningan)
seluas 1044,1015 Ha, sedangkan jenis tanah Assosiasi Mediteran Cokelat
Kekuningan dan Grumusol Kelabu (LatMerKekuningan) hanya seluas
322,2552 Ha. Peta jenis tanah DAS Balekambang disajikan pada peta 3.
4. Geologi
Dari hasil interpretasi peta Geologi Lembar 1508 – 1 Ponorogo Skala 1 :
100.000 (Sampurna dan H Samodra, 1997), DAS Balekambang memiliki
kenampakan yang dipengaruhi vulkan lawu tua dan muda. Secara umum
kenampakan geologi adalah bagian utara merupakan Gunung Lawu yang
termasuk dalam jalur gunungapi kuarter yang masih aktif. Berikut disajikan tabel
kondisi geologi DAS Balekambang :
Tabel 8. Kondisi geologi DAS Balekambang
No. GeologiLuas
m2 Hektar
1 Qlla (Lahar Lawu) 1063745 106,3745
2 Qvjt (Tuff Jabolarang) 12599822 1259,9822
Berdasarkan tabel, kondisi geologi DAS Balekambang terdiri dari dua
jenis, yaitu Qlla (lahar lawu) berupa endapan lahar, yang terdiri atas andesit,
basalt, dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk
perbukitan rendah ataupun mengisi dataran kaki gunungapi dengan luas 106,3754
Ha, dan Qvjt (tuff jabolarang) yang memiliki luas 1259,9822 Ha, tersusun dari
tuff lapini dan breksi batuapung, tanah pelapukannya umumnya berupa lanau
lempungan, berwarna coklat kemerahan dan memiliki sifat lunak sampai agak
teguh, plastisitas sedang dengan ketebalan tanah pelapukan 1,5 – 3 meter. Peta
geologi DAS Balekambang disajikan pada peta 4.
5. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang
berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih 10 meter membentuk
lereng 10 % sama dengan kecuraman 450 ( Arsyad, 1989: 81).
Berikut klasifikasi kelas lereng menurut Perhutani :
Tabel 9. Klasifikasi kelas lereng menurut Perhutani
NO Kelas Kemiringan Kategori
1 1 0 - 8 % Datar
2 2 > 8 - 15 % Landai
3 3 > 15 – 25% Agak Curam
4 4 > 25 - 45 % Curam
5 5 > 45% Sangat curam
Berdasarkan klasifikasi pada tabel 9, Kemiringan lereng di DAS
Balekambang meliputi seluruh kelas kemiringan lereng yang telah disajikan di
tabel tersebut, yaitu datar (0 – 8%), landai (>8 – 15%). Agak curam (>15 – 25%),
curam (>25 – 45%), dan sangat curam (> 45%). Peta kelas kemiringan lereng
disajikan pada peta 5.
6. Kondisi Penduduk
a. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
Penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam penentuan daya
dukung lahan suatu wilayah karena besarnya penduduk dapat mempengaruhi
kebutuhan lahan. Berikut ini deskripsi kondisi penduduk tiap desa di DAS
Balekambang.
Tabel 10. Jumlah penduduk. Luas dan Kepadatan Penduduk Tiap Desa di DAS
Balekambang Tahun 2012
NO Kecamatan/Desa
Jumlah
Penduduk (Jiwa)
Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
A.
Kecamatan
Ngariboyo
1 Desa Banyudono 2.835 2,37 1.196
2 Desa Pendem 1.655 2,82 586
3 Desa Selotinatah 6.303 10,18 619
B Kecamatan Parang
1 Desa Joketro 3.318 5,88 564
2 Desa Ngaglik 3.838 4,63 829
C Kecamatan Poncol
1 Desa Cileng 3.748 6,02 623
2 Desa Plangkrongan 4.984 7,65 652
3 Kelurahan Alastuwo 4.118 4,99 825
Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2012 dan Hasil Pengolahan Peta RBI
Lembar Magetan 1508 – 141 Skala 1 : 25000
Berdasarkan table diatas, jumlah penduduk terbanyak berada di Desa
Selotinatah, yaitu sebanyak 6.303 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah
terdapat di Desa Pendem dengan jumlah penduduk 1.655 jiwa. Desa yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi adalah Desa Banyudono
dengan kepadatan 1.196 jiwa/Km2, sedangkan Desa Joketro merupakan desa yang
tingkat kepadatan penduduknya paling rendah, yaitu 564 jiwa/km2.
B. Hasil Penelitian
1. Produktivitas Petanian
Produktivitas pertanian di DAS Balekambang berupa padi, palawija,
peternakan, perkebunan, kehutanan, sayur-sayuran, obat-obatan, dan perikanan.
Dilihat dari faktor topografi DAS Balekambang merupakan daerah yang berlereng
datar sampai sangat curam. Produksi pertanian yang utama adalah padi dan
palawija, karena faktor topografi dinilai sesuai untuk area persawahan. Lain
halnya dengan produksi peternakan, perkebunan, kehutanan, sayur-sayuran, obat-
obatan, dan perikanan yang merupakan tanaman selingan. Penelitian ini mengkaji
tentang produktivitas padi dan palawija berupa jagung, ketela pohon, dan kacang
tanah. Produktivitas dapat diperoleh dari rumus berikut :
Satuan analisis produktivitas pertanian adalah administrasi. Administrasi
disusun dari satuan lahan, yaitu tumpangsusun (overlay) peta tanah, peta geologi,
peta penggunaan lahan, dan peta kemiringan lereng. Satuan lahan bertujuan untuk
mengetahui kualitas fisik lahan dan pengaruhnya terhadap produktivitas pertanian
DAS Balekambang. Kualitas fisik lahan akan tercermin dari banyaknya produksi
yang dihasilkan pada setiap satuan lahan.
Peta satuan lahan sebagai dasar untuk menganalisis produktivitas pertanian
kemudian digabung menjadi satuan administrasi. Ketentuan yang berlaku untuk
menghitung produktivitas padi adalah sebagai berikut :
a. Produktivitas Padi
Produktivitas padi DAS Balekambang dihitung berdasarkan jumlah
produksi padi per tahun dibagi luas lahan,. Ketentuan yang berlaku untuk
menghitung produktivitas padi DAS Balekambang adalah sebagai berikut :
1) Penggunaan lahan sawah di DAS Balekambang berupa sawah tadah hujan,
sehingga dalam setahun padi dipanen satu kali
2) Penghitungan produktivitas padi per satuan lahan kemudian
diakumulasikan menjadi satu unit administrasi desa
3) Produksi padi per satuan lahan adalah rata-rata produksi padi dari satu
satuan lahan
4) Luas lahan yang digunakan adalah luas lahan pada setiap satuan lahan
5) Luas lahan per satuan lahan adalah rata-rata luas lahan dari sejumlah
sampel
6) Sawah bero tidak dihitung produktivitasnya
7) Jika menggunakan sistem tumpangsari, maka luas lahan untuk padi dibagi
sejumlah tanaman yang ditumpangsarikan dengan padi berdasarkan luasan
pada tiap komoditas.
Contoh penghitungan produktivitas padi :
1) Satuan lahan Qlla – MG – II – Pmk
Produktivitas = 2,7 Ton
0,45 Ha /Tahun
= 6,0 Ton/Ha/Tahun
2) Satuan lahan Qvjt – MG – IV – Tg
Produktivitas = 3,5 Ton
0,4 Ha /Tahun
= 8,8 Ton/Ha/Tahun
Penghitungan produktivitas padi selengkapnya disajikan pada lampiran 4
1) Desa Pendem
Desa Pendem terdiri dari 14 satuan lahan. Berdasarkan total penghitungan,
Desa Pendem meiliki total produktivitas padi sebesar 70,7 Ton/Ha/Tahun.
Dari 14 satuan lahan yang ada, satuan lahan Qvjt – LM – I – Sw merupakan
satuan lahan yang memiliki produktivitas paling tinggi dibandingkan satuan
lahan lainnya, yaitu 11,3 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa
Pendem disajikan pada tabel berikut :
Tabel 11. Produktivitas Padi Desa Pendem Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qlla-MG-III-Kb 6.0
2 Qlla-MG-II-Sw 3.3
3 Qvjt-LM-V-Tg 6.5
4 Qvjt-LM-I-Pmk -
5 Qvjt-MG-III-Tg 6.3
6 Qvjt-MG-IV-Tg 8.8
7 Qvjt-LM-I-Tg -
8 Qlla-MG-IV-Kb 5.0
9 Qvjt-LM-I-Sw 11.3
10 Qvjt-LM-I-Kb 6.0
11 Qvjt-MG-IV-Kb 3.3
12 Qvjt-MG-IV-Sw 6.0
13 Qvjt-MG-I-Sw 7.5
14 Qvjt-MG-II-Kb 0.7
Jumlah 70,7
Sumber : analisis data lapangan
2) Desa Joketro
Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Berdasarkan total penghitungan,
Desa Joketro meiliki total produktivitas padi sebesar 55,7 Ton/Ha/Tahun.
Satuan lahan yang memiliki tingakt produktivitas paling tinggi adalah satuan
lahan Qvjt – LM – I – Sw, yaitu 11,3 Ton/Ha/Tahun. Kondisi ini sama halnya
dengan kondisi yang terjadi di Desa Pendem. Data produktivitas padi Desa
Joketro disajikan pada tabel berikut :
Tabel 12. Produktivitas Padi Desa Joketro Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qlla-MG-II-Pmk -
2 Qlla-MG-III-Kb 6.0
3 Qvjt-MG-II-Sw 3.3
4 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0
5 Qvjt-LM-V-Tg 6.5
6 Qvjt-LM-V-Kb 5.0
7 Qvjt-LM-I-Pmk -
8 Qvjt-LM-I-Tg -
9 Qlla-MG-I-Pmk -
10 Qlla-MG-III-Tg 6.7
11 Qvjt-LM-I-Sw 11.3
12 Qlla-MG-II-Sw 3.3
13 Qvjt-MG-IV-Sw 6.6
Jumlah 55,7
Sumber : analisis data lapangan
3) Desa Ngaglik
Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –
Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Ngaglik meiliki total produktivitas
padi sebesar 18,5 Ton/Ha/Tahun, satuan lahan yang memiliki produktivitas
paling tinggi adalah satuan lahan Qvjt – LM – IV – Kb, yaitu 7,0
Ton/Ha/Tahun sedangkan 2satuan lahan lainnya, yaitu Qvjt – LM – I – Pmk
dan Qvjt – LM – I – Tg tidak memiliki produktivitas padi atau 0 (nol). Data
produktivitas padi Desa Ngaglik disajikan pada tabel berikut :
Tabel 13. Produktivitas Padi Desa Ngaglik Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0
2 Qvjt-LM-V-Tg 6.5
3 Qvjt-LM-V-Kb 5.0
4 Qvjt-LM-I-Pmk -
5 Qvjt-LM-I-Tg -
Jumlah 18,5
Sumber : analisis data lapangan
4) Desa Selotinatah
Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, dan Qvjt – LM – I
– Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Selotinatah meiliki total
produktivitas padi sebesar 28,6 Ton/Ha/Tahun, dengan satuan lahan Qvjt –
MG – IV – Tg yang memiliki produktivitas padi tertinggi dibandingkan satuan
lahan lainnya, yaitu 8,8 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa
Selotinatah disajikan pada tabel berikut :
Tabel 14. Produktivitas Padi Desa Selotinatah Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0
2 Qvjt-LM-V-Tg 6.5
3 Qvjt-MG-III-Tg 6.3
4 Qvjt-MG-IV-Tg 8.8
5 Qvjt-LM-I-Tg -
Jumlah 28,6
Sumber : analisis data lapangan
5) Desa Cileng
Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM
– V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan
Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa Cileng meiliki total
produktivitas padi sebesar 24,5 Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan Qvjt – LM – V –
Tg merupakan satuan lahan yang memiliki tingkat produktivitas pad tertinggi,
yaitu 7,0 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa Cileng disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 15. Produktivitas Padi Desa Cileng Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 7.0
2 Qvjt- LM-V-Tg 6.5
3 Qvjt-LM-V-Kb 5.0
4. Qvjt-LM- I-Pmk -
5. Qvjt-LM-I-Tg -
6. Qvjt-LM-I-Kb 6.0
Jumlah 24,5
Sumber : analisis data lapangan
6) Desa Plangkrongan
Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt
– LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa
Plangkrongan meiliki total produktivitas padi sebesar 17,5 Ton/Ha/Tahun.
Dari ketiga satuan lahan yang ada di Desa Plangkrongan, Satuan lahan Qvjt –
LM – V – Tg merupakan satuan lahan yang memiliki tingkat produktivitas
paling tinggi, yaitu 6,5 Ton/Ha/Tahun sedangkan satuan lahan yang
produktivitasnya paling rendah adalah satuan lahan Qvjt – LM – V – Kb yang
hanya menghasilkan padi 5,0 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa
Plangkrongan disajikan pada tabel berikut :
Tabel 16. Produktivitas Padi Desa Plangkrongan Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-V-Tg 6.5
2 Qvjt-LM-V-Kb 5.0
3 Qvjt-LM-I-Kb 6.0
Jumlah 17,5
Sumber : analisis data lapangan
7) Kelurahan Alastuwo
Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,
Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan,
Kelurahan Alastuwo meiliki total produktivitas padi sebesar 12,5
Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan dengan tingkat produktivitas tertinggi adalah
satuan lahan Qvjt – LM – V – Tg, sedangkan satuan lahan Qvjt – LM – I –
Pmk tidak menghasilkan padi. Data produktivitas padi Kelurahan Alastuwo
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 17. Produktivitas Padi Kelurahan Alastuwo Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-V-Tg 6.5
2 Qvjt-LM-I-Pmk -
3 Qvjt-LM-I-Kb 6.0
Jumlah 12,5
Sumber : analisis data lapangan
8) Desa Banyudono
Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt
– MG – IV – Kb, dan Qvjt – MG – II – Sw. Berdasarkan total penghitungan,
Desa Banyudono meiliki total produktivitas padi sebesar 13,3 Ton/Ha/Tahun.
Dari ketiga satuan lahan tersebut, penghasil padi tertinggi adalah satuan lahan
Qvjt – MG – III – Tg, yaitu 6,7 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas padi Desa
Banyudono disajikan pada tabel berikut :
Tabel 18. Produktivitas Padi Desa Banyudono Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-MG-III-Tg 6.7
2 Qlla-MG-IV-Kb 3.3
3 Qlla-MG-II-Sw 3.3
Jumlah 13,3
Sumber : analisis data lapangan
Tingkat produktivitas padi diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu
tinggi, sedang, rendah. Klasifikasi tingkat produktivitas padi dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 19. Tingkat Produktivitas Padi
No Interval (Ton/Tahun/Ha) Tingkat Produktivitas
1. 0 –19,4 Rendah
2. 19,4 – 38,8 Sedang
3. > 38,8 Tinggi
Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka tingkat produktivitas padi disajikan
pada tabel berikut ini :
Tabel 20. Klasifikasi Tingkat Produktivitas Padi DAS Balekambang Tahun
2013
No
.
Kecamata
n
Desa/
Kelurahan
Produktivitas
(Ton/Ha/Tahu
n)
Tingkat
Produktivita
s
1 Ngariboyo
Banyudono 13,3 Rendah
Pendem 70,7 Tinggi
Selotinatah 28,6 Sedang
2 ParangJoketro 55,7 Tinggi
Ngaglik 18,5 Rendah
3 Poncol
Cileng 24,5 Sedang
Plangkronga
n 17,5 Rendah
Alastuwo 12,5 Rendah
Sumber : analisis data lapangan
Berdasarkan hasil klasifikasi produktivitas padi tersebut, maka dapat
disimpulkan produktivitas padi tertinggi terdapat di Desa Pendem yang
menghasilkan 70,7 Ton/Ha/Tahun. Desa lain yang memiliki tingkat produktivitas
padi tinggi adalah Desa Joketro (55,7 Ton/Ha/Tahun), Sedangkan untuk Desa
Selotinatah (28,6Ton/Ha/Tahun), dan Desa Cileng (24,5 Ton/Ha/Tahun) masuk
kedalam kategori sedang. Sedangkan Kelurahan Alastuwo merupakan desa yang
memiliki tingkat produktivitas padi paling rendah dibandingkan desa lainnya,
yaitu 12,5 Ton/Ha/Tahun.Namunselain Kelurahan Alastuwo juga masih banyak
desa lain yang memiliki produktivitas padi rendah diantaranya Desa Banyudono,
Desa Ngaglik, dan Desa Plangkrongan.
Gambar 3 . Salah satu wilayah di Desa Pendem sebagai desa yang memiliki
tingkat produktivitas padi paling tinggi
b. Produktivitas Palawija
Tanaman palawija di DAS Balekambang terdiri dari jagung, ketela pohon,
kacang tanah, kedelai, dan ubi jalar. Dalam oenelitian ini, yang menjadi pokok
pembahasan adalah jagung, ketela pohon, dan kacang tanah, sedangkan
kedelai dan ubi jalar tidak merata tumbuh di DAS Balekambang, melainkan
hanya terdapat di beberapa satuan lahan saja. Perhitungan produktivitas
palawija menggunakan rumus produktivitas, ketentuan yang berlaku untuk
menghitung produktivitas palawija adalah sebagai berikut :
a) Tanaman palawija dipanen satu kali dalam setahun
b) Penanaman palawija dilakukan di area persawahan, tegalan, dan kebun
c) Penghitungan produktivitas palawija dilakukan per satuan lahan kemudian
diakumulasikan menjadi unit administrasi desa
d) Produksi palawija per satuan lahan adalah rata-rata produksi palawija dari
sejumlah sampel
e) Luas lahan yang digunakan adalah luas lahan pada setiap satuan lahan
f) Jika menggunakan menggunakan sistem tumpangsari, maka luas lahan
untuk palawija dibagi sejumlah tanaman yang ditumpangsarikan dengan
tanaman palawija
g) Harga tanaman palawija Rp 2.500,00 dan harga gabah kering Rp 4.000,00
h) Penghitungan produktivitas palawija dengan sistem tumpangsari
menggunakan analisis luas tertimbang, yaitu produktivitas palawija
disetarakan dengan berat beras. Rumus :
Contoh penghitungan produktivitas palawija adalah sebagai berikut :
a. Satuan lahan Qvjt – LM – IV – Kb
Produksi = 0,6 Ton
Luas Lahan = 0,1 Ha
Harga Palawija = Rp 2.500,00
Harga Gabah Jering = Rp 4.000,00
Produktivitas = 0,60,1
x25004000
= 3,75 Ton/Ha/Tahun
Penghitungan produktivitas palawija DAS Balekambang selengkapnya disajikan
pada lampiran 5. Produktivitas palawija DAS Balekambang antara lain sebagai
berikut :
a) Desa Pendem
Desa Pendem terdiri dari 14 satuan lahan. Produktivitas palawija Desa
Pendem sebesar 37,1 Ton/Ha/Tahun. Berikut disajikan tabel produktivitas
palawija Desa Pendem :
Tabel 21. Produktivitas Palawija Desa Pendem Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qlla-MG-III-Kb -
2 Qlla-MG-II-Sw 4,6
3 Qvjt-LM-V-Tg 3,1
4 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7
5 Qvjt-MG-III-Tg -
6 Qvjt-MG-IV-Tg 3,1
7 Qvjt-LM-I-Tg 3,1
8 Qlla-MG-IV-Kb 3,5
Produktivitas = Jumlah Produksi (Ton )
Luas Lahan( Ha)x
Harga Jagung(Rp)HargaGabah Kering (Rp)
9 Qvjt-LM-I-Sw -
10 Qvjt-LM-I-Kb 3,5
11 Qvjt-MG-IV-Kb 4,6
12 Qvjt-MG-IV-Sw 3,7
13 Qvjt-MG-I-Sw -
14 Qvjt-MG-II-Kb 4,2
Jumlah 37,1
Sumber : analisis data lapangan
b) Desa Joketro
Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Berdasarkan total penghitungan,
Desa Joketro meiliki total produktivitas palawija sebesar 29,5 Ton/Ha/Tahun.
Satuan lahan yang memiliki tingakt produktivitas paling tinggi adalah satuan
lahan Qlla – MG – II - Sw, yaitu 4,6 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas
palawija Desa Joketro disajikan pada tabel berikut :
Tabel 22. Produktivitas Palawija Desa Joketro Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qlla-MG-II-Pmk -
2 Qlla-MG-III-Kb -
3 Qvjt-MG-II-Sw 3,1
4 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7
5 Qvjt-LM-V-Tg 3,1
6 Qvjt-LM-V-Kb 0,4
7 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7
8 Qvjt-LM-I-Tg 3,1
9 Qlla-MG-I-Pmk -
10 Qlla-MG-III-Tg 4,1
11 Qvjt-LM-I-Sw -
12 Qlla-MG-II-Sw 4,6
13 Qvjt-MG-IV-Sw 3,7
Jumlah 29,5
Sumber : analisis data lapangan
c) Desa Ngaglik
Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –
Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Ngaglik meiliki total produktivitas
palawija sebesar 14 Ton/Ha/Tahun, satuan lahan yang memiliki produktivitas
paling tinggi adalah satuan lahan Qvjt – LM – IV – Kb, yaitu 3,7
Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas palawija Desa Ngaglik disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 23. Produktivitas Palawija Desa Ngaglik Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7
2 Qvjt-LM-V-Tg 3,1
3 Qvjt-LM-V-Kb 0,4
4 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7
5 Qvjt-LM-I-Tg 3,1
Jumlah 14
Sumber : analisis data lapangan
d) Desa Selotinatah
Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – MG – III - Tg, Qvjt – MG – IV - Tg, dan Qvjt – LM – I
– Tg. Berdasarkan total penghitungan, Desa Selotinatah meiliki total
produktivitas palawija sebesar 13 Ton/Ha/Tahun, dengan satuan lahan Qvjt –
LM – IV – Kb yang memiliki produktivitas padi tertinggi dibandingkan satuan
lahan lainnya, yaitu 3,7 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas palawija Desa
Selotinatah disajikan pada tabel berikut :
Tabel 24. Produktivitas Palawija Desa Selotinatah Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7
2 Qvjt-LM-V-Tg 3,1
3 Qvjt-MG-III-Tg -
4 Qvjt-MG-IV-Tg 3,1
5 Qvjt-LM-I-Tg 3,1
Jumlah 13
Sumber : analisis data lapangan
e) Desa Cileng
Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM
– V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan
Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa Cileng meiliki total
produktivitas palawija sebesar 17,5 Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan Qvjt – LM –
IV – Kb dan Qvjt – LM – I Pmk merupakan satuan lahan yang memiliki
tingkat produktivitas palawija tertinggi, yaitu 3,7 Ton/Ha/Tahun. Data
produktivitas palawija Desa Cileng disajikan pada tabel berikut :
Tabel 25. Produktivitas Palawija Desa Cileng Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 3,7
2 Qvjt- LM-V-Tg 3,1
3 Qvjt-LM-V-Kb 0,4
4. Qvjt-LM- I-Pmk 3,7
5. Qvjt-LM-I-Tg 3,1
6. Qvjt-LM-I-Kb 3,5
Jumlah 17,5
Sumber : analisis data lapangan
f) Desa Plangkrongan
Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt
– LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan, Desa
Plangkrongan meiliki total produktivitas palawija sebesar 7 Ton/Ha/Tahun.
Dari ketiga satuan lahan yang ada di Desa Plangkrongan, Satuan lahan Qvjt –
LM – I – Kb merupakan satuan lahan yang memiliki tingkat produktivitas
paling tinggi, yaitu 3,5 Ton/Ha/Tahun sedangkan satuan lahan yang
produktivitasnya paling rendah adalah satuan lahan Qvjt – LM – V – Kb yang
hanya menghasilkan padi 0,4 Ton/Ha/Tahun. Data produktivitas palawija
Desa Plangkrongan disajikan pada tabel berikut :
Tabel 26. Produktivitas Palawija Desa PlangkronganTahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-V-Tg 3,1
2 Qvjt-LM-V-Kb 0,4
3 Qvjt-LM-I-Kb 3,5
Jumlah 7
Sumber : analisis data lapangan
g) Kelurahan Alastuwo
Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,
Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Berdasarkan total penghitungan,
Kelurahan Alastuwo meiliki total produktivitas palawija sebesar 10,3
Ton/Ha/Tahun. Satuan lahan dengan tingkat produktivitas tertinggi adalah
satuan lahan Qvjt – LM – I – Pmk.. Data produktivitas padi Kelurahan
Alastuwo disajikan pada tabel berikut :
Tabel 27. Produktivitas Palawija Kelurahan Alastuwo Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-LM-V-Tg 3,1
2 Qvjt-LM-I-Pmk 3,7
3 Qvjt-LM-I-Kb 3,5
Jumlah 10,3
Sumber : analisis data lapangan
h) Desa Banyudono
Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III - Tg, Qvjt –
MG – IV - Kb, dan Qvjt – MG – II - Sw. Berdasarkan total penghitungan,
Desa Banyudono meiliki total produktivitas palawija sebesar 8,1
Ton/Ha/Tahun. Dari ketiga satuan lahan tersebut, penghasil palawija tertinggi
adalah satuan lahan Qvjt – MG – II – Sw, yaitu 4,6 Ton/Ha/Tahun. Data
produktivitas palawija Desa Banyudono disajikan pada tabel berikut:
Tabel 28. Produktivitas Palawija Desa Banyudono Tahun 2013
No Satuan Lahan Produktivitas (Ton/Ha/Tahun)
1 Qvjt-MG-III-Tg -
2 Qlla-MG-IV-Kb 3,5
3 Qlla-MG-II-Sw 4,6
Jumlah 8,1
Sumber : analisis data lapangan
Tingkat produktivitas palawija diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu
rendah, sedang, tinggi. Klasifikasi tingkat produktivitas palawija dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 29. Tingkat Produktivitas Palawija
No Interval (Ton/Tahun/Ha) Tingkat Produktivitas
1. 0 – 8,00 Rendah
2. 8,01 – 10,00 Sedang
3. > 10,00 Tinggi
Tabel 29. Tingkat Produktivitas Palawija DAS Balekambang Tahun 2013
Dari klasifikasi tersebut, maka tingkat produktivitas palawija disajikan
pada tabel berikut ini :
No. Kecamatan Desa/ Kelurahan
Produktivitas
(Ton/Ha/Tahun
)
Tingkat
Produktivitas
1 Ngariboyo
Banyudono 8,1 Sedang
Pendem 37,1 Tinggi
Selotinatah 13 Tinggi
2 ParangJoketro 29,5 Tinggi
Ngaglik 14 Tinggi
3 Poncol
Cileng 17,5 Tinggi
Plangkrongan 7 Rendah
Alastuwo 10,3 Tinggi
Gambar 4. Lahan yang ada di Desa Pendem dengan Produktivitas palawija yang
tinggi
Berdasarkan hasil klasifikasi produktivitas palawija tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa mayoritas produktivitas palawija di DAS Balekambang
dikategorikan tinggi. Produktivitas palawija tertinggi terdapat di Desa Pendem
yang menghasilkan 37,1 Ton/Ha/Tahun. Desa lain yang memiliki tingkat
produktivitas tinggi adalah Desa Joketro (29,5 Ton/Ha/Tahun), Desa Cileng (17,5
Ton/Ha/Tahun), dan Desa Ngaglik (14 Ton/Ha/Tahun). Sedangkan Desa
Plangkrongan merupakan desa yang memiliki tingkat produktivitas palawija
paling rendah dibandingkan desa lainnya, yaitu 7 Ton/Ha/Tahun.
2. Ketersediaan Lahan
Ketersediaan lahan berkaitan dengan produktifitas karena ketersediaan
lahan di hitung berdasarkan total produksi tiap komoditas yang terdapat di DAS
Balekambang. Ketersediaan lahan mencerminkan total produksi aktual yang
terdapat di DAS Balekambang. Produksi aktual yang dihasilkan di DAS
Balekambang adalah komoditas pertanian yang meliputi padi dan palawija.
Komoditas palawija di DAS Balekambang antar lain jagung, ketela pohon, kacang
tanah, kedelai, dan ubi jalar. Rumus menghitung ketersediaan lahan :
SL = ∑ ( Pi x Hi )Hb
x1
Ptvb
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009
Keterangan :
SL : ketersediaan lahan ( Ha )
Pi : produktivitas aktual setiap jenis komoditi ( satuan tergantu pada jenis
komoditas )
Hi : harga satuan tiap jenis komoditas ( Rp/ satuan) ditingkat produsen
Hb : harga satuan beras ( Rp ) ditingkat produsen
Ptvb : produktivitas beras ( ton/ Ha )
Dalam perhitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk
menyetarakan produk non-beras dan beras adalah harga.
Berikut ini contoh perhitungan ketersediaan lahan DAS Balekambang tahun
2013:
a. Satuan Lahan Qlla-MG-II-Pmk
No Satuan Lahan Komoditas (PI) (HI) PI x HI (HB) (PTVB)1
PTVB(SL)
1. Qlla-MG-II-Pmk Padi 2.7 6000 16200 7000 6.0 0.16 0.37
Palawija - - - - - - -
∑ (PI X HI )=16200
HB = Rp 7000,00
Produksi Padi = 2,7
Ptvb = 6,0
SL = 162007000
×1
6,0=0,37
Penghitungan ketersediaan lahan disajikan pada lampiran 6
Dari Perhitungan dengan menggunakan dengan menggunakan rumus
diatas maka hasil ketersediaan lahan tiap satuan lahan akan diakumulasikan sesuai
satuan lahan yang terdapat pada satu desa .
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Desa Pendem
Desa Pendem terdiri dari 14 satuan lahan. Ketersediaaan lahan di Desa
Pendem adalah 2,45 Ha. Dari 14 satuan lahan terdapat 2 satuan lahan yang
tidak memiliki ketersediaan lahan, secara umum ketersediaan lahan rendah.
Ketersediaan lahan Desa Pendem disajikan dalam tabel..
Tabel 30. Ketersediaan Lahan Desa Pendem Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersediaan Lahan (Ha)
1 Qlla-MG-III-Kb 0.12
2 Qlla-MG-II-Sw 0.17
3 Qvjt-LM-V-Tg 0.13
4 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11
5 Qvjt-MG-III-Tg 0.17
6 Qvjt-MG-IV-Tg 0.25
7 Qvjt-LM-I-Tg 0
8 Qlla-MG-IV-Kb 0.17
9 Qvjt-LM-I-Sw 0.23
10 Qvjt-LM-I-Kb 0.16
11 Qvjt-MG-IV-Kb 0.17
12 Qvjt-MG-IV-Sw 0
13 Qvjt-MG-I-Sw 0.11
14 Qvjt-MG-II-Kb 0.66
Jumlah 2.45
Sumber : analisis data lapangan
2) Desa Joketro
Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Ketersediaan lahan di Desa ini 1,64
Ha dari 13 satuan lahan terdapat 5 satuan lahan yang tidak memiliki
ketersediaan lahan. Ketersediaan lahan Desa Joketro disajikan dalam tabel...
Tabel 31 Ketersediaan Lahan Desa Joketro Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)
1 Qlla-MG-II-Pmk 0.37
2 Qlla-MG-III-Kb 0.12
3 Qvjt-MG-II-Sw 0.17
4 Qvjt-LM-IV-Kb 0
5 Qvjt-LM-V-Tg 0.13
6 Qvjt-LM-V-Kb 0
7 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11
8 Qvjt-LM-I-Tg 0
9 Qlla-MG-I-Pmk 0.34
10 Qlla-MG-III-Tg 0
11 Qvjt-LM-I-Sw 0.23
12 Qlla-MG-II-Sw 0.17
13 Qvjt-MG-IV-Sw 0
Jumlah 1,64
Sumber : analisis data lapangan
3) Desa Ngaglik
Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –
Tg. Desa Ngaglik memiliki ketersediaan lahan seluas 0,37 Ha. Terdapat 2
satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV –
Kb dan Qvjt – LM – I Tg. Data ketersediaan lahan Desa Ngaglik disajikan
pada tabel..
Tabel 32. Ketersediaan Lahan Desa Ngaglik Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 0
2 Qvjt-LM-V-Tg 0.13
3 Qvjt-LM-V-Kb 0.13
4 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11
5 Qvjt-LM-I-Tg 0
Jumlah 0,37
Sumber : analisis data lapangan
4) Desa Selotinatah
Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, dan Qvjt – LM – I
– Tg. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,37 Ha, terdapat 2 satuan
lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – I – Tg dan
Qvjt – LM – I Tg. Data ketersediaan lahan Desa Selotinatah disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 33. Ketersediaan lahan Desa Selotinatah Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersediaan Lahan (Ha)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 0
2 Qvjt-LM-V-Tg 0.13
3 Qvjt-MG-III-Tg 0.13
4 Qvjt-MG-IV-Tg 0.11
5 Qvjt-LM-I-Tg 0
Jumlah 0,37
Sumber : analisis data lapangan
5) Desa Cileng
Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM
– V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan
Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,53 Ha, dan
terdapat 2 satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan. Data
ketersediaan lahan Desa Cileng disajikan pada tabel berikut :
Tabel 34. Ketersediaan Lahan Desa Cileng Tahun 2013
No Satuan Lahan Satuan lahan (Ha)
1 Qvjt-LM-IV-Kb 0
2 Qvjt- LM-V-Tg 0.13
3 Qvjt-LM-V-Kb 0.13
4. Qvjt-LM- I-Pmk 0.11
5. Qvjt-LM-I-Tg 0
6. Qvjt-LM-I-Kb 0.16
Jumlah 0,53
Sumber : analisis data lapangan
6) Desa Plangkrongan
Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt
– LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan desa ini
adalah 0,42 Ha. Data ketersediaan lahan Desa Plangkrongan disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 35. ketersediaan lahan Desa Plangkrongan Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)
1 Qvjt-LM-V-Tg 0.13
2 Qvjt-LM-V-Kb 0.13
3 Qvjt-LM-I-Kb 0.16
Jumlah 0.42
Sumber : analisis data lapangan
7) Kelurahan Alastuwo
Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,
Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa
ini adalah 0,4 HaData ketersediaan lahan Kelurahan Alastuwo disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 36. Ketersediaan lahan Kelurahan Alastuwo Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersedian Lahan (Ha)
1 Qvjt-LM-V-Tg 0.13
2 Qvjt-LM-I-Pmk 0.11
3 Qvjt-LM-I-Kb 0.16
Jumlah 0.4
Sumber : analisis data lapangan
8) Desa Banyudono
Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt
– MG – IV – Kb, dan Qvjt – MG – II – Sw. Keseluruhan luas ketersediaan
lahan di desa ini adalah 0,51 Ha. Data ketersediaan lahan Desa Banyudono
disajikan pada tabel berikut :
Tabel 37. Ketersediaan Lahan Desa Banyudono Tahun 2013
No Satuan Lahan Ketersediaan lahan (Ha)
1 Qvjt-MG-III-Tg 0.17
2 Qlla-MG-IV-Kb 0.17
3 Qlla-MG-II-Sw 0.17
Jumlah 0.51
Sumber : analisis data lapangan
Berikut ini hasil ketersediaan lahan tiap desa yang ada di DAS Balekambang :
Tabel 37. Ketersediaan Lahan Tiap Desa di DAS Balekambang Tahun 2013
No. Kecamatan Desa/ KelurahanKetersediaan
Lahan (Ha)
1 Ngariboyo
Banyudono 0,51
Pendem 2,45
Selotinatah 0,37
2 ParangJoketro 1,64
Ngaglik 0,37
3 Poncol
Cileng 0,53
Plangkrongan 0,42
Alastuwo 0,4
3. Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan adalah kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup
dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. Dalam menganalisis kebutuhan
lahan, dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 17 Tahun 2009
Keterangan :
DL : total kebutuhan lahan setara beras (Ha)
N : jumlah penduduk ( orang )
KHLL : luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per
penduduk
Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas
beras lokal.
b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/ kapita/ tahun.
c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal dapat
menggunakan data-data produktivitas beras nasional sebesar Rp. 8.000/kg
Ketentuan Umum yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan hidup laak
penduduk DAS Balekambang antara lain :
a. Kebutuhan Hidup Layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/
kapita/tahun
b. Produktivitas beras local desa yang terletak di
Kecamatan Poncol menggunakan data rata-rata produktivitas beras local
Kecamatan Poncol yaitu 7,66 ton/ha/tahun
Kecamatan Ngariboyo menggunakan data rata-rata produktivitas beras local
Kecamatan Ngariboyo yaitu 7,146 ton/ha/tahun
DL = N x KHLL
Kecamatan Parang menggunakan data rata-rata produktivitas beras local
Kecamatan Pareng yaitu 5,67 ton/ha/tahun
Penghitungan kebutuhan lahan DAS Balekambang adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan lahan Desa Banyudono
N = 228 jiwa
KHLL = 1Ton
7,146TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
= 228 x 0,139
= 31,629
b. Kebutuhan lahan Desa Pendem
N = 1747 jiwa
KHLL = 1Ton
7,146TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
= 1747 x 0,139
= 242,833
c. Kebutuhan lahan Desa Selotinatah
N = 1940 jiwa
KHLL = 1Ton
7,146TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
= 1940 x 0,139
= 269,66
d. Kebutuhan lahan Desa Joketro
KHLL Kecamatan Ngariboyo = 1 / 7,146 = 0,139
KHLL Kecamatan Poncol = 1 / 7,66 = 0,13
KHLL Kecamatan Parang = 1 / 5,67 = 0,17
N = 1112 jiwa
KHLL = 1Ton
5,67TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
= 1112 x 0,176
= 144,56
e. Kebutuhan lahan Desa Ngaglik
N = 1916 jiwa
KHLL = 1Ton
5,67TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
= 1916 x 0,176
= 249,08
f. Kebutuhan lahan Desa Cileng
N = 1321 jiwa
KHLL = 1Ton
7,66TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
= 1321 x 0,13=171,73
g. Kebutuhan lahan Kelurahan Alastuwo
N = 573 jiwa
KHLL = 1Ton
7,66TonHa
/Tahun
DL = N x KHLL
No
.
Kecamata
n
Desa/
Kelurahan
Jumlah
Penduduk
Produktivitas
Beras Lokal
(Ton/Ha)
Kebutuha
n Hidup
Layak
(Ton)
KHLL DL
1 Ngariboyo Banyudono 228 7,146 1 0,139 31,692
Pendem 1747 7,146 1 0.139 242,833
Selotinatah 1940 7,146 1 0,139 269,66
2 ParangJoketro 1112 5,67 1 0,176 144.56
Ngaglik 1916 5,67 1 0.176 249.08
3 Poncol
Cileng 1321 7,66 1 0,13 171.73
Plangkrongan 117 7,66 1 0,13 15.21
Alastuwo 573 7,66 1 0,13 74.49
Total 1199,255
= 573 x 0,13
= 74,49
Tabel 38. Kebutuhan Lahan DAS Balekambnag Tahun 2013
Sumber : analisis data lapangan
Kebutuhan lahan DAS Balekambang tahun 20013 adalah 119,225 Ha.
Kebutuhan lahan terbesar terletak di Desa Selotinatah yaitu 269,66 Ha. Sedangkan
kebutuhan lahan terkecil adalah Desa Plangkrongan yang hanya membutuhkan
lahan sebesar 15,21 Ha. Kebutuhan lahan dipengaruhi oleh produktivitas beras
lokal, karena terpenuhinya kebutuhan beras penduduk dapat dilihat dari
produktivitas beras lokal itu sendiri. Kebutuhan lahan divisualisasikan dengan
peta kebutuhan lahan yang mencerminkan kebutuhan lahan per desa
menggunakan simbol diagram batang, sehingga dapat diketahui kebutuhan
penduduk paling tinggi dan paling rendah. Peta kebutuhan lahan DAS
Balekambang disajikan pada peta 12.
4. Daya Dukung Lahan berdasarkan Kebutuhan dan Ketersediaan Lahan
di DAS Balekambang
Daya dukung lahan diperoleh dari membandingkan ketersediaan lahan dan
kebutuhan lahan. Cara membandingkan adalah sebagai berikut :
a. Bila SL > DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus.
b. Bila SL < DL , daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui
Rincian daya dukung lahan DAS Balekambang Tahun 2013 disajikan pada Tabel
Berikut ini :
Tabel 39. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan
DAS Balekambang Tahun 2013
No
Kecamatan DesaKetersediaan lahan (Ha)
Kebutuhan Lahan (Ha)
Daya Dukung Lahan
1.
Ngariboyo
Banyudono 0,51 31,692 Defisit
2. Pendem 2,45 242,833 Defisit
3. Selotinatah 0,37 269,66 Defisit
4.
Parang
Joketro 1,64 144.56 Defisit
5. Ngaglik 0,37 249.08 Defisit
6.
Poncol
Cileng 0,53 171.73 Defisit
7. Plangkrongan 0,42 15.21 Defisit
8. Alastuwo 0,4 74.49 Defisit
Jumlah 6,69 1199,255
Sumber : Analisis Data Lapangan
Berdasarkan tabel.... dapat diketahui bahwa seluruh desa di DAS
Balekambang mempunyai daya dukung lahan defisit. Hal ini berarti ketersedIaan
lahan di DAS tersebut tidak memenuhi kebutuhan lahan masyarakat setempat.
5. Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi
(Yudoyo dkk., 2006 ). Kemampuan ini sering diartikan sebagai potensi lahan
untuk penggunaan pertanian secara umum dengan kemampuan produksi dari
tanah tersebut yang didasarkan pada fakta-fakta iklim, drainase dan kemiringan.
Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian lahan secara sistematis dan
pengelompokannya kedalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang
merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari
(Arsyad,2006).
Menurut klasifikasi kemampuan lahan dari Arsyad (2006), terdapat empat
kelas (kelas I sampai IV) yang sesuai untuk usaha pertanian tanaman pangan dan
kelas (kelas V sampai VIII) untuk tanaman keras. Pengelompokan di dalam kelas
kemampuan lahan didasarkan atas intensitas faktor penghambat dari parameter
lahan. Lahan dikelompokkan ke dalam delapan kelas kemampuan lahan yang
ditandai dengan huruf romawi dari I sampai VIII. Berikut ini kemampuan lahan
pada setiap satuan lahan yang ada di DAS Balekambang disajikan pada tabel :
Tabel 40. Kelas Kemampuan Lahan Satuan Lahan di DAS Balekambang –
Kabupaten Magetan
No. Nomor Satuan
lahan
Nama Satuan Lahan Kelas Kemampuan
Lahan
Sub
Kelas
Luas
Lahan
1. 2 Qlla – MG – II – Pmk IV W 7,92
2. 4 Qlla – MG – III – Kb IV w 14,91
3. 11 Qvjt – LM – II – Sw IV e, s 18,09
4. 12 Qvjt – LM – IV – Kb V e, w 16,79
5. 14 Qvjt – LM – V – Tg VI e 400,12
6. 13 Qvjt – LM – V – Kb V e 12,22
7. 8 Qvjt – LM – I – Pmk IV e 11,52
8. 18 Qvjt – MG – III – Tg IV e 27,29
9. 21 Qvjt – MG – IV – Tg IV e, s, w 9,44
10. 10 Qvjt – LM – I – Tg IV e, w 104,7
11. 6 Qlla – MG – IV – Kb V e, s 26,87
12. 1 Qlla – MG – I– Pmk III e 13,79
13. 5 Qlla – MG – III – Tg V w, s 3,63
14. 9 Qvjt – LM – I – Sw II w 16,35
15. 7 Qvjt – LM – I – Kb IV e, w 14,72
16. 15 Qvjt – MG – I – Pmk IV w, s 20,43
17. 19 Qvjt – MG – IV – Kb IV w 5,62
18. 3 Qlla – MG – II – Sw IV e, w 22,02
19. 20 Qlla – MG – III – Tg V e 4,19
20. 16 Qvjt – MG – I – Sw III w 37,93
21. 17 Qvjt – MG – II – Kb III e, w, s 39,53
Sumber : Analisis Data Lapangan
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa di DAS Balekambang sebagian
besar lahannya memiliki kemampuan lahan dengan rentang kelas kemampuan
lahan II sampai VI. Dengan rincian sebagai berikut: untuk satuan lahan yang
mempunyai kelas kemampuan lahan II meliputi satuan lahan Qvjt – LM – I – Sw,
satuan lahan yang mempunyai kelas kemampuan lahan III meliputi Qlla – MG –
I– Pmk, Qvjt – MG – I – Sw, Qvjt – MG – II – Kb, satuan lahan yang mempunyai
kelas kemampuan lahan IV meliputi satuan lahan Qlla – MG – II – Pmk, Qlla –
MG – III – Kb, Qvjt – LM – II – Sw, Qvjt – LM – I – Pmk , Qvjt – MG – III –
Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, Qvjt – LM – I – Kb, Qvjt – MG – I – Pmk, Qvjt – MG
– IV – Kb, Qlla – MG – II – Sw. Satuan lahan yang memiliki kelas kemampuan
lahan V meliputi Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM – V – Kb, Qlla – MG – IV –
Kb, Qlla – MG – III – Tg, Qlla – MG – III – Tg, sedangkan satuan lahan yang
memiliki kelas kemampuan lahan VI meliputi satuan lahan Qvjt – LM – V – Tg.
Jadi berdasekan data tersebut dapat diketahui bahwa pada DAS
Balekambang jika dikelompokan berdasrkan kelas kemampuan lahannya, satuan
lahan yang memiliki kelas kemampuan lahan I-IV berjumlah 15 satuan lahan,
sedangkan kelas kemampuan lahan V-VI berjumlah 6 satuan lahan.
6. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Indeks Kemampuan Lahan
Daya dukung wilayah dianalisis berdasarkan indeks kemampuan lahan
wilayah (IKLw) dengan asusmsi bahwa kemampuan lahan I-IV untuk
pengembangan kawasan budidaya dan kemampuan lahan V-VIII untuk penetapan
kawasan lindung. Koefisien kawasan lindung yang dipakai antara 0,3-0,4 yang
memungkinkan suatu wilayah dapat mengembangkan potensi kawasan
budidayanya, namun tetap menjaga kelestarian fungsi lindungnya , dimana
diasumsikan 30% luas wilayah digunakan sebagai kawasan lindung dan tidak
dibudidayakan. Adapun formulasinya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
IKLw : indeks kemampuan lahan wilayah
LWK 1-4 : luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan 1-IV
LW : luas wilayah
0,3 : koefisien minimal 30 % fungsi lindung suatu wiayah (untuk
wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum berkembang dapat
menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar lagi.
Kisaran nilai indeks kemampuan wilayah adalah:
1. Apabila IKLw > 4 berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan
mengembangkan potensi lahannya lebih optimal khususnya untuk berbagai
ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaganya keseimbangan lingkungan.
2. Apabila IKLw < 1 berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi
lindung , khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan lainseperti
banjir, erosi, sedimentasi serta kekeringan
Berikut ini contoh perhitungan indeks Kemampuan Lahan pada satuan
lahan:
a. Qlla – MG – II – Pmk
Diketahui
LWK1-4 : 7.9156
LW : 1366,3567
Koefisien : 0,4 %
Rumus :
Ditanyakan : IKLw?
Jawab: IKLw ; LWK 1−40,4 x LW
7,91560,4 x1366,3567
= 0,0014483
Dari perhitungan diatas diketahui IKLw <4, artinya daya dukung berdasarkan
kemampuan lahan defisit.
Tabel 41. Daya Dukung Lahan Berdasarkan Indeks Kemampuan Lahan
DAS Balekambang Tahun 2013
No Satuan Lahan No
Satlah
Kelas
Kemampuan
Lahan
Luas Lahan yg memiliki
indeks kemampuan lahan
I-IV (LW 1-4)
Luas wilayah
DAS (LW)
Koefisien Fungsi
Lindung
(0,4 %)
IKLw Keterangan
1. Qlla – MG – II – Pmk 2 IV 7.9156 1366.3567 0,4 0.014483 Defisit
2. Qlla – MG – III – Kb 4 IV 14.9115 1366.3567 0,4 0.027283 Defisit
3. Qvjt – LM – II – Sw 11 IV 18.09 1366.3567 0,4 0.033099 Defisit
4. Qvjt – LM – IV – Kb 12 V 16.78 1366.3567 0,4 0.030702 Defisit
5. Qvjt – LM – V – Tg 14 VI 808.9574 1366.3567 0,4 1.480136 Defisit
6. Qvjt – LM – V – Kb 13 V 18.57 1366.3567 0,4 0.033977 Defisit
7. Qvjt – LM – I – Pmk 8 IV 44.2603 1366.3567 0,4 0.080982 Defisit
8. Qvjt – MG – III – Tg 18 IV 37.0385 1366.3567 0,4 0.067769 Defisit
9. Qvjt – MG – IV – Tg 21 IV 12.0535 1366.3567 0,4 0.022054 Defisit
10. Qvjt – LM – I – Tg 10 IV 104.7003 1366.3567 0,4 0.191568 Defisit
11. Qlla – MG – IV – Kb 6 V 26.8722 1366.3567 0,4 0.049168 Defisit
12. Qlla – MG – I– Pmk 1 III 13.791 1366.3567 0,4 0.025233 Defisit
13. Qlla – MG – III – Tg 5 V 3.6325 1366.3567 0,4 0.006646 Defisit
14. Qvjt – LM – I – Sw 9 II 16,3526 1366.3567 0,4 0.299201 Defisit
15 Qvjt – LM – I – Kb 7 IV 14,742 1366.3567 0,4 0.026973 Defisit
16 Qvjt – MG – I – Pmk 15 IV 10.6868 1366.3567 0,4 0.019553 Defisit
17 Qvjt – MG – IV – Kb 19 IV 5,6243 1366.3567 0,4 0.014483 Defisit
18 Qlla – MG – II – Sw 3 IV 39.2517 1366.3567 0,4 0.027283 Defisit
19 Qvjt – MG – IV – Sw 20 V 4,1944 1366.3567 0,4 0.033099 Defisit
20 Qvjt – MG – I – Sw 16 III 69.9518 1366.3567 0,4 0.030702 Defisit
21 Qvjt – MG – II – Kb 17 III 78.0731 1366.3567 0,4 1.480136* Surplus
7. Arahan Pemanfaatan Lahan DAS Balekambang tahun 2013
Luntungan (1998: 12) menjelaskan bahwa arahan pemanfaatan lahan
merupakan kajian potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu
penggunaan tertentu berdasarkan fungsi utamanya. Pada kesempatan kali ini
arahan pemanfaatan lahan dilakukan dengan mengkaitan hubungan antara daya
dukung lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan dengan daya dukung
lahan berdasarkan indeks kemampuan lahan di DAS Balekambang tahun 2013.
Setelah dilakukan analisis, dapat diketahui bahwa hanya ada satu satuan
lahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan yang lain tidak
karena berdasarkan kedua pendekatan perhitungan daya dukung lahan hasilnya
defisit seluruhnya. Satuan lahan yang masih potensial untuk dikembangkan adalah
satuan lahan 17 (Qvjt – MG – II – Kb) yang terletak pada wilayah administrasi
Desa Pendem, Kecamatan Ngariboyo. Satuan lahan ini memiliki daya dukung
lahan yang defisit berdasarkan analisis ketersediaan dan kebutuhan lahan namun
memiliki daya dukung lahan surplus berdasarkan indeks kemampuan lahannya.
Kondisi tersebut menunjukan bahwa satuan lahan 17 mempunyai kemampuan
lahan yang baik namun belum dikembangkan atau diolah secara maksimal
sehingga produktivitasnya masih sedikit.
Berdasarkan kelas kemampuan lahannya satuan lahan 17 ini mempunyai
kelas kemampuan lahan IV. Lahan dengan kelas kemampuan lahan I-IV
merupakan lahan yang sesuai jika dikembangkan bagi usaha pertanaian. Pada
kelas kemampuan lahan IV, wilayahnya dikategorikan cukup baik, dan kelas ini
lahannya dapat digarap maupun diolah untuk berbagai jenis tanaman. Secara
umum kemampuan lahan kelas IV memiliki cirri daerah yang lerengnya landai /
berombak 3-8%, tanah teksstur lapisan atas agak halus, lempung liat berpasir,
lempung berliat dan lempung liat berdebu, bahaya tingkat erosi ringan <25%
lapisan atas hilang. Tanh kelas IV ini masih dapat dijadikan lahan pertanian
dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat. Sehingga
daerah pada kelas kemampuan lahan ini sangat cocok apabila dikembangkan
sebagai kawasan pertanian marginal.
Lahan dengan sistem pertanian marginal dapat diartikan sebagai lahan
yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika
digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut
dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa
masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan
memberikan keuntungan. Seperti pada satuan lahan 17 dengan hambatan
kemampuan lahan yang cukup banyak seperti halnya erosi, drainase, dan kondisi
perakaran, maka dibutuhkan pengelolaan yang ekstra untuk menghadapi berbagai
faktor penghambat lahan tersebut agar produktivitas lahannya dapat ditingkatkan.
Oleh karena itu, diperlukan pengembangan di berbagai sektor sektor, baik
biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani maupun akses informasi khususnya
bagi para petani agar potensi lahan tersebut dapat dipergunakan secara maksimal..
Untuk satuan lahan lain yang ada pada DAS Balekambang , kecuali satuan
lahan 17 berdasarkan hasil perhitungan daya dukungnya disarankan untuk tidak
dikembangkan lagi menjadi bentuk perubahan penggunaan lahan apapun (sama
seperti aslinya). Karena apabila terus dikembangkan nantinya malah akan
memperparah terjadinya degradasi lahan di wilayah tersebut.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan peta arahan pemanfaatan
lahan di DAS Balekambang tahun 2013.
D. Pembahasan
1. Produktivitas Pertanian
Produktivitas pertanian di DAS Balekambang berupa produktivitas padi
dan palawija. Dilihat dari faktor topografi, DAS Balekambang merupakan daerah
yang memiliki ketinggian ± 286 – 768 mdpl, kemiringan lerengnya adalah 0 –
45%, sehingga lahan produktif digunakan untuk sawah, tegalan, kebun, dan hutan.
Produktivitas padi dan palawija dipilih pada penelitan ini karena komoditas utama
DAS Balekambang adalah padi dan palawija berupa jagung, ketela pohon, ubi,
kacang tanah, dan kedelai. Produktivitas pertanian lain berupa peternakan,
perikanan, kehutanan, perkebunan merupakan komoditas pendamping dan hanya
menempati sebagian kecil lahan, sehingga hasil produksinya kecil. Produktivitas
dihitung dalam satu tahun.
a. Produktivitas Padi
Poduktivitas padi di DAS Balekambang terbagi menjadi beberapa
tingkatan produktivitas dari mulai tinggi sampai rendah. Desa Pendem merupakan
desa yang produktivitas padinya paling tinggi jika dibandingkan dengan desa-desa
lain yang ada pada wilayah DAS Balekambang pada tahun 2013. Desa yang
paling rendah produktivitasnya adalah Kelurahan Alastuwo dengan produktivitas
padi sebesar 12,5 ton/ha
b. Produktivitas Palawija
Produktivitas palawija DAS Balekambang tahun 2013 diklasifikasikan
menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan analisis data lapangan
produktivitas palawija di DAS Balekambang tahun 2013 didominasi oleh
produktivitas tinggi. Produktivitas palawija tertinggi terdapat di Desa Pendem
yang menghasilkan 37,1 Ton/Ha/Tahun. Desa lain yang memiliki tingkat
produktivitas tinggi adalah Desa Joketro (29,5 Ton/Ha/Tahun), Desa Cileng (17,5
Ton/Ha/Tahun), dan Desa Ngaglik (14 Ton/Ha/Tahun). Sedangkan Desa
Plangkrongan merupakan desa yang memiliki tingkat produktivitas palawija
paling rendah dibandingkan desa lainnya, yaitu 7 Ton/Ha/Tahun.
2. Ketersediaan Lahan
Tabel 42. Ketersediaan lahan DAS Balekambang Tahun 2013
No. Kecamatan Desa/ KelurahanKetersediaan
Lahan (Ha)
1 Ngariboyo
Banyudono 0,51
Pendem 2,45
Selotinatah 0,37
2 ParangJoketro 1,64
Ngaglik 0,37
3 Poncol
Cileng 0,53
Plangkrongan 0,42
Alastuwo 0,4
Sumber : Analisis data lapangan
Ketersediaan lahan DAS Balekambang tahun 2013 diketahui dengan
menjumlahkan ketersediaan lahan tiap satuan lahan yang terdapat di desa.
Ketersediaan lahan dipengaruhi oleh jumlah produksi, harga komoditas, harga
beras, dan produktivitas beras. Berdasarkan tabel... ketersediaan lahan yang paling
tinggi adalah Desa Pendem, yaitu 2,45 Ha dan ketersediaan lahan paling rendah
adalah Desa Ngaglik dan Desa Selotinatah, yaitu 0,37 Ha.
Ketersediaan lahan DAS Balekambang tahun 2013 dapat dianalisis sebagai
berikut :
1) Desa Pendem
Desa Pendem merupakan desa yang terdiri dari 14 satuan lahan, yaitu
Qlla-MG-III-Kb, Qlla-MG-II-Sw, Qvjt-LM-V-Tg, Qvjt-LM-I-Pmk, Qvjt-MG-III-
Tg, Qvjt-MG-IV-Tg, Qvjt-LM-I-Tg, Qlla-MG-IV-Kb, Qvjt-LM-I-Sw, Qvjt-LM-I-
Kb, Qvjt-MG-IV-Kb, Qvjt-MG-IV-Sw, Qvjt-MG-I-Sw, dan Qvjt-MG-II-Kb. Total
ketersediaaan lahan di Desa Pendem adalah 2,45 Ha. Dari 14 satuan lahan
terdapat 2 satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt-LM-I-
Tg dan Qvjt-MG-IV-Sw, sedangkan satuan lahan yang memiliki ketersediaan
lahan paling tinggi adalah satuan lahan Qvjt-MG-IV-Tg, yaitu 0,25 Ha.
2) Desa Joketro
Desa Joketro terdiri dari 13 satuan lahan. Total ketersediaan lahan di Desa
ini adalah 1,64 Ha, dari 13 satuan lahan terdapat 5 satuan lahan yang tidak
memiliki ketersediaan lahan yaitu Qvjt-LM-IV-Kb, Qvjt-LM-V-Kb, Qvjt-LM-I-
Tg, Qlla-MG-III-Tg, dan Qlla-MG-III-Tg. Ketersediaan lahan tertinggi berada
pada satuan lahan Qlla-MG-II-Pmk, yaitu 0,37 Ha.
3) Desa Ngaglik
Desa Ngaglik terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt
– LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I –
Tg. Desa Ngaglik memiliki total ketersediaan lahan seluas 0,37 Ha. Terdapat 2
satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb
dan Qvjt – LM – I Tg. Sedangkan ketersediaan lahan tertinggi terdapat pada 2
satuan lahan, yaitu Qvjt-LM-V-Tg dan Qvjt-LM-V-Kb dengan jumlah
ketersediaan lahan 0,13 Ha.
4) Desa Selotinatah
Desa Selotinatah terdiri dari 5 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb,
Qvjt – LM – V – Tg, Qvjt – MG – III – Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, dan Qvjt – LM
– I – Tg. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,37 Ha, terdapat 2 satuan
lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu Qvjt – LM – I – Tg dan Qvjt –
LM – I Tg. Ketersediaan lahan tertinggi terdapat pada 2 satuan lahan, yaitu Qvjt-
LM-V-Tg dan Qvjt-MG-III-Tg dengan luas total 0,13 Ha.
5) Desa Cileng
Desa Cileng terdiri dari 6 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt –
LM – V – Tg, Qvjt – LM – V – Kb, Qvjt – LM – I – Pmk, Qvjt – LM – I – Tg, dan
Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa ini adalah 0,53 Ha, dan
terdapat 2 satuan lahan yang tidak memiliki ketersediaan lahan, yaitu satuan lahan
Qvjt-LM-IV-Kb dan Qvjt-LM-I-Tg. Ketersediaan lahan paling tinggi terdapat
pada satuan lahan Qvjt-LM-I-Kb dengan luas lahan 0,16 Ha.
6) Desa Plangkrongan
Desa Plangkrongan terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,
Qvjt – LM – V – Kb, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas total ketersediaan lahan desa ini
adalah 0,42 Ha. Satuan lahan Qvjt-LM-I-Kb merupakan satuan lahan yang
memiliki luas ketersediaan lahan paling tinggi, yaitu 0,16 Ha.
7) Kelurahan Alastuwo
Kelurahan Alastuwo terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – LM – V – Tg,
Qvjt – LM – I – Pmk, dan Qvjt – LM – I Kb. Luas ketersediaan lahan di desa ini
adalah 0,4 Ha, dengan luas ketersediaan lahan tertinggi 0,16 Ha tepatnya berada di
satuan lahan Qvjt-LM-I-Kb, sedangkan ketersediaan lahan terendah adalah 0,11
Ha di satuan lahan Qvjt-LM-I-Pmk.
8) Desa Banyudono
Desa Banyudono terdiri dari 3 satuan lahan, yaitu Qvjt – MG – III – Tg,
Qvjt – MG – IV – Kb, dan Qvjt – MG – II – Sw. Keseluruhan luas ketersediaan
lahan di desa ini adalah 0,51 Ha. Keseluruhan ketersediaan di ketiga satuan lahan
di Desa Banyudono memiliki luas yang sama, yaitu 0,17 Ha.
3. Kebutuhan Lahan
Kebutuhan lahan DAS Balekambang diperoleh dari jumlah penduduk
dikalikan luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk.
Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara
beras/kapita/tahun. Berikut ini kebutuhan lahan DAS Balekambang – Kabupaten
Magetan tahun 2013 :
Tabel 43. Kebutuhan Lahan DAS Balekambang – Kabupaten Magetan
No. KecamatanDesa/
KelurahanJumlah
Penduduk
Produktivitas
Beras Lokal
(Ton/Ha)
Kebutuhan
Hidup Layak
(Ton)
KHLL DL
1 Ngariboyo
Banyudono 228 7,146 1 0,139 31,692
Pendem 1747 7,146 1 0.139 242,833
Selotinatah 1940 7,146 1 0,139 269,66
2 ParangJoketro 1112 5,67 1 0,176 144.56
Ngaglik 1916 5,67 1 0.176 249.08
3 Poncol
Cileng 1321 7,66 1 0,13 171.73
Plangkrongan 117 7,66 1 0,13 15.21
Alastuwo 573 7,66 1 0,13 74.49
Total 1199,255
Sumber : Analisis data lapangan
Kebutuhan lahan total DAS Balekambang adalah 1199,255 (Ha).
Kebutuhan lahan terbesar adalah Desa Selotinatah yaitu sebesar 269,66,
sedangkan kebutuhan lahan terkecil terdapat di Desa Plangkrongan dengan luas
lahan 15,21 Ha. Berikut analisis kebutuhan lahan DAS Balekambang tahun 2013 :
1. Desa Banyudono
Desa Banyudono memiliki jumlah penduduk 228 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini berupa tegalan, kebun, dan sawah. Berdasarkan analisis lapangan,
penggunaan lahan permukiman tidak mendominasi, sehingga menjadikan desa
ini jumlah penduduk terendah kedua di DAS Balekambang. Kebutuhan lahan
di Desa Banyudono sebesar 31,692 Ha.
2. Desa Pendem
Desa Pendem memiliki jumlah penduduk 1747 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini didominasi oleh kebun, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Pendem
sebesar 242,833 Ha.
3. Desa Selotinatah
Desa Selotinatah memiliki jumlah penduduk 1940 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini didominasi oleh tegalan, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Selotinatah
sebesar 269,66 Ha.
4. Desa Joketro
Desa Joketro memiliki jumlah penduduk 1112 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini didominasi oleh sawah, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Joketro
sebesar 144,56 Ha.
5. Desa Ngaglik
Desa Ngaglik memiliki jumlah penduduk 1916 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini didominasi oleh kebun dan tegalan, sedangkan kebutuhan lahan di Desa
Ngaglik sebesar 249,08 Ha.
6. Desa Cileng
Desa Cileng memiliki jumlah penduduk 1321 jiwa, hal ini berpengaruh
terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa ini didominasi
oleh kebun, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Cileng sebesar 171,73 Ha.
7. Desa Plangkrongan
Desa Plangkrongan memiliki jumlah penduduk 117 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini didominasi oleh kebun, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Plangkrongan
sebesar 15,21 Ha.
8. Kelurahan Alastuwo
Kelurahan Alastuwo memiliki jumlah penduduk 573 jiwa, hal ini
berpengaruh terhadap kebutuhan beras penduduk. Penggunaan lahan di desa
ini didominasi oleh permukiman, sedangkan kebutuhan lahan di Desa Joketro
sebesar 74,49 Ha.
4. Daya Dukung Lahan
Daya dukung lahan adalah perbandingan antara ketersediaan lahan dengan
kebutuhan lahan. Daya dukung lahan dapat diketahui dengan :
a. Bila SL > DL, daya dukung lahan dinyatakan surplus
b. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui
Daya dukung lahan DAS Balekambang tahun 2013 disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 44. Daya Dukung Lahan DAS Balekambang Tahun 2013
N
o
Kecamatan Desa Ketersediaan lahan
(Ha)
Kebutuhan
Lahan (Ha)
Daya Dukung
Lahan
1.
Ngariboyo
Banyudono0,51
31,692 Defisit
2. Pendem2,45
242,833 Defisit
3. Selotinatah0,37
269,66 Defisit
4.
Parang
Joketro1,64 144.56
Defisit
5. Ngaglik0,37 249.08
Defisit
6.
Poncol
Cileng0,53 171.73
Defisit
7. Plangkronga
n 0,42 15.21
Defisit
8. Alastuwo0,4 74.49
Defisit
Jumlah 6,69 1199,255 Defisit
Sumber : Analisis Data Lapangan
Ketersediaan lahan yang lebih rendah dari kebutuhan lahan menunjukkan
status daya dukung lahan defisit. Berdasarkan tabel ... dapat diketahui bahwa daya
dukung lahan di DAS Balekambang tahun 2013 memiliki status defisit atau
terlampaui. Kebutuhan lahan terbesar terjadi di Desa Selotintah, yaitu 269,66 Ha
sedangkan ketersediaan lahan yang ada di desa tersebut hanyalah 0,37 Ha. Hal ini
menandakan bahwa ketersediaan lahan yang telah berkembang saat ini, tidak
mampu memenuhi kebutuhan lahan yang sebenarnya. Sehingga, ketersediaan
lahan DAS Balekambang tidak mampu mencukupi kebutuhan produk hayati,
salah satu faktor yang berpengaruh adalah kemiringan lereng maksimal kelas V
(sangat curam), sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
5. Arahan Pemanfaatan Lahan
Berdasarkan hasil analisis pemanfaatan lahannya , lahan yang ada di DAS
Balekambang Kabupaten Magetan secara keseluruhan sudah tidak dapat
dikembangkan untuk berbagai penggunaan lahan lain. Karena apabila hal tersebut
terjadi nantinya malah akan berakibat vatal pada peningkatan degradasi lahan di
wilayah ini. Namun ada satu wilayah di dalam DAS Balekambang yang memiliki
potensi cukup bagus namun pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal
yaitu pada satuan lahan 17.
Satuan lahan 17 ini memiliki kemampuan lahan yang potensial untuk
dikembangkan sebagae lahan pertanian marginal. Apabila pengelolaan yang
dilakukan sudah tepat tentunya produktivitas lahan di wilayah ini tinggi. Namun
pada kenyataannya berdasrkan hasil analisis daya dukung lahannya produktivitas
yang ada pada satuan lahan ini belum bisa digunakan untuk mememnuhi
kebutuhan, Itu artinya diperlukan suatu usaha yang intensif dalam pengelolaan
lahan pada satuan lahan 17 sehinngga nantinys produktivitas di daerah ini dapat
meningkat sehinggga daya dudung berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan
lahannya menjadi surplus tidak defisit lagi.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Produktivitas pertanian di DAS Balekambang adalah produktivitas padi dan
produktivitas palawija. Hasil Produktivitas pertaniannnya adalah sebagai berikut:
a. Desa yang memiliki produktivitas padi tinggi adalah Desa Pendem, Desa
Desa Joketro. Desa yang tingkat produktivitas padinya sedang meliputi
Desa Selotinatah, Desa Cileng. Sedangkan Desa yng memiliki produktivitas
padi tinggi meliputi Desa Banyudono, Desa Ngaglik, Desa Plangkrongan
dan Desa Alastuwo.
b. Desa yang memiliki produktivitas palawija tinggi meliputi Desa Pendem,
Desa Selotinatah, Desa Joketro, Desa Ngaglik, Desa Cileng dan Desa
Alastuwo. Desa yang tingkat produktivitas palawijanya rendah meliputi
Desa Banyudono. Desa Plangkrongan merupakan Desa yang produktivitas
padinya paling rendah.
2. Berdasarkan hasil analisis ketersediaan lahan dapat diketahui bahwa Desa yang
ketersediaan lahannya paling besar adalah Desa Pendem (2,45 ha) sedangkan desa
yang ketersediaan lahannya paling kecil adalah Desa Ngaglik (0,37 ha) dan Desa
Selotinatah (0,37 ha ). Untuk ketersediaan lahan di Desa Banyudono ( 0,51 ha),
Desa Joketro (1,64 ha), Desa Cileng (0,53 ha), Desa Plangkrongan (0,42 ha), dan
Desa Alastuwo (0,4 ha)
3. Beradasarkan analisis kebutuhan lahannya , desa yang memilki kebutuhan lahan
paling banyak adalah Desa Selotinatah (269,66 ha), sedangkan yang terendah
kebutuhan lahannya adalah Desa Plangkrongan (15,21 ha). Untuk kebutuhan
lahan Desa Banyudono (31,692 ha), Desa Pendem (242,833 ha), Desa Joketro
(144,56 ha), Desa Ngaglik (249,08 ha), Desa Cileng (171,73 ha), dan Desa
Alastuwo ( 74,49 ha)
4. Berdasarkan Daya Dukung lahan nmenggunakan pendekatan ketersediaan dan
kebutuhan lahannya, wilayah di DAS Balekambang memiliki Daya Dukung
Lahan yang defisit di semua wilayahnya , dimana berdasarkan hasil analisisnya
kebutuhan lahan di DAS Balekambang lebih besar dibandingkan dengan
kemampuan lahannya (SL<DL)
5. Kemampuan lahan di DAS Balekambang berada pada kisaran kelas Kemampuan
Lahan Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa di DAS Balekambang sebagian
besar lahannya memiliki kemampuan lahan dengan rentang kelas kemampuan
lahan II sampai VI. Dengan rincian sebagai berikut: untuk satuan lahan yang
mempunyai kelas kemampuan lahan II meliputi satuan lahan Qvjt – LM – I – Sw,
satuan lahan yang mempunyai kelas kemampuan lahan III meliputi Qlla – MG –
I– Pmk, Qvjt – MG – I – Sw, Qvjt – MG – II – Kb, satuan lahan yang mempunyai
kelas kemampuan lahan IV meliputi satuan lahan Qlla – MG – II – Pmk, Qlla –
MG – III – Kb, Qvjt – LM – II – Sw, Qvjt – LM – I – Pmk , Qvjt – MG – III –
Tg, Qvjt – MG – IV – Tg, Qvjt – LM – I – Kb, Qvjt – MG – I – Pmk, Qvjt – MG
– IV – Kb, Qlla – MG – II – Sw. Satuan lahan yang memiliki kelas kemampuan
lahan V meliputi Qvjt – LM – IV – Kb, Qvjt – LM – V – Kb, Qlla – MG – IV –
Kb, Qlla – MG – III – Tg, Qlla – MG – III – Tg, sedangkan satuan lahan yang
memiliki kelas kemampuan lahan VI meliputi satuan lahan Qvjt – LM – V – Tg.
Jadi berdasekan data tersebut dapat diketahui bahwa pada DAS
Balekambang jika dikelompokan berdasrkan kelas kemampuan lahannya, satuan
lahan yang memiliki kelas kemampuan lahan I-IV berjumlah 15 satuan lahan,
sedangkan kelas kemampuan lahan V-VI berjumlah 6 satuan lahan.
6. Berdasarkan Daya Dukung lahan nmenggunakan pendekatan kemampuan lahan, di
dalam DAS Balekambang terdapat satu satuan lahan yang daya dukungnya
surplus, yaitu satuan lahan Qvjt – MG – II – Kb (nomor satlah 17). Sedangkan
untuk satlah yang lain memiliki daya dukung lahan yang defisit (IKLw < 1).
7. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode perbandingan antara daya dukung
lahan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan dengan metode kemampuan