ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Keperawatan Gadar
Disusun oleh :
1. Reni Mayasaroh (046)
2. Resa Alviana I (047)
3. Rizki Fitria R (048)
4. Rohadian Gusti A (049)
5. Rohman Tri P (050)
6. Sri Utami (051)
7. Tri Waryani (052)
8. Vandi Wisnu P (053)
9. Yusintha Dwi K (054)
D III KEPERAWATAN REGULER
POLTEKKES SURAKARTA
2013
ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi
oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh
otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha,2010).
B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel – sel syaraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20
mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25
% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasmaturun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolismen
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60
ml/menit/100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T
dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan
parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar(Musliha,2010).
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi
rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera kepala primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
a. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
b. Hipotensi sistemik
c. Hipoksia
d. Hiperkapnea
e. Udema otak
f. Komplikasi pernapasan
g. Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain (Musliha,2010).
Trauma Kepala
Tulang KepalaKulit Kepala
Komusio, hematoma, edema, kontusio
Fraktur linear, Fraktur communited, Fraktur depressed, Fraktur Basis
Hematoma pada Kulit
Cedera Otak TIK meningkatGangguan
kesadaran, gangguan TTV,Kelainan
neurologisCedera Otak
PrimerRinganSedangBerat
Hipoksemia serebral
Respon Fisiologis Otak
Cedera Otak Sekunder
Kerusakan Sel OtakKelainan metabolisme
Gangguan Autoregulasi
Rangsangan Simpatis
KatekolaminSekresi Asam Lambung
Tahanan vaskuler sistemik
Aliran darah ke otak
Mual, muntahTek. Pemb. Darah
pulmonal
O2Gangguan Metabolisme
Produksi Asam Laktat
Edema otak
Gangguan perfusi jaringan cerebral
Tek. Hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Edema Paru
Curah Jantung Menurun
Difusi O2 menurun
3. Gangguan pola nafas
Hipoksemia, hiperkapnea
Gangguan Perfusi Jaringan
Intake nutrisi tidak adekuat
C. PATHWAY
Jaringan Otak
Stres Lokalis
Sumber :ArifMuttaqin, 2008
D. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
durameter akibat pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri
meningeal media yang terdapat di durameter, pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala – gejala yang terjadi :
1) Penurunan tingkat kesadaran
2) Nyeri kepala
3) Muntah
4) Hemiparesis
5) Dilatasi pupil ipsilateral
6) Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
7) Penurunan nadi, peningkatan suhu (Musliha,2010).
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara durameter,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau
beberapa bulan.
Tanda – tanda dan gejalanya adalah :
1) Nyeri kepala
2) Bingung
3) Mengantuk
4) Menarik diri
5) Berfikir lambat
6) Kejang dan
7) Oedem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak
karena pecahnya pembuluh darah arteri , kapiler, vena.
Tanda dan gejalanya :
8) Nyeri kepala
9) Penurunan kesadaran
10) Komplikasi pernapasan
11) Hemiplegia kontra lateral dilatasi pupil
12) Perubahan TTV(Musliha,2010).
3. Perdarahan sub arachnoid
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang
hebat.
Tanda dan gejala :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
4) Dilatasi pupil ipsilateral
5) Kaku kuduk(Musliha,2010).
E. Pemeriksaan penunjang
1. CT scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. MRI (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. Cerebral angiography : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma
4. Serial ECG : melihat gelombang yang patologis
5. X- ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (peerdarahan / edema), fragmen tulang
6. BAER : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, lumbal punksi : dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid
9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial
11. Screen toxicologi : mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran(Musliha,2010).
F. Penatalaksanaan
Prioritas perawatan :
1. Memaksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan dan rehabilitasi(Musliha,2010).
Konservatif :
1. Bedrest total
2. Observasi TTV (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat – obatan
1) Dexamethason / kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Terapi hiperventilasi(trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20
% atau gukosa 40 % atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penicilin) atau
untuk infeksi an aerob diberikan metronidazol.
4. Makanan atau cairan. Pada taruma ringan bila muntah-muntah tidak
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,
aminofel ( 18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
5. Pada trauma berat. Karena hari pertama didapatkan klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan.
Dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrosa
5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka
makanan diberikan melalui naso gastic tube (2500- 3000 TKTP).
Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya(Musliha,2010).
G. Pengkajian
1. Pengkajian primer
A. Airway
Periksa adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan oleh
benda asing, fraktur tulang wajah, frkatur mandibula / maksila,
frkatur laring / trakhea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas
harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patah
tulang servikal harus selalu dipertimbangkan. Sebelum memeriksa
dan memperbaiki jalan nafas tidak boleh dilakukan fleksi, ekstensi
atau rotasi pada leher (Sabuan, 2001).
Kemungkinan patah tulang servikal, bila ada :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Multi trauma
d. Waspada terhadap patah tulang belakang bila biomekanik
utama mendukung
B. Breathing dan Ventilasi
Auskultasi untuk memastikan udara masuk ke paru – paru. Perkusi
untuk menilai adanya udara / darah dalam rongga paru – paru.
Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi (Sabuan, 2001).
C. Ciculation
a. Volume darah dan curah jantung
Observasi dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik, tingkat kesadaran, warna
kulit, nadi. Pada volume darah turun perfusi otak dapat
berkurang yang mengakibatkan penurunan kesadaran, (namun
kehilangan darah dalam jumlah banyak belum tentu
mengakibatkan gangguan kesadaran). Pasien trauma dengan
wajah dan atau kulit ekstrimitas pucat merupakan tanda
hipovolemia (bila memang disebabkan oleh hipovolemik maka
ini menandakan kehilangan darah minimal 30 % volume
darah). Pada shock, nadi kecil dan cepat merupakan tanda
hipovolemia namun harus diingat sebab lain yang dapat
menyebabkannya (Sabuan, 2001).
b. Kontrol perdarahan
Syok jarang disebabkan perdarahan intrakranial. Perdarahan
eksternal dikendalikan dengan penekanan langsung pada luka.
Jangan dijahit dulu (Sabuan, 2001).
Bila ragu = pasang Neck Colar
D. Disability (Neurologic Evaluation)
Dilakukan dan dikerjakan pada tahap akhir dari primary survey
dengan menilai kesadaran dan pupil penderita.
A : Alert
V : Responds to vocal stimulation
P : Responds only to painful stimualtion
U : Unresponsive.
Glasgow coma scale merupakan penilaian yang lebih rinci, bila ini
tidak dikerjakan di primary survey bisa dikerjakan d secondary
survey (Sabuan, 2001).
2. Pengkajian sekunder
Pengumpulan data klien baik subjekif atau objektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cidera kepala tergantung pada
bentuk, lokasi, jenis injury, dan adanya komplikasi pada organ vital
lainnya. Data yang perlu didapatkan adalah sebagai berikut :
a. Riwayat kesehatan :
1) Tingkat kesadaran / GCS (<15)
2) Konvulsi
3) Muntah
4) Dispnea / takipnea
5) Sakit kepala
6) Wajah simetris / tidak, lemah
7) Luka di kepala
8) Paralise
9) Akumulasi sekret pada saluran nafas
10) Adanya liquor dari hidung dan telinga
11) Kejang (Musliha,2010).
b. Aspek neurologis yang dikaji adalah :
1) Tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang,
tempat dan waktu
2) Adanya refleks babinski positif
3) Perubahan TTV
4) Kaku kuduk
5) Hemiparese
6) Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas
sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak
juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII, yaitu :
a) Nervus I : pada beberapa keadaan cidera kepala di daerah
yang merusak anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan
mengalami kelainan pada fungsi penciuman / anosmia
unilateral atau bilateral
b) Nervus ll. Hematoma palpebra pada klien cedera kepala
akan menurunkan lapang penglihatan dan mengganggu
fungsi dari nervus optikus.
c) Nervus III : gangguan mengangkat kelopak mata terutama
pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbital.
d) Nervus V : pada beberapa keadaan cidera kepala
menyebabkan paralisis nervus trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
e) Nervus VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan.
f) Nervus IX : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut
g) Nervus XII : indra pengecapan mengalami perubahan
(Musliha, ArifMuttaqin)
H. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul adalah :
1. Tidak efektifnya pola nafas sehubungan dengan depresi pada pusat nafas
di otak.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas sehubungan dengan
penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan denganoedem otak.
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran ( soporos coma )
5. Kecemasan keluarga sehubungan dengan keadaan yag kritis pada pasien.6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan
immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
I. Intervensi
Diagnosa 1
Tidak efektifnya pola nafas sehubungan dengan depresi pada pusat nafas di
otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola nafaas yang efektif melalui ventilator
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu nafas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Hitung pernafasan pasien dalam satu menit. Pernafasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernafasan lambat
meningkatkan tekanan Pa CO2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
2) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam
pemberian tidal volume.
3) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x
lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
4) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi/cairan paru sehingga menjadi kental dan
meningkatkan resiko infeksi.
5) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit ), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat bila ada gangguan pada ventilator
(Musliha,2010).
Diagnosa 2
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara nafas bersih, tidak terdapat suara sekret ( ronchi ) pada selang dan
bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana Tindakan :
1) Kaji dengan ketat ( tiap 15 menit ) kelancaran jalan nafas. Obstruksi
dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan. Bronchospasme
atau masalah terhadap tube.
2) Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak.pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus
dibatasi untuk mencegah hipoksia.
3) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk
semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum
4) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada ( tiap 1 jam ). Pergerakan
yang simetris dan suara nafas yang bersih indikasi pemasangan tube yang
tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.(Musliha,2010).
Diagnosa 3
Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan oedem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana Tindakan :
1) Monitor dan catat status neurologia dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus
eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik. Reaksi pupil
digerakkan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menetukan
refleks batang otak. Pergerakan mata membantu menentukan area cedera
dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya
abduksi mata.
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sisitolik dan penurunan daistolik serta penurunan tingkat
kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial. Adanya
pernafasan yamg irreguler indikasi terhadap infeksi. Untuk mengetahui
tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
3) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
4) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada
vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
5) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik peningkatan intrakranial.
6) Berikan oksigensesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar
( kolaborasi ).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi/kimia seperti
osmotik diuretik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat
menurunkan oedem otak, steroid ( dexamethason ) untuk menurunkan
inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk
menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif
dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipretik untuk menurunkan
panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak (Musliha,2010).
Diagnosa 4
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran ( soporos
coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria Hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerjasama
yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan
mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan
kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa
nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus
dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan
sesuai kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.
4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga
lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan pasien
dengan keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami
peraturan yang ada diruangan.
5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan
(Musliha,2010).
Diagnosa 5
Kecemasan keluarga sehubungan dengan keadaan yag kritis pada pasien
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan
meningkat.
Rencana Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan terapeutik perawat-keluarga. Dengarkan
dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
2) Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidaktahuan.
3) Beri kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
4) Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan
keimanan dan ketabahan dalam menghadapi kritis (Musliha,2010).
Diagnosa 6
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Rencana tindakan :
1) Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk
menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit
2) Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan
3) Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8
jam
4) Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk
daerah yang menonjol
5) Ganti posisi pasien setiap 2 jam
6) Pertahankan kebersiihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan
memudahkan terjadinya kerusakan kulit
7) Massage dengan lembut diatas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali
8) Pertahankan alat – alat tenun tetap bersih dan tegang
9) Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setaip 4-8 jam
dengan menggunakan H2O2(Musliha,2010).
DAFTAR PUSTAKA
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat . Yogyakarta : Nuha Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Sabuan.2001.Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Bagi
Tenaga Para Medis. Semarang : RSUP Dr Kariadi Semarang.