PESAN MORAL DARI KISAH NABI ZAKARryA A.S.
DALAMAI--QUR'AN
Skripsi
Diajukan untuk lremefiuhi persyaratan rnemperolehi
Gelar Sajana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Nuzulliuna Azka Ratrbari
t t 1303,t000077
PROGRAM STfIDI ILMT] ALQUR'AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
IiNIVERSITAS IST-AM NEGERT
SYARIF HIDAYATULL{H
JAKARTA
t44tH t2020Il[-
I IIL.tl{It I
PESAN MORAL DARI KISAH NABI ZAKARIYA
A.S. DALAM AL-QUR'AII
SkriPsi
Diajukan untuk mememuhi persyaratan memperolchi
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Nuzullinna Azka Rabbani
1113034000077
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'A}I DAII
TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATT]LLAII
JAKARTA
t44tIJt20t9n.[..
107 198303 1 001
PERSf, T UJUAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul "Pesan Moral dari Kisah Nabi Zakariya a,s didalam Al-Qur'an" telah diujikan dalam sidang rnunaqasyah Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 29
Janoari 2020. Skipsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada jurusan Ilmu al-Quran dan
Tafsir.
I akafta, 29 J anuari 2A2(l
Sidang Munaqasyah,
NIP. 19880502 201903 I 009
Anggota.
6.{.d6ro
NIP. i9721024200312 1 002
Pembimbins-
Ketua,
Dr. M. Su#/dinata. M.As.NIP. 19600908 198903 1 005
Penguj i l,
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nuzullinna Azka Robbani
NIM :1113034000077
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahr.va karya ini bukan hasil karya asli
saya atau menrpakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia nrenerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayahrllah
Jakarla.
Jakarta, i5 Januari 2020
Per, ulis
Nuzullinna Azka Robbani
NIM 1113034000077
i
ABSTRAK
Nuzullinna Azka Robbani
Nim 1113034000077
“Pesan Moral dari Kisah Nabi Zakariyaa.s di dalam Al-Qur’an”.
Terdapat banyak cerita yang mengisahkan nabi terdahulu, salah
satunya yang diteliti pada skripsi ini yaitu membahas kisah Nabi Zakariya
a.s. dalam al-Qur’an. Di dalamnya terdapat pesan moral yang bisa
dijadikan peajaran, adapun tujuan kisah dalam al-Qur’an yaitu sebagai
peringatan kepada manusia agar dapat berakhlak mulia. Penelitian ini ada
pada surah Maryam dari ayat 2-9 dan surah Ali ‘Imran ayat 37-39. Kisah
Nabi Zakaria a.s. yang menanti seorang anak yang akan mewarisi dan
meneruskan perjuangannya membela agama Islam dengan cara
berdakwah. Kemudian identifikasi masalah yang diambil dari kisah Nabi
Zakariya a.s. ialah : karakteristik kisah Nabi Zakariya a.s. dalam al-
Qur’an, pesan moral dari kisah Nabi Zakariya a.s dalam al-Qur’an dan
penafsirannya.
Penelitian skripsi ini yaitu bertujuan untuk memaparkan pesan
moral apa saja yang terdapat pada kisah Nabi Zakariya a.s. dalam al-
Qur’an. Dan metode penelitian ini yaitu menggunakan metode
kepustakaan (Library Research) yang dilakukan dengan cara
pengumpulan data dan referensi yang berkaitan dengan pembahasan dalam
permasalahan tersebut. Teknik yang digunakan adalah analisis data
kualitatif dan metode maudhu’I (Tematik).
Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa skripsi ini memiliki
Pesan moral yang terapat dari kisah Nabi Zakariya a.s.: mehami hukum
alam, memahami kekuasaan mutlak Allah, memahami ketetapan
keturunan, ketekunan dalam beribaah, dan dapat menelaani sejarah.
Kata kunci : Pesan, Moral, Kisah, Nabi Zakariya a.s.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan
kehadirat Ilahi atas rahmat dan hidayat-Nya sertai-Nya yang selalu
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pesan Moral Dari Kisah Nabi Zakariya a.s. Dalam Al-Qur’an”.
Salawat dan salam yang tak terlupakan penulis panjatkan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah banyak memberi pengajaran dan
pelajaran agar manusia berada di jalan yang benar dan lurus dan
senantiasa berada dalam keadaan nyaman dan juga selamat.
Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya dengan
limpahan karunia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya. Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang
penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini, al-ḥamdulillâh dapat
teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, MA.,
selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, beserta para wakil Dekan.
iii
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH.,
selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA., Selaku dosen
pembimbing akademik, dan selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu memberikan dedikasinya kepada penulis, bersabar
memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di
bawah bimbingannya. Juga melalui beliau, tumbuh ide-ide
baru, pemikiran baru, sehingga penulis ada gairah semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap jajaran dosen dan civitas akademik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhususnya jurusan Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir yang dengan ikhlas dan tulus serta penuh
sabar dalam mencurahkan dan mendidik saya selama menimba
ilmu di kampus tercinta ini.
6. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Mian Darmawan dan
ibunda Siti Aisyah, yang telah mengarahkan, dengan penuh
kasih sayang tanpa pamrih, tak pernah lelah dan tak bosan
dalam memberikan dukungan moral maupun materil, serta
do’a dan semangat yang selalu membanjiri buah hatimu ini.
7. Kepada adik-adikku tercinta, Marwah Daud Ibrahim, Nabil
Anababil Haq, Abda Salwan Al Hijr, serta keluarga besar yang
tidak bosan-bosannya menyemangati dan mendo’akan saya.
8. Kepada sahabat terbaik saya Afifah Dwi Cahyati, Randu
Ramdhani, Agung Wahyu Prasetyo, Mudabbiroh, Titi
Tahinani, Riski Amalia, yang tak pernah bosan-bosannya dan
terus memberi dukungan dan motivasi terbaik di kala
semangat ini memudar. Ter untuk teman terbaik saya Fian
iv
Kamil Arifin, Darul Quthni, yang sangat tulus membantu dan
menyemangati dalam pembuatan skripsi ini, terimakasih
banyak atas dukungannya.
9. Seluruh sahabat-sahabat yang mensupport serta mendo’akan
dalam menyelesaikan tugas akhir ini, dan seluruh teman-teman
Jurusan Tafsir Hadits angkatan 2013 terutama TH-B.
Terimakasih atas do’a kalian.
Semoga Allah membalas dengan sebaik-baiknya balasan.
Harapan penulis, mudah-mudahan karya ini bermanfaat dan
mempunyai kontribusi yang signifikan bagi penelitian selanutnya.
Jakarta, 29 Januari 2020
Penulis
Nuzullinna Azka Robbani
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi hasil keputusan bersama (SKB) Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer: 158 Tahun
1987 dan Nomer: 0543b/U/1987.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak di lambangkan Tidak di lambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ṡ Es dengan titik di atas ث
J Je ج
Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Ż Zet dengan titik di atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
vi
ʻ_ Apostrof terbaik ع
G Ge غ
F Ef ف
Q Qi ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ’_ ء
Y Ye ي
2. Vocal
Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vokal tunggal dan vokal
rangkap, transliterasi vokal tunggal sebagai berikut:
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
A Fathah ا
I Kasrah ا
U Ḍammah ا
vii
Brikut ini adalah vokal rangkap berupa gabungan antara harakat
dan hurup.
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
ي _ Ai a dan i
و _ Au a dan u
3. Vokal panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang bahasa arab dilambangkan
dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ا
Ī i dengan topi di atas ا
Ū u dengan topi di atas ا
4. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan huruf ال dialih aksara menjadi
‘I’ baik di sandangkan dalam huruf syamsiyah maupun di sandangkan
dengan huruf qamariyah. Contoh: al-ẓikr bukan az-ẓikr.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau Tasydīd dalam sistem tulisan arab dilambangkan
dengan sebuat tanda Tasydīd ( ), dalam translit ini dilambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang di beri tanda Tasydīd. Contoh:
ب ن ا ين ا rabbanā : ر najjaīnā : ن ج ق al-ḥaqq : ا لح
viii
6. Cara penulisan kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis
secara terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuandiatas:
كر لن االذ ن ز Innā naḥnu nazzalnā al-żikra إ نان حن
ب ه اٱلنب ي ون م Yaḥkumu bihā al-nabiyyūna ي حك
Istuḥfiẓū ٱست حف ظ وا
7. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt. Subḥanahu wa ta‘ālā
Saw. Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam
QS. Quran Surat
M Masehi
H Hijriah
ix
DAFTAR ISI
COVER SKRIPSI
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
E. Metodologi Penelitian ............................................................ 7
a. Jenis Penelitian ................................................................ 7
b. Sumber Data .................................................................... 7
c. Teknik Analisis Data ....................................................... 7
d. Teknik Penulisan ............................................................. 8
F. Kajian Pustaka ........................................................................ 8
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH
A. Pengertian Kisah Dalam Al-Qur’an ........................................ 12
B. Jenis-jenisnya Dalam al-Qur’an .............................................. 15
C. Tujuan Kisah Dalam Al-Qur’an ............................................. 21
D. Pengulangan Kisah dan Faedahnya ........................................ 29
x
E. Pengaruh Kisah Dalam Al-Quran Terhadap Pendidikan ........ 31
BAB III MENGENAL NABI ZAKARIYA A.S.
A. Biografi Nabi Zakariyaa.s. .................................................... 33
B. Kenabian Nabi Zakariyaa.s. ................................................... 35
BAB IV PESAN MORAL YANG TERKANDUNG DALAM KISAH
NABI ZAKARIYA A.S.
Analisis Ayat-Ayat Pesan Moral dan Pemaparannya ............. 50
1. Memahami Hukum Alam ................................................. 50
2. Memahami Kekuasaan Mulak Allah ................................ 53
3. Memahami Kebenaran Keturunan ................................... 60
4. Ketekunan Beribadah ....................................................... 62
5. Meneladani Sejarah .......................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 66
B. Saran-saran ............................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 68
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya rupa. Dia
mengaruniakan dan menanamkan kecenderungan kesempurnaan dan
kemampuan bergerak manusia menuju kesempurnan. Manusia, dalam
menjalani hidup dan meraih kebahagian hakiki, memerlukan jalan dan
petunjuk. Tanpa petunjuk ia tidak akan mampu mencapai kesempurnaan
hakiki. Jika hanya mengandalkan dirinya sendiri, manusia tidak akan
mampu mengenal aturan hidup dan jalan kebahagiaan, apalagi
menjalankannya. Ia membutuhkan Tuhan semesta alam dan para Nabi-
Nya. Oleh karena itu kita bisa memahami pentingnya pengutusan para
Nabi. Dari fakta itu sendiri bahwa manusia memiliki dua dimensi eksitensi
(jasad dan ruh) dan dua macam kehidupan yang saling berkaitan
seutuhnya, dan untuk menjamin kebahagiaan ukhrawi. Kesejahteraan
duniawi dan ukhrawi.1
Di dalam al-Qur‟an banyak menjelaskan berbagai macam sikap
dan sifat manusia pada masa lalu, sebagai pelaku di seluruh dunia. Al-
Qur‟an adalah suatu kitab yang mengamati tragedi-tragedi penting dari
manusia terdahulu. Berdasarkan pemberitahuannnya inilah, dapat
disebutkan bahwa al-Qur‟an sebagai nasihat masa lalu manusia. Al-Qur‟an
juga disebutkan sebagai nasihat sejarah sebagai wahyu, juga sebagai
sumber al-ra‟yu (sumber ilmu pengetahuan). Di dalamnya mencakup
1Amini Ibrahim, Mengapa Nabi diutus, cet . 1 (Jakarta : Al-Huda, 2006) , 7. 11-
12.
2
berbagai aspek kehidupan manusia. Al-Qur‟an itu memuat berbagai kisah-
kisah perjalanan yang mencerminkan kehidupan umat masa lalu.2
M. Quraish Shihab memabagi kemujizatan al-Qur‟an itu dalam tiga
aspek, yakni aspek kebahasaan, aspek isyarat ilmiah, dan aspek
pemberitaan ghaibnya. Aspek yang disebutkan terakhir ini, termasuk
pemberitahuan al-Qur‟an tentang beberapa peristiwa masa lampau dan
masa sesudahnya. Menyangkut peristiwa masa lampau, al-Qur‟an
merekamnya dalam bentuk kisah. Kisah-kisah tersebut merupakan salah
satu aspek kemujizatan al-Qur‟an yang sangat menarik untuk dicermati
lebih lanjut, sebab di dalamnya termuat berita-berita tentang keadaan umat
terdahulu, pengalaman para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. dan
beberapa peristiwa lain yang telah terjadi.3
Allah Swt. telah mengutus rasul-rasul untuk menyeru seluruh umat
manusia agar beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Dan untuk
setiap umat, Allah Swt. mengutus seorang rasul dari kalangan mereka dan
menyampaikan ajaran dengan bahasa mereka.4 Hal ini ditegaskan Allah
dalam firman-Nya yang berbunyi:
Dalam firman-Nya surah Ibrahim ayat: 4
لم وما أرسلنا من رسول إل ف يضل اللو من يشاء وي هدي بلسان ق ومو ليب ينوىو العزيز الكيم من يشاء
„‟Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan
bahasa kaumnya, suapaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang
kepada mereka. „‟(QS. Ibrahim: 4)5
2 Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, Jurnal Rihlah vol.V no. 2/
(2016): 76-77. 3 Budiman Kadir, “Karekteristik keluarga Imran (Ali „Imran) (suatu kajian tafsir
tematik)”, (Skripsi S 1., Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015), 1. 4Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan silsilah para Nabi, cet. 2 (Jakarta: Qisthi
Press, 2008.), 1-2. 5 Al-Qur‟an dan terjemahannya.
3
Arti penting diutusnya para nabi, sebab akal pikiran manusia sama
sekali tidak cukup memadai dan tidak akan sanggup untuk memilah antara
kebaikan dengan keburukan. Di alam dunia ini terdapat banyak kejadian-
kejadian ghaib yang tidak mungkin bisa diketahui manusia terkecuali
melalui wahyu dan lewat syari‟at, bagaikan keimanan kepada Allah
dengan sifat-sifat-Nya yang mulia, keimanan para malaikat, kebangkitan
dari kubur, mengharapkan pengadilan Tuhan dan sebagainya. Karena
segalanya itulah maka atas kebijaksanaan dan belas kasih-Nya, Allah
mengutus para rasul kepada umat manusia agar mereka tidak berargumen
dan berhujjah di hadapan Allah pada hari akhir nanti. Para rasul
mempunyai tugas mulia dan terhormat, yaitu: Menyeru mahluk untuk
menyembah hanya kepada Allah saja.6
Dalam firman-Nya :
أنو ل إلو إل أنا فاعبدون وما أرسلنا من ق بلك من رسول إل نوحي إليو
„‟Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelummu
(Muhammad) melainkan kami wahyukan kepadanya: “Bahwasannya
tidak ada Tuhan melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku.” (al-Anbiya:25) „‟7
Berangkat dari pola pandang yang terbangun di atas logika wahyu,
aneka mukjizat yang dibawakan para nabi berfungsi semata-mata untuk
membuktikan kedudukan kenabian mereka dari Tuhan, hubungan khas
mereka dengan alam supranatural, dan penerimaan amanat hidayah Ilahi
untuk manusia. Para nabi tidak menginginkan, dengan mu‟jizat,
menunjukan kebenaran kandungan ilmu yang mereka klaim, atau
6Muhammad Ali Ash-Shabuni, Membela Nabi, cet. 3 (Jakarta: Gema Insani
Press, 1992), 11-12. 7Departemen RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya Special For Woman, Juz 18
(Bogor : PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007), 324.
4
dengannya berkehendak meyakinkan orang pada prinsip-prinsip yang
justru sudah bisa dibuktikan nilai validitasnya dengan akal.8
Salah satu kisah nabi yang disebutkan al-Qur‟an ialah kisah Nabi
Zakariya a.s. yang tertuang di dua surah yakni surah Maryam dan surah
Ali „Imran. Allah Swt. pernah memerintahkan kepada Nabi Muhammad
Saw. agar menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah Nabi
Zakariya a.s ketika memasuki usia tua dan istrinya seorang yang mandul
seperti halnya Sarah, istri Nabi Ibrahim a.s.9 Disebutkan bahwa meskipun
kondisi seperti itu, ternyata Allah Swt. mengaruniakan kepadanya seorang
anak laki- laki. Yaitu Nabi Yahya. Padahal, waktu itu keduanya benar-
benar telah lanjut usia. Kejadian ini sebagaimana halnya yang dialami oleh
Nabi Ibrahim a.s. yang juga dikaruniai anak setelah beliau lanjut usia.
Pasalnya hal yang bersifat duniawi itu merupakan suatu yang tidak ada
harganya di mata para nabi. Nabi Zakariya a.s. adalah seorang tukang
kayu, dan dalam menjalani kehidupan dunia ini, beliau hanya mau makan
sesuatu yang diperoleh dari hasil keringatnya sendiri dan halal. Beliau
juga dikenal sebagai orang yang banyak berdo‟a, sehingga Allah Swt. pun
mengabulkan do‟anya. Hal itu sebagaimana tergambar dalam firman Allah
sebagai berikut:10
Dalam firman-Nya:
رك بيحي مص قا ف نادتو الملئكة وىو قائم يصلني ف المحراب أن اللو ي بشن دنالي ن الص ن اللو وسيندا وحصورا ونبيا من بكلمة من
8 Muhammad Baqiri Saidi Rousyan, Menguat takbir Mukjizat, cet. 1 (Jakarta:
Sandra Press, 2012.), 115-116. 9Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan silsilah para Nabi, cet. 2 (Jakarta: Qisthi
Press, 2008.), 185. 10
Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan silsilah para Nabi, 187.
5
„‟Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia
tengah berdiri melakukan shalatdi mihrab (katanya):„sesungguhnya
Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putra) Yahya,
yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan,
menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi merupakan keturunan
orang-orang shaleh‟. (QS. Ali-„Imran: 39) „‟11
Dari sepenggal kisah Nabi Zakariya a.s di atas, tentu banyak
pelajaran atau hikmah yang dapat di petik. Oleh karena itu, penulis ingin
mengungkapkan berbagai pesan moral yang terkandung dalam setiap kisah
Nabi Zakariya a.s yang ada pada al-Qur‟an yang tentunya dapat diketahui
melalui Tafsir-tafsir yang memberikan penjelasan akan kisah-kisah nabi
Zakariya a.s tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka judul dari Penelitian
ini ialah : “Pesan Moral dari Kisah Nabi Zakariya a.s di dalam Al-
Qur’an”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Nama Nabi Zakariya a.s., secara jelas disebutkan dalam al-Qur‟an
sebanyak 6 kali. Masing-masing dalam surah Ali-Imran 3 (37, 38), al-
An‟am 6 (85) Maryam 19 (2dan 7) serta al-Anbiya 21 (89).12
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis membatasi
persoalan yang akan diteliti dari penelitian ini, untuk dapat bertambah
fokus dan dapat tercapainya arahan dari penelitian ini. Ditemukan dua
surah di dalam al-Qur‟an yang membahas kisah Nabi Zakariya a.s, yakni
Surah Maryam ( 2 - 9 ) dan Surah Ali „Imran (37-39). Oleh karena itu
rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
11
Al-Qur‟an dan terjemahannya 12
Syahruddin El-Fikri, Situs-situs dalam al-Qur‟an (dari peperangan Daud
melawan Jaluthingga Gua Ashabul Kahfi), cet. 1 (Jakarta: penerbit republika,2010), 71-
72.
6
- Bagaimana pesan moral kisah Nabi Zakariya a.s. di dalam Al-
Qur‟an ?
Di sini penulis menggunakan beberapa penafsiran yang terkait
dengan skripsi saya. Buku tafsir yang saya gunakan yaitu penafsiran
Departemen Agama Rebublik Indonesia, penafsiran Mukhtasar Tafsir
Ibnu Katsir.
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan utama dari
penelitian ini adalah:
a. Mengetahui kisah Nabi Zakariya a.s yang terkandung dalam
al-Qur‟an.
b. Mengetahui pesan moral yang terkandung dalam setiap kisah
Nabi Zakariya a.s.yang terdapat di dalam al-Qur‟an.
c. Secara akademis, skripsi ini memberikan konribusi
pengetahuan tentang pesan- pesan moral yang terkanung
pada kisah Nabi Zakariya a.s. yang dapat menambah
wawasan akan kajian yang terkait.
d. Secara normative, skripsi ini memberikan gambaran tentang
kisah Nabi Zakariya a.s. serta pesan moral yang terapat di
dalam al-Qur‟an surah Mariam ayat (2-9) dan surah Ali
„Imran ayat (37-39)
e. Secara prakis, skipsi ini memberikan wawasan pengetahuan
dan dijadikan bahan kajian bagi peneliti lain.
f. Untuk memenuhi tugas akhir membuat skripsi untuk
pemperoleh gelar sarana Agama (S.Ag)
7
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis bagi peneliti khususnya dan bagi para pembaca
umumnya, dalam mengetahui kisah Nabi Zakariya a.s di dalam al-Qur‟an,
serta pesan moral yang juga terkandung didalamnya.
Dan juga dapat bermanfaat dalam memperkaya khazanah keilmuan
mengenai aspek kebaikan yang terdapat pada kisah-kisah Kenabian yang
ada di dalam al-Qur‟an.
E. Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research) yaitu
dengan mengumpulkan data-data dan menelaah sejumlah bahan bacaan
atau referensi yang berhubungan dengan judul penelitian yang akan
dibahas.
b. Metode pengumpulan sumber data
Metode pengumpulan data tentang penelitian ini dilakukan
menggunakan kajian literatur, dan yang menjadi sumber primer dalam
penelitian ini adalah al-Qur‟an dan Kitab-kitab tafsir yang dianggap
relevan dengan pokok pembahasannya yakni kisah Nabi Zakariya a.s,
seperti kitab Tafsir klasik, yaitu: Tafsir ibn Katsir dan Tafsir al-Ṭabari.
Untuk itu yang merupakan sumber sekunder ialah Tulisan-tulisan lain
tentang kisah Nabi Zakariya a.s. baik terdokumentasi dalam bentuk buku
maupun makalah-makalah seminar, artikel-artikel jurnal dan buku-buku
dan kitab-kitab. Serta sumber-sumber lainnya yang mempunyai relevansi.
c. Teknik Analisis Data
8
Dalam hal ini penulis menggunakan sebuah teknik analisis data
kualitatif dengan metode Maudhu‟I (tematik). Yakni dalam mengkaji
suatu tema, diharuskan untuk mengerahkan seluruh ayat yang terkait
dengan tema tersebut.
d. Teknik Penulisan
Penelitian dalam skripsi ini, berpedoman pada buku panduan
akademik program strata-1 2014-2015, dan terjemahan ayat-ayat al-
Qur‟an penulisan karya berdasarkan pada al-Qur‟an dan terjemahannya,
dan ditulis satu spasi.
Dalam pembuatan dan karya-karya ilmiah pada sebuah disiplin
ilmu, di setiap pembahasan masalah tentunya harus menggunakan
metodologi untuk menganalisa permasalahan. Metode itu berfungsi
sebagai landasan berpijak sehingga dapat dijelaskan secara mendetail dan
dapat dipahami.
Dari isi penelitian ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu sebuah penelitian yang berasal dari buku-buku
(pustaka) tafsir, dan buku-buku lainya. Jenis penelitiannya menggunakan
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan dan mencari data informasi yang berhubungan dengan
ayat al-Qur‟an tentang kisah Nabi Zakariya. Oleh karena itu sumber
datanya diperoleh dari berbagai buku yang telah ditelaah oleh peneliti,
sehingga dengan melakukan hal itu diharapkan dapat memberikan
pengaruh baik untuk kedepannya.
F. Kajian Pustaka
Setelah penulis melakukan observasi terhadap karya-karya ilmiah
yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan, terdapat
beberapa karya ilmiah yang dirasa masih memiliki keterkaitan dengan
9
topik kajian penulis, yakni tentang pesan moral kisah Nabi Zakariya
a.s.dalam al-Qur‟an. Berikut beberapa karya ilmiah terkait :
Muhammadt Khotib, Penafsiran Kisah-Kisah al-Qur‟an : Telaah
terhadap pemikiran Muhammad Ahmad Khalafullah dalam al fann al-
Qaṣaṣiy fi al-Qur‟an al-Karim, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.13
Nurlaeli, Pesant Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir
Modern Indonesia, Program Studi Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Skripsi ini
berisikan tentang sikap sabar dan optimis yang dijalani Nabi Yunus dalam
menghadapi kaumnya. Disini berisikan literature Hamka (al-Azhar) dan
Quraish Shihab (al-Mishbah). Skripsi ini mengkaji tentang Pesan Moral
tapi ddi dalam kisahnya berbeda.14
Mohammad Sofiyullah, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Ayyub
AS: telaah terhadap kitab al-Lama‟at karya Said Nursi, Program Studi
Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015.15
Husnil Mardiyah, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Salih dan
Kaumnya: Sebuah Kajian Tematik, Program studi Tafsir Hadis, Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Dalam skripsi ini menjelaskan tentang metode pendidikan ahlak yang
dapat mengatasi tantangan dan godaan, perbedaannya skripsi ini
13
Muhammad Khotib, “Penafsiran Kisah-Kisah al-Qur‟an : Telaah terhadap
pemikiran Muhammad Ahmad Khalafullah dalam al fann al-Qasasiy fi al-Qur‟an al-
Karim”, (Skripsi S 1., Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), 1. 14
Nur Laeli, “Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern
Indonesia”, (Skripsi S 1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 1. 15
Mohammmad Sofiyullah, “Pesan Moral dalam Kisah Nabi Ayyub AS : Telaah
Terhadap Kitab al-Lama‟at Karya Said Nursi”, (Skripsi S 1., Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), 1.
10
membahas Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya: Sebuah Kajian Tematik.
Sedangkan persamaannya dengan saya adalah menfgkaji pesan Moral.
Nia Hidayati, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Hud (Studi
Penafsiran al-Sya‟rawi atas Q.S. al- A‟Raf: 65-72), Program studi Tafsir
Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2019. Skripsi ini membahas tentang kisah Nabi Hud juga
menerangkan kandungan pesan moral yang terdapat dalam kisah
tersebut.16
yang menjadi pembeda dengan penelitian yang saya lakukan
ialah pada objeknya, yakni kisah Nabi Hud a.s sedangkan saya kisah Nabi
Zakariya a.s.
Setelah menganalisa beberapa karya ilmiah yang dinilai memiliki
keserupaan dengan penelitian yang saya lakukan, disimpulkan bahwa
belum ditemukan penelitian yang serupa dengan yang akan saya lakukan.
Oleh karena itu, saya memilih kajian tematik mengenai: “Pesan Moral
dari Kisah Nabi Zakariya a.s di dalam Al-Qur’an”.
G. Sistematika Penulisan
Guna mendapat pemahaman yang terarah dan komprehensif dalam
penelitian ini, penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab yang akan saya
ringkas sebagai berikut:
Di mulai dari Bab awal menjelaskan tenang latar belakang
permasalahan yang ingin dikemukakan dalam tulisan ini, kemudian
merumuskan dan membatasi permasalahan, dilanjutkan dengan tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian dan tinjauan kepustakaan lalu
diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini penting untuk mengurai
secara umum keseluruhan isi tulisan Pembahasan umum diperlukan agar
16
Nia Hidayati, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Hud (Studi Penafsiran al-
Sya‟rawi atas Q.S. al- A‟Raf: 65-72), (Skripsi S 1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019), 1.
11
tercipta pengetahuan yang utuh mengenai keterkaitan antara satu bagian
dengan bagian yang lain di dalam tulisan ini.
Bab kedua, menjelaskan tentang gambaran makna “kisah” secara
umum, dari penguraian tentang definisi, macam-macam kisah yang
terdapat dalam al-Qur‟an, kemudian tujuan dan faedah adanya kisah
tersebut, serta unsur-unsur yang terdapat dalam kisah. Keterlibatan bab
pertama dengan bab kedua yaitu bab kedua menguraikan teori-teori yang
menunjang penulisan atau penelitian, yang bisa di perkuat dengan
menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.
Bab ketiga berisi Biografi dari Nabi Zakariya a.s. Yang dimulai
dari, siapakah Nabi Zakariya a.s? perjalanan dakwahnya hingga wafatnya.
kemudian bagaimana kisah Nabi Zakariya a.s yang terdapat dalam al-
Qur‟an dan tafsir. Selain itu semasa hidup Nabi Zakariya yang selalu ta‟at
beribadah dia juga di amanatkan untuk mengasuh keponakanya yaitu anak
dari saudaranya Imran.
Bab keempat, pada bab ini penulis akan menganalisis pesan moral
yang terkandung pada kisah Nabi Zakariya a.s. yang dapat dijadikan
pelajaran dalam hidup. Pembahasan ini dibatasi dari sisi penanian
keturunan yang terdapat pada surah maryam ayat 2-9, dan surah Ali
„Imran ayat 37-39.
Bab kelima, adalah bab yang terakhir dan jawaban rumusan
masalah dari penelitian ini, yang berisi Kesimpulan dan Saran. Pada bab
ini penulis akan menyimpulkan secara ringkas apa saja hasil dari
penelitian yang terkandung dalam kisah Nabi Zakariya dari sisi moral
maupun pesan yang dapat dipelajari.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM KISAH DAN MORAL
A. Pengertian dan Makna Kisah dalam al-Qur’an
Kisah atau dalam bahasa arab al-Qiṣaṣah yang artinya cerita atau
hikayat1, secara etimologi terambil dari kata Qaṣaṣa Yaqṣuṣu, dikatakan
Qaṣṣa al-Syai‟a berarti Tatabba‟a Atsarahu (mengikuti jejaknya). Dan
Qaṣṣa al-Qaṣṣata berarti rawaha (meriwayatkannya).Al-Qiṣṣah berarti al-
Khabar (cerita). Qaṣṣa juga bisa berarti ḍaraba (memukul), dikatakan
Qaṣṣa Fulanun Fulanan, artinya: si fulan memukul si fulan.2
Kisah berawal dari kata al-qaṣṣu yang bermakna mencari atau
mengikuti jejak. Dikatakan: “ Qaṣaṣtu asarahu ”, artinya, “saya mengikuti
atau mencari jejaknya”. Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk maṣdar. Firman
Allah: fārtaddā „alā āsārihimā qaṣaṣan (al-Kahfi ayat 64). Maksudnya,
kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana kedunya itu
datang. Qaṣaṣul-Qur‟an adalah pemberitaan al-Qur‟an tentang hal ihwal
umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-
peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur‟an banyak mengandung keterangan-
keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa,
keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia
menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan
mempesona.3
1 Ahmad Warson Munawwir, AL MUNAWWIR (Kamus Arab –Inonesia) cet,
XIV (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 1126. 2 Yusuf Baihaqi, Dimensi Ekonomi dalam kisah al-Qur‟an, Jurnal UIN Raden
Intan Lampung Jl. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung. 3 Manna‟ Khalil al- Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir. Cet. 15
(Bogor: Litera AntarNusa, 2012), 435-436.
13
Al-Qur‟an mencakup berbagai kisah tentang bangsa-bangsa
maupun para tokoh-tokoh terdahulu. Kisah mengenai tokoh atau bangsa
terdahulu menyimpan banyak pelajaran, bisa berupa pelajaran yang baik
untuk diteladani, bisa juga pelajaran yang buruk untuk dijauhi atau
dihindari. Pengalaman adalah guru yang terbaik di dalam kehidupan.
Kisah di dalam al-Qur‟an ini merupakan paparan pergumulan yang abadi
di antara nilai-nilai kebajikan yang diuraikan melalui para Nabi dan tokoh-
tokoh kebaikan lainnya, dan nilai- nilai kejahatan dalam perilaku yang
tidak baik di sejumlah tokoh yang diperlihatkan. Dibandingkan sejarah
yang lain, kisah di dalam al-Qur‟an adalah kisah yang paling baik jika
dilihat dari retorika dan cara penyampaiannya serta pelajaran dan hikmah
yang terdapat di dalamnya, sehingga bisa memuaskan akal, jiwa, dan
perasaan setiap pendengarnya. Kisah al-Qur‟an bukanlah sebuah karya
sastra bebas, yang bertujuan cerita untuk cerita atau seni untuk seni, yang
kadang- kadang kehilangan fungsi dan idealisme serta tujuan, sehingga
berimplikasi negatif bagi pembaca dan pendengarnya. Kisah al-Qur‟an
berfungsi menggambarkan suatu peristiwa yang pada akhirnya membawa
implikasi makna yang baik bagi pembaca dan pendengarnya, baik makna
itu menyentuh rohani-imannya, akalnya, perasaannya, ataupun perilaku,
perkataan, perbuatan, dan sikap hidupnya.4
Jika diperhatikan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, maka
paling tidak akan ditemukan tiga macam,yakni :
Pertama, kisah-kisah tentang para nabi. Kisah ini umumnya berisi
dakwah kepada kaumnya, mujizat sebagai petunjuk kerasulan untuk
mendukung kebenaran risalah yang dibawanya, sikap kaumnya yang
menentang proses dan tahapan-tahapan dakwah, dan kesudahan orang-
4 Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat (Lajnah pentashih Mushaf al-
Qur‟an), Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim (Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains), cet 1
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), 2-3.
14
orang yang mengimani dan menentangnya. Seperti kisah Nabi Nuh,
Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad saw, dan lain-lain.
Kedua, kisah-kisah ini tentang tragedi yang terjadi di masa lalu,
tapi bukan para Nabi, seperti cerita Kabil dan Habil, ahlul Kahfi,
Zulkarnain, Karun, Maryam, asḥab al-Fil, dan lain-lain.5
Ketiga, kisah-kisah ini yang terjadi pada masa Rasul Allah, seperti
perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali-Imran, perang Hunain dan
Tabuk dalam surat at-Taubaḥ, Hijrah, Isra, dan sebagainya. Jika di
perhatikan dari ketiga macam kisah di atas yang terdapat dalam al-Qur‟an,
maka didapati bahwa semua kisah-kisah tersebut bermaksud untuk
memberikan pelajaran dalam usaha mengajak umat menuju zaman yang
benar agar dapat selamat hidup di dunia dan akhirat.6
Adanya kisah yang tertera di dalam al-Qur‟an merupakan petunjuk
yang kuat bagi umat manusia bahwa al-Qur‟an amat pantas dengan
keadaan mereka sejak kecil, dewasa dan bahkan sampai berusia lanjut.
Tidak ada orang yang tidak menyukai cerita masa lalu, terlebih lagi jika
cerita tersebut mempunyai tujuan berlipat, di samping sebagai media
pendidikan dan pengajaran juga pula bertujuan untuk media hiburan. Al-
Qur‟an sebagai hidayah mencakup kedua hal tersebut (media pendidikan,
pengajaran, dan media hiburan) di dua hal itu kisah dalam al-Qur‟an
diuraikan dengan bahasa yang sangat menarik dan indah, sehingga tidak
ada rasa bosan bagi orang yang mendengar dan membacanya. Dalam
empat belas abad sejak turunnya al-Qur‟an, kisah dalam al-Quran yang
diungkap dengan bahasa Arab sampai sekarang masih tetap kekinian tak
termakan oleh zaman, sebagaimana bahasa-bahasa yang lainnya telah
5 Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat (Lajnah pentashih Mushaf al-
Qur‟an), Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim (Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains), 2-3. 6 Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat (Lajnah pentashih Mushaf al-
Qur‟an), Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim (Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains), 2-3.
15
banyak yang punah dan tidak digunakan lagi dalam berkomunikasi,
dengan bahasa Ibrani, Latin, dan lain sebagainya.7
B. Jenis-Jenisnya dalam al-Qur’an
Pendapat A. Hanafi mengatakan bahwasanya Allah membentuk
kisah al-Qur‟an kepada tiga macam dan Jenis-jenis kisah di dalam al-
Qur‟an yaitu:
1. Yang dinamakan Kisah sejarah (al-Qiṣṣatu al-Tarikhiyyah). Kisah
yang menerangkan tentang para tokoh sejarah seperti para Nabi
dan Rasul.8Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada
kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap
orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan
perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka
yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya
kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Isa,
Nabi Muhammad dan Nabi-Nabi serta Rasul lainya.9
2. Kisah-kisah perumpamaan atau permisalan (al-Qiṣṣatu al-
Tamsiliyyah). kejadian yang diceritakan agar dapat menjelaskan
suatu pengertian. Di dalam sebuah perisiwa tidaklah mutlak harus
berlangsung.10
Dan kisah-kisah yang berhubungan dengan
kejadian-kejadian yang berlangsung pada masa lalu dan orang-
orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang
yang keluar dari kampung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya
karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putra Adam,
penghuni gua, Zulkarnain, Karun, orang-orang yang menangkap
7 Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat (Lajnah pentashih Mushaf al-
Qur‟an), Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim (Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains), 2-3. 8Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, 76-78.
9 Manna‟ Khalil al- Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 436.
10Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, 76-78.
16
ikan pada hari sabtu (ashabus sabti), Maryam, Ashabul Ukhdud,
Ashabul Fil dan lain-lain.11
3. Kisah asatir, kisah ini bermaksud untuk menghasilkan arahan-
arahan keilmuan atau penafsiran fenomena-fenomena yang berat di
terima daya pikir. Cerita-cerita seperti ini hanya dijadikan
perangkat. Cerita ini dimaksud menunjukan tujuan-tujuan ilmiah,
menafsirkan gejala-gejala alam serta menguraikan persoalan-
persoalan yang sukar diterima akal.12
Kisah-kisah yang berhubung
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah,
seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali Imran,
perang Hunain dan Tabuk dalam surah at-Taubaḥ, perang Ahzab
dalam surah al-Aḥzab, hijrah, isra, dan lain-lain.13
Secara etimologis, kata kisah berarti cerita tentang suatu kejadian
(riwayat) dalam kehidupan seseorang dan sebagainya.14
Diantara cerita
sejarah atau al-Qiṣṣatu al-Tarikhiyyah yang mentokohkan seorang nabi
atau rasul dan kisah tersebut bisa dijadikan nasehat sejarah. Bentuk
rangkaian kisah ini sebagai nasihat adalah para nabi dan rasul, yang
tentunya tidak terlepas terhadap kondisi umatnya ketika ia mendakwahkan
ajarannya. Al-Qur‟an dalam mengemukakan kisah-kisah sejarah bersifat
kesusastraan dan bersifat sejarah, sedang sasaran utamanya agar dapat
menggugah jiwa dan perasaan yang halus. Sedangkan tingkatan kisahnya
bersifat filosofis dan perasaan.15
11
Manna‟ Khalil al- Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 436. 12
Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, 76-78. 13
Manna‟ Khalil al- Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 436. 14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 443-444. 15
Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, 78.
17
Semua kisah rasul pasti mempunyai ikatan atau aturan silsilah
keturunan, tetapi ada juga beberapa rasul yang jauh urutannya kendati
sesudahnya. Mulai dari Nabi Adam, a.s. dan diakhiri kepada Nabi
Muhammad Saw. berikut ini akan dijelaskan satu-persatu garis asal usul
para nabi tersebut yaitu:
Penyebutan manusia yang pertama ialah Nabi Adam a.s.,
kemudian Nabi Idris bin Yorad bin Mahlail Qoiman bin Anusi bin Syaith
bin Adam, Nabi Nuh a.s. adalah putra Lamik bin Mutu Shaleh bin Ahnuk
(Idris), Nabi Hud a.s. keturunan Nabi Nuh a.s., Nabi Shaleh a.s. keturunan
Nabi Syam bin Nuh, Nabi Ibrahim a.s. putra Azar, keturunan Syam bin
Nuh, Nabi Ismail a.s. adalah putra Nabi Ibrahim dari istri yang kedua
yakni Sitti Hajar, Nabi Luth a.s. seperjuangan Nabi Ibrahim a.s., Nabi
Ishaq a.s. putra Nabi Ibrahim dari Sitti Sarah, Nabi Ya‟qub a.s. adalah
putra Nabi Ishaq a.s.,Nabi Yusuf a.s. adalah putra Ya‟qub, Nabi Ayyub
a.s. bin Rum bn „Is bin Ishaq bin Ibrahim, Nabi Dzulkifli a.s., adalah
keturunan Nabi Ayyub a.s., Nabi Su‟aeb a.s., adalah rumpun Nabi Musa
a.s., Nabi Harun a.s., adalah saudara Musa, ibunya bernama Yuhamida
binti Lauwra bin Ya‟yub, Nabi Musa a.s., adalah putra Imran bin Yashar,
Nabi Daud a.s., bin A‟is bin Yahud bin Ya‟qub a.s., Nabi Sulaiman a.s.
putra Nabi Daud a.s., ialah keurunanya Nabi Ibrahim yang ke-13, Nabi
Ilyas a.s., adalah keturunan Nabi Harun a.s. yang ke-4, Nabi Ilyasa a.s.,
adalah putra Athud bin „Ajuz, ia adalah saudara kandung nabi Ilyas a.s.,
Nabi Isa a.s., adalah putra Maryam, Nabi Yunus a.s., adalah putra Mata,
Nabi Zakariya a.s., adalah cucu Nabi Sulaiman a.s. dan ayah dari Nabi
Yahya a.s., Nabi Yahya a.s., putra Nabi Zakariya a.s., Nabi Muhammad
s.a.w., adalah putranya dari Abdullah dan ibunya bernama Sitti Aminah.16
16
Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, 79.
18
Nampak dari keturunannya para nabi dan rasul memiliki garis
keturunan (gen) dari Nabi Adam a.s., sampai kepada Nabi Muhammad,
s.a.w..para Nabi dan Rasul diutus di muka bumi ini dibekali dengan
kelebihan dan kemu‟jizatan yang berbeda-beda. Di antara mereka
diberikan kelebihan dalam pertukangan, membuat kapal, ahli dalam segi
pertanian dan banyak keahlian-keahlian diberikan pada tiap rasul.
Keahlian yang diberikan pada nabi yang berupa mu‟jizat disesuaikan
dengan keadaan umatnya yang ia hadapi saat itu. Kemu‟jizatan itu salah
satu tujuannya adalah untuk menetapkan kenabiannya, kecuali dari itu
untuk memperlihatkan keagungan Allah Swt.17
Apabila diperhatikan dari beberapa cerita nabi-nabi yang telah
lalu, al-Qur‟an menanggapi uraian tragedi-tragedi tersebut sebagai berita
ghaib yang Allah berikan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. yang
terdapat dalam surah Hud, setelah al-Qur‟an menceritakan kisah Nabi Nuh
a.s..
Dalam firma-Nya:
ما كنت ت علمها أنت ول ق ومك من ق بل تلك من أنباء الغيب نوحيها إليك ذا إن العاقبة للمتقي فاصب ى
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang
ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah
kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka
bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa” ( Hud:49).18
17
Abu Haif, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, 79. 18
Al-Qur‟an dan terjemahannya.
19
Dari penutup kisah Nabi Yusuf a.s., al-Qur‟an juga menyebutkan
akan kegaiban kisah tersebut dalam firman-Nya:
لك من أنباء الغيب نوحيو إليك وما كنت لديهم إذ أجعوا أمرىم وىم ذ يكرون
“Demikian itu (adalah) di antara berita-berita yang ghaib
yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal kamu
tidak berada pada sisi mereka, ketika mereka memutuskan
rencanya (untuk memasukan Yusuf ke dalam sumur) dan mereka
sedang mengatur tipu daya” (Yusuf,12:102).19
Dengan pemahaman bahwa kisah merupakan hal ghaib, kita tidak
bisa dengan mudahnya mengklaim waktu kejadian suatu tragedi baik yang
sudah terjadi maupun yang belum terjadi.
1. Kita tidak berada diantara mereka
Mengingat kisah orang-orang terdahulu adalah termasuk hal ghaib
masa lampau maka hanya Allah Swt. yang mengetahuinya, hanya Dia-lah
yang mengetahui peristiwa dan perinciannya. Allah berfirman:
ل عليو ماوات والرض وإليو ي رجع المر كلو فاعبده وت وك وما وللو غيب الس
ا ت عملون ربك بغافل عم
“Dan kepunyaannya Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di
bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya,
maka sembahah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali
Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”( Hud:123).20
19
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 20
Al-Qur‟an dan terjemahannya.
20
2. Allah Swt. Maha Tahu atas Kisah
Kita mengambil isyarat pengamatan Qur‟ani yang pandai dalam
mengamati histori, membahas dan berintraksi dengannya. Histori manusia
adalah sebuah kehidupan umat manusia itu sendiri, yang dicatat,
diabstaksikan dan dituturkan. Histori yang baru dicatat di masa
berikutnya, yang hanya sedikit menanggapi dari peristiwa dan rincian
beruntun serta cerita dari sejarah itu. Oleh karena itu, kita tidak bisa
membuat atau juga menggunakan keterangan-keterangan terkecuali yang
Allah Swt. (al-Qur‟an) firmankan maupun yang Nabi Muhammad Saw.
(Sunnah) sabdakan.21
3. Konfirmasi terhadap beritan Allah berfirman:
مع والبصر والفؤاد كل أولئك كان ول ت قف ما ليس لك بو علم إن الس عنو مسئول
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertangung
jawabannya” ( al-`Isra:36).22
Dalam penjelasan Sayyid Qutb mengatakan, bahwa ayat ini
menguraikan mengenai konsep yang global untuk daya pikir dan hal yang
menyeluruh metodologi ilmiah yang dikenal oleh umat manusia, serta
menambahkan padanya konsistensi jiwa dan adanya rasa yang selalu
taqarrub kepada Allah (al-Khalidy:38). Pembenaran ulang terhadap
informasi merupakan rencana ini maka tidak akan ada ruang khayalan bagi
kepercayaan-kepercayaan yang ada di dunia akidah, prasangka dan
21
Umaiyatus Syarifah, Manhajt tafsir Dalam Memahami ayat-ayat Kisah dalam
al-Qur‟an, Fakultas Saintek, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jalan Gayana No 50
Malang, 6. 22
Al-Qur‟an dan terjemahannya
21
praduga dalam hukum, peradilan dan hubungan sosial, tidak akan ada
dugaan dangkal dan asumsi fantastis dalam penelitian, percobaan ataupun
ilmu pengentahuan .23
C. Tujuan Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an mempunyai keistimewaan dalam hal
cita-citanya yang luhur, tujuannya yang mulia dan maksudnya yang
agung.24
Kisah itu merupakan sebuah peristiwa yang bersangkutan dengan
sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Jika dalam
peristiwa itu tersimpan pesan-pesan dan pelajaran tentang berita-berita
umat terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling besar yang dapat
menanamkan kesan tragedi tersebut ke dalam hati. Dan nasehat dengan
tutur kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian
daya pikir, dan semua isinya tidak akan dapat di pahami. Akan tetapi bila
nasehat itu ditumpahkan diisi berupa cerita yang menggambarkan tragedi
dalam kenyataan kehidupan maka akan terjadilah dengan jelas yang di
maksud. Maka seseorangpun akan merasa senang mendengarkannya,
mengamatinya dengan penuh rasa rindu dan rasa ingin tahu, dan pada
gilirannya ia akan terpanah dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung
di dalamnya. Kesusastraan cerita dewasa ini sudah menjadi seni yang khas
di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang benar” telah
menyatakan situasi ini dalam uslub arabi secara jelas dan
mencerminkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah
Qur‟an.25
23
Umaiyatus Syarifah, Manhaj tafsir Dalam Memahami ayat-ayat Kisah dalam
al-Qur‟an, 7. 24
Ali Muhammad al-Bajawi, Untaian kisah dalam al-Qur‟an, cet 1 (Jakarta :
Darul Haq, 2007), 1. 25
Manna‟ Khalil al- Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 435.
22
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an tidak sekedar sebagai tambahan, tapi
di dalamnya banyak tujuan yang ingin dituju di antaranya:
1. Menentukan dan juga membetulkan bahwasanya Muhammad Saw.
adalah rasul yang diutus oleh Allah, dengan membawakan risalah
seperti halnya nabi-nabi sebelumnya yaitu beribadah kepada Allah.
(al-Thanṭawi, al-Qiṣṣah, 1996: 4) setara dengan firman-Nya:
ره إنن أخاف و غي ن إل عليكم لقد أرسلنا نوحا إل ق ومو ف قال يا ق وم اعبدوا اللو ما لكم من عذاب ي وم عظيم
Artinya: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak
ada Tuhanbagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar" (al A'raf: 59).26
و وإل عاد أخاىم ىودا ۞ ن إل قال يا ق وم اعبدوا اللو ما لكم منره قون غي أفل ت ت
Artinya:"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya?" ( al A'raf: 65).27
2. Menyatakan kebenaran bahwa al-Qur‟an adalah kitab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al-Quran banyak
mengisahkan kisah-kisah nabi terdahulu, yang Nabi Muhammad
sendiri tidak pernah menyaksikannya (Thanṭawi: 5).
26
Al-Qur‟an dan terjemahannya 27
Al-Qur‟an dan terjemahannya
23
3. Menetapkan hati Rasulullah Saw. dan umatnya atas agama Allah
Swt. Memperkuat kepercayaan orang mukmin atas kebenaran (Ali
al-Majdub:25). Dalam firman-Nya:
ذه الق وكل ن قص عليك من أنباء الرسل ما ن ثبنت بو ف ؤادك وجاءك ف ى وموعظة وذكرى للمؤمني
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan
hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman" (Hud:
120).28
4. Menerangkan bahwa seluruh agama dari Allah, sejak masa Nabi
Nuh sampai Nabi Muhammad Saw. dan bahwa orang mukmin
seluruhnya adalah umat satu, sedangkan Allah Swt. menjadi Tuhan
mereka semua (Sayyid Quthb, 2004: 163). Dalam surat al Anbiyaa
sesudah menyebutkan kisah Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi
Ibrahim, Nabi Luth, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Ayyub, Nabi
Ismail,Nabi Idris, Nabi Zulkiflli, Nabi Zunnun, dan Nabi Zakariya,
firman Allah Swt. diakhiri dengan:
ة واحدة وأنا ربكم فاعبدون تكم أم ذه أم إن ى
"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu
semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka
sembahlah Aku"( al Anbiyaa: 92).29
28
Al-Qur‟an dan terjemahannya 29
Al-Qur‟an dan terjemahannya
24
5. Memberitahukan umat manusia akan bahaya Iblis yang senang
menyesatkan manusia. cerita ini juga menunjukkant permusuhan
abadi antar Iblis dan manusia.
6. Menjelaskan kekuasan Allah untuk menciptakan tragedi-
tragediyang luar biasa. Seperti cerita kejadian Adam as dan kisah
lahirnya Isa as (Sayyid Quṭb: 171).
7. Pendidikan. Yaitu, menjadikan perasaan yang kuat dan jujur ke
arah akidah Islamiyah dan prinsip-prisipnya, dan ke arah
pengorbanan jiwa untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan.
8. Memudahkan tanggungan jiwa atau desakan jiwa Nabi-nabi dan
orang-orang beriman. Hal ini disebabkan perkataan orang-orang
musyrik dan perilaku serta sikap mereka yang suka mendustakan
ajaran Islam.
9. Menaruh harapan dan saran, al-Qur‟an merealisasikannya dengan
menumbuhkan semangat atau tekad yang kuat untuk
membersihkan lingkungannya dari berbagai norma kesusilaan dan
kemasyarakatan yang bertolak belakang dengan al-Quran
(Khalafullah: 332-335).
Kemudian, Pengungkapan cerita dalam al-Qur‟an bagi Allah
bermaksud agar memanggil kepada umat manusia ke jalan yang
lurusuntuk keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun akhirat nanti.
Kesimpulan besarnya bermaksud unuk penyampaian cerita didalam al-
Qur‟an terbagi menjadi dua macam yaitu tujuan primer dan tujuan
sekunder.30
30
Buya Kharismawanto, Kisah-kisah Isra‟iliyyat dalam penafsiran surat al-
Qasas (studi Komparatif antara tafsir al-Ibriz dengan Tafsir al-Khazin), (Skripsi
pascasarjana institute agama Islam negeri Surakarta, tahun 2017), 40-41.
25
Pendapat al-Buti, yang di maksud dengan tujuan primer
“merealisir tujuan umum yang dibawa oleh al-Qur‟an kepada manusia,
yakni menyeru dan menunjukan kepada mereka jalan kebenaran agar
mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat kelak”. dan yang dimaksud
dengan tujuan sekunder adalah sebagai berikut:
a. Demi penetapan bahwa Nabi Muhammad benar-benar menerima
wahyu dari Allah bukan berasal dari orang-orang ahli kitab
seperti Yahudi dan Nasrani. Dalam surat Ṭaha ayat 99:31
b. Dalam pelajaran bagi umat manusia. Hal ini tampak dari dua
aspek. Pertama menjelaskan kebesaran kekuasaan Allah dan
kekuatan-Nya, serta memperlihatkan berbagai macam azab dan
siksaan kepada umat yang telah lalu sebagai akibat kesombongan
dan pembangkangan mereka terhadap kebenaran. Sebagaimana
yang terjadi pada kaum Nabi Nuh, Luth, kaum „Ad dan lain-lain.
c. Membuat jiwa Rasulullah tentram dan tegar dalam berdakwah.
Dengan dikisahkan sebagai bentuk keingkaran dan kedurhakaan
umat-umat dimasa lalu terhadap Nabi dan tuntunan yang
dibawanya, maka Nabi Muhammad Saw. bahwa kesulitan-
kesulitan hanya dia saja yang merasakan, apalagi sebelumnya ada
diantara Nabi-nabi yang dibunuh oleh kaumnya seperti Nabi
Zakariya a.s., Yahya, dan lain-lain.Sebagaimana yang tercatat
dalam surat al-Baqarah ayat 61 dan surah Ali Imran ayat 21 dan
112. Cerita tersebut juga menjadi gagasan bagi para ulama setelah
Nabi Muhammad dalam usaha berdakwah dituntut agar bersabar
dan tegar.
31
Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat
yang telah lalu, dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu
peringatan (al-Qur‟an). (Ṭaha ayat 99)
26
d. Mengomentari para ahli kitab terhadap kejelasan dan penjelasan
yang mereka sembunyikan tentang kebenaran Nabi Muhammad
dan risalah yang di bawanya, danmengubah isi dari kitab mereka.
Beberapa point di atas pada intinya kisah al-Qur‟an bertujuan
untuk mendukung tujuan agama secara umum, memberikan pembelajaran
dan pemeliharaan kepada umat agar tidak tersesat menjalani hidup dan
kehidupan di dunia ini.32
Kisah dalam al-Qur‟an kebanyakan tidak menyebutkan tempat dan
waktu, hal ini tidak memungkinkan al-Qur‟an mengabaikan dua hal
tersebut yang mana menyebutkan keduanya merupakan suatu yang urgensi
dalam suatu kisah. Ini tidak berarti bahwa cerita dan kisah dalam al-
Qur‟an tersebut bohong atau dongeng, melainkan ada tujuan-tujuan
tertentu antara lain: Tujuan utama dari cerita di dalam al-Qur‟an adalah
untuk pelajaran („ibrah) dan menjadi fokusnya adalah nilai pendidikin dan
pelajaran di dalanya bukan tenpat, tanggal kejadian.
Maksud dan tujuan kisah al-Qur‟an untuk menyampaikan amanat
agama melalui cerita yang memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Banyak
hal disampaikan ulama dan pakar tentang hal tersebut, diantaranya:
Pertama, membuktikan bahwa Nabi Muhammad benar-benar
seorang Nabi yang diutus oleh Allah Swt. dan bahwa al-Qur‟an yang
disampaikannya itu benar-benar firman Allah Swt. yang diwahyukan
kepadanya. Sebagian informasi masa lalu banyak diketahui oleh tokoh ahli
kitab yang tergolong terpelajar dan berbudaya. Nabi Muhammad seorang
yang tidak tahu baca-tulis dan tidak pernah belajar dari mereka. Ketika
semua informasi itu disampaikan oleh rasulullah yang ummi dan tidak
32
Buya Kharismawanto, Kisah-kisah Isra‟iliyyat dalam penafsiran surat al-
Qasas (studi Komparatif antara tafsir al-Ibriz dengan Tafsir al-Khazin), 40-41.
27
pernah mempelajarinya dari mereka, atau dari siapa pun, itu menunjukan
apa yang disampaikan itu merupakan wahyu. Dengan demikian, para
pengikut Nabi Muhammad yang berpegang pada al-Qur‟an berhak untuk
menyandang predikat sebagai kalangan terpelajar dan berbudaya, seperti
halnya mereka (Ahlul Kitab) yang selama ini mendominasi predikat itu.
Tuduhan para Ahlul Kitab terhadap komunitas muslim saat itu sebagai
umat jahiliyah tidak lagi benar setelah mereka mampu menceritakan
kisah-kisah masa lalu secara lebih tepat dan akurat dibanding informasi
Ahlul Kitab.33
Kedua, menanamkan ajaran-ajaran agama melalui dialog yang
terdapat dalam kisah. Cara ini belum dikenal oleh kalangan masyarakat
Arab saat al-Qur‟an diturunkan. Pemaparan kisah al-Qur‟an yang
sedemikian rupa merupakan terobosan baru dalam tradisi kekusteraan
Arab yang memberi pengaruh besar dalam jiwa pembaca dan pendengar.
Ketiga, menerangkan yaitu prinsip- prinsip ajaran agama yang
disampaikan oleh para nabi dan rasul itu adalah sama, yaitu mengajarkan
tauhid/keyakinan, beriman kepada hari kiamat, menyeru kepada hal baik
dan meninggalkan hal buruk.
Keempat, ingatan perlu diabadikan yaitu tentang pristiwa yang
dialami oleh para nabi dan tokoh-tokoh lain di masa terdahulu agar tetap
menjadi pembelajaran. Kisah-kisah itu menerangkan bahwa Allah pasti
akan menolong para nabi dan membinasakan orang-orang yang ingkar.
Mereka yang mengingkari kebenaran risalah para nabi akan bernasib
seperti yang dialami kaum Nabi Nuh a.s., kaum „Ad, kaum Samud, dan
lainnya. Dengan demikian, nabi dan para pengikutnya, demikian juga para
dai yang melanjutkan tugas dakwah nabi, diharapkan dapat bersabar dan
33
Buya Kharismawanto, Kisah-kisah Isra‟iliyyat dalam penafsiran surat al-
Qasas (studi Komparatif antara tafsir al-Ibriz dengan Tafsir al-Khazin), 40-41.
28
tidak larut dalam kesedihan untuk menghadapi pembangkangan dan
penolakan masyarakat terhadap dakwah yang disampaikan. Kisah-kisah
itu berfungsi sebagai penghibur hati sekaligus sebagai berita gembira.
Kelima, kebodohan yang menyiksa bangsa Arab dan lemahnya
tradisi baca-tulis saat al-Qur‟an diturunkan membuat akal mereka hanya
mampu menjangkau sesuatu yang bersifat fisik atau material; bisa dilihat,
dirasa, dan diraba. Mereka tidak memiliki daya jangkau untuk menjadikan
kisah terdahulu sebagai pelajaran yang akan menggerakan mereka untuk
melakukan perubahan dan perbaikan kearah yang lebih baik dalam hidup.
Penguraian kisah umat di masa lalu membuka wawasan berpikir mereka
tentang peradaban manusia di zaman dahulu dengan segala keahlian dan
keterbatasannya.34
Terdapat beberapa kisah masa lampau yang diungkap al-Qur‟an,
yang belum dibuktikan kebenarannya, tetapi ada sebagian yang lain telah
terbukti melalui penelitian antropologi, dan arkeologi. Mengenai adanya
kisah yang belum terbukti, bukan merupakan alasan untuk menolak semua
kisah yang ada dalam al-Qur‟an. Kisah yang belum terbukti kebenarannya
itu, juga belum terbukti kekeliruannya. Sebagaimana di antaranya kisah
tentang para nabi dan rasul. Figur para Nabi dan Rasul dalam kisahnya itu,
menunjukan adanya standar kehidupan manusia dari setiap zaman dan
sepanjang zaman, sesuai dengan tahap-tahap kehidupan setiap manusia
pada umumnya. Standar kehidupan yang di maksud, dilahirkan, tumbuh
menjadi anak-anak, remaja, dewasa, dan hingga tiba ajalnya kelak. Dalam
al-Qur‟an banyak terdapat potret keluarga sepanjang zaman. Ada potret
keluarga shaleh dan ada juga potret keluarga celaka. Potret-potret keluarga
tersebut meskipun terjadi pada masa dan lingkungan yang berada dengan
34
Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat (Lajnah pentashih Mushaf
al-Qur‟an), Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim (Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains), 4-5.
29
masa saat ini, akan tetapi ia tetap mengandung banyak hikmah dan
pelajaran berharga yang senantiasa kekal sepanjang zaman.35
D. Pengulangan Kisah dan Faedahnya
Al-Qur‟an banyak mendapatkan berbagai kisah yang diungkapkan
berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali
di sebutkan dalam al-Qur‟an dan di kemukakan dalam berbagai bentuk
yang berbeda. Di satu tempat ada beberapa bagian yang didahulukan, dan
di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara
singkat dan kadang-kadang secara meluas, dan lain sebagainya.36
Kisah-kisah al-Qur‟an mempunyai banyak faedahnya. Berikut ini
beberapa faedah terpenting yaitu :
1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan
pokok-pokok syari‟at yang di bawa oleh para Nabi :
وما أرسلنا من ق بلك من رسول إل نوحي إليو أنو ل إلو إل أنا فاعبدون
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum
kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada
tuhanselain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (al-
`Anbiya‟ ayat 25).37
2. Meneguhkan hati Rasulullah Saw. dan hati umat Muhammad atas
agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang
menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya
kebatilan dan para pembelanya.
35Budiman Kadir, Karekteristik keluarga Imran (Ali „Imran) (suatu kajian tafsir
tematik), (Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2015), 1-2. 36
Manna‟ Khalil al- Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 438. 37
Al-Qur‟an dan terjemahannya
30
ذه الق وكل ن قص عليك من أنباء الرسل ما ن ثبنت بو ف ؤادك وجاءك ف ى وموعظة وذكرى للمؤمني
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan
kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan
hatimu; dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran
serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(Hud ayat 120)38
3. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan
terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan
apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu
di sepanjang kurun dan generasi.
5. Menyimak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang
membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan,
dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum
kitab itu diubah dan diganti. misalnya firman Allah:
كل الطعام كان حل لنبن إسرائيل إل ما حرم إسرائيل على ن فسو ۞وراة وراة فات لوىا إن كنتم صادقي من ق بل أن ت ن زل الت قل فأتوا بالت
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan
makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya‟kub) untuk dirinya
sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: (Jika kamu
mengatakan ada makanan yang diharamkan debelum Taurat),
maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang
yang benar.” (Ali „Imran ayat 93).39
38
Al-Qur‟an dan terjemahannya 39
Al-Qur‟an dan terjemahannya
31
6. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik
perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
ول اللباب رة لن ... لقد كان ف قصصهم عب “Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang berakal…” (Yusuf ayat 111).40
E. Pengaruh Kisah dalam Al-Qur’an Terhadap Pendidikan
Tidak di ragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan
digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap
perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu atau kesal, serta
unsur-unsurnya beragam bunga dan buah-buahan. Pelajaran yang
disampaikan dengan metode talqin dan ceramah akan menimbulakn
kebosan, bahkan tidak dapat diikuti sepenuhnya oleh generasi muda
kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup lama
pula. Oleh karena itu, maka uslub qaṣaṣi (narasi) sangat bermanfaat dan
mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka
mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya
segera memuat apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia
memperagakan dan mengisahkannya.
Kejadian fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh
para pendidik dalam sarana pendidikan, khususnya pendidikan agama
yang merupakan inti pengajaran dan soko guru pendidikan. Dalam kisah-
kisah qur‟ani terdapat lahan subur yang dapat membantu keberhasilan para
pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan
bekal kependidikan berupa peri hidup para Nabi, berita-berita tentang
umat yang lalu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal
40
Manna‟ Khalil al-Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 437.
32
bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan betul dan jujur. Para
pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur‟ani itu dengan
uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala
tingkatan. Sejumlah kisah keagamaan yang disusun oleh ustaz Sayid
Quṭub dan ustaz as-Saḥḥar telah berhasil memberikan bekal bermanfaat
dan berguna bagi anak-anak kita, dengan keberhasilan yang tiada
bandingnya. Demikian pula al-Jarim telah menampilkan kisah-kisah
qur‟ani dengan gaya sastra yang indah dan tinggi, serta lebih banyak
analisis yang mendalam. Betapa baiknya andaikata orang lain pun
mengikuti dan melanjutkan metode pendidikan baik ini.41
41
Manna‟ Khalil al-Qaṭṭan, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, 441.
33
BAB III
MENGENAL NABI ZAKARIYA A.S.
A. Kelahiran dan Nasab Nabi Zakariya a.s
Zakariya a.s adalah salah satu nabi Allah. Beliau adalah ayah dari
Nabi Yahya a.s.1. Nabi Zakariya a.s. adalah seorang nabi yang diutus oleh
Allah Swt. untuk mengemban misi dakwah kepada Bani Israel. Ia
meneruskan risalah dari Nabi Sulaiman a.s. dan Nabi Daud a.s., ia juga
seorang pemakmur masjid sekaligus pemelihara Maryam, ibunda Nabi Isa
a.s. menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam bukunya Atlas Sejarah
nabi dan rasul, Zakariya a.s. adalah putra dari Da`an bin Mausallam bin
Shaduq bin Husyban bin Daud bin Sulaiman bin Musallam bin Shiddiqah
bin Barkhiya bin Bal‟athah bin Nuhuur bin Syalom bin Yahfasyath bin
Aynaman bin Rahba‟am bin Sulaiman a.s. bin Daud a.s. ia di perkirakan
hidup pada 91 SM-31 M. Sementara itu, menurut Ibnu Katsir dalam
bukunya Qiṣaṣal-`Anbiyaa‟ (kisah para nabi), mengutip pendapat al-
Hafizh Abu al-Qasim bin `Asakir dalam kitab al-Tarikh, Nabi Zakariya
a.s. adalah putra dari Bakhiya bin Da`an. Namun, ada pula yang
mengatakan Zakariya putra dari Ladun bin Muslim bin Ṣhaduq bin
Hasyban bin Daud bin Sulaiman bin Muslim bin Shadiqah bin Barkhiya
bin Bal‟athah bin Nahur bin Salum bin Baḥfasyaṭh bin Inaman bin
Rahba‟am bin Sualiman bin Daud. Namanya, secara jelas disebutkan
dalam al-Qur‟an sebanyak 6 kali. Masing- masing dalam surat Ali‟Imran 3
ayat (37,38), surah al- `An‟am 6 ayat (85), surah Maryam 19 ayat ( 2 - 7),
dan surah al-`Anbiya 21 ayat (89).
1 Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan silsilah para Nabi, 185.
34
B. Perjalanan Kenabian Nabi Zakriya a.s.
Sebelum diutus menjadi Nabi, pekerjaannya adalah seorang tukang
kayu. (Lihat Atlas al-Qur‟an, karya Sauqi Abu Khalil, kisah para Nabi,
karya Ibnu Katsir, Atlas Sejarah nabi dan rasul, karya Sami bin Abdullah
Al-Maghluts. Sejarah nabi-nabi Allah, karya Ahmad Bahjat, dan nabi-nabi
dalam al-Qur‟an, karya `Afif Abdul Fataḥ). Ia diutus oleh Allah kepada
Bani Israil di daerah palestina ketika banyak terjadi kemaksiatan,
kemungkaran, kezaliman dan kebobrokan di tengah-tengah mereka.
Sementara itu, tampuk kekuasaan dipegang oleh para tiran yang berbuat
zalim. Ketika itu, pemerintah dipimpin oleh seorang raja yang lalim
bernama Herodes. Raja ini pula yang memerintahkan pembunuhan atas
Nabi Yahya a.s. Putranya. 2
Zakariya sudah memasuki usia senja. Rambutnya sudah dipenuhi
uban, tulangnya semakin rapuh, tubuhnya bungkuk dan tidak mampu lagi
berjalan selain ketempat ibadahnya, tempat biasanya ia menyampaikan
nasihat dan petuah untuk kemudian beribadah. Setelah itu, di penghujung
hari ia pulang ke rumahnya untuk menghabiskan malam bersama istrinya
yang juga sudah sepuh. Rambut istrinya pun sudah memutih. Zakariya tak
lagi bisa bekerja selain pergi ke kedainya sejenak di siang hari. Rezeki
yang didapatkan dari hasil dagangannya itu ia pergunakan untuk
mengusap air mata orang-orang malang dan menyantui para peminta-
peminta. Setelah bekerja sebentar, ia ke rumahnya dengan hanya
2 Syahruddin El-Fikri, Situs-situs dalam al-Qur‟an (dari peperangan Daud
melawan Jaluthingga Gua Ashabul Kahfi), cet. 1 (Jakarta: penerbit republika,2010), 71-
72.
35
membawa sekadar kebutuhan hidup mereka berdua. Lisannya sekian lama
telah terbungkam kecuali untuk berzikir kepada Allah.3
Usianya saat itu nyaris mencapai Sembilan puluh tahunan, namun
hingga setua itu ia belum juga di karuniai seorang anak untuk
menghubungkan dirinya dengan kehidupan dan meneruskan
keturunannya. Suatu hari, Zakariya memasuki rumahnya dengan hati yang
sedih, murung, dan nyaris putus harapan. Tidak lama lagi ia akan melipat
lembaran hari-harinya dan memasuki pintu kematian. Lalu, siapakah yang
akan mewarisi tugasnya dan menunaikan amanah yang dibebankan
kepadanya? Ia tak bisa berharap pada para budak dan anak-anak
saudaranya yang cenderung bersifat jahat dan congkak. Ia membayangkan
keadaan kaumnya sepeninggal dirinya. Siapakah yang akan mengasuh dan
membimbing mereka, sedangkan kambing-kambing saja butuh seorang
pengembala untuk mengarahkan mereka. Andai mereka di biarkan
mengikuti kemauannya sendiri, tentu mereka akan menghapus syariat,
menebar kehancuran, dan mengubah ketentuan al-kitab.
Sekian lama pemikirannya di kecambuk oleh bayangan itu.
Bayangan masa depan kaumnya dan perjuangan dakwahnya. Sekian lama
dadanya di kecambuk perasaan sedih dan gelisah. Namun ia tetap bersabar
dan menahannya dengan penuh kelapangan seraya terus menjeritkan do‟a
dan permohonan di kegelapan malam. Ketika gelap menjelang, dan ketika
orang-orang berlabuh dalam impian mereka, Zakariya bangun dan
berdo‟a.Ia menjerit dan merintih kepada Tuhanya.
Ia menerima semua ketentuan Allah dengan lapang dada. Ia harus
menjadi teladan dalam kesabaran dan ketabahan. Ia memahami bahwa
Allah Mahabijaksana. Mungkin Allah menangguhkan seorang anak
3 M. Ahmad Jadul Mawla dan M. Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku induk kisah-kisah
dalam al-Qur‟an, cet. 1, (Jakarta : Zaman, 2009), 379-385.
36
kepadanya demi satu tujuan yang tidak diketahuinya. Segala puji bagi
Allah atas apa yang telah Dia berikan. Tak ada yang pantas di lakukan
selain memanjatkan puji syukur kepada-Nya dan menerima segala
ketentuan-Nya.
Suatu hari, seperti biasa Zakariya pergi kerumah ibadah. Disana ia
berdoa, beribadah, merendahkan diri, dan bermunajat kepada Tuhannya.
Usai shalat, ia memasuki Mihrab Maryam. Zakariya mendapati Maryam
tengah larut dalam munajat dan khusyuk dalam shalatnya. Zakariya
melihat sesuatu yang membuatnya terheran-heran dan bertanya-tanya,
“Buah-buahan itu ada di hadapan Maryam. Aneh, itu buah-buahan musim
panas, padahal saat ini musim dingin. Dari mana datangnya buah-buahan
itu? Sejak berselisih dengan para pelayan Baitul Maqdis tentang Maryam
dan ia memenangkan undian untuk mengasuhnya, gadis itu terus
mengurung diri di mihrabnya dan tak pernah meranjak keluar darinya.
bahkan sejak ibunya meninggalkan dia di rumah ibadah demi memenuhi
nazar dan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, seharipun ia tak pernah
menemuinya. Lalu, dari mana ia mendapatkan rezeki yang cukup banyak
itu? Bagaimana bisa gadis itu mengalami peristiwa yang begitu
menakjubkan?”4
Didorong oleh rasa penasaran, Zakariya meanyakan hal itu kepada
Maryam, “Wahai Maryam, dari, dari manakah engkau memperoleh
makanan ini?”
Maryam menjawab, “Makanan ini dari Allah. Saat pagi datang,
aku melihat rezeki itu sudah ada, dan ketika sore tiba aku pun melihat
rezeki itu telah tersedia, padahal aku tidak mengusahakannya, tidak pula
meminta kebaikan itu kepada Allah. Rezeki itu mendatangi ku sebagai
4 M. Ahmad Jadul Mawla dan M. Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku induk kisah-kisah
dalam al-Qur‟an, 379-385.
37
anugrah dan aku mendapatinya dengan mudah. Kenapa engkau bingung
dan aneh? Bukankah Allah member rezeki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas?”5
Ucapan Maryam yang sarat kebajikan itu menebarkan kehangatan
dalam jiwa Zakariya.Ia seakan-akan mendapatkan pencerahan. Ia langsung
menuju tempat ibadahnya dan larut dalam munajatnya. Perempuan muda
yang mulia dan mengenal Allah itu telah membangkitkan kembali
kerinduan dalam dirinya untuk mendapat seorang putra. Memang tulang-
tulangnya sudah rapuh, kulitnya keriput, dan usianya sudah lanjut, hampir
tidak mungkin dalam usia setua itu akan dikaruniai seorang anak. Keadaan
istrinya pun tak jauh berbeda, bahkan ia mandul, tidak ada harapan untuk
punya keterunan. Namun, bukankah Allah yang member keistimewaan
kepada Maryam, melimpahkan nikmat, dan menganugrahinya rezeki yang
menakjubkan, buah-buahan yang datang setiap hari padahal bukan
musimnya kuasa untuk memberikan seorang anak kepada Zakariya,
meskipun istrinya mandul dan ia sendiri sudah tua renta. Zakariya berdoa
memohon kepada Allah, dan ia penuh harapan doanya akan di kabulkan.
Zakariya merentang kedua tangannya sambil memohon, dengan
suara lirih ia bermunajat, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku
hidup seorang diri dan Engkaulah pewaris paling baik.”
Dalam pandangan Allah, Zakariya terlalu mulia untuk ditolak
doanya dan di pupus harapannya. Dan terbuktilah, tidak lama kemudian
malaikat memanggilnya ketika ia shalat di mihrab, “Hai Zakariya,
seungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan
(memperoleh) seorang anak yang namanya adalah Yahya, yang
5 M. Ahmad Jadul Mawla dan M. Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku induk kisah-kisah
dalam al-Qur‟an, 379-385.
38
sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa
dengannya.”6
Zakariya terperanjat mendengar seruan itu. Selama ini ia nyaris
melupakan kuasa Allah dan berputus asa dari pengabulan doanya. Namun
seruan itu telah mengembalikan harapannya yang nyaris sirna dan
keinginannya yang sekian lama ia nantikan. Ia bertanya-tanya bagaimana
Allah akan menganugrahkan seorang putra kepadanya, sementara ia sudah
tua renta dan istrinya pun sudah tua lagi mandul? Pertanyaan serupa
seperti yang dulu di ajukan Ibrahm kepada Tuhannya, “Bagaimana Allah
bisa menghidupkn yang telah mati? Bagaimana Allah akan
membangkitkan manusia pada hari berbangkit?” Namun, dengan
pertanyaan tersebut, kedua nabi itu tidak menjadi kafir. Bahkan,
ketentraman dalam hati mereka semakin bertambah.
Malaikat menjawab, “Bukankah Allah yang dahulu
menciptakanmu saat kau belum menjadi apa-apa kuasa untuk
menganugrahimu seorang putra, meskipun kau di penghujung usia dan
memasuki masa akhir hidupmu?”
Zakariya meminta kepada Tuhannya untuk memberikan tanda-
tanda yang mendahului anugrah tersebut. Allah memberikan jawaban,
“Tanda-tandamu bahwa kau tidak mampu berbicara kepada manusia
sepatah kata pun selama tiga hari. Ketika kau ingin berbicara, kau hanya
bisa melakukannya dengan isyarat atau tanda.”7
Seperti yang telah kita saksikan, ketika nabi Zakariya menyeru
kaumnya untuk beribadah kepada Allah yang Maha Tunggal, merekapun
mendustakannya dan mengabaikan seruannya. Lalu, beliau memohon
6 M. Ahmad Jadul Mawla dan M. Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku induk kisah-kisah
dalam al-Qur‟an, 379-385. 7 M. Ahmad Jadul Mawla dan M. Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku induk kisah-kisah
dalam al-Qur‟an, 379-385.
39
kepada Tuhannya agar di beri anak laki-laki untuk mewarisi kenabiannya
dan meneruskan dakwahnya di tengah-tengah Bani Israil kelak di
kemudian hari. Namun itulah Bani Israil, mereka tidak hanya
mendustakan seruan Nabi Zakariya, tetapi berencana akan membunuh
Zakariya. Melihat kondisi tersebut, beliau pun pergi meninggalkan
kampungnya untuk menyelamatkan diri. Namun Bani Israil terus
mengejarnya, sehingga Allah Swt. menurunkan pertolongan-Nya. Allah
membukakan untuknya sebuah batang pohon, lalu Zakariya pun masuk di
dalamnya. Tapi, tak lama kemudian, setan memberitahu mereka tempat
persembunyian Zakariya. Maka, mereka pun menggergaji pohon tersebut
hingga Zakariya meninggal.8
8 Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan silsilah para Nabi, 190
40
BAB IV
PESAN MORAL DALAM KISAH NABI ZAKARIYA A.S.
Setelah menjelaskan secara singkat mengenai biografi Nabi
Zakariya a.s pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan
menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an yang mengandung kisah Nabi Zakariya
a.s, dalam hal ini terdapat dalam surat Al-Imran ayat 37-39 dan surat
Maryam ayat 2-9. Penulis menggunakan beberapa kitab tafsir rujukan
untuk membantu menjelaskan isi kandungan tiap ayat guna memperoleh
hasil berupa pesan moral dalam kisah Nabi Zakariya a.s tersebut.
a. Persesuaian ayat
Setelah Allah SWT menjelaskan bahwa Maḥabbah kepada-Nya
menuntut untuk maḥabbah kepada Rasul-Nya, mengikuti dan taat kepada
beliau, bahwa taat kepada Allah SWT harus dibarengi dengan ketaatan
kepada Rasul-Nya. Maka selanjutnya untuk menyesuaikan dengan hal ini,
Allah SWT menyebutkan contoh orang-orang yang dicintai-Nya, yaitu
para rasul dan para keturunan mereka yang menjelaskan kepada manusia
tentang cara maḥabbah terhadap Allah SWT yaitu iman kepada Allah
SWT disertai dengan ketaatan kepada-Nya dan ketaatan kepada para
Rasul-Nya yang mulia.1
1 Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), cet. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2013), 254.
41
b. Tafsir dan penjelasan
Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia menjadikan keluarga-keluarga
ini sebagai keluarga pilihan-Nya melebihi seluruh penduduk bumi. Allah
Swt. menjadikan mereka para orang pilihan di antara seluruh penduduk
alam dengan menjadikan di antara anggota mereka sebagai Nabi. Allah
Swt. memilih Adam sebagai bapak manusia, Dia menciptakannya dengan
tangan-Nya sendiri, lalu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya, menyuruh
para malaikat memberikan sujud penghormatan kepadannya, memberikan
ilmu tentang nama-nama benda kepadanya, menempatkanya di dalam
syurga, kemudian Allah Swt. menurunkannya ke bumi karena ada hikmah
di balik diturunkannya Adam ke bumi ini, lalu Adam bertobat kepada-Nya
lalu Allah Swt. memilihnya. Allah Swt. berfirman,
ث اجتباه ربو ف تاب عليو وىدى
“kemudian Tuhannya memilih Dia, maka Dia menerima
tobatnya dan memberinya petunjuk”. (Ṭahā: 122)2
Dan para rasul dan nabi adalah dari keturunan Nabi Adam.
Kemudian setelah itu, Allah Swt. memilih dan memuliakan Nuh, bapak
manusia yang kedua setelah Adam. Allah Swt. menjadikan Nuh sebagai
rasul pertama yang diutus kepada penduduk bumi ketika mereka menjadi
orang-orang yang menyembah berhala. Lalu Allah Swt. membinasakan
mereka dengan mengirimkan banjir yang menenggelamkan mereka semua
dan menyelamatkan Nabi Nuh beserta kaum mukminin yang naik sebuah
kapal besar. Dari keturunan Nabi Nuh inilah banyak bermunculan para
nabi dan rasul. Nabi Nuh a.s. adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah
2Al-Qur‟an dan terjemahannya
42
SWT kepada penduduk bumi setelah Nabi Adam a.s. dengan membawa
syari‟at yang mengharamkan pernikahan sedarah, seperti antara saudara
sekandung, bibi dan kerabat dekat lainnya.
Allah Swt. juga memilih dan memuliakan keluarga dan keturunan
Nabi Ibrahim a.s., dan di antara mereka adalah pemimpin umat manusia
dan pemungkas para nabi secara mutlak, Nabi agung Muhammad s.a.w..
Di antara mereka juga adalah Nabi Isma‟il a.s., Nabi Ishaq a.s., Nabi
Ya‟qub a.s., dan anak cucunya. Allah Swt. juga memilih dan memuliakan
sebuah keluarga dari keturunan Nabi Ibrahim a.s., yaitu keluarga „Imran,
yaitu Nabi Isa a.s., ibunya, Maryam binti „Imran.3
Lalu malaikat berbicara kepadanya secara langsung. Menurut
mayoritas para ulama tafsir, malaikat yang berbicara kepadanya adalah
Jibril a.s.. Namun, argumen yang lebih kuat menurut Imam al-Qurṭubi
adalah bahwa yang berbicara kepada Zakariya a.s. adalah malaika-
malaikat banyak. Maksudnya panggilan atau perkataan tersebut berasal
dari para malaikat. Waktu itu, Zakariya a.s. sedang berdiri memanjatkan
doa kepada Allah Swt. dan menunaikan shalat di dalam mihrab tempat
ibadahnya, “Sesungguhya Allah Swt. menggembirakan kamu dengan
seorang anak yang diberi nama Yahya.” Di dalam sebuah ayat, Allah Swt.
berfirman, dalam surah Maryam ayat ketujuh dijelaskan Yahya adalah
nama Arab Yohanes, di dalam Injil Mathius, ia disebut dengan nama
Yohanes al-Ma‟madan, karena ia adalah orang yang bertugas membaptis
orang-orang pada masa itu. Yahya adalah orang pertama yang beriman
dan membenarkan Nabi Isa a.s. yang dikenal dengan sebutan
Kalimatullah. Nabi Isa a.s. dikenal dengan sebutan ini karena ia diciptakan
Allah Swt. dengan kalimat “Kun,” tidak dengan cara atau proses alamiyah,
3 Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 254
43
yaitu melalui perantara ayah atau ibu. Yahya a.s. juga seorang pemuka
bagi kaumnya, orang yang dijaga dari dosa, orang yang menahan dirinya
dari syahwat dan seorang dan seorang nabi yang diberi wahyu. Ini
merupakan bentuk berita gembira kedua setelah berita gembira tentang
kelahirannya, bahkan berita gembira yang kedua ini jauh lebih tinggi
nilainya dibandingkan berita gembira yang pertama. Ia adalah sosok
seorang laki-laki shaleh yang berasal dari keturunan orang-orang shaleh
juga, yaitu para nabi yang mulia.4
Pada saat menerima berita bahagia tersebut, Nabi Zakariya a.s.
merasa takjub dan berkata, “Bagaimana saya bisa mendapatkan seorang
anak, padahal saya sudah lanjut usia dan istri saya mandul.” Lalu Allah
Swt. memberi jawaban melalui perantara malaikat, “Begitulah, Allah Swt.
berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” Yang dimaksud, seperti penciptaan
seorang anak yang tidak seperti biasanya yang dialami oleh dirinya
bersama istrinya itulah, Allah Swt. berbuat apa yang dikehendaki-Nya di
alam ini. Kapan Allah Swt. menghendaki sesuatu, maka Dia akan
mewujudkannya, baik melalui sebab atau perantara yang biasa berlaku
maupun tidak, dan di antaranya adalah menciptakan anak dari seorang ibu
yang mandul.
Lalu Nabi Zakariya a.s. meminta kepada Allah Swt. agar ia
diberikan sebuah pertanda yang menunjukan kalau istrinya sudah hamil,
karena dirinya ingin segera merasakan kebahagiaan tersebut atau dirinya
ingin mensyukuri nikmat tersebut. Lalu Allah Swt. menjadikan pertanda
tersebut dalam bentuk dirinya yang tidak dapat berbicara kepada orang-
orang kecuali hanya melakukannya melalui isyarat dengan tangan atau
kepala atau yang lainnya selama tiga hari berturut-turut Allah Swt. juga
4 Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 254
44
menyuruhnya untuk memperbanyak dzikir, membaca takbir dan tasbih di
kala ia sedang melalui kondisi tersebut, terutama pada waktu pagi dan sore
hari.5
c. Fikih kehidupan atau hukum-hukum
Ayat ini mengandung penjelasan tentang disyari‟atkanya meminta
anak, karena hal ini sudah menjadi sunnah para rasul dan para ṣiddiiqiin
(orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran rasul).
Allah Swt. Berfirman :
ن ق بلك وجعلنا لم أزواجا وذرنية ... ولقد أرسلنا رسل من
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul
sebelum Engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka
istri-istri dan keturunan…”(Ar-Ra‟d: 38)6
والذين ي قولون رب نا ىب لنا من أزواجنا وذرنياتنا ق رة أعي واجعلنا للمتقي إماما
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami pasangan istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah
kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqaan:
74)7
Di antara tugas malaikat adalah menyampaikan berita gembira,
seperti menyampaikan berita gembira kepada Nabi Zakariya a.s. bahwa
dirinya akan dikaruniai seorang anak saleh bernama Yahya a.s. para nabi
dijaga dari dosa dan kemaksiatan baik yang besar maupun yang kecil, baik
sebelum maupun sesudah diangkat menjadi nabi. Para nabi juga terkadang
5 Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 255. 6 Al-Qur‟an dan terjemahannya
7 Al-Qur‟an dan terjemahannya
45
ada yang dijaga dari bentuk-bentuk syahwat yang bersifat mubah
(diperbolehkan), seperti yang terjadi pada diri Nabi Yahya a.s..Ia adalah
orang yang menjaga dirinya dari syahwat dan mungkin ini adalah
syari‟atnya. Adapun syari‟at kita, umat Islam adalah menikah. Nabi Yahya
a.s. adalah orang pertama yang beriman dan membenarkan Nabi Isa a.s..
Nabi Yahya lebih tua tiga tahun ada yang mengatakan enam bulan dari
Nabi Isa a.s..8
Keheranan Nabi Zakariya a.s. merupakan sebuah respon yang
didasarkan atas sebuah kebiasaan, karena melihat kenyataan dirinya yang
sudah lanjut usia dan istrinya yang mandul yang biasanya seperti yang
dialami dirinya dan istrinya ini menurut kebiasaan sudah tidak bisa
memiliki anak. Jadi, keherannya tersebut bukan dikarenakan hal itu di luar
kekuasaan Allah Swt. Lalu Nabi Zakariya a.s. memohon agar nikmat yang
akan diterimanya tersebut disempurnakan dengan memberinya sebuah
ayat atau tanda yang menunjukkan akan bertambahnya nikmat dan
karamah tersebut.
Ayat ini juga mengandung dalil bahwa isyarat dianggap memiliki
fungsi dan kedudukan yang sama dengan perkataan. Hal ini banyak
ditemukan di dalam hadis-hadis Rasulullah saw. seputar perkara seorang
wanita berkulit hitam ketika beliau berkata kepadanya, “Di manakah Allah
Swt.?” lalu wanita tersebut menggunakan kepalanya. Lalu beliau berkata,
“Bebaskanlah ia, karena ia adalah seorang wanita Mukminah.” Jadi, Islam
yang merupakan inti agama yang menjaga dan menghormati nyawa serta
harta yang menyatakan bolehnya menggunakan bentuk bahasa isyarat di
dalam menyatakan keislaman dan keimanan yang bisa membawa kepada
surga dan menyelamatkan dari api neraka. Di dalam hadits di atas,
8 Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 255.
46
Rasulullah Saw. menyatakan keimanan wanita tersebut dengan
menggunakan bahasa lisan.
Ini adalah pendapat mayoritas ulama fiqih, Imam Malik berkata,
“Seseorang yang bisu jika ia memberi isyarat bahwa ia menceraikan
istrinya, maka talak tersebut sah dan jatuh.” Imam Syafi‟i berkata bahwa
jika ada seorang laki-laki yang menderita sakit yang mengakibatkan
lisannya tidak bisa berfungsi secara normal, sehingga dirinya tidak bisa
berbicara dengan jelas, maka ia dihukumi seperti orang bisu di dalam
masalah ruju‟ dan talak.” Imam Abu Hanifah berkata, “Hal itu boleh jika
memang isyarat yang diberikanya jelas dan maksudnya bisa diketahui,
tetapi jika masih diragukan, maka isyaratnya tidak diterima. Hal ini bukan
termasuk qias, tetapi al-Istiḥsân.9
Nabi Zakariya a.s. tidak bisa berbicara karena ada semacam
gangguan yang menimpa dirinya yang menyebabkan dirinya tidak bisa
bicara. Gangguan tersebut berupa ketidak mampuan berbicara pandahal
kondisinya normal dan sehat. Namun, hal ini tidak berlaku di dalam
aktivitas żikir kepada Allah Swt., karena Allah Swt. telah memerintahkan
kepada dirinya untuk selalu berżikir kepada Allah Swt. di dalam hati
meskipun lisannya mengalami gangguan. Muhammad bin Ka‟b al-Qurazhi
berkata, “Seandainya seseorang diberi keringanan untuk meninggalkan
żikir, maka Nabi Zakariya a.s. tentunya diberi keringanan ini. Namun, hal
ini tidak terjadi, karena Allah SWT berfirman:
واذكر قال آي تك أل تكلنم الناس ثلثة أيام إل رمزا قال ربن اجعل لن آية بكار ربك كثريا وسبنح بالعشين وال
9 Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 255.
47
“Engkau tidak dapat berbicara dengan manusia selama tiga
hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu
banyak-banyak dan bertasbihlah (memuji-Nya) pada waktu petang
dan pagi hari‟.( Ali „Imran: 41)10
Tentunya keringanan tersebut juga diberikan kepada orang yang
sedang berada di tengah medan pertempuran. Namun, hal ini juga tidak
terjadi, karena Allah Swt. Berfiman:
يا أي ها الذين آمنوا إذا لقيتم فئة فاث بتوا واذكروا اللو كثريا لعلكم ت فلحون “Wahai orang-orang yang beriman!Apabila kamu bertemu
pasukan (Musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah
(nama) Allah banyak-banyak (berżikir dan berdoa) agar kamu
beruntung.”(al-`Anfal:45)11
Begitu juga halnya dengan shalat, tidak boleh ditinggalkan, karena
ayat, “wasabbiḥ.” (dan bertasbihlah) maksudnya adalah, dan kerjakanlah
shalat. Karena shalat disebut juga subhaḥ, karena di dalam shalat
terkandung makna pensucian Allah Swt. dari kejelekan atau hal-hal yang
tidak layak untuk-Nya.
Kisah Nabi Zakariya a.s disebut di dalam al-Qur‟an sebanyak
delapan kali, yaitu di dalam surah Ali „Imran, surah al-An‟aam, surah
Maryam dan di dalam surah al-`Anbiyaa‟. Diketahui bahwa Nabi Zakariya
a.s. adalah ayah Nabi Yahya a.s. yang memiliki peran atau andil di dalam
berkhidmah di al-Haikal. Ia adalah seorang Lewi dan ia adalah suami
Khâlah (bibi dari ibu) Maryam.
10
Al-Qur‟an dan terjemahannya 11
Al-Qur‟an dan terjemahannya
48
Ketika Nabi Zakariya a.s. menyaksikan ayat-ayat Allah Swt. yang
begitu luar biasa mengagumkan, pemuliaan-Nya terhadap Maryam dan
memberinya rezeki tanpa ia harus bekerja dan bersusah payah mencarinya,
maka ketika itu, Nabi Zakariya a.s. berdoa kepada Allah Swt. meminta
agar dirinya dikaruniai anak yang baik (saleh) dan diberkahi yang nantinya
akan menjadi pemimpin Bani Israil. Karena dirinya merasa khawatir akan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap bani Israil yang
diakibatkan oleh para bawahannya yang tidak memiliki komitmen
memegang syariat dengan baik. Lalu istrinya pun mengandung janin yang
bernama Yahya a.s. dan ia digembirakan bahwa anaknya tersebut nantinya
akan menjadi seorang nabi. Allah Swt. memberitahukan kepadanya bahwa
ayat atau tanda kalau istrinya sudah hamil adalah ia tidak bisa bicara
dengan orang lain selama tiga hari, ia hanya bisa berbicara dengan mereka
dengan menggunakan bahasa isyarat. Nabi Zakariya a.s. dan putranya,
Nabi Yahya a.s. terbunuh secara bersamaan di dalam sebuah tragedi.12
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dalam kitab Siirah-nya dari
hadits Ummu Salamah, juga Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari
Ibnu Mas‟ud mengenai kisah hijrah dari Makkah ke negeri Habasyah. Di
dalamnya disebutkan bahwa Ja‟far bin Abi Ṭalib r.d membaca permulaan
surat ini kepada an-Najasyi (raja negeri Habasyah) dan sahabat-
sahabatnya. Surat Maryam adalah surat Makkiyah, surat ke 19 yang terdiri
dari 98 ayat. Surat ini menjelaskan tentang kisah Nabi Zakariya dan
do‟anya agar dianugerahi seorang anak.13
12
Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 257-258. 13
Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir
(pengesahan hadits berdasarkan kitab-kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
RtAllah dan Ulama Ahli Hadist lainnya disertai pembahasan yang rinci dan Mudah
difahami), jilid 5, cet. 14 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2018), 610.
49
A. Analisis ayat-ayat pesan moral
1. Memahami hukum alam
Hukum alam adalah hukum yang berlaku universal dan abadi yang
sebagainya disampaikan oleh Friedmann (1990 :47) sejarah tentang
hukum alam merupakan sejarah umat manusia dalam usahanya untuk
menemukan apa yang dinamakan keadilan yang mutlak (Absolute Justice).
Hukum alam sebagai substansi berisikan norma-norma yang diciptakan
dari asas-asas yang mutlak yang lazim dikenal sebagai peraturan hak-hak
asasi.14
Dalam pengertian hukum menurut L. J Van Apeldoorn tidak
mungkin memberikan suatu definisi tentang yang disebut hukum itu.
Definisi tentang hukum sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk
mengadakan sesuai dengan kenyatannya. Manusia dalam kehidupan tidak
dapat melepaskan diri dari kaidah-kaidah hukum yang ada. Hukum
sebagai salah satu kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi, telah
menguasai kehidupan manusia sejak ia dilahirkan, bahkan waktu ia masih
dalam kandungan hingga sampai ke liang kubur memberikan arah dan
gambaran.15
Sebuah hukum alam yaitu melambangkan kebesaran Allah Swt. di
atas segala kejadian yang berlaku di muka bumi ini, ditunjukan kepada
semua mahluk ciptaan-Nya khususnya manusia. Setiap perubahan dan
perkembangan yang terjadi atas diri manusia dan alam perlu disesuaikan
dengan peraturan dan hukum Yang Maha Esa yang sudah ditentukan-Nya
sejak dari dulu. Allah Swt. menentukan peraturan dan hukum alam ini
14
Ni Komang Wisesa Subagia, “Perspektif Masyarakat Terhadap konsep Tri Hita
karana Sebagai Implementasi Hukum Alam”, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung, Bandar Lampung, (2016), 2. 15
Harsanto Nursadi, “sistem Hukum Indonesia”, IsIp4131/ Modul, 4.
50
sempurna dan lengkap serta seimbang yakni tidak keterlaluan dan juga
tidak berlaku pertindihan antara peraturan dan hukum-Nya. Kedua-duanya
tersusun rapih dan sesuai untuk kehidupan manusia dari awal mula hingga
ke ujung akhirnya.16
Dalam hukum alam tidak ada sembarang cacat cela
walau sekecil zarah pun bersesuaian dengan kehidupan manusia, binatang,
tumbuhan dan benda. Manusia dimaklumkan mengenainya melalui ayat
kauniyah (mutashabihat) yang menerangkan tanda kebesaran dan
kekuasaan Allah Swt. tentang peraturan dan hukum alam ini. Oleh karena
itu manusia bertanggungjawab memelihara keamanan, kesejahterahan,
keselamatan, dan kemakmuran bumi karena tugas ini adalah syariat Allah
Swt. yang diamanahkan kepada umat manusia sebagai khalifah Allah Swt.
di muka bumi ini.
Umar khayam memandang alam sebagai sebuah buku yang
tertutup dan terbungkus, di mana ilmu pengetahuan manusia terlalu lemah
untuk dapat barang sebaris saja dari seluruh isi buku itu. Baginya alam ini
merupkan sebuah kegaiban yang tidak dimengerti, di mana manusia
terhenti di muka pintunya yang terkunci rapat, dan hanya mampu
mengetok-ngetoknya saja tanpa hasil yang berarti. Di situlah manusia
tidak dapat mengetahui dari mana dan mengapa dia datang, tidak tahu ke
mana dia pergi dan tidak akan ada musyawarah atas kepergiannya itu.17
Begitulah pandangan Umar Khayam terhadap hubungan antara
manusia dan alam, dan dari sanalah dia menentukan nilai-nilai hidup yang
mewarnai kesusastraannya. Kehidupan yang tidak diketahui asal dan
ujungnya ini membuat manusia tidak paham akan dirinya sendiri.
Pendeknya setiap pandangan tertentu terhadap hidup dan terhadap
16
Kamarul Azmi Jasmi, “Sains Islam Hukum Alam : Satu Pembahasan”,
Akademi Tamadun Islam, Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universitas Teknologi
Malaysia, 52. 17
Kamarul Azmi Jasmi, “Sains Islam Hukum Alam : Satu Pembahasan”, 52.
51
hubungan antara manusia dan alam, pastilah dengan sendirinya
melahirkan nilai-nilai terentu yang membekas dalam kesusastraan dan
kesenian umumnya, baik itu disadari atau tidak.
Agama Islam menekankan dan merupakan realisme praktis,
bahkan dalam lapangan pikir dan cita-cita sekali pun. Sebab berpikir itu
merupakan penyadaran atau proses penyadaran akan realitas hubungan
kealaman dan kemanusiaan.18
Dalam surah maryam ayat 4
وىن العظم منن واشت عل الرأس شيبا ول أكن بدعائك ربن شقيا قال ربن إنن
Artinya: “Dia (Zakariya) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh
tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdo‟a kepada-Mu, ya Tuhanku.”19
Yang tertera Karena tak kunjung memiliki keturunan, suatu ketika
Nabi Zakariya a.s. berdoa memohon keturunan. Hal ini disebutkan dalam
al-Qur‟an sebagaimana berikut:
“Disanalah Zakariya berdoa kepada Tuhanya seraya berkata, „Ya
Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang
baik.Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.‟ Kemudian malaikat
(Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di
mihrab (Katanya), „sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan
kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang
datang) dari Allah menjadi ikatan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan
seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang shaleh.‟ Zakariya berkata,
Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat
18
Sayyid Quthub, konsepsi sejarah dalam islam, cet. II, (Jakarta : Pedoman Ilmu
jaya, 1992), 5-8. 19
Al-Qur‟an dan terjemahannya
52
tua dan istriku pun seorang yang mandul?‟Allah berfirman, „Demikianlah,
Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.„Zakariya berkata, „berilah aku
suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung). „allah berfirman,
„Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama
tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-
banyaknya serta bertasbilah di waktu petang dan pagi hari.”
Dalam doanya itu, “ia berkata, „Ya Tuhanku, sesungguhnya
tulangku telah lemah dan kepalaku telah di tumbuhi uban‟.”(Qs.Maryam:
4) Yakni, rambutnya telah di tumbuhi uban. Beliau memohon kepada
Allah Swt. agar dikarunia anak untuk mewarisi kenabiannya setelahnya,
karena Bani Israil waktu itu benar sedang berada dalam kesesatan.20
2. Memahami Kekuasaan Mutlak Allah
Manusia diberikan kuasa oleh Allah Swt. untuk menyusun sistem
kehidupan mereka, yang paling utama yang terkait dengan urusan
keduniaan. Namun demikian, konsep kuasa manusia justru berbeda
dengan konsep kuasa Allah Swt. Kekuasan manusia hanya sesuai dan
selaras dengan kedudukan mereka sebagai mahluk Allah Swt. Terdapat
ungkapan bahasa Arab, di dalamnya ada berbagai-bagai istilah yang
memberi maksud kekuasaan Allah Swt. Perkataan yang biasa digunakan
dalam percakapan ilmu Tauhid ialah qudrah yang berarti kuasa. Ia adalah
salah satu dari sifat Allah Swt. yang berdiri pada zat-Nya Yang Maha
Agung, wajib diketahui dan dipercayai oleh setiap muslim.
Mempercayainya ialah dengan meyakini bahwa Allah Swt. itu berkuasa
mencitakan alam dan mengaturnya. Tidaklah ada sesuatu pun yang boleh
menghalangi kuasa Allah Swt., bahkan Dialah yang menentukan segala
sesuatu. Para ulama Tauhid menegaskan bahwa mustahil bagi Allah Swt.
20
Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan silsilah para Nabi, cet. 2 (Jakarta : Qisthi
Press,2008), 186.
53
itu lemah. Sekiranya Dia lemah, tentu sekali tidak dapat menciptakan
makluk, karena yang lemah itu sebenarnya bukanlah Tuhan.21
Dalam surah Maryam ayat kedua:
ذكر رحت ربنك عبده زكريا
Artinya: “(yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang
rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakariya.”22
Ialah penjelasan tentang rahmat Tuhan yang dilimpahkan kepada
seorang hamba-Nya yang sudah tua yaitu Nabi Zakariya a.s. ketika beliau
berdo‟a supaya diberi seorang anak yang saleh.
Dalam surah Maryam ayat yang kedelapan:
امرأت عاقرا وقد ب لغت من الكب عتياقال ربن أن يكون ل غلم وكانت
Artinya: “Dia (Zakariya) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana
aku akan mempunyai seorang anak, padahal isriku seorang yang
mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang
sangat tua?” 23
Nabi Zakariya a.s. setelah diberitahu akan mempunyai seorang
putra bertanya kepada Allah Swt. Pertanyaan itu muncul tidak karena
keragu-raguan tentang kekuasaan Allah, akan tetapi untuk mendapat
penjelasan tentang caranya, karena beliau merasa sudah tidak mampu lagi,
dan istrinya mandul.24
mungkinkah beliau akan dijadikan seperti seorang
pemuda lagi dengan kekuatan yang cukup pada fisiknya, atau istrinya akan
21
Bharuddin Che Pa, “Kedudukan Kuasa Allah dan Kuasa Manusia: Menurut
perspektif Al-Qur‟an” jurnal usuluddin, Bil 19 (2004): 1-2. 22
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 23
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 24
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Yogyakarta
: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990), 33-34.
54
dikembalikan seperi seorang gadis yang dapat melahirkan seorang anak,
ataukah beliau mengharuskan kawin lagi dengan seorang perempuan lain
yang tidak mandul ? Karena Zakariya a.s. sangat gembira dengan berita
akan mendapat seorang anak itu, dan beliau penuh dengan rasa keheranan
tentang cara-cara pelaksanaannya, maka beliau tidak dapat menahan diri
untuk menanyakan hal itu kepada Tuhannya. Maka dijawab dengan firman
Allah Swt. dalam surah Maryam ayat yang kesembilan:
وقد خلقتك من ق بل ول تك شيئا لك قال ربك ىو علي ىين قال كذ
Artinya: “(Allah) berfirman, “Demikianlah.” Tuhanmu
berfirman, “hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku
ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum
berwujud.”25
Demikian itu, kamu akan dianugerahi seorang putra, meskipun
kamu sudah tuarenta dan istrimu mandul. Hal ini adalah mudah bagi
Tuhan. Kamu ini, dari mulai penciptaan Adam yang diciptakan dari yang
tiada sama sekali telah tercipta. Menciptakan anakmu dari suatu yang ada,
yaitu kamu dan istrimu adalah lebih mudah bagi-Ku, walaupun sebenarnya
hal itu bagi-Ku sama saja, tidak ada yang meringan atau tidak ada yang
memberatkan.26
Tafsir Surah Ali „Imran : 37-39 terdapat dalam Al-Qur‟an kisah
Nabi Zakariya dan Yahya a.s. terdapat pada surat Ali „Imran : 37-39,
berikut tafsiran dari ayat-ayat tersebut :
Ali‟Imran-37
25
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 26
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 33-34.
55
لها زكريا لها رب ها بقبول حسن وأنبت ها ن باتا حسنا وكف ها كلما دخل علي ف ت قب ذا زكريا المحراب وجد عندىا رزقا قالت ىو من عند اللو قال يا مري أن لك ى
إن اللو ي رزق من يشاء بغري حساب
Artinya: “Maka Dia (Allah) menerimanya dengan
penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan
yang baik, dan menyerakan pemeliharaannya kepada Zakariya.
Setiap kali Zakariya masuk menemuinya di mihrab (kamar Khusus
ibadah), dia dapati makanan di sisinya. Dia berkata, “wahai
Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?” Dia (Maryam)
menjawab, “itu dari Allah.” Sesungguhnya Allah member rezeki
kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.” (QS. Ali
„Imran ayat 37)27
Ayat yang lalu menginformasikan doa istri „Imran, karena itu ayat
ini menerangkan penerimaan Allah atas do‟a tersebut. Maka Tuhan
Pemelihara istri „Imran menerima do‟anya, dan bukan hanya dengan
penerimaan yang penuh keridhaan, sehingga apa yang diharapkannya
diridhai oleh Allah dan dikabulka secara meningkat, tahap demi tahap dan
dari waktu ke waktu, sebagaimana dipahami dari kata taqabbala tetapi
juga dengan hasanan yang maknanya mencakup segala sesuatu yang
menggembirakan dan disenangi dimulai dengan menumbuh-
kembangkannya mendidiknya dengan pendidikan yang baik. Di luar
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, Allah merekayasa sehingga
putrid „Imran, yakni Maryam a.s. menjadi pengasuh rumah ibadah sesuai
dengan harapan ibunya, dan karena „Imran, ayah sang anak telah
meninggal dunia maka Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.
Zakariya ialah seorang Nabi Bani Irail yang garis keturunannya sampai
kepada Sulaiman putra Daud a.s. beliau menikah dengan saudara ibu
27
Al-Qur‟an dan terjemahannya.
56
Maryam. Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa beliau menikah
dengan saudara Maryam. Beliau juga adalah pimpinan rumah-rumah suci
orang Yahudi.28
Pastinya diwaktu itu, ada suatu yang menakjubkan yang
dianugrahkan Allah kepada Maryam, dan Nampak disekitaran mereka,
sehingga para pengasuh dan pemimpin rumah suci saling
menginginkannya untuk mereka asuh, tetapi sekali lagi Allah merekayasa,
sehingga untuk menentukan siapa yang mendapat kehormatan itu para
pengasuh dan pemimpin rumah suci sepakat melakukan undian. Ini
disinggung oleh Allah dalam ayat 44 surah ini : artinya. Sekali lagi tentu
mereka tidak bertengkar dan tidak melakukan undian kalau tidak ada
sesuatu yang istimewa pada Maryam putri „Imran itu. 29
Dengan undian, pemenang bukan ditentukan oleh kepandaian, atau
kekuasaan dan wibawa tetapi untuk kasus ini ia diatur dan ditentukan oleh
Allah SWT. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan Maryam, diatur
langsung oleh Allah, melalui Nabi Zakariya a.s. Setiap Zakariya masuk
untuk mengunjunginya, yakni Maryam yang biasanya berzikir dan
mendekatkan diri kepada Allah di mihrab, yakni kamar atau tempat
khusus lagi tinggi yang digunakan sebagai tempat melawan hawa nafsu
dan setan sebagaimana di pahami dari akar kata mihrab yaitu ḥaraba,
yakni perang, dia mendapati rezeki yang agung disisinya. Zakariya heran
karena rezeki itu bukan suatu yang lumrah diperoleh pada masa atau
tempat seperti itu, karena itu dia bertanya: “Wahai Maryam, dari mana
engkau memperoleh rezeki ini?” Dia, yakni Maryam menjawab: “ Ia dari
sisi Allah, sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
28
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Qur‟an),
cet. 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 82. 29
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Qur‟an),
82.
57
dikehendaki-Nya tanpa hisab.” Jawaban ini menunjukan hubungan yang
sangat akrab antara Allah swt. Dan Maryam, dan bahwa ada rahasia
dibalik penganugrahan itu, yang tidak perlu di ketahui yang lain. Ini
dimengerti dari jawaban Maryam yang hanya menerangkan rezeki itu
berasal, yakni Allah dan tidak menjelaskan bagaimana beliau
menapatkannya. Memang pesan banyak orang arif tidak semua
pengalaman ruhani dapat disebarluaskan kepada orang lain, karena kata-
kata seringkali tidak mampu menampung pengalaman ruhani itu, sehingga
kalau terucapkan, boleh jadi pengucapannya yang keliru, atausalah paham
dalam pendengaranya.30
Dalam surah Ali„Imran ayat 38-39
عاء قال ربن ىب ل من لدنك ذرنية طينبة ىنالك دعا زكريا ربو يع الد إنك س
Artinya: “ Di sanalah Zakariya berdo‟a kepada Tuhannya
seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang
anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do‟a.
(QS. Ali „Imran ayat 38).31
قا بكلمة رك بيحي مصدن ن اللو ف نادتو الملئكة وىو قائم يصلني ف المحراب أن اللو ي بشن منن الي وسيندا وحصورا ونبيا من الص
Artinya: “kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya,
sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya):
“Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran
(seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (QS. Ali
„Imran ayat 39).32
30
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (pesan, kesan dan keserasian al-Qur‟an),
82. 31
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 32
Al-Qur‟an dan terjemahannya.
58
Kata hunalikal di sana yakni, di mihrab disana Maryam berdiam
dan ketika itulah saat dia mendengar jawaban tentang rezeki Maryam itu
berasal, keinginan Zakariya untuk mendapatkan anak keturunan timbul
lagi dari hatinya yang paling dalam. Semasa ini keinginanya tersebut telah
ia redupkan karena menyadari bahwasannya dia dan istrinya telah berusia
lanjut. Tetapi melihat apa yang terjadi pada Maryam, kemudian
mendengar dan menyadari perkataannya bahwa Allah memberi rezeki
kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa yang bersangkutan menduganya,
di sana dan ketika itulah Zakariya berdoa kepada Tuhannya seraya
berkata: “Tuhanku..., Pemelihara dan Pembimbingku anugrahilah aku dari
sisi Engkau, yang aku tidak tahu bagaimana caranya sebagaimana yang
dipahami dari kata ludunka bukan „indka seorang anak yang berkualitas.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar, yakni Maha Pengabul doa.33
Dalam al-Qur‟an berkali-kali ditemukan ayat yang menguraikan
sifat Allah as-sami‟/Maha Mendengar. Pada umunya sifat tersebut
dirangkaikan dengan sifat-Nya yang lain seperti „Alim/ Maha
Mengetahui, atau Bashir/ Maha melihat, atau Qarib/Maha Dekat. Hanya
dua ayat yang mengemukakan sifat tersebut secara berdiri sendiri dan
dalam konteks doa. Keduanya dipanjatkan oleh dua orang nabi yang telah
berusia lanjut dan keduanya mengharapkan keturunan, yaitu Nabi Ibrahim
a.s. dalam QS. Ibrahim (14): 39, dan Nabi Zakariya a.s. dalam ayat yang
sedang ditafsirkan ini. Permohonan dengan menyebut sifat Tuhan Yang
Maha Pendengar itu, tanpa dirangkaikan dengan salah satu sifat-Nya yang
lain member isyarat bahwa doa tersebut mereka panjatkan tanpa dilihat
33
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, cet. 4 (Jakarta : Darus
sunnah Press, 2017), 868-869.
59
dan di dengar orang lain, bahkan kata-kata yang terucapkan nyaris hanya
didengar oleh hati para pendoa itu bersama Allah Swt.34
Kemudian Allah Swt. menggambarkan tentang kepemimpinannya
dan keagungannya di tempat ibadahnya, firman-Nya, “Setiap kali
Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di
sisinya,” 37) Mujahid, Ikrimah, Sa‟idbin Jubair, dan selain mereka
berkata, artinya dia mendapatkan buah-buahan musim panas pada waktu
musim dingin dan buah-buahan musim dingin pada waktu musim panas di
sisinya. Padanya terdapat dalil tentang karamah (keramat) para wali. Di
dalam sunnah terdapat banyak sekali keterangan-keterangan yang setara
dengannya. Maka ketika Zakariya melihat makanan ini di sisinya ia
berkaa, “Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh
(makanan) ini?” (37) arinya dia berkata, “dari mana kamu dapatkan ini
semua?”Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah.”sesungguhnya
Allah member rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa
hisab.”(37).35
Tatkala Zakariya a.s. melihat bahwasannya Allah Swt.
memberikan rezeki kepada Maryam, berupa buah-buahan musim dingin
pada waktu musim panas dan buah-buahan musim panas pada waktu
musim dingin saat itulah ia sangat menginginkan seorang anak laki-laki,
sementara keadaannya sudah tua renta, tulang belulang sudah lemah dan
rambut kepala sudah beruban, sementara istrinya sudah tua dan mandul,
akan tetapi meskipun kondisi mereka berdua demikian, ia memohon
kepada Tuhannya, dan menyeru-Nya dengan seruan lembut, sembari
berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi engkau,”(38) maksudnya dari
sisi Engkau, “seorang anak yang baik.” (38)yaitu anak laki-laki yang
34
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, 868-869. 35
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, 868-869.
60
shalih, “Sesungguhnya Engkau Maha mendengar Do‟a.”(38) Allah Swt.
berfirman, “Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia
tengah berdiri melakukan shalat di mihrab,” (39) artinya Malaikat
mengajaknya bicara secara lisan yang diperdengarkan kepadanya,
sementara dia sedang berdiri shalat di mihrab tempat ibadahnya, dan
tempat menyepinya, tempat ia bermunajat, serta shalat. Kemudian Allah
SWT mengabarkan dari kabar gembira yang telah disampaikan oleh
malaikat, “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu” (39) arinya
menggembirakan dengan seorang anak laki-laki yang di dapat untukmu
dari tulang rusukmu namanya adalah Yahya.36
3. Memahami kebenaran keturunan
Manusia dalam pandangan Islam adalah Khalifah Allah di muka
bumi. Sebagai kuasa tuhan, dia memiliki karakteristik yang multidimensi,
yakni:
Pertama, diberi hak untuk mengatur alam ini sesuai
kapasitasnya.Dalam mengemban tugas ini, manusia dibekali wahyu dan
kemampuan mempersepsi.Kedua, dia mendapati posisi terhormat di antara
mahluk Allah yang lain. Anugerah ini diperoleh lewat kedudukan, kualitas
yang diberikan Allah kepadanya. Ketiga, dia memiliki peran khusus yang
harus dimainkan di planet ini, yaitu mengembangkan dunia sesuai dasar
dan hukum-hukum yang di tetapkan oleh Allah.37
Anak adalah asset hidup yang paling berharga dan sekaligus
sebagai amanah Allah yang dititipkan kepada orang tuanya. Ia juga bisa
dipahami sebagai cobaan atau ujian dalam hidup ini. Sejak kelahiran anak
dalam sebuah rumah tangga, maka akan timbul suatu harapan baru sebagai
36
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, 871. 37
Reza Pahlevy, M. Siregar, dan Ferry M. Siregar, “Memahami Makna Fitrah
Manusia dan Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam”, Vol. 10, No. 1, (September
2013): 70.
61
generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan ini. Sebagai orang tua
yang mendapat amanah, mereka dituntut untuk menjaga amanah itu
dengan baik lewat kasih sayang yang tulus, pendidikan dan
kesejahteraannya.38
Dalam surah Maryam ayat yang kelima:
وإنن خفت الموال من ورائي وكانت امرأت عاقرا ف هب ل من لدنك وليا
Artinya: “dan sesungguhnya aku khawatir terhadap orang-
orang yang akan mengendalikan dan meneruskan memimpin
umatku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka
anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra.” (QS. Maryam
ayat 5).39
Penjelasanya yaitu, dan sesungguhnya aku khawatir terhadap
orang-orang yang akan mengendalikan dan meneruskan memimpin
umatku, karena tidak ada seorangpun yang dapat dipercaya diantara
mereka itu dan oleh sebab itu mohonlah aku dianugerahilah seorang anak.
Walaupun istriku mandul dan aku sendiripun sudah sangat tua, tetapi hal
ini tidak menyebabkan aku putus asa, karena percaya atas kebijaksanaan
dan kekuasaan Allah Yang Maha Agung.40
4. Ketekunan beribadah
Ketekunan beribadah yakni adanya keterkaitan antara segi
rohaniyah dan segi jasmaniah. Bagian rohaniah adalah adanya semangat
yang membesarkan keinginan dalam beribadah. Pada segi jasmaniyah, erat
kaitannya dengan pengembangan dari segi spriritual. Seperti halnya
ungkapan Arifin dan Said: “pada masa lalu umat manusia lebih berpusat
pada pembangunan material. Akibatnya kebanyakan umat diantara kita
38
Reza Pahlevy, M. Siregar, dan Ferry M. Siregar, “Memahami Makna Fitrah
Manusia dan Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam”, 67. 39
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 40
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 33-34.
62
menjadi manusia yang materialistis. Stetemen ini menunjukkan dari segi
jasmaniyah adalah berpotensi kepada hal yang tidak baik, namun kunci
utamanya adalah semangat beribadah sehingga mampu bertahan.
Kekhususan dan giat beribadah juga dapat dilihat dari berbagai macam
faktor antara lain termasuk usia.41
Tatkala Tafsir dan penjelasan tentang Nabi Zakariya a.s. yang
menyaksikan keadaan Maryam, pencurahan seluruh waktu dan tenaganya
untuk beribadah serta di karunia yang diberikan Allah Swt. kepadanya
berupa rezeki yang berlimpah, maka ia berdoa kepada Allah Swt. agar ia
dikaruniai anak yang shaleh seperti Maryam dari keturunan nabi Ya‟qub
a.s. seraya berkata, “Ya Tuhanku, Engkau Maha Mendengar setiap
ucapan, memperkenankan setiap doa yang baik.” Karena melihat
keturunan yang shaleh dan unggul membuat jiwa seseorang sangat
mengharapkan seandainya dirinya memiliki keturunan seperti mereka.42
Dalam surah Maryam ayat yang ketiga :
إذ نادى ربو نداء خفيا
Artinya: “yaitu tatkala ia berdo‟a kepada Tuhanya dengan
suara yang lembut.”43
Adalah penerangan tentang beliau berdo‟a dengan suara lembut
lagi menyendiri dalam mihrabnya, supaya diberi keturunan yang akan
melanjutkan tugas seorang Rasul. Do‟anya itu sengaja diucapkan dengan
41
Armyn Hasibun, “Motivasi suluk 5 hari dan ketekunan beribadah pengamal
tarekat Naqsyabandiyah Syekh H. MHD. Ihsan Harahap (Studi Analisis pada Murid Usia
Minus 40 Tahun)”, Leturer of Da‟wa and communication sciences Faculty at IAIN
Padangsidimpuan, 123. 42
Wahbah az-Zuhailī, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-Manhaj.
Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), 254. 43
Al-Qur‟an dan terjemahannya.
63
suara yang lembut dan dalam keadaan sunyi, supaya terasa lebih tulus dan
terkabul. Kemudian diperinci bagaimana suara do‟annya itu.
Dalam surah Maryam ayat yang ketujuh,
رك بغلم اسو يي ل نعل لو من ق بل يا يا زكريا إنا ن بشن س
Artinya: “Hai Zakariya, sesungguhnya Kami member kabar
gembira kepadamu akan (peroleh) seorang anak yang namanya
Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang
yang serupa dengan dia.”44
Allah Swt. memberitahukan tentang dikabulkannya do;a Nabi
Zakariya a.s. dan pemberian namanya langsung dari Allah sendiri. Hai
Zakariya, sesungghnya Kami member kabar gembira kepadamu, bahwa
permohonanmu untuk dianugrahi seorang putra sudah terkabul, dan telah
disiapkan pula supaya anakmu itu jika sudah lahir harus diberi nama
Yahya dan nama itu belum pernah diberikan kepada seorangpun sebelum
dia. Dalam Injil Matius beliau menyebutnya dengan nama Johannes
Pembaptis karena sering memandikan orang dalam sungai Yordan.45
5. Meneladani sejarah
Istilah sejarah, dikenal dalam bahasa Arab yaitu dengan kata
tarikh, dari asal kata arrakha (a-r-kh), yang berarti menulis atau mencatat
dan catatan tentang waktu dan peristiwa. Malah ada pendapat bahwa
istilah tersebut tidak serta merta hanya berasal kata ini. Bahwa istilah
sejarah itu berasal dari istilah bahasa Arab syajarah, yang berarti pohon
atau silsilah.46
44
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 45
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 33-34. 46
Misri A. Muchsin, Filsafat sejarah dalam Islam, cet. I, (Jogjakarta : AR-RUZZ
PRESS, 2002), 17.
64
Bagi orang yang membaca sejarah dengan pandangan objektif dan
proposional, bebas dari warisan yang kadang malah mengotori sejarah dan
membutakan akal dan pemikiran asing yang menyerang pemikiran
cendikiawan muslim melalui para propagandis dan orentalis pasti akan
mendapatkan bahwa sejarah Islam yang tentunya seperti sejarah umat
manusia lainnya tidak luput dari kesalahan memiliki perbedaan dengan
sejarah peradaban umat manusia lainnya. Hal itu bisa dilihat dari jejak dan
kegemilangan yang tidak didapatkan dalam sejarah peradaban umat
manusia lainnya. Termasuk hak bahkan kewajiban kita untuk
menyebarkan jejak peninggalan dan kegemilangan tersebut, agar setiap
orang yang membaca sejarah bisa melihat dengan jelas tentang kebenaran
tersebut. Maka metode yang benar ketika kita melihat segala sesuatu, tidak
melebihkan dan tidak mengurangi.47
Sejarah bukanlah pristiwa-pristiwa, melainkan tafsiran pristiwa-
pristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak
nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dimensi dalam
waktu dan tempat. Untuk dapat memahami, menafsirkan dan mengaitkan
pristiwa-pristiwa yang telah lalu dengan pristiwa-pristiwa berikutnya
diperlukan pengertian yang memadai tentang semua kelengkapan manusia
dan semua sendi kehidupannya. Kelengkapan dimaksud meliputi
kejiwaan, pemikiran dan pisik, sementara sendi-sendi kehidupannya
meliputi unsur non materi dan unsur materi. Disamping itu orang yang
bersangkutan harus menanggapi dengan sungguh-sungguh peristiwa-
peristiwa itu, yaitu menanggapinya dengan jiwa, pikiran dan alat-alat indra
serta menaruh perhatian yang cukup besar terhadapnya.48
47
Yusuf al-Qaraḍawi, Distorsi Sejarah Islam, cet. I (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
2005), 129-130. 48
Sayyid Quṭub, konsepsi sejarah dalam islam, cet. II, 17.
65
Dalam surah Maryam ayat yang ke enam:
واجعلو ربن رضيا يرثن ويرث من آل ي عقوب
“Artinya: yang akan mewarisi aku an mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan jaikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai”49 menjelaskan tentang, Ya Tuhan, berikanlah kepadaku keturunan
yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga ya‟kub dan
jadikanlah ia seorang yang patut lagi ta‟at dan diridhoi oleh-Mu, karena
mempunyai akhlak dan budi yang luhur lagi mulia, dapat dijadikan suri
tauladan oleh sekalian pengikutnya.50
49
Al-Qur‟an dan terjemahannya. 50
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 33-34.
66
BAB V
Penutup
A. Kesimpulan
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an mempunyai keistimewaan dalam hal
cita-citanya yang luhur, tujuannya yang mulia dan maksudnya yang
agung. Kisah para Nabi adalah salah satu tema dari kisah yang ada di
dalam al-Qur‟an. Dalam kisah-kisah berikut banyak mengandung
pelajaran yang dapat dijadikan sebagai contoh bagi Umat di seluruh dunia.
Kisah Nabi Zakariya a.s di dalam al-Qur‟an mengisahkan berbagai
perjalanan hidup serta dakwah beliau.
Kisah Nabi Zakaria a.s. mengajarkan bahwa sebuah do‟a tidak
langsung dikabulkan oleh Allah, walaupun orang yang berdo‟a merupakan
orang yang beriman dan melakukan amal shaleh. Pesan moral yang terapat
dari kisah Nabi Zakariya a.s.: mehami hukum alam, memahami kekuasaan
mutlak Allah, memahami ketetapan keturunan, ketekunan dalam beribaah,
dan dapat menelaani sejarah.
Yakinlah kepada Allah serta bersungguh-sungguh dalam berdo‟a
kepada-Nya, karena pada hakikatnya Allah Maha Mendengar, dan Allah
akan mengabulkan segala doa dan permintaan yang di lakukan dengan
sungguh-sungguh dan penuh keyakinan.
Saran-saran
Penulis menyadari dengan penelitian yang sedikit ini masih jauh
dari kata cukup. Bahwa dalam kisah Nabi Zakatriya a.s.terdapat nasehat-
nasihat, kesimpulan, serta maksud yang belum terungkap dan bisa dengan
67
menggunakan tafsir lain atau dengan surah lainnya. Dengan ini penulis
terhadap para pengkaji al-Qur‟an dapat melanjutkan penelitian ini.
Penulis berasumsi bahwa dalam kisah Nabi Zakariya a.s.masih
terpendam pesan-pesan, kadungan, dan maksud yang belum terungkap
atau menggunakan penafsir lain dengan cara komparasi atau dengan
berdasarkan teologi mufasirnya itu sendiri.
68
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan terjemahannya.
Baihaqi, Yusuf, Dimensi Ekonomi dalam kisah al-Qur‟an, dosen Fakultas
Syariah dan hukum UIN Raden Intan Lampung Jl. Endro Suratmin
Sukarame Bandar Lampung.
Bajawi, Ali Muhammad al-, Untaian kisah dalam al-Qur‟an, ce.t 1 Jakarta
:Darul Haq, 2007.
Che Pa, Bharuddin,“Kedudukan Kuasa Allah dan Kuasa Manusia:
Menurut perspektif Al-Qur‟an” jurnal usuluddin, Bil 19 (2004).
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya,
Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990.
Departemen RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya Special For Woman, Juz
18, Bogor : PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Tafsirnya.
El-Fikri, Syahruddin, Situs-situs dalam al-Qur‟an (dari Peperangan Daud
melawan Jalut hingga Gua Ashabul Kahfi), cet. 1, Jakarta: penerbit
republika,2010.
Hasibun, Armyn, “Motivasi suluk 5 hari dan ketekunan beribadah
Pengamal tarekat Naqsyabandiyah Syekh H. MHD. Ihsan Harahap
(Studi Analisis pada Murid Usia Minus 40 Tahun)”, Leturer of
Da‟wa and communication sciences Faculty at IAIN Padang
sidimpuan.
69
Haif, Abu, “al-Quran Sebagai Nasehat Sejarah”, Jurnal Rihlah vol.V no.
2/ (2016).
Hajjaj, Jihad Muhammad, Umur dan silsilah para Nabi, cet. 2, Jakarta:
Qisthi Press, 2008.
Hidayati, Nia, Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Hud (Studi
Penafsiran al-Sya‟rawiatas Q.S. al- A‟Raf: 65-72), Program studi
Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019.
`Ibrahim, Amini, Mengapa Nabi diutus, cet . 1, Jakarta : Al-Huda, 2006.
Jasmi, Kamarul `Azmi, “Sains Islam Hukum Alam : Satu Pembahasan”,
Akademi Tamadun Islam, Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan,
Universitas Teknologi Malaysia.
Kadir, Budiman, Karekteristik keluarga Imran (Ali „Imran) (suatu Kajian
tafsir tematik), Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, UIN
Alauddin Makassar 2015.
Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat (Lajnah pentashih
Mushaf al-Qur‟an), Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim (Dalam
Perspektif al-Qur‟an dan Sains), cet 1, Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur‟an, 2012.
Kharismawanto, “Buya, Kisah-kisah Isra‟iliyyat dalam penafsiran surat al-
Qasas (studi Komparatif antara tafsir al-Ibriz dengan Tafsir al-
Khazin)”, pascasarjana, program studi ilmu al-Qur‟an dan Tafsir,
institute agama Islam, negeri Surakarta, tahun 2017.
Khotib, Muhammad, “Penafsiran Kisah-Kisah al-Qur‟an : Telaah terhadap
pemikiran Muhammad Ahmad Khalafullah dalam al fann al-
Qasasiy fi al-Qur‟an al-Karim”, (Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2009).
70
Laeli, Nur,“Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern
Indonesia”, (Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).
Mawla M. Ahmad Jadul, dan M. Abu al-Fadhl Ibrahim, Buku induk
kisah-kisah dalam al-Qur‟an, cet. 1, Jakarta : Zaman 2009.
Mubarakfuri, Syaikh Syafiyyurrahman Al-, Ṣahih Tafsir Ibnu Katsir
(pengesahan hadits berdasarkan kitab-kitab Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani Rt Allah dan Ulama Ahli Hadist lainnya
disertai pembahasan yang rinci dan Mudah difahami), jilid 5, cet.
14, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2018.
Muchsin, Misri A., Filsafat sejarah dalam Islam, cet I, Jogjakarta : AR-
RUZZ PRESS, 2002.
Munawwir, Ahmad Warson, AL MUNAWWIR (Kamus Arab –Inonesia)
cet. XIV Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nursadi, Harsanto,“Sistem Hukum Indonesia”, IsIp4131/ Modul.
Pahlevy, Reza, M. Siregar, dan Ferry M. Siregar, “Memahami Makna
Fitrah Manusia dan Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam”,
Vol. 10, No. 1, September 2013.
Qaraḍawi, Yusuf Al- , Distorsi Sejarah Islam. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, 2005.
Qaṭṭan, Manna‟ Khalil al-, Studi ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir. Cet 15
Bogor: Litera Antar Nusa, 2012.
Quthub, Sayyid, konsep sisejarah dalam islam, cet. II, Jakarta : Pedoman
Ilmu jaya, 1992.
Rousyan, Muhammad Baqiri Saidi, Menguattakbir Mukjizat, cet. 1,
Jakarta: Sandra Press, 2012.
71
Ṣabuni, Muhammad Ali Ash-, Membela Nabi. Jakarta: Gema Insani Press,
1992.
Sofiyullah, Mohammmad,“Pesan Moral dalam Kisah Nabi `Ayyub
AS :Telaah Terhadap Kitab al-Lama‟at Karya Said Nursi”,
(Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).
Syarifah, Umaiyatus, ”Manhaj tafsir Dalam Memahami ayat-ayat Kisah
dalam al-Qur‟an”, Fakultas Saintek, UIN Maulana Malik `Ibrahim
Malang. Jalan Gayana No 50 Malang.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah (pesan, kesandan Keserasian al-
Qur‟an), cet. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Syakir, Syaikh Ahmad, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, cet 4 Jakarta
:Darussunnah Press, 2017.
Wisesa Subagia, Ni Komang,“Perspektif Masyarakat Terhadap konsep Tri
Hitakarana Sebagai Implementasi Hukum Alam”, Fakultas
keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, Bandar
Lampung, (2016).
Zuhailī, Wahbah Az-, Tafsir al-Munīr fī „Aqīdah wa al-Syarī‟ah wa al-
Manhaj. Al-Baqarah, al-„Imran, an-Nisaa‟), cet. 1, Jakarta: Gema
Insani, 2013.