IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA FACTOR XI
DEFICIENCY (FXID) PADA SAPI PERAH
DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Oleh
MUTMAINNAH
I 111 11 032
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA FACTOR XI
DEFICIENCY (FXID) PADA SAPI PERAH
DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Oleh
MUTMAINNAH
I 111 11 032
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
v
vi
KATA PENGANTAR
﷽﷽
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Identifikasi Alel Pembawa Factor XI Deficiency (FXID) pada Populasi Sapi
Perah di Kabupaten Enrekang”.
Penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. selaku Pembimbing Utama dan Ibu
Prof. Rr. Sri Rachma AB, M. Sc, Ph. D selaku Pembimbing Anggota, atas
segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan
saran-saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.
2. Kedua orang tua tercinta ayahanda Drs. Hasanuddin dan ibunda Suarni yang
memberikan cinta kasih, dukungan mental dan memberikan doa restunya serta
keluarga besar dan saudaraku Khusnul Hatimah, Muh. Syarif Hidayatullah,
Riski Aulia, Nurfadillah, Niswatun Hasanah dan Ummul Khaerah yang telah
memberikan doa dan motivasi untuk selalu semangat.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin.
4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Wakil Dekan I, Ibu Ir.
Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Jasmal A
Syamsu, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
vii
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA. DES, Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo
Ako, M.Sc., Bapak Dr. Muh. Ihsan A. Dagong, S.Pt., M.Si., Bapak Prof. Dr.
Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt., dan Bapak
Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc., selaku dosen pembahas yang telah banyak
memberikan saran-saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Harfiah, S.Pt., MP. selaku Penasehat Akademik yang memberikan
bimbingannya.
7. Sahabat-sahabat Mardhatilla Utami S.Pt, Nurjanna S.Pt, Mardhatilla Utami
S.Pt, Nurmulyaningsih S.Pt, Mutiara Hikma, Arra Musyarrafah, A. Pancawati
S.Pt., Awal Rezki Awan, Magfirah Nur S.Pt., Kurniah Kamaruddin S.Pt.,
Musfira Jafar, Rizka Isnaini HS, Hj.Suci Ramadhani, Armi Aulia Utami S.Pt.,
Muh. Shoalihin Saleh Husain S.Pt, Andi Zuaib, Fadly Hidayat Ilyas, Nur
Ahmad S.Pt., Khairun Nur Karimuddin, Nur Fajri Syam dan teman-teman
kelas A, keluarga besar “SOLANDEVEN”, dan Pondok Faisal terima kasih
atas segala cinta, pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa, serta
kebersamaannya selama ini.
8. Kepada teman-teman Penelitian Genetika Molekuler, Mardha, Inchy, Fira,
Awal, Nia, Evi dan Kak Abduh terima kasih atas bantuan dan perhatiannya
selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
9. Laboratorium Terpadu Peternakan UNHAS, Kak Nurul Purnomo, Kak Tri
terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama penelitian dan
penyelesaian skripsi.
viii
10. Terimakasih kepada Rekan-Rekan Asisten Laboratorium Ternak Unggas (K’
Adi, K’ Aidil, K’ Fandi, K’ Acal, K’ Urfi, Janna, Mardha, Yusri, Tawa’, Tuti,
Sul, Jihad, Nasrun, Aulia ) dan Asisten Laboratorium Reproduksi Ternak (K’
Aidil, K’ Uci, K’ Fandi, K’ Iccank, K’ Dian, K’ Farid, Nia, Ridwan,) atas
ilmu, bantuan dan canda tawa selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan.
11. Teman-teman KKN Gelombang 87 Desa Tanete Harapan “Chresensia
Tappang, Asma, Rahmi Mar’atus Shalihah, Kak Aiman, Kak Agung, Ratno
Sulindo dan Amirullah” serta teman-teman sekecamatan Cina Kabupaten
Bone.
12. Teman-teman Unit Tenis Meja Universitas Hasanuddin (UTM-UH) terima
kasih atas ilmu, nasehat-nasehat, kebersamaan, kekeluargaan dan kebaikan
yang kalian berikan selama penulis berorganisasi.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih banyak
atas segala bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, Oktober 2015
Mutmainnah
ix
ABSTRAK
MUTMAINNAH (I 111 11 032). Identifikasi Alel Pembawa Factor XI
Deficiency (FXID) pada Populasi Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Dibimbing
oleh LELLAH RAHIM dan RADEN RORO SRI RACHMA APRILITA
BUGIWATI .
Factor XI Deficiency (FXID) yaitu penyakit kelainan genetik akibat
adanya alel resesif autosomal pada sapi perah sehingga memberikan kerugian
yang besar dari segi produktivitas ternak dan segi ekonomis. Tujuan penelitian
ini yaitu untuk mengidentifikasi sebaran alel resesif dari FXID pada sapi perah di
Kabupaten Enrekang menggunakan metode PCR. Sebanyak 80 sampel DNA dari
koleksi sampel darah induk sapi perah FH dari Sentra Peternakan Enrekang (50
sampel dari Kecamatan Cendana dan 30 sampel dari Kecamatan Angeraja) yang
diekstraksi dan diamplifikasi dengan teknik PCR. Identifikasi alel pembawa
FXID dihitung berdasarkan frekuensi genotipe dan alelnya. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini yaitu sapi heterozigot (Ff) FXID hanya ditemukan 1 ekor di
Kecamatan Cendana dari 50 ekor sapi yang dianalisis dan pada sapi di
Kecamatan Angeraja yang sebanyak 30 ekor tidak ditemukan adanya alel FXID.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat sapi perah normal heterozigot
(karier FXID) pada populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang, meskipun dalam
proporsi/frekuensi alel yang sangat rendah (1,25%).
Kata Kunci: Sapi perah, FXID, kelainan genetik, alel letal
x
ABSTRACT
MUTMAINNAH (I 111 11 032). Identification of Factor XI Deficiency (FXID)
Allele in Dairy Cattle From Enrekang Regency. Supervised LELLAH RAHIM
and RADEN RORO SRI RACHMA APRILITA BUGIWATI.
Factor XI Deficiency (FIXED) is a genetic disorder due to an autosomal
recessive alleles in dairy cows, so as to provide a major disadvantage in terms of
livestock productivity and economically. The purpose of this study is to identify
the distribution of FXID recessive alleles in dairy cows in Enrekang using PCR
method. A total of 80 samples of DNA from FH cow blood collection from the
dairy center development in Enrekang (50 samples from Cendana and 30 from
the Anggeraja district), which is extracted and amplified by PCR. FXID allele
carriers calculated based on genotype and allele frequencies. Results obtained
from this research showed that FXID heterozygous (Ff) found only one head in
Cendana district and in Anggeraja district not found any allele FXID. Results of
this study concluded that there is a FXID normal dairy cows (heterozygous) in
the Enrekang regency, although the proportion/allele frequency very low
(1.25%).
Keywords: Dairy cows, FXID, a genetic disorder, lethal alleles
xi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan Genetik Sapi Perah ........................................................... 3
Alel Pembawa FXID ........................................................................ 4
Keragaman Genetik .......................................................................... 5
Penanda DNA Terciri (Marker Assisted Selection) .......................... 6
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ........................................................................... 8
Materi Penelitian .............................................................................. 8
Tahapan Penelitian ........................................................................... 9
Analisis Data ................................................................................... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi dan Identifikasi Gen FXID pada Sapi Perah ................ 12
Frekuensi Genotip dan Alel ............................................................. 14
Analisis Hasil Sekuensing Gen FXID .............................................. 16
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 18
LAMPIRAN .................................................................................................. 21
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 22
xii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Sequen primer untuk PCR …………………………………….. 8
2. Frekuensi Genotipe dan Alel Gen FXID ……………………… 14
3. Data penelitian dan identifikasi kelainan genetic FXID
di beberapa Negara …………………………………………… 15
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Hasil amplifikasi dan identifikasi Gen FXID pada mesin PCR... 12
2. Hasil sekuensing alel normal dan mutan FXID ….......................... 16
1
PENDAHULUAN
Sapi perah di Indonesia umumnya dipelihara dan diternakkan oleh
masyarakat baik dalam skala besar maupun kecil dan memiliki potensi yang
cukup besar untuk dikembangkan. Salah satu persyaratan dalam
pengembangbiakan sapi adalah bebas dari cacat genetik. Menurut Meydan, Yildiz,
dan Agerholm (2010) cacat genetik sangat tidak diinginkan dalam program
pemuliaan, karena dapat berdampak negatif seperti penurunan kemampuan
produksi dan reproduksi, anatomi abnormal dan beberapa kasus menyebabkan
hewan mati jika memiliki gen mutasi yang mematikan.
Salah satu kelainan genetik yang telah terdeteksi pada sapi perah adalah
Factor XI Deficiency (FXID) yaitu penyakit kelainan genetik akibat adanya alel
resesif autosomal pada sapi perah. FXID diidentifikasi pertama kali pada manusia
dan pada sapi perah di Ohio USA. Menurut Gentry (1984); Perwitasari, dkk.,
(2009) kelainan genetik tersebut diketahui telah menyebar ke berbagai negara
akibat penggunaan pejantan pembawa alel FXID dalam program inseminasi
buatan seperti di Amerika Serikat (Marron, et al.,2004), Jepang (Ghanem, et al.,
2005), Republik Ceko (Citek, et al., 2006), India (Patel, et al., 2007), Turki
(Meydan, et al., 2009), dan Polandia (Gurgul, et al., 2009).
Defisiensi factor XI pada suatu invidu menyebabkan terjadinya gangguan
pada proses pembekuan darah. Sapi yang terkena kondisi tersebut juga sulit untuk
berkembang biak dan lebih rentan terhadap penyakit seperti pneumonia dan
2
mastitis, terjadinya frekuensi kawin berulang dan diameter folikel lebih kecil pada
sapi yang terkena dampak (Liptrap, et al., 1995).
Dalam studi peternakan, FXID memberikan kerugian yang besar dari segi
produktivitas ternak dan segi ekonomis. Produksi dan distribusi semen beku sapi
perah Friesian-Holstein (FH) yang umum digunakan pada program inseminasi
buatan di Kabupaten Enrekang berasal dari pejantan yang diimpor dari sejumlah
negara. Dengan demikian, kemungkinan penyebaran kelainan genetik FXID
dapat terjadi di peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang. Menurut
Sirajuddin, dkk., (2010) kasus-kasus penyakit yang bersifat insidentil dan kasus
kematian anak sapi masih cukup tinggi di Kabupaten Enrekang. Kasus kematian
anak sapi tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor
manajemen, pakan (nutrisi), penyakit dan kelainan genetik. Terdapat beberapa
kelainan genetik yang ditemukan pada sapi perah dan salah satunya adalah FXID.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi
alel pembawa FXID dengan menggunakan teknik molekuler Polymerase Chain
Reaction (PCR) pada populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan alel FXID pada
populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang. Kegunaan penelitian ini agar dapat
menambah informasi keberadaan alel pembawa FXID pada populasi sapi perah
FH di Kabupaten Enrekang sehingga informasi yang diperoleh dapat dijadikan
sebagai dasar pertimbangan peternak dan dinas peternakan untuk program seleksi
terhadap alel yang bersifat negatif yang dimiliki oleh calon induk atau pejantan
sapi FH.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan Genetik Sapi Perah
Beberapa istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kelainan genetik
diantaranya adalah genetic abnormality, genetic defect, genetic disorder, genetic
anomaly dan syndrome. Kelainan genetik terjadi karena adanya mutasi secara
acak pada genom. Kelainan genetik menyebar luas seiring dengan perkembangan
teknologi reproduksi transfer embrio dan inseminasi buatan. Kelainan genetik
yang terjadi pada usaha peternakan menyebabkan kerugian secara ekonomi dan
merusak usaha perbaikan genetik (Whitlock, et al., 2008).
Kelainan genetik terjadi karena adanya perubahan susunan basa nukleotida
yang menyebabkan terjadinya kerusakan gen yang mengkodekan asam amino
tertentu (Sri, 2014). Kelainan genetik sangat tidak diharapkan keberadaannya
dalam usaha pembibitan ternak karena efek negatif yang ditimbulkannya, seperti
penurunan kemampuan produksi dan reproduksi, anatomi tubuh yang abnormal
dan beberapa kasus yang terjadi menyebabkan seekor ternak mati jika mutasi
tersebut bersifat letal (Meydan, et al., 2010).
Beberapa penelitian mengenai deteksi kelainan genetik pada ternak sapi
terutama sapi perah telah banyak dilakukan diantaranya adalah Deficiency of
Uridine Monophosphate Synthase (DUMPS) (Citek, et al., 2006), Bovine
Citrulinaemia (BC), Complex Vertebral Malformation (CVM), Factor XI
Deficiency (FXID) dan Bovine Leucocyte Adhesion Deficiency (BLAD) (Meydan,
et al., 2010). Deteksi kelainan genetik FXID pada sapi perah telah banyak
dilakukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat (Marron, et al., 2004),
4
Jepang (Ghanem, et al., 2005), Republik Ceko (Citek, et al., 2006), India (Patel, et
al., 2007), Turki (Meydan, et al., 2009), dan Polandia (Gurgul, et al., 2009). Di
Indonesia, informasi tentang hal tersebut sangat minim. Hasil penelitian yang
dilakukan Mahfud (2009) dalam Siswanty (2014) mengenai kelainan genetik
FXID di Indonesia pada sapi perah terdapat individu yang mengalami karier
FXID sebesar 0,74 %.
Sapi yang terkena FXID memiliki frekuensi kawin berulang 50% lebih
tinggi dari pasangan normal (Gentry and Black, 1980) sehingga keberadaannya
dalam usaha peternakan akan berakibat pada kerugian ekonomi dan perbaikan
genetik ternak. Kelainan genetik pada sapi perah tersebut menyebar ke seluruh
dunia melalui aktifitas inseminasi buatan menggunakan pejantan elit yang
ternyata sebagai pembawa alel mutan ( Perwitasari, dkk., 2009; Khade, et al.,
2014). Sapi yang terkena FXID sulit untuk berkembang biak dan lebih rentan
terhadap penyakit seperti pneumonia dan mastitis (Liptrap, et al., 1995). Individu
heterozigot menunjukkan gejala yang berbeda-beda dan tingkat aktivitas FXI
berkurang (Gentry and Black, 1980).
Alel Pembawa FXID
Serin protease-factor XI atau disebut dengan Plasma Thromboplastin
Antecedent (PTA) adalah salah satu faktor penting dalam proses pembekuan darah
yang disintesis di dalam hati sebagai zymogen dan setelah konversi oleh enzim
proteolitik berperan dalam proses intrinsik pembekuan darah (Gurgul, et al.,
2009). Kegagalan pembentukan serin protease-factor XI menyebabkan terjadinya
kelainan genetik FXID yang dapat terjadi pada sapi jantan maupun betina
5
(Ghanem, et al., 2008). FXID adalah gangguan resesif autosomal, dengan
kekurangan parsial protein Faktor XI yang terlibat dalam pembekuan darah.
Sebuah warisan kekurangan Faktor XI menghasilkan gangguan pendarahan telah
ditemukan pada manusia, anjing dan sapi (Khade, et al., 2014).
FXID pada invidu menyebabkan terjadinya gangguan pada proses
pembekuan darah. Kelainan genetik FXID disebabkan oleh adanya insersi
poliadenin yang tidak sempurna yang menyebabkan terjadinya stop kodon
prematur pada gen Faktor XI (Siswanty, 2014). FXID pada sapi perah terjadi
karena ada mutasi pada gen Faktor XI ekson 12 di kromosom 27 dengan
penyisipan 76 basa nukleotida [AT (A) 28 TAAAG (A) 26
GGAAATAATAATTCA] (Marron, et al., 2004; Ghanem, et al., 2008) atau 77
basa nukleotida (Patel, et al., 2007). Kasus lain FXID pada sapi Hitam Jepang
terjadi karena ada penyisipan 15 basa nukleotida pada gen Faktor XI ekson 9
(Kunieda, et al., 2005).
Keragaman Genetik
Keragaman genetik adalah variasi karakteristik yang diwariskan pada
populasi spesies yang sama dan berperan penting dalam evolusi dengan
memungkinkan spesies untuk beradaptasi dengan lingkungan baru (Sridianti,
2014). Keanekaragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan
nukleotida penyusun DNA. Perubahan ini mungkin dapat mempengaruhi fenotipe
suatu organisme yang dapat dipantau dengan mata telanjang, atau mempengaruhi
reaksi individu terhadap lingkungan tertentu. Secara umum keanekaragaman
6
genetik dari suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi, rekombinasi, atau
migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain (Suryanto, 2003).
Penanda DNA Terciri (Marker Assisted Selection)
Rangkaian gen yang bisa dimanfaatkan sebagai penciri genetik dalam
upaya menseleksi sifat produksi dengan nilai ekonomis yang tinggi telah menjadi
fokus perhatian dari banyak negara maju. Rangkaian DNA yang dapat digunakan
sebagai penciri dalam kegiatan seleksi disebut sebagai marke rassisted selection
(MAS). Uji DNA secara lebih mudah dan sederhana telah dapat diaplikasikan
dalam mendeteksi alel positif pada lokus-lokus yang bernilai ekonomis (economic
trait loci/ETL). Banyak ETL kemungkinan besar bersifat kuantitatif (quantitative
trait loci/QTL). Lokus-lokus yang demikian berkemampuan untuk mempercepat
dan meningkatkan efisiensi bagi program dan kegiatan seleksi dan perkawinan
(Weller, 2001).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang genetika molekuler dan
biologi molekuler dari waktu ke waktu diharapkan dapat memberikan kontribusi
signifikan pada kemajuan dan perkembangan dunia peternakan khususnya
program pemuliabiakan. Salah satu alternatif seleksi dengan menggunakan
marker gen adalah alternatif bioteknologi untuk memproduksi ternak pembawa
sifat yang diinginkan (sesuai dengan marker gen tersebut). MAS (Marka
Pembantu Seleksi) terbukti mampu meningkatkan nilai genetik ternak dalam
program pemuliaan ternak. Identifikasi marka genetik yang bermanfaat
merupakan langkah awal dan kritis untuk mendapatkan MAS (Dedi, dkk., 2008).
7
Penggunaan MAS didasarkan pada gagasan bahwa terdapat gen yang
memegang peranan utama dan menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam
seleksi (Van der Warf, 2000). Penggunaan MAS pada sapi dapat menunjang cara
seleksi konvensional yang berdasarkan fenotip, sebab seleksi dilakukan pada arah
molekuler sehingga tidak terpengaruh lingkungan. Pemarka DNA memiliki
keunggulan karena sifatnya sangat polimorfik dan beberapa pemarka DNA antara
lain Restriction Fragments Lengths Polymorphisms (RFLP), Mikrosatelit, dan
sidik jari DNA (Sumadi, dkk., 2008).
8
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015 di Kabupaten Enrekang
(pengambilan sampel) dan di Laboratorium Bioteknologi Terpadu Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar (ekstraksi DNA, PCR dan analisis
data).
Materi Penelitian
Bahan utama dari penelitian ini adalah 80 sampel DNA dari koleksi
sampel darah induk sapi perah dari Sentra Peternakan Enrekang (50 sampel dari
Kecamatan Cendana dan 30 sampel dari Kecamatan Angeraja). Bahan
pendukung antara lain: Primer (primer gen FXID), bahan ekstraksi DNA
(Proteinase K, Ethanol Absolut, Buffer Lysis, Wash Buffer II dan Elution buffer),
bahan PCR (dNTP mix, Enzim Tag DNA polymerase, TBE Buffer, dan H2O),
TBE Buffer, Agarose, gel, EtBr (Ethidium bromide), Marker DNA Ladder ukuran
100 pb, DNA Loading Dye dan tissue.
Tabel 1. Sequen primer untuk PCR
Primer Sekuen DNA Panjang PCR Sumber
FXID F: 5’- CCCACTGGCTAGGAATCGTT-3’
R: 5’-CAAGGCAATGTCATATCCAC-3’ 320 bp
(Mutan)
244 bp
(Normal)
Marron,
et al.,
(2004)
F = Forward, R = Reverse
Alat yang digunakan yaitu: Kit DNA ekstraksi (Thermo Scientific),
venojet, spin column, mesin PCR (sensoQuest Germany), centrifuge, alat
pendingin, tabung eppendorf besar kecil (0,2 ml, 0,5 ml, 1,5 ml), gel
9
documention, mikropipet, tip, tabung vacutainer, rak tabung, elektroforesis,
autoclave, timbangan, dan sarung tangan.
Tahapan Penelitian
1. Koleksi Sampel Darah
Sampel darah diperoleh dari 80 ekor sapi perah di Kabupaten Enrekang.
Pengambilan darah sebanyak 2 ml melalui vena jugularis dilakukan pada tiap ekor
sapi perah yang ditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi antikoagulan
EDTA untuk mencegah penggumpalan darah.
2. Ekstraksi DNA
Isolasi dan pemurnian DNA dilakukan dengan menggunakan Kit DNA
ekstraksi Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti
protocol ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan
dengan menambahkan 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10
mg/ml), kemudian diinkubasi pada suhu 56o C selama 60 menit di dalam
waterbath shaker. Setelah inkubasi, larutan kemudian ditambahkan Ethanol
absolute 96% sebanyak 200 µl dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.
Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan
penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer 1 yang kemudian dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatannya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatannya dibuang,
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada
8.000 x g selama 1 menit untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan
10
disimpan pada suhu -20o C. Pengecekan kualitas DNA hasil ekstraksi kemudian
dilakukan dengan elektroforesis pada gel agarose 1,5 % dengan buffer 1 × TBE
(89 mM Tris, 89 mM asam borat, 2 mM Na2EDTA) yang mengandung 100 ng/ml
ethidium bromide. Kemudian divisualisasi pada UV transiluminator (gel
documentation system).
3. Teknik PCR
Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 µl yang terdiri
atas 100 ng DNA, 0,25 mM masing-masing primer FXID forward dan reverse,
150 µM dNTP, 2,5 mM Mg2+, 0,5 Taq DNA polymerase dan 1 × buffer. Kondisi
PCR mulai dengan denaturasi awal pada suhu 95o C × 10 menit, diikuti dengan 34
siklus berikutnya masing-masing denaturasi 95o C × 30 detik, dengan suhu
annealing yaitu: 55o C × 60 detik, yang dilanjutkan dengan ekstensi: 72o C × 30
detik, yang kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72o C
selama 10 menit dengan menggunakan mesin PCR.
Analisis Data
Keragaman genotype dari 80 ekor individu sapi FH dapat ditentukan dari
pita-pita DNA gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan
berdasarkan ukuran (marker) yang sama dan dihitung frekuensi alelnya.
Frekuensi alel bisa dihitung dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):
11
Keterangan :
Xi = Frekuensi alel ke –i
nii =jumlah sampel yang bergenotif ii (homozigot)
nii = jumlah sampel yang bergenotif ij (heterozigot)
n = jumlah sampel
Sekuensing gen/alel FXID (Factor XI Deficiency)
Genotype yang diperoleh akan dikonfirmasi dengan DNA sekuensing,
sampel yang akan dipilih untuk sekuensing akan dipilih dari genotype normal
(Homozigot) dan carier (Normal Heterozygot). Homologi DNA akan dicek/diuji
dengan mencocokkan sekuens DNA target dari gen Bank (NCBI) dengan
menggunakan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) dari NCBI.
Penentuan alel normal dan mutan akan di analisis dengan menggunakan
software MEGA 5 (Molecular Evolutionary Analisis Genetik) (Tamura, et al.,
2011).
Data kemudian akan dianalisis secara deskriptif untuk menentukan adanya
gen mutan (Resesif) yang bisa menyebabkan kelainan genetik FXID pada
populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi dan Identifikasi Gen FXID pada Sapi Perah
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa seluruh
sampel yang digunakan berhasil diamplifikasi dengan menggunakan mesin
thermocycler Eppendorf. Primer FXID yang digunakan berhasil mengamplifikasi
DNA sampel dengan menghasilkan panjang fragmen dengan ukuran 244 pasang
basa (bp) dan 320 pasang basa (bp) (Gambar 1).
Gambar 1. Hasil amplifikasi dan identifikasi Gen FXID pada mesin PCR, M:
marker 100 bp; 1-7: sampel sapi Perah dari Kabupaten Enrekang; bp
:base pair.
Amplifikasi gen FXID sapi perah pada penelitian ini berhasil dilakukan
dengan suhu annealing 55 oC selama 1 menit. Hal ini sesuai dengan Patel, et al.,
(2007) yang berhasil melakukan amplifikasi gen FXID pada sapi perah dengan
suhu annealing 55 oC selama 1 menit. Hal yang sama juga dilaporkan Ghanem, et
al (2005) yang berhasil mengamplifikasi gen FXID pada sapi perah dengan suhu
annealing 55 oC selama 1 menit. Sedangkan pada penelitian Gurgul, et al (2009)
13
berhasil mengamplifikasi gen FXID pada sapi perah dengan suhu annealing 55 oC
selama 30 detik. Proses amplifikasi gen FXI yang sangat menentukan adalah
suhu annealing/penempelan karena suhu annealing merupakan suhu optimum
yang sangat menentukan primer dapat menempel dengan baik dan diperoleh pita
spesifik dari gen target (Siswanty, 2014).
Genotipe gen FXID pada sampel sapi perah diperoleh melalui pengukuran
panjang fragmen gen FXID menggunakan metode PCR (polymerase chain
reaction). Hasil visualisasi pada gel agarose menunjukkan bahwa panjang
fragmen yang didapatkan adalah 244 bp, dan 320 bp. Genotip yang ditemukan
pada sapi perah dapat dilihat pada Gambar 1.
Alel dengan panjang fragmen 244 bp merupakan genotipe homozigot
(normal), sedangkan alel dengan panjang fragmen 244 bp dan 320 bp adalah
genotipe heterozigot (FXID karier). Hal ini sesuai dengan Marron, et al (2004)
bahwa sapi yang normal memiliki panjang fragmen 244 bp, sapi karier FXID
memiliki dua panjang fragmen 244 bp dan 320 bp, sedangkan sapi mutan
memiliki panjang fragmen 320 bp. Penelitian yang dilakukan Ghanem, et al
(2005); Gurgul, et al (2009) juga menghasilkan panjang fragmen 244 bp pada sapi
perah yang normal serta 244 bp dan 320 bp pada sapi perah karier.
Menurut Gentry and Ross (1993) FXID pada sapi homozigot resesif
menyebabkan terjadinya abortus, pedet mati setelah 48 jam, terjadi pendarahan
hebat pada paru-paru pasca partus, pada pedet homozigot terjadi pendarahan pada
otak dan tulang belakang. Dalam penelitian ini tidak ditemukan genotip
14
homozigot resesif karena sapi yang digunakan sebagai sampel adalah sapi yang
masih hidup.
Frekuensi Genotip dan Alel Gen FXID
Hasil analisis frekuensi genotip dan alel pada fragmen gen FXID pada sapi
perah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi Genotip dan Alel Gen FXID
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 80 sampel yang di uji,
ditemukan 1 individu karier FXID (genotip Ff = 1,25 %; frekuensi alel pembawa
FXID (f) = 0,62 %). Hasil yang diperoleh berbeda dengan hasil penelitian Mahfud
(2009) dalam Siswanty (2014) bahwa dari 676 sampel yang diperiksa, ditemukan
5 individu mengalami karier FXID (frekuensi karier FXID/genotipe Ff sebesar
0,74 % dan frekuensi alel pembawa FXID (f) = 0.004%). Meydan, et al (2009)
melaporkan bahwa frekuensi alel pembawa FXID pada sapi Holstein di Turki
sebesar 0,9 %. Hasil yang diperoleh berbeda karena jumlah sampel yang di uji
lebih sedikit dibandingkan jumlah sampel yang diteliti oleh Mahfud dan Meydan.
Kejadian karier FXID pada sapi FH telah dilaporkan di beberapa negara dengan
frekuensi yang berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel 3.
No. Lokasi
Genotipe (%) Frekuensi
Alel (%)
FF
(homozigot normal)
(n)
Ff
(heterozigot)
(n)
F F
1. Kec. Cendana 98 (49) 2 (1) 0,99 0,01
2. Kec. Angngeraja 100 (30) 0 1 0
Total 98,75 (79) 1,25 (1) 99,37 0,62
15
Tabel 3. Data penelitian dan identifikasi kelainan genetik FXID di beberapa
negara
Negara Jumlah
sampel
Karier Sumber
Jumlah %
Amerika serikat 419 5 1,20 Marron, et al., 2004
Jepang 40 1 2,50 Ghanem, et al., 2005
India 330 2 0,60 Patel, et al., 2007
Republic Czech 279 1 0,36 Citek, et al., 2008
Polandia 103 3 2,91 Gurgul, et al., 2009
Turki 350 4 1,20 Meydan, et al., 2010
Indonesia
Cendana
Anggeraja
50
30
1
0
1,25 Hasil penelitian
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa kelainan genetik FXID yang
ditemukan pada sapi perah di beberapa negara memiliki frekuensi kejadian yang
sangat kecil, yaitu berkisar antara 0,36-2,91%. Gurgul, et al., (2009) melaporkan
kejadian FXID tertinggi di Polandia disebabkan oleh pejantan unggul yang
terdeteksi FXID telah diproduksi semennya sebanyak 8.960 dosis dan telah
diinseminasikan kepada 1.576 ekor betina.
Kelainan genetik FXID pada sapi perah sangat penting untuk dilakukan
agar ternak bebas dari kelainan genetik. Sapi pejantan yang diproduksi semennya
harus bebas dari kelainan genetik karena semen yang akan dihasilkan akan
digunakan untuk mengawini betina-betina produktif yang disebarkan ke seluruh
Indonesia. Selain itu ternak yang terdeteksi membawa alel FXID (karier)
sebaiknya dikeluarkan dari populasi untuk menghindari terjadinya penyebaran alel
FXID.
16
Analisis Hasil Sekuensing Gen FXID
Sekuensing DNA dilakukan untuk mendeteksi keberadaan alel resesif
FXID pada sapi perah. Pada penelitian yang dilakukan, dari seluruh sampel yang
dianalisis diperoleh satu individu karier, sehingga ditemukan adanya insersi
nukleotida pada runutan DNA sampel. (Gambar 3).
Gambar 3. Hasil sekuensing alel normal dan mutan FXID
FXID terjadi karena adanya penyisipan sebanyak 76 pasang basa
nukleotida yaitu pada ekson 12 dapat dilihat pada gambar yang di garis bawahi.
Sedangkan pada sapi normal tidak terjadi penyisipan basa nukleotida pada runutan
DNA. Marron, et al (2004) mengatakan bahwa FXID pada sapi perah terjadi
karena adanya mutasi pada gen Faktor XI ekson 12 di kromosom 27 dengan
penyisipan 76 basa nukleotida. Penyisipan ini terdiri atas runutan poliadenin yang
tidak sempurna yang diikuti oleh berulangnya 14 pasang basa pada sekuen normal
di akhir insersi pada individu FXID (GAA ATA ATA ATT CA). Meydan, et al
(2009) juga melaporkan hasil sekuensing untuk alel pembawa FXID pada sapi
perah ditemukan adanya penyisipan 76 pasang basa yang mengandung urutan
poliadenin dengan stop kodon (TAA).
17
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada populasi sapi perah di Kabupaten Enrekang ditemukan sapi perah
heterozigot (FXID karier) pada kondisi fenotipe normal dengan frekuensi yang
sangat rendah (1,25 %).
Saran
Teknik identifikasi alel pembawa FXID dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya penyebaran kelainan genetik dalam suatu peternakan. Ternak yang
teridentifikasi memiliki alel pembawa FXID sebaiknya dikeluarkan dari populasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Čítek, J., V. Rehout, Hajkova and J. Pavkova. 2006. Monitoring of genetic health
of cattle in the Czech Republic. Veterinary Medicine. 51:333-339.
Dedi, R., A.Dudi, H.Johar, Nenad an S. Cece. 2008. Identifikasi gen IGF dan
hubungannya dengan pertumbuhan dan prolifikasi sebagai dasar seleksi
bibit domba Garut berkelanjutan di kelompok peternak Tunas Rahayu
Wanaraja Garut. Laporan akhir hibah penelitian.Fakultas Peternakan.
Universitas Padjajaran.
Gentry, P. A., and B. D. Black. 1980. Prevalence and inheritance offactor XI
(plasma thromboplastin antecedent) deficiency incattle. Journal Dairy
Science. 63:616-620.
Gentry, P. A. 1984. The relationship between factor XI coagulant and factor XI
antigenic activity in cattle. Journal of Complementary Medicine. 48:58-62.
Gentry, P. A., Ross M. L. 1993. Coagulation Factor XI deficiency in holstein
cattle : expression and distribution of Factor XI activity. Canadian Journal
of Veterinarian Research. 57:242-247.
Ghanem, M. E., and M. Akita, T. Suzuki, A. Kasuga and M. Nishibori. 2008.
Complex vertebral malformation in Holstein cow in Japan and its
inheritance to crossbred F1 generation. Animal Reproduction Science.
103:348-354.
Ghanem, M. E., M. Nishibori, T. Nakao, K. Nakatani and M. Akita. 2005. Factor
XI mutation in a Holstein cow with repeat breeding in Japan. Journal of
Veterinary Medical Science. 67:713-715.
Gurgul, A., Rubiś, and E. Slota. 2009. Identification of carriers of the mutation
causing coagulation factor XI deficiency in Polish Holstein-Friesian cattle.
Journal of Applied Genetics. 50:149-152.
Khade, S.B., V.D. Pawar, A.Y. Doiphode, M.P. Sawane and U.D. Umrikar. 2014.
Genotyping of Holstein Friesian crossbred cattle for CVM and FXI
deficiency loci. Indian Journal of Veterinary and Animal Science
Research. 43 (5) :340 – 345.
Kunieda, M., T. Tsuji, A.R. Abbasi, M. Khalaj, M. Ikeda, K. Miyadera, H. Ogawa
and T. Kunieda. 2005. An insertion mutation of the bovine FXI gene is
responsible for factor XI deficiency in Japanese Black cattle. Mammalian
Genome. 16:383-389.
19
Liptrap, R. M., P. A. Gentry, M. L. Ross and E. Cummings. 1995. Preliminary
findings of altered follicular activity in Holstein cows with coagulation
factor XI deficiency. Veterinary Research Communications. 19:463-471.
Marron, B. M., J. L. Robinson, P. A. Gentry and J. E. Beever. 2004. Identification
of amutation associated with factor XI deficiency in Holstein cattle.
Animal Genetics. 35:454-456.
Meydan, H., M. A. Yildiz, F. Ozdil, Y. Gedik and C. D. W. Ozbeyaz. 2009.
Identification of factor XI deficiency in Holstein cattle in Turkey. Acta
Veterinaria Scandinavica. 51(5): 1-4.
Meydan, H., M. A. Yildiz, and J. S. Agerholm. 2010. Screening for bovine
leukocyte adhesion deficiency, deficiency of uridine monophosphate
synthase, complex vertebral malformation, bovine citrullinemia, and factor
XI deficiency in Holstein cows reared in Turkey. Acta Veterinaria
Scandinavica. 52(56) :1-8.
Nei, M. and S. Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford
University Press, New York.
Patel, R. K., K. J. Soni, J. B. Chauhan, K. M. Singh, and K. R. S. Rao. 2007.
Factor XI deficiency in Indian Bos Taurus, Bos indicus, Bos Taurus x Bos
Indicus crossbreds and Bubalus Bubalis. Genetic Molecular Biology.
30:580-583.
Perwitasari, D., A. Anggraeni, B. Tiesnamurti, N. Khabibah, dan K. Mahfud.
2009. Identifikasi Molekular Beberapa Kelainan Genetik pada Sapi Perah.
Laporan Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan
Tinggi (KKP3T). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sirajuddin, S.N., H. Siregar, B. Juanda, dan A.H. Dharmawan. 2011. Perbedaan
Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Usaha Sapi Perah di Propinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Aktualita. Kopertis Wilayah IX Sulawesi. 6:1-12.
Siswanty, S. W. 2014. Deteksi Kelainan Genetik Sapi Bali Menggunakan Gen
FXI (Factor XI) dan SLC35A3 (Solute Carrier Family 35 Member 3).
Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sridianti. 2014. Pengertian keragaman genetik. http://www.sridianti.com. Diakses
tanggal 12 Mei 2015.
Sumadi, T., E. Hartatik, Romjali, S. Subandriyo, Subandiyah dan Hartati. 2008.
Identifikasi Karakteristik Genetik Sapi PO dan Silangannya di Peternakan
Rakyat. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) TA. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
20
Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa
Teknik Genetika Molekuler. Program Studi Biologi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. ©2003
Digitized By Usu Digital Library.
Tamura, K., D., N. Peterson, G. Peterson, Stecher, M. Nei and S. Kumar. 2011.
MEGA5: Molecular evolutionary genetics analysis using maximum
likeleblood, evolutionary distance, and maximum parsimony methods.
Molecular Biology and Evolution. 28:2731-2739.
Van der Warf, J. 2000. An overview of animal breeding programs. Di dalam:
Kinghorn B, Van der Werf J, editor. QTL course: Identifiying and
Incorporating Genetic Markers and Major Genes in Animal Breeding
Programs. Armidale, Australia : University of New England.
Weller, J. I. 2001. Quantitative Trait Loci Analysisin Animals. CABI Publishing,
New York, USA.
Whitlock B. K., L . Kaiser, and H. S. Maxwell. 2008. Heritable bovine fetal
abnormalities. Theriogenology 70:535-549.
21
Lampiran. Dokumentasi Penelitian
KOLEKSI SAMPEL DARAH DAN DNA
EKSTRAKSI DNA TEKNIK PCR
PROSE ELEKTROFORESIS MENGGUNAKAN AGAROSE
22
RIWAYAT HIDUP
MUTMAINNAH (I111 11 032) lahir di Pinrang, pada
tanggal 28 Juli 1993 dari pasangan Drs. Hasanuddin dan
Suarni. Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-
Kanak di TK Dharma Wanita pada tahun 1999.
Kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar di SD 3
Carawali dan tamat pada tahun 2005, kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Watang Pulu, tamat
pada tahun 2008 dan melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Kejuruan di
SMK Negeri 1 Watang Pulu pada tahun 2011. Pada tahun yang sama pula, penulis
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Jalur
Undangan di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Selama kuliah penulis pernah menjadi Asisten di
Laboratorium Ternak Unggas dan Laboratorium Reproduksi Ternak. Penulis juga
merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Universitas
Hasanuddin (HIMAPROTEK-UH) dan anggota Unit Tenis Meja Universitas
Hasanuddin (UTMUH) periode 2014-sekarang.