8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
1/44No. 30 Jan-Apr/2011
Buletin SMERU lainnya tersedia di
www.smeru.or.id.
Other newsletters are available on
www.smeru.or.id.
H e r r y W i d j a n a r
k o / S M E R U
DARI EDITOR/
FROM THE EDITOR 2
PROLOG 3
PENDIDIKAN/EDUCATION 6
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Sembilan Tahun melalui Pemetaan Kondisi
Anak Tidak/Putus Sekolah Jenjang
Pendidikan Dasar pada Masyarakat
Marginal di Nusa Tenggara Barat
Accelerang the Compleon of the
Compulsory Nine-Year Educaon Program
through Mapping the Condion of Children
Not Aending/Dropping Out of PrimarySchool in Marginalized Communies in
West Nusa Tenggara
PERKEMBANGAN ANAK DAN
REMAJA/CHILD AND YOUTH
DEVELOPMENT 13
Analisis Strategi Intervensi terhadap
Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) di
Lembah Balim, Papua: Apakah Sesuai dengan
Konteks Potensi Budaya Lokal?
Analysis of Intervenon Strategies towards
Early Childhood Development (ECD) in
Lembah Balim, Papua: Are They Culturally
Appropriate?
PERLINDUNGAN ANAK/CHILD
PROTECTION 21
Meninjau Kembali Kebijakan dan Program
bagi Anak Jalanan di Indonesia
Rethinking Policies and Programs for Street
Children in Indonesia
KESEHATAN/HEALTH 29
Potret Kesehatan dan Pengembangan Anak
Usia Dini di Indonesia: Hasil Baseline
A Snapshot of Health and Early Childhood
Development in Indonesia: Baseline Results
OPINI/OPINION 41
Anak dan Peranan Negara dalam Parens
Patriae
Children and the Role of the State as Parens
Patriae
As par o is ongoing suppor o heGovernmen o Indonesia or posiiveresuls or children, UNICEF iniiaed heConerence on esearch on Child Issues in
Indonesia which ook place on 22 November2010 in Jakara, under he leadership o
Bappenas, and he echnical coordinaion o
Te SMEU esearch Insiue. UNICEFhopes ha he “message” o he conerence and,in paricular, he findings o he our bes paperswhich are presened in his newsleter will be
urher disseminaed, discussed, and used oenhance work or he realizaion o children’srighs in Indonesia. (Continued on page 3)
Sebagai bagian dari dukungan berkelanjuan UNICEF bagi PemerinahIndonesia unuk memberikan hasil-hasil
yang posii bagi anak-anak, UNICEFmenyelenggarakan Konerensi Peneliianmengenai Isu-Isu enang Anak di Indonesia
yang dilaksanakan pada 22 November
2010 di Jakara di bawah arahan Bappenasdan koordinasi eknis SMEU. UNICEF berharap “pesan” konerensi dan, khususnya,emuan-emuan yang dipaparkan melaluiempa makalah erbaik dalam buleinini akan disebarluaskan, dibahas, dandigunakan demi peningkaan upayamewujudkan hak-hak anak di Indonesia.(Bersambung ke hlm. 3)
KONFERENSI PENELITIAN MENGENAI
Isu-Isu AnAk dI IndonesIA
CONFERENCE ON RESEARCH ON CHILD
ISSUES IN INDONESIA
www.unicef.or.id | www.smeru.or.id
E d i s i
k h u
s u s
K o n f e r e n
s i I s u
A n a
k
S p e c i a l e
d i t i o
n
C o n f e r
e n c e
o n C h
i l d I s s u
e s
NEWSLETTE
No. 30 Jan-Apr/20
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
2/442 Bulet in | Newslet ter
SMERU is an independent institution for research and policy
studies which professionally and proactively provides accurate
and timely information as well as objective analysis on various
socioeconomic and poverty issues considered most urgent and
relevant for the people of Indonesia.
With the challenges facing Indonesian society in poverty reduction,
social protection, improvement in social sector, development
in democratization processes, and the implementation of
decentralization and regional autonomy, there continues to be a
pressing need for independent studies of the kind that SMERU
has been providing.
adalah sebuah lembaga penelitian independen
yang melakukan penelitian dan pengkajian kebijakan
publik secara profesional dan proaktif, serta menyediakan
informasi akurat, tepat waktu, dengan analisis yang
objektif mengenai berbagai masalah sosial-ekonomi dan
kemiskinan yang dianggap mendesak dan penting bagi
rakyat Indonesia.
Melihat tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia
dalam upaya penanggulangan kemiskinan, perlindungan
sosial, perbaikan sektor sosial, pengembangan demokrasi,dan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, maka
kajian independen sebagaimana yang dilakukan oleh
SMERU selama ini terus dibutuhkan.
The SMERU newsletter is published to share ideas and to
invite discussions on social, economic, and poverty issues in
Indonesia from a wide range of viewpoints. The findings, v iews,
and interpretations published in the articles are those of the
authors and should not be attributed to SMERU or any of the
agencies providing financial support to SMERU. Comments are
welcome. If you would like to be included on our mailing list,
please visit our website or send us an e-mail.
Jl. Cikini Raya No. 10A,
Jakarta 10330 Indonesia
Phone: 6221-3193 6336; Fax: 6221-3193 0850
e-mail: [email protected] ; website: www.smeru.or.id
Buletin SMERU diterbitkan untuk berbagi gagasan danmengundang diskusi mengenai isu-isu sosial, ekonomi,
dan kemiskinan di Indonesia dari berbagai sudut pandang.
Temuan, pandangan, dan interpretasi yang dimuat dalam
buletin SMERU sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
dan di luar tanggung jawab SMERU atau badan penyandang
dana SMERU. Silahkan mengirim komentar Anda. Jika Anda
ingin terdaftar dalam mailing list kami, kunjungi situs web
SMERU atau kirim e-mail Anda kepada kami.
REDAKSI/EDITORIAL STAFF:
Editor/Editors: Liza Hadiz,
Budhi Adrianto, Mukti Mulyana
Penerjemah/Editor Bahasa Inggris /
English Translators/Editors: Budhi Adrianto, Mukti Mulyana,
Perancang Grafs / Graphic Designer: Novita Maizir
Distribusi / Distribution: Mona Sintia
DEWAN REDAKSI/EDITORIAL BOARD:
Asep Suryahadi, Syaikhu Usman,
Nuning Akhmadi, Widjajanti I. Suharyo
DAR I E D I T O R F ROM T H E E D I T O R
Pembaca yang Budiman,
Pada perengahan 2010, Lembaga Peneliian SMEU dan UNICEF memulai kesama unuk mempromosikan isu-isu mengenai anak, kerenanan, dan kemiskinaSebagaimana yang mungkin elah dikeahui oleh sebagian pembaca, sudah lebih dari sa
dekade SMEU berada di garis depan dalam melakukan peneliian dan menghasilk
analisis-analisis di bidang yang berkaian dengan kemiskinan dalam pengerian luas, sepe
perlindungan sosial, kesehaan, dan pendidikan. Menginga komimen Indonesia erhadujuan Pembangunan Milenium, maka kerja sama dengan UNICEF unuk memerhaik
kelompok-kelompok spesifik, dalam hal ini anak-anak, merupakan langkah maju yang ep
waku bagi SMEU.
Selaras dengan misi SMEU, kerja sama dengan UNICEF ini melipui empa aspe
kajian enang kemiskinan dan disparias anak, konerensi enang isu-isu anak dalam rang
mengundang rekomendasi-rekomendasi unuk pengembangan kebijakan, penerbi
naskah-naskah kebijakan bersama unuk memengaruhi kebijakan enang anak d
perempuan, dan peningkaan kapasias kelembagaan unuk mendukung lembaga-lemba
pemerinah dan LSM.
Bulein SMEU edisi ini merupakan indak lanju dari konerensi ahun lalu ya
Peneliian enang Isu-Isu Anak di Indonesia, yang merupakan kerja sama anara UNICEBappenas, dan SMEU. Edisi ini menyajikan empa makalah peneliian erbaik yang dipi
dari konerensi ersebu.
Sebagai lembaga peneliian yang mempromosikan pembuaan kebijakan berbasis buk
SMEU berharap bahwa inisiai ini akan membanu mengurangi kesenjangan ana
peneliian, kebijakan, dan prakik.
Selama membaca.
Liza Hadiz
Edior
Dear Readers,
I n mid-2010, Te SMEU esearch Insiue and UNICEF iniiaed a collaboraion promoe issues concerning he child, vulnerabiliy, and povery. As some o our readers malready know, he Insiue has been in he oreon o conducing sudies and producing analyon a wide range o areas relaed o povery, e.g., social proecion, healh, and educaion, or ova decade. Considering Indonesia’s commimen o he MDGs, working wih UNICEF o lookspecific groups, in his case children, is a imely sep orward or SMEU.
In line wih SMEU’s mission, his collaboraion wih UNICEF includes our aces: a suon child povery and dispariy, conerence on child issues o invie recommendaions or polresponses and developmen, he publicaion o join policy papers o influence policies on childr
and women, and insiuional capaciy building o suppor governmen insiuions and NGOs Tis ediion o SMEU’s newsleter is a ollow-up o las year’s Conerence on esearch Child Issues in Indonesia, which was a collaboraion beween UNICEF, Bappenas, and SMETis ediion presens he our bes research papers seleced om he conerence.
As a research insiue promoing evidence-based policymaking , SMEU hopes ha iniiaive will help narrow he gap beween research, policy, and pracice.
We hope you enjoy his ediion.
Liza Hadiz Edior
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
3/44No. 30 Jan-Apr/2011
K onerensi ini merupakan konerensi berema peneliianmengenai isu-isu enang anak yang diselenggarakanunuk perama kalinya di Indonesia. Konerensi ini berhasilmengumpulkan para penelii, pengambil kebijakan, dan prakisiunuk berbagi dan membahas 24 makalah, sera memamerkan 5poser peneliian yang dikelompokkan ke dalam empa ema, yakni
pendidikan, kesehaan, perlindungan anak, dan perkembangananak/remaja. Keduapuluhempa makalah ersebu merupakanhasil pemilahan dan pemilihan oleh para ahli di bidangnya dariBappenas, UNICEF, dan SMEU secara saksama dari 85 makalah
yang dikirim dari seluruh penjuru negeri. Konerensi yangmerupakan iik puncak kerja semua pihak selama berbulan-bulanini dihadiri oleh pejaba senior pemerinah, anggoa DP, saahli pemerinah, organisasi masyaraka sipil, penelii/akademisi,organisasi PBB dan organisasi inernasional lainnya, dan media.Konerensi ini dibuka oleh Depui Bidang Sumber Daya Manusiadan Kebudayaan, Meneri Negara PPN/Bappenas, Dra. NinaSardjunani, M.A.; Wakil Meneri Pendidikan Nasional, Pro. Dr.
Fasli Djalal, Ph.D.; dan Sekrearis Meneri Negara PemberdayaanPerempuan dan Perlindungan Anak, Dra. Sri Dani, M.A. Secaraumum, konerensi ini dipandang sebagai suau erobosan unukmemperemukan para pembua kebijakan dan prakisi dengan
beberapa peneliian erbaru yang dilakukan para penelii diIndonesia. Semanga, peneliian dan analisis yang berkualias,
berbagai sudu pandang baru, dan rekomendasi-rekomendasipara penelii yang ambil bagian dalam konerensi ini sangamengesankan dan perlu mendapa penghargaan yang inggi.
he conerence, he firs o is naure in Indonesia, successubrough ogeher researchers, policymakers, and praciionersshare and discuss over 24 papers and five poser presenaions undhe headings o educaion, healh, child proecion, and child/youdevelopmen. Tese 24 were careully seleced by secoral expe
om Bappenas, UNICEF, and SMEU om over 85 submissio
om around he counry. Te conerence was he culminaion several monhs o work on all sides. Te conerence isel was very watended by senior governmen officials, members o he parliameoher governmen expers, civil sociey organizaions, researcheracademics, oher UN and inernaional organizaions, as well he media. I was opened by he Depuy or Human esources aCulural Affairs, Sae Minisry or Naional Developmen Plannin
Bappenas, Dra. Nina Sardjunani, M.A .; he Depuy Miniser Naional Educaion, Pro. Dr. Fasli Djalal, Ph.D.; and he Secreao he Sae Miniser or Women Empowermen and Child Proecio
Dra. Sri Dani Anwar, M.A . Te conerence was widely seen asbreakhrough in exposing policymakers and praciioners o som
o he laes research underaken by Indonesian researchers. Tenhusiasm, qualiy research and analysis, new perspecives, asuggesed recommendaions o he researchers were indeed impressand need o be highly appreciaed.
konferensI PenelItIAn MengenAI Isu-Isu AnAk dI IndonesIA
CONFERENCE ON RESEARCH ON CHILD ISSUES IN INDONESIA
Angela Kearney*
* Angela Kearney adalah kepala perwakilan UNICEF di Indonesia. * Angela Kearney is UNICEF Indonesia counry represenaive.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
4/444 Bulet in | Newslet ter
P R O L O G
Semua jerih payah iu dibangun di aas komimen kuaPemerinah Indonesia unuk mewujudkan hak-hak anak Indonesia,khususnya anak-anak yang erpinggirkan, miskin, dan renan,seperi yang ercermin dalam berbagai kesepakaan nasional daninernasional, ermasuk encana Pembangunan Jangka Menengah(PJMN) dan Pea Jalan ujuan Pembangunan Milenium.Dukungan aas segala upaya Pemerinah Indonesia ersebu perlusegera diberikan melalui peneliian dan pengumpulan buki
yang berkualias yang naninya dapa memandu penyusunanaau perbaikan kerangka kebijakan, undang-undang, perauran,perencanaan, dan anggaran. Pembuaan kebijakan berbasis bukimerupakan kunci menuju erwujudnya kepemimpinan dan kerja
yang eeki dan efisien di bidang pembangunan.
Sambuan para pembua kebijakan, prakisi, dan penelii aasdilaksanakannya konerensi ini membesarkan hai. Sejumlahkegiaan lanjuan pun elah dilakukan, seperi diunggahnyasemua presenasi dan prosiding konerensi di laman para mirapenyelenggara, erbenuknya jejaring penelii yang beberapa di
anaranya elah diundang unuk menghadiri berbagai konerensidan menyampaikan makalah-makalah mereka kepada peneliilain, dan diserakannya para penelii pesera konerensi dalamsebuah milis penelii di bidang masalah anak yang baru sajadibenuk ([email protected]) dan dalam sebuah
jaringan penyusunan kebijakan berbasis buki yang melibakanpenelii dan masyaraka sipil ([email protected]) yangdiasiliasi oleh SMEU, sebagai subkomunias dari Evidence-
based Policy in Developmen Nework (ebpdn) Plaorm(silahkan kunjungi htp://parnerplaorm.org/ebpdn).Selain iu, UNICEF elah melakukan dialog dengan sejumlahlembaga peneliian kunci di Indonesia mengenai peluang unuk
mendukung pembenukan jejaring penelii dan evaluaor yang bekerja di isu-isu anak. Di samping iu, UNICEF dan mira-miranya sedang memperimbangkan kemungkinan diadakannyakonerensi sejenis pada 2011 yang dilandaskan pada berbagaipelajaran yang dipeik dari proses konerensi 2010. Bulein ini
juga akan memasikan penyebarluasan beberapa makalah erbaikdalam konerensi ersebu.
Sesi akhir konerensi ini menghasilkan beberapa rekomendasi beriku:a) memperbaiki kebijakan umum, perauran, dan undang-undang
mengenai isu-isu anak; b) memperbaiki penerapan program/kegiaan menyangku anak-anak demi peningkaan dan percepaan cakupan dan kualiasprogram/kegiaan ersebu;
c) memberikan inormasi ambahan unuk membanu keluargadan masyaraka memahami peningnya pengasuhan anaksecara memadai; dan
d) meningkakan koordinasi anar- dan linas sekor baik di ingkapusa maupun daerah berkaian dengan kesejaheraan anak.
Such endeavors build on he Governmen o Indonesia’s srocommimen o he realizaion o he righs o Indonesian childrenespecially marginalized, poor, and vulnerable childrenas exemplifiin is inernaional and naional commimens, including he Naion
Medium-erm Developmen Plan (PJMN) and he MDGs oadma I is indeed crucial o suppor he governmen in is effors hrouqualiy research and evidence collecion which can urher guide developmen or revision o policies, legislaion, regulaions, planninand budgeing ameworks. Evidence-based decision-making is he ko effecive and efficien developmen leadership and work.
Te recepion o he conerence by policymakers, praciioneand researchers is encouraging and a number o ollow-up acivihave already been underaken. Tese include he availabiliy o all
presenaions and proceedings on parners’ websies, he neworkiamongs he researchers, wih some o hem already having beinvied o oher conerences o urher share heir papers wih ohresearchers, as well as he inclusion o all he researchers in a newcreaed mailing lis o researchers in child issues (penelii_anak
yahoogroups.com) and in he evidence-based nework o researchand civil sociey ([email protected]) aciliaed by SMEas he subcommuniy o Evidence-based Policy in Developme
Nework (ebpdn) Plaorm (please visi htp://parnerplaorm.orebpdn). In addiion, UNICEF is engaged in a dialogue wih some
Indonesia’s key research insiuions on he possibiliy o supporing esablishmen o a nework o researchers and evaluaors working children’s issues. Furhermore, UNICEF and is parners are explorihe possibiliy o underaking anoher conerence in 2011, buildialso on he lessons learned om he 2010 process. Tis newsleter walso ensure urher sharing o some o he bes papers presened in conerence.
Te final session o he conerence se ou he ollowirecommendaions:a) Improving he general policies, laws, and regulaions concern
child issues;b) Improving he implemenaion o child-relaed programme
aciviies o increase and accelerae heir coverage and qualiy;c) Providing addiional inormaion or he benefi o amilies a
public on he imporance o appropriae childcare; andd) Furher enhancing coordinaion amongs and across secors a
cenral and local levels around children’s wellbeing.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
5/44No. 30 Jan-Apr/2011
Konerensi diawali dengan pidao kunci dari Pro.
Dr. Fasli Jalil, Ph.D. dan Dra. Sri Dani, M.A.
Te conerence begins wih keynoe speeches by Pro.
Dr. Fasli Jalil, Ph.D. and Dra. Sri Dani, M.A.
P R O L O G
Arikel perama dalam bulein ini beremakan pendidikan dandiulis oleh Sukardi, M.Pd. Arikel ini membahas masalah seriusmengenai kondisi anak-anak dari komunias yang erpinggirkan
yang puus sekolah di ingka pendidikan dasar. Arikel inimembahas siuasi dan koneks masalah anak-anak puus sekolahdan memberikan saran-saran kebijakan alernai, ermasuk
yang berkenaan dengan beasiswa, berbagai prakarsa berbasismasyaraka, dan kampanye pendidikan. Arikel kedua yang diulisoleh Amelia Maika, M.A., M.Sc. membicarakan perkembangananak usia dini dan memberikan landasan bagi peneliian sejenisdi masa daang. Arikel ini menyerukan kebuuhan mendesakakan banuan lebih lanju bagi keluarga dan pencipaan kondisi
yang mendukung ahun-ahun awal perkembangan anak. Arikelkeiga yang diulis oleh Muhrisun Aandi, B.S.W., M.Ag., M.S.W.membahas enang penganiayaan anak dan, khususnya, beragamanangan yang dihadapi oleh anak-anak yang hidup dan bekerjadi jalanan. Arikel ini menanang kerangka-kerangka konsepual
yang saa ini dipakai dan menyerukan kebuuhan akan kerangka yang erbarui dan lebih sesuai, sera perencanaan yang lebih baik
bagi anak-anak ini. Arikel keempa diulis oleh Nurman Siagian,M.A. Arikel ini menyoroi berbagai prakarsa berkaian denganperkembangan anak usia dini di Lembah Balim, Papua, danmerekomendasikan penekanan yang lebih kua pada perspeki
budaya lokal dan adapasi program nasional erhadap kondisilokal. Selain keempa arikel ersebu, ada arikel lain yang diulisoleh Pro. Dr. Irwano, Direkur Pusa Kajian Perlindungan Anak,Universias Indonesia. Arikel ini menyoroi pendapa penulisenang anak dan peran negara sebagai pariae parens.
UNICEF berharap makalah-makalah ersebu, beriku emuandan rekomendasi para peneliinya, dapa memperkaya karya Anda.
UNICEF mendorong Anda unuk berbagi bulein ini denganeman sejawa dan mira Anda dalam rangka penyebarluasan serapembahasan lebih lanju enang subjek yang sanga pening ini.
UNICEF berharap dapa menjalin kerja sama lebihlanju dengan komunias akademis dan peneliian diIndonesia dan berperan dalam menjembaani hasilkerja para penelii dengan hasil kerja para prakisidan pengambil kebijakan di masa yang akan daang,eruama yang berkaian dengan anak-anak yang
berada pada posisi yang paling lemah dan sayangnya
eap dalam kondisi miskin dan renan, meskipun banyak pihak meliha kemajuan pembangunan diIndonesia.n
Te firs aricle in his newsleter by Sukardi, M.Pd., on educaiodeals wih he serious issue o he condiions o children who drou o primary school in marginalized communiies. I reviews siuaion and conex, and provides alernaive policy suggesioincluding wih regards o scholarships, communiy-based iniiaivand educaion campaigns. Te second aricle by Amelia Maika, M. A
M.Sc. addresses he issue o early childhood developmen, providia baseline or uure work, wih a srong call or urher suppor
amilies and heir provision o he supporive condiions needed in early years. Te hird, auhored by Muhrisun Aandi, B.S.W., M.A
M.S.W., deals wih issues o child abuse and, in paricular, he challeng aced by children living and working on he srees. I challenges concepual ameworks ha are currenly in place and calls or a moup-o-dae and suiable amework as well as improved programm
or hese children. Te ourh aricle by Nurman Siagian, M.A. ocuon early childhood developmen iniiaives in Balim Valley, Papuand recommends a sronger ocus on local culural perspecives aadapaion o naional programmes o he local conex. In addiionhese our aricles, here is anoher aricle writen by Pro. Dr. Irwan
Direcor o Cener on Child Proecion, he Universiy o IndonesTe aricle highlighs his opinion on children and he role o he saas parens pariae.
UNICEF hopes ha hese papers, along wih heir findinand recommendaions, will inorm some o your work. You are aencouraged o share he newsleter urher wih your colleagues a
parners or urher disseminaion and discussions around hese veimporan subjec maters.
UNICEF looks orward o urher collaboraing wih academic and research communiy in Indonesia and being able o pl
a role in linking he work o researchers o ha o praciioners a policymakers in he uureespecially around children, who are ma risk and sadly, despie he progress winessed by many in Indonesofen remain in condiions o povery and vulnerabiliy.n
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
6/446 Bulet in | Newslet ter
S u k a r d i
PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR SEMBILAN TAHUN
MELALUI PEMETAAN KONDISI ANAK TIDAK/PUTUS SEKOLAH
JENJANG PENDIDIKAN DASAR PADA MASYARAKAT MARGINAL DI
NUSA TENGGARA BARAT
ACCELERATING THE COMPLETION OF THE COMPULSORYNiNe-Year educatioN Program through maPPiNg the
CONDITION OF CHILDREN NOT ATTENDING/DROPPING OUT OF
PRIMARY SCHOOL IN MARGINALIZED COMMUNITIES IN
WEST NUSA TENGGARA
Sukardi, M.Pd.*
Laar Belakang
Secara nasional, ujuan pendidikan dileakkan pada igapilar, yaiu (i) pemeraaan kesempaan dan perluasan akses; (ii)
peningkaan muu, relevansi, dan daya saing; dan (iii) penguaanaa kelola, akunabilias, dan penciraan publik. Pemeraaankesempaan dan perluasan akses merupakan salah sau upayameningkakan kualias sumber daya manusia yang dapa dicapaimelalui pencipaan dan peningkaan layanan pendidikan bagiseluruh warga negara Indonesia. Berkaian dengan hal iu,Pemerinah mengeluarkan Insruksi Presiden No. 5 ahun 2006
Background
Naionally, he goal o educaion is placed on hree pillanamely (i) equalizaion o opporuniies and increase o acce
(ii) improvemen o qualiy, relevance, and compeiiveness; a(iii) srenghening o governance, accounabiliy, and public ima
Equalizaion o opporuniies and increase o access are atemps improve he qualiy o human resources ha can be achieved hrouhe creaion and improvemen o educaional services or all ciizeo Indonesia. In relaion o his, he governmen issued Presiden
Insrucion No. 5 o 2006 on he Movemens or Acceleraing
* Sukardi adalah dosen di Fakulas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UniversiasMaaram.
* Sukardi is a lecurer a he Faculy o eacher raining and Educaion (FKIP) o MaarUniversiy.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
7/44No. 30 Jan-Apr/2011
PENDIDIKAN EDUCATION
enang Gerakan Percepaan Penunasan Wajib Belajar 9 ahundan mencanangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar(Wajar Dikdas) 9 ahun yang Bermuu dan unas pada 2008.Kebijakan nasional ini seyogianya diadopsi oleh pemerinahdaerah melalui perumusan program dan sraegi yang epa.Namun, unuk iu perlu diliha erlebih dahulu pea permasalahanpendidikan di daerah, melalui kajian daerah conoh. Arikel inimenampilkan Provinsi Nusa enggara Bara (NB) sebagai sudikasus.
Permasalahan yang dihadapi oleh anak yang bersekolahmaupun yang idak bersekolah dapa dipecahkan jika poensi lokal
bagi pengembangan pendidikan pada masyaraka marginal dapadiidenifikasi (Supeno, 2007; Slame, 2008). Berkaian denganpercepaan penunasan Wajar Dikdas 9 ahun, perlu dilakukanpemeaan enang kondisi anak usia sekolah (AUS) yang idak
bersekolah, eruama AUS dikdas, pada masyaraka marginal.Secara umum, aka yang berkaian dengan masalah pendidikandi Provinsi NB adalah (i) belum erpenuhinya Wajar Dikdas
9 ahun; (ii) angka parisipasi kasar (APK)/angka parisipasimurni (APM) masih rendah; (iii) kondisi anak idak dan/aaupuus sekolah pada masyaraka marginal kurang jelas; (iv)inormasi penyebabnya kurang jelas; (v) pemahaman mengenaipermasalahan krusial yang dihadapi anak kurang memadai;dan (vi) upaya mengaasi permasalahan ersebu lamban dancenderung idak menyenuh akar permasalahan.
Dengan laar belakang di aas, kajian ini dilakukan unukmengeahuia) persebaran anak usia Wajar Dikdas 9 ahun (7–15 ahun)
yang idak dan/aau puus sekolah di Provinsi NB;
b) persebaran anak usia Wajar Dikdas 9 ahun yang idak dan/aau puus sekolah pada masyaraka marginal;
c) pore kondisi AUS dikdas pada masyaraka marginal yangidak mengenyam/melanjukan pendidikan;
d) akor-akor yang menyebabkan AUS pada masyarakamarginal idak mengenyam/ melanjukan pendidikan di
jenjang dikdas;e) permasalahan krusial yang langsung dihadapi anak pada
masyaraka marginal berdasarkan ilikan AUS dan orang uapada masyaraka ersebu; dan
) benuk kebijakan yang perlu diambil baik oleh Pemerinah
Provinsi NB maupun pemerinah kabupaen/koa diProvinsi NB unuk menunaskan Wajar Dikdas 9 ahun.
Meode Peneliian
Kajian ini menggunakan pendekaan kualiai denganpengumpulan daa melalui kajian dokumen, wawancara mendalam,dan diskusi kelompok erokus (FGD). Selain iu, pengumpulandaa juga menggunakan kuesioner unuk mendapakan inormasi,anara lain, mengenai laar belakang sosial-ekonomi, pekerjaanorang ua, riwaya pendidikan, dan cia-cia anak. Dengan
Compleion o he Compulsory Nine-Year Educaion Program alaunched he Compulsory Nine-Year Qualiy and Torough Ba
Educaion Program in 2008. Tis naional policy should be adopby local governmens hrough he ormulaion o appropriae prograand sraegies. However, i is necessary o firs see he problems educaion in he region, hrough a sudy o a sample area. Tis ari
presens Wes Nusa enggara (NB) Province as a case sudy.
Te problems aced by children who atend school as well as howho do no can be solved i local poenials or he developmen educaion in marginalized communiies are idenified (Supeno, 200Slame, 2008). In relaion wih he acceleraion o he compleionhe Compulsory Nine-Year Basic Educaion, he condiion o schoage children no atending school, especially in basic educaion, marginalized communiies has o be mapped. In general, he arelaing o he problems o educaion in he Province o NB are h(i) he Compulsory Nine-Year Basic Educaion has no been ulfille(ii) he gross enrollmen rae (GE)/ne enrollmen rae (NE)sill low; (iii) he condiion o children no atending/dropping o
o school in marginalized communiies is no quie clear; (iv) inormaion on he causes o he problems is no clear enough; (v) undersanding o crucial problems aced by children is inadequaand (vi) effors o overcome hese problems are slow and end no address he roo o he problems.
Wih such background, his sudy was conduced o undersanda) he disribuion o children aged 7–15 yearshe age range
he Compulsory Nine-Year Basic Educaionwho do no atendrop ou o school in NB Province;
b) disribuion o children aged 7–15 years who do no atend/drou o school in marginalized communiies;
c) porrai o he condiion o basic-educaion-age children marginalized communiies who do no atend/drop ou o schoo
d) acors ha cause basic-educaion-age children in marginalizcommuniies no o atend/drop ou o school;
e) crucial problems acing children in marginalized communibased on he insigh o he children as well as he parens in communiy; and
) policies ha need o be aken boh by he NB ProvincGovernmen and kabupaen (disric)/ koa (ciy) governmein NB o complee he Compulsory Nine-Year Basic Educai
program.
Research Methods
Tis sudy uses a qualiaive approach and he daa is collechrough documen reviews, in-deph inerviews, and ocus grodiscussions (FGDs). In addiion, he daa collecion also usquesionnaires o obain inormaion on he socioeconomic backgroun
parens’ livelihood, schooling hisory, and aspiraion o he childr By considering he locaion o he sudy areas and aking ino accouhe condiion o marginalized communiies in NB Province,
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
8/448 Bulet in | Newslet ter
Kondisi sosial-ekonomi keluarga yang kurang
mendukung menjadi penyebab uama anak idak
sekolah aau puus sekolah.Unavorable socioeconomic condiion o he amily
has become a major cause o children no atending or
dropping ou o school.
PENDIDIKAN
S u k a r d i
memperhaikan leak daerah kajian dan memperhiungkan kondisimasyaraka marginal di Provinsi NB, penelii meneapkan igakabupaen sebagai lokasi peneliian, yaiu Kabupaen SumbawaBara (KSB) yang mewakili daerah erpencil/erasing, KabupaenLombok imur (KL) yang mewakili daerah rawan konflik,dan Kabupaen Lombok Uara (KLU) yang mewakili daerah/masyaraka miskin.
Subjek yang diwawancarai dan dilibakan dalam FGD adalah40 AUS pendidikan dasar, yaiu 10 anak dari KSB, 15 anakdari KL, dan 15 anak dari KLU. Daa yang diperoleh melaluikuesioner dideskripsikan dengan menggunakan persenasesederhana, semenara daa lainnya dianalisis secara kualiaidengan melakukan reduksi daa, penyajian daa, dan penarikansimpulan aau verifikasi (Miles dan Hubermen, 1984).
Temuan Peneliian
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Provinsi NB mencaa jumlah anak usia 7–15 ahun pada2008/2009 adalah 917.243, dengan persenase erbesar 26,38% diKL, 19,33% di Kabupaen Lombok engah, 17,74% di KabupaenLombok Bara,1 dan 1,96% di KSB. Dinas Pendidikan, Pemuda,dan Olahraga (Dikpora) NB (2008) mencaa persebaran anakusia jenjang pendidikan dasar yang idak dan/aau puus sekolahdi NB adalah 14.059 anak, dengan persenase erbesar di KL,diikui Kabupaen Lombok engah dan Lombok Bara.
Hasil kajian menunjukkan bahwa anak-anak yang idak dan/aau puus sekolah ersebar hampir meraa di iga daerah sampel,dengan jumlah erbesar di KL. Di KLU sebagian besar anak
ersebu erpusa di sau daerah, yaiu Desa empek. Di KSBhampir semua daerah erpencil merupakan kanong-kanong anakidak dan/aau puus sekolah. Selain iu, jumlah anak laki-lakilebih dominan, yakni mencapai 389 anak (57%),2 dan sebagian
besar anak idak bekerja.
researcher decided on hree kabupaen as research locaions, nam Kabupaen Sumbawa Bara (KSB), which represens remoe/isolaareas; Kabupaen Lombok imur (KL), which represens are
prone o conflic; and Kabupaen Lombok Uara (KLU), whrepresens poor areas/communiies.
Te subjecs inerviewed and included in he FGDs were 40 baeducaion-age children, comprising 10 children om KSB, 15 childr
om KL, and 15 children om KLU. Te daa obained hrouhe quesionnaires is described by using simple percenages, while daa obained hrough he oher echniques is analyzed qualiaiveby perorming daa reducion and presenaion, as well as drawiconclusions or conducing verificaion (Miles and Hubermen, 1984
Research Findings
Te Naional Family Planning Coordinaing Board (BKKBN) NB Province recorded ha he number o children aged 7–15 yeain 2008/09 was 917,243, wih he larges percenage o 26.38%
KL, 19.33% in Kabupaen Lombok engah, 17.74% in Kabupa Lombok Bara,1 and 1.96% in KSB. Te Agency or Educaion, Youand Spors o NB (2008) recorded ha he disribuion o baseducaion-age children no atending/dropping ou o school in Nwas 14,059 children, wih KL aking he larges percenage, ollowby Kabupaen Lombok engah and Kabupaen Lombok Bara.
Te sudy shows ha children no atending/dropping ou o schoare disribued almos evenly in he hree sample regions, wih larges number in KL. In KLU, a large number o hese children acenered in one area, namely Desa (Village) empek. In KSB, almall remoe areas are pockes o children no atending/dropping ou
school. In addiion, boys dominae, reaching 389 boys (57%),2 amos children do no work.
1 Saa BKKBN Provinsi NB mencaa angka ini, KLU masih merupakan bagian dariKabupaen Lombok Bara, semenara saa kajian ini dilakukan pada 2009, KLU elahmekar menjadi kabupaen baru.2 Secara keseluruhan, ada 675 anak dari keiga lokasi peneliian.
1 When he BKKBN o NB Province recorded his number, KLU was sill par o Kabupa Lombok Bara, while when his sudy was conduced in 2009, KLU already became a nkabupaen.2 In oal, here were 675 children recorded om he hree research locaions.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
9/44No. 30 Jan-Apr/2011
EDUCATION
Selain iu, sebagian besar anak berada pada saus sosial-ekonomi rendah, erindikasi dari pekerjaan orang ua yangidak eap, penghasilannya yang rendah, dan empa inggalnya
yang kurang memadai. Menuru riwaya pendidikan responden,erungkap bahwa 87% dari anak-anak pernah bersekolah.
Melalui wawancara dan FGD, diemukan akor-akor inernalpenyebab anak idak dan/aau puus sekolah. Perama, kajianini mengungkap bahwa kebanyakan anak memiliki kemampuanineligensi di bawah normal. Indikasinya, banyak anak idak naikkelas, idak lulus unuk maa pelajaran erenu, aau bahkan idaklulus unuk semua maa pelajaran. Semua iu ampaknya memicuanak puus sekolah.
Kedua, banyak anak memiliki mina yang rendah unuk bersekolah. Mereka memiliki pandangan miring enang sekolah,seperi sekolah belum memberikan manaa, merupakan akiviasruin semaa, kurang bermakna, empa menghabiskan waku, dansedere pelabelan negai lainnya. Penyebab belum dipahaminya
manaa sekolah kemungkinan karena adanya berbagai persoalan baik dari sisi sekolah maupun masyaraka, seperi pembelajaran yang kurang koneksual dan kurangnya kemiraan anara sekolahdan masyaraka.
Keiga, di lokasi peneliian, diemukan banyak anak yangkurang memberikan apresiasi yang baik erhadap sekolah. Sekolahmereka anggap sebagai empa guru marah-marah, empamenghabiskan waku mendengarkan ceramah guru, dan empa
yang harus mereka bersihkan meski dengan erpaksa. emuanini merupakan realia masih kurang eekinya pembelajaran disekolah.
Keempa, anak-anak berharap kembali bersekolah, eapi iulebih disebabkan oleh rasa aku erhadap orang ua, bukan akibakesadaran anak-anak iu sendiri. Sebagian besar anak berharapdapa melanjukan pendidikannya meskipun harus melalui jalur
yang berbeda dari pendidikan ormal. Akan eapi, menurumereka, hal iu baru dapa erjadi jika ada akor-akor penyokongseperi dukungan orang ua, pembelajaran yang bermakna, aauasilias belajar yang memadai.
Kelima, emuan peneliian ini juga menunjukkan bahwa
anak-anak bercia-cia cukup inggi; beberapa anak ingin menjadipegawai. Kesadaran akan peningnya cia-cia mencerminkan bahwa anak membuuhkan sekolah dan paham bahwa keerampilandan pengeahuan yang mereka peroleh di sekolah akan membanumereka mencapai cia-cia.
Dalam kajian ini, penyebab eksernal anak idak dan/aaupuus sekolah dipilah-pilah menjadi beberapa kelompok.Penyebab perama adalah kondisi sosial-ekonomi. Sebagian besarorang ua murid bekerja sebagai peani, peernak, pedagang,nelayan radisional, dan buruh ani. Ada juga yang idak memiliki
In addiion, mos children belong o he low socioeconomic saindicaed by he ac ha heir parens do no have seady jobs nsufficien income and heir residence is inadequae. According respondens’ schooling hisory, i was revealed ha 87% o hem hatended school.
Trough inerviews and FGDs, several inernal acors ha cauchildren no o atend/drop ou o school were idenified. Firs, sudy revealed ha mos o he children have below normal inelligenTe indicaions are ha many children go held back a class, did n
pass cerain subjecs, or even did no pass all subjecs. All hese appeo have discouraged children om coninuing basic educaion.
Second, many children have a low ineres in schooling. Tey haa negaive view abou he school; or example, o hem schools do n
provide benefis, are merely a rouine aciviy, are no meaningul, aa place o wase ime, and a number o oher negaive labeling. Tcause o he low undersanding on he benefis o schooling is probabdue o a variey o problems om boh he school and he communi
such as he lack o conexual learning and parnership beween school and he communiy.
Tird, in he sudy locaions, i was revealed ha many childrdid no give a good appreciaion o he school. Tey regard school a
place where eachers ge angry all he ime, a place where hey waheir ime lisening o eachers’ lecure, and a place ha hey hao clean, hough grudgingly. Tis finding shows he realiy ha learning a school has been less han effecive.
Fourh, children wish o reurn o school, bu his is more due o h
ear o heir parens, no because o heir own will. Mos children lo
orward o coninuing heir educaion despie having o go hroughdifferen pah han ormal educaion. However, according o hem, his only possible i here are supporing acors such as parenal suppomeaningul learning, or adequae learning aciliies.
Fifh, he finding o his sudy also indicaes ha children have qu
high career aspiraions; some o hem wan o become an employTis awareness o he imporance o a career aspiraion reflecs hchildren need schooling and undersand ha i will help hem achieheir aspiraion.
In his sudy, exernal causes o children no atending/droppiou o school are classified ino several groups. Firs is socioeconomcondiions. Mos o he parens work as armers, sock armemerchans, fishers, and arm hands. Tere are also parens who no have a seady job and have a low income. Te second is amuniy. When children see ha heir parens are no longer ogeher, h
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
10/4410 Bulet in | Newslet ter
Wawancara dengan anak pada masyaraka
marginal mengungkap sebab-sebab anak idak
sekolah aau puus sekolah.
An inerview wih children in a marginalized
communiy reveals he causes o children no
atending or dropping ou o school.
PENDIDIKAN
pekerjaan eap dan berpenghasilan rendah. Yang kedua adalahkeuuhan keluarga. Keika anak meliha kedua orang uanya idakmenyau, segala perhaian, konsenrasi, dan pikirannya erganggu.Penyebab keiga adalah persepsi orang ua. Masih ada sebagianmasyaraka yang menganggap pendidikan kurang pening karena(i) ada orang yang bisa hidup mewah meskipun idak bersekolah,(ii) sekolah hanya unuk orang kaya, (iii) pemerinah idak maumembanu orang miskin, (iv) di daerah kajian banyak yang amaSD saja, dan (v) anak yang bersekolah idak dapa membanuorang uanya mencari naah. Keempa adalah harapan orang uaunuk anak. Semua orang ua memiliki harapan yang hampir samaunuk anaknya; mereka ingin anak-anaknya, misalnya, menjadianak-anak yang mandiri, idak menyusahkan orang ua, dan dapamembanu orang ua. Persoalannya, harapan ini dapa memicuanak unuk idak dan/aau puus sekolah keika (i) kemampuananak idak mengimbangi harapan ersebu, (ii) kondisi sosial-ekonomi idak mendukung, dan (iii) asilias unuk mewujudkanharapan iu idak ersedia.
Selain iu, ada beberapa permasalahan krusial yang memicuanak idak dan/aau puus sekolah. Kasus perama erjadi di Desaanjung Luar, KL. Di desa ini, para nelayan pulang dari melausekiar pukul 08.00–10.00 pagi. Pada saa mereka menepi, anak-anak akan mengerumuni mereka dan membanu mendorongperahu nelayan unuk bersandar di epi panai. Kebiasaan yangdikenal sebagai menciro ini dilakukan berepaan dengan waku
belajar di sekolah. AUS dari keluarga yang kurang mampu seringmembolos pada jam-jam ersebu. Kasus kedua erjadi di DesaSambiq Elen, KLU. Para orang ua di desa iu mengakui bahwa
banyak di anara anak-anak mereka erpaksa puus sekolah karenakekurangan uang. Mereka mengeluhkan besarnya pengeluaran
erkai pendidikan anak-anak mereka, seperi biaya membeliseragam, sepau, as, buku, dan ala ulis, sera uang jajan. Kasuskeiga erdapa di Desa ongo, KSB. Fakor keidaksiapanmenghadapi kulur lingkungan baru di SD ampaknya membuaanak-anak enggan bersekolah. Keempa, kasus yang erjadi di Dusun
atenion, concenraion, and mind ge disraced. Te hird cause parens’ percepion. Tere is sill a porion o he communiy who hinha educaion is no imporan because (i) here are people who clive a luxurious lie alhough hey did no go o school; (ii) schools aonly or he rich; (iii) he governmen does no wan o assis he poo(iv) in he sudy areas, he people are predominanly primary scho
graduaes only; and (v) children who go o school canno help h parens earn a living. Te ourh is he expecaions o parens or hchildren. All parens have similar expecaions or heir children, suas becoming independen children, no giving exra burdens o h
parens, and being able o help heir parens. Te problem is ha hexpecaions can rigger heir children’s no atending/dropping ouschool when (i) he children’s abiliy does no mach hese expecaio(ii) heir socioeconomic condiions are no supporive, and (iii)
aciliies o realize hese expecaions are no available.
In addiion, here are some crucial problems ha rigger childreno atending/dropping ou o school. Te firs case occurred in Deanjung Luar, KL. In his village, he fishers usually reurn o
fishing a around 8–10 a.m. By he ime hey arrive on shore, children usually surround hem and help push he fishing boa o leon he beach. Tis habi, known as menciro , coincides wih he im
or sudying a school. School-age children om poor amilies are ofabsen during hese hours. Te second case happened in Desa Samb
Elen, KLU. Te parens in he village admited ha many o hchildren are orced o drop ou o heir school due o lack o monTey complained abou he large amoun o expendiures relaedhe educaion o heir children, such as he coss o buying uniormshoes, bags, books, and saionery, as well as pocke money. Te hiis he case o Desa ongo, KSB. Te acor o being unprepared
ace a new culural environmen a he primary school appears
have made children relucan o go o school. Te ourh is he case Dusun ebo, KSB. wo children in his village dropped ou o hschool because heir parens divorced. Te fifh case ook place in De
Pemenang imur, KLU. In his region, he researcher ound ha, asi
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
11/441No. 30 Jan-Apr/2011
EDUCATION
om financial issues, eelings o shame due o no having a iend go o school wih and being unusually bigger han heir schoolmahave caused children o be relucan o go back o school, aside o
financial problems. Anoher crucial problem is he lack o parnershand inensive communicaion beween he school and communin relaion wih children’s educaion. Tere is an impression heducaion is only he school’s business. Te school does no even maany effor o bring he communiy or parens closer o school-relaaciviies.
Conclusions and Policy Recommendations
Based on he above-menioned mapping resuls o he causesbasic-educaion-age children no atending/dropping ou o schohe ollowing conclusions, ollowed by heir corresponding polirecommendaions, can be drawn:
a) One indicaor o educaional qualiy is he increase in he acco educaion and equalizaion o educaion opporuniies. Tis
shown by he number o children no atending/dropping ouschool which is expeced o reach 0%. Te problems o educaiare sill regarded as he responsibiliy o schools or he governmealone. Te communiy and governmen a he village level have n
played heir role in resolving he problem o children no atendindropping ou o school. Tis is indicaed by he ac ha he villahas no curren daa regarding he number and disribuion children no atending/dropping ou o school. Te compleionhe Compulsory Nine-Year Basic Educaion should be realizeda village-based join movemen ha involves all elemens o communiy, so he exisence o children no atending/dropping oo school will be viewed as a “disgrace” ha mus be deal wih.
b) Culural acors and he lack o parenal atenion are some he hings ha have caused he large number o children natending/dropping ou o school. o cope wih hese condiiohe governmen should conduc educaion campaigns in he oro socializaion and ace-o-ace dialogs.
c) Te school’s verdic o no graduaing children or passing hemhe nex grade becomes a psychological burden or children; h
eel lef ou and hey eel shame and ear owards heir ieneachers, and parens. Tereore, indicaors o educaional qualin cerain regions should be minimized especially o reduce number o children no atending/dropping ou o school.
d) Problems relaing o he lack o ineres in learning/atendischool and communiy culure can be overcome by developingcurriculum and eaching maerials ha are in accordance wlocal poenials. Homeschooling can be an alernaive or remoand isolaed areas.
ebo, KSB. Di sini erdapa dua anak yang puus sekolah karenaorang uanya bercerai. Kasus kelima erjadi di Desa Pemenangimur, KLU. Di wilayah ini, penelii menemukan bahwa perasaanmalu akiba idak ada eman ke sekolah dan perkembangan fisik diaas normal menjadi penyebab mengapa anak enggan bersekolah,di samping persoalan ekonomi. Persoalan krusial lainnya adalah
belum erbangunnya kemiraan dan komunikasi inensi anarasekolah dan masyaraka erkai pendidikan anak. Ada kesan bahwapendidikan merupakan urusan sekolah semaa. Bahkan, sekolahidak melakukan upaya mendekakan masyaraka aau orang uadengan akivias sekolah.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil pemeaan penyebab AUS pendidikan dasaridak dan/aau puus sekolah erurai di aas, dapa disimpulkan
beberapa hal beriku yang diikui dengan rekomendasikebijakannya.
a) Salah sau indikaor muu pendidikan adalah adanyapeningkaan akses dan pemeraaan pendidikan. Hal iu erlihadari jumlah anak idak dan/aau puus sekolah, khususnyapada jenjang pendidikan dasar, yang diharapkan mencapai 0%.Masalah pendidikan masih dianggap sebagai anggung jawabsekolah aau pemerinah semaa. Masyaraka dan pemerinahingka desa belum berperan dalam penunasan masalah anakidak dan/aau puus sekolah. Indikasinya, desa idak memilikidaa erkini mengenai jumlah dan persebaran anak yang idakdan/aau puus sekolah. Penunasan Wajar Dikdas 9 ahunseharusnya diakualisasikan menjadi gerakan bersama berbasisdesa yang melibakan semua elemen masyaraka sehingga
keberadaan anak yang idak dan/aau puus sekolah akandipandang sebagai suau ”aib” yang harus dihapus bersama-sama.
b) Fakor budaya dan kurangnya perhaian orang ua merupakansalah sau penyebab banyaknya jumlah anak yang idak dan/aau puus sekolah. Unuk mengaasi kondisi iu, pemerinahharus melakukan kampanye pendidikan berupa sosialisasi dandialog aap muka.
c) Vonis idak lulus aau idak naik kelas menjadi bebanpsikologis bagi anak; mereka merasa ersisih sera merasamalu dan aku kepada eman, guru, dan orang uanya. Oleh
karenanya, indikaor muu pendidikan di daerah erenuperlu diminimalkan eruama unuk menekan jumlah anakidak dan/aau puus sekolah.
d) Permasalahan yang berkaian dengan kurangnya mina belajar/bersekolah dan kulur masyaraka dapa diaasi denganmengembangkan kurikulum dan bahan ajar yang sesuai denganpoensi lokal. Homeschooling (sekolah rumah) dapa menjadialernai bagi wilayah erpencil dan erisolasi.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
12/4412 Bulet in | Newslet ter
PENDIDIKAN EDUCATION
e) Jika seelah diberi beasiswa dan banuan pendidikan lainnya, AUS pendidikan dasar eap enggan kembali menempuh jalurpendidikan ormal, mereka dapa diarahkan ke jalur nonormal,
yaiu Program Kejar Pake A (SD) dan B (SMP).) Kurang baiknya persepsi anak dan sedikinya manaa yang
dirasakan anak erkai kegiaan belajar-mengajar di sekolahmengisyarakan peningnya pembaruan pendidikan. Unukiu, perlu dikembangkan kemiraan sekolah dengan orang uadan masyaraka dalam pendidikan, khususnya kegiaan belajar-mengajar.
g) Kemiskinan masih menjadi akor penyebab uama AUSpendidikan dasar idak dan/aau puus sekolah. Olehkarenanya, opimalisasi pemberian beasiswa dapa menjadisalah sau solusi alernai. Arinya, sasaran beasiswa danmekanisme pemberiannya harus epa.
h) Pemberian pake banuan kebuuhan anak sekolah yangmencakup pakaian sekolah, as sekolah, buku ulis, buku pake,asilias dasar belajar lainnya, aau biaya penggani ongkosranspor ke sekolah dapa menjadi kebijakan pening dalam
upaya membanu pendidikan anak pada masyaraka marginal.i) Perlu diekankan peningnya inormasi enang persebaran AUS pendidikan dasar yang idak dan/aau puus sekolahdan akor penyebabnya bagi perumusan kebijakan. Selain
bisa digunakan sebagai pegangan awal unuk mengaasipermasalahan anak, berbagai rekomendasi kebijakan di aasdapa dijadikan sebagai model pemeaan enang anak idakdan/aau puus sekolah di masa yang akan daang.
j) Pemerinah daerah perlu membangun sisem kerja samaerpadu anarpemangku kepeningan pendidikan denganmenyelenggarakan program penunasan masalah anak
yang idak dan/aau puus sekolah secara konsisen dan
berkelanjuan. Dengan demikian, gerakan bersama penunasan Wajar Dikdas 9 ahun berbasis desa dapa menjadi solusiideal bagi masalah anak idak dan/aau puus sekolah padamasyaraka marginal.n
D A
Dinas Dikpora NB (2008) Profil Pendidikan Provinsi NB ahun 2006,2007, dan 2008. Maaram: Dinas Dikpora NB.
Miles, M.S. dan A.M. Hubermen (1984) Qualiaive Daa Analysis:
A Sourcebook o New Mehods [Analisis Daa Kualiai: PanduanMeode Baru]. Beverly Hills: Sage Publicaions.
Slame (2008) ‘Pengembangan Kapasias Pendidikan Kabupaen.’Sumbawa: DBEP-ADB Kabupaen Sumbawa.
Supeno (2007) ‘Model Pendidikan bagi Masyaraka Marginal.’ Sumbawa:
DBEP-ADB Kabupaen Sumbawa.
e) I, afer being given scholarships and oher educaional assisanbasic-educaion-age children remain relucan o reurn o h
ormal educaion, hey can be direced o pursue he nonorm pahs, namely he Kejar Pake A , or Package-A Learning Gro(or primary school), and Kejar Pake B, or Package-B LearniGroup (or junior high school).
) Children’s bad percepion o he eaching and learning processschool and is litle benefi ha he children perceive sugges imporance o educaional reorm. Tereore, parnerships w
parens and he communiy in educaion, especially in he eachiand learning process, are necessary.
g) Povery remains a major acor ha causes basic-educaion-achildren no o atend/o drop ou o school. Tereore, opimizihe provision o scholarships can be an alernaive soluion. Tmeans ha he arges o he scholarships and he mechanism
providing hem should be accurae.h) Providing assisance package or school children ha includes scho
uniorms, school bags, noebooks, exbooks, oher basic learni aciliies, or ranspor allowance can be an imporan policy o h
children in marginalized communiies ge educaion.i) Te imporance o he inormaion on he disribuion o baseducaion-age children no atending/dropping ou o hschool and he causaive acors or he ormulaion o policy ho be sressed. Besides serving as he iniial guide o overcome
problems o children, he previous policy recommendaions canused as models o he mapping o children no atending/droppou o school in he uure.
j) Local governmens need o build an inegraed sysem o cooperaiamong sakeholders in he educaion secor by consisenly aconinuously organizing programs or resolving he probleo children no atending/dropping ou o school. Tus,
village-based join movemen o accelerae he compleion o Compulsory Nine-Year Basic Educaion can be he ideal soluio he problem o children no atending/dropping ou o schoolmarginalized communiies.n
L R
Agency or Educaion, Youh, and Spors o NB (2008) Pr Pendidikan Provinsi NB ahun 2006, 2007, dan 2008 [ProfileEducaion in NB Province in 2006, 2007, and 2008]. Maara Agency or Educaion, Youh, and Spors o NB.
Miles, M. S. and A. M. Hubermen (1984) Qualiaive Daa AnalysisSourcebook o New Mehods. Beverly Hills: Sage Publicaions.
Slame (2008) ‘Pengembangan Kapasias Pendidikan Kabupae[Developmen o Disric Educaion Capaciy]. Sumbawa: DBE ADB o Sumbawa.
Supeno (2007) ‘Model Pendidikan bagi Masyaraka Margin[Educaional Models or Marginalized Communiies]. Sumbaw
DBEP-ADB o Sumbawa.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
13/441No. 30 Jan-Apr/2011
N u r m a n S i a g i a n
ANALISIS STRATEGI INTERVENSI TERHADAP PENGEMBANGAN
AnAk usIA dInI (PAud) dI leMbAh bAlIM, PAPuA:
APAKAH SESUAI DENGAN KONTEKS POTENSI BUDAYA LOKAL?
ANALYSIS OF INTERVENTION STRATEGIES TOWARDS EARLY
childhood develoPmeNt (ecd) iN lembah balim, PaPua: ARE THEY CULTURALLY APPROPRIATE?
Nurman Siagian, M.A.*
Perkembangan anak dapa dikaikan dengan berbagai program,ermasuk program nurisi, kesehaan, dan pendidikan yangmelibakan orang ua dan masyaraka, ermasuk anak (Myers,1991: 10). Namun, kurangnya pengeahuan berbagai pihakenang perumbuhan dan perkembangan anak membua
pihak-pihak ersebu jusru mengadakan kegiaan-kegiaan yang idak berdasarkan pada kebuuhan anak. Berbagai sudienang pengembangan anak usia dini (PAUD) diharapkan dapamemperbaiki kondisi ersebu. Dari aspek budaya, Ansell (2005:65) menyaakan bahwa konsep masa kanak-kanak–sera anggapan
Children’s developmen may be conneced wih various programsincluding nuriion, healh, and educaion programshinvolve parens and oher members o he communiy, includichildren (Myers, 1991: 10). However, he lack o knowledge
program implemeners regarding children’s growh and developme
has brough abou aciviies ha are no based on children’s nee esearch on early childhood developmen (ECD) can hopeuimprove his condiion. From he culural poin o view, Ansell (200
* Penulis adalah Direkur Yayasan Krisen Wamena, sebuah yayasan pendidikan lokal yang bekerja sama dengan Oikosnomos Foundaion. Beliau berugas memasikan bahwadua program uama yayasan, yaiu PAUD/K/SD dan SKIP (S1), berjalan dengan baikBeliau juga melibakan diri sebagai dosen paruh waku di SKIP, mengajar maa kuliahpsikologi pembelajaran dan pengembangan masyaraka.
* Nurman Siagian, M.A. is he direcor o Yayasan Krisen Wamena (Wamena Chrisian Foundaia local educaional insiuion associaed wih he Oikosnomos Foundaion. She ensures ha prominen programs o he insiuion, ECED/preschool/primary school and SKIP (eachers collrun well. She is also a par-ime lecurer a he college, eaching learning psychology and commudevelopmen.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
14/4414 Bulet in | Newslet ter
P E R K E M B A N G A N A N A K & R E M A J A
bahwa anak iu pening–sanga dipengaruhi oleh budaya lokal dandengan demikian berbeda anarkelompok masyaraka, bahkananaranak di dalam suau kelompok masyaraka.
Aspek lainnya dikemukakan oleh Bennet (2006: 194) yangmeliha enomena pelaksanaan PAUD unuk ujuan jangkapanjang, yaiu mendorong invesasi di bidang keenagakerjaan
bagi perkembangan ingka ekonomi di negara erenu (Youngdan ichardson, 2007: 2). Jika ingka ekonomi mengalamikenaikan, masalah kemiskinan dapa diaasi (Granham-McGregore al., 2007: 60). Bennet memandang bahwa insiusi PAUDdikembangkan bukan hanya sebagai pusa pelayanan konsumenseperi peniipan anak aau kelas-kelas persiapan masuk sekolah,melainkan juga sebagai wadah yang berujuan mengembangkankecerdasan anak dan kemampuan anak dalam bersosialisasi.Dengan kaa lain, PAUD memiliki manaa invesasi bagi generasi
yang akan daang dengan menyediakan ruang bagi pemenuhanhak anak.
Di Indonesia, program PAUD sudah diimplemenasikan di berbagai provinsi sejak 1999 (FOUM PADU, 2002). Dalamupaya memahami sejauh mana pencapaian ujuan PAUD,dilakukanlah sebuah survei yang menghasilkan berbagai emuan.Salah sau emuan ersebu ialah rendahnya kesadaran masyarakaenang manaa PAUD. emuan ini idak relevan karena yangmenjadi penyebab dari kenyaaan ersebu adalah kurangnyakualias sosialisasi program PAUD iu sendiri kepada masyaraka.
Pengembangan Anak Usia Dini di Lembah Balim
Sejak 2005, PAUD mulai diimplemenasikan di bagian imur
Indonesia, ermasuk di Lembah Balim, Papua. Pada waku iu,di Wamena diemukan sau insiusi PAUD yang didanai olehpemerinah daerah. Sebelumnya, bangunan PAUD ersebuadalah empa pelaksanaan kegiaan PKK (Pemberdayaan danKesejaheraan Keluarga). Di kampung-kampung erenu dipinggiran koa Wamena, juga sudah diemukan ruang sederhana
yang digunakan unuk kegiaan PAUD yang merupakan inisiaidari beberapa organisasi nonpemerinah (ornop) seperi World
Vision Indonesia (WVI) Wamena.
Dalam prakiknya, erdapa perbedaan anara pelaksanaan
PAUD di perkoaan dan di perdesaan. Di Lembah Balim, PAUDdi perkoaan, sebagai empa anak berkumpul dan bermain,lebih banyak menggunakan bahan banu ajar yang dibelilangsung dari oko. Hal ersebu sediki banyak menyebabkankurang berkembangnya kegiaan PAUD; erlebih karena
yang menanganinya adalah para kader PKK yang cenderungmenganggap kegiaan ini hanya sebagai kegiaan sampingan.Mereka juga idak mendapa pengeahuan yang mendalam enangkonsep PAUD.
65) saes ha he concep o childhood, and he imporance atacho children, is culurally consruced and hereore varies bewesocieies, or even beween individual children wihin socieies.
Anoher poin o view is expressed by Bennet (2006: 194), wsees he ECD program implemenaion or is long-erm goals, whiis o promoe invesmen in labor or he economic developmen in ocounry (Young and ichardson, 2007: 2). I he economy improv
povery-relaed problems can be overcome (Granham-McGregoral., 2007: 60). Bennet believes ha ECD insiuions are developed
uncion no only as consumer service ceners such as daycare ceners preparaory classes beore children ener school, bu also as a means developing children’s cogniive and social capabiliies. In oher wor
ECD offers benefis or he uure generaions by providing space he ulfillmen o children’s righs.
Te ECD program in Indonesia has been implemened in vario provinces since 1999 (FOUM PADU, 2002). In effor o see how he program’s objecives have been achieved, a survey has been don
One o he findings shows he communiy’s low awareness o he ECbenefis. However, his finding is irrelevan due o he ac ha i wcaused by he poor qualiy o he program socializaion.
Early Childhood Development (ECD) in Lembah Balim
Since 2005, he ECD program has been carried ou in ease Indonesia, including in Lembah Balim. Tere was one ECD insiuia ha ime in Wamena, unded by he regional governmen. Tbuilding used or he insiuion used o be or Family Empowermeand Welare (PKK) aciviies. In some villages on he ouskirs Wamena, here are some modes rooms used or ECD aciviies. T
idea o using he rooms was iniiaed by some NGOs such as he WorVision Indonesia.
In pracice, here are differences beween ECD implemenaiin urban areas and ha in rural areas. In Lembah Balim, he urb
ECD insiuion, serving as a place or children o ge ogeher a play, uses eaching aids which are mosly bough om he sore. Thas resuled in no-so-developed ECD aciviies, especially becauhey are carried ou by PKK cadres who end o regard hem as siaciviies. Te cadres are also no equipped wih sufficien knowledabou ECD concep.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
15/441No. 30 Jan-Apr/2011
C H I L D & Y O U T H D E V E L O P M E N T
Pelaksanaan PAUD di perdesaan berbeda. Insiusi PAUDdikenal bukan hanya sebagai empa anak belajar dan bermain,melainkan juga sebagai sarana pengenalan poensi lokal yangdapa digunakan bagi pengembangan pendidikan anak. Perbedaandalam hal penggunaan maeri lokal membua peneliian enangPAUD menarik unuk dilakukan. Namun, kegiaan PAUDdi daerah perdesaan juga idak seaki yang diharapkan. Jadi,meskipun memiliki pendekaan yang berbeda, kegiaan PAUD
baik di perkoaan maupun perdesaan menghadapi masalah yangsama. Oleh karena iu, perlu dilakukan analisis lebih jauh enangperkembangan kegiaan PAUD di Lembah Balim. Sraegi inervensiapa kah yang benar-benar bisa menjawab kebuuhan anak-anak diLembah Balim?
Inerkoneksi anara Teori, Temuan, dan Analisis
Peneliian ini menggunakan meodologi kualiai melalui wawancara, diskusi kelompok, dan pengamaan. Wawancaradilakukan dengan orang ua dan anggoa masyaraka lainnya.
Diskusi diadakan dengan sa pemerinah yang menangani PAUDdi ingka kabupaen, provinsi, dan pusa, sera para asiliaor (salokal WVI) di desa-desa. Pengamaan langsung dilakukan erhadapkeluarga-keluarga yang memiliki anak usia dini dan pengamaanini mencakup aspek cara asuh anak, kondisi lingkungan dimana anak umbuh dan berkembang, akor yang erliba dalamperkembangan anak, dan pengeahuan yang diberikan secaranonormal kepada anak.
Penelii mengajukan dua peranyaan pokok agar dapamenganalisis sejauh mana sraegi inervensi erhadap PAUD elahsesuai dengan koneks poensi budaya Balim. Kedua peranyaan
ersebu adalah (i) bagaimana emuan mengenai cara asuh anakBalim dapa digunakan sebagai acuan unuk membua kurikulumPAUD berbasis budaya lokal dan (ii) apakah program inervensidari pemerinah/ornop sesuai koneks budaya dan didasarkanpada emuan mengenai cara asuh anak Balim.
Dalam menganalisis, penelii menggunakan eori posisirelasi pengembangan (developmenal niche), kerangka eori
yang mempelajari auran budaya dari lingkungan erkecil anakdan memandang auran ersebu dari sudu pandang anaksehingga dapa memahami proses pengembangan dan akuisisi
budaya (Super and Harkness, 1986). eori ini mengandungiga komponen pokok, yaiu kondisi fisik/sosial anak, auranada/budaya enang cara asuh anak, dan pengaruh psikologisdari pengasuh anak. Inormasi mengenai cara asuh anak Balimini kemudian dijadikan sebagai olok ukur unuk menganalisissraegi inervensi oleh pemerinah dan ornop. Namun, unukmenganalisis sraegi inervensi ersebu, diperlukan kerangka
On he conrary, he rural ECD insiuion is known no only a place or children o learn and play, bu also as a aciliy in whilocal poenials are used or he developmen o children’s educaioTe difference in he use o local maerials makes he sudy on ECineresing. Neverheless, he rural ECD is never a hive o aciviy. Sdespie he difference, he rural and urban ECD pracices share simi
problems. Tereore, a closer analysis regarding he developmeo ECD aciviies in Lembah Balim is needed. Wha inervenisraegies can caer or he needs o Lembah Balim children?
Interconnection of Teory, Findings, and Analysis
Tis sudy employed qualiaive mehod hrough inerviews, grodiscussions, and observaions. Inerviews were carried ou wih pareand oher members o he communiy. Discussions were conduced w
governmen officials who are in charge o he ECD programs a kabupaen (disric), provincial, and naional levels, as well as villa
aciliaors (local WVI saff). Direc observaions are carried oon amilies wih small children, covering he nurure o he childre
condiions in which children grow, acors involved in he childrendevelopmen, and nonormal educaion given o children.
In order o analyze he inervenion sraegies and how hey aculurally appropriae, he researcher asked wo main quesions: (How can he findings on he nurure o Lembah Balim children’s used as a reerence or ormulaing local culure-based ECD curriculuand (ii) have he governmen’s/NGOs’ inervenion programs beculurally appropriae and been based on he findings?
In making he analysis, he researcher used he developmenal nicheory, a heoreical amework ha sudies culural norms o childre
immediae environmen and sees he norms om he children’s poinview so ha he process o child developmen and acquisiion o culuknowledge can be undersood (Super and Harkness, 1986). Te heoconains hree main componens: children’s physical/social condiioculural norms regarding children’s nurure, and psychological influen
om he children’s caregiver. Inormaion obained was hen used a benchmark or analyzing he governmen’s/NGOs’ inervenisraegies. However, in order o do he analysis, anoher heoreic
ameworkhe culural approachwas needed since he use o lo
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
16/4416 Bulet in | Newslet ter
1 Honai adalah empa inggal radisional masyaraka Lembah Balim. Honai berbenuklingkaran dengan diameer 4–6 meer and inggi 5–7 meer. iap bangunan memilikisau pinu dan idak berjendela; dindingnya erbua dari kayu dan aapnya dari semacamrumpu bernama yaleka. Di engah bangunan erdapa perapian yang menghangakan isirumah sepanjang hari. Ada dua macam honai: honai laki-laki dan honai perempuan.2 Anak laki-laki Lembah Balim yang elah mencapai usia enam ahun akan mengikuisebuah upacara radisional. Dalam upacara iu, sang anak dibawa ke huan dan diharuskanmenjalani serangkaian es. Jika berhasil melewai es ersebu, ia dianggap elah dewasa dandiperbolehkan idur di honai laki-laki, meskipun masih dii jinkan unuk belajar dan makandi honai perempuan.
P E R K E M B A N G A N A N A K & R E M A J A
Beberapa anak sedang belajar di PAUD yang
diselenggarakan oleh LSM (ADP Kurima-World Vision
Wamena).
Some children are sudying a an ECED insiuion se up by an
NGO, ADP Karima-World Vision Wamena.
eori lain yang disebu dengan pendekaan budaya (culuralapproach) karena pemanaaan budaya lokal dipercaya dapamendorong program pengembangan menjadi lebih eeki. Selainiu, digunakan juga kerangka eori ECCD (early childhood careand developmen ) berbasis masyaraka yang memua pendidikan
berdasarkan perkembangan fisik , psikologi, dan sikap anak sejakdalam kandungan sampai usia lima/enam ahun. BerdasarkanECCD, perumbuhan anak usia dini diinjau dari perkembanganoak manusia. Usia lima/enam ahun adalah usia vial; jika anakidak mengalami perkembangan poensi dasarnya di usia ersebu,maka anak akan mengalami caca permanen.
Dalam mengamai cara asuh anak Balim, penelii juga perlumengumpulkan inormasi enang kondisi sosial-budaya LembahBalim karena kondisi ersebu sudah eranam sejak dulu dan secaralangsung memang memengaruhi proses perkembangan anak.Conoh kondisi sosial-budaya yang masih diemukan sampai saaini adalah konflik anarsuku yang kerap menjadikan perempuandan anak sebagai korban. Budaya inggal di honai1 juga sampai saa
ini masih erdapa di Lembah Balim. Hanya anak laki-laki yangsudah melalui proses inisiasi2 saja yang boleh bergabung di honai laki-laki; sebelumnya dia harus inggal di honai perempuan.
Keerkaian anara Budaya dan Proses Cara Asuh Anak
Balim
Pengalaman anak Lembah Balim dalam kaiannya dengan caraasuh mereka menjadi penenu proses ahapan perkembanganmereka. Moelyono (2008) mengungkapkan bahwa, secara umum,dalam konsep ECCD dipaparkan bahwa erdapa lima ahapanproses perkembangan anak yang dikaikan dengan deenisi anak
(usia 0–18 ahun), yaiu dalam kandungan (0–lahir), perumbuhan bayi (lahir–3 ahun), kanak-kanak (3–6 ahun), anak-anak (6–12ahun), dan remaja (12–18 ahun). Namun, berdasarkan inormasienang cara asuh anak Balim yang menyangku pengalaman anak,erdapa 7 ahapan perkembangan, yaiu:
culure is believed o be able o promoe more effecive developme programs. Te communiy-based ECCD (early childhood care adevelopmen) heoreical amework ha conains educaion based children’s physical, psychological, and behavioral developmen sinhey are sill a eus unil hey are five/six years oldwas also use
Based on he ECCD, early childhood developmen is observed ohuman brain developmen. Five/six years o age is a vial phase; ichild does no develop his or her basic poenials a his age, he or swill have permanen physical deecs.
In observing he nurure o Lembah Balim children, he researchneeded o collec inormaion on he area’s socioculural condiionwhich have been in long exisence and direcly influence childredevelopmen. An example o such condiions is he ribal confliwhich ofen vicimize women and children. Te cusomary living a honai1 is also sill praciced in Lembah Balim. Only boys who haundergone an iniiaion rie2 can sleep in he male honai; beore iniiaion, hey have o sleep in he emale honai.
Interconnection between the Culture and the Nurture of LembBalim Children
Balim children’s experience in relaion wih heir nurudeermines heir developmenal sages. Moelyono (2008) expressha, in general, here are five sages o children’s developmen wregard o he definiion o children (age 0–18) in he ECCD concepTey are eal sage (0–birh), under-hree (birh–3 years old), smchildren (3–6 years old), children (6–12 years old), and eenage(12–18 years old). However, based on he inormaion on he nuruo Lembah Balim children in relaion wih children’s experience, heare seven sages o children’s developmen, which are:
1 Honai is he radiional house o he Lembah Balim people. I akes a circular shape (4meers in diameer and 5–7 meers in heigh). I has one door, wooden walls, a roo mad yaleka (a kind o grass), and no windows. In he middle o he honai inerior, here is a firepha is consanly lighed o warm up he room. Tere are wo ypes o honai , he male and emhonai.2 When a Lembah Balim male child reaches he age o six, he will undergo a radiional ceremin which he will be aken o he woods o have a series o ess. I he passes he es, he is allowo sleep in he male honai , alhough he can sill sudy and ea in he emale honai.
N u r m a n S i a g i a n
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
17/441No. 30 Jan-Apr/2011
C H I L D & Y O U T H D E V E L O P M E N T
1. dalam kandungan; ibu hamil memeriksakan kandungannyake ubule (dukun beranak) sau kali seminggu;
2. usia lahir-7 hari; bayi belum dapa dibawa keluar honai sebelum upacara ada;
3. seelah usia 1 ahun; anak laki-laki (elege yekerek) dan anakperempuan (holak yekerek) diberi nama baru. Baik anaklaki-laki maupun perempuan masih harus inggal di honai perempuan;
4. usia 3–6 ahun; sudah erdapa pembagian ugas/perananara anak laki-laki dan perempuan dalam melakukanpekerjaan rumah;
5. seelah usia 6 ahun; anak diberi nama baru lagi. Padaahapan ini anak laki-laki sudah boleh pindah ke honai laki-laki seelah melalui proses inisiasi;
6. usia 9 ahun; perlakuan erhadap anak sudah berdasarkangender dan anak sudah mendapa lebih banyak anggung
jawab; dan7. masa remaja; sudah ada ekanan unuk menikah khususnya
kepada perempuan, sedangkan laki-laki mulai dibekali
dengan prakik kepemimpinan.
Dalam kaiannya dengan koneks poensi budaya, seharusnyainormasi mengenai pengalaman anak berdasarkan proses ahapanperkembangannya dapa memberikan gambaran dalam membuakurikulum PAUD yang berbasis poensi budaya lokal.
Pengalaman Anak Balim
Berdasar Usia/
Balim Children’s
Experience based on Age
Kurikulum Berbasis Konteks Budaya Balim/Culture-based CurriculumAktor yang Terlibat/ Actors
Involved
Dalam kandungan /Fetal stage Pelatihan kesehatan untuk ubule dan mama/Health counseling for ubule and pregnant
women
Ubule, mama, staf kesehatan/Ubule,
pregnant women, health ofcials
Usia lahir sampai 7 hari/
Birth–7 days old
• Menggali makna upacara adat/Exploring the meaning of traditional ceremonies
• Cerita lokal menjadi materi PAUD/Local fairy tales becoming ECD materials
Tutor, tokoh adat, bapak/Tutors,
traditional leaders, fathers
Setelah usia 1 tahun/ > Age 1 • Pengenalan hidup di honai bersama mama/Introduction of living with the mother in the
female honai
• Pelatihan mendidik anak usia 1–3 tahun kepada mama/Training for mothers on how to
raise under-threes
Tutor, mama, nenek, tenaga ahli PAUD/
Tutors, mothers, grandmothers, ECD
experts
Usia 3–6 tahun/ Age 3–6 • Topik pembagian kerja menjadi materi PAUD /Household chores distribution becoming
part of the ECD materials
• Penggalian nilai-nilai budaya dari pembagian kerja/Exploration of cultural values of
household chores distribution• Topik ‘siapa saya’ berdasarkan budaya/Culture-based topics on “identity (who am I?)”
• Topik ‘mengenal keluarga’ berdasarkan budaya/Culture-based topics on “knowing your
family”
• Pemetaan potensi budaya dalam perkembangan potensi anak/Cultural mapping in the
development of children’s potentials
Bapak, mama, tokoh adat, tutor, tenaga
ahli budaya/Fathers, mothers, traditiona
leaders, tutors, cultural experts
Di atas usia 6 tahun/> Age 6 • Topik pengenalan upacara inisiasi/Introduction of the initiation rite
• Pengenalan hidup di honai bersama bapak/Introduction of living in the male honai with
the father
• Penggalian nilai-nilai budaya tentang hidup di honai perempuan dan laki-laki/
Exploration of cultural values of living in the female and male honai
Tokoh adat, bapak, tenaga ahli budaya/
Traditional leaders, fathers, cultural
experts
Sumber/Source: Analisis penulis berdasarkan data primer (2008)/Researcher’s analysis based on primary data (2008).
1. Feal sage; a pregnan woman checks her pregnancy wih ubule (radiional birh assisan) once a week;
2. Birh–7 days old; he baby is no allowed o be aken ousihe honai beore undergoing a radiional ceremony;
3. Above age 1; elege yekerek (boys) and holak yekerek (girlboh o whom sill have o sleep in he emale honai , are givennew name;
4. Age 3–6; children are given household chores based gender;
5. Above age 6; children are given a new name again. Te boys aallowed o sleep in he male honai afer he iniiaion rie;
6. Age 9; children are reaed based on heir gender and givmore responsibiliies; and
7. een age; here is already a pressure o ge married, especia or girls, while boys are given leadership raining.
In relaion wih culural poenials, he inormaion on childreexperience based on heir developmenal sages should give us a cle
picure in ormulaing local culure-based ECD curriculum.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
18/4418 Bulet in | Newslet ter
Berkaian dengan penggalian poensi budaya lokal, anak dilaih
membua ala-ala bermain yang biasa mereka gunakan dengan
diasiliasi oleh uor.
In relaion wih he effors o develop local culure poenials, children
are rained o make heir own oys, aciliaed by a uor.
P E R K E M B A N G A N A N A K & R E M A J A
Berdasarkan abel di aas, erdapa beberapa emuan bahwaprogram PAUD unuk anak Balim dapa disusun sesuai dengankoneks pengalaman dan ahapan perkembangan anak Balim.Misalnya, khusus unuk anak usia 3–6 ahun, kurikulum yangdibua memua opik-opik ersebu karena, berdasarkanpengalaman anak Balim, pada usia ersebu anak sudah diberianggung jawab dalam pembagian peran kerja. opik ersebu dapadigali lagi dengan membahas nilai-nilai budaya apa yang sedangdiberikan oleh orang ua dengan adanya pembagian peran/kerjaersebu. Saa ini pelaksanaan PAUD di lapangan menggunakankurikulum yang sudah baku dan mengacu pada kurikulum daripusa. Memang seiap guru/uor di PAUD diberi kebebasanunuk mengembangkan kurikulum sesuai kebuuhan anak, apikeerbaasan kemampuan–kreaivias dan pengeahuan–yangmereka miliki mengakibakan kelas-kelas PAUD idak aki danidak menggunakan poensi budaya yang ada.
Tanangan Akor: Kaian Sraegi Inervensi dengan Cara
Asuh Anak Balim
Dalam menganalisis anangan yang dihadapi oleh akor-akor yang berperan dalam program PAUD di Lembah Balim, peneliimeneapkan dua kaegori akor, yaiu eksernal (pemerinah danornop) dan inernal (masyaraka).
erdapa beberapa anangan yang dihadapi oleh akor inernaldan eksernal. Perama, pemerinah/ornop kurang melakukanpenggalian inormasi awal enang poensi budaya lokal dimasyaraka ersebu.
Kedua, pendekaan yang dilakukan juga kurang holisik
sehingga budaya lokal dipahami dan diprakikkan hanya olehmasyaraka lokal. Hal ini sebenarnya disebabkan oleh kurangnyapemahaman enang dimensi gender dalam koneks budaya lokal,penggunaan APE (ala permainan/peraga edukai) yang idak
berasal dari maeri lokal, dan peningkaan kapasias bukan kepadaakor erkai seperi ubule.
Based on he able, some findings reveal ha he ECD progra or Balim children can be made based on he children’s experienand developmenal sages. For example, he curriculum or childraged 3–6 years is made o include he above-menioned opics becaubased on he children’s experience, a such age, hey are already givresponsibiliies o do household chores based on gender. Te opics cbe urher explored wih he discussion o culural values he parenare rying o each hrough he disribuion o responsibiliies. T
ECD program is now using a sandardized curriculum, reerring he one se by he cenral governmen. Every eaching saff/uor a
ECD insiuion is given he eedom o develop he curriculum bason he children’s needs, bu heir limied capabiliies (creaiviy aknowledge) have made he ECD classes remain inacive and irrelevao he local culural poenials.
Challenges Facing the Actors: Connection between InterventiStrategies and the Nurture of Balim Children
In analyzing he challenges aced by he acors involved in he EC
program in Lembah Balim, he researcher se wo caegories o acors: exernal (governmen and NGOs) and inernal (communmembers) acors.
Tere are a number o challenges ha have o be deal wih he exernal and inernal acors. Firs, he governmen/NGOs hano explored sufficien background inormaion on local culur
poenials.
Second, he approach adoped is no holisic, so he local culuis undersood and praciced only by he local communiy. Tisbasically caused by he lack o undersanding o he gender dimensi
o he local culure, he use o nonlocal maerials or educaional oyeaching aids, and he misargeing o capaciy building programs ndireced o relevan acors like he ubule.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
19/441No. 30 Jan-Apr/2011
C H I L D & Y O U T H D E V E L O P M E N T
Keiga, kualias sosialisasi PAUD kepada masyaraka, baikdari pihak pemerinah maupun ornop, masih rendah. Hal inidisebabkan oleh rendahnya kapasias pihak-pihak yang menanganiPAUD dalam hal pengeahuan dan meode mengajar. idakadanya model/perconohan yang secara langsung erkai denganmasyaraka Lembah Balim, yang cenderung membuuhkan
wujud nyaa/konkri unuk memahami sesuau, juga mempersulikeadaan. Akibanya masyaraka idak meliha peningnya PAUD
bagi anak mereka.
Rekomendasi Kebijakan
Seelah memahami bahwa sraegi inervensi pemerinah/ornop erkai program PAUD di Lembah Balim ernyaa kurangkoneksual, penelii mengajukan beberapa rekomendasi kepadapemerinah dan ornop yang menangani program PAUD. Merekasebaiknya:
1. Memahami cara asuh anak Balim unuk menjadi dasar
pengembangan kurikulum dan kapasias pengajar PAUD diLembah Balim. Pemahaman dapa dicapai dengan: (i) menggaliinormasi mengenai/memeakan poensi budaya lokal danpoensi anak dengan melibakan akor inernal (masyaraka)
yang erliba langsung di dalam proses perkembangan anakBalim; (ii) membenuk divisi khusus PAUD yang beranggung
jawab membua kurikulum berbasis poensi budaya lokaldan memonior sera mengevaluasi program; dan (iii)menginegrasi PAUD dengan pendidikan kepada orang uadi Pusa Kegiaan Belajar Masyaraka (PKBM) di ingkakecamaan.
2. Meningkakan kemampuan unuk mensosialisasikan program
PAUD secara koneksual. Hal ini dapa dilakukan denganmemasiliasi sekolah-sekolah model di wilayah erenu.Sekolah model ini adalah inegrasi anara PAUD, K, dan SD,aau disebu juga dengan sekolah sau aap. Dengan demikian,masyaraka Balim dapa menyaksikan secara langsung bahwapendidikan dasar yang berhasil seharusnya yang berkelanjuan,dari PAUD hingga SD.
3. Melibakan sumber daya manusia dari Lembah Balim. Hal inidapa dilakukan dengan menyepakai konrak sosial denganokoh masyaraka, mendukung program peningkaan kapasiasproesional bagi masyaraka lokal (erkai konsep anak dan
ECCD), dan menempakan agen perubahan sebagai model diengah masyaraka.n
Tird, he qualiy o he ECD socializaion done by boh governmen and NGOs is sill low. Tis is due o he limied capaciyeaching knowledge and mehodologyo he people who are charge o he ECD program. Te absence o models/represenaioha can direcly be linked o he daily lie o Lembah Balim peopwho generally need o see/eel he real hing o undersand i, also ado he problem. Consequenly, hey are no aware o he imporancehe ECD program or heir children.
Policy Recommendation
Wih an undersanding ha he governmen’s/NGOinervenion sraegies regarding he ECD program in Lemb
Balim is no conexual, he researcher has come up wih a numbo recommendaions or he governmen and NGOs dealing wih
ECD program. Tey need o:
1. Undersand he nurure o Balim children as he basis or he ECcurriculum and eaching saff capaciy developmen in Lemb
Balim. Tis can be reached by (i) gahering inormaion aboumapping he local culural poenials and he children’s poeniby engaging he inernal acors (communiy members) direcinvolved wih he developmen process o Balim children; (seting up a special ECD division ha is in charge o developilocal culure-based curriculum as well as monioring aevaluaing he program; and (iii) inegraing he ECD prograwih he educaion program or parens a communiy learniceners (PKBM) a he kecamaan (subdisric) level.
2. Improve he abiliy o socialize he ECD program conexuaTis can be done by aciliaing model schools in cerain areaTe model schools inegrae he ECD, kindergaren, and prima
school, or known as he sekolah sau aap (one-rooed schoolsTus, he local people can see or hemselves ha a successul baeducaion should be coninual, om he ECD program o primaeducaion.
3. Involve local human resources o Lembah Balim. Tis can be doby having a social conrac wih he communiy leaders, suppori
proessional developmen programs or he local communiy (wregard o he concep o children and ECCD), and assigning agen o change as a model or he communiy.n
3 Sekolah sau aap is a erm or schools ha accommodae more han one level o educaion (primschool o senior high school, preschool and primary school, ec.) in one building.
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
20/4420 Bulet in | Newslet ter
P E R K E M B A N G A N A N A K & R E M A J A C H I L D & Y O U T H D E V E L O P M E N T
DAFTAR ACUAN
Ansell, N. (2005) Children, Youh and Developmen [ Anak, emaja, danPembangunan ]. London: ouledge Perspecives on Developmen.
Bennet, J. (2006) Saring Srong II: Early Childhood Educaion and Care[ Membua Permulaan yang Baik II: Pendidikan dan Pengasuhan Anak Usia Dini ]. France: Organizaion or Economic Co-operaionand Developmen.
Young, M.E. dan Linda M. ichardson (eds.) (2007) Early Child Developmen: om Measuremen o Acion - a Prioriy or Growhand Equiy [ Perkembangan Anak Usia Dini: dari Perencanaan kePelaksanaan - Priorias Perumbuhan dan Pemeraaan ]. Washingon:Te World Bank.
FOUM PADU (2002) Pore Pengasuhan, Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini di Indonesia. Jakara: FOUM PADU.
Granham-McGregor, S.M., Y.B. Cheung, S. Cueo, P. Glewwe, L.icher, B. Srupp, dan Inernaional Child Developing SeeringGroup (2007) Child Developmen in Developing Counries 1: Developmenal Poenial in he Firs 5 Years or Children in DevelopingCounries [ Perkembangan Anak di Negara Berkembang 1: Poensi
Perkembangan di Masa Perumbuhan 5 ahun Perama Anak-Anakdi Negara Berkembang ]. Lance 2007 369: 60–70.
Moelyono (2008) Wahana Pena Emas , vol. 1. Jakara: World VisionIndonesia.
Myers, .G. (1991) oward a Fair Sar or Children: Programming or Early Childhood Care and Developmen [ Mengusahakan Permulaan yang Baik bagi Anak-Anak: Menyusun Program Pengasuhan danPerkembangan Anak Usia Dini ]. France: Te Young Child and TeFamily Environmen Projec, UNESCO.
Super, C.M. dan S. Harkness (1986) Te Developmenal Niche: AConcepualizaion a he Inerace o Child and Culure [Developmenal Niche: Sebuah Konsepualisasi Hubungan anara Anak dan Budaya ].
Inernaional Journal o Behaviour Developmen 9: 545–569.
LIS OF REFERENCES
Ansell, N. (2005) Children, Youh and Developmen , 2005. Londoouledge Perspecives on Developmen.
Bennet, J. (2006) Saring Srong II: Early Childhood Educaion aCare. France: Organizaion or Economic Co-operaion aDevelopmen.
Young, M.E. dan Linda M. ichardson (eds.) (2007) Early Ch Developmen om Measuremen o Acion: a Prioriy or Growh a Equiy. Washingon: Te World Bank.
FOUM PADU (2002) Pore Pengasuhan, Pendidikan, dan Pengembang Anak Usia Dini di Indonesia [ Porrai o Early Childhood CaEducaion, and Developmen in Indonesia ]. Jakara: FOUPADU.
Granham-McGregor, S., Y.B. Cheung, S. Cueo, P. Glewwe, L. icher,Srupp, and Inernaional Child Developing Seering Group (200Child Developmen in Developing Counries 1: Developmenal Poenin he Firs 5 Years or Children in Developing Counries. Lance 20369: 60–70.
Moelyono (2008) Wahana Pena Emas. Vol. 1. Jakara: World VisiIndonesia.
Myers, .G. (1991) oward a Fair Sar or Children: Programming Early Childhood Care and Developmen . France: Te Young Child aTe Family Environmen Projec, UNESCO.
Super, C.M. and S. Harkness (1986) Te Developmen Niche: Concepualizaion a he Inerace o Child and Culure. Inernaion Journal o Behaviour Developmen 9: 545–569.
N u r m a n S i a g i a n
8/15/2019 Isu-Isu Anak SMERU
21/442No. 30 Jan-Apr/2011
U N I C E F
MENINJAU KEMBALI KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAGI ANAK
JALANAN DI INDONESIA
RETHINKING POLICIES AND PROGRAMS FOR STREET CHILDREN
IN INDONESIA
Muhrisun Afandi, B.S.W., M.Ag., M.S.W.*
Pendahuluan
Beragam kebijakan dan program elah dikembangkanoleh pemerinah sebagai jawaban aas permasalahan anak
jalanan di Indonesia. Pemerinah elah secara resmi berupaya–dengan menggunakan berbagai pendekaan–unuk mengaasipermasalahan ersebu. Namun keseluruhan upaya iu erkesan
hanya ormalias dan dilakukan sepinas lalu. Hanya segeliniranak jalanan yang benar-benar menerima manaa program-program dari pemerinah ersebu semenara jumlah mereka erus
berambah.
Introduction
For he umpeenh ime various programs have been developin response o he problems o sree children in Indonesia. T
governmen has officially atemped o address he problems hroua number o avenues. However, he overall effor appears o be cursoa bes. Only a small number o sree children seem o benefi o
he official programs while he number o his populaion coninuo climb.
* Muhrisun Aandi adalah dosen Universias Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakara, Indonesia. Beliau menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di McGill Universiy,Canada. Saa ini beliau sedang menyelesaikan sudi PhDnya di CAPR (Child AbusePrevenion esearch Ausralia) School o Primary Healh Care, Monash Universiy,dengan diserasi berjudul “Child Abuse and Culure: Governmen and Indonesian MuslimConceps and Pracices on Child Proecion”.
* Muhrisun Aandi is a aculy member a he Sae Islamic Universiy (UIN) Sunan KalijagYogyakara, Indonesia. He is now compleing his Ph.D. a CAPR (Child Abuse Prevenion esea Ausralia) Monash Universiy, ocusing his research on “Child Abuse and Culure in IndoneGovernmen and Indonesian Muslim Con