1
JAKARTA BERKETAHANAN
Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Kata Pengantar
Ringkasan Eksekutif
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Istilah
Daftar Singkatan
1 / Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Konsep Kota Berketahanan
1.3 Jakarta sebagai Pusat Pembelajaran (Center of
Excellence) Kota Berketahanan
1.4 Struktur Organisasi Tim Jakarta Berketahanan
1.5 Proses Penyusunan Strategi Ketahanan
1.6 Kegiatan Menuju Jakarta Berketahanan
2 / Jakarta dan Kompleksitasnya
2.1 Gambaran Umum DKI Jakarta
2.2 Gambaran Ketahanan Jakarta
2.3 Ketahanan terhadap Guncangan dan Tekanan
3 / Ikhtiar Jakarta
3.1 Metodologi
3.2 Hasil Inventarisasi Ikhtiar Jakarta
4 / Persepsi Pemangku Kepentingan
4.1 Metodologi
4.2 Hasil Penilaian Persepsi Ketahanan Jakarta
5 / Kerentanan Aset dan Risikonya
5.1 Metodologi
5.2 Hasil Penilaian Kerentanan Aset dan Risikonya
6 / Fokus Utama
6.1 Metodologi
6.2 Fokus Utama Ketahanan Kota Jakarta
Daftar Pustaka
1
3
4
6
7
8
11
14
17
18
20
20
22
24
32
34
42
57
62
64
67
76
78
83
90
92
95
98
100
103
112
Tim Penyusun :
100 Resilient Cities
Sekretariat Jakarta Berketahanan
1. Oswar M. Mungkasa
2. Dede Herland
3. Tri Mulyani Sunarharum
4. Rendy Primrizqi
AECOM Indonesia
Desain Buku
PT Jakarta Konsultindo
2 3Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Foto : Muhammad Rizki (Unsplash)
KATA PENGANTAR
Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment) merupakan keluaran Tahap I dari 3 (tiga) tahap dukungan 100RC kepada anggota jejaringnya. Penilaian Awal Ketahanan berisi hasil dari penelusuran pustaka dan data sekunder terkait ikhtiar yang sedang dan telah dilakukan kemudian dipadukan dengan persepsi para pemangku kepentingan yang menggunakan Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework) terhadap guncangan dan tekanan utama yang dihadapi serta tingkat kerentanan aset fisik dan risikonya jika terjadi guncangan. Berangkat dari kondisi eksisting dan hasil penilaian persepsi tersebut, para pemangku kepentingan menyepakati 5 (lima) fokus utama ketahanan kota Jakarta yang perlu digali lebih lanjut sebagai bahan masukan dalam penyusunan Dokumen Strategi Ketahanan Kota Jakarta pada Tahap II. Penilaian Awal Ketahanan ini diharapkan dapat memberikan arah dalam penyusunan Dokumen Strategi Ketahanan Kota Jakarta dan implementasinya di Tahap III.
4 5Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
Tahap I
Menyusun Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment/PRA)
Tahap II
Menyusun Strategi Jakarta Berketahanan
Tahap I
Melaksanakan Strategi Jakarta Berketahanan
Dukungan 100RC untuk mewujudkan Jakarta menjadi Kota Berketahanan mencakup 3 (tiga) tahapan, yaitu:
Program 100 Kota Berketahanan (100 Resilient Cities/100RC) adalah program nirlaba yang dipelopori oleh The Rockefeller Foundation pada tahun 2013, dibawah naungan Rockefeller Philanthropy Advisors (RPA). Program ini didedikasikan untuk membantu kota dunia dalam membangun ketahanan terhadap tantangan dan isu sosial, ekonomi, dan fisik kota yang semakin meningkat di abad ke-21, diantaranya globalisasi, urbanisasi, dan perubahan iklim.
Ketahanan kota dimaknai sebagai kapasitas individu, masyarakat, institusi, dunia usaha, dan sistem kota untuk bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun menghadapi tekanan/stresses (seperti kemacetan, polusi udara, dan kurangnya air bersih) dan guncangan/shocks (seperti bencana alam, kebakaran, serangan terorisme, dan kerusuhan sosial).
Pada bulan Mei 2016, Jakarta terpilih menjadi anggota jejaring 100RC Angkatan ke III dengan mengungguli 325 aplikasi dari kota lainnya di seluruh dunia. Bergabungnya Jakarta ke dalam jejaring 100RC merupakan sebuah momentum percepatan perwujudan Jakarta sebagai Kota Berketahanan, karena sejatinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan berbagai kegiatan terkait dengan ketahanan kota jauh sebelum bergabung dengan jejaring 100RC.
Bentuk dukungan 100RC tersebut diantaranya berupa (i) memberikan bantuan dana untuk menyelenggarakan Sekretariat Jakarta Berketahanan yang dipimpin oleh Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) dengan tugas sebagai penghubung antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan The Rockefeller Foundation dan pemangku kepentingan lainnya; (ii) memasilitasi penyusunan Strategi
Ketahanan Kota; (iii) menghubungkan anggotanya dengan organisasi City Solutions yang dapat membantu implementasi strategi serta menghubungkan dengan anggota lainnya dalam jejaring internasional 100RC; dan (iv) menyediakan bantuan teknis dan sumberdaya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mencakup penyediaan Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner.
Pengukuhan kerjasama Jakarta dan 100RC sendiri baru diresmikan melalui penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak (Letter of Intent) oleh Gubernur DKI Jakarta dan Presiden 100 Resilient Cities tertanggal 24 Juli 2017. Saat ini, Surat Pernyataan Kehendak tersebut sedang diberikan addendum dengan memasukkan klausul internalisasi strategi ketahanan menjadi salah satu komitmen Jakarta. Sedangkan pihak 100RC menambahkan klausul dalam rangka mempertegas komitmen masa dukungan (September 2017 sampai September 2019), akses pembelajaran dan kolaborasi dengan jejaring 100RC serta dukungan pengembangan kapasitas. Saat laporan ini ditulis (September 2018), amandemen tersebut telah pula ditandatangani oleh Gubernur Anies R. Baswedan dan Presiden 100RC, Michael Berkowitz.
Walaupun demikian, beberapa kegiatan persiapan program Jakarta Berketahanan telah dilaksanakan jauh sebelum pengukuhan kerjasama tersebut. Dimulai dengan terselenggaranya Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan/Agenda Setting Workshop pada tanggal 17 November 2016. Lokakarya tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dan berhasil menemukenali isu ketahanan Kota Jakarta, termasuk (i) tantangan yang sedang dan/atau akan dihadapi, (ii) pemangku kepentingan kunci, serta (iii) konsep ketahanan kota dan dukungan 100RC untuk mewujudkannya.
Selanjutnya, telah terlaksana beberapa kegiatan lanjutan yaitu:
1. Peningkatan Pemahaman Pemangku Kepentingan terkait konsep kota berketahanan melalui Simulasi Permainan Kota Nexus! (19 Januari 2017).
2. Kunjungan belajar ke Semarang sebagai anggota jejaring 100RC pertama di Indonesia, sejak tahun 2014 (24 Maret 2017).
3. Pengenalan Konsep Kota Berketahanan dan Proses Pelaksanaan Program Jakarta Berketahanan kepada para pemangku kepentingan sekaligus Peluncuran Tahap I Program Jakarta Berketahanan (2, 3, dan 5 Mei 2017).
4. Pengumpulan data terkait ketahanan kota bersama para pemangku kepentingan (Mei – Agustus 2017)
5. Kegiatan Berjejaring bersama kota berketahanan lain di dunia, yaitu: (i) CityXchange Summit di Bellagio, Italia (14 – 18 Mei 2017); (ii) Orientasi Chief Resilience Officer (CRO) di Singapura (6 – 8 Juni 2017); (iii) 100RC Global Summit 2017 di New York, Amerika Serikat (23 – 27 Juli 2017); (iv) 100RC Metropolitan Network Exchange 2017 di Santiago, Chile (5 – 8 Desember 2017), (v) Phase I to Phase II Workshop di Singapura (16 - 19 April 2018); dan (vi) Implementation Training Wokshop di Singapura ( 9 - 13 Juli 2018).
Saat ini, Jakarta berada pada akhir Tahap I dan segera memasuki Tahap II. Keluaran dari rangkaian kegiatan Tahap I, yang terlaksana sejak Mei 2016 hingga Februari 2018, adalah terumuskannya Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment/PRA). Seluruh rangkaian proses ini dilaksanakan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara partisipatif.
Rangkaian kegiatan tersebut berturut-turut adalah: (i) pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner daring/online dan luring/offline yang berhasil merangkul 465 responden yang diikuti dengan wawancara beberapa pemangku kepentingan utama; (ii) Lokakarya Persepsi Kota (15 September 2017); (iii) Lokakarya Aset dan Guncangan (20 September 2017); (iv) Sesi kerja/working session mengenai Penilaian Tekanan Kota (25 September 2017); (v) Sesi kerja/working session mengenai Fokus Utama (26 September 2017); serta (vi) Seminar Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) (11 Oktober 2017).
Lebih dari 500 orang yang mewakili berbagai pemangku kepentingan telah turut berpartisipasi dalam penyusunan dokumen Penilaian Awal Ketahanan ini, mulai dari pengisian kuesioner, lokakarya sampai menghadiri seminar. Para pemangku kepentingan tersebut berasal dari Swasta; Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); Kelompok Masyarakat; Asosiasi; Kelompok Komunitas; Akademisi; Pemerintah Pusat; Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; Pemerintah Daerah di Kawasan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek); Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD); dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hasil dari rangkaian kegiatan tersebut adalah terumuskannya Dokumen Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) yang menggambarkan kondisi ketahanan kota Jakarta. Penilaian Awal Ketahanan ini dihasilkan berdasarkan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) yang terdiri dari 4 (empat) dimensi:
i. Kesehatan dan Kesejahteraan: Kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang baik bagi semua orang yang tinggal dan bekerja di Jakarta.
ii. Ekonomi dan Kemasyarakatan: Sistem sosial dan perekonomian yang memungkinkan penduduk kota untuk hidup damai, dan bertindak secara kolektif.
iii. Infrastruktur dan Lingkungan: Ketersediaan infrastruktur buatan dan alam yang menyediakan layanan dasar serta melindungi warga Jakarta.
iv. Kepemimpinan dan Strategi: Kepemimpinan yang efektif, pemberdayaan pemangku kepentingan, dan perencanaan yang terpadu.
Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) menjadi perangkat yang dapat membantu mengenali kondisi ketahanan Kota Jakarta melalui: (i) pengenalan isu strategis Jakarta saat ini dan di masa mendatang; (ii) gambaran ikhtiar yang sudah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi isu tersebut; (iii) persepsi pemangku kepentingan terkait ketahanan Kota Jakarta; serta (iv) kerentanan aset dan risikonya.
Isu strategis yang dihadapi oleh Jakarta saat ini tidak banyak berbeda dengan isu yang dihadapi oleh kota metropolitan lainnya di dunia, terutama disebabkan oleh tingginya laju urbanisasi dan migrasi.
Dalam upaya mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan, dengan mempertimbangkan isu dan permasalahan strategis Jakarta, disepakati 5 (lima) Fokus Utama yang menjadi pijakan dasar memasuki Tahap II, yaitu:
a. Meningkatkan kapasitas tata kelola pemerintahan dan manajemen kota;
b. Membangun budaya siap siaga untuk menghadapi berbagai guncangan;
c. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui tata kelola air bersih, air limbah dan sampah dengan lebih baik;
d. Meningkatkan mobilitas dan konektivitas warga Jakarta;
e. Memelihara kohesi sosial warga Jakarta.
6 7Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Total Perjalanan di Jabodetabek Tahun 2015 (perjalanan/hari)
Tabel 3.1 Ikhtiar Prioritas Pemerintah menuju Jakarta Berketahanan
Tabel 6.1 Fokus Utama dan Pertanyaan Analisis Ketahanan Kota
Gambar 1.1 Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF)
Gambar 1.2 Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.3 Struktur Organisasi Tim Jakarta Berketahanan
Gambar 1.4 Proses Penyusunan Strategi Ketahanan Kota
Gambar 1.5 Sesi Diskusi Panel pada Lokakarya Perdana
Gambar 1.6 Daftar Guncangan dan Tekanan Hasil Lokakarya Perdana
Gambar 1.7 Simulasi Permainan Kota Nexus! di Jakarta
Gambar 1.8 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
selaku CRO berkunjung ke kantor 100RC Semarang
Gambar 1.9 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO dan Tim 100RC saat Peluncuran Tahap I
Gambar 1.10 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO didampingi oleh Kepala Bappeda DKI Jakarta di Bellagio City XChange Summit
Gambar 1.11 Wakil dari Jakarta dan Semarang di New York Global Summit.
Gambar 1.12 Penandatanganan Letter of Intent kerjasama Pemprov DKI Jakarta dan program 100RC oleh Presiden 100RC Michael Berkowitz
Gambar 1.13 Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, Jakarta 6-7 September 2017
Gambar 1.14 Kunjungan lapangan ke OPD terkait perencanaan kota dalam Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, 6-7 September 2017
Gambar 1.15 Seminar Penilaian Awal Ketahanan, Balai Agung, 11 Oktober 2017
Gambar 1.16 Pertemuan Kemitraan Jakarta Berketahanan
Gambar 1.17 Pelatihan Pengarusutamaan Pendekatan Kolaboratif dalam Penyusunan Perencanaan
Gambar 1.18 Perjalanan Jakarta Berketahanan
Gambar 2.1 Wilayah Administrasi DKI Jakarta
Gambar 2.2 Peta Kota Metropolitan Jabodetabek
Gambar 2.3 Peta Kepadatan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2013
Gambar 2.4 Diagram Penduduk DKI Jakarta menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2017
Gambar 2.5 Komposisi Penduduk DKI Jakarta berdasarkan Etnis
Gambar 2.6 Komposisi Penduduk DKI berdasarkan Agama
Gambar 2.7 Peta Sungai Provinsi DKI Jakarta
Gambar 2.8 Penilaian Kinerja terkait Air Bersih dan Air Limbah berdasarkan populasi di DKI Jakarta
Gambar 2.9 Pemetaan Harga Tempat Tinggal dan Lokasi Tempat Kerja di DKI Jakarta
Gambar 2.10 Pemetaan Kawasan Kumuh dan Banjir di DKI Jakarta
Gambar 2.11 Penyakit Menular di Jakarta tahun 2007-2010
Gambar 2.12 Gini Ratio di DKI Jakarta (2016-2017)
Gambar 2.13 Pertumbuhan Ekonomi Jakarta dari tahun 2011 hingga Semester I Tahun 2016 (dalam persen)
Gambar 2.14 Pemetaan Kualitas Air Jakarta tahun 2016
Gambar 2.15 Jumlah Penduduk dan Kendaraan Bermotor di Jabodetabek
Gambar 2.16 Kinerja Mobilitas DKI Jakarta berdasarkan Persentase Moda Transportasi
Gambar 2.17 Proses Pendekatan Partisipatif melalui Musrenbang tingkat Provinsi
Gambar 2.18 Daftar Guncangan dan Tekanan di DKI Jakarta hasil Lokakarya Perdana Jakarta Berketahanan
Gambar 2.19 Daftar Guncangan Utama di DKI Jakarta menurut BPBD DKI
Gambar 2.20 Peta Frekuensi Banjir di Jakarta Tahun 2013-2017
Gambar 2.21 Infografis Kejadian Kebakaran di DKI Jakarta Tahun 2016
Gambar 3.1 Tahapan Penggunaan Perangkat Inventarisasi Ikhtiar
Gambar 3.2 Tahapan Metode Pengumpulan Data
Gambar 3.3 FGD Draft RPJMD 2018-2022 pada 18 Juli 2017
Gambar 3.4 Hasil Inventarisasi Seluruh Ikhtiar DKI Jakarta berdasar Faktor Penggerak Ketahanan Kota
Gambar 3.5 Proses Pengumpulan Data untuk Inventarisasi Ikhtiar DKI Jakarta. Wawancara dengan Bappeda DKI Jakarta (kiri) dan BPAD DKI Jakarta (Kanan)
Gambar 3.6 Hasil Inventarisasi Ikhtiar berdasarkan Sub-Faktor Penggerak Ketahanan Kota
Gambar 3.7 Hasil Inventarisasi Ikhtiar Prioritas berdasarkan Faktor Penggerak Ketahanan Kota
Gambar 3.8 Diagram Ikhtiar Prioritas berdasarkan Pemangku Kepentingan Pemerintah
Gambar 3.9 Cuplikan Ikhtiar menuju Jakarta Berketahanan
Gambar 3.10 Diagram Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Pemangku Kepentingan Kelompok Masyarakat
Gambar 3.11 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Nasional
Gambar 3.12 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Kota
Gambar 3.13 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Komunitas
Gambar 3.14 Diagram Keterkaitan antar Ikhtiar Prioritas
Gambar 4.1 Diagram Tahapan Penggunaan Penilaian Persepsi Ketahanan Kota
Gambar 4.2 Diagram Tahapan Kegiatan Pengumpulan Data
Gambar 4.3 Diagram Tahapan dalam Survei Daring dan Tertulis
Gambar 4.4 Contoh Pertanyaan Survei Daring
Gambar 4.5 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan
Gambar 4.6 Perbandingan Jumlah Responden berdasarkan Kategori Pemangku Kepentingan
Gambar 4.7 Diagram Persepsi Responden Pemerintah terkait Penilaian Ketahanan Kota
Gambar 4.8 Diagram Persepsi Responden Swasta terkait Penilaian Ketahanan Kota
Gambar 4.9 Diagram Persepsi Responden Kelompok Masyarakat terkait Penilaian Ketahanan Kota
Gambar 4.10 Diagram Persepsi Responden Akademisi terkait Penilaian Ketahanan Kota
Gambar 4.11 Diagram Persepsi Keterkaitan Penilaian Ketahanan Kota antarfaktor Penggerak
Gambar 4.12 Penilaian Persepsi vs Inventarisasi Ikhtiar
Gambar 5.1 Diagram Tahapan Penilaian Kerentanan Aset dan Risikonya
Gambar 5.2 Diagram Tahapan Pengumpulan Data
Gambar 5.3 Daftar Kerentanan Aset terhadap Guncangan Utama
Gambar 5.4 Lokakarya Aset dan Guncangan untuk melihat kerentanan Aset Kota dengan Guncangan
Gambar 5.5 Sesi Kerja Tekanan Kota untuk melihat Tekanan yang berpotensi mengancam Jakarta di Masa Depan
Gambar 6.1 Proses Penentuan Fokus Utama
Gambar 6.2 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan pada Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama
Gambar 6.3 Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota Jakarta
Gambar 6.4 Beberapa Masukan dari Pemangku Kepentingan Terkait
51
70
104
18
20
21
22
24
25
25
26
26
27
27
28
28
28
29
29
29
30
35
37
39
38
38
39
41
43
43
43
45
47
47
49
53
53
55
57
57
58
59
64
65
66
67
67
68
69
70
71
72
72
73
73
74
79
80
80
81
82
83
84
85
85
86
87
89
93
94
95
97
97
100
102
102
103
8 9Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
DAFTAR ISTILAH
Analisis Silang/Cross Analysis – Analisis korelasi yang digunakan untuk melihat hubungan
antarvariabel. Analisis ini bertujuan untuk melihat kesenjangan yang terjadi antara ikhtiar yang
telah ada dengan dimensi yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan.
Aset – Sumber daya alam dan buatan yang bisa berkontribusi terhadap ketahanan kota.
Center of Excellence – Pusat pembelajaran
Desain Besar – Perencanaan pembangunan berbasis isu yang disusun berdasarkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Konsensus dan komitmen para pemangku kepentingan menjadi kekhasan Desain Besar yang tercermin dalam visi, misi, target, peta jalan dan rencana aksi.
Fokus Utama/Discovery Area – Kumpulan isu yang diprioritaskan dan disepakati untuk didalami lebih lanjut pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan, baik terkait data penunjang, analisis lanjutan maupun informasi penting lainnya.
Fragmented Governance – Tata kelola pemerintahan yang terdiri dari beberapa wilayah administrasi dan/atau daerah otonom yang memiliki kepentingan masing-masing. Sistem ini cenderung menghasilkan sistem kerja yang tidak terpadu.
Gastroenteritis - penyakit diare yang menular yang paling umum ditemukan di Jakarta
Guncangan/shock – Kejadian yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba serta berpotensi mengakibatkan korban jiwa dan/atau kerusakan besar pada aset kota.
Informasi Palsu/Hoax - Informasi yang dibuat bukan berdasarkan bukti yang terpercaya, biasanya disebarkan melalui media sosial dengan maksud negatif.
Jejaring 100RC/100RC network – Jejaring internasional kota anggota 100RC di seluruh dunia guna mendorong pembangunan ketahanan kota anggota 100RC melalui pengembangan hubungan kerja antarCRO dan anggota timnya. Jejaring adalah sarana saling berbagi pengetahuan, praktik unggulan (best practices), dan wadah untuk mencari solusi bersama dalam mengatasi tantangan ketahanan kota. Hasilnya adalah terciptanya tindakan bersama di tingkat regional dan global.
Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) – Perangkat untuk memahami kompleksitas kota dan berbagai ‘faktor penggerak’ (drivers) yang dapat mempengaruhi kondisi ketahanan kota.
Ketahanan Kota/Urban Resilience – Kapasitas individu, masyarakat, institusi, bisnis, dan sistem dari sebuah kota untuk bisa bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun menghadapi berbagai tekanan kronis/chronic stresses dan guncangan akut/acute shocks.
Konektivitas – Keterhubungan antarwilayah dengan menggunakan sarana/prasarana perhubungan berupa jalan, rel, atau melalui matra udara dan laut. Bisa juga keterhubungan komunikasi antarwarga di wilayah yang berbeda dengan menggunakan perangkat telepon kabel atau seluler.
Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) – Koordinator proses dan upaya lainnya untuk mewujudkan ketahanan kota.
Mobilitas – Pergerakan warga masyarakat dari satu titik ke titik lainnya baik secara fisik maupun sosial. Kualitas mobilitas ditentukan oleh sarana/prasarana, moda transportasi dan ketepatan jadwal.
Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner - Tim konsultan yang ditunjuk oleh 100RC untuk mendukung CRO dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.
Metropolitan Jakarta - Merujuk pada kota DKI Jakarta dan kota/kabupaten di sekitarnya atau sering disebut Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) yang memiliki populasi sekitar 30 juta jiwa.
Orientasi Chief Resilience Officer (CRO) – Orientasi CRO bertujuan untuk membekali CRO dengan konsep berketahanan, kesempatan mengeksplorasi peran CRO, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya 100RC.
Pemangku kepentingan/stakeholders – Individu dan kelompok, baik berada di dalam maupun di luar pemerintahan, yang memiliki pengaruh dan kapasitas untuk membangun ketahanan kota, terdiri dari individu, kelompok masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) – Menetapkan kekuatan dan kelemahan terkait ketahanan kota dengan menggunakan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).
Penurunan muka tanah/land subsidence – menurunnya muka tanah akibat beban bangunan, rapuhnya tanah dan pengambilan air tanah yang berlebihan.
Perangkat Aset dan Risiko Kota – Perangkat yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC), digunakan untuk menilai kerentanan aset kota dan risikonya melalui dampak guncangan dan tekanan serta keterkaitan antara guncangan dan tekanan tersebut terhadap kerentanan aset kota.
Perangkat Inventarisasi Ikhtiar – Perangkat yang digunakan untuk menemukenali dan memetakan ikhtiar kota berdasarkan pada Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).
Perangkat Persepsi Ketahanan Kota – Perangkat yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC), digunakan untuk melihat persepsi pemangku kepentingan terhadap ketahanan kota.
10 11Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Pertanyaan Analisis/diagnostic questions – penjabaran fokus utama (discovery areas) berupa rangkaian pertanyaan yang akan diperdalam untuk ditemukan jawabannya dalam penyusunan strategi ketahanan kota.
Platform Partners - mitra yang terdaftar di 100RC yang siap membantu, bisa berbayar atau tidak, kota jejaring 100RC merumuskan dan mengimplementasikan strategi ketahanan kota.
Prakarsa/Initiative – Kegiatan, program, dan bentuk ikhtiar lainnya yang secara khusus ditujukan untuk membangun ketahanan kota yang terbagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: penemuan/penelitian, perencanaan, dan implementasi.
Rasio Gini/Gini Ratio - koefisien yang digunakan untuk mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan. Nilai Rasio Gini berkisar antara 0 - 1. Semakin tinggi nilai Rasio Gini menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi.
Real Time – waktu yang sebenarnya saat suatu kejadian yang terjadi di tempat tertentu diketahui pada saat yang bersamaan oleh orang lain yang berada di tempat yang secara geografis terpisah jauh dengan bantuan teknologi komunikasi.
Strategi – Keseluruhan kumpulan prioritas, gagasan, dan rencana aksi yang akan ditemukenali dan diimplementasikan oleh pemangku kepentingan dalam rangka membangun ketahanan kota.
Strategi ketahanan kota – Sebuah peta jalan/roadmap taktis untuk membangun ketahanan kota. Strategi ini menjabarkan prioritas ketahanan kota serta berbagai kebijakan, program, kegiatan, dan aksi spesifik baik pelaksanaan jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Tahap I – Tahapan ini dirancang untuk proses pemindaian menyeluruh tentang ketahanan kota, pembentukan sekretariat untuk membantu CRO, dan pelibatan awal para pakar dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan, pandangan, serta tanggapan kritis mengenai ketahanan kota.
Tahap II – Tindak lanjut dan analisis yang lebih mendalam terhadap hasil Tahap I untuk menyepakati Strategi Ketahanan Kota. Pada Tahap II, CRO akan bermitra dan/atau bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang berasal dari beragam latar belakang serta mitra/platform partners dari 100RC.
Tahap III – Tahap implementasi strategi ketahanan kota dalam rangka mewujudkan ketahanan kota, disebut juga Kelembagaan dan Implementasi.
Tekanan/stress – Kejadian yang terjadi terus-menerus (kronis) dan melemahkan kemampuan penduduk kota dan/atau aset kota untuk berfungsi dan menyediakan kebutuhan dasar.
Working in Silo – Sikap yang terjadi ketika beberapa institusi, kelompok, individu tidak saling berbagi informasi atau pengetahuan kepada institusi/kelompok lain.
DAFTAR SINGKATAN
APBD Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah
APTB Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway
ASEAN Association of South East Asian Nations
ASN Aparatur Sipil Negara
BT Bujur Timur
Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BABS Buang Air Besar Sembarangan
BBM Bahan Bakar Minyak
BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BKSP Badan Kerjasama Strategis Pembangunan
Bodetabek Bogor Depok Tangerang Bekasi
BPAD Badan Pengelolaan Aset Daerah
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan
BPJS Badan Pengelola Jaminan Sosial
BPS Badan Pusat Statistik
BPTJ Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek
BRT Bus Rapid Transit
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
BUMN Badan Usaha Milik Negara
°C Celsius
CRF City Resilience Framework/Kerangka Ketahanan Kota
CRO Chief Resilience Officer/Koordinator Ketahanan Kota
Daring Dalam jaringan (on line)
DAS Daerah Aliran Sungai
DKI Daerah Khusus Ibu Kota
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
FGD Focus Group Discussion/Diskusi Kelompok Terfokus
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
IPK Indeks Persepsi Korupsi
IPM Indeks Pembangunan Manusia
ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Jabodetabek Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
JPI Jakarta Property Institute
KB Keluarga Berencana
KDH Kepala Daerah
KLB Kejadian Luar Biasa
KLN Kerjasama Luar Negeri
12 13Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
km2 Kilo meter persegi
KPI Key Performance Indicator/Indikator Kinerja Utama
KRL Kereta Rel Listrik
LLTT/L2T2 Layanan Lumpur Tinja Terjadwal
LoI Letter of Intent/Surat Pernyataan Kehendak
LRT Light Rapid Transit
LS Lintang Selatan
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Luring Luar jaringan (off line)
mm2 millimeter persegi
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
MRT Mass Rapid Transit
Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan
OPD Organisasi Perangkat Daerah
PAD Pendapatan Asli Daerah
PemProv Pemerintah Provinsi
Posyandu Pos Pelayanan Terpadu
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
PERTAMA Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat
PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap
PRA Preliminary Resilience Assessment/Penilaian Awal Ketahanan
RAKD Rencana Aksi Ketahanan Daerah
RC Resilient Cities
RDTR Rencana Detail Tata Ruang
RPA Rockefeller Philanthropy Advisors
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RTH Ruang Terbuka Hijau
RTRW Rencana Tata Ruang dan Wilayah
SANIMAS Sanitasi Berbasis Masyarakat
SDM Sumber Daya Manusia
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
SMA Sekolah Menengah Atas
SMK Sekolah Menengah Kejuruan
TBC Tuberculosis, gangguan pernapasan kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis
TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi
TKD Tunjangan Kinerja Daerah
TPA Tempat Pembuangan Akhir
TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
TPT Tingkat Pengangguran Terbuka
UCI Universal Child Immunization
UCLG ASPAC United Cities and Local Governments Asia Pacific
UMP Upah Minimum Provinsi
UNFPA United Nation Fund for Population Activities/ United Nations Population Fund
USAR Urban Search and Rescue
USAID IUWASH PLUS United States Agency for International Development Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Penyehatan Lingkungan untuk Semua
100RC 100 Resilient Cities/100 Kota Berketahanan
16 17Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Foto : Bagus Ghufron (Unsplash)
1.1 LATAR BELAKANG
Isu ketahanan kota menjadi isu yang dihadapi oleh berbagai kota di dunia, termasuk Jakarta. Menjadi kota berketahanan bagi Jakarta merupakan kondisi untuk menjadi kota yang berkelanjutan dan liveable city sesuai visi Jakarta, maju kotanya, bahagia warganya. Pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan dukungan serta keterlibatan warganya sebenarnya sudah melakukan berbagai ikhtiar untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan.
Walaupun tidak berlabel program ketahanan kota, ikhtiar tersebut dapat dikenali dari berbagai program pemenuhan dasar yang telah dan sedang dilakukan yang tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017 dan 2018-2022, diantaranya Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, penguatan infrastruktur transportasi publik: TransJakarta, MRT, LRT dan program penanggulangan banjir, pembangunan instalasi pengolahan air limbah berbasis komunal dan peningkatan penyediaan air bersih.
Jakarta yang telah dikenal sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan etalase Indonesia, juga merupakan daerah khusus Ibu Kota. Statusnya sebagai Daerah Khusus Ibu Kota menjadikan Jakarta sebagai rumah bagi tidak hanya pemerintah provinsi, namun juga pemerintah pusat Republik Indonesia.
Hal ini turut menjadikan Jakarta memiliki keunikan tersendiri dengan kompleksitas yang berbeda jika dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Kondisi ini juga menjadi salah satu alasan bagi Jakarta ketika mengajukan aplikasi untuk menjadi anggota jejaring 100RC sehingga memungkinkan Jakarta untuk saling berbagi pengalaman dengan metropolitan lainnya anggota jejaring 100RC selain mendapatkan dukungan dalam penyusunan dokumen strategi ketahanan kota.
Setelah sukses memilih 63 kota pada tahun 2013 dan 2014, 100 Resilient Cities pada tahun 2016 menerima 325 aplikasi dari 80 negara dari 6 (enam) benua, termasuk Jakarta. Bantuan dari Jakarta Property Institute (JPI), khususnya dalam urusan administratif dan bertindak sebagai narahubung sementara dengan pihak 100RC, telah memungkinkan Jakarta terpilih sebagai salah satu dari 37 kota dunia untuk bergabung dalam jejaring internasional 100RC pada bulan Mei 2016.
Jalinan kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Rockefeller Philanthropy Advisors (RPA) 100 Resilient Cities (100RC) terkait Program 100RC diresmikan melalui penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak/Letter of Intent (LOI) tentang Pengembangan dan Implementasi Strategi Ketahanan Kota antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Rockefeller Philanthropy Advisors (RPA) 100 Resilient Cities (100RC) pada tanggal 24 Juli 2017.
Surat Pernyataan Kehendak tersebut juga sudah diberikan addendum dengan memasukkan klausul internalisasi strategi ketahanan menjadi salah satu komitmen Jakarta. Sedangkan pihak 100RC menambahkan klausul untuk mempertegas komitmen masa dukungan (September 2017 sampai September 2019), akses pembelajaran dan kolaborasi dengan jejaring 100RC serta dukungan pengembangan kapasitas. Saat laporan ini ditulis (September 2018), amandemen tersebut telah pula ditandatangani oleh Gubernur Anies R. Baswedan dan Presiden 100RC, Michael Berkowitz.
LoI ini menjabarkan harapan bersama kedua pihak untuk bermitra dan bekerja sama dalam mengembangkan kemampuan dalam memelihara, serta memulihkan fungsi penting Jakarta untuk menghadapi guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) sehingga individu, komunitas, swasta, pemerintah serta sistem kota dapat terus berkembang mendukung terwujudnya kota yang berketahanan.
18 19Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
1.2 KONSEP KOTA BERKATAHANAN
KERANGKA KETAHANAN KOTA
12 faktor penggerak yang secara kolektif membentuk
kualitas ketahanan kota.
Gambar 1. 1 Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework).
Program 100 Resilient Cities/Kota Berketahanan memasilitasi Jakarta dalam membangun ketahanan kota dalam menghadapi tantangan dan permasalahan sosial, ekonomi, dan fisik kota yang semakin meningkat di abad ke-21, diantaranya globalisasi, urbanisasi, dan perubahan iklim.
Adapun ketahanan kota yang dimaksud adalah kapasitas individu, masyarakat, institusi, swasta, dan sistem kota untuk bertahan, beradaptasi, dan tumbuh meskipun mengalami tekanan/stresses seperti kemacetan, polusi udara, dan kurangnya air bersih dan guncangan/shocks seperti bencana alam, kebakaran, serangan
terorisme dan kerusuhan sosial.
Program 100RC menilai bahwa kondisi ketahanan sebuah kota dapat dikenali dari 7 (tujuh) jenis kualitas, yaitu:
Reflektif (Reflective)Sistem kota yang mampu belajar dari pengalaman-pengalaman yang telah terjadi sebelumnya
Memiliki Banyak Alternatif Solusi (Resourceful)Dalam rangka menghadapi tekanan dan guncangan, kota perlu memiliki alternatif solusi atau rencana guna bertindak dengan cepat dan tepat di dalam situasi krisis.
Inklusif (Inclusive)Proses pengambilan keputusan yang inklusif menekankan keterlibatan publik dan beragam pemangku kepentingan
Terintegrasi (Integrated)Berbagai sistem yang mendukung berjalannya kehidupan kota perlu diintegrasikan sehingga tekanan dan isu kawasan perkotaan yang kompleks dapat diselesaikan secara tepat guna dan tepat sasaran
Kokoh (Robust)Sistem kota yang kokoh berarti sistem tersebut direncanakan dengan baik dan seksama, terpelihara dengan baik, dan dipahami secara menyeluruh oleh seluruh warga kota.
Persiapan Cadangan (Redundant)
Kota perlu menyiapkan cadangan sumber daya sebagai bagian dari alternatif solusi atau rencana dalam menghadapi krisis.
Fleksibel (Flexible)
Sistem kota yang berketahanan harus mampu beradaptasi dalam menghadapi kondisi kawasan perkotaan yang senantiasa dinamis.
Selain itu, aspek ketahanan kota juga dapat dikenali berdasarkan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) yang memiliki 12 faktor penggerak. Berbagai aspek ini mempengaruhi ketahanan kota mengatasi segala guncangan dan tekanan yang dihadapinya.
Dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota, Kerangka Ketahanan Kota digunakan sebagai perangkat analisis untuk menemukenali kekurangan yang perlu ditingkatkan serta peluang dalam mewujudkan kota untuk menjadi kota berketahanan. Dengan menggunakan Kerangka Ketahanan Kota, kompleksitas kota dapat dikenali dan ditelaah melalui analisis faktor penggerak.
Kerangka Ketahanan Kota memiliki 4 (empat) dimensi yang masing-masing memiliki 3 (tiga) faktor penggerak sehingga secara keseluruhan terdapat 12 (dua belas) faktor penggerak. Berikut merupakan keempat Dimensi beserta Faktor Penggeraknya masing-masing:
Kesehatan dan Kesejahteraan: Kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang baik bagi
semua orang yang tinggal dan bekerja di Jakarta.
a. Pemenuhan kebutuhan dasar
b. Penghidupan dan pekerjaan yang layak
c. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat
Ekonomi dan Kemasyarakatan: Sistem sosial dan perekonomian yang memungkinkan para penduduk untuk hidup dengan damai, dan bertindak secara kolektif.
a. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu
b. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan
c. Mendorong kemakmuran ekonomi
Infrastruktur dan Lingkungan: Ketersediaan infrastruktur buatan dan alam yang menyediakan layanan dasar serta melindungi warga Jakarta.
a. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan
b. Menjamin kelangsungan layanan yang penting
c. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan
Kepemimpinan dan Strategi: Kepemimpinan yang efektif, pemberdayaan pemangku kepentingan, dan perencanaan terpadu.
a. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif
b. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan
c. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu
Setiap faktor penggerak mencerminkan ikhtiar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kondisi ketahanan kotanya. Kerangka Ketahanan Kota ini menunjukkan bahwa terdapat banyak cara bagi berbagai pemangku kepentingan dalam berkontribusi mewujudkan ketahanan kota (urban resilience).
20 21Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
1.3 STRUKTUR ORGANISASI JAKARTA BERKETAHANAN
Berdasarkan pengalaman kota lain yang juga tergabung dalam jejaring 100RC, dipandang perlu untuk membentuk Sekretariat Jakarta Berketahanan yang mendukung efisiensi dan optimalnya upaya Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) dalam mewujudkan Jakarta sebagai Kota Berketahanan.
Sekretariat ini memiliki 3 (tiga) fungsi pokok, yaitu: (i) mendukung dan membantu kinerja dan aktivitas harian CRO; (ii) menyampaikan hasil dari penyusunan Strategi Ketahanan Kota kepada pemangku kepentingan; serta (iii) memberikan dukungan dan bantuan untuk pelaksanaan program 100RC di Jakarta. Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan (lihat Gambar 1.2) terdiri dari:
• Oswar M. Mungkasa, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO) Jakarta
• Dede Herland sebagai Kepala Sekretariat Jakarta Berketahanan atau Deputi Koordinator Ketahanan Kota/Deputi Chief Resilience Officer (CRO)
• Tri Mulyani Sunarharum sebagai Manajer Program
• Rendy Primrizqi sebagai Staf Komunikasi
1.4 JAKARTA SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN (CENTER OF EXCELLENCE) KOTA BERKETAHANAN
Jakarta merupakan kota metropolitan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian. Kondisi ini membuat Jakarta menjadi magnet bagi wilayah penyangga dan kota-kota sekitarnya, yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor. Interaksi yang kuat antara Jakarta dengan wilayah sekitarnya menjadikan isu utama terkait ketahanan kota Jakarta hanya bisa diselesaikan jika Strategi Ketahanan Kota Jakarta terintegrasi dengan perencanaan kota di wilayah sekitarnya.
Oleh karena itu, penyusunan Strategi Ketahanan Kota Jakarta akan melibatkan dan berkolaborasi dengan kota Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor, Tangerang Selatan dan Kabupaten Bekasi, Tangerang, Bogor untuk menghasilkan strategi yang menyeluruh, berjangka panjang, dan terpadu.
Kompleksitas isu perkotaan DKI Jakarta ini mungkin juga dialami oleh berbagai kota lain di Indonesia dan mancanegara. Keberhasilan upaya mewujudkan Jakarta menjadi kota berketahanan dapat menjadikan DKI Jakarta sebagai pusat pembelajaran (centre of excellence) bagi kota metropolitan lainnya di Indonesia dan dunia.
Foto : Vierundsieben (Unsplash)
Gambar 1.2 Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Dalam menyusun Strategi Ketahanan Kota, Sekretariat Jakarta Berketahanan didukung oleh beberapa pihak, yaitu: (i) Pengelola Hibah; (ii) Mitra Penyusunan Strategi; (iii) Dewan Pengarah; dan (iv) Kelompok Kerja.
Sebagaimana tersebut dalam Surat Pernyataan Kehendak/Letter of Intent yang telah ditandatangani mengenai penyaluran dana penyusunan Strategi Ketahanan Kota, Program 100RC memberikan bantuan dana selama 2 (dua) tahun dan menunjuk United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) sebagai Pihak Ketiga/Third Party Grantee yang mengelola kebutuhan keuangan dan operasional Sekretariat Jakarta Berketahanan/Resilient Jakarta Secretariat untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner adalah konsultan dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Program 100RC untuk mendukung penyusunan Strategi Ketahanan Kota. Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta
Koordinator Ketahanan Kota
Chief Resilience Officer (CRO)
Dewan Pengarah
Steering Committe
Kepala Sekretariat / Deputi CRO
Manajer Program Staff Komunikasi
Pengelola Hibah
Third Party Grantee
Mitra Penyusunan Strategi
Strategy Partner
Kelompok Kerja
Working Group
Keterangan:
Garis komandoGaris koordinasi
Sekretariat Jakarta Berketahanan
diperkuat oleh keberadaan Dewan Pengarah/Steering Committee (SC) dan Kelompok Kerja/Working Group (WG).
Dewan Pengarah terdiri dari para pakar, akademisi, praktisi, tokoh masyarakat, dan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertugas untuk memberikan dukungan penyusunan dan pelaksanaan Strategi Ketahanan Kota Jakarta. Sedangkan Kelompok Kerja terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun pihak/lembaga pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya yang terlibat dalam penyusunan dan pelaksanaan Strategi Ketahanan Kota.
Struktur organisasi Tim Jakarta Berketahanan digambarkan (Gambar 1.3) sebagai berikut:
Gambar 1.3 Struktur Organisasi Tim Jakarta Berketahanan
22 23Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
1.5 PROSES PENYUSUNAN STRATEGI KETAHANAN KOTA
Tujuan utama Strategi Ketahanan Kota adalah untuk memicu hadirnya ikhtiar, investasi, dan dukungan dari pemerintah setempat maupun pihak luar bagi perwujudan Jakarta sebagai kota berketahanan.
Koordinator Ketahanan Kota/Chief Resilience Officer (CRO), sebagai koordinator dan pemimpin utama dalam mewujudkan dan mengembangkan ketahanan kota, bertanggung jawab dalam merancang, menyusun serta melakukan implementasi Strategi Ketahanan Kota Jakarta tersebut.
Proses penyusunan strategi ketahanan terbagi ke dalam 3 (tiga) tahapan (Gambar 1.4), yaitu:
1. Tahap I: Tahapan ini dirancang untuk proses pemindaian menyeluruh tentang ketahanan kota, pembentukan sekretariat untuk membantu CRO, dan pelibatan awal para pakar dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan, pandangan, serta tanggapan kritis mengenai ketahanan kota.
2. Tahap II: Tindak lanjut dan analisis yang lebih mendalam terhadap hasil Tahap I untuk menyepakati Strategi Ketahanan Kota. Pada Tahap II, CRO akan bermitra dan/atau bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang memiliki beragam latar belakang dan mitra penyusunan strategi (Strategy Partner).
3. Tahap III: Kelembagaan dan Implementasi (Institutionalization and Implementation). Tahap implementasi strategi ketahanan kota dalam rangka mewujudkan ketahanan kota.
Pada Tahap I dilakukan analisis menyeluruh tentang konteks kota Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai kegiatan pelibatan pemangku kepentingan untuk memahami lebih dalam persepsi para pemangku kepentingan kunci (key stakeholders) tentang kondisi ketahanan kota, ikhtiar yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI terkait ketahanan kota, serta menemukenali guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) utama.
TAHAP IPRA
Penilaian Awal Ketahanan
TimKerja
Dewan
Pengarah
Peblibatan Pemangku
Kepentingan
Ikhtiar kota
Konteks Kota
Persepsi Ketahanan
Fokus Utama
Aset, Guncangan, dan Tekanan
Penyusunan Rencana Kerja
Jakarta Berketahanan
Analisis Fokus Utama
Analisis Fokus Utama
Analisis Fokus Utama
Analisis Fokus Utama
Penilaian Peluang
Strategi Ketahanan
Kota
Pe
mb
en
tukan
In
stit
usi
dan
Im
ple
me
nta
si
MenujuTAHAP II
Proses penyusunan strategi ketahanan kota, dilakukan melalui pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait di DKI Jakarta. Pendekatan tersebut memungkinkan integrasi lintas sektor, tingkat pemerintahan, serta wilayah kota/kabupaten.
Sejalan dengan hal tersebut, Strategi Ketahanan Kota Jakarta juga memberikan ruang bagi berbagai pemangku kepentingan (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, perkumpulan masyarakat, akademisi, dan media) untuk berkolaborasi dalam implementasi strategi.
Proses membangun ketahanan kota (urban resilience) bukanlah merupakan proses linier. Upaya yang dilakukan akan ditinjau kembali seiring dengan ditemukenalinya guncangan (shocks) dan/ atau tekanan (stresses) baru, penerapan program, gagasan dan data baru, serta terbukanya peluang untuk berkolaborasi.
Melalui proses tersebut, Jakarta diharapkan dapat menemukenali kekuatan dan kekurangannya sehingga tidak hanya mampu mengurangi dampak buruk saat terjadi krisis, termasuk krisis yang tidak bisa diprediksi, bahkan mampu bangkit dengan lebih kuat.
Pada akhirnya, strategi ketahanan kota bukanlah peta jalan (roadmap) yang statis melainkan dokumen dinamis yang ditinjau secara berkala untuk direvisi sesuai dengan konteks yang berkembang.
Selain itu, Program 100RC juga memberikan kesempatan bagi Jakarta untuk mendapatkan dukungan dari jejaring yang dimilikinya. Berbagai macam dukungan berupa bantuan teknis, konsultasi, serta koneksi kepada kota-kota lain yang tergabung dalam jejaring 100RC dapat menjadi salah satu masukan bagi Jakarta dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.
Gambar 1.4 Proses Penyusunan Strategi Ketahanan Kota
24 25Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
1.6 KEGIATAN MENUJU JAKARTA BERKETAHANAN
Menyusul terpilihnya Jakarta sebagai anggota Kota Berketahanan dalam jejaring internasional 100RC, telah diselengggarakan beberapa kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait dalam rangka menyusun Strategi Ketahanan Kota. Selain itu, dilaksanakan juga kegiatan dalam rangka meningkatkan kapasitas Tim Sekretariat Jakarta Berketahanan.
Berikut beberapa kegiatan pokok yang telah dilaksanakan:
Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan
(November 2016)
Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan adalah kegiatan resmi pertama Jakarta dengan jejaring 100RC. Lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal 17 November 2016 di Ballroom Hotel Grand Hyatt menghadirkan berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama mendiskusikan isu ketahanan Jakarta.
Lokakarya menghadirkan Chief Resilience Officer (CRO) Bangkok dan Semarang yang telah menjadi anggota jejaring 100RC Asia Tenggara pada tahun 2013. Mereka memberikan beragam pandangan mengenai tantangan dan peluang terkait proses membangun ketahanan kota (Gambar 1.5).
Pada diskusi panel, Dr. Supachai (CRO Bangkok) menjelaskan bahwa tantangan utama dari proses penyusunan strategi ketahanan adalah bagaimana melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang beragam.
Sedangkan, Purnomo (CRO Semarang) menekankan pentingnya mengambil pendekatan terpadu dalam mengembangkan solusi serta bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.
Setelah diskusi panel, acara dilanjutkan dengan sesi latihan kelompok (small group
exercise) yang bertujuan untuk memicu terjadinya diskusi antara para pemangku kepentingan tentang guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) sesuai dengan konteks kota Jakarta dalam rangka memahami kondisi terkini ketahanan kota Jakarta (lihat Gambar 1.6).
Proses menemukenali pemangku kepentingan dan penerapan pendekatan kolaborasi dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota menjadi salah satu latihan yang dilakukan dalam lokakarya ini.
Gambar 1.5 Sesi Diskusi Panel pada Lokakarya Perdana
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Guncangan Tekanan
Banjir
Kebakaran
Demonstrasi
Wabah Penyakit
Kerusuhan/ Keresahan Sosial
KegagalanInfrastruktur
Gempa Bumi
Kemacetan
Keterjangkauan Perumahan
Polusi Udara
PenangananLimbah
Narkoba
Sanitasi danDrainase yang Buruk
PerubahanPeruntukanLahan
AksesAir Bersih
PenurunanMuka Tanah
Korupsi
Akses ke Ruang Publik
Pada tanggal 19 Januari 2017, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berperan selaku CRO berkolaborasi dengan 100RC menyelenggarakan diskusi kelompok menggunakan simulasi papan permainan kota untuk memicu peserta berdiskusi terkait ketahanan kota (Gambar 1.7).
Nexus! merupakan simulasi permainan papan tentang kondisi ekonomi yang dihadapkan dengan tekanan (stresses) terkait permasalahan energi, air, dan pangan. Permainan ini menggunakan metode pelibatan yang menyenangkan dan interaktif dalam memahami konsep ‘ketahanan’ yang terkesan abstrak.
Permainan ini digunakan untuk memicu munculnya diskusi terkait tantangan untuk mengelola sumber daya yang terbatas, memungkinkan para peserta untuk berpikir di luar peranannya di dunia nyata, serta memicu terjadinya percakapan para pemangku kepentingan di Jakarta terkait ketahanan.
Simulasi Permainan Kota Nexus!
(Januari 2017)
Gambar 1.7 Simulasi Permainan Kota Nexus! di Jakarta
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.6 Daftar Guncangan dan Tekanan Hasil Lokakarya Perdana
Sumber: Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan
26 27Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Memiliki kota lain dari Indonesia yang tergabung di jejaring 100RC merupakan keuntungan tersendiri bagi Jakarta sehingga bisa saling berbagi pengalaman dalam penyusunan strategi ketahanan kota. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang diwakili oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berperan sebagai CRO Jakarta, Asisten Deputi Gubernur bidang Tata Ruang, Kepala Bidang Mitigasi terhadap Perubahan Iklim Dinas Lingkungan Hidup, serta Staf Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri (KDH/KLN) berkunjung ke Semarang pada bulan Maret 2017 (Gambar 1.8).
Kunjungan ini bertujuan untuk saling berbagi pengalaman dengan Semarang, terkait (i) menemukenali dan memahami tantangan ketahanan kota; (ii) membentuk kantor ketahanan kota; (ii) menyusun strategi ketahanan kota beserta implementasinya, dan (iv) membentuk struktur tim ketahanan kota.
Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berperan selaku CRO bersama dengan 100RC menyelenggarakan pertemuan selama 3 (tiga) hari guna menyusun peta jalan/roadmap untuk perwujudan Jakarta Berketahanan (Gambar 1.9). Pertemuan ini merupakan kesempatan untuk:
(i) Mendiskusikan tujuan, peluang, dan nilai-nilai unik dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.
(ii) Meninjau kembali kegiatan dan perangkat utama serta peluang menggunakan sumberdaya lainnya yang akan digunakan di Tahap I.
Kunjungan Kerja ke Semarang
(24 Maret 2017)
Peluncuran Tahap I
(2-5 Mei 2017)
(iii) Meninjau kembali kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya serta menemukenali tujuan dan pendekatan serta kegiatan di Tahap I.
(iv) Menemukenali dukungan utama yang dibutuhkan tim Jakarta Berketahanan serta memikirkan upaya pemanfaatan sumberdaya lokal dalam proses penyusunan strategi ketahanan kota.
Gambar 1.8 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO berkunjung ke kantor 100RC Semarang
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.9 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO dan Tim 100RC saat Peluncuran Tahap I
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
100RC menyelenggarakan City XChange Summit di Bellagio, Italia pada bulan Mei 2017 untuk mengembangkan peluang inovasi berbasis masalah bagi kota anggota jejaring 100RC. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengembangkan peta jalan (roadmap) kolaborasi antara kemajuan teknologi dengan ketahanan kota. Kegiatan yang digagas oleh 100RC ini dihadiri oleh lebih dari 40 pemimpin kota, inovator, dan investor.
Jakarta diwakili oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Oswar Mungkasa, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Tuty Kusumawati (lihat Gambar 1.10). Dalam proses diskusi, Jakarta menjelaskan bahwa air bersih dan sanitasi menjadi salah satu isu utama yang perlu didalami lebih lanjut dengan
100 RC mengundang seluruh kota anggota jejaringnya dalam acara tahunan, Global Summit. Pada tahun 2017, pertemuan tersebut dilaksanakan di New York yang dihadiri oleh sekitar 80 Chief Resilience Officer (CRO) dan menjadi sarana untuk berbagi gagasan dan inovasi serta kolaborasi dalam rangka menemukan solusi dan praktik unggulan (best practices) untuk mengatasi tantangan ketahanan kota.
Jakarta diwakili oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, yang berperan selaku CRO dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta (lihat Gambar 1.11). Pada sesi diskusi kelompok, Jakarta mengusung topik: Driving Water Security - Water Funds mengenai isu air bersih dan sanitasi di Jakarta.
Bellagio CityXChange Summit
(14-18 Mei 2017)
bantuan teknologi dan mitra venture capital yang dimiliki oleh 100RC.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, 100RC memasilitasi uji coba terkait pengolahan air limbah skala komunitas sebagai bagian dari sistem pengolahan air limbah Jakarta.
New York Global Summit 2017
(23 -27 Juli 2017)
Gambar 1.10 Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup selaku CRO didampingi oleh Kepala Bappeda DKI Jakarta di
Bellagio City XChange Summit
Sumber: Dokumentasi Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.11 Wakil dari Jakarta dan Semarang di New York Global Summit.
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
28 29Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Sekretariat Jakarta Berketahanan bersama staf Kedeputian bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, UCLG Asia Pacific (Third-party grantee), AECOM (Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) mengikuti orientasi yang diselenggarakan selama 2 (dua) hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 6 dan 7 September 2017 (lihat Gambar 1.13 dan 1.14)
.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada Sekretariat Jakarta Berketahanan tentang program 100RC, teori ketahanan/resilience serta metode pendekatan untuk menjaring partisipasi dan penyampaian informasi kepada publik. Di samping itu, orientasi ini juga ditujukan untuk membekali Sekretariat Jakarta Berketahanan dalam membangun dan memperkuat kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan.
Seminar Penilaian Awal Ketahanan adalah kegiatan puncak Tahap I Program Jakarta Berketahanan. Seminar ini bertujuan untuk (i) Melaporkan kembali semua keluaran, hasil, dan temuan pada Tahap I serta menghadirkan 5 (lima) fokus utama (discovery area) kepada peserta yang telah ambil bagian pada Tahap I penyusunan Strategi Ketahanan Kota; (ii) Mendapatkan masukan dari peserta yang berasal dari latar belakang yang lebih luas dan beragam dan (iii) Menyediakan landasan awal terkait tahap selanjutnya dari proses penyusunan Strategi Ketahanan Kota Jakarta.Orientasi Sekretariat Jakarta
Berketahanan (September 2017)
Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota/ Preliminary Resilience Assessment
(11 Oktober, 2017)
Gambar 1.13 Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, Jakarta 6-7 September 2017
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.15 Seminar Penilaian Awal Ketahanan, Balai Agung, 11 Oktober 2017
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.14 Kunjungan lapangan ke OPD terkait perencanaan kota dalam Orientasi Sekretariat Jakarta Berketahanan, 6-7 September 2017
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Pertemuan kemitraan merupakan sarana pelibatan pemangku kepentingan, terutama organisasi non-pemerintah, dalam membangun ketahanan kota. Pertemuan dilakukan untuk menjelaskan kemajuan program dan peluang kemitraan dalam mewujudkan Jakarta berketahanan.
Sekretariat Jakarta Berketahanan diundang sebagai nara sumber sekaligus fasilitator dalam Pelatihan Penyusunan Perencanaan dengan Pendekatan Kolaboratif yang diselenggarakan oleh Bappeda DKI untuk para staf perencana di Bappeda dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Pertemuan Kemitraan Jakarta Berketahanan (Oktober, 2017)
Pelatihan Pengarusutamaan Pendekatan Kolaboratif bagi OPD di Provinsi DKI Jakarta (November, 2017)
Gambar 1.16 Pertemuan Kemitraan Jakarta Berketahanan
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Gambar 1.17 Pelatihan Pengarusutamaan Pendekatan Kolaboratif dalam Penyusunan Perencanaan
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
Selain itu, dilangsungkan juga penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak (Letter of Intent/LoI), yang telah ditandatangani terlebih dahulu oleh Gubernur DKI Jakarta, oleh Presiden 100RC Michael Berkowitz (lihat Gambar 1.12). Penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak tersebut menandai secara resmi kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dan 100RC.
Gambar 1.12 Penandatanganan Letter of Intent kerjasama Pemprov DKI Jakarta dan program 100RC oleh Presiden 100RC Michael Berkowitz
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
30 31Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Gambar 1.18 Perjalanan Jakarta Berketahanan
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan
2JAKARTA DANKOMPLEKSITASNYA
JAKARTA BERKETAHANAN
Bab II Jakarta dan Kompleksitasnya merupakan hasil pengumpulan data yang menjadi dasar bagi penyusunan Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) dan penentuan Fokus Utama/Discovery Areas.
Data awal dan informasi mengenai DKI Jakarta secara menyeluruh dihadirkan dalam dokumen ini untuk menggambarkan status ketahanan kota Jakarta serta menjelaskan isu utama yang dialami pada saat ini dan di masa mendatang. Data dan informasi tersebut memberikan pemahaman mengenai tantangan dan peluang dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan.
34 35Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Gambaran umum DKI Jakarta membahas ketahanan kota Jakarta dengan melihat beberapa aspek, yaitu: (i) Kondisi Geografis DKI Jakarta; (ii) Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan dan Pusat Perekonomian; (iii) Kota Metropolitan Jabodetabek; (iv) Demografi DKI Jakarta; dan (v) Klimatologi dan Hidrologi DKI Jakarta.
2.1.1 Kondisi Geografis DKI Jakarta
Secara geografis, DKI Jakarta terletak pada koordinat antara 6°12'LS dan 106°48'BT. Kota Jakarta terletak pada dataran rendah yang memiliki ketinggian rata-rata 7 (tujuh) meter di atas permukaan air laut. Wilayah DKI Jakarta meliputi daratan seluas 662,33 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2, serta memiliki sekitar 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu 1 .
Wilayah DKI Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara; Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat di bagian timur; Kota Depok Provinsi Jawa Barat di bagian selatan; dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten di bagian barat.
Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh seorang Gubernur. Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 5 (lima) Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi yang masing-masing dipimpin oleh Walikota dan Bupati yang ditunjuk oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Selain memiliki status khusus sebagai ibukota negara, DKI Jakarta merupakan kota yang berfungsi sebagai sebuah provinsi otonom dan memiliki tugas serta kewenangan yang berbeda dengan pemerintah pusat.
1 BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam Angka 2017. Jakarta, Indonesia: BPS DKI Jakarta. Diakses dari https://jakarta.bps.go.id pada tanggal 3 September 2018
2.1 GAMBARAN UMUM DKI JAKARTA
luas 48,13 km2
luas 146,66 km2
luas 129,54 km2
luas 141,27 km2
luas 188,03 km2
luas 8,70 km2
Gambar 2.1 Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta
36 37Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.1.2 Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan dan Pusat
Perekonomian
Jakarta memiliki status khusus sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga disebut sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta menjadi pusat pemerintahan NKRI. Karena fungsi tersebut, DKI Jakarta menjadi lokasi berbagai kantor pemerintah pusat, contohnya seperti: Kantor Lembaga Eksekutif (Kantor Presiden, Kantor Wakil Presiden, dan Kantor Kementerian, dan Kantor Lembaga Negara); Kantor Lembaga Legislatif (Kantor MPR dan Kantor DPR); Kantor Lembaga Yudikatif (Kantor Kejaksaan Agung, Kantor Kehakiman, Kantor Mahkamah Agung, dan Kantor Mahkamah Konstitutional); Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Polri); Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI); dan kantor Kementerian/Lembaga lainnya.
DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara juga memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat atau perwakilan lembaga internasional , termasuk tempat berkedudukan Sekretariat Association of Southeast Asian Nation (ASEAN)2.
Statusnya sebagai ibukota negara ini juga turut menjadikan DKI Jakarta sebagai salah satu pusat kegiatan perekonomian. Hal ini turut menjadikan DKI Jakarta sebagai lokasi berdirinya berbagai kantor pusat BUMN dan perusahaan swasta. Kondisi ini semakin meningkatkan daya tarik Jakarta sebagai sumber mata pencaharian sehingga meningkatkan jumlah pendatang dari kota dan kabupaten di sekitar Jakarta serta dari wilayah lain di seluruh Indonesia (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2017).
Banyak dari para pendatang tersebut bekerja dan bermukim di DKI Jakarta sehingga urbanisasi dan perkembangan kota juga semakin meningkat. Perkembangan kota yang pesat pun meningkatkan saling ketergantungan antara DKI Jakarta dengan kota dan kabupaten di sekitarnya sehingga menjadikan DKI Jakarta dan wilayah di sekitarnya ini menjadi Kota Metropolitan Jabodetabek.
Foto : Appai (Unsplash)
2.1.3 Wilayah Metropolitan Jabodetabek
Wilayah metropolitan Jabodetabek merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara dan menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Tokyo, Jepang. Populasi penduduk Jabodetabek adalah sekitar 31.077.315 jiwa3 . Wilayah Jabodetabek meliputi 10 Kota/Kota Administratif dan 4 (empat) Kabupaten/Kabupaten Administratif. Terdapat 8 (delapan) kota dan kabupaten di Provinsi Banten dan Jawa Barat yang masuk ke dalam wilayah Metropolitan Jabodetabek, yaitu: Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota
2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
3 Badan Pusat Statistik DKI Jakarta (BPS), 2017.4Sunarharum, T.M. (2016). Collaborative Planning for Disaster Resilience: The Role of Community Engagement
for Flood Risk Management (Disertasi). Diakses dari https://eprints.qut.edu.au/101560/ pada tanggal 3 September 2018
Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.
DKI Jakarta adalah ibukota negara dan satu-satunya kota di Indonesia dengan status administrasi setingkat provinsi. Pasangan Gubernur-Wakil Gubernur dipilih langsung oleh warga Jakarta untuk memimpin Provinsi DKI Jakarta selama 5 (lima) tahun.
Gambar 2.2 Peta Kota Metropolitan Jabodetabek
Sumber: Dimodifikasi dari Sunarharum, 20164
38 39Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.1.4 Demografi DKI Jakarta
Jakarta adalah salah satu kota padat yang terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jakarta mengalami peningkatan kepadatan penduduk hingga 15.367 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2017 dan diprediksi akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk 0,9% pada tahun 20205. Dengan angka kelahiran umum yang melebihi angka kematian, Jakarta menjadi tempat tinggal bagi kurang lebih sebesar 10,3 juta jiwa6.
Populasi tertinggi penduduk Jakarta terkonsentrasi di Kota Administratif Jakarta Timur (2.935.685 jiwa), diikuti oleh Kota Administratif Jakarta Barat (2.317.181 jiwa), dan Kota Administratif Jakarta Selatan (2.184.264 jiwa)7. Kepadatan penduduk Jakarta adalah 15.370 orang/km2, yang merupakan kepadatan tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia.
Penglaju dari wilayah sekitar Jakarta semakin meningkatkan populasi Jakarta pada siang hari. Hal ini terlihat dari jumlah penglaju sebanyak 1.382.296 orang yang bertempat tinggal di wilayah
A. KOMPOSISI PENDUDUK
BPS DKI Jakarta mengungkapkan bahwa di DKI Jakarta jumlah penduduk wanita sebanyak 5.088.725 jiwa dan pria sebanyak 5.216.683 jiwa. Jumlah penduduk usia produktif yaitu 6.621.051 jiwa, lebih besar dari usia non produktif yaitu 3.656.577 jiwa.
Jakarta adalah Durian Besar yang menjadi magnet hampir semua suku dari berbagai wilayah Indonesia untuk melakukan migrasi mencari mata pencaharian. Jakarta adalah wilayah pencampuran etnis dan agama paling beragam di indonesia. Jakarta juga menjadi tempat tinggal beragam kelompok suku, bahkan proporsi Suku Betawi sebagai penduduk asli berada di peringkat kedua (27,8%) setelah Suku Jawa (35,2%) yang merupakan pendatang9 . Semua kelompok suku secara terbuka merayakan budaya mereka, termasuk kelompok minoritas, seperti orang Tionghoa-Indonesia. Seluruh etnis mempunyai kesempatan sama dalam berekspresi dan hak-hak dasarnya juga dilindungi oleh konstitusi.
Sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statitistik menunjukkan bahwa mayoritas penduduk DKI menganut Agama Islam (8,2 juta), yang disusul oleh pemeluk Agama Kristen (724 ribu), kemudian Budha, Katolik, dan Hindu. Terlepas dari perbedaan yang ada, ragam agama yang dipeluk warga Jakarta dipandang sebagai contoh keberagaman/pluralism di negara yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Salah satu perwujudan toleransi berupa lokasi Masjid Istiqlal yang berada di samping Gereja Katedral. Hal ini merupakan simbol solidaritas dan kesatuan agama di Indonesia.
600.000 400.000 200.000 00 200.000 400.000 600.000
65+
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
Wanita
Pria
Lainnya
Minangkabau
Batak
Tionghoa
Melayu
Sunda
Betawi
Jawa 35,2%
1,6%
27,8%
5,5%
3,2%
3,6%
15,3%
7,9%
1 2
5Bappenas, BPS, dan UNFPA. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Diakses dari Katalog BPS: 2101018.6BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta Dalam Angka 2017. 7BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta Dalam Angka 2017.
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
Islam Kristen Protestan
KristenKatolik
Buddha Hindu
8.200.000
724.000
303.000 318.00020.000
Gambar 2.3 Peta Kepadatan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2013
Sumber: Dimodifikasi dari BPS DKI Jakarta, 2017
1. Gambar 2.4 Diagram Penduduk DKI Jakarta
menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2017
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2017
2. Gambar 2.5 Komposisi Penduduk DKI
berdasarkan Etnis
Sumber: Jakarta Open Data, 2017
3. Gambar 2.6 Komposisi Penduduk DKI
berdasarkan Agama
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2017
3
40 41Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.1.5 Klimatologi dan Hidrologi DKI Jakarta
A. KLIMATOLOGI
Provinsi DKI Jakarta pada umumnya beriklim tropis atau panas dan kering, dengan suhu udara maksimum di bulan Mei dan September sebesar 35,20C, dan suhu udara minimum di bulan Juni sebesar 23,40C10 . Musim penghujan di Jakarta didominasi oleh monsoon barat laut yang basah yang terjadi pada bulan November hingga Maret, sedangkan musim kemarau dipengaruhi oleh monsoon tenggara yang kering yang terjadi pada bulan Mei sampai September11 . Kelembaban udara di Jakarta berkisar antara 59%-93%, dengan curah hujan tertinggi di bulan Februari sebesar 451,75 mm2, dan curah hujan terendah di bulan Desember yaitu sebesar 41,7 mm2 12.
DKI Jakarta secara umum juga terkena dampak pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Peningkatan suhu udara dapat berdampak pada pola curah hujan yang bisa meningkatkan ancaman terjadinya guncangan, yaitu bencana banjir dan rob, penurunan muka tanah (land subsidence), wabah penyakit, serta abrasi wilayah pesisir13.
B. HIDROLOGI
Wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari kawasan pesisir seluas 155 km2 14, serta terdiri dari pulau-pulau kecil yang terletak di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Jakarta juga merupakan Kota Delta karena terletak pada muara sungai. Jakarta dialiri oleh 13 (tiga belas) sungai yang terbagi dalam 4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat. Garis pantai sepanjang 35 km di sisi utara Jakarta merupakan tempat bermuaranya ketiga belas sungai tersebut.
Tiga belas sungai tersebut yaitu Sungai Mookervart, Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut,
Sungai Baru Barat, Sungai Ciliwung, Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Baru Timur, Sungai Buaran, Sungai Jati Kramat, dan Sungai Cakung15. Adapun Sungai Ciliwung merupakan sungai utama yang terbentang sepanjang 120 km, dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 387 km2 yang berhulu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kondisi bentang alam Jakarta yang secara alamiah merupakan kawasan delta/muara sungai berdampak pada sebesar 40% dari luas lahan total di Jakarta berada di bawah permukaan laut, yaitu sekitar 1 hingga 1,5 meter di bawah permukaan laut. Keadaan ini meningkatkan risiko banjir dari tingginya curah hujan dan kenaikan muka air laut.
10 BPBD DKI Jakarta. (2013). Rencana penanggulangan bencana provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2017. 11 Aldrian, E., Susanto, R. D. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Region within Indonesian and Their
Relationship to Surface Temperature. International Journal of Climatology, 23(12), 1435-1452. 12 BPS DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam angka 2017. J13 BPBD DKI Jakarta. (2013). Rencana penanggulangan bencana provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2017. 14 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2013-2017. 15 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2013-2017
Gambar 2.7 Peta Sungai Provinsi DKI Jakarta
42 43Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.2 GAMBARAN KETAHANAN KOTA JAKARTA
Gambaran ketahanan kota Jakarta diulas berdasar pada Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF), yang mencakup 4 (empat) dimensi, yaitu: (i) Kesehatan dan Kesejahteraan; (ii) Ekonomi dan Masyarakat; (iii) Infrastruktur dan Lingkungan; dan (iv) Kepemimpinan dan Strategi.
2.2.1 Kesehatan dan Kesejahteraan
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Kesehatan dan Kesejahteraan. Aspek yang dibahas mengacu pada isu terkait faktor penggerak (driver) ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) pemenuhan kebutuhan dasar; (B) penghidupan dan pekerjaan yang layak; dan (C) pelayanan kesehatan masyarakat.
A. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak pemenuhan kebutuhan dasar. Faktor penggerak pemenuhan kebutuhan dasar yang diulas berupa gambaran ketahanan kota Jakarta terkait beberapa isu, yaitu: (i) pemenuhan kebutuhan dasar keluarga; (ii) ketahanan pangan; (iii) pemenuhan kebutuhan gizi; (iv) air minum dan sanitasi; dan (iv) penyediaan perumahan layak dan terjangkau.
a. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Keluarga
Jakarta menempati peringkat terendah di Indonesia untuk persentase keluarga pra-sejahtera pada tahun 2013. Berdasarkan profil pendataan keluarga oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), diketahui bahwa keluarga pra-sejahtera pada tahun 2012 adalah 0,75% dari total penduduk Jakarta. Merujuk angka tersebut, diketahui bahwa sebagian besar keluarga di Jakarta telah dapat memenuhi 6 (enam) indikator kebutuhan dasar keluarga, diantaranya kebutuhan akan pangan, sandang, rumah, kesehatan, pelayanan Keluarga Berencana (KB), dan pendidikan 9 (sembilan) tahun. Meskipun proporsi keluarga pra-sejahtera
terlihat rendah, pemenuhan kebutuhan dasar masih menjadi fokus utama pemerintah Jakarta agar seluruh warganya dapat memiliki akses yang sama terhadap kebutuhan dasar.
b. Ketahanan Pangan
Tantangan dalam menjaga ketahanan pangan di Jakarta adalah terbatasnya lahan pertanian, ketergantungan sumber daya dari daerah lain, meningkatnya jumlah penduduk, terbatasnya akses terhadap informasi tentang ketahanan pangan dan konsumsi beras yang tinggi. Satu-satunya hasil pertanian yang masih dihasilkan di wilayah DKI Jakarta adalah padi. Produksi jagung dan kedelai lokal hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
c. Pemenuhan Gizi
Perkembangan status gizi balita menjadi salah satu cara untuk melihat kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan di Jakarta. Sekitar 14% bayi di Jakarta memiliki kualitas gizi dibawah normal. Persentase balita dengan status kurang gizi atau gizi buruk di Jakarta paling banyak terdapat di wilayah Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara, yaitu berturut-turut sebesar 2,95% dan 1,05% total penduduk masing-masing wilayah. Hal ini disebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah dan minimnya pengetahuan tentang gizi anak di masyarakat.
d. Air Bersih dan Sanitasi
Selain pangan, salah satu kebutuhan dasar yang masih belum dapat dipenuhi adalah
akses terhadap air bersih dan sanitasi. Secara keseluruhan, konsumsi air di DKI Jakarta pada tahun 2014 adalah sebesar 970,99 juta m3 dan meningkat hingga 974,77 juta m3 pada tahun 2015. Konsumsi air yang semakin meningkat setiap tahunnya belum bisa sepenuhnya disediakan oleh PD PAM Jaya. Produksi air bersih oleh PD PAM Jaya tahun 2014 sebesar 537,02 juta m3 tidak seluruhnya dapat tersalurkan kepada pelanggan akibat adanya kebocoran pipa. Selain itu, kesulitan air baku dan pendistribusian air masih menjadi kendala PD PAM Jaya untuk bisa melayani seluruh masyarakat Jakarta.
e.Penyediaan Perumahan Layak dan Terjangkau
Pertambahan jumlah penduduk sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan hunian. Jakarta mengalami kekurangan 700.000 rumah dalam 10 tahun terakhir. Kawasan hunian menghabiskan sebesar 48,41% lahan dari total luas lahan Jakarta. Hal ini mengakibatkan terus meningkatnya harga perumahan di Jakarta sehingga banyak penduduk yang memilih untuk tinggal di wilayah kumuh di bantaran sungai dan rel kereta api.
Hal ini juga menunjukan bahwa Jakarta masih perlu meningkatkan upaya penyediaan
Lebih baik Lebih buruk
57%Air yang bisa
diminum
40%Air dalam
kemasan botol
40%Menggunakan
septic tank
20%Pengolahan
air limbah
97%Air permukaan yang terkontaminasi
40%Air bawah tanah terkontaminasi
60%Tidak menggunakan septic tank
80%Air limbah tidak terolah
x
Gambar 2.8 Penilaian Kinerja terkait Air Bersih dan Air Limbah Berdasarkan populasi di DKI Jakarta
Sumber: PAM Jaya, 2017
rumah yang terjangkau untuk masyarakat. Dari 480.508 rumah yang diperiksa pada tahun 2016, hanya 56,8% rumah yang layak dikategorikan sebagai rumah yang sehat untuk masyarakat16. Guna mengatasi hal ini, pemerintah telah berencana membangun 50.000 unit hunian rumah susun di seluruh wilayah ibu kota yang diperuntukkan tidak hanya bagi warga miskin namun juga warga ibukota kelas menengah.
16Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2016). Profil Kesehatan provinsi DKI Jakarta 2016.
Gambar 2.9 Pemetaan Harga Tempat Tinggal dan Lokasi Tempat Kerja di DKI Jakarta
Sumber: World Bank Group, 2017
Gambar 2.10 Pemetaan Kawasan Kumuh dan Banjir
Sumber: World Bank Group, 2017
44 45Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
B. PENGHIDUPAN DAN PEKERJAAN YANG LAYAK
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak. Faktor penggerak Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak diulas berdasar beberapa isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (i) ketersediaan pekerjaan; (ii) tingkat pendidikan; dan (iii) jumlah pengangguran.
a. Ketersediaan Pekerjaan
Berdasarkan data penduduk 2015, sebagian besar penduduk Jakarta berada di dalam rentang kelompok usia produktif17. Jumlah penduduk usia produktif Jakarta mencapai 6.851.210 jiwa dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 68,09%18 . Sebagian besar penduduk Jakarta bekerja di sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi sebanyak 1,518 ribu orang (33,67%), disusul oleh jasa kemasyarakatan sebesar 1,215 orang (26,94%), dan industri sebesar 588 ribu orang (13,03%).
b. Tingkat Pendidikan
Penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan SMA sederajat, yaitu sebanyak 1.952.000 orang (43,28%) dan diikuti oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah sebanyak 1.478.000 orang (32,78%). Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI tahun 2014 adalah Rp. 2.441.301, naik dari tahun 2013 sebesar UMP 2013 Rp, 2.200.000 atau kenaikan sebesar 10,96%. Sedangkan laju inflasi di DKI Jakarta tahun 2014 adalah 8.95 %, dengan demikian kenaikan UMP DKI tahun 2014 berada diatas inflasi dengan selisih 2,01%19.
c. Jumlah Pengangguran
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jakarta mencapai 9,02%20 dan berhasil turun hingga 7,14% pada tahun 201721. Tingkat pengangguran
tertinggi di Jakarta tercatat dari Jakarta Timur, yaitu 7,8% dengan angka pengangguran sebesar 99.030 jiwa. Sedangkan TPT terendah terdapat di Kepulauan Seribu dengan 6,03% atau setara dengan 610.675 jiwa pada tahun 201522. Dilihat dari tingkat pendidikan pada bulan Agustus 2017, TPT untuk penduduk yang berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 10,86%. Tingkat pengangguran cenderung rendah untuk penduduk dengan tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 4,13%.
C. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Pelayanan Kesehatan. Faktor penggerak Pelayanan Kesehatan diulas berdasarkan beberapa isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (i) tingkat kesehatan masyarakat; (ii) fasilitas kesehatan dan kesiapsiagaan medis; dan (iii) akses kepada layanan kesehatan.
a. Tingkat Kesehatan Masyarakat
Buruknya sanitasi dan kesehatan lingkungan telah menyebabkan munculnya penyakit menular. Salah satunya adalah gastroenteritis, juga dikenal sebagai penyakit diare yang menular, adalah penyakit menular yang paling umum ditemukan di Jakarta dengan lebih dari 400.000 kasus antara tahun 2007 dan 2010. Penyakit menular lainnya adalah penyakit demam berdarah disusul oleh TBC23.
Selain itu, terdapat pula penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat yang menjadi penyebab umum kematian warga Jakarta, misalnya stroke, kecelakaan lalu lintas, jantung, dan diabetes. Polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor juga telah menyumbang merebaknya beberapa
17 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/30/142/jumlah-penduduk-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-provinsi-dki-jakarta-2015.html diakses pada tanggal 10 September 2017
18 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 11 September 2017
19 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/83/upah-minimum-provinsi-dan-inflasi-di-dki-jakarta-1999-2014.html20 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-
kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 09September 201721 https://jakarta.bps.go.id/pressrelease/2017/11/06/251/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--dki-jakarta-sebesar-7-14-persen--.html diakses pada
tanggal 12 September 2017 22 https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-
kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 13 September 201723 Jumlah Kasus Penyakit Menular Menurut Jenis Penyakit Tahun 2007-2010. Jakarta Dalam Angka, 2015.
penyakit terkait dengan dengan pernapasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia, hampir 60% pasien di rumah sakit di Jakarta menderita penyakit terkait polusi udara, seperti asma dan bronkitis, serta penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
TBCInfeksi Saluran Pencernaan
Demam Berdarah
2010
2009
2008
2007
50,0000 100,000 150,000 200,000 250,000
b. Fasilitas Kesehatan dan Kesiapsiagaan
Medis – Kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di Jakarta, khususnya untuk ibu dan anak, sudah cukup baik. Angka harapan hidup penduduk Jakarta meningkat dari 72 tahun pada tahun 2011 ke angka 74 tahun pada tahun 2016. Angka persalinan ibu oleh tenaga kesehatan mencapai 97,3% pada tahun 2016. Nilai ini menggambarkan kemampuan manajemen program kegiatan ibu dan anak dalam pertolongan persalinan sesuai standar. Selain itu, seluruh kelurahan Jakarta telah mencapai Universal Child Immunization (UCI) yang menunjukan bahwa kegiatan imunisasi lengkap pada bayi terlaksana dengan optimal.
Seiring dengan berjalannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebanyak 81,2% penduduk Jakarta dari berbagai tingkat sosial telah mempercayakan Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan kemudahan pelayanan. Profil kesehatan Jakarta tahun 2016 juga menunjukkan bahwa dari 95 kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
Gambar 2.11 Penyakit Menular di Jakarta tahun 2007-201024
Sumber: Dimodifikasi dari BPS DKI Jakarta, 2015
terjadi di Jakarta, seluruhnya dapat ditangani dalam waktu kurang dari 24 jam, menunjukan kesiapsiagaan Tim Medis dan Gawat Darurat Dinas Kesehatan Jakarta. Jakarta juga sudah memiliki kesadaran tinggi terhadap kesehatan dan pengelolaan organisasi kesejahteraan di masyarakat, termasuk Posyandu, 63,5% posyandu telah berstatus mandiri25.
c. Akses kepada Layanan Kesehatan
Jakarta telah berhasil meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dasar. Sistem asuransi kesehatan Jakarta, yaitu Kartu BPJS, berupa Kartu Jakarta Sehat yang memberikan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin pemegang KTP DKI Jakarta. Dengan demikian, para pendatang tanpa KTP DKI tidak memiliki akses terhadap layanan ini.
24 BPS DKI Jakarta. (2015). Jakarta dalam angka 2015. Jakarta, Indonesia: BPS DKI Jakarta.25 http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/11_DKI_Jakarta_2016.pdf Diakses pada tanggal 20
September 2017
46 47Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.2.1 Kesehatan dan Kesejahteraan
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Ekonomi dan Masyarakat. Aspek ini dibahas dengan mengacu pada isu terkait faktor penggerak ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan; dan (B) Kemakmuran Ekonomi.
A. STABILITAS SOSIAL, EKONOMI DAN KEADILAN
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan. Faktor penggerak Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (i) Menekan Kriminalitas; (ii) Penegakan Hukum; dan (iii) Kohesi Sosial.
a. Menekan Kriminalitas
Pada tahun 2016, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya merupakan Polda dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Indonesia26. Bahkan, diperkirakan bahwa setiap 12 menit, terjadi 1 (satu) kejadian kriminalitas yang terjadi di DKI Jakarta27. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya dari seluruh pemangku kepentingan di Jakarta untuk menekan angka kriminalitas.
b. Penegakan Hukum
Peningkatan rasa aman bagi warga Jakarta memerlukan komitmen yang kuat dari aparat penegak hukum untuk menegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu. Selain penegakan hukum terhadap setiap tindak kejahatan di berbagai aspek, yaitu aspek pemerintahan, sosial, politik, dan aspek lingkungan, juga diperlukan adanya pemenuhan keadilan bagi masyarakat Jakarta.
Hal ini sesuai dengan visi Gubernur Jakarta periode 2017-2022, yaitu “Maju Kotanya, Bahagia Warganya”, yang ditandai dengan kemajuan, keadilan dan kesejahteraan menjadi ciri utama kota Jakarta.
c. Kohesi Sosial
Kehidupan perkotaan menyebabkan kohesi sosial terkoyak dan bahkan menurun. Ketimpangan pendapatan antarwarga yang berlainan etnis dan antara penduduk lokal dan pendatang menjadi salah satu pemicu menurunnya kohesi sosial. Ketimpangan sosial yang terjadi di DKI Jakarta diukur melalui gini ratio atau koefisien yang digunakan untuk mengukur ketidakmerataan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan).
Nilai Gini Ratio berkisar antara 0 - 1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta, Gini Ratio DKI Jakarta pada September 2017 adalah sebesar 0,409 turun 0,004 poin dari 0,413 pada Maret 2017. Namun bila dibandingkan dengan September 2016, meningkat sebesar 0,012 poin. Meskipun terdapat penurunan Gini Ratio, hal ini tetap memperlihatkan peningkatan ketimpangan sosial di Jakarta dibandingkan tahun 2016.
Diperlukan komitmen yang kuat dari pihak Pemerintah untuk menjamin stabilitas sosial, ekonomi, dan keadilan dengan memasilitasi dan menyediakan akses yang sama kepada penduduk, baik pendatang maupun lokal, untuk meraih keberhasilan di Jakarta. Hal ini seiring dengan visi Gubernur Jakarta periode 2017-2022, yaitu “Aman Kotanya, Bahagia Warganya”, yang menekankan kepada penegakan keadilan dan peningkatan kesejahteraan sebagai ciri utama DKI Jakarta.
26 BPS. (2017). Statistik Kriminalitas 2017.27 BPS. (2017). Statistik Kriminalitas 2017.
0,397
0,409
0,413
September 2016 Maret 2017 September 2017
Gambar 2.12 Gini Ratio di DKI Jakarta (2016-2017)
Sumber: Dimodifikasi dari BPS DKI Jakarta, 2017
B. KEMAKMURAN EKONOMI
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Kemakmuran Ekonomi. Faktor penggerak Kemakmuran Ekonomi diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (a) Tingkat Pertumbuhan Ekonomi; dan (b) Tingkat Kemiskinan.
a. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2011-2016 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional. Pertumbuhan ekonomi Jakarta berkontribusi sebesar 16,5% atau sekitar seperlima perekonomian nasional. Bahkan, data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 menyebutkan bahwa seperlima ekonomi Indonesia digerakkan oleh Jakarta dan sekitarnya28. BPS juga mengungkapkan bahwa Jakarta menguasai 16.5% ekonomi Indonesia dengan porsi yang paling tinggi adalah Jakarta Pusat sebesar 4.14%29. Angka ini tidak beranjak jauh dari tahun ke tahun walaupun desentralisasi sudah diterapkan sejak tahun 2000-an.
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Nasional DKI Jakarta
6,73
6,53
6,11
5,95
5,85,86
6,17
6,03
5,56
5,02
4,79
5,18
Gambar 2.13 Pertumbuhan Ekonomi Jakarta dari Tahun 2011 hingga Semester I Tahun 2016 (dalam persen)
Sumber: Dimodifikasi dari BPS, 2017
28 BPS DKI Jakarta. (2016). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016.29 BPS DKI Jakarta. (2016). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016.
48 49Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
b. Tingkat Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2011-2016 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Jakarta berkontribusi sebesar 16,5% atau sekitar seperlima perekonomian nasional. Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi kemiskinan masyarakatnya yang cenderung fluktuatif. Pada tahun 2012, persentase penduduk miskin di DKI Jakarta sebesar 3,69%, tahun 2014 mencapai 3,92%, kemudian di tahun 2016 mencapai 3,75%. Tidak hanya sebatas jumlah dan persentase, indeks kemiskinan juga cenderung fluktuatif.
2.2.3 Infrastruktur dan Lingkungan
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Infrastruktur dan Lingkungan. Aspek yang dibahas mengacu pada isu terkait faktor penggerak ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) perlindungan terhadap aset alam dan buatan; dan (B) mobilitas yang dapat diandalkan.
A. PERLINDUNGAN TERHADAP ASET ALAM DAN BUATAN
a. Ketersediaan Air Bersih
Hanya 57% populasi warga Jakarta yang mendapatkan pelayanan air bersih perpipaan. Sumber air yang disediakan secara lokal hanya 3% yaitu dari Sungai Krukut (Cilandak) dan Sungai Pesanggrahan, sedangkan sisanya 97% bersumber dari luar Jakarta (Bendungan Jatiluhur dan Tangerang30). Terbatasnya cakupan pelayanan air bersih perpipaan telah menyebabkan para pengembang dan masyarakat cenderung menggunakan sumur bor untuk mengambil air tanah31. Hal tersebut berdampak pada bertambahnya penurunan muka tanah terutama di wilayah Utara DKI Jakarta, yaitu sekitar 1-15 cm per tahun.
Pemerintah DKI Jakarta melalui PD. PAM Jaya belum mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Jakarta dikarenakan keterbatasan ketersediaan air baku. Kualitas air sungai dan air tanah dangkal DKI Jakarta tidak layak untuk menjadi sumber air baku karena telah tercemar secara kimiawi dan biologi sehingga menjadi penyebab menyebarnya penyakit. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2016, diperkirakan 162 ribu dari 10,15 juta penduduk DKI Jakarta pernah menderita diare.
Berdasarkan Baku Mutu Lingkungan Hidup DKI Jakarta tahun 2015, hasil penilaian 262 sampel air yang diambil dari 22 sungai di Jakarta, menunjukkan tingkat kualitas air yang kurang baik, moderat dan baik. Sumber air baku di DKI Jakarta juga tercemar oleh beberapa kontaminan, yaitu: (i) Intrusi air laut yang disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan; (ii) air limbah domestik (grey water) yang tidak diolah dari hasil mencuci, mandi, dan memasak; (iii) air limbah industri; serta (iv) air limbah (black water) yang tidak diolah dengan benar atau dikarenakan sistem tangki septik yang bocor/tidak kedap. Sekitar
30PAM Jaya. (2017). “Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta.” FGD Penyusunan RPJMD 2018-2022 Bidang Air Bersih, Air Limbah, Dan Persampahan. 20 Juli 2017.
31Baker, J.L. (2012). Climate change, disaster risk, and the urban poor: cities building resilience for a changing world. The World Bank.
Foto : Rangga Cahya Nugraha (Unsplash)
Gambar 2.14 Pemetaan Kualitas Air Jakarta tahun 2016
50 51Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
80% air limbah rumah tangga langsung dibuang ke sungai tanpa diolah.
Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan pemantauan dan evaluasi secara ketat terhadap pemanfaatan air tanah oleh warga DKI Jakarta, khususnya pada bangunan gedung tinggi. Selain itu, mendesaknya kebutuhan menemukan solusi berkelanjutan terkait sumber air alternatif, seperti pemanenan air hujan, penyulingan air laut, pengolahan air limbah, dan peningkatan kualitas air baku di DKI Jakarta.
b. Pengelolaan Air Limbah
Dalam pelaksanaan RPJMN 2010–2014, pelaksanaan PP Nomor 16 Tahun 2006 tentang Standar Pelayanan Minimal, dan pelaksanaan RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007–2012, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan beberapa pembangunan di beberapa bidang pelayanan dasar termasuk dalam hal sanitasi.
Khusus dalam hal pengelolaan limbah domestik, permasalahan berkutat pada belum meratanya pelayanan pengelolaan air limbah meskipun saat ini telah dioperasikan 2 (dua) unit instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di 4 (empat) pasar, 28 unit di gedung perkantoran serta 2 (dua) unit di kawasan industry, sehingga layanan masih dalam taraf layanan dasar. Berdasarkan data dari USAID IUWASH PLUS, akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman masih rendah atau sekitar 1,05 juta KK di Jakarta belum memiliki akses pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Berdasar data tahun 2014 yang diterbitkan oleh Kementerian PUPR akses sanitasi layak (sistem perpipaan/Off Site dan non perpipaan/On Site) sebesar 87,2%, dan akses dasar (sistem setempat tanpa tangki septik) 4,1% serta tanpa akses 8,7% (penduduk yang
Buang Air Besar Sembarangan) sehingga ada 12,8% limbah tinja yang dibuang langsung tanpa pengolahan.
Kajian Bank Dunia tahun 2016 terhadap kondisi air limbah DKI Jakarta, menunjukkan bahwa 10% limbah tinja warga DKI Jakarta langsung dibuang ke selokan atau sungai melalui Buang Air Besar Sembarangan (BABS) ataupun WC tanpa tangki septik. Meskipun data menunjukan 90% limbah tinja sudah diolah tetapi masih ada 75% sistem On Site yang tidak aman. Disamping itu, masih sekitar 800 ribu penduduk Jakarta yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Pemerintah DKI Jakarta melalui PD. PAL Jaya telah melakukan upaya pembenahan sistem sanitasi, baik upaya yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Untuk mencapai pelayanan 100% akses sanitasi, PD. PAL Jaya melakukan dua pendekatan, yaitu: (i) Sistem Off Site (perpipaan) yang terdiri dari Zona 0 (Setiabudi) hingga Zona 14 dan, (ii) Sistem On Site (Non Perpipaan) dengan Layanan Sedot Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2). Pembangunan sanitasi tidak hanya dilakukan oleh PD. PAL Jaya tetapi juga oleh LSM, masyarakat bahkan swasta.
Sebagai upaya perbaikan sanitasi skala komunal, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk bekerjasama dengan Kementerian PUPR membangun Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang pola pembangunanya dikerjakan oleh masyarakat dan pengawasannya dilakukan oleh tim pengawasan lapangan dari Kementerian PUPR.
c. Pengelolaan Persampahan
Limbah padat Jakarta yang dihasilkan pada tahun 2014 mencapai 7.147 ton/hari dengan 91% (6.492 ton/hari) yang dikirim ke TPA Bantar Gebang32. Dua kandungan utama dari limbah padat ini adalah sampah organik (53,75%) dan sampah kertas (14,92%). Pengelolaan dan koordinasi TPA telah menjadi tantangan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2014, Walikota Bekasi menyatakan bahwa Bantar Gebang hampir mencapai kapasitas penuh.
Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai juga ikut berkontribusi dalam pencemaran sungai dan perubahan aliran air sungai. Pada tahun 2016, jumlah timbulan sampah harian di DKI Jakarta mencapai 7.147,36 ton per hari dengan timbulan terbesar berasal dari wilayah Jakarta Barat dan menyisakan 655,61 ton sampah yang tidak dapat terangkut per harinya.
Permasalahan ini semakin kompleks seiring dengan peningkatan jumlah volume sampah diperkirakan sebesar 7.500 ton per hari akibat pertambahan penduduk Jakarta. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah membentuk armada pasukan oranye dan mengembangkan jejaring kerja bank sampah di berbagai tingkat pada tahun 2016.
B. MOBILITAS YANG DAPAT DIANDALKAN
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Mobilitas yang Dapat Diandalkan. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta terkait dengan Mobilitas dan Konektifitas di DKI Jakarta.
Mobilitas dan Konektifitas di DKI Jakarta - DKI Jakarta adalah kota metropolitan yang menjadi magnet mobilitas/pergerakan warga, baik pergerakan dari luar dan ke DKI maupun pergerakan di dalam DKI. Berdasarkan data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, 31 juta penduduk Jabodetabek melakukan perjalanan di Jabodetabek sebanyak 47,5 juta per hari tahun 2015.
Kemacetan lalu lintas merupakan isu utama yang dihadapi Jakarta, meskipun berbagai upaya tambahan telah dilakukan untuk mengatasi kemacetan melalui pengembangan angkutan umum33. Kemacetan lalu lintas telah meningkatkan konsumsi Bahan Bakan Minyak (BBM) sekurang-kurangnya 30%. Selain itu, ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil berkombinasi dengan kemacetan lalu lintas telah mengakibatkan penurunan kualitas udara.
Pergerakan Perjalanan/hari Penduduk
Pergerakan di dalam Jakarta 19.447.98010.075.300
Pergerakan Ke Jakarta 2.122.620
Pergerakan dari Jakarta 2.129.74221.002.015
Pergerakan di luar Jakarta 23.853.262
Total 47.553.604 31.077.315
Tabel 2.1 Total Perjalanan di Jabodetabek Tahun 2015 (Perjalanan/hari)
Sumber: Data diolah dari BPTJ, 2015
32BPS DKI Jakarta. (2016). Jakarta dalam Angka 2016. Jakarta: BPS.33Baker, J.L. (2012). Climate change, disaster risk, and the urban poor: cities building resilience for a changing world. The World Bank.
52 53Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Pada tahun 2014 terdapat hampir 25 juta unit kendaraan di jabodetabek, yang terdiri dari 18,5 juta sepeda motor dan 6,4 juta unit mobil (termasuk mobil penumpang, mobil beban, mobil bis, dan kendaraan khusus)34. Selain itu, juga terjadi peningkatan pergerakan kendaraan bermotor dari tahun 2012-2016 yang mencapai 5,35% per tahun (Statistik Transportasi DKI Jakarta, 2016). Saat ini, sebanyak 78% perjalanan di Jakarta menggunakan kendaraan pribadi; 16% oleh kendaraan umum, dan 6% oleh kendaraan lainnya (bukan kendaraan bermotor).
Isu lainnya adalah kurang memadainya daya dukung kapasitas jaringan jalan di Jakarta sehingga tidak bisa mengikuti kebutuhan yang terus meningkat. Contohnya, kapasitas jalan hanya meningkat 1 (satu) persen per tahun yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan yang bisa mencapai hingga 10 (sepuluh) persen per tahun. Menurut Indeks Kepuasan Pengemudi, Jakarta berada pada ranking 178 dengan indeks 3.37. Bandingkan dengan kota Valence Perancis sebagai kota yang paling memuaskan pengendara dengan indeks 8.81 (Indeks Kepuasan Pengemudi Waze, 2016). Salah satu tolok ukurnya adalah angka kecelakaan lalu lintas berada pada urutan kedua penyebab kematian di Jakarta. Ruang trotoar bagi pejalan kaki berada jauh di bawah standar yaitu hanya 7 (tujuh) persen dari 7.250 km jalan di Jakarta yang memiliki trotoar.
Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu tersebut, Jakarta telah memperbaiki akses transportasi umum. Dimulai dengan Program Busway pada tahun 2004 dan program angkutan cepat massal/mass rapid transit (MRT). Pembangunan MRT tahap 1 hampir selesai, dari Lebak Bulus ke Bundaran HI, akan segera ditindaklanjuti dengan konstruksi tahap kedua dari Bundaran HI ke Kampung Bandan serta menyelesaikan koridor Utara-Selatan. Dalam waktu dekat, jalur Timur-Barat juga akan dibangun. Bus-bus mini yang bisa mengangkut penumpang dari rumah hunian mereka ke stasiun utama juga akan ditambah. Dengan demikian diharapkan akan terjadi
perpindahan (shifting) pengguna kendararaan pribadi kepada kendaraan umum, dari baseline 16 % saat ini menjadi 60% pada tahun 202735.
Pengembangan dan pengelolaan penanganan sistem transportasi yang efektif dan efisien dapat memperbaiki kondisi saat ini seperti penanganan masalah kemacetan, polusi, dan angka kecelakaan lalu lintas. Pemerintah Provinsi DKi Jakarta melalui Jakarta Smart City telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pergerakan di DKI Jakarta melalui penyediaan informasi berbasis teknologi. Jakarta Smart City bekerjasama dengan Trafi menyediakan informasi perjalanan real time bagi beberapa moda transportasi seperti Transjakarta, kereta komuter, layanan antar jemput bandara, dan layanan transportasi online.
Foto : Rangga Cahya Nugraha (Unsplash)
34Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. (2016). Seminar Universitas Trisakti 24 Agustus 2016.35Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. (2016). Seminar Universitas Trisakti 24 Agustus 2016.
Kabupaten Bekasi
3.122.698 Jiwa
1.044.530 Unit
165.431 Unit
Kota Bekasi
2.523.032 Jiwa
1.050.000 Unit
450.000 Unit
Kabupaten Bogor
5.331.149 Jiwa
541.441 Unit
53.327 Unit
Kota Bogor
1.030.720 Jiwa
345.567 Unit
88.477 Unit
Kota Depok
2.033.508 Jiwa
822.406 Unit
157.462 Unit
Kota Tangerang Selatan
1.543.209 Jiwa
206.122 Unit
631.874 Unit
Kota Tangerang
2.047.105 Jiwa
629.441 Unit
133.360 Unit
Kabupaten Tangerang
3.370.594 Jiwa
765.853 Unit
328.223 Unit
DKI Jakarta
10.075.300 Jiwa
13.084.372 Unit
4.399.595 Unit
Gambar 2.15 Jumlah Penduduk dan Kendaraan Bermotor di Jabodetabek
Sumber: Dimodifikasi dari BPTJ, 2016
0%
2010
2002
5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
Sepeda motor
Pejalan kaki/sepeda
Bis
Mobil
Lainnya
Gambar 2.16 Kinerja Mobilitas DKI Jakarta berdasarkan Persentase Moda Transportasi
Sumber: Dimodifikasi dari Survey SITRAMP Person Trip, Survei Komuter JUTPI
54 55Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.2.4 Kepemimpinan dan Strategi
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari dimensi Kepemimpinan dan Strategi. Aspek yang dibahas mengacu pada isu terkait faktor penggerak ketahanan kota pada dimensi tersebut, yaitu: (A) pemerintahan dan pengelolaan yang efektif; dan (B) pemberdayaan seluruh pemangku kepentingan; dan (C) perencanaan jangka panjang yang terpadu.
A. PEMERINTAHAN DAN PENGELOLAAN YANG EFEKTIF
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Pemerintahan dan Pengelolaan yang Efektif. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait: (a) Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan; dan (b) Kapasitas Tata Kelola.
a. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta sesuai amanat Permendagri No. 54 Tahun 2010 dan sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 3 aspek diantaranya yaitu aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah.
Terkait dengan korupsi, kinerja Indonesia secara umum dalam mengurangi korupsi telah menunjukkan peningkatan yang positif, termasuk di DKI Jakarta. Langkah-langkah untuk mengurangi peluang korupsi telah diperkenalkan, sebagai contohnya penyelenggaraan layanan pemerintahan secara online. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menurut Transparency international telah menunjukkan peningkatan dalam 2 (dua) tahun terakhir (2016-2017). Daftar Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa Jakarta menduduki peringkat keenam dari 11 kota di Indonesia yang berpartisipasi.
b. Kapasitas Tata Kelola
Jakarta sebagai kota Metropolitan menghadapi tantangan tidak hanya dari tingginya tingkat urbanisasi dan pertumbuhan penduduknya, namun juga dari tata kelola yang tidak terintegrasi (fragmented governance). Tata kelola yang tidak terintegrasi terjadi pada sistem tata kelola di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sistem tata kelola Kota Metropolitan Jabodetabek. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti: (i) perbedaan tingkat pemerintahan antara DKI Jakarta dengan kota dan kabupaten lainnya di wilayah Jabodetabek; (ii) kebiasaan bekerja hanya berdasar pada tupoksi SKPD/OPD; serta (iii) kurangnya perencanaan pembangunan yang terpadu.
Provinsi DKI Jakarta menjadi anggota BKSP Jabodetabekjur yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabekjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur). Badan Kerjasama Strategis Pembangunan Jabodetabekjur (BKSP) dibentuk untuk mengkoordinasikan wilayah metropoltan yang lebih luas. Namun, kompleksitas pengelolaan berbagai otoritas daerah tetap menjadi tantangan besar bagi Jakarta.
Pada praktiknya, DKI Jakarta memberikan hibah tahunan kepada daerah penyangga untuk mendanai program pembangunan daerah tersebut yang juga menjadi kepentingan DKI Jakarta, diantaranya sampah, lingkungan (penataan embung di hulu sungai), dan transportasi. Pemerintah DKI Jakarta paling besar memberikan hibah kepada kabupaten Bekasi untuk pengolahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang dan sarana pendukungnya, termasuk dana pengembangan masyarakat sejumlah Rp 300 Miliar pada tahun 2017. Angka tersebut cenderung naik dari tahun ke tahun. Hibah ini tidak termasuk subsidi tiket TransJakarta dan pembangunan terminal bis di Bekasi
(transportasi) dan pembangunan embung/waduk di hulu sungai di Kabupaten Bogor untuk menahan air dan pengendalian banjir di DKI Jakarta.
B. PEMBERDAYAAN SELURUH PEMANGKU KEPENTINGAN
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Pemberdayaan Seluruh Pemangku Kepentingan. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait Pemberdayaan Pemangku Kepentingan dalam Proses Perencanaan.
Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut36.
Pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mendapatkan aspirasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta mewujudkan rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan pembangunan37. Dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan dalam forum konsultasi publik dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), diharapkan dapat terkumpul semua aspirasi38.
Stakeholder Musrenbang
Pakar dan Perguruan TinggiPakar/Peneliti UI, IPB, UNJ
Unsur Kelompok MasyarakatDewan Kota, PKK, RT/RW, Perwakilan Perempuan dll
Asosiasi Profesional Dunia Usaha dan LSM
ICW, Wahana Visi, KADIN, IDI dll
Pemerintah Daerah Perbatasan
Unsur Pemerintah BODETABEKPUNJUR
Unsur EksekutifJajaran Pemprov
DKI Jakarta
ForkopimdaJajaran TNI/Polri
Unsur LegislatifJajaran DPRD
Provinsi DKI Jakarta
Unsur Pemerintah PusatKementerian/Lembaga
BUMDMRT, TransJakarta, JakPro, Bank DKI
Gambar 2.17 Proses Pendekatan Partisipatif melalui Musrenbang tingkat Provinsi
Sumber: Dimodifikasi dari Rencana Kerja Pembangunan Daerah, 2018
36Suzetta, H. Paskah. (2007). Perencanaan Pembangunan Indonesia dalam Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2008). Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Vol. 15 No. 33. Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia. Diakses dari http://ditpolkom.bappenas.go.id pada tanggal 23 September 2017
37Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2005-2025. Indonesia: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
38Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. Indonesia: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
56 57Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Dokumen perencanaan yang disusun dengan pendekatan partisipatif diharapkan bisa memenuhi prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan menjaga kesatuan nasional.
Selain hal tersebut di atas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menyadari pentingnya untuk melakukan pendekatan kolaboratif dalam proses penyusunan dokumen perencanaan. Perencanaan kolaboratif merupakan sebuah proses interaktif dari perwujudan konsensus39, penyusunan rencana, dan implementasinya40 sebagai sebuah cara untuk membangun jaringan dan untuk meningkatkan penyampaian pemahaman diantara para pemangku kepentingan terkait41.
Perencanaan kolaboratif dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diwujudkan dalam penyusunan Dokumen Desain Besar berbasis isu di DKI Jakarta. Penyusunan dokumen tersebut digagas oleh Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dengan melibatkan komitmen dan partisipasi dari Organisasi Non-Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Selain itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta juga telah berupaya meningkatkan kapasitas staf perencana Bappeda di DKI Jakarta salah satunya melalui Lokakarya dengan tema “Penyusunan Perencanaan dengan Pendekatan Kolaboratif” pada 20 dan 21 November 2017.
C. PERENCANAAN JANGKA PANJANG YANG TERPADU
Bagian ini membahas gambaran ketahanan kota Jakarta dari faktor penggerak Perencanaan Jangka Panjang yang Terpadu. Faktor penggerak tersebut diulas berdasar isu ketahanan kota Jakarta, terkait Perencanan Terpadu yang Kurang Memadai.
Perencanan Terpadu yang Kurang Memadai. Untuk mewujudkan pembangunan Jakarta yang
lebih baik, diperlukan dokumen perencanaan yang rinci dan dapat diimplementasikan oleh seluruh pemangku kepentingan yang ada di Jakarta, terutama oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) selaku pelaksana utama dari perencanaan. Dokumen perencanaan ini juga harus merinci arah perkembangan yang dituju oleh Jakarta di masa depan.
Dalam menyusun dokumen perencanaan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu untuk menyelaraskan pembangunan DKI Jakarta dengan tujuan pembangunan nasional, meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata sehingga masyarakat lebih sejahtera. Selain itu dokumen perencanaan memuat visi, misi, dan program Gubernur terpilih.
Hingga saat ini, berbagai inisiatif dilakukan dalam rangka mewujudkan perencanaan pembangunan yang terpadu. Namun diakui juga bahwa pekerjaan membangun Jakarta menuju kota yang lebih berketahanan belum sepenuhnya terkoordinasi dan direncanakan secara baik. Inisiatif yang tersedia umumnya bersifat jangka pendek dan tidak sepenuhnya terintegrasi.
Oleh karena itu, dokumen Strategi Ketahanan Kota yang akan disusun pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan diharapkan menjadi payung besar perencanaan di DKI Jakarta. Dokumen tersebut dapat menjadi acuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemangku kepentingan terkait untuk bersinergi mewujudkan Jakarta menjadi pusat pembelajaran/Center of Excellence Kota Berketahanan di Indonesia.
39Healey, P. 2006. Collaborative planning: shaping places in fragmented societies. Basingstoke, England: Palgrave Macmillan.40Margerum, R.D. (2002). Collaborative planning: building consensus and building a distinct model for practice. Journal of Planning Education
and Research, 21(3), 237-253.41Innes, J, & Booher, D.E. (2000). Indicators for sustainable communities: a strategy building on complexity theory and distributed intelligence.
Planning Theory and Practice, 1(2), 273.
2.3 KERENTANAN TERHADAP GUNCANGAN DAN TEKANAN
Bagian ini mengulas tingkat kerentanan DKI Jakarta terhadap guncangan (shocks) dan tekanan (stresses) utama. Hasil Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan berhasil menemukenali dan menyepakati berbagai jenis guncangan dan tekanan utama yang dihadapi Jakarta. Ternyata daftar guncangan dan tekanan utama hasil Lokakarya selaras dengan daftar guncangan utama yang dikeluarkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta 2013-2017.
Guncangan Tekanan
Banjir
Kebakaran
Demonstrasi
Wabah Penyakit
Kerusuhan/ Keresahan Sosial
KegagalanInfrastruktur
Gempa Bumi
Kemacetan
Keterjangkauan Perumahan
Polusi Udara
PenangananLimbah
Narkoba
Sanitasi danDrainase yang Buruk
PerubahanPeruntukanLahan
AksesAir Bersih
PenurunanMuka Tanah
Korupsi
Akses ke Ruang Publik
Gambar 2.18 Daftar Guncangan dan Tekanan di DKI Jakarta
Sumber: Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan, 2017
Gambar 2.19 Daftar Guncangan Utama di DKI Jakarta
Sumber: BPBD DKI Jakarta, 2017
Banjir
Kebakaran Wabah penyakit
Konflik sosial
Kegagalan teknologi
Cuaca ekstrim
Gempa bumi
Banjir rob
58 59Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
2.3.1. Kerentanan terhadap Guncangan Utama
Kerentanan DKI Jakarta terhadap guncangan utama yang diulas pada bagian ini, diantaranya adalah: (A) Kerentanan terhadap Banjir; (B) Kerentanan terhadap Kebakaran; dan (C) Kerentanan terhadap Gempa Bumi.
A. KERENTANAN TERHADAP BANJIR
Banjir menjadi perhatian utama di Jakarta, karena beberapa faktor antara lain curah hujan tinggi, kenaikan permukaan air laut, sistem drainase yang tidak berfungsi optimal, sungai dan saluran air yang tersumbat, berkurangnya daerah resapan air akibat pembangunan, dan penurunan muka tanah. Banjir juga terjadi karena kurangnya ruang untuk air, yaitu kurangnya daya tampung badan air dan saluran drainase.
Pola banjir besar di Jakarta terjadi setiap lima tahunan, seperti banjir besar yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan besar di tahun 1996, 2002, 2007, 2013, dan 201442. Adapun persebaran lokasi banjir di wilayah Jakarta berdasarkan frekuensi banjir lima tahunan, mulai 2013 hingga 2017, terlihat pada Gambar 2.20.
Pada bulan Januari 2015, banjir besar setinggi 2 (dua) meter telah menyebabkan lima orang korban meninggal akibat banjir dan menyebabkan 231.566 orang direlokasi. Peristiwa banjir besar terjadi lagi pada Februari 2017 yang menewaskan dua orang dan membuat 1.613 orang dievakuasi.
Tindakan pengurangan risiko banjir ditingkatkan dengan pemerintah mengambil peran lebih besar dalam menerapkan strategi pengurangan risiko banjir, termasuk evakuasi paksa masyarakat yang tinggal di bantaran sungai.
Terdapat beberapa sistem infrastruktur tanggap banjir di Jakarta, diantaranya 34 buah sistem peringatan dini. Namun demikian, sistem tersebut belum sepenuhnya berfungsi saat terjadi banjir karena kurangnya sosialisasi kepada pengguna. Sistem pemantauan banjir lainnya adalah PetaJakarta.org, yang menggunakan data dari media sosial untuk memetakan banjir di seluruh kota secara real-time.
B. KERENTANAN TERHADAP KEBAKARAN
Kebakaran umumnya terjadi di daerah dengan kepadatan tinggi dan di area pasar akibat hubungan pendek listrik, aplikasi listrik yang tidak sesuai dan umur kabel yang kadaluwarsa. Selama ini, kesadaran dan upaya masyarakat masih kurang terkait dengan penggunaan listrik sesuai standar. Pada tahun 2015, terjadi sebanyak 1.473 insiden kebakaran. Namun kebakaran pada bulan November 2016 yang menghancurkan lebih dari 200 rumah diakibatkan oleh ledakan tabung gas.
C. KERENTANAN TERHADAP GEMPA BUMI
DKI Jakarta adalah salah satu provinsi yang berpotensi rawan gempa bumi karena diperkirakan terdapat 10 (sepuluh) episentrum gempa aktif berada di sekitar DKI Jakarta. Gempa bumi akan menimbulkan potensi
42Texier, P. (2008). Floods in Jakarta: when the extreme reveals daily structural constraints and mismanagement. Disaster Prevention and Management, 17(3), 358-372.
Gambar 2.20 Peta Frekuensi Banjir di Jakarta Tahun 2013-2017
Sumber: BPBD DKI Jakarta, 2017
kerusakan yang besar di Jakarta, hal ini diakibatkan karena terdapatnya struktur tanah yang rapuh di kawasan Jakarta yang akan memperbesar intensitas dampak guncangan. Termasuk, potensi ancaman terjadinya tsunami di kawasan pesisir, khususnya di wilayah Jakarta Utara.
Berdasarkan hasil studi, terdapat garis sesar seismik sepanjang 25 km di wilayah selatan dan episentrum terdekat berada di Selat Sunda (sekitar 150 km sebelah barat Jakarta). Menurut Peta Gempa Nasional, potensi gempa menjadi topik yang sensitif di Jakarta mengingat terdapat sekitar 1.000 bangunan dan gedung pencakar langit di Jakarta.
Sebagian besar bangunan baru memang telah memenuhi standar teknik tahan gempa, namun
bangunan lama masih belum memenuhinya. Dengan meningkatnya pembangunan vertikal dan rapat, risiko gempa menjadi lebih tinggi. Meningkatnya ancaman gempa akan meningkatkan kebutuhan akan standardisasi peraturan bangunan (building code) yang secara otomatis akan menambah komponen pembiayaan pembangunan gedung.
JAKARTA BARAT
JAKARTA SELATAN
JAKARTA TIMUR
JAKARTA PUSAT
JAKARTA UTARA
KEPULAUAN SERIBU
Jumlah Kejadian Kebakaran
153
116
122
84
130
2Total 607 Kejadian
5046 46 45
49 48
60
69
61
34
56
43
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Dec
Jumlah KerugianRp 388.851.213.888
Jumlah Kebakaran Perbulan
Jumlah Sarana yang Rusak
Rumah Tinggal
1356
Bangunan Semi Permanen
1376
Gedung
32
Gudang
41
Kios/Ruko
145
Kendaraan
27
Sarana Lain
100
Total3077 Sarana
Penyebab Kebakaran
Konsleting listrik
Tabung gas
Pembakaran sampah
Lilin
Penyebab lainnya
533
47
2
2
23
Jumlah Tempat Pengungsian
21 Lokasi
Jumlah Korban
25 Meninggal dunia16 Luka Berat48 Luka Ringan
2519 Pengungsi
Gambar 2.21 Infografis Kejadian Kebakaran di DKI Jakarta Tahun 2016
Sumber: BPBD DKI Jakarta, 2016
60 61Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Foto : Anton Van Der Weijst (Unsplash)
Bagian ini mengulas aspek kerentanan DKI Jakarta terhadap berbagai tekanan utama yang ditemukenali pada Lokakarya Perdana Jakarta menuju Kota Berketahanan. Pada lokakarya tersebut, tekanan utama Jakarta ditemukenali diantaranya berupa: kemacetan, keterjangkauan perumahan, pengelolaan sampah, perubahan tata guna lahan, dan terbatasnya akses ke air bersih. Hampir seluruh tekanan utama yang ditemukenali pada Lokakarya tersebut berkaitan pada satu isu besar perkotaan, yaitu: urbanisasi.
Jakarta adalah salah satu kota padat yang terbesar di dunia. Penglaju dari wilayah sekitar Jakarta telah meningkatkan populasi Jakarta pada siang hari. Berdasarkan data Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan Jakarta, pada tahun 2011, kurang lebih 3,67 juta orang dari Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi melakukan perjalanan ke Jakarta setiap harinya.
Urbanisasi di Jakarta terus menerus terjadi dan tidak dapat dihindarkan karena statusnya sebagai Ibu kota Indonesia sekaligus pusat kegiatan bisnis dan ekonomi. Tingkat urbanisasi dalam 5 (lima) tahun terakhir semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pendatang dari daerah luar Jakarta datang bermaksud meningkatkan penghidupan dan perekonomiannya dengan upaya mencari pekerjaan dan tinggal di Jakarta.
Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), sebagian besar migran langsung menuju Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat, karena mereka berpikir terdapat banyak pekerjaan yang tersedia di wilayah tersebut. Jakarta Barat menyediakan lapangan kerja di bidang perdagangan, sementara di Jakarta Utara dan Jakarta Timur lebih banyak menyediakan lapangan kerja di bidang industri. Sebagian besar migran berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
Ada beberapa upaya di tingkat nasional dan regional untuk menyelesaikan permasalahan urbanisasi di Jakarta; namun demikian, tidak ada pembatasan resmi jumlah pendatang. Para pendatang diharapkan memiliki keahlian tertentu untuk dapat hidup nyaman di Jakarta; karena para pendatang yang non-produktif dapat menjadi permasalahan utama yang menyebabkan munculnya salah satu tekanan di Jakarta
2.3.2 Kerentanan terhadap Tekanan Utama
3IKHTIAR JAKARTA
JAKARTA BERKETAHANAN
Bab III Ikhtiar Jakarta memaparkan inventarisasi ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka meningkatkan ketahanan kota. Proses inventarisasi tersebut bertujuan untuk melihat keterkaitan antara berbagai ikhtiar menuju Jakarta berketahanan. Ikhtiar yang dimaksud adalah segala upaya yang meliputi rencana, strategi, program, proyek, praktik unggulan, gagasan, kebijakan, atau pembiayaan pembangunan yang berkontribusi dalam peningkatan ketahanan kota.
Inventarisasi ikhtiar kota menggunakan Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework) sebagai pisau analisis untuk menemukenali kekurangan dan ketimpangan dalam upaya membangun ketahanan kota. Hasil inventarisasi ini akan mempermudah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam memrioritaskan ikhtiar yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan di masa depan. Inventarisasi ikhtiar kota juga berperan sebagai tolok ukur/benchmark dalam merumuskan dan mengembangkan ikhtiar yang tercakup dalam dokumen Strategi Ketahanan Kota/City Resilience Strategy.
64 65Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
3.1 METODOLOGI
Proses inventarisasi ikhtiar kota menggunakan perangkat Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) untuk menemukenali dimensi dan faktor penggerak yang diutamakan tetapi belum menjadi prioritas Jakarta. Hasil dari inventarisasi mencerminkan tingkat pemahaman para pemangku kepentingan terhadap upaya membangun ketahanan kota Jakarta.
Perangkat Inventarisasi Ikhtiar dibuat dengan mengacu pada Kerangka Ketahanan Kota/ City Resilience Framework (CRF). Perangkat ini digunakan untuk menemukenali dan memetakan ikhtiar yang sudah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketahanan kota. Selain itu, Perangkat Inventarisasi Ikhtiar juga mempermudah para pemangku kepentingan terkait untuk menemukenali ikhtiar yang perlu diperkuat dan ditingkatkan.
Proses inventariasi ikhtiar terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu:
A. Input 1: Pemetaan Ikhtiar
Pemetaan Ikhtiar berupa kegiatan menemukenali ikhtiar yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan pemangku kepentingan, skala, tipe, dan status masing-masing ikhtiar tersebut. Hasil tahap ini adalah ikhtiar prioritas dan bukan prioritas.
B. Input 2: Pengelompokan Ikhtiar
Pengelompokan Ikhtiar menjadi ikhtiar primer dan sekunder dengan merujuk pada 12 faktor penggerak (drivers) ketahanan kota. Hasil Tahap ini menghasilkan 3 (tiga) keluaran, yaitu:
d. Keluaran 2 A: Ikhtiar prioritas berdasarkan sub-faktor penggerak (sub driver)
e. Keluaran 2 B: ikhtiar prioritas berdasarkan kategori pemangku kepentingan
f. Keluaran 2 C: keterkaitan antarikhtiar prioritas
C. Input 3: Penjelasan Ikhtiar
Penjelasan Ikhtiar berupa penjabaran hasil analisis dari Input 1 dan Input 2 dalam bentuk Diagram Analisis Ikhtiar DKI Jakarta
3.1.1 Perangkat Inventarisasi Ikhtiar
Gambar 3.1 Tahapan Penggunaan Perangkat Inventarisasi Ikhtiar
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
3.1.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam membangun ketahanan Kota Jakarta, dibutuhkan partisipasi dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan sehingga dipandang penting untuk meningkatkan kesadaran (raising awareness) para pemangku kepentingan perihal kondisi ketahanan Kota Jakarta. Berangkat dari kondisi ini, pendekatan kolaboratif diterapkan untuk melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses Inventarisasi Ikhtiar Kota.
Pendekatan kolaboratif diantaranya diwujudkan ke dalam kegiatan pengumpulan data yang melibatkan pemangku kepentingan terkait, antara lain melalui kegiatan: (i) wawancara, (ii) pengumpulan data sekunder, dan (iii) sesi kerja.
A. Wawancara
Dalam proses inventarisasi ikhtiar Kota, Tim Jakarta Berketahanan mendampingi Mitra Penyusunan Strategi/Strategy Partner (SP) melakukan wawancara kepada para pemangku kepentingan terkait untuk mengetahui upaya yang telah dan sedang mereka lakukan untuk membangun ketahanan Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta merupakan pemangku kepentingan utama dalam proses inventarisasi ikhtiar kota. Keterlibatan Bappeda
Wawancara dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Bidang Pengendalian, Pemantauan, dan Pelaporan Pembangunan (P4) serta berbagai Organisasi Non-pemerintah.
1 Pengumpulan data ikhtiar melalui riset data sekunder, identifikasi ikhtiar DKI Jakarta pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta dan diskusi dengan para pemangku kepentingan.
2 Sesi Kerja untuk konfirmasi dan validasi data Ikhtiar yang telah dikumpulkan.
3
sebelumnya dalam berbagai kegiatan Jakarta Berketahanan telah mempermudah proses inventarisasi ini. Bappeda Provinsi DKI Jakarta memberikan berbagai data meliputi rencana/strategi, program, proyek, kegiatan, dan studi yang telah dirumuskan dalam dokumen RPJMD (yang disusun setiap lima tahun sekali).
Dokumen RPJMD 2013-2017 memberikan penjelasan rinci mengenai ikhtiar eksisting DKI Jakarta, sehingga inventarisasi ikhtiar kota dilakukan mengacu pada dokumen tersebut. Sedangkan ikhtiar yang direncanakan di masa mendatang merujuk pada draft RPJMD 2018-2022, yang pada saat Penilaian Awal Ketahanan ini ditulis masih dalam tahap penyusunan. Dokumen final RPJMD 2018-2022 akan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah pada April 2018.
Inventarisasi ikhtiar Kota juga dilengkapi wawancara dengan para pemangku kepentingan yang berasal dari lembaga non-pemerintah, seperti Karina (Caritas Indonesia), ICLEI, IUWASH Plus, Plan International Indonesia, dan lainnya.
Gambar 3.2 Tahapan Metode Pengumpulan Data
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
Memulai Penggunaan Perangkat
Inventarisasi Ikhtiar
Tahapan 1Input 1 - Pemetaan
Ikhtiar
Tahapan 2Input 2 - Pengelom-
pokan Ikhtiar
Tahapan 3Input 3 - Penjelasan
Ikhtiar
Keluaran 1 - Klasifikasi ikhtiar
prioritas dan bukan prioritas
Keluaran 2A - Ikhtiar prioritas berdasarkan
sub-faktor penggerak (sub
drivers)
Keluaran 2B - Ikhtiar prioritas berdasarkan kategori pemangku
kepentingan
Keluaran 2C - Keterkaitan antar ikhtiar prioritas
Keluaran 3 - Diagram analisis ikhtiar DKI
Jakarta
66 67Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
B. Pengumpulan Data Sekunder
Tim Jakarta Berketahanan juga turut melakukan pengumpulan data sekunder dengan menghadiri berbagai diskusi terfokus/Focus Group Discussion (FGD) dan pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi non-pemerintah.
Sekretariat Jakarta Berketahanan berkesempatan hadir pada Diskusi Kelompok Terfokus/Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh Bappeda dalam rangka menyusun dokumen RPJMD 2018-2022. FGD ini dilaksanakan dengan berbagai topik yang berbeda, diantaranya transportasi, permukiman, lapangan pekerjaan, pendidikan, pangan, kesehatan, sampah, air dan beberapa topik lainnya sehingga menjadi lebih komprehensif.
FGD membahas berbagai program, isu, dan rencana untuk menyelesaikan tantangan yang dihadapi Jakarta sekaligus melakukan sinkronisasi terhadap program Gubernur terpilih yang telah dilantik pada awal Oktober 2017. Selain mendapatkan informasi, Sekretariat Jakarta Berketahanan juga memberikan masukan serta melakukan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan yang lebih luas tentang proses penyusunan Strategi Ketahanan Kota.
C. Sesi Kerja Inventarisasi Ikhtiar Kota
Sesi kerja dengan Bappeda Provinsi DKI Jakarta dilakukan untuk menetapkan skala prioritas ikhtiar. Pemahaman Bappeda tentang program pembangunan di Jakarta telah banyak membantu dalam memrioritaskan ikhtiar yang ada, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Kemudian, hasil inventarisasi tersebut dianalisis dengan menggunakan perangkat ketahanan kota.
Dalam proses Inventarisasi Ikhtiar Jakarta, Sekretariat Jakarta Berketahanan berhasil mengumpulkan 219 ikhtiar, baik yang berasal dari program pemerintah maupun non-pemerintah, yang berkontribusi dan berhubungan langsung dengan ketahanan Kota Jakarta. Selanjutnya, Tim Jakarta Berketahanan bersama Bappeda memililih 160 ikhtiar dari 219 ikhtiar tersebut sebagai ikhtiar prioritas Jakarta.
Langkah berikutnya adalah melakukan pengelompokan ikhtiar prioritas berdasarkan pada ‘faktor penggerak’ primer dan sekunder dengan merujuk pada Kerangka Ketahanan Kota (CRF). Hasil pengelompokan dan inventarisasi ikhtiar dapat terlihat dalam Diagram Inventarisasi Ikhtiar Kota.
Gambar 3.3 FGD Draft RPJMD 2018-2022 pada 18 Juli 2017
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2017
3.2 HASIL INVENTARISASI IKHTIAR KOTA JAKARTA
219
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total IkhtisarJakarta
Legenda
Primer
Sekunder
3.4
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Gambar 3.4 Hasil Inventarisasi Seluruh Ikhtiar DKI Jakarta berdasar Faktor Penggerak Ketahanan Kota
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2017
Gambar 3.5 Proses Pengumpulan Data untuk Inventarisasi Ikhtiar DKI Jakarta. Wawancara dengan Bappeda DKI Jakarta (kiri) dan BPAD DKI Jakarta (Kanan)
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2017
68 69Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
3.2.1 Pemetaan Ikhtiar Prioritas
Pengelompokan ikhtiar prioritas ke dalam faktor primer dan sekunder penggerak ketahanan kota telah membantu tim Jakarta Berketahanan dalam memetakan berbagai ikhtiar yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan di Jakarta.
Dengan mengacu kepada Kerangka Ketahanan Kota (CRF), inventarisasi ikhtiar dilakukan untuk menemukenali dimensi dan/atau faktor penggerak mana yang telah banyak mendapatkan perhatian pemangku kepentingan. Selain itu, inventarisasi ikhtiar juga berperan menjadi tolok ukur (benchmark) dalam merencanakan ikhtiar apa saja yang akan dilakukan dalam Strategi Ketahanan Kota (City Resilience Strategy).
A. Pemetaan Sub-Faktor Penggerak Ikhtiar Prioritas
Hasil pemetaan Sub-Faktor Penggerak Ketahanan Kota menunjukkan bahwa
mayoritas ikhtiar prioritas ditujukan untuk sub-faktor penggerak ‘Keselarasan antarpemangku kepentingan’, ‘Partisipasi masyarakat’, dan ‘Hubungan antarkomunitas sosial’.
Sedangkan untuk sub-faktor penggerak ‘Pengurangan tingkat korupsi’, ‘Anggaran belanja kota’, dan ‘Teknologi komunikasi’ belum menjadi ikhtiar prioritas para pemangku kepentingan di Jakarta.
Pemetaan ikhtiar prioritas akan memudahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam memrioritaskan ikhtiar yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan berdasarkan dimensi dan/atau faktor penggerak dan/atau sub-faktor ketahanan kota.
1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
2
1
1.1 Rumah
1.2 Energi
1.3 Air
1.4 Pangan
2.1 Kebijakan ketenagakerjaan
2.2 Keahlian dan pelatihan
2.3 Dukungan kehidupan sosial terhadap guncangan
2.4 Pengembangan dan inovasi ekonomi lokal
2.5 Akses keuangan
2. Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak
3.1 Fasilitas kesehatan dan tenaga medis dalam keadaan darurat
3.2 Akses terhadap pelayanan kesehatan
3.3 Kapasitas pelayanan kesehatan masyarakat
3. Menjamin Pelayanan Kesehatan Masyarakat
4.1 Hubungan antar komunitas sosial
4.2 Identitas dan budaya lokal
4.3 Partisipasi masyarakat
4. Mendorong Partisipasi Masyarakat yang Terpadu
5.1 Mencegah kriminalitas
5.2 Pengurangan tingkat korupsi
5.3 Akses kepolisian untuk mendukung keamanan dan keselamatan
5.4 Penegakan hukum
5. Menjamin Stabilitas Sosial, Kemanan, dan Keadilan
6.1 Rencana bisnis berkelanjutan
6.2 Anggaran belanja kota
6.3 Investasi dalam kota
6.4 Ekonomi lokal
6.5 Hubungan ekonomi yang lebih luas
6. Mendorong Kemakmuran Ekonomi
15
1
1 2
2 3
2
3 3
2 4
2
5
23
3 9
1
3 15
1 4
43
2
2 6
1
1
1
4
4
7. Mempertahankan dan Meningkatkan Aset Alam dan Buatan
7.1 Kebijakan Lingkungan
7.2 Perlindungan terhadap infrastruktur penting
7.3 Beragam infrastruktur yang berkecukupan
8. Menjamin Kelansungan Pelayanan yang Penting
8.1 Rencana darurat bagi pelayanan yang penting
8.2 Optimalisasi infrastruktur penting
8.3 Pengelolaan aset
8.4 Pengelolaan risiko banjir
8.5 Pengelolaan ekosistem
9. Menyediakan Komunikasi dan Mobilitas yang Dapat diandalkan
9.1 Jaringan transportasi
9.2 Transportasi publik
9.3 Pengangkutan/transportasi logistik
9.4 Teknologi informasi
9.5 Sistem informasi darurat
10. Meningkatkan Kepemimpinan dan Pengelolaan Efektif
10.1 Keselarasan antar pemangku kepentingan
10.2 Keselarasan pemerintahan
10.3 Pengambil keputusan dan kepemimpinan
10.4 Koordinasi dan kapasitas darurat
11. Memberdayakan Berbagai Pemangku Kepentingan
11.1 Pendidikan
11.2 Kesadaran Risiko Publik
11.3 Pemantauan dan Peringatan Risiko
11.4 Komunikasi Antara Pemerintah dan Masyarakat
11.5 Penyebaran Informasi dan Pengalaman
12. Mengembangkan Perencanaan Jangka Panjang yang Terpadu
12.1 Pemantauan kota dan pengelolaan data
12.2 Strategi dan perencanaan
12.3 Tata guna lahan dan pengembangannya
12.4 Pengaturan standar bangunan
6 4
3 2
6 2
1 2
6 5
3 3
3
6 3
7 3
3
2
2 2
7
3
52
1 2
33
52
4
62
34
31
25
46
51
Gambar 3.6 Hasil Inventarisasi Ikhtiar berdasar Sub-Faktor Penggerak Ketahanan Kota
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
B. Pemetaan Faktor Penggerak Ikhtiar Prioritas
Berdasarkan pemetaan Faktor Penggerak Ketahanan Kota, mayoritas ikhtiar prioritas ditujukan pada faktor ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, dan ‘Menjamin kelangsungan layanan yang penting’.
Sedangkan, faktor penggerak ‘Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan’, ‘Pemenuhan kebutuhan dasar’, dan ‘Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat’ ternyata belum menjadi ikhtiar prioritas yang telah
160
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total IkhtiarPrioritas
Legenda
Primer
Sekunder
2.5
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan
dan/atau sedang direncanakan oleh Jakarta.
Apabila berdasarkan Dimensi Ketahanan Kota, mayoritas ikhtiar prioritas ditujukan untuk dimensi ‘Kepemimpinan dan Strategi’ 33% (53 ikhtiar) diikuti dengan dimensi Infrastruktur dan Lingkungan 31 % (49 ikhtiar). Sedangkan, dimensi Ekonomi dan Masyarakat 19% (30 ikhtiar) dan ‘Kesehatan dan Kesejahteraan’ 17% (28 ikhtiar).
Gambar 3.7 Hasil Inventarisasi Ikhtiar Prioritas berdasarkan Faktor Penggerak Ketahanan Kota
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
70 Penilaian Awal Ketahanan Jakarta 71
JAKARTA BERKETAHANAN
3.2.2 Ikhtiar Prioritas berdasarkan berbagai Kategori Pemangku
Kepentingan
A. Ikhtiar Prioritas berdasarkan Kategori Pemerintah
Hasil dari inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Pemangku Kepentingan Pemerintah menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, 118 diantaranya adalah dilakukan oleh Pemerintah.
Mayoritas ikhtiar prioritas oleh Pemerintah ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, dan ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’.
Sedangkan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Pemenuhan kebutuhan dasar’, ‘Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat’, dan ‘Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan’ belum menjadi ikhtiar prioritas.
118
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Jumlah IkhtiarPrioritas
Pemerintah
Legenda
Primer
Sekunder
3.4
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan
Faktor Pengerak Ikhtiar jakarta
Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan
• Peningkatan mutu Pendidikan;
• Pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan;
• Saran konsultasi, dukungan finansial, dan pelatihan guru;
• Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan
Menjamin kelangsungan layanan yang penting
• Proyek SiGAP: menyusun rencana kontinjensi di tingkat kelurahan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan kesiapsiagaan banjir;
• Antisipasi dan penanggulangan kesehatan terkait bencana;
• Layanan pertolongan pertama;
• Pengembangan sistem drainase;
• Perkuatan tebing Sungai Cisadane dari Pintu Air sampai Pasar Baru ke hulu
Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif
• Peningkatan kemampuan aparatur dalam menegakkan peraturan;
• Koordinasi kebijakan perekonomian;
• PERTAMA (Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat);
• Pelatihan Urban Search and Rescue (USAR)
• Peningkatan kerja sama antardaerah dan luar negeri
Adapun contoh ikhtiar menuju Jakarta Berketahanan dapat dilihat pada tabel dan gambar di samping
Gambar 3.8 Diagram Ikhtiar Prioritas berdasarkan Pemangku Kepentingan Pemerintah
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
Tabel 3.1: Ikhtiar Prioritas Pemerintah menuju Jakarta Berketahanan
Gambar 3.9 Cuplikan Ikhtiar menuju Jakarta Berketahanan
Sumber: Jakarta Berketahanan, 2018
DESAIN BESARPERTANIAN PERKOTAANPROVINSI DKI JAKARTATAHUN 2018 – 2030
DEPUTI GUBERNUR DKI JAKARTA BIDANG TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP
1
DESAIN BESAR PENYEDIAAN LAYANAN AIR MINUM DAN AIR LIMBAH DOMESTIK
PROVINSI DKI JAKARTA 2018-2022
Disusun oleh: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Kedeputian Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
d’ Arts of Waste Institute Bandung-Indonesia
i
Rancangan Utama Sistem Pengelolaan Sampah (SPS)
iGrand Design Jakarta Menuju Kota Layak Anak 2018 - 2022
Grand DesignJakarta Menuju
Kota Layak Anak 2018 - 2022
Disusun oleh:
Kedeputian Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Bekerjasama dengan: Plan International Indonesia
72 73Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
B. Ikhtiar Prioritas berdasarkan Kategori Kelompok Masyarakat
Hasil dari inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Pemangku Kepentingan Kelompok Masyarakat menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, 42 ikhtiar diantaranya dilakukan oleh Kelompok Masyarakat.
Mayoritas ikhtiar prioritas yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, dan ‘Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu’.
Sedangkan untuk faktor penggerak ketahanan kota lainnya belum dipandang sebagai prioritas karena mayoritas menjadi peran pemerintah. Dapat disampaikan bahwa peran Kelompok masyarakat sangat sedikit terlibat dalam ikhtiar di Jakarta.
Gambar 3.10 Diagram Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Pemangku Kepentingan Kelompok Masyarakat
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
3.2.3 Ikhtiar Prioritas berdasarkan Skala
A. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Nasional
Hasil dari inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Skala Nasional menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, ternyata hanya 5 (lima) ikhtiar diantaranya yang berskala Nasional. Semua ikhtiar dengan skala Nasional ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’.
Sedangkan sisanya yaitu 11 faktor penggerak ketahanan kota lainnya tidak menjadi ikhtiar prioritas yang telah direncanakan dan/atau dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan di Jakarta.
B. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Regional
Inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Skala Regional belum berhasil diperoleh karena keterbatasan data dan informasi yang lebih terfokus ke skala kota Jakarta.
Walaupun demikian, berhasil ditemukenali
Gambar 3.11 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Nasional
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
Legenda
Primer
Sekunder
4.67
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan
42
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Jumlah IkhtiarPrioritas
KelompokMasyarakat
Legenda
Primer
Sekunder
5
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
5
Jumlah IkhtiarPrioritas
Skala Nasional
3 (tiga) ikhtiar Skala Regional, yaitu Peningkatan Kapasitas dan Perkuatan Sungai Ciliwung dan Cisadane yang melewati Jakarta dan sekitarnya, yang berkaitan dengan faktor penggerak ketahanan kota ‘Menjamin kelangsungan layanan penting’.
C. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Kota
Inventarisasi ikhtiar prioritas berdasar klasifikasi Skala Kota menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, terdapat 132 ikhtiar prioritas diantaranya berskala Kota. Mayoritas ikhtiar prioritas dengan skala Kota terkait dengan faktor penggerak ketahanan kota ’Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan, ’Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’, ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’, dan ‘Menjamin Kelangsungan Layanan Penting’. Sedangkan faktor penggerak ketahanan kota yang belum menjadi prioritas adalah ‘Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat’.
D. Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Komunitas
Inventarisasi ikhtiar prioritas yang diklasifikasikan berdasarkan Skala Komunitas menunjukkan bahwa dari 160 ikhtiar prioritas, hanya 11 ikhtiar diantaranya berskala Komunitas. Semua ikhtiar prioritas dengan Skala Komunitas ditujukan untuk faktor penggerak ketahanan kota ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’, dan ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’. Sedangkan untuk 10 faktor penggerak ketahanan kota lainnya belum menjadi prioritas.
Legenda
Primer
Sekunder
2.54
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan
132
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Jumlah IkhtiarPrioritas
Skala Kota
Gambar 3.12 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Kota
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
Legenda
Primer
Sekunder
5.5
Setiap segmen menunjukkan
ikhtiar
Ikhtiar Prioritas PemangkuKepentingan
11
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Jumlah IkhtiarPrioritas
Skala Komunitas
10 M
enin
gka
tkan
Gambar 3.13 Diagram Klasifikasi Ikhtiar Prioritas Berdasarkan Skala Komunitas
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
74 75Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
3.2.4 Keterkaitan antar Ikhtiar Prioritas
Diagram Keterkaitan antarikhtiar Prioritas menunjukkan keterkaitan antarikhtiar kota yang dikelompokkan menjadi faktor penggerak, semakin tebal garis yang menghubungkan antarfaktor penggerak, semakin kuat pula keterkaitan antara faktor penggerak tersebut. Tingkat keterkaitan diagram di bawah berasal dari tabel keterkaitan faktor penggerak ketahanan kota.
Fungsi Diagram Keterkaitan Ikhtiar Prioritas di atas dimaksudkan agar dapat diketahui sinergi antarikhtiar kota yang telah dikelompokkan. Dapat disimpulkan bahwa keterkaitan yang paling kuat terjadi antara faktor penggerak ’Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’ dan faktor penggerak ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’, yang keduanya merupakan Dimensi Kepemimpinan dan Strategi.
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Gambar 3.14 Diagram Keterkaitan antar Ikhtiar Prioritas
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan, 2018
Foto : Gede Suhendra (Unsplash)
4PERSEPSIPEMANGKUKEPENTINGAN
JAKARTA BERKETAHANAN
Keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembangunan merupakan suatu keniscayaan, termasuk dalam proses Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) sebagai upaya mewujudkan Jakarta Berketahanan. Para pemangku kepentingan dilibatkan dalam menilai ketahanan kota Jakarta sesuai persepsi/sudut pandang masing-masing dengan merujuk pada dimensi ketahanan kota yang terdapat pada Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).
Bab ini terdiri dari beberapa bagian: (i) Metodologi: menggambarkan perangkat dan metode pengumpulan data, survei daring dan tertulis serta lokakarya; dan (ii) Hasil Persepsi Penilaian Ketahanan Kota Jakarta yang menggambarkan hasil survei daring dan tertulis serta persepsi para pemangku kepentingan yang diwakili oleh responden pemerintah, swasta, kelompok masyarakat dan akademisi.
78 79Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Penilaian Persepsi Ketahanan Kota Jakarta dilakukan dengan menggunakan perangkat penilaian yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC) yang merujuk pada dimensi ketahanan kota yang terdapat pada Kerangka Ketahanan Kota (selengkapnya pada Bab 1).
Perangkat ini bertujuan untuk melihat persepsi para pemangku kepentingan terhadap ketahanan Kota Jakarta. Selain itu, perangkat Penilaian Persepsi Ketahanan Kota bermanfaat untuk:
1. Menetapkan data dasar (baseline) ketahanan kota menurut persepsi para pemangku kepentingan yang mewakili beragam perspektif dan latar belakang keahlian;
2. Menemukenali isu yang terkait dengan ketahanan kota;
3. Memetakan isu ketahanan kota yang saling terkait (cross cutting);
4. Memetakan konsensus dalam mewujudkan ketahanan kota.
Tahapan penilaian persepsi ketahanan kota, terdiri dari:
Tahapan 1
Merupakan kegiatan pelibatan pemangku kepentingan baik berbentuk survei persepsi penilaian maupun lokakarya persepsi penilaian ketahanan kota. Keluarannya berupa rangkuman persepsi pemangku kepentingan terkait.
4.1 METODOLOGI
Penilaian persepsi dilakukan berdasar pada analisis kualitatif dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari para pemangku kepentingan. Proses penilaian persepsi ini melengkapi tahapan terdahulu, yaitu pendalaman kompleksitas Jakarta (Bab 2) dan Ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan Jakarta (Bab 3). Dengan demikian, proses penyusunan PRA ini menjadi lebih lengkap.
4.1.1 Perangkat Penilaian
Gambar 4.1 Diagram Tahapan Penggunaan Penilaian Persepsi Ketahanan Kota
Sumber: Dimodifikasi dari 100 Resilient Cities
Tahapan 2
Merupakan pemetaan hasil survei persepsi berdasarkan faktor penggerak dan sub-faktor penggerak Kerangka Ketahanan Kota. Keluarannya berupa:
a. Keluaran 2A: analisis persepsi para pemangku kepentingan terkait mengenai penilaian ketahanan kota Jakarta berdasarkan faktor penggerak (drivers) dan sub-faktor penggerak (sub drivers).
b. Keluaran 2B: analisis persepsi para pemangku kepentingan berdasarkan kategori pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, dan akademisi.
c. Keluaran 2C: keterkaitan persepsi para pemangku kepentingan antarfaktor penggerak yang satu dengan yang lainnya.
Keluaran 2AAnalisis persepsi berdasar-
kan faktor (drivers) dan sub-faktor penggerak
(sub-driver)
Keluaran 2BAnalisis persepsi berdasar-
kan kategori pemangku kepentingan
Keluaran 2CKeterkaitan antar faktor
para pemangku kepentingan
Tahapan 1Input 1 - Pelibatan
Pemangku Kepentingan
Tahapan 2Input 2 - Pemetaan Hasil
Survei Persepsi
Keluaran 1Rangkuman Persepsi
Pemangku Kepentingan
Memulai Penggunaan Perangkat
Penilaian Persepsi Ketahanan Kota
80 81Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
SURVEI DARING PERSEPSI KETAHANAN KOTA JAKARTA
4.1.2 Metode Pengumpulan Data
Penilaian persepsi ketahanan kota Jakarta menggunakan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari unsur Pemerintah, Swasta, Kelompok Masyarakat, dan Akademisi sehingga persepsi/pandangan yang didapatkan terhadap kondisi ketahanan kota Jakarta menjadi lebih menyeluruh. Penerapan pendekatan kolaboratif terlihat dalam kegiatan pengumpulan data, yaitu: (i) survei persepsi penilaian ketahanan kota yang meliputi survei dalam jaringan (online) dan survei tertulis; serta (ii) lokakarya persepsi penilaian ketahanan kota.
Gambar 4.2 Diagram Tahapan Kegiatan Pengumpulan Data
Survei Daring dan Survei Tertulis
Berguna sebagai ajang pengumpulan data awal persepsi
penilaian ketahanan kota
Lokakarya Persepsi Penilaian Persepsi Kota
Berguna sebagai ajang validasi
terhadap hasil survei persepsi penilaian
ketahanan kota
A. Survei Dalam Jaringan (Daring) dan Survei Tertulis
Survei dalam jaringan dan survei tertulis bertujuan untuk: (i) mengetahui persepsi responden tentang ketahanan kota Jakarta; dan (ii) menemukenali dan menilai faktor penggerak yang berkontribusi terhadap ketahanan Jakarta.
Pada survei daring dan tertulis ini, para responden diminta untuk:
1. Memilih dan mengurutkan 4 (empat) faktor penggerak ketahanan kota yang dipandang berpengaruh atau akan memberikan kontribusi pada ketahanan Jakarta.
2. Menjelaskan faktor penggerak ketahanan kota yang telah dipilih.
Gambar 4.3 Diagram Tahapan dalam Survei Daring dan Tertulis
B. Lokakarya Penilaian Persepsi Ketahanan Kota
Lokakarya Penilaian Persepsi Ketahanan Kota bertujuan untuk memvalidasi keluaran survei daring dan survei tertulis. Selain itu, lokakarya ini juga dilaksanakan untuk menyepakati 5 (lima) prioritas utama faktor penggerak ketahanan kota berdasarkan Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF).
Peserta lokakarya yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda (Pemerintah, Swasta, Kelompok Masyarakat, dan Akademisi) dan dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok sesuai dengan dimensi CRF, yaitu:
Kelompok 1 - Kesehatan dan kesejahteraan
Kelompok 2 - Ekonomi dan masyarakat
Kelompok 3 - Infrastruktur dan lingkungan
Kelompok 4 - Kepemimpinan dan strategi
Fasilitator Kelompok 2 (Tri Mulyani- Ekonomi dan masyarakat
Fasilitator Kelompok 1 (Rendy Primrizqi)Kesehatan dan Kesejahteraan
3. Menilai peringkat sesuai dengan skala ‘Sangat baik/memadai’, ‘Sudah cukup baik namun perlu ditingkatkan’, dan ‘Perlu banyak peningkatan agar jauh lebih baik’. Selanjutnya, data yang terkumpul diolah menggunakan Perangkat Penilaian Persepsi Ketahanan Kota.
Memilih
Faktor
Penggerak
Menjelaskan Faktor
Penggerak
Menilai Faktor
Penggerak
1
2
3
Fasilitator Kelompok 1 (Rendy Primrizqi)Kesehatan dan Kesejahteraan
Keluaran atau hasil survei divalidasi dalam lokakarya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan berdasarkan 4 (empat) dimensi Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF). Lokakarya juga bertujuan untuk memperoleh pandangan dan persepsi langsung para pemangku kepentingan tentang ketahanan kota Jakarta
Gambar 4.4 Contoh Pertanyaan Survei Daring
Survei dilakukan melalui daring/online dan luring/offline untuk menangkap persepsi para pemangku kepentingan terkait ketahanan kota Jakarta.
Sebanyak 460 responden yang berasal dari berbagai latar belakang (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, akademisi, dan lainnya) turut terlibat dalam survei ini.
82 83Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Fasilitator Kelompok 3 (Istifarini Handayani) Infrastruktur dan Lingkungan
Fasilitator Kelompok 4 (Aisa Tobing) - Kepemimpinan dan strategi
Iparman Oesman, COO dari Green Building Council Indonesia (GBCI)
Steve J. Manahampi, Ketua Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI) Jakarta
Peserta dari berbagai sektor menghadiri lokakarya ini:Pemerintah, sektor swasta, akademisi, organisasi masyarakat (nasional dan internasional)
“Konsep resilience harus dapat mengatasi masalah tanpa menimbulkan mas-alah baru di kemudian hari”
- Bambang, Universitas Trisakti
“Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik merupakan faktor yang penting”- Hasil survey dari sektor akademisi
“Meningkatkan mobilitas perkotaan dengan cara fokus pada lalu lintas orang dan barang, bukan kendaraan. Kebijakan dan pembangunan infrastruktur dan pembangunan infrastruktur ditunjukkan bukan untuk mengurangi kemacetan tetapi untuk mengubah perilaku masyarakat dalam menggunakan jalan”- Hasil survey dari sektor pemerintahan
“Faktor yang paling penting untuk pemenuhan kebutu-han dasar adalah air bersih, rumah layak, sanitasi dan drainase”
- Acep, Dinas Pemadam Kebakaran
“Aspek perencanaan jangka panjang, kepemimpinan serta partisipasi masyarakat”
- Khairul, Dewan Riset Daerah
4.2 HASIL PERSEPSI PENILAIAN KETAHANAN KOTA JAKARTA
4.2.1 Hasil Survei Dalam Jaringan dan Survei Tertulis
Gambar 4.6 Perbandingan Jumlah Responden berdasarkan Kategori Pemangku Kepentingan
Survei dalam jaringan/daring (online) dan survei tertulis telah berhasil mengumpulkan 460 responden yang berasal dari berbagai latar belakang (pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, akademisi, dan lainnya). Data yang terkumpul dari survei daring dan tertulis, kemudian diolah menggunakan Perangkat Penilaian Persepsi Ketahanan Kota 100RC.
Hasil survei merupakan data awal yang
Responden
20%
31%
17%
10%
pemerintah
sektor bisnis
organisasi masyarakat
akademisi
menjadi masukan dalam lokakarya persepsi penilaian ketahanan kota. Hasil survei dianalisis keterkaitannya dengan hasil inventarisasi ikhtiar Jakarta (yang telah dibahas pada Bab 3) dengan menggunakan analisis silang (cross-analysis). Analisis Silang bertujuan untuk melihat kesenjangan yang terjadi antara ikhtiar yang telah dan sedang dilakukan dengan dimensi ketahanan kota yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan. Hasil lainnya adalah ditemukenalinya dimensi ketahanan kota yang perlu ditingkatkan dan diprioritaskan dalam Strategi Ketahanan Kota (City Resilience Strategy).
4.2.1 Hasil Survei Dalam Jaringan dan Survei Tertulis
Penilaian terhadap ketahanan kota Jakarta berdasarkan persepsi pemangku kepentingan dianalisis menurut 4 (empat) kategori pemangku kepentingan, yaitu:
Masing-masing pemangku kepentingan menilai kualitas Faktor Penggerak ketahanan kota berdasar 3 (tiga) kategori, yaitu:
i. Area kekuatan (arsiran warna biru);
ii. Baik, namun perlu ditingkatkan (arsiran warna kuning); dan
iii. Memerlukan peningkatan (arsiran warna merah).
Penilaian terhadap masing-masing Faktor Penggerak dibobotkan berdasar 3 (tiga) kategori, yaitu:
i. Paling berpengaruh;
ii. Cukup berpengaruh; dan
iii. Kurang berpengaruh.
Penilaian Faktor Penggerak berdasar persepsi seluruh pemangku kepentingan juga dilakukan dan dikaitkan dengan hasil analisis inventarisasi ikhtiar Jakarta pada Bab 3. Hasil penilaian tersebut dapat berperan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam merencanakan Strategi Ketahanan Kota (City Resilience Strategy) pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan. Semakin berpengaruh Faktor Penggerak, maka semakin perlu faktor tersebut untuk diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya.
Pemerintah
AkademisiKelompok Masyarakat
Swasta
Gambar 4.5 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan
Sumber: Lokakarya Persepsi Penilaian Ketahanan Kota Jakarta
84 85Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
B. Persepsi Responden Swasta terkait Penilaian Ketahanan Kota
Responden Swasta berpandangan bahwa terdapat 3 (tiga) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;
ii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan; dan
iii. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.
Selanjutnya, terdapat 4 (empat) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Pemenuhan kebutuhan dasar;
ii. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;
iii. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan
iv. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.
Gambar 4.7 Diagram Persepsi Responden Pemerintah terkait Penilaian Ketahanan Kota
A. Persepsi Responden Pemerintah terkait Penilaian Ketahanan Kota
Responden Pemerintah berpandangan bahwa terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;
ii. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu;
iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;
iv. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;
v. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan
vi. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.
Selanjutnya, terdapat 4 (empat) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Pemenuhan kebutuhan dasar;
ii. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan;
iii. Menjamin kelangsungan layanan yang penting; dan
iv. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.
Sedangkan Faktor Penggerak yang dinilai kurang berpengaruh adalah
i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat dan
ii. Mendorong kemakmuran ekonomi.
Gambar 4.8 Diagram Persepsi Responden Swasta terkait Penilaian Ketahanan Kota
C. Persepsi Responden Kelompok Masyarakat terkait Penilaian Ketahanan Kota
Gambar 4.9 Diagram Persepsi Responden Kelompok Masyarakat terkait Penilaian Ketahanan Kota
v. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan
vi. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.
Selanjutnya, terdapat 2 (dua) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta adalah
i. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu dan
ii. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.
Sedangkan 4 (empat) Faktor Penggerak lainnya dinilai kurang berpengaruh, yaitu:
i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat;
ii. Mendorong kemakmuran ekonomi;
iii. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan; dan
iv. Menjamin kelangsungan layanan yang penting.
Sedangkan 5 (lima) Faktor Penggerak yang dinilai kurang berpengaruh, diantaranya adalah:
i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat;
ii. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu;
iii. Mendorong kemakmuran ekonomi;
iv. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan; dan
v. Menjamin kelangsungan layanan yang penting.
Responden Kelompok Masyarakat berpandangan bahwa terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Pemenuhan kebutuhan dasar;
ii. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;
iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;
iv. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enjam
in sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munik
asi
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alk
an
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Setiap segmen menunjukkan 4.9 faktor
Total Faktor
427
Legenda
Memerlukan peningkatan
Baik namun perlu ditingkatkan
Area kekuatan
Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enjam
in sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munik
asi
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alk
an
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total Faktor
560
Legenda
Memerlukan peningkatan
Baik namun perlu ditingkatkan
Area kekuatan
Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Setiap segmen menunjukkan 7.5 faktor
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enjam
in sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munik
asi
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alk
an
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total Faktor
787
Legenda
Memerlukan peningkatan
Baik namun perlu ditingkatkan
Area kekuatan
Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Setiap segmen menunjukkan 9.5 faktor
86 87Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Selanjutnya, responden juga menyepakati 2 (dua) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta yaitu
i. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu dan
ii. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan.
Sedangkan 4 (empat) Faktor Penggerak lainnya yang dinilai kurang berpengaruh, diantaranya adalah:
i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat;
ii. Mendorong kemakmuran ekonomi;
iii. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan; dan
iv. Menjamin kelangsungan layanan yang penting.
Para responden dan peserta lokakarya juga menunjukkan ketergantungan kuat antarfaktor penggerak ketahanan. Terilhat dari jaring laba-laba kerangka ketahanan kota (spider web) di Gambar 4.11. Garis yang tebal menunjukkan hubungan antarfaktor
D. Persepsi Responden Akademisi terkait Penilaian Ketahanan Kota
Responden Akademisi berpandangan bahwa terdapat 4 (empat) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Pemenuhan kebutuhan dasar;
ii. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif;
iii. Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan; dan
iv. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.
Selanjutnya, terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang dinilai cukup berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, diantaranya adalah:
i. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;
ii. Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu;
iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;
iv. Mempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatan;
v. Menjamin kelangsungan layanan yang penting; dan
vi. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan.
Gambar 4.10 Diagram Persepsi Responden Akademisi terkait Penilaian Ketahanan Kota
4.2.3 Keterkaitan antar Penilaian Persepsi
Berdasarkan hasil survei daring, tertulis dan lokakarya, mayoritas responden dan peserta lokakarya telah menemukenali faktor-faktor yang berperan dalam ketahanan Kota Jakarta. Seluruh pemangku kepentingan menilai Faktor Penggerak yang dipandang sangat berpengaruh terhadap ketahanan kota adalah Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu. Faktor penggerak tersebut dipandang sangat perlu ditingkatkan dan perlu untuk diprioritaskan dalam penyusunan Strategi Ketahanan Kota.
Gambar 4.11 Diagram Persepsi Keterkaitan Penilaian Ketahanan Kota antarfaktor Penggerak
Seluruh Responden berpandangan bahwa terdapat 6 (enam) Faktor Penggerak yang paling berpengaruh terhadap ketahanan kota Jakarta, yaitu:
i. Pemenuhan kebutuhan dasar;
ii. Penghidupan dan pekerjaan yang layak;
iii. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan;
iv. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan;
v. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif; dan
vi. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu.
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enjam
in sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iakan ko
munik
asi
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alk
an
10 M
enin
gkatk
an
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total Faktor1993
Legenda
Memerlukan peningkatan
Baik namun perlu ditingkatkan
Area kekuatan
Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Setiap segmen menunjukkan 23.2 faktor
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enjam
in sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munik
asi
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alk
an
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total Faktor
218
Legenda
Memerlukan peningkatan
Baik namun perlu ditingkatkan
Area kekuatan
Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Setiap segmen menunjukkan 3.0 faktor
Sedangkan 2 (dua) Faktor Penggerak lainnya dinilai kurang berpengaruh adalah
i. Menjamin pelayanan kesehatan masyarakat dan
ii. Mendorong kemakmuran ekonomi.
1
2
3
4
5
67
8
9
10
11
12
penggerak tersebut. Makin tebal garisnya, makin kuat pula hubungan antar faktor penggerak tersebut. Jika diurutkan dari yang terkuat adalah:
• ‘Memberdayakan berbagai pemangku kepentingan’ dan ‘Mendorong partisipasi masyarakat yang terpadu’. (Dimensi 4 Kepemimpinan dan Strategi, dan Dimensi 2 Ekonomi dan Masyarakat)
• ‘Penghidupan dan pekerjaan yang layak’ dan ‘Mendorong Kemakmuran Ekonomi’ (Dimensi 1 Kesehatan dan Kesejahteraan dan Dimensi 3 Ekonomi dan Masyarakat.)
• ‘Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif’ dan ‘Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu’. (Keduanya termasuk Dimensi 4 Kepemimpinan dan Strategi)
• ‘Menjamin kelangsungan layanan yang penting’ dan ‘Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan’. (Keduanya termasuk Dimensi 3 Infrastruktur dan Lingkungan).
88 89Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Gabungan persepsi para pemangku kepentingan antara hasil survei daring, tertulis, dan lokakarya yang dikonfirmasi dengan spider web telah menghasilkan faktor penggerak utama (primer) dalam mewujudkan ketahanan Kota Jakarta, sebagai berikut:
1. Penghidupan dan pekerjaan yang layak Tingkat pengangguran yang tinggi di Jakarta, penyediaan lapangan pekerjaan, dan perlunya meningkatkan upah minimum yang sesuai dengan standar kehidupan yang tinggi di Jakarta. Selain itu, pentingnya mengembangkan keterampilan untuk kelompok masyarakat yang rentan dan inovasi bisnis lokal.
2. Menjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilan. Isu korupsi dan pengurangan tindak kejahatan, penegakkan hukum, dan memastikan keamanan dan keadilan yang setara bagi semua orang.
3. Menyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkan. Transportasi umum yang lebih efektif, nyaman, dan aman; serta jaringan transportasi yang terpadu antara Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Selain itu, sistem komunikasi yang handal dan responsif dalam keadaan darurat juga dipandang penting.
4. Meningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif. Masalah integrasi dan integritas dalam penyelarasan antara pemerintah dan multipihak. Kapasitas dan kredibilitas pemimpin dan pengambil keputusan di Jakarta juga dipandang penting untuk ketahanan Jakarta.
5. Mengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu. Perlunya perencanaan terpadu dan terkoordinasi, serta pemantauan dan evaluasi perencanaan jangka panjang di seluruh sektor.
faktor telah dikumpulkan
faktor dinilai ‘Memerlukan peningkatan’
faktor dinilai ‘Baik, namun perlu ditingkatkan’
faktor dinilai ‘Area kekuatan’
1,993
68%
30%
2%
Berdasarkan 1.993 faktor yang terkumpul yang telah dipetakan dalam 12 faktor penggerak ketahanan Kota Jakarta, pemangku kepentingan di Jakarta menilai 68% faktor masih memerlukan banyak peningkatan, 30% sudah baik namun perlu peningkatan, dan hanya 2% dipersepsikan sudah sangat baik (sebagai area kekuatan)
4.2.4 Hasil Analisis Silang (overlay): Penilaian Persepsi vs Inventarisasi
Ikhtiar
Setelah mengetahui pandangan/persepsi para pemangku kepentingan terhadap kondisi ketahanan kota Jakarta, selanjutnya dilakukan analisis silang antara hasil penilaian persepsi dengan proses inventarisasi ikhtiar. Analisis silang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang ketahanan Kota Jakarta yang lebih lengkap. Analisis silang juga bertujuan untuk menemukenali relevansi dan keterkaitan dari berbagai ikhtiar kota dengan pandangan/persepsi para pemangku kepentingan terkait ketahanan Kota Jakarta.
Dalam analisis silang (overlay) ini juga ditemukenali bahwa sub faktor penggerak yang dianggap paling penting oleh para pemangku kepentingan, namun masih belum mendapat perhatian oleh para pengambil keputusan. Lihat Gambar 4.12 Cakram sebelah kiri (Total Faktor 1993) pada sub faktor penggerak no.12 dan 2, dimana
Gambar 4.12 Penilaian Persepsi vs Inventarisasi Ikhtiar
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pela
yanan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enjam
in sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& kea
dilan
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iakan ko
munik
asi
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alk
an
10 M
enin
gkatk
an
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total Faktor1993
Legenda
Memerlukan peningkatan
Baik namun perlu ditingkatkan
Area kekuatan
Faktor penggerak paling berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak cukup berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Faktor penggerak kurang berpengaruh menurut pemangku kepentingan
Legenda
Primer
Sekunder
160
11 M
ember
dayak
an b
erbag
ai
peman
gku k
epen
tingan
12 Mengembangkan
perencanaan jangka
panjang yang terpadu
2 Penghidupan &
pekerjaan yang layak
3 M
enja
min
pelay
anan
kese
hata
n m
asy
ara
kat
4 M
end
oro
ng
part
isip
asi
masy
ara
kat
yang
terp
ad
u
5 M
enja
min
sta
bilita
s so
sial,
keam
anan
& k
eadila
n
6 Mendorong
kemakmuran ekonomi
7 Mempertahankan & meningkatkan aset
alam & buatan
8 Menjam
in kelangsungan
layanan yang penting
9 M
enyed
iaka
n ko
munika
si
& m
ob
ilitas y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n
10 M
enin
gka
tkan
kep
em
imp
inan d
an
peng
elo
laan y
ang
efe
kti
f
1 Pemenuhan kebutuhan dasar
Total IkhtiarPrioritas
keduanya mendapatkan nilai 7 (tujuh) yaitu Memerlukan peningkatan (warna merah) dan hanya mendapatkan 2-3 poin yang memandang keduanya Baik, namun perlu ditingkatkan (warna kuning). Pada Cakram Sebelah Kanan (Total Ikhtiar Prioritas 180), sub faktor penggerak (sub driver) no. 12 hanya mendapatkan 3 ikhtiar primer dan 2 sekunder, bahkan No, 2 hanya mendapatkan 2 ikhtiar primer dan 2 sekunder.
Fakta tersebut menunjukkan ikhtiar No. 12 Perencanaan jangka panjang yang terpadu disusul oleh No. 2 Penghidupan dan pekerjaan yang layak dipandang masing kurang, padahal perhatian para pemangku kepentingan terhadap faktor penggerak tersebut cukup tinggi.
5KERENTANAN ASETDAN RISIKONYA
JAKARTA BERKETAHANAN
Penilaian kerentanan aset dan risikonya bertujuan untuk menemukenali risiko yang dihadapi Jakarta berdasarkan dampak guncangan dan tekanan utama serta keterkaitan diantara keduanya. Aset yang dimaksud adalah aset kota berupa aset fisik buatan dan sumberdaya alam yang berkontribusi terhadap ketahanan kota. Kerentanan aset dinilai berdasarkan potensi pengaruh guncangan dan tekanan terhadap kondisi aset.
Bab V terdiri dari beberapa bagian yang memberikan penjelasan mengenai metodologi yang digunakan dalam penilaian kerentanan aset dan risikonya, serta memaparkan hasil dari penilaian tersebut.
92 93Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
5.1 METODOLOGI
Penilaian kerentanan aset dan risikonya dari guncangan dan tekanan menghasilkan pemahaman baru terkait keterhubungan antara berbagai guncangan dan tekanan. Penilaian ini juga menggambarkan dampak dari guncangan dan tekanan pada kemampuan kota untuk berkembang. Penilaian ini mendalami risiko melalui sebuah sistem analisis: memrioritaskan guncangan dan tekanan, serta mendalami lebih lanjut keterkaitan diantara masing-masing guncangan dan tekanan.
5.1.1 Perangkat Aset dan Risiko Kota
Kerentanan aset dan risikonya dinilai dengan menggunakan Perangkat Aset dan Risiko Kota yang dikembangkan oleh 100 Resilient Cities (100RC). Penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota bertujuan:
a. Melakukan pendekatan yang berwawasan ke depan. Pemangku kepentingan didorong untuk berpikir lebih jauh tentang guncangan dan tekanan yang selama ini telah dikenal dan berdampak. Perangkat ini memberikan petunjuk untuk mempertimbangkan risiko yang dimiliki dalam skala waktu yang berbeda dan skenario terjadinya risiko tersebut di masa depan. Perangkat ini juga memicu dan menampung kemungkinan hadirnya pemikiran dan diskusi tentang keterkaitan antara guncangan dan tekanan.
b. Mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan oleh guncangan dan tekanan;
c. Melengkapi kerangka kerja yang sudah ada dan mendorong para pemangku kepentingan untuk memanfaatkannya;
d. Meningkatkan rasa memiliki dan mempererat hubungan diantara para pemangku kepentingan terkait;
e. Kualitas keluaran yang dihasilkan bergantung kepada keterlibatan para pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai unsur, baik pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat, karena masing-masing unsur memiliki perspektif yang berbeda-beda.
Perangkat Aset dan Risiko Kota terdiri dari 6 (enam) modul, yaitu:
Pemindaian Aset Fisik dilakukan untuk menemukenali aset fisik utama dan melakukan penilaian terhadap
kondisi terkini aset beserta dengan tingkat kerentanannya. Modul ini menghasilkan Matriks Aset
dan Tingkat Kerentanannya. Tujuan penilaian aset dan tingkat kerentanannya adalah untuk mengetahui aset yang memerlukan perhatian berdasarkan hasil pembobotan manajemen aset, tingkat pelayanan,
tingkat perbaikan, dan kekritisan aset.
Modul 1: Pemindaian Aset Fisik
Observasi Guncangan bertujuan untuk menemukenali guncangan akut (acute shock) yang paling mungkin
terjadi dengan mengacu pada kecenderungan guncangan saat ini dan mempertimbangkan
kemungkinan serta intensitas terjadinya guncangan. Selain itu, modul ini juga mempertimbangkan
kemungkinan guncangan dan akibat maksimal dari guncangan tersebut di masa depan serta ancamannya
terhadap kota.
Modul 2: Observasi Guncangan
Matriks Aset dan Guncangan digunakan untuk menilai kerentanan aset fisik terhadap guncangan akut yang
telah diobservasi sebelumnya.
Modul 3: Matriks Aset dan Guncangan
Analisis Skenario dilakukan untuk memperkirakan kemungkinan peristiwa di masa depan sehingga
dapat ditemukenali tekanan kronis (chronic stress) yang mungkin terjadi.
Modul 4: Analisis Skenario
Matriks Tekanan digunakan untuk menemukenali tekanan kronis yang mungkin akan menimbulkan
tantangan kota di masa depan.
Modul 5: Matriks Tekanan
Matriks Guncangan dan Tekanan digunakan untuk menemukenali keterkaitan antara guncangan dan
tekanan.
Modul 6: Matriks Guncangan dan Tekanan
Dalam proses penilaian kerentanan aset dan risikonya, penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota dilakukan secara bertahap. Modul 1 Pemindaian Aset Fisik dan Modul 2 Observasi Guncangan digunakan paling awal untuk mengumpulkan data awal sebagai masukan analisis pada Modul 3 Matriks Aset dan Guncangan. Modul 2 Observasi Guncangan juga memberikan masukan bagi analisa pada Modul 6 Matriks Guncangan dan Tekanan. Kemudian, Modul 4 Analisis Skenario digunakan sebagai dasar analisis pada Modul 5 Matriks Tekanan. Tahapan berikutnya adalah Hasil analisis Modul 5 menjadi masukan bagi analisis pada Modul 6 Matriks Guncangan dan Tekanan.
Selengkapnya tahapan penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 5.1 Diagram Tahapan Penilaian Kerentanan Aset dan Risikonya
Tahapan Penggunaan Perangkat Aset dan Risiko Kota
Memulai Penggunaan Perangkat Aset dan
Risiko Kota
Modul 1 - Pemindaian Aset Fisik
Modul 2 - Observasi Guncangan
Modul 4 - Analisis Skenario
Modul 3 - Matriks Aset dan Guncangan
Modul 5 - Matriks Tekanan
Modul 6 - Matriks Guncangan dan
Tekanan
Keluaran 2 - Matriks
Guncangan
Keluaran 4 - Matriks kemungkinan peristiwa
di masa depan
Keluaran 5 - Matriks Tekanan kronis yang berpotensi menjadi
tantangan
Keluaran 3 - Penilaian kerentanan aset fisik terhadap guncangan
akut
Keluaran 6 - Keterkaitan antara guncangan dan
tekanan
Keluaran 1 - Matriks Aset dan Tingkat Kerentanannya
94 95Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
5.1.2 Metode Pengumpulan Data
Penilaian kerentanan aset dan risikonya dari guncangan dan tekanan dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Bentuk pendekatan kolaboratif juga digunakan untuk mengumpulkan data, melalui kegiatan: (i) wawancara, (ii) lokakarya, dan (iii) sesi kerja. Adapun tahapan dan keterkaitan antarkegiatan pengumpulan data dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
A. Wawancara
Wawancara bertujuan untuk mengembangkan analisis awal mengenai kerentanan aset kota dan risikonya dari benturan guncangan dan tekanan dengan menggunakan Perangkat Aset dan Risiko Kota yang dikembangkan oleh 100 Resilient City. Setiap sesi wawancara memungkinkan para pemangku kepentingan untuk membahas secara mendalam dan memahami tantangan sekaligus memasukkan data ke dalam format secara langsung.
Wawancara juga memungkinkan pemangku kepentingan untuk melangkah dari satu modul ke modul lainnya secara bertahap dan menyeluruh dalam rangka menemukenali kerentanan aset dan risikonya dari guncangan dan tekanan.
Adapun pemangku kepentingan yang diwawancarai, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta untuk mengembangkan draft pertama analisis Kerentanan Aset dan Risikonya.
B. Lokakarya
Lokakarya bertujuan untuk melakukan validasi terhadap temuan dan analisis awal hasil wawancara; serta memperoleh pandangan dari para pemangku kepentingan berkaitan dengan isu, rencana, strategi, program, proyek, praktik, gagasan, studi, atau kebijakan mengenai aset kota dan kaitannya dengan guncangan.
Lokakarya difokuskan pada diskusi terkait aset fisik dan guncangan di DKI Jakarta, yang dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
i. Fasilitas sosial dan umum;
ii. Energi dan sumber daya;
iii. Struktur bangunan dan lingkungan hidup; serta
iv. Transportasi.
Perangkat Aset dan Risiko Kota yang digunakan adalah:
• Modul 1 Pemindaian Aset Fisik;
• Modul 2 Observasi Guncangan; serta
• Modul 3 Matriks Aset dan Guncangan. Lokakarya tersebut melibatkan berbagai pemangku kepentingan, terutama SKPD/OPD pengelola aset fisik di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
C. Sesi Kerja
Sesi kerja bertujuan untuk:
e. melakukan konfirmasi terkait tekanan utama yang dihadapi Jakarta, baik saat ini maupun yang akan datang;
f. memrioritaskan jenis guncangan dan tekanan dalam konteks skenario masa depan sekaligus menilai potensi memburuknya risiko yang akan dihadapi;
Gambar 5.2 Diagram Tahapan Pengumpulan Data
g. menginformasikan temuan dan analisis awal yang diperoleh dengan menggunakan Perangkat Aset dan Risiko.
Sesi kerja ini berfokus pada diskusi berkaitan dengan guncangan dan tekanan yang mengundang dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Adapun Perangkat Aset dan Risiko Kota yang digunakan pada sesi kerja ini adalah:
i. Modul 4 Analisis Skenario;
ii. Modul 5 Matriks Tekanan; dan
iii. Modul 6 Matriks Guncangan dan Tekanan.
Sesi kerja juga membahas kembali tekanan utama berdasarkan keluaran dari Lokakarya Perdana Program 100RC Jakarta/Agenda Setting Workshops (yang dilakukan pada bulan November 2016) serta hasil dari kegiatan wawancara dan lokakarya. Tekanan utama dimaksud kemudian dianalisis lebih lanjut sehingga memungkinkan ditemukenalinya tekanan utama saat ini dan tekanan yang menjadi tantangan di masa yang akan datang.
5.2 HASIL PENILAIAN KERENTANAN ASET DAN RISIKONYA
Penggunaan Perangkat Aset dan Risiko telah membantu para pemangku kepentingan untuk menilai kondisi eksisting masing-masing aset kota yang terkait dengan ketahanan Jakarta. Kondisi aset eksisting tersebut dinilai berdasarkan tata kelola, tingkat pelayanan, keadaan perbaikan, tingkat kekritisan, dan risiko bisnis. Sedangkan kerentanan masing-masing aset dinilai berdasarkan risiko yang akan dihadapi oleh aset ketika terjadi guncangan. Penilaian aset ini juga menunjukkan bahwa perbaikan terhadap pengelolaan aset masih diperlukan (lihat Gambar 5.3).
Gambar 5.3 menunjukkan bahwa aset Kota Jakarta yang dinilai sangat buruk adalah instalasi pengolahan air limbah. Meskipun terdapat beberapa sistem pengolahan air limbah komunal di DKI Jakarta, namun banyak yang tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan, aset kota yang dinilai paling rentan terdampak oleh guncangan adalah pembangkit listrik dan jaringan transmisi listrik. Hal ini disebabkan karena Jakarta sangat bergantung pada energi listrik.
Kondisi aset Guncangan utamaA set paling rentan
Pengolahan air limbahJaringan air minumSungai, situ, pesisirFasilitas pengolahan sampahJalur irigasiPembangkit listrik
Transmisi listrik
Bangunan perumahan
Penyimpanan air baku
Stasiun pemantau kualitas
udara
Ruang terbuka hijau
Aset drainase
Pelabuhan
Depot BBM
Lahan aset pemerintah
Jalan utama
Jalur kereta api
Terowongan
Jembatan
Banjir karena curah hujanKerusakan infrastrukturKerusuhan/keresahan sosialKebakaranWabah penyakitKekeringan
Serangan cyber
Krisis finansial/ekonomi
Ketiadaan listrik
Penurunan permukaan tanah
Banjir rob
Gempa bumi
Serangan teroris
Tawuran warga
Tsunami
Pembangkit listrikPenyimpanan air bakuPelabuhanBandar udaraTransmisi listrikBangunan perumahan
Penyimpanan penyediaan
makanan
Jalur kereta api
Pengolahan air limbah
Jalan utama
Terowongan
Aset drainase
Jembatan
Fasilitas pemadam kebakaran
Ruang terbuka hijau
Taman publik dan jalur
rekreasi
Sungai, situ, pesisir
Klinik kesehatan
Fasilitas pendidikan
MemburukAncaman terbesar
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
MembaikAncaman
terkecil
Gambar 5.3 Daftar Kerentanan Aset terhadap Guncangan Utama
Sumber: Hasil Lokakarya dan Sesi Kerja Kerentanan Aset dan Risikonya
Lokakarya kerentanan aset dan risikonya terkait aset kota dan guncangan yang dihadapi kota
dengan para pemilik aset
Sesi Kerja Kerentanan Aset dan Risikonya terkait guncangan dan tekanan dengan para pengambil
keputusan utama
Wawancara dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelolaan Aset Daerah
(BPAD) DKI Jakarta untuk mengembangkan draft pertama analisis kerentanan aset dan risikonya
96 97Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
Gambar 5.4 Lokakarya Aset dan Guncangan untuk melihat kerentanan Aset Kota dengan Guncangan
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)
Pada urutan kedua, jaringan air minum dinilai sebagai salah satu aset yang paling rentan. Bencana banjir secara signifikan bisa berdampak negatif terhadap kapasitas dan kemampuan penyimpanan air baku yang kondisinya dinilai sudah buruk menjadi lebih buruk.
Lokakarya menyepakati bahwa banjir karena curah hujan merupakan guncangan paling utama di DKI Jakarta. Banjir juga mempengaruhi kerentanan sungai, situ, pesisir, yang sudah sangat tercemar dengan sampah. Pelabuhan, stasiun kereta api, dan bandar udara juga dinilai sebagai aset yang rentan karena perannya yang penting sebagai prasarana ekonomi Jakarta dan Indonesia.
Tekanan Utama:
Saat ini dan di masa depan
Penilaian kerentanan aset dan risiko kota perlu juga mempertimbangkan risiko kota saat ini, tantangan dan potensi yang akan dihadapi di masa depan. Hasil lokakarya dan sesi kerja menyepakati bahwa tekanan utama yang dinilai mengancam ketahanan DKI Jakarta saat ini diurutkan sebagai berikut:
1. Keamanan, kualitas, dan kebersihan makanan - penggunaan zat adiktif makanan akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius dan membahayakan masyarakat.
2. Tingginya Urbanisasi – Meningkatnya populasi Jakarta akibat migrasi merupakan masalah yang rumit karena solusinya bukan hanya kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun juga kewenangan Pemerintah Pusat dan kota/kabupaten sekitar.
3. Degradasi lingkungan - kualitas udara yang buruk disebabkan oleh polusi kendaraan, pembuangan limbah padat yang tidak terkelola dengan baik dan kualitas air yang buruk.
4. Kapasitas tata kelola yang terkait dengan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektif serta pentingnya perencanaan yang terpadu. Sering pula terjadi ketidaksesuaian dalam proses perencanaan antarlembaga, misalnya, ketidakkonsistenan antara rencana pembangunan dan implementasinya.
5. Pemikiran kritis terhadap informasi cyber - informasi palsu (hoax) dan ancaman cyber, yang dapat memancing ketegangan sosial.
Sedangkan, tekanan utama yang dinilai berpotensi mengancam Jakarta di masa depan juga diurutkan sebagai berikut:
1. Kompetisi hidup yang tinggi - ketidaksetaraan pendapatan dan pendidikan dapat menyebabkan tekanan kronis (chronic stresses) pada individu dan memburuknya kesehatan mental.
2. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi – proses urbanisasi lebih cepat akan dapat meningkatkan kesenjangan dan menurunkan kualitas hidup.
3. Ketersediaan air bersih yang tidak berkelanjutan - kurangnya ketersediaan air bersih menyebabkan semakin banyaknya penyedotan air tanah, yang akan memperburuk risiko penurunan muka tanah (land subsidence).
4. Peningkatan mobilitas - selain dari pengembangan dan sistem transportasi terpadu, peningkatan mobilitas di masa depan juga disebabkan oleh kemajuan teknologi, seperti aplikasi telepon pintar serta kemajuan teknologi informasi yang mendukung aktivitas mobile/remote.
5. Kualitas pendidikan dan pengembangan karakter - tenaga kerja tidak terampil dan ketidakcocokan antara pelatihan, pendidikan, dan pekerjaan menghasilkan tenaga kerja berkualitas rendah di masa depan.
Gambar 5.5 Sesi Kerja Tekanan Kota untuk melihat Tekanan yang berpotensi mengancam Jakarta di Masa Depan
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)
6FOKUS UTAMA
JAKARTA BERKETAHANAN
Merupakan bagian terakhir dari Penilaian Awal Ketahanan (Preliminary Resilience Assessment) Kota Jakarta yang berisi penjelasan 5 (lima) Fokus Utama (Discovery Areas) yang berhasil ditemukenali dan disepakati sebagai hasil analisis keempat bab sebelumnya. Kelima Fokus Utama tersebut selanjutnya menjadi pijakan dan ruang lingkup dalam menyusun Dokumen Strategi Ketahanan Kota (Tahap II Program Jakarta Berketahanan) yang melibatkan para pemangku kepentingan kunci.
100 101Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
6.1 METODOLOGI
Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Framework (CRF) berperan sebagai pisau analisis yang membantu mengenali dan menilai kondisi ketahanan kota Jakarta melalui:
i. pengenalan isu strategis Jakarta saat ini dan di masa mendatang;
ii. pendataan ikhtiar yang sudah dan tengah dilakukan di Jakarta untuk mengatasi isu tersebut;
iii. penjaringan persepsi pemangku kepentingan terkait ketahanan Kota Jakarta; serta
iv. penelaahan kerentanan aset dan risikonya. Hasil dari keempat kegiatan tersebut menjadi data awal dalam proses menemukenali dan menyepakati Fokus Utama Ketahanan Kota Jakarta.
6.1.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Pendekatan kolaboratif tersebut diterapkan pada kegiatan:
i. Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama;
ii. Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota.
(i) Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama
Sesi kerja ini berfokus pada upaya menemukenali dan menyepakati Fokus Utama dan pertanyaan analisisnya (diagnostic questions). Sesi kerja ini melibatkan para pemangku kepentingan kunci. Tujuan Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama adalah:
i. menyampaikan hasil dan temuan yang ditemukenali pada Tahap I yang diperoleh melalui survei daring, survei tertulis, lokakarya, dan sesi kerja; serta
ii. menemukenali hal-hal lain yang dianggap penting bagi ketahanan Jakarta di masa depan.
Gambar 6.1 Proses Penentuan Fokus Utama
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)
menentukan pertanyaan
kunci
menemukenali pertanyaan
analisis
Daftar Panjang Pertanyaan
Disusun berdasarkan hasil survei, lokakadrya dan sesi kerja sebelumnya yang bertujuan membantu menemukan fokus utama/discovery areas
Daftar panjang pertanyaan (long listed questions):
Daftar panjang pertanyaan (long listed questions) telah disiapkan sebelumnya yang disusun berdasarkan hasil survei, sesi kerja, dan lokakarya.
Daftar pertanyaan panjang tersebut kemudian dianalisis bersama dengan pemangku kepentingan terkait dan dikerucutkan menjadi 5 (lima) pertanyaan kunci (short listed) yang kemudian disepakati menjadi 5 (lima) Fokus Utama Ketahanan Kota Jakarta. Kelima Fokus Utama kemudian dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan analisis (diagnostic questions).
1. Bagaimana Jakarta bisa terlindungi dari banjir secara lebih baik, saat ini dan di masa depan?
2. Bagaimana pergerakan/mobilitas penduduk di Jakarta bisa ditingkatkan kualitasnya?
3. Apa saja dampak dari keresahan sosial (civil unrest) di Jakarta? Hal apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut?
4. Bagaimana Jakarta mampu menyediakan air minum untuk semua penduduk dan mengelola air limbahnya?
5. Bagaimana Jakarta mampu meningkatkan kualitas dan nilai nutrisi pangan?
6. Bagaimana Jakarta mampu bertahan ketika pasokan pangan dari luar Jakarta terhenti atau terganggu?
7. Bagaimana Jakarta merencanakan dan mengawasi lebih baik arus migrasi penduduk ke Jakarta?
8. Bagaimana Jakarta bisa meningkatkan kapasitas tata kelola pemerintahan dan manajemen kota?
9. Apa penyebab dari terkendalanya perencanaan terpadu?
10. Bagaimana Jakarta mampu memberikan informasi yang berkualitas kepada warganya, baik saat kondisi normal maupun darurat?
11. Apa saja aspek yang mempengaruhi kompetisi sosial atau persaingan hidup penduduk Jakarta?
12. Bagaimana Jakarta bisa menyediakan lokasi pengolahan sampah yang memadai sekaligus mengurangi timbulan sampah di masa depan?
13. Peluang apa yang bisa dimanfaatkan untuk menyediakan lebih banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta?
14. Bagaimana Jakarta bisa lebih mempersiapkan diri dan tanggap terhadap wabah penyakit?
15. Bagaimana status risiko gempa di Jakarta dan bagaimana Jakarta bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapinya?
16. Bagaimana Jakarta mampu meningkatkan kualitas dan kesetaraan akses terhadap pendidikan dan pelatihan sehingga warganya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan dan berkontribusi secara positif dalam kehidupan bermasyarakat?
DAFTAR PANJANG PERTANYAAN
(LONG LISTED QUESTIONS):
Proses penentuan Fokus Utama terbagi ke dalam dua tahapan, yaitu:
i. penentuan pertanyaan kunci dari daftar panjang pertanyaan (long listed questions); dan
ii. perumusan pertanyaan analisis (diagnostic questions) untuk setiap Fokus Utama (Gambar 6.1).
102 103Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
(ii) Seminar Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA)
Seminar Penilaian Awal Ketahanan/Preliminary Resilience Assessment (PRA) bertujuan untuk:
i. menyampaikan dan melaporkan kembali semua keluaran, hasil, dan temuan Tahap I;
ii. mendapatkan masukan dan mengonfirmasi 5 (lima) Fokus Utama/Discovery Areas (DA) kepada para pemangku kepentingan dalam forum yang lebih besar; dan
iii. memberikan wawasan tentang Tahap II Program Jakarta Berketahanan.
Seminar tersebut mengundang seluruh pemangku kepentingan yang telah berpartisipasi dalam seluruh rangkaian kegiatan Tahap I Program Jakarta Berketahanan, mulai dari survei daring, survei tertulis, lokakarya, hingga sesi kerja (lihat Gambar 6.3). Seminar PRA diawali dengan paparan keluaran, hasil, dan temuan Tahap I yang kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi panel yang menghadirkan dua pembicara, yaitu Associate Director 100RC Asia Pacific dari Singapura dan Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Saat sesi tanya jawab, berbagai
Gambar 6.3 Seminar Penilaian Awal Ketahanan Kota Jakarta
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)
Gambar 6.2 Cuplikan Pendapat dan Masukan Pemangku Kepentingan pada Sesi Kerja Penilaian Awal Ketahanan Kota dan Fokus Utama
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)
“Sebenarnya Jakarta telah memiliki Rencana Pembangu-nan Jangka Panjang dan Menengah (RPJPD dan RPJMD). Isu utama sebenarnya terletak pada konsistensi perencanaan dan implementasi yang mempengaruhi pen-danaan”
- Endang, BPBD
“Permasalahan terkait peruma-han yang terjangkau memiliki hubungan yang kuat dengan mobilitas. Kurang tersedianya perumahan yang terjangkau memaksa masyarakat untuk tinggal di pinggiran kota, sehingga menambah beban lalu lintas di Jakarta”
- Basuki, BPBD
“Permasalahan keresahan sosial (civil unrest) perlu dianggap sebagai Area Temuan sendiri karena men-gandung berbagai masalah sosio-politik. Keresahan sosial (civil unrest) menimbulkan risiko besar bagi Jakarta yang juga adalah ibu kota, tempat terjadinya demonstrasi bahkan untuk isu-isu dalam negeri dan luar negeri”
- Wicaksono Sarosa
6.2 FOKUS UTAMA KETAHANAN KOTA JAKARTA
Fokus Utama (Discovery Areas) merupakan kumpulan isu yang diprioritaskan untuk didalami lebih lanjut pada Tahap II Program Jakarta Berketahanan, baik terkait data penunjang, analisis lanjutan maupun informasi penting lainnya.
Selain itu, Fokus Utama adalah hasil kesepakatan para pemangku kepentingan yang telah terlibat dalam rangkaian kegiatan Tahap I.
Adapun 5 (lima) Fokus Utama tersebut, yaitu:
Gambar 6.4 Beberapa Masukan dari Pemangku Kepentingan Terkait
Sumber: Sekretariat Jakarta Berketahanan (2017)
“Program Jakarta Berketahanan juga harus melibatkan kota-kota di sekitarnya karena Jakarta memiliki ketergantungan pada daerah sekitarnya seperti Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi”
- Hari Gani, Real Estate Indonesia
“Sekretariat Jakarta Berketahanan seharusnya bekerja secara dekat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang terkait dengan program 100RC Jakarta untuk mewujudkan Ketahanan Kota Jakarta. Perlu pula untuk memperluas jangkauan program 100 RC Jakarta sampai ke tingkat komunitas untuk memastikan implementasinya”
- Denny, Lurah Duri Utara
“Perwujudan Jakarta Berketahan-an harus mensinergikan dan mengintegrasikan semua sektor (pemangku kepentingan, program pemerintah, rencana strategis) terkait. Proses mewu-judkan Jakarta Berketahanan harus memiliki sistem pendanaan yang jelas dan transparan dan disesuaikan dengan dokumen perencanaan milik pemerintah provinsi DKI Jakarta”
- KBP. Kasmudi, SIK., Polda Metro Jaya
masukan dari pemangku kepentingan terkait berhasil dihimpun (lihat Gambar 6.4) yang diantaranya berupa:
iv. perlunya pelibatan dan kolaborasi dengan kabupaten/kota di sekitar DKI Jakarta;
v. perlunya membangun ketahanan kota mulai dari tingkat komunitas; serta
vi. pentingnya integrasi seluruh pemangku kepentingan terkait.
Meningkatkan kapasitas
tata kelola pemerintahan dan
manajemen kota
Mengembangkan budaya
siap siaga untuk menghadapi
berbagai guncangan
Meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan melalui
tata kelola air bersih, air limbah,
dan sampah
1
2
3
Meningkatkan kualitas mobilitas
dan konektivitas warga Jakarta;4
Memelihara kohesi sosial warga
Jakarta5
104 105Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
FOKUS UTAMA
Tabel 6.1 Fokus Utama dan Pertanyaan Analisis Ketahanan Kota
PERTANYAAN ANALISIS
Fokus Utama 1:
Meningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan dan Manajemen Kota
a. Bagaimana Jakarta dapat mengantisipasi isu perencanaan dengan lebih baik?
b. Bagaimana Jakarta melaksanakan perencanaan jangka panjang dan terpadu?
c. Bagaimana Jakarta dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan lebih baik dengan Kota/Kabupaten di sekitarnya (metropolitan governance)?
Fokus Utama 2:
Mengembangkan ‘Budaya’ Siap Siaga untuk Menghadapi Berbagai Guncangan
a. Bagaimana Jakarta bisa mengurangi dampak guncangan (shocks) terhadap aset dan masyarakat, saat ini dan di masa depan?
b. Bagaimana Jakarta bisa lebih siap dalam mengawasi, menanggapi, dan segera pulih/bangkit dari risiko buruknya kesehatan masyarakat?
c. Bagaimana Jakarta lebih mampu mengelola informasi secara akurat, real-time, dan menyediakan informasi yang terpercaya terkait risiko (guncangan dan tekanan) kepada warganya sekaligus melakukan mitigasi risiko penyebaran informasi palsu (hoax)?
d. Bagaimana memperkuat faktor penggerak (drivers) ketahanan untuk mengurangi risiko terpapar dari globalisasi, perubahan ikilim dan urbanisasi?
Adapun pertanyaan analisis masing-masing Fokus Utama, dapat dilihat dapat Tabel 6.1, sebagai berikut:
Fokus Utama 3:
Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan melalui Tata Kelola Air Bersih, Air Limbah, dan Sampah
a. Bagaimana Jakarta dapat meningkatkan proses pengolahan air limbah dikaitkan dengan penyediaan air bersih untuk semua penduduk?
b. Bagaimana peluang kolaborasi antarpemangku kepentingan dalam pengelolaan air limbah skala komunal terdesentralisasi dan penyediaan air bersih berbasis komunitas?
c. Bagaimana Jakarta mampu meningkatkan ketersediaan air melalui perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)?
d. Bagaimana Jakarta mampu menyelesaikan masalah pembuangan sampah dan mengurangi timbulan sampah dengan lebih baik melalui kolaborasi dengan wilayah (kab/kota/provinsi) sekitarnya?
Fokus Utama 4:
Meningkatkan Kualitas Mobilitas dan Konektivitas Warga Jakarta
a. Bagaimana Jakarta bisa memastikan kualitas dan keamanan transportasi publik, termasuk transportasi publik berbasis aplikasi (daring), dalam rangka meningkatkan mobilitas dan konektivitas?
b. Bagaimana Jakarta mampu memanfaatkan teknologi dalam rangka menyediakan informasi perjalanan yang terpercaya serta mengurangi kebutuhan warga untuk berpergian?
c. Bagaimana Jakarta menyelesaikan masalah kerentanan rantai pasokan pangan, sumber pangan alternatif, dan meningkatkan produksi lokal?
Fokus Utama 5:
Memelihara Kohesi Sosial Warga Jakarta
a. Bagaimana Jakarta mampu mempersiapkan baik pendatang maupun penduduk setempat untuk berkompetisi dan mencapai keberhasilan di Jakarta
b. Bagaimana Jakarta mampu menyediakan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas, relevan dan bisa diakses oleh semua (equity)?
c. Bagaimana Jakarta mengurangi dampak dan penyebab keresahan sosial di Jakarta?
FOKUS UTAMA PERTANYAAN ANALISIS
106 107Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
6.2.1 Fokus Utama 1:
Meningkatkan Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan dan Manajemen Kota
Capaian program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai masih belum optimal akibat masih lemahnya kolaborasi antar SKPD/OPD dan/atau antara SKPD/OPD dengan pihak non-pemerintah, dan kapasitas staf yang kurang memadai.
Selain itu, masih belum tersedianya payung besar bagi penyelesaian isu strategis (misalnya berupa Desain Besar berbasis isu) juga berkontribusi pada belum optimalnya capaian program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Membangun ‘budaya’ siap siaga dalam menghadapi berbagai guncangan atau bencana
6.2.2 Fokus Utama 2:
Budaya kesiapsiagaan penduduk DKI Jakarta dalam menghadapi guncangan dipandang masih lemah. Hal ini terlihat dari rendahnya kesadaran penduduk Jakarta untuk mengurangi risiko guncangan. Ikhtiar ini tidak hanya terbatas pada mekanisme keselamatan dan mengurangi risiko buruknya kondisi kesehatan masyarakat, tetapi berkaitan pula dengan upaya menghadirkan informasi yang berkualitas dan real-time sekaligus mencegah menyebarnya informasi palsu (hoax).
Masih belum tersedianya payung besar regulasi penyelesaian isu kebencanaan pada skala komunitas juga berkontribusi pada kurangnya budaya kesiapsiagaan bencana.
‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)
yang terkait
Guncangan (shock) yang terkait
Tekanan (stress) yang terkait
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Menjamin pelayanan kesehatan masyarakatMenjamin kelangsungan layanan yang pentingMenyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkanMeningkatkan kepemimpinan dan tata kelola yang efektifMemberdayakan berbagai pemangku kepentinganMengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu
BanjirKebakaranKegagalan infrastrukturWabah penyakit
Serangan cyberPenurunan permukaan tanahGempa bumi
.
.
.
Kapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduPemikiran kritis terhadap informasi cyberKualitas pendidikan dan pembangunan karakter
Foto : Govinder.asia
Foto : Kemal Jufri - New York Times
Pemenuhan kebutuhan dasarPenghidupan dan pekerjaan yang layakMenjamin pelayanan kesehatan masyarakatMemberdayakan berbagai pemangku kepentinganMendorong perencanaan jangka panjang yang terpadu
Kerusuhan/keresahan sosialWabah penyakit
Keamanan, kualitas, dan kebersihan makananUrbanisasi yang tinggiKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduKualitas pendidikan dan pembangunan karakter
‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/ City Resilience Frameworks (CRF)
yang terkait
Guncangan (shock) yang terkait
Tekanan (stress) yang terkait
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
108 109Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
6.2.3 Fokus Utama 3
Cakupan layanan air bersih yang masih terbatas dan pengelolaan air limbah serta sampah yang belum optimal merupakan isu layanan dasar yang dinilai masih menjadi agenda utama bagi Jakarta. Hal ini berdampak pada tingkat kesehatan dan kesejahteraan warga Jakarta.
Selain itu, Desain Besar Penyediaan Layanan Air Minum dan Air Limbah Domestik serta Desain Besar Sistem Pengelolaan Sampah masih belum sepenuhnya diimplementasikan.
6.2.4 Fokus Utama 4
Tantangan keseharian mobilitas warga Jakarta (seperti kemacetan, polusi udara dan suara, jumlah kendaraan pribadi yang berlebihan) diakibatkan oleh tidak terintegrasi dan terbatasnya sarana dan prasarana transportasi umum, serta maraknya layanan taksi/ojek berbasis aplikasi daring.
Selain itu, terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta telah menyebabkan menjamurnya hunian di pinggiran Jakarta yang turut mempengaruhi tingginya jumlah penglaju.
‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)
yang terkait
Guncangan (shock) yang terkait
Tekanan (stress) yang terkait
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pemenuhan kebutuhan dasarMenyediakan komunikasi dan mobilitas yang dapat diandalkanMeningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektifMengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu
Kegagalan infrastrukturSerangan cyber
Keamanan, kualitas, dan kebersihan makananUrbanisasi yang tinggiKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduPemikiran kritis terhadap informasi cyberKompetisi hidup yang tinggiPeningkatan mobilitas
‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)
yang terkait
Guncangan (shock) yang terkait
Tekanan (stress) yang terkait
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pemenuhan kebutuhan dasarMempertahankan dan meningkatkan aset alam dan buatanMenjamin kelangsungan layanan yang pentingMeningkatkan kepemimpinan dan pengelolaan yang efektifMengembangkan perencanaan jangka panjang yang terpadu
BanjirKegagalan infrastruktur Penurunan permukaan tanahBanjir rob
Degradasi lingkunganKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduSuplai air bersih yang tidak berkelanjutan
Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui pengelolaan air bersih, air limbah, dan sampah
Meningkatkan kualitas mobilitas dan konektivitas warga Jakarta
Foto : Arga Aditya (Unsplash)
110 111Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANAN
6.2.5 Fokus Utama 5
Jakarta adalah ‘Durian Besar’, hampir semua suku, agama, ras, dengan beragam tingkat kesejahteraan dari seluruh pelosok Nusantara datang dan tinggal di Ibukota bergabung dengan penduduk lokal menjadikan Jakarta sebagai potret kecil Indonesia. Keguyuban antarwarga atau kohesi sosial menjadi sesuatu yang penting untuk dipertahankan.
‘Faktor Penggerak’ dari Kerangka Ketahanan Kota/City Resilience Frameworks (CRF)
yang terkait
Guncangan (shock) yang terkait
Tekanan (stress) yang terkait
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Penghidupan dan pekerjaan yang layakMendorong partisipasi masyarakat yang terpaduMenjamin stabilitas sosial, keamanan dan keadilanMendorong kemakmuran ekonomiMemberdayakan berbagai pemangku kepentingan
Kegagalan infrastrukturKerusuhan/keresahan sosialKrisis finansial/ekonomiSerangan terorisTawuran warga
Urbanisasi yang tinggiKapasitas tata kelola terkait dengan kredibilitas pemimpin dan pentingnya perencanaan terpaduPemikiran kritis terhadap informasi cyberKompetisi hidup yang tinggiKemiskinan dan kesenjangan ekonomi
6.3 TAHAP II PROGRAM JAKARTA BERKETAHANAN
Proses pelaksanaan Tahap II Penyusunan Strategi Ketahanan Kota dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan Strategi Ketahanan Kota yang relevan, komprehensif, dan implementatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan melalui pendekatan kolaboratif. Tahap II Program Jakarta Berketahanan akan menghasilkan beberapa keluaran melalui 3 (tiga) tahapan yang terdiri dari:
(i) Inisiasi Tahap II;
(ii) Penyusunan Strategi Ketahanan Kota Jakarta; dan
(iii) Internalisasi Strategi Ketahanan Kota Jakarta ke dalam
Dokumen Perencanaan Provinsi DKI Jakarta. Tahap II diakhiri dengan peluncuran Strategi Ketahanan Kota sekaligus menandai dimulainya Tahap III Program Jakarta Berketahanan, yaitu Implementasi Strategi Ketahanan Kota.
Penyusunan Rencana Kerja
Jakarta Berketahanan
TAHAP I
MENUJU TAHAP II
Analisis Fokus Utama
Analisis Fokus Utama
Analisis Fokus Utama
Analisis Fokus Utama
Penilaian Peluang
Strategi Ketahanan
Kota
Pe
mb
en
tukan
institu
si dan
imp
lem
en
tasi
Memelihara kohesi sosial warga Jakarta
Foto : Rohiim Ariful (Unsplash)
112 113Penilaian Awal Ketahanan Jakarta
JAKARTA BERKETAHANANDAFTAR PUSTAKA
DOKUMEN PEMERINTAH
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta 2012 – 2017. Jakarta: BPBD.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030. Jakarta: BAPPEDA.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2013). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013 – 2017. Jakarta: BAPPEDA.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2017). Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2018-2022. Jakarta: BAPPEDA.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2017). FGD RPJMD: Transportation Presentation. Jakarta: BAPPEDA.
Bappenas, BPS, dan UNFPA. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Diakses dari Katalog BPS: 2101018.
Badan Pusat Statistik Pemerintah Indonesia. (2010). Sensus Penduduk 2010: Penduduk Migran Seumur Hidup. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statitik Provinsi DKI Jakarta. (2015). Berita Resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta No 12/0 2 2/31/Th.XVII
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2016). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2016. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam Angka 2015. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Jakarta dalam Angka 2017. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Keadaan Ketenagakerjaan di DKI Jakarta Februari 2017. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2017). Statistik Kriminalitas 2017. Jakarta: BPS.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta. (2016). Data Jumlah Kedatangan Penduduk ke Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Disdukcapil.
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2016). Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2016
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. (2016). SLHD Tahun 2015. Jakarta: DLH DKI Jakarta.
OK EDU. (2017). FGD RPJMD Pendidikan. Jakarta.
PAM Jaya. (2017). Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta Pengembangan Penyediaan Air Minum DKI Jakarta: FGD Penyusunan RPJMD 2018-2022 Bidang Air Bersih, Air Limbah, Dan Persampahan. Jakarta: PAM Jaya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Food Station Tjipinang Jaya. (2017). FGD RPJMD 2018-2022. Jakarta: Pemprov. DKI Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jakarta Open Data, (2017)
Jakarta Smart City. (2017). TRAFI,
Aplikasi Mitra Jakarta Smart City. Jakarta: JSC.
BUKU
Aldrian, E., Susanto, R. D. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Region within Indonesian and Their Relationship to Surface Temperature. International Journal of Climatology, 23(12), 1435-1452
Baker, Judy L. (2012). Climate change, disaster risk, and the urban poor: cities building resilience for a changing world. Washington, DC: The World Bank.
JURNAL/ARTIKEL ILMIAH
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. (2016). Seminar Universitas Trisakti 24 Agustus 2016
Healey, P. 2006. Collaborative planning: shaping places in fragmented societies. Basingstoke, England: Palgrave Macmillan
Innes, J, & Booher, D.E. (2000). Indicators for sustainable communities: a strategy building on complexity theory and distributed intelligence. Planning Theory and Practice, 1(2), 273.
Judarwanto, SpA., Dr. Widodo. (2012). Klinik Khusus Kesulitan Makan Pada Anak. Perilaku Makan Anak Sekolah. Jakarta Pusat: Kementrian Kesehatan RI.
Koulali, A., et al. (2016). Earth and Planetary Science Letters: The kinematics of crustal deformation in Java from GPS observations: Implications for fault slip partitioning. Research School of Earth Sciences, Australian National University, Canberra; Badan Informasi Geospasial (BIG), Cibinong, Indonesia; Institute of Technology Bandung, Indonesia: ELSEVIER.
Margerum, R.D. (2002). Collaborative planning: building consensus and building a distinct model for practice. Journal of Planning Education and Research, 21(3), 237-253
Mungkasa, Oswar M. (2015). Jakarta: Masalah dan Solusi. Jakarta: Bappenas.
Sunarharum, T.M. (2016). Collaborative Planning for Disaster Resilience: The Role of Community Engagement for Flood Risk Management (Disertasi). Diakses dari https://eprints.qut.edu.au/101560/ pada tanggal 3 September 2018
Suzetta, H. Paskah. (2007). Perencanaan Pembangunan Indonesia dalam Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2008). Jurnal Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Vol. 15 No. 33. Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia. Diakses dari http://ditpolkom.bappenas.go.id pada tanggal 23 September 2017
Texier, P. (2008). Floods in Jakarta: when the extreme reveals daily structural constraints and mismanagement. Disaster Prevention and Management, 17(3), 358-372.
INTERNET/MEDIA CETAK ONLINE
Transparency International Indonesia. (2017). Corruption Perceptions Index 2017. Diakses pada 12 Februari 2018, dari http://riset.ti.or.id/corruption-perceptions-index-2017/
Waze. (2016). Driver Satisfaction Index 2016. Diakses pada 16 Oktober 2017, dari https://inbox-static.waze.com/driverindex.pdf.thejakartapost.com/news/2016/02/06/editorial-celebrating-ethnic-diversity.html
BPS DKI Jakarta (2015) https://jakarta.bps.go.id/statictable/2017/01/30/142/jumlah-penduduk-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-provinsi-dki-jakarta-2015.html diakses pada tanggal 10 September 2017
BPS DKI Jakarta (2015) (https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/84/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-dan-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-tpak-menurut-kabupaten-kota-administrasi-2011-2013-.html diakses pada tanggal 11 September 2017
BPS DKI Jakarta (2015) https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/83/upah-minimum-provinsi-dan-inflasi-di-dki-jakarta-1999-2014.html. diakses pada tanggal 20 September 2017
Depkes (2016) http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/11_DKI_Jakarta_2016.pdf Diakses pada tanggal 20 September 2017
Foto Bagus Ghufron (2015). https://unsplash.com/photos/uMH-d3WWJhM. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Kemal Jufri (2016). https://www.nytimes.com/2016/10/04/world/asia/jakarta-indonesia-canals.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Anton van der Weijst (2018). https://unsplash.com/photos/JdcDkdAFwOQ. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Appai (2018). https://unsplash.com/photos/-UTi6eeBpFw. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Arga Aditya (2018). https://unsplash.com/photos/KH-1YqaZ1l0. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Gede Suhendra (2018). https://unsplash.com/photos/Q9r85tgKTiU. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Muhammad Rizki (2018). https://unsplash.com/photos/rN3R-lKI45M. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Rangga Cahya Nugraha (2018). https://unsplash.com/photos/tK6G-NekNbo. Diakses pada tanggal 4 Maret 2019.
Foto Rangga Cahya Nugraha (2018). https://unsplash.com/photos/-NqgMct64SE. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Foto Rohiim Ariful (2018). https://unsplash.com/photos/Iz2cMcT6BzU. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019.
Foto Vierundsieben (2018) https://unsplash.com/photos/RAD7dekiQyo. Diakses pada tanggal 25 Februari 2019
Gedung Balai Kota, Blok E, Lantai 4Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta 10110Tel. (62-21) 389 01 802Email : [email protected]
Jakarta Berketahanan
@JakBerketahanan
@jakberketahanan