i
i
KERJASAMA PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
DI KABUPATEN LUWU UTARA
RUSNA RUSTAM
NomorStambuk : 105610496514
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
ii
ii
KERJASAMA PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
DI KABUPATEN LUWU UTARA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
RUSNA RUSTAM
Nomor Stambuk : 105610496514
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
i
iii
iii
ii
iv
iv
iii
v
v
iv
vi
vi
ABSTRAK
RUSNA RUSTAM. Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat dalam
Penanggulangan Bencana di Kabupaten Luwu Utara. (dibimbing oleh
Fatmawati dan Alimuddin Said).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk kerjasama
pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu
Utara. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dan tipe penelitian
menggunakan penelitian deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Jumlah informan dalam penelitian ini
sebanyak lima orang dan penentuan informan yang menjadi sumber data
dilakukan dengan teknik purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan
teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan model Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerjasama pemerintah dan
masyarakat dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara adalah
gotong royong karena dalam kerjasama tersebut tidak ada perjanjian tertulis,
kegiatan dilakukan dengan sukarela atau tanpa mengharapkan imbalan, dan tidak
terlepas dari aktivitas tolong menolong. Gotong royong antara pemerintah dan
masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi bencana sangat penting untuk
dilakukan. Seperti halnya dalam mencegah dan menanggulangi bencana di Desa
Beringin Jaya, bentuk kerjasama yang dilakukan tidak terlepas dari gotong royong
dan kerja bakti. Kerjasama tersebut memiliki tujuan yang jelas, terbuka dan jujur
dalam komunikasi, pengambilan keputusan tidak kooperatif, sudah terjalin rasa
memiliki, keterampilan mendengarkan yang baik, serta partisipasi semua anggota
telah terbilang maksimal. Adanya kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara maka diharapkan akan
terselenggaranya penanggulangan bencana yang lebih baik yaitu secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh di Kabupaten Luwu Utara.
Kata Kunci: Kerjasama, Partisipasi Masyarakat, Penanggulangan Bencana
v
vii
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Alllah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahna, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat dalam
Penanggulangan Becana di Kabupaten Luwu Utara”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Rustam dan Hasnatang selaku Ayahanda dan Ibunda dari penulis yang tidak
henti-hentinya mendoakan dan memberikan dukungan yang tidak ternilai baik
moral maupun materi, nasehat dan pengorbanan yang tak terhingga demi
menyekolahkan penulis agar bisa meraih prestasi dan cita-cita yang diinginkan.
2. Ibu Dr. Hj. Fatmawati, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Alimuddin
Said, M.Pd. selakau pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Ibu Dr. H. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
5. Dosen Penasehat Akademik Dr. Andi Rosdianti Razak, M.Si yang senantiasa
memberikan nasehat-nasehat akademik demi terciptanya prestasi yang baik.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang selama ini
memberikan ilmu, dorongan dan semangat kepada penulis.
7. Lembaga tercinta LKIM-PENA yang sangat berperan penting dalam
penyelesaian tugas akhir penulis.
vi
viii
viii
8. Arman Lukman yang senantiasa memberikan dukungan dan bantuan dalam
penyelesaian tugas akhir penulis.
9. Saudari saya Sukmawati, Yayuk Basuki, Suci Rismadani, dan Syarifah
Zaenab yang senantiasa memberikan dukungan dan bantuan selama masa
perkuliahan dan pengerjaan skripsi penulis.
10. Fitrianti, Syamsul, Asbudi, dan Sarmin selaku sahabat penulis yang selalu
meluangkan waktunya memberikan nasehat untuk melihat penulis semangat
dalam penyelesaian tugas akhir.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang dibutuhkan.
Makassar, 21 Agustus 2018
Rusna Rustam
vii
ix
ix
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan Skripsi ......................................................................... i
Halaman Persetujuan ...................................................................................... ii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................. iii
Abstrak ........................................................................................................... iv
Kata Pengantar ............................................................................................... v
Daftar Isi......................................................................................................... vi
Daftar Tabel ................................................................................................... vii
Daftar Gambar ................................................................................................ viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kerjasama....................................................................... 8
B. Partisipasi Masyarakat................................................................. 25
C. Konsep Penanggulangan Bencana .............................................. 29
D. Manajemen Bencana ................................................................... 31
E. Kerangka Pikir............................................................................. 36
F. Fokus Penelitian .......................................................................... 38
G. Deskripsi Fokus ........................................................................... 38
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian....................................................... 39
B. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................. 39
C. Sumber Data ................................................................................ 39
D. Informan Penenlitian ................................................................... 41
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 42
F. Teknik Analisis Data ................................................................... 43
G. Teknik Pengabsahan Data ........................................................... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian ......................................................... 46
B. Bentuk Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat dalam
Penanggulangan Bencana di Kabupaten Luwu Utara ................. 58
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 108
B. Saran ............................................................................................ 108
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 110
viii
x
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Informan Penenlitian ........................................................................ 42
Tabel 2. Jumlah Pegawai Berdasarkan Pangkat dan Golongan ..................... 52
Tabel 3. Jumlah Pegawai Berdasarkan Kualifikasi Pendidikan ..................... 53
Tabel 4. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan Struktural dan Fungsional ... 53
Tabel 5. Daftar Peralatan BPBD Kabupaten Luwu Utara Tahun 2018 ......... 54
ix
xi
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir .................................................................. 37
Gambar 2. Visi dan Misi BPBD Kabupaten Luwu Utara .............................. 46
Gambar 3. Struktur Organisasi BPBD Kabupatn Luwu Utara ...................... 49
x
46
46
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang melanda Indonesia
akhir-akhir ini memang sangat memprihatinkan. Hal ini juga selalu membuat
pemerintah dan masyarakatselalu waspada. Kabupaten Luwu Utara merupakan
salah satu daerah yang sering dilanda bencana banjir dan tanah longsor. Titik
tanah longsor terbanyak terletak di daerah yang memiliki letak geografis di
dataran tinggi. Tanah longsor yang terjadi biasanya merusak infrastruktur jalan,
jembatan, saluran irigasi, serta tanaman persawahan masyarakat. Hal ini juga akan
mengakibatkan kerugianbagi masyarakat Kabupaten Luwu Utara.
Kabupaten Luwu Utara memiliki 31 Desa yang rawan bencana longsor.
Desa rawan bencana longsor tersebar di Kecamatan yang berada di wilayah
pegunungan. Sementara 27 Desa rawan banjir berada di wilayah pesisir. Banjir
terjadi akibat meluapnya sungai Rongkong dan Sungai
Baliase(http://makassar.tribunnews.com). Tanah longsor dan banjir tersebut
merupakan bencana alam yang tidak diketahui kapan akan terjadi. Sehingga
masyarakat harus terus waspada terhadap datangnya bencana.Masyarakat harus
mampu mempersiapkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan apabila bencana
datang dengan tiba-tiba. Masyarakat harus sadar betapa sangat pentingnya fungsi
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi bencana.
Bencana merupakan salah satu hal yang berada diluar kontrol manusia.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya korban yangdiakibatkan oleh
bencana maka diperlukan kesadaran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi
1
47
47
suatu bencana.Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses untuk
memberikankesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar
masyarakat mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dan membuka
lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi dalam
penanggulangan bencana.Penanggulangan bencanaharus dilakukan dengan
melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam menghadapi bencana.
Berbagai pihak yang berperan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah selaku penanggungjawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana secara khusus menjadi tanggungjawab
Badan PenanggulanganBencana Daerah (BPBD) ditingkat pemerintah daerah dan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditingkat pemerintah pusat.
Kinerja pemerintah daerah merupakan suatu hal yang penting untuk
meningkatkan kualitas suatu daerah maupun instansi tertentu. Satuan unit yang
bertugas untuk bekerja khusus dalam bidang pekerjaan tertentu seperti
penanggulangan bencana alam harus bekerja dengan disiplin, efisien dan efektif.
Dengan demikian, pemerintah daerah dapat dikatakan telah berhasil apabila telah
bekerja dan dirasakan kinerjanya oleh masyarakat yang ada didaerahnya serta
telah memenuhi hak masyarakat di daerahnya.
Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan baik itu perlidungan
sosial dan rasa aman, khususnya kelompok masyarakat yang rentan akan bencana.
Kelompok tersebut seharusnya diberikan perhatian yang lebih oleh pemerintah.
Masyarakat berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan,
khususnyakepada yang terkena bencana. Selain memiliki hak, masyarakat juga
memliki kewajiban untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan
2
48
48
bencana.Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat
maupun sesudah terjadinya bencana. Seringkali bencana hanya ditanggapi secara
parsial oleh pemerintah. Bahkan bencana hanya ditanggapi dengan pendekatan
tanggap darurat (emergency response). Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana diharapkan akan semakin baik, karena pemerintah dan
pemerintah daerah menjadi penanggungjawab dalam penanggulangan bencana
(Latief, 2015).
Menurut Lina Herlina, Sulawesi Selatan dalam status siaga darurat
bencana, karena cuaca ekstrem mengakibatkan sejumlah musibah. Bencana
diantaranya longsor, angin kencang, dan puting beliung yang menyebabkan
korban luka maupun meninggal dunia. Ketinggian ombak diatas normal
menyebabkan sebuah kapal tenggelam.Syamsidarselaku Kepala BPBD Sulawesi
Selatan mengatakan bahwa banjir terjadi di Kabupaten Pinrang, Barru, Sidrap,
Wajo, Luwu, Soppeng, dan Kabupaten Luwu Utara
(http://news.metrotvnews.com).
Menurut laporan wartawan TribunLutra.com, Chalik Mawardi, Kabupaten
Luwu Utara ditetapkan sebagai daerah darurat bencana. Alauddin Sukri selaku
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengatakan Luwu Utara
ditetapkan daerah yang rawan bencana sejak tanggal 31 Mei hingga 13 Juni.
Cuaca ekstrem melanda wilayah Kabupaten Luwu Utara sepekan terakhir.
Puluhan Desa terendam banjir dan longsor di pegunungan akibat intensitas hujan
tinggi (http://makassar.tribunnews.com). Hal ini bukanhanya memerlukan
3
49
49
perhatian dari pemerintahterkait tapi juga partisipasi dari masyarakat
setempat.Secara formal, peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan
bencana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 11 Tahun 2014 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (https://www.bnpb.go.id).Masyarakat perlu untuk ikut
andil dalam penanggulangan bencana dan ikut aktif dalam melakukan deteksi dini
dan cegah dini terhadap berbagai bencana yang setiap saat mengancam
masyarakat dan daerah yang berada di Kabupaten Luwu Utara.Peran aktif
masyarakat dalam penanggulangan bencana begitu penting sehingga Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu Utara melakukan kerjasama
dengan masyarakat (https://luwuutarakab.go.id). Masyarat yang dimaksud penulis
adalah Kelompok Desa Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya Kecamatan
Baebunta Kabupaten Luwu Utara.
Kepala pelaksana BPBD Luwu Utara, Alauddin Sukri, mengatakan
pemerintah akan bersinergi dengan warga untuk mengurangi risiko terjadinya
bencana. Pengurangan risiko terjadiya bencana di kabupaten Luwu Utara akan
diawali dengan aksi gerakan bersih sungai bagi aparatur pemeritah, relawan, dan
masyarakat. Pendekatan berbasis masyarakat mendapatkan dukungan beberapa
instrumen, diantaranya adalah Undang-Undang Desa yang memberikan ruang
kepada desa untuk mengembangkan dan membangun program, termasuk untuk
ketangguhan dalam merespon ancaman dan bencana alam.Dari pendekatan ini,
upaya mengurangi resiko banjir juga dapat dilakukan oleh masyarakat,
diantaranya berpartisipasi aktif untuk menjaga kebersihan dan ekosistem sungai,
hingga kepada tahap evakuasi bencana (https://luwuutara.go.id).
4
50
50
Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dilapangan, sehubungan
dengan meluapnya air sungai Rongkong yang melintasi Desa Beringin Jaya
menimbulkan beberapa kerugian antara lain rumah dan jalanan tergenang air
setinggi 100-150cm yang mengakibatkan lumpuhnya aktivitas masyarakat. Tidak
hanya rumah dan jalanan, tapi kebun atau lahan pertanian masyarakat seperti
jagung, kedelai, padi, kakao, dan kelapa sawit yang luasnya 382 Ha juga ikut
tergenang. Walaupun tidak ada korban jiwa tapi jumlah jiwa yang terkena dampak
bencana banjir di Desa Beringin Jaya sebanyak 2.021 Jiwa.
Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di
Kabupaten Luwu Utara diperlukan agar terselenggaranya penanggulangan
bencana secara terencana,terpadu, terkoordinasi,dan menyeluruh di Kabupaten
Luwu Utara. Menurut Sharma (Pratiwi: 2014) untuk mengukur kerjasama
pemerintah dan masyarakat diperlukan beberapa indikator kerjasama tim yaitu (1)
tujuan yang jelas; (2) terbuka dan jujur dalam komunikasi; (3) pengambilan
keputusan kooperatif; (4) rasa memiliki; (5) keterampilan mendengarkan yang
baik dan (6) partisipasi semua anggota.
Namun berdasarkan hasil observasi awal penulis, fakta di lapangan yang
diperoleh tidak sesuai dengan indikator tersebut.Kerjasama BPBD dan kelompok
Desa Tangguh Bencana(Destana) di Desa Beringin Jaya bisa dikatakan masih
belum optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa aspek, diantaranya masalah yang
terkait dengan indikator pertama yaitu tujuan yang masih belum jelas, dimana
dalam kerjasama BPBD dan Kelompok Destanatidak ada MoU yang ditetapkan.
Aspek yang kedua berhubungan dengan indikator yang kedua yaitu
terbuka dan jujur dalam komunikasi. Masalah dalam indikator tersebut antara lain
5
51
51
pihak BPBD dan pihak kelompok Destana Desa Beringin Jaya jarang melakukan
rapat. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya jadwal pertemuan rutin yang
dimiliki untuk membahas mengenai kerjasama penanggulangan bencana
tersebut.Aspek yang ketiga berhubungan dengan indikator pengambilan
keputusan kooperatif. Masalah dalam indikator tersebut terkait dengan proses
pengambilan keputusan dalam penanggulangan bencana. Pengambilan keputusan
secara bersama-sama yang dilakukan kedua belah pihak dalam kerjasama ini
masih belum terlihat jelas.
Adapun aspek yang keempat berhubungan dengan indikator rasa memiliki.
Masalah dalam indikator tersebut terkait dengan pekerjaan yang masih belum
produktif. Hal ini diakibatkan oleh pelatihan dalam menghadapi bencana yang
hanya dilakukan sekali dan berlangsung selama dua hari.
Aspek yang kelima berhubungan dengan indikator keterampilan
mendengarkan yang baik. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan
masyarakat dalam penanggulangan bencana sehingga belum terlepas dari bantuan
pihak BPBD dalam mengatasi bencana. Pengetahuan yang diperoleh dari
pelatihan tersebut belum sepenuhnya dapat diaplikasikan.
Aspek yang terakhir yaitu terkait dengan indikator keenam yaitu
partisipasi semua anggota. Hal ini mengacu pada keterlibatan masyarakat yang
tergabung dalam kelompok Destana yang masih belum maksimal. Hal ini
disebabkan kurangnya partisipasi anggota dari masyarakat yang tergabung dalam
kelompok Destana.Sehingga masalah dalam aspek-aspek tersebut menjadi dasar
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Kerjasama Pemerintah dan
Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana di Kabupaten Luwu Utara.
6
52
52
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut yaitu
bagaimanabentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan
bencana di Kabupaten Luwu Utara?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah tersebut yaitu
untuk mengetahui bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memahami
dan mendalami tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
b. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilaksanakan
sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu
administrasi negara khususnya.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
khususnya kepada pemerintah Kabupaten Luwu Utara dalam melakukan
berbagai tindakan terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana.
b. Bagi mahasiswa, diharapkan nantinya dapat membuka ruang kesadaran
mahasiswa untuk ikut berpartisipasi dalam penanggulangan bencana.
c. Bagi peneliti, sebagai bahan pembelajaran dalam penelitian selanjutnya.
7
53
53
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kerjasama
1. Pengertian Kerjasama
Hakikat kerjasama berarti bekerja bersama-sama kearah tujuan yang
sama. Nama lain untuk itu dalam bahasa asing ialah team work. Istilah tersebut
biasanya dalam pemikiran kita memberi gambaran, dimana setiap orang
bekerja dan menyumbangkan tenaganya dengan sungguh-sungguh untuk
pencapaian tujuan bersama. Kerjasama dapat juga diartikan sebagai bekerja
luar biasa atau mewajibkan diri sendiri untuk berbuat lebih daripada yang
menjadi kewajiban sendiri karena dengan cara itu berarti juga ikut menolong
atau memberi keuntungan bagi kepentingan bersama (Amirullah, 2015: 189).
Kerjasama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya
terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapaitujuan bersama
dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktivitas masing-
masing. Biasanya, kerjasama melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang
mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya demi
tercapainya tujuan bersama. Menurut Charles Horton Cooley, kerjasama timbul
apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang pentingdalam
kerjasama yang berguna (Abdulsyani, 2015: 156).
8
9
9
Kerjasama dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan Nasional dimaknai sebagai suatu kegiatan atau usaha yang
dilakukan oleh beberapa orang atau lembaga untuk mencapai tujuan bersama.
Jadi dalam kerjasama ada unsur kegiatan, beberapa pihak dan pencapaian
tujuan (Pramusinto, 2009: 113).
Menurut Adjid (Harisman, 2014: 220) bahwa kerjasama merupakan
istilah yang menunjukkan suatu keadaan, yaitu beberapa pelaku (subyek)
melakukan suatu atau beberapa unit (satuan) pekerjaan yang penyelesaiannya
atau hasil pekerjaan itu tergantung (interpedensi) antar pekerjaan atau
bagianbagian pekerjaan tersebut. Apabila pekerjaan diartikan sebagai
seperangkat kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan suatu hasil tertentu
yang ditetapkan sebelumnya, maka kerjasama bisa diartikan sebagai sejumlah
kegiatan yang dilakukan oleh sejumlah pelaku untuk mewujudkan suatu hasil
yang ditetapkan sebelumnya sesuai dengan kesepakatan para pelaku tersebut.
Kerjasama menurut Soekanto, dimaksudkan sebagai suatu usaha
bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu
atau tujuan bersama. Sementara menurut Baron & Byane, kerjasama
(cooperation) adalah suatu usaha atau bekerja untuk mencapai suatu hasil.
Sedangkan Sunarto berpendapat, kerjasamaadalah adanya keterlibatansecara
pribadidiantarakedua belahpihakdemitercapainya penyelesaianmasalah yang
dihadapisecara optimal (Surminah, 2013: 103).
Kerjasama dipandang sebagai proses dan interaksi sosial yang benar-
benar terjadi. Bisa dilihat apa yang melatarbelakanginya dan bagaimana akibat
dari terjadinya proses itu bagi dinamika sosial dimasyarakat. Kerjasama
10
10
membutuhkan perpaduan peran dan kemampuan yang berbeda dalam mencapai
tujuan. Sifat kerjasamatidak bisa dilepaskan dari hubungan antara individu dan
kelompoknya (ingroups). Perasaan in groups akan menguat ketika suatu
kelompok atau komunitas menghadapi ancaman dari luar, seperti bencana alam
yang datang akan membuat manusia bersatu memperkuat ikatan untuk
menghadapinya secara bersama-sama (Soyomukti, 2016: 341).
Dari pengertian kerjasama diatas, maka ada beberapa aspek yang
terkandung dalam kerjasama, yaitu ada orang-orang (dua orang atau
sekelompok orang) yang melakukan kesepakatan untuk mencapai tujuan
bersama yang saling menguntungkan. Keberhasilan usaha dalam melakukan
kerjasama sangat ditentukan oleh peran kedua pihak yang melakukan
kerjasama tersebut. Kerjasama juga akan dibatasi oleh waktu, artinya ada
kesepakan kedua pihak kapan kerjasama itu berakhir tujuan atau target yang
dikehendaki telah tercapai.
Menurut Ismawati (2012: 30) kerjasama ada yang bersifat spontan
(spontaneous cooperation), kerjasama langsung (directed cooperation),
kerjasama kontrak (contractual cooperation), dan kerjasama tradisional
(traditional cooperation). Yang pertama adalah kerjasama yang serta merta,
yang kedua merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa, yang ketiga
merupakan kerjasama atas dasar tertentu, dan yang keempat merupakan bentuk
kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Kerjasama sangat besar manfaatnya bagi kehidupanmakhluk hidup
khusunya manusia. Adapun manfaatnya yaitu: (1) Kerjasama mendorong
persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas;
11
11
(2)Kerjasama mendorong berbagai upaya individu agar dapatbekerja lebih
produktif, efektif, dan efisien; (3) Kerjasama akan mendorong terciptanya
sinergi sehinggabiaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendahdan
menyebabkan kemampuan bersaing meningkat;(4). Kerjasama mendorong
terciptanya hubunganyang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkanrasa
kesetiakawanan; (5). Kerjasama menciptakanpraktek yang sehat serta
meningkatkan semangatkelompok; dan (6). Kerjasama akan mendorong ikut
sertamemiliki situasi dan keadaan yang terjadidilingkungannya, sehingga
secara otomatis akan ikutmenjaga dan melestarikan situasi dan kondisi
yangtelah baik. (Surminah, 2013: 104).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok diantara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama dan
mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik. Jika tujuan yang ingin
dicapai berbeda maka kerjasama tidak akan bias tercapai. Dengan demikian
pengertian kerjasama adalah keinginan untuk bekerjasama dengan orang lain
dan menjadi bagian dari kelompok. Bukan bekerja untuk saling berkompetisi.
Peran anggota kelompok sangat ditekankan dalam kerjasama, bukan sebagai
seorang pemimpin. Kelompok disini dalam arti yang luas, yaitu sekelompok
individu yang menyelesaikan suatu tugas.
Ada beberapa indikator yang harus diperhatikan dalam mengukur
kerjasama tim. Terdapat dua pendapat yaitu menurut Sharma (Pratiwi, 2014)
indikator untuk mengukur kerjasama tim yaitu (1) tujuan yang jelas; (2)
terbuka dan jujur dalam komunikasi; (3) pengambilan keputusan kooperatif;
12
12
(4) rasa memiliki; (5) keterampilan mendengarkan yang baik; dan (6)
partisipasi semua anggota. Sedangkan menurut Sopiah (Pratiwi, 2014)
indikator kerjasama tim yaitu (1) mempunyai komitmen terhadap tujuan
bersama; (2) menegakkan tujuan spesifik; (3) evaluasi kinerja dan sistem
ganjaran yang benar; (4) menghindari kemalasan sosial dan tanggungjawab; (5)
kepemimpinan dan struktur; dan (6) mengembangkan kepercayaan timbal-balik
yang tinggi.
Menurut Sharma (Pratiwi, 2014) indikator untuk mengukur kerjasama
tim yaitu.
a. Tujuan yang jelas
Melakukan suatu kegiatan tanpa memiliki tujuan yang jelas akan
berdampak tidak baik bagi pencapaian suatu tujuan yang tidak jelas pula.
Sebab sebuah tujuan akan mempertegas hal-hal atau kegiatan yang
semestinya dilakukan dan tidak dilakukan dalam proses pencapaian tujuan
yang dimaksud. Adapun indikator dari tujuan yang jelas yaitu dapat
terukur dan realistis.
b. Terbuka dan Jujur dalam Komunikasi
Komunikasi merupakan sebuah cara agar terhubung baik dalam
menyampaikan maupun menerima pesan. Sebuah komunikasi yang baik
memiliki karakter antara lain terbuka dan jujur dalam komunikasi. Dalam
komunikasi bisa berupa hal yang jujur atau hal yang penuh dengan suatu
kebohongan. Komunikasi yang baik juga membutuhkan suatu integritas
diri yang baik agar mampu terhubung secara terbuka serta tertarik untuk
saling memahami dan mengenal. Sehingga mampu bekerjasama dalam
13
13
mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Terbuka dan jujur dalam
komunikasi memiliki beberapa indikator antara lain selektif dalam
menerima dan mengolah informasi dan memiliki hubungan komunikasi
yang baik.
c. Pengambilan Keputusan Kooperatif
Proses pengambilan suatu keputusan bersama itu dilakukan secara
musyawarah. Jalan musyawarah merupakan salah satu cara dalam
menyelesaikan suatu masalah. Dalam sebuah musyawarah yang
diharapkan adalah terjadinya suatu kesepakatan. Olehnya itu, dalam
sebuah musyawarah seorang pemimpin harus mampu mengatur proses
berlangsungnya musyawarah. Dalam pengambilan keputusan yang
kooperatif dapat diukur dengan indikator musyawarah mufakat.
d. Rasa memiliki
Rasa memiliki dalam sebuah organisasi apabila diabaikan akan
menimbulkan hal yang tidak baik. Dampaknya ialah seseorang yang
bekerja dalam organisasi tersebut akan menjadi kurang produktif dalam
bekerja. Yang kemudian akan memicu respon ancaman sehingga
menimbulkan perilaku tidak mau bekerjasama dan menghindari tugas yang
diberikan. Untuk mengukur rasa memiliki dalam sebuah kerjasama, dapat
dilihat dari beberapa indikator antara lain tidak menghindari tugas dan
memiliki pekerjaan produktif.
e. Keterampilan mendengarkan yang baik
Keterampilan mendengarkan yang baik dapat diartikan sebagai sebuah
proses pemahaman dalam mendapatkan informasi. Sebaik apa pun sebuah
14
14
komunikasi tanpa dibarengi dengan keterampilan mendengarkan yang baik
maka proses komunikasi tidak akan berjalan efektif. Untuk melihat
keterampilan mendengarkan yang baik dalam sebuah kerjasama maka
dapat dilihat dari indikator yaitu memberi respon yang baik.
f. Partisipasi semua anggota
Partisipasi semua anggota dalam proses kerjasama merupakan keterlibatan
yang meliputi pemberian opini, ikut serta dalam kegiatan dan pemberian
usulan dari anggota. Apabila terdapat partisipasi dari masing-masing
anggota dalam proses kegiatan yang berlangsung, maka hal ini akan
meningkatkan kesadaran setiap anggota akan tugas dan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Dengan adanya partisipasi, setiap anggota akan
tahu apa yang harus dikerjakan berkaitan dengan pencapaian tujuan.
2. Bentuk Kerjasama
Bentuk kerjasama dilakukan oleh sekelompok orang atau dalam suatu
organisasi dengan organisasi lain atau antara suatu Negara dengan Negara lain.
Dengan terbentuknya kerjasama diharapkan memperoleh kemudahaan dalam
mencapai tujuan bersama (Surminah, 2013: 103). Ada beberapa bentuk
kerjasama yang dapat ditemukan dalam masyarakat, antara lain (Soyomukti,
2016: 342).
a. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-
barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. Dalam hal ini,
kerjasama terjadi karena adanya tawar menawar yang dilakukan, masing-
masing sudah memperhitungkan mendapatkan apa dengan pertimbangan
apa yang dimiliki sebagai modal untuk bekerja sama. Yang punya daya
15
15
tawar lebih kuat biasanya akan mendapatkan hasil yang lebih baik atau
lebih banyak.
b. Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam
stabilisasi organisasi yang bersangkutan. Kerjasama terjadi karena ada
kekuatan yang mencengkeram yang mampu mendefinisikan seolah-olah
kepentingan dan tindakannya dalam kelompok atau organisasi menjadi
kepentingan bersama.
c. Koalisi (Coalition), yaitu kerjasama yang dilakukan antara dua organisasi
atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi biasanya
dilakukan atas kepentingan sesaat sehingga bentuk kerja samanya bisa
dikatakan tidak stabil. Hal ini terjadi karena secara mendasar
kepentingannya berbeda, hanya saja koalisi terjadi karena ada kepentingan
jangka pendek yang bisa dijadikan alasan untuk melakukan kerjasama.
Kerjasama di dalam organisasi-organisasi seperti organisasi
pemerintahan, organisasi sosial, dan organisasi keagamaan tidak hanya akan
melibatkan beberapa individu setempat saja, akan tetapi karena luas dan
meluasnya akan melibatkan individu-individu lain di tempat-tempat yang jauh,
melintasi batas-batas daerah atau negara. Dalam kenyataannya, realisasi
kooperasi itu diusahakan melalui berbagai macam usaha. Setidak-tidaknya ada
empat macam bentuk usaha kooperasi yaitu (Narwoko, 2006: 59).
a. Tawar-menawar (bargaining), yang merupakan bagian dari proses
pencapaian kesepakatan untuk pertukaran barang atau jasa.
16
16
b. Koalisi (coalition), yaitu usaha dua organisasi atau lebih yang sekalipun
mempunyai sruktur berbeda-beda hendak mengejar tujuan yang sama.
c. Kooptasi (cooptation), yaitu usaha ke arah kerjasama yang dilakukan
dengan jalan menyepakati pimpinan yang akan ditunjuk untuk
mengendalikan jalannya organisasi atau kelompok.
d. Patungan (joint-venture), yaitu usaha bersama untuk mengusahakan suatu
kegiatan, demi keuntungan bersama yang dibagi nanti, secara proporsional
dengan cara saling mengisi kekurangan masing-masing partner.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Narwoko, ada beberapa bentuk
kerjasama (cooperation) menurut Bungin (2006: 59) yaitu.
a. Gotong-royong dan kerja bakti
Gotong-royong adalah sebuah proses cooperation yang terjadi di
masyarakat pedesaan, di mana proses ini menghasilkan aktivitas tolong-
menolong dan pertukaran tenaga serta barang maupun pertukaran
emosional dalam bentuk timbal balik diantara masyarakat. Gotong-royong
merupakan proses kerjasama yang banyak terjadi di masyarakat pedesaan
dalam mencapai kesejahteraan yang baik. Indikator gotong-royong yaitu:
1) Tidak ada perjanjian tertulis
2) Sifatnya sukarela
3) Aktivitas tolong-menolong
b. Bargaining
Bargaining adalah proses cooperation dalam bentuk perjanjian pertukaran
kepentingan, kekuasaan, barang-barang maupun jasa antara dua organisasi
atau lebih yang terjadi di bidang politik, budaya, ekonomi, dan hukum.
17
17
c. Coalition
Coalition adalah dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang
sama kemudian melakukan kerjasama satu dengan lainnya untuk mencapai
tujuan tersebut.
d. Co-optation
Co-optation adalah proses cooperation yang terjadi di antara individu dan
kelompok yang terlibat dalam sebuh organisasi atau negara dimana terjadi
proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi untuk menciptakan stabilitas.
e. Joint-venture
Joint-venture adalah kerjasama dua atau lebih organisasi perusahaan di
bidang bisnis untuk pengerjaan proyek-proyek tertentu. Misalnya,
eksplorasi tambang batu bara, penangkapan ikan, pengeboran minyak,
penambangan emas, perkapalan dan eksploitasi sumber mineral lainnya.
Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan
kerjasama, ada tiga bentuk kerjasama yaitu (Setiadi, 2011: 98).
1. Bargaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa
antara dua organisasi atau lebih.
2. Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan
atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara
untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam stabilitas organisasi.
3. Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai
tujuan yang sama.
18
18
3. Pola Hubungan Kerjasama
Institusi pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan
hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan,
sedangkan masyarakat berperan dalam membangun interaksi sosial, ekonomi,
dan politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok masyarakat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik (Laksana, 2013: 58).
Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik maka menuntut adanya pola
hubungan kerjasama antara lembaga-lembaga baik di dalam maupun di luar
birokrasi pemerintahan. Lembaga yang dimaksudkan meliputi sektor swasta
dan civil society (masyarakat sipil). Kerjasama itu harus dibangun dalam
lingkungan yang transparan dan komunikasi terjalin dengan baik terutama
dalam setiap pengambilan keputusan.
a. Peran Pemerintah
Government atau pemerintah merupakan aktor Negara yang menjadi
badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak
lain di komunitas dan sektor swasta untuk aktif melakukan upaya
pembangunan, penyedia jasa pelayanan, dan infrastruktur. Pemerintah
adalah sentral dalam pembangunan sosial dan ekonomi, tidak sebagai
penyedia langsung pembangunan, tetapi sebagai partner, katalis dan
fasilitator (Laksana, 2013: 59). Peran pemerintah selaku penanggungjawab
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana secara khusus menjadi
tanggungjawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di
tingkat pemerintah pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) di tingkat pemerintah daerah.
19
19
b. Peran Sektor Swasta
Terkait dengan lembaga usaha, Pasal 28 UU No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa Lembaga usaha
mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana,
baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Dan Pasal
29 mengatakan bahwa Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan
kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Di samping itu,
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, pasal 87 secara jelas menyebutkan beberapa
peran yang bisa dilakukan oleh lembaga usaha, baik pada fase sebelum, saat,
dan sesudah bencana. Hal ini menunjukkan pentingnya peran lembaga usaha
dalam penanggulangan bencana(http://kabarindonesia.com).
Perusahaan swasta juga memiliki peran yang penting dalam upaya
penanggulangan bencana selama ini, khususnya pada fase saat terjadi
bencana. Sedangkan peran sebelum terjadi bencana, untuk kegiatan
pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan dalam rangka mengurangi risiko,
bisa dijalankan melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dimiliki
oleh perusahaan. UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Pasal 74 menyebutkan (http://kabarindonesia.com):
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
20
20
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Rencana kegiatan pada tahap prabencana berisi usulan kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga usaha di wilayah kerja untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Kegiatan itu antara lain
(https://www.bnpb.go.id): (1) Pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
(2) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; (3) Pengembangan
budaya sadar bencana; (4) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian
sistem peringatan dini; (5) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan
gladi tentang mekanisme tanggap darurat; (6) Penyebarluasan informasi
tentang peringatan bencana, penyiapan jalur evakuasi; dan (7) Kegiatan lain
untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana.
Rencana kegiatan pascabencana berisi usulan kegiatan lembaga
usaha di wilayah kerja, baik berupa perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai maupun
pembangunan kembali prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pasca bencana. Kegiatannya meliputi (https://www.bnpb.go.id): (1)
Pengkajian kebutuhan pascabencana serta penyusunan rencana aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana; (2) Perbaikan lingkungan,
prasarana dan sarana umum, dan pemberian bantuan perbaikan rumah; (3)
Pelayanan kesehatan, serta pemulihan sosial psikologis dan sosial ekonomi
masyarakat; (4) Pembangunan kembali prasarana dan sarana lingkungan dan
sosial masyarakat; (5) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; (6)
21
21
Pemantauan pelaksanaan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana terhadap kelompok sasaran; dan (7) Kegiatan lain berupa
perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai maupun pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah yang terjadi bencana saat
pascabencana.
Pada saat tanggap darurat, peran lembaga usaha dalam memberikan
bantuan melalui pos komando penanganan darurat BNPB atau BPBD yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk mengani dampak
buruk yang ditimbulkan. Kegiatan bantuan oleh lembaga usaha meliputi
(https://www.bnpb.go.id): (1) Pencarian dan penyelamatan, serta evakuasi
korban dan harta benda terdampak bencana; (2) Pemenuhan kebutuhan
dasar; (3) Perlindungan dan pengurusan pengungsi dan kelompok rentan; (4)
Penyelamatan dan pemulihan prasarana dan sarana vital; (5) Kegiatan lain
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana.
c. Peran Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan
bencanameliputi (https://www.bnpb.go.id): (1) Pengambilan keputusan; (2)
Memberikan informasi yang benar kepada publik; (3) Pengawasan; (4)
Perencanaan; (5) Impelementasi; dan (6) Pemeliharaan program kegiatan
penanggulangan bencana.
Rencana kegiatan pada tahap prabencana dalam nota kesepakatan
berisi usulan kegiatan di wilayah kerja organisasi atau lembaga guna
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
22
22
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
Kegiatan-kegiatan yang dimaksud antara lain (https://www.bnpb.go.id): (1)
Pengenalan dan pemantauan risiko bencana; (2) Perencanaan partisipatif
penanggulangan bencana; (3) Pengembangan budaya sadar bencana; (4)
Mitigasi dan pencegahan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan; (5)
Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; (6)
Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat; (7) Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana,
penyiapan jalur evakuasi; (8) Pemantauan pelaksanaan rencana aksi
pengurangan risiko bencana; (9) Kegiatan lain untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana; (10) Pembangunan sosial ekonomi; dan (11)
Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan dan psikologis.
Rencana kegiatan pada tahap pascabencana dalam nota kesepakatan
berisi usulan kegiatan organisasi atau lembaga di wilayah kerja, baik berupa
perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai maupun pembangunan kembali semua sarana
prasarana dan kelembagaan di wilayah pascabencana. Kegiatan-kegiatan itu
antara lain sebagai berikut (https://www.bnpb.go.id): (1) Pengkajian
kebutuhan pascabencana dan penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana; (2) Perbaikan lingkungan, sarana dan prasarana
umum, dan pemberian bantuan perbaikan rumah; (3) Pelayanan kesehatan,
serta pemulihan sosial psikologis dan sosial ekonomi masyarakat; (4)
Pembangunan kembali sarana dan prasarana lingkungan dan sosial
masyarakat; (5) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; (7)
23
23
Pemantauan pelaksanaan rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi
pascabencana terhadap kelompok sasaran.
Peran serta masyarakat dalam bentuk organisasi atau lembaga pada
saat tanggap darurat dapat memberikan bantuan melalui pos komando
tanggap darurat penanggulangan bencana atau menyalurkan bantuan secara
langsung kepada masyarakat terdampak bencana dengan berkoordinasi
dengan pos komando tanggap darurat penanggulangan bencana. Kegiatan-
kegiatan peran serta masyarakat pada saat tanggap darurat antara lain
sebagai berikut (https://www.bnpb.go.id): (1) Pencarian dan penyelamatan,
serta evakuasi korban dan harta benda terdampak bencana; (2) Pemenuhan
kebutuhan dasar; (3) Perlindungan dan pengurusan pengungsi dan kelompok
rentan; (4) Penyelamatan dan pemulihan saran dan prasarana vital; (5)
Pemantauan pelaksanaan rencana operasi tanggap darurat; (6) Kegiatan lain
yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana.
Peran aktif masyarakat dalam penanggulangan bencana begitu
penting sehingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah Luwu Utara
melakukan kerjasama dengan masyarakat (https://luwuutarakab.go.id).
Kelompok masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
Kelompok Desa Tangguh Bencana di Desa Beringin Jaya.
4. Prinsip-Prinsip Kerjasama
Keberhasilan melaksanakan kerjasama dibutuhkan prinsip-prinsip
umum sebagaimana yang dijelaskan oleh Edralin dan Whitaker (Meyana,
2017). Prinsip umum tersebut terdapat dalam prinsip good governanceatau
24
24
pemerintahan yang baik. Prinsip-prinsip kerjasama yang dimaksud yaitu
sebagai berikut.
a. Partisipasi masyarakat yaitu semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
b. Tegaknya supremasi hukum yaitu kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum
yang menyangkut hak asasi manusia.
c. Transparansi yaitu dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus
memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
d. Peduli pada stakeholderyaitu lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
e. Berorientasi pada konsensus yaitu tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya
suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-
kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-
kebijakan dan prosedur-prosedur.
f. Kesetaraan yaitu semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
25
25
g. Efektifitas dan Efisiensi yaitu proses-proses pemerintahan dan lembaga-
lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan
dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas yaitu para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta
dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada
masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya
tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
i. Visi Strategis yaitu para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan
untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus
memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial
yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
B. Partisipasi Masyarakat
Seorang ahli ekonomi kerakyatan, Mubyarto mengatakan, pengertian dasar
partisipasi adalah tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan
pengertian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu
proses pembangunan dimana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan
program, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan. Sementara Sulaiman, seorang ahli pekerjaan sosial, mengungkapkan
partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat secara perorangan,
kelompok, atau dalam kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan
bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta usaha pelayanan dan
26
26
pembangunan kesejahteraan sosial didalam dan atau diluar lingkungan masyarakat
atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab sosialnya (Huraerah, 2011: 110).
Secara umum corak partisipasi warga negara dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu sebagai berikut (Kumorotomo, 2015: 136).
1. Partisipasi dalam pemilihan (electoral particiption).
Ini merupakan corak partisipasi yang paling mudah dilihat karena biasanya
bersifat rasional. Aktivitas partisipasi massa dalam hal ini ditujukan untuk
memilih wakil-wakil rakyat, mengangkat pemimpin atau menerapkan
ideologi pembangunan tertentu. Oleh sebab itu, aktivitas yang dilakukan
antara lain kegiatan-kegiatan dalam partai, kampanye, mengisi kotak suara,
propaganda atau menyumbangkan uang pribadi untuk kegiatan fraksi tertentu.
2. Partisipasi kelompok (group participation).
Warga negara bergabung dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
menyuarakan aspirasi mereka. Kelompok-kelompok itu mungkin terdiri dari
orang-orang yang bekerjasama ingin memerangi kemiskinan, mengadukan
penyelewengan administratif kepada lembaga-lembaga kerakyatan, atau
sekadar membela kepentingan-kepentingan sekelompok individu yang sama.
3. Kontak antara warga negara dan pemerintah (citizen-government contacting).
Proses komunikasi dapat terjalin antara warga negara dengan pemerintahnya
dengan cara menulis surat, menelpon, atau pertemuan secara pribadi. Kontak
juga bisa berlangsung dalam pertemuan-pertemuan mulai tingkat desa hingga
rapat akbar yang melibatkan seluruh warga disebuah kota, atau lokakarya dan
konferensi yang membahas masalah-masalah khusus. Aparatur pemerintah
ingin mengadakan survei mengenai opini publik atas kebijakan tertentu.
27
27
4. Partisipasi warga negara secara langsung di lingkungan pemerintahan.
Partisipasi seperti ini mensyaratkan keterlibatan langsung seorang warga
negara didalam pembuatan kebijakan pemerintah. Misalnyatokoh masyarakat
didudukan sebagai wakil rakyat di lembaga-lembaga pembuat kebijakan.
Prinsip dalam partisipasi dipahami sebagai forum kesempatan bagi
administrasi negara dan masyarakat untuk bertukar informasi dan dialog, diluar
keterlibatan pihak swasta (warga, pengusaha, masyarakat sipil) yang biasanya
mereka lakukan di dalam proses kegiatan administrasi pemerintahan. Selain itu,
juga dapat dipergunakan sebagai upaya untuk menilai peningkatan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, dan jaminan terhadap hak warga untuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan (Thoha, 2015: 159).
Efektivitas partisipasi biasanya dibatasi oleh berbagai kondisi. Satu
diantaranya adalah sikap manusia terhadap pekerjaan yang sedang dan akan
dijalaninya. Keterbatasan partisipasi anggota dalam proses pembuatan keputusan
disebabkan oleh kepentingan anggota. Ada lima faktor penentu yang diduga kuat
mempengaruhi tingkat partisipasi kelompok, yaitu perasaan berpartisipasi, dan
sikap pada pekerjaan, kebutuhan akan kebebasan, kepatuhan, dan penampilan
kerja (Danim, 2004: 142).
Ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama jika dikaitkan dengan praktik
pembangunan masyarakat yang demokratis, sebagaimana dikemukakan Gaventa
dan Valderama (Huraerah, 2011: 113), yaitu:
1. Partisipasi sosial: keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
Masyarakat dipandang sebagai „beneficiary‟ pembangunan dalam konsultasi
atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek
28
28
pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan sampai
pemantauan dan evaluasi program. Dengan demikian, partisipasi diletakkan
diluar lembaga formal pemerintahan seperti forum warga.
2. Partisipasi politik: representasi dalam demokrasi. Tujuannya untuk
mempengaruhi dan mendudukkan wakil rakyat dalam lembagapemerintahan
dan tidakmelibatkan langsungmasyarakat dalamprosespemerintahan.
3. Partisipasi warga: pengambilan keputusan langsung dalam kebijkan publik.
Warga berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan pada
lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi menempatkan masyarakat tidak
hanya sebagai penerima (objek), tetapi sebagai subjek.
Menurut Asia Development Bank (Huraerah, 2011: 114), tingkatan
partisipasi (dari yang terendah sampai tertinggi) sebagai berikut.
1. Berbagi informasi bersama (sosialisasi) yaitu pemerintah hanya
menyebarluaskan informasi tentang program yang akan direncanakan atau
sekadar memberikan informasi mengenai keputusan yang dibuat dan
mengajak warga untuk melaksanakan keputusan.
2. Konsultasi/ mendapatkan umpan balik yaitu pemerintah meminta saran dan
kritik dari masyarakat sebelum suatu keputusan ditetapkan.
3. Kolaborasi/ pembuatan keputusan bersama yaitu masyarakat bukan sebagai
penggagas kolaborasi, tetapi masyarkat dilibatkan untuk merancang dan
mengambil keputusan bersama.
4. Pemberdayaan/ kendali
Dusseldorp (Mardikanto, 2015: 84) mengidentifikasi beragam bentuk-
bentuk kegiatan partisipasi yang dilakuakan oleh setiap warga masyarakat.
29
29
1. Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat.
2. Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok.
3. Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkan
partisipasi masyarakat yang lain.
4. Menggerakkan sumber daya masyarakat.
5. Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.
6. Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya.
C. Konsep Penanggulangan Bencana
Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana (Awalia, 2015: 207), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana, yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan longsor.
2. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.
3. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam. Contohnya wabah penyakit;
30
30
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyatakan bahwa penanggulangan bencana harus didasarkan pada azas
atau prinsip-prinsip utama anatara lain: kemanusiaan, keadilan, kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan dan
keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan
hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.Penyelenggaraan penanggulangan bencana
bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak
bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada semua fase/tahapan
dijelaskan sebagai berikut (Nurjanah, 2012: 99):
1. Pra-bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pra-bencana meliputi:
(1) dalam situasi tidak terjadi bencana dan (2) dalam situasi terdapat potensi
terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi
tidak terjadi bencana antaralain (1) perencanaan penanggulangan bencana, (2)
pengurangan risiko bencana, (3) pencegahan, (4) pemaduan dalam perencanaan
pembangunan, (5) persyaratan analisis risiko bencana, (6) pelaksanaan dan
penegakan tata ruang, (7) pendidikan dan pelatihan, dan (8) persyaratan standar
teknis penanggulangan bencana.
2. Tanggap darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
bencana meliputi: (1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, kerugian, dan sumber daya (2) penentuan status keadaan darurat
31
31
bencana (3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana (4)
pemenuhan kebutuhan dasar (5) perlindungan terhadap kelompok rentan (6)
pemulihan dengan segera prasarana dan sarana.
3. Pasca-bencana
Setelah terjadinya bencana dan selesainya masa tanggap darurat,
diharapkan korban bencana atau pengungsi (jika ada pengungsi) kembali ke
rumah/ tempat asal dimana mereka tinggal. Hal ini dapat dilakukan melalui
kegiatan rehabilitasi yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan
kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kodisi
normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan mereka dapat
berjalan kembali. Ini berlaku untuk korban bencana/pengungsi yang bisa
kembali ke tempat semula dimana mereka tinggal.
Upaya-upaya penanggulangan bencana yaitu: (1) Mitigasi dapat juga
diartikan sebagai penjinak bencana alam, dan pada prinsipnya mitigasi adalah
usaha-usaha baik bersifat persiapan fisik, maupun non-fisik dalam menghadapi
bencana alam; (2) Menempatkan korban di suatu tempat yang aman adalah hal
yang mutlak diperlukan. (3) Membentuk tim penanggulangan bencana; (4)
Memberikan penyuluhan-penyuluhan; (5) Merelokasi korban secara bertahap.
Upaya-upaya pencegahan ancaman alam yaitu: (1) Membuat pos peringatan
bencana; (2) Membiasakan hidup tertib dan disiplin; dan (3) Memberikan
pendidikan tentang lingkungan hidup (Awalia, 2015: 207).
D. Manajemen Bencana
Proses pengkomunikasian informasi bencana itu harus sedemikian rupa,
tanpa hambatan fisik maupun administratif, sehingga orang nomor satu segera
32
32
tahu ada bencana minimal tujuh menit, misalnya sejak bencana itu terjadi. Yang
lebih penting lagi adalah bahwa dia haruslah punya karakter yang memang
responsif terhadap penderitaan orang lain (Wibawa, 2005: 383).
Manajemen bencana (Disaster Management) adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari bencana serta segala aspek yang berkaitan dengan bencana,
terutama risiko bencana dan bagaimana menghindari risiko bencana.Manajemen
bencana merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen
yang kita kenal selama ini misalnya fungsi planning, organizing, actuating, dan
controlling.Cara bekerja manajemen bencana adalah melalui kegiatan-kegiatan
yang ada pada tiap kuadran/siklus/bidang kerja yaitu pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta pemulihan. Sedangkan tujuannya (secara
umum) antara lain untuk melindungi masyarakat beserta harta-bendanya dari
(ancaman) bencana (Nurjanah, 2012: 42).
Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah
korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas area
yang terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap sosial
ekonomi dan kemampuan sumber daya lokal untuk mengatasinya.Didalam siklus
manajemen bencana terdapat beberapa tahapan dalam upaya untuk menangani
suatu bencana (Sinaga, 2015: 4) yaitu.
1. Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi
harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana.
Sedangkan keadaan darurat yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar
biasa yang berada di luar kemampuan masyarakat untuk menghadapinya
dengan sumber daya atau kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi
33
33
kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup
masyarakat.
2. Pemulihan (recovery); adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok
terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:
a. Rehabilitasi: perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya
sementara atau berjangka pendek.
b. Rekonstruksi: perbaikan yang sifatnya permanen.
3. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi
kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Namun perlu disadari bahwa
pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana.
4. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk dari suatu ancaman. Misalnya: penataan kembali lahan desa.
5. Kesiapsiagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika
terjadi bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-
kebutuhan dalam keadaan darurat dan identifikasi atas sumber daya yang ada
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Konsep sistem manajemen bencana (Disaster Management System)
menurut W. Nick Carter (Candra, 2014) dibutuhkan siklus manajemen
menghadapi bencana untuk tiap Negara, yang meliputi pencegahan (Prevention),
mitigasi (Mitigation), kesiapsiagaan (Preparedness), respon (Response),
perbaikan (Recovery), dan pengembangan (Development).
1. Pencegahan (Prevention)
Mengukur dan memperkirakan bencana yang akan terjadi. Pada dasarnya
sangat sulit untuk memperkirakan dimana bencana akan menghadang akan
34
34
tetapi hal tersebut dapat berusaha dicegah.Misalnya membuat bangunan yang
secara konstruksi kuat dalam menahan goncangan dan memperhatikan syarat-
syarat standar keamanan pembangunan, pengeboran, dan lain sebagainya.
2. Mitigasi (Mitigation)
Tindakan mitigasi dapat dalam bentuk program yang spesifik. Hal ini
diupayakan agar bencana dapat meminimalisir korban dan kerusakan.
3. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Standar tanggap bencana sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah dan
disosialisasikan kepada publik, diharapkan dapat melatih masyarakat, baik
sebagai komunitas maupun kelompok selalu siap siaga menghadapi yang
terburuk dan agar tidak terjadi kepanikan massal. Kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana bisa dibagi menjadi 3 bagian, antara lain: peringatan,
ancaman dan tindakan pencegahan.
4. Reaksi cepat (Response)
Reaksi cepat biasanya dapat dilakukan sesegera mungkin pada saat maupun
setelah bencana datang.Adanya personel yang sudah terlatih di dalam
masyarakat, diharapkan agar masyarakat secara mandiri dapat melakukan
penanganan dini sebelum bantuan datang.
5. Perbaikan (Recovery)
Proses perbaikan diutamakan kepada kebutuhan dasar masyarakat yang
menjadi korban bencana sperti tempat tinggal, sanitasi dan MCK kemudian
dilanjutkan dengan perbaikan infrastruktur yang mendukung percepatan
pemulihan sektor ekonomi daerah yang terkena bencana.
6. Pengembangan (Development)
35
35
Kegiatan pembangunan nasional dimaksudkan untuk memastikan bahwa hasil
bencana secara efektif tercermin dalam kebijakan masa depan untuk
kepentingan kemajuan nasional dan dibutuhkan pengembangan simulasi
berbagai macam bencana yang mungkin terjadi.
Manajemen risiko bencana berada pada fase pra-bencana yang dilakukan
melalui pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah yang pertama, mengenali bahaya yang ada disekitar tempat
tinggal kita. Kedua, mengidentifikasi risiko berdasarkan probabilitas/
kemungkinan terjadinya bencana beserta intensitas/dampaknya. Ketiga,
menganalisis atau menilai jenis ancaman yang berisiko tinggi dari beberap jenis
ancaman yang ada. Keempat, mengelola risiko dengan melakukan pencegahan
(risk avoidance), mitigasi (risk reduction), dan memindahkan sebagaian
beban/risiko (risk transfer). Kelima, menerima total atau pasrah menerima adanya
bahaya (risk acceptance) akan tetapi masyarakat harus disiagakan. Keenam,
setelah semua langkah tersebut dilalui, setiap saat dan dilakukan pemantauan
terhadap perkembangan ancaman dan perkembangan kerentanan masyarakat
untuk mengantisipasi upaya peningkatan kemampuan yang diperlukan (Nurjanah,
2012: 47).
1. Manajemen tanggap darurat/kedaruratan
Manajemen kedaruratan adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek
perencanaan dan penanganan kedaruratan, pada saat menjelang, saat darurat
dan sesudah terjadi keadaan darurat, yang mencakup kesiapsiagaan darurat,
tanggap darurat dan pemulihan darurat, termasuk didalamnya adalah transisi
dari darurat ke pemulihan khususnya pemulihan dini (Nurjanah, 2012: 55).
36
36
2. Manajemen pemulihan
Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi
bagian dari pembangunan pada umumnya yang dilakukan melalui rehabilitasi
dan rekonstruksi. Rehabilitasi dapat diartikan sebagai segala upaya perbaikan
untuk mengembalikan fungsi secara minimal terhadap sarana, prasarana dan
fasilitas umum yang rusak akibat bencana. Sedangkan rekonstruksi dapat
diartikan sebagai segala upaya pembangunan kembali sarana, prasarana, dan
fasilitas umum yang rusak akibat bencana (Nurjanah, 2012: 74).
E. Kerangka Pikir
Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di
Kabupaten Luwu Utara diperlukanagar terselenggaranya penanggulangan bencana
secara terencana,terpadu, terkoordinasi,dan menyeluruh di Kabupaten Luwu
Utara.Untuk mengetahui bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat diperlukan
beberapa indikator untuk mengukur kerjasama tim menurut Sharma (Pratiwi:
2014) yaitu (1) tujuan yang jelas yang meliputi beberapa indikator yaitu dapat
terukur dan realistis; (2) terbuka dan jujur dalam komunikasi yang meliputi
beberapa indikator antara lain selektif dalam menerima dan mengolah informasi
dan memiliki hubungan komunikasi yang baik; (3) pengambilan keputusan
kooperatif yang memiliki indikator melakukan musyawarah mufakat ; (4) rasa
memiliki yang meliputi beberapa indikator antara lain tidak menghindari tugas
dan memiliki pekerjaan yang produtif; (5) keterampilan mendengarkan yang baik
memiliki indikator yaitu dapat memberi respon yang baik; dan (6) partisipasi
semua anggota yang meliputi beberapa aspek antara lain dapat memberikan opini
dan ikut serta dalam kegiatan, sehingga bentuk kerjasama pemerintah dan
37
37
masyarakat dapat ditentukan. Berikut kerangka pikir dari teori yang ditetapkan
oleh penulis dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1: Bagan Kerangka Pikir
Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat
Terselenggaranya penanggulangan bencana secara
terencana,terpadu, terkoordinasi,dan menyeluruh
Tujuan yang Jelas:
a. Terukur
b. Realistis
Terbuka dan Jujur dalam
Komunikasi:
a. Selektif menerima dan
mengolah informasi
b. Hubungan komunikasi
yang baik
Pengambilan keputusan
kooperatif:
a. Musyawarah
mufakat
Keterampilan
mendengarkan yang
baik:
c. Memberi respon
yang baik
Rasa memiliki:
a. Tidak menghindari
tugas
b. Pekerjaan
produktif
Partisipasi semua
anggota:
a. Memberikan opini
b. Ikut serta dalam
kegiatan
38
38
F. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dari penelitian ini adalah bentuk kerjasama pemerintah
dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di kabupaten Luwu Utara.
G. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Kerjasama pemerintah dan masyarakat diperlukan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara yang melibatkan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja
Masjid Indonesia Kabupaten Luwu Utara.
2. Tujuan yang jelas yaitu usaha untuk melakukan segala sesuatu untuk
mencapai keinginan. Penetapan tujuan akan membantu dalam ketercapaian
sesuatu menjadi lebih cepat tercapai. Indikator dari tujuan yang jelas yaitu:
a. Terukur
b. Realistis dan nyata
3. Terbuka dan jujur dalam komunikasi merupakan cara untuk menghilangkan
sandiwara dalam proses komunikasi dengan tujuan mengambil informasi dan
memberi informasi. Indikatornya meliputi:
a. Selektif dalam menerima dan mengolah informasi
b. Hubungan komunikasi yang baik
4. Pengambilan keputusan kooperatif merupakan metode pengambilan
keputusan yang diambil dan dilakukan secara bersama-sama. Indikatornya
yaitu musyawarah mufakat.
5. Rasa memiliki merupakan sifat anggota organisasi dalam bekerjasama yang
akan merasa lebih banyak pilihan untuk memecahkan masalah.
Indikator dari rasa memiliki yaitu:
39
39
a. Tidak menghindari tugas
b. Pekerjaan produktif
6. Keterampilan mendengarkan yang baik merupakan proses pemahaman secara
aktif untuk mendapatkan informasi dan memahami informasi. Indikatornya
yaitu memberi respon yang baik.
7. Partisipasi semua anggota merupakan pengambilan bagian dalam sebuah
aktivitas atau keikutsertaan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Indikator dari
partisipasi semua anggota meliputi:
a. Memberikan opini
b. Ikut serta dalam kegiatan
8. Terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh sesuai dengan tujuan UU No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana.
40
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dan berlangsung pada bulan
April-Juni 2018. Lokasi penelitian dilaksanakan di Badan Penanggulangan
Bencana dan Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu
Utara.Alasan penulis memilih objek tersebut karena Kabupaten Luwu Utara
ditetapkan sebagai daerah darurat bencana.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian iniadalah penelitian kualitatif karena berdasarkan tujuan
awal peneliti, ternyata masalah yang sedang dihadapi lebih sesuai untuk diteliti
dengan metode penelitian kualitatif.Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif
karena peneliti berusaha menggali, mengembangkan dan menganalisainformasi-
informasi yang berhubungan dengan kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Data primer, yaitu data empiris yang diperoleh dari informan B sebagai Kabid
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utaraerdasarkan hasil
wawancara. Jenis data yang ingin diperoleh adalah mengenai kerjasama
pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di Kabupaten
Luwu Utara sebagai upaya agar terselenggaranya penanggulangan bencana
40
41
41
secara menyeluruh serta data-data lain yang dibutuhkan untuk melengkapi
penyusunan proposal.
2. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan peneliti dari berbagai laporan-
laporan atau dokumen-dokumen yang bersifat informasi tertulis yang
digunakan peneliti. Adapun laporan atau dokumen yang bersifat informasi
tertulis yang dikumpulkan peneliti adalah data tugas dan fungsi pokok
pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di Kabupaten
Luwu Utara.
D. Informan Penelitian
Narasumber atau informan adalah orang yang bisa memberikan informasi-
informasi utama yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Adapun teknik yang
digunakan untuk menentukan informan dalam penelitian kualitatif ini dijelaskan
oleh Sugiyono (2011:197) yaitu dengan jalan peneliti memasuki situasi sosial
tertentu, melakukan observasi, dan wawancara kepada orang-orang yang
dipandang mengetahui tentang situasi sosial tersebut.
Penentuan informan yang menjadi sumber data dilakukan dengan teknik
purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan memahami fokus
penelitian. Penentuan informan dibagi menjadi dua yaitu sebagai informan utama
dan informan penunjang. Informan utama yang lebih mengetahui fokus penelitian
dan informan penunjang memberikan penambahan informasi.Pada penelitian ini,
peneliti memilih informandari masing-masing pihak yaitu dari pihak pemeritah
dan pihak masyarakat.Informan dalam penelitian ini adalah warga yang terlibat
langsung. Informan yang dimaksud oleh penulisdapat dilihat pada tabel berikut.
42
42
Tabel 1: Informan Penelitian
No. Jabatan Jumlah
A. Koordinator Lapangan BPBD Kab. Luwu Utara 1
B. Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kab. Luwu Utara 1
C. Kepala Sub Bidang Rehabilitasi BPBD Kab. Luwu Utara 1
D. Sekretaris Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten
Luwu Utara
1
E. Ketua Kelompok Desa Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya
Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara
1
Jumlah 5
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut.
1. Teknik Observasi
Teknik observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
langsung dilapangan yaitu di Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Luwu Utara dan Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta
Kabupaten Luwu Utara.
2. Teknik wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
peneliti dengan cara melakukan wawancara kepada informan yang telah
ditetapkan tentang kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana di Desa Beringin Jaya Kabupaten Luwu Utara.
43
43
3. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan dengan mendokumentasikan gambaran-
gambaran daerah yang menjadi daerah darurat bencana.Teknik dokumentasi
juga dilakukan dalam pengambilan data melalui berbagai laporan-laporan
atau dokumen-dokumen yang bersifat informasi tertulis yang dibutuhkan.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. Selama
dilapangan peneliti dalam menganalisis menggunakan model Miles dan
Huberman(Sugiyono, 2011:246)antaralain sebagai berikut.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data ini berlangsung secara
terus menerus selama proyek yang beriorentasi kualitatif berlangsung. Oleh
karena itu, jika peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala
sesuatu yang terlihat aneh, asing, tidak dikenal dan beum memiliki pola,
justru inilah yang dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi asli tersusun yang memberi
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian-
penyajian ini, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa
yang seharusnya dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang diperoleh dari
penyajian-penyajian tersebut.
44
44
3. Penarikan kesimpulan
Menurut Sugiyono (2011:250) kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bikti kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi jika
kesimpulan yang dikemukakandiawal telah didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten saat kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang terpercaya.
G. Pengabsahan Data
Keabsahan dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang cepat.
Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi yaitu taktik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Sugiyono, 2014: 274).
1. Triangulasi Sumber
Triagulasi sumber berarti membandingkan cara megecek ulang derajat
kepercayaa suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang
berbeda.Misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara,
membandingkan apa yang dilakukan umum dengan yang dikatakan dengan
pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data diperoleh dengan wawancara lalu dicek dengan observasi.
Apabila teknik pengujian data tersebut menghasilkan data yang berbeda,
45
45
maka peneneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan dengan
pengecekan data sebagai sumber dengan cara dan berbagai waktu perubahan
suatu proses dan perilaku manusia mengalami perubahan dari waktu kewaktu.
46
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Visi Misi BPBD Kab. Luwu Utara
Visi dan misi adalah gambaran tetang sesuatu yang akan lahir di masa
depan. Visi dan misi merupakan kunci dalam menjalankan segala kegiatan
pada suatu lembaga.Berikut visi dan misi BPBD Kabupaten Luwu Utara.
Gambar 2. Visi dan Misi BPBD Kabupaten Luwu Utara
2. Gambaran UmumBPBD Kab. Luwu Utara
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Luwu Utara
terbentuk berdasarkanPeraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 79
Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan
46
47
47
Uraian serta Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Luwu Utara. Peraturan Daerah ini telah disahkan pada tanggal 7
November 2016, dimana BPBD akan melaksanakan Rencana Aksi Daerah
(RAD) sebagai upaya dalam mengurangi resiko bencana dan tercipta
masyarakat yang akan tanggap dan tangguh dalam menghadapi suatu ancaman
bencana (Data BPBD Kabupaten Luwu Utara).
Tugas BPBD berdasarkan PERDA Kabupaten Luwu Utara Nomor 79
Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan uraian
serta tata kerja BPBD diantaranya adalah menetapkan pedoman dan
pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana; menetapkan standarisasi
dan kebutuhan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; menyusun dan menetapkan prosedur
tetap penanganan bencana serta memberikan informasi tentang peta rawan
bencana; setiap bulan sekali melaporkan penyelenggaraan penanggulangan
bencana kepada Bupati pada kondisi normal dan kondisi darurat bencana;
mengendalikan penyaluran dan pengumpulan uang dan barang; dan mampu
bertanggungjawab atas anggaran dari APBD dan APBN serta sumber
pendapatan sah lainnya yang digunakan (Data BPBD Kabupaten Luwu Utara).
BPBD dalam menjalankan tugasnya memiliki beberapa fungsi yaitu
dalam perumusan dan penetapan kebijakan tentang penanggulangan bencana
dan menangani pengungsi secara cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan
pengkoordinasian dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana dilakukan secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
Adapun fungsi yang dijalankan BPBD antara lain sebagai komando dan
48
48
mengkoordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan sebagai
pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana (Data BPBD
Kabupaten Luwu Utara).
3. Struktur Organisasi BPBD Kab. Luwu Utara
Struktur organisasi BPBD Kabupaten Luwu Utara berdasarkan
PERDA Nomor 11 Tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja
BPBD terdiri dari 1 Kepala Badan yang dijabat secara rangkap oleh Sekretaris
Daerah yang secara langsung bertanggungjawab kepada Bupati dengan tugas
pokok merumuskan konsep tujuan, mengkoordinasikan, menyelenggarakan,
membina dan mengarahkan, mengevaluasi serta akan melaporkan hasil dari
pelaksanaan tugas BPBD. Adapun fungsi dari Kepala Badan antaralain
merumuskan kebijakan badan; menyusun rencana strategis; menyelenggarakan
pelayanan umum di BPBD; membina, mengkoordinasi, pengendalian,
mengawasi program dan kegiatan BPBD; dan menyelenggarakan evaluasi
suatu program dan kegiatan dari BPBD.
Struktur organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Luwu Utara selain terdiri dari 1 Kepala Badan yang dijabat secara
rangkap oleh Sekretaris Daerah, juga terdapat unsur pengarah, 1 Kepala
Pelaksana, 1 Sekretaris, 3 Kepala Bidang dan 9 Kepala Sub Bagian serta Staf
dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Struktur organisasi
yangdiuraikan sebagai berikut:
49
49
Gambar 3. Struktur Organisasi BPBD Kab. Luwu Utara
50
50
4. Tugas dan Fungsi BPBD Kab. Luwu Utara
a. Unsur pengarah dengan tugas pokok memberi saran dan masukan kepada
kepala badan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi
unsur pengarah antaralain merumuskan konsep kebijakan tentang
penanggulangan bencana, memantau dan mengevaluasi penanggulangan
bencana.
b. Kepala Pelaksana dengan tugas pokok secara terintegrasi dalam
menanggulangi bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan
setelah terjadi bencana. Fungsi kepala pelaksana yaitu mengkoordinasikan
penyelenggaraan penanggulangan bencana dan sebagai komando serta
pelaksana pada penyelenggaraan penanggulangan bencana.
c. Sekretariat unsur pelaksana dengan tugas pokok membantu Kepala
Pelaksana dalam pengkoordinasian perencanaan, pembinaan dan
pengendalian program, sumberdaya dan administrasi serta kerjasama.
Fungsi Sekretariat Unsur Pelaksana yaitumembina dan melayani dalam
administrasi ketatausahaan, peraturan perundang-undangan dan hukum,
tatalaksana, organisasi, perlengkapan dan rumah tangga, keuangan, dan
peningkatan kapasitas SDM; Membina, melaksanakan dan memfasilitasi
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unsur pengarah dalam penanggulangan
bencana; Mengumpulkan data dan informasi tentang kebencanaan;
Mengkoordinasikan penyusunan laporan dalam penanggulangan bencana;
serta pengkoordinasian, integrasi dan sinkronisasi dalam program
perencanaan dan perumusan kebijakan di lingkungan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah. Sekretariat Unsur Pelaksana terdiri dari
51
51
Sub Bagian Program dan Perundang-undangan, Sub Bagian Kepegawaian
dan Keuangan, serta Sub Bagian Umum dan Rumah Tangga.
d. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dengan tugas pokok penyiapan
bahan standarisasi dalam penanganan bencana, informasi dini dalam gejala
bencana dan peta rawan bencana serta penanganan kebakaran. Fungsi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan antaralain melaksanakan pembinaan
langkah-langkah pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana; Memantau, menetapkan, dan mengkonfirmasikan petarawan
bencana dan penanggulangan bencana; dan Melaksanakan tugas yang
menjadi tanggungjawab dalam bidang pencegahan, kesiapsiagaan dan
penanganan kebakaran. Bidang pencegahan dan kesiapsiagaan terdiri dari
Sub Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, dan Sub Bidang Pemadam
Kebakaran.
e. Bidang Kedaruratan dan Logistik dengan tugas pokok penyusunan dan
penetapan prosedur penanganan kedaruratan, sarana dan prasarana darurat,
penyelamatan, mengevakuasi, menangani pengungsi serta logistik korban
bencana. Fungsi Bidang Kedaruratan dan Logistik antaralain menyusun dan
menetapkan prosedur dalam penanganan bencana; Mengkoordinasikan
pelaksanaan dalam kegiatan penanganan bencana secara terencana, terpadu
dan menyeluruh; Penanganan darurat untuk menyelamatkan dan
mengevakuasi korban bencana; Memberikan bimbingan dan melayani
pengungsi korban bencana; Memberi bantuan baik berupa sarana, prasarana
maupun logistik korban bencana; dan melaksanakan tugas lain yang telah
diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Kabupaten.
52
52
Bidang Kedaruratan dan Logistik terdiri dari 2 sub bidang yaitu Sub Bidang
Penyelamatan, Evakuasi dan Penanganan Pengungsi, dan Sub Bidang
Sarana dan Prasarana Darurat dan Logistik.
f. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dengan tugas pokok merehabilitasi
dan merekonstruksi sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan korban
bencana dan masyarakat pada umumnya. Fungsi Bidang Rehabilitasi dan
Rekonstruksi antaralain penyelenggaraan penyuluhan dan bimbingan
rehabilitasi, serta rekonstruksi korban bencana dan daerah yang terkena
bencana; Melaksanakan tugas kebencanaan yang telah diberikan oleh
Kepala Pelaksana; dan memberikan bantuan rehabilitasi setara dan secara
adil kepada korban bencana. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi terdiri
dari Sub Bidang Rehabilitasi dan Sub Bidang Rekonstruksi.
5. Sumber Daya Manusia BPBD Kab. Luwu Utara
Jumlah sumber daya manusia Pegawai Negeri Sipil pada Badan
Penanggulangan Bencana Daerah berdasarkan kualifikasi pendidikan, pangkat
dan golongan, jumlah pejabat struktural dan fungsionaldilihat pada tabel-tabel
berikut:
Tabel 2: Jumlah Pegawai berdasarkan Pangkat dan Golongan
No. Pangkat Golongan Jumlah
1. Pembina Utama Madya IVc 1 orang
2. Pembina IVa 3 orang
3. Penata Tk. I IIId 5 orang
4. Penata IIIc 5 orang
5. Penata Muda Tk. I IIIb 4 orang
6. Penata Muda IIIa 5 orang
7. Pengatur IIc 3 orang
8. Pengatur Muda Tk. I IIb 10 orang Sumber: Data BPBD Kabupaten Luwu Utara tahun 2018
53
53
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat delapan macam
pangkat dan golongan.Masing-masing pangkat memiliki golongan yang
berbeda. Golongan IVc sebanyak 1 orang, IVa sebanyak 3 orang, IIId sebanyak
5 orang, IIIc sebanyak 5 orang, IIIb sebanyak 4 orang, IIIa sebanyak 5 orang,
IIc sebanyak 3 orang, dan IIb sebanyak 10 orang.
Tabel 3: Jumlah Pegawai berdasarkan Kualifikasi Pendidikan
No. Kualifikasi Pendidikan Jumlah
I. Pasca Sarjana 5 orang
II. Strata Satu 19 orang
III SMA 15 Orang
Jumlah Total (I + II + III) 39 Orang Sumber: Data BPBD Kabupaten Luwu Utara tahun 2018
Jumlah pegawai berdasarkan kualifikasi pendidikan terdiri atas
LulusanPasca Sarjana sebanyak 5 orang yang terdiri dari1 orang S2 Ilmu
Pemerintahan, 2 orang S2 Manajemen, 1 orang S2 Teknik, dan 1 orang S2
Agama. Lulusan Strata Satu sebanyak 19 orang yang terdiri dari beberapa
bidang ilmu yaituS1 Teknik sebanyak 5 orang, S1 Hukum sebanyak 3 orang,
S1 Ilmu Sosial sebanyak 2 orang, S1 Administrasi sebanyak 1 orang, S1 Ilmu
Pemerintahan sebanyak 1 orang, S1 Ekonomi sebanyak 4 orang, S1 Pertanian
sebanyak 1 orang, S1 Kehutanan sebanyak 1 orang, dan S1 Pendidikan
sebanyak 1 orang. Lulusan SMA sebanyak 15 orang.Jadi jumlah keseluruhan
pegawai berdasarkan kualifikasi pendidikan sebanyak 39 orang.
Tabel 4: Jumlah Pegawai berdasarkan Jabatan Struktural dan Fungsional
No. Jabatan Struktural Jumlah
1. Pejabat Struktural Eselon II 1 Orang
2. Pejabat Struktural Eselon III 4 Orang
3. Pejabat Struktural Eselon IV 9 Orang
Jumlah 14 Orang Sumber: Data BPBD Kabupaten Luwu Utara tahun 2018
54
54
Jumlah pegawai berdasarkan jabatan struktural dan fungsional terdiri
dari tiga jabatan struktural.Masing-masing jabatan memiliki jumlah pegawai
yang berbeda. Pejabat struktural Eselon II sebanyak 1 orang, pejabat struktural
Eselon III sebanyak 4 orang, dan pejabat struktural Eselon IV sebanyak 9
orang.Jadi jumlah keseluruhan pegawai berdasarkan jabatan struktural dan
fungsional sebnayak 14 orang.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana tidak terlepas dari
berbagai peralatan. Sebuah operasi taggap darurat bencana yang tidak
menggunakan peralatan akan tidak berjalan dengan tepat dan cepat.Peralatan
digunakan dalam proses penyelamatan dan dalam mengevakuasi masyarakat
yang terkena bencana. Kondisi peralatan BPBD menurut data bulan April tahun
2018, jenis dan jumlah peralatan kantor BPBD tertera pada tabel berikut.
Tabel 5: Daftar Peralatan BPBD Kab. Luwu Utara Tahun 2018
No. Jenis Peralatan Kuantitas Kondisi
Baik Rusak
1. Genset 5 KVA 3 2 1 Rusak
2. HT 6 6 -
3. Hendy Rig 1 1 -
4. Karung Plastik 6.700 6.700 4.675 Terpakai
5. Lampu Senter Hid Searcligh 1 1 -
6. Mesin Perahu 18 PK 2 2 -
7. Mobil Rescue 1 1 -
8. Motor Trail 4 4 -
9. Mobil Dapur Lapangan 1 1 -
10. Mesin Perahu Karet 18 PK 2 2 -
11. Mesin Pompa Air Alcon 1 1 -
12. Mesin Perahu Karet 18 PK 1 1 -
13. Matras 233 155 78 Terpakai
14. Perahu Karet Bermesin 1 1 -
15. Perahu Karet 10 Orang 2 1 1 Rusak
16. Perahu Lipat 1 1 -
17. Peralatan Dapur 25 Habis Terpakai
18. Pelampung 40 33 7 Rusak
19. SSB 1 1 -
55
55
20. Speed Boat Polyet Frelyn 1 1 -
21. Tenda Keluarga 8 2 6 Rusak
22. Tenda Posko 1 1 -
23. Tenda Pelaton 2 2 -
24. Tenda Regu 2 2 -
25. Tenda Pengungsi 4 2 2 Rusak
26. Tenda Gulung 40 20 20 Terpakai
27. Tikar 80 34 46 Terpakai
28. Tandu Lipat 3 3 -
29. Tandu Basket 1 1 -
30. Tenda Keluarga (Bulan) 5 5 -
31. Velbed 30 26 4 Rusak
32. Wather Treatment Portable 1 1 - Sumber: Data BPBD Kabupaten Luwu Utara tahun 2018
6. Gambaran Umum Desa Beringin Jaya
Pada zaman dahulu Desa Beringin Jaya berupa hutan belantara, dan
hutan tersebut merupakan bahagian wilayah territorial dari Desa Lara.Desa
Lara merupakan wilayah yang sangat luas yaitu 15 km. Suatu ketika muncullah
gagasan salah seorang Tokoh Desa Lara untuk memekarkan wilayahnya
menjadi beberapa Desa karena Desa Lara dianggap terlalu luas.Tokoh tersebut
bernama Mustamin.Beliau merupakan kepala Desa Lara pada saat itu. Rencana
itu diteruskan hingga ke Kabupaten yang pada saat itu masih Kabupaten Luwu
dan beribukota di Palopo, sampai disana ternyata rencana tersebut di sambut
baik oleh Bupati Luwu dan diteruskan melalui Dinas terkait hingga ke pusat
(Jakarta), dan Jakarta pun meluaskan rencana itu dengan memprogramkan
Transmigrasi Swakarsa perbantuan.
Proses pembukaan pun dimulai pada tahun 1985 dan pada tahun 1986
di tempatkanlah warga transmigrasi dari berbagai daerah yakni Bugis, Jawa,
Bali, Enrekang, Sasak (Lombok) dan lain-lain hingga di pemukiman itu seperti
Indonesia Mini, karena dihuni oleh berbagai macam etnis.Pemukiman tersebut
bernama UPT Lara 1 dan dipimpin oleh H. Abd. Azis sebagai Ka.UPT Lara 1
56
56
merupakan hamparan yang sangat subur medannya sangat rata dan akses
menuju Desa-Desa tetangga pun relatif mudah.Masyarakatnya hidup rukun
berdampingan walau berasal dari daerah yang berbeda.
7. Asal mula Desa Beringin Jaya
Suatu hari pada saat gotong royong di tanah umum, ada seorang warga
yang menanam sebatang pohon beringin seraya berkata akan memberi nama
Beringin Jaya apabila pada suatu hari nanti wiayah tersebut menjadi sebuah
Desa.Walau hasil pada tahun 1988 UPT tersebut sudah diserahkan (KAD)
yaitu bapak Abd.Jima pada tahun 1991 bapak Abd. Jima tidak sanggup
melanjutkan tugasnya karena faktor usia dan diteruskan oleh bapak Zaenuddin.
Di daerah iniah persiapan Desa Beringin Jaya di canangkan hingga pada tahun
1999 resmilah menjadi Desa Definitif Beringin Jaya.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat. Berdasarkan pola pemikiran dimaksud, dimana bahwa berwenang
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan
Nasional dan berada di Kabupaten atau Kota, maka sebuah Desa diharuskan
mempunyai perencanaan yang matang. Berdasarkan partisipasi dan
transparansi serta demokrasi yang berkembang di Desa, maka Desa diharuskan
mempunyai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
RPJMDes Desa Beringin Jaya ini merupakan rencana strategis Desa
Beringin Jaya untuk mencapai tujuan dan cita-cita Desa.RPJMDes tersebut
nantinya akan menjadi dokumen perencanaan yang akan menyesuaikan
57
57
perencanaan tingkat Kabupaten. Spirit ini apabila dapat dilaksanakan dengan
baik maka akan memiliki sebuah perencanaan yang memberi kesempatan
kepada Desa untuk melaksanakan kegiatan perencanaan pebangunan yang
lebih sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.
a. Kondisi Geografis
Desa Bringin Jaya merupakan salah satu dari 21 Desa/Kelurahan di
Wilayah Kecamatan Baebunta.Desa Beringin Jaya mempunyai luas
wilayah ±1400 Ha.Desa Beringin Jaya terletak dibagian sebelah selatan
Kabupaten Luwu Utara, dengan batas-batas sebagai berikut.
Sebelah Utara : Desa Sumpira
Sebelah Timur : Desa Mukti Jaya
Sebelah Selatan : Desa Lembang-Lembang
Sebelah Barat : Desa Mekar Sari Jaya
b. Keadan Sosial Ekonomi Penduduk
Desa Beringin Jaya mempunyai jumlah penduduk 2.139 Jiwa, yang
tersebar dalam 6 Dusun dengan perincian sebagai berikut.
Dusun Anggrek : 322 jiwa
Dusun Mawar : 536 jiwa
Dusun Seruni : 273 jiwa
Dusun Cempaka I : 278 jiwa
Dusun Cempaka II : 350 jiwa
Dusun Melati : 380 jiwa
Pola penggunaan tanah di Desa Beringin Jaya sebagian besar
diperuntukkan untuk tanah pertanian sawah sedangkan sisanya untuk tanah
58
58
kering yang merupakan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Sedangkan jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa
Beringin Jaya yaitu ayam dan itik sebanyak 2400 ekor, kambing sebanyak
43 ekor, dan sapi sebanyak 11 ekor.
B. Bentuk Kerjasama Pemerintah dan Masyarakat dalam Penanggulangan
Bencana di Kabupaten Luwu Utara
Penanggulangan bencana khususnya di Kabupaten Luwu Utara bukan
hanya memerlukan perhatian dari pemerintah terkait dalam hal ini BPBD Luwu
Utara.Tetapi juga partisipasi dari masyarakat setempat yang terkena
bencana.Masyarakat perlu untuk ikut aktif dalam penanggulangan
bencana.Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana
sangat dibutuhkan khususnya di Desa Beringi Jaya Kabupaten Luwu Utara yang
rentan terkena bencana.Untuk mengetahui bentuk kerjasama pemerintah dan
masyarakat diperlukan beberapa indikator untuk mengukur kerjasama tim
menurut Sharma (Pratiwi: 2014) yaitu (1) tujuan yang jelas; (2) terbuka dan jujur
dalam komunikasi; (3) pengambilan keputusan kooperatif; (4) rasa memiliki; (5)
keterampilan mendengarkan yang baik; (6) partisipasi semua anggota. Sehingga
bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat dapat ditentukan yaitu gotong
royong dan kerja bakti.
1. Tujuan yang jelas
Melakukan suatu kegiatan tanpa memiliki tujuan yang jelas akan
berdampak tidak baik bagi pencapaian suatu tujuan yang tidak jelas pula.
Sebab sebuah tujuan akan mempertegas hal-hal atau kegiatan yang
semestinya dilakukan dan tidak dilakukan dalam proses pencapaian tujuan
59
59
yang dimaksud. Seperti halnya, kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana harus memiliki tujuan yang jelas. Untuk mengetahui
lebih jelas terkait tujuan dari kerjasama tersebut, berikut pernyataan dari
informan A sebagai Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25
April 2018):
“Jadi sebenarnya, kita menginginkan banyak dibentuk Desa tangguh
bencana tapi karena anggaran kita terbatas jadi yang dibentuk saat ini
hanya satu dan yang kita pilih itu saat ini adalah Desa Beringin
Jaya.Dari berbagai Desa yang masuk dalam kriteria Desa tangguh
bencana, kami memilih Desa Beringin Jaya karena Desa itu yang
paling parah bencana banjirnya dan sudah menjadi langganan.Bila
terjadi bencana, Desa Beringin Jaya yang pertama tahu dan yang
sudah dilatih itu yang menangani lebih awal.Jadi tujuannya itu
masyarakat bisa tangguh menghadapi bencana”.
Berdasarkan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak
pemerintah menginginkan pembentukan Desa Tangguh Bencana bukan hanya
di Desa Beringin Jaya saja.Namun di seluruh Desa yang masuk dalam kriteria
Desa Tangguh Bencana.Akan tetapi hal yang menjadi faktor penghambatnya
adalah terbatasnya anggaran yang dimiliki. Sehingga pemerintah memilih
Desa Beringin Jaya sebagai Desa Tangguh Bencana karena Desa Beringin
Jaya merupakan Desa yang menempati posisi teratas sebagai Desa yang
memiliki bencana banjir terparah dari seluruh Desa yang masuk dalam
kriteria Desa Tangguh Bencana dan sudah menjadi langganan banjir. Tujuan
dari kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana
adalah apabila terjadi bencana di Desa Beringin Jaya, masyarakatnya mampu
untuk menangani bencana lebih awal karena sudah dilatih. Seperti pernyataan
dari informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD
Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) yang mengatakan bahwa:
60
60
“Ada undang-undang tentang penanggulangan bencana untuk kita
alokasikan atau programkan desa tangguh bencana yang anggarannya
bisa dari pusat dan juga bisa dari daerah itu sendiri.Bukan perjanjian
antara kami dengan Desa, tapi pada dasarnya pemerintah wajib
mengalokasikan dana ke suatu Desa untuk membuat suatu organisasi
di Desa agar bagaimana Desa itu bisa tangguh menghadapi bencana.
Apabila ada bencana datang, masyarakat mampu menyelamatkan diri
dalam menghadapi bencana”.
Pernyataan dari informan B sebagai Kabid pencegahan dan
kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) menunjukkan
bahwa penanggulangan bencana memang telah diatur dalam Undang-Undang
untuk mengalokasikan dana dan memprogramkan Desa Tangguh Bencana.
Dalam membentuk Desa Tangguh Bencana anggarannya dapatdiperoleh dari
pusat maupun dari daerah masing-masing setiap Kabupaten. Dan
pembentukan Desa Tangguh Bencana bukan merupakan perjanjian yag
sengaja dibuat oleh pemerintah dan masyarakat Desa Beringin Jaya. Akan
tetapi pada dasarnya pemerintah memang wajib mengalokasikan dana ke
Desa Beringin Jaya untuk membuat suatu organisasi di Desa yang bertujuan
untuk mewujudkan Desa yang tangguh dalam menghadapi bencana dan
masyarakat mampu menyelamatkan diri dalam menghadapi bencana apabila
bencana datang secara tiba-tiba. Hal serupa juga disampaikan oleh informan
C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30
April 2018) yang mengatakan bahwa:
“Yah sebenarnya tujuan itu untuk menciptakan Desa yang mampu
menghadapi bencana secara mandiri”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya tujuan dari
kerjasama ini adalah semata-mata hanya untuk menciptakan suatu Desa yang
mampu menghadapi bencana secara mandiri. Dengan kata lain, masyarakat
61
61
tidak perlu lagi untuk melibatkan pemerntah dalam hal menghadapi bencana.
Sehingga pemerintah tidak akan merasa sangat terbebani apabila masyarakat
terkena bencana secara tiba-tiba. Hal serupa juga disampaikan oleh informan
E sebagai Ketua kelompok Desa Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya
Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (9 Mei 2018) yang mengatakan
bahwa:
“Tujuan kami itu mau mengurangi resiko bencana karena daerah kita
itu daerah bencana.Setidaknya pengetahuan dasar itu dimiliki
masyarakat tanpa harus menunggu bantuan full pemerintah”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tujuan dari kerjasama ini
adalah untuk mengurangi resiko terjadinya bencana.Hal ini dikarenakan Desa
Beringin jaya merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana
khususnya bencana banjir.Masyarakat diharapkan paling tidak memiliki
pengetahuan dasar dalam mencegah dan menanggulangi bencana khususnya
banjir.Sehingga masyarakat tidak lagi sepenuhnya menunggu bantuan
pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara dari semua informan, dapat disimpulkan
bahwa kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana
sudah tergolong memiliki tujuan yang jelas. Hal ini dapat dilihat dari masing-
masing pihak baik dari pihak pemerintah dalam hal ini BPBD Kabupaten
Luwu Utara dan masyarakat Desa Beringin Jaya telah mengetahui tujuan dari
kerjasama yang dilakukan. Dimana tujuan utama dari kerjasama pemerintah
dan masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah untuk mewujudkan
Desa yang tangguh dan mampu mandiri dalam menghadapi bencana.
2. Terbuka dan jujur dalam komunikasi
62
62
Komunikasi merupakan sebuah cara agar terhubung baik dalam
menyampaikan maupun menerima pesan. Sebuah komunikasi yang baik
memiliki karakter antara lain terbuka dan jujur dalam komunikasi. Dalam
komunikasi bisa berupa hal yang jujur atau hal yang penuh dengan suatu
kebohongan. Komunikasi yang baik juga membutuhkan suatu integritas diri
yang baik agar mampu terhubung secara terbuka serta tertarik untuk saling
memahami dan mengenal. Sehingga mampu bekerjasama dalam mencapai
suatu tujuan yang diinginkan.
Keterbukaan dan kejujuran dalam komunikasi akan menciptakan
hubungan kerjasama yang baik. Seperti halnya proses komunikasi pemerintah
dan masyarakat dalam menanggulangi bencana diperlukan keterbukaan dan
kejujuran dalam komunikasi. Untuk mengetahui lebih jelas terkait hubungan
kerjasama antara BPBD dengan kelompok Destana dalam hal ini masyarakat
Desa Beringin Jaya, berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator
lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Yang pertama itu selalu memberikan informasi.Pihak BPBD
memberikan informasi ke warga apabila sudah ada tanda-tanda
cuaca.Bila sudah terjadi bencana mereka mengirim informasi ke
BPBD bahwa Desa Beringin Jaya terendam banjir.Mereka
memberikan data-data sebelum dan sesudah terjadi bencana.Sebelum
itu, bilamana terjadi hujan deras di hulu, melihat atau memantau
ketinggian air sungai rongkong di jembatan, itu sudah kita
prediksi.Kita memberikan informasi ke Desa-desa yang dilalui sungai
rongkong.Jadi bukan hanya Beringin Jaya saja.Kita menyampaikan
bahwa ketinggian air di jembatan Sabbang Sungai Rongkong keadaan
pada saat itu diatas normal itu sekian sentimeter. Jadi bisa diprediksi
dari Sabbang ke Beringin Jaya kurang lebih 6 jam air itu tiba”.
Berdasarkan wawancara tersebut menunjukkan bahwa hal yang paling
utama dalam hubungan kerjasama tersebut adalah masing-masing pihak
selalu memberikan informasi. Pihak BPBD memberikan informasi ke
63
63
masyarakat apabila ada tanda-tanda akan terjadi bencana. Begitupun
sebaliknya, dari pihak masyarakat juga memberikan informasi ke BPBD
apabila Desa Beringin Jaya terkena bencana atau terendam
banjir.Memberikan informasi terkait data-data sebelum dan sesudah terjadi
bencana.Informasi sebelum terjadi bencana itu menyangkut ketinggian air
sungai Rongkong apabila terjadi hujan deras di hulu dan menyampaikan
bahwa ketinggian air diatas normal sekian centimeter.Kemudian memprediksi
air tiba di Desa-Desa yang dilalui oleh sungai Rongkong. Air tiba dari
Sabbang ke Beringin Jaya kurang lebih enam jam. Pemberian informasi
bukan hanya kepada Desa Beringin Jaya saja.Namun ke semua Desa yang
dilalui oleh sungai Rongkong. Seperti pula pernyataan dari informan B
sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara
(14 Mei 2018) yang memiliki persepsi terhadap hubungan kerjasama tersebut:
“Seperti yang telah saya katakan, mereka itu menyiapkan organisasi
kemudian kami bimbing mereka untuk menyiapkan perangkat yang
ada di Desa lalu setelah terbentuk, kami adakan pelatihan. Berhubung
anggaran kita ini terbatas, kami hanya melatih 30 orang dari Desa
tersebut dan beberapa orang di Desa tetangga juga ikut bergabung.”
Pernyataan dari informan B sebagai Kabid pencegahan dan
kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) menyebutkan
bahwa pihak pemerintah membentuk organisasi yeng kemudian membimbing
masyarakat untuk menyiapkan perangkat yang ada di Desa termasuk
masyarakat yang tergabung dalam organisasi tersebut yaitu Kelompok Desa
Tangguh Bencana di Desa Beringin Jaya.Kemudian setelah terbentuk,
pemerintah mengadakan pelatihan di Desa Beringin Jaya. Pemerintah hanya
melatih 30 orang dari Desa Beringin Jaya karena berhubung anggaran
64
64
pemerintah terbatas. Peserta pelatihan yang hadir bukan hanya dari Desa
Beringin Jaya saja akan tetapi beberapa peserta pelatihan lainnya berasal dari
Desa tetangga. Seperti halnya yang disampaikan oleh informan C sebagai
Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April
2018):
“Jadi mereka dibentuk itu dalam rangka mengantisipasi jika suatu saat
terjadi bencana di desa mereka.Jadi mereka itu dilatih diberi
keterampilan tentang bagaimana penyelamatan, evakuasi pokoknya
hal yang menyangkut eee kebencanaan toh, kesiapsiagaan menghadapi
bencana.”
Pernyataan yang disampaikan oleh informan C sebagai Kepala sub
bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) tersebut
menyebutkan bahwa Kelompok Desa Tangguh Bencana dibentuk dalam
rangka mengantisipasi jika terjadi bencana di Desa Beringin Jaya.Setelah
organisasi tersebut terbentuk, pemerintah kemudian mengadakan pelatihan
kepada masyarakat. Masyarakat dilatih dan diberi keterampilan dalam proses
penyelamatan, evakuasi dan semua hal-hal yang menyangkut tentang
kebencanaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Hal serupa juga
disampaikan oleh informan D sebagai Sekretaris Desa Beringin Jaya
Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (3 Mei 2018) yaitu:
“Selama ini, Alhamdulillah artinya memuaskan dan selama ini juga
tidak ada program dari atas yang kami tidak kerjakan dan BPBD juga
akan selalu memenuhi suatu kebutuhan yang mendasar bagi
masyarakat selama ini‟.
Pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa hubungan kerjasama antara
BPBD dengan kelompok Destana dalam hal ini masyarakat Desa Beringin
Jaya sudah seperti yang diharapkan oleh masyarakat.Selama ini tidak ada
program yang diberikan oleh BPBD yang tidak dilaksanakan oleh Kelompok
65
65
Desa Tangguh Bencana.Pihak BPBD juga selalu memenuhi kebutuhan yang
sifatnya mendasar bagi masyarakat.Berdasarkan hasil wawancara dari
masing-masing informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan
kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana sudah
terjalin dengan baik.
Proses komunikasi yang terbuka dan jujur dalam hubungan kerjasama
antara pemerintah dan masyarakat tersebut juga dapat dilihat dari cara
pemerintah menyampaikan informasi kebencanaan kepada masyarakat. untuk
mengetahui lebih jelas terkait cara pemerintah menyampaikan informasi
kebencanaan kepada masyarakat, berikut pernyataan dari informan A sebagai
Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Kita disini ada tiga bidang.Yang pertama adalah bidang pencegahan
dan kesiapsiagaan.Pencegahan dan kesiapsiagaan itulah tadi seperti
tanda-tanda alam. Makanya kami kerjasama dengan BMKG selalu
memberikan kita data per dua jam yang akan kami terima melalui
WA. Kalau sudah gelap diatas atau hujan, kami langsung pantau
sungai Rongkong.Itulah informasi yang kita sampaikan ke Beringin
Jaya yang dilalui sungai Rongkong. Dominan jam 12 malam keatas
tiba air disana. Jadi kalau ada informasi dari penanggulangan bencana,
mereka sudah siap mengamankan barang-barang yang ada
kemungkinannya terendam. Yang bidang kedaruratan dan logistik
dimana dalam kedaruratan itulah yang seperti adek lihat tadi,
menyangkut tindakan yang akan kita ambil kalau sudah terjadi
bencana. Bilamana sudah terlanjur ada korban itulah yang kami
evakuasi korban hidup butuh dia mengungsi kemudian kita jemput dia
dan dan evakuasi.Kalau korban jiwa atau hanyut itulah kami
melakukan pencarian sampai ditemukan dalam keadaan hidup atau
terparah meninggal.Bidang ketiga yaitu rehabilitasi dan
rekonstruksi.Setelah selesai surut air selama terjadi bencana alam ada
yang rusak langsung diperbaiki.Tingkat kerusakannya bagaimana
apakah rusak ringan atau rusak parah”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa cara pemerintah
menyampaikan informasi kebencanaan dilakukan dengan melibatkan semua
bidang yang ada di BPBD. Masing-masing bidang mempunyai tugas
66
66
tersendiri. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan fokus melihat tanda-tanda
alam dan bekerjasama dengan BMKG yang selalu memberikan data per dua
jam sekali melalui Whatsapp (WA). Apabila sudah ada tanda-tanda seperti
awan mendung dan turun hujan, BPBD langsung turun untuk memantau
sungai Rongkong.Kemudian menginformasikan ke Desa Beringin Jaya.
Apabila ketinggian air sungai Rongkong diatas normal, air tiba di Desa
Beringin Jaya dominan pukul 24:00. Jadi kalau ada informasi dari BPBD
masyarakat sudah siap mengamankan barang-barang yang memiliki
kemungkinan dapat terendam air. Bidang kedaruratan dan logistik fokus ke
tindakan yang akan dilakukan pada saat terjadi bencana seperti melakukan
pencarian terhadap korban hanyut akibat banjir. Bidang rehabilitasi dan
rekonstruksi fokus ke tindakan yang dilakukan setelah bencana terjadi seperti
memperbaiki sarana yang rusak setelah air surut. Seperti pula pernyataan dari
informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten
Luwu Utara (14 Mei 2018) yang memiliki persepsi terhadap cara pemerintah
menyampaikan informasi kebencanaan kepada masyarakat tersebut:
“Kami adakan sosialisasi, kami turun ke masyarakat menyampaikan
informasi-informasi tentang kebencanaan. Kami berhubungan
langsung dengan masyarakatnya. Tapi juga diawali dengan persuratan
bahwa kami akan mengadakan sosialisasi tentang Desa tangguh
bencana. Tahun kemarin kita lakukan pembentukan organisasinya dan
tahun ini kita adakan pelatihannnya”.
Pernyataan informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) tersebut menyebutkan bahwa
cara pemerintah dalam menyampaikan informasi kebencanaan adalah dengan
mengadakan sosialisasi tentang kebencanaan. Pemerintah berhubungan
langsung dengan masyarakat tanpa melalui perantara dalam menyampaikan
67
67
informasi kebencanaan yang sebelumnya diawali dengan persuratan yang
berisi pemberitahuan kepada masyarakat bahwa pemerintah akan
mengadakan sosialisasi tentang Desa Tangguh Bencana. Pembentukan
organisasi Destana dilakukan pada tahun 2017 dan mengadakan pelatihan
pada tahun 2018. Hal serupa juga disampaikan oleh informan C sebagai
Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018)
yaitu:
“Secara langsung seperti tatap muka begitu dan ada juga berupa
simulasi seperti yang kita laksanakan kemarin kemudian memberikan
keterampilan dasar kepada masyarakat dan itu dilatih langsung oleh
BNPB pusat”.
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa cara pemerintah dalam
menyampaikan informasi kebencanaan adalah secara langsung atau
melakukan tatap muka. Selain itu juga dilakukan berupa simulasi terkait cara
penanggulangan bila terjadi bencana. Selanjutnya pemerintah membekali
masyarakat dengan keterampilan dasar dalam menghadapi bencana yang
dilatih langsung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang
didatangkan dari pusat.
Berdasarkan pernyataan dari berbagai informan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa cara pemerintah dalam menyampaikan informasi
kebencanaan ke masyarakat sudah tergolong cukup baik. Hal ini dapat dilihat
dari pemerintah yang menempuh berbagai cara dalam menyampaikan
informasi kebencanaan. Dimulai dari sosialisasi, tatap muka, melakukan
simulasi terkait cara penanggulangan bila terjadi bencana, sampai dengan
mendatangkan pemateri langsung dari pusat untuk membekali masyarakat
dengan keterampilan-keterampilan dasar dalam menghadapi bencana.
68
68
3. Pengambilan keputusan kooperatif
Proses pengambilan suatu keputusan bersama itu dilakukan secara
musyawarah. Jalan musyawarah merupakan salah satu cara dalam
menyelesaikan suatu masalah. Dalam sebuah musyawarah yang diharapkan
adalah terjadinya suatu kesepakatan. Olehnya itu, dalam sebuah musyawarah
seorang pemimpin harus mampu mengatur proses berlangsungnya
musyawarah. Tetapi realitanya tidak semua masalah dapat diselesaikan
dengan jalan musyawarah.Misalnya pengambilan keputusan dalam
penanggulangan bencana. Untuk mengetahui lebih jelas tentang proses
pengambilan keputusan saat menanggulangi bencana dalam kerjasama
tersebut, berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator lapangan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Bila terjadi bencana, kami menurunkan TRC untuk assessment dan
assessment itulah yang nantinya dibuat laporan dan kemudian
diperhadapkan ke pimpinan untuk mengambil keputusan. Apakah
akan diberikan bantuan berupa logistik atau tempat pengungsian.
Itulah tadi beberapa keputusan yang bisa diambil.Pimpinan
mengambil keputusan berdasarkan hasil assessment.Pimpinan tidak
bisa mengambil keputusan tanpa hasil assessment karena assessment
yang menentukan.Intinya itu dibantu atau tidak, berada ditangan
pimpinan”.
Berdasarkan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pemerintah
menurunkan TRC untuk melakukan assessment pada saat terjadi bencana.
Kemudian assessment tersebut yang kemudian akan dibuat laporan lalu
diperhadapkan ke pimpinan untuk mengambil keputusan jenis bantuan seperti
apa yang kemudian akan diberikan kepada masyarakat yang terkena bencana
baik berupa bantuan logistik atau tempat pengungsian. Pimpinan dalam
mengambil keputusan didasarkan oleh hasil assessment. Pimpinan tidak
69
69
dapat mengambil keputusan tanpa hasil assessment karena assessment yang
akan menentukan jenis bantuan apa yang akan diberikan. Seperti pula
pernyataan dari informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) yang memiliki persepsi
terhadap proses pengambilan keputusan saat menanggulangi bencana
tersebut:
“Itu pengambilan keputusan dalam penanggulangan bencana, terebih
dahulu kita lihat skop penanggulangannya bagaimana. Apabila
skopnya kecil, mungkin masyarakat dibantu oleh kepala Desa itu bisa
menanggulangi bencana tersebut. Namun ketika skopnya besar,
pemerintah Desa wajib melapor ke kami dalam hal ini pihak BPBD.
Jadi kami selaku pemerintah Kabupaten itu akan melaksanakan
koordinasi dengan instansi terkait. Misalnya dari Dinas Sosial,
Kepolisian, PMI, dan bersama-sama kami menanggulangi bencana.
Semua itu terlibat dalam penanggulangan bencana”.
Pernyataan tersebut menujukkan bahwa terlebih dahulu dalam
pengambilan keputusan adalah melihat seberapa besar bencana yang
terjadi.Apabila bencana yang terjadi tidak parah maka masyarakat hanya
dibantu oleh pemerintah Desa Beringin Jaya dalam menanggulangi bencana
yang terjadi tersebut.Namun, ketika bencana yang terjadi itu parah maka
pemerintah Desa wajib melapor ke pemerintah Kabupaten yaitu
BPBD.Selanjutnya pemerintah Kabupaten Luwu Utara melakukan koordinasi
dengan instansi-instansi terkait seperti Dinas Sosial, Kepolisian, PMI,
kemdudian bersama-sama dalam menanggulangi bencana. Hal serupa juga
disampaikan oleh informan C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD
Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018):
“Pertama jika terjadi bencana masyarakat itu menyampaikan
melaporkan bahwa telah terjadi bencana.Kedua penanganan awal
mereka tangani sendiri.Untuk itu mereka dibekali keterampilan dasar
ketika terjadi bencana.Yah selanjutnya, adalah pelaporan,
70
70
menghubungi instansi-instansi terkait untuk terlibat langsung dalam
penanganan bencana di suatu desa. Sifatnya sudah harus melibatkan
instansi terkait, ya kan kita panggil. Kalau bisa kita tangani sendiri
tidak perlu kita libatkan intansi yang lain. Karena di penanganan
bencana itu tidak semua kegiatan itu bisa kita lakukan.Misalnya
bantuan rumah itu kita tidak tangani di urus oleh Dinas Sosial.
Kemudian untuk medis itu juga kita tidak tangani. Kalau tugasnya
kita itu menjemput korban, mengantar korban ke tenda penampungan
dan di tangani medis”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi bencana
terdapat tahap-tahap dalam proses pengambilan keputusan saat
menanggulangi bencana. Pertama, masyarakat melaporkan ke BPBD bahwa
telah terjadi bencana.Kedua, mereka melakukan penanganan awal sendiri
dengan memanfaatkan bekal keterampilan dasar dalam menghadapi
bencana.Selanjutnya BPBD menghubungi instansi terkait untuk terlibat
langsung dalam penanganan bencana apabila sifatnya harus melibatkan
instansi terkait.Karena tidak semua kegiatan dalam penanganan bencana
dapat dilakukan oleh pihak BPBD.Seperti bantuan rumah yang ditangani oleh
Dinas Sosial dan masalah medis juga pihak BPBD tidak bisa tangani.BPBD
hanya menjemput dan mengantar korban ke tenda penampungan dan
ditangani oleh medis. Diperkuat oleh informan D sebagai Sekretaris Desa
Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (3 Mei 2018)
yang menjelaskan hal tersebut:
“itukan sudah terbentuk anu sekarang sudah terbentuk Destana. Jadi
setelah ada bencana ataupun mau itu banjir atau kebakaran otomatis
yang terbentuk di Desa atau Pak Desa yang menyampaikan ke
BPBD.Semua data akurat yang dikirim itu dan biasanya itu langsung
tiba orang BPBD itu yang turun langsung ke wilayah mengecek.Jadi
untuk mengambil keputusan itu otomatis yang terbentuk di Desa dulu
yang mengambil keputusan sesuai yang sebisa dan bekerjasama
dengan pemerintah Desa baik itu banjir maupun kebakaran”.
71
71
Melalui pernyataan tersebut, terlihat bahwa setelah terbentuknya
Kelompok Desa Tangguh Bencana, maka proses pengambilan keputusan
apabila terjadi bencana di Desa baik itu banjir maupun kebakaran, Kelompok
Desa Tangguh Bencana ataupun Kepala Desa yang kemudian menyampaikan
ke BPBD. Apabila telah memberikan informasi atau data-data akurat, pihak
BPBD kemudian tiba di lokasi bencana untuk melakukan pengecekan secara
langsung.Jadi dalam mengambil keputusan, Kelompok Destana dan
pemerintah Desa yang memberikan arahan untuk mengatasi bencana
semampunya.
Berdasarkan hasil wawancara dari semua informan, dapat disimpulkan
bahwa proses pengambilan keputusan saat akan menanggulangi bencana
adalah melihat seberapa besar bencana yang terjadi. Apabila bencana yang
terjadi tidak parah maka masyarakat hanya dibantu oleh pemerintah Desa
dalam menanggulangi bencana tersebut.Namun, ketika bencana yang terjadi
itu parah maka pemerintah Desa wajib melapor ke pemerintah Kabupaten
yaitu BPBD.Selanjutnya pemerintah Kabupaten melakukan koordinasi
dengan instansi terkait seperti Dinas Sosial, Kepolisian, PMI, kemudian
bersama-sama dalam menanggulangi bencana.
Apabila terjadi bencana, jalan musyawarah tidak digunakan dalam
pengambilan keputusan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan dalam
menanggulangi bencana. Sebab dalam bencana, hal yang harus diperhatikan
adalah mengusahakan agar tidak ada korban jiwa dalam bencana itu. Untuk
mengetahui lebih jelas tentang hal yang perlu diperhatikan dalam proses
pengambilan keputusan dalam kerjasama tersebut, berikut pernyataan dari
72
72
informan A sebagai Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25
April 2018):
“Mindset kita kalau terjadi bencana disuatu daerah, kita harus pikir
manusianya.Kita harus segera mengambil tindakan karena jangan
sampai ada korban.Yang lainnya jangan dipikirkan dulu”.
Menurut pernyataan tersebut bahwa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses pengambilan keputusan dalam kerjasama tersebut adalah selalu
memprioritaskan masyarakat yang terkena bencana. Selalu berpikir jangan
sampai ada korban dalam bencana yang terjadi.Harus cepat dalam mengambil
tindakan penanggulangan bencana karena jangan sampai ada korban jiwa.
Serta tidak memikirkan yang lain selain masyarakat yang terkena bencana.
Sedangkan pernyataan informan B sebagai Kabid pencegahan dan
kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) lebih membahas
tentang luasan bencananya, yaitu:
“Nah itu yang saya bilang tadi, dari skop luasan bencananya. Kalau
skop bencananya cuma lingkungan Desa saja maka hanya akan
dikoordinasikan dengan Desa apa-apa saja dampak yang
ditimbulkan”.
Pernyataan informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) tersebut menunjukkan bahwa
hal yang perlu diperhatiakan adalah luasan bencana yang terjadi. Apabila
cakupan bencana hanya sebatas lingkungan Desa saja maka hanya akan
dikoordinasikan dengan Desa yang bersangkutan yaitu Desa Beringin Jaya
terkait apa-apa saja dampak yang ditimbulkan. Kemudian selanjutnya
diadakan penanganan terkait masalah yang terjadi. Adapun hasil wawancara
dari informan C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten
Luwu Utara (30 April 2018) yang menjelaskan bahwa:
73
73
“Pertama, jika terjadi bencana itu yang harus kita perhatikan adalah
sifat bencananya.Kedua jumlah korbannya.Ketiga tentu lokasi
bencananya.Dan yang terakhir itu siapa-siapa yang harus dilibatkan,
instansi-instansi yang terlibat, semua itu menjadi pertimbangan untuk
penanganan bencana di suatu daerah”.
Menurut pernyataan tersebut menjelaskan bahwa ada empat hal yang
harus diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan dalam kerjasama
tersebut yaitu yang pertama adalah sifat bencana yang terjadi. Kedua adalah
jumlah korban yang ada.Ketiga adalah lokasi bencana.Dan yang keempat
terkait instansi-instansi yang harus dilibatkan dalam penanganan
bencana.Itulah empat hal yang menjadi pertimbangan dalam penanganan
bencana di suatu daerah.Khususnya di Desa Beringin Jaya.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan dalam proses
pengambilan keputusan dalam kerjasama tersebut yaitu yang pertama adalah
sifat bencana yang terjadi. Kedua adalah jumlah korban yang ada.Ketiga
adalah lokasi bencana. Terakhir terkait instansi yang dilibatkan dalam
penanganan bencana.
4. Rasa memiliki
Rasa memiliki dalam sebuah organisasi apabila diabaikan akan
menimbulkan hal yang tidak baik. Dampaknya ialah seseorang yang bekerja
dalam organisasi tersebut akan menjadi kurang produktif dalam bekerja.
Yang kemudian akan memicu respon ancaman sehingga menimbulkan
perilaku tidak mau bekerjasama dan menghindari tugas yang diberikan.
Seperti halnya kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam pennggulangan
bencana apabila tidak memiliki rasa memiliki, maka akan berdampak buruk
dalam pencapaian tujuan kerjasama tersebut.
74
74
Rasa memiliki dalam kerjasama tersebut sudah terbilang lumayan.Hal
ini terlihat dari upaya dan peran pemerintah serta fungsi kelompok Desa
Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya dalam menanggulangi bencana. Untuk
mengetahui lebih jelas tentang upaya pemerintah dalam penanggulangan
bencana, berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator lapangan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Nah Pemda melalui balai besar membuat tanggul, karena itu sungai
bukan kewenangan Pemda tapi kewenangan balai besar sungai
Sabbang.Kemudian melakukan pengerukan sungai, pembuatan
jembatan gantung di Desa Beringin Jaya dimana itu merupakan
jembatan gantung terpanjang di Luwu Utara yang dibangun pada
tahun 2014.Kemudian ada bantuan pontoon (sampan), lalu
membangun 18 unit rumah pada masyarakat Beringin Jaya itu bantuan
dari BNPB juga.Yang dibantu itu rumah yang rusak akibat
banjir.Dalam pembangunan jembatan gantung yang saya maksud tadi,
anggarannya itu tidak semua diambil dari BNPB tapi juga
menggunakan beberapa anggaran Desa.Misalnya ada papan jembatan
yang rusak, disitulah anggaran Desa dipakai”.
Pernyataan informan A sebagai Koordinator lapangan BPBD
Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018) tersebut menunjukkan bahwa upaya
pemerintah yaitu membuat tanggul, melakukan pengerukan sungai yang telah
dangkal, pembuatan jembatan gantung, memberikan bantuan sampan, dan
membangun 18 unit rumah yang rusak akibat banjir. Pembuatan tanggul
dilakukan melalui koordinasi Pemda ke Balai Besar karena sungai merupakan
kewenangan dari Balai Besar Sungai Sabbang bukan kewenangan
Pemda.Kemudian sumber anggaran yang digunakan dalam pemberian
bantuan tersebut selain dari BPBD Kabupaten Luwu Utara juga diperoleh dari
BNPB.Seperti pada pembangunan jembatan gantung pada tahun 2014,
anggaran yang digunakan adalah bersumber dari BNPB.Tapi dalam
perawatan jembatan misalnya dalam beberapa tahun pemakaian ada papan
75
75
jembatan yang rusak, maka dalam memperbaiki jembatan menggunakan
beberapa anggaran Desa. Hal serupa juga disampaikan oleh informan B
sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara
(14 Mei 2018) yaitu:
“Terutama disana itu kami telah membuat tanggul, sudah beberapa
tahun itu kita perioritaskan. Kemudian berhubung jembatannya jebol
dibawa air jadi kami buatkan jembatan gantung. Pernah juga kami
buatkan rakit untuk penyebrangan. Yah, kalau Beringin jaya itu sudah
banyak bantuan pemerintah yang sudah diberikan”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah berupaya
memprioritaskan pembuatan tanggul sejak beberapa tahun terhir.Kemudian
pemerintah membangun jembatan gantung berhubung jembatan di Desa
Beringin Jaya jebol dan terbawa arus air.Selain membuat tanggul dan
membangun jembatan, pemerintah juga telah membuatkan masyarakat rakit
penyebrangan.Pemerintah telah memberikan banyak bantuan ke Desa
Beringin jaya dalam hal menanggulangi bencana. Seperti halnya informan C
sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30
April 2018) yang menyatakan bahwa:
“Pertama kita bekali dulu masyarakat untuk menghadapi bencana
kemudian kami bangunkan infrastuktur untuk mananggulangi dampak
bencana.Seperti pembangunan tanggul-tanggul sungai, normalisasi
arus sungai kemudian pembangunan jembatan penghubung, dan
pembangunan rumah panggung”.
Hasil wawancara dari informan C sebagai Kepala sub bidang
rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) tersebut
menyatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh BPBD dalam menanggulangi
bencana banjir di Desa Beringin Jaya yang pertama adalah membekali
masyarakat untuk menghadapi bencana.Kemudian yang kedua adalah
76
76
membangun infrastruktur untuk menanggulangi dampak bencana.Seperti
pembangunan tanggul-tanggul sungai, normalisasi arus sungai dan
pembangunan jembatan penghubung serta membangun rumah-rumah
panggung.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan tersebut dapat
disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh BPBD dalam menanggulangi
bencana banjir di Desa Beringin Jaya sudah tergolong maksimal. Hal ini
dibuktikan dengan pemerintah telah melakukan berbagai cara dalam
mencegah dan menanggulangi bencana banjir di Desa Beringin Jaya. Seperti
membuat tanggul, melakukan pengerukan sungai yang telah dangkal,
normalisasi arus sungai, pembuatan jembatan gantung, memberikan bantuan
sampan, dan membangun 18 unit rumah yang rusak akibat banjir.
Tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara khususnya di Desa
Beringin Jaya, pemerintah juga sangat berperan dalam menanggulangi
bencana di wilayah tersebut. Seperti pernyataan dari informan A sebagai
Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018) yaitu:
“Itulah yang saya bilang tadi.Kita bangun tanggul di spot-spot
tertentu, kalau ada yang jebol itu kita penanganan darurat dalam
bentuk mengisi karung dengan pasir yang kemudian kita tutup.Kita
sudah keliling membangun tanggul.Kalau tanggul yang telah dibangun
itu ada yang jebol, kita bantu Desa untuk menutup dengan karung
yang berisi pasir supaya mengurangi bibit air yang masuk ke
pemukiman penduduk”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berperan
membangun tanggul di titik-titik tertentu.Apabila ada tanggul yang jebol
maka dilakukan penangnan darurat seperti mengisi karung dengan pasir lalu
77
77
menutup atau mengikat karung tersebut. Pemerintah telah berupaya keliling
membangun tanggul ke daerah yang membutuhkan pembangunan tanggul
yang tentunya rawan terkena banjir dan membantu masyarakat Desa menutup
tanggul yang jebol dengan karung yang berisi pasir agar mengurangi bibit air
yang masuk ke pemukiman penduduk sehingga tidak terjadi banjir khususnya
di Desa Beringin Jaya. Seperti halnya informan B sebagai Kabid pencegahan
dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) yang
menyatakan bahwa:
“Yah, itumi yang saya bilang tadi, kami ini apabila ada laporan, kami
dari BPBD langsung tanggap. Baik itu dari segi logistiknya, dari segi
peralatan, kami siap”.
Wawancara tersebut menjelaskan bahwa peran pemerintah dalam
menanggulangi bencana banjir yaitu selalu tanggap apabila ada laporan dari
masyarakat.Pemerintah selalu tanggap baik dari segi logistik maupun dari
segi peralatan. Seperti halnya informan C sebagai Kepala sub bidang
rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) yang memberikan
argumen terhadap peran pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir
mengatakan bahwa yang pertama kita sosialisasi penanganan banjir.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa hal yang paling pertama
dalam peran pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir yaitu
mengadakan sosialisasi terkait penanganan banjir.hal ini dilakukan agar
masyarakat tahu tentang penanganan banjir apabila terjadi banjir.
Berdasarkan hasil wawancara dari berbagai informan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah dalam menanggulangi bencana
banjir yaitu melakukan sosialisasi terkait penanganan banjir dan membangun
78
78
tanggul ke daerah yang membutuhkan pembangunan tanggul yang tentunya
rawan terkena banjir dan membantu masyarakat Desa menutup tanggul yang
jebol dengan karung yang berisi pasir agar mengurangi bibit air yang masuk
ke pemukiman penduduk sehingga tidak terjadi banjir khususnya di Desa
Beringin Jaya.
Dalam menjalankan tugasnya yaitu untuk menanggulangi bencana,
pihak pemerintah dalam hal ini BPBD Luwu Utara juga mengadakan
sosialisasi mengenai kebencanaan dan cara penanggulangan dini bencana
banjir di Desa Beringin Jaya. Walaupun pada kenyataannya sosialisasi
tersebut tidak memiliki jadwal yang tetap tapi sosialisasi tersebut sangat
bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat Desa Beringin Jaya.
Untuk mengetahui lebih jelas terkait sosialisasi kebencanaan tersebut, berikut
pernyataan dari informan A sebagai Koordinator lapangan BPBD Kabupaten
Luwu Utara (25 April 2018):
“Sudah banyak kali itu kami mengadakan sosialisasi mengenai
kebencanaan.Jadi setiap ada pertemuan di Desa itu baik Musrenbang,
kalau kami ada kami meminta izin ke Pemda untuk masuk sosialisasi
mengenai kebencanaan.Jadi selain masuk sosialisasi pada saat ada
pertemuan, sering juga kita komunikasi dengan SKPD terkait untuk
kita masuk sosialisasi.Nah itu secara pertemuan yang terencana.Terus
secara administrasi itu kita bersurat ke camat, ke Desa untuk selalu
mengingatkan tentang curah hujan termasuk curah hujan tinggi yang
otomatis resikonya tinggi.Dalam sosialisasi itu kami tidak memiliki
jadwal yang tetap untuk melakukan sosialisasi”.
Pernyataan tersebut menunujukkan bahwa pengadaan sosialisasi oleh
pemerintah mengenai kebencanaan dan cara penanggulangan dini bencana
banjir di Desa Beringin Jaya telah dilakukan berulang kali. Sosialisasi
dilakukan pada saat ada pertemuan di Desa seperti Musrenbang.Pihak BPBD
meminta izin ke Pemda untuk melakukan sosialisasi terkait
79
79
kebencanaan.Selain sosialisasi pada pertemuan-pertemuan di Desa, BPBD
juga melakukan komunikasi kepada SKPD terkait untuk kemudian
mengadakan sosialisasi kebencanaan.Secara administrasi, BPBD bersurat ke
Camat dan ke Desa untuk selalu mengingatkan tentang curah hujan termasuk
curah hujan tinggi yang beresiko tinggi pula terjadi banjir.Namun pemerintah
dalam hal ini BPBD tidak memiliki jadwal yang tetap untuk melakukan
sosialisasi.Secara tidak langsung, sosilisasi tidak dilakukan secara rutin. Hal
serupa juga disampaikan oleh informan B sebagai Kabid pencegahan dan
kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) yaitu:
“Yah tentu. Kami telah mengadakan pelatihan kepada masyarakat di
Desa tersebut. Dan berlangsung dalam beberapa hari. Pematerinya pun
datang dari pusat.”.
Hasil wawancara tersebut menyebutkan bahwa pengadaan sosialisasi
oleh pemerintah mengenai kebencanaan dan cara penanggulangan dini
bencana banjir di Desa Beringin Jaya telah dilakukan dan diadakan dalam
bentuk pelatihan. Pelatihan tentang cara penanggulangan bencana tersebut
berlangsung dalam beberapa hari. Dan pemateri dalam pelatihan tersebut
didatangkan dari pusat. Seperti halnya informan C sebagai Kepala sub bidang
rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) yang memberikan
argument terkait pengadaan sosialisasi pemerintah mengenai kebencanaan
dan cara penanggulangan dini bencana banjir sebagai berikut:
“Itu sudah jauh-jauh hari kami lakukan itu.Begitu kami deteksi bahwa
bencana banjir kita lakukan disitu.Misalnya banjir, masyarakat kita
bekali pemahaman tentang penanganan banjir.kemudian
kesiapsiagaan. Kemudian juga kita bentuk orang-orang atau Tim
Reaksi Cepat (TRC) untuk bertindak lebih awal seperti di Desa
Beringin Jaya, mereka adalah orang pertama yang harus ada di lokasi
untuk melakukan deteksi dan identifikasi awal seperti apa banjir yang
terjadi disana. Kemudian tindak lanjut setelah mereka lihat, mereka
80
80
kemudian melaporkan, hasil laporan yang mereka lihat itulah yang
bisa menjadi tindak lanjut kita kesana.Misalnya tanah longsor di
daerah pegunungan, kita beri peringatan-peringatan dini berupa
bahaya menebang pohon di daerah ini.Peringatan lainnya adalah
diberikan penyampaian oleh Kepala Desa bahwa bahaya menebang
pohon di sekitar sini.Jika ada yang menebang pohon disekitar sini
harus dituntut.Dan mereka bentuk dalam Peraturan Desa tentang
bagaimana melindungi lingkungan untuk mencegah longsor disekitar
sini. Tapi kan biasa terjadi tapi tidak bisa kita duga. Dan biasa kita
cegah disini dan terjadi disana.Dibutuhkan memang kesiapsiagaan”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pengadaan sosialisasi oleh
pemerintah sudah dilakukan jauh-jauh hari.Sosialisasi dilakukan di daerah
yang terdetekdi rawan banjir.Masyarakat dibekali pemahaman tentang
penanganan banjir dan materi kesiapsiagaan.Kemudian telah dibentuk Tim
Reaksi Cepat (TRC) untuk bertindak lebih awal untuk melakukan deteksi dan
identifikasi awal terhadap banjir yang terjadi.Kemudian TRC melaporkan
hasil pengamatan di lapangan. Kemudian hasil laporan itulah yang nantinya
akan ditindaklanjuti oleh BPBD. Misalnya, apabila terjadi tanah longsor di
daerah pegunungan, kita beri peringatan-peringatan dini berupa bahaya
menebang pohon di daerah tersebut.Peringatan lainnya adalah pemerintah
Desa membuat berupa Peraturan Desa tentang melindungi lingkungan untuk
mencegah longsor. Dan bagi masyarakat yang melanggar akan dituntut.
Walaupun telah mengeluarkan peraturan sedemikian rupa, bencana tidak
dapat diduga datangnya.Maka dari itu kesiapsiagaan selalu dibutuhkan.
Berdasarkan wawancara dari beberapa informan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa pengadaan sosialisasi oleh pemerintah mengenai
kebencanaan dan cara penanggulangan dini bencana banjir di Desa Beringin
Jaya bisa dikatakan belum optimal. Walaupun sosialisasi diadakan pada
pertemuan-pertemuan di Desa, dan BPBD melakukan komunikasi kepada
81
81
SKPD terkait untuk kemudian mengadakan sosialisasi kebencanaan, serta
secara administrasi BPBD bersurat ke Camat dan ke Desa untuk selalu
mengingatkan tentang curah hujan termasuk curah hujan tinggi yang beresiko
tinggi pula terjadi banjir, namun pemerintah dalam hal ini BPBD tidak
memiliki jadwal yang tetap untuk melakukan sosialisasi. Faktor lain dari tidak
optimalnya pengadaan sosialisasi tersebut yaitu pelatihan hanya dilakukan
sekali dan berlangsung selama dua hari. Walaupun pemateri dalam pelatihan
didatangkan dari pusat, namun sosilisasi tidak dilakukan secara rutin.
Bukan hanya pemerintah yang memiliki peran dan upaya dalam
menanggulangi bencana, masyarakat juga memiliki ikut andil dalam hal
mencegah dan menanggulangi bencana. Khususnya masyarakat Desa
Beringin Jaya yang sadar akan fungsinya sebagai masyarakat yang tinggal di
daerah rawan terjadi bencana banjir. Dalam hal ini fungsi kelompok Destana
Desa Beringin Jaya. Seperti pernyataan dari informan A sebagai Koordinator
lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018) yaitu:
“Jadi Destana itu merupakan ujung tombak dan wadah untuk
menggerakkan masyarakat dalam menanggulangi becana.Apabila
terjadi bencana, bukan hanya anggota dari kelompok Destana yang
bergerak dalam menanggulangi bencana tetapi seluruh masyarakat
yang terkena bencana”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa fungsi kelompok Desa
Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya adalah sebagai ujung tombak dan
wadah untuk menggerakkan masyarakat dalam menanggulangi
bencana.Walaupun Kelompok Desa Tangguh Bencana sebagai ujung tombak,
namun kelompok Destana tidak bergerak sendiri dalam membantu
menanggulangi bencana.Apabila bencana terjadi, bukan hanya dari anggota
82
82
Kelompok Desa Tangguh Bencana saja yang bergerak dalam membantu
menanggulangi bencana tetapi seluruh masyarakat yang terkena bencana.
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh informan B sebagai Kabid
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018)
yang mangatakan bahwa:
“Mudah-mudahan nanti ketika terjadi bencana, mereke-mereka yang
telah di latih ini bisa ambil bagian disana karena kelompok Destana
kan sudah dilatih kemarin. Sudah dilatih bagaimana jika terjadi
bencana, ada yang korban, ada yang luka, ada yang tenggelam, semua
masalah itu sudah diberikan pelatihan cara untuk mengatasi itu. Yah,
mudah-mudahan sudah mandiri kedepannya karena pemateri pelatihan
kemarin itu didatangkan langsung dari Jakarta”.
Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa ketika terjadi bencana,
Kelompok Desa Tangguh Bencana diharapkan dapat menjalankan fungsi
Kelompok Destana sebagaimana mestinya. Kelompok Destana diharapkan
dapat mengambil bagian dalam menanggulangi bencana karena Kelompok
Destana telah dilatih tentang cara menanggulangi bencana, mengevakuasi
korban, membantu memberikan penanganan jika ada yang luka, dan cara
pertolongan pertama jika ada yang tenggelam. Kelompok Destana diharapkan
dapat mandiri dalam menanggulangi bencana karena pemateri pelatihan
didatangkan dari Jakarta. Pernyataan tersebut juga ditambahkan oleh
informan C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu
Utara (30 April 2018) yang mengatakan bahwa:
“Mereka mengadakan gotong royong dalam rangka mengantisipasi
dampak bencana seperti membersihkan sungai, membersihkan saluran
airnya. Tapi selama ini, selama kita bentuk ini mereka belum kita
minta mereka melakukan program kerja apa. Dulu awalnya sebelum
ditetapkan sebagai Desa Tangguh Bencana itu namanya Relawan
Tanggap Bencana berbasis Masyarakat.tapi selama sudah ada
kelompok Destana, Relawan Tanggap Bencana berbasis Masyarakat
sudah tidak ada lagi”.
83
83
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Kelompok Desa Tangguh
Bencana telah menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.Kelompok Desa
Tangguh Bencana mengadakan gotong royong dalam rangka mengantisipasi
dampak bencana seperti membersihkan sungai dan membersihkan saluran-
saluran air.Akan tetapi selama terbentuknya Kelompok Desa Tangguh
Bencana, pemerintah belum memberikan program kerja kepada Kelompok
Desa Tangguh Bencana.Sebelum Kelompok Desa Tangguh bencana
ditetapkan, organisasi kemasyarakatan tersebut bernama Relawan Tanggap
Bencana berbasis Masyarakat. Akan tetapi setelah terbentuknya Kelompok
Destana, Relawan Tanggap Bencana berbasis Masyarakat sudah tidak ada.
Berdasarkan wawancara dari beberapa informan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa selama ini fungsi Kelompok Desa Tangguh Bencana
adalah sebagai ujung tombak dan wadah untuk menggerakkan masyarakat
dalam menanggulangi bencana.Serta mengadakan gotong royong dalam
rangka mengantisipasi dampak bencana seperti membersihkan sungai dan
membersihkan saluran-saluran air.
5. Keterampilan mendengarkan yang baik
Keterampilan mendengarkan yang baik dapat diartikan sebagai sebuah
proses pemahaman dalam mendapatkan informasi. Sebaik apa pun sebuah
komunikasi tanpa dibarengi dengan keterampilan mendengarkan yang baik
maka proses komunikasi tidak akan berjalan efektif. Seperti halnya dalam
menyampaikan informasi kebencanaan, baik informasi yang disampaikan
oleh pemerintah ke masyarakat maupun informasi yang disampaikan oleh
84
84
masyarakat yang terkena bencana ke pemerintah terkait yaitu dalam hal ini
BPBD Luwu Utara harus diiringi keterampilan mendengarkan yang baik.
Apabila suatu anggota baik itu pemerintah maupun masyarakat tidak
memiliki keterampilan mendengarkan yang baik maka dalam mendapatkan
informasi baik itu pemerintah maupun masyarakat tidak akan memberikan
respon yang baik pula. Sebaliknya apabila telah memiliki keterampilan
mendengarkan yang baik maka respon yang diberikan juga akan baik. Maka
dari itu keterampiln mendengarkan yang baik sangat penting dalam kerjasama
pemerintah dan masyarakat apalagi dalam hal menanggulangi bencana.
Dalam merespon informasi tentu saja harus ada informasi yang telah
tersampaikan.Seperti halnya BPBD Luwu Utara dapat merespon informasi
apabila ada informasi yang telah disampaikan oleh masyarakat yang terkena
bencana dalam hal ini masyarakat Desa Beringin jaya. Untuk mengetahui
lebih jelas tentang pemberian informasi apabila terjadi bencana di Desa
Beringin Jaya oleh masyarakat setempat kepada BPBD Kabupaten Luwu
Utara, berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator lapangan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018) yang mengatakan bahwa:
“Ya jelas, nomor saya itu sudah ada di google.Dan juga kita telah
bekerjasama dengan Adira FM untuk menyiarkan masalah terkait
kebencanaan dan menghimbau masyarakat agar menghubungi pihak
BPBD yang nomornya telah disebutkan pada saat penyiaran.Jadi
apabila terjadi bencana, masyarakat menghubungi nomor yang
disebutkan di Adira FM”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pemberian informasi apabila
terjadi bencana di Desa Beringin Jaya oleh masyarakat setempat kepada
BPBD Kabupaten Luwu Utara telah dilakukan.Pemerintah telah memberikan
nomor Handphone kepada masyarakat yang disebarluaskan melalui siaran
85
85
radio yaitu Adira FM. Masyarakat juga dapat mengakses nomor Handphone
pihak BPBD melalui google.Pemerintah dan Adira FM bukan hanya
bekerjasama untuk menghimbau masyarakat agar menghubungi nomor
kontak pihak BPBD yang nomornya telah disebutkan pada saat penyiaran
apabila terjadi bencana, namun pemerintah dan Adira FM juga bekerjasama
untuk menyiarkan informasi terkait kebencanaan. Hal serupa juga dikatakan
oleh informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD
Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018):
“apabila terjadi bencana disana masyarakat menghubungi pihak
BPBD. Kami juga langsung ke lapangan melihat apa saja kebutuhan
mereka”.
Pernyataan yang disampaikan oleh informan B sebagai Kabid
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018)
menyebutkan bahwa pemberian informasi apabila terjadi bencana di Desa
Beringin Jaya oleh masyarakat setempat kepada BPBD Kabupaten Luwu
Utara telah sepenuhnya dilaksanakan.Apabila terjadi bencana di Desa
Beringin Jaya, masyarakat tidak mengulur-ulur waktu untuk segera
menghubungi pihak pemerintah dalam hal ini BPBD Luwu Utara.Pihak
pemerintah juga segera ke lapangan apabila mendapatkan informasi untuk
melihat hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti halnya informan C
sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30
April 2018) yang memberikan argument terkait pemberian informasi oleh
masyarakat kepada BPBD yaitu:
“Pertama itu kan Kepala Desa yang memberikan informasi, kalau
tidak ada kapala Desa yang memberikan informasi itu adalah
masyarakat yang tergabung dalam kelompok Destana yang
menghubungi langsung Korlap. Jadi, dia tidak berjenjang lagi.Korlap
86
86
kemudian melaporkan ke Kalak kemudian Korlap menghubungi orang
terdekat dari tempat terjadi bencana, orang yang terdekat langsung
kesana.Pimpinan hanya terima laporan dan memberitakan berita
selanjutnya biasa pimpinan baru menerima informasi, anggota sudah
ada di lokasi.Jadi, prosesnya cepat sekali”.
Hasil wawancara tersebut menyebutkan bahwa pemberian informasi
apabila terjadi bencana di Desa Beringin Jaya oleh masyarakat setempat
kepada BPBD Kabupaten Luwu Utara sudah dilaksanakan dengan
baik.Walaupun kadang melalui beberapa tahap ataupun secara langsung
menghubungi pihak BPBD.Apabila terjadi bencana hal pertama adalah
Kepala Desa memberikan informasi ke BPBD.Apabila Kepala Desa tidak ada
maka yang memberikan informasi ke Korlap adalah masyarakat yang
tergabung dalam Kelompok Desa Tangguh Bencana.Jadi pemberian
informasi tidak berjenjang.Setelah Korlap mendapatkan informasi, Korlap
kemudian melaporkan ke Kalak dan Korlap menghubungi orang terdekat dari
tempat terjadi bencana untuk segera ke lokasi.Pimpinan hanya menerima
laporan dan memberikan berita selanjutnya.Dan tidak jarang, pimpinan baru
menerima informasi, anggota BPBD sudah ada di lokasi.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan maka dapat
disimpulkan bahwa pemberian informasi apabila terjadi bencana di Desa
Beringin Jaya oleh masyarakat setempat kepada BPBD Kabupaten Luwu
Utara telah sepenuhnya dilaksanakan.Apabila terjadi bencana di Desa
Beringin Jaya, masyarakat tidak mengulur-ulur waktu untuk segera
menghubungi pihak pemerintah dalam hal ini Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Luwu Utara. Baik Kepala Desa maupun
masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Destana.
87
87
Respon yang baik dalam menerima informasi sangatlah dibutuhkan
Apalagi dalam hal penanggulangan bencana. Untuk mengetahui lebih jelas
terkait keterampilan mendengarkan dari pemerintah maupun masyarakat
dalam kerjasama tersebut, berikut pernyataan dari informan A sebagai
Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Jadi yang paling banyak mendapatkan informasi itu Korlap dan Pak
Kalak.Kalau informasi tidak masuk di Pak Kalak, saya laporkan dulu
ke pak Kalak kemudian saya turunkan TRC untuk
assessment.Handphone saya aktif 24 jam.Ini sudah perintah dari
BNPB di pusat karena bencana itu tidak mengenal waktu.Bencana itu
datangnya tiba-tiba.Kita mengusahakan bagaimana caranya supaya
tidak ada korban.Apabila ada informasi, kita cari data kemudian
dilaporkan ke pimpinan untuk mendapatkan arahan atau
petunjuk.Semuanya harus atas persetujuan pimpinan”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa respon BPBD apabila
menerima informasi bencana dari masyarakat sudah terbilang baik.Terkait
penerimaan informasi, Korlap dan Kepala Pelaksana BPBD merupakan pihak
yang banyak memperoleh informasi apabila terjadi bencana.Apabila ada
informasi bencana, informasi tersebut terlebih dahulu dilaporkan ke Kepala
Pelaksana kemudian menurunkan TRC untuk assessment. Pihak BPBD telah
diperintahkan oleh BNPB untuk mengaktifkan Handphone 24 jam agar
apabila terjadi bencana, pihak BPBD segara tahu. Karena bencana tidak
mengenal waktu dan datang secara tiba-tiba.Pemerintah selalu mengusahakan
agar tidak ada korban apabila terjadi bencana. Hal serupa juga disampaikan
oleh informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD
Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) yaitu:
“Seperti yang saya katakan tadi, apabila ada laporan dari masyarakat,
kami langsung tanggap dan terjun ke lapangan melihat kebutuhan
mereka”.
88
88
Hasil wawancara tersebut menyebutkan bahwa respon BPBD apabila
menerima informasi bencana dari masyarakat sudah sesuai dengan
harapan.Realitanya apabila ada laporan dari masyarakat bahwa terjadi
bencana, pemerintah selalu tanggap dan segera ke lokasi terjadinya
bencana.Pemerintah selanjutnya melihat apa yang menjadi kebutuhan
masyarakat yang terkena bencana. Seperti halnya informan C sebagai Kepala
sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) yang
memeberikan argument terkait respon BPBD apabila menerima informasi
bencana dari masyarakat yang mengatakan bahwa:
“Jadi komunikasi itu bukan hanya berupa lewat telepon, WA, begitu
kita terima berupa sinyal informasi bencana, setiap Desa yang
berpotensi terkena bencana ada orang yang kita tunjuk sebagai orang
pertama yang datang apabila terjadi bencana. Misalnya, di Desa
Beringin Jaya, banyak orang yang tinggal disana atau orang terdekat
yang tinggal di dekat sana yang langsung datang ketika terjadi
bencana”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa respon BPBD apabila
menerima informasi bencana dari masyarakat sudah terbilang baik. Hal
tersebut karena komunikasi dilakukan bukan hanya melalui telepon atau WA,
akan tetapi juga berupa sinyal-sinyal informasi kebencanaan. Pemerintah
telah menunjuk salah seorang anggota BPBD disetiap Desa yang berpotensi
terkena bencana sebagai orang pertama yang datang apabila terjadi bencana.
Seperti halnya di Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu
Utara, pemerintah telah memberikan tugas kepada salah seorang anggota
Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang tinggal disana atau paling tidak
tinggal di daerah yang dekat dengan Desa Beringin Jaya untuk segera ke
lokasi ketika terjadi bencana.
89
89
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan, maka dapat
disimpulkan bahwa keterampilan mendengarkan dari pemerintah maupun
masyarakat dalam kerjasama tersebut sudah terbilang maksimal.Hal ini dilihat
dari realitanya apabila ada laporan dari masyarakat bahwa terjadi bencana,
pemerintah selalu tanggap dan segera ke lokasi terjadinya bencana.
Pemerintah selanjutnya melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat
yang terkena bencana. BPBD selalu mengaktifkan Handphone 24 jam agar
apabila terjadi bencana, pihak BPBD segara tahu.
6. Partisipasi semua anggota
Partisipasi semua anggota dalam proses kerjasama merupakan
keterlibatan yang meliputi pemberian opini, ikut serta dalam kegiatan dan
pemberian usulan dari anggota. Apabila terdapat partisipasi dari masing-
masing anggota dalam proses kegiatan yang berlangsung, maka hal ini akan
meningkatkan kesadaran setiap anggota akan tugas dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Dengan adanya partisipasi, setiap anggota akan tahu
mengenai apa yang harus dikerjakan berkaitan dengan pencapaian tujuan.
Seperti halnya dengan kegiatan dalam kerjasama penanggulangan
bencana, dari setiap anggota baik dari pihak pemerintah dalam hal ini BPBD
dan dari pihak masyarakat dalam hal ini Kelompok Desa Tangguh Bencana
Desa Beringin Jaya harus ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana,
minimal dalam memberikan opini atau usulan mengenai hal-hal yang harus
dilakukan dalam menanggulangi bencana. Menyangkut hal dalam kerjasama
pemerintah dan masyarakat, pihak pemerintah Kabupaten Luwu Utara
maupun masyarakat Desa Beringin Jaya telah melaksanakan berbagai
90
90
kegiatan yang berkaitan dengan pencapaian tujuan kerjasama yaitu untuk
menanggulangi bencana.
Untuk mengetahui lebih jelas terkait partisipasi anggota dalam
kerjasama tersebut, dapat dilihat dari berbagai aspek.Adapun aspek yang
pertama dapat dilihat dari peran serta masyarakat dalam penanggulangan
bencana banjir. Berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator
lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Biasanya itu masyarakat melakukan gotong royong dan kami dari
pihak BPBD juga ikut turun untuk membantu masyarakat”.
Berdasarkan wawancara dari informan A sebagai Koordinator
lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018) tersebut,
menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana
banjir dapat dilihat dari hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat
melakukan gotong royong untuk mencegah dan menanggulangi banjir.Seperti
bergotong royong untuk melakukan gerakan bersih sungai dan saluran-
saluran air.Dalam menjalankan perannya, masyarakat juga dibantu oleh pihak
BPBD. Pernyataan tersebut juga dikuatkan oleh informan B sebagai Kabid
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018)
yang mengatakan:
“Pertama itu jika terjadi banjir, masyarakat berperan melapor ke kami,
baik itu dari pemerintah setempat atau masyarakat setempat. Kedua,
mereka itu kalau kita ke lapangan itu mereka dampingi, kemudian
informasi terkait sumber-sumber banjir masuk dia tunjukkan kita
bahwa disini. Jadi kita bisa tanggap apabila telah surut kita tutup itu
yang terjadi kebocoran tanggul. Itu respon dari masyarakat itu dan
alhamdulillah selama ini partisipasi masyarakat itu baik”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa peran serta masyarakat
dalam penanggulangan bencana banjir di Desa beringin Jaya sudah terbilang
91
91
baik.Hal ini dapat dilihat dari apabila terjadi banjir, baik dari pemerintah
maupun masyarakat setempat berperan melaporkan ke BPBD.Selanjutnya
apabila pihak BPBD datang ke lokasi bencana, masyarakat berperan
mendampingi BPBD dan menunjukkan kepada BPBD sumber-sumber air
masuk ke wilayah tersebut sehingga terjadi banjir.Jadi pihak pemerintah
dalam hal ini BPBD bisa menangani hal tersebut apabila air telah
surut.Seperti menutup tanggul yang bocor apabila air telah surut. Hal serupa
juga dikatakan oleh informan C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD
Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) yaitu:
“Ya, sudah pasti.Jadi setiap ada bencana paling orang-orang yang dari
kelompok Desa Tangguh Bencana yang terlibat langsung menangani
bencana karena mereka yang mempunyai bekal untuk menangani
bencana, itu yang kita harapkan.Ya saya kira begitu”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat dalam
penanggulangan bencana banjir di Desa Beringin Jaya sangat berperan.
Pemerintah dalam hal ini BPBD Luwu Utara berharap apabila terjadi bencana
di Desa Beringin Jaya masyarakat yang tergabung dalam kelompok Desa
Tangguh Bencana terlibat langsung dalam menangani bencana karena
masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Desa Tangguh Bencana sudah
mempunyai bekal untuk menangani bencana.
Berdasarkan pernyataan dari beberapa informan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana
banjir sudah cukup baik.Hal ini dapat dilihat dari partisipasi masyarakat
apabila terjadi bencana di Desa Beringin Jaya.Masyarakat melakukan gotong
royong untuk mencegah dan menanggulangi banjir.Seperti bergotong royong
untuk melakukan gerakan bersih sungai dan saluran air.Dan apabila pihak
92
92
BPBD datang ke lokasi bencana, masyarakat berperan mendampingi BPBD
dan menunjukkan kepada BPBD sumber-sumber air masuk ke wilayah
tersebut yang menyebabkan banjir.
Partsipasi anggota untuk mencapai tujuan dari kerjasama tersebut
bukan hanya dilihat dari satu aspek saja.Adapun aspek yang kedua yaitu
menyangkut tentang kontribusi anggota dalam memberikan opini atau
masukan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Untuk
mengetahui lebih jelas, berikut pernyataan dari informan A sebagai
Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Iya tapi sesuai dengan karakteristik wilayah dan
kebencanaannya.Minimal mereka memberikan informasi di tempat
terjadinya bencana apabila pihak BPBD turun ke tempat terjadinya
bencana.Kontribusi TRC juga sangat baik, apabila ada perintah untuk
turun lapangan tempat terjadi bencana mereka selalu siap”.
Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa masyarakat telah
memberikan kontribusi berupa opini atau masukan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana sesuai dengan karakteristik wilayah dan
kebencanaannya.Masyarakat memberikan kontribusi minimal berupa
pemberian informasi di tempat terjadinya bencana terkait sumber-sumber
penyebab terjadinya bencana kepada pihak BPBD apabila BPBD datang ke
lokasi terjadinya bencana.Anggota pihak BPBD dalam hal ini TRC juga
memiliki kontribusi yang sangat baik.Hal tersebut dapat dilihat dari kesiapan
TRC apabila mendapat perintah dari atasan untuk turun lapangan apabila
terjadi bencana. Pernyataan informan tersebut juga didukung oleh penyataan
informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten
Luwu Utara (14 Mei 2018) yang mengatakan bahwa:
93
93
“Biasanya apabila kami adakan sosialisasi, ada beberapa yang
mengajukan saran, misalnya harus dibuatkan tanggul di wilayah ini.
Dan apabila dana kami belum cukup, kami ajukan proposal ke
Pemerintah pusat di Jakarta. Kemarin itu mereka butuh jembatan
gantung, kami buatkan proposalnya, dan 1 tahun itu baru keluar
anggarannya. Kemudian kami sudah kami buatkan jembatannya tahun
2014 kemarin. Jembatan gantung itu merupakan jembatan gantung
terpanjang yang ada di Kabupaten ini. Panjangnya itu kurang lebih
150 meter”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kontribusi anggota dalam
memberikan opini atau masukan dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana sudah terbilang baik.Hal tersebut dapat dilihat dari pengajuan saran
oleh beberapa masyarakat apabila diadakan sosialisai.Misalnya masyarakat
memberikan saran mengenai tempat atau wilayah yang harus dibuatkan
tanggul. Apabila dana dari BPBD tidak mencukupi untuk melakukan
pembangunan infrastruktur untuk mengatasi banjir, maka BPBD mengajukan
proposal ke BNPB. Seperti pada pembuatan jembatan gantung di Desa
Beringin Jaya pada tahun 2014 yang merupakan jembatan gantung terpanjang
di Kabupaten Luwu Utara, BPBD mengajukan proposal bantuan dana kepada
BNPB dan butuh waktu satu tahun bantuan dana tersebut ada. Pernyataan
tersebut juga ditambahkan oleh informan C sebagai Kepala sub bidang
rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) yaitu:
“Kalau masyarakat kan tidak bisa kita batasi, kalau ada yang
ngomong, ya kita dengar. Jadi, kita tidak bisa batasi masyarakat
misalnya jangan sampaikan itu, pasti mereka berkontribusi dan kami
tidak bisa batasi pasti mereka berkontribusi dan dalam bentuk apa
bahasanya, kami tidak bisa meredam”.
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa
membatasi masyarakat dalam berbicara menyampaikan opini dan sarannya.
Apabila ada masyarakat yang akan berbicara, pemerintah wajib
94
94
mendengarkan apa yang disampaikan oleh masyarakat baik itu opini ataupun
saran dari pemerintah. Masyarakat sangat berkontribusi dalam menyampaikan
opini atau masukan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Seperti
halnya informan E sebagai Ketua kelompok Desa Tangguh Bencana Desa
Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (9 Mei 2018)
yang memberikan argument terkait hal tersebut yaitu:
“Iya, misalnya saran gotong royong secara bergantian.Gotong royong
dilaksanakan sering pada saat tahun 2009/2010, karena pada saat itu
sangat rawan tidak seperti sekarang”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat berkontribusi
dalam menyampaikan opini atau masukan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.Kontribusi tersebut dapat berupa saran dari
masyarakat agar melakukan gotong royong secara bergantian.Pelaksanaan
gotong royong sangat rutin dilaksanakan pada saat tahun 2009/2010.Hal
tersebut karena pada saat itu sangat rawan dan sangat tidak jarang terjadi
bencana khususnya bencana banjir.
Berdasarkan pernyataan beberapa informan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kontribusi anggota dalam memberikan opini atau
masukan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sudah terbilang
baik.Kontribusi tersebut dapat berupa saran dari masyarakat agar melakukan
gotong royong secara bergantian.Pengajuan saran oleh beberapa masyarakat
juga dilakukan apabila diadakan sosialisai.Misalnya masyarakat memberikan
saran mengenai tempat atau wilayah yang harus dibuatkan tanggul.Bukan
hanya masyarakat di Desa Beringin Jaya saja yang memiliki kontribusi yang
baik, tapi anggota pihak BPBD dalam hal ini TRC juga memiliki kontribusi
95
95
yang sangat baik.Hal tersebut dapat dilihat dari kesiapan TRC apabila
mendapat perintah dari atasan untuk turun lapangan apabila terjadi bencana.
Adapun aspek yang terakhir merupakan aspek yang akan
menggambarkan lebih jelas mengenai partisispasi semua anggota dalam
kerjasama tersebut. Aspek tersebut berhubungan dengan kegiatan rutin yang
dilakukan oleh masing-masing pihak untuk mempersiapkan diri dalam
penanggulangan bencana. Untuk mengetahui lebih jelas terkait aspek
tersebut, berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator lapangan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Kalau dari BPBD itu diadakan posko setiap hari selama 24 jam untuk
mempersiapkan diri dalam penanggulangan bencana. Itu yang
terprogram.Kemudian yang tidak terprogram tapi rutin, setiap pegawai
yang melewati sungai harus memperhatikan ketinggian air.Apakah
normal atau diatas normal lalu melaporkan ke Kalak”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan rutin yang
dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BPBD Luwu Utara terbagi atas dua
yaitu kegiatan yang terprogram dan kegiatan yang tidak terprogram. Kegiatan
yang terprogram adalah mengadakan posko setiap hari selama 24 jam untuk
mempersiapkan diri dalam penanggulangan bencana. Sedangkan kegiatan
yang tidak terprogram tapi rutin dilakukan oleh BPBD adalah setiap pegawai
memperhatikan ketinggian air sungai apabila melewati sungai pada saat
pulang ataupun berangkat kerja. Kemudian melaporkan ke Kepala Pelaksana
terkait ketinggian air sungai, baik itu dalam keadaan normal maupun dalam
keadaan diatas normal. Informan B sebagai Kabid pencegahan dan
kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) juga
menambahkan terkait hal tersebut yang mengatakan bahwa:
96
96
“Kalau kegiatan rutin di beringin jaya, tidak ada kami siapkan. Tapi
untuk kesiapsiagaan bencana, kami hanya lewat radio. Ada di radio
Adira itu kami umumkan setiap hari yang kebetulan sudah jalan
selama setahun terakhir ini untuk kesiapsiagaan bencana. Jadi ada itu
kami umumkan di radio itu untuk seluruh Luwu Utara. Kami
umumkan setiap hari, biasa sampai tiga kali dalam sehari. Kalau
kerjasama dengan Adira ini ada MoU. Kalau dengan masyarakat kami
tidak bikin MoU. Yang MoU itu pihak ketiga. Adira kan perusahaan,
kami ada kontrak untuk menyiarkan”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pemerintah tidak memiliki
dan tidak menyiapkan kegiatan rutin di Desa Beringin Jaya.Akan tetapi dalam
kesiapsiagaan bencana, pemerintah secara rutin menyiarkan di radio.
Pemerintah mengumumkan terkait kesiapsiagaan bencana sebanyak tiga kali
setiap hari yang telah berjalan kurang lebih selama satu tahun. Pengumuman
terkait kesiapsiagaan bencana tersebut diperuntukkan ke seluruh masyarakat
Luwu Utara.Pemerintah bekerjasama dengan Adira Fm dengan membuat
MoU atau kontrak untuk menyiarkan. Terkait kegiatan rutin yang dilakukan
untuk mempersiapkan diri dalam penanggulangan bencana, berikut
pernyataan informan C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD
Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018):
“Ya.Sudah pasti itu, misalnya pelatihan, peningkatan kapasitas TRC
dalam menghadapi bencana, laporan berkala dan koordinasi dengan
BMKG”.
Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa kegiatan rutin yang
dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam penanggulangan bencana sudah
tentu ada.Kegiatan rutin tersebut misalnya pengadaan pelatihan, peningkatan
kapasitas TRC dalam mengahadapi bencana, dan laporan berkala terkait
kebencanaan. Serta koordinasi dengan BMKG mengenai cuaca atau pun
curah hujan setiap dua jam sekali. Seperti halnya informan E sebagai Ketua
97
97
kelompok Desa Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta
Kabupaten Luwu Utara (9 Mei 2018) yang memeberikan argument terkait
kegiatan rutin yang dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam
penanggulangan bencana yaitu:
“Itu dikembalikan lagi kepada Desa tapi biasa kerja bakti setiap
minggu.Rapat ini melihat kondisi yang ada.Kalau musim bencana
biasa tiga kali seminggu”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan rutin yang
dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam penanggulangan bencana itu
dikembalikan kepada Desa.Tidak jarang juga dilakukan kerja bakti setiap
minggu.Kegiatan tersebut dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi yang
ada. Apabila musim bencana, kegiatan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali
dalam seminggu.
Bedasarkan pernyataan dari beberapa informan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan rutin yang dilakukan untuk mempersiapkan diri
dalam penanggulangan bencana sudah terbilang baik. Hal ini dapat dilihat
dari kegiatan rutin yang dilakukan oleh pemerintah. Seperti mengadakan
posko setiap hari selama 24 jam untuk mempersiapkan diri dalam
penanggulangan bencana, setiap pegawai memperhatikan ketinggian air
sungai apabila melewati sungai pada saat pulang ataupun berangkat kerja,
peningkatan kapasitas TRC dalam mengahadapi bencana, koordinasi dengan
BMKG mengenai cuaca atau pun curah hujan setiap dua jam sekali, dan
pemerintah bekerjasama dengan Adira FM untuk secara rutin menyiarkan di
radio terkait kesiapsiagaan bencana sebanyak tiga kali setiap hari yang telah
berjalan kurang lebih selama satu tahun.
98
98
7. Gotong royong dan kerja bakti
Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat merupakan kunci utama
untuk mananggulangi bencana dan pemulihan pascabencana.Salah satu
bentuk kerjasama yang dilakukan dalam mencegah dan menanggulangi
bencana adalah gotong royong.Gotong royong antara pemerintah dan
masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi bencana sangat penting
untuk dilakukan.Seperti halnya dalam mencegah dan menanggulangi bencana
di Desa Beringin Jaya, bentuk kerjasama yang dilakukan tidak terlepas dari
gotong royong dan kerja bakti.
Untuk lebih mengetahui tentang bentuk kerjasama antara pemerintah
dan masyarakat dalam menanggulangi bencana khususnya di Desa Beringin
Jaya, dapat dilihat bukan hanya dari satu aspek saja.Adapun aspek yang
pertama yaitu dapat dilihat dari anggaran yang disediakan untuk rekonstruksi
pasca bencana. Berikut pernyataan dari informan A sebagai Koordinator
lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Pasca bencana itu anggarannya kalau rutin BPBD ada.Itu untuk
pembangunan tanggul dan perbaikan tanggul.Kalau anggarannya
lumayan besar kita minta bantuan dari BNPB”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ada anggaran yang
disediakan untuk rekonstruksi pasca bencana oleh BPBD.Namun anggaran
tersebut merupakan anggaran untuk pembangunan tanggul dan perbaikan
tanggul.Apabila dalam melakukan pembangunan terkait penanganan bencana
memerlukan anggaran yang lumayan banyak maka pihak Badan
Penanggulangan Bencana Daerah meminta bantuan ke Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.Terkait hal tersebut, informan B sebagai Kabid
99
99
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018)
mengatakan bahwa untuk rekonstruksi ada anggaran tapi terbatas.
Berdasarkan pernyataan dari informan tersebut dapat dilihat bahwa
ada anggaran yang disediakan untuk rekonstruksi pasca bencana oleh
BPBD.Namun anggaran yang diberikan untuk rekonstruksi pasca bencana itu
anggarannya terbatas.Jadi apabila dalam melakukan rekonstruksi pasca
bencana membutuhkan anggaran yang tidak sedikit maka dibutuhkan bantuan
dari BNPB. Hal serupa juga disampaikan oleh informan C sebagai Kepala sub
bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018) yaitu:
“Ada, kalau cukup kita tidak pastikan karena untuk menangani
kejadian pasca bencana memerlukan anggaran yang cukup besar”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa ada anggaran yang
disediakan untuk rekonstruksi pasca bencana oleh BPBD.Namun pemerintah
dalam hal ini pihak BPBD tidak dapat memastikan cukup tidaknya anggaran
tersebut digunakan untuk rmelakukan rekonstruksi pasca bencana.Karena
dalam menangani kejadian pasca bencana membutuhkan anggaran yang
cukup besar.
Berdasarkan pernyataan dari beberapa informan tersebut maka dapat
disipulkan bahwa terdapat aggaran yang disediakan oleh pemerintah dalam
hal melakukan rekonstruksi pasca bencana.Namun anggaran yang disediakan
oleh pemerintah tersebut terbatas.Jadi dalam melakukan pembangunan pasca
bencana, pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah meminta bantuan ke
Badan Nasional Penanggulangan Bencana karena dalam rekonstruksi pasca
bencana memerlukan anggaran yang tidak sedikit.
100
100
Bentuk kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam
menanggulangi bencana di Desa Beringin Jaya bukan hanya dilihat dari
anggaran yang disediakan untuk rekonstruksi pasca bencana.Adapun aspek
yang kedua yaitu dilihat dari ada tidaknya perjanjian tertulis dalam kerjasama
antara pemerintah dan masyrakat dalam menanggulangi bencana di Desa
Beringin Jaya. Untuk mengetahui lebih jelas, berikut pernyataan dari
informan A sebagai Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25
April 2018) bahwa tidak ada perjanjian tertulis. Hanya dalam bentuk SK.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa bentuk kerjasama
pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah gotong
royong.Karena dalam kegiatan gotong royong tidak terdapat perjanjian
tertulis yang dibuat oleh kedua belah pihak, baik pihak pemerintah maupun
pihak masyarakat. Kerjasama pemerintah dan masyarakat hanya dituangkan
dalam bentuk SK. Hal serupa juga disampaikan oleh informan B sebagai
Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei
2018) yang mengatakan bahwa:
“Tidak ada perjanjian tertulis kecuali untuk pembangunan, misalnya
pembangunan jembatan gantungitu ada perjanjian tertulis
tapiperjanjian antara kelompok pengelola atau pembuat jembatan itu
sendiri dengan bidang yang mengatasi rekonstruksi”.
Berdasarkan hasil wawancara kepada informan B sebagai Kabid
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018),
dapat dilihat bahwa kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana tidak ada perjanjian tertulis.Perjanjian tertulis hanya
dilakukan untuk melakukan pembangunan.Namun perjanjian tersebut bukan
antara BPBD dan masyarakat Desa Beringin Jaya.Melainkan perjanjian yang
101
101
dilakukan oleh pihak pengelola pembangunan infrastruktur seperti
embangunan jalan dengan bidang yang mengatasi rekonstruksi. Pernyataan
tersebut juga didukung oleh informan E sebagai Ketua kelompok Desa
Tangguh Bencana Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu
Utara (9 Mei 2018) yang mengatakan bahwa:
“Hanya kesepakatan dengan masyarakat ketika terjadi bencana
masyarakat tidak boleh diam. Tidak bisa bergantung sepenuhnya ke
pemerintah”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kerjasama pemerintah dan
masyarakat dalam penanggulangan bencana tidak ada perjanjian
tertulis.Hanya kesepakatan pemerintah Desa dengan masyarakat bahwa ketika
terjadi bencana, masyarakat tidak boleh hanya berpangku tangan saja.Karena
dalam menanggulangi bencana, masyarakat tidak bisa bergantung sepenuhnya
ke pemerintah dalam hal ini BPBD Kabupaten Luwu Utara.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan tersebut maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana tidak ada perjanjian tertulis.Terkait hal tersebut
maka dapat dikatakan bahwa bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat
dalam penanggulangan bencana adalah gotong royong.Karena dalam kegiatan
gotong royong tidak terdapat perjanjian tertulis yang dibuat oleh kedua belah
pihak, baik pihak pemerintah maupun pihak masyarakat.
Selain dari dua aspek yang telah disebutkan, adapun aspek yang ketiga
merupakan aspek yang menggambarkan lebih jelas mengenai bentuk
kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam
menanggulangi bencana di Desa Beringin Jaya yaitu menyangkut kegiatan-
102
102
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yang kemudian dibantu oleh
masyarakat Desa Beringin Jaya dalam hal untuk mencegah dan
menanggulangi bencana terkhusus di Desa Beringin Jaya. Untuk mengetahui
lebih jelas tentang aspek tersebut, berikut pernyataan dari informan A sebagai
Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018) yang
mengatakan bahwa:
“Seperti yang telah saya katakan, kami itu memperbaiki tanggul,
membantu mengevakuasi korban bencana ke daerah yang aman dan
membantu memperbaiki rumah yang rusak”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah yang kemudian dibantu oleh masyarakat Desa
Beringin Jaya dalam hal untuk mencegah dan menanggulangi bencana
terkhusus di Desa Beringin Jaya adalah memperbaiki tanggul yang jebol,
membantu mengevakuasi korban bencana ke daerah yang aman dan
membantu memperbaiki rumah yang rusak. Informan B sebagai Kabid
pencegahan dan kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018)
juga menambahkan pernyataan tersebut dengan mengatakan:
“Yang pertama itu sosialisasi ke masyarakat, yang kedua itu
rahabilitasi dengan memberikan peralatan dan logistik”.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dilihat bahwa kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yang kemudian dibantu oleh
masyarakat Desa Beringin Jaya dalam hal untuk mencegah dan
menanggulangi bencana terkhusus di Desa Beringin Jaya adalah melakukan
sosialisasi ke masyarakat dan rehabilitasi dengan cara memberikan peralatan
dan logistik yang dianggap dibutuhkan oleh masyarakat untuk mencegah dan
menanggulangi bencana terkhusus di Desa Beringin Jaya. Informan C sebagai
103
103
Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu Utara (30 April 2018)
juga menambahkan pernyataan tersebut yaitu:
“Yah saya rasa kita telah bekali masyarakat untuk menghadapi
bencana kemudian kami juga sudah bangunkan infrastuktur untuk
mananggulangi dampak bencana.Seperti pembangunan tanggul-
tanggul sungai, normalisasi arus sungai kemudian pembangunan
jembatan penghubung, dan pembangunan rumah panggung”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pemerintah telah membekali
masyarakat untuk menghadapi bencana kemudian pemerintah juga telah
membangun infrastruktur untuk menanggulangi dampak bencana.Seperti
pembangunan tanggul-tanggul sungai, normalisasi arus sungai kemudian
pembangunan jembatan penghubung serta pembangunan rumah panggung
bagi masyarakat yang rumahnya rusak akibat diterjang banjir. Hal serupa
juga disampaikan oleh informan E sebagai Ketua kelompok Desa Tangguh
Bencana Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (9
Mei 2018) yaitu:
“Banyak.Seperti itu pembangunan tanggul, mengganti jembatan
gantung yang rusak akibat terbawa air banjir, dan diberikan juga itu
sampan untuk penyebrangan sungai”.
Dapat dilihat dari pernyataan tersebut bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah yang kemudian dibantu oleh masyarakat Desa
Beringin Jaya dalam hal untuk mencegah dan menanggulangi bencana
terkhusus di Desa Beringin Jaya telah banyak dilakukan.Kegiatan tersebut
berupa pembangunan tanggul, dan mengganti jembatan gantung yang rusak
akibat terjangan arus air pada saat air di sungai meluap.Serta pemerintah juga
memberikan sampan atau rakit untuk penyebrangan sungai oleh masyarakat
Desa Beringin Jaya.
104
104
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan maka dapat
disimpulkan bahwa aspek yang menggambarkan lebih jelas mengenai bentuk
kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam
menanggulangi bencana di Desa Beringin Jaya yaitu menyangkut kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah yang kemudian dibantu oleh
masyarakat Desa Beringin Jaya dalam hal untuk mencegah dan
menanggulangi bencana terkhusus di Desa Beringin Jaya sudah terbilang
maksimal.
Aspek selanjutnya masih berhubungan dengan aspek sebelumnya
dimana menyangkut sifat dari pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan
kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan menanggulangi bencana di Desa
Beringin Jaya yaitu melaksanakan kegiatan dengan sukarela atau tanpa
mengharapkan imbalan. Seperti pernyataan dari informan A sebagai
Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018):
“Yah jelas dengan sukarela.Karena tugas kita kan untuk
menanggulangi bencana”.
Dapat dilihat dari pernyataan tersebut bahwa sifat dari pemerintah dan
masyarakat dalam menjalankan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan
menanggulangi bencana di Desa Beringin Jaya yaitu melaksanakan kegiatan
dengan sukarela atau tanpa mengharapkan imbalan.Karena tugas pemerintah
dalam hal ini BPBD adalah untuk menanggulangi bencana. Hal serupa juga
disampaikan oleh informan E sebagai Ketua kelompok Desa Tangguh
Bencana Desa Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (9
Mei 2018) yang mengatakan bahwa:
105
105
“Kembali lagi kalau kita hanya sukarelawan artinya tidak ada
imbalan”.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sifat dari pemerintah dan
masyarakat dalam menjalankan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan
menanggulangi bencana di Desa Beringin Jaya yaitu melaksanakan kegiatan
dengan sukarela atau tanpa mengharapkan imbalan.Sukarelawan artinya tidak
ada imbalan.Hanya ikhlas dalam membantu menanggulangi bencana.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan maka dapat
disimpulkan bahwa sifat dari pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan
kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan menanggulangi bencana di Desa
Beringin Jaya yaitu melaksanakan kegiatan dengan sukarela atau tanpa
mengharapkan imbalan.Terkait hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa
bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana
adalah gotong royong.Karena dalam kegiatan gotong royong, kegiatan
dilkukan dengan sukarela atau tanpa mengharapkan imbalan.
Proses kerjasama antara pemerintah dan masyarakat di Desa Beringin
Jaya tentunya tidak terlepas dari aktivitas tolong menolong. Pemerintah dan
masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi bencana di Desa Beringin
Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara sangat sadar akan
kewajibannya sebagai makhluk sosial yaitu saling tolong menolong apalagi
dalam hal menanggulangi bencana. Seperti pernyataan dari informan A
sebagai Koordinator lapangan BPBD Kabupaten Luwu Utara (25 April 2018)
sebagai berikut:
“Sudah tentu ada.Itu kan sudah jadi kewajiban untuk saling tolong
menolong apalagi dalam hal menanggulangi bencana”.
106
106
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dilihat bahwa proses
kerjasama antara pemerintah dan masyarakat di Desa Beringin Jaya tidak
terlepas dari aktivitas tolong menolong. Pemerintah sadar bahwa sudah
menjadi suatu kewajiban untuk saling tolong menolong dalam hal
menanggulangi bencana khususnya di Desa Beringin Jaya. Hal serupa juga
disampaikan oleh informan B sebagai Kabid pencegahan dan kesiapsiagaan
BPBD Kabupaten Luwu Utara (14 Mei 2018) yaitu:
“Yah sudah tentu ada. Di Beringin Jaya itu sudah dulu terjadi ada
yang terbawa arus, kita bantu untuk pencariannya. Yah kita harus
tolong menolong. Macam ada yang perlu evakuasi, kita bantu angkat
peralatannya ke daerah yang aman”.
Pernataan tersebut menunjukkan bahwa kerjasama pemerintah dan
masyarakat Desa Beringin Jaya sudah tentu terdapat aktivitas tolong
menolong.Seperti pada saat terjadi banjir kemudian ada masyarakat yang
terbawa arus, pemerintah dalam hal ini BPBD membantu dalam
pencarian.Sudah menjadi kewajiban untuk saling tolong menolong.Misalnya
membantu mengangkat peralatan masyarakat yang perlu di evakuasi ke
daerah yang aman. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pernyatan
informan C sebagai Kepala sub bidang rehabilitasi BPBD Kabupaten Luwu
Utara (30 April 2018) yang mengatakan:
“Sudah pasti, karena kami tidak akan ada ditempat kalau tidak ada
aktivitas tolong-menolong”.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa kerjasama
pemerintah dan masyarakat Desa Beringin Jaya sudah pasti terdapat aktivitas
tolong menolong. Karena pemerintah dan masyarakat tidak akan ada di lokasi
terjadinya bencana apabila tidak ada aktivitas tolong menolong. Seperti
107
107
halnya informan E sebagai Ketua kelompok Desa Tangguh Bencana Desa
Beringin Jaya Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara (9 Mei 2018)
yang memberikan pernyataan serupa yaitu mengatakan sangat.Kalau itu
sudah pasti.
Berdasarkan pernyataan dari beberapa informan maka dapat
disimpulkan bahwa proses kerjasama antara pemerintah dan masyarakat di
Desa Beringin Jaya tidak terlepas dari aktivitas tolong menolong. Terkait hal
tersebut maka dapat dikatakan bahwa bentuk kerjasama pemerintah dan
masyarakat dalam penanggulangan bencana adalah gotong royong. Karena
dalam kegiatan gotong royong, tidak terlepas dari aktivitas tolong menolong,
tidak ada perjanjian tertulis dan dilakukan dengan sukarela atau tanpa
mengharapkan imbalan.
108
108
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu bentuk kerjasama pemerintah
dan masyarakat dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara adalah
bentuk kerjasama gotong royong. Bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat
dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara adalah gotong royong
karena dalam kerjasama tersebut tidak ada perjanjian tertulis, kegiatan dilakukan
dengan sukarela atau tanpa mengharapkan imbalan, dan tidak terlepas dari
aktivitas tolong menolong. Gotong royong antara pemerintah dan masyarakat
dalam mencegah dan menanggulangi bencana sangat penting untuk dilakukan.
Seperti halnya dalam mencegah dan menanggulangi bencana di Desa Beringin
Jaya, bentuk kerjasama yang dilakukan tidak terlepas dari gotong royong dan
kerja bakti.
B. SARAN
1. Pemerintah dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Luwu Utara sebaiknya membangun tanggul sekunder yaitu tanggul yang
dibangun di belakang tanggul primer (tanggul yang sudah ada) yang
berfungsi sebagai pengamanan atau pertahanan kedua apabila tanggul primer
jebol atau rusak akibat debit banjir.
2. Pemerintah dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Luwu Utara agar tetap konsisten menjaga prinsip badan penanggulangan
bencana.
108
109
109
3. Seharusnya bentuk kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu Utara perlu ditingkatkan.
4. Pemerintah daerah segera mencari solusi bagaimana masyarakat tidak lagi
melakukan penebangan pohon secara liar sebelum terjadi penebangan pohon
secara liar yang berdampak bagi masyarakat Kabupaten Luwu Utara.
5. Pemerintah seharusnya mengambil tindakan tegas terkait pembuangan
sampah berupa ranting dan batang-batang pohon di sungai oleh masyarakat
Desa Beringin Jaya.
109
110
110
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2015. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara. Hal: 156.
Amirullah. 2015. Kepemimpinan & Kerja Sama Tim. Jakarta: Mitra Wacana
Media. Hal: 189.
Anonim. 2016. Perka BNPB No. 11/2014 tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Penanggulangan Bencana.Dalam (https://www.bnpb.go.id) diakses pada 5
Desember 2017 pukul 15:59 WITA.
Anonim. 2016. Perka BNPB No. 12/2014 tentang Peran Serta Lembaga Usaha
dalam Penanggulangan Bencana. Dalam (https://www.bnpb.go.id) diakses
pada 5 Desember 2017 pukul 15:50 WITA.
Anonim.2017. Siaga Bencana Berbasis Masyarakat di Luwu Utara.Dalam
(https://luwuutara.go.id) diakses pada 17 September 2017 pukul 09:45
WITA.
Ascholani, Chasan. 2014. Mencari Peran Lembaga Usaha dalam
Penanggulangan Bencana.Dalam (http://kabarindonesia.com) diakses
pada 5 Desember 2017 pukul 16:13 WITA.
Awalia, Vidia Reski dkk. 2015. Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Resiko
Bencana Banjir di Kabupaten Kolaka Utara. Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Volume V No.2. Hal: 207.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi komunikasi. Jakarta: Kencana.
Candra, Noveliawati. 2014. Manajemen Bencana di Indonesia (Studi pada Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Malang dalam Darurat
Bencana Gunung Kelud). Skripsi (internet).Diunduh pada 23 Maret 2017
pukul 16:09 WITA.Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok.
Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 142.
Fitri. 2017. BPBD Libatkan Penyuluh Agama Atasi Bencana. Dalam
(https://luwuutarakab.go.id) diakses pada 17 September 2017 pukul 09:51
WITA.
Harisman, Kundang. 2014. Pengaruh Kemampuan Kerjasama Kelompok Tani
terhadap Penerapan Teknologi System Of Rice Intensification (SRI) di
Kabupaten Sumedang. JurnalIstek. Volume VIII. No. 2. Hal: 220.
Herlina, Lina. 2017. Sulsel Darurat Bencana. Dalam (http://news.
metrotvnews.com) diakses pada 6 Juli 2017 pukul 10:40 WITA.
111
111
Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat.
Bandung: Humaniora.
Ismawati, Esti. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Ombak. Hal: 30
dan 49.
Kumorotomo, Wahyudi. 2015. Etika Adminitrasi Negara. Jakarta: Rjawali Pers.
Hal: 136.
Laksana, Nuring Septyasa. 2013. Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat Desa
dalam Program Desa Siaga di Desa Bandung Kecamatan Playen
Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik.Volume 1, Nomor 1. Hal: 58-59.
Latief A. 2015. Peran Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana Alam
Di Kota Palopo. Skripsi (internet). Diunduh pada 5 Juli 2017 pukul 08:23
WITA. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato.2015. Pemberdayaan Masyarakat
dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Mawardi, Chalik. 2017. Luwu Utara Darurat Bencana sampai Tanggal 13 Juni
2017.Dalam (http://makassar.tribunnews.com) diakses pada 6 Juli 2017
pukul 11:03 WITA).
Meyana, Yulanda Elis dkk.Kerjasama Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan
Dengan Lembaga Lain Bidang Kejuruan. Jurnal Pendidikan. Volume 2
Nomor 1.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana.
Nurjanah, dkk. 2012. Manajemen bencana. Bandung: Alfabeta.
Pramusinto, Agus dan Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi Birokrasi,
Kepemimpinan dan Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Hal: 113.
Pratiwi, Wahyu Kusuma dan Dwiarko Nugrohoseno.2014.Pengaruh Kepribadian
terhadap Kerjasama Tim dan Dampaknya terhadap Kinerja
Karyawan.Jurnal Ilmu Manajemen Volume 2 Nomor 3. Hal: 1120.
Setiadi, Elly M, dkk. 2011. Ilmu Sosial Budaya & Dasar Edisi Kedua. Jakarta:
Kencana.
Sinaga, Siti Nurmawan. 2015. Peran Petugas Kesehatan dalam Manajemen
Penanganan Bencana Alam. Jurnal ilmiah Integritas Vol.1 No. 1. Hal: 4.
Soyomukti, Nurani. 2016. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hal:
341-342.
112
112
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Surminah, Iin. 2013. Pola Kerjasama Lembaga Litbang dengan Pengguna dalam
Manajemen Litbang (Kasus Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat). Jurnal Bina Praja. Volume 5 Nomor 2.Hal: 103-104.
Thoha, Miftah. 2015. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Yogyakarta:
Kencana. Hal: 159.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana
Wibawa, Samodra. 2005. Reformasi Administrasi. Yogyakarta: Gava Media. Hal:
383.
113
113
LAMPIRAN-LAMPIRAN
114
114
115
115
116
116
Akses jalan menuju Desa Beringin Jaya
Gerakan bersih sungai
Kerja bakti pemerintah & masyarakat
117
117
118
118
119
119
120
120
121
121
122
122
123
123
124
124
125
125
126
126
127
127
128
128
129
129
RIWAYAT HIDUP
Rusna Rustam atau yang lebih familiar dipanggil Unna lahir di Dobolambe, pada tanggal 21 Agustus 1996. Ia adalah anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan suami istri seorang Petani yaitu Rustam dan Hasnatang. Bertempat tinggal di Makassar Jalan Mallengkeri Luar Pondok Setia Budi. Pada tahun 2002, Rusna menempuh Pendidikannya di mulai dari jenjang
Sekolah Dasar di SDN 358 Pengkasalu, lalu ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Belopa pada tahun 2008, kemudian melanjutkan jenjang Pendidikannya di SMA Negeri 1 Belopa pada tahun 2011. Rusna adalah orang yang memiliki keinginan kuat dalam hal Pendidikan. Setelah menamatkan SMA, semangatnya untuk menimba ilmu tak pernah padam. Ia mulai masuk di perguruan tinggi bergengsi di Makassar, Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Negara. 105610496514 merupakan Nomor Induk Mahasiswanya. Pengalaman Organisasi yang pernah diikuti selama berada di SMA yakni masuk dalam keanggotaan PMR SMA Negeri 1 Belopa. Adapun organisasi yang diikuti di Unismuh Makassar adalah LKIM-PENA (Lembaga Kreativitas Ilmiah Mahasiswa Penelitian danPenalaran). Prestasi selama berlembaga yaitu menjadi finalis dalam lomba karya tulis ilmiah nasional PIKIR (Pekan Ilmiah dan Kreativitas Remaja) Universitas Muhammadiyah Makassar Tahun 2016 dan Finalis dalam lomba 4th HSEF (Hasanuddin Sharia Economic Festival) Universitas Hasanuddin Tahun 2017.