A
KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN
KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA
(Tesis)
Oleh :
Devriyadi Saputra S
NPM. 1427031001
MAGISTER MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ii
Judul Tesis : KLASIFIKASI GRAF PETERSEN
BERBILANGAN KROMATIK LOKASI
EMPAT ATAU LIMA
Nama Mahasiswa : Devriyadi Saputra S
Nomor Pokok Mahasiswa : 1427031001
Magister : Matematika
Jurusan : Matematika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Asmiati, S.Si., M.Si.
NIP. 19760411 200012 2 001
Pembimbing II
Drs. Mustofa Usman, M.A, Ph.D.
NIP. 19570101 198404 1 001
2. Ketua Jurusan Matematika
Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D.
NIP.19620704 198803 1 002
iii
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Asmiati, S.Si.,M.Si.
NIP. 19760411 200012 2 001 ……………………
Sekretaris : Drs. Mustofa Usman, M.A., Ph.D.
NIP. 19570101 198404 1 001 ……………………
Penguji : Dra. Wamiliana, M.A., Ph.D.
NIP. 19631108 198902 2 001 ……………………
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D.
NIP. 19690530 199512 1 001
3. Direktur Pascasarjana Universitas Lampung
Prof. Dr. Sudjarwo, M.S.
NIP. 19530528 198103 1 002
Tanggal Lulus Ujian Tesis : 6 Januari 2017
iv
PERNYATAAN TESIS MAHASISWA
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Devriyadi Saputra S
NPM : 1427031001
Magister : Matematika
Jurusan : Matematika
Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri,
dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau
ditulis orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai sebagai
persyaratan penyelesaian pada universitas atau insitusi lain.
Bandar Lampung, Januari 2017
Yang Menyatakan,
Devriyadi Saputra S
NPM. 1427031001
v
MOTTO
“Kita akan sukses jika belajar dari kesalahan”
“Semua mimpimu akan terwujud asalkan kamu punya keberanian
untuk mengejarnya”
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT kupersembahkan karya ini
untuk :
1. Kedua orang tua yang memotivasi dalam penyelesaian penelitian ini.
2. Istriku Lina Dewi Kurniawati yang telah turut membantu dan memotivasi
dalam penyelesaian penelitian ini.
3. Anakku Alif Devna Alfaeyza yang menjadi motivasiku untuk segera
menyelesaikan penelitian ini.
4. Teman-teman dewan guru dan Siswa/I SMKN 1 Mesuji Timur yang
mendukung saya untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
vii
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini
dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Klasifikasi Graf Petersen Berbilangan
Kromatik Lokasi Empat atau Lima” disusun sebagai salah satu syarat memperoleh
gelah Magister Sains (M.Si.) di Universitas Lampung.
Dengan ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Asmiati, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih untuk
bimbingan dan kesediaan waktunya selama penyusunan tesis ini.
2. Drs. Mustofa Usman, M.A., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II, terima
kasih untuk bantuan dan masukannya selama penyusunan tesis.
3. Dra. Wamiliana, M.A., Ph.D. selaku Dosen Penguji, terima kasih atas
kesediannya untuk menguji, memberikan saran dan kritik yang membangun
dalam penyelesaian tesis ini.
4. Drs. Tiryono Ruby, M.Sc., Ph.D. selaku Pembimbing Akademik dan Ketua
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung atas bimbingan dan
nasehatnya selama ini.
5. Seluruh dosen dan karyawan Prodi Magister Matematika.
6. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk orang tua saya yang telah
mendidik saya sampai sekarang dan doa restu yang tak pernah putus.
7. Terima kasih juga kepada istri dan anak saya yang telah menyemangati saya
sampai sekarang.
8. Teman terdekat seatap seperjuangan, terimakasih atas kebersamaannya dan
motivasinya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
10. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Januari 2017
Penulis
Devriyadi Saputra S
viii
KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI
EMPAT ATAU LIMA
Oleh :
Devriyadi Saputra S
NPM. 1427031001
ABSTRAK
Misalkan c suatu pewarnaan titik pada graf G dengan c(u) ≠ c(v) untuk u dan v
bertetangga di G. Misalkan Ci himpunan titik-titik yang diberi warna i, yang
selanjutnya disebut kelas warna, maka Π = {C1, C2, …, Ck} adalah himpunan
yang terdiri dari kelas-kelas warna dari V(G). Kode warna cΠ(v) dari v adalah k-
pasang terurut (d(v, C1), d(v, C2), …, d(v, Ck)) dengan d(v,Ci) = min {d(v, x)|x
Ci} untuk 1 ≤ i ≤ k. Jika setiap G mempunyai kode warna yang berbeda, maka c
disebut pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang digunakan untuk
pewarnaan lokasi disebut bilangan kromatik lokasi dari G, dan dinotasikan dengan
. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diperoleh bilangan
kromatik lokasi Graf Petersen Pn,1 adalah 4 untuk n ganjil dan 5 untuk lainnya;
( ) dan ( ) untuk 5 ≤ n ≤ 20.
Kata Kunci : Graf, bilangan kromatik lokasi, Graf Petersen
ix
DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................. i
Persetujuan ...................................................................................................... ii
Pengesahan ...................................................................................................... iii
Pernyataan ....................................................................................................... iv
Motto ............................................................................................................... v
Persembahan ................................................................................................... vi
Sanwacana ....................................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................ viii
Daftar Isi .......................................................................................................... ix
Daftar Gambar ................................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Graf ....................................................................... 5
2.2. Graf Petersen ................................................................................ 8
2.3. Bilangan Kromatik Lokasi Graf ................................................... 8
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 15
3.2. Metode Penelitian ......................................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Bilangan kromatik lokasi Graf Petersen Pn,1 dengan n ganjil ...... 17
4.2. Bilangan kromatik lokasi Graf Petersen Pn,1 dengan n genap ...... 27
4.3. Bilangan kromatik lokasi Graf Petersen Pn,2 dengan n ganjil ...... 36
4.4. Bilangan kromatik lokasi Graf Petersen Pn,2 dengan n genap ...... 46
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 57
5.2. Saran ............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Contoh graf Petersen P3,1 ……………………………………... 3
Gambar 2.1 Contoh graf dengan 7 titik dan 8 sisi …………………………. 5
Gambar 2.2 Graf Petersen P8,1 ……………………………………………... 8
Gambar 2.3 Pewarnaan lokasi minimum pada Sa,b …………………………. 11
Gambar 2.4 Pewarnaan lokasi graf Petersen P8,1 berbilangan kromatik
lokasi 4 ………………………………………………………...
13
Gambar 2.5 Pewarnaan lokasi graf Petersen P8,1 berbilangan kromatik
lokasi 5 ………………………………………………………...
14
Gambar 4.1 Konstruksi batas bawah Graf Petersen Pn,1 untuk n ganjil ......... 17
Gambar 4.2 Konstruksi batas atas Graf Petersen P3,1 ……………………… 18
Gambar 4.3 Konstruksi batas atas Graf Petersen P5,1 ……………………… 19
Gambar 4.4 Konstruksi batas atas Graf Petersen P7,1 ……………………… 20
Gambar 4.5 Konstruksi batas atas Graf Petersen P9,1 ……………………… 21
Gambar 4.6 Konstruksi batas atas Graf Petersen P11,1 ……………………... 22
Gambar 4.7 Konstruksi batas atas Graf Petersen P13,1 ……………………... 23
Gambar 4.8 Konstruksi batas atas Graf Petersen P15,1 ……………………... 24
Gambar 4.9 Konstruksi batas atas Graf Petersen Pn,1 ……………………… 25
Gambar 4.10 Konstruksi batas bawah Graf Petersen Pn,1 untuk n genap ........ 27
Gambar 4.11 Konstruksi batas atas Graf Petersen P4,1 ……………………… 28
Gambar 4.12 Konstruksi batas atas Graf Petersen P6,1 ……………………… 29
Gambar 4.13 Konstruksi batas atas Graf Petersen P8,1 ……………………… 30
Gambar 4.14 Konstruksi batas atas Graf Petersen P10,1 ……………………... 31
Gambar 4.15 Konstruksi batas atas Graf Petersen P12,1 ……………………... 32
Gambar 4.16 Konstruksi batas atas Graf Petersen P14,1 ……………………... 33
Gambar 4.17 Konstruksi batas atas Graf Petersen Pn,1 untuk n genap ………. 34
Gambar 4.18 Konstruksi batas bawah Graf Petersen Pn,2 untuk n ganjil
dengan 3 warna ..........................................................................
36
Gambar 4.19 Konstruksi batas bawah Graf Petersen Pn,2 untuk n ganjil
dengan 4 warna ..........................................................................
37
Gambar 4.20 Konstruksi batas atas Graf Petersen P5,2 ……………………… 38
Gambar 4.21 Konstruksi batas atas Graf Petersen P7,2 ……………………… 39
Gambar 4.22 Konstruksi batas atas Graf Petersen P11,2 ……………………... 40
Gambar 4.23 Konstruksi batas atas Graf Petersen P13,2 ……………………... 41
Gambar 4.24 Konstruksi batas atas Graf Petersen P17,2 ……………………... 42
Gambar 4.25 Konstruksi batas atas Graf Petersen P9,2 ……………………… 43
Gambar 4.26 Konstruksi batas atas Graf Petersen P15,2 ……………………... 44
Gambar 4.27 Konstruksi batas atas Graf Petersen P19,2 ……………………... 45
Gambar 4.28 Konstruksi batas atas Graf Petersen P4,2 ……………………… 46
Gambar 4.29 Konstruksi batas bawah Graf Petersen Pn,2 untuk 5 ≤ n ≤ 20
dan n genap dengan 4 warna …………………………………..
47
Gambar 4.30 Konstruksi batas atas Graf Petersen P6,2 ……………………… 48
Gambar 4.31 Konstruksi batas atas Graf Petersen P10,2 ……………………... 49
Gambar 4.32 Konstruksi batas atas Graf Petersen P14,2 ……………………... 50
Gambar 4.33 Konstruksi batas atas Graf Petersen P18,2 ……………………... 51
xi
Gambar 4.34 Konstruksi batas atas Graf Petersen P8,2 ……………………… 52
Gambar 4.35 Konstruksi batas atas Graf Petersen P12,2 ……………………... 53
Gambar 4.36 Konstruksi batas atas Graf Petersen P16,2 ……………………... 54
Gambar 4.37 Konstruksi batas atas Graf Petersen P20,2 ……………………... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teori graf merupakan salah satu bidang ilmu matematika. Pada awalnya, teori graf
diperkenalkan oleh Leonard Euler (1736) pada bukunya Solution Problematis Ad
Geometriam Situs Pertinentis. Buku tersebut berisi tentang penyelesaian masalah
jembatan Konigsberg yaitu kasus transportasi dimana hanya melewati sekali jalan
dari empat daerah yang dihubungkan oleh tujuh jembatan dan kembali ke tempat
awal. Berdasarkan representasi graf yang digunakannya, Euler membuktikan
bahwa tidak mungkin melewati setiap jembatan tepat satu kali dan kembali ke
posisi awal.
Saat ini, perkembangan teori graf maju pesat. Teori graf banyak digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan. Tidak hanya untuk bidang
matematika saja, namun juga bidang ilmu yang lainnya. Kajian tentang pewarnaan
lokasi pada suatu graf adalah suatu kajian yang menarik dalam teori graf. Konsep
pewarnaan lokasi pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (tahun 2002), sebagai
pengembangan dua konsep dalam graf yaitu pewarnaan titik pada graf dan
dimensi partisi graf.
Misalkan c suatu pewarnaan titik pada graf G dengan menggunakan warna
1,2,…,k untuk suatu bilangan positif k. Secara ekuivalen, c merupakan partisi Π
dari V(G) ke dalam kelas-kelas warna yang saling bebas C1,C2,…,Ck yang mana
titik-titik di Ci berwarna i, 1 ≤ i ≤ k. Jarak titik v ke suatu Ci, dinotasikan dengan
d(v, Ci) adalah min {d(v, x)|x ϵ Ci}. Kode warna, cΠ (v) dari suatu titik v adalah k-
pasang terurut yaitu:
cΠ(v) = (d(v, C1), d(v, C2), …, d(v,Ck))
Jika setiap titik di G memiliki kode warna yang berbeda terhadap partisi Π, maka
c disebut pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang digunakan untuk
2
pewarnaan lokasi disebut bilangan kromatik lokasi dari G, dan dinotasikan dengan
χL(G).
Chartrand dkk. (2002), telah menentukan pewarnaan lokasi pada graf terhubung
G. Jika u dan v adalah dua titik yang berbeda di G sedemikian sehingga d(u, w) =
d(v, w) untuk setiap w ϵ V(G) – {u, v}, maka c(u) ≠ c(v). Secara khusus, jika u
dan v titik-titik yang tidak bertetangga di G sedemikian sehingga N(u) ≠ N(v),
maka c(u) ≠ c(v). Kemudian telah ditentukan bilangan kromatik lokasi pada
beberapa kelas graf, diantaranya pada graf lintasan Pn untuk n ≥ 3 diperoleh χL(Pn)
= 3; pada graf siklus diperoleh dua hasil yaitu untuk n ganjil diperoleh χL(Cn) = 3,
dan untuk n genap diperoleh χL(Cn) = 4; pada graf bintang ganda (Sa,b), 1 ≤ a ≤ b
dan b ≥ 2, diperoleh χL(Sa,b) = b + 1.
Chartrand dkk. (2003), telah menunjukkan graf berorde n dengan bilangan
kromatik lokasinya (n – 1) dan juga graf-graf yang mempunyai bilangan kromatik
lokasi dengan batas atasnya (n – 2). Selain itu, Chartrand dkk. (2002)
menunjukkan bahwa terdapat pohon berorde n ≥ 5 yang mempunyai bilangan
kromatik k jika dan hanya jika k ϵ (3, 4, …, n – 2, n).
Asmiati (2011) dalam makalahnya membahas bilangan kromatik lokasi dari
amalgamasi graf bintang Sk,m. Sk,m diperoleh salinan k dari bintang K1,m dengan
mengidentifikasi daun dari setiap bintang. Selanjutnya juga menentukan kondisi
yang cukup subgraf terhubung memenuhi . Asmiati
(2013) dalam makalahnya mengkarakterisasi semua graf pohon berbilangan
kromatik lokasi 3. Selanjutnya juga memberikan rumpun graf pohon dengan
bilangan kromatik lokasi 4.
Rinaldy (2016) telah berhasil menentukan bilangan kromatik lokasi graf Petersen
Pn,k untuk P3,1, P4,1, P4,2, P5,1, P5,2, P6,1, P6,2, P6,3, P7,1, P7,2, dan P7,3. Bilangan
kromatik lokasi pada graf Petersen Pn,k tersebut yaitu : χL (P3,1) = 4, χL (P4,1) = 5,
χL (P4,2) = 4, χL (P5,1) = 4, χL (P5,2) = 4, χL (P6,1) = 5, χL (P6,2) = 5, χL (P6,3) = 5, χL
(P7,1) = 5, χL (P7,2) = 5, χL (P7,3) = 5.
3
Permasalahan penentuan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf merupakan
permasalahan yang sulit, karena belum adanya teorema yang digunakan untuk
menentukan bilangan kromatik lokasi pada sembarang graf. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dikaji tentang klasifikasi graf Petersen Pn,k berbilangan
kromatik lokasi empat atau lima.
1.2. Perumusan Masalah
Pada penelitian ini diberikan graf Petersen Pn,k adalah graf dengan 2n titik dengan
n ≥ 3,{u1, u2, …, un} {v1, v2, …, vn} dan sisi ui ui+1 modulo n, vi vi+k
modulo n dan ui vi.
Gambar 1.1. Contoh graf Petersen P3,1
Berdasarkan hasil penelitian Rinaldy (2016), diperoleh bilangan kromatik lokasi
terendah dari graf Petersen adalah empat. Berdasarkan hal tersebut akan
dilanjutkan dengan mengklasifikasi graf Petersen Pn,k berbilangan kromatik lokasi
empat atau lima.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah mengklasifikasi graf Petersen Pn,k
berbilangan kromatik lokasi empat atau lima.
4
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah mendapatkan klasifikasi graf
Petersen Pn,k berbilangan kromatik lokasi empat atau lima. Klasifikasi graf
Petersen Pn,k yang diperoleh sebagai parameter untuk mengklasifikasi graf
Petersen dengan bilangan kromatik lokasi yang lebih tinggi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf Petersen dan bilangan
kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.
2.1. Konsep Dasar Graf
Teori dasar mengenai graf yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari
Deo (1989). Graf G adalah himpunan terurut (V(G), E(G)) dengan V(G)
menyatakan himpunan titik (vertex) tak kosong dan E(G) menyatakan himpunan
sisi (edge) yakni pasangan tak terurut dari V(G). Banyaknya himpunan titik V(G)
disebut orde dari graf G. Misalkan v dan w adalah titik pada graf G, jika v dan w
dihubungkan oleh sisi e, maka v dan w dikatakan bertetangga (adjacent),
sedangkan titik v dan w dikatakan menempel (incident) dengan sisi e, demikian
juga sisi e dikatakan menempel dengan titik v dan w. Himpunan tetangga
(neighborhood) dari suatu titik v, dinotasikan dengan N(v) adalah himpunan titik-
titik yang bertetangga dengan v.
Gambar 2.1. Contoh graf dengan 7 titik dan 8 sisi
Pada Gambar 2.1. graf G(V, E), V(G) = {v1, v2, v3, v4, v5, v6, v7} dan E(G) = {e1,
e2, e3, e4, e5, e6, e7, e8}. Titik v1 bertetangga dengan titik v2 dan v5 dinotasikan
N(v1) = {v2, v5}, sedangkan v1 dan v2 menempel pada e1. Sebaliknya, sisi e1
menempel pada titik v1 dan v2.
Derajat suatu titik v pada graf G adalah banyaknya sisi yang menempel pada titik
v, dinotasikan dengan d(v). Pada Gambar 2.1, d(v1) = d(v3) = d(v4) = d(v6) = 2,
6
d(v2) = 4, d(v5) = 3, dan d(v7)=3. Daun (pendant vertex) adalah titik yang memiliki
derajat 1. Pada Gambar 2.1, titik v7 adalah daun karena berderajat satu.
Loop adalah sisi yang memiliki titik awal dan titik akhir yang sama. Sisi paralel
adalah sisi yang memiliki dua titik ujung yang sama. Graf yang tidak mempunyai
sisi ganda atau loop disebut graf sederhana. Graf pada Gambar 2.1. bukan
merupakan graf sederhana karena pada graf tersebut terdapat loop yaitu pada titik
v2.
Istilah-istilah yang sering muncul pada pembahasan graf adalah jalan (walk),
lintasan (path) dan sirkuit (circuit). Jalan (walk) adalah barisan berhingga dari
titik dan sisi, dimulai dan diakhiri oleh titik sedemikian sehingga setiap sisi
menempel dengan titik sebelum dan sesudahnya. Contoh jalan berdasarkan
Gambar 2.1. adalah v1 – e1 – v2 – e2 – v2 – e3 – v3 – e4 – v4 – e5 – v5 – e7 – v6 – e8 –
v7. Lintasan adalah jalan yang melewati titik yang berbeda–beda. Graf G
dikatakan graf terhubung jika terdapat lintasan yang menghubungkan setiap dua
titik yang berbeda. Pada Gambar 2.1. contoh lintasan adalah v1 – e1 – v2 – e3 – v3 –
e4 – v4 – e5 – v5 – e7 – v6 – e8 – v7. Jarak diantara dua titik x dan y adalah panjang
lintasan terpendek diantara kedua titik tersebut, dinotasikan dengan d(x, y).
Sirkuit (circuit) adalah lintasan tertutup (closed path), yaitu lintasan yang
memiliki titik awal dan titik akhir yang sama. Sirkuit dibedakan menjadi dua
macam, yaitu sirkuit genap dan sirkuit ganjil. Sirkuit genap adalah sirkuit dengan
banyaknya titik genap dan sirkuit ganjil adalah sirkuit dengan banyaknya titik
ganjil. Contoh sirkuit berdasarkan Gambar 2.1. adalah v1 – e1 – v2 – e3 – v3 – e4 –
v4 – e5 – v5 – e6. Contoh sirkuit tersebut adalah contoh sirkuit ganjil.
Lemma yang menyatakan kaitan antara jumlah derajat semua titik pada suatu graf
G dengan banyak sisinya adalah sebagai berikut:
Lemma 2.1. (Deo, 1989) Misalkan G(V,E) adalah graf terhubung dengan |E| = e,
maka :
7
∑
Bukti : Dalam sebarang graf, masing-masing sisi menghubungkan dua titik,
sehingga setiap sisi menyumbangkan tepat dua untuk jumlah derajat titik.
Sebagai contoh pada Gambar 2.1. (7 titik dan 8 sisi) adalah
∑
∑
∑
∑
Teorema 2.1. (Deo, 1989) Untuk sembarang graf G, banyaknya titik yang
berderajat ganjil selalu genap.
Bukti : Misalkan Vgenap dan Vganjil masing-masing adalah himpunan titik yang
berderajat genap dan himpunan titik yang berderajat ganjil pada G(V, E). maka
persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
∑
∑ ( ) ∑
Karena d(vj) untuk setiap vj ϵ Vgenap, maka suku pertama dari ruas kanan
persamaan harus bernilai genap. Ruas kiri pada persamaan di atas juga harus
bernilai genap. Nilai genap pada ruas kiri hanya benar bila suku kedua dari ruas
kanan juga bernilai genap. Karena d(vk) untuk setiap vk ϵ Vganjil, maka banyaknya
titik vk di dalam Vganjil harus genap agar jumlah seluruh derajatnya bernilai genap.
Jadi banyaknya titik yang berderajat ganjil selalu genap.
8
2.2. Graf Petersen
Graf Petersen Pn,k adalah graf dengan 2n titik {u1, u2, …, un} {v1, v2, …, vn} dan
sisi ui ui+1 modulo n, vi vi+k modulo n dan ui vi.
Gambar 2.2. Graf Petersen P8,1
2.3. Bilangan Kromatik Lokasi Graf
Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (2002).
Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan
graf. Pewarnaan titik pada graf adalah c = V(G) {1, 2, …, k} dengan syarat
untuk setiap titik bertetangga harus memiliki warna yang berbeda. Minimum
banyaknya warna yang digunakan untuk pewarnaan titik pada graf G disebut
bilangan kromatik lokasi, yang dinotasikan dengan .
Berikut ini diberikan definisi bilangan kromatik lokasi graf yang diambil dari
Chartrand dkk. (2002). Misalkan c suatu pewarnaan titik pada graf G dengan c(u)
≠ c(v) untuk u dan v bertetangga di G. Misalkan Ci himpunan titik-titik yang
diberi warna i, yang selanjutnya disebut kelas warna, maka Π = {C1, C2, …, Ck}
adalah himpunan yang terdiri dari kelas-kelas warna dari V(G). Kode warna cΠ(v)
dari v adalah k-pasang terurut (d(v, C1), d(v, C2), …, d(v, Ck)) dengan d(v,Ci) =
min {d(v, x)|x Ci} untuk 1 ≤ i ≤ k. Jika setiap G mempunyai kode warna yang
berbeda, maka c disebut pewarnaan lokasi G. Banyaknya warna minimum yang
9
digunakan untuk pewarnaan lokasi disebut bilangan kromatik lokasi dari G, dan
dinotasikan dengan . Karena setiap pewarnaan lokasi juga merupakan suatu
pewarnaan, maka .
Berikut ini merupakan teorema dasar dari bilangan kromatik lokasi suatu graf
yang diberikan oleh Chartrand dkk. (2002).
Teorema 2.2. (Chartrand dkk., 2002) Misalkan c adalah pewarnaan pada graf
terhubung G. Jika u dan v adalah dua titik yang berbeda di G sedemikian
sehingga d(u, w) = d(v, w) untuk setiap w V(G) – {u, v}, maka c(u) ≠ c(v).
Secara khusus, jika u dan v titik-titik yang tidak bertetangga di G sedemikian
sehingga N(u) ≠ N(v), maka c(u) ≠ c(v).
Bukti : Misalkan c adalah suatu pewarnaan lokasi pada graf terhubung G dan
misalkan Π = {C1, C2, …, Ck} adalah partisi dari titik-titik G ke dalam kelas
warna Ci. Untuk setiap titik u, v V(G), andaikan c(u) = c(v) sedemikian sehingga
titik u dan v berada dalam kelas warna yang sama, misalkan Ci dari Π. Akibatnya
d(u, Ci) = d(v, Ci) = 0. Karena d(u, w) = d(v, w) untuk setiap w V(G) – {u, v},
maka d(u, Ci) = d(v, Cj) untuk setiap i ≠ j, 1 ≤ j ≤ k. Akibatnya cΠ(u) = cΠ(v)
sehingga c bukan pewarnaan lokasi, jadi c(u) ≠ c(v).
Akibat dari teorema tersebut, dapat ditentukan batas bawah trivial bilangan
kromatik lokasi graf.
Akibat 2.1. (Chartrand dkk., 2002) Misalkan G adalah graf terhubung dengan
satu titik yang bertetangga dengan k daun, maka .
Bukti : Misalkan v adalah satu titik yang bertetangga dengan k daun x1, x2, …, xk
di G. Berdasarkan Teorema 2.2, setiap pewarnaan lokasi di G mempunyai warna
yang berbeda untuk setiap xi, i = 1, 2, …, k. Karena v bertetangga dengan semua
xi, maka v harus mempunyai warna yang berbeda dengan semua daun xi.
Akibatnya .
10
Teorema 2.3. (Chartrand dkk., 2002) Misalkan k adalah derajat maksimum di
graf G, maka .
Bukti : Misalkan v adalah satu titik yang berderajat maksimum k daun x1, x2, …,
xk di G. Berdasarkan Teorema 2.2 dan Akibat 2.1, setiap pewarnaan lokasi di G
mempunyai warna yang berbeda setiap xi, i = 1, 2, …, k. Karena v berderajat
maksimum k dengan xi, maka v harus mempunyai warna yang berbeda dengan
semua daun xi. Akibatnya, .
Teorema 2.4. (Chartrand dkk., 2002) Bilangan kromatik lokasi graf lintasan
Pn(n≥ 3) adalah 3.
Bukti : Perhatikan bahwa dan . Jelaslah bahwa
untuk n ≥ 3. Berdasarkan Teorema 2.3 , dengan k derajat titik
maksimum. Karena pada Pn, k = 2, maka . Akibatnya .
Jadi terbukti .
Teorema 2.5. (Chartrand dkk., 2002) Untuk bilangan bulat a dan b dengan 1 ≤ a
≤ b dan b ≥ 2, maka ( ) .
Bukti : Berdasarkan Akibat 2.1, diperoleh batas bawah yaitu ( ) .
Selanjutnya, akan ditentukan batas atasnya, yaitu ( ) . Misalkan c
adalah pewarnaan titik menggunakan (b + 1) warna sebagaimana terlihat pada
Gambar 2.3. Perhatikan bahwa kode warna dari setiap titik Sa,b berbeda.
Akibatnya c adalah pewarnaan lokasi. Jadi ( ) .
Gambar 2.3. Pewarnaan lokasi minimum pada Sa,b
u v
2
1
2
1
b
a
3
a + 1
b + 1
11
Teorema 2.6. (Chartrand dkk., 2002) Pada graf lingkaran Cn untuk n ≥3,
jika n adalah bilangan ganjil dan jika n adalah bilangan
genap.
Bukti :
Kasus 1
n ≥ 3 adalah ganjil. Misal Cn : v1, v2, …, vn, v1. Ditetapkan warna 1 untuk v1, warna
2 untuk vi jika i adalah genap, dan warna 3 untuk vi jika i ≥ 3 dan i ganjil.
Berdasarkan Akibat 2.1, perlu ditunjukkan bahwa ini adalah pewarnaan lokasi
untuk membuktikan bahwa . Pertimbangkan dua subkasus.
Subkasus 1.1
n = 4k + 1, dengan k ≥ 1. Untuk 1 ≤ i ≤ k, cΠ(v2i) = (2i – 1, 0, 1) dan untuk k + 1 ≤
i ≤ 2k, cΠ(v2i) = (2k + 2 – 2i, 0, 1). Juga, untuk 1 ≤ i ≤ k, cΠ(v2i + 1) = (2i, 1, 0) dan
untuk k + 1 ≤ i ≤ 2k, cΠ(v2i +1) = (2k + 1 – 2i, 1, 0). Karena semua vector cΠ(vi)
berbeda, maka pewarnaan ini adalah pewarnaan lokasi dan .
Subkasus 1.2
n = 4k + 3, dengan k ≥ 0. Bukti mirip dengan Subkasus 1.1.
Kasus 2
n ≥ 4 adalah genap. Misal Cn : v1, v2, …, vn, v1. Ditetapkan warna 1 untuk v1,
warna 2 untuk vi jika i adalah genap, dan warna 3 untuk vi jika i ≥ 3 dan i ganjil,
dan warna 4 untuk vi jika i ≥ 4 dan i genap. Akan ditunjukkan bahwa ini adalah
pewarnaan lokasi Cn, dengan demikian membuktikan bahwa .
Pertimbangkan dua subkasus.
Subkasus 2.1
n = 4k, dengan k ≥ 1. Untuk 1 ≤ i ≤ k, cΠ(v2i+1) = (2i, 2i – 1, 0, 1) dan untuk k + 1
≤ i ≤ 2k – 1, cΠ(v2i+1) = (4k – 2i, 4k + 1 – 2i, 0, 1). Untuk 2 ≤ i ≤ k, cΠ(v2i) = (2i –
1, 2i – 2, 1, 0) dan untuk k+1 ≤ i ≤ 2k, cΠ(v2i) = (4k + 1 – 2i, 4k + 2 – 2i, 1, 0).
Karena semua vector cΠ(vi) berbeda, maka pewarnaan ini adalah pewarnaan lokasi
dan .
12
Subkasus 2.2
n = 4k + 2, dengan k ≥ 1. Bukti bahwa mirip dengan Subkasus 2.1.
Tetap hanya untuk menunjukkan jika n genap. Diasumsikan secara
kebalikannya, bahwa terdapat c pewarnaan lokasi dari Cn yang menggunakan tiga
warna, misalkan 1, 2, 3 untuk n ≥ 4. Setidaknya salah satu warna, misalkan 2,
digunakan untuk mewarnai sejumlah t titik Cn, dimana 2 ≤ t ≤ n/2. Selanjutnya
dicari siklus dari Cn, dimulai dengan v1, misal , menjadi titik pada
Cn yang berwarna 2. Karena tidak ada dua titik yang berdekatan, selanjutnya
untuk setiap bilangan bulat j dengan 1 ≤ j ≤ t, interval Ij =
{ }(dihitung modulo n) tidak kosong.
Pertama, ditunjukkan bahwa tidak ada interval yang berkardinal ganjil yaitu 3 atau
lebih, diasumsikan secara kontradiksi, bahwa beberapa interval Ij terdiri atas
bilangan ganjil dari titik atau lebih. Tanpa menghilangkan secara umum,
diasumsikan bahwa dan berwarna 1. Namun, ( )
( ) , yang tidak mungkin.
Kedua, ditunjukkan bahwa tidak ada interval yang berbilangan genap pada titik,
diasumsikan secara kontradiksi, terdapat interval berbilangan genap pada titik.
Karena C2k memiliki susunan genap, harus ada bilangan genap pada interval yang
terdiri dari bilangan genap pada titik. Misalkan Ij dan Ik dua interval berbeda yang
terdiri dari bilangan genap pada titik. Diasumsikan, tanpa menghilangkan secara
umum, bahwa berwarna 1. Tepat satu dari dan berwarna 1,
dikatakan berbekas. Maka ( ) ( ) , kontradiksi.
Kensekuensinya, semua interval t = n/2 terdiri tepat satu titik. Seharusnya, ada
bilangan bulat terkecil ij (1 ≤ j ≤ n/2) sehingga dan berwarna berbeda,
katakanlah 1 dan 3, secara berturut-turut. Seharusnya, ada bilangan bulat ik > ij
sehingga berwarna 3 dan berwarna 1. Namun, kemudian ( )
13
( ) , menghasilkan kontradiksi akhir. Oleh karena itu,
jika n genap.
Selanjutnya, akan diberikan contoh menentukan bilangan kromatik lokasi pada
suatu graf Petersen P8,1 sebagai berikut ini :
Gambar 2.4. Pewarnaan lokasi graf Petersen P8,1 berbilangan kromatik lokasi 4
Diberikan graf Petersen P8,1, akan ditentukan terlebih dahulu batas bawah
bilangan kromatik lokasi dari graf Petersen P8,1. Karena n = 8 dan merupakan
bilangan genap maka bisa diambil batas bawah yaitu ( ) . Titik-titik
pada V(P8,1) dipartisi sebagai berikut : C1 = {u1, u5, v3, v7}; C2 = {u2, u8, v1, v4, v6};
C3={u4, u7, v5, v8}; C4 = {u3, u6, v2}. Kode warnanya adalah cΠ(u1) = (0, 1, 2, 2);
cΠ(u2) = (1, 0, 2, 1); cΠ(u3) = (1, 1, 1, 0); cΠ(u4) = (1, 1, 0, 1); cΠ(u5) = (0, 2, 1, 1);
cΠ(u6) = (1, 1, 1, 0); cΠ(u7) = (1, 1, 0, 1); cΠ(u8) = (1, 0, 1, 2); cΠ(v1) = (1, 0, 1, 1);
cΠ(v2) = (1, 1, 2, 0); cΠ(v3) = (0, 1, 2, 1); cΠ(v4) = (1, 0, 1, 2); cΠ(v5) = (1, 1, 0, 2);
cΠ(v6) = (1, 0, 1, 1); cΠ(v7) = (0, 1, 1, 2); cΠ(v8) = (1, 1, 0, 2). Karena terdapat kode
warna titik di V(P8,1) berbeda, maka pewarnaan tersebut bukan merupakan
pewarnaan lokasi. Sehingga, ( ) . Sehingga didapat pertidaksamaan
untuk batas bawah dari P8,1, ( ) ...................................................... (1)
14
Gambar 2.5. Pewarnaan lokasi graf Petersen P8,1 berbilangan kromatik lokasi 5.
Selanjutnya, akan ditentukan batas atas bilangan kromatik lokasi graf Petersen
P8,1. Titik-titik pada V(P8,1) dipartisi sebagai berikut : C1 = {u1, u3, u7, v8}; C2 =
{u2, u6, u8, v3, v5, v7}; C3 = {u5, v1, /v4}; C4 = {u4, v6}; C5 = {v2}. Kode warnanya
adalah cΠ(u1) = (0, 1, 1, 3, 2); cΠ(u2) = (1, 0, 2, 2, 1); cΠ(u3) = (0, 1, 2, 1, 2); cΠ(u4)
= (1, 2, 1, 0, 3); cΠ(u5) = (2, 1, 0, 1, 4); cΠ(u6) = (1, 0, 1, 1, 5); cΠ(u7)=(0, 1, 2, 2,
4); cΠ(u8) = (1, 0, 2, 3, 3); cΠ(v1) = (1, 2, 0, 3, 1); cΠ(v2) = (2, 1, 1, 3, 0); cΠ(v3) =
(1, 0, 1, 2, 1); cΠ(v4) = (2, 1, 0, 1, 2); cΠ(v5) = (3, 0, 1, 1, 3); cΠ(v6) = (2, 1, 2, 0, 4);
cΠ(v7) = (1, 0, 2, 1, 3); cΠ(v8) = (0, 1, 1, 2, 2). Karena kode warna semua titik di
V(P8,1) berbeda, maka pewarnaan tersebut merupakan pewarnaan lokasi. Sehingga
didapat pertidaksamaan batas atas dari P8,1, ( ) ............................ (2)
Berdasarkan Pertidaksamaan (1) dan (2), maka diperoleh ( ) .
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilakukan pada
semester ganjil tahun ajaran 2016-2017.
3.2. Metode Penelitian
Rinaldy (2016) telah berhasil menentukan bilangan kromatik lokasi graf Petersen
Pn,k untuk P3,1, P4,1, P4,2, P5,1, P5,2, P6,1, P6,2, P6,3, P7,1, P7,2, dan P7,3. Bilangan
kromatik lokasi pada graf Petersen Pn,k tersebut yaitu: χL (P3,1) = 4, χL (P4,1) = 5, χL
(P4,2) = 4, χL (P5,1) = 4, χL (P5,2) = 4, χL (P6,1) = 5, χL (P6,2) = 5, χL (P6,3) = 5, χL
(P7,1) = 5, χL (P7,2) = 5, χL (P7,3) = 5.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh Rinaldy
(2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasi graf Petersen Pn,k
berbilangan kromatik lokasi empat dan lima.
Langkah-langkah untuk menentukan klasifikasi graf Petersen Pn,k berbilangan
kromatik lokasi empat dan lima adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari materi tentang graf Petersen Pn,k dan bilangan kromatik lokasi
suatu graf.
2. Batas bawah trivial dari χL (Pn,k) dapat ditentukan berdasarkan Teorema 2.6,
yaitu jika n adalah bilangan ganjil dan jika n adalah
bilangan genap. Akan tetapi, jika batas bawahnya tidak dapat ditentukan
secara trivial, maka digunakan pembuktian dengan kontradiksi.
3. Penentuan batas atas dari χL (Pn,k). Pada graf Petersen χL (Pn,k) dapat
dilakukan counting dalam menentukan batas atasnya. Hal ini dilakukan
untuk memperlihatkan struktur dari graf Petersen Pn,k.
16
4. Mengklasifikasi graf-graf Petersen berbilangan kromatik lokasi empat atau
lima.
5. Memperoleh klasifikasi graf Petersen berbilangan kromatik lokasi empat
atau lima.
57
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta diskusi dari penelitian yang sudah
dilakukan, diperoleh bahwa :
1. Bilangan kromatik lokasi Graf Petersen Pn,1 yaitu :
( ) {
2. ( )
3. ( ) untuk 5 ≤ n ≤ 20.
5.2. Saran
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan mengklasifikasi bilangan kromatik lokasi
Graf Petersen Pn,k dengan k > 1.
58
DAFTAR PUSTAKA
Asmiati, H. Assiyatun, E.T. Baskoro. 2011. Locating-chromatic number of
amalgamation of stars, ITB J. Sci. 43A, 1–8.
Asmiati, Baskoro, E.T. 2013. Characterizing of graphs containing cycle with
locating-chromatics number three, AIP conf. Proc, 1450, 351-357.
Chartrand, G, Erwin, D, Henning, M.A, Slater, PJ, dan Zhang, P. 2002. The
locating-chromatics number of graph, Bull.Inst. Combin. Apll., 36, 89-101.
Chartrand, G, Erwin, D, Henning, M.A, Slater, PJ, dan Zhang, P. 2003. Graph of
order n with locating-chromatics number n-1, Discrate Math, 269, 65-79.
Deo, Narsing. 1989. Graph teory with applications to engineering and computer
science. Prentice-Hall of India Private Limited.
Rinaldy. Erick. 2016. “Bilangan Kromatik Lokasi Beberapa Graf Petersen”.
Skripsi. FMIPA. Universitas Lampung.