PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN
PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN
(Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ILAL PAJRI SIREGAR NIM : 208044100001
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN
(Studi Pada Bp4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: ILAL PAJRI SIREGAR
NIM : 208044100001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
1435 H/2014 M
v
ABSTRAK ILAL PAJRI SIREGAR, NIM: 208044100001, PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Pada Bp4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. xi +81.
Konflik rumah tangga tidak mungkin untuk dihindari. Setiap orang berpotensi untuk terjadinya konflik. Oleh karena itu penting untuk menjembatani hubungan antara suami dan istri yang sedang dalam konflik. Dalam hal ini Negara sebagai pihak ketiga diwakili oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) didirikan untuk mengurangi potensi semakin meningkatnya perceraian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu dpreskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan wawancara. Sedangkan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.
Dari penelitian yang dilakukan ada tiga hal terkait dalam penelitian ini. Pertama, peran badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) terkait dengan usaha untuk meminimalisir perkawinan sangat penting. Kedua, langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BP4 terkait upaya meminimalisir telah dilakukan baik dengan cara sosialisasi, penyuluhan, maupun advokasi. Serta melakukan seluruh kegiatan yang bersifat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perlunya memperhatikan pentingnya institusi keluarga, dalam memajukan Negara dan agama.
Ketiga, Akan tetapi upaya ini belum bisa dilakukan secara maksimal, sedikitnya ada lima faktor yang menjadi penghambat usaha BP4 Pertama, perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kata kunci : BP4, mediasi, perceraian. Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA. Daftar Pustaka : Tahun 1969 s.d Tahun 2010.
vi
KATA PENGANTAR
��� هللا ا���� ا�����
Puji syukur kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam. Tidak ada kata yang
pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik
dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dia lah yang pantas
dipuji dan hanya Dia lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon
pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam kepada “legislator” yang tidak ada tandingannya,
membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum
dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada
yang menentangnya. Semoga sholawat dan salam menolong hamba pada saat
penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar semangat dan keteguhan
dalam perjuangan penulis dalam menegakkan hukum di kehidupan sehari-hari hamba.
Penulis sangat berterimakasih kepada kedua orang tua, dan seluruh keluarga
penulis yang telah mendidik dari kecil sampai sekrang. Mudah-mudahan Allah swt
melindungi dan memberikan keberkahan kepada kita sekeluarga. Amiin.
Tidak lupa, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang
turut mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat:
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal
sakhsiyyah sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing
penulis dalam penulisan Skripsi ini. Ibu Rusdiana, MA., Sekretaris
Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah;
3. Muhfida, SHI yang terus rela untuk kami sibukkan dalam setiap
pengurusan administrasi, hingga selesai penulisan skripsi ini.
vii
4. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. Sebagai pembimbing skripsi,
terimakasih tak terhingga atas masukan dan dukungannya dalam penulisan
skripsi ini.
5. Abdul Karim Munthe, Muhammad Rozi dan teman-teman kelas yang
telah turut mensuport penulis sampai penulisan skripsi ini selesai ditulis.
Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak
dapat penulis tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amiin.
Jakarta, 1 Oktober 2014
Penulis
Ilal Pajri Siregar
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………….. iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………. iv
ABSTRAK ………………………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………… 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 9
E. Studi Rivew Terdahulu …………………………………………… 10
F. Metode Penelitian ………………………………………………… 12
G. Review Studi Terdahulu ………………………………………….. 10
H. Sistematika Penulisan ……………………………………………... 14
BAB II : TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
ix
A. Pengertian perceraian ……………………………………………… 16
B. Dasar Hukumnya ………………………………………………….. 17
C. Macam-macam Perceraian ………………………………………… 19
D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian ……………………………… 32
BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG BADAN PENASEHATAN
PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)
A. Profile BP4 ………………………………………………………… 35
B. Sejarah BP4 ………………………………………………………... 38
C. Tujuan, Visi dan Misi BP4 ………………………………………... 42
D. KebijakanUmum BP4 ……………………………………………... 43
E. Susunan Pengurus BP4 dan Program Kecamatan Pamulang ……… 49
BAB IV: ANALISA EKSISTENSI B4 DALAM UPAYA MEMINIMALISIR
TERJADINYA PERCERAIAN (StudiPada BP4 Kecamatan
Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)
A. Deskripsi Geografis Kecamatan Pamulang ……………………….. 55
B. Eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian .. 56
C. Faktor penghambat pelaksanaan program BP4 ……………………. 61
D. Analisa Penulis terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir
terjadinya perceraian ………………………………………………. 69
x
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………... 77
B. Saran-Saran ……………………………………………………….. 78
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan atau rumahtangga adalah suatu ikatan lahir dan batin antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (ijab kabul)
dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera.
Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullah yang artinya perintah
Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa
nafsu saja, karena seorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan
sebagian dari syariat agama Islam.1
Pengertian istilah perkawinan lebih luas dari istilah pernikahan. Jika
pernikahan merujuk pada sebuah ikatan yang dilakukan atau di buat oleh pihak
suami dan istri untuk hidup bersama, dan atau merujuk pada sebuah proses dari
ikatan tersebut, perkawinan merujuk pada hal-hal yang muncul terkait dengan
proses, pelaksanaan dan akibat dari pernikahan.2 Dengan demikian, perkawinan
mencakup bukan saja syarat dan rukun pernikahan dan bagaimana pernikahan
1Sidi Nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (tt: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), Cet 1, h.2. 2Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam
lingkungan Peradilan Agama, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta: Depag RI, 2001), h.131.
2
harus dilakukan, tetapi juga masalah hak dan kewajiban suami istri, nafkah,
perceraian, pengasuhan anak, perwalian dan lain-lain.3
Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari perkawinan merupakan
sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan
maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan
melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya
yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.4
Pengertian tersebut hanya melihat dari satu sisi saja yakni kebolehan
hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang
semula dilarang menjadi dibolehkan.5Meskipun demikian, hukum perkawinan
Islam bagi kaum muslimin memperoleh jaminan tetap berlaku, sebagaimana dapat
dipahamkan dengan jelas dari pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dan
yang diisyaratkan dalam banyak pasal Undang-Undang. Hal ini sejalan pula
dengan jaminan pada pasal 29 UUD 1945 yang bersumber kepada sila Ketuhanan
Yang Maha Esa pada dasar falsafah Negara Pancasila.6
3Euis Nurlaelawati, Kapita Selekta Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h.73. 4Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr,1983), cet.ke-4, jilid 2, h.5.
5Baharuddun Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jambi:
Syari’ah Press IAIN STS, 2008), cet.I, h.54.
6Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2010), cet. Ke-12, h.9.
3
Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hambanya
yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam
rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia
adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai
makhluk ciptaan lainnya. Allah telah menjanjikan kepada hambanya yang
melaksanakan perkawinan akan memberikan anugerah yang berlipat ganda.
Pada prinsipnya hukum perkawinan di Indonesia menganut asas
monogami. Dengan demikian tidak boleh seorang laki-laki atau perempuan
memiliki pasangan lebih dari satu. Walaupun demikian seorang suami masih
dimungkinkan untuk melakukan poligami jika pihak yang bersangkutan telah
benar-benar mampu memenuhi persyaratan untuk beristri lebih dari seorang
seperti sang suami punya kemampuan dan sanggup berlaku adil, sedangkan sang
istri tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik.7
Keharmonisan dalam suatu rumah tangga yang mawadah warahmah
merupakan impian dan cita-cita setiap pasangan suami isteri. Di awal kehidupan
berkeluarga, sepasang suami istri memandang bahtera rumah tangga mereka
dengan kaca mata emas, penuh keindahan, cinta dan harapan. Dengan berbekal
pengalaman hidup masing-masing, mereka memasuki gelanggang kehidupan baru
yang masih asing. Sejuta harapan untuk mewujudkan suatu keluarga yang
7Sidi nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (pedoman Ilmu
Jaya, 2001), Cet 1 , h.4.
4
sejahtera, saling menyayangi dan abadi selalu terucap manis disaat bersanding,
sebagai “cita-cita indah bersama” mereka.8
Perkawinan disyaratkan dalam Islam adalah untuk mewujudkan keluarga
yang sakinah dengan landasan mawaddah warahmah. Namun demikian, tidak
jarang pasangan suami istri yang telah terikat dalam tali perkawinan tidak bisa
mewujudkan keluarga yang sakinah. Realita di masyarakat banyak juga pasangan
suami istri menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan tidak harmonis,
yang ujungnya berkakhir dengan perceraian.
Ditinjau dari segi yuridis, ikatan perkawinan akan menimbulkan suatu
hubungan hukum yang bersifat hak dan kewajiban antara suami dan istri secara
timbal balik, selain hal tersebut juga merupakan suatu perbuatan keagamaan yang
erat sekali hubungannya dengan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah
keagamaan maka setiap agama di dunia ini mempunyai peraturan tersendiri
tentang perkawinan. Sehingga pada prinsipnya diatur dan harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan ajaran agama yang di anut oleh mereka yang akan
melangsungkan perkawinan.9
Sehingga masalah hak dan kewajiban suami istri merupakan tindak lanjut
dari kehidupan keluarga yang didirikan atas landasan cinta dan kasih sayang.
Dengan satu kesadaran, masing-masing pihak (suami-istri) menyadari bahwa
8Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili, “Perceraian salah siapa?” Bimbingan Islam Mengatasi problematika Rumah Tangga ( Jakarta: Lentera, 2001).
9Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung:
Penerbit Alumni, 2001), Cet.Ke-IV, h.17.
5
antara pria dan wanita mempunyai perbedaan-perbedaan secara alami baik
fisiologi (fungsi fisik), psikologi, maupun fungsi. Karena itu hak dan kewajiban
suami istri harus didirikan di atas prinsip-prinsip itu.10
Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah
saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai, dan
menghormati satu dengan lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita
yang diinginkan.
Ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan
disyariatkannya perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk tercapainya
rasa tentram dan kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan,
sebagaimana disyariatkan dalam surat al-Ruum ayat 21. Tujuan lainnya adalah
untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri dan untuk
mendapatkan keturunan yang sah serta sehat jasmani, rohani, maupun sosial, juga
mempererat silaturahmi serta untuk mencapai masa depan individu dan keluarga
yang lebih baik.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pasangan suami istri yang
memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga sejahtera, perlu
meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina
kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama yang dianutnya dan ketentuan
masyarakat.
10Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakînah, (Surabaya: PT. BinaIilmu, 1995), cet.I. h.101.
6
Berbicara mengenai badan atau lembaga yang berperan dan berkiprah
seperti halnya di atas, maka diharapkan pula bahwa suatu badan atau lembaga itu
adalah suatu wadah yang dapat dijadikan suatu wacana atau tempat untuk
mendapatkan pendidikan, bimbingan dan penataran. Sebagai gambaran atau
pengajaran bagi calon pasangan suami istri untuk rumah tangganya yang akan
mereka lalui bersama sebagai anggota masyarakat yang baru.
Dalam kehidupan masyarakat kita terdapat suatu badan yang oleh
pemerintah diberi wewenang ikut andil menyelesaikan persoalan rumah tangga
dari masyarakat muslim yang kenal dengan istilah BP4 (Badan Penasehatan
Pembinaan Pelestarian Perkawinan) dan diharapakan badan tersebut dapat
memberikan bantuan kepada pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dari
sebuah perkawinan yaitu perkawinan yang sakinah, mawaddah, warahmah.
BP4 juga mempunyai fungsi dan tugasnya yaitu mendamaikan suami istri
yang berselisih dan memberikan nasehat atau bimbingan sebelumnya bagi calon
pasangan suami istri yang akan melangsungkan perkawinan. Badan ini telah
mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sejak dikeluarkannya SK Menteri
Agama No.85 Tahun 1961, yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan
yang berusaha pada bidang penasehatan perkawinan dan pencegahan
perkawinan.11
11Muchtar Zubaidah, fungsi dan Tugas BP4;Nasehat perkawinan Dan Keluarga, (Jakarta:
Maret, 1993), h.36.
7
Sebagai konsultan penasehat keluarga tentu saja tantangan yang dihadapi
BP4 adalah bagaimana memberi pelayanan sebaik mungkin, baik dari memahami
persoalan yang dihadapi oleh pasangan suami istri atau menggunakan tenaga-
tenaga yang profesional dalam bidang konsultasi dan bimbingan penyuluhan
keluarga dan perkawinan, sehingga mampu berjalan efektif dalam menjalankan
tugas-tugasnya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis terdorong untuk
mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul:
“PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN
PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA
PERCERAIAN (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang
Selatan)”
B. Indetifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas memberikan gambaran bahwa negara
mengambil peran dalam meminimalisir persoalan perkawinan dengan mendirikan
lembaga yang disebut dengan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian
Perkawinan atau Bp4. Oleh karena itu di sini penulis beberapa permasalahan yang
terkait dengan pembahasan di atas, sebagai berikut:
1. Bagaiamana peran Bp4 dalam meminimalisir permasalahan perkawinan
khususnya di Kecamatan Pamulang?
8
2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan BP4 dalam meminimalisir
perceraian?
3. Apa yang menjadi faktor penghambat kinerja BP4 dalam meminimalisir
angka perceraian?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar
pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok
permasalahan. Disamping itu juga untuk mempermudah melakukan
penelitian. Oleh sebab itu, penulis membatasi dengan hanya membahas
permasalahan tentang bagaimana eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir
terjadinya perceraian khususnya pada BP4 di kecamatan Pamulang kota
Tangerang Selatan dan hanya membahas pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2012.
2. Perumusan Masalah Berangkat dari masalah tersebut peneliti merumuskan permasalahan
dengan pertanyaan sebagai berikut :
a. Bagaimana peran BP4 Kecamatan Pamulang dalam meminimalisir
terjadinya perceraian ?
b. Langkah- langkah apa saja yang diambil oleh BP4 dalam meminimalisir
terjadinya perceraian ?
9
c. Faktor-faktor apa saja yang menghambat BP4 Kecamatan Pamulang
dalam melakukan pencegahan terjadinya perceraian?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan yang telah
disebutkan di atas maka tujuan sebuah penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui perana BP4 Kecamatan Pamulang dalam
meminimalisir terjadinya perceraian.
b. Untuk mengetahui dampak progam BP4 Kecamatan Pamulang dalam
mencegah terjadinya perceraian.
c. Untuk mengetahui faktor penghambat BP4 Kecamatan Pamulang dalam
melakukan pencegahan terjadinya perceraian.
2. Manfaat penelitian Apabila tujuan penelitian bisa tercapai dan rumusan masalah dapat
terjawab dengan baik, maka penelitian diharapakan dapat member manfaat
baik. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pandangan tokoh masyarakat terhadap pentingnya BP4
terhadap upaya pembetukan keluarga sakinah.
b. Mengetahui perkembangan progam-progam yang dilaksanakan BP4 dan
seberapa pengaruhnya progam BP4 terhadap upaya pembentukan keluarga
sakinah.
10
c. Sebagai bahan untuk menambah wawasan, memperdalam dan memperluas
keilmuan mengenai hokum keluarga dan hokum perkawinan Islam.
E. Studi Review Terdahulu
Dalam penulisan karya ini penulis menemukan data yang berhubungan
dengan BP4, untuk menentukan arah dalam pembahasan skripsi ini, penulis
menelaah skripsi yang membahas tentang judul yang akan penulis kemukakan
dalam penulisan skripsi:
1. Dhoni Setiawan menyusun skripsinya yang berjudul “Peran Badan Penasehat
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah terjadinya
perceraian” yang ditulis pada tahun 2006. Skripsi tersebut hanya membahas
keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang sangat besar, namun dewasa ini
keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang hanya “wujuduhu kaadamihi” yaitu
ada tapi seperti tidak ada. Dikarenakan kurangnya peran BP4 kecamatan
pamulang untuk memaksimalakan keadaan, karena BP4 masih dalam naungan
KUA. Dan dalam skripsinya juga dia memaparkan tentang upaya BP4
kecamatan pamulang yaitu, pemberian nasehat perkawinan kepada calon
pengantin, memberikan informasi tentang kehidupan rumah tangga,
memberikan ceramah agama, dan memperkecil angka pernikahan dibawah
umur.
11
2. Kemudian skripsi yang ditulis Nurjamil dengan judul: ”Peran BP4 dalam
mensukseskan perkawinan di Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis
Jawa Barat” yang ditulis pada tahun 2004. Menggambarkan tentang
keberhasilan BP4 Kecamatan Cijeungjing dalam meminimalisir angka
perceraian, namun peran ulama setempatlah yang paling besar pengaruhnya
dalam keberhasilan tersebut. Penulis juga memaparkan kendala-kendala yang
dihadapi BP4 yaitu, masyarakat menginginkan masalah yang praktis sehingga
merasa cukup untuk mendapatkan nasehat ketika akad nikah saja, kemudian
kurangnya SDM di Kecamatan Cijeungjing itu sendiri.12
3. Hal serupa juga dilakukan Rahmi yang mengambil judul skripsi: ”Peran BP4
dalam membentuk keluarga sakinah (Studi Kasus BP4 Kebayoran Lama)”
yang ditulis pada tahun 2004. Di sini ia menulis usaha-usaha BP4 dalam
pembentukan keluarga sakinah di antaranya: memberikan penataran kepada
calon pengantin yang dilaksanakan 3 kali dalam sebulan, kemudian
memberikan buku saku Hukum Munakahat secara Cuma-Cuma kepada calon
pengantin, memberikan nasehat, danpemecahan masalah dalam kehidupan
rumah tangga, serta meningkatkan mutu pernikahan.
Yang membedakan dari ketiga skripsi di atas dengan penelitian skripsi
yang akan penulis bahas adalah bahwa penulis membahas eksistensi dari pada
BP4 dalam meminimalisir terjadinya perceraian, serta membahas bagaimana
12 Nurjamil,”Peran BP4 Dalam mensukseskan perkawinan dikecamatan Cijeungjing
kabupaten Ciamis Jawa Barat”.(skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 2004)
12
dampak progam yang dilaksanakan BP4 dalam mencegah terjadinya perceraian
yang dilakukan BP4 Kecamatan Pamulang pada tahun 2011 hingga 2012 saja.
F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif
analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif.13 Metode deskriptif
analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap
kenyataan dilapangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu Prosedur Penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang
diamati.
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder yaitu:
a. Data Primer
Data primer: Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan, peraturan pemerintah No.9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan,
13 Lexy J. Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdayarya,
2004).
13
keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 3 Tahun 1999 tentang
pembinaan keluarga sakinah, keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan
Haji Nomor D/77/1999 tentang petunjuk pelaksanaan pembinaan gerakan
keluarga sakinah, Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang
Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Surat Keputusan Menteri Agama
RI No. 85 Tahun 1961.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan
mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Al-
Quran, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi Hukum
Islam, serta peraturan-pearturan yang erat kaitannya dengan masalah yang
diajukan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Agar didalam penelitian ini penulis mendapatkan hasil yang sesuai
dengan apa yang akan diteliti, maka tekhnik yang digunakan adalah library
research dan wawancara. Wawancara merupakan alat re-cheking atau
pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya.Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview)
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
14
Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lam.14 Adapun koresponden yang akan diwawancarai
adalah kepala BP4 kecamatan Pamulang dan para tokoh masyarakat.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari lima bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I. PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menjelaskan pendahuluan
yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skipsi ini
dengan menguraikan tentang: latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi review
terdahulu, serta sistematika penulisan.
Bab II. KONSEP DASAR PERCERAIAN Bab ini menjelaskan tentang;
konsep dasar perceraian yang akan memberikan gambaran tentang: pengertian
14 http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-
kualitatif.pdf.
15
perceraian dan dasar hukumnya, macam-macam perceraian, sebab akibat
terjadinya perceraian dan faktor pengganggu keharmonisan keluarga dan yang
menyebabkan terjadinya perselisihan.
Bab III. TINJAUAN UMUM TENTANG BP4 bab ini berisikan tentang
gambaran umum tentang badan penasehat pembinaan dan pelestarian perkawinan
(BP4) terdiri dari; Sejarah BP4, Visi dan Misi BP4, kebijakan umum BP4 dan
Struktur organisasi dan tugas-tugas BP4.
Bab IV. TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN Bab ini berisikan
tentang analisis eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian
terdiri dari; Deskripsi geografis kecamatan Pamulang, eksistensi BP4 dalam
upaya meminimalisir terjadinya perceraian, faktor penghambat pelaksanaan
program BP4, pandangan masyarakat terhadap eksistensi BP4 dan analisa penulis
terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian.
Bab V. PENUTUP bab akhir ini berisi penutup, yang terdiri dari
kesimpulan dan saran-saran serta akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan
lampiran-lampiran yang di anggap penting.
16
BAB II
TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
A. Pengertian perceraian
Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara suami dan istri untuk
membentuk keluarga yang sakinah, berlandaskan mawaddah dan rahmah.
Walaupun demikian bukan berarti setiap pernikahan yang dilaksanakan akan
tercipta keluarga yang sakinah. Ada juga pernikahan yang berakhir pada
perceraian. Secara sederhana perceraian adalah proses putusnya hubungan suami
istri. Kalau kita menggunakan logika hukum perjanjian, maka perkawinan adalah
ikatan atau kesepakatan. Ketika kesepakatan itu tidak berjalan dengan sesuai
harapan maka terjadi putusnya perikatan, dalam istilah hukum perkawinan yang
di kenal dengan perceraian.
Perceraian terjadi dalam dua kondisi. Perceraian masih hidup dan
percerarian karena kematian. Perceraian karena matinya suami atau istri
merupakan perceraian yang alami. Semua orang yang telah menikah pada
akhirnya akan bercerai karena kematian. Sedangkan perceraian dalam keadaan
masih hidup dapat terjadi karena permohonan talak oleh suami atau karena
gugatan oleh istri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “cerai” diartikan “pisah, putus
hubungan sebagai suami istri, talak”. Sedangkan “perceraian” diartikan sebagai
17
“perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan, atau proses,
perbuatan, cara menceraikan”.1
Untuk masing-masing pengertian dan macam-macam perceraian akan
dijelaskan pada sub bab selanjutnya.
B. Dasar Hukum Perceraian
Perceraian bukan perbuatan illegal atau perbuatan yang dilarang oleh
hukum. Bercerai baik dalam pandangan hokum Islam maupun menurut undang-
undang perkawinan diperbolehkan, selama sesuai dengan alasan-alasan yang
dibenarkan oleh aturan. Berikut beberapa dasar hukum yang menjadi alasan
diperbolehkannya perceraian.
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 sampai
dengan pasal 41.
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
pasal 113 sampai dengan pasal 148.
Selain dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas. Islam juga
memandang bahwa percerain bukan suatu perbuatan yang diharamkan,
sebagaimana yang terdapat dalam Alquran dan Hadis Nabi saw. Berikut beberapa
kutipan ayat dan Hadis:
ان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان وال يحل لكم أن تأخذوا الطالق مرت .1مما آتـيتموهن شيئا إال أن يخافا أال يقيما حدود الله فإن خفتم أال يقيما حدود
1 Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, cet V, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2002), h. 121.
18
افـتدت به تلك حدود الله فال تـعتدوها ومن يـتـعد الله فال جناح عليهما فيما )229: 2/البقرة. (حدود الله فأولئك هم الظالمون
Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya . Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229).
هما .2 ، على عهد أنه طلق امرأته وهي حائض : عن عبد الله بن عمر رضي الله عنـرسول الله صلى اهللا عليه وسلم، فسأل عمر بن الخطاب رسول الله صلى اهللا
ليـراجعها، «: عليه وسلم عن ذلك، فـقال رسول الله صلى اهللا عليه وسلم مره فـها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر، ثم إن شاء أمسك بـعد، وإن ثم ليمسك
ة التي أمر الله أن تطلق لها النساء فتلك العد ، بل أن يمس 2»شاء طلق قـ
Artinya: “Dari Abdullah ibn ‘Umar Ra. Ibn ‘Umar menalak istrinya yang sedang haid pada masa Rasulullah. Umar ibn Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab “perintahkan ia untuk balik kepada istrinya, sampai istrinya tersebut suci dari haid, kemudian haid lagi dan suci lagi. Kalau dia (Ibn ‘Umar) ingin istrinya tersebut maka bertahanlah, tapi kalau tidak maka talaklah ia sebelum menyetubuhinya. Itulah ‘iddah istrinya yang ditalak.
أبغض «: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: عن عبد اهللا بن عمر، قال .3 3»الحالل إلى اهللا الطالق
Artinya: “Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar bercerita, “Rasulullah saw bersabda: Halal yang paling tidak disukai Allah adalah Talak”.
2 Bukhari, Shohih Bukhari, Juz 7. (Mesir: Dar al-Thûq al-Najah, 1422 H), h.41. 3 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 1. (Damaskus: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt), h.650.
19
Demikian beberapa kutipan Alquran dan Hadis yang menjelaskan
perihal kebolehan melakukan perceraian dengan segala akibat hukumnya.
C. Macam-macam Perceraian
Dalam Hukum Islam dikenal beberapa macam perceraian yaitu talak,
khulû’, zihâr, ila’ , dan li’ân.
1. Talak
a. Pengertian talak
Talak berasal dari kata ithlâq yang berarti melepaskan atau
meninggalkan. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan
perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.4 Sedangkan menurut
istilah syarak, ada beberapa defenisi yang dilontarkan oleh beberapa ulama
yaitu:
Abdurrahman al-Jaziri:
إزالة النكاح أو نـقصان حله بلفظ مخصوص Artinya:
Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi (ikatan) pelepasan dengan menggunakan kata-kata tertentu.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mendefenisikan talak dengan:
. حل رابطة الزواج وأنـهاء العلقة الزوجية Artinya:
Talak artinya lepasnya ikatan dan berakhirnya hubungan perkawinan atau hubungan suami istri.
4 Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 121.
20
Abu Zakaria al-Anshari mengartikan talak dengan:
حل عقد النكاح بلفظ الطالق Artinya: Melepaskan ikatan nikah dengan menggunakan lafadz talak.
Dari beberapa defenisi talak di atas tersebut, maka dapat kita ambil
kesimpulan bahwa talak adalah hilangnya atau lepasnya ikatan perkawinan,
tetapi ada beberapa mainstream yang mengakibatkan perbedaan dalam
mendefenisikan arti talak. Sebagian ulama menekankan talak pada akibat
hukumnya, yaitu hilangnya hubungan suami istri dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri. Sedangkan sebagian ulama
lainnya berorientasi pada tindakan seseorang yang bertujuan untuk
melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafadz tertentu.
Adapun arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan yang dikemukakan
oleh Abdurrahman al-Jaziri adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga
menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak talak itu
yaitu yang terjadi dalam talak rajî’ .
b. Macam-macam Talak
Ditinjau dari segi dijatuhkannya, talak dibagi menjadi tiga macam
yaitu: 5
1. Talak Sunnî, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah Rasulullah SAW. Dikatakan sunni jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:
5 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, cet I (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 192.
21
a. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, apabila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, maka tidak termasuk talak sunni.
b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi’iyyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid (menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau ketika istri sedang haid, semuanya tidak termasuk dalam kategori talak sunni.
c. Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, dipertengahan, maupun diakhir suci, walaupun beberapa saat lalu datang haid.
d. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.
2. Talak Bid’î, yaitu talak yang dijatuhkan tidak atau bertentangan
dengan tuntutan sunnah dan tidak memenuhi syarat-syarat talak
sunnî.
Yang termasuk talak bid’î:
a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik
dipermulaan haid maupun dipertengahannya.
b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi
pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci yang dimaksud.
3. Talak la sunnî wa la bid’î, yaitu talak yang tidak termasuk kategori
talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’î yaitu:
a. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
b. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang pernah haid, atau istri
yang telah lepas haid.
22
c. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.6
Adapun talak ditinjau dari tegas atau tidaknya kata-kata yang
dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Talak shârih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang
jelas dan tegas. Talak dengan kata-kata yang jelas misalnya
mencakup perkataan seperti: talak, firâq, dan sarah. Demikianlah
pendapat Imam Syafi’î dan Imam Ahmad seperti disebutkan dalam
al-Qur’an. Adapun beberapa contoh talak sharih sebagai berikut:
a. engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang
juga.
b. engkau saya firâq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang
juga.
c. engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepaskan sekarang
juga.
2. Talak kinâyah, yaitu talak dengan memggunakan kata-kata sindiran
atau samara, seperti suami berkata pada istrinya:
a. Engkau sekarang telah jauh dari diriku
b. Selesaikan sendiri segala urusanmu
c. Janganlah engkau mendekati aku lagi
6 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.193.
23
Mengenai kedudukan talak dengan kata-kata kinayâh ini,
bergantung kepada niat si suami. Artinya, jika suami dengan kata-
kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak itu,
dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud
menjatuhkan talak, maka talak tidak jatuh.7 Sebab, maksud dari
ucapan suami tersebut tidak dapat dipahami kecuali diketahui niat
suami ketika mengucapkan kalimat tersebut.
Kemudian jika kita tinjau dari segi ada atau tidak adanya
kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1. Talak Raj’î, yaitu talak dimana suami masih memiliki hak untuk
kembali kepada istrinya (rujuk) sepanjang istrinya tesebut masih
dalam masa iddah. Salah satu diantara syaratnya adalah bahwa si istri
sudah pernah digauli, sebab istri yang dicerai sebelum dicampuri
tidak mempunyai masa iddah, berdasarkan firman Allah SWT yang
berbunyi:
ها اليا أيـ وهنمن قـبل أن تمس قتموهنطل ذين آمنوا إذا نكحتم المؤمنات ثمة تـعتدونـها فمتـعوهن وسرحوهن سراحا جميال من عد فما لكم عليهن .
)49: 33/زاباألح(Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu
7 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.196.
24
ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”. (Qs. al-Ahzâb [33]: 49).
Adapun syarat lainnya adalah, talak tersebut tidak
menggunakan uang pengganti dan tidak termasuk syarat untuk
melengkapi talak tiga.8 Karena, talak merupakan hak peroregatif suami
sehingga tidak perlu ada konpensasi yang diberikan oleh istri maupun
suami.
Setelah terjadi talak raj’î maka istri wajib menjalani masa
iddah, dan apabila dikemudian hari suami ingin kembali kepada bekas
istrinya sebelum berakhir masa iddahnya, maka hal itu dapat dilakukan
dengan menyatakan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas
suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan
berakhirnya masa iddah tersebut, maka kedudukan talak berubah dari
talak raj’î berubah menjadi talak ba’in. Apabila sesudah berakhirnya
masa iddah itu suami ingin kembali, maka wajib hukumnya
melakukan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak
raj’î hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, hal ini
berdasarkan firman Allah SWT:
8 Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, (terj. Dari Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib
al-Khamsah). Jakarta: Lentera, 2005, cet Ke-xv, h.451.
25
).229 :2/البقرة.( الطالق مرتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان Artinya:
“ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 229)
Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyariatkan Allah
ialah talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus,
dan bahwa suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah
talak pertama dengan cara yang baik, dan demikian juga dengan talak
yang kedua. Arti memelihara kembali inilah yang disebut dengan
merujuknya dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan
berhak mengumpulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya
terdapat dalam talak raj’î.
2. Talak Ba’in, yaitu talak yangi tidak memiliki hak untuk rujuk kepada
wanita yang ditalaknya. Mengenai talak ba’in ini. Para fuqaha telah
sependapat bahwa talak tersebut karena belum ada pergaulan, karena
adanya bilangan tertentu, dan karena adanya penerimaan ganti pada
khulû’, meski masih diperselisihkan di antara fuqahâ’, apakah khulû’
itu talak atau fasakh.9
Talak ba’in terbagi menjadi dua macam, yaitu:
9 Abdurrahman Haris Abdullah, Ibnu Rusyd: Bidayatul Mujtahid, (terj), , cet I, (Semarang:
Asy-Syifa,1990), h. 447.
26
a. Talak Ba’in Sughrâ, adalah talak ba’in yang menghilangkan
pemilikan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.
Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan
bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir
masa iddahnya.
Talak Ba’in Kubrâ, yaitu talak tiga dimana dalam talak tersebut suami
tidak bisa rujuk kembali kepada bekas istrinya dan tidak boleh menikah kembali,
kecuali bekas istri tersebut telah menikah dengan laki-laki lain, dan telah
bercampur dengan laki-laki tersebut, kemudian diceraiakan laki-laki tersebut,
serta masa iddahnya juga telah habis dengan laki-laki tersebut. Dan hal ini tidak
boleh disengaja atau dibuat-buat. Akan tetapi hal ini harus berjalan dengan
sendirinya.
2. Khuluk
Khuluk yang dibenarkan dalam hukum Islam tersebut berasal dari kata
khala’a ats-tsauba yang berarti menanggalkan pakaian. Hal ini karena
perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki pun pakaian perempuan.10
Oleh karenanya apabila seorang istri ingin melepaskan ikatan perkawinan dari
suaminya diistilahkan dengan khuluk.
Sedangkan menurut istilah syarak, khuluk adalah akad yang dilakukan
oleh suami istri untuk membebaskan istri dari pernikahan dengan syarat istri
10. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 3, (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006) cet I, h. 190.
27
membayarkan sejumlah harta, lalu suami menolaknya atau mengkhuluknya.11
Bisa berarti khuluk adalah tebusan yang diberikan oleh istri supaya suami
menceraikannya.
Khuluk merupakan penghormatan hukum Islam terhadap seorang istri
dengan memberi jalan kepadanya yang menghendaki perceraian dengan
mengajukan khuluk sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami
untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak.
Adapun dasar hukum disyariatkannya khuluk ialah firman Allah SWT
sebagai berikut:
).229: 2/البقرة(فال جناح عليهما فيما افـتدت به Artinya:
“Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (Qs. al-Baqarah [2]: 229).
Hadis Nabi yang diriwayatkan imam al-Bukhârî dan an-Nasâ’i dari Ibnu
Abbâs yang berkata: “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada
Rasulullah SAW, sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak mencela akhlak
dan agamanya, tetapi aku tidak ingin menjadi kafir dari ajaran Islam akibat
terus hidup bersama dengannya’. Rasulullah saw bersabda, ‘Maukah kamu
mengembalikan kebunnya (Tsabit, suaminya)?’ Ia menjawab, ‘Mau’.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaklah ia satu
kali’.”
11 M. Abdullah Mujied dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002) cet III, h.
163-164.
28
Dengan demikian, apabila istri merasa khawatir suami tidak
menunaikan kewajibannya yang telah ditetapkan oleh syariah dalam
perkawinan mereka, maka istri dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan
mereka dengan menyerahkan kembali seluruh atau sebagian dari harta
kekayaan yang dulu diterima dari suaminya.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mengatakan bahwa khuluk hanya
boleh dilakukan apabila ada alasan yang benar. Antara lain karena suami cacat
badan, berakhlak buruk, atau tidak memenuhi kewajibannya. Sedangkan istri
khawatir akan melanggar hukum Allah. Apabila tidak ada alasan yang cukup
kuat, maka haram hukumnya bagi istri melakukan khuluk.12 Karena talak
adalah bagian dari hak peroregatif suami.
Di Indonesia, khuluk biasanya dikaitkan dengan taklik talak atau dengan
perjanjian talak yang diucapkan oleh suami disaat melangsungkan akad nikah
berlangsung. Inti perjanjian itu adalah persetujuan pihak suami untuk
menjatuhkan talaknya, apabila taklik talak itu dilanggar oleh pihak suami. Oleh
karena itu, di dalam KHI Pasal 116 huruf (g), “pelanggaran terhadap taklik
talak bias dijadikan alasan oleh istri untuk mengajukan gugatan cerai kepada
Pengadilan Agama.
Konsekuensi hukum yang ditimbulkan oleh khuluk berbeda dengan
talak yang dijatuhkan oleh suami secara bertahap. Apabila seorang istri telah
12 Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), h.94.
29
mengkhuluk dirinya, maka secara hukum suami tidak berhak merujuki istrinya,
meskipun istrinya bersedia kembali ‘iwad (tebusan) yang telah diberikan
kepada suami sebagai syarat terjadinya khuluk. Namun suami bisa kembali
kepada bekas istrinya dengan syarat diadakannya akad nikah baru adanya
muhallil .13 Yaitu istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah
melakukan hubungan suami istri dan pernikahnya telah putus dan masa
iddahnya telah selesai.
3. Zihar
Zihar berasal dari kata “adz-zahâr” yang berarti punggung.14 Dalam
kaitannya dengan suami istri, zihar adalah ucapan suami kepada istrinya yang
berisi menyerupakan istri dengan punggung ibu suami, seperti ucapan suami
kepada istrinya, “Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”.
Zihar ini merupakan bentuk talak di zaman jahiliyah yang
dipergunakan oleh suami yang bermaksud mengharamkan menyetubuhi
isterinya dan berakibat menjadi haramnya isteri itu bagi suami dan laki-laki
untuk selama-lamanya.
Syariat Islam datang untuk memperbaiki masyarakat, medidiknya, dan
melestarikannya menuju kemaslahatan hidup. Hukum Islam menyediakan zihar
itu berakibat hukum yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Akibat hukum zihar
yang bersifat duniawi adalah menjadi haramnya suami menggauli isterinya
13 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, (Bogor: Prenada Media, 2003), cet I, h.133. 14 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, h.132-133.
30
yang dizihar samapai suami melaksanakan kafarat zihar. Sedangkan ukhrawi
adalah bahwa zihar itu adalah perbuatan dosa, dan untuk membersihkannya
wajib bertobat dan memohon ampun kepada Allah SWT.
4. Ilâ’
Menurut bahasa ilâ’ artinya “bersumpah” atau terlarang dengan
sumpah. Sedangkan menurut istilah hukum Islam ilâ’ adalah sumpah suami
yang sah untuk tidak mencampuri istrinya tanpa batas waktu atau lebih dari
empat bulan.15 Pada masa Jahiliyah, ilâ’ itu adalah talak, yaitu suami tidak
mencampuri istrinya selama setahun atau dua tahun dengan maksud untuk
menyakiti istri semata-mata.
Kemudian Islam merubahnya, dengan menetapakan waktu empat
bulan. Dalam tenggang waktu empat bulan ini suami dapat berfikir untuk
kembali atau menceraikannya. Jika suami merujuki istrinya dalam masa itu, dan
mencampuri istrinya, maka ia wajib membayar kifarat sumpah, tetapi jika ia
tidak mau rujuk setelah lewat masa empat bulan itu, maka ia harus mentalak
istrinya.
5. Li’ân
Secara harfiyah li’ân berarti saling melaknat. Secara terminologis
berarti sumpah suami menuduh istrinya berbuat zina. Sedangkan ia tidak
mampu mendatangkan empat orang saksi. Akan tetapi, apabila yang melakukan
15 Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, cet I. (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994),
h.37.
31
penuduhan itu adalah suami terhadap istrinya dan tidak dapat mendatangkan
empat orang saksi kecuali hanya dirinya saja, maka ia harus menyampaikan
kesaksian disertai sumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa ia
benar atas tuduhannya. Kali yang kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah
atasnya bila ia berdusta dengan tuduhannya itu.
Dengan sumpahnya itu, maka suami bebas dari saksi tuduhan zina
tanpa bukti. Hal itu berarti tuduhan zina itu adalah benar. Untuk selanjutnya
istri dikenai saksi berbuat zina yaitu dera 100 kali. Apabila ia belum dicampuri
suaminya dan rajam bila ia pernah dicampuri suaminya. Akan tetapi jika istri
merasa tidak pernah berbuat zina seperti yang dituduhkan suaminya itu, maka
ia berhak membela dirinya dengan menolak sumpah suami tersebut.
Dari sumpah penolakan itu, maka si istri terlepas dari sanksi zina.
Sumpah suami dan penolakan sumpah dari istri dilakukan di hadapan
pengadilan. Dengan tejadinya saling sumpah dan saling laknat itu maka
putuslah perkawinan di antara keduanya dan tidak boleh kembali
melangsungkan perkawinan untuk selamanya. Di samping itu anak yang lahir
dari perkawinan itu tidak dinisbatkan kepada suami yang meli’an karena li’ân
itu di samping menuduh zina. Juga sekaligus memastikan anak yang dikandung
istrinya.
Adapun dalam hukum Positif yang berlakuku di Indonesia, perceraian
diatur dalam Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang
terdapat dalam Bab VIII yaitu Putusnya Perkawinan serta Akibatnya, pasal 38
32
yang berbunyi, “Perkawinan dapat putus karena: a. kematian, b. perceraian, dan
c. atas keputusan pengadilan”.
Adapun dalam KHI, putusnya perkawinan diatur dalam Bab XVI, pasal 113
yaitu: “Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian, dan c. Atas
Putusan Pengadilan”.
D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian
Perceraian sebagai media putusnya ikatan perkawinan bisa diakibatkan
dari beberapa faktor, yaitu kematian, perceraian dan putusan peradilan ketentuan
ini dapat ditemukan pada ketentuan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan pasal 38 jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang
Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113 putusnya perkawinan juga
mencantumkan ketiga faktor di atas. Akan tetapi yang ingin dijelaskan di sini
bukanlah tiga di atas, akan tetapi alasan yang membolehkan orang bercerai.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 32
ayat (2) dinyatakan bahwa “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan
bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri”. Jika
melihat ketentuan dalam pasal ini, sangat umum sekali, tidak ada batasan atau
alasan yang jelas untuk dapat memenuhi alasan cerai. Akan tetapi Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 diperinci lagi menjadi enam
alasan perceraian.
33
Sedangkan Kompilasi Hukum Islam sesuai dengan Instruksi Presiden
Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, mencantumkan alasan-
alasan perceraian tidak berbeda jauh dengan yang diatur dalam PP di atas,
bahkan kata-katanya pun sama, hanya ada dua penambahan alasan.
No PP No. 9/1975 pasal 19 KHI Pasal 116
1 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
Salah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
6 Antara suami dan isteri terus- Antara suami dan isteri terus
34
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
7 Suami menlanggar taklik talak;
8 Peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
35
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN
DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)
A. Profil BP4
BP4 adalah singkatan dari Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan yang bersifat profesi sebagai pengemban tugas dan mitra kerja
Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah. Tujuan dibentuknya
BP4 adalah untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga
sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia
yang maju, mandiri, sejahtera materiil dan spirituiil.1
Sebagai lembaga semi resmi, BP4 bertugas membantu Departemen
Agama dalam meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangakan
gerakan keluarga sakinah dan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Sebagai
sebuah organisasi, BP4 senantiasa meningkatkan profesionalisme petugas dan
meningkatkan kepuasaan klien dalam melaksanakan tugas tersebut di atas. Pada
era pasca reformasi saat ini, peran BP4 sangat diperlukan untuk menciptakan
iklim yang kondusif dalam menyemangati para keluarga agar semua anggota
keluarga dapat menjalankan ajaran agama secara baik dan benar serta memiliki
1 Depag Provinsi Jawa Tengah. Modul Kursus Calon pengantin di Propinsi Jawa Timur,
(Semarang: Depag Jateng, 2007), h..47-48.
36
nuansa akhlaqul karimah, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang sakinah
mawadah warahmah.2
Sebenarnya penasihatan perkawinan, perselisihan dan perceraian
hanyalah merupakan bagian kecil dari pembangunan keluarga. Tugas yang
membentang dihadapan BP4 adalah upaya menanamkan nilai-nilai keimanan,
ketakwaan dan akhlaqul karimah dalam lingkungan keluarga. Untuk
melaksanakan tugas besar ini, tentu BP4 perlu memperkuat organisasinya mulai
dari pusat sampai ke daerah. Kemitraaan dengan sesama LSM agama, penggalian
sumber daya manusia bahkan kerjasama dengan lembaga internasional perlu
dikembangkan untuk meningkatkan sebuah lembaga yang profesional. BP4
hendaknya menjadi tempat berkumpulnya para tokoh agama, pimpinan LSM dan
para pakar di bidang pembangunan keluarga sehingga menjadi sebuah organisasi
besar yang mandiri, tampil profesional, wibawa dan sanggup menjadi partner
pemerintah dalam pembangunan.3
Selain itu, BP4 juga bersifat profesi, sebagai penunjang tugas Departemen
Agama dalam bidang penasihatan, pembinaan dan pelestarian perkawinan
menuju keluarga yang sakinah, yang mempunyai tujuan mempertinggi mutu
perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah yang kekal menurut ajaran Islam
2 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI,
(Jakarta: BP4 Pusat, 1998), h.1. 3 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI,
h.16-17.
37
dan berasaskan Pancasila. Penasihatan bersifat keagamaan karena tujuan BP4
adalah membantu sesama orang Islam untuk menciptakan perkawinan yang
bahagia dan membina keluarga mereka sesuai dengan ajaran agama Islam. Tugas
utama dari penasihat selama menasihati adalah memastikan kemungkinan para
penghadap masih dapat melanjutkan perkawinan mereka dan membuatnya
bahagia kembali. Sekiranya tidak mungkin lagi maka tugas berikutnya adalah
untuk membantu masing-masing pihak memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Sedangkan, penasihatan bersifat pribadi artinya para penghadap akan berbicara
jujur terbuka dengan para penasihat kehidupan mereka secara terperinci.
dalam usaha mendamaikan/ merukunkan pasangan perkawinan yang
berselisih memerlukan berbagai metode penasihatan. Metode-metode
penasihatan itu adalah:
1. Metode informasi yang sifatnya memberikan penerangan atau informasi.
2. Metode sugestif dan persuasive yaitu cara mempengaruhi klien agar bersedia
mengikuti nasihat yang diberikan.
3. Metode edukatif yaitu cara pemberian nasihat yang lebih bersifat mendidik.
4. Metode penjelasan duduk soal yaitu mengarah pada pemecahan masalah
dengan menjelaskan problem yang dihadapi klien.
5. Metode musyawarah kasus yaitu cara membicarakan kasus suatu keluarga
yang permasalahannya kompleks dengan melibatkan para pihak yang
berselisih.
38
6. Metode campuran yaitu gabungan dari berbagai metode sesuai dengan situasi
dan kondisi yang terjadi.
Dari berbagai metode penasihatan tersebut, petugas BP4 dapat
memanfaatkan berbagai metode yang telah dikembangkan baik metode sugestif,
edukatif, maupun metode yang lainnya sesuai dengan berat ringannya masalah
secara efektif. Dengan kata lain, berbagai metode itu dapat diterapkan
menyesuaikan dengan kasus yang dihadapi oleh klien sehingga BP4 tampil
sebagai institusi yang mampu memberikan pemecahan masalah atau setidaknya
meringankan masalah.
B. Sejarah BP4
Sejarah berdirinya BP4 bermula dari dilakukannya penilaian terhadap
statistic (1950-1954) NTR seluruh Indonesia, bahwa telah diketemukan fakta-
fakta yang menunjukkan labilnya perkawinan di Indonesia, dimana angka
cerai/thalak di banding nikah mencapai 60% sampai 70%. Hal tersebut
mendorong H.S.M. Nasaruddin Latif untuk menggerakkan lahirnya organisasi
penasehat perkawinan yang dianggapnya semacam dokter perkawinan bagi
pasangan suami-isteri. Maka pada bulan April 1954 di setiap KUA se-Jakarta
dibentuk SPP (Seksi Penasehat Perkawinan), kemudian tahun 1956 dirubah
menjadi P-5 (Panitia Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) yang
bergerak dibidang usaha mengurangi perceraian dan mempertinggi nilai-
39
nilaiperkawinan. Hal ini mendapat sambutan luas di Depag Jatim, Kalimantan,
Lampung, dan Sumsel.4
Bersamaan dengan itu di Bandung pada tanggal 3 Oktober 1954
mendirikan BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian)
yang didukung oleh organisasi-organisasi wanita dan pemuka-pemuka
masyarakat yang menyebar ke Jateng. Langkah tersebut diikuti oleh DIY tahun
1957 dengan mendirikan BKRT (Badan Kesejahteraan Rumah Tangga) yang
menyebar ke tiap Kecamatan dan Kabupaten. Maka pada tanggal 3 Januari 1960
ke tiga organisasi tersebut melebur menjadi satu nama yang bersifat Nasional
dengan nama BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian),
yang dikukuhkan oleh Menteri Agama dengan SK Menag No. 85 tahun 1961
yang mengakui bahwa BP4 satu-satunya badan yang berusaha dibidang
penasehatan perkawinan dan pengurangan perceraian dalam rangka
melaksanakan Penetapan Menag No. 53 tahun 1958 pasal 4 angka 3 huruf f,
angka 4 huruf e dan pasal 11 angka 5 huruf a. Dengan Keputusan Menag itu BP4
adalah Badan Semi Resmi.
Pada tanggal 8 Juli 1961 yaitu ketika organisasi ini meleburkan diri
menjadi satu organisasi yang bersifat Nasional dengan nama Badan Penasihat
Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4). Dan kemudian dikukuhkan
dengan Keputusan Menteri Agama No. 85 Tahun 1961. Bahwa untuk kelancaran
4 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
(Jakarta: BP4 Pusat, 2009), h.5.
40
pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan segala
peraturan pelaksanaannya dipandang perlu untuk menegaskan kembali
pengakuan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha dibidang penasihatan
perkawinan dan pengurangan angka perceraian, maka telah diterbitkan
Keputusan Menteri Agama No. 30 Tahun 1977 tentang penegasan pengakuan
badan penasihat perkawinan, perselisihan dan perceraian. Dalam keputusan ini
telah ditegaskan bahwa kedudukan BP4 sebagai badan semi resmi pemerintah
yang bertugas membantu Departemen Agama dan Ditjen Bimas Islam di bidang
pemberian penasihatan perkawinan, perselisihan rumah tangga dan perceraian.
Keputusan Menag ini sampai saat ini belum dicabut dan masih berlaku.
Dalam upaya merespon aspirasi msyarakat sesuai dengan semangat
reformasi maka kiat BP4 adalah menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai
agama, keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dan kehidupan sehari-hari
dalam keluarga muslim sehingga kesejahteraan materiil dan spiritual senantiasa
terus meningkat untuk mencapai keluarga sakinah yang mencerminkan
kemitrasejajaran diantara suami istri. Maka pada tahun 2003 untuk ketiga kalinya
BP4 berubah nama dari Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian
Perceraian menjadi Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.
Dengan digantinya nama diharapkan kedepan BP4 mampu melaksanakan tugas
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang maju, mandiri, sejahtera secara
lahir dan batin.
41
Menurut data dari pelbagai sumber, ada sejumlah alasan yang mendorong
lembaga BP4. Pertama, untuk mempertinggi mutu perkawinan menurut ajaran
Islam diperlukan bimbingan dari Korps Penasehatan Perkawinan agar mampu
melaksanakan tugas untuk mewujudkan keluarga sakinah. Kedua, dalam upaya
membangun manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa tersebut, diperlukan
adanya organisasi yang baik dan teratur serta mampu mengantarkan aspirasi
masyarakat, sesuai dengan tuntunan perkembangan zaman dan kemajuan
bangsa.5
Sejarah pertumbuhan organisasi tersebut, dimulai dengan organisasi BP4
di Bandung tahun 1954. kemudian di Jakarta dengan nama Panitia Penasihatan
Perkawinan dan Penyeleseaian Perceraian (P5), di Jawa Tengah dan Jawa Timur
dengan nama BP4 tersebut di atas dan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
nama Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT). Sebagai pelaksanaan
Keputusan Konferensi Departemen (kini: Kementerian) Agama di Tretes Jawa
Timur tanggal 25-30 Juni 1955, maka disatukanlah organisasi tersebut dengan
nama “Badan Penasiha-tan Perkawinan sesuai dengan Keputusan Menteri Agama
No.85 Tahun 1961. BP4 diakui keberadaannya setelah keluarnya Keputusan
Menteri Agama No.30 Tahun 1977 tentang Penegasan Pengakuan BP4 sebagai
satu-satunya badan penunjang sebagian tugas Departemen Agama dalam bidang
Penasihatan Perkawinan, Perselisihan Rumah Tangga dan Perceraian, maka
5 Mudzakir, Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat
Nasional (Jakarta: BP4, 2005), h.6.
42
kepanjangan BP4 diubah menjadi Badan Penasihatan Perkawinan, Perselisihan
dan Perceraian.
Secara kelembagaan, BP4 masih tetap eksis. Pasca kelahiran Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memberikan
kewenangan penuh kepada Peradilan Agama untuk menangani masalah
perceraian masih membutuhkan lembaga kepenasehatan perkawinan seperti BP4.
Apalagi menghadapi era globalisasi saat ini yang dampaknya menjadikan
tantangan terhadap kelestarian keluarga mendapat goncangan yang sangat berat,
menuntut lembaga BP4 untuk mengembangkan program dan misi organisasinya
secara lebih profesional. Kehadiran BP4 bersifat profesi, sebagai pengembang
tugas dan mitra kerja Departemen Agama, dengan berdasarkan Islam dan
berazaskan Pancasila.
C. Tujuan, Visi dan Misi BP4
1. Tujuan BP4
Tujuan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran
Rumah Tanggga (ART) BP4 yaitu :
“Mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera, materiil dan spirituil”.6
6 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
(Jakarta: BP4 Pusat, 2009), h.5.
43
2. Visi dan Misi BP4
Adapun visi dan misi dari BP4 sebagai berikut :
Visi BP4 adalah terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah wa
rahmah. Sedangkan Misi BP4 adalah:
a. Meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan, mediasi, dan advokasi;
b. Meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui
kegiatan konseling, mediasi dan advokasi;
c. Menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM BP4 dalam rangka
mengoptimalkan program dan pencapaian tujuan;7
D. Kebijakan Umum BP4
Untuk dapat melaksanakan visi dan misinya maka BP4 memiliki
program-program organisasi untuk dijalankan. Program organisasi tersebut yaitu:
1. Mereposisi organisasi sesuai dengan keputusan MUNAS BP4 ke XIV tahun
2009 di Jakarta.
2. Melakukan langkah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas organisasi BP4
pada semua tingkatan organisasi.
3. Membentuk pusat penanggulangan krisis Keluarga (family crisis center).
4. Melaksanakan konsolidasi organisasi BP4 mulai dari tingkat pusat sampai ke
tingkat daerah dengan mengadakan Musda I, II, Musyawarah Kecamatan dan
7 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
h.14.
44
Musyawarah Konselor dan Penasihat Perkawinan Tingkat Kecamatan; serta
meningkatkan tertib administrasi organisasi masing-masing jenjang.
5. Mengusahakan anggaran BP4 melalui jasa profesi penasihatan, dana bantuan
Pemerintah, lembaga donor agensi nasional dan Internasional, swasta, infaq
masyarakat, dan dari sumber lain yang sah sesuai dengan perkembangan
kegiatan dan beban organisasi.
6. Mengupayakan payung hukum organisasi BP4 melalui undang-undang
terapan peradilan agama bidang perkawinan dan SKB Menteri Agama,
Menteri Dalam Negeri dan Mahkamah Agung.
7. Menyelenggarakan evaluasi program secara periodik tiap tahun melalui
Rakernas.
8. Menyelenggarakan Munas BP4 XV tahun 2014.
9. Membuat website BP4.8
Di samping program organisasi tersebut di atas, masih ada program-
program lain yang terbagi dalam bidang-bidang dibawah ini yaitu:9
1. Bidang Pendidikan Keluarga Sakinah dan pengembangan SDM
a. Menyelenggarakan orientasi Pendidikan Agama dalam Keluarga, Kursus
Calon Pengantin, Pendidikan Konseling untuk Keluarga, Pembinaan
Remaja Usia Nikah, Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, Upaya
8 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
h.14. 9 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
h.16-18.
45
Peningkatan Gizi Keluarga, Reproduksi Sehat, Sanitasi Lingkungan,
Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS;
b. Menyiapkan kader motivator keluarga sakinah dan mediator;
c. Menyempurnakan buku-buku pedoman pembinaan keluarga sakinah.
2. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga
a. Meningkatkan pelayanan konsultasi hukum, penasihatan perkawinan dan
keluarga di setiap tingkat organisasi.
b. Melaksanakan pelatihan tenaga mediator perkawinan bagi perkaraperkara
di Pengadilan Agama.
c. Mengupayakan kepada Mahkamah Agung (MA) agar BP4 ditunjuk
menjadi lembaga pelatih mediator yang terakreditasi.
d. Melaksanakan advokasi terhadap kasus-kasus perkawinan.
e. Mengupayakan rekrutmen tenaga profesional di bidang psikologi, psikiatri,
agama, hukum, pendidikan, sosiologi dan antropologi.
f. Menyusun pola pengembangan SDM yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan BP4.
g. Menyelenggarakan konsultasi jodoh.
h. Menyelenggarakan konsultasi perkawinan dan keluarga melalui telepon
dalam saluran khusus (hotline), TV, Radio, Media Cetak dan Media
elektronika lainnya.
i. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga lain yang bergerak pada bidang
Penasihatan Perkawinan dan Keluarga.
46
j. Menerbitkan buku tentang Kasus-kasus Perkawinan dan Keluarga.
3. Bidang Penerangan, Komunikasi dan Informasi
a. Mengadakan diskusi, ceramah, seminar/temu karya dan kursus serta
penyuluhan tentang:
1) Penyuluhan Keluarga Sakinah.
2) Undang-undang, Perkawinan, Hukum Munakahat, Kompilasi Hukum
Islam, undang-undang PKDRT dan undang-undang terkait lainnya.
3) Pendidikan Keluarga Sakinah.
b. Meningkatkan kegiatan penerangan dan motivasi Pembinaan Keluarga
Sakinah melalui:
1) Media cetak
2) Media elektronikal
3) Media tatap muka
4) Media percontohan/keteladanan
c. Mengusahakan agar majalah Perkawinan dan Keluarga dapat
disebarluaskan kepada masyarakat.
d. Meningkatkan Perpustakaan BP4 di tingkat Pusat dan Daerah.
4. Bidang Advokasi dan Mediasi
a. Menyelenggarakan advokasi dan mediasi.
b. Melakukan rekruitmen dan pelatihan tenaga advokasi dan mediasi
perkawinan dan keluarga.
47
c. Mengembangkan kerjasama fungsional dengan MA, PTA dan PA.
5. Bidang Pembinaan Keluarga Sakinah, Pembinaan Anak, Remaja dan Lansia
a. Menjalin kerjasama dengan Pemerintah Daerah, Kantor
Kependudukan/BKKBN dan instansi terkait lainnya dalam
penyelenggaraan dan pendanaan pemilihan keluarga sakinah teladan.
b. Menerbitkan buku tentang Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional.
c. Menyiapkan pedoman, pendidikan dan perlindungan bagi anak, remaja,
dan lansia.
d. Melaksanakan orientasi pembekalan bagi pendidikan anak dalam
keluarga.
e. Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan
kesejahteraan anak, remaja dan lansia.10
Upaya dan usaha yang dilakukan BP4 untuk mencapai tujuan
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 4 dan 5 Anggaran Dasar BP4
mempunyai upaya dan usaha sebagai berikut:
1. Memberikan bimbingan, penasihatan dan penerangan mengenai nikah, talak,
cerai, rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok.
2. Memberikan bimbingan tentang peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan keluarga.
10 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
h.16-18.
48
3. Memberikan bantuan mediasi kepada para pihak yang berperkara di
Pengadilan Agama.
4. Memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah perkawinan,
keluarga dan perselisihan rumah tangga di Peradilan Agama.
5. Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang tidak
bertanggung jawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak tercatat.
6. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki
kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar negeri.
7. Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku,
brosur dan media elektronik yang dianggap perlu.
8. Menyelenggarakan kursus calon/pengantin, penataran/ pelatihan, diskusi,
seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis-yang berkaitan dengan perkawinan
dan keluarga.
9. Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk peningkatan penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah dalam
rangka membina keluarga sakinah.
10. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan membina
keluarga sakinah.
11. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga.
49
12. Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat untuk kepentingan
organisasi serta bagi kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga.11
Memperhatikan tujuan maupun upaya dan usaha yang perlu dilakukan
oleh BP4, ternyata bahwa kedudukan BP4 menempati posisi penting dan luhur.
Posisi tersebut akan bertambah lagi bagi BP4 yang berkedudukan di kota-kota
besar, seperti Jakarta, Bandung dan lain-lain, dimana nilai-nilai suatu perkawinan
dalam pergaulan hidup antara manusia terus menerus merosot dari tahun ke
tahun. Hidup bersama dan kebebasan bercinta yang mulai tampil di masyarakat
perkotaan, merupakan suatu tantangan sangat berat untuk menanggulanginya.
E. Susun Pengurus BP4 dan Program Kecamatan Pamulang
Berikut susunan pengurus Badan Penasihatan Pembinaan Dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Tingkat Kecamatan Pamulang Masa Bakti 2011-
2016, sebagai berikut:
I. Pembina : H. Firdaus, SH. M.Si (Camat Pamulang)
: Drs. H. Suganda Halim (Kepala KUA Kec. Pamulang)
: Drs. KH. M. Idris Elby, MH., MA. (Ketua Umum
MUI Kec. Pamulang)
II. Pengarah : KH. M. Saidih, S.Ag.
: KH. Dadang Syarif
: Drs. KH. Manaf Mulyana
11 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV,
h.5-6.
50
: Drs. KH. Bidawi Zuber
III. Penasihat : Drs. KH. M. Yusuf Adam
: Ir. H. Junaidi
: Drg. Rosmawati S
: Drs. Sanaman M, M.Pd.
IV. Pengurus
Ketua Umum : Drs. H. Farchan
Sekretaris Umum : H. Muchtar Kasmarang, S.Ag., MM.
Sekretaris I : Drs. H. Hamdani
Bendahara : H. Muhyidin
Wakil Bendahara : Hj. Leni Kurniasih
V. Bidang-bidang
1. Bidang Pendidikan dan Latihan
Bagi pengembangan SDM untuk Pembinaan Keluarga Sakinah:
Ketua : Hj. Fathiyah, P.Hd.
Sekretaris : Hj. Tuti Indra
Anggota : 1. Siti Mujilah Elby
2. Ustadzah Rosdiana
3. Neneng Rukaiyah
4. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga:
Ketua : Ust. Aep Saepuddin
Sekretaris : Sholechudin, S.Ag.
51
Anggota : 1. Zaenal Muttaqin
2. Hj. Latifah
Sedangkan program-progam yang dilakukan oleh BP4 kecamatan
Pamulang sebagai berikut:
1. PROGRAM ORGANISASI
a. Mereposisi organisasi sesuai dengan keputusan MUNAS BP4 ke XIV
tahun 2009;
b. Melakukan langkah pemberdayaan dan peningkatan kapasitas organisasi
BP4;
c. Mengadakan konsolidasi organisasi BP4 dan musyawarah konselor dan
Penasihat Perkawinan serta meningkatkan tertib administrasi organisasi
Tingkat Kecamatan;
d. Mengusahakan anggaran BP4 melalui jasa profesi penasihatan, dana
bantuan/hiba Pemerintah, lembaga donor agensi nasional dan
Internasional, swasta, infak masyarakat, dan dari sumber lain yang sah
sesuai dengan perkembangan kegiatan dan beban organisasi;
e. Menyelenggarakan evaluasi program secara periodik tiap tahun melalui
Rakernas.
2. PROGRAM KERJA BIDANG
a. Bidang
1) Menyelenggarakan orientasi Pendidikan Agama dalam Keluarga,
Kursus Calon Pengantin, Pendidikan Konseling untuk Keluarga,
52
Pembinaan Remaja Usia Nikah, Pemberdayaan Ekonomi Keluarga,
Upaya Peningkatan Gizi Keluarga, Reproduksi Sehat, Sanitasi
Lingkungan, Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan
HIV/AIDS;
2) Menyiapkan kader motivator keluarga sakinah dan mediator;
3) Menyempurnakan buku-buku pedoman pembinaan keluarga sakinah.
b. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan
Keluarga
1) Meningkatkan pelayanan konsultasi hukum, penasihatan perkawinan
dan keluarga di setiap tingkat organisasi;
2) mempersiapkan tenaga mediator perkawinan bagi perkaraperkara di
Pengadilan Agama;
3) Melaksanakan advokasi terhadap kasus-kasus perkawinan;
4) Mengupayakan rekruitmen tenaga profesional di bidang psikologi,
psikiatri, agama, hukum, pendidikan, sosiologi dan antropologi.
5) Menyusun pola pengembangan SDM yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan BP4;
6) Menyelenggarakan konsultasi jodoh.
7) Menyelenggarakan konsultasi perkawinan dan keluarga melalui
telepon dalam saluran khusus (hotline), TV, Radio, Media Cetak dan
Media elektronika lainnya;
53
8) Meningkatkan kerjasama dengan lembaga lain yang bergerak pada
bidang Penasihatan Perkawinan dan Keluarga;
9) Menerbitkan buku tentang Kasus-kasus Perkawinan dan Keluarga.
c. Bidang Penerangan, Komunikasi dan Informasi
1) Mengadakan diskusi, ceramah, seminar/temu karya dan kursus
menyangkut tugas dan fungsi BP4.
2) Meningkatkan kegiatan penerangan dan motivasi Pembinaan Keluarga
Sakinah melalui media yang memungkinkan.
3) Mengusahakan agar majalah Perkawinan dan Keluarga dapat
disebarluaskan kepada masyarakat.
4) Meningkatkan Perpustakaan BP4.
d. Bidang Advokasi dan Mediasi
1) Menyelenggarakan advokasi dan mediasi;
2) Melakukan rekruitmen dan pelatihan tenaga advokasi dan mediasi
perkawinan dan keluarga;
3) Mengembangkan kerjasama fungsional dengan Pengadilan Agama.
e. Pendidikan Usia Dini, Pemuda, Remaja dan Lansia
1) Menjalin kerjasama dengan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Dukcapil/Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan
Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPPKB) dan instansi terkait
lainnya dalam penyelenggaraan dan pendanaan pemilihan keluarga
sakinah teladan.
54
2) Menerbitkan buku tentang Keluarga sakinah teladan tingkat
kecamatan.
3) Menyiapkan pedoman, pendidikan dan perlindungan bagi anak,
remaja, dan lansia;
4) Melaksanakan orientasi pembekalan bagi pendidikan anak dalam
keluarga;
5) Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan
kesejahteraan anak, remaja dan lansia.
55
BAB IV
ANALISA EKSISTENSI B4 DALAM UPAYA MEMINIMALISIR
TERJADINYA PERCERAIAN (StudiPada BP4 Kecamatan Pamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)
A. Deskripsi Geografis Kecamatan Pamulang
Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten dan
secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan)
kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19 Km2.
Menurut Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008, luas
wilayah kecamatan-kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan (yang
kemudian diambil sebagai luas wilayah kota Tangerang Selatan) adalah sebesar
150,78 Km2 sedangkan menurut Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota
Tangerang Selatan adalah sebesar 147,19 Km2 dengan rincian luas kecamatan
masing-masing yang berbeda pula. Angka yang digunakan adalah 147,19 Km2
karena sesuai dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten.
Penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.051.374 jiwa pada tahun
2007, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebesar 532.670 jiwa
sedangkan perempuan 518.704 jiwa. Rasio jenis kelamin adalah sebesar 102,69,
yang menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan
jumlah perempuan.
56
Dengan luas wilayah 147,19 Km2, kepadatan penduduk Kota mencapai
7.143 orang/Km2. Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Ciputat Timur
yaitu 10.396 orang/Km2 sedangkan kepadatan terendah di Kecamatan Setu yaitu
3.812 orang/Km2. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur pada tahun
2008 menunjukkan bahwa kelompok umur dengan jumlah penduduk terbesar
adalah 0–4 tahun, yaitu sebesar 9,69% sedangkan kelompok umur dengan jumlah
penduduk terkecil adalah ≥ 60, yaitu sebesar 3,47%.1
Sedangkan penduduk yang terdapat di kecamatan Pamulang 248 jiwa.
Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki 125.886 sedangkan perempuan 122,315
jiwa.2
B. Eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian
Pada masanya, peranan BP4 cukup besar dalam memelihara keutuhan
keluarga. Menurut data di Departemen Agama angka perceraian antara 1950-an
s/d 1970-an, jumlah perceraian secara nasional mencapai separoh dari jumlah
perkawinan yang terjadi di masyarakat. Namun sejak tahun 1970-an angka
perceraian tersebut terus menurun, dan dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974
yang salah satu asasnya mempersulit perceraian,3 jumlah perceraian semakin
1http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0CEAQFjA
E&url=http%3A%2F%2Flabpm2.ipdn.ac.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2013%2F05%2FRPJM-Keadaan-Geografis.pdf&ei=ZYIrVMfzE4PjuQT6gIH4Dw&usg=AFQjCNGfsj2Kk0WZut3_DtA1nahEyxoTGA&bvm=bv.76477589,d.c2E
2 Diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS). 3 Asas ini dijabarkan dalam Pasal 39 UU yang mengatur tata cara perceraian tersebut, dan
dijabarkan dalam dua ketetapan. Pertama: perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding
57
menurun. Sejak tahun 1990-an, angka perceraian terus bertahan sekitar 6 -7 %
dari angka perkawinan di seluruh Indonesia.
Lembaga BP4 memiliki kekuatan secara yuridis, kelembagaan dan
ketersediaan SDM. Pembentukan BP4 didasarkan pada hukum, peraturan
perundang-undangan yang mendukung keorganisasian BP4. BP4 secara
keorganisasian mendapatkan dukungan kuat dari instansi Departemen Agama
dari Pusat sampai kecamatan, dukungan masyarakat serta organisasi pemerintah
yang lain. BP4 didukung dengan ketersediaan SDM bantuan dari instansi
pemerintah, beberapa organisasi kemasyarakatan yang dapat mendukung tugas
dan fungsi BP4.
Tantangan dan permasalahan tentunya tidak lepas dari upaya
membesarkan eksistensi kelembagaan BP4 di masa mendatang. Ada setidak-
tidaknya empat tantangan yang harus dijawab oleh lembaga BP4 agar eksistensi
sebagai lembaga penasehatan perkawinan berfungsi optimal. Pertama,
perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi
yang member kan dampak bagi kehidupan masyarakat dan keluarga seperti
meluasnya gaya hidup hedonistik, materialistik dan konsumerisme yang
bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan
fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen
pengadilan, kedua: untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri, ketiga; diatur dalam peraturan perundangan sendiri. Ketentuan ini lebih lanjut dijabarkan Pasal 14 s/d 36 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Baca huruf e angka 4 Penjelasan Umum UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
58
pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta
terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap
keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal
dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin
banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan
konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi
pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Di luar sejumlah tantangan di atas juga muncul sejumlah kondisi positif
yang memberi peluang bagi berfungsi kelembagaan BP4 di masa mendatang.
Pertama, adanya harapan dan dukungan moril masyarakat terhadap pembentukan
keluarga sakinah yang implikasinya memberikan motivasi bagi pengurus BP4
dalam menjalankan misinya. Disamping itu, dukungan dari instansi pemerintah
dan peran BP4 bagi lembaga kemasyarakatan terhadap keberadaan dan peran
BP4 itu sendiri ditambah ketersediaan tenaga ahli di bidangnya untuk
mendukung tugas dan fungsi BP4 di Pusat dan Daerah.
Pasca terintegrasinya peradilan agama ke dalam Mahkamah Agung, BP4
secara kelembagaan dituntut meningkatkan eksistensinya secara lebih
professional. Hal ini mengingat Peradilan agama tidak ada keterlibatan lagi
secara struktural maupun moral dengan BP4. Dalam kondisi demikian, praktek
penyuluhan hokum yang merupakan cakupan bidang pekerjaan BP4 harus
dilakukan secara mandiri dengan payung dan back up pendanaan dari
Departemen Agama.
59
Kemungkinan keberhasilan perdamaian yang difasilitasi oleh mediator
BP4 akan lebih besar dibandingkan dengan lembaga mediator lainnya. Sejumlah
faktor yang mendukung keberhasilan pelaksanan program kerja BP4 yaitu:
besarnya dukungan moril masyarakat terhadap pembentukan keluarga sakinah,
besarnya dukungan moril instansi pemerintah, lembaga kemasyarakatan nasional
dukungan para pakar terhadapupaya penasihatan perkawinan dan pembinaan
keluarga dan kesedian masyarakat untuk meniru dan meneladani sikap dan
tingkah laku keluarga sakinah yang dipilih melalui pemilihan keluarga sakinah.
Terkait dengan keberadaan BP4, beredar gagasan untuk melakukan
restrukturisasi terhadap BP4.4 Dalam proses restrukturisasi BP4 diarahkan untuk
dipindahkan dari nomenklatur Departemen Agama menjadi di bawah naungan
Ditjen Peradilan Agama Mahkamah Agung. Dalam sejarahnya, Ditjen Peradilan
Agama adalah bagian dari Departemen Agama. Namun dengan tujuan
restrukturisasi menuju optimalisasi peran peradilan agama, nomenklatur
peradilan agama dipindahkan ke MA.
Dirjen Bimas Islam memberikan empat opsi terkait proses restrukturisasi.
Pertama, BP4 dilepaskan dan di bawah Peradilan Agama MA. Kedua, BP4
dialihkan fungsinya kepada Ditjen Peradilan Agama, tanpa mengalihkan
institusinya, Ketiga, Direktorat Peradilan Agama membentuk lembaga baru yang
menjalankan fungsi BP4. Keempat, masa transisi dengan memberikan
kesempatan kepada Peradilan Agama untuk membentuk nomenklatur mediasi
4 Http://bimasislam.depag.go.id/?mod=news&op=detail&id=695, diakses 1 Juli 2009.
60
perkara perkawinan, sambil menunggu selesainya proses kajian dan analisa
terhadap restrukturisasi BP4.
Gagasan restrukturisasi ini nampaknya menemukan relevansinya dengan
mencermati aturan normatif yang ada. Merujuk Peraturan Menteri Agama No. 3
Tahun 1975 Pasal 28 ayat (3), bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha
mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan
Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua
suami istri tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.
Restrukturisasi kelembagaan BP4 agar perannya lebih optimal diperlukan
sebagai respon terhadap problem meledaknya kasus perceraian akhir-akhir ini.
Setiap tahun ada dua juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian
bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10
pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga.5
Apabila angka perceraian di masyarakat terus mengalami peningkatan, itu
sebagai pertanda telah terjadinya desakralisasi dan kemerosotan lembaga
5 Jumlah perkara yang diproses oleh Pengadilan Agama (PA) secara nasional pada tahun
2007 mencapai 217.084. Perkara di bidang perkawinan merupakan jumlah terbesar, yaitu 213.933 perkara, atau sama dengan 98,5%. Dari perkara di bidang perkawinan itu, sejumlah 196.838 atau 90,4% merupakan perkara perceraian. 63 % perceraian diajukan oleh isteri (124.079 perkara), dan 37% perceraian diajukan oleh suami (72.759 perkara). Angka perceraian di atas sungguh sangat memprihatinkan, sebab kalau kita bandingkan dengan jumlah peristiwa pernikahan yang besarnya sekitar 2 juta setiap tahun, maka berari perceraian itu sekitar 9,8%. Ini merupakan angka yang sangat tinggi. Dari perkara di bidang perkawinan itu, sejumlah 196.838 atau 90,4% merupakan perkara perceraian. 63 % perceraian diajukan oleh isteri (124.079 perkara), dan 37% perceraian diajukan oleh suami (72.759 perkara). Angka perceraian di atas sungguh sangat memprihatinkan, sebab kalau kita bandingkan dengan jumlah peristiwa pernikahan yang besarnya sekitar 2 juta setiap tahun, maka berari perceraian itu sekitar 9,8%. Ini merupakan angka yang sangat tinggi. Baca Himpunan Statistik Perkara Peradilan Agama Tahun 2007, Ditjen Badilag MA-RI, tahun 2007.
61
perkawinan. Atas kondisi ini, BP4 ditunggu peran dan kinerjanya secara lebih
optimal dalam mengawal dan melestarikan lembaga perkawinan.
C. Faktor penghambat pelaksanaan program BP4
BP4 Kec. Pamulang dalam menjalankan tugasnya masih banyak terdapat
hambatan yang dihadapinya. Faktor penghambat tersebut bukan dikarenakan
mutu dari BP4 Kec. Pamulang, tetapi masyarakat yang tidak banyak
menggunakan jasa pelayanan konsultasi BP4, belum optimalnya pelaksanaan
tugas penasihatan dan pembinaan keluarga serta masih lemahnya hubungan atau
koordinasi dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Selain itu juga ada beberapa faktor pendorong keberhasilan pelaksanaan program
kerja BP4 sebagai berikut ; besarnya dukungan moril dari masyarakat terhadap
pembentukan keluarga sakinah, besarnya dukungan moril instansi pemerintah,
lembaga kemasyarakatan nasional dan internasional, dukungan para pakar
terdapat terhadap upaya penasihatan perkawinan dan pembinaan keluarga serta
kesediaan masyarakat untuk meniru dan meneladani sikap dan tingkah laku
keluarga sakinah yang dipilih melalui pemilihan keluarga sakinah.
Sebagai sebuah institusi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat,
dapat dipastikan bahwa terdapat kekurangan dan kelebihan. Demikian pula
dengan BP4 Kec. Pamulang yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
Kec. Pamulang. Faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam memainkan
peran dan fungsi BP4 memberikan cerminan bahwa institusi ini berjalan di atas
62
dinamika yang dimiliki. Dalam sebuah teknik mediasi, faktor-faktor pendukung
maupun penghambat tentu memberikan dampak terhadap keberhasilan upaya-
upaya yang dilakukan. Faktor-faktor yang muncul ke permukaan merupakan
sarana untuk memahami dan menjelaskan apakah fungsi dan peran BP4 mampu
dijalankan dengan baik atau tidak.
Mengaca dari hasil penelitian yang telah lalu, maka BP4 di Kec.
Pamulang sebenarnya memiliki faktor-faktor pendukung yang menunjang
keberhasilannya dalam menjalankan peran dan fungsinya. Pertama, sebagai
sebuah lembaga semi resmi, BP4 Kec. Pamulang, bagaimanapun merupakan
bagian internal dari Departemen Agama. Kedudukannya sebagai perpanjangan
pemerintah tidak membawa kesulitan bagi BP4 dalam memenuhi kebutuhan
institusinya. Persoalan dana dan fasilitas paling tidak bukan hambatan karena
seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Bahkan BP4 dapat mengusakan
anggaran dari berbagai pemasukan; seperti jasa profesi penasehatan, dana
bantuan pemerintah, lembaga donor agensi nasional maupun internasional,
swasta, infaq masyarakat, dan dari berbagai sumber lain yang sah sesuai dengan
perkembangan kegiatan dan beban organisasi.
Dorongan finansial ini tentu memberikan keuntungan bagi BP4 karena
dapat terfokus dalam tugas-tugasnya. Sekalipun hanya mengandalkan dana dari
pemerintah sesuai dengan pos anggaran yang dimiliki, BP4 masih dapat
melakukan kinerjanya. Sementara itu, kedua, BP4 di Kec. Pamulang
mendapatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam menjalankan
63
tugasnya untuk memberikan penasehatan, pembinaan dan pelestarian
perkawinan. Berbagai elemen tersebut dapat disebutkan di sini seperti para
ulama, LSM, bahkan otoritas Pengadilan Agama Kota Tenggerang menyambut
terbuka agar BP4 mampu melaksanakan fungsi dan perannya secara baik.
Sebagian masyarakat Kec. Pamulang menyikapi penasehatan yang
dilakukan oleh BP4 adalah hal yang berdampak positif dan sangat bermanfaat
membantu keutuhan rumah tangga. Tanpa membedakan antara masyarakat yang
satu dengan yang lainnya, variasi pendapat yang dirasakan masing-masing
keluarga baik keluarga yang pernah mengalami masalah maupun calon pengantin
yang ingin membina rumah tangganya, menunjukkan beraneka pendapat dalam
menyikapi penasehatan BP4. Memperhatikan dari hasil wawancara kepada
beberapa keluarga masyarakat di Kec. Pamulang sebagai obyek penelitian, ada
tiga pendapat yang dirasakan tentang peran dan fungsi BP4 di Kec. Pamulang
dengan melihat berbagai aspek, yakni; membentuk den menjaga keharmonisan,
memberi pemahaman tanggung jawab kepada suami atau istri dalam berkeluarga
dan mendorong untuk menjalankan kehidupan yang agamis.
Kenyataan ini sebenarnya menunjukkan bahwa peran dan fungsi BP4
dapat secara optimal dimainkan dengan dukungan masyarakat. Sebagaimana
dalam sebuah mediasi, peran-peran mediator sangat membutuhkan dukungan dari
masyarakat, atau bahkan dari pihak-pihak yang bertikai, dalam hal ini adalah
suami istri. Dalam gambaran yang lebih luas, cara-cara seperti ini mirip dengan
bagaimana model peace keeping yang perlu diterapkan dalam mediasi, tetapi
64
konteksnya adalah pernikahan. Pertama, bahwa interaksi yang terjadi harus
antara pihak-pihak yang memiliki kesejajaran status. Kedua, adanya dukungan
dari lingkungan sosial. Ketiga, komunikasi terjadi secara intim (bukan kasual).
Keempat, proses komunikasi harus menyenangkan kedua pihak, dan kelima, ada
tujuan yang hendak dicapai bersama.6
Dari dua faktor di atas, penting untuk menempatkan dukungan
lingkungan sosial dalam tugas-tugas yang diemban oleh BP4. Artinya memang
masyarakat Kec. Pamulang sendiri menghendaki sebagai representasi dari
masyarakat yang damai dan stabil, meskipun itu dari masyarakat terkecil yaitu
keluarga. Ekspektasi sosial seperti ini memungkinkan sebuah institusi yang hadir
di tengah-tengah mereka dengan mewartakan sebagai bantuan konsultasi
pernikahan, tentu akan sangat melegakan dan menyenangkan.
Hal ini sekaligus mencegah agar tingkat perceraian dan intensitas
persoalan keluarga dapat diturunkan.Selain itu, kekuatan yang dimiliki oleh BP4
adalah karena saran-saran yang diutarakan berdimensi religius. Hal ini sangat
menguntungkan karena mayoritas penduduk Kec. Pamulang, sebagaimana
banyak daerah lain di pulau Jawa, adalah beragama Islam. Dorongan untuk
mengamalkan ajaran agama Islam, atau dalam hal ini adalah hukum Islam, dapat
lebih ditekankan sebagai bagian terpenting dalam proses pembinaan dan
penasehatan perkawinan. Bagaimanapun dengan mengamalkan ajaran agama
6 M. Mukhsin Jamil (ed.), Mengelola Konflik, Membangun Damai: Teori, Strategi dan
Implementasi Resolusi Konflik, (Semarang: Walisongo Mediation Center, 2007), h.72.
65
kehidupan keluarga lebih mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan
ketenteraman, kedamaian dan keamanan yang dijiwai oleh ajaran dan tuntunan
agama Islam. Karena pembentukan keluarga yang baik dapat dilakukan melalui
ajaran agama. Di sini agama menjadi peran penting dalam pembentukan watak,
karakter dan kepribadian seseorang. Dengan demikian baik buruknya seseorang
tergantung kepada kebiasaan dan pendidikan yang diterima di rumah tangga.
Ajaran agama Islam merupakan rahmatan lil alamin. Apabila
mengamalkan ajaran agama diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari akan
terbinalah keamanan dan ketertiban. Karena setiap individu merasa tidak perlu
mengganggu orang lain maka dampak yang dirasakan tidak hanya bagi keluarga
tersebut akan tetapi akan berdampak bagi masyarakat sekitarnya merasakan
setiap rumah tangga rukun dan damai. Keutuhan dan keharmonisan keluarga
tidak bisa lepas dari faktor agama. Akan tetapi kenyataan tidak banyak sebagian
besar orang memandang peran agama sebagai faktor yang bersifat ilmiah, dan
beranggapan, bahwa satu-satunya yang bersifat efektif dalam keharmonisan
keluarga adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok seperti
sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan pendidikan. Tanpa memahami
keimanan di dalam agama yang membangun moral dan kepekaan individu serta
memperbaiki hubungan-hubungan sosial dan memperkuat tali kekeluargaan.
Seperti teori Husain Ali yang berpendapat, bahwa agama menciptakan
keharmonisan dalam keluarga. Apabila seseorang beriman dengan dasar Tauhid
(Keesaan Allah) dan Ma’ad (iman kepada Kebangkitan), kehidupan dan gerakan-
66
gerakan akan dibalur oleh kesucian. Hidupnya akan memiliki tujuan yang baik
dan cita-cita serta prilakunya kan selaras dengan ajaran-ajaran agama. Keinginan
akan selaras dengan perintah agama yang menjamin kemakmuran dan
kesejahteraan jiwa dan raga.7
Meskipun berbagai faktor pendukung menstimulasi tugas-tugas BP4,
tidak terelakkan bahwa BP4 di Kec. Pamulang mengalami hambatan-hambatan.
Hambatan itu, pertama, karena belum optimalnya kinerja BP4. Dari pengamatan
peneliti dan beberapa data yang diperoleh, peran BP4 di Kec. Pamulang masih
belum optimal karena koordinasi yang dilakukan dengan berbagai pihak masih
sangat kurang. BP4 di Kec. Pamulang masih mengandalkan kerjasama terbatas
dengan beberapa institusi yang juga merupakan perpanjangan tangan dari
pemerintah, seperti pengadilan. Lembaga-lembaga masyarakat, tokoh
masyarakat, atau kelompok-kelompok kecil di desa-desa kurang begitu
mendapatkan perhatian sehingga BP4 seolah-olah menjadi “elitis”.
Kedua, meskipun keberadaan BP4 telah lama di Kec. Pamulang tetapi
banyak masyarakat yang tidak memanfaatkan institusi ini atau bahkan tidak
mengenalnya sama sekali. Keadaan ini terjadi karena buruknya sosialisasi yang
dilakukan oleh BP4 kepada masyarakat. Anggapan lain mengenai BP4 oleh
masyarakat karena institusi ini dinilai tidak capable dalam menjalankan tugasnya
sehingga tidak banyak masyarakat yang memanfaatkan. Hal ini dapat ditelusuri
7 Husain Ali Turkamani, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, (Jakarta: Pustaka Hidayah,
1992), h.11.
67
melalui sumber daya manusia yang dimiliki oleh BP4 Kec. Pamulang. Beberapa
staf atau penasehat perkawinan tidak memiliki latar belakang dunia pendidikan
mengenai mediasi, konseling atau keagamaan. Keadaan ini membuat BP4 Kec.
Pamulang tidak mampu secara optimal mengeksplorasi sumber daya internalnya,
yaitu, para petugasnya agar mampu menjalankan peran dan fungsi BP4 dengan
baik.
Keadaan lain yang lebih memperburuk citra BP4 adalah anggapan
birokratis dari masyarakat. Tentu ini dimaksudkan bahwa BP4 tidak banyak
melakukan langkah-langkah revolutif atau mendekati masyarakat sehingga
mereka dapat mengenal lebih baik institusi ini. Banyak di antara masyarakat
yang lebih melihat bahwa urusan perkawinan, ketika hendak berniat cerai, maka
solusinya adalah pengadilan. Kegagalan dalam membangun citra ini memang
tidak dapat digeneralisir dalam satu aras. Tetapi selain pandangan nyinyir di atas
karena memang BP4 dianggap akan “mengganggu” niatan suami istri yang
memang bertekad untuk mengakhiri rumah tangga mereka. Di sinilah fungsi
mediasi merasa tidak dibutuhkan oleh masyarakat karena pada akhirnya akan
tetap memilih jalan berpisah bagi kehidupan perkawinan.
Ketiga, faktor yang menjadi penghambat adalah, kekurangmampuan
petugas BP4 dalam melakukan langkah-langkah mediasi, dibandingkan dengan
penasehatan atau penerangan, komunikasi, dan informasi. Mediasi memang
membutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam menguraikan persoalan, sehingga
mediator diharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik. Kegagalan dalam
68
menjalankan langkah mediasi ini, karena banyak yang telah mengalami
kegagalan dalam proses negosiasi antara suami istri yang bertikai.
Berdasarkan faktor pendukung dan penghambat yang telah diuraikan,
kiranya peran BP4 memang masih dibutuhkan. Berbagai hambatan perlu
dicarikan langkah solutif agar dapat mengoptimalkan kinerja lembaga semi resmi
ini. Sebagaimana dalam program kerja bidang advokasi dan mediasi yang
tercantum dalam Munas BP4 ke XIV/2009 yang berlangsung di Jakarta 1-3 Juni
2009, disebutkan di sana 3 program kerja yang dapat dilaksanakan; pertama,
menyelenggarakan advokasi dan mediasi. Kedua, melakukan rekruitmen dan
pelatihan tenaga advokasi dan mediasi perkawinan dan keluarga. Ketiga,
mengembangkan kerjasama fungsional dengan Mahkamah Agung, Pengadilan
Tinggi Agama, dan Pengadilan Agama.
Dari program kerja yang tampak memang BP4 seharusnya membuka
peluang bagi aktor-aktor lain untuk masuk di dalamnya, dalam hal ini adalah
berbagai elemen masyarakat seperti ulama dan aktivis lembaga swadaya
masyarakat. Hal ini selain akan menunjang kinerja mereka, juga lebih
mendekatkan BP4 dengan masyarakat. Keterlibatan elemen masyarakat dengan
pola rekruitmen yang ketat akan dapat mengoptimalkan kinerja dalam
penasehatan, pembinaan dan pelestarian pernikahan. Apalagi kesan-kesan
birokratis, elitis, dan mahal kemungkinan besar akan dapat diminimalisir karena
latar belakang mediator mereka berasal dari masyarakat.
69
Selain itu, BP4 perlu melebarkan kerjasama dengan berbagai instansi,
baik dari pemerintah maupun non pemerintah yang selama ini kurang begitu
dikembangkan. Dalam hal seperti ini memang dibutuhkan gerak aktif BP4
sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat, bukan hanya gerak pasif yang
menunggu masyarakat untuk datang kepada BP4 ketika dihadapkan pada
persoalan pernikahan. Dengan optimalisasi program kerja ini, maka peran BP4
akan dapat dilakukan secara optimal sehingga membawa kemaslahatan bagi
masyarakat, bangsa dan negara.
D. Analisa Penulis terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir
terjadinya perceraian.
Kuantitas problem manusia semakin tinggi di tengah arus globalisasi
yang semakin cepat. Kehadiran lembaga atau institusi semacam BP4 menjadi
cukup penting karena kebutuhan manusia untuk mendapatkan bantuan dalam
penyelesaian persoalan mereka juga meningkat. Meskipun peran BP4, dalam
konteks perkawinan ini, bukanlah sebuah akhir dari keputusan hukum, tetapi
secara psikologis dan sosiologis, penasehatan, pembinaan dan usaha-usaha untuk
tetap melestarikan perkawinan sangat membantu masyarakat. Sebagaimana
dalam perspektif hukum Islam, perkawinan adalah sebuah ikatan yang kuat
sehingga perceraian, meskipun diperbolehkan oleh Allah swt, tetapi dibenci oleh-
Nya. Karena itulah peran BP4 hingga saat ini terus dimaksimalkan untuk
menciptakan keluarga yang sakinah mawadah dan rahmah. Hal ini tidak lain
70
agar nantinya dapat menumbuhkan “tumbuh-tumbuhan yang baik dan
membuahkan buah yang bagus.”8
Peran BP4 berarti menjadi salah satu sarana untuk menjadikan sebuah
keluarga tidak hanya sebagai “tempat berkumpul” anggota keluarga, tetapi
bagaimana menciptakan keharmonisan dan hubungan timbal balik yang penuh
kasih sayang antara mereka. Peran dan fungsi BP4 ini seharusnya lebih dapat
bermanfaat bagi masyarakat, terlebih lagi dinaungi oleh pemerintah, yang dalam
hal ini adalah Departemen Agama sebagai lembaga semi-resmi. Pemerintah
sendiri tentu menilai bahwa keluarga, sebagai bentuk masyarakat terkecil,
sepatutnya dinilai sebagai bagian penting untuk menciptakan negara yang stabil,
damai dan harmonis.
Berdasarkan hasil penelitian ini, yang termaktub dalam bab sebelumnya,
pada realitanya keberadaan BP4 memang sangat membantu. Setidaknya bantuan
itu dapat dilihat dalam peran-peran; membantu memecahkan masalah keluarga,
mendamaikan suami isteri yang diliputi keinginan perceraian dan memberikan
wawasan untuk membina rumah tangga. Kedatangan para klien kepada BP4
memberikan gambaran bahwa lembaga semi-resmi ini memiliki fungsi dan peran
yang tidak dianggap “berat sebelah”. Netralitas ini menguntungkan BP4 untuk
menempatkan dirinya sebagai pihak ketiga atau mediator. Dengan posisi tengah
itu maka BP4 memang diharapkan untuk memberikan solusi yang adil serta
8 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 6, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1990), h.10.
71
menguntungkan kedua belah pihak yang bertikai, meskipun boleh jadi klien yang
pertama menuju meja BP4 adalah salah satu dari mereka.
Dalam konteks ini, Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa
ayat 35:
عثوا ح كما من أهله وحكما من أهلها إن يريدا وإن خفتم شقاق بـينهما فابـنـهما إن الله كان عليما خبيرا )35: 4/النساء. (إصالحا يـوفق الله بـيـ
Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kalimat ( ثوا حكامفابع ) pada ayat di atas menunjukkan bahwa hakam itu
sesungguhnya berkedudukan sebagai wakil. Dengan pengertian ini maka
diperbolehkan hakam berasal dari lembaga lain. Dalam pandangan Quraish
Shihab, kalimat hakam tersebut diartikan sebagai orang yang bijak dalam
menyelesaikan perkara.9 Dengan arti demikian, maka lembaga atau orang
yang bijak dapat dimaksudkan memainkan fungsi dan peran serupa dengan
BP4, yaitu sama-sama memberikan nasehat, menjauhkan perselisihan dan
solusi terbaik, dan anjuran untuk berdamai. Meskipun begitu, BP4 memang
tidak dimaksudkan untuk memberikan putusan hukum karena sifatnya yang
lebih mengutamakan edukasi dan sugesti.
9 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h.212.
72
Sebagaimana dalam mekanisme mediasi, BP4 juga menempatkan
klien yang bertikai atau memiliki masalah dengan posisi setara. Dalam
kondisi psikologis tertentu, cara ini memang dibutuhkan. Selain agar klien
tidak merasa diperlakukan seperti “orang bersalah”, juga agar klien dapat
leluasa mengutarakan seluruh persoalannya tanpa perasaan kikuk, yang justru
membuat persoalan tidak menyentuh akarnya. Keleluasaan seperti ini jelas
berbeda dengan posisi pengadilan yang memang mendikotomikan antara salah
atau benar dan betul atau tidak. BP4 bahkan dapat mengupayakan sebuah
solusi yang benar-benar dirasakan sebagai solusi terakhir, yang boleh jadi
baru dapat ditemukan setelah berkali-kali melalui proses mediasi.
Dengan demikian BP4 sama sekali tidak menempatkan diri sebagai
“cara terakhir” sebagaimana pengadilan, tetapi lebih menempatkan diri dalam
posisi menyediakan ruang atau menjembatani persoalan. BP4 tidak
melakukan justifikasi persoalan atau menyalahkan salah satu pihak, tetapi
hanya mengurai, mencoba mendamaikan, dan menawarkan solusi, yang
sesungguhnya berangkat dari persoalan para klien itu sendiri. Anshori Umar
pernah menyinggung cara ini sebagai alternatif yang baik ketika saat-saat
dimana sebuah keluarga tidak mampu menyelesaikan persoalan internal
73
mereka, maka dibutuhkan peran-peran juru damai, yang dalam konteks ini
dapat disejajarkan dengan fungsi dan peran BP4 itu.10
Anshori menuliskannya dengan tegas sebagaimana berikut:
“Masyarakat Islam pada dasarnya pecinta dan perindu kemaslahatan orang lain dan suka tolong menolong. Namun karena masalah usaha perdamaian (tahkim) tidak bisa dilakukan oleh semua orang, maka sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa ayat an-Nisa ayat (4): 35 ditujukan kepada wakil umat atau pemerintah dan pembantu-pembantunya. Yang demikian karena perintah Islamlah yang berkewajiban memperhatikan keadaan rakyatnya, memelihara dan berusaha menegakkan perdamaian di tengah-tengah mereka.”11
Pelaksanaan fungsi dan peran BP4 meniscayakan sebuah cara-cara
yang persuasif dan bukan represif sebagaimana telah disinggung. Banyak
pertimbangan yang dimiliki oleh BP4 dalam mengurai persoalan para klien.
Sebagaimana dorongan beberapa keluarga yang menghendaki mengakhiri
pernikahan, BP4 tidak semata-mata melihatnya sebagai langkah yang terbaik.
Bahkan seringkali teknik ini menjadikan solusi yang diutarakan oleh BP4
berseberangan dengan kehendak para klien. Misalnya saja dalam kasus
perceraian dari perkawinan yang telah mendapatkan anak, tidak dapat semata-
mata yang dipikirkan adalah hak para klien, tetapi juga hak anak dari hasil
perkawinan tersebut.
10 Anshori Umar Sitanggal, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga, (Surabaya: PT
Ina, 1987), h.208. 11 Anshori Umar Sitanggal, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga, h.208.
74
Penulis berpandangan bahwa upaya dan usaha BP4 salah satunya
adalah menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian, poligami yang
tidak bertanggungjawab, pernikahan di bawah umur dan pernikahan tidak
tercatat.12 Oleh karena itu dalam agama Islam sangat dianjurkan untuk
mengadakan tindakan preventive (pencegahan) sebagaimana dalam qawa’idul
fiqhiyah.
إذا تعارض المانع والمقتضى يقدم المانع
Berdasarkan kaidah ini, ketika terdapat dua hal yang sama-sama
dikehendaki untuk dicegah, maka pencegahan itu dilakukan terhadap salah
satunya sebagai prioritas. Sebab itulah penasehatan mengupayakan
kemaslahatan dalam perkawinan supaya tidak terjadi madharat (perceraian,
KDRT, poligami yang tidak memihak dan lain sebagainya) sebagai cara yang
terbaik untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Penasehatan, pembinaan, dan
pelestarian perkawinan yang dilakukan oleh BP4 sesungguhnya sebagai
langkah preventif agar tidak terjadi runtuhnya ikatan perkawinan.
Di sisi lain, selain sebagai mediator, pembinaan, dan pencegah
runtuhnya mahligai rumah tangga, apa yang dilakukan oleh BP4 dengan
12 Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional
(Jakarta: BP4, 2005), h.11.
75
demikian juga sebagai sarana edukasi kepada masyarakat. Hal ini selaras
dengan apa yang diuraikan oleh Aisjah Dachlan yang menyatakan:13
“Pendidikan yang pertama dan utama ialah keluarga dan rumah tangga, pendidikan didasari tindakan kebaikan dan diikuti dengan tingkah laku orang tua bagaimana hubungan keduanya (suami istri) baik atau tidak, sehingga dapat mencerminkan suasana rumah tangga itu damai atau tidak, tanpa didasari kondisi seperti itu akan berdampak kepada jiwa anak dari pada pendidikan yang ada di rumah tangga.” Proses edukasi ini misalnya, dilakukan oleh BP4 saat memberikan
bekal ilmu pengetahuan dan wawasan bagi pasangan suami istri maupun calon
suami istri. Cara ini setidaknya dilakukan agar calon atau suami istri memiliki
pengetahuan dan gambaran seperti apakah kehidupan yang akan dilalui oleh
mereka. Bahwa perkawinan tidak semata-mata untuk memenuhi atau
mensahkan hubungan seksual suami istri, tetapi agar memperoleh
kebahagiaan dan kesempurnaan sebagai manusia. Karena itulah setiap usaha-
usaha untuk memenuhi keinginan tersebut perlu disambut dengan baik dan
penuh perhatian. Karena itulah dengan bimbingan dan pelatihan yang
diselenggarakan oleh BP4 diharapkan akan tumbuh kedewasaan dan punya
orientasi akan masa depan yang lebih baik oleh suami istri.
Pengetahuan mengenai hak dan kewajiban suami istri yang
mengajarkan adanya tanggung jawab kebersamaan antara keduanya untuk
saling menjaga dan melengkapi, menerima kenyataan, musyawarah, suka
memaafkan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan pondasi
13 Nj. Aijah Dachlan, Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama Dalam Rumah
Tangga (Jakarta: Jamunu, 1969), h.129.
76
pengetahuan yang ditanamkan oleh BP4 bagi calon pengantin maupun suami
istri yang bermasalah. Dengan berbekal ilmu pengetahuan, maka di dalam
keluarga bisa menyelesaikan problematika rumah tangga dengan lebih mudah,
karena pengalaman empiris yang ditunjang wawasan yang didapatkan melalui
peran-peran dan fungsi yang dilakukan oleh BP4.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penutup pada penelitian ini maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. peran badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4)
terkait dengan usaha untuk meminimalisir perkawinan sangat penting. Hal
ini terbukti dengan banyaknya masyarakat pamulang yang mendatangi
BP4 ketika terjadi permasalahan perkawinan. Walaupun harus diakui
bahwa untuk tindakan preventif masih perlu usaha lebih keras untuk
melakukan kegiatan atau program yang dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk mempersiapkan pisik dan psikis dalam menjalani
kehidupan berumah tangga.
2. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BP4 terkait upaya
meminimalisir telah dilakukan baik dengan cara sosialisasi, penyuluhan,
maupun advokasi. Serta melakukan seluruh kegiatan yang bersifat
memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan perlunya
memperhatikan pentingnya institusi keluarga, dalam memajukan Negara
dan agama.
3. Akan tetapi upaya ini belum bisa dilakukan secara maksimal, sedikitnya
ada lima faktor yang menjadi penghambat usaha BP4 Pertama,
78
perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi
informasi. Kedua, belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4
karena masih lemahnya SDM dan rendahnya komitmen pengurus, tidak
tersedianya alokasi anggaran khusus (APBN & APBD), serta terbatasnya
sarana dan prasarana pendukung. Ketiga, sosialisasi terhadap keberadaan
dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat belum mengenal dan
tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat, makin
banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan
dan konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan
instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
B. Saran-saran
Terakhir penulis di sini memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan serta menguatkan
lembaga BP4 ini sebagai lembaga yang mengambil peran penting dalam
penguatan instansi keluarga.
2. Kepada pihak peradilan, khususnya Pengadilan Agama untuk mengambil
peran dalam pengembangan dan penguatan fungsi dan tugasnya. Dalam
bentuk kerjasama khususnya dalam hal penyelesaian sengketa perkawinan
di luar pengadilan.
3. Kepada pihak lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan
hubungan Pengadilan Agama dan BP4 dalam hal mediasi konflik
perceraian.
79
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Haris. Ibnu Rusyd: Bidayatul Mujtahid, (terj), cet I. Semarang: Asy-Syifa,1990.
Abdullah, Taufik, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.
Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia. Cet.Ke-IV. Bandung: Penerbit Alumni, 2001.
Ahmad, Baharuddun. Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis. Jambi: Syari’ah Press IAIN STS, 2008.
Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki. “Perceraian salah siapa?” Bimbingan Islam Mengatasi problematika Rumah Tangga. Jakarta: Lentera, 2001.
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XI, Jakarta: BP4 Pusat, 1998.
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), Hasil Munas Ke XIV, Jakarta: BP4 Pusat, 2009.
Bakhry, Sidi Nazar. “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” tt: Pedoman Ilmu Jaya, 2001.
Bakhry, Sidi Nazar. “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” tt: Pedoman Ilmu Jaya, 2001
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam, cet. Ke-12. Yogyakarta: UII Press, 2010.
Bukhari, Shohih Bukhari, Juz 7. Mesir: Dar al-Thûq al-Najah, 1422 H.
Chaniago, Amran YS. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, cet V, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.
Dachlan, Nj. Aijah. Membina Rumah Tangga Bahagia dan Peranan Agama Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Jamunu, 1969.
Depag Provinsi Jawa Tengah. Modul Kursus Calon pengantin di Propinsi Jawa Timur, Semarang: Depag Jateng, 2007.
80
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam lingkungan Peradilan Agama, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jakarta: Depag RI, 2001.
Djaelani, Abdul Qadir. Keluarga Sakînah. Surabaya: PT. BinaIilmu, 1995.
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat, cet I. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional. Jakarta: BP4, 2005.
Himpunan Statistik Perkara Peradilan Agama Tahun 2007, Ditjen Badilag MA-RI, tahun 2007.
Http://bimasislam.depag.go.id/?mod=news&op=detail&id=695, diakses 1 Juli 2009.
http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.pdf.
Jamil, M. Mukhsin (ed.), Mengelola Konflik, Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik,. Semarang: Walisongo Mediation Center, 2007.
Majah, Ibn. Sunan Ibn Majah, Juz 1. Damaskus: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt.
Moelang, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdayarya, 2004.
Mudzakir, Hasil Munas BP4 XIII/2004 dan Pemilihan Keluarga Sakinah Teladan Tingkat Nasional. Jakarta: BP4, 2005.
Mughniyyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Mazhab, cet Ke-xv, (terj. Dari Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah. Jakarta: Lentera, 2005.
Mujied, M. Abdullah, dkk, Kamus Istilah Fiqih, cet III. Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002.
Nurjamil,”Peran BP4 Dalam mensukseskan perkawinan dikecamatan Cijeungjing kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta, 2004.
81
Nurlaelawati, Euis. Kapita Selekta Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, jilid 6. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1990.
Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, cet.ke-4. Beirut: Dar al-Fikr,1983. Jilid 2.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah jilid 3. Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006.
Said, Fuad. Perceraian Menurut Hukum Islam, cet I. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996.
Sitanggal, Anshori Umar. Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga. Surabaya: PT Ina, 1987.
Syarifuddin, Amir. Garis-garis Besar Fiqih. cet I. Bogor: Prenada Media, 2003.
Turkamani, Husain Ali. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Zubaidah, Muchtar. fungsi dan Tugas BP4;Nasehat perkawinan Dan Keluarga. Jakarta: Maret, 1993.