KONSEP DASAR KURIKULUM
PENDAHULUAN
Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di kemudian
hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui
pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan
oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa yang menguasai kurikulum memegang nasib
bangsa dan negara. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital
bagi perkembangan bangsa dipegang oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami
betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu. Oleh sebab setiap guru merupakan
kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk
kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang pengembang
kurikulum bagi kelasnya.
Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan
penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan
kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan
pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional.
Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga
masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan
berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih
berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan
tersebut.
Perubahan paradigma pengembangan kurikulum di Indonesia diawali dengan lahirnya
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan kemudian
diikuti oleh Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada PP tersebut, khususnya pasal
17 ayat 2 dinyatakan bahwa “Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas
kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan
SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI,
MTs, MA, dan MAK”.
Adanya kebijakan tersebut mengimplikasikan bahwa kurikulum tidak lagi disusun
oleh pemerintah sebagaimana yang terjadi pada penyusunan kurikulum terdahulu (Kurikulum
1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1999, KBK, dipilotingkan dan
disosialisasikan), akan tetapi kurikulum dibuat oleh masing-masing satuan pendidikan yang
sekarang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagai entry point
untuk mempejari lebih mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan Kurikulum dan
Pembelajaran, pertanyaan yang dapat diajukan apakah dengan adanya perubahan paradigma
di atas membawa implikasi pada perubahan konsep dasar kurikulum? Jawabannya ada di
bahan belajar mandiri pertama ini.
Bahan belajar mandiri pertama ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang Konsep Dasar Kurikulum dan setelah mempelajari makalah ini mahasiswa
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian kurikulum.
2. Membandingkan pengertian kurikulum dari beberapa ahli kurikulum.
3. Menjelaskan keterkaitan dimensi kurikulum dengan berbagai pengertian kurikulum.
4. Menjelaskan fungsi kurikulum.
5. Menginterpretasikan peranan kurikulum.
Untuk mencapai tujuan tersebut, di dalam makalah ini akan disajikan 2 kegiatan
belajar. Pertama akan memaparkan hal yang berkenaan dengan Pengertian dan Dimensi
Kurikulum, sedangkan kegiatan belajar kedua berkenaan dengan Fungsi dan Peranan
kurikulum.
PENGERTIAN KURIKULUM
Kata kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang
lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812
dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus tahun 1856. Artinya pada waktu itu
ialah: "1. a race course; a place for running; a chariot. 2. a course in general; applied
particulary to the course of study in a university". Jadi dengan "kurikulum" dimaksud suatu
jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir.
"Kurikulum" juga berarti "chariot," semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat
yang membawa seorang dari "start" sampai "finish".
Di samping penggunaan "kurikulum" semula dalam bidang olah raga, kemudian
dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam
kasus Webster tahun 1955 "kurikulum diberi arti "'a. A course esp. a specified fixed course of
study, as in a school or college, as one leading to a degree. b. The whole body of courses
offered in an educational institution, or departme.nt thereof, -. the usual sense." Di sini
"kurikulum" khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata
pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu ijazah atau tingkat. "Kurikulum" juga berarti keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.
Di Indonesia istilah "kurikulum" boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun
lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang ,memperoleh pendidikan di Amerika
Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim
digunakan ialah "rencana pelajaran". Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan
rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practice
mengartikan sebagai "a plan for learning", yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran
anak.
Dalam makalah ini kami gunakan istilah "kurikulum," karena pengertian kurikulum
banyak mengalami perkembangan, berkat pemikiran yang banyak oleh tokoh-tokoh
pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal yang tidak direncanakan,
namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum juga bukan lagi sekedar sejumlah
mata pelajaran , akan tetapi mendapat liputan yang jauh lebih luas. Maka karena itu istilah
"rencana pelajaran" rasanya terlampau sempit dan terikat oleh pengertian tradisional, yang
sangat terbatas pada bahan pelajaran dalam buku pelajaran.
Dalam teori, tetapi juga dalam praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak
ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberi arti dan isi yang lebih luas daripada
semula. Selain itu pengertiannya pun senantiasa dapat berkembang dan mengalami
perubahan. Perubahan itu antara lain terjadi karena orang tak kunjung puas dengan hasil
pendidikan sekolah dan selalu ingin memperbaikinya. Memang tak mungkin disusun suatu
kurikulum yang baik serta mantap sepanjang zaman. Suatu kurikulum hanya mungkin baik
untuk suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan sendirinya kurikulum pun tak dapat tiada
harus disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Di samping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru tentang hakikat dan
perkembangan anak, caranya belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan, dan lain-
lain, yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan kurikulum
adalah proses yang tak henti-hentinya, yang harus dilakukan secara kontinu. Jika tidak, maka
kurikulum menjadi usang atau ketinggalan zaman. Makin cepat perubahan dalam masyarakat,
makin sering diperlukan penyesuaian kurikulum.
Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Praktek pendidikan di
sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum. Bukan
sesuatu yang aneh, bila suatu teori kurikulum baru menjadi kenyataan setelah 50 sampai 75
tahun kemudian. Kelambanan ini terjadi antara lain karena guru-guru banyak yang lebih ingin
berpegang pada yang telah ada, merasa lebih aman dengan praktik-praktik rutin dan
tradisional daripada mencobakan hal-hal baru, yang memerlukan pemikiran dan usaha yang
lebih banyak dan ada kalanya menuntut perubahan pada diri guru itu sendiri. Itu sebabnya
maka kurikulum masih banyak diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus
disampaikan kepada anak.
BEBERAPA DEFINISI KURIKULUM
Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum baru dan
sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri. Perubahan zaman
memberi tugas-tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-tugas yang sediakala dipikul
oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga, pemerintah, petugas agama, dan lain-lain.
Misalnya, anak-anak gadis biasanya belajar memasak, menjahit, mengurus rumah, dan
pekerjaan lain dari ibunya. Dunia modern sering mengharuskan ibu-ibu bekerja, dan tidak
sempat lagi mendidik anaknya dalam keterampilan rumah tangga. Maka tugas ibu itu
dipercayakan kepada sekolah dengan memberi pelajaran PKK. Ada pula ibu-ibu yang tak
puas dan merasa bosan hanya terikat oleh rutin rumah tangga dan ingin menentukan karirnya
sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani anak, keamanan lalu lintas, keterampilan
vokasional, pendidikan seks, pencegahan minum alkohol atau ganja, kepramukaan,
pendidikan, agama, dan hal-hal lain lambat laun digeser tanggung-jawab pendidikannya
kepada sekolah. Dengan demikian kurikulum sekolah tidak hanya meliputi mata pelajaran
tradisional, melainkan berbagai kegiatan lain yang bersifat edukatif, di dalam maupun di luar
sekolah.
Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam definisi
kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu. Akhirnya
setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya.
Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar dalam
kelas maupun di luar kelas.
Di bawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa ahli
kurikulum.
1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better
Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut. " The
Curriculum is the sum total of school's efforts to influence learning, whether in the
clasroom, on the playground, or out of school." Jadi segala usaha sekolah untuk
mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar
sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-
kurikuler.
2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965)
memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for students by the
school". Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas
pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar
kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan
dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.
3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai "a
sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining
children and youth in group ways of thinking and acting". Mereka melihat kurikulum
sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan
pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan arti
kurikulum sebagai berikut: "The tendency in recent decades has ben to use the term in a
broader sense to refer to the whole life and program of the school. The term is used ... to
include all the experiences of children for which the school accepts responsibility. It
denotes the results of efferorts on the part of the adults of the community, and the nation
to bring to the children the finest, most whole some influences that exist in the culture."
Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh
program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah
tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi
seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode
mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School lmprovemant (1973)
juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam kurikulum juga
termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program,
perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan
hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata
pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya,
sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-tiganya.
6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya
Changing the Curriculum : a Social Process (1946) is mengemukakan bahwa kurikulum
juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan
sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para
pendidik dan personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi dan orang
lainnya yang ada hubungannya dengan murid-murid ). Jadi kurikulum meliputi segala
pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah.
Definisi Miel tentang kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya
pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-
norma, melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.
Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der Pedagogische
Psychologie membedakan apa yang disebutnya opvoedingsmiddelen dan opvoedingsfaktoren
Istilah pertama berarti alat-alat pendidikan, yaitu segala sesuatu yang dengan sengaja
dilakukan oleh sipendidik terhadap anak-didik guna mempengaruhi kelakuannya, seperti
menjelaskan, menganjurkan, memuji, melarang atau menghukum. Istilah kedua berarti
faktor-faktor pendidikan, meliputi keadaan lingkungan pendidikan seperti kebersihan
ruangan, keramahan pendidik, jadi tidak merupakan tindakan yang disengaja. Kita
lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua hal itu dalam pengertian kurikulumnya yakni
alat pendidikan dan faktor pendidikan.
Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas. Hilda Taba
berpendapat bahwa definisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum
sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika
kurikulum dirumuskan sebagai "segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk
memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah" atau
sebagai" sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan
tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut kelompok atau
masyarakat tempat ia hidup", maka definisi yang luas itu membuatnya tidak fungsional.
Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau
sempit, karena definisi yang sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern.
Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan
suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berparsitipasi sebagai anggota yang produktif
dalam masyrakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu mempunyai
komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan
organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan mengajar, dan
akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada penekanan pada unsur-
unsur tertentu.
7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukkan
pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Definisinya ialah "A
Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of
schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan
persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung
jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat,
dan lain-lain. Ia dengan sengaja menggunakan istilah "schooling" untuk menjelaskan apa
sebenarnya tugas sekolah. Memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan
merupakan beban yang terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik.
Maka karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1. organized classroom instruction,
yaitu pengajaran di dalam kelas, 2. kegiatan-kegiatan tertentu di luar pengajaran itu, seperti
bimbingan dan penyuluhan, kegiatan pengabdian masyarakat, pengalaman kerja yang
bertalian dengan pelajaran, dan perkemahan sekolah. Akan tetapi kegiatan-kegiatan akhir
masih bersifat kontroversial.
Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan
pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia
atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung harapan-harapan
yang sering berbunyi muluk-muluk.
Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real. Karena tak
segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka terdapatlah kesenjangan antara
idea dan real curriculum.
Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian pengalaman yang
secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut potential curriculum.
Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak secara individual, misalnya bahan
yang benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita
peroleh penggolongan sebagai sebagai berikut :
1. Kurikulum dapat dilihat sabagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang
kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau
pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh
sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran
tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi
perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah, pertandingan, pramuka, warung
sekolah dan lain-lain.
3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa,
yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari
tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari.
4. Kurikulum sebagi pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan dengan
perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual
menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada
diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.
Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-beda,
bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah
sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru. Akan tetapi mengajukan
kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan mendiskreditkan kurikulum yang lama,
pada hal kurikulum itu pun mengandung kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan
sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu.
Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam seperti yang
digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan cenderung berpegang
pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut pengalamannya memberi hasil
yang baik. Ia tidak mudah melepaskan yang lama yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum
ia yakin bahwa yang baru itu ternyata lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk
mengawinkan yang baru dengan yang lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa
suatu teori tentang kurikulam dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum
dapat hidup bersama tanpa menimbulkan konflik.
Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena justru dapat
memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk -bentuk kurikulum baru.
Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika dalam pemikiran tentang kurikulum
secara kontinu tanpa henti-hentinya.
Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya menurut teori
yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang ekstrim, perlu kita ketahui
bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi campuran atau adanya berbagai bentuk
kurikulum yang hidup bersama secara damai.
Departemen Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Banyak pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarnya adalah
pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi
sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi dengan
lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian pengalaman itu
bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman
kehidupan.
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949),
salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan kurikulum, mengajukan 4
pertanyaan pokok, yakni :
1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai?
Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini tampaknya sangat sederhana,
namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak mudah menentukan
tujuan pendidikan atau pelajaran, tak mudah pula menentukan bahan yang tepat guna
mencapai tujuan itu, misalnya bahan untuk mendidik anak agar menjadi manusia pembangun,
jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan PBM yang efektif tak kurang sulitnya, karena
keberhaslannya baru diketahui setelah dinilai.
Konsep Tyler tentang komposisi kurikulum tentu mendapat kritik, namun masih
dipertimbangkan hingga sekarang. Jika kita mengikuti pandangan Tyler di atas maka
pengajaran tidak terbatas hanya pada proses pengajaran terhadap satu bahan tertentu saja,
melainkan dapat pula diterapkan dalam pengajaran untuk satu bidang studi atau pengajaran di
suatu sekolah. Demikian pula kurikulum, dapat dikembangkan untuk kurikulum suatu
sekolah, kurikulum bidang studi atau pun kurikulum untuk suatu bahan pelajaran tertentu.
Pengembangan kurikulum haruslah mempunyai landasan berpijak yang kokoh. Ini
dimaksudkan agar kurikulum yang dibuat dapat menuntun murid mencapai tujuan jangka
pendek yang dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan jangka panjang.
Pengembangan kurikulumjuga harus berangkat dari kejelasan apa yang dimaksud dengan
kurikulum itu sendiri, dan kejelasan apa fungsi dari kurikulum tersebut.
Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum yakni, (1)
tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, (4) evaluasi atau penilaian. Keempat
komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai berikut:
TUJUAN
EVALUASI BAHAN
PBM
Komponen pokok kurikulum, meliputi;
1. Komponen Tujuan
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang
dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa
jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga
pendidikan, pasti dicantumkan tujuan- tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan kurikulum biasanya terbagi atas tiga level atau tingkatan, yaitu;
a.Tujuan Jangka Panjang (aims)
Tujuan ini, menggambarkan tujuan hidup yang diharapkan serta didasarkan pada nilai
yang diambil dari filsafat. Tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan sekolah,
melainkan sebagai target setelah anak didik menyelesaikan sekolah, seperti; self realization,
ethical character, civic responsibility.
b. Tujuan Jangka Menengah (goals)
Tujuan ini merujuk pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada jenjangnya, misalnya;
sekolah SD, SMP, SMA dan lain-lainnya.
c. Tujuan Jangka Dekat (objective)
Tujuan yang dikhususkan pada pembelajaran di kelas, misalnya; siswa dapat
mengerjakan perkalian dengan benar, siswa dapat mempraktekkan sholat, dan sebagainya.
2. Komponen Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam
kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis
bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-
bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum menentukan isi atau content yang
dibakukan sebagai kurikulum, terlebih dahulu perencana kurikulum harus menyeleksi isi
agar menjadi lebih efektif dan efisien. Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran
dalam Kurikulum, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi
pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai
dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :
1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
3. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan kurikulum. Melalui kegiatan evaluasi dapat ditentukan arti dan nilai kurikulum sehingga dapat dijadikan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak. Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
4. Komponen Proses Belajar Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam sistem pengajaran, sebab diharapkan melalui
proses belajar mengajar akan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku pada diri peserta
didik. Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indikator keberhasilan
pelaksanaan kurikulum. Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang
kondusif, merupakan indikator kreativitas dan efektifitas guru dalam mengajar. Dan hal
tersebut dapat dicapai bila guru dapat;
a. Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
b. Menerapkan metode mengajarnya.
c. Memusatkan pada proses dan produknya.
d. Memusatkan pada kompetensi yang relevan.
Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat dengan
ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan dipelajari, bagaimana
proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian dapat mempengaruhi
komponen lainnya. Pada saat dipentingkannya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya
Ebtanas, UMPTN, maka timbul kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan
kurikulum, proses belajar-mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan.
Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang baru, atau
proses belajar-mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian, maka semua komponen
lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan pelajaran, PBM,
maupun evaluasi pun lebih jelas.
DIMENSI KURIKULUM
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan
teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum,
maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum
semua pendapat. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum.
R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagi
substansi, kurikulum sebagi sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi pertama
memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai
perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum dapat juga menunjuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum
juga dapat digambarkan sebagi dokumen tertulis sebagi hasil persetujuan bersama antara
penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat. Dimensi kedua
memandang kurikulum sebagai bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan dan
bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup stuktur personalia dan
prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan
menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu kurikulum dan fungsi
dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis. Dimensi ketiga
memandang kurikulum sebagai bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Hal ini merupakan
kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Mereka yang mendalami
bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi
kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal
baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari
tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana. Kurikulum sebagi ilmu
dikaji konsep, asumsi, teori-teori dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum
sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem-sistem
lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis
pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap
beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Demikian pula dengan rancangan atau desain, terdapat desain
berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, kebutuhan siswa.
S. Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum
memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling
berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1) Kurikulum sebagai suatu
ide/gagasan, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenamya merupakan
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang
sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi
kurikulum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis. (4) Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Selanjutnya bila kita merujuk pada dimensi pengertian yang terakhir, maka dapat
dengan mudah mengungkap keempat dimensi kurikulum tersebut dikaitkan dengan
pengertian kurikulum.
a. Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi ide
Pengertian kurikulum sebagai dimensi yang berkaitan dengan ide pada dasarnya
mengandung makna bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan
pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya. Pengertian-pengertian kurikulum
yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya:
1) “....the content of instruction without reference to instructional ways or means” (Henry C.
Morrison, 1940).
2) “....curriculum is the substance of the school program. It is the content pupils are expected
to learn” (Donald E.Orlosky and B. Othanel Smith, 1978).
3) “...curriculum it self is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex
idea or set of ideas” (Oliva, 1997:12).
b. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi rencana
Makna dari dimensi kurikulum ini adalah sebagai seperangkat rencana dan cara
mengadmistrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan
tertentu. Pengertian- pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya:
1) “.....A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the learning
process and the development of the individual has bearing on the shaping of curriculum”
(Hilda Taba, 1962).
2) “....all planned learning outcomes for which the school is responsible” (W. Popham and
Eva L. Baker, 1970).
3) “....the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes,
formulated through the systematic reconstruction of knowledge and experiences of the
school, for learner’s continuous and will full growth in personal-social competence” (Daniel
Tanner and Laurel Tanner, 1975).
c. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi aktifitas
Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktifitas memandang kurikulum merupakan
segala aktifitas dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Pengertian-
pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya:
1) “.....The curriculum [is a design, made] by all of those who are most intimately concerned
with the activities of the life of the children while they are in school...a curriculum must be as
flexible as life and living. It cannot be made beforehand and given to pupils and teachers to
install.[also it/.. represents those learning each child selects, accepts, and incorporates into
himself to act with, in, and upon in subsequent experiences” (L. Thomas Hopkins, 1941).
2) “[the curriculum is] the...stream of guided activities that constitutes the life of young
people and their elders. [in a much earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the traditional
curriculum as one...... passing on description of earlier cultures and to perpetuating dead
languages and abstract techniques which were useful to no more than a negligible fraction of
our population” (Harold Rugg, 1947).
3) “All of the activities that are provided for students by the school constituttes its curr
iculum” (Harold Alberty, 1953).
d. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil
Definisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat
memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah
direncanakan dan yang menjadi tujuan dari kurikulum tersebut. Pengertian-pengertian
kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya:
1) “....a structured series of intended learning outcomes “(Mauritz Johnson, Jr., 1967).
2) “Curriculum is defined as a plan for achieving intended learning outcomes: a plan
concerned with purposes, with what is to be learned and with the result of instruction” (Unruh
and Unruh, 1984:96).
3) “segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan
dalam situasi di dalam ataupun di luar sekolah “ (Hilda Taba dalam Nasution, Azas-azas
kurikulum).
Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia
pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan
pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
FUNGSI DAN PERAN KURIKULUM
Apa sebenarnya fungsi kurikulum bagi guru, siswa, kepala sekolah/ pengawas, orang
tua, dan masyarakat? Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan.
Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman
dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi
sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum
itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses
pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman
belajar. Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam
fungsi kurikulum, yaitu:
a. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena
itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota
dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang
dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa
memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani
dengan baik.
d. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam
masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
e.Fungsi Pemilihan (the selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program
belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat
hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual
siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai
dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum
perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima
kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami
kekuatan- kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan
siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki
kelemahan- kelemahannya.
Sedangkan fungsi kurikulum ialah sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan
tugasnya. Selain itu kurikulum berfungsi sebagai:
1) Preventif yaitu agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
apa yang ditetapkan kurikulum
2) Korektif yaitu sebagai rambu-rambu yang menjadi pedoman dalam membetulkan
pelaksanaan pendidikan yang menyimpng dari yang telah digariskan dalam
kurikulum
3) Konstruktif yaitu memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan
mengembangkan pelaksanaannya asalkan arah pngembangannya mengacu pada
kurikulum yang berlaku
Menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto (2006) kurikulum dapat di jelaskan ke
dalam beberapa kepentingan dan fungsi. Fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan
pendidikan Kurikulum merupakan sebuah media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang ingin dicapai. Oleh karena itu, fungsi kurikulum adalah sebagai alat atau media untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Fungsi kurikulum bagi perkembangan siswa yaitu sebagai organisasi belajar (learning
organitation) yang tersusun dengan cermat. Kurikulum selalu disiapkan dan dirancang bagi
siswa sebagai salah satu aspek yang akan dikonsumsi siswa. Oleh karena itu, merancang
kurikulum akan amat penting artinya bagi upaya pembentukan dan pembinaan karakter siswa
agar mereka mandiri dan menjadi sosok yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
Bagi pendidik, kurikulum memegang peranan penting yang berfungsi sebagai:
pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir belajar siswa, pedoman untuk
mengadakan evaluasi terhadap tingkat pengalaman danperkembangan siswa dalam
kerangka menyerap sejumlah pengetahuan sebagai pengalaman bagi mereka, pedoman
dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pembelajaran
Fungsi kurikulum bagi pimpinan dan Pembina sekolah sebagai pedoman dalam
mengadakan fungsi supervise yakni memperbaiki situasi belajar agar lebih kondusif, sebagai
pedoman dalam melaksanakan fungsi supervise dalam menciptakan situasi belajar yang
menunjang situasi belajar siswa ke arah yang lebih baik, sebagai pedoman dalam
melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan pada kepada para guru dalam
menjalankan tugas kependidikan mereka, sebagai seorang administrator maka kurikulum
dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan kurikulum pada tahap selanjutnya, sebagai
acuan bagi pelaksanan evaluasi agar proses belajar mengajar dapat lebih baik.
Kurikulum memiliki fungsi yang amat besar bagi orang tua mereka dapat berperan
serta dalam membantuh sekolah melakukan pembinaan terhadap putra-putri mereka. Dengan
mengacuh pada kurikulum sekolah dimana anak-anak mereka dibina, maka orang tua dapat
memantau perkembangan informasi yang diserap anak mereka.
Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan stakeholders mengacu pada kurikulum yang
ditetapkan lembaga pendidikan, yakni untuk kepentingan memberikan bantuan guna
memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak
masyarakat. Masyarakat dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif dalam
penyempurnaan program pendidikan di sekolah agar lebih serasi dengan kebutuhan
masyarakat dan kerja.
2. Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang
sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih
mendetail terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif,
peranan kreatif, dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990).
a. Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana
untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan
dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini
pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini
sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada
hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan
membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan
masyarakatnya.
b.Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap
saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu
yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat
membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk
memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara
berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
c.Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang
hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan
budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa
sekarang. Selain itu, perkernbangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang
belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak
hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru
yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya
serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut
aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau
penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan
secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan
terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan
menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung
jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, di antaranya guru, kepala sekolah,
pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait
tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang
diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing- masing.
Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang
belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak
hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru
yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya
serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut
aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau
penyempurnaan-penyempurnaan.Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan
secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan
terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan
menjadi tidak optimal.
Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua
pihak yang terkait dalam proses pendidikan, di antaranya guru, kepala sekolah, pengawas,
orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait idealnya dapat
memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.
RANGKUMAN
1. Kurikulum yang semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi sejumlah
mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah. Para ahli kurikulum "modern"
cenderung memberikan pengertian yang lebih luas, sehingga meliputi kegiatan di luar
kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa,
termasuk kebersihan kelas, pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan lain-lain.
2. Kurikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product, as a
program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat pula kita
memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual curriculum atau potential
learning experiences.
3. Pengertian kurikulum diorganisir menjadi dua, kurikulum adalah sejumlah rencana
isiyang merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan petunjuk
institusi pendidikan yang isinya berupa proses yang statis ataupun dinamis dan
kompetensi yang harus dimiliki. Selanjutnya kurikulum adalah seluruh pengalaman
dibawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi
belajar.
4. Konsep Kurikulum meliputi sebagai substansi yang dipandang sebagi rencana
pembelajaran bagi siswa atau seperangkat tujuan yang ingin dicapai, sebagai sistem
merupakan bagian dai sitem persekolahan, pendidikan dan bahkan masyarakat, dan
sebagai bidang studi merupakan kajian para ahli kurikulum yang bertujuan untuk
mengembangan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
5. Istilah kurikulum menunjukan beberapa dimensi pengertian dimana setiap dimensi
tersebut memiliki salaing hubungan satu dengan yang lainnya. Keempat dimensi tersebut
adalah (1) kurikulum sebagai suatu ide, (2) kurikulum sebagi suatu rencana terrtulis yang
sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) kurikulum
sebagi aktivitas atau sering disebut juga kurikulum sebagai suatu realita yang secara
teoritis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagi rencana tertulis,
(4) kurikulum sebagai hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan.
6. Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau terlampau
sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai "a plan for learning".
7. Ada kecenderungan pengertian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang sedianya
oleh rumah tangga dan lembaga informal lainnya dibebankan kepada sekolah.
8. Kurikulum senantiasa harus diubah karena perubahan masyarakat akibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan kontinu kalau tidak mau
ketinggalan zaman.
9. Karena adanya macam-macam definisi kurikulum, tiap guru harus menentukan
tafsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi konsepsinya tentang tugasnya
sebagai pendidik. Ia dapat menganut pendirian yaang tradisional atau progresif.
10. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi
sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan
pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau
pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam
membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi
sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di
sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
11. Kurikulum berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan, yakni memiliki peran (1)
konservatif, (2) kreatif, (3) kritis dan (4) evaluatif.
TES FORMATIF
Untuk menguji pemahaman, Anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda
silang (X) pada hurup a, b, c, dan d, sebagai alternatif jawaban yang menurut Anda paling
benar/ tepat.
1. Kebijakan yang menyatakan bahwa kurikulum harus disusun oleh masing-masing satuan
pendidikan atau sekolah terdapat dalam:
a. UU Nomor 22 Tahun 2003.
b. UU Nomor 2 Tahun 2004.
c. PP Nomor 19 Tahun 2005.
d. PP Nomor 22 Tahun 2006.
2. Secara tradisonal, kurikulum itu diartikan sebagai ………
a. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
b. Seluruh aktivitas yang harus dilaksanakan siswa di sekolah
c. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh siswa
d. Pengalaman belajar selama siswa berada di sekolah
3. Buku Kurikulum yang berisi tentang rencana program pendidikan/ pembelajaran
merupakan …………
a. Kurikulum ideal (Ideal Curriculum)
b. Kurikulum aktual (Actual Curriculum)
c. Kurikulum nyata (Real Curriculum)
d. Kurikulum tersembunyi (Hidden Curriculum)
4. Kurikulum pada hakekatnya merupakan suatu sistem (system) maksudnya ......................
a. Kurikulum terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi
b. Cara atau teknik yang harus digunakan dalam melaksanakan kurikulum
c. Implementasi kurikulum menganut sistim yang sudah ditetapkan sejak awal
d. Penilaian kurikulum dilaksanakan dengan memperhatikan keadaan siswa
5. Hubungan antara kurikulum dan pembelajaran dapat digambarkan pada pernyataan
sebagai berikut :
a. kurikulum dan pembelajaran merupakan suatu konsep yang terpisah satu sama
lainnya.
b. kurikulum dan pembelajaran merupakan satu kesatuan konsep yang tak dapat
dipisahkan.
c. kurikulum sebagai suatu rencana dan pembelajaran sebagai implementasinya.
d. baik dalam kurikulum maupun pembelajaran semuanya ada unsur rencana.
6. Kurikulum harus turut aktif berpartisipasi sebagai kontrol atau filter sosial, termasuk
peranan :
a. Konservatif
b. Kreatif
c. Evaluatif
d. Dinamis
7. Kurikulum harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya termasuk fungsi ……..
a. Diferensiasi
b. Integrasi
c. Seleksi
d. Diagnostik
8. Fungsi persiapan menempatkan kurikulum sebagai alat pendidikan untuk ………
a. Menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh
b. Mempersiapkan siswa melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya
c. Memberi layanan terhadap perbedaan-perbedaan individu siswa
d. Mengarahkan siswa agar mampu menyesuaikan lingkungan dirinya dengan
9. Pada dasarnya pembelajaran adalah proses sebab akibat. Guru sebagai penyebab utama
terjadinya proses belajar siswa diharapkan dapat memberikan dan menurunkan hal-hal
yang positif bagi siswa. Dalam proses pembelajarn tersebut guru bertindak sebagai :
a. Informator
b. transmitter
c. transformator
d. Disseminator
10. Kurikulum harus turut aktif berpartisipasi sebagai kontrol atau filter sosial, termasuk
peranan :
a. Konservatif
b. Kreatif
c. Evaluatif
d. Dinamis