KONTRIBUSI KH. MASTHURO DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DI PONTREN AL- MASTHURIYAH SUKABUMI – JAWA BARAT
TAHUN 1920 s.d. 1968 M
Tesis
“Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan (M.Pd) Dalam Bidang Pendidikan Agama Islam”
Oleh :
M. Yusuf
NIM : 216430177
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1440 H/2019 M
KONTRIBUSI KH.MASTHURO DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DI PONTREN AL- MASTHURIYAH SUKABUMI – JAWA BARAT
TAHUN 1920 s.d. 1968 M
Tesis
“Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan (M.Pd) Dalam Bidang Pendidikan Agama Islam”
Oleh :
M. Yusuf
NIM : 216430177
Pembimbing:
Prof. Dr. H. Armai Arief, M.Ag
Dr. H. Oka Gunawan, M.Ag
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1440 H/2019
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : M. Yusuf
NIM : 216430177
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Tempat /tgl Lahir : Jakarta, 11 Februari 1965
Alamat : Jl. Brigif 3 No.21 RT. 013 RW. 006 No. 21
Kel. Ciganjur Kec. Jagakarsa – Kota Jakarta Selatan
Judul Tesis : Kontribusi KH.Masthuro dalam Pendidikan Agama
Islam di Pontren Al- Masthuriyah Cisa’at Sukabumi
Jawa Barat Tahun 1920 s.d. 1968 Masehi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis ini bukan karya yang pernah
diajukan untuk perguruan tinggi. Tesis ini adalah benar karya saya, kecuali
kutipan-kutipan yang di sebutkan sumbernya . Kesalahan dan kekurangan
dalam karya ilmiah ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-sebenarnya.
Jakarta, 19 Agustus 2019
Yang Membuat Pernyataan
M. Yusuf
NIM. 216430177
iv
MOTTO
……….
....
…Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. …
( Q.S. Ar’rodu ayat 11 )
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan taufiq, hidayah
dan inayah-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurah kepada kehadirat Baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah mengantarkan kita dari alam jahiliyah menuju
ke alam yang penuh pengetahuan ini.
Dengan penyelesaian penulisan Tesis ini , tentu tidak terlepas antuan
dari berbagai pihak , baik perorangan ataupun lembaga , yang kangsung atau
tak langsung, mulai dari perencanaan, peneliitian, penyusunan, sampai
kepada penyelesaian, maka penulis dengan segala kerendahan hati
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada;
1. Rektor Istitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Prof. Dr. Hj. Huzaemah
Tahido Yanggo, MA
2. Wakil Rektor I Istitut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Dr. Hj.Nadjematul
Faizah, M. Hum
3. Direktur Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta,
Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA
4. Kepala Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Ilmu Al-Qur’an
(IIQ) Jakarta, Dr. KH. Abdul Halim Sholeh, MM
5. Prof. Dr. H. Armai Arief , M.Ag dan Dr. H. Oka Gunawan, M,Ag selaku
Dosen Pembimbing I dan II, yang dengan penuh kesabaran dan kearifan
telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi dan masukan-masukan
ilmiah, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan baik, semoga Allah SWT selalu membalas kebaikannya.
vi
6. Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam, dan staff program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah
memberikan sumbangan pemikirannya dalam penyelesaian Tesis ini.
7. Drs. KH. Abd. Aziz Masthuro sebagai ketua Yayasan Al-Masthuriyah,
dan Segenap pengasuh pesantren Al-Masthuriyah, Bapak Ibu Guru
Yayasan Al-Masthuriyah yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis untuk melakukan Penelitian guna memenuhi salah satu syarat
memperolah gelar Magister Pendidikan Agama Islam.
8. Drs. KH. Oman Komarudin, M.Ag sebagai ketua Majlis Ulama
Indonesia Kabupaten Sukabumi, yang telah memberikan kesempatan
bagi penulis untuk melakukan Penelitian.
9. Dr. KH. Abu Bakar Sidiq, M, Ag sebagai ketua Sekolah Tinggi Islam
Al-Masthuriyah dan Ketua Umum Alumni Pesantren Al-Masthuriyah
yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan
Penelitian.
10. Drs. KH. Ahmad Sadali, M.Pd sebagai Ulama/tokoh Masyarakat
Kabupaten Sukabumi dan Pimpinan Pondok Pesantren Az-Zain
Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan kesempatan bagi penulis
untuk melakukan Penelitian.
11. Abi H. Abd. Munir dan Umi Hj. Masyiah tercinta yang telah mengasuh
penulis dengan penuh kasih sayang, Isteri dan Anak yang memberikan
dorongan baik moril, materiil, maupun spiritual. Karena cinta kasih
merekalah, penulis dapat menjalani hidup dan memperolah kesempatan
belajar sampai saat ini.
12. Istri tercinta Dra. Hj. Endang Murwani Wahyuningsih dan anak-anakku
tersayang, M. Rizki Ramadhan, S.Pd.I, M. Najib Khoironsyah, M. Fajri
Aulia, Wardah Khaerani, mereka adalah inspirasi dan motivasi penulis
dalam menyelesaikan rangkaian program magister ini.
vii
13. Semua teman-teman program studi Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana Magister S2, Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. Terima kasih
atas doa dan motivasinya dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan Tesis ini belum lah sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran,
saran, dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan Tesis ini.
Akhirnya, semoga segala amal dan keikhlasannya diterima oleh
Allah SWT. Amin ya rabbal alamiin.
Jakarta, 1 Juli 2019 M
1440 H
M. Yusuf
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan tesis ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
Alif
Bā’
Tā’
Ṡā’
Jīm
Ḥā’
Khā’
Dāl
Żāl
Rā’
Tidak dilambangkan
b
t
ṡ
j
ḥ
kh
d
ż
r
Tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
ix
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
هـ
ء
ي
zai
sīn
syīn
ṣād
ḍād
ṭā’
ẓȧ’
‘ain
gain
fā’
qāf
kāf
lām
mīm
nūn
wāw
hā’
hamzah
yā’
z
s
sy
ṣ
ḍ
ṭ
ẓ
‘
g
f
q
k
l
m
n
w
h
`
Y
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
koma terbalik di atas
ge
ef
qi
ka
el
em
en
w
ha
apostrof
Ye
x
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap
مـتعدّدة
عدّة
ditulis
ditulis
Muta‘addidah
‘iddah
C. Tā’ marbūṭah
Semua tā’ marbūtah ditulis dengan h, baik berada pada akhir kata
tunggal ataupun berada di tengah penggabungan kata (kata yang diikuti
oleh kata sandang “al”). Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata
Arab yang sudah terserap dalam bahasa indonesia, seperti shalat, zakat,
dan sebagainya kecuali dikehendaki kata aslinya.
حكمة
علـّة
كرامةالأولياء
ditulis
ditulis
ditulis
ḥikmah
‘illah
karāmah al-auliyā’
D. Vokal Pendek dan Penerapannya
---- َ ---
---- َ ---
---- َ ---
Fatḥah
Kasrah
Ḍammah
ditulis
ditulis
ditulis
A
i
u
xi
فع ل
ذ كر
ي ذهب
Fatḥah
Kasrah
Ḍammah
ditulis
ditulis
ditulis
fa‘ala
żukira
yażhabu
E. Vokal Panjang
1. fathah + alif
جاهلـيّة
2. fathah + ya’ mati
نسى ت ـ
3. Kasrah + ya’ mati
كريـم
4. Dammah + wawu mati
فروض
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ā
jāhiliyyah
ā
tansā
ī
karīm
ū
furūḍ
F. Vokal Rangkap
1. fathah + ya’ mati
بـينكم
2. fathah + wawu mati
قول
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ai
bainakum
au
qaul
xii
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan
Apostrof
أأنـتم
عدّتا ُ
ditulis
ditulis
A’antum
U‘iddat
H. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti huruf Qamariyyah maka ditulis dengan menggunakan
huruf awal “al”
القرأن
القياس
ditulis
ditulis
Al-Qur’ān
Al-Qiyās
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis sesuai dengan huruf pertama
Syamsiyyah tersebut
السّماء
الشّمس
ditulis
ditulis
As-Samā’
Asy-Syams
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya
ذوىالفروض
أهل السّـنةّ
ditulis
ditulis
Żawi al-furūḍ
Ahl as-sunnah
xiii
CATATAN SINGKAT
Cet : Cetakan
Ed. : Editor
H.R. : Hadist Riwayat
Q.S. : Al-Qur’an Surat
Ra : Radhiyallahu ‘anhu
Saw : Shollallahu ‘alaihi wasallam
Swt : Subhannahu Wa ta’allaa
t.t : Tanpa Tahun
t.p : Tanpa Penerbit
xiv
Judul:
“Kontribusi KH. Masthuro dalam Pendidikan Islam di Pontren Al-
Masthuriyah Sukabumi-Jawa Barat Tahun 1920 s.d. 1968 M”
Lembar Persetujuan Pembimbing …………………………....………….... i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………..... ii
Pernyataan Penulis ……………………………………………………....... iii
Motto ……...…………………………………………………… ………… iv
Kata Pengantar ………………………………………………..................... v
Pedoman Transliterasi …………………………….……………………… viii
Catatan Singkat …………………………………………….………….…..xiii
Daftar Isi ………..……………………………………………...…………. xiv
Abstrak …...……………………………………………..…………….….. xvii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Permasalahan ......................................................... …. 10
1. Identifikasi Masalah ................................................ 10
2. Pembatasan Masalah ............................................... 10
3. Perumusan Masalah ................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ........................................................ 11
D. Kegunaan Penelitian ................................................... 11
E. Kajian Pustaka ............................................................ 12
F. Metode Penelitian ....................................................... 17
G. Sistematika Penulisan ................................................. 19
xv
BAB II : SEJARAH SINGKAT KIPRAH KH. MASTHURO
DI PESANTREN AL-MASTHURIYAH
A. Biografi KH. Masthuro ................................................ 20
B. Peran KH. Masthuro di Masyarakat ............................. 28
C. Pengertian Umum dan Unsur Pesantren ....................... 32
D. Profil Pesantren Al-Masthuriyah .................................. 39
E. Pengembangan Alumni ................................................ 43
F. Pesantren dan Lingkungan ........................................... 45
G. Sistem Pendidikan dan Pengajaran .............................. 47
H. Pembelajaran Pondok Pesantren .................................. 50
I. Transformasi Metode Pembelajaran ............................. 60
J. Pembelajaran Modern .................................................. 70
K. Fungsi dan Tujuan Umum Pesantren ........................... 81
L. Tenaga Pendidik, Peserta Didik, dan Alumni .............. 84
BAB III : PEMIKIRAN KH. MASTHURO DALAM
MENINGKATKAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pemikiran dalam Bidang Metode Pengajaran .............. 123
1. Perencanaan ........................................................... 126
2. Proses ..................................................................... 130
3. Fasilitas .................................................................. 132
B. Pemikiran dalam Bidang Kurikulum ............................ 133
C. Pemikiran dalam Bidang Kelembagaan ...................... 139
D. Kedudukan Pesantren di Masyarakat ........................... 141
xvi
BAB IV : PENERAPAN PEMIKIRAN KH. MASTHURO
DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN ISLAM
DI PESANTREN AL-MASTHURIYAH
A. Penerapan dalam Metode Pengajaran ........................... 146
1. Tujuan Pendidikan Al-Masthuriyah ...................... 148
2. Model Pendidikan Islam di Al-Masthuriyah .......... 154
B. Penerapan dalam Bidang Kurikulum .......... …………. 162
1. Pembelajaran Formal ........ ……………………… 162
2. Pembelajaran Non Formal ………………………. 165
C. Penerapan dalam Bidang Kelembagaan ……..……….. 175
1. Tapak Tilas Lembaga Pesantren ........................... 180
2. Perkembangan Lembaga Pesantren ....................... 182
3. Fasilitas dan Sarana Prasarana .............................. 184
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 186
B. Saran-saran ...................................................................... 186
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 188
LAMPIRAN – LAMPIRAN ................................................................. 200
RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 208
xvii
ABSTRAK
M. Yusuf, 216430177, Kontribusi KH. Masthuro Dalam Pendidikan
Islam di Pontren Al- Masthuriyah , Cisa’at - Sukabumi – Jawa Barat -
Tahun 1920 s.d. 1968 M
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi penulis menjadikan judul tesis
ini, berangkat dari banyaknya kiprah dan peran para ulama di masyarakat
yang bermanfaat bagi sekitar. Beberapa kajian pustaka yang penulis baca,
belum ada peneliti lain yang mengangkat tentang Kontribusi KH. Masthuro
dalam Pendidikan Islam sehingga memotivasi penulis untuk melakukan
penelitian ini.
Penelitian yang penulis lakukan adalah termasuk dalam penelitian
deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan metode observasi, interview, dan
dokumentasi. Dalam analisisnya, peneliti menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif, yaitu berupa data-data yang tertulis atau dari lisan
informan, dan pengamatan ke tempat lokasi secara langsung.
Tujuan penulisan ini dapat menyumbangkan pemikiran dalam dunia
pendidikan serta mengetahui sejauh mana Kontribusi KH. Masthuro dalam
Pendidikan Islam.
Hasil penelitian yang penulis temukan bahwa metode pembelajaran
yang digunakan oleh KH. Masthuro adalah Sorogan dan Wetonan. Adapun
dalam penetapan kurikulum, tetap mempertahankan sistem salafiyah dengan
inovasi perkembangan zaman. Dan bidang kelembagaan pesantren, KH.
Masthuro melibatkan seluruh elemen internal pesantren ataupun eksternal
untuk bekerja sama dalam meningkatkan sarana dan prasarana..
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam di Indonesia tidak lepas dari peran pesantren,
pendidikan pesantren telah dimulai kurang lebih sejak tahun 1200
Masehi,1 atau menjelang abad ke-12 M,di Aceh pesantren disebut dengan
nama Dayah, Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan
di Gowa (Sulawesi),2 di Minangkabau disebut surau.
3 Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang sangat tua, mengakar dan
meluas penyebarannya, disitu ada kyai, guru yang mendidik dan
membimbing santri agar menjadi manusia bertaqwa, berilmu dan
berakhlakul karimah. dan kelak menjadi manusia Indonesia yang
bermanfaat, perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe
dan akhiran an yang berarti tempat tinggal santri.
Dengan nada yang sama, Soegarda Poerbakawatja menjelaskan
pesantren asal katanya adalah santri yaitu seseorang yang belajar agama
Islam, dengan demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang
berkumpul untuk belajar agama Islam.4 Para siswanya (santri) tinggal
bersama dibawah bimbingan seorang kyai atau guru yang lebih dikenal
dengan sebutan Kyai,5 Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang
sekurang- kurangnya memiliki 3 unsur yaitu Kyai yang mendidik, santri
1Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta : LP3ES, 2015 ), Cet. Ke-9, h. 28 2Hielmy, Wacana Islam ( Ciamis:Pusat Informasi Pesantren,2000 ), h. 120
3Abdurrachman Mas’ud, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), h. 50 4Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Islam di Indonesia
(Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h. 61 5Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta, Pen. LP3ES 1983), Cet. Ke-9, h. 49
2
yang belajar dan Masjid/Mushalla sebagai tempat mengaji 6, dan ada lima
elemen dasar tradisi pesantren: Kyai, Santri, Masjid, pondok dan
pengajaran kitab Islam klasik.7
Dalam kurikulum pesantren diantaranya (nahwu, shorof, balaghah,
tajwid, mantiq, dan akhlak).8 Berdasarkan catatan sejarah, pesantren telah
mengajarkan kitab-kitab klasik, khususnya karangan karangan madzhab
syafi’iyah. Pengajaran kitab kuning berbahasa Arab dan tanpa harakat atau
sering disebut dengan kitab gundul merupakan metode yang secara formal
diajarkan dalam pesantren di Indonesia,9 peran yang begitu kompleks
menuntut Kyai untuk bisa memposisikan dirinya dalam berbagai situasi
yang dijalaninya. Sehingga dibutuhkan sosok Kyai yang mempunyai
kemampuan, dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk bisa menjalankan
peran-peran tersebut.10
Kyai sebagai pemimpin pesantren sangat menentukan terhadap
berhasil tidaknya pendidikan yang ada dipesantrennya. Selain itu ia juga
merupakan Uswah Hasanah, bahwa uswah berarti qudwah yang artinya
ikutan, mengikuti, yang diikuti.11
Maka sosok kyai sebagai pemimpin
harus memenuhi kriteria ideal sebagai berikut; 1) Kyai harus dipercaya, 2)
Kyai harus ditaati, dan 3) Kyai harus diteladani oleh komunitas yang
dipimpinnya.12
Menurut Imam Suprayogo, peran kyai ditengah-tengah masyarakat
6Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Ditjen Binbaga
Islam (Jakarta, 1988), h. 8 7 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren, ( Jakarta: LP3ES 2015 )Cet. ke-9, h. 79
8Ahmad Muthohar. Ideologi Pendidikan Pesantren. (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2007). h. 24 9Umiarso dan Nur Zazin. Pesantren di Tengah Arus pendidikan (semarang, Rasail
2011), h. 33 10
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam (Yogyakarta : Titian Ilahi Press,
1998), h.107. 11
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), h. 117 12
, Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam h. 108.
3
bisa sebagai pendidik agama, pemuka agama, pelayan sosial dan sebagian
ada yang melakukan peran politik. Mereka sanggup melakukan peran yaitu
menjembatani transformasi nilai-nilai kultural yang berkembang di
Masyarakat, kelebihan itulah yang membuat Kyai sebagai pemimpin
Masyarakat dan juga dalam politik.13
Selain itu, Pradjarta Dirdjosanjoto mengatakan Kyai sejak semula
berada pada posisi mendua, yakni sebagai tokoh agama dan sebagai tokoh
politik.14
Sebagian kalangan memang berpendapat bahwa Kyai seharusnya
cukup berperan sebagai pengayom umat, terutama dalam kehidupan
beragama, namun sebagian yang lain mengatakan, tidak ada alasan bagi
Kyai untuk meninggalkan gelanggang politik, karena politik termasuk
bagian dari kehidupan agama itu sendiri.
Kyai sangat paham dengan tujuan pendidikan pesantren bukan hanya
untuk dunia tetapi untuk ibadah kepada Allah SWT,15
dan Abdurahman
Wahid menjelaskan, pendidikan tradisional meliputi dua aspek utama
bentuk pendidikan formal dan non formal seperti halaqah disebut juga
mentoring, ta’lim, pengajian kelompok16
maupun pendidikan
formal kehidupan di Pesantren,17
bertumpu kepada pandangan hidup para
Kyai mengutamakan kesederhanaan dan kebersamaan dalam
penyelenggaraan pendidikan agar santri miskin tetap tersantuni sebaik-
baiknya dengan berbagai model pengembangan.18
Ini berarti Kyai sebagai pimpinan pesantren harus memiliki visi yang
13
H.Imam Suprayogo, Kyai dan Politik (,Pustaka Najah, Bandung 2001), h. 4-5. 14
Edy M Ya'kub, Kyai di antara Peran Spiritual, Advokatif dan Politik, (Jakarta Cv,
Media Indo, 1999) h. 26 15
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, cet
II, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 21 16
Satria Hadi Lubis, Menggairakan Perjalanan Halaqah: Kiat Agar Halaqah Lebih
Dahsyat Full Manfaat, (Yogyakarta, Insan Press 2011), h. 16 17
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, (Jakarta:Dharma Bhakti, 1998) h. 73 18
Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan Tradisi,
(Yogjakarta : LKIS, 2004), h. 77.
4
jelas sebagai ide yang mengantarkan pada cita-cita yang dimaksud dalam
program tersebut,19
para pengurus pesantren akan lebih memahami apa
yang hendak di laksanakan di susun oleh para pengurus pesantren akan
berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita Kyai sebagai pengasuh dan
pemimpin lembaga.20
Ditinjau dari historisnya, pesantren adalah lembaga pendidikan agama
Islam pribumi tertua di Indonesia. Sunan Malik Ibrahim sebagai peletak
dasar sendi-sendi berdirinya pesantren, sedangkan Raden Rahmat sebagai
wali Pembina pertama di Jawa Timur, dan adapun Sunan Gunung Jati
mendirikan Pesantren sesudah Sunan Ampel.21
Pesantren adalah suatu komunitas sejumlah orang yang dengan
komitmen hati mengikat diri dengan Kyai, gelar Kyai juga diberikan
kepada orang yang memiliki keunggulan dalam menguasai ajaran Islam
serta berpengaruh yang besar kepada masyarakat.22
Pada umumnya
berdirinya pesantren diawali dari pengakuan Masyarakat akan keunggulan
dan ketinggian ilmu seorang guru atau Kyai dengan harapan menjadikan
orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.23
Semakin tinggi
ilmu seorang Kyai, semakin banyak pula orang dari luar daerah yang
datang untuk menuntut ilmu dan berarti semakin besar pula pesantren
tersebut.24
Tujuan umum diselenggarakannya pesantren untuk menjadi seorang
19
Rofik A. Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian dan Profesionalisme
Santri dengan metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 45 20
Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan Tradisi,
(Yogjakarta : LKIS, 2004), h. 78. 21
Mujammil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Instuisi,(Jakarta: Erlangga, 2003), h. 9 22
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Malang: UMM Press, 2001) h.
88 23
Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: PT Baryu Barkah, 1979) h.18 24
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (Lintasan Sejarah Pertumbuhan
Dan Perkembangan),(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h.29
5
muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki
kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang
Pancasila.25
Sedangkan tujuan khususnya adalah mempersiapkan peserta
didik (para santri) untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang
diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan, serta dalam mengamalkan dan
mendakwakannya di masyarakat.26
Dalam sistem yang ditampilkan pesantren mempunyai keunikan
dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada
umumnya, yaitu:
1. Memakai sistem tradisional untuk mengaji dan membahas kitab teks
keagamaan karya Ulama masa lalu (kitab kuning).27
yang mempunyai
kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern
2. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena
mereka praktis bekerja sama mengatasi problema nonkurikuler
mereka.
3. Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar
dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkaan
ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren
tanpa adanya ijazah tersebut.
4. Sistem pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme,
persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian hidup.
5. Alumni pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan,
sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.28
Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan, termasuk di
25
Ali Anwar, Pembaharuan Pendidikan Di Pesantren Lirboyo Kediri, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), h. 23 26
A. Fatah yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset,
2008) h. 243. 27
Ruchman Basori, Pesantren Modern Indonesia, (Jakarta: Inceis, 2008), h. 34 28
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Persada, 1999), h.141
6
dalamnya moderenisasi pendidikan Islam. Sebagai lembaga
mengakomodasi tuntutan di era globalisasi, yaitu menciptakan manusia
yang bertakwa juga berilmu, memiliki SDM tinggi plus berakhlakul
karimah.29
Selanjutnya, persoalan yang muncul adalah apakah pesantren
dalam menentukan kurikulum harus melebur pada tuntutan zaman
sekarang, persyaratan tambahan mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, dan IPA dalam kurikulum.
Dengan demikian SKB ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk
mempertahankan eksistensi pendidikan pesantren.30
Atau justru harus
mampu mempertahankannya sebagai ciri khas pesantren yang banyak hal
justru lebih mampu mengaktualisasikan eksistensinya di tengah-tengah
tuntutan masyarakat, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional yang
berorientasi pada tafaqquh fiddin dan membentuk kepribadian Muslim
yang kaffah.31
Dalam perkembangannya, pendidikan pesantren mengalami
perubahan yang pesat, bahkan ada kecenderungan menunjukkan tren, di
sebagian pesantren telah mengembangkan kelembagaannya dengan
membuka sistem madrasah, sekolah umum, dan di antaranya ada yang
membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan, seperti bidang
pertanian, peternakan, teknik, dan sebagainya.32
Sebagian besar umat Islam Indonesia yang merupakan golongan
mayoritas bangsa Indonesia telah mengalami perubahan dari masa ke masa
sesuai dengan perjalanan umat bukan tradisional dalam arti tetap
29
Muhtarom, , Reproduksi Ulama di Era globalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2005), h. 61 30
Sulthon masyhud, Khusnur Ridho, Manajemen Pondok pesantren, (Jakarta:Diva
Pustaka, 2003), h. 7 31
Babun Suharto, Dari Pesantren Untuk Umat, (Surabaya: IMTIYAS, 2011), h. 15 32
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu, 1999), h. 154
7
mengalami penyesuaian,33
hubungan pesantren dan Madrasah tersebut
kemudian muncul dalam berbagai model yang bervariasi.
Para Santri selanjutnya mempopulerkan keberadaan pesantren
tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada
zaman Walisongo.34
Perkembangan awal pesantren inilah yang menjadi
cikal bakal dan tipologi unik lembaga pesantren yang dapat hidup dan
berkembang dengan baik, dengan strategi pergeseran dakwah dari
pendekatan idiologis kearah pendekatan kultural.35
Pada paruh kedua abad ke-20, kita mengalami adanya dorongan arus
besar dari pendidikan ala barat yang dikembangkan pemerintah Belanda
dengan mengenal sistem sekolah, dengan memperkenalkan sistem
pendidikan berkelas dan berjenjang dengan nama “Madrasah”, yang dalam
beberapa hal berbeda dengan sistem sekolah memasuki era 1970-an
pesantren mengalami perubahan signifikan, baik di wilayah pedesaan, sub
urban (pinggiran kota), maupun urban (pekotaan). Kedua, menyangkut
penyelenggaraan pendidikan. sejak tahun 1970 bentuk-bentuk pendidikan
yang diselenggarakan di pesantren sudah sangat bervariasi36
.
Ada istilah pesantren komprehensif karena sistem pendidikan dan
pengajaran gabungan antara tradisional dan modern, sistem persekolahan
terus dikembangkan, bahkan pendidikan keterampilan juga diberikan pada
santri,37
besarnya arti pesantren dalam perjalanan bangsa Indonesia,
khususnya Jawa, tidak berlebihan jika pesantren dianggap sebagai bagian
33
Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren( Jakarta : INIS 1994), h, 55 34
Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Alfabeta,CV,
2004) h.153 35
Adi Sasono, Didin Hafifuddin, AM Saifudin dkk, Solusi Islam atas Problematika
Umat (Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah), (Jakarta; Gema Insani Press, , 1998), hal 106 36
H. Sulthon, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Prospektif Global, (Yogyakarta:
Penerbit Laks Cetakan 1, 2006), h. 7. 37
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 14-15
8
historis bangsa Indonesia yang harus dipertahankan.38
Dalam situasi seperti sekarang ini, umat Islam Indonesia telah
berupaya mencari model pendidikan yang Islami dengan segenap
experimennya yang cukup mendasar, yaitu sebagai implikasi dari tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan nasional yang rumusan tujuannya dalam
lima tahun sekali selalu di sempurnakan dengan perubahan dan tuntutan
kehidupan bangsa Indonesia terutama di era reformasi sekarang ini.39
Pesantren merupakan subkultur pendidikan di Indonesia sehingga
dalam menghadapi pembaharuan akan memberikan warna yang unik,40
Pendidikan dan pengajaran agama Islam melalui sistem pengajaran weton,
sorogan, dan bandongan, sekarang berkembang dengan sistem klasik atau
madrasah yang tertuang dalam UU Sisdiknas 2003 pasal 30 ayat 4.
Pendidikan keagamaan adalah Pesantren dan sejenisnya.41
Pesantren
sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan apabila sistem dan
metode pengajarannya dapat dikaitkan dengan tuntutan dinamika
Masyarakat. Pesantren menggunakan kurikulum yang sama dengan
kurikulum Depertemen Agama dan Depertemen Pendidikan Nasional.42
Dari latar belakang masalah diatas peran Kyai dalam mengembangkan
pendidikan Agama Islam di Pesantren tidak berperan sendiri tetapi
melibatkan semua pihak yang ada di pesantren tersebut baik lembaga atau
yayasan, asatidz, santriwan/santriwati dan semua staf yang ada di
Pesantren.
Melihat dari fakta, Pesantren Al-Masthuriyah Tipar Cisa’at Sukabumi
38
Hanun Ashorah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h.
184 39
A. Fatah yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset,
2008) h. 247. 40
Abuddin Nata, Kapita Selekta PendidikanIislam (Bandung: Angkasa , 2003), h.
115. 41
Fermana, UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, ( Bandung: Insan Press, 2006), h.81 42
Ahmad Jazuli, Kapita Selekta Pendidikan Islam ,( STAIN ,2006), h. 80
9
saat ini masih memegang teguh model dan sistem pembelajaran Salafiyah,
yang dikemas dalam sistem pembelajaran kitab kuning sebagai acuan
dalam referensi materi pembelajarannya, penerapkan metode pembelajaran
pesantren Al-Masthuriyah menggunakan cara perpaduan antara sistem
tradisional dan sistem modern. Penggunaan sistem tradisional, berlangsung
pada proses pengkajian kitab salaf dengan cara sorogan. Metode modern
diadopsi dengan adanya pengelompokan santri sesuai dengan tingkat
kemampuannya dan tingkat rombongan belajarnya. Adapun rujukan
kitab/buku diantaranya adalah jurumiyah ( ilmu Nahwu ) karangan Abu
Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum (w.
1324 M).,kitab Matanbina ( Shorof ), karangan Syekh Ahmad ibn Umar ,
Safinatunnaza ( ilmu fiqh) karangan Karya Salim Bin Smeer Al-Hadromi,
kitab Alfiyyah ( Nahwu ) karangan syekh Imam Malik, dan kitab-kitab
lainnya yang menjadikan rujukan dipondok pesantren pada umumnya.
Dari latar belakang masalah tersebut penulis ingin mengadakan
penelitian tentang KH.Masthuro, sebagai kyai/ ulama dipandang perlu
untuk dikaji sejauh mana beliau berkontribusi dalam pendidikan Islam.
Sebagai seorang yang hidup di masa penjajahan Belanda, KH Masthuro
memperlihatkan keberaniannya. Ia melindungi para pejuang dan rakyat
Indonesia. Sering penjajah memeriksa pesantrennya, tetapi KH Masthuro
tidak menyerahkan mereka yang meminta perlindungan itu, sekalipun
penjajah menodongkan senjata kepadanya, Habib Syekh bin Salim Al
Atthas, guru para ajengan di Sukabumi tetapi KH Masthuro merupakan
santrinya yang paling disayang, sehingga sebelum wafat, Habib Syekh
berpesan supaya dikebumikan di samping KH Masthuro.Ulama tersebut
dimakamkan berdampingan, KH Masthuro juga mengarang kitab berjudul
Kaifiyatus Shalat, tebal 89 halaman, yang ditulis dengan bahasa Arab yang
mudah dipahami. Kitab ini merupakan tukilan dari berbagai kitab yang
10
membahas bab shalat, mulai dari Safinatun Naja, Sulam Munajat, Fathul
Qorib, Fathul Mu’in, tapi lebih banyak dari kitab Bajuri. (Abdullah Alawi)
dan KH. Masthuro dari keturunan Wali Songo, yang bernama Syarif
Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Maka Peneliti merasakan adanya
dorongan yang kuat untuk mengangkat permasalahan dengan judul
“KONTRIBUSI KH. MASTHURO DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI
PONTREN AL-MASTHURIYAH CISAAT – SUKABUMI TAHUN 1920
S.D. 1968 MASEHI”
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi masalah-maslah yanng bisa diteliti yang
berhubungan dengan judul adalah :
a. Kontribusi KH. Masthuro terhadap pendidikan Islam di pesantren
Al-Masthuriyah, pada bidang Pendidikan, bidang Kurikulum, bidang
Kelembagaan.
b. Respon Masyarakat terhadap Kontribusi KH.Masthuro dalam
lembaga pendidikan Islam
c. Sejarah lembaga pendidikan Pesantren di Al-Masthuriyah.
d. Tantangan dan hambatan yang dihadapi KH.Masthuro dalam
pendidikan agama Islam di Pesantren Al-Masthuriyah.
2. Pembatasan Masalah
Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah atau membatasi masalah
yang terlalu luas, agar penelitian ini lebih fokus untuk dilakukan,
berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi
masalah pada :
a. Kontribusi KH. Masthuro dalam Pendidikan Islam di Pesantren Al-
Masthuriyah, pada bidang Pendidikan, bidang Kurikulum, bidang
11
Kelembagaan.
b. Pemikiran KH. Masthuro dalam Pendidikan Islam di Pesantren Al-
Masthuriyah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasaan masalah tersebut,
agar dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya, maka perlu
dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana Kontribusi KH. Masthuro dalam Pendidikan Islam di
Pesantren Al-Masthuriyah Cisaat Sukabumi di Bidang Pembelajaran
dan Kurikulum?
b. Bagaimana Kontribusi Pemikiran KH. Masthuro dalam Pendidikan
Islam di Pesantren Al-Masthuriyah Cisaat Sukabumi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban yang jelas
dari permasalahan-permasalahan di atas, yaitu :
a. Untuk mengetahui sejauh mana eksistensi KH. Masthuro dalam
mengantisipasi kualitas keberlangsungan pendidikan Islam di
Pesantren Al-Masthuriyah.
b. Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi KH.Mashuro dalam
Pendidikan keberagamaan Masyarakat Islam di Cisaat Sukabumi.
c. Untuk mengetahui pemikiran pendidikan dan karya KH. Masthuro
dalam pendidikan di Pesantren Al-Masthuriyah.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Teoritis
12
Sebagai bahan masukan bagi Pesanten Al-Masthuriyah Cisa’at –
Sukabumi, dalam pengembangan pendidikan Agama Islam ke
depannya.
2. Praktisi
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan pemerintah dalam turut
serta membina dan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan di
Pesantren yang telah ditangani secara khusus guna mencerdaskan
Anak Bangsa dan semua warga Indonesia terutama di dalam
meningkatkan kualitas SDM dalam beragama dan bermasyarakat.
3. Penulis atau Peneliti
Untuk pengembagan wawasan dan menambah khazanah ilmu
pengetahuan bagi peneliti, terutama dalam bidang Pendidikan Islam,
serta syarat menyelesaikan pendidikan strata S2 di Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta prodi Pendidikan Agama Islam.
E. Kajian Pustaka
1. Tesis Hasbi Indra (2003) “Pemikiran KH. Abdullah Syafi’ie tentang
Pendidikan Pesantren dan praktisinya” ditulis KH. Abdullah Syafi’ie,
mendirikan madrasah yang di rubah menjadi pesantren, menurutnya
lembaga terbagi dua macam, yaitu lembaga yang berubah dan tidak
dapat berubah adapun lembaga yang tidak dapat berubah seperti
lembaga zakat, lembaga sholat, sementara lembaga yang dapat
berubah seperti lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga
sosial, lembaga politik, lembaga seni.
Persamaan dengan disertasi Hasbi Indra teliti dengan peneliti
adalah sama, meneliti seorang Kyai/Ulama , Tokoh, dai yang terkenal
dan kharismatik mendirikan pesantren (KH. Abdullah Syafei di
jakarta), dan ( KH.Masthuro di Cisaat Sukabumi ).
13
Perbedaanya dengan yang penulis teliti adalah, pesantren
KH.Abdullah Syafei di Jakarta yang tradisional dan pesantren khusus
yatim piatu berpola kepada lembaga-lembaga pendidikan dan lenbaga
sosial dalam pemikirannya, sedangkan KH.Masthuro pesantren Al-
Masthuriyah tradisional menuju modern mengarah kepada pemikiran
dan perbuatan bagaimana kontribusi Kyai untuk pengembangan
pendidikan Islam yang berlokasi di Cisaat Sukabumi yang fokus
kepada pengembangan dalam bidang pendidikan, bidang kurikulum
dan bidang kelembagaan.
2. Tesis Budy Pranoto, Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki pada tahun
2007 dengan judul “Paradigma Kyai Pondok Pesantren Salafiyah
Dalam Mempertahankan Visi Misinya Di Era Globalisasi (Studi
Kasus Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri)”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Kyai pondok pesantren Al Falah
Ploso Mojo Kediri dalam mempertahankan model pesantren salafiyah
di pondok pesantren salafiyah memiliki alalasan-alasan tertentu
diantaranya: a) Pencapaian kefokusan mendalami ilmu agama Islam
sehingga mampu menjiwai ilmu yang dipelajari dengan semaksimal
mungkin. b) Keikhlasan dalam beribadah pada Allah menjadi sebuah
tujuan pendidikan baik bagi lembaga dan santri-santrinya. c)
Mematuhi amanah yang telah diamanatkan oleh pendiri pondok
pesantren A1 Falah. d) Melestarikan ilmu dan ajaran- ajaran ulama
salaf yang berpegangan pada ajaran ahli sunnah wal jamaah. e)
Pondok pesantren salafiyah benteng pertahanan untuk menyelamatkan
agama Islam dari aliran yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadis
Nabi Muhammad SAW.
Persamaan dengan Tesis yang peneliti tulis adalah pesantren Al-
14
masthuriyah dan pesantren Al-Falah kediri, adalah sama dalam
memiliki eksistensi dalam mempertahankan visi dan misi pesantren
salafiyah yang akan memasuki zaman modernisasi.
Perbedaan dari tesis Budi Pranoto adalah, Pesantren Al-Falah
Mojo Kediri mengacu pada pola pesantren salafiyah dengan Ploso
memiliki 5 alasan alasan tertentu, untuk menuju pesantren yang
modern sedangkan pesantren Al-Masthuriyah lebih mengacu kepada
seorang Kyai kharismatik yang berperan dan berusaha untuk
pengembangan pendidikan agama Islam yang tradisional menuju
modern di Cisaat Sukabumi.
3. Tesis oleh Hendro Guntur, Mahasiswa Pascasarjana Universitas
Negeri Malang (UM) pada tahun 2009 dengan judul “Kepemimpinam
Kyai dalam Meningkatkan Mutu pendidikan Pesantren Mahasiswa
(Studi Multikasus pada Pesantren Al-Hikam Putra dan Pesantren
Luhur Putri Malang).
Hasil dari penelitian ini adanya peran kepemimpinan Kyai
dalam meningkatkan mutu pendidikan di pesantren mahasiswa AI-
Hikam dan Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang yang diukur
dari; (1) peranan sebagai motivator di Pesantren Mahasiswa AI-Hikam
dan Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang oleh Kyai kepada
pengurus dan Santri. (2) kepemimpinan Kyai dalam mengembangkan
pondok pesantren adalah tipe kepemimpinan transformasional, yaitu
Tiga dasar yang dilakukan, adalah membuat para pengikutnya
menjadi lebih peka akan pentingnya hasil-hasil pekerjaan, memotivasi
bawahan untuk memindahkan kepentingan diri sendiri untuk
kepentingan pesantren, dan memberikan perhatian serta meningkatkan
kebutuhan para bawahannya, 3)Kyai dalam melakukan inovasi
memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan faktor pendukung dan
15
hambatannya. Faktor pendukung yaitu memiliki gedung pesantren,
fasiltas dan layanan khusus yang mendukung kemajuan pesantren,
layanan akademik dalam meningkatkan mutu pendidikan, program
kerja yang tersusun secara rasional dan sesuai dengan kebutuhan
santri, iklim kerja, motivasi dan semangat kerja.
Persamaan dengan tesis yang peneliti lakukan adalah kontribusi
KH.Masthuro dalam pengembangan pendidikan agama Islam yang
berorintasi pada bidang pendidikan, bidang kurikulum, dan bidang
sarana prasarana.
Perbedaan Tesis Hendro Guntur dengan penulis yaitu Hendro
Guntur membahas tentang peran kepemimpinan Kyai dalam
meningkatkan mutu pendidikan di pesantren Mahasiswa AI-Hikam
dan Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang yang berorintasi kepada
kepemimpinan dan meningkatkan mutu pendidikan agama Islam
sedangkan peneliti tentang kontribusi KH.Masthuro dalam
pengembangan pendidikan agama Islam yang fokus kepada bidang
bidang pendidikan, bidang kurikulum, dan bidang kelembagaan dalam
pengembangan nya, beda tokoh dan lokasi, berbeda dengan apa yang
penulis teliti.
4. Tesis oleh Rosyidah Umi Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan
Ampel dalam tesisnya berjudul “Peran Kyai dalam Pengembangan
Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Fadllillah Tambak Sumur
Sidoarjo”pada tahun 2006.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pengembangannya
Pondok Pesantren Fadlillah memiliki nilai-nilai dasar yang kuat, baik
nilai dasar yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dan juga nilai
dasar yang bersumber dari tradisi pesantren, adapun nilai dasar yang
16
bersumber dari tradisi pesantren terdiri dari motto, panca jiwa,
orientasi, dan falsafah. Selain itu, berdasarkan data yang terkumpul
dapat disimpulkan bahwa secara demokrasi Kyai Ja’Far Shadiq selaku
Pemimpin Pondok Pesantren Fadllillah telah memerankan peran
utamanya sebagai power (kekuatan) dengan kedalaman ilmu yang
dimilikinya, Faktor penunjang peran Kyai terletak pada pesona
kharismatiknya, sedangkan faktor penghambat terletak pada sumber
dana yang masih sangat kurang memadai.
Persamaan dengan penelitian penulis pada pola Peran Kyai
dalam Pengembangan Pondok Pesantren di Pondok Pesantren
Fadhillah Tambak Sumur Sidoarjo dan kontribusi KH.Masthuro dalam
pengembangan pendidikan agama Islam dipesantren Al-Masthuriyah.
Perbedaannya dengan Tesis Rasyidah adalah peran utamanya
sebagai power (kekuatan) dengan kedalaman ilmu yang dimilikinya,
Faktor penunjang peran Kyai terletak pada pesona kharismatiknya
sedangkan penelitian saya adalah kontribusi seorang Kyai dalam
mengembangkan pendidikan agama Islam melalui bidang pendidikan,
kurikulum dan kelembagaan.
5. Tesis Rosmaiyati berjudul”Pengembangan Kurikulum di Madrasah
Aliyah Pondok Pesantren Hidayatul Ma’arifiyah Pangkalan Kerinci
Kabupaten Pelalawan“ tahun 2013, dalam penelitian ini difokuskan
kepada pengembangan kurikulum yang meliputi prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum dan asas-asas pengembangan kurikulum.
Prinsip pengembangan kurikulum terdiri dari berorientasi pada tujuan,
relevansi, efisien dan efektif, fleksibel (keluwesan),
berkesinambungan (kontinuitas), terpadu, bermutu, Serta
implementasi pengembangan kurikulum terdiri dari program tahunan,
17
proggram semester, silabus, RPP dan Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM).
Persamaan karya ilmiah yang sedang saya teliti bahwa pesantren
Hidayatul Ma’arifiyah adalah lembaga Islam yang memiliki
kurikulum yang baik, yang menuju kepada pesantren modern, dengan
program pesantren terprogram sedangkan pesantren Al-Masthuriyah
sama menuju pesantren modern dari pesantren salafi, yang memiliki
program yang tersusun, dan kurikulum tertentu.
Perbedaannya dengan tesis Rosmaiyati teliti adalah
Pengembangan Kurikulum di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren
Hidayatul Ma’arifiyah Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan yang
pola pengembangannya kepada bidang kurikulum , sedangan penulis
pembahasannya adalah kontribusi kyai, dalam pendidikan, dalam
kurikulum dan kelembagaan.
F. Metode Penelitian
1. Metode dan Jenis Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dan bersifat deskriftif analisis, sedangkan jenis penelitian ini termasuk
dalam penelitian studi lapangan dan studi pustaka dimana seluruh data
penelitian merujuk pada objek data lapangan yang berwujud
dokumen, aktifitas Santri dan Santriwati, serta literatur yang berkaitan
dengan penelitian.
2. Sumber Data
Mengenai data dan sumber data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan dua sumber yaitu sumber primer dan sekunder43
. Cara
43
Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung , Alfa Beta, 2017), h.308
18
untuk menjawab masalah penelitian ini adalah penelitian kualitatif
yang bersifat atau memiliki karakteristik , bahwa datanya ditanyakan
apa adanya dan sewajarnya.44
, dan sumber data adalah subyek tempat
data diperoleh45
Ada dua sumber dalam penelitian ini yakni :
a. Sumber Primer, adalah data yang dikumpulkan langsung dari
sumbernya, wawancara dengan pengasuh, pengurus Pesantren,
Alumni, Tokoh Ulama.
b. Sumber Sekunder, adalah data yang diperoleh dari dokumrn ,
buku jurnal, majalah, foto,dan benda lain yang dapat digunakan
sebagai pelengkap data primer46
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
menggunaakan teknik observasi, jurnal, buku-buku yang mendukung
mengenai pesantren Al-Masthuriyah, interview, wawancara47
, adapun
wawancara ditujukan kepada keluarga, para Ustadz, ustadzah, para
Alumni, Tokoh Ulama, dan Masyarakat.
4. Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistimatis data yang diperoleh dari lapangan dan bahan-bahan bacaan
sehingga mudah dipahami, Dan analisa data ini dengan
mengorganisasikan data dilapangan, penjabarannya melalui bab-bab
yang akan dibahas.
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
44
Sutrisno Hadi, metodologi Research, jilid I (Yogyakarta Andi Ofset, 2000), h.107 45
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian,(Badung,Rosakarya, 2009), h. 79 46
J Meleong Lexi, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004), h.112 47
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2013),
h. 105
19
dengan pendekatan content analysis terhadap kebijakan-kebijakan,
gagasan-gagasan dan pandangan yang berkembang dalam
penyelenggaraan pesantren. Pengalaman Historis dan kerangka teori
merupakan instrumen utama untuk menganalisis data.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :
BAB I, Pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang Latar belakang
masalah, permasalahan meliputi : identifikasi masalah, Pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II, Sejarah Singkat Kiprah KH. Masthuro di Pesantren Al-
Masthuriyah, yang menguraikan, tentang biografi KH Masthuro yang
memuat ; tentang kelahiran dan latar belakang keluarga, latar belakang
pendidikan dan pengembaraan menuntut ilmu, pandangan para tokoh
terhadap KH. Masthuro, dan profil tentang pesantren Al-Masthuriyah,
yang memuat, sejarah berdirinya, visi dan misi pesantren, sistem
pendidikan dan pengajaran, tenaga pendidik, peserta didik, alumni, kondisi
pesantren dan lingkungan belajar.
BAB III, Pemikiran KH.Mashuro dalam pengembangan pendidikan
Islam, Membahas tentang Pemikiran dalam bidang Pendidian, bidang
kurikulum, dan bidang kelembagaan.
BAB IV, Hasil penelitian, yang meliputi; kontribusi KH. Masthuro
dalam pengembangan pendidikan Islam di pesantren Al-Masthuriyah,yang
meliputi penerapan pemikiran dalam bidang Pendidikan, penerapan
pemikiran bidang kurikulum, dan penerapan pemikiran dalam bidang
Kelembagaan, serta manajemen pesantren Al-Masthuriyah setelah masa
KH. Masthuro.
BAB V, Penutup, yang meliputi; kesimpulan dan saran-saran.
186
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode pengajaran (Sorogan dan Wetonan) KH. Masthuro masih
relevan untuk dijadikan pedoman metode pembelajaran untuk
diterapkan oleh para Generasi selanjutnya yang saat ini sampai pada
Generasi ke-3 yang pimpin oleh Drs. KH. Abdul Aziz Masthuro.
2. Penetapan kurikulum KH. Masthuro mengedepankan kurikulum
Salafiyah yang berpedoman pada kitab-kitab kuning yang terintegrasi
di dalamnya nilai-nilai tauhid, akidah, akhlak, muamalah yang
berlandaskan pada kemurnian Al-Qur’an dan Sunnah serta
disandingkan dengan Kurikulum Nasional, salah satu karya beliau
yang dijadikan rujukan sampai saat ini yaitu Kitab Manquulat
Muhimmah fil Kaifiyah as-Shalat.
3. Pondok pesantren Al-Masthuriyah dalam manajemen kelembagaan
terus meningkatkan dan memperhatikan sarana prasarana untuk
menunjang kegiatan para santri dengan bekerja sama dengan seluruh
elemen, baik internal maupun eksternal pesantren.
B. Saran-Saran
1. Kepada pihak pondok pesantren Al-Masthuriyah penulis berharap
dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan
dipertimbangkan guna peningkatan dan pengembangan
berkelanjutan baik di segi pembelajaran, kurikulum, dan
kelembagaan di pondok pesantren hingga nantinya terus
menciptakan tokoh-tokoh yang bermanfaat di masyarakat.
187
2. Harus diadakannya evaluasi secara berkala dengan tujuan mengukur
sejauh mana pencapaian program untuk terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas pondok pesantren.
3. Bagi pihak Kemetrian Agama Kabupaten maupun Kota Sukabumi
agar senantiasa membantu program pengembangan pesantren baik
berupa kebijakan makro berupa bantuan finansial maupun
sumbangan pemikiran guna memperlaancaar terlaksananya program
pengembangan visi dan misi pesantren itu sendiri untuk
dikembangkan oleh Kyai.
4. Kepada pihak lainnya, untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi
dengan terus memberikan saran serta masukan bertujuan
meningkatkan mutu pendidikan di pondok pesantren.
188
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Fadjan, Peradaban dan pendidikan Islam, Jakarta: CV. Rajawali,
2005.
Abidin, Ahmad Zainal, Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1970.
Abitholkha, Maliki Amir, Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh, Tesis,
Bidang Studi Pendidikan Islam, Jakarta: Pascasarjana UIN Jakarta,
1996.
Agustian, Ari Ginanjar Emotional Spiritual Quotient : Berdasarkan 6 Rukun
Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta: Arga, 2001.
Agustina, Lidya Pengaruh Konflik Peran, dan Kelebihan Peran terhadap
Kepuasan Kerja, Jakarta, CV. Sentosa, 2009.
Ahmadi, Abu, Metodik Pengajaran, Bandung : Pustaka Setia, 1985.
Ahmadi, Abu, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Islam,
Bulan Bintang, Jakarta, 1976.
Al-Attas, Muhammad Naquib, Konsep Pendidikan Islam, Bandung: Mizan,
1988.
Al-Bani, Syaikh Muhammad Nasiruddin, Shoheh al-Jami’ ash-Shaghir,
Jakarta: Pustaka, 2007.
Al-Habsy, Husen, Kamus Arab Lengkap, Bangil : YAPPI, 1989.
Al-Rasyd. Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis.
Jakarta : Ciputat Press. 2005.
Al-Syaibany, Muhammad Omar al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj.
Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Amin, Haedari, Spektrum Baru Pendidikan Madrasah, Jakarta: Puslitbang
Pendidikan Agama,dan Badan Litbag, dan Diklat Kementrian Agama
RI, 2000.
189
Amin, Haedari, Transformasi Pesantren , Jakarta: Media Nusantara, 2007.
An-Nahlawi, Abdurrahman Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam,
Bandung : CV. Diponegoro, 1993.
An-Naisaburi, Tafsir Ghoroibil Qur’an wa roghoibil Furqon, Bairut-
Libanon : Darul utubul Ilmiuah, 1996.
An-Nawawi, Riyadus Sholihin, Terj, Alhafizh dan Masrap, Suhaemi
Surabaya : Mahkota, 2003.
Ansorudin Sidik, Muhammad, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok
Pesantren, Jakarta: Amzah, 2000.
Anwar, Abu, Ulumul Qur’an, PT Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2002.
Anwar, Ali, Pembaharuan Pendidikan Di Pesantren Lirboyo
Kediri, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2011.
Arief, Armai , Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, Ciputat:
Suara ADI, 2009.
Arief, Armai, Mahmud Yunus dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Citra Pendidikan Jakarta, 2002.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta:
Ciputat Pers, 2002.
Arief, Armai, Reformulasi Pendidikan Islam, Ciputat: CRSD PRESS, 2007.
Arief, Armai, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga
Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Angkasa Bandung, 2005.
Arifin, Imron, Kepemimpinan Kyai, Jakarta: Pustaka Amalia, 2005.
Arifin, Muhammad, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Arifin, Muhammad, Ilmu Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. Jakarta : Bina Aksara.1994
Arifin, Muhammad, Kafita Selecta Pendidikan Islam Umum, Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
190
Arifin, Muhammad, Pendidikan Islam dalam Dinamika Masyarakat, Jakarta:
IAIN Syarif Hidayatullah, 1988.
Arifin, Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta : PT Bumi
Aksara, 2003.
Arifin, Muhammad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian, Bandung: Rosda Karya, 2009.
Ashorah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999.
Ashrohah, Harun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Asmani, Jamal Ma’mur, Dialetika Pesantren dengan Tuntutan Zaman,
Jakarta, Qirtos. 2007.
Asy’ari, Hasyim, Adab Ta’lim wa Muta’allim, Jombang : Turats al Ilamy,
1415 H.
At-Tuanisi, A Futuh, Al-Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta:
Rineka Cipta, 2012.
Aziz, Ali, dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Jogjakarta, Pustaka
Pesantren, 2005.
Aziz, Moh Ali, dkk, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2005.
Azra, Azyumardi , Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru, Jakarta: Logos, 2000.
Azra, Azyumardi, Pendidikan Tinggi dalam Islam, Terj, Afandi dan Hasan
Asari, Jakarta: Logos, 1994.
Basori, Ruchman, Pesantren Modern Indonesia, Jakarta: Inceis, 2006.
Bodgan dan Taylor, Kualitatif Dasar-dasar Penelitian, Surabaya: Usaha
Nasional, 1993.
191
Dalimunthe, Sulthoni, Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dalam
Tafsir Al-Manar, Tesis, Bidang Studi Ilmu Agama Islam
Pascasarjana UIN Jakarta, Jakarta: 2002.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Ruhama, 2008.
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016.
Darwinsyah, Perencanaan Sistem Pengajaran PAI, Jakarta:Gaung Persada,
2007.
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern , Surabaya: Apollo, 2004.
Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan Pesantren di Indonesia, Jakarta :
Prenada, 2009.
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahannya, Jakarta: Cipta Bagus
Segara, 2013.
Departemen Agama RI, Ensikoledi Islam Jakarta: Departemen Agama RI,
1993.
Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Ditjen
Binbaga Islam, Jakarta 1988.
Departemen Agama RI, Pola Pembelajaran di Pesantren , Dit.Kapontren,
Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1988.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Dhofier, Zamachsjari Tradisi Pesantren: Study Tentang Pandangan Hidup
Kyai, Jakarta: LP3ES, 1985.
Dhofier, Zamachsjari, Tradisi Pesantren: Memadu Modernitas untuk
Kemajuan Bangsa, Yogjakarta : Nawesea Press, 2009.
Dhofier, Zamaksyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Kiyai,
Jakarta: LP3S, 1994.
Djaelani, Abdul Qadir, Peran Ulama dan Santri, Surabaya: Bina Ilmu, 1994.
192
Djuhan, Widda, Sejarah Pendidikan Islam Klasik Ponorogo : LPPI STAIN,
2010.
Enchols, John M, Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:
Gramedia,1987.
Fadjar, Ahmad Malik, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta: LP3NI,
2006.
Fuadi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras, 2011.
Ghazali, M Bahri, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2001.
Hambali, Adang, Tranformasi Pendidikan Islam Menghadapi Krisis
Modernitas, dalam Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 15, No. I,
Cirebon: Fakultas Pendidikan Agama Islam STAIN Cirebon, 2009.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan), Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999.
Hujair, Paradigma Pendidikan Islami, Jakarta: Satria Insani Press, 2003.
Idris, Muhammad, Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. Ke-I,
Malang: UM PRES, 2012.
Idris, Muhammad, Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Malang: UM
PRES, 2012
Ishak, Muhammad, Pendidikan Agama Islam, Jambi: Sultan Thaha Press,
2009.
Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Titian Ilahi
Press, 1998..
Izzan, Ahmad, Saehudin, Tafsir Pendidikan Study Ayat Ayat Berdimensi
Pendidikan, Banten: Pustaka Aufa media, 2012.
Izzan, Ahmad, Tafsir Pendidikan, Tangerang: Shuhuf Media Insani, 2012
193
Ja’far, Muhamaad, ibn Jarir Ath-Thobarii, Tafsir Ath-Thobari, Jami’ul
Bayan Ta’wilul Qur’an, Bairut-Libanon : Darul kutubul Ilmiuah,
1996.
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Malang: UMM Press,
2011.
Kusmana, Paradigma Baru Pendidikan, Restropeksi dan Proyeksi
Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: IISEP, 2008
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke 21, Jakarta:
Pustaka Al-Huda, 1998.
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Alhusna Zikra,
2000.
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Al-Husna, 1986.
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Abad ke-21, Jakarta: Pusaka Al-
Husna, 2003.
Lexi, J. Meleong Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
Ma`arif, Syafi`i, Pembaharuan Tentang Pendidikan Islam dalam Muslih Usa
(Ed), Pendidikan Islam Indonesia: Antara Cita dan Fakta,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.
Madjid, Nurcholis, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan,
1995.
Madjid, Nurkholis, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1994.
Majid, Abdul, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999.
Malik, Abdul, Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Malang: UM
PRES, 2008.
194
Mas’ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan
Tradisi, Jogjakarta : LKIS, 2014.
Mastuhu, Menuju Paradigma Baru Pendidikan Indonesia, Jakarta : Logos,
1999.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994.
Masyhud, Sulthon, Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta:
Diva Pustaka, 2003.
Muhaimin Dkk, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis
Pembaharuan Pendidikan Islam. Cirebon: Dinamika, 1999.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001.
Muhtarom, H.M, Reproduksi Ulama di Era globalisasi, Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Kecana, 2014.
Muthohar, Ahmad, Ideologi Pendidikan Pesantren, Semarang: Pustaka Rizki,
2007.
Nasih, Ahmad Munjin, Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung: Refika Aditama,
2013.
Nasution, Harun, Pembahasan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003.
Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Grafindo, 2005.
Nata, Abudin, Akhlaq Tasauf, Jakarta: Raja Grafindo, 1997.
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
195
Nizar, Samsul Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Lentera Hati, 2006.
Nurmaliayah, Yayah, Konsep Pendidikan Menurut Muhammad Iqbal. Tesis,
Bidang Studi Pendidikan Islam UIN Jakarta, Jakarta: Pascasarjana
UIN Jakarta, 2002.
Oemar, Muhammad, Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1979.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2006.
Putra Daulay, Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2012.
Qomar, Mujammil, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Instuisi, Jakarta: Erlangga, 2003.
Qomar, Mujamil, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional
Hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga, 2005.
Raharjo, Dawam, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta:
Gajah Mada University Pres, 1999.
Raharjo, Dawam, Pergulatan Dunia Pesantren, Jakarta : CV P3M, 1985.
Raharjo, Dawam, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1998.
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam
Mulia, 2009.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Rasidin, Dedeng, Akar-akar Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits , PT
Pustaka Umat, Bandung 2003.
Rifai, Muhammad, Politik Pendidikan Nasional, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Rofik. A. Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian dan
Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan,
Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.
196
Rohmaniah, Perbandingan Pemikiran Mohammad Natsir dan Wahid
Hasyim, dalam Pembaharuan Pendidikan Islam Indonesia, Tesis,
Program Studi Ilmu Agama Islam, Jakarta: Pascasarjana IIQ Jakarta,
2012.
Rukiati, Enung K, Fenti Hikmawati, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Rusli, Ris`an, Pemikiran Muhammad Natsir Tentang Pendidikan, Tesis,
Bidang Studi Ilmu Agama Islam, Jakarta: Pascasarjana UIN Jakarta,
1994.
Sasono, Adi, Didin Hafifuddin, AM Saifudin, dkk, Solusi Islam atas
Problematika Umat ( Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah), Jakarta:
Gema Insani Press, 1998.
Setiawan, Conny, Memupuk Bakat dan Kreatifitas, Jakarta:Gramedia, 2005
Sirozi, Muhammad, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran tokoh-
tokoh Islam dalam Penyusunan UU. No. 2/1989 , Jakarta: INIS, 2004.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali, 1982.
Stanton, Charles Michel, Pendidikan Tinggi dalam Islam, Jakarta: logos,
1998.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfa Beta, 2017.
Suharto, Babun, Dari Pesantren Untuk Umat, Surabaya: IMTIYAS, 2011.
Suhendi, Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: PRENADAMEDIA
GRUP, 2015.
Supian, Pendidikan Agama Islam, Jambi: Sultan Thaha Press, 2009.
197
Supriono, Widodo, Filsafat Manusia dalam Islam, Reformasi Filsafat
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006.
Suroyo, Berbagai Persoalan Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di
Indonesia dalam Jurnal Pendidikan Islam, Kajian Tentang Konsep
Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Yogyakarta: Fakultas
Tarbiyah IAIN Yogyakarta, 1991.
Sutrisno, Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Ofset, 2008.
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenadamedia, 2015.
Syarif, Mustofa, Administrasi Pesantren, Jakarta: PT Baryu Barkah, 1979.
Tamimi, Muhyiddin Tohir, Pemikiran Sosiologi Pendidikan Ibn Khaldun,
Tesis, Bidang Studi Pendidikan Islam, Jakarta: Pascasarjana UIN
Jakarta, 2002.
Tayar, Metodologi Pengajaran Agama & Bahasa Arab. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1995.
Tilaar, H.A.R, Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta,
2002.
Tim Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1990.
Tim Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1990.
Tim Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta : Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2006.
Tim Perumus, Fakultas Teknik UMJ, Al-Islam dan Iptek, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1998.
Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdiknas,
2008.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta, 2005.
198
Tirto Sudiro, Ahmad, Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional, Menjawab
Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, Jakarta:
Internusa, 1997.
Ulum, Miftahul, “Akar Sejarah Pemikiran Modern Islam dan Pendidikan
Islam di Indonesia”, dalam Jurnal Kependidikan dan
Kemasyarakatan, Vol. VII, No. I, Ponogoro: STAIN Ponogoro, 2009.
Umiarso dan Nur Zazin, Pesantren di Tengah Arus Pendidikan, Semarang:
Rasail, 2011.
Wahab, Rochidin, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:
Alfabeta, 2004.
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Pesantren, Jogjakarta: LKIS,
2001.
Wahid, Abdurrahman, Pesantren dari Transformasi Menuju Demokrastisasi
Institusi, Jakarta: Erlangga, 2007.
Wasik, Firmansyah Arif Abdul, Jejak Langkah Armai Arief, Jakarta: SUARA
ADI, 2012
Yasin, A Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Jogjakarta: Succes
Offset, 2008.
Yasmadi, Moderasi Pesantren Kritikan Nurkholis Madjid Terhadap
Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: CV. Biagraf,
2000.
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008.
Ziemak, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 2006.
WAWANCARA DENGAN Drs. KH. Abd. Aziz. Masthuro, Pimpinan
Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi
1. Pertanyaan Siapa saja keturunan KH. Masthuriyah
a. K.H. Hasan Munir yang wafat di Mekah. Beliau memiliki satu
anak yaitu U. Mukhtar.
b. Ibu Enoh yang memiliki anak : Ibu Acah dan K.H. Sanusi. Yang
terakhir ini adalah pendiri Pondok Pesantren Sunanul Huda Cikaroya
yang kini diasuh oleh putrnya K.H. Dadun Sanusi.
c. Ibu Opoh yang melahirkan 7 anak, yaitu : M. Mahbub, Ibu Opih,
Bapak Upar Soemantri, Ibu Maemunah, Ibu Uki, M. Roli dan Ibu Iyot.
d. Ibu Gedoh yang memiliki anak antara lain ; Ibu Jujuh dan Ibu
Kana.
e. Ibu Iyah, memiliki tiga anak : Ibu Encum, M. Husoh dan Ibu Eha.
f. Ibu Ooh, memiliki dua anak: K. Ibrahim dan Ibu Aah. K. Ibrahim
adalah perintis sebuah pesantren yang letaknya di Ciwi desa Cimahi
Cibadak Sukabumi
Diantara katurunan Bapak Amsol yang mendirikan dan mengasuh
pondok pesantren atau majlis ta’lim dan sejenisnya, adalah:
a. K.H. Masthuro (putra),
b. K.H. Sanusi (Cucu), mendirikan Pondok Pesantren Sunanul Huda
di Cikaroya desa Cibolangkaler Cisaat Sukabumi, yang kini diteruskan
putranya K.H. Dadun Sanusi.
c. K.H. Kholilullah (cucu), mendirikan dan mengasuh Pondok
Pesantren Sirajul Athfal di Cibaraja (Paledang) Cibolngkaler Cisaat
Sukabumi.
d. K. Ibrahim (Cucu), yang merintis pendirian pesantren di Ciawi
Cimahi Cibadak Sukabumi.
e. K. Mahbub (Cucu) yang mendirikan dan mengasuh pesantren di
Cireundeu Cibadak Sukabumi.
f. K. Husoh (Cucu) yang mendirikan dan mengasuh pesanten di
Sangiang Cihurang Pelabuhanratu Sukabumi.
Keturunan K.H. Masthuro diperoleh dari dua istrinya, yaitu Ibu Momoh
(Fatimah) dan Ibu Hj. Hafshah putri Bapak Mad Nafi (atau Muhammad Nafi)
dan Ibu Maemunah.
Dari istri pertama K.H. Masthuro memperoleh dua orang putri, yaitu Ibu
Yayah Badriyah dan Siti Maryam (almarhumah).
Ibu Yayah Badriyah bersuamikan K.. Ahmad Mubarok (wafat tahun 1974)
salah seorang santri K.H. Masthuro yang kemudian ikut mengajar pada
periode K.H. Masthuro. Pasangan ini dikaruniai 9 anak, yaitu : H. Dudun
Abdullah, S.Ag, Didah, Faiz (alm), Drs. Puadiatma, Dayat (alm), Titoh, Dra.
Nanih Mahendrawati, Drs. D.A. Syujai, dan Engkus Suratman.
Setelah Ibu Mohom (Fatimah) meninggal dunia, KH. Masthuro menikah
dengan Ibu Hj. Hafsoh, dikaruniai 11 anak, yaitu:
a. Ibu Hj. Bahiyah yang bersuamikan K.H. Moh. Sanusi, salah
seorang santri K.H. Masthuro yang kemudian ikut mengajar pada periode
K.H. Masthuro. Cucu K.H. Masthuro yang lahir dari pasangan ini berjumlah
14. Yaitu: Hj. Pipih Apifah, Drs.K.H. Abdurrahim Sanusi, Hj. Aam Amalia,
Umem Umaimah, Hj. Fuah Maria Ulfah, Hj. Nenah Herlina, S.Ag, Hj. Entin
Asnawati, H. Moh. Fauzi, S.Ag. H. Abubakar Sidik, S.Ag., Drs. Hasan Basri,
Enceng Husen, S.Ag., Dra. Efi Dzulfa, Ayi Abdul Bashit, S.Ag., dan Dewi
Bahagia Rahmati, SE.
b. Ibu Hj. Dedeh Rohaenah (alm) yang bersuamikan H. Uci Sanusi
(alm). Dari pasangan ini lahir 10 anak, yaitu : Didoh Fakhiroh, Hj. Oom
Hasanah, Mumu Mudzakkir, S.Ag., Ubaidillah, S.Ag., Aang Sobandi (alm),
Emun Munawaroh, S.Ag., Abdul Fatah (alm), Umar Sanusi, S.Ag., Drs. Edi
Mursidi, Dra. Imi Hamidah, Sofwan Iskandar,S.Ag., Dudung Abdurrahman,
S.Ag.
c. Ibu Hj. Nafisah (alm) yang bersuamikan K.H. M. Sukandi (alm),
salah seorang santri K.H. Masthuro yang kemudian ikut mengajar pada
periode K.H. Masthuro. Dari pasangan ini K.H. Masthuro tidak dikarunia
keturunan.
d. K.H. Syihabuddin (alm) yang bersistrikan Ibu R. Hj. Chodijah,
putri Pengasuh Pesantren Al-Falah Sukamantri Cisaat Sukabumi. Cucu K.H.
Masthuro yang lahir dari pasangan ini berjumlah 8 orang, yaitu: Ibu Euis
Aisyah, Hj. Dedah, S.Ag., H. Abdul Muiz, S.Ag., Gugun Gunawan (alm),
Usman Syihabuddin, SH, Drs. H. Usep Saepulhaq, Budi Abdul Muhyi,
S.Ag., Ahmad Syahid, S.PdI.
e. Ibu Hj. Siti Habibah yang bersuamikan K.H.U. Thabari, salah
seorang santri K.H. Masthuro yang kemudian ikut mengajar pada periode
K.H. Masthuro. Dari pasangan ini lahir 9 anak, yaitu : Hj. Aoh Wafiroh, Yus
Thabari, S.Ag., Dra. E. Fatimah, Wawang Munawar, S.Ag., Aliyuddin, SE,
Drs. Ahmad Zabidi, Hidayat Thobari, S.Ag., Endang Iskandar, SIP, Dindin
Izudin, S.Ag.
f. Izzudin (Enjud) yang meninggal dunia pada usia 9 tahun.
g. K.H.E. Fakhruddin yang beristrikan Hj. E. Subaehah, putri K.H.
Moh. Basroh Pengasuh Pesantren Al-Falah dan Al-Hikmah Caringin Cibadak
Sukabumi. Dari putra lelaki kedua ini, K.H. Masthuro dakaruniai 6 orang
cucu, yaitu : H. Sholahuddin, S.Ag., Drs. H.A. Yusuf Syamsul Fuad,
Zaenassolihin (alm), H. Cecep Khairul Anwar, S.Ag., Neng Nina
Fatimatuzzahro, Neng Vera Fakhriyah.
h. Ibu Hj. Siti Shobihat yang bersuamikan K.H. Daman Azhar, salah
seorang santri K.H. Masthuro yang kemudian ikut mengajar pada periode
K.H. Masthuro. Cucu K.H. Masthuro yang lahir dari pasangan ini ada 9 anak,
yaitu : Ida Suaidah (alm), Siti Suaidah (alm), Dra. Eti Ratnawati, Nia Puspita,
S.Ag, Irfan Hidayatullah, S.Ag., Nita Haryati, SH., Winda Fauziah, dan Andi
Abdul Bashit.
i. Ibu Hj. Siti Rofi’ah yang bersuamikan H.M. Soleh, salah seorang
santri K.H. Masthuro yang kemudian ikut mengajar pada periode K.H.
Masthuro. Cucu K.H. Masthuro dari pasangan ini berjumlah 4 orang, yaitu:
Drs. Dadan Ramdhan, Drs. Herlansyah, Irwan Irawan, S.Ag., dan Nesa
Khoerunnisa.
j. Drs.K.H.A. Aziz Masthuro yang beristrikan Hj. Lya Hulyati, S.Ag.,
putri K.H. D.A. Syadzily, seorang tokoh ulama di Kabupaten Cianjur Jawa
Barat. Keturunan K.H. Masthuro yang lahir dari anak bungsunya ini ada 6
orang, yaitu: Hj. Nely Rizanaty, S.Ag., Hj. Lety Tahliaty, S.Ag., Farhan
Jayid, Irham, Unsur Fuady dan Nurhaliza
k. Bapak Acep (alm)
Cucu K.H. Masthuro yang berjumlah 75 (dikurangi 8 karena meninggal)
mereka itu kebanyakan tinggal dan menetap di Al-Masthuriyah. Mereka yang
tidak tinggal di Al-Masthuriyah, mengikuti kakeknya, mendirikan pesantren
dan lembaga pendidikan Islam, di tempat tinggalnya, ada pula yang hanya
mengajar atau mengikuti suaminya berwiraswasta.
2. Bapak Drs.KH. Abd. Azis. M, sebagai berikut:
wawancara dengan ketua pondok pesantren Bapak Drs.KH. Abd.
Azis. M, sebagai berikut:
“...Pengasuh pesantren sangat berperan sekali dalam mengembangkan
pendidikan agama Islam di pesantren Al-Masthuriyah, beliau tidak
hanya sebagai pemimpin pesantren tetapi beliau juga sebagai pengajar
kitab kuning, selain itu pengasuh pesantren Al-Masthuriyah juga
pemimpin masyarakat di Sukabumi
3. Dalam masalah pendidikan, kepada masyarakat K.H. Masthuro selalu
menganjurkan dan bahkan dengan tegas memerintahkan agar
memasukkan anaknya ke sekolah atau pesantren. Kesulitan dalam
masalah ekonomi dipecahkan K.H. Masthuro dengan membebaskan
mereka yang tidak mampu. Dalam catatan buku stambook murid
didapati beberapa masyarakat yang tidak membayar uang sekolah,
dan ada pula yang membayar dengan jumlah di bawah yang
ditentukan . (Stambook Sekola Agama Desa Tjimahi). Bagi K.H.
Masthuro yang terpenting adalah masyarakat dapat menikmati
pendidikan. Dengan demikian, kewajibannnya sebagai ulama dalam
membina dan mendidik masyarakat sudah dilaksanakannya
4. Pada tahun 1941, KH. Masthuro mulai mengelola Madrasah dan
pesantrennya secara mandiri dan terpisah dari status cabangnya.
Nama pun diubahnya menjadi Sekolah Agama Sirojul Athfal.
Walaupun dari istilahnya Siroj berarti lampu dan athfal berarti anak
laki-laki. Kemudian, atas saran dan hasil musyawarah pada tahun
1950 dibentuklah sebuah lembaga baru, dengan nama Sekolah Agama
Sirojul Banat. Hal tersebut memungkinkan diterimanya santri
perempuan untuk belajar di pesantren ini
5. Karena nilai shalat itulah, K.H. Masthuro menyusun buku Manquulat
Muhimmah fil Kaifiyah al-Shalat yang berisikan tukilan-tukilan
tentang shalat dari berbagai kitab Fiqh. Buku ini selain sebagai bahan
rujukan, juga dijadikan mata pelajaran tersendiri seperti Tauhid, Fiqh,
Qowaid Arabiyah dan sebagainya. Bahkan alokasi waktu yang
diberikan untuk pelajaran shalat ini sama dengan pelajaran-pelajaran
yang lain
6. Selain itu, tujuan pendidikan pesantren Al-Masthuriyah yang
dilaksanakan KH.Masthuro bukanlah untuk mengejar kekuasaan,
uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka
bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada
Allah SWT. Tujuan ini pada gilirannya akan menjadi faktor motivasi
bagi para santri untuk melatih diri menjadi seorang yang ikhlas di
dalam segala amal perbuatannya dan dapat berdiri sendiri tanpa
menggantungkan sesuatu kecuali kepada Allah SWT
7. Sistem pengajaran di pesantren Al-Masthuriyah, dalam mengkaji
kitab-kitab Islam klasik ( kitab kuning ) sejak mula berdiri sudah
mulai membagi kelompok-kelompok sesuai dengan kemampuan
Santri, dan dalaam pengajarannya KH. Masthuro menggunakan
metode sebagai berikut :
a. Metode sorogan, di mana santri menghadap guru seorang
demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya.
KH.Masthuro membacakan pelajaran yang berbahasa Arab itu
kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan
menerangkan maksudnya. Sedangkan santri menyimak dan memberi
catatan pada kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah
diberikan oleh kyai. Adapun istilah sorogan tersebut berasal dari kata
sorog (bahasa Jawa) yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri
menyodorkan kitabnya di hadapan kyainya. Di pesantren besar,
sorogan dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja yang biasanya
terdiri dari keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan di
kemudian hari menjadi ulama.
b. Metode wetonan, di mana para santri mengikuti pelajaran
dengan duduk di sekeliling KH.Masthuro yang menerangkan
pelajaran secara kuliah. Santri membawa kitab yang sama dengan
kitab kyai dan menyimak kitab masing-masing serta membuat catatan
padanya. Istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa)
yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diadakan dalam waktu-
waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu.
Di Jawa Barat metode ini disebut dengan bandongan, sedangkan di
Sumatra dipakai istilah halaqah. Dalam sistem pengajaran semacam
ini tidak dikenal adanya absensi. Santri boleh datang boleh tidak, juga
tidak ada ujian.
8. Dalam pesantren tradisional dikenal pula sistem pemberian ijazah
tetapi bentuknya tidak seperti yang dikenal dalam sistem modern.
Ijazah di pesantren berbentuk pencantuman nama dalam suatu daftar
rantai transmisi pengetahuan yang dikeluarkan oleh gurunya terhadap
muridnya yang telah menyelesaikan pelajarannya dengan baik tentang
suatu kitab tertentu sehingga si murid tersebut dianggap menguasai
dan boleh mengajarkannya kepada orang lain.
9. Pesantren Al-Masthuriyah yang dipimpin KH.Masthuro memiliki
pemikiran yang sangat luas, mengadakan proses pembelajaran kitab
kuning bagi santri-santrinya pada waktu sore dan malam, dalam
proses pembelajaran tersebut pesantren Al-Masthuriyah memiliki
perencanaan dan metode tersendiri untuk melaksanakannya.
10. Pelaksanaan proses pengembangan kitab kuning yang telah dilakukan
di pesantren Al-Masthuriyah Sukabumi memiliki dampak pada
kondisi beberapa pihak terkait, yaitu: ustadz serta santri: Metode
utama pembelajaran dengan kitab kuning di pesantren Al-
Masthuriyah Sukabumi dengan sistem bendongan
11. " dengan memiliki dan memahami banyak metode, semakin
bertambah wawasan cara mengajar dan tidak ada kejenuhan dari para
Santri . dengan menggunakan metode belajar yang diperankan dan
diusahan oleh KH. Masthuro, proses pembelajaran pendidikan Islam
lebih kreatif, inovatif dan menjadi lebih aktif.. "
12. Motif didirikannnya lembaga ini berangkat dari niat tulus akan
pengamalan ilmu yang di tekuni oleh KH. Masthuro, dengan bekal
usaha kolam ikan apabila panen digunakan untuk membangun
pesantren
13. Sarana dan prasarana yang pertama tahun 1920 M, yang dimiliki dan
dibangun KH.Masthuro adalah 1 buah masjid dan 1 kobong/asrama
dan 3 lokal kelas, untuk belajar agama Islam
14. “...Model pembelajaran masih menggunakan metode syalafi seperti
sorogan, dan bandongan, yaitu dengan praktek langsung membaca
kitab kuning (kitab Gundulan) selain itu dicampur dengan metode-
metode lainnya seperti tanya jawab, diskusi mengulas kembali
pelajaran yang sudah diajarkan, adapun prakteknya ini dapat
dilakukan pada waktu proses pembelajaran ataupun diluar proses
pembelajaran, dan hal ini sangat penting untuk memahami mata
pelajaran yang diajarkan...”
15. Di pesantren Al-Masthuriyah-Sukabumi pada awal berdirinya sudah
diberikan pelajaran muhadoroh setiap malam Rabu, ini untuk
memantapkan diri, percaya diri secara bergantian dengan tujuan
mengamalkan ilmu sekaligus mengabdikan diri dimasyakat
setelahnya santri tersebut kembali kerumah halaman kampungnya,.
Adapun waktunya latihannya Jam 20.00-21.00 WIB
16. KH.Masthuro sejak awal hingga perkembangan pesantren ini
berperan dan berusaha dalam pemikiran pembaruannya dalam bidang
metode pengajarannya, misalnya; penerapan pembaruan tentang
metode pengajaran. sesuai dengan perkembangan pesantren saat itu,
metode yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan metode-metode
pengajaran yang diterapkan oleh lembaga pendidikan Islam, yang
membuat sekolah ini berbeda dengan sekolah yang ada disekitarnya
adalah penggabungan metode klasik dan metode modern. metode
klasik yang masih dipakai di pesanternnya. adalah metode sorogan
dan bandongan.
17. KH.Masthuro sejak awal hingga perkembangan pesantren ini
berperan dan berusaha dalam pemikiran pembaruannya dalam bidang
metode pengajarannya, misalnya; penerapan pembaruan tentang
metode pengajaran. sesuai dengan perkembangan pesantren saat itu,
metode yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan metode-metode
pengajaran yang diterapkan oleh lembaga pendidikan Islam, yang
membuat sekolah ini berbeda dengan sekolah yang ada disekitarnya
adalah penggabungan metode klasik dan metode modern. metode
klasik yang masih dipakai di pesanternnya. adalah metode sorogan
dan bandongan
18. KH. Masthuro sangat menginginkan pesantren Al-Masthuriyah maju
sesuai dengan kemajuan zaman yang berakhlakul, karimah yang
memiliki genereasi penerus yang memiliki tanggung jawab
pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna untuk kemajuan
agama, Negara dan bangsa
19. Tujuan Pendidikan Islam di Pesantren Al-Masthuriyah adalah :sebuah
proses bagi Santri dalam mencari ilmu yang harus dididik melalui
pendidikan. oleh karena itu pendidikan Islam di Al-Masthuriyah
adalah pendidikan yang membentuk keimanan dan amal shalih yang
ajarannya berisi tentang sikap tingkah laku, memberi contoh, melatih,
memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial dalam
pembentukan pribadi seorang muslim bagi individu dan masyarakat.
20. Dalam pembelajaran seperti itu adalah maha guru yang memberi
bimbingan kepada para ustaz dan memberikan pengajian general
setiap minggu. Kyai juga menjadi pembimbing dan pengawas utama
terhadap perkembangananak didik, khususnya yang menyangkut
ruhanidan emosi.Pola hubungan Kyai-ustaz-anak didik seperti ini
ternyatamerupakan upaya peningkatan kualitas ustaz untuk dibimbing
dan dikembangkan sehingga kemudian para ustaz ini menjadi kyai
yang bisa berperan penuh Tahun 1968
21. Inti tujuan pendidikan Islam adalah terciptanya anak didik yang
berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Berguna bagi dirinya adalah
mampu mengemban tugas-tugas individunya dalam melaksanakan
kehidupannya, mampu menjaga dirinya agar tidak merusak dirinya
baik secara psikis maupun pisiknya, sehingga ia menjadi abid, orang
yang senantiasa beribadah kepada AllahSWT Tuhan yang
menciptakannya. Karena itu, ia harus memiliki kemampuan untuk
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk berguna bagi
orang lain adalah bahwa out come Al-Masthuriyah diharapkan
mampu memberikan warna kehidupan yang baik di masyarakat sesuai
dengan batas-batas kemampuannya. Dalam format sosiologis yang
ideal, mereka diharapkan mampu memimpin masyarakat untuk
menjadi masyarakat ideal (khairu ummah). Kalaupun tidak ideal
seperti itu, mereka diharapkan tidak merepotkan dan tidak menjadi
beban bagi kehidupan masyarakat. Konsep ini sesuai juga dengan
washiat KH. Masthuro kudu yang mere ulah hayang dibere (harus
memiliki inisiatif aktif untuk memberi yang berguna kepada orang
lain, jangan ingin diberi)
22. Di dalam rencana pembelajaran yang telah dibuat, terdapat berbagai
macam hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran yang akan
dilakukan, mulai dari membuka pelajaran, metode penyampaiaan
materi hingga tata cara mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
Biasanya kyai Masthuro sebelum mengajar selalu membuka
mentelaah kitab yang akan diajarkannya terlebih dahulu
23. Sebagai peran dan usaha yang sudah dibangun oleh KH.Masthuro
dipesantren Al-Masthuriyah, dilanjutkan oleh para generasi
penerusnya, antara lain KH.Syihabudin, KH.Fakrudin, KH.Abd.Aziz,
KH. Ahmad Sanusi, KH. Syarkondi, KH.Oman Komarusdin, KH.
Drs. Abd.Muiz, KH. Dr. Abu Bakar, KH. Solahudin, KH.Ade Yusuf.
SF. M. M.Ag, dengan sebagian besar para kyai memahami dan
melaksanakan program kelanjutan yang telah diusahan oleh pendiri
pesantren KH.Masthuro
24. Mengenai metode pembelajaran yang digunakan KH.Masthuro adalah
metode sorogan
25. Model pembelajaran masih menggunakan metode syalafi seperti
sorogan, dan bandongan, yaitu dengan praktek langsung membaca
kitab kuning (kitab Gundulan) selain itu dicampur dengan metode-
metode lainnya seperti tanya jawab, diskusi dengan mengulas kembali
pelajaran yang sudah diajarkan dengan persentasi per kelompok.
Adapun prakteknya ini dapat dilakukan pada waktuproses
pembelajaran ataupun diluar proses pembelajaran, dan hal ini sangat
penting untuk memahami mata pelajaran ini.,
26. Untuk hari Sabtu (Malam Minggu)diisi kegiatan Ratiban (Ratibul
hadad), belajar khatobah/mukhadoroh (latihan ceramah yang
dilaksanakan hari Selasa malam Rabu, Pukul 19.30 s,d 21.30. wib
27. Metode utama pembelajaran dengan kitab kuning di pesantren Al-
Masthuriyah Sukabumi dengan sistem Sorogan dan bendongan
28. " ...dengan menggunakan metode belajar sesama teman, proses
pembelajaran kitab kuning menjadi lebih aktif.. "
29. Motif didirikannnya lembaga Pesantren Al-Masthuriyah adalah dari
niat tulus akan pengamalan ilmu yang di tekuni oleh KH.Masthuro.
Juga memandang banyaknya kemorosotan dalam agama dalam segala
aspek khususnya akhlak dan keilmuan, di samping itu lembaga ini
bertujuan membentuk pribadi yang luhur yang jujur dan siap bersaing
di era globalisasi berdasarkan akhlaqul krimah serta dalam nilai-nilai
keagamaan.
30. Selain itu di dorong keinginan untuk menghilangkan anggapan negatif
yang di nilai salah kaprah mengenai pondok pesantren, , lembaga ini
menepis image tersebut dengan menunjukkan pesantren sebagai
lembaga pendidikan yang mulia dan berharga, lembaga pendidikan
yang potensial mencetak generasi bangsa, mampu berfikir cerdas dan
maju yang siap bersaing di tengah-tengah masyarakat moderen
dengan di dasari akhlaqul karimah dan aqidah ahlussunnah wal
jamaah. Di antara pengembangan peran dan usaha penerapan
lembaga ini, mengembangkan potensial intelegensi dan religi untuk
membentuk intelektual muslim yang unggul dalam menciptakan, serta
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang di jiwai oleh
akhlaqul karimah sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW sekaligus mengembangkan proses terbentuknya
cendikiawan muslim yang shiddiq ,amanh tabligh dan fathona
31. Pesantren didirikan oleh masyarakat dan untuk kepentingan
masyarakat. Dari kiprahnya, pesantren telah diakui memiliki peran
yang amat penting di masyarakat. Keberhasilan pesantren sudah
diakui oleh banyak orang.Bermodal keberhasilan itu, kemudian
banyak orang dan lembaga yang menjadikan pesantren sebagai media
untuk menyampaikan cita-cita kemasyarakatannya. Dimulai dari
pengembangan ekonomi, pengembangan pertanian sampai
pengembangan sains. Pesantren media agen untuk menyampaikan
cita-cita itu.Bagi pesantren, itu merupakan kegembiraan
karenaeksistensinya diakui. Akan tetapi di sisi lain, seringkali
kemudian pesantren melupakan jati diri utamanya sebagai
lembagatafaqquh fid dien, lembaga pendidikan Islam. Inilah
yangmenjadi kekhawatiran banyak pesantren. Pesantren bukan
tidakmau melibatkan diri dalam hingar bingar perubahan itu, tetapi
pesantren lebih tidak mau kalu kehilangan jati dirinya.Karena itu,
penting menempatkan pendefinisian pesantren Mengetahui definisi
pesantren secara utuh akan memperjelas
bagaimana usaha pesantren melakukan perubahan, Pesantren Al-
Masthuriyah dalam kelembagaan dua tujuan penting.
32. Pertama,sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengkhususkan diri
pada kajian keislaman murni (kitab kuning). Kedua, sebagai lembaga
sosial kemasyarakatan yang menjadi tempat pemberdayaan
Masyarakat, teristimewa dalam penanaman nilai nilai keislaman dan
seluruh prilaku kehidupan masyarakat.Sebagai lembaga tafaqquh fid
dien, pesantren memiliki kekhasan yang unik. Setidaknya keunikan
ini terlihat pada model pembelajaran dan materi ajar. Model
pembelajaran masih berkutat pada bandongan dan sorogan.
33. Menurutnya, KH. Abd. Aziz. Masthuro.
Al-Masthuriyah selama ini tidak terlepas dari lima maqalah para
ulama salafus shalih.
Pertama, seperti diungkapkan Ibnu Malik dalam kitab
populernya Alfiyah yaitu “kalamuna lafdzun mufiidun kastaqim,” Al-
Masthuriyah akan terus berusaha untuk senantiasa menjadi ma’hadun
mufiidun likulli afrodinnas. Maksud dari kalimat itu, menurut KH
Abdul Aziz Masthuro, Al-Masthuriyah akan terus berusaha
menjadikan lembaga ini membawa faidah tidak hanya bagi Al-
Masthuriyah, tidak hanya bagi alumni, tidak hanya bagi umat Islam,
namun bagi seluruh umat manusia. Begitu juga para alumninya di
mana pun berada dan berprofesi sebagai apapun di masyarakat, harus
senantiasa membawa manfaat bagi sekalian umat. Selain itu,
menurutnya.
Kedua yang perlu diemban dan dilaksanakan, para santri dan
alumni harus berpihak dan mengikuti pada yang sudah digariskan
salafus shalih serta memposisikannya sebagai orang terpandang.
Ketiga, lanjutnya, keutamaan itu ada pada orang-orang
terdahulu, seperti yang diungkapkan Ibnu Malik wahua bisabqin
haaizun tafdliila. “Maka seluruh alumni Al-Masthuriyah akan
mengedepankan akhlakul karimah dan ta`dzim terhadap orang-orang
terdahulu terutama para kiai dan guru-guru yang telah memberinya
Ilmu. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Pesantren Al-
Masthuriyah akan berpegang pada maqalah yang selama ini menjadi
jargon Nahdlatul Ulama yaitu almuhaafadhotu ala alqodimi as-sholih,
wal akhdu bil jadidil aslah, maka demikian pula tentunya seluruh
alumninya. Sementara yang terakhir, Al-Masthuriyah akan senantiasa
bersungguh-sungguh seperti kesungguhan para ulama dalam
memberikan manfaat untuk umat, sebagaimana yang disampaikan Al-
Ghozali bahwa kesungguhan bisa mendekatkan yang jauh, dan dapat
membuka pintu ilmu dan menghilangkan kebodohan.
Sukabumi, 12 Desember 2018
Pimpinan Pesantren Al- Masthuriyah Sukabumi
Drs. KH.Abdul Aziz. Masthuro
Hasil Wawancara dengan Dr. H. Abu Bakar Sidiq. M.Ag
Kepala Pon-Tren Depag Jawa Barat/Ketua STIA Al-Masthuriyah/Ketua
Umum Alumni
1.Apa Saja Visi dan Misi Pesantren Al- Masthuriyah
Visi dan Misi Pesantren, Visi Pesantren “Membangun Sumber Daya Manusia
yang memiliki integritas keilmuan dan berakhlaqul karimah “
.Misi Pesantren: .- Menyelenggarakan proses pembelajaran yang memacu
asfek kognitif siswa sehingga siswa berkembang dari segi intektual.
- Menyelenggarakan proses penyelenggaraan pendidikan yang mendorong
siswa disiplin, berakhlak mulia, memiliki etos kerja, kreatif, kritis dan
bertanggungjawab.
- Menumbuh kembangkan penghayatan dan pengamalan keagamaan melalui
pembiasaan-pembiasaan.
- Menumbuh kembangkan potensi peserta didik melalui progam
pengembangan diri.
Selain itu, tujuan pendidikan pesantren Al-Masthuriyah bukanlah untuk
mengejar kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada
mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada
Allah SWT.1 Tujuan ini pada gilirannya akan menjadi faktor motivasi bagi
para santri untuk melatih diri menjadi seorang yang ikhlas di dalam segala
amal perbuatannya dan dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan sesuatu
kecuali kepada Allah SWT
2.Bagaiman sistim pengajaran dipesantren Al-Masthuriyah
KH. Masthuro menggunakan metode sebagai berikut :
a. Metode sorogan, di mana santri menghadap guru seorang demi seorang
dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. KH.Masthuro membacakan
pelajaran yang berbahasa Arab itu kalimat demi kalimat kemudian
menterjemahkannya dan menerangkan maksudnya. Sedangkan santri
menyimak dan memberi catatan pada kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu
itu telah diberikan oleh kyai. Adapun istilah sorogan tersebut berasal dari
kata sorog (bahasa Jawa) yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri
menyodorkan kitabnya di hadapan kyainya. Di pesantren besar, sorogan
dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja yang biasanya terdiri dari
keluarga kyai atau santri-santri yang diharapkan di kemudian hari menjadi
ulama.
b. Metode wetonan, di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di
sekeliling KH.Masthuro yang menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri
membawa kitab yang sama dengan kitab kyai dan menyimak kitab masing-
masing serta membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini berasal dari kata
wektu (bahasa Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diadakan
dalam waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat
fardhu. Di Jawa Barat metode ini disebut dengan bandongan, sedangkan di
Sumatra dipakai istilah halaqah. Dalam sistem pengajaran semacam ini tidak
dikenal adanya absensi. Santri boleh datang boleh tidak, juga tidak ada ujian.
WAWANCARA DENGAN KETUA KALAM
Dr. KH. Abu Bakar Siddiq. M.A
Hari :
1. wawancara dengan bapak Dr. H. Abu Bakar Sisdiq, selaku ketua Sekolah Tinggi Islam
Al-Masthuriyah sebagai berikut:
“...Peran Kyai sebagai pendidik, nampak dari pola hidup keseharian yang harus jadi suri
tauladan bagi penghuni pondok pesantren baik melalui ucapan maupun tindakan.
2. Pada tahun 1974 nama Sirojul Athfal/Banat dirubah menjadi Perguruan Islam Al-
Masthuriyah. Sistem pendidikan yang dipergunakan Al-Masthuriyah adalah
mengembangkan jenjang pengajaran thalabah khususiyah, meliputi bidang-bidang kajian
ilmu tafsir, hadits
3. Tulisan ini akan mencoba untuk melihat berbagai alasan penting terkait peranan alumni
terhadap pesantrennya, dan bagaimana hal-hal tersebut dapat diaktualisasikan secara
nyata dengan baik
Pertama, dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan
berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang produktif di sekolah, alumni dapat berperan
sebagai katalis dengan memberikan berbagai masukan kritis dan membangun kepada
almamater mereka. Dalam hal ini, alumni memiliki posisi tawar yang unik dan strategis
karena meskipun mereka tidak lagi merupakan bagian aktif dalam proses pendidikan di
sekolah, namun pengalaman mereka selama menjadi siswa dan ikatan batin serta rasa
memiliki mereka yang kuat terhadap almamater dapat menghasilkan dan menawarkan
berbagai konsep, ide, pemikiran, masukan dan kritik membangun yang hanya bisa
diberikan oleh orang-orang yang berada di posisi mereka. Melalui berbagai media
komunikasi yang dapat menjembatani sekolah dan alumni, proses pendidikan di sekolah
diharapkan dapat berkembang dalam koridor yang lebih progresif dan terarah.
Kedua, selanjutnya sesuai peran alaminya, alumni yang berprestasi dan memiliki
kompetensi yang mumpuni dapat memainkan fungsi penting dalam membangun opini
publik untuk menarik minat calon siswa baru. Alumni, disadari atau tidak, merupakan
salah satu acuan utama yang mendasari keputusan para orang tua dan calon siswa dalam
menentukan pilihan sekolah. Logikanya, jika alumni dari suatu insitusi pendidikan
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam memasuki jenjang pendidikan tinggi
favorit dan dapat menunjukkan prestasi dan kontribusi mereka secara riil di masyarakat,
kualitas dan kuantitas calon siswa/i yang berminat untuk mendaftar akan meningkat. Mata
rantai ini, dengan didukung oleh sistem pendidikan internal sekolah yang baik, akan
menghasilkan kesinambungan kualitas sumber daya siswa/i dan alumni yang berkualitas,
memiliki daya juang tinggi dan semangat berkompetisi secara sehat.
Ketiga, Alumni sebagai produk utama dari pabrik pendidikan bertajuk sekolah juga
diharapkan mampu mengembangkan jaringan dan membangun pencitraan insitusi di luar.
Pengembangan jaringan oleh alumni merupakan potensi strategis untuk membuka
berbagai peluang dan meningkatkan daya saing suatu almamater pendidikan karena
manfaatnya yang akan berdampak secara langsung pada siswa/i dan sesama alumni.
Penciptaan peluang usaha, kerja dan magang, kesempatan beasiswa, serta sirkulasi
berbagai macam informasi penting seputar dunia pendidikan dan kerja merupakan
beberapa contoh riil yang dapat dikontribusikan oleh alumni melalui jaringan yang
dimiliki. Dalam hal ini, salah satu wadah yang perlu ditumbuhkembangkan peran dan
fungsinya serta didukung keberadaannya oleh pihak sekolah adalah ikatan alumni.
Melalui pengorganisasian alumni secara profesional, berbagai macam peluang dan
kesempatan akan dapat terkomunikasikan dengan baik.
Keempat, secara internal sekolah, keberadaan alumni di berbagai bidang usaha, lapangan
pekerjaan dan institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan inspirasi kepada para
siswa/i, sehingga pada gilirannya dapat memotivasi mereka dalam menentukan prioritas
dan cita-cita ke depan. dengan sasaran utama siswa/i kelas XII yang akan lulus. Para
alumni yang telah bekerja juga diberikan kesempatan untuk dapat menjelaskan mengenai
lingkup kerja mereka beserta tantangan yang dihadapi agar dapat memberikan gambaran
mengenai dinamika dunia kerja.
Alumni mungkin hanya merupakan salah satu elemen dari sekian banyak faktor-faktor
penting yang berperan dalam meningkatkan kualitas dan kinerja suatu insitusi pendidikan.
Namun, melihat potensi strategis dan luar biasa yang bisa digali dari keberadaan alumni, sudah
saatnya pihak sekolah mulai merangkul kembali alumninya menyiapkan para siswa dengan
persiapan yang matang untuk dapat menjadi alumni yang memiliki dedikasi dan semangat yang
tinggi untuk membesarkan almamaternya.
4. KONSEP PENGEMBANGAN ALUMNI
Untuk kemajuan Pesantren Al-Masthuriyah , dalam perspektif alumni maka Keluarga
Alumni Pesantren Al-Masthuriyah ( KAPIA) mengembangkan program – program
sebagai berikut:
A. Organisasi
1. Melanjutkan konsolidasi.
2.Mendirikan Pengurus-pengurus Daerah pada propinsi-propinsi dan memacu pendirian
Pengurus Cabang-cabang KAPIA di seluruh Indonesia.
3. Meningkatkan dan memantapkan manfaat kehadiran KAPIA bagi para Alumni,
Masyarakat, Negara, dan Pemerintahan di tingkat pusat maupun di berbagai cabang di
seluruh Indonesia.
B. Keanggotaan
1. Meningkatkan kebersamaan.
2. Bersama-sama dengan pihak Yayasan Al-Masthuriyah mendata dan menerbitkan kartu
anggota dengan memanfaatkan sarana dan jaringan teknologi informasi yang ada.
3. Membina dan meningkatkan kualitas profesional para Alumni secara multi dan inter
disipliner, multi dan inter departemental dan sektoral melalui berbagai pendidikan dan
pelatihan bersama secara terencana dan berkesinambungan yang sedapat mungkin
dilembagakan.
C. Bidang Usaha dan Keuangan
1. Mendorong dan memfasilitasi kegiatan di tingkat Daerah dan Cabang dalam menggali
sumber dana sesuai dengan ketentuan dan kebijakan pengurus KAPIA daerah maupun
yang ditetapkan oleh Pengurus KAPIA Pusat.
2. Mendorong tumbuhnya lembaga pendidikan yang dikelola oleh Alumni dan
kewirausahaan di kalangan alumni dan keluarganya.
3. Melakukan berbagai upaya penggalangan dana dari anggota dalam rangka membuka
kesempatan usaha dan atau pengembangan usaha.
D. Kesekretariatan dan Publikasi
1. Meningkatkan komunikasi organisasi dan anggota KAPIA dengan memanfaatkan dan
menyediakan sarana-prasarana teknologi informasi dan komunikasi.
2. Mendorong terbentuknya Direktori Alumni yang dimulai pengurus daerah KAPIA,
Majlis Taklim Alumni.
3. Mengembangkan kerjasama dengan berbagai mass media.
4. Menyelenggarakan secara reguler kegiatan yang publikatif dan komunikatif yang
bersifat tahunan. ( Silaturrahmi Alumni, Halal bilhalal Alumni ) yang diisi dengan
berbagai kegiatan.
Dengan demikian, diharapkan peranan KAPIA sebagai organisasi alumni dapat menjadi
pendorong bagi peningkatan kualitas pendidikan di Pesantren Al-Masthuriyah.
5. Pembelajaran kitab kuning yang dilakukan oleh KH.Masthuro di pesantren Al-Masthuriyah.
dengan metode Sorogan
6. “...Metode pembelajaran yang digunakan masih menggunakan metode syalafi yaitu
sorogan/bandongan, disamping itu menggunakan praktek membaca dengan sorogan satu
persatu, hafalan dan diskusi karena melihat para santri kebanyakan berpendidikan sekolah formal.
Dengan cara ini pembelajaran lebih efektif...”.
7. “.Model pembelajaran masih menggunakan metode syalafi seperti sorogan dan bandongan, selain
itu dicampur dengan metode metode lainnya seperti tanya jawab, diskusi dengan mengulas
kembali pelajaran yang sudah diajarkan (Muroja ’ah)...”
8. Seperti yang dijelaskan Drs. KH.Oman Komarudin. M.A, pengajar madrasah diniyah
pondok pesantren Al-Masthuriyah Sukabumi yang juga termasuk Guru/pengajar bahwa,
Metode pembelajaran yang digunakan masih menggunakan metode syalafi yaitu
sorogan/bandongan, disamping itu menggunakan praktek membaca dengan sorogan satu
persatu, hafalan dan diskusi karena melihat para santri kebanyakan berpendidikan sekolah formal.
Dengan cara ini pembelajaran lebih efektif...”
9. Adapun Kurikulum yang dimiliki pesantren Al-Masthuriyah adalah perpaduan kurikulum
DEPAG dan Kemendikbud dan kepesantrenan dengan pengayaan di bidang sains. Untuk
Pendidikan Formal saat ini Kurikulum yang dipakai di sekolah ini mengikuti kurikulum
K13 sama seperti sekolah-sekolah lain, sedangkan untuk pendidikan non formalnya
(pesantren), kurikulum yang memadukan antara kurikulum Islam dan Kurikulum seperti
kepesantrenan yang lain.
Ketua SEKOLAH TINGGI ISLAM AL-MASTHURIYAH SUKABUMI
Dr. KH. Abu Bakar Siddiq. M.A
198
Lampiran – Lampiran
KH. Masthuro (Alm)
Pendiri Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Cisaat – Sukabumi
199
200
Penulis di Makam Alm. KH. Masthuro
(Tipar – Cisaat – Sukabumi)
Penyerahan surat penelitian dan wawancara kepada Drs. KH. Abd. Aziz
Masthuro
201
Wawancara dengan Drs. KH. Abd. Aziz Masthuro
Pimpinan Yayasan Al-Masthuriyah (YASMA) Sukabumi
Wawancara dengan Dr. KH. Abu Bakar Sidiq, M.Ag.
(Ketua Umum KALAM Al-Masthuriyah, Ketua STIA Al-Masthuriyah, dan
Kabid Pon-Tren Depag Jawa Barat)
202
Foto Dewan Guru Yayasan Al-Masthuriyah
Gedung Kampus dan Perpustakaan STIA Al-Masthuriyah Sukabumi
203
Penulis di Halaman Kantor Yayasan Al-Masthuriyah (YASMA)
Penulis bersama teman-teman Keluarga Alumni Al-Masthuriyah
(KALAM)
204
Foto Keluarga KH. Masthuro Tempo Dulu
Foto Santri Alumni Mutaqodimin Pondok Pesantren Al-Masthuriyah
Tipar-Cisa’at-Sukabumi