FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS
IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DAN CAMPAK
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan Tahun 2006)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Siti Muamalah
NIM 6450402019
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2006
ABSTRAK
Siti Muamalah, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi DPT dan Campak (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006). Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : I. Dra. ER. Rustiana, M.Si, II. Irwan Budiono, SKM.
Kata Kunci : Status Imunisasi DPT dan Campak. Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan mengalami penurunan dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) untuk imunisasi campak juga mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi 84,7% (2005). Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi DPT dan campak maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan metode survei dan pendekatan cross sectional. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita usia 12-36 bulan yang berjumlah 1.427. Sampel yang diambil 142 yang diperoleh dengan dengan menggunakan teknik Cluster Proportional Random Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulir kuesioner. Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, data sekunder diperoleh dengan cara melihat data di puskesmas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan statistik uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan (α ) = 0,05. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak (p = 0,000 dan CC = 0,431), pendidikan ibu (p = 0,020 dan CC = 0,192), pekerjan ibu (p = 0,048 dan CC = 0,164), sikap ibu (p = 0,000 dan CC = 0,408), keaktifan petugas dalam memotivasi (p = 0,006 dan CC = 0,226), kedisiplinan petugas imunisasi (p = 0,000 dan CC = 0,306) dengan status imunisasi DPT dan campak. Saran yang diajukan adalah Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan perlu kiranya meningkatkan pembinaan kepuskesmas yang cakupan imunisasinya masih dibawah target untuk meningkatkan cakupan imunisasi. Bagi Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan perlu ditingkatkan pemantauan pelaksanaan imunisasi baik kualitas maupun cakupan imunisasi,
untuk desa-desa yang cakupan imunisasinya rendah perlu diadakan sweeping imunisasi. Bagi petugas imunisasi perlu meningkatkan keaktifan dalam penyuluhan tentang imunisasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu dan perlu meningkatkan kedisiplinan dalam menjalankan tugasnya.
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Pada hari : Rabu
Tanggal : 9 Agustus 2006
Panitia Ujian
Ketua Panitia, Sekretaris,
DR. Khomsin, M.Pd. Drs. Herry Koesyanto, M.S.
NIP 131469639 NIP 131571549
Dewan Penguji,
1.
dr. Oktia Woro KH, M.Kes (Ketua)
NIP 131695159
2.
Dra. ER. Rustiana, M.Si (Anggota)
NIP 131472346
3.
Irwan Budiono, SKM (Anggota)
NIP 132308392
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
“Jadikan setiap masalah menjadi sarana efektif untuk mengevaluasi dan
memperbaiki diri” (Abdullah Gymnastiar, 2001 : 30).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Bapak dan Ibu
tercinta : Bapak Sumardi (Alm), Ibu Mahmudah.
Adik-adikku tersayang : Adik Husen, Adik Hasan,
Adik Titik. Sahabat-sahabatku : Lailatul, Nunuk,
Faela, Oni, Bambang, Amat, Said, dan Wahab.
Rekan-rekan IKM ‘02 serta Almamater Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi
Difteri Pertusis Tetanus (DPT) dan Campak (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006)”.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari dorongan, dan bantuan dari
berbagai pihak secara moril maupun material. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. Sutardji, M.S. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk penelitian ini.
2. Ibu dr. Oktia Woro KH, M.Kes. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan
dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra. ER. Rustiana, M.Si. pembimbing utama dan Bapak Irwan Budiono,
SKM. pembimbing kedua, atas petunjuk dan bimbingan dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Bapak dan ibu Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang atas bantuannya berupa saran - saran yang berarti.
5. Bapak dr. Amrozi Taufik. Kepala Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
6. Semua staf dan karyawan Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan,
atas bantuannya selama penelitian.
7. Semua teman-teman di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bantuannya dalam penelitian
ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dengan sukarela dalam penelitian ini.
Semoga amal baik semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Demikian skripsi ini penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Semarang, Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. i
Abstrak ................................................................................................. ........... ii
Halaman Pengesahan .................................................................... .................. iii
Halaman Moto dan Persembahan ........................................ ........................... iv
Kata Pengantar ............................................................................... ................. v
Daftar Isi .............................................................................................. ........... vii
Daftar Tabel ...................................................................................... .............. x
Daftar Gambar ................................................................................................. xii
Daftar Lampiran .............................................................................. ................
.......................................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... ...... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... .... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... .... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
1.5 Keaslian Penelitian .................................................................. ..... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... ..... 11
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ................................................. ..... 11
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ........................................................ 11
1.6.3 Ruang Lingkup Materi ........................................................ 11
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. ....... 12
2.1 Landasan Teori ........................................................................ ..... 12
2.1.1 Penyakit Campak, Difteri, Pertusis, dan Tetanus................. 12
2.1.1.1 Penyakit Campak.................................................... 12
2.1.1.2 Difteri....................................................................... 15
2.1.1.3 Pertusis..................................................................... 16
2.1.1.4 Tetanus..................................................................... 18
2.1.2 Aspek Imunologi Imunisasi ................................................. 20
2.1.2.1 Imunisasi................................................................. 20
2.1.2.2 Respon Imun........................................................... 21
2.1.2.3 Vaksin Campak....................................................... 22
2.1.2.4 Vaksin DPT ............................................................ 23
2.1.2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi ................. 24
2.1.3 Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi
DPT dan Campak................................................................ 26
2.1.3.1 Faktor-faktor Predisposisi........................................ 26
2.1.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor) ..................... 35
2.1.3.3 Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factor)............ 38
2.2 Kerangka Teori ............................................................................. 45
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ ......... 46
3.1 Kerangka Konsep ................................................................ ...... 47
3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................... 48
3.3 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ....... ....... 49
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................... 53
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... ....... 53
3.5.1 Populasi Penelitian ........................................................... 53
3.5.2 Sampel Penelitian ............................................................. 53
3.6 Instrumen Penelitian .................................................................. 55
3.6.1 Uji Kuesioner sebagai Alat Ukur ............................... ...... 55
3.6.2 Validitas ...................................................................... ..... 55
3.6.3 Reliabilitas .................................................................. ..... 57
3.7 Teknik Pengambilan Data .................................................... ..... 58
3.8 Teknik Analisis Data ............................................................ ..... 59
3.8.1 Analisis Univariat ....................................................... ..... 59
3.8.2 Analisis Bivariat ............................................................... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... ......... 61
4.1 Gambaran Wilayah Penelitian dan Deskripsi Data ................. 61
4.2 Hasil Penelitian .................................................................... ..... 66
4.3 Pembahasan ......................................................................... ...... 78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 89
5.1 Simpulan ....................................................................................... 89
5.2 Saran ....................................................................................... ...... 90
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. ....... 91
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 94
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Matrik Keaslian Penelitian ...................................................................... 8
2. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi lahir di Rumah ..... 24
3. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di
RS/RB/Bidan Praktek ........................................................................... 24
4. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi
dan Selang Waktu dan Umur Pemberian ............................................... 25
5. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di Rumah ..................................... 25
6. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek ........ 26
7. Kebutuhan dan Daya Tahan Sarana Penyimpan dan Pembawa .......... 37
8. Definisi Operasional ................................................................................ 49
9. Jumlah Sampel dari Tiap-tiap Desa ....................................................... 54
10. Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo ................................................ 62
11. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ..................................... 63
12. Jumlah Penduduk Menurut Usaha di Sektor Ekonomi ........................... 64
13. Distribusi Umur Responden....................................................................... 65
14. Distribusi Umur Balita............................................................................... 65
15. Distribusi Jenis Kelamin............................................................................ 66
16. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan Campak
dengan Status Imunisasi DPT dan Campak............................................... 71
17. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Imunisasi DPT
dan Campak.. ............................................................................................. 72
18. Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi DPT
dan Campak.. .............................................................................................. 73
19. Hubungan antara Sikap Ibu dengan Status Imunisasi DPT
dan Campak.. .............................................................................................. 74
20. Hubungan antara Keaktifan Petugas Imunisasi dalam Memotivasi
dengan Status Imunisasi DPT dan Campak............................................... 75
21. Hubungan antara Kedisiplinan Petugas Imunisasi Dengan
Status Imunisasi DPT dan Campak.. ......................................................... 76
14. Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Status Imunisasi DPT Dan
Campak................................................................................................... 72
15. Hubungan Antara Keaktifan Petugas Imunisasi Dalam Memotivasi Dengan
Status Imunisasi DPT dan Campak....................................................... 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Teori........................................................................................ 48
2. Kerangka Konsep.................................................................................... 50
3. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan
Campak................................................................................................. 66
4. Tingkat Pendidikan Ibu ........................................................................... 66
5. Pekerjaan Ibu ......... ................................................................................. 67
6. Sikap Ibu.................................................................................................. 68
7. Keaktifan Petugas dalam Memotivasi ................................................... 68
8. Kedisiplinan Petugas Imunisasi .............................................................. 69
9. Status Imunisasi DPT dan Campak ........................................................ 70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Tugas Pembimbing ................................................................. 94
2. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ..................................................... 95
3. Surat Ijin Penelitian dari Tempat Penelitian ...................................... 96
4. Daftar Sampel Penelitian .................................................................. 98
5. Instrumen Penelitian ......................................................................... 104
6. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ............................................. 112
7. Data Mentah Hasil Penelitian ........................................................... 118
8. Analisis Data Kasar Penelitian ......................................................... 122
9. Dokumen-dokumen Lain .................................................................. 131
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan pembangunan
berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk
mewujudkan Indonesia sehat 2010. Dengan kebijakan dan strategi ini,
perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus
dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif dan positif terhadap
kesehatan. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan
hidup sehat, perilaku sehat dan upaya pencegahan agar tidak terkena
penyakit menular. Dengan demikian masyarakat mampu hidup produktif
dan dapat berperan maksimal dalam pembangunan nasional. Dalam
pembangunan yang berwawasan Sumber Daya Manusia (SDM) dimana
strateginya meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan
masalah gizi, hal ini dapat ditempatkan sebagai ujung tombak Paradigma
Sehat 2010. Sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan
balita perlu terus digalakkan. Imunisasi merupakan program unggulan
pertama dalam rangka percepatan perbaikan derajat kesehatan (Depkes RI,
1999 : 11).
Program imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita,
program ini dilaksanakan untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetatus, Hepatitis
B, Polio dan Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar
lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali
dan Campak 1 kali. Untuk menilai kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi
biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak
merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi. Sedangkan untuk
menilai angka Drop Out (DO) cakupan imunisasi dasar dilihat dari selisih
cakupan imunisasi DPT 1 dikurangi cakupan imunisasi campak. Cakupan
imunisasi DPT 1 di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003 sebesar 97,5%
sedangkan cakupan imunisasi campak di Jawa Tengah tahun 2003 adalah
91,7%, dan angka DO imunisasi lengkap pada bayi di Propinsi Jawa Tengah
tahun 2003 adalah 5,88%. Adapun target nasional untuk DO adalah kurang
dari 10% sehingga Jawa Tengah masih tergolong baik. Bila ditinjau dari
pencapaian Universal Child Imunization (UCI) desa tahun 2003 masih
terdapat beberapa kabupaten atau kota yang belum mencapai UCI desa
secara merata. Pencapaian UCI desa menurut Departemen Kesehatan
menargetkan paling sedikit 80% di semua desa (Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah, 2003 : 77-78 ).
Berdasarkan data hasil pencapaian UCI tahun 2004 Puskesmas
Wonopringgo dari 14 desa (wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo) ada 3
desa yang telah mencapai UCI dan pada tahun 2005 mengalami penurunan
menjadi 2 desa yang mencapai UCI. Puskesmas Wonopringgo untuk
program imunisasi menduduki peringkat ke 24 dari 26 puskesmas yang ada
di Kabupaten Pekalongan. Dengan data tersebut Puskesmas Wonopringgo
termasuk rendah cakupan imunisasinya (Dinas Kesehatan Kabupaten
Pekalongan, 2004 : 40 ).
Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan paling rendah dibandingkan dengan seluruh
puskesmas yang ada di Kabupaten Pekalongan. Cakupan imunisasi DPT3
mengalami penurunan dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) dan cakupan
imunisasi campak juga mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi
84,7% (2005), sedangkan target imunisasi DPT3 dan campak untuk
Puskesmas Wonopringgo Pekalongan adalah 90% (Puskesmas
Wonopringgo, 2005 : 13).
Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi pada saat sekarang
ini, dapat memperburuk kondisi kesehatan ibu dan anak pada khususnya,
dimana anak yang memiliki status gizi buruk seringkali terserang penyakit
menular yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi
(Depkes RI, 1999 : 1).
Berkaitan dengan masalah di atas hasil penelitian Sunarti tahun 2000
menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berhubungan dengan status
imunisasi campak anak usia 9-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal adalah pekerjaan ibu, status
ekonomi, jarak pelayanan imunisasi campak, dan motivasi petugas.
Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi DPT dan campak
maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan
dengan status imunisasi DPT dan campak, dengan mengacu pada teori
Lawrence Green (1980). Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi
oleh 3 faktor meliputi predisposing factor, enabling factor dan reinforcing
factor. Aplikasi teori Lawrence Green tersebut dari unsur predisposing
factor meliputi pengetahuan ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, sikap
ibu. Unsur enabling factor terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk imunisasi. Sedangkan reinforcing
factor meliputi keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan
kedisiplinan petugas imunisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat diidentifikasi
permasalahan yaitu pencapaian Universal Child Imunisation (UCI) tahun
2004 di Puskesmas Wonopringgo Pekalongan dari 14 desa ada 3 desa yang
UCI dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 2 desa yang
mencapai UCI. Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas
Wonopringgo Pekalongan mengalami penurunan, untuk imunisasi DPT3
dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) dan cakupan imunisasi campak juga
mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi 84,7% (2005), sedangkan
target imunisasi DPT3 dan campak untuk Puskesmas Wonopringgo
Pekalongan adalah 90%.
Dari identifikasi tersebut masalah dalam penelitian ini adalah penurunan
cakupan imunisasi DPT dan Campak diwilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, Sehingga rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Masalah Umum
Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan ?
1.2.2 Masalah Khusus
1.2.2.1 Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan Campak di
wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.2 Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.3 Adakah hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.4 Adakah hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT
dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.5 Adakah hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam
memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak di
wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.2.2.6 Adakah hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan
status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah
kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang
imunisasi DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan.
1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan antara keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak di
wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara kedisiplinan petugas
imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah
kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang akan diperoleh
adalah :
1.4.1 Bagi Fakultas
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan kepustakaan
dalam penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada masyarakat khususnya ibu-ibu mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan
campak.
1.4.3 Bagi Instansi (Puskesmas Wonopringgo Pekalongan)
Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status
imunisasi DPT dan campak dapat menjadi intervensi program
imunisasi bagi pihak Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1 Matrik Keaslian Penelitian
No.
Judul Penelitian
Nama Peneliti
Tahun dan Tempat
Penelitian
Rancangan Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Campak Anak Usia 9-35 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal.
Sunarti
Tahun 2000 di wilayah kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal.
Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional
Variabel Bebas : • Pengetahuan • Tingkat
pendidikan • Pekerjaan
ibu • Status
ekonomi • Jarak tempat
pelayanan • Motivasi
petugas • Kelengkapa
n alat • Kecukupan
vaksin Variabel Terikat : • Status
imunisasi campak anak usia 9-35 bulan
Ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, status ekonomi, jarak tempat pelayanan, motivasi petugas dengan status imunisasi campak dan tidak ada hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status imunisasi campak.
1. 2.
3.
2. Faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Imunisasi di Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi bagi Bayi di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang
3. Endah Widarti Sugiarti
4. Tahun 2001 Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang Tahun 2002 di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang
5. Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional
6. Variabel Bebas : • Pendidikan
ibu • Jumlah anak • Pengetahuan • Pekerjaan
ibu • Pendapatan Variabel Terikat : • Cakupan
imunisasi Variabel Bebas : • Pengetahuan
ibu • Pendidikan • Pekerjaan
ibu • Status
ekonomi • Kedisiplinan
petugas Variabel Terikat : • Status
imunisasi pada bayi
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, jumlah anak, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu dengan cakupan imunisasi bayi dan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan cakupan imunisasi bayi. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, status ekonomi dengan status imunisasi pada bayi dan tidak terdapat hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status imunisasi pada bayi.
1.
4.
2.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi di Kecamatan Kendal Kota Kabupaten Kendal
3.
Sri Mumpuni
4.
Tahun 2002 Kecamatan Kendal kota Kabupaten Kendal
5.
Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional
6.
Variabel Bebas : • Pekerjaan
ibu • Pendapatan • Pendidikan • Pengetahuan • Jumlah anak Variabel Terikat : • Status
imunisasi bayi
7.
Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, dengan status imunisasi bayi dan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan status imunisasi bayi.
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, terdapat
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan, perbedaan tersebut yaitu
judul, variabel penelitian, tempat dan waktu penelitian. Disamping
perbedaan tersebut ditemukan adanya kontroversi antara hasil penelitian
Sunarti (2000) dan penelitian Sugiarti (2002) dengan teori Djoko Wijono
(2000 : 39). Berdasarkan penelitian Sunarti (2000) dan penelitian Sugiarti
(2002) tidak ada hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status
imunisasi bayi, sedangkan menurut teori Djoko Wijono (2000 : 39)
semakin disiplin atau semakin patuh semua tenaga kesehatan profesional
kepada standar yang baik (standards of good practice) yang diakui oleh
masing-masing profesi, semakin tinggi mutu pelayanannya.
Dengan adanya kontroversi tersebut, maka peneliti tertarik untuk
meneliti variabel faktor kedisiplinan petugas imunisasi.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Tempat penelitian ini adalah di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Tahun 2006.
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Lingkup materi tentang Epidemiologi, Ilmu Perilaku, Imunisasi DPT
dan Campak.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Penyakit Campak, Difteri, Pertusis dan Tetanus.
2.1.1.1 Penyakit Campak
Penyakit campak dapat menyerang semua anak-anak yang
tidak kebal. Di negara berkembang menyerang anak-anak usia di
bawah 2 tahun sedangkan di negara maju sering menyerang
anak-anak prasekolah. Di daerah dengan kepadatan
penduduknya tinggi. Penyakit ini dapat bersifat endemik,
sedangkan di daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah
sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) (Sudarjat Suraatmaja,
1995 : 36).
Pada anak-anak dengan gizi baik, penyakit ini jarang
menyebabkan kematian. Sebaliknya pada anak-anak golongan
gizi buruk, penyakit ini sering menyebabkan kematian karena
terjadi penyulit radang paru-paru (Sudarjat Suraatmaja, 1995 :
36).
1) Penyebab Campak
Penyakit campak adalah suatu penyakit akut dan sangat
menular. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus campak
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 35).
12
2) Penularan Campak
Cara penularan campak adalah melalui droplet atau percikan
lendir saat batuk (sekresi hidung), kontak langsung dengan cairan
lendir hidung dan mulut dari orang yang terinfeksi (Sudarjat
Suraatmaja, 1997 : 35).
Penyakit campak sangat menular, masa penularan sudah
terjadi sebelum gejala yang khas berupa ruam-ruam pada kulit
timbul sampai lebih kurang 7 hari setelah timbulnya ruam-ruam
pada kulit.
3) Masa Inkubasi Campak
Rata-rata 10 hari, bervariasi 7-18 hari mulai terpapar sampai
timbul demam, pada umumnya 14 hari sampai timbul rash (Sudarjat
Suraatmaja, 1997: 35).
4) Gambaran Klinis Campak
Gejala pertama yang timbul menyerupai penyakit influenza,
seperti panas, batuk, pilek serta peradangan pada mata
(konjungtivitis) selama 3-7 hari. Kemudian timbul ruam-ruam pada
kulit mulai dari leher atau belakang telinga yang selanjutnya
menyebar keseluruh tubuh yang berlangsung selama 4-6 hari
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 35).
5) Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Campak
Ada 3 gejala dan tanda-tanda penyakit campak antara lain
stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalensi.
Stadium kataral dengan gejala panas, lesu (malaise), batuk,
takut cahaya (fotofobia), mata merah (conjuctivitis), hidung mampat
mendadak (coriza), bercak koplik di mukosa bucalis. Stadium erupsi
dengan gejala coriza dan batuk bertambah. Timbul titik merah di
palatum durum dan platum mole atau langit-langit mulut, bercak
koplik, kemerahan (rash) yang dimulai dari belakang telinga dan
atas lateral tengkuk sepanjang rambut menjalar ke muka. Suhu
badan semakin tinggi, bibir pecah-pecah, mata merah dan berair.
Kadang ada perdarahan ringan pada kulit, muka, hidung, saluran
pencernaan. Rasa gatal, muka bengkak, pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran limpa (splenomegali), diare dan muntah.
Sedangkan stadium konvalesensi memiliki gejala erupsi berkurang,
timbul hiperpigmentasi, radang kulit bersisik (Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 89).
6) Pencegahan Penyakit Campak
Penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi campak di
daerah sekitar lokasi Kejadian Luar Biasa (KLB); meningkatkan gizi
penderita; mencegah kontak dengan penderita (tidak keluar rumah,
sekolah, bermain selama tujuh hari), menutup hidung dan mulut saat
penderita bersin (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 :
89).
2.1.1.2 Difteri
1) Penyebab dan Perjalanan Penyakit Difteri
Penyakit difteri adalah penyakit akut dan mudah menular
yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Corynebacterium
Diphtheriae, sifatnya sangat ganas dan mudah menular (A.H.
Markum, 2002 : 18).
2) Penularan Difteri
Penularan terjadi karena adanya kontak (langsung atau tidak
langsung) dengan penderita atau penderita pembawa kuman (carier).
Tanpa pengobatan yang cukup, masa penularan berlangsung sampai
4 minggu. Tetapi dengan pengobatan yang baik masa penularan
hanya berlangsung antara 24 sampai 48 jam (Sudarjat Suraatmaja,
1997 : 20).
3) Gejala Klinis Difteri
Gejala klinis difteri antara lain; panas kurang lebih 38
derajat celsius, ada pseudomembrane putih keabu-abuan di faring,
laring atau tonsil, tak mudah lepas dan mudah berdarah, sakit waktu
menelan, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi
(stridor) (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 20).
4) Gambaran Klinis Difteri
Tanda khas dari penyakit difteri adalah adanya tanda radang
disertai adanya selaput yang berwarna putih kotor pada
kerongkongan dan bila meluas ke tenggorokan dapat menyebabkan
penyumbatan pada jalan napas. Pada kasus yang berat, terjadi
pembengkakan disertai udem pada leher (Sudarjat Suraatmaja, 1997:
20).
5) Pencegahan Penyakit Difteri
Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi DPT pada
bayi umur kurang dari satu tahun sebanyak 3 kali; meningkatkan
gizi penderita; mencegah penderita tidak keluar rumah, sekolah,
bermain selama kurang lebih 5 hari; mengawasi dan melakukan
pemerikasaan laboratorium terhadap orang yang kontak dengan
penderita selama 2 kali masa inkubasi; dan penyuluhan (Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 100).
2.1.1.3 Pertusis (Batuk Rejan, Batuk 100 Hari).
Penyakit pertusis dapat diderita oleh bayi karena selama
dalam kandungan tidak mendapatkan zat anti terhadap pertussis.
Jika diderita bayi penyakit ini merupakan penyakit yang gawat
dengan kematian 15-30%. Pada anak-anak penyakit ini jarang
menyebabkan kematian, tetapi pengobatan terhadap penyakit ini
sulit dan memakan waktu lama (8 minggu) sehingga pengobatan
terhadap pertusis memerlukan biaya yang cukup tinggi
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 22).
1) Penyebab Pertusis
Pertusis disebabkan oleh infeksi kuman Bordetella Pertussis.
Kuman mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang
batuk menjadi rendah, sehingga dengan rangsangan sedikit saja
(tertawa terbahak-bahak, dan menangis) akan terjadi batuk yang hebat
dan lama (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 23).
2) Penularan Pertusis
Dengan percikan sewaktu penderita batuk, masa penularan
terjadi sejak permulaan penyakit sampai 3 minggu berikutnya.
3) Masa Inkubasi Pertusis
Masa inkubasi pertusis terjadi antara 6 sampai 12 hari (rata-rata
7 hari).
4) Gambaran Klinis Pertusis
Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang
berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukkan
gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada
stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala
khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas
panjang disertai bunyi “whoops”. Stadium paroksismal ini
berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak
ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi
biru (Sudarjat Suraatmaja, 1997: 24).
2.1.1.4 Tetanus
Secara epidemiologis dibedakan antara tetanus
neonatorum (pada bayi sampai umur 28 hari) dan tetanus pada
anak dan dewasa.
Tetanus neonatum dapat terjadi jika pemotongan tali pusat
kurang steril atau seperti yang banyak terjadi di Bali, tali pusat
dipotong steril tetapi obat tali pusat diganti obat tradisional
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).
1) Penyebab Tetanus
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Clostridium tetani, kuman ini bersifat anaerob, yang berarti
kuman baru dapat hidup pada lingkungan yang tidak mengandung
zat asam (oksigen). Di luar tubuh manusia berubah menjadi bentuk
spora, pada keadaan lingkungan yang cocok (anaerob), spora ini
akan berubah menjadi bentuk aktif yang mengeluarkan eksotoksin
yang disebut lisin, menyebabkan sel darah merah pecah, toksin yang
merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada
saraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi
kejang otot dan kejang-kejang. Kejang dapat terjadi karena
rangsangan, dan pada keadaan yang berat terjadi tanpa rangsangan
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).
2) Penularan Tetanus
Kuman ini banyak terdapat pada binatang pemakan rumput,
terutama pada usus kuda dalam bentuk spora tersebar luas di tanah.
Infeksi terjadi kalau spora masuk dalam tubuh dan terdapat
lingkungan anaerob. Pada bayi yang baru lahir, infeksi terjadi pada
tali pusat yang dipotong dengan alat yang tidak steril atau pusar
dibubuhi obat tradisional yang mengandung spora kuman tetanus.
Pada tetanus anak, infeksi terjadi melalui luka tusuk atau luka yang
kotor (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 27).
3) Masa Inkubasi Tetanus
Masa inkubasi tetanus terjadi antara 4-21 hari (umumnya 7
hari).
4) Gambaran Klinis Tetanus
Gambaran klinis tetanus neonatorum adalah mulut tidak dapat
dibuka sehingga bayi tidak bisa minum susu ibu, tubuh kaku dan
kejang-kejang. Gambaran klinis yang khas adalah kekejangan otot
mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, leher dan tubuh kaku,
kesulitan menelan, dan kejang-kejang. Kejang-kejang biasanya
terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan berlangsung selama 7-10 hari
(Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 29).
2.1.2 Aspek Imunologi Imunisasi
2.1.2.1 Imunisasi
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang
sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan
balita. Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga
bila ia kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit (I.G.N. Ranuh, dkk. 2005 : 7).
Menurut cara diperolehnya zat anti, kekebalan dibagi dalam :
1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang diperoleh, dimana tubuh
orang tersebut aktif membuat zat anti sendiri.
Kekebalan aktif dibagi dua yaitu : kekebalan aktif alami (naturally
acquired immuninity) dan kekebalan pasif disengaja (artifially
induced active immunity).
Kekebalan aktif alami (naturally acquired immuninity) Orang
ini menjadi kebal setelah menderita penyakit sedangkan kekebalan
pasif disengaja (artifially induced active immunity) yaitu kekebalan
yang diperoleh setelah orang mendapatkan vaksinasi.
2) Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif yaitu kekebalan yang diperoleh karena orang
tersebut mendapatkan zat anti dari luar.
Kekebalan pasif dibagi dua yaitu : kekebalan pasif yang diturunkan
(congenital immunity) dan kekebalan pasif disengaja (arficially
induced passive immunit.
Kekebalan pasif yang diturunkan (congenital immunity) yaitu
kekebalan pada bayi-bayi, karena mendapatkan zat anti yang
diturunkan dari ibunya, ketika ia masih berada dalam kandungan.
Antibodi dari darah ibu, melalui plasenta, masuk ke dalam darah bayi.
Macam dan jumlah zat anti yang didapatkannya tergantung pada
macam dan jumlah zat anti yang dimiliki ibunya. Macam kekebalan
yang diturunkan antara lain : terhadap tetanus, difteri, pertusis, typhus.
Kekebalan ini biasanya berlangsung sampai umur 3-5 bulan, karena
zat anti ini makin lama makin berkurang sedangkan ia sendiri tidak
membuatnya. Kekebalan pasif disengaja (arficially induced passive
immunity) yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang karena orang itu
diberi zat anti dari luar (Indah Entjang, 2000 : 37-38).
2.1.2.2 Respon Imun
Respon imun adalah respon tubuh berupa suatu urutan
kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi
antigen tersebut.
Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu :
1) Mekanisme pertahanan non-spesifik disebut juga komponen non-
adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam
antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen.
2) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif
ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi
lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya, hal
ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen
pertama kali.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas humoral
akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen dan imunitas
seluler hanya dapat dipindahkan melalui sel contohnya pada reaksi
penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada gaft versus
host disease (I.G.N. Ranuh, dkk. 2005 : 7).
2.1.2.3 Vaksin Campak
Imunisasi campak diberikan untuk mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak
mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan.
Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh
dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering
dikombinasikan dengan vaksin gondong dan rubella (campak
Jerman) (A.H. Markum, 2002 : 26).
Untuk menentukan minimal pemberian imunisasi dan jadwal
imunisasi, ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1). Distribusi umur mengenai anak yang terserang dan kematiannya.
2). Respon imunologis sehubungan dengan adanya kekebalan bawaan.
Di Indonesia penyakit ini sering menyerang bayi atau anak kecil,
imunisasi dianjurkan diberikan pada umur 12-15 bulan (Sudarjat
Suraatmaja, 1997 : 39).
2.1.2.4 Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)
Manfaat pemberian imunisasi DPT adalah untuk
menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan
terhadap penyakit difteria, pertusis dan tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut
dipasarkan dalam tiga jenis kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan
tunggal khusus bagi tetanus dalam bentuk kombinasi DT (difteri
dan tetanus) dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin
tripel).
Cara imunisasi DPT yaitu imunisasi dasar DPT diberikan
tiga kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara
dua penyuntikan minimal 4 minggu. Untuk imunisasi massal tetap
harus diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan
perlindungan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan
terhadap serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan
vaksin DPT sebanyak 3 kali. Daya proteksi atau daya lindung
vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90% dan daya proteksi
vaksin tetanus sangat baik yaitu 90-95% sedangkan daya proteksi
vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%. Oleh karena itu jarang
anak yang telah mendapatkan imunisasi pertusis masih terjangkit
batuk rejan, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan.
Reaksi imunisasi yang mungkin terjadi biasanya demam
ringan, pembengkakan dan rasa nyeri ditempat suntikan selama 1-
2 hari (A.H. Markum, 2002 : 23).
2.1.2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi
Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi Dengan
DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di Rumah
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu* 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT3, Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu*
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah ( 2005 : 17)
Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/ RB/ Bidan 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/ RB/ Bidan# 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 RS/ RB/ Bidan# 4 bulan DPT3, Polio4 RS/ RB/ Bidan# 9 bulan Campak RS/ RB/ Bidan#
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 17)
Keterangan :
* : atau tempat pelayanan lain
# : atau posyandu
Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi dan Selang Waktu dan Umur Pemberian.
Vaksin Pemberian Imunisasi
Selang Waktu
Pemberian Minimal
Umur Keterangan
BCG 1X - 0-11 bulan DPT 3X
(DPT 1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan
Polio 4X (Polio
1,2,3,4)
4 Minggu 0-11 bulan
Campak 1X - 9-11 bulan Hepatitis
B 3X
(Hepatitis 1,2,3)
4 Minggu 0-11 bulan Untuk bayi lahir di RS/Puskesmas/RB/ Rumah oleh Nakes Pelaksana, HB segera diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran, vaksin BCG, Polio diberikan sebelum bayi pulang ke rumah.
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 17)
Tabel 5. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan
Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di Rumah.
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu* 2 bulan DPT/HB kombo1, Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT/HB kombo3 Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu* Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 18)
Tabel 6. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin
DPT/HB Kombo Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan 2 bulan DPT/ HB kombo1,
Polio2 RS/RB/Bidan#
3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 RS/RB/Bidan# 4 bulan DPT/ HB kombo3,
Polio4 RS/RB/Bidan#
9 bulan Campak RS/RB/Bidan# Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 18)
Keterangan :
* : atau tempat pelayanan lain
# : atau posyandu
2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak
Menurut Lawrence Green (1980) ada 3 faktor yang berhubungan
dengan perilaku kesehatan, yaitu :
2.1.3.1 Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Meliputi :
1) Pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak
Pengertian pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmojo
(2003) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang terpenting dalam
membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior).
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni awareness
(kesadaran); interest (merasa tertarik) yakni orang mulai tertarik
kepada stimulus; evaluation (menimbang-nimbang baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi; trial, orang telah mulai mencoba
perilaku baru; adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 121-123),
menyebutkan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif mempunyai mempunyai 6 tingkat, yaitu : tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis
(analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengikat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima; memahami diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar; aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
real (sebenarnya); analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain; sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada; evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
obyek (Soekidjo Notoatmojo, 2003 : 121-123).
Hubungan antara pengetahuan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu
maka balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap.
2) Tingkat Pendidikan
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi
pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran (intelek), tubuh anak
(Achmad Munib, dkk 2004 : 32).
Dictionary of Education dalam buku Achmad Munib, dkk
(2004) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah
laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial
yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat
memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimal (Acmad Munib, dkk. 2004 : 33).
Daoed Joesoef menegaskan bahwa pengertian pendidikan
mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil atau
produk. Yang dimaksud proses adalah proses bantuan, pertolongan,
bimbingan, pengajaran, pelatihan. Sedangkan yang dimaksud
dengan hasil atau produk adalah manusia dewasa, susila,
bertanggung jawab dan mandiri (Acmad Munib, dkk. 2004 : 33).
Dalam Ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1999 tentang GBHN
menyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah,
masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama
keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan terbagi dalam ruang lingkup yang meliputi
pendidikan formal, informal dan nonformal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai
bentuk atau organisasi tertentu, seperti terdapat di sekolah atau
universitas. Adanya organisasi yang ketat dan nyata, misalnya
tentang adanya penjenjangan cara atau metode mengajar di sekolah
juga formal, penerimaan murid, dan lain-lain (Kunaryo Hadi
Kusumo, 1996 : 26).
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh
seseorang di rumah dalam bentuk lingkungan keluarga. Pendidikan
ini berlangsung tanpa pendidik, tanpa suatu program yang harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang
formal berbentuk ujian (Kunaryo Hadi Kusumo, 1996 : 25).
Pendidikan nonformal meliputi berbagai usaha khusus yang
diselenggarakan secara terorganisir agar terutama generasi muda dan
juga orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali
tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki
pengetahuan praktis dan keterampilan dasar yang mereka perlukan
sebagai warga masyarakat produktif (Kunaryo Hadi Kusumo, 1996 :
28).
Hubungan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak adalah semakin tinggi tingkat pendidikan ibu
maka semakin lengkap status imunisasi DPT dan campak.
3) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau obyek. Menurut Newcomb (dalam
Soekidjo Notoatmadja 2003 : 24), sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka.
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Menurut Hurlock (dalam Sugeng Hariyadi 2003 : 89), secara
operasional sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau
tindakan yang merupakan respon atau reaksi dari sikapnya terhadap
obyek tertentu, baik yang berupa orang, peristiwa, situasi dan lain
sebagainya. Sikap tidak identik dengan respon dalam bentuk
perilaku. Sebagai suatu respon sikap hanya akan timbul apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
timbulnya reaksi individu. Sebagai suatu reaksi maka sikap
berhubungan dengan dua hal yaitu suka, setuju yang membawa
sikap positif (favourable) dan tidak suka, tidak setuju atau sikap
negatif (unfavourable). Sikap bersifat dinamis dan terbuka terhadap
kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi individu dengan
lingkungan sekitarnya.
Menurut Bimo Walgito (2001 : 109), sikap merupakan
organisasi pendapat, kenyakinan seseorang mengenai obyek atau
situasi yang relatif tetap, yang disertai perasaan tertentu, dan
memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon
atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.
Sikap mengandung 3 komponen yang membentuk struktur
sikap, yaitu komponen kognitif (komponen perseptual), komponen
afektif (komponen emosional) dan komponen perilaku atau action
component (Bimo Walgito, 2001 : 110).
Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, kenyakinan yaitu hal-hal
yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan
terhadap objek sikap.
Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang
berhubungan dengan rasa senang atau tindakan senang terhadap
obyek positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal negatif.
Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif.
Komponen konaktif (komponen perilaku, atau action component)
yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak
terhadap obyek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap,
yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan
penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu : menerima (receiving), merespon (responding),
menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek); merespon
(responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan,
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap; menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga; bertanggung jawab (responsible)
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi faktor
internal, yaitu faktor fisiologi dan psikologi, serta faktor-faktor
eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi
oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat. Semuanya
ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.
Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap obyek sikap dapat
bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif (Bimo Walgito,
2001 : 116).
Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan
dalam sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Sarlito Wirawan
Sarwono, 2000 : 94).
Untuk membedakan dari aspek-aspek psikis yang lain
(seperti motif, kebiasaan, pengetahuan dan lain-lain) perlu
dikemukakan ciri-ciri sikap sebagai berikut ini; dalam sikap selalu
terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek;
sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk
melalui pengalaman-pengalaman; karena sikap dipelajari, maka
sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di
sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-
beda; dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.
Inilah yang membedakannya dari pada pengetahuan; sikap tidak
hilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan
reflek atau dorongan; sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan
sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang
dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan (Sarlito Wirawan
Sarwono, 2000 : 95).
Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap
yang ada pada seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah
laku seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan
dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil
oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang
dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan
tindakan atau tingkah laku yang akan diambil sebagai respon
terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya
dapat diketahui dari sikapnya (Sugeng Hariyadi, 2003 : 90).
Hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak adalah jika sikap ibu terhadap imunisasi positif
kecenderungan balitanya memiliki status imunisasi DPT dan
campak lengkap.
4) Ibu Bekerja
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah,
bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja
karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap
bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada
sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan
sebelumnya (Pandji Anaroga, 2005 : 11).
Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti
dengan pekerja lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang
dipekerjakan yaitu waktu siang 7 jam satu hari dan 40 jam satu
minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan 8 jam
satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu
minggu.
Sedangkan waktu malam hari yaitu 6 jam satu hari dan 35
jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu (Siswanto
Sastrohadiwiryo, 2003 : 13).
Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak adalah ibu yang pekerjaannya tidak hanya
sebagai ibu rumah tangga cenderung balitanya memiliki status
imunisasi DPT dan campak lengkap.
2.1.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti
puskesmas, posyandu, dan kelengkapan alat imunisasi.
1) Sarana Kesehatan
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan
dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana
kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 5). Jadi sarana kesehatan
adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan. Upaya penyelengaraan pelayanan kesehatan pada
umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan
kesehatan primer (primary care) merupakan sarana yang paling
dekat dengan masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan paling
pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat.
Misalnya Puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta dan
sebagainya; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary
care) merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus
yang tidak atau belum ditangani oleh sarana kesehatan primer
karena peralatan atau keahlian belum ada; sarana pemeliharaan
kesehatan tingkat tiga (tertiary care) merupakan sarana pelayanan
kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak ditangani oleh sarana
pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder.
Misalnya Rumah sakit propinsi, rumah sakit tipe B dan tipe A
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 5-6)
2) Peralatan Imunisasi
Setiap obat yang berasal dari bahan biologik harus
dilindungi terhadap sinar matahari, panas, dan suhu beku, termasuk
juga vaksin. Untuk sarana rantai vaksin dibuat secara khusus untuk
menjaga potensi vaksin. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat
kebutuhan dan daya tahan dari sarana penyimpanan dan pembawa
vaksin.
Tabel 7. Kebutuhan dan Daya Tahan Sarana Penyimpan dan Pembawa
No. Jenis Kebutuhan Daya
Tahan 1. Lemari Es 1 buah 10 tahun 2. Vaccine Carrier 3-5 buah 4 tahun 3. Thermos + 4 buah
Cold Pack sejumlah tim lapangan 4 tahun
4. Cold Box 1 buah 5 tahun 5. Freeze Tag sejumlah tim lapangan
Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 9).
Keterangan :
a. Lemari Es
Setiap Puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar
program.
b. Vaccine Carrier
Vaksin carrier biasanya di tingkat Puskesmas digunakan untuk
pengambilan vaksin ke kabupaten/kota.
Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan
ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan,
sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat
mempertahankan suhu relatif lebih lama.
c. Thermos
Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan atau
posyandu.
d. Cold Box
Cold Box di tingkat Puskesmas digunakan apabila dalam
keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama,
atau lemari es sedang rusak yang bila diperbaiki memakan
waktu lama.
e. Freeze Tag
Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas
pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai
lapangan atau posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai
vaksin (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 9).
2.1.3.3 Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para
petugas termasuk petugas kesehatan.
1) Keaktifan Petugas dalam Memotivasi
Menurut UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 antara lain
menyebutkan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Bab V bagian
pertama, pasal 10) (Budioro B., 2002 : 9).
Penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut di atas
dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat
(pasal 11). Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya
kesehatan (bagian ke-10, pasal 38 ayat 1). Penyuluhan kesehatan
masyarakat merupakan kegiatan yang melekat pada setiap kegiatan
upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan
untuk mengubah perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat agar
hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (penjelasan
pasal 38, ayat 1). Istilah “penyuluhan” sering disejajarkan atau sering
disetarakan dengan istilah “memotivasi” (Budioro B., 2002 : 9).
Motivasi berasal dari perkataan motif (motif) yang artinya
adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang
dimiliki seseoarang sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku
tertentu. Sedangkan yang dimaksud motivasi adalah upaya untuk
menimbulkan rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga
pada seseorang dan ataupun sekelompok masyarakat tersebut mau
berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang
telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Azrul Azwar, 1996 : 288)
Istilah-istilah seperti “penyuluhan, penerangan, motivasi dan
lain-lain banyak dipakai untuk kegiatan pendidikan kesehatan. Istilah-
istilah tersebut bila diperhatikan secara seksama sebenarnya ada
perbedaan tekanan pada maksud artinya atau batasan menurut versi
atau pandangannya sendiri-sendiri, tetapi bila direnungkan satu per
satu sebenarnya tidak banyak perbedaan antara batasan yang satu
terhadap yang lainnya (Budioro B., 2002 : 13).
Batasan pengertian pendidikan kesehatan menurut WHO
bahwa pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara kehidupan baik fisik,
mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal dan
mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan
sebagainya). Batasan lain promosi kesehatan adalah yang dirumuskan
oleh Australian Health Foundation dalam Soekidjo Notoatmodjo
(2003 : 20) promosi kesehatan adalah program-program kesehatan
yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam
masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.
Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa promosi
kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan,
sikap dan praktek kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau
memperbaiki lingkungan baik fisik maupun non-fisik dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003 : 21).
Hal ini sejalan dengan tulisan Winslow dalam Budioro B.
(2002) yang menyebutkan bahwa keberhasilan program kesehatan
masyarakat akan tercapai lebih baik bila individu atau kelompok
masyarakat dengan kemauan dan kesadarannya sendiri bersedia
menerima semua yang diwajibkan kepada mereka. Lebih akan berhasil
lagi bila mereka dengan pengetahuan dan pengertian serta sikapnya
yang positif merasa ikut bertanggung jawab atas terselenggaranya
program tersebut. Hal ini akan dapat dicapai dengan lebih berhasil dan
lebih mantap bila kepada mereka diberikan penyuluhan.
Hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam
memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak adalah semakin
aktif petugas imunisasi dalam memotivasi semakin banyak ibu-ibu
yang balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap.
2) Kedisiplinan Petugas Imunisasi
Arti disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata
tertib). Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai
dengan mutu pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk petugas
kesehatan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional
untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai
dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan
yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of the art).
Komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka
untuk melaksanakan tugas mereka dengan cara yang optimal (Djoko
Wijono, 2000 : 34).
Menurut Lori Di Prete Brown, et al, dalam bukunya Quality
Assurance of Health Care in Developing Countries, mutu merupakan
fenomena yang komprehensif dan multifacet. Kegiatan menjaga mutu
dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi. Dimensi mutu tepat
untuk pelayanan klinis maupun manajemen untuk mendukung
pelayanan kesehatan. Delapan dimensi mutu ini dapat membantu pola
pikir dalam menetapkan masalah dan menganalisa masalah yang ada
untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai standar program
atau standar program pelayanan kesehatan. Ada 8 mutu pelayanan
kesehatan antara lain sebagai berikut : kompetensi teknis terkait
dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer
dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan
bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah
ditetapkan dalam hal; dapat dipertanggungjawabkan atau dapat
diandalkan (dependability), ketepatan (accuracy), tahan uji
(reliability) dan konsistensi (consistency); akses terhadap pelayanan,
akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan
geografis, sosial, ekonomi budaya, organisasi atau hambatan bahasa;
efektifitas, kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas
yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis
sesuai standar yang ada; hubungan antar manusia, dimensi hubungan
antar manusia berkaitan dengan interaksi antar petugas kesehatan dan
pasien, manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan
masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga
rahasia, menghormati, responsif, dan memberikan perhatian; efisiensi,
efisiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting dari
mutu karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan,
apalagi sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas.
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal dari
pada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat.
Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber
daya yang dimiliki; kelangsungan pelayanan berarti klien akan
menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk
rujukan) tanpa berhenti atau mengurangi prosedur diagnosa dan terapi
yang tidak perlu; keamanan merupakan salah satu dimensi dari mutu,
keamanan berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping atau
bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan; kenyamanan,
kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak
berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat
mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke
fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya (Djoko
Wijono, 2000 : 35-37).
Adanya asumsi bahwa semakin patuh semua tenaga kesehatan
profesional kepada standar yang baik (standards of good practice)
yang diakui oleh masing-masing profesi akan semakin tinggi pula
mutu pelayanan (Djoko Wijono, 2000 : 39).
Hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan status
imunisasi DPT dan campak adalah semakin tinggi tingkat kedisiplinan
petugas imunisasi dalam menjalankan tugasnya maka semakin banyak
ibu-ibu yang balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak
lengkap.
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping
itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku ( Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 165).
2.2 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber : (Adopsi peneliti dari teori Lawrence Green (1980) dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2003)
Faktor Predisposisi • Pengetahuan Ibu • Tingkat
Pendidikan Ibu • Pekerjaan Ibu • Sikap Ibu
Faktor Pemungkin/ Enabling Factor • Tersedianya
sarana dan prasarana imunisasi
Faktor Penguat/ Reinforsing Factor • Keaktifan Petugas
Imunisasi dalam Memotivasi
• Kedisiplinan Petugas
Kesadaran terhadap Program Imunisasi
Reaksi untuk Imunisasi (+)
Reaksi untuk Imunisasi (-)
Melakukan Imunisasi
Status imunisasi DPT dan Campak
Tidak Imunisasi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Menurut Lawrence Green (dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 13)
perilaku kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, antara lain :
3.1.1 Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yang terwujud dalam
pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat
pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan sikap ibu. Dalam penelitian ini
faktor predisposisi (predisposing factor) diteliti.
3.1.2 Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana kesehatan. Dalam penelitian ini faktor-faktor pendukung
(enabling factor) tidak diteliti karena di semua desa (wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan) terdapat posyandu-
posyandu yang aktif dan melayani imunisasi dan tersedianya
kelengkapan alat imunisasi DPT dan campak adalah sama untuk
semua desa seluruh wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan.
3.1.3 Faktor-faktor Pendorong (reinforcing factor)
Meliputi : keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan
kedisiplinan petugas imunisasi.
Dalam penelitian ini Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)
diteliti.
Kerangka konsep di atas dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2. Kerangka Konsep
Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan Campak
Tingkat Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Keaktifan Petugas Imunisasi dalam
Memotivasi
Kedisiplinan Petugas
Status Imunisasi DPT dan Campak
Sikap Ibu
3.2 Hipotesis Penelitian
3.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan
campak dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
3.2.2 Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan
3.2.3 Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT
dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan
3.2.4 Ada hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan
3.2.5 Ada hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi
dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
3.2.6 Ada hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan
cakupan imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
3.3 Definisi Operasional
Tabel 8 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Klasifikasi Skala Pengukuran
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. Pengeta-
huan ibu tentang imunisasi DPT dan campak
Pengetahua ibu adalah kemampuan yang dimiliki ibu untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang imunisasi DPT dan campak.
Dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut diberi skor atau nilai jawaban masing-masing dengan sistem penilaian sebagai berikut: 1 untuk jawaban (a) benar 0 untuk jawaban (b) salah
Pengetahuan baik jika > 80% jawaban benar Pengetahua
n cukup jika 60-80% jawaban benar Pengetahua
n kurang jika < 60% jawaban benar.
Ordinal
2.
Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir yang diikuti ibu yang dinyatakan dengan pemberian ijazah.
Dengan menggunakan kuesioner.
1. Tingkat pendidikan dasar (tidak tamat SD, tamat SD/ sederajat
2. Tingkat pendidikan menengah keatas (tamat SMP/ sederajat, tamat SMA/ sederajat, tamat perguruan tinggi).
Ordinal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 3. Pekerjaan
ibu Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan yang digeluti ibu.
Dengan menggunakan kuesioner
1. Ibu rumah tangga tidak kerja
2. Ibu rumah tangga bekerja
Nominal
4. Sikap ibu Sikap ibu adalah anggapan atau reaksi ibu terhadap tatalaksana imunisasi
Dengan kuesioner. Responden diminta menanggapi pertanyaan tentang sikap. Pertanyaan
Favourable untuk pertanyaan II, no. 9, 10, 11, 12, 16, 17. Dengan penilaian 1. Untuk
tanggapan Sangat Tidak Setuju (STS)
2. Untuk tanggapan Tidak Setuju (TS)
3. Untuk tanggapan Ragu-ragu (R)
4. Untuk tanggapan Setuju (S)
5. Untuk tanggapan Sangat Setuju (SS). Pertanyaan
Unfavourable untuk pertanyaan II, no. 13, 14, 15. Penilaiannya kebalikan dari pertanyaan favourable
Sikap positif jika total nilai sama dengan atau lebih dari rata-rata. Sikap
negatif jika total nilai kurang dari rata-rata.
Nominal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 5. Keaktifan
petugas imunisasi dalam memotivasi
Keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi merupakan upaya petugas imunisasi untuk membangkitkan atau mengubah motiv ibu-ibu dari yang tadinya tidak atau kurang mendukung imunisasi kemudian menjadi mau atau bersedia dan bahkan mengimunisasi bayinya. Keaktifan petugas imunisasi yang dimaksud adalah penilaian responden terhadap keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi ibu-ibu.
Dengan menggunakan kuesioner. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang diberikan pada responden dengan sistem penilaian sebagai berikut : Skor 1 untuk
pilihan nomor 1 Skor nilai 2
untuk pilihan nomor 2. Skor nilai 3
untuk pilihan nomor 3.
Tidak aktif jika skor jawaban responden 1-3. Cukup aktif
jika skor jawaban responden 4-6. Aktif jika
skor jawaban responden 7-9
Ordinal
6.
Kedisiplinan petugas Imunisasi
Kedisiplinan petugas Imunisasi merupakan kedisiplinan petugas imunisasi
Dengan menggunakan kuesioner. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang diberiakan pada
Kedisiplinan tinggi jika skor jawaban responden lebih dari atau sama dengan 80% dari skor
Nominal
1.
2.
dalam 3.
melakukan tugasnya yang berkaitan dengan imunisasi, terutama mengenai pembuatan jadwal dan pemenuhan jadwal tersebut. Kedisiplinan petugas imunisasi adalah penilaian responden terhadap kedisiplinan petugas dalam melakukan tugasnya.
responden 4.
dengan sistem penilaian sebagai berikut : Skor nilai 1
untuk pilihan nomor 1. Skor nilai 2
untuk pilihan nomor 2. Skor nilai 3
untuk pilihan nomor 3.
total. 5.
Kedisiplinan
rendah jika skor jawaban responden kurang dari 80% dari skor total.
6.
7. Status imunisasi DPT dan Campak
Status imunisasi DPT dan Campak adalah Kelengkapan imunisasi DPT dan Campak, yang dimiliki anak dari responden
Diukur dengan kuesioner
1. Lengkap jika di imunisasi DPT1, 2, 3 dan Campak
2. Tidak lengkap jika tidak imunisasi DPT1, 2, 3 dan Campak
Nominal.
3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode survei analitik dengan
pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian
dimana variabel- variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel yang
termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir
penerapan hasil penelitian (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan
Ismael, 1995 : 42). Populasi target dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang mempunyai bayi atau balita yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berjumlah 3.575
sedangkan populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target
yang dapat dijangkau oleh peneliti yang dibatasi oleh tempat dan
waktu (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 1995 : 43).
dalam penelitian ini populasi terjangkaunya adalah ibu-ibu yang
memiliki balita umur (12-36 bulan) yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berjumlah 1.427.
3.5.2 Sampel Penelitian
Sampel yang diambil 10% dari jumlah populasi sasaran yaitu
1.427 jadi jumlah sampelnya adalah 142. Teknik sampling yang
digunakan adalah Cluster Proportional Random Sampling. Teknik
ini melalui dua tahap yaitu tahap pertama menentukan sampel
desa. Wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan terdiri dari 14 desa dan sampelnya menggunakan 6
desa. Pengambilan 6 desa tersebut dilaksanakan secara random
(Simple Random Sampling) desa yang dijadikan sampel antara lain
: Jetak Kidul, Sastrodirjan, Legok Gunung, Sampih, Wonorejo,
dan Gondang. Dan tahap berikutnya menentukan sampel yang ada
pada desa tersebut secara proportional sample, diambil 25% dari
jumlah tiap-tiap populasi yang ada didesa yang telah terpilih
sebagai sampel. Hasilnya sebagai berikut :
Tabel 9. Jumlah Sampel Dari Tiap-Tiap Desa
No Desa Jumlah
populasi/ balita umur 12-36 bulan
Populasi X 25%
Sampel
1. Jetak Kidul 120 120 X 25 % 30 2. Sastrodirjan 116 116 X 25 % 29 3. Legok
Gunung 102 102 X 25 % 25
4. Sampih 67 67 X 25 % 16 5. Wonorejo 102 102 X 25 % 25 6. Gondang 68 68 X 25 % 17
Jumlah 575 142
3.5.2.1 Kriteria Inklusi
Ibu yang mempunyai balita umur (12-36) bulan pada
saat dilakukan penelitian yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
3.5.2.2 Kriteria Ekslusi
Ibu yang mempunyai balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berumur 12-36
bulan pada saat dilakukan penelitian tetapi tidak bersedia ikut
berpartisipasi dalam penelitian.
3.6 Instrumen Penelitian.
Instrumen yang digunakan adalah formulir kuesioner untuk
mengumpulkan data mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi dan kedisiplinan petugas imunisasi.
3.6.1 Uji Kuesioner sebagai Alat Ukur.
Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian
perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut
harus dilakukan uji coba “trial” lapangan.
3.6.2 Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur
itu benar-benar mengukur apa yang diukur.
Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur. Maka perlu
diuji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item
(pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut.
Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang
bermakna (construck validity) berarti semua item (pertanyaan)
yang ada didalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur.
Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi “product
Moment” yang rumusnya sebagai berikut :
( ) ( )( )[ ] ( )( )[ ]2222 ΣΥ−ΝΣΥΣΧ−ΝΣΧ
ΣΧΣΥ−ΣΧΥΝ=R
Dimana :
X = Item soal
Y = Skor total
N = Jumlah anggota sampel.
Sumber : (Soekidjo Notoatmodjo, 2002 : 129-131)
Berdasarkan hasil uji validitas kuesioner penelitian dengan
20 responden pada lampiran ditunjukkan dari 8 butir pertanyaan
tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak yang
diujicobakan ternyata semua butir pertanyaan valid, karena
memiliki p < 0,05. Sehingga pertanyaan tentang pengetahuan ibu
tentang imunisasi DPT dan campak dapat digunakan untuk
mengumpulkan data.
Uji validitas kuesioner penelitian dengan 20 responden
untuk variabel sikap ibu, pada lampiran ditunjukkan dari 9 butir
pertanyaan yang diujikan ternyata semua butir pertanyaan valid,
karena memiliki nilai p < 0,05. Sehingga butir pertanyaan tentang
sikap ibu dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.
3.6.3 Reliabilitas
Reliabilitas adalah indek yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Perhitungan reliabilitas harus dilakukan hanya pada
pertanyaan-petanyaan yang sudah memiliki validitas.
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency,
dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
kemudiaan hasil yang diperoleh dianalisis dengan teknik Alfa
Cronbach.
Rumus Koefisiensi Reliabilitas Alfa Cronbach.
( ) ⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧−
−= ∑
2
2
11 St
Sik
kri
Dimana :
K = mean kuadrat antara subyek
=∑ 2Si mean kuadrat kesalahan
St 2 = varians Total
(Sugiyono, 2004 : 283).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk
variabel pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan Campak
didapatkan nilai Alpha Cronbach = 0,7801 > nilai r tabel (dimana
α = 5 %, N = 20, jadi r tabel = 0,444). Jadi butir pertanyaan
tentang pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan Campak
adalah reliabel, karena memiliki alpha lebih besar dari pada r
tabel.
Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian untuk
variabel sikap ibu didapatkan nilai Alpha Cronbach = 0,8516 >
nilai r tabel (0,444) sehingga butir pertanyaan tentang sikap ibu
adalah reliabel.
3.7 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan antara lain:
3.7.1 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk mengumpulkan
data dari suatu dokumen resmi. Dalam melakukan metode
dokumentasi, peneliti menggunakan data dari kelurahan berupa
monografi dan data yang ada di puskesmas berupa profil
kesehatan dan data sekunder puskesmas berupa Kartu menuju
sehat (KMS) balita untuk mengumpulkan data tentang status
imunisasi DPT dan campak.
3.7.2 Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data. Dengan metode ini didapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seseorang sasaran penelitian
(responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang
tersebut. Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden
melalui suatu pertemuan atau percakapan.
3.8 Teknik Analisis data
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan :
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian, analisis univariat meliputi distribusi dan persentase dari tiap
variabel pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dan status imunisasi
DPT dan campak.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan
dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah chi-
square. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% dengan nilai
kemaknaan 5%.
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat, maka digunakan koefisien kontingensi
(CC). Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien
kontingen yaitu sebagai berikut :
1) 0,00 – 0,19 = hubungan sangat lemah
2) 0,20 – 0,39 = hubungan lemah
3) 0,40 – 0,59 = hubungan cukup kuat
4) 0,60 – 0,79 = hubungan kuat
5) 0,80 – 1,00 = hubungan sangat kuat
(Sugiyono, 2002 : 216).
Rumusnya sebagai berikut :
2
2
Χ+ΝΧ
=c
Harga chi-square dicari dengan rumus :
( )2
1 1
2 ∑∑= = ΕΡ
Ε+ΟΡ=Χ
r
i
k
j ij
ijij
( Sugiyono, 2002 : 224).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Wilayah Penelitian Dan Deskripsi Data
4.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian
4.1.1.1 Geografis
Puskesmas Wonopringgo terletak di daerah dataran rendah,
berlokasi di desa Pegaden Tengah Kecamatan Wonopringgo
kabupaten Pekalongan. Wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Meliputi 14 desa yaitu : Jetak Kidul, Sastrodirjan, Legok Gunung,
Galang Pengampon, Kwagean, Getas, Rowokembu, Wonopringgo,
Sampih, Gondang, Wonorejo, Jetak Lengkong, Pegaden Tengah,
Surabayan. Seluruh wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
mempunyai luas 1.879. 505 Ha. Dengan batas wilayah sebagai
berikut :
Batas utara : Kecamatan Karanganyar
Batas selatan : Kecamatan Kedungwuni
Batas timur : Kecamatan Doro
Batas barat : Kecamatan Bojong
Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo sebagai berikut :
Tabel 10 Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo
No Nama Desa Luas Wilayah
Jml RT
Jml RW
Jml Pendu
duk
Jml KK
Jml Posyandu
1. Jetak Kidul 262.150 18 3 3.628 891 5 2. Sastrodirjan 146.045 7 3 2.949 711 5 3. Legok Gunung 242.156 12 2 2.959 721 5 4. Galang
Pengampon 196.000 6 2 3.665 877 5
5. Kwagean 84.750 9 3 3.014 690 5 6. Getas 86.000 7 2 2.322 515 6 7. Rowokembu 127.000 11 5 4.867 1.161 10 8. Wonopringgo 150.207 10 5 2.528 596 5 9. Sampih 132.790 5 2 1.445 346 5 10. Gondang 31.267 6 2 2.025 502 5 11. Wonorejo 220.275 13 5 4.334 981 5 12. Jetak Lengkong 45.065 5 2 1.830 420 5 13. Pegaden Tengah 82.000 7 2 2.892 647 7 14. Surabayan 73.800 5 2 2.263 495 5
Sumber : Monografi Kecamatan Wonopringgo (2005)
Berdasarkan tabel 10 wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
terdiri dari 14 desa. Dimana desa yang paling luas wilayahnya
yaitu desa Jetak Kidul dan desa yang paling sempit luas
wilayahnya yaitu desa gondang. Desa yang memiliki penduduk
paling banyak dan memiliki jumlah posyandu terbanyak adalah
desa Rowokembu.
4.1.1.2 Demografi
1). Jumlah Penduduk : 41.646 jiwa
2). Laki-laki : 20.647 jiwa
3). Perempuan : 20.999 jiwa
4.1.1.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Dan Usaha
Disektor Ekonomi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan berdasarkan tingkat pendidikan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 11 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No. Desa Tidak tamat SD
Tamat SD-SMP
Tamat SMA
Keatas Jumlah
1. Jetak Kidul 125 693 73 891 2. Sastrodirjan 322 353 30 711 3. Legok Gunung 359 344 18 721 4. Galang Pengampon 229 579 69 877 5. Kwagean 296 350 44 690 6. Getas 198 282 35 515 7. Rowokembu 190 658 313 1161 8. Wonopringgo 217 291 38 596 9. Sampih 93 229 24 346 10. Gondang 80 288 134 502 11. Wonorejo 235 697 49 981 12. Jetak Lengkong 236 154 30 420 13. Pegaden Tengah 211 331 105 647 14. Surabayan 187 278 30 495 Jumlah 2.984 5.527 1.042 9.553
Sumber : Monografi Kecamatan Wonopringgo (2005).
Berdasarkan tabel 11 jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan maka
jumlah penduduk terbanyak adalah yang tamat SD- SMP atau sederajat,
sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah yang tamat SMA
keatas.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan berdasarkan usaha disektor ekonomi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 12 Jumlah penduduk Menurut Usaha disektor Ekonomi
No Desa Petani Pertambangan
Industri
Perdagangan
Angkutan Jasa Jml
1. Jetak Kidul 403 0 5 129 23 280 840 2. Sastrodirjan 541 2 4 71 2 89 209 3. Legok Gunung 361 2 7 237 4 27 638 4. Galang
Pengampon 169 3 13 286 5 62 538
5. Kwagean 136 0 5 221 16 284 662 6. Getas 273 0 2 150 11 40 476 7. Rowokembu 38 0 25 973 10 211 257 8. Wonopringgo 62 0 8 118 3 368 559 9. Sampih 265 6 5 20 2 10 308 10. Gondang 10 0 14 362 4 59 449 11. Wonorejo 232 0 139 404 27 103 905 12. Jetak
Lengkong 29 0 38 135 21 198 421
13. Pegaden Tengah
114 0 16 432 29 16 607
14. Surabayan 127 3 14 282 25 8 464 Jumlah 2.760 16 300 3.820 182 1.755 8.833
Sumber : Statistik Kecamatan Wonopringgo (2005).
Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa sektor usaha ekonomi yang
terbanyak digeluti penduduk adalah perdagangan dan sektor ekonomi yang
paling sedikit digeluti penduduk adalah bidang jasa.
4.1.2 Deskripsi Data
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan dengan 142 responden
diperoleh data sebagai berikut :
4.1.2.1 Distribusi Umur Responden
Tabel 13 Distribusi Umur Responden
Umur Responden
(Tahun) Frekuensi Persentase (%)
20- 29 71 50 30- 39 58 40,8 40- 49 13 9,2 Jumlah 142 100
Berdasarkan tabel 13 maka yang berumur antara 20-29
sejumlah 71 responden (50%), yang berumur antara 30-39
sejumlah 58 responden (40,8%), yang berumur 40-49 sejumlah
13 responden (9,2%)
4.1.2.2 Distribusi Umur Balita
Tabel 14 Distribusi Umur Balita
Umur Balita
(bulan) Frekuensi Persentase (%)
12- 17 36 25,4 18- 23 23 16,2 24- 29 41 28,9 30- 36 42 29,6 Jumlah 142 100
Berdasarkan tabel 14 maka balita yang berumur antara 12-
17 bulan sejumlah 36 balita (25,4%), balita yang berumur 18-23
bulan sejumlah 23 balita (16,2%), balita yang berumur antara
24-29 bulan sejumlah 41 balita (28,9%), balita yang berumur 30-
36 bulan sejumlah 42 balita (29,6%).
4.1.2.3 Distribusi Jenis Kelamin Balita
Tabel 15 Distribusi Jenis Kelamin Balita
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 82 57,7 Laki- laki 60 42,3
Jumlah 142 100
Berdasarkan tabel 15 maka yang terbanyak adalah yang
berjenis kelamin perempuan sejumlah 82 balita (57,7%) dan
yang paling sedikit yang berjenis kelamin laki- laki sejumlah 60
balita (42,3%).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel-variabel
penelitian. Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi frekuensi dari
tiap variabel-variabel yang berhubungan. Adapun variabel-variabel yang
dianalisis yaitu :
4.2.1.1 Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Dan Campak
16.9
30.3
52.8
0
10
20
30
40
50
60
Kurang Cukup Baik
Pengetahuan
Persen
tase
(%)
Gambar 3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT
Dan Campak
Berdasarkan gambar 3 maka yang paling banyak adalah
responden yang memiliki pengetahuan baik sejumlah 75
responden (52,8%) dan yang paling sedikit yang memiliki
pengetahuan kurang sejumlah 24 responden (16,9%).
4.2.1.2 Tingkat Pendidikan Ibu
73.2
26.8
01020304050607080
Pendidikan Dasar Pendidikan MenengahAtas
Tingkat Pendidikan Ibu
Pers
enta
se
Gambar 4 Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu
Berdasarkan gambar 4 maka yang paling banyak adalah
responden yang menempuh pendidikan dasar sejumlah 104
responden (73,2%) dan responden yang paling sedikit adalah yang
menempuh pendidikan menengah keatas sejumlah 38 responden
(26,8%).
4.2.1.3 Pekerjaan Ibu
79.6
20.4
0102030405060708090
Ibu Rumah TanggaTak kerja
Ibu Rumah Tangga kerja
Pekerjaan Ibu
Persen
tase
Gambar 5 Distribusi Pekerjaan ibu
Berdasarkan Gambar 5 maka responden yang paling
banyak adalah ibu rumah tangga tidak bekerja sejumlah 113
responden (79,6 %), yang paling sedikit adalah ibu rumah tangga
yang bekerja sejumlah 29 responden (20,4%).
4.2.1.4 Sikap Ibu
38.0
62.0
0.0
10.0
20.0
30.040.0
50.0
60.0
70.0
Negatif Positif
Sikap Ibu terhadap Imunisasi
Pers
enta
se (%
)
Gambar 6 Distribusi Sikap Ibu
Berdasarkan gambar 6 maka responden yang paling
banyak adalah responden yang bersikap positif sejumlah 88
responden (62,0 %) dan yang paling sedikit responden yang
bersikap negatif sejumlah 54 responden (38,0 %).
4.2.1.5 Keaktifan Petugas Imunisasi Dalam Memotivasi
29.6
70.4
01020304050607080
Cukup Aktif
Keaktifan Petugas Imunisasi dan Memotivasi
Pers
enta
se (%
)
Gambar 7 Distribusi Keaktifan Petugas Imunisasi Dalam Memotivasi
Berdasarkan gambar 7 maka responden yang terbanyak
adalah responden yang menilai keaktifan petugas imunisasi dalam
memotivasi yang termasuk aktif sejumlah 100 responden (70,4 %)
dan yang sedikit adalah yang termasuk cukup aktif sejumlah 42
responden (29,6 %).
4.2.1.6 Kedisiplinan Petugas Imunisasi
26.1
73.9
01020304050607080
Rendah Tinggi
Tingkat Kedisiplinan Petugas Imunisasi
Persen
tase
Gambar 8 Distribusi Kedisiplinan Petugas Imunisasi
Berdasarkan gambar 8 maka responden yang menilai
tingkat kedisiplinan petugas imunisasi yang paling banyak adalah
responden yang menilai tingkat kedisiplinan petugas imunisasi
yang termasuk kategori tinggi sejumlah 105 responden (73,9%)
dan yang paling sedikit adalah yang termasuk kategori rendah
tingkat kedisiplinannya sejumlah 37 responden (26,1%).
4.2.1.7 Status Imunisasi DPT dan Campak
78.9
21.1
0102030405060708090
Lengkap Tidak lengkap
Status Imunisasi DPT dan Campak
Pers
enta
se (%
)
Gambar 9 Distribusi Status Imunisasi DPT dan Campak
Berdasarkan gambar 9 maka yang terbanyak adalah
responden yang balitanya memiliki status imunisasi lengkap
sejumlah 112 balita (78,9%) dan yang paling sedikit adalah
responden yang balitanya memiliki status imunisasi tidak lengkap
sejumlah 30 balita (21,1%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat pada penelitian faktor-faktor yang berhubungan
dengan status imunisasi DPT dan campak (Studi di Wilayah Kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006), diuji
dengan analisis non-parametrik, hasilnya sebagai berikut :
1). Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan
Campak dengan Status Imunisasi DPT dan Campak.
Tabel 16. Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan
Campak dengan Status Imunisasi DPT dan Campak.
Status Imunisasi DPT Dan Campak
Lengkap Tidak Lengkap
Pengetahuan Ibu
Jumlah % Jumlah %
p CC
Baik 71 50 4 2,8 Cukup 31 21,8 12 8,6 Kurang 10 7 14 9,8
0,000 0,431
Berdasarkan tabel 16 maka responden yang memiliki
pengetahuan baik serta status imunisasi DPT dan campak lengkap
sejumlah 71 responden (50%) sedangkan yang memiliki
pengetahuan baik serta status imunisasi DPT dan campak tidak
lengkap sejumlah 4 responden (2,8%). Responden yang memiliki
pengetahuan cukup serta status imunisasi DPT dan campak lengkap
sejumlah 31 responden (21,8%) sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan cukup serta status imunisasi DPT dan campak tidak
lengkap sejumlah 12 responden (8,6%). Responden yang
pengetahuannya kurang serta status imunisasi DPT dan campak
lengkap ada 10 responden (7%) dan yang status imunisasi DPT dan
Campak tidak lengkap sejumlah 14 (9,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara
variabel pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak
dengan variabel status imunisasi DPT dan campak diperoleh
p = 0,000 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak dengan
status imunisasi DPT dan campak, serta diperoleh koefisien
kontingensi (CC= 0,431) yang artinya ada hubungan cukup kuat
antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak dengan
status imunisasi DPT dan campak
2). Hubungan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi DPT dan
Campak.
Tabel 17. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak
Status Imunisasi DPT dan Campak Lengkap Tidak Lengkap
Pendidikan Ibu
Jumlah % Jumlah %
p CC
Pendidikan Dasar
77 54,23 27 19,01
Pendidikan Menengah Keatas
35 24,65 3 2,11
0,020 0,192
Berdasarkan tabel 17 maka responden yang berpendidikan
dasar serta status imunisasi DPT dan campak lengkap sejumlah 77
responden (54,23%) sedangkan responden yang berpendidikan dasar
yang status imunisasi DPT dan campak tidak lengkap sejumlah 27
responden (19,01%). Responden yang pendidikannya menengah
keatas serta status imunisasi DPT dan campak lengkap sejumlah 35
responden (24,65%) sedangkan responden yang pendidikannya
menengah keatas serta status imunisasi DPT dan campak tidak
lengkap sejumlah 3 responden (2,11%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara
variabel pendidikan ibu dengan variabel status imunisasi DPT dan
campak diperoleh p = 0,020 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi DPT
dan campak, serta diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,192)
artinya ada hubungan yang sangat lemah antara pendidikan ibu
dengan status imunisasi DPT dan campak
3). Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT dan
Campak.
Tabel 18 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak
Status Imunisasi DPT dan Campak Lengkap Tidak Lengkap
Pekerjaan Ibu
Jumlah % Jumlah %
p CC
Ibu rumah tangga tidak kerja
93 65,49 20 14,08
Ibu rumah tangga kerja
19 13,38 10 7,04
0,048 0,164
Berdasarkan tabel 18 maka responden yang sebagai ibu
rumah tangga tidak bekerja serta status imunisasi DPT dan campak
lengkap sejumlah 93 responden (65,49%) sedangkan responden
yang sebagai ibu rumah tangga tidak kerja yang status imunisasi
DPT dan campak tidak lengkap sejumlah 20 responden (14,08%).
Responden yang sebagai ibu rumah tangga kerja dengan status
imunisasi DPT dan campak lengkap sejumlah 19 responden
(13,38%) sedangkan responden yang sebagai ibu rumah tangga kerja
serta status imunisasi DPT dan campak tidak lengkap 10 responden
(7,04%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara
variabel pekerjaan ibu dengan variabel status imunisasi DPT dan
campak diperoleh p = 0,048 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan
yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT
dan campak, serta diperoleh koefisien kontingensi (CC= 0,164)
artinya ada hubungan yang sangat lemah antara pekerjaan ibu
dengan status imunisasi DPT dan campak
4). Hubungan antara Sikap Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak
Tabel 19 Hubungan antara Sikap Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan Campak
Status Imunisasi DPT dan Campak
Lengkap Tidak Lengkap Sikap Ibu Jumlah % Jumlah %
p CC
Positif 82 57,75 6 4,22 Negatif 30 21,13 24 16,90
0,000 0,408
Berdasarkan tabel 19 maka responden yang memiliki sikap
positif yang diikuti dengan praktek (status imunisasi DPT dan
Campak lengkap) sejumlah 82 responden (57,75%), responden yang
bersikap positif tetapi status imunisasi DPT dan campak tidak
lengkap sejumlah 6 responden (4,22%). Sedangkan responden yang
bersikap negatif serta status imunisasi DPT dan campak lengkap
sejumlah 30 responden (21,13%) dan responden yang bersikap
negatif serta status imunisasi DPT dan campak tidak lengkap
sejumlah 24 responden (16,90%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara
variabel sikap ibu dengan variabel status imunisasi DPT dan campak
diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang
signifikan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak, serta diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,408) yang
artinya ada hubungan yang cukup kuat antara sikap ibu dengan
status imunisasi DPT dan campak
5). Hubungan antara Keaktifan Petugas Imunisasi dalam Memotivasi
dengan Status Imunisasi DPT dan Campak.
Tabel 20 Hubungan antara Keaktifan Petugas Imunisasi dalam Memotivasi
dengan Status Imunisasi DPT Dan Campak.
Status Imunisasi DPT dan Campak
Lengkap Tidak Lengkap
Keaktifan petugas dalam
memotivasi Jumlah % Jumlah %
p
CC
Aktif 85 59,8 15 10,6 Cukup aktif 27 19,0 15 10,6 0,006
0,226
Berdasarkan tabel 20 maka responden dengan balita
berstatus imunisasi DPT dan campak lengkap yang menilai tingkat
keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi yang termasuk aktif
sejumlah 85 respoden (59,8%) sedangkan responden dengan balita
berstatus imunisasi DPT dan campak tidak lengkap yang menilai
tingkat keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi yang
termasuk aktif sejumlah 15 responden (10,6%). Responden dengan
balita berstatus imunisasi DPT dan campak lengkap yang menilai
tingkat keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi yang
termasuk cukup aktif sejumlah 27 responden (19,0%), sedangkan
responden dengan balita berstatus imunisasi DPT dan campak tidak
lengkap yang menilai tingkat keaktifan petugas imunisasi dalam
memotivasi yang termasuk cukup aktif sejumlah 15 responden
(10,6%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara
variabel keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dengan
variabel status imunisasi DPT dan campak diperoleh nilai p = 0,006
(p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara
keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dengan status
imunisasi DPT dan campak serta diperoleh koefisien kontingensi
(CC = 0,226) yang artinya ada hubungan yang lemah antara
keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dengan status
imunisasi DPT dan campak
6). Hubungan antara Kedisiplinan Petugas Imunisasi dengan Status
Imunisasi DPT dan Campak
Tabel 21. Hubungan antara Kedisiplinan Petugas Imunisasi dengan Status
Imunisasi DPT dan Campak
Status Imunisasi DPT dan Campak Lengkap Tidak Lengkap
Tingkat Kedisiplinan Petugas Imunisasi Jumlah % Jumlah %
p CC
Tinggi 91 64,08 14 9,86 Rendah 21 14,79 16 11,27
0,000 0,306
Berdasarkan tabel 21 maka responden dengan balita
berstatus imunisasi DPT dan campak lengkap yang menilai tingkat
kedisiplinan petugas tinggi sejumlah 91 responden (64,08%)
sedangkan responden dengan balita berstatus imunisasi DPT dan
campak tidak lengkap yang menilai tingkat kedisiplinan petugas
tinggi sejumlah 14 orang (9,86%). Responden dengan balita
berstatus imunisasi DPT dan campak lengkap yang menilai tingkat
kedisiplinan petugas rendah sejumlah 21 responden (14,79%)
sedangkan responden dengan balita berstatus imunisasi DPT dan
campak tidak lengkap yang menilai tingkat kedisiplinan petugas
rendah sejumlah 16 responden (11,27%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara
variabel kedisiplinan petugas imunisasi dengan variabel status
imunisasi DPT dan Campak diperoleh p = 0,000 (p < 0,05) yang
artinya ada hubungan yang signifikan antara kedisiplinan petugas
imunisasi dengan status imunisasi DPT dan Campak, serta diperoleh
koefisien kontingensi (CC = 0,306) yang artinya ada hubungan yang
lemah antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi
DPT dan Campak
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan Campak
dengan Status Imunisasi DPT dan Campak.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel
pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak dengan variabel
status imunisasi DPT dan campak diperoleh p = 0,000 (p < 0,05) yang
artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang
imunisasi DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan campak,
serta diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,431) yang artinya ada
hubungan cukup kuat antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT
dan campak dengan status imunisasi DPT dan campak
Berdasarkan hasil penelitian responden yang memiliki
pengetahuan tentang imunisasi DPT dan campak baik cenderung balita
nya memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap sejumlah 71
responden (50%), sedangkan responden yang pengetahuan tentang
imunisasi DPT dan campak kurang cenderung balitanya memiliki status
imunisasi DPT dan campak tidak lengkap sejumlah 10 responden (7%).
Adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi
DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan campak
dikarenakan ibu-ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo telah mengetahui tujuan, manfaat dan akibat tidak
imunisasi. Pengetahuan yang dimiliki ibu-ibu akan dijadikan sebagai
landasan atau dasar dari tindakan yang akan dilaksanakan. Ibu yang
mempunyai pengetahuan yang baik dan meyakini kebenarannya akan
terus berusaha mewujudkan dalam praktek nyata.
Hal ini sejalan dengan pendapat (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 :
121) bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari
oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung
lama (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 121).
4.3.2 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel
pendidikan ibu dengan variabel status imunisasi DPT dan campak
diperoleh p = 0,020 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak, serta diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,192) artinya ada
hubungan yang sangat lemah antara pendidikan ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak
Berdasarkan hasil penelitian, responden yang hanya menempuh
pendidikan dasar (tidak tamat SD, tamat SD/sederajat) tetapi balita
memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap sejumlah 77
responden (54,23%), hal tersebut di sebabkan dalam penelitian ini
pendidikan yang diteliti hanya pendidikan formal terakhir yang diikuti
ibu yang dinyatakan dengan pemberian ijazah, sedangkan lingkup
pendidikan tidak hanya pendidikan formal saja tetapi pendidikan
informal dan non formal. Ibu-ibu yang berdasarkan pendidikan formal
(tidak tamat SD, atau tamat SD/sederajat) tetapi ibu-ibu tersebut aktif
mengikuti pendidikan nonformal yang ada dimasyarakat, sehingga ibu-
ibu tersebut memiliki pengetahuan tentang imunisasi DPT dan campak.
Hal tersebut yang menyebabkan walaupun para ibu-ibu pendidikan
formalnya (tidak tamat SD, atau tamat SD/sederajat) tetapi balitanya
memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap.
Hal ini sejalan dengan teorinya Kunaryo Hadi Kusumo, (1996 :
25-28), yang menyatakan bahwa pendidikan terbagi dalam ruang
lingkup yang meliputi pendidikan formal, informal dan non formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau
organisasi tertentu, seperti terdapat disekolah atau universitas.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang
dirumah dalam bentuk lingkungan keluarga. Pendidikan ini berlangsung
tanpa pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam
jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian.
Pendidikan nonformal meliputi berbagai usaha khusus yang
diselenggarakan secara terorganisir agar terutama generasi muda dan
juga orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak
berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki
pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan
sebagai warga masyarakat produktif.
Dictionary of Education dalam buku Achmad Munib dkk (2004 :
33) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah proses seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya didalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang
diharapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol,
sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimal.
Faktor pendidikan sangat mempengaruhi dalam segala
kehidupan termasuk kesehatan. Telah menjadi opini umum bahwa
tingkat pendidikan seseorang memungkinkan seseorang untuk
memahami dan mempunyai pengetahuan untuk menentukan sikap dan
tindakannya.
4.3.3 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan
Campak.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel
pekerjaan ibu dengan variabel status imunisasi DPT dan campak
diperoleh p = 0,048 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang
signifikan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak, serta diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,164) artinya ada
hubungan yang sangat lemah antara pekerjaan ibu dengan status
imunisasi DPT dan campak
Adanya hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak dikarenakan ibu yang bekeja memiliki waktu kerja
yang sama seperti pekerja lainnya (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003 :
13).
Berdasarkan hasil penelitian responden yang sebagai ibu rumah
tangga bekerja serta balitanya memiliki status imunisasi DPT dan
campak tidak lengkap sejumlah 10 responden (7,04%) sedangkan
responden yang sebagai ibu rumah tangga tidak bekerja sebagian besar
balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap yaitu
sejumlah 93 responden (65,49%). Hal ini disebabkan ibu yang
pekerjaannya tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, cenderung tidak
mempunyai banyak kesempatan mengantar bayinya untuk imunisasi dan
bahkan karena kesibukannya ibu-ibu tersebut lupa jadwal imunisasi.
4.3.4 Hubungan antara Sikap Ibu dengan Status Imunisasi DPT dan Campak
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel
sikap ibu dengan variabel status imunisasi DPT dan campak diperoleh
nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan
antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan campak, serta
diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,408) yang artinya ada
hubungan yang cukup kuat antara sikap ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak
Berdasarkan hasil penelitian responden yang memiliki sikap
positif cenderung balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak
lengkap sejumlah 82 responden (57,75%), sedangkan responden yang
memiliki sikap negatif cenderung balitanya memiliki status imunisasi
DPT dan campak tidak lengkap sejumlah 24 responden (16,8%).
Hal ini sejalan dengan pendapat Bimo Walgito (2001 : 109),
Sikap merupakan organisasi pendapat, kenyakinan seseorang mengenai
objek atau situasi yang relatif tetap, yang disertai perasaan tertentu, dan
memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau
berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.
Menurut Hurlock dalam Sugeng Hariyadi (2003 : 89), secara
operasional sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau
tindakan yang merupakan respon atau reaksi dari sikapnya terhadap
objek tertentu, baik yang berupa orang, peristiwa, situasi dan lain
sebagainya. Sikap tidak identik dengan respon dalam bentuk perilaku.
Sebagai suatu respon sikap hanya akan timbul apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi
individu. Sebagai suatu reaksi maka sikap berhubungan dengan dua hal
yaitu suka, setuju yang membawa sikap positif (favourable) dan tidak
suka, tidak setuju atau sikap negatif (unfavourable). Sikap bersifat
dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan dikarenakan
interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya.
Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap
yang ada pada seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah
laku seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan dapat
menduga bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil oleh orang
tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapinya. Jadi
dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan tindakan atau tingkah
laku yang akan diambil sebagai respon terhadap suatu masalah atau
keadaan yang dihadapkan kepadanya dapat diketahui dari sikapnya
(Sugeng Hariyadi, 2003 : 90).
4.3.5 Hubungan antara Keaktifan Petugas Imunisasi dalam Memotivasi
dengan Status Imunisasi DPT dan Campak.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel
keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dengan variabel status
imunisasi DPT dan campak diperoleh nilai p = 0,006 (p < 0,05) yang
artinya ada hubungan yang signifikan antara keaktifan petugas imunisasi
dalam memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak, serta
diperoleh koefisien kontingensi (CC = 0,226) yang artinya ada
hubungan yang lemah antara keaktifan petugas imunisasi dalam
memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak
Berdasarkan hasil penelitian semakin aktif petugas imunisasi
dalam memotivasi maka responden yang balitanya memiliki status
imunisasi DPT dan campak lengkap sejumlah 85 responden (59,8%).
Keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi amatlah penting
dalam pelaksanaan program imunisasi karena hal tersebut dapat
membangkitkan atau merubah motiv seseorang dari yang tadinya tidak
atau kurang mendukung program imunisasi kemudian menjadi mau dan
bersedia menerima dan bahkan mempraktekan imunisasi tersebut.
Hal ini sejalan dengan tulisan Winslow dalam (Budioro B, 2002
: 5), yang menyebutkan bahwa keberhasilan program kesehatan
masyarakat akan tercapai lebih baik bila individu atau kelompok
masyarakat dengan kemauan dan kesadarannya sendiri bersedia
menerima semua yang diwajibkan kepada mereka. Lebih akan berhasil
lagi bila mereka dengan pengetahuan dan pengertian serta sikapnya
yang positif merasa ikut bertanggung jawab atas terselenggaranya
program tersebut. Hal ini akan dapat dicapai dengan lebih berhasil dan
lebih mantap bila kepada mereka diberikan penyuluhan (Budioro B,
2002 : 5).
Jika dikaitkan dengan kondisi daerah penelitian, daerah tersebut
merupakan daerah pedesaan dimana karakteristik khas masyarakat desa
adalah percaya pada orang yang dianggap mempunyai pengetahuan luas
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 121).
Petugas kesehatan yang ada didesa oleh masyarakat biasanya
sebagai orang yang tahu segalanya tentang masalah kesehatan, sehingga
masyarakat akan percaya terhadap apa yang dikatakan petugas
kesehatan.
4.3.6 Hubungan antara Kedisiplinan Petugas Imunisasi dengan Status
Imunisasi DPT dan Campak
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square antara variabel
kedisiplinan petugas imunisasi dengan variabel status imunisasi DPT
dan campak diperoleh p = 0,000 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan
yang signifikan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan status
imunisasi DPT dan campak, serta diperoleh koefisien kontingensi (CC =
0, 306) yang artinya ada hubungan yang lemah antara kedisiplinan
petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak
Berdasarkan hasil penelitian semakin tinggi tingkat kedisiplinan
petugas imunisasi semakin banyak responden yang balitanya memiliki
status imunisasi DPT dan campak lengkap yaitu sejumlah 91 responden
(64,08%) dan semakin rendah tingkat kedisiplinan petugas imunisasi
maka semakin banyak responden yang balitanya memiliki status
imunisasi DPT dan campak tidak lengkap yaitu sejumlah 16 responden
(11,27%).
Hal ini sejalan dengan pendapat Djoko Wiyono. (2000 : 39).
Bahwa semakin disiplin atau semakin patuh semua tenaga kesehatan
profesional kepada standar yang baik yang diakui oleh masing-masing
profesi, akan semakin tinggi pula mutu pelayanannya. Mutu pelayanan
kesehatan adalah hasil akhir (out come) dan ketergantungan antara
berbagai aspek, komponen atau unsur organisasi pelayanan kesehatan
sebagai suatu sistem. Out come adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan
tenaga kesehatan profesional. Dapat dikatakan bahwa out comes adalah
petunjuk aktif tidaknya proses bagi tenaga kesehatan profesional, out
comes berarti berkaitan erat dengan tanggung jawab profesi.
4.3.7 Dari hasil penelitian dan pembahasan maka faktor-faktor yang
berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak yaitu
pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan
ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas dalam memotivasi, dan
kedisiplinan petugas imunisasi. Dari beberapa faktor tersebut maka yang
paling dominan adalah faktor pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT
dan campak.
4.3.8 Hambatan dan kelemahan penelitian
Hambatan dan kelemahan penelitian antara lain :
1). Luasnya jangkauan lokasi sampel sehingga memerlukan waktu yang
cukup lama.
2). Jumlah sampel penelitian yang sedikit karena keterbatasan peneliti
sehingga dapat berpengaruh pada ketelitian dan hasil penelitian.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis univariat dan bivariat, maka
dapat disimpulkan bahwa :
5.1.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan
campak dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja
Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan (p = 0,000 dan CC =
0,431)
5.1.2 Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi
DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan (p = 0,020 dan CC = 0,192 )
5.1.3 Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan (p = 0,048 dan CC = 0,164)
5.1.4 Ada hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan
campak (p = 0,000 dan CC = 0,408)
5.1.5 Ada hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi
dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan (p = 0,006 dan CC = 0,226)
5.1.6 Ada hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan status
imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan (p = 0,000 dan CC = 0,306).
88
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan
Perlu kiranya meningkatkan pembinaan kepuskesmas yang cakupan
imunisasinya masih dibawah target untuk meningkatkan cakupan
imunisasi.
5.2.2 Bagi Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
Perlu ditingkatkan pemantauan pelaksanaan imunisasi baik kualitas
maupun cakupan imunisasi, untuk desa-desa yang cakupan imunisasinya
rendah perlu diadakan sweeping imunisasi.
5.2.3 Bagi petugas imunisasi
Perlu meningkatkan keaktifan dalam penyuluhan tentang imunisasi
kepada masyarakat khususnya ibu-ibu dan perlu meningkatkan
kedisiplinan dalam menjalankan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Munib, dkk. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : UPT UNNES PRESS. A.H. Markum. 2002. Imunisasi. Jakarta : FKUI. Azrul Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa
Aksara. Bimo Walgito. 2001. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : ANDI. Budioro B. 1997. Pengantar Pendidikan (Penyuluhan) Kesehatan Masyarakat.
Semarang : Universitas Diponegoro. Departemen Kesehatan RI. 1999. Status Gizi dan Imunisasi Ibu dan Anak di
Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan.
. 2003. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. . 2003. Profil Kesehatan Kabupaten Pekalongan.
Dick, George. 1995. Imunisasi dalam Praktek. Jakarta : Hipokrates. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2005. Prosedur Tetap Penanganan KLB
dan Bencana Propinsi Jawa Tengah. Semarang : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Semarang : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
Djoko Wijono. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga University.
Endah Widiarti. 2001. Faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Imunisasi di
Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
I.G.N. Ranuh, dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Indan Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Kunaryo Hadi Kusuma, dkk. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang PRESS.
Pandji Anoraga. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta. Sarlito Wirawan Sarwono. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : PT. Bulan
Bintang. Siswanto Sastrohadiwiryo. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta :
Bumi Aksara. Soekidjo Notoatmodjo. 2002a. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
. 2003b. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sri Mumpuni. 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi di Kecamatan Kendal Kota Kabupaten Kendal. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
Sudarjat Suraatmaja. 1995. Imunisasi. Jakarta : Arcan. Sugeng Hariyadi. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang : UPT UNNES
Press. Sugiarti. 2002. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi bagi
Bayi di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
Sugiyono. 2002. Statistik untuk Penelitian. Bandung : CV Alfa Beta. Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sunarti. 2000. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi
Campak Anak Usia 9-35 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal. Skripsi S-1. Universitas Diponegoro Semarang.
LAMPIRAN