perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Triches dkk (2008) telah melakukan analisis tentang brake squeal
menggunakan metode elemen hingga. Penelitian ini mengkaji pengaruh umur
pakai dan parameter operasional (koefisien gesek, tekanan pengereman,
temperatur pengereman) terhadap kestabilan sistem rem.
Dalam penelitiannya Triches menyebutkan bahwa berdasarkan frekuensi yang
terjadi secara umum noise pada proses pengereman dibagi menjadi tiga kategori.
Kategori tersebut adalah low-frequency noise, low-frequency squeal, dan high-
frequency squeal.
Low-frequency noise biasanya terjadi pada rentang frekuensi 100 hingga 1000
Hz. Noise yang berada dalam kategori ini adalah grunt, groan, grind, dan moan.
Noise dengan kategori ini disebabkan oleh eksitasi friction material yang terjadi
antara cakram dan kampas rem. Energi ini ditransmisikan sebagai respon getaran
melalui kampas dan komponen rangka lainnya.
Low-frequency squeal secara umum diklasifikasikan sebagai noise dengan
rentang frekuensi antara 1000 Hz hingga 5000 Hz. Terjadinya kategori squeal ini
disebabkan karena adanya gesekan yang disertai dengan fenomena modal locking,
yaitu pasangan dua atau lebih mode getar dari beberapa struktur yang memicu
kondisi optimum untuk terjadinya brake squeal.
High-frequency brake squeal didefinisikan sebagai noise yang dihasilkan dari
gesekan yang mengakibatkan resonansi gabungan dari cakram itu sendiri serta
komponen rem lainnya. Kategori noise ini terjadi pada frekuensi diatas 5 kHz.
Karena rentang frekuensi itu terjadi pada sensitivitas tinggi telinga manusia, maka
high-frequency brake squeal merupakan jenis noise yang umumnya paling
mengganggu. Dalam penelitian ini disebutkan, squeal terjadi ketika sistem
mengalami getaran dengan amplitudo mekanis yang sangat besar. Ada dua teori
yang dapat menjelaskan terjadinya fenomena ini. Teori yang pertama menyatakan
bahwa noise dihasilkan dari mekanisme stick-slip. Teori lainnya menyatakan
bahwa level getaran yang tinggi dihasilkan dari ketidakstabilan struktur rem.
Namun bagaimanapun kedua teori tersebut menghubungkan getaran sistem rem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dan noise yang terjadi dengan variabel gaya gesek antara kampas dan permukaan
cakram.
Murakami dkk (1984) dalam penelitiannya memodelkan sistem rem secara
sederhana untuk mengetahui pengaruh variasi parameter desain terhadap
kestabilan sistem. Penelitian tersebut mengambil kesimpulan bahwa semua
parameter desain yang dapat menyebabkan squeal dibagi kedalam dua kelompok.
Kelompok pertama yaitu parameter dimana akan menyebabkan peningkatan
terjadinya squeal jika nilainya meningkat (diantaranya koefisien gesek dan
tekanan pengereman). Kelompok kedua yaitu parameter dimana akan
meminimalkan potensi squeal jika didapatkan kondisi optimal dari variasi desain
yang mungkin diaplikasikan. Kategori ini meliputi variasi geometri, massa, dan
parameter kekakuan dari komponen – komponen rem.
Soderberg dan Anderrson (2009) melakukan penelitian tentang distribusi
kontak kampas rem terhadap permukaan cakram menggunakan software analisis
elemen hingga. Sebuah model 3D elemen hingga dari kampas rem dan cakram
dibuat untuk menghitung distribusi tekanan kampas terhadap cakram. Deformasi
elastis dari kaliper dan perbedaan geometri yang mentransfer gaya normal
pengereman ke kampas rem memungkinkan terjadinya perbedaan distribusi
tekanan pada kedua kampas terhadap cakram.
Gambar 2.1 Potongan model CAD dan FE model dengan gaya normal dan
rotasi cakram (Soderberg dan Anderrson, 2009)
Hasil simulasi tanpa adanya perputaran cakram menunjukkan bahwa
deformasi elastis dari back plate menghasilkan distribusi tekanan yang simetris,
namun akan menjadi tidak seragam pada tekanan yang lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Gambar 2.2. Distribusi tekanan saat cakram diam
(Soderberg dan Anderrson, 2009)
Gambar 2.3 Distribusi tekanan saat cakram berotasi
(Soderberg dan Anderrson, 2009)
Sedangkan ketika cakram diberi rotasi, gesekan yang terjadi menggeser
distribusi tekanan ke arah awal permukaan kontak. Karena pergeseran distribusi
tekanan tersebut kontak pada bagian akhir dari kampas rem (sesuai arah rotasi)
menjadi menurun. Pada jangka waktu yang lama maka akan terjadi distribusi
tekanan yang tidak simetris antara kampas rem dan cakram.
Liu dkk (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh pola chamfer pada
kampas rem terhadap respon getaran dan potensi squeal dari sistem pengereman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Penelitian ini mencoba untuk mengurangi mode tak stabil yang dapat
menimbulkan squeal. Model elemen hingga dibuat untuk melakukan analisis
getaran dinamik dari sistem rem. Program yang digunakan untuk analisis adalah
ABAQUS/Standard. Untuk mengetahui pengaruh pola chamfer, bentuk asli
kampas (Gambar 2.4a) dimodifikasi menjadi bentuk yang baru (Gambar 2.4b).
Modifikasi ini meliputi paralel chamfer , slot pada bagian tengah, dan V-chamfer
pada bagian tengah atas dan bawah. Dalam kasus diatas parameter pokok yang
digunakan adalah koefisien gesek dan kecepatan putar. Koefisien gesek
dan kecepatan putar sebesar 2.5 rad/s.
Gamabar 2.4 (a) Model asli kampas (belum dimodifikasi); (b) Model kampas
setelah dimodifikasi (Liu dkk, 2008)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengaplikasikan desain kampas
dengan chamfer maka ketidakstabilan akan berkurang. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 2.5 dimana bidang bagian sebelah kiri menunjukkan daerah stabil,
sedangkan sebelah kanan daerah tidak stabil. Dari data hasil percobaan dapat
dilihat frekuensi squeal pada 6, 7, 10, 13, dan 16 kHz merupakan mode yang tidak
stabil. Dapat dilihat juga ketidakstabilan akan berkurang ketika desain kampas
dengan pola chamfer diaplikasikan.
(a) (b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Gambar 2.5 Complex eigenvalues dari model kampas asli dan chamfer
(Liu dkk, 2008)
Nouby dan Srinivasan (2009) dalam penelitian yang berjudul Parametric
studies of disc brake squeal using finite element approach mengungkapkan
tentang mekanisme terjadinya noise pada rem cakram. Dalam jurnal disebutkan
bahwa disc brake squeal terjadi karena sistem mengalami getaran – getaran
dengan amplitudo mekanis yang sangat besar. Menurutnya ada dua peristiwa
mekanis dari squeal. Mekanisme pertama adalah sebuah fenomena yang
dihasilkan oleh stick-slip pada bidang gesek. Mekanisme kedua dihasilkan oleh
ketidakstabilan geometri dari rangkaian sistem. Bagaimanapun kedua mekanisme
tersebut menghubungkan getaran sistem rem serta terjadinya noise dengan
variabel gaya gesek antara kampas dan permukaan cakram. Mengenai squeal yang
disebabkan karena ketidakstabilan geometri sistem, jika dua mode getar
berdampingan memiliki rentang frekuensi yang mendekati satu dengan lainnya
dan mempunyai karakteristik yang sama maka akan bergabung jika koefisien
gesek antara kampas dan cakram meningkat. Ketika mode ini bergabung pada
frekuensi yang sama, salah satu dari mereka akan menjadi tidak stabil. Mode yang
tidak stabil dapat diidentifikasi menggunakan analisis eigenvalue, karena real
part pada eigenvalue yang menunjukan mode tidak stabil ditunjukan dengan nilai
yang positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Dalam penelitiannya untuk mendemonstrasikan kecenderungan squeal pada
rem cakram, 100 eigenvalue diekstraksi antara frekuensi 0 dan 13 kHz dengan
dapat dilihat pada Gambar 2.6. Dari gambar terlihat sekumpulan
pasangan titik yang terletak simetris terhadap garis sumbu. Dalam kasus ini
sembilan mode tidak stabil dapat dilihat. Cara alternatif untuk menampilkan hasil
analisis adalah dengan menampilkan grafik rasio redaman terhadap frekuensi
seperti dalam Gambar 2.7. Sembilan mode dengan nilai real parts positif muncul
menjadi nilai rasio redaman yang negatif.
Gambar 2.6 Grafik real part vs imaginary part (Nouby dan Srinivasan, 2009)
Gambar 2.7 Grafik frequency vs damping ratio (Nouby dan Srinivasan, 2009)
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rasio redaman yang lebih tinggi yaitu
pada frekuensi tak stabil 12 kHz. Dalam kasus ini terjadi bending pada kampas
yang cukup signifikan. Gambar 2.8 memperlihatkan sebuah contoh mode getar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dari sistem rem pada frekuensi 12 kHz. Dari gambar dapat dilihat bahwa kampas
mengalami mode getar yang keluar dari bidang, hal ini menjadi bukti bahwa
sumber terjadinya squeal berasal dari kampas rem. Selain berasal dari kampas
rem, squeal juga dapat disebabkan oleh mode getar tak stabil dari cakram.
Gambar 2.9 menunjukkan contoh mode getar tak stabil dari cakram.
Gambar 2.8 Mode getar dari model rem cakram pada 12 kHz berasal dari bending
pada kampas rem (Nouby dan Srinivasan, 2009)
Gambar 2.9 Contoh mode getar tak stabil yang berasal dari cakram
(Nouby dan Srinivasan, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Rem Cakram
Rem merupakan komponen yang sangat penting pada kendaraan dan
berfungsi sebagai salah satu alat pengendali laju kendaraan. Rem dirancang untuk
mengurangi kecepatan (memperlambat) dan menghentikan kendaraan serta
memungkinkan parkir pada tempat yang menurun.
Rem cakram (disc brake) pada dasarnya terdiri dari cakram yang berputar
pada sumbu roda dan sepasang kampas (brake pad) yang merupakan material
abrasif. Pada saat pengereman kedua kampas rem menjepit cakram, sehingga
putaran cakram menjadi terhambat oleh gaya pengereman. Gaya pegereman ini
timbul karena adanya gaya gesek yang terjadi antara kampas dan cakram.
Sistem rem cakram pada kendaraan umumnya dibagi dalam dua bagian utama
yaitu :
a) Brake Control
Yaitu bagian dari sistem rem yang berfungsi sebagai penekan minyak. Bagian
yang termasuk brake control adalah:
Pedal rem
Digunakan untuk memindahkan gaya ke master silinder. Secara umum
pedal rem terdiri dari dua tipe, yaitu : tipe tegak lurus dengan tumpuan di
bawah dan tipe gantung yang terletak di atas lantai.
Master silinder
Berfungsi untuk mengubah gerak pedal rem kedalam tekanan hidrolik.
Master silinder terdiri dari bak penampung, piston, dan silinder yang
membangkitkan tekanan hidrolik.
Bak penampung
Bak penampung terletak pada master silinder. Bak ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan minyak rem pengisi pipa. Minyak rem berperan untuk
mentransfer tekanan hidrolik dari master silinder ke kaliper rem cakram.
Pipa rem
Pipa saluran minyak rem menghubungkan master silinder dengan sistem
rem yang terpasang pada roda. Pipa ini biasanya terbuat dari logam (baja
atau tembaga), kecuali pada bagian – bagian yang memiliki kecenderungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
gerak dan getaran yang besar. Pada bagian ini pipa rem dibuat dari selang
karet fleksibel.
b) Rem Cakram
Bagian utama dari sistem cakram terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Cakram (disc brake)
Cakram dipasang pada poros dan menempel dengan roda. Oleh karena itu
cakram ikut berputar sesuai dengan putaran roda. Kebanyakan cakram terbuat dari
grey cast iron. Material ini tahan lama dan murah (Kinkaid dkk, 2003).
Berdasarkan penelitian Newcomb dan Spurr, untuk melindungi bearing roda
dari temperatur tinggi yang diinduksikan saat pengereman, maka cakram dibentuk
seperti top-hat. Dengan bentuk seperti topi ini, maka akan memperluas permukaan
dan memperpanjang wilayah yang harus dilewati oleh panas untuk sampai pada
bearing. Untuk lebih jelasnya bentuk cakram dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Penampang rem cakram (Kinkaid dkk, 2003)
Kampas rem (brake pad)
Kampas rem terdiri dari gabungan antara material gesek (friction material)
yang dilekatkan pada back plate yang kaku (Leipholz, 1980). Penggabungan dari
keduanya dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya menggunakan
keling, bahan perekat, atau dicetak secara langsung pada back plate. Dua buah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kampas yang dipasang ke disc brake biasanya dibedakan dengan istilah inboard
dan outboard. Pemasangan ini dilakukan pada caliper.
Material gesek dapat dianggap sebagai material komposit. Anderson
mengklasifikasikannya sebagai material organic, carbon-based, dan metalic.
Dalam dunia otomotif paling dominan kampas terbuat daari jenis material
organic.
Caliper
Caliper memberikan gaya hidrolik yang akan mengaktivasi piston. Ada
beberapa desain caliper dalam sistem rem cakram, diantaranya disebut sliding,
fixed, dan floating. Caliper jenis sliding dan floating ditumpu secara vertikal
menggunakan caliper bracket. Bracket ini dipasang pada steering knuckle atau
pada dudukan poros. Fixed caliper dipasang secara kaku pada kendaraan, oleh
karenanya satu set dapat terdiri dari satu atau lebih piston untuk masing – masing
inboard dan outboard (lihat Gambar 2.10). Piston yang ada dihubungkan dengan
cairan hidrolik, sehingga menghasilkan gaya aktuator yang sama. Jenis floating
dan sliding caliper biasanya terdiri dari satu piston (lihat Gambar 2.11), dan
bracket memungkinkan caliper untuk bergeser transversal ke arah cakram ketika
dilakukan pengereman. Gaya dari piston menekan inboard pad terhadap cakram,
lalu gaya reaksi dari caliper mendorong ke arah sebaliknya. Sehingga outboard
pad tertekan dan berkontak dengan sisi lain cakram. Dengan cara ini gaya normal
pada kedua sisi cakram yang berkontak dengan kampas besarnya sama (Kinkaid
dkk, 2003).
Gambar 2.11 Skema desain floating caliper rem cakram (Kinkaid dkk, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Rem cakram memiliki beberapa keunggulan dibandingkan rem tromol,
diantaranya yaitu:
Rem cakram dapat digunakan pada berbagai suhu, sehingga hampir semua
kendaraan menerapkan sistem rem cakram sebagai andalannya.
Rem cakram menggunakan konstruksi yang terbuka. Sehingga sistem
pendinginannya akan lebih baik. Disamping itu ada beberapa cakram yang
telah dilengkapi dengan ventilasi atau rongga – rongga dengan pola
tertentu, sehingga pendinginan rem akan lebih maksimal.
Rem cakram tahan terhadap genangan air karena konstruksinya yang
terbuka.
Namun konstruksinya yang terbuka juga menjadi salah satu kekurangan yang
dimiliki, yaitu memudahkan debu dan lumpur menempel. Jika dibiarkan terus
menerus maka akan menghambat kinerja bahkan merusak komponen – komponen
rem.
2.2.2 Mekanisme Terjadinya Brake Squeal
Mekanisme terjadinya brake squeal menjadi hal yang penting jika ingin
mengetahui seberapa besar pengaruh geometri permukaan kampas terhadap
potensi terjadinya squeal. Beberapa penelitian telah menyebutkan beberapa
penyebab terjadinya squeal, diantaranya : stick-slip, sprag-slip, modal coupling,
splitting the doublet modes dan hammering excitation. Dalam pembahasan ini
hanya beberapa mekanisme yang akan dipaparkan, yaitu :
2.2.2.1. Mekanisme stick-slip
Teori yang pertama menyatakan bahwa brake squeal dihasilkan oleh
mekanisme stick-slip. Mekanisme ini dipercaya menjadi penyebab getaran yang
dipengaruhi oleh gaya gesek (friction-induced vibration) pada pengereman saat
kecepatan rendah. Osilasi yang dapat terdengar ini terjadi sebagai akibat dari
penurunan koefisien gesek dinamik terhadap kecepatan luncur pada permukaan
kontak. Dimana koefisien gesek dinamik cenderung akan mengalami penurunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
jika kecepatan luncur meningkat. Akibatnya energi akan terdistribusi pada sistem,
sehingga memicu ketidakstabilan rem.
Sebuah sistem pada Gambar 2.12 menggambarkan mekanisme terjadinya
stick-slip. Sistem yang terdiri dari sebuah kampas rem sebagai massa (m) yang
diletakkan pada cakram yang dapat berputar pada kecepatan konstan (v) dan
dihubungkan dengan pegas linier yang diberi tumpuan tetap pada ujung lainnya.
Pada awalnya gaya pegas lebih kecil dari gaya gesek statik, sehingga massa
bergerak bersama mengikuti cakram. Seiring deformasi pada pegas meningkat,
gaya pegas juga meningkat sehingga sama dengan bahkan melebihi gaya gesek
statik, dan massa akan meluncur relatif terhadap cakram. Saat massa meluncur,
gerakan dipengaruhi oleh koefisien gesek dinamik, dimana memiliki nilai lebih
kecil dari koefisien gesek statik. Sehingga deformasi pegas dan gaya pegas
menurun. Hal ini menyebabkan massa secara berangsur – angsur berhenti
meluncur, dan siklus diatas akan terus berulang dan menghasilkan stick-slip.
Gambar 2.12 Diagram mekanisme stick-slip (Mills, 1938).
2.2.2.2. Mekanisme sprag-slip
Belakangan telah ditetemukan bahwa mekanisme stick – slip bukanlah satu –
satunya penyebab terjadinya squeal, dan fenomena getaran yang tereksitasi sendiri
tersebut dapat terjadi dalam kondisi koefisien gesek yang tetap. Spurr (1961)
menyatakan bahwa karakteristik kontak pada bagian dalam dan luar rem cakram
sebagai bentuk dari sebuah batang yang berkontak dengan permukaan luncur,
yang tergelincir akibat terjadinya displacement pada tumpuan fix batang tersebut.
Fenomena ini diketahui sebagai geometrically – induced atau kinematic constraint
instability (ketidakstabilan kinematik akibat tumpuan), yang dapat terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
meskipun pada koefisien gesek konstan. Untuk mendeskripsikan mekanisme ini
Spurr menggambarkan dengan sebuah batang semi kaku yang diletakan dengan
membentuk sudut tertentu pada sebuah permukaan karet. Kemudian karet tersebut
didorong secara horizontal seperti pada Gambar 2.13 dibawah ini.
Gambar 2.13 Skema teori sprag – slip
Diasumsikan dan berdasarkan kesetimbangan sistem didapatkan
persamaan:
.................................................... (2.1)
dimana adalah koefisien gesek, dan adalah beban. Dapat dilihat bahwa gaya
gesek ( ) akan mendekati tak terhingga jika mendekati . Ketika
maka batang mengalami sprags (mengganjal) atau mengunci dan gerakan
permukaan menjadi terhambat. Namun akibat sifat lentur pada rangkaian batang
terlepas sendiri dari kondisi terkunci dan kembali pada kondisi awal. Siklus ini
berulang hingga mencapai siklus limit sprag – slip penyebab squeal.
2.2.2.3. Mekanisme modus terkopel ( mode coupling mechanism)
Penyebab lain yang dapat menyebabkan terjadinya brake squeal yaitu
mekanisme modus terkopel. Squeal dihasilkan dari getaran yang diakibatkan
terkopelnya dua mode getar komponen. Pada mekanisme ini, dua mode getaran
secara geometri sepadan atau memiliki panjang gelombang yang sama. Terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
resonansi pada kondisi ini menyebabkan akan lebih banyak energi yang masuk
kedalam sistem dari pada yang keluar (Triches dkk, 2004). Gambar 2.14
menunjukkan pasangan mode antara cakram dan kampas rem pada frekuensi yang
sama. Modus terkopel sering kali tergantung pada kondisi operasional seperti
kecepatan, tekanan, dan temperatur serta karakteristik permukaan seperti
kekakuan bidang kontak, kekasaran, gaya adesif, dan sebagainya. Terkopelnya
mode getar dari struktur akan mengakibatkan komponen struktur tergelincir dan
mengakibatkan perubahan gaya gesek yang memicu terjadinya self-excited
vibration.
Gambar 2.14. Pasangan mode getar antara komponen rem
(Triches dkk, 2004)
2.2.3 Metode Elemen Hingga
Penelitian terdahulu terkait masalah brake squeal telah dilakukan
menggunakan beberapa pendekatan diantaranya pendekatan secara teoritis,
ekserimental, dan numeric. Dalam pendekatan teoritis, kerumitan sistem rem
harus disederhanakan menggunakan potongan – potongan model untuk membantu
menggambarkan mekanisme brake squeal. Pendekatan eksperimental telah
digunakan untuk mengukur frekuensi rem dan mode getar sistem saat terjadi
squeal dan untuk memverifikasi kemungkinan solusi yang dapat mengeliminasi
squeal. Sedangkan metode elemen hingga (MEH), di satu sisi memungkinkan
untuk memasukkan komponen rem lebih detail dengan menghadirkan faktor
gesekan. Selain itu, MEH dapat mensimulasikan berbagai perubahan yang
dilakukan pada komponen rem dengan lebih cepat dan mudah dari pada secara
eksperimental.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Metode elemen hingga digunakan dalam analisis dinamik dengan cara
mendiskritisasi struktur. Prinsip dasar metode ini adalah membagi sistem kontinu
menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana dan berhingga. Tiap elemen
memiliki sejumlah titik-titik kunci disebut nodal yang mengendalikan kekakuan
elemen. Pendekatan ini memungkinkan kita mengubah permasalahan suatu sistem
yang memiliki derajat kebebasan tak berhingga menjadi sistem dengan derajat
kebebasan berhingga. Walaupun demikian, dalam prosesnya analisisnya sedapat
mungkin melibatkan jumlah nodal yang cukup banyak agar diperoleh solusi yang
cukup akurat (Liu, 2003).
2.2.4 Complex Eigenvalue Analysis (CEA)
Ada dua pendekatan utama untuk mensimulasikan dan menganalisis brake
squeal menggunakan metode elemen hingga. Pertama adalah analisis
ketidakstabilan linier atau non linier menggunakan complex eigenvalue analysis
(CEA) dan yang kedua yaitu analisis transien dinamik (dynamic transient analysis
/ DTA). Masing – masing dari metode itu memiliki kelebihan dan kekurangan,
seperti yang tergambar pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan CEA dan DTA
CEA (domain frekuensi) DTA (domain waktu)
Kelebihan Memprediksi semua mode getar
tak stabil dari sistem rem.
Memprediksi semua nilai eigen.
Modifikasi desain dapat dengan
mudah diperiksa.
Waktu komputasi yang relatif
cepat.
Memberikan gambaran
lebih dalam karakter
transien nonlinier
Variasi waktu dapat
dipertimbangkan.
Dapat mencari solusi
getaran dalam domain
waktu.
Kekurangan Terkadang ditemukan prediksi
frekuensi tak stabil yang
berlebih dan terkadang ada yang
hilang.
Tidak dapat memasukkan
properti atau variabel unsteady.
Memerlukan waktu
pemrosesan lebih lama
dari pada CEA.
Membutuhkan memori
relatif lebih besar.
(Nouby, 2009, telah diolah kembali)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Merujuk pada kelebihan dan kekurangan kedua metode diatas, maka dalam
penelitian ini akan digunakan metode CEA dalam memprediksi potensi brake
squael sebagai sebuah fenomena modus terkopel.
CEA digunakan untuk menentukan kestabilan rangkaian rem cakram. Inti dari
metode ini terletak pada matriks kekakuan asimetris yang berasal dari kekakuan
kontak dan koefisien gesek pada permukaan cakram ataupun kampas rem.
Langkah – langkah utama dalam penyelesaian analisis ini adalah sebagai berikut :
i. Analisis statis non linier untuk menerapkan penekanan pada kampas rem.
ii. Analisis statis non linier untuk memaksakan suatu kecepatan rotasi pada
cakram.
iii. Analisis mode normal untuk mengekstrak frekuensi natural dari sistem tak
teredam.
iv. Analisis eigenvalue kompleks yang menggabungkan efek gesekan kontak.
Dalam penelitian ini, complex eigenvalue dipecahkan menggunakan metode
proyeksi ruang. Persamaan gerak untuk getaran suatu sistem adalah :
................................................................................. (2.2)
Dimana adalah matriks massa, adalah matriks redaman, yang dapat
mencakup redaman akibat induksi gesekan seperti halnya pada material peredam,
adalah matriks kekakuan, dan adalah vektor perpindahan. Untuk kasus
getaran yang diakibatkan oleh gesekan, matriks kekakuan memiliki kriteria
sebagai berikut:
.................................................................... (2.3)
Dimana adalah matriks kekakuan struktur, matriks kekakuan
asimetris akibat gesekan, dan adalah koefisien gesek. Matriks kekakuan
asimetris ini mengakibatkan baik eigenvalue maupun eigenvector menjadi
kompleks. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
( ) ............................................................................ (2.4)
Dimana adalah eigenvalue (nilai eigen), dan adalah eigenvector (vektor
eigen). Untuk menyelesaikan masalah complex eigenvalue , sistem ini
disimetriskan dengan mengabaikan matriks redaman dan matriks kekakuan
menjadi asimetris. Sehingga eigenvalue ( ) menjadi bilangan imajiner ,
dan persamaan menjadi :
( ) .................................................................... (2.5)
Selanjutnya masalah eigenvalue simetris ini dipecahkan untuk mencari
proyeksi ruang. Sejumlah N eigenvector diperoleh dan dituliskan sebagai matriks
[ ]. Selanjutnya matriks sebenarnya diproyeksikan terhadap
eigenvector N sebagai berikut:
[ ] [ ], ........................................... (2.6)
[ ] [ ], ............................................. (2.7)
[ ] [ ], ............................................ (2.8)
Sekarang, setelah diproyeksikan menjadi :
( ) ...................................................................... (2.9)
Persamaan 2.9 diselesaikan dengan metode QZ untuk menggeneralisir masalah
eigenvalue asimetris. Eigenvector dari sistem dapat ditemukan dari:
[ ] ..................................................................... (2.10)
Dimana adalah taksiran eigenvector ke – k dari sistem sebenarnya. Eigenvalue
dan eigenvector dari persamaan 2.9 merupakan bilangan kompleks, yang terdiri
dari real part dan imaginary part. Untuk sistem under damped, eigenvalue selalu
terjadi dalam pasangan kompleks yang simetris. Pada beberapa mode, bentuk
pasangan eigenvalue adalah sebagai berikut:
...................................................................................... (2.11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dimana adalah real part (damping coefficient /stability), dan adalah
imaginary part (damped frequency) untuk mode ke – i.
Jadi dan adalah real part dan damped natural frequency yang
mendeskripsikan gerakan sinusoidal. Jika real part (koefisien redaman) negatif,
osilasi akan menghilang dan menghasilkan sistem yang stabil. Koefisien redaman
yang positif akan menyebabkan amplitudo akan meningkat terhadap waktu.
Sehingga sistem tidak stabil ketika real part (koefisien redaman) bernilai positif.
Salah satu aplikasi yang dapat mendukung analisis dengan metode CEA dan
dengan metode elemen hingga adalah software ANSYS. Software ini adalah
program paket yang dapat memodelkan elemen hingga untuk menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan mekanika, termasuk di dalamnya masalah
statik, dinamik, analisis struktural (baik linier maupun nonlinier), masalah
perpindahan panas, masalah fluida dan juga masalah yang berhubungan dengan
akustik dan elektromagnetik. Secara umum penyelesaian elemen hingga
menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Preprocessing: pendefinisian masalah
Langkah umum dalam preprocessing terdiri dari (i) mendefinisikan keypoint /
lines / areas / volume, (ii) mendefinisikan tipe elemen dan bahan yang digunakan /
sifat geometrik, dan (iii) mesh lines / areas / volumes sebagaimana dibutuhkan.
Jumlah detail yang dibutuhkan akan tergantung pada dimensi daerah yang
dianalisis, sebagai contoh 1D, 2D, axisymetric dan 3D.
Pada tahap ini pengguna membuat model yang menjadi bagian untuk
dianalisis, yang mana geometri tersebut dibagi – bagi menjadi subbagian –
subbagian yang terdiskritisasi atau disebut elemen, dihubungkan dengan titik
diskritisasi yang disebut nodal. Nodal tertentu akan ditetapkan sebagai bagian
melekat yang kaku (fix displacement) dan bagian lain ditentukan sebagai bagian
yang terkena beban (load).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Solution: memberikan beban, tumpuan, dan pemecahan masalah.
Di sini, perlu menentukan beban, tumpuan dan kemudian menyelesaikan hasil
persamaan yang telah diset.
Pada tahap ini data – data yang dimasukkan pada tahap preprocessing
sebelumnya akan digunakan sebagai input pada kode elemen hingga untuk
membangun dan menyelesaikan sistem persamaan aljabar linier atau non linier.
c. Postprocessing: further processing and viewing of the results
Dalam bagian ini pengguna mungkin dapat melihat (i) daftar pergeseran
nodal, (ii) gaya elemen dan momentum, (iii) plot deflection dan (iv) diagram
kontur tegangan (stress) atau pemetaan suhu dan lain – lain. Menampilkan hasil
akhir analisis oleh modul penganalisis dengan menampilkan data perpindahan dan
tegangan pada posisi bagian yang terdiskritisasi pada model geometri. Post-
processor biasanya menampilkan grafis dengan kontur warna yang
menggambarkan tingkatan tegangan yang terjadi pada model geometri (Moaveni,
1999).
Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ANSYS 14.5.
Perangkat lunak ini merupakan pengembangan dari program ANSYS sebelum –
sebelumnya dengan semakin banyak tool – tool yang disediakan untuk
menganalisis masalah yang semakin kompleks. Selain itu juga disediakan dua
versi interface yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, yaitu Mechanical
APDL 14.5 dan Workbench 14.5.
Penelitian ini menggunakan Workbench 14.5 dalam penyelesaiannya, dimana
memiliki user interface yang lebih mudah digunakan dan dipahami. Disediakan
beberapa macam toolbox yang digunakan sesuai permasalahan yang akan
diselesaikan. Beberapa toolbox yang ada dan akan digunakan dalam penelitian ini
adalah Geometry, Mechanical Model, Static Structural, dan Modal yang akan
dijelaskan pada bab selanjutnya.