INTERAKSI MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGANNYA
A. Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara ikan dengan lingkungan perairan
2. Mengetahui adanya perubahan oksigen, suhu, derajat keasaman dalam
akuarium
3. Mengetahui frekuensi respirasi ikan dan posisi ikan dalam lingkungan
akuarium
4. Mengetahui pengaruh suhu, pH, DO, terhadap frekuensi operculum ikan
B. Dasar Teori
Setiap mahluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu, salah satunya menerima
dan menanggapi rangsang. Ketika terjadi perubahan terhadap kondisi lingkungan,
maka mahluk hidup akan melakukan penyesuaian diri atau adaptasi untuk merasa
lebih nyaman dan bisa beraktivitas dengan normal. Ketika mahluk hidup tersebut
tak mampu untuk menyesuaikan diri, maka ia akan mengalami kematian atau
terkana seleksi alam (Amdah, 2011).
Ekosistem adalah suatu sistem di alam dimana di dalamnya terjadi
hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme yang lainnya, serta
kondisi lingkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung kepada ukuran, tetapi
lebih ditekankan kepada kelengkapan komponennya. Ekosistem lengkap terdiri
atas komponen abiotik dan biotik. Komponen biotik dan abiotik tersebut antara
lain:
1. Komponen Biotik
Biotik adalah mahluk hidup. Lingkungan biotic suatu mahluk hidup adalah
seluruh mahluk hidup, baik dari spesiesnya sendiri maupun dari spesies berbeda
yang hidup di tempat yang sama. Dengan demikian, dalam suatu tempat , setiap
mahluk hidup merupakan lingkungan hidup bagi mahluk hidup lain. Komponen-
komponen biotic terdiri dari berbagai jenis mikroorganisme, hidrila, dan lain-lain.
2. Komponen Abiotik
Abiotik adalah bukan mahluk hidup atau komponen tak hidup. Komponen
abiotik merupakan komponen fisik dan kimia tempat hidup mahluk hidup. Contoj
komponen abiotik antara lain suhu, cahaya, air, kelembapan,udara, garam-garam
mineral, dan tanah.
Keadaan lingkungan suatu organisme umumnya selalu berubah. Keadaan
lingkungan yang mempengaruhi suatu habitaat adalah perubahan suhu udara,
kelembapan, intensitas cahaya matahari, air, tanah, dan makanan. Bila keadaan
lingkungan berubah maka sifat habitat akan berubah pula. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi organisme dalam melakukan aktivitasnya contohnya
pengaruh dari luar seperti lingkungan dan pengaruh dalam yang berasal dari
organisme itu sendiri.
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas
tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan
sekelilingnya (Tunas, 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa
mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat
menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan (Yushinta, 2004). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap
perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 290C,
sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi
kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Sukiya, 2005)
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie, 1990).
Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya
terganggu (Kanisius, 1992). Menurut Soetjipta (1993), Air memiliki beberapa
sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat
dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu
kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan
faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi
yang sempit.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi aktivitas organisme adalah DO
(Dissolved Oxygen) dan pH. Tingginya suhu air akan mengurangi kadar oksigen
terlarut. Keadaan suhu air dan DO akan mempengaruhi aktivitas ikan. Suhu air
sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi
oksigen hewan air . Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh
semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat
yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik dalam proses aerobik. Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut
dalam perairan. Kadar oksigen yang larut di perairan bervariasi, tergantung pada
suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan
ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin
kecil (Effendi, 2003). Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari
suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup
dalam perairan tersebut (Salmin, 2005).
Kadar kelarutan oksigen menentukan kualitas suatu perairan, semakin
tinggi kualitas air semakin baik kehidupan ikan dan organisme air lain di
dalamnya. Proses metabolisme ikan membutuhkan oksigen untuk menghasilkan
energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Sumber utama oksigen dalam
perairan berasal dari proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
tumbuhan yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2005). Kecepatan difusi
oksigen dari udara, tergantung dari kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan
massa air dan udara, kadar garam (salinitas), luas daerah permukaan perairan yang
terbuka, tekanan atmosfer, dan prosentase oksigen di sekelilingnya. pH sangat
penting sebagai parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju
kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air, selain itu ikan dan mahluk-mahluk
akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai
pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang
kehidupan organisme air termasuk di dalamnya ikan dan tumbuhan air.
C. Alat dan Bahan
~ 5 buah ikan ~ Hidrila
~ 4 buah aquarium ~ Stopwatch
~ Air ~ pH meter dan DO meter
~ Counter ~ Termometer
~ Penggaris ~ Batu
D. Prosedur
1. Mencuci Aquarium hingga bersih
2. Mengisi ketiga Aquarium dengan volume air yang sama
3. Memasukkan ikan, dan hidrila dengan ketentuan berikut ini :
Aquarium pertama diisi dengan hidrila
Aquarium kedua diisi dengan ikan
Aquarium ketiga diisi dengan hidrila dan 1 ikan
Aquarium keempat diisi dengan hidrila dan 3 ikan
4. Aquarium diletakkan didekat jendela
5. Mengukur ketinggian air, pH, DO, , dan frekuensi membuka menutupnya
operculum ikan selama 1 temperature menit
6. Pengukuran dilakukan secara berkala selama 10 hari dan dilaksanakan tiap
pukul 12.00 WIB.
E. Data
1. Aquarium 1
Komponen ekosistem aquariumnya adalah Hidrilla, dan air.
Hari ke-
pHSuhu (◦C)
DO (mg/L)Volume (L)
1 7,4 26 7.5 10.04852 6.89 25.1 6.63 10.04853 7,49 24.4 7.0 10.04854 7.65 24 7.63 10.04855 6.96 24 7.16 9.774456 7.2 25.3 7.33 9.68317 7.3 24 7.23 9.50048 7.3 24.3 7.28 9.4547259 7.3 24.7 7.33 9.4090510 7.3 25 7.4 9.40905
2. Aquarium 2
Komponen ekosistem aquariumnya adalah air dan ikan .
Hari ke-
pHSuhu (◦C)
DO (mg/L)
f operkulum ( ../ menit)
Volume (L)
1 7.5 26 7.57 49 9.774452 6.88 24.6 6.83 84 9.774453 7.31 24.3 7.1 70 9.68314 7.6 25.2 7.67 55 9.591755 7.1 25.5 6.4 61 9.1356 7 25.3 7.2 61 8.860957 7.3 24.9 6.6 12 8.76968 7.4 25 6.9 25 8.58699 7.4 25 7.1 38 8.586910 7.4 25 7.3 46 8.5869
Catatan :
1. Hari 1 : Jum’at, 24 Januari 2014
Posisi ikan di bawah dan tidak naik ke permukaan
2. Hari 2 : Sabtu, 25 Januari 2014
Posisi ikan di pojok bawah
3. Hari 3 : Minggu, 26 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
4. Hari 4 : Senin, 27 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
5. Hari 5 : Selasa, 28 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
6. Hari 6 : Rabu, 29 Januari 2014
Posisi ikan di pojok kiri bawah
7. Hari 7 : Kamis, 30 Januari 2014
Posisi ikan yakni berenang dari ujung satu ke ujung
yang lain dengan lincah
8. Hari 10 : Minggu, 2 Februari 2014
Posisi ikan berada di pojok kanan bawah dan
pergerakan operkulum lemah
9. Pengamatan pada hari ke- 8 dan hari ke- 9 tidak dilakukan
dan perhitungan data secara statistik
3. Aquarium 3
Komponen ekosistem aquariumnya adalah Hidrilla, air, dan 1 ikan.
Hari ke-
pHSuhu (◦C)
DO (mg/L)
f operkulum ( ../ menit)
Volume air ( L)
1 7,5 26 7,5 69 10,715
2 6,97 24,4 6,9 86 10,604
3 7,42 24,3 7,1 51 10,604
4 7,2 25 5,6 52 10,604
5 6,7 25,6 6,5 71 10,408
6 7,1 25,9 7,4 52 10,212
7 7,4 25,2 7,5 64 10,212
8 7,3 25,2 7,4 61 10.212
9 7,1 25,2 7,4 59 10.212
10 6,9 25,1 7,3 57 10.212
Keterangan:
1. Hari 1 : Jum’at, 24 Januari 2014
Posisi ikan di dasar aquarium
2. Hari 2 : Sabtu, 25 Januari 2014
Posisi ikan di dasar aquarium
3. Hari 3 : Minggu, 26 Januari 2014
Posisi ikan di dasar aquarium
4. Hari 4 : Senin, 27 Januari 2014
Posisi ikan di dasar aquarium
5. Hari 5 : Selasa, 28 Januari 2014
Posisi ikan di dasar aquarium
6. Hari 6 : Rabu, 29 Januari 2014
Posisi ikan di dasar aquarium
7. Hari 7 : Kamis, 30 Januari 2014
Posisi ikan di dasar
8. Hari 10 : Minggu, 2 Februari 2014
Posisi ikan berada di pojok dasar aquarium.
4. Aquarium 4
Komponen ekosistem aquariumnya adalah Hidrilla, air, dan 3 ikan
Hari ke-
pHSuhu (◦C)
DO (mg/L)
f operkulum ( ../ menit)
Volume (L)
1 7.36 26 7.5 63 9.77445
2 6.89 24.13 7.03 82 9.77445
3 7.21 24.2 6.97 65 9.6831
4 6.9 25.9 7.1 54 9.59175
5 7.13 25.2 5.5 53 9.135
6 6.9 27.4 6.7 57 8.86095
7 7.2 25.8 7.3 46 8.7696
8 7.2 25.1 7.4 50 8.5869
9 7.25 25 7.5 52 8.5869
10 7.4 24.7 7.6 54 8.5869
Keterangan :
1. Hari Ke-4 ( Senin, 27 Januari 2014)
Keadaan ikan : Ikan lebih sering berada dibawah
2. Hari Ke-5 ( Selasa, 28 Januari 2014)
Keadaan ikan : Ikan cenderung diam, tidak aktif berenang
3. Hari Ke-6 (Rabu, 29 Januari 2014)
Keadaan Ikan : Ikan lebih sering berada di bawah, dan didekat
hidrilla
4. Hari Ke-7 (Kamis, 30 Januari)
Keadaan Ikan : Ikan lebih sering berada di tengah, kurang aktif
berenang, dan berada didekat hidrilla
5. Hari Ke-10 (Ahad, 2 Februari 2014)
Keadaan ikan : Ikan aktif berenang dan lebih sering berada
disekitar hidrilla.
E. Analisi data
Percobaan mengetahui pengaruh ikan terhadap lingkungannya diawali
dengan tahap persiapan dimana praktikan mencuci k Aquarium hingga bersih,
kemudian mengisi keempat Aquarium dengan volume air yang sama, setelah itu
memasukkan ikan, dan hidrila dengan ketentuan berikut ini ke dalam akuarium:
akuarium pertama diisi dengan hidrila
akuarium kedua diisi dengan ikan
akuarium ketiga diisi dengan hidrila dan 1 ikan
akuarium keempat diisi dengan hidrila dan 3 ikan
Setelah siap, akuarium diletakkan di dekat jendela gunanya untuk
mendapatkan lingkungan hidup ikan yang seolah-olah sesuai dengan habitat
aslinya, mendapatkan sinar matahari dan pada malam hari mengalami malam
karena tidak ada lampu penerangan.
Pengukuran pertama mulai dilakukan setelah tahap persiapan selesai
dilakukan, dilakukan pengukuran terhadap ketinggian air (untuk mengetahui
volumenya), pH, DO, temperature, dan frekuensi membuka menutupnya
operculum ikan selama 1 menit, serta kondisi ikan apakah ikan berada pada dasar
atau permukaan air. Pengukuran dilakukan secara berkala selama 10 hari dan
dilaksanakan tiap pukul 12.00 WIB.
Berdasarkan table di atas, akuarium 1 hanya terdiri dari tanaman hidrila,
akuarium 2 hanya berisi ikan, akuarium 3 berisi tanaman hidrila dan 1 ikan, dan
akuarium 4 berisi tanaman hidrila dan 3 ikan menunjukkan perbedaan pada
masing-masing indikator yang akan diukur dan nantinya antar indicator ada yang
dapat saling mempengaruhi misalnya suhu terhadap DO. Selain itu perbedaan
indicator tampak pada pengamatan masing-masing harinya. Baik suhu, pH, DO
pada tiap-tiap akuarium berbed, serta pada operculum ikan pada akuarium yang
berisikan ikan pun frekuensinya berbeda.
Pengambilan data pada hari ke 8 dan ke 9 tidak dilakukan secara langsung,
hal tersebut dikarenakan situasi dan kondisi yang kurang memungkinkan untuk
melakukan praktikum karena bertepatan dengan hari libur nasional sehingga
dalam memperoleh data dilakukan perhitungan statistic. Caranya adalah sebagi
berikut :
1) Data pada pengamatan hari ke-7 ditambahkan dengan data pada
pengamatan pada hari ke-10 kemudian dibagi 2. Dan hasil perhitungan
tersebut untuk sementara dimasukkan dalam data pada hari ke-8.
2) Data pada hari ke-8 ditambahkan dengan data pada hari ke-10, kemudian
dibagi 2. Dan hasil perhitungan tersebut diletakkan pada data ke-9.
3) Untuk mencari data yang digunakan pada hari ke-8, maka dengan cara
menambahkan data pada hari ke-9 dengan data pada hari ke-7 kemudian
dibagi menjadi 2.
F. Pembahasan
1. pH dan Hubungan pH dengan Respirasi Ikan
pH (singkatan dari “ puisance negatif de H “ ), yaitu logaritma negatif
dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH perairan
dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan.
Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe
dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air, selain itu ikan dan
mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga
dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai
atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air termasuk di dalamnya
ikan dan tumbuhan air.
Derajat keasaman atau pH dalam air menunjukan aktifitas ion
hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion
hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis pH = log
(H+). Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan
pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang
diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 – 9,0
(Kordi, 2004). Dampak perubahan pH :
a. Terganggunya proses metabolisme ikan
b. Ikan mudah terserang penyakit
c. Pertumbuhan menurun, karena ikan mengalami stress
d. pH tinggi dapat meningkatkan kandungan ammonia sehingga kualitas
air terganggu.
Pengaruh pH pada biota terletak pada aktivitas enzim. Kondisi perairan
yang bersifat asam maupun basa membahayakan ikan karena dapat menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Nilai pH rendah dapat
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat semakin tinggi dan
enzim akan mengalami protonasi . Keasaman juga berpengaruh pada tingkat
kelarutan suatu nutrien dalam perairan, yang menentukan keberadaan suatu
organisme. sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara
amonium dan amoniak akan terganggu sehingga dapat menyebabkan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik bagi organisme (Barus,
2001). Klasifikasi nilai pH air dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
Netral : pH air = 7
Alkalis (basa) : 7 < pH air < 14
Asam : 0 < pH air < 7 (Efendi, 2003)
Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan
biota perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tinggi atau
rendahnya pH air dipengaruhi oleh senyawa / kandungan dalam air tersebut.
Faktor yang mempengaruhi kadar pH air yaitu sisa-sisa pakan dan kotoran yang
mengendap di dasar Aquarium. Faktor tersebut juga lah yang mengakibatkan
perbedaan kadar pH pada tiap Aquarium. Perbedaan jumlah rata-rata kadar pH
pada tiap aquarium dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel Kadar Rata-Rata Tiap Aquarium
Aquarium 1 Aquarium 2 Aquarium 3 Aquarium 4
7.252 7.289 7.159 7.144
Keterangan:
Aquarium 1 diisi dengan hidrila
Aquarium 2 diisi dengan ikan
Aquarium 3 diisi dengan hidrila dan 1 ikan
Aquarium 4 diisi dengan hidrila dan 3 ikan
Pada table diatas dapat diketahui bahwa aquarium yang didalamnya
tidak terdapat ikan, dan hanya terdapat hidrilla saja kadar pHnya lebih tinggi
dibandingkan dengan aquarium yang memiliki ikan didalamnya. Faktor- faktor
yang mempengaruhi Perubahan pH di aquarium yaitu (1.) Aktivitas
fotosintesis, (2 Aktivitas respirasi (Ayubi, 2011). Hidrilla dalam Aquarium
meningkatkan kadar oksigen terlarut (DO) dan jumlah ikan yang melakukan
respirasi dan menghasilkan CO2, sehingga terdapat saling keterkaitan antara 2
faktor tersebut. Hidrilla membutuhkan ikan yang mampu menghasilkan CO2
dalam respirasi untuk fotosintesis dan ikan membutuhkan O2 yang dihasilkan
oleh fotosintesis hidrilla.
Semakin tinggi kadar oksigen terlarut maka makin tinggi pula pH pada
aquarium, dimana kedua faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas (respirasi)
pada ikan. Semakin rendah kadar pH pada suatu perairan maka semakin rendah
pula kadar oksigen terlarut pada suatu perairan yang menyebabkan semakin
cepat kegiatan ventilasi pernapasan ikan per menit sehingga menyebabkan
pergerakan ikan menjadi sangat agresif dan selalu muncul di permukaan untuk
bernafas. Meningkatnya kadar CO2 di perairan akan menurunkan kadar pH di
aquarium dan meningkatnya kadar oksigen terlarut di perairan akan
meningkatkan kadar pH air. Peningkatan kadar CO2 dapat diatasi oleh adanya
Hidrilla yang mampu melakukan fotosintesis yang memanfaatkan hasil
respirasi ikan, yakni CO2 sebagai salah satu sumber fotosintesis selain cahaya,
sehingga kadar antara O2 dan CO2 cukup stabil.
Pada praktikum Hubungan antara Ikan dengan Lingkungan, dapat
diketahui bahwa respirasi ikan berbanding terbalik dengan nilai pH. Semakin
rendah nilai pH di perairan maka menyebabkan kegiatan respirasi ikan semakin
cepat, sebaliknya jika nilai pH diperairan tinggi maka akan menyebabkan
respirasi ikan semakin lambat. Hubungan antara pH dengan frekuensi respirasi
(membuka dan menutupnya operculum) dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel hubungan antara pH rata-rata dengan frekuensi rata-
rata operkulum
Aquarium 2 Aquarium 3 Aquarium 4
pH rata-rata 7.289 7.159 7.144
F Operkulum rata-rata 50 62 58
Keterangan:
Aquarium 1 diisi dengan hidrila
Aquarium 2 diisi dengan ikan
Aquarium 3 diisi dengan hidrila dan 1 ikan
Aquarium 4 diisi dengan hidrila dan 3 ikan
Pada table diatas, dapat diketahui bahwa terdapat ketidak konsistenan
data. Jika menurut teori seharusnya aquarium yang memiliki kadar pH rendah,
maka respirasi ikan akan semakin cepat namun hasil data pada aquarium 4
tidaklah sesuai dengan teori tersebut jika dibandingkan dengan aquarium 2 dan
3. Ketidak konsistenan tersebut dapat diakibatkan karena beberapa factor,
antara lain : (1) kurang telitinya praktikan dalam menghitung frekuensi
respirasi ikan, (2) posisi ikan yang selalu berubah-ubah, jika ikan berada pada
dasar dan menjauh dari hidrilla maka respirasinya cepat, namun jika ikan
berada di atas permukaan dan atau didekat hidrilla maka frekuensi ikan akan
semakin lambat, karena kadar oksigen disekitar hidrilla, dan diatas permukaan
lebih tinggi dibandingkan kadar oksigen didasar aquarium.
2. Hubungan Antara DO dengan Respirasi Ikan
Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer atau udara. DO di suatu perairan
sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam
air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan
mengamati beberapa parameter kimia seperti DO. Semakin banyak jumlah DO
(dissolved oxygen), maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut
yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi
anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase
saturasi (Salmin, 2000).
Kandungan Dissolved Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik) atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO
minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/lt. Idealnya, kandungan
oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan
sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. Penurunan kadar oksigen
terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal, yakni (1) Proses oksidasi
(pembongkaran) bahan-bahan organic, (2) Proses reduksi oleh zat-zat yang
dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan, (3) Proses pernapasan orgaisme
yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari. “ Semakin tercemar, kadar
oksigen terlerut semakin mengecil
Pada akuarium pertama, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari
kedua oksigen terlarutnya turun dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari
ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya bertambah dengan menurunnya
suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya bertambah
dengan bertambahnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang ketujuh
oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari
kedelapan hingga hari kesepuluh oksigen terlarutnya meningkat dengan
menurunnya suhu lingkungan. Jika dibandingkan hampir keseluruhan oksigen
terlarut meningkat jika suhu lingkungannya bertambah. Seharusnya hubungan
antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik, sehingga
jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan menurun.
Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah satunya
adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada alat
pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah sangat
cepat.
Pada akuarium kedua, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari
kedua oksigen terlarutnya turun dengan menurunnya suhu lingkungan. Pada hari
ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya bertambah dengan
meningkatnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya
bertambah dengan menurunnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang
ketujuh oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan.
Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh oksigen terlarutnya meningkat
dengan suhu lingkungan yang tetap. Jika dibandingkan hampir keseluruhan
oksigen terlarut berkurang sedangkan suhu lingkungannya menurun. Seharusnya
hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik,
sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan
menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah
satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada
alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah
sangat cepat.
Pada akuarium ketiga, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari
kedua oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan.
Pada hari ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya berkurang dengan
meningkatnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya
bertambah dengan bertambahnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang
ketujuh oksigen terlarutnya bertambah dengan menurunnya suhu lingkungan.
Pada hari kedelapan sampai hari kesembilan oksigen terlarut dengan suhu
lingkungannya sama. Hari kesembilan sampai hari kesepuluh oksigen
terlarutnya berkurang dengan suhu lingkungannya menurun . Jika dibandingkan
masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya
hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik,
sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan
menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah
satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada
alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah
sangat cepat.
Pada akuarium keempat, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari
kedua oksigen terlarutnya berkurang dengan menurunnya suhu lingkungan.
Pada hari ketiga sampai hari keempat oksigen terlarutnya bertambah dengan
meningkatnya suhu lingkungan. Hari kelima dan keenam oksigen terlarutnya
bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan. Hari keenam ke hari yang
ketujuh oksigen terlarutnya bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan.
Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh oksigen terlarutnya meningkat
dengan menurunnya suhu lingkungan. Jika dibandingkan hampir keseluruhan
oksigen terlarut meningkat jika suhu lingkungannya bertambah. Seharusnya
hubungan antara oksigen terlarut dengan suhu lingkungan berbanding terbalik,
sehingga jika oksigen terlarutnya bertambah maka suhu lingkungannya akan
menurun. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa factor, salah
satunya adalah praktikan tidak jeli dalam menentukan angka yang tertera pada
alat pengukur oksigen terlarut dikarenakan angka yang tertera berubah-ubah
sangat cepat.
Berdasarkan oksigen terlarut yang diperoleh dalam percobaan ini,
masih banyak hasil yang tidak sesuai dengan oksigen terlarut yang diinginkan,
seharusnya oksigen terlarut dalam akuarium sangat dipengaruhi dengan suhu
yang berada disekitarnya, namun hal ini tidak terjadi dikarenakan oleh kondisi
cuaca pada saat pelaksanaan praktikum, dimana pada saat melakukan praktikum
cuaca disekitar tidak terlalu panas dan cenderung dingin, hal ini menyebabkan
perubahan suhu yang terjadi tidak terlalu besar. Disamping itu faktor kurang
telitinya para praktikan dalam mengamati termometer dan alat engukur oksigen
terlarut juga berpengaruh besar pada hasil praktikum yang didapat.
3. Hubungan Antara Volume dengan Respirasi Ikan
Pada percobaan yang dilakukan, data yang diambil salah satunya
adalah mengukur ketinggian air pada akuarium untuk menghitung volume air
yang ada di dalamnya. Pengukuran volume air ini dilakukan pada semua
akuarium (akuarium1-4). Berdasarkan perhitungan dan pengukuran pada
akuarium pertama, volume air pada hari pertama sampai keempat tetap sama,
yaitu 10.0485 liter. pada hari kelima, volume air berkurang menjadi 9.77445
liter, hari keenam 9.681 liter, hari ketujuh 9.5004 liter, serta hari kedelapan
sampai 10 volume air sama yaitu 9.40905 liter. Pada akuarium kedua tidak
diukur volume airnya (tidak ada data). Pada akuarium ketiga hanya mengukur
volume air sampai hari ketujuh. Pada hari pertama, volume air adalah 10,715
liter, hari kedua sampai keempat 10,604 liter, hari kelima 10,408, hari keenam
dan ketujuh 10,212 liter.
Pada akuarium keempat Rata-rata, volume air yang ada di dalam
akuarium ini semakin berkurang setiap harinya, walaupun hanya sedikit.
Berkurangnya volume air ini disebabkan karena ada beberapa air yang
menguap. Menguapnya air ini dapat dipengaruhi oleh suhu dan cahaya yang
mengenai akuarium tersebut.selain itu, berkurangnya air dalam akuarium ini
juga disebabkan oleh tanaman hydrilla yang ada di dalam akuarium. Tumbuhan
tersebut menyerap air untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen
yang nantinya akan digunakan oleh ikan untuk respirasi. Selain itu diakibatkan
karena aktivitas metabolisme ikan yang menggunakan air untuk hidupnya baik
untuk pencernaan maupun sirkulasi.
4. Frekuensi Membuka dan Menutupnya Operkulum (Respirasi)
Pada percobaan yang dilakukan, data yang diambil salah satunya
adalah frekuensi membuka dan menutupnya operculum. Operculum adalah
tutup insang. Insang adalah alat yang digunakan untuk bernafas. Pada insang
terjadi perukaran gas O2 dan gas CO2 . mekanismenya adalah tutup insang
menutup, mulut ikan terbuka, air masuk melalui mulut, lalu air melewati
insang, kemudian terjadi pertukaran gas O2 dengan gas CO2 , lalu mulut ikan
menutup dan tutup insang terbuka dan akhirnya air keluar dari insang.
Frekuensi operculum yang diamati hanya pada akuarim 2, 3, dan 4
sedangkan akuarium 1 tidak karena hanya mengamati hydrila saja. Pada
akuarium pertama berisi satu ikan. Pada akuarium ketiga juga berisio satu ikan.
Sedangkan pada akuarium keempat berisi 4 ikan. Karena pada akuarium
keempat berisi tiga ikan maka frekuensi operkulumnya dirata-rata karena yang
diminta hanya satu data saja.
Pada akuarium kedua, sesuai analisis dari hari pertama sampai hari
kedua frekuensi operculum naik dengan menurunnya oksigen terlarut, ketika
oksigen yang terlarut dalam air sedikit maka ikan akan terus membuka dan
menutup mulutnya lebih cepat untuk mencari oksigen yang terlarut dalam air
untuk kebutuhan respirasinya. Pada hari ketiga sampai hari keempat frekuensi
operculum menurun dengan bertambahnya jumlah oksigen terlarut dalam air,
ketika oksigen yang terlarut banyak maka ikan akan lebih tenang dalam
mencari oksigen terlarut untuk respirasinya. Hari kelima dan keenam frekuensi
operkulumnya sama tetapi jumlah oksigen yang terlarut dalam air meningkat
dari hari keenam ke hari yang ketujuh. Pada hari kedelapan hingga hari
kesepuluh ferkuensi operculum meningkat dengan bertambahnya oksigen
terlarut, seharusnya semakin tinggi oksigen terlarut maka akan semakin rendah
frekuensi operkulumnya. Akan tetapi jika dibandingkan antara hari ketiga
dengan hari kesepuluh frekuensi respirasi menurun dengan meningkatnya
oksigen terlarut. Dan jika dibandingkan antara hari ketiga dengan hari ke
Sembilan, oksigen terlarutnya sama tetapi frekuensi operkulumnya sangat jauh
berbeda. Perbandingan antara hari ketujuh dengan hari kedelapan, seharusnya
dengan meningkatnya oksigen terlarut sebanding dengan menurunnya
frekuensi operculum. Hal-hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan beberapa
factor, salah satunya adalah praktikan tidak jeli dalam melihat membuka dan
menutupnya operculum.
Pada akuarium ketiga, dari hari pertama ke hari yang kedua frekuensi
operculum mengalami kenaikan dikarenakan jumlah oksigen terlarut dalam
mengalami penunuran sehingga ikan bernafas lebih cepat agar memperoleh
oksigen yang cukup untuk respirasi. Pada hari ketiga frekuensi operculum
turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut dalam air. Hari keempat dan hari
kelima frekuensi operculum mengalami kenaikan dengan menurunnya jumlah
oksigen terlarut dalam air dibanding dengan hari ketiga, tetapi perbandingan
jumlah oksigen terlarut dalam air lebih banyak pada hari kelima di
dimungkinkan terjadi jika praktikan kurang jeli dalam menghitung frekuensi
operculum. Hari keenam frekuensi operculum turun dengan naiknya jumlah
oksigen terlarut. Hari ketujuh frekuensi operculum naik dengan naiknya
jumlah oksigen terlarut, dibanding hari pertama dengan jumlah oksigen yang
terlarut sama frekuensi operculum masih lebih sedikit pada hari ketujuh jadi
pada hari ketujuh masih dalam keadaan normal, hal ini juga ditandai dengan
ikan masih berenang di dasar aquarium tidak di atas akuarium. Jika ikan lebih
sering berenang diatas menandakan bahwa jumlah oksigen terlarut sedikit.
Pada hari kedelapan hingga hari kesepuluh frekuensi operculum mengalami
penurunan dengan menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air disbanding
dengan hari ketujuh. Jika dibandingkan antara hari kedelapan hingga hari ke
kesepuluh dengan hari ketiga masih dalam keadaan normal.
Pada aquarium keempat. Mulai hari pertama sampai hari kedua
frekuensi operculum naik dengan berkurangnya jumlah oksigen terlarut. Pada
hari ketiga jumlah oksigen terlarut turun tetapi jumlah frekuensi operculum
juga menurun jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Hari keempat
frekuensi operculum turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut dalam air.
Pada hari kelima sama seperti pada hari ketiga, jumlah oksigen terlarut
menurun tetapi frekuensi operculum juga menurun jika dibandingkan dengan
hari berikutnya. Sedangkan pada hari keenam jumlah oksigen terlaruk naik
tetapi frekuensi operculum juga ikut naik jika dibandingkan dengan hari
sebelumnya. Pada hari ketujuh hingga hari ke kesepuluh frekuensi operculum
turun dengan naiknya jumlah oksigen terlarut. Pada hari ketiga, kelima dan
keenam terjadi seperti itu dapat dikarenakan frekuensi operculumnya
merupakan rata-rata dari tiga ikan pada akuarium keempat karena praktikan
tidak bisa mengkontrol jumlah frekuensi operculum pada setiap ikan agar
sama.
Perbandingan rata –rata frekuensi operculum pada akuarium kedua,
ketiga dan keempat, frekuensi terbanyak pada akuarium ke tiga kemudian
keempat dan yang terakhir yang kedua. Dengan jumlah oksigen terlarut paling
banyak pada akuarium ketiga dan kemudian akuarium keempat dan kedua sama.
Seharusnya jika dibandingkan dengan sumber rujukan jumlah oksigen terlarut
banyak maka frekuensi operkulumnya akan semakin sedikit. Tetapi tidak pada
praktikum ini. Banyak hal yang menjadi sebab hal ini terjadi, yang pertama
adalah besar ikan pada tiap akuarim dan pada akuarium yang sama tidak sama
semuanya, yang kedua dimungkinkan kesalahan praktikan dalam melihat
terbuka dan tertutupnya operculum. Tetapi hal ini masih dalam keadaan normal
dikarenakan sampai hari terakhir tidak ada ikan yang mati. Dan sesuai dengan
pengamatan tambahan bahwa ikan masih sering berenang di bawah akuarium
tidak diatas merupakan indicator lain bahwa jumlah oksigen terlarut dalam air
masih dapat menunjang kehidupan ikan.
5. Hubungan Antara Suhu, DO dan pH terhadap Respirasi Ikan
Air sebagai lingkungan hidup organisme, air relatif tidak begitu banyak
mengalami fluktuasi suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas
jenis air lebih tinggi dari pada udara. Artinya untuk naik 1 C, setiap satuan volume
air memerlukan sejumlah panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan
dangkal akan menunjukkan fluktuasi suhu air yang lebih besar dari pada perairan
yang dalam. Sedangkan organisme memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi
suhu yang rendah. menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang
memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan
berkembangbiakan.
Kenaikan suhu air pada aquarium akan menimbulkan akibat sebagai
berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi
kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Suhu dapat
mempengaruhi fotosintesa yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia
enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum
fotosintesa. Selain itu suhu air sangat berpengaruh terhadap jumlah oksigen
terlarut didalam air. Jika suhu tinggi, air akan lebih lekas jenuh dengan oksigen
dibanding dengan suhunya rendah. Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi
oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu
dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta
penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di
dalam perairan, sehingga dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan
mengakibatkan berubahnya semua proses didalam perairan. Hal ini dilihat dari
peningkatan suhu air maka kelarutan oksigen akan berkurang. Dalam perairan,
khususnya perairan tawar memiliki kadar oksigen (O2) terlarut berkisar antara 15
mg/l pada suhu 0oC dan 8 mg/l pada suhu 25oC. Kadar oksigen (O2) terlarut dalam
perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l (Efendi, 2003).
Jika suhu air dapat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia sehingga suhu
juga mempengaruhi pH air sebab pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2
terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik, semakin tinggi kandungan CO2
perairan, maka pH akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Kadar pH di
perairan dan meningkatnya kadar oksigen terlarut di perairan akan meningkatkan
kadar pH air. Kadar oksigen rendah dan pH yang rendah akan berpengaruh
terhadap aktivitas respirasi ikan. Hubungan DO dan pH dengan respirasi ikan
adalah berbanding lurus, semakin tinggi kadar DO di perairan maka semakin
tinggi pula kadar pH di perairan, sedangkan kegiatan ventilasi pernapasan ikan
berbanding terbalik dengan nilai DO dan pH, semakin rendah nilai DO dan nilai
pH di perairan maka menyebabkan kegiatan ventilasi ikan semakin cepat. Kisaran
suhu air yang sangat diperlukan agar pertumbuhan ikan-ikan pada perairan tropis
dapat berlangsung berkisar antara 25 0C - 32 0C. Kisaran suhu tersebut biasanya
berlaku di Indonesia sebagai salah satu negara tropis sehingga sangat
menguntungkan untuk melakukan kegiatan budidaya ikan.
Hasil pengamatan kami pada aquarium 1 yang hanya berisi hydrilla dan
air didapatkan data pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan
suhu normal dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di
air dan pada hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 1 ini masih keadaan air
alami belum terjadi proses fotosintesis oleh tumbuhan hydrilla, dengan kadar
oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5 mg/L dan pH sebesar 7,4 pada volume air
10,4085 L.
Pada hari ke dua terjadi penuruanan suhu dari sehingga menyebabkan
penurunan kadar oksigen terlarut (DO), hal ini di sebabkan karena penurunan
suhu sehingga tumbuhan hydrilla tidak dapat melakukan fotosintesis secara
maksimal. Serta terjadi penurunan pH hal ini dikarenakan hydrilla tidak dapat
melakukan fotosintesis secara maksimal menyebabkan karbon dioksida dalam air
tidak dipakai seluruhnya pada proses fotosintesis.
Pada hari ke tiga dan ke empat terjadi penurunan suhu, namun oksigen
terlarut dan pH pada air meningkat.Hal ini memang agak ganjal dan aneh sebab
jika suhu turun kemungkinan aktifitas hidrilla untuk melakukan fotosintesis juga
menurun sehingga kadar oksigen terlarut juga rendah serta menyebabkan pH air
juga menurun. Namun jika di tinjau dari sudut pandang yang lain hal tersebut bisa
terjadi karena pada aquarium 1 hanya terdapat satu organisme yaitu hidrilla
sehingga tidak terlalu banyak pencemaran air oleh hasil ekskresinya pada saat
respirasi sehingga pH air meningkat dan kadar oksigen terlarut dapat meningkat
karena adanya proses difusi antara air degann udara bebas dan juga hasil
fotosintesis.
Pada saat hari ke lima suhu air tetap namun DO menurun, begitu pula
dengan pH air dan terjadi penurunan volume air. Seharusnya jika suhu tetap maka
DO dan juga pH juga tetap, namun hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan
aktifitas hidrilla untuk melakukan fotosintesis juga menurun sehingga kadar
oksigen terlarut juga rendah serta menyebabkan pH air juga menurun penurunan
volume dapat disebabkan karena cahaya yang terus menerus mengenai aquarium
sehingga terjadi penguapan air di aquarim dan bisa juga karena proses fotosintesis
pada hidrilla.
Pada hari ke enam suhu meningkat begitu pula DO dan pH di karenakan
pada suhu ini terjadi fotosintesis yang maksimal sehingga menghasilkn hasil yang
sangat baik. Pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh terjadi peningkatan suhu, pH
konstan dan kadar oksigen terlarut mengalami peningkatan. Hal tersebut terjadi
karena pada setiap perubahan terjadi peningkatan suhu sehingga fotosintesis
berlangsung dengan maksimal setiap peningkatan suhu menyebabkan terjadi
peningkatan kadar oksigen terlarut setiap hari sehingga pH air pun konstan sebab
proses fotosintesis selalu berlangsung maksimal.
Pada aquarium 2 yang hanya berisi ikan dan air didapatkan data pada hari
ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal dan merupakan
suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari ke satu ini
keadaan di dalam aquarium 2 ini masih keadaan air alami belum terjadi proses
respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,57 mg/L,
pH sebesar 7,7 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 49/menit hal ini dikarenakan
ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan
membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium pada volume air
9.77445 L.
Pada hari ke dua suhu air menurunan sehingga terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut dan pH seingga terjadi peningkatan frekuensi operculum. Hal ini
dikarenakan terjadi penggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen
hanya dari difusi air dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat
dilakukan sehngga terjadi penurunan pH serta peningkatan frekuensi operkulum
karenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit.
Pada hari ke tiga terjadi penurunan suhu sehingga terjadi peningkatan
kadar oksigen terlarut dan pH sehingga terjadi penurunan frekuensi operculum.
Hal tersebut dapat terjadi karena tekanan udara pada saat itu tidak terlalu pekat
sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal sehingga pH air juga
meningkat dan frekuensi operculum turun karean kadar oksigen meningkat.
Namun terjadi penurunan volume hal ini disebabkan karena cahaya terus menerus
mengenai akuarium sehingga air mengalami penguapan dan terjadi proses
metabolisme oleh ikan.
Pada hari ke empat terjadi kenaikan suhu air namun terjadi kenaikan kadar
oksigen terlarut dan pH sehingga terjadi penurunan frekuensi
operculum.seharusnya jika terjadi kenaikan suhu maka kadar oksigen terlarut
menjadi rendah namun pada kondisi ini kadar oksigen terlarut meningkat hal
tersebut dapat dikarenakan pada waktu itu tekanan udara tidak terlalu pekat
sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal sehingga terjadi
peningkatan pH dan terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan karena kadar
oksigen terlarut meningkat. Namun terjadi penurunan volume hal ini di karenakan
kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi
pengupan air dalam aquarium dan terjadi proses metabolisme oleh ikan.
Pada hari ke lima terjadi kenaikan suhu air di ikuti dengan penurunan
kadar oksigen terlarut dan pH sehingga frekuensi operculum meningkat. Hal
tersebut terjadi karena pada saat itu proses difusi udara dengan air tidak berjalan
maksimal dan juga terjadi prosesmetabolisme oleh ikan secarah berlebih sehingga
menyebabkan kadar oksigen terlarut dan pH menurun sehingga frekuensi
operculum meningkat karena kadar oksigen terlarut juga menurun. Terjadi
penurunan volume hal ini di karenakan akuarium selalu mendapat cahaya
langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium
dan juga terjadi proses metabolisme oleh ikan.
Pada hari ke enam terjadi penurunan suhu sehingga terjadi
peningkatan kadar oksigen terlarut dan pH namun frekuensi
operculum konstan. Hal ini dikarenakan tekanan udara pada saat itu
tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan ikan
tidak melakukan proses metabolisme secara berlebihan sehingga frekuensi
operculum konstan. Sedangkan volumenya mengalami penurunan
hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun
siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium dan proses metabolisme yang
dilakukan oleh ikan.
Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu namun terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut hal tersebut terjadi karena terjadi
penggunaan oksigen oleh ikan sedangkan sumber oksigen haya dari difusi air
dengan udara bebas dan hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada
beberapa faktor yang mempengaruhi serta terjadi proses respirasi oleh ikan yang
menghasilkan karbon dioksida. Namun pH air malah meningkat dimungkinkan
terdapat kesalahan oleh pengamat saat membaca skala pada
alat. Karena kadar oksigen terlarut menurun namun frekuensi
operkulum ikan menurun seharusnya frekuensi operculum
meningkat hal tersebut dapat terjadi karena pada
saatmenghitung frekuensi operculum ikan pengamat kurang teliti
memperhatikan ikan yang diamati. Sedangkan volumenya
mengalami penurunan hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya
langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalam aquarium
dan terjadi proses metabolisme oleh ikan.
Pada hari ke delapan terjadi peningkatan suhu menjadi 25
sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6,9
hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas walaupun tidak
maksimal. Sehingga terjadi kenaikan kadar pH air menjadi 7,4 karena kadar
oksigen terlarut lebih besar dibandingkan karn dioksida dalam air. Sehingga
terjadi kenaikan frekuensi operkulum ikan menjadi 25/menit karena kadar oksigen
terlarut dalam air dapatmencukupi kebutuhan ikan. Sedangkan volume airnya
senantiasa mengalami penurunan sebab aquarium selalu mendapat cahaya
langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium.
Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhunya tidak
mengalami perubahan namun mengalami peningkatang kadar
oksigen pada hari ke sembilan dan ke sepuluh namun pH airnya
konstan, namun frekuensi operkulumnya juga meningkat. Hal
tersebut di sebabkan oleh kadar oksigen terlarut yang semakin
meningkat dan kekonstanan pH serta pembacaan angka pada
alat yang tidak akurat sebab pada alatpengukur DO dan pH
angka mengalami perubahan cepat sekali. Namun volume airnya
tidak mengalami perubahan malah tetap konstan dari hari ke
delapan sampai ke sepuluh.
Pada aquarium 3 yang hanya berisi satu ikan, hidra dan air didapatkan data
pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal dan
merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada hari
ke satu ini keadaan di dalam aquarium 3 ini masih keadaan air alami belum terjadi
proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 7,5
mg/L, pH sebesar 7,5 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 69/menit hal ini
dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan
membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium. Pada aquarium
telah di isi air dengan volume air 10,715 L.
Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,4 terjadi penurunan suhu
sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,5 mg/L menjadi 6,9 mg/L
hal ini dikarenakan terjadi proses foosintesis yang kurang maksimal oleh hidrilla
atau difusi air dengan udara bebas kurang maksimal sebab hal tersebut tidak selalu
dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Serta terjadi
penurunan pH menjadi 6,97 sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit daripada
kadar karbon dioksida dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 86
dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Terjadi penurunan
suhu menjadi 10,604 dikarenakan aquarium selalu mendapatkan pencahayaan oleh
matahari baik pagi maupun siang hari dan aktivitasikan serta hidrilla.
Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,3 terjadi penurunan suhu
namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7.1 mg/L hal tersebut
dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi
dengan maksimal dan proses fotosintesis oleh hidrilla juga berjalan maksimal.
Terjadi kenaikan pH menjadi 7.42 hal ini terjadi karena kadar oksigen terlarut di
dalam air lebih banyak dari pada kadar karbon dioksida dalam air sehingga terjadi
penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 51/menit karena kadar oksigen
terlarut tercukupi. Volume air dalam akuarium konstan yaitu sebesar 10,604.
Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25 terjadi kenaikan suhu air
disertai dengan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 5,6 hal tersebut
dikarenakan tekanan terlalu pekat sehingga proses difusi tidak terjadi dengan
maksimal sehingga terjadi penurunan pH menjadi 7,2 hal ini terjadi karena kadar
oksigen terlarut di dalam air lebih sedikit dari pada kadar karbon dioksida dalam
air sehingga terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 52/menit karena
kadar oksigen terlarut tidak tercukupi namun terjadi penurunan volume menjadi
9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi
maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium. Volume air dalam
akuarium konstan yaitu sebesar 10,604.
Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25,9 terjadi kenaikan
suhu air di ikuti dengan peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 6.5 hal
tersebut terjadi karena terjadi hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan sebab ada
beberapa faktor yang mempengaruhi, terjadi penurunan pH menjadi 6,7 mungkin
terjadi kesalahan saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum
ikan meningkat menjadi 71/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan
tidak tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi
10.408 hal ini di karenakan aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi
maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi
kenaikan suhu air.
Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 25,9
terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar
oksigen terlarut menjadi 7.4 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak
terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya
fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla.terjadi peningkatan pH 7,1, hal ini terjadi
karena metabolisme ikan dan hidrilla meningjat. Namun frekuensi operkulum
meningkat menjadi 52/menit hal tersebut terjadikarena kadar oksigen terlarut
dalam air meningkat. Sedangkan volumenya mengalami penurunan
menjadi 10,212 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung
baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium.
Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 25,5
namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,5
hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi
dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh
hidrilla. Sehingga terjadi peningkatan pH air menjadi 7,4 karena kadar
oksigen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan kadar karbon
dioksida. Namun frekuensi operkulum ikan meningkat menjadi
64/menit karena oksigen terlarut yang tersedia tidak mencukupi
kebutuhannya. Sedangkan volumenya konstan yakni sebesar
10,212.
Pada hari ke delapan terjadi penurunan suhu menjadi 25,2
namun terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 7,4 hal
tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas tidak maksimal dan proses
fotosintesis tumbuhan hidrilla juga berlangsung tidak maksimal. Sehingga terjadi
penurunan kadar pH air menjadi 7,3 karena kadar oksigen terlarut lebih sedikit
dibandingkan karbon dioksida dalam air. Namun terjadi penurunan frekuensi
operkulum ikan menjadi 61/menit.
Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhu mengalami
perubahan yakni 25,5 pada hari ke sembilan dan 25,1 pada hari
ke sepuluh terjadi penurunan, namun mengalami penurunan juga
pada kadar oksigen terlarutnya di hari ke sembilan sebesar7,4
dan di hari ke sepuluh sebesar7,3 sehingga pH airnya juga
mengalami penurunan dari 7,1 menjadi 6,9. Namun frekuensi
operkulumnya menurun pada hari ke sembilan 59/menit dan
pada hari ke sepuluh 57/menit.
Pada aquarium 4 yang hanya berisi tiga ikan, hidrilla dan air didapatkan
data pada hari ke satu pengamatan suhunya 260C, yang merupakan suhu normal
dan merupakan suhu normal untuk semua organisme yang hidup di air dan pada
hari ke satu ini keadaan di dalam aquarium 3 ini masih keadaan air alami belum
terjadi proses respirasi oleh ikan mas dengan kadar oksigen terlarut (DO) sebesar
7,5 mg/L, pH sebesar 7,36 dan frekuensi operkulum ikan sebesar 63/menit hal ini
dikarenakan ikan baru saja di pindah dari ember ke dalam aquarium sehingga ikan
membutuhkan adaptasi dengan lingkungan di dalam aquarium. Pada aquarium
telah di isi air dengan volume air 9,77445L.
Pada hari ke dua suhu air berubah menjadi 24,13 terjadi penurunan suhu
sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dari 7,5 mg/L menjadi 7,03
mg/L hal ini dikarenakan terjadi proses foosintesis yang kurang maksimal oleh
hidrilla atau difusi air dengan udara bebas kurang maksimal sebab hal tersebut
tidak selalu dapat dilakukan sebab ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Serta
terjadi penurunan pH menjadi 6,89 sebab kadar oksigen terlarut lebih sedikit
daripada kadar karbon dioksida dan frekuensi operkulum meningkat menjadi 82
dikarenakan kadar oksigen terlarut yang tersedia sangat sedikit. Terjadi
kekonstanan volume yaitu 9,77445.
Pada hari ke tiga terjadi perbahan menjadi 24,2 terjadi peningkatan suhu
sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 6,97 mg/L hal tersebut
dikarenakan tekanan udara terlalu pekat sehingga proses difusi tidak dapat terjadi
dengan maksimal dan proses fotosintesis oleh hidrilla juga berjalan tidak
maksimal. Namun terjadi kenaikan pH menjadi 7.24 hal ini terjadi karenena
dimungkinkan saat mengukur pH peneliti tidak akurat dalm melihat angka dan
terjadi penurunan frekuensi operkulum ikan menjadi 65/menit karena kadar
oksigen terlarut tercukupi n karena ikan sudah ber adaptasi terhadap lingkungan.
Volume air dalam akuarium menurun menjadi 9,6831 hal ini di karenakan kolam
selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi
pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu air.
Pada hari ke empat terjadi perubahan menjadi 25,9 terjadi kenaikan suhu
air disertai dengan terjadi kenaikan kadar oksigen terlarut menjadi 7,1 hal tersebut
dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi
dengan maksimal dan juga fotosintesis oleh hidrilla berjalan dengan maksimal.
Namun terjadi penurunan pH menjadi 6,9 . sehingga terjadi penurunan frekuensi
operkulum ikan menjadi 54/menit karena kadar oksigen terlarut tercukupi namun
terjadi penurunan volume menjadi 9.59175 hal ini di karenakan kolam selalu
mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi pengupan air
dalm aquarium.
Pada hari ke lima terjadi perubahan suhu menjadi 25,2 terjadi penurunan
suhu air di ikuti dengan penurunan kadar oksigen terlarut menjadi 5.5 hal tersebut
terjadi karena difusi udara dengan air tidak selalu dapat terjadi sebab ada beberapa
faktor yang mempengaruhi, terjadi kenaikan pH menjadi 7,13 mungkin terjadi
kesalahan saat membaca skala pada alat sehingga frekuensi operkulum ikan
menurun menjadi 53/menit karena kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan tidak
tersedia sesuai dengan kebutuhannya dan terjadi penurunan volume menjadi 9,135
hal ini di karenakan aquarium selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun
siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium dan juga terjadi kenaikan suhu
air.
Pada hari ke enam terjadi perubahan suhu menjadi 27,4
terjadi peningkatan suhu sehingga terjadi peningkatan kadar
oksigen terlarut menjadi 6,7 hal ini dikarenakan tekanan udara tidak
terlalu pekat sehingga proses difusi dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya
fotosintesis yang maksimal oleh hidrilla. Namun terjadi penurunan pH menjadi
6,9 hal ini terjadi karena metabolisme ikan dan hidrilla meningkat. Namun
frekuensi operkulum meningkat menjadi 57/menit hal tersebut terjadi karena
kadar oksigen terlarut dalam air meningkat. Sedangkan volumenya
mengalami penurunan menjadi 8,86095 hal ini di karenakan kolam
selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun siang sehingga terjadi
pengupan air dalm aquarium.
Pada hari ke tujuh terjadi penurunan suhu menjadi 25,8
namun terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,3
hal ini dikarenakan tekanan udara tidak terlalu pekat sehingga proses difusi
dapat terjadi dengan maksimal dan terjadinya fotosintesis yang maksimal oleh
hidrilla. Sehingga terjadi peningkatan pH air menjadi 7,2 karena kadar
oksigen terlarut lebih banyak dibandingkan dengan kadar karbon
dioksida. Namun frekuensi operkulum ikan menurun menjadi
46/menit. Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi
8,7696 hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi
maupun siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium.
Pada hari ke delapan terjadi penurunan suhu menjadi 25,1
sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut menjadi 7,4
hal tersebut terjadi karena difusi air dengan udara bebas berjalan maksimal dan
proses fotosintesis tumbuhan hidrilla juga berlangsung maksimal, sehingga terjadi
kekonstanan kadar pH air sebesar 7,2. Namun terjadi penurunan frekuensi
operkulum ikan menjadi 50/menit hal ini terjadi karena oksigen terlarut tidak
dapat mencukupi kebutuhan 3 ikan sehingga rata-ratanya terus menurun.
Sedangkan volumenya mengalami penurunan menjadi 8,5869
hal ini di karenakan kolam selalu mendapat cahaya langsung baik pagi maupun
siang sehingga terjadi pengupan air dalm aquarium.
Pada hari ke sembilan dan kesepuluh suhu mengalami
perubahan yakni 25 pada hari ke sembilan dan 24,7 pada hari ke
sepuluh terjadi penurunan, sehingga terjadi peningkatan pada
kadar oksigen terlarutnya di hari ke sembilan sebesar7,5 dan di
hari ke sepuluh sebesar7,6 sehingga pH airnya juga mengalami
peningkatan dari 7,25 menjadi 7,4. Namun frekuensi
operkulumnya meningkat pada hari ke sembilan 52/menit dan
pada hari ke sepuluh 54/menit.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa semakin rendah kadar pH pada suatu perairan maka semakin rendah pula
kadar oksigen terlarut pada suatu perairan yang menyebabkan semakin cepat
kegiatan ventilasi pernapasan ikan per menit sehingga menyebabkan pergerakan
ikan menjadi sangat agresif dan selalu muncul di permukaan untuk bernafas.
Meningkatnya kadar CO2 di perairan akan menurunkan kadar pH di perairan dan
meningkatnya kadar oksigen terlarut di perairan akan meningkatkan kadar pH air.
Hubungan DO dan pH dengan respirasi ikan adalah berbanding lurus,
semakin tinggi kadar DO di perairan maka semakin tinggi pula kadar pH di
perairan, sedangkan kegiatan ventilasi pernapasan ikan berbanding terbalik
dengan nilai DO dan pH, semakin rendah nilai DO dan nilai pH di perairan maka
menyebabkan kegiatan ventilasi ikan semakin cepat
Kenaikan suhu air pada aquarium akan menimbulkan beberapa akibat
antara lain: (1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, (2) Kecepatan
reaksi kimia meningkat, dan 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya
terganggu. Sedangkan dampak perubahan pH adalah : (1) Terganggunya proses
metabolisme ika, (3) Ikan mudah terserang penyakit, (3) Pertumbuhan
menurun, karena ikan mengalami stress, (4) pH tinggi dapat meningkatkan
kandungan ammonia sehingga kualitas air terganggu.
Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh tiga hal,
yakni (1) Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organic, (2) Proses
reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan, dan (3)
Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari.
“Semakin tercemar, kadar oksigen terlerut semakin mengecil”
DAFTAR PUSTAKA
Amdah, Misdar. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Organisme, (online), (http://blognaghgeo.blogspot.com/2011/02/pengaruh-suhu-terhadap-aktifitas.html) diakses 31 Januari 2014
Ayubi, Aludin Al. 2011. pH (Derajat Keasaman Perairan), (online) (http://aludinkedang.blogspot.com/2011/06/ph-derajat-keasaman-perairan.html), diakses 31 Januari 2014.
Barus, T. A. 2001. Metode Ekologis untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik. Medan: Fakultas MIPA USU Medan.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: KANISIUS.
Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Jogjakarta: Kanisius.
Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: P.T Rineka Cipta.
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta: Kanisius.
Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Aksara.Jakarta.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26 ISSN 0216-1877,(online),(http://images.atoxsmd.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/), diakses 02 Februari 2014.
Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogjakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri.
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang.
Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta: Universitas Gadjah Mada