1
LAPORAN KASUS
ASMA BRONKIAL
Disusun Oleh:
1. Aditya Megananda
2. Dwi Listiany C
3. Khabibie Darma J
4. Nurhidayah
5. Susi Susanti
6. Widiana
7. Zaenal Arifin
Konsulen :
dr. Irene G, Sp.PD
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Waled
Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
Periode 29 Juni 2015-12 September 2015
2
ASMA BRONKIAL
1. Difinisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada
serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3
II. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi
dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma
bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial
dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan
dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner
namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-
15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan
berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)
dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial
atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti
debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan
3
produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi
tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan
dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-
70%.4
III. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-
macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6
4
Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler
merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi
aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana6
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas
yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.1,6
5
Gambar 2 Patofisiologi Asma7
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma
akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan
dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow
Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran
udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran
udara yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan
atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai
dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan.
Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
6
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper
inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi
ini diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.8
IV. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia
atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan
ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-
sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
7
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini
biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
8
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
V. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas.9
9
Keluhan yang timbul : 6,9,10
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
pada waktu inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
Didapatkan ekspirium yang memanjang
Wheezing
VI. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.11
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
10
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut
nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi
(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara
objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi
bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
VII. Diagnosis Banding
Bronkitis kronis
11
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3
bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai
sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya.
Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam
hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad
malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
12
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan
pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan
pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan
merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan
gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas,
mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi remodelling saluran napas.
Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel
mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
- Agonis beta-2 kerja lama
13
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka
lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10
14
2. Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang
minimal.
- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.
- Antikolinergik
15
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek
bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10
16
IX. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
17
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan
terus menerus angka kematiannya 9%. 4
18
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. JW
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ciledug
Pekerjaan : Pekerja Lapangan
Status : Menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 27 Juni 2015
B. ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi
”ngik”. Sesak nafas tersebut semakin memberat, pasien mengeluhkan sesak tiap hari
dan terasa lebih berat ketika pasien bekerja, dikarenakan pasien menghirup debu
sehingga terjadi penurunan aktivitas oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak namun sulit dikeluarkan, batuk darah (-), demam (+) 1 minggu yang lalu.
Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. BAB dan BAK normal, tidak ada mual
muntah dan tidak ada nyeri dada ataupun keringat dingin.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat alergi terhadap debu
- Hipertensi (-) Riwayat Asma (+)
Diabetes melitus (-) Riwayat Alergi (+)
Riwayat penyakit ginjal (-) Riwayat operasi (-)
19
Riwayat penyakit liver (-) Riwayat opname (-)
Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat trauma (-)
Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Ayah pasien menderita asma dan sudah meninggal
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
- Pasien merokok 1 bungkus/hari
- Pasien tidak minum alkohol
- Pasien pekerja lapangan
C. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Komposmentis
b. Keadaan umum : tampak sakit sedang
c. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Napas : 36x/menit
- Suhu : 36 oC
d. Pemeriksaan Head to toe
Kepala
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)
- Mulut dan tenggorokan : Sianosis (-) sariawan (-)
tonsil membesar (-) faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
JVP 5-2 cmH20
20
Toraks
a. Thoraks Anterior
- Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan =
kiri
Palpasi : Nyeri tekan (-)
fremitus taktil kiri dan kanan sama
Ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : VBS (-/-), wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis
dekstra ICS 4
Batas jantung kiri : Linea parasternalis
sinistra ICS 3
Batas apeks jantung : Linea midclavicula
sinistra ICS 5
Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, Gallop (-),
murmur (-)
b. Thoraks Posterior
Inspeksi : - Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
- pergerakan nafas simetris (kanan = kiri)
Palpasi : - Nyeri tekan (-)
- fremitus taktil kiri dan kanan sama
- Ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : Sonor semua lapang paru
Auskultasi: VBS (-/-), wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
21
Abdomen
Inspeksi : perut datar Massa abnormal (-)
venektasi (-) Tidak tampak pembesaran organ
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
hepatosplenomegali (-)
Palpasi : Supel hepatosplenomegali (-)
nyeri tekan epigastrium (+) Ginjal tidak teraba
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan BTA sputum : negatif
- Laboratorium darah rutin
Hb : 15 gr %
Leukosit : 10.400/mm3
Trombosit : 241.000/mm3
Hematokrit: 44 gr %
Diff count : 0/4/0/69/20/7
MCH : 28,3
MCV : 82,1
MCHC : 34,5
SGOT : 42,9
SGPT : 30,5
- Rontgen thorax PA normal
22
RESUME
Tn. JW 45 tahun datang ke RSUD Waled dengan keluhan utama sesak napas
sejak 1 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan sesak semakin memberat, pasien
mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih berat ketika pasien bekerja, dikarenakan
pasien menghirup debu sehingga terjadi penurunan aktivitas oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak namun sulit dikeluarkan, batuk darah (-), demam (+) 1
minggu yang lalu. Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. BAB dan BAK normal,
tidak ada mual muntah dan tidak ada nyeri dada ataupun keringat dingin.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang, suara nafas
tambahan yaitu wheezing dan rhonkhi. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan
corakan paru normal.
Diagnosis Banding
- Asma bronkial
- PPOK
- Decomp Cordis
Diagnosis
Asma Bronkial
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus
Farmakologi :
- Metilprednisolon 16 mg
- Amroxol 3x1 mg
- Zibramax 1x500 mg
- Berotec 2x3 puff selang 20 menit (bila sesak)
23
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial karena adanya keluhan
sesak napas yang dipicu debu. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula
saat malam. Sesak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien merasa paling
nyaman dalam posisi duduk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi
memanjang dan whezing serta rhonkhi pada kedua lapangan paru. Sementara pada
pemeriksaan penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan paru yang
normal.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,
dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan
ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma
mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas
bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala
bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan
napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan
antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan
dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
24
DAFTAR PUSTAKA
Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press. 1989. 1-11.
Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI,
2006.
Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 22 Maret 2009].
Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82.
Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil
Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal
Respirologi Indonesia 2006;1.45
Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
165-73.
Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 981
Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.21-27.
Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia 2008;28.
88-95.
Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. 54-57
Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.