BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
llmu ukur tanah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang
dinamakan ilmu Geodesi. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :
a. Maksud ilmiah : menentukan bentuk permukaan bumi
b. Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian besar atau
sebagian kecil permukaan bumi. Pada maksud kedua inilah yang sering disebut dengan
istilah pemetaan.
Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :
a. Geodetic Surveying
b. Plan Surveying
Perbedaan prinsip dari dua jenis pengukuran dan pemetaan di atas adalah :
Geodetic surveying suatu pengukuran untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang
melengkung/ellipsoida/bola. Geodetic Surveying adalah llmu, seni, teknologi untuk
menyajikan informasi bentuk kelengkungan bumi atau pada kelengkungan bola.
Ilmu ukur tanah adalah ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk
permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang
dianggap datar. Ilmu ukur tanah sering disebut plan surveying. Ilmu ukur tanah bagian dari
geodesi (geodetic surveying)
Ilmu geodesi mempunyai dua maksud:
1. Maksud ilmiah yaitu yang mempelajari bentuk dan besar bulatan bumi.
2. Maksud praktis yaitu ilmu yang mempelajari penggambaran permukaan bumi yang
dinamakan peta (gambar).
1
Pada dasarnya tujuan pengukuran adalah untuk menentukan letak atau kedudukan
suatu objek di atas permukaan bumi dalam suatu system koordinat (umumnya dipergunakan
apa yang disebut system koordinat geodetis). Dalam pelaksanaan pengukuran itu sendiri
yang dicari dan dicatat adalah angka-angka, jarak dan sudut. Jadi koordinat yang akan
diperoleh adalah dengan melakukan pengukuran-pengukuran sudut terhadap system
koordinat geodetic tersebut (Sosrosodarsono, 1997).
Ilmu ukur tanah adalah ilmu tentang pengukuran terhadap permukaan bumi.
Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapatkan
hubungan mendatar titik yang diukur permukaan bumi dan pengukuran-pengukuran tegak,
guna mendapat hubungan tegak antar titik-titik yang diukur.
Batasan datar ilmu ukur tanah cakupan wilayahnya yang relatif sempit yaitu berkisar
antara 0,5 derajat x 0,5 derajat atau 55 km x 55 km. Yang membedakan ilmu ukur dengan
geodesi yaitu kalau ilmu ukur tanah tidak memperhatikan kelengkungan bumi sedangkan
geodesi sebaliknya. Sedangkan plan Surveying adalah merupakan llmu seni, dan teknologi
untuk menyajikan bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia
pada bidang yang dianggap datar. Plan surveying di batasi oleh daerah yang sempit yaitu
berkisar antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x 55 km.
Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses
penggambaran permukaan bumi secara fisiknya adalah berupa bola yang tidak beraturan
bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan adanya
pegunungan, Lereng-lereng, dan jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak beraturan
maka diperlukan suatu bidang matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan
informasi tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak beraturan
ini, oleh sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis yang dapat mendekati
bentuk bumi.
Awalnya para ahli memilih bentuk bola sebagai bentuk bumi. Namum pada
hakekatnya, bentuk bumi mengalami pemepatan pada bagian kutub-kutubnya, hal ini
terlihat dari Fenomena lebih panjangnya jarak lingkaran pada bagian equator di bandingkan
dengan jarak pada lingkaran yang melalui kutub utara dan kutub selatan dan akhirnya para
2
ahli memilih Ellipsoidal atau yang dinamakan ellips yang berputar dimana sumbu pendeknya
adalah suatu sumbu yang menghubungkan kutub utara dan sumbu kutub selatan yang
merupakan poros perputaran bumi, sedangkan sumbu panjangnya adalah sumbu yang
menghubungkan equator dengan equator yang lain dipermukaan sebaliknya.
Bidang Ellipsoide adalah bila luas daerah lebih besar dari 5500 Km2, ellipsoide ini di
dapat dengan memutar suatu ellips dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu putar a =
6377.397, dan sumbu kecil b = 6356.078 m. Bidang bulatan adalah elips dari Bessel
mempunyai sumbu kurang dari 100 km. Jari-jari bulatan ini dipilih sedemikian, sehingga
bulatan menyinggung permukaan bumi di titik tengah daerah. Bidang datar adalah bila
daerah mempunyai ukuran terbesar tidak melebihi 55 km (kira-kira 10 jam jalan). Terbukti,
bahwa bentuk bumi itu dapat dianggap sebagai bentuk ruang yang terjadi dengan memutar
suatu ellips dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu putar.
Salah satu hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan ellipsoidal bumi adalah
bahwa ellipsoide bumi itu mempunyai komponen – komponen sebagai berikut :
a) adalah sumbu setengah pendek atau jari-jari equator
b) adalah setengah sumbu pendek atau jari-jari kutub
c) pemepatan atau penggepengan yaitu sebagai parameter untuk menentukan bentuk
ellipsoidal/ ellips
d) eksentrisitet pertama dan eksentrisitet kedua.
Untuk skala yang lebih luas, asumsi ini tidak dapat diterapkan mengingat pada
kenyataannya permukaan bumi berbentuk lengkungan bola. Asumsi bumi datar hanya dapat
diterapkan sejauh kesalahan jarak dan sudut yang terjadi akibat efek kelengkungan bumi
masih dapat diabaikan.
Lingkar paralel adalah lingkaran yang memotong tegak lurus terhadap sumbu putar
bumi. Lingkaran paralel yang tepat membagi dua belahan bumi utara-selatan yaitu lingkar
paralel 00 disebut lingkaran equator. Lingkar paralel berharga positif ke utara hingga 90°
pada titik kutub utara dan sebaliknya negatif ke selatan hingga -900 pada titik kutub selatan.
Lingkar meridian adalah lingkaran yang sejajar dengan sumbu bumi dan memotong tegak
3
lurus bidang equator. Setengah garis lingkar meridian yang melalui kota Greenwich di UK
(dari kutub utara ke kutub selatan) disepakati sebagai garis meridian utama, yaitu longituda
00. Setengah lingkaran tepat 1800 di belakang garis meridian utama disepakati sebagai garis
penanggalan internasional. Kedua garis ini membagi belahan bumi menjadi belahan barat
dan belahan timur.
Bentuk bumi yang asli tidaklah bulat sempurna (agak lonjong) namun pendekatan
bumi sebagai bola sempurna masih cukup relevan untuk sebagian besar kebutuhan,
termasuk penentuan kedudukan dengan tingkat presisi yang relatif rendah.
Pada kenyataannya kita ingin menyajikan permukaan bumi dalam bentuk bidang
datar. Oleh sebab itu, bidang bola atau bidang ellipsoide yang akan dikupas pasti ada distorsi
atau ada perubahan bentuk karena harus ada bagian dari bidang speroid itu yang tersobekan
dengan kenyataan tersebut didekati dengan perantara bidang proyeksi. Bidang proyeksi ini
terbagi dalam tiga jenis, yaitu :
a) Bidang proyeksi bidang datarnya sendiri atau dinamakan perantara azimuthal dan
zenithal
b) Bidang perantara yang berbentuk kerucut dinamakan bidang perantara conical
c) Bidang proyeksi yang menggunakan bidang perantara berbentuk silinder yang dinamakan
bidang perantara cylindrical.
Dari bidang perantara ini ada aspek geometric dari permukaan bumi matematis itu
ke bidang datar berhubungan dengan luas, maka dinamakan proyeksi equivalent,
berhubungan dengan jarak (jarak di permukaan bumi sama dengan jarak pada bidang datar
dalam perbandingan skalanya) dinamakan proyeksi equidistance dan berhubungan dengan
sudut (sudut permukaan bumi sama dengan sudut di bidang datar) dinamakan proyeksi
conform.
Contoh aplikasi yang mempertahankan geometric itu adalah proyeksi equivalent
yaitu pemetaan yang biasanya digunakan oleh BPN, proyeksi equidistance yaitu pemetaan
yang digunakan departemen perhubungan dalam hal ini misalnya jaringan jalan. Sedangkan
proyeksi conform yaitu pemetaan yang digunakan untuk keperluan navigasi laut atau udara.
4
Berdasarkan bidang perantara yang diterangkan di atas yaitu ada 3 jenis bidang
perantara dan mempunyai 3 jenis geometric maka kita bisa menggunakan 27 kombinasi/
variasi/ altematif untuk memproyeksikan titik-titik di atas permukaan bumi pada bidang
datar.
Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu :
1) Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV)
2) Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH)
3) Pengukuran Titik-titik Detail
Geoinformatika berkaitan dengan:
1) Digital mapping (pemetaan digital) ↔autocad
2) GIS (Geographical Information Sistem)↔ mapinfo, arcinfo, arcview
3) Image Processing ↔ lorisis, ermaper.
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan
melakukan pengukuranpengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak
beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk
mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka
Dasar Horizontal) dan pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak
antara titik-titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta pengukuran titik-
titik detail. Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang
tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya merupakan
bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan
perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil. Titik-titik kerangka dasar
pemetaan yang akan ditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat
tersebar merata dengan kerapatan tertentu, permanen, mudah dikenali dan
didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya.
Dalam perencanaan bangunan Sipil misalnya perencanaan jalan raya, jalan kereta
api, bendung dan sebagainya, Peta merupakan hal yang sangat penting untuk perencanaan
5
bangunan tersebut. Untuk memindahkan titik - titik yang ada pada peta perencanaan suatu
bangunan sipil ke lapangan (permukaan bumi) dalam pelaksanaanya pekerjaan sipil ini
dibuat dengan pematokan/ staking out, atau dengan perkataan lain bahwa pematokan
merupakan kebalikan dari pemetaan.
1.2 Tujuan
Setiap pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bayangan dari
keadaan lapangan, yaitu dengan menentukan tempat titik-titik diatas permukaan bumi (di
lapangan) yang diukur dan dihubungkan antara titik satu dengan titik lainnya.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pengukuran sipat datar Kerangka Dasar
Vertikal (KDV) yaitu :
1. Untuk mengetahui beda tinggi antara antara dua titik diatas permukaan bumi.
2. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran situasi jalan dan bangunan dengan
menggunakan metode sipat datar.
3. Mahasiswa mampu dan terampil dalam menggunakan pesawat penyipat datar atau
waterpass.
4. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan, dan mengolah data dari hasil pengukuran
dilapangan.
6
BAB II
PENGUKURAN SIPAT DATAR KERANGKA DASAR
VERTIKAL
2.1 Pengertian
Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian
tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean
sea level - MSL) atau ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat
menyatu pada satu pilar dengan titik kerangka dasar horizontal.
Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal dimulai oleh Belanda dengan menetapkan
MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran sipat datar teliti. Bakosurtanal,
mulai akhir tahun 1970-an memulai upaya penyatuan sistem tinggi nasional dengan
melakukan pengukuran sipat datar teliti yang melewati titik-titik kerangka dasar yang telah
ada maupun pembuatan titik-titik baru pada kerapatan tertentu. Jejaring titik kerangka dasar
vertikal ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi (TTG).
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi sipat datar masih merupakan cara
pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (K)
dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi
dan pulang. Pada tabel 2 ditunjukkan contoh ketentuan ketelitian sipat teliti untuk
pengadaan kerangka dasar vertikal. Untuk keperluan pengikatan ketinggian, bila pada suatu
wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan ketinggian titik triangulasi sebagai
ikatan yang mendekati harga ketinggian teliti terhadap MSL.
Dalam pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (KDV) terdiri atas beberapa macam
metode yang digunakan yaitu :
7
1. Metode pengukuran sipat datar optis
2. Metode pengukuran trigonometris
3. Metode pengukuran barometris
Dalam laporan ini metode pengukuran KDV yang akan dibahas adalah metode
pengukuran sipat datar optis.
2.2 Pengukuran Sipat Datar Optis
8
Metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik
atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di
atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titiktitik
akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang
vertikal.
Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik
yang diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai permukaan ketinggian yang tidak sama atau
mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat diketahui maka
tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama diketahui tingginya.
Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus
sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung
berada di tengah garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus di
tengah setiap kali akan membaca skala rambu.
Karena interval skala rambu umumnya 1 cm, maka agar kita dapat menaksir bacaan
skala dalam 1 cm dengan teliti, jarak antara alat sipat datar dengan rambu tidak lebih dari 60
meter. Artinya jarak antara dua titik yang akan diukur beda tingginya tidak boleh lebih dari
120 meter dengan alat sipat datar ditempatkan di tengah antar dua titik tersebut dan paling
dekat 3,00 m.
Beberapa istilah yang digunakan dalam pengukuran alat sipat datar, diantaranya:
a) Stasion
Stasion adalah titik dimana rambu ukur ditegakan; bukan tempat alat sipat datar
ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri
alat.
b) Tinggi alat
Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar didirikan.
c) Tinggi garis bidik
9
Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian
(permukaan air laut rata-rata).
d) Pengukuran ke belakang
Pengukuran ke belakang adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion
yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik.
Rambunya disebut rambu belakang.
e) Pengukuran ke muka
Pengukuran ke muka adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang
diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik.
Rambunya disebut rambu muka.
f) Titik putar (turning point)
Titik putar (turning point) adalah stasion dimana pengukuran ke belakang dan ke
muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di stasion tersebut.
g) Stasion antara (intermediate stasion)
Stasion antara (intermediate stasion) adalah titik antara dua titik putar, dimana
hanya dilakukan pengukuran ke muka untuk menentukan ketinggian stasion
tersebut.
h) Seksi
Seksi adalah jarak antara dua stasion yang berdekatan, yang sering pula disebut
slag.
Jenis-jenis pengukuran sipat datar ada beberpa macam pengukuran, dantaranya:
a. Sipat datar memanjang
Digunakan apabila jarak antara dua stasion yang akan ditentukan beda tingginya
sangat berjauhan (di luar jangkauan jarak pandang). Jarak antara kedua stasion
tersebut dibagi dalam jarak-jarak pendek yang disebut seksi atau slag.
Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag akan menghasilkan beda tinggi antara kedua
stasion tersebut.
10
Tujuan pengukuran ini umumnya untuk mengetahui ketinggian dari titik-titik yang
dilewatinya dan biasanya diperlukan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah
pemetaan. Hasil akhir daripada pekerjaan ini adalah data ketinggian dari pilar-pilar
sepanjang jalur pengukuran yang bersangkutan. Yaitu semua titik yang ditempati
oleh rambu ukur tersebut.
Sipat datar memanjang dibedakan menjadi:
Memanjang terbuka,
Memanjang keliling (tertutup),
Memanjang terbuka terikat sempurna,
Memanjang pergi pulang,
Memanjang double stand.
b. Sipat datar resiprokal
Kelainan pada sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas nivo yang
dilengkapi dengan skala pembaca bagi pengungkitan yang dilakukan terhadap nivo
tersebut. Sehingga dapat dilakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik yang
tidak dapat dilewati pengukur. Seperti halnya sipat datar memanjang, maka hasil
akhirnya adalah data ketinggian dari kedua titik tersebut.
Perbedaan tinggi antara A ke B adalah hAB = ½ {(a - b) + (a’ + b’)}. Titik-titk C, A, B,
dan D tidak harus berada pada satu garis lurus. Apabila jarak antara A dan B jauh,
salah satu rambu (rambu jauh) diganti dengan target dan sipat datar yang digunkan
adalah tipe jungkit.
Apabila sekrup pengungkit dilengkapi skala untuk menentukan banyaknya putaran
seperti nampak pada gambar 51, yang dicatat bukan kedudukan gelombang nivo
akan tetapi banyaknya putaran sekrup pengungkit yang ditentukan oleh perbedaan
bacaan skala yang diperoleh.
11
c. Sipat datar profil
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui profil dari suatu trace baik jalan
ataupun saluran, sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan
timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi.
Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan dalam dua bagian yang disebut sebagai sipat
datar profil memanjang dan melintang. Hasil akhir dari pengukuran ini adalah
gambaran (profil) dari pada kedua jenis pengukuran tersebut dalam arah potongan
tegaknya.
Profil memanjang
Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah untuk menentukan
ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis rencana proyek sehingga dapat
digambarkan irisan tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek
tersebut. Gambar irisan tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana
proyek disebut profil memanjang.
Di lapangan, sepanjang garis rencana proyek dipasang patok-patok dari kayu
atau beton yang menyatakan sumbu proyek. Patok-patok ini digunakan untuk
pengukuran profil memanjang.
Profil melintang
Profil melintang diperlukan untuk mengetahui profil lapangan pada arah tegak
lurus garis rencana atau untuk mengetahui profil lapangan ke arah yang
membagi sudut sama besar antara dua garis rencana yang berpotongan.
Apabila profil melintang yang dibuat mempunyai jarak pendek (± 120 m), maka
pengukurannya dapat dilakukan dengan cara tinggi garis bidik. Apabila panjang,
dilakukan seperti profil memanjang.
d. Sipat datar luas
Untuk merencanakan bangunanbangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan
tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran sipat
datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail.
12
Kerapatan dan letak titik detail diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila makin
rapat titik detail pengukurannya maka akan mendaptkan gambaran permukaan
tanah yang lebih baik. Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh garis-garis
yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama. Garis ini
dinamakan kontur.
Pada jenis pengukuran sipat datar ini yang paling diperlukan adalah penggambaran
profil dari suatu daerah pemetaan yang dilakukan dengan mengambil ketinggian
dari titik-titik detail di daerah tersebut dan dinyatakan sebagai wakil daripada
ketinggiannya, sehingga dengan melakukan interpolasi diantara ketinggian yang
ada, maka dapat ditarik garis-garis konturnya di atas peta daerah pengukuran
tersebut.
Cara pengukurannya adalah dengan cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan
pengukuran berjalan lancar maka pilihlah tempat alat ukur sedemikian rupa, hingga
dari tempat ini dapat dibidik sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya.
13
Pengukuran dengan cara sifat datar optis adalah dengan memahami bahwa beda
tinggi dua titik adalah jarak antara kedua bidang nivo yang melalui titik–titik itu. Selanjutnya
bidang nivo dianggap mendatar untuk jarak–jarak yang kecil antara titik–titik itu. Apabila
demikian, beda tiggi h dapat ditentukan dengan menggunakan garis mendatar yang
sembarang dan dua mistar yang dipasang di atas kedua titik A dan B.
Rambu Rambu
Belakang muka
BTb BTm
H12=BTb - BTm
1 A 2
Pada alat sipat datar Optis, akan terdapat garis bidik, dimana garis bidik ini harus
dibuat mendatar, supaya dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik.
Ingatlah pula pada nivo tabung, karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang
dapat mendatar dapat pula digunakan untuk mendatarkan garis bidik di dalam suatu
teropong
Garis lurus mendatar didapat pula pada bidang atas zat cair yang misalnnya
ditempatkan di dalam pipa. Garis lurus yang didapat dari permukaan zat cair ini digunakan
pada alat – alat yang sederhana, untuk mennentukan beda tinggi antara dua titik.
14
2.3 Ketelitian Pengukuran Sipat Datar
Dalam pengukuran sipat datar akan pasti mengalami kesalahan-kesalahan yang pada
garis besarnya dapat digolongkan ke dalam kesalahan yang sifatnya sistimatis (Systematic
errors) dan kesalahan yang sifatnya kebetulan (accidental errors).
Kesalahan-kesalahan yang tergolong sistematis adalah kesalahan-kesalahan yang
telah diketahui penyebabnya dan dapat diformulasikan ke dalarn rumus matematika
maupun fisika tertentu.
Misalnya, kesalahan - kesalahan yang terdapat pada alat ukur yang digunakan antara
lain kesalahan garis bidik, kesalahan garis nol skala rambu; kesalahan karena faktor alam
antara lain refraksi udara dan kelengkungan bumi.
Kesalahan - kesalahan yang tergolong kebetulan adalah kesalahan-kesalahan yang
tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya tidak dapat ditentukan, akan tetapi orde
besarnya biasanya kecil-kecil saja serta kemungkinan positif dan negatifnya sama besar.
Misalnya, kesalahan menaksir bacaan pada skala rambu, menaksir letak gelembung
nivo di tengah. Karena kesalahan sistimatik bersifat menumpuk (akumulasi), maka hasil
pengukuran harus dibebaskan dari kesalahan sistematis tersebut. Cara yang dapat
ditempuh yaitu dengan memberikan koreksi terhadap hasilnya atau dengan caracara
pengukuran tertentu. Misalnya, untuk menghilangkan pengaruh kesalahan garis bidik,
refraksi udara dan kelengkungan bumi, alat sipat datar harus ditempatkan tepat di tengah
antara dua rambu (jarak ke rambu belakang dan ke rambu muka harus dibuat sama besar).
Dengan demikian hasil pengukuran hanya dipengaruhi kesalahan yang sifatnya
kebetulan. Untuk mengetahui apakah pengukuran harus diulangi atau tidak dan untuk
mengetahui baik tidaknya pengukuran sipat datar (memanjang), maka ditentukan batas
harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima yang dinamakan toleransi
pengukuran.
15
Angka toleransi dihitung dengan rumus:
T=± K √ D
Dimana :
T = toleransi dalam satuan milimeter
K = konstanta yang menunjukan tingkat ketelitian pengikuran dalam satuan milimeter
D = jarak antara dua titik yang diukur dalam satuan kilometer
Alat ukur penyipat datar yang sederhana terdiri atas dua tabung dari gelas yang
berdiri dan dihubungkan dengan pipa dari logam, pada akhirnnya alat seperti ini banyak
ditinggalkan dan diganti dengan slang dan karet pada pipa logamnya. Setelah slang
dihubungkan pada dua tabung gelas dengan panjang yang diperlukan, alat diisi dengan air
yang telah dihilangkan dari gelembung–gelembung udara. Kedua tabung gelas ini dipasang
tegak lurus dan berdekatan, untuk melihat apakah ada perbedaan tinggi kedua permukaan
air di dalam dua tabung itu, dengan demikian, bila perlu dapat ditentukan koreksi titik nol
skala pada tabung gelas.
2.4 Syarat – Syarat Untuk Alat Ukur Sifat Datar
Pengukuran sipat datar memerlukan dua alat utama yaitu sipat datar dan rambu ukur
alat sipat datar. Biasanya alat ini dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk mendapatkan
sipatan mendatar dari kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan
alat tersebut di atas titik yang bersangkutan.
a. Pesawat sipat datar yang kita gunakan dapat ditemukan pada beberapa alat berikut.
1. Dumpy Level
Kelebihan dari alat sipat datar ini yaitu teleskopnya hanya bergerak pada suatu
bidang yang menyudut 900 terhadap sumbu rotasinya. Alat ini adalah alat yang
paling sederhana.
Bagian dari alat ini meliputi :
16
Landasan alat ini terletak di atas dari tripod (statif) dan merupakan landasan
datar tempat alat ukur tersebut diletakan dan diatur sebelum melakukan
pengukuran.
Sekrup penyetel berfungsi untuk mendatarkan alat ukur di atas landasan alat
tersebut, juga untuk mendatarkan sebuah bidang nivo yaitu bidang yang tegak
lurus terhadap garis gaya gravitasi.
Tribach adalah platform ataupun penghubung statip dan alat sipat datar.
Teropong ini duduk di atas tribach dan kedudukan mendatarnya diatur oleh
ketiga sekrup penyetel yang terdapat pada tribach diatas. Teropong ini
dilengkapi dengan sekumpulan peralatan optis dan peralatan untuk dapat
memperbesar bayangan, reticule dengan benang diafragma, serta peralatan
penyetel lainnya.
Pada alat ukur sipat datar ini umumnya terdapat dua buah nivo. Dari jenis kotak
yang terletak pada tribach dan jenis tabung yang terletak di atas teropong. Nivo
kotak tersebut digunakan untuk mendatarkan bidang nivo dari alat tersebut,
yaitu agar tegak lurus pada garis grafvitasi dan nivo tabung digunakan untuk
mendatarkan teropong pada jurusan bidikan.
17
Tipe kekar terdiri dari:
1) Teropong,
2) Nivo tabung,
3) Skrup koreksi/pengatur nivo,
4) Skrup koreksi/pengatur diafragma (4 buah),
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
6) Skrup kiap (umumnya 3 buah),
7) Tribrach, penyangga sumbu kesatu dan teropong,
8) Trivet, dapat dikuncikan pada statip
9) Kiap (leveling head), terdiri dari tribrach dan trivet,
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak) ,
11) Tombol focus
18
2. Tipe Reversi (Reversible Level)
Kelebihan dari sipat datar ini yaitu pada teropong terdapat nivo reversi dan teropong
mempunyai sumbu mekanis. Pada type ini teropong dapat diputar sepanjang sumbu
mekanis sehingga nivo tabung letak dibawah teropong. Karena nivo tabung
mempunyai dua permukaan maka dalam posisi demikian gelembung nivo akan
nampak. Disamping itu teropong dapat diungkit sehingga garis bidik bisa mengarah
keatas, kebawah maupun mendatar.
19
20
Tipe Reversi terdiri dari:
1) Teropong,
2) Nivo reversi (mempunyai dua permukaan),
3) Skrup koreksi/pengatur nivo
4) Skrup koreksi/pengatur diafragma,
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
6) Skrup kiap,
7) Tribrach,
8) Trivet,
9) Kiap,
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak),
11) Tombol focus,
12) Pegas,
13) Skrup pengungkit teropong,
14) Skrup pemutar,
15) Sumbu mekanis,
3. Titing Level
Perbedaan tilting level dan dumpy level adalah teleskopnya tidak dapat dipaksa
bergerak sejajar dengan plat paralel di atas. Penyetelan pesawat ungkit ini lebih
mudah dibandingkan dengan dumpy level. Kelebihan dari pesawat tilting level yaitu
teropongnya dapat diungkit naik turun terhadap sendinya, dan mempunyai dua nivo
yaitu nivo kotak dan nivo tabung.
21
Dalam tilting level terdapat sekrup pengungkit teropong dan hanya terdiri dari tiga
bagian saja. Bagian dari alat ini, diantaranya:
Dudukan alat, Pada bagian alat ini dapat berputar terhadap sumbu vertikal alat,
yaitu dengan tersedianya bola dan soket diantara landasan statif dan tribach
tersebut.
Teropong yang terdapat pada alat ukur ini sama dengan pada alat ukur dumpy
level ataupun teropong pada umumnya.
Nivo, Demikian pula nivo yang terletak di atas teropong tersebut mempunyai
fungsi yang sama dengan yang terdapat pada alat-alat lainnya. Berbeda dengan
tipe reversi, pada tipe ini teropong dapat diungkit dengan skrup pengungkit.
Keterangan :
1) Teropong,
2) Nivo tabung,
3) Skrup koreksi/pengatur nivo,
4) Skrup koreksi/pengatur diagram,
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
22
6) Skrup kiap,
7) Tribrach,
8) Trivet,
9) Kiap (leveling head),
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak),
11) Tombol focus,
12) Pegas,
13) Skrup pengungkit teropong,
4. Automatic Level
Pada alat ini yang otomatis adalah sistem pengaturan garis bidik yang tidak lagi
bergantung pada nivo yang terletak di atas teropong. Alat ini hanya mendatarkan
bidang nivo kotak melalui tiga sekrup penyetel dan secara otomatis sebuah bandul
menggantikan fungsi nivo tabung dalam mendatarkan garis nivo ke target yang
dikehendaki.
Bagian-bagian dari alat sipat datar otomatis diantaranya: kip bagian bawah (sebagai
landasan pesawat yang menumpu pada kepala statif), sekrup penyetel kedataran
(untuk menyetel nivo), teropong, nivo kotak (sebagai pedoman penyetelan rambu
kesatu yang tegak lurus nivo), lingkaran mendatar (skala sudut), dan tombol
pengatur fokus (menyetel ketajaman gambar objek).
Keistimewaan utama dari penyipat datar otomatis adalah garis bidiknya yang melalui
perpotongan benang silang tengah selalu horizontal meskipun sumbu optik alat
tersebut tidak horizontal.
23
b. Rambu ukur, rambu ukur untuk pengukuran sipat datar (leveling) diklasifikasikan ke
dalam dua tipe, yaitu:
1. Rambu sipat datar dengan pembacaan sendiri
a) Jalon
b) Rambu sipat datar sopwith
c) Rambu sipat datar bersendi
d) Rambu sipat datar invar
2. Rambu siapat datar sasaran, rambu ukur diperlukan untuk mempermudah/
membantu mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah.
Rambu ukur terbuat dari kayu atau campuran logam alumunium. Ukurannya, tebal 3
cm – 4 cm, lebarnya ±10 cm dan panjang 2 m, 3 m, 4 m, dan 5 m. Pada bagian bawah
diberi sepatu, agar tidak aus karena sering dipakai.
Rambu ukur dibagi dalam skala, angka-angka menunjukan ukuran dalam desimeter.
Ukuran desimeter dibagi dalam sentimeter oleh E dan oleh kedua garis. Oleh karena
itu, kadang disebut rambu E. Ukuran meter yang dalam rambu ditulis dalam angka
romawi. Angka pada rambu ukur tertulis tegak atau terbalik. Pada bidang lebarnya
ada lukisan milimeter dan diberi cat merah dan hitam dengan cat dasar putih agar
saat dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Meter teratas dan meter terbawah
berwarna hitam, dan meter di tengah dibuat berwarna merah.
Fungsi rambu ukur adalah sebagai alat bantu dalam menentukan beda tinggi dan
mengukur jarak dengan menggunakan pesawat. Rambu ukur biasanya dibaca
langsung oleh pembidik.
Syarat utama pada semua alat ukur penyipat datar ialah garis bidik didalam
teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Selain syarat tersebut diatas masih terdapat
beberapa syarat penunjang diantaranya :
24
a. Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar. Bila garis
bidik yang telah sejajar dengan garis arah nivo tidak tegak lurus pada sumbu kesatu,
maka garis bidik akan membuat sudut < 90 derajat.
Untuk selanjutnya dapat dilihat keadaan alat yang baik yang dapat digunakan untuk
pekerjaan sebagai alat penyipat datar, dimana bila keadaan garis arah nivo telah tegak
lurus pada sumbu kesatu. Dengan gelembung di tengah–tengah garis bidik yang menjadi
datar, diarahkan ke mistar kiri. Dan karena garis arah nivo telah tegak lurus pada sumbu
kesatu, sumbu kesatu akan letak tegak lurus.
b. Benang mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada pengukuran
tinggi dengan cara menyipat datar, yang dicari selalu titik potong garis bidik yang
mendatar dengan mistar–mistar yang dipasang di atas titik–titik, sedang diketahui
bahwa garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan garis lurus titik potong dua
garis diafragma pada mistar.
Sebelum alat ukur penyipat datar digunakan untuk mengukur, maka syarat-syarat
ini harus dipenuhi lebih dahulu atau dengan perkataan lain: alat ukur penyipat datar harus
diatur lebih dahulu, supaya tiga syarat keseimbangan dapat dipenuhi.
2.5 Instrument – Instrument Sifat Datar
1. Sifat datar langsung
a. Sifat datar spirit
b. Sifat datar barometer
2. Sifat datar tak langsung
a. Sifat datar trigonometri
b. Sifat datar memotong sungai
c. Sifat datar triangulasi udara
25
2.6 Instrument Pokok Sifat Datar
a. Instrument sifat datar wye
Instrument sifat datar wye ini adanya sebuah teleskop dan tabung nivau yang
didukung sifat datar berbentuk Y mempunyai bagian–bagian tertentu yang dapat distel
sendiri untuk pengukuran kasar.
b. Instrument sifat datar Tabung
Instrument sifat datar tabung ini sama halnya seperti instrument sifat datar wye
akan tetapi dalam sifat datar tabung keberadaan pesawatnya sudah distel.
c. Instrument sifat datar Ungkit
Instrument sifat datar ungkit adalah paling banyak digunakan dalam pengukuran.
d. Instrument sifat datar Otomatis
Instrument sifat datar otomatis lebih banyak digunakan dalam pengukuran dalam
konstruksi karena lebih mudah dalam pengerjaannya. Dalam sifat datar otomatis ini
kelemahannya adalah lebih mudah dipengaruhi oleh faktor getaran.
26
2.7 Macam – Macam Alat Ukur Sifat Datar
Berdasarkan konstruksinya alat ukur penyipat datar dapat dibagi menjadi empat
macam utama, yaitu :
a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap ditempatkan di atas
teropong, sedang teropong hanya dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu
putar.
b. Alat ukur sifat datar yang mempunyai nivo reversi, dan ditempatkan pada teropong.
Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu
putar, dapat pula diputar dengan suatu sumbu yang letak searah dengan garis bidik.
Sumbu putar ini dinamakan sumbu mekanis teropong. Teropong dapat diangkat dari
bagian bawah alat ukur penyipat datar.
27
c. Alat ukur penyipat datar dengan
teropong yang mempunyai sumbu mekanis, tetapi nivo tidak diletakkan pada teropong,
melainkan ditempatkan dibawah, lepas dari teropong. Teropong dapat diangkat dari
bagian bawah alat ukur penyipat datar.
d. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat diangkat dari bagian bawah alat
ukur penyipat datar dan dapat diletakkan di bagian bawah dengan landasan yang
berbentuk persegi, sedang nivo ditempatkan pada teropong.
28
Syarat-syarat alat ukur penyipat datar sebagai berikut :
Syarat utama : garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
Syarat kedua : garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
syarat ketiga : garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu.
2.8 Kesalahan – Kesalahan Pada Sifat Datar
Sesuai dengan karateristik, kesalahan dapat di bedakan dalam 3 klasifikasi sebagai berikut :
1. kesalahan petugas
2. kesalahan sistematis
3. Kesalahan besar
a. Kesalahan Sistematis (Sistematical Error)
Kesalahan Sistematis adalah kesalahan yang terjadi karena faktor peralatan dan
kondisi alam. Peralatan yang dibuat oleh manusia walaupun dibuat dengan tingkat akurasi
tinggi tetap masih mempunyai keterbasan pada ketelitian. Alam turut mempengaruhi hasil
pengukuran dan pemetaan karena perbedaan suhu, temperatur, dan kondisi alam
dilapangan.
Kesalah sistematis dapat terjadi karena kesalahan alat yang kita gunakan. Alat-alat
yang di gunakan adalah alat ukur penyipat datar dam mistar. Lebih dahulu kita akan tinjau
kesalahan yang ada pada alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang di dapat adalah yang
berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan itu adalah garis bidik tidak sejajar dengan
dengan garis arah nivo
Dapat di ketahiu bahwa untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik mistar yang
di letakan di atas dua titik harus di bidik dengan garis bidik yang mendatar. Semua pembacan
yang di lakukan dengan garis bidik yang mendatar diberi tanda dengan angka 1. pembacaan
dengan garis bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm1, sedang pembacaan yang di lakukan
29
dengan garis bidik miring dinyatakan dengan angka 2. bila gelembung di tengah-tengah , jadi
garis arah nivo mendatar dan garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka garis
bidik akan miring dan membuat sudut α denag garis arah nivo, sehingga pembacaan pada
kedua mistar akan menjadi BTm dan BTb
Beda tinggi antara titik A dan titik B sama dengan t = BTb1-BTm1. sekarang akan
dicari hubungan antara selisih pembacaan BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis bidik
miring dengan selisih pembacaan BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila garis bidik
mendatar jadi telah sejajar dengan garis arah nivo . maka koreksi garis bidik untuk diatas
adalah dengan: = (BTb1-BTm1)-(BTb2-BTm2)
( db1-dm1)-(db2-dm2)
Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan oleh karena keadaan alam yang dapat
di sebabkan oleh:
1. karena lengkungan permukaan bumi.
2. karena melengkungnya sinar cahaya. ( refraksi ). Sinar cahaya yang datang dari benda
yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya,
karena suhu dan tekannya tidak sama.
3. karena getaran udara . karena adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi
keatas, maka bayangan dari mistar yang di lihat dengan teropong akan bergetar
sehingga pembacan ada mistar tidak dapat dilakukan.
4. karena masuknya lagi kaki tiga dan mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara
pengukuran satu mistar dengan mistar lainya baik kaki tiga maupun mistar kedua
masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di
gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang di tempati oleh mistar-mistar
itu.
5. karena perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar kena napas sinar
matahari maka akan terjadi tegangan pada bagian-bagian alat ukur, terutama pada
bagian penting seperti nivo.
30
Pengaruh kesalahan garis bidik. Bila garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, maka
hasil pembacaan tidak benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar. Garis bidik mempunyai
kemiringan sebesar dan garis arah nivo. Mengatasi kesalahan garis bidik :
Dasar / dihitung kemiringan garis bidik itu, dan selanjutnya dikoraksikan terhadap hasil
ukuran.
Eleminasi, yaitu dengan mengatur penempatan alat sehingga kesalahan tersebut hilang
dengan sendirinya (tereliminir).
Mencari kesalahan garis bidik
Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu prosedur untuk mengetahui kemungkinan
munculnya kesalahan pada peralatan dan melakukan upaya untuk dapat
mengeliminirnya atau bahkan untuk menghilangkan kesalahan tersebut.
b. Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan Acak adalah kesalahan yang terjadi karena keterbatasan pada panca
indera manusia. Keterbatasan tersebut dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian,
ketidakmengertian pada instrument, atau belum terlatihnya petugas yang bersangkutan.
Untuk menanggulanginya diperlukan koreksi-koreksi dengan pendekatan ilmu-ilmu statistik,
pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu syarat geometrik menjadi kontrol dan
penyipat data yang tercakup pada titik-titik kontrol pengukuran.
31
c. KesalahanBesar (Blunder)
Kesalahan besar dapat terjadi apabila operator atau surveyor melakukan kesalahan-
kesalahan yang seharusnya tidak terjadi akibat dari kesalahan pada pembacaan dan
penulisan nilai-nilai yang diambil dilapangan. Dengan demikian jika terjadi kesalahan besar
maka pengukuran harus diulang atau data tersebut harus dibuang dan diganti dengan data
yang baru, jika memang data tersebut tidak terlalu berpengaruh pada pada hasil pengukuran
dan pemetaan.
32
BAB III
PENGOLAHAN DATA PENGUKURAN SIPAT DATAR
3.1 Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat memahami, mendeskripsikan dan mengaplikasikan berbagai
metoda pengukuran beda tinggi dengan pesawat penyipat datar pada praktik pengukuran
dan pemetaan Ilmu Ukur Tanah.
3.2 Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan survey ke lapangan sekaligus dengan tugas yang
diberikan.
b. Mahasiswa dapat menentukan letak patok-patok pengukuran dan
mengkoordinasikannya dalam jumlah slag yang genap.
c. Mahasiswa mampu mematok rencana pematokan itu dilapangan
d. Mahasiswa mampu mengetengahkan gelembung nivo.
e. Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kesalahan garis bidik dengan kedudukan
alat pada stand 1 dan stand 2 dengan menggunakan rumus kesalahan garis bidik (KGB).
f. Mahasiswa mampu mendirikan alat pada slag/seksi 1 dan slag-slag selanjutnya yang
letaknya kira-kira ditengah antara dua rambu serta mampu membaca benang atas,
tengah dan bawah rambu belakang, benang atas, tengah dan bawah rambu muka dan
jarak muka dan jarak rambu belakang.
3.3 Peralatan yang dibutuhkan :
33
1. Alat Sipat Datar
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Rol meter 50 m
5. Unting-unting
6. Payung
7. Papan dada
8. Format tabel pengukuran
9. Peta lokasi pengukuran
10. Palu
3.4 Prosedur Pengukuran :
a. Mahasiswa akan menerima peta dan batas-batas daerah pengukuran
b. Melakukan survey kedaerah yang kan dipetakan pada jalur pembuatan pemetaan.
c. Setelah praktikum, kembali ke laboratorium praktikum dan mampu menentukan lokasi-
lokasi patok atau merencanakan lokasi-lokasi patok sehingga jumlah slag/seksi itu akan
genap.
d. Dengan membawa patok-patok praktikan menandai di lapangan.
e. Melakukan pengukuran kesalahan garis bidik, yang perlu diperhatikan pengukuran itu
tidak harus dilaksanakan jauh dari laboratorium.
f. Tentukan arah pengukuran yang sama arah pengukuran adalah arah pergi yang disebut
dengan arah muka sedangkan sebaliknya adalah arah belakang. Dirikan alat sipat datar
pada slag/seksi 1 yang terletak kira-kira ditengah antara 2 titik pegukuran, buat agar
gelembung pada alat sipat datar berada di tengah dengan prinsip 2 sekrup kaki kiap
dan 1 sekrup kaki kiap. Kemudian baca benang atas, benang tengah dan benang bawah
rambu belakang dan benang atas, benang tengah dan benang bawah rambu muka
hasil pembacaan tulis pada formulir yang telah disiapkan. Ukur jarak dari rambu alat ke
rambu belakang dan jarak alat ke rambu muka. Setelah selesai lakukan hal sama pada
slag/seksi 2 sampai slag/seksi akhir pengukuran selesai.
34
g. Selanjutnya praktikan siap mengolah data, pengolahan data yang dilakukan adalah
pengolahan data kesalahan garis bidik kemudian melakukan pengolahan data untuk
mengeliminir kesalahan acak atau sistematis dengan dilengkapi instrumen tabel
kesalahan garis bidik dan sistematis.
Hasil yang diperoleh dari praktek pengukuran sifat datar dan pengolahan data
lapangan adalah tinggi pada titik-titik yang diukur untuk keperluan penggambaran dalam
pemetaan.
3.5 Pengukuran Sifat Datar
Eliminasi kesalahan sistematis alat sipat datar dengan cara, mengoreksi KGB
(kesalahan garis bidik). Metode pengukuran rambu muka dan belakang dengan dua stand
(dua kali alat berdiri).
BT¿
= benang tengah yang dianggap benar
BT = benang tengah yang dibaca dari teropong
Koreksi = - kesalahan
I = kgb = sudut
tanlim kgb→0
kgb=( BT−BT¿
d )kgb=(BT−BT
¿
d )
kgb=¿¿35
BTbII BTmII
BAmII
BBbII
BAb||
BBbII
BTm¿
AB
db1
BTm
Slag
BTb
BT¿
b dm1
koreksi kgb= (-kgb)
Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi alam
Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi alam dapat dikoreksi dengan membuat
jarak belakang dan jarak muka hampir sama.
a. Jumlah slag pengukuran harus genap.
Peluang untuk meng-koreksi kesalahan di slag ganjil dan genap lebih besar. Pembagian
kesalahan setiap slag lebih rata.
b. Cara meng-koreksi kesalahan acak (random error)
1. Dilapangan kita peroleh bacaan BA, BT, BB pada setiap slag (missal n) n= genap.
2. Dari lapangan kita peroleh jarak belakang x jarak muka
Setelah diketaui kgb, maka kita dapat menghitung kesalahan sistematis, langkah-langkah dalam
menghitung kesalahan sistematis adalah sebagai berikut:
1. kita koreksi bacaan BTb& BTm
BT¿
= BTb-kgb.db
BT¿
m= BTm-kgb.db
2. kita hitung beda tinggi yang telah dikoreksi kesalahan sistematis (-kgb)
Δh = BT¿
b− BT¿
m
3. ∑ Δh = 0 (syarat untuk kurva tertutup)
kenyataan ∑ Δh≠0→∑ Δh = k. Δh (kesalahan acak sipat datar)
k. Δh = Δhab+Δhbc+Δhcd+Δhda
4. kita koreksi beda tinggi setiap slag yang sudah dieliminasi kesalahan acak.
36
ΔH¿
ab=(BT¿ bA−BT
¿
mB)−k .ΔH(dbI +dmI )
(d I+d II+d III+d IV )
kontrol = ΔH¿
ab+ΔH¿
bc+ΔH¿
cd+ΔH¿
da= 0
5. jika diketahui TA= +700.00 m MSL
TB= TA+ ΔH¿
AB
3.6 Prosedur Pengolahan Data
a) Menyiapkan tabel pengolahan data sipat datar KDV.
b) Masukan nilai kesalahan garis bidik kedalam tabel
c) Masukan nilai benang atas BT,BB, d belakang d muka kedalam tabel
d) Hitung BT koreksi disetiap slag
e) Hitung beda tinggi disetiap slag dari bacaan benang tengah koreksi belakang dan
muka
f) Hitung nilai kesalahan beda tinggi dengan menggunakan beda tinggi setiap slag
g) Hitung jarak pita ukur setiap slag dengan menjumlahkan jarak belakang dan jarak
muka
h) Menghitung total jarak jalur pengukuran dengan menggunakan semua jarak slag
i) Hitung bobot koreksi setiap slag dengan membagi jarak slag dengan total jarak
pengukuran
j) Menghitung beda tinggi koreksi dengan cara menjumlahkan beda tinggi awal ( BTbk –
BTmk ) dengan perkalian
k) Control beda tinggi hasil koreksi
l) Menghitung tinggi titik – titik pengukuran dengan cara menjumlahkan tinggi titik
sebelumnya dengan beda tinggi koreksi.
3.7 Prosedur Penggambaran
37
a) Mengetahui jarak total pengukuran dan selisih beda tinggi terbesar
b) Prinsip skala vertical berbeda dengan skala horizontal ( skala horizontal kurang dari
skala vertical )
c) Tetapkan ukuran kertas ( lebih baik menggunakan kertas millimeter )
d) Contoh skala horizontal 1:100 dan skala vertical 1:2
e) Design / rancang tata letak penggambaran yang meliputi muka gambar, legenda,
notasi dan skala gambar ( sebaiknya di grafis )
3.8 Pengolahan Data
3.8.1 Data Hasil Pengukuran
Diketahui, sipat datar Kerangka Dasar Vertikal (KDV) tertutup dengan 12 slag, titik 1
merupakan titik awal dengan ketinggian +905.276 meter, kgb = 0,0004.
Slag Muka Belakang dm db d = dm+db
BAm BTm BBm BAb BTb BBb
1 1.815 1.665 1.515 1.365 1.240 1.115 30 25 55
2 1.55 1.421 1.29 0.95 0.830 0.71 26 24 50
3 0.934 0.776 0.6 2.209 2.080 1.95 34.5 26 60.5
4 1.03 0.990 0.95 1.885 1.840 1.795 8 9 17
5 1.11 1.062 1.015 2.049 2.000 1.949 9.5 10 19.5
6 1.06 1.015 0.97 2.165 2.115 2.065 9 10 19
7 2.338 2.238 2.138 1.91 1.865 1.819 20 9 29
8 1.665 1.550 1.435 1.56 1.455 1.35 23 21 44
9 1.6 1.500 1.4 1.315 1.205 1.095 21 22 43
10 0.91 0.815 0.718 1.54 1.430 1.32 21 22 43
11 2.137 2.063 1.991 0.57 0.490 0.41 15 16 31
12 2.05 1.975 1.9 0.755 0.675 0.595 15.15 15 30.15
∑ d=¿441.15¿
3.8.2 Analisa Data Pengukuran
38
a. Mencari Benang Tengah Belakang Koreksi
BTbk = BTb – (kgb.db)
PerhitunganBTb di tiaptitik:
1. Titik 1 : 1.240 – (0,0004.25) = 1.23
2. Titik 2 : 0.830 – (0,0004.24) = 0.8204
3. Titik 3 : 2.080 – (0,0004.26) = 2.0696
4. Titik 4 : 1.840 – (0,0004.9) = 1.8364
5. Titik 5 : 2.000 – (0,0004.10) = 1.996
6. Titik 6 : 2.115 – (0,0004. 10) = 2.111
7. Titik 7 : 1.865 – (0,0004. 9) = 1.8614
8. Titik 8 : 1.455 – (0,0004. 21) = 1.4466
9. Titik 9 : 1.205 – (0,0004.22) = 1.1962
10. Titik 10 : 1.430 – (0,0004.22) = 1.4212
11. Titik 11 : 0.490 – (0,0004.16) = 0.4836
12. Titik 12 : 0.675 – (0,0004.15) = 0.669
b. Mencari Benang Tengah Muka Koreksi
BTmk = BTm – (kgb.dm)
PerhitunganBTmk di tiaptitik:
1. Titik 1 : 1.665 – (0,0004.30) = 1.653
2. Titik 2 : 1.421 – (0,0004.26) = 1.411
3. Titik 3 : 0.776 – (0,0004.34,5) = 0.752
4. Titik 4 : 0.990 – (0,0004.8) = 0.987
5. Titik 5 : 1.062 – (0,0004.9,5) = 1.058
6. Titik 6 : 1.015 – (0,0004.9) = 1.011
7. Titik 7 : 2.238 – (0,0004.20) = 2.230
8. Titik 8 : 1.550 – (0,0004.23) = 1.541
9. Tititk 9 : 1.500 – (0,0004.21) = 1.492
10. Titik 10 : 0.815 – (0,0004.21) = 0.807
39
11. Titik 11 : 2.063 – (0,0004.15) = 2.057
12. Titik 12 : 1.975 – (0,0004.15,15) = 1.969
c. Mencari Beda Tinggi Antara Dua Titik
Δh = BTbk – BTmk
Perhitunganbedatinggiantaraduatitik
1. Δh = 1.23 - 1.653 = -0.423
2. Δh = 0.8204 - 1.411 = -0.5906
3. Δh = 2.0696 - 0.752 = 1.3176
4. Δh = 1.8364 - 0.987 = 0.8494
5. Δh = 1.996 - 1.058 = 0.938
6. Δh = 2.111 - 1.011 = 1.1
7. Δh = 1.8614 - 2.230 = -0.3686
8. Δh = 1.4466 - 1.541 = -0.0944
9. Δh = 1.1962 - 1.492 = -0.2958
10. Δh = 1.4212 - 0.807 = 0.6142
11. Δh = 0.4836 - 2.057 = -1.5734
12. Δh = 0.669 – 1.969 = -1.3
∑ Δh=0.1734
d. Mencari Bobot
Bobot = d
∑ d
Perhitunganbobottiaptitik
1. Bobot = 55
441.15 = 0.124674147
2. Bobot = 50
441.15 = 0.113340133
3. Bobot = 60.5
441.15 = 0.137141561
4. Bobot = 17
441.15 = 0.038535645
40
5. Bobot = 19.5
441.15 = 0.044202652
6. Bobot = 19
441.15 = 0.04306925
7. Bobot = 29
441.15 = 0.065737277
8. Bobot = 44
441.15 = 0.099739317
9. Bobot = 43
441.15 = 0.097472515
10. Bobot = 43
441.15 = 0.097472515
11. Bobot = 31
441.15 = 0.070270882
12. Bobot = 30.15
441.15 = 0.0683441
∑ Bk=1
e. Mencari Beda Tinggi Koreksi
Δhk= Δh – (∑ Δh .bobot)
Perhitunganbedatinggikoreksi di tiaptitik
1. Δhk = -0.423 – (0.1734. 0.124674147) =-0.445
2. Δhk = -0.5906 – (0.1734. 0.113340133) =-0.610
3. Δhk = 1.3176 – (0.1734. 0.137141561) = 1.294
4. Δhk = 0.8494 – (0.1734. 0.038535645) = 0.843
5. Δhk = 0.938 – (0.1734. 0.044202652) = 0.930
6. Δhk = 1.1 – (0.1734. 0.043069) = 1.092
7. Δhk = -0.3686 – (0.1734. 0.065737277) = -0.380
8. Δhk = -0.0944 – (0.1734. 0.099739317) = -0.112
9. Δhk = -0.2958 – (0.1734. 0.097472515) = -0.312
10. Δhk = 0.6142 – (0.1734. 0.097472515) = 0.598
11. Δhk = -1.5734 – (0.1734. 0.070270882) = -1.586
13. Δhk = -1.3 – (0.1734. 0.0683441) = -1.312
41
∑ Δhk=0
f. Mencari Titik Tinggi, dengan titik awal + 905.276 meter
1. Tinggititik 1 = 905.267 (tinggititikawal)
2. Tinggititik 2 = 905.267 – (-0.445) = 905.712
3. Tinggititik 3 = 905.712 – (-0.610) = 906.322
4. Tinggititik 4 = 906.322 - 1.294 = 905.028
5. Tinggititik 5 = 905.028 - 0.843 = 904.185
6. Tinggititik 6 = 904.185 - 0.930 = 903.255
7. Tinggititik 7 = 903.255 - 1.092 = 902.163
8. Tinggititik 8 = 902.163 – (-0.380) = 902.543
9. Tinggititik 9 = 902.543 – (-0.112) = 902.655
10. Tinggititik 10 = 902.655 – (-0.312) = 902.967
11. Tinggititik 11 = 902.967 - 0.598 = 902.369
12. Tinggititik 12 =902.369 – (-1.586) = 903.955
13. Tinggititik 1’ = 903.955 – (-1.312) = 905.267
42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pengukuran yang telah dilakukan dapat kami simpulkan bahwa permukaan
bumi memiliki tinggi yang berbeda dan memiliki kontur yang berbeda hal itu dapat di
buktikan melalui perhitungan KDV.Adapun Langkah-perhitungan tersebut adalah :
1. Mencari benang tengah belakang koreksi
BTbk=BTb−(Kgb⋅db)
2. Mencari benang tengah muka koreksi
BTmk=BTm−(Kgb⋅dm )
3. Mencari beda tinggi antara dua titik
ΔH=BTbk−BTmk
4. Mencari beda tinggi koreksi
ΔHk=ΔH−(ΣΔH⋅Bobot )
5. Mencari bobot
Bobot= ΣdΣ(Σd)
6. Mencari tinggi titik
Ti=Tisebelumnya+ΔHkDengan menggunakan perhitungan diatas dapat diketahui beda tinggi dari titik-titik
yang telah kita tentukan dilapangan.
43
4.2 Saran
Dalam pembuatan laporan ini mungkin masih banyak kekurangan, sehingga bagi
para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan praktikum serupa (KDV) agar :
1. Lebih banyak membaca tentang Kerangka Dasar Vertikal
2. Lebih teliti dalam melakukan pengukuran KDV
3. Lebih memahami pelaksanaan KDV
4. Lebih meningkatkan kekompakan antara anggota kelompok.
44