LAPORAN PENDAHULUAN POLIKISTIK GINJAL
1. Definisi
Penyakit ginjal polikistik merupakan gangguan herediter yang terutama mengenai
tubulus ginjal yang dapat berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal polikistik
ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat
laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan.
ginjal polikistik adalah paling fulminant yang berkembang secara progresif menuju
kerusakan kedua buah ginjal.
2. Klasifikasi
Dua jenis ginjal polikistik yang dibedakan berdasarkan faktor genetik, yaitu;
a. autosomal dominant polycyctic kidney disease (ADPKD)
tanda dan gejala ADPKD sering berkembang antara usia 30-40 tahun. Penyakit ini
diturunkan oleh salah satu gen orang tuanya, sehingga anak memiliki peluang 50
persen untuk menderita penyakit ini.
b. Autosomal recessive polycistic kidney disease (ARPKD)
Tanda dan gejala pada penyakit ini dapat muncul ketika masa anak-anak. Proses
penyakit ini diturunkan oleh kedua orang tuanya, sehingga 25 persen anak dari
oarngat tua yang resesive akan menderia ARPKD.
Kedua bentuk ini ditandai dengan kerusakan kedua ginjal dengan adanya infiltrat kista-kista dari
beberapa ukuran ke dalam parenkim ginjal, sehingga fungsi ginjal semakin menurun.
3. Etiologi
Kista non-kanker (jinak) yaitu berisiseperti cairan, yang bervariasi dalam ukuran
sehingga jika terjadi penumpukan akan menjadikan volume semakin membesar.
Faktor yang menyebabkan terjadinya ginjal polikistik adalah gen abnormal dan cacat
genetik yang diturunkan secara herediter. Adanya mutasi gen juga dapat
menyebabkan ginjal polikistik.
4. Pathofisiologi
Ginjal dipenuhi oleh kista yang demikian membesar, mendesak jaringan ginjal dan
sekitarnya yang berangsur-angsur menghancurkan jaringan ginjal, yang.pada
akhirnya pasien menderita kegagalan ginjal.
5. Manifestasi klinis
- Ginjal dipenuhi oleh kista yang demikian membesar, mendesak jaringan ginjal
dan sekitarnya yang berangsur-angsur menghancurkan jaringan ginjal,
yang.pada akhirnya pasien menderita kegagalan ginjal.
- Tekanan darah tinggi
- Sakit kepala
- Peningkatan ukuran adbomen
- Hematuria
- Poliuri
- Batu ginjal
- Gagal ginjal
- Infeksi saluiran kemih
6. Pemeriksaan diagnostik
Untuk memastikan adanya kelainan ini perlu dilakukan pemeriksaan IVP
(intravenous pyeiography). Penggambaran dengan kontras dari piala ginjal dan
saluran-salurannya. Tindakan ini untuk melihat fungsi sekresi dan ekskresi dari
kedua ginjal, melihat apakah ada bate radiopaque dan radio luccut, dan melihat
apakah ada kelainan pada ginjal
Persiapan untuk tindakan IVP
Buat perjanj an dengan bagian radiologi
Hasil pemeriksaan ureum dan kreatinin harus dalam Batas normal
Sehari sebelumnya pasien makan bubur kasar
Pukul 18:00 pasien makan terakhir
Pukul 20:000 pasien diberikan 30 gram garam Inggris atau tablet laksansia
Pukul 22:00 dipuasakan'sampa selesai pemeriksaan
Pagi hart diberikan lagi obat tablet, diberikarnsupositoria per awal
Pasien dilarang merokok dan dianjurkan untuk tidak'banyak bicara
7. Penatalaksanaan
Tindakan pengobaton Penatalaksanaan pasien dengan penyakit ginjal polikistik meliputi :
Diet rendah protein yang memperlambat terjadinya kegagalan ginjal.
Pasien harus istirahat di tempat tidur.
Pembedahan dengan operasi Rovsings, suatu tindakan untuk melubangi kista, ini
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Persiapan untuk tindakan ini sama seperti
persiapan pasien untuk operasi pada umumnya.
Dialisis renal dan transplantasi ginjal bila pasien mengalami gagal ginjal. Bila ginjal
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, pasien mengalami gagal ginjal.
8. Komplikasi
a. Gangguan ini pada anak-anak dapat menyebabkan kematian. Pada orang
dewasa bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kegagalan ginjal.
b. Tekanan darah tinggi
Tekana darah tinggi merupakan komplikasi umum dari penyakit ginjal polikistik.
Jika tidak diobati, tekana darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut
dan meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke.
c. Hilangnya fungi ginjal
Hilangnya fungsi ginjal yang progresif merupakan komplikasi serius dari polikistik
ginjal. Penyakit ini secara bertahap menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan
untuk memfilter darah dan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Sebagian kista yang membersar menghasilkan tekanan dam neybabkan
terbentuknya jaringan parutdi daerah ginjal yang normal. Keadaan ini dapat
disebut uremia, dimana terdapat ureum dapa urin hasil sekrsi ginjal.
9. Asuhan keperawatan
LAPORAN PENDAHULUAN
CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare,
2001)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease
(CKD),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
B. ETIOLOGI
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat
dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc
ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks
ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
C. PROGNOSA PENYAKIT
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini
belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal
masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum
dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang
lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah
langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein
dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan
pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah
langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein
dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai
terganggu.
3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak
dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang
timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing,
sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya
terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar
90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan
normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula
menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala
gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali
ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-
gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
infeksi vaskuler Polikistik
reaksi antigen antibodi
arteriosklerosis Gangguan parekim ginjal
batu besar dan kasar
iritasi / cidera jaringan
suplai darah ginjal turun hematuria
anemia
menekan saraf perifer
nyeri pinggang
GFR turun
GGK
sekresi eritropoitis turun
produksi Hb turunsuplai nutrisi dalam darah turun
resiko
gangguan nutrisioksihemoglobin turun
suplai O2 kasar turungangguan
perfusi jaringan
intoleransi aktivitas
retensi Na
total CES naik
tek. kapiler naik
vol. interstisial naik
edema
(kelebihan volume cairan)preload naik
beban jantung naik
hipertrofi ventrikel kiri
payah jantung kiri bendungan atrium kiri naik
tek. vena pulmonalis
kapiler paru naik
edema paru
gang. pertukaran gas
COP turun
aliran darah ginjal turun
RAA turun
retensi Na & H2O naik
kelebihan vol. cairan
suplai O2 jaringan turun
metab. anaerob
timb. as. laktat naik
- fatigue
- nyeri sendi
intoleransi aktivitas
suplai O2 ke otak turun
syncope
(kehilangan kesadaran)
sekresi protein terganggu
sindrom uremia
perpospatemia
pruritis
gang.
integritas kulit
gang. keseimbangan
asam - basa
prod. asam naik
as. lambung naik
urokrom tertimbun di kulit
perubahan warna kulit
resiko gangguan nutrisi
nausea, vomitus iritasi lambung
infeksi perdarahan
gastritis
mual, muntah
- hematemesis
- melena
anemia
E. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal > 90 ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ),
burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1. Urine :
o Volume
o Warna
o Sedimen
o Berat jenis
o Kreatinin
o Protein
2. Darah :
o Bun / kreatinin
o Hitung darah lengkap
o Sel darah merah
o Natrium serum
o Kalium
o Magnesium fosfat
o Protein
o Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
o Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
o Pielografi retrograd
o Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
o Arteriogram ginjal
o Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
o Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
o Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
o Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
o Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
8. EKG
o Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
o Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
9. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
10. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan
perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa
pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai
kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak
gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti
resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan
harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum,
cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase
luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantia cairan.
4. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
5. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DESEASE)
a. pengkajian
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)
b. diagnose keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan
natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
b. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi,
mual, muntah
c. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume
sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
d. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisa
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi
informasi
c. intervensi keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan
natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan
pemasukan.
Kriteria Hasil :
a. Hasil laboratorium mendekati normal
b. BB stabil
c. Tanda vital dalam batas normal
d. Tidak ada edema
Intervensi :
a. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP
b. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif
antibiotic, ukur IWL
c. Awasi BJ urin
d. Batasi masukan cairan
e. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi
f. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
g. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema
(skala +1 sampai +4)
h. Auskultasi paru dan bunyi jantung
i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah
Kolaborasi :
a. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me ↑ COP
b. Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serumHb/ Ht
c. Rongent Dada
d. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol;
Antihipertensi : Klonidin, Metildopa
e. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi
f. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi
2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme
protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah
Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas
normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi
b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet
c. Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia
d. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali
kontra indikasi
e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut
f. Timbang BB tiap hari
Kolaborasi ;
a. Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K
b. Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
c. Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein, hindari sumber gula pekat
d. Batasi K, Na, dan Phospat
e. Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B
kompleks; Antiemetik
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume
sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. TD dan HR dalam batas normal
b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema
perifer/kongesti vaskuler
b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat
berbaring, duduk dan berdiri
c. Observasi EKG, frekuensi jantung
d. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang
dengan inspirasi dalam dan posisi telentang
e. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental
f. Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku
g. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas
h. Pertahankan tirah baring
Kolaborasi:
a. Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin
b. Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi
c. Siapkan dialysis
4. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisa
Tujuan : klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Intervensi ;
a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat
b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas
c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan
d. Rencanakan periode istirahat adekuat
e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi
f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative
sambil istirahat
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi
Tujuan : klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang perlu, perubahan
perilaku hidup
Intervensi :
a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosa
b. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan Mg
c. Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, Rendah protein, rendah
natrium sesuai indikasi
d. Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfat dan efek
samping
e. Diskusikan tentang pembatasan cairan
f. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus
g. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas
h. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera :
Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum,
edema,ulkus,kebas,spasme pembengkakan sendi, pe↓ ROM, sakit
kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sacral, mata merah
LAPORAN PENDAHULUAN
DECREASED OF CONCIOUSNESS (DOC) ATAU PENURUNAN KESADARAN
A. PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.
( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
( Padmosantjojo, 2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari
panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik
dari luar maupun dalam.
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak
terhadap rangsang nyeri.
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.
( Harsono , 1996 )
B. ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan
penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
6. I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
( Harsono , 1996 )
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil
5. Papil edema
6. Asimetris pupil
7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
8. Demam
9. Gelisah
10. Kejang
11. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12. Retensi atau inkontinensia urin
13. Hipertensi atau hipotensi
14. Takikardi atau bradikardi
15. Takipnu atau dispnea
16. Edema lokal atau anasarka
17. Sianosis, pucat dan sebagainya
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah (
BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum,
alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor
otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral
yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit
lain.
E. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
F. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
kesulitan dalam beraktivitas
kelemahan
kehilangan sensasi atau paralysis.
mudah lelah
kesulitan istirahat
nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis
( hemiplegia ) , kelemahan umum.
gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea
Vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
Disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid.
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
Gangguan rasa pengecapan
Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental
Penurunan kesadaran
Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
Gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak
imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
Wajah: paralisis / parese
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
Kehilangan kemampuan mendengar
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif /
negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif:
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang
menggunakan Skala Coma Glasgow :
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
Respon motorik
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat
tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang
disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan
seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi
tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan
tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang
nyeri ( decorticate rigidity )
Nilai 2 : ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang
nyeri ( decerebrate rigidity )
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu
negatif
Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan
ini tidak berlaku bila pasien :
- Dispasia atau apasia
- Mengalami trauma mulut
- Dipasang intubasi trakhea (ETT)
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara .
orientasi waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana,
tanggal hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua
matanya
Catatan:
Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama
atau diperintahkan membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri
4. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu
benda yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang
terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus
pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah
terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat
tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau
menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus
corticulspinal
5. Uji syaraf kranial :
NI.N. Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti
tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar pasien
menyebutkannya dengan mata tertutup
N.II. N. Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata .
digunakan optotipe snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari
pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas
deretan huruf-huruf yang ada
N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola
mata kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek
akomodasi
N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi,
dan rahang bawah serta goresan kapas dan mata tertutup
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus
muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat
alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis
(memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan
pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan
lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam)
N.VIII/ Vestibulo - acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber ,
Schwabach dengan garpu tala.
N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau
deviasi dan kemampuan menelan pasien
N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri
dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada
posisi lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari
arah dalam
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi
SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
Mandiri :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan
dan penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
Kolaborasi :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Berikan obat sesuai indikasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 jam.
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri :
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit
- Ekspansi dada normal
- Sesak nafas hilang / berkurang
- Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau penurunan bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
- Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Berikan obat sesuai indikasi
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
-Bunyi paru bersih
-Warna kulit normal
-Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Mandiri :
-Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
-Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
-Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
-Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
-Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
-Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
-Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
-Pantau irama jantung
Kolaboraasi :
-Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
-Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ;
2001
2. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
3. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:
EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
4. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli
diterbitkan tahun 1992)
5. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,
I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
payah jantung kiri
RAA turun
retensi Na & H2O naik
kelebihan vol. cairan
suplai O2 ke otak turun
aliran darah ginjal turun
- fatigue
- nyeri sendi
COP turuntek. vena pulmonalis
bendungan atrium kiri naik
suplai O2
jaringan turun
metab. anaerob
timb. as. laktat naik
syncope
(kehilangan kesadaran)
intoleransi aktivitas
gang. pertukaran gas
edema paru
kapiler paru naik
Polikistik
sekresi protein terganggu
prod. asam naikgang.integritas kulit as. lambung naik
nausea, vomitus iritasi lambung
- hematemesis- melena
anemia
mual, muntah
gastritis
perdarahaninfeksiresiko gangguan nutrisi
sindrom uremia urokrom tertimbun di kulit
gang. keseimbangan
asam - basa
perpospatemiaperubahan warna
kulitpruritis
Gangguan parekim ginjal
GGK
GFR turun
edema(kelebihan volume cairan)
preload naik
vol. interstisial naik
tek. kapiler naik
sekresi eritropoitis turun
produksi Hb turunsuplai nutrisi dalam darah turun
resiko
gangguan nutrisioksihemoglobin turun
suplai O2 kasar turungangguan
perfusi jaringan
intoleransi aktivitas
retensi Na
hipertrofi ventrikel kiri
beban jantung naik
total CES naik
Pathway polikistik menyebabkan CKD