BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bidang teknik industri perlu mengetahui secara tepat tentang
bahan-bahan karena bahan tersebut dipergunakan untuk berbagai macam
kepentingan dalam berbagai keadaan salah satunya sifat mekanik yakni
kekerasan. Dengan mengetahui kadar kekerasan bahan kita dapat menganalisa
apakah bahan tersebut mampu atau tidak untuk memenuhi kriteria kekerasan
yang dibutuhkan dalam desain produk ataupun untuk keperluan yang lainnya.
Oleh karena itu pengujian kekerasan sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Dalam praktikum kali ini dibahas metode pengujian kekerasan dengan
menggunakan metode brinell rokwell,vivkers dan mayera agar dapat mengetahui
perbandingan bahan – bahan tersebut saat melakukan beberapa percobaan
dengan metode-metode yang berbeda,dan pengolahan data hasil praktikum
serta membandingkan data hasil praktikum antara bahan tanpa perlakuan panas
dan dengan perlakuan panas dan dengan perlakuan panas juga membandingkan
anatra bahan dengan perlakuan panas full annelling dan Quenching.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 PENGUJIAN KEKERASAN
2.1.1 Definisi Kekerasan
Pengujian Kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian
yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa
kesukaran mengenai spesifikasi.
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik
(Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material
harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya
akan mangalami pergesekan (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat
mekanis material yang diperoleh dari Deformasi plastis (deformasi yang
diberikan dan setelah dilepaskan, tidak kembali ke bentuk semula akibat
indentasi oleh suatu menda sebagai alat uji). Dalam hal ini bidang
keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan
Teknik (Metallurgy Engineering).
Penguian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan
penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan
mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini
dinamakan cara kekerasan dengan penekanan.
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia
teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 6 macam metode
pengujian kekerasan, yakni :
a) Metode kekerasan Brinell
b) Metode kekerasan Rockwel
c) Metode kekerasan Vickers
d) Metode kekerasa Mayer
e) Metode kekerasan Microhardness
Metode tersebut memberikan identasi pada benda uji, jejak yang
terbentuk kemudian diukur luas penampangnya (pada metode Brinell dan
Vickers). Nilai kekerasan ditentukan dangan beban per luas penampang
jejak. Bahan yang memiliki kekerasan tinggi akan menghasilkan jejak
yang lebih kecil, sedang bahan yang lunak akan menghasilkan jejak yang
besar
2.1.2 Metode Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan
karena simple dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan
kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan campuran
mulai dari bahan lunak sampai keras. Penetrator yang digunakan
biasanya dari kerucut intan dengan sudut puncak 120 dan bola baja⁰
berdiameter 1/16 dan 1/8 inchi, besar beban yang digunakan 60,100 dan
150 kg.
Angka kekerasan dihitung sebagai berikut:
HK = 14,229 P/l2
Dimana :
P = gaya tekan (kg)
l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (micron)
Gambar 2.1.2.1 Pengujian Rockwell
Sumber: http://home.iitk.ac.in/~kamalkk/Image9.gif
Cara pengujiannya Permukaan benda uji ditekan dengan indentor
dengan gaya 10 kg (beban awal/minor load Po) sehingga menembus
benda uji sedalam h. Selanjutnya penekanan kedua diberikan dengan
beban utama (major load P) selama beberapa saat. Kemudian
penekanan dengan beban kedua dilepas, dan tinggal beban awal, dan
kedalaman penetrasi indentor adalah h1. Kekerasan dihitung berdasarkan
perbedaan kedalaman penetrasi yang tidak lain adalah perbedaan
panjang langkah gerakan indentor. Dengan cara Rockwell dapat
digunakan beberapa skala tergantung pada kombinasi jenis indentor dan
beban utama yang digunakan, Selain cara tersebut, untuk benda kerja
yang tipis dapat dipilih Suoperficial Rockwell Test yang menggunakan
beban awal 3 kg, indentor kerucut intan (diamond cone) dan beban utama
15,30, atau 45 kg.
2.1.3 Metode Brinell
Salah Satu pengujian kekerasan yang paling banyak di gunakan
Mengidentifikasi permukaan logam dengan bola baja yang di kerasakan
sebagai indentor,indentor ini di tusukkan kedalam permukaan logam
dengan tekanan gaya tertentu, kemudian diukur diameter dari jejak
penetrator tersebut pada logam yang diuji, kekerasan ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
2F gaya tekan
BHN = (kg/mm2) BHN=
πD(D-√D2-d2)
Dimana :
Luas tapak tekan
BHN = Kekerasan Brinell (kg/mm2)
F = Beban yang diberikan (kg)
D = Diameter penetrator (mm)
d = Diameter injakan penetrator (mm)
Gambar 2.1.3.1 Pengujian Brinell
Sumber: http://www.hardnesstesters.com/brinmethod.jpg
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi
material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari
nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell
ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai
hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan
(injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola baja)
biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan
Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter
Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah
750 N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai
ketentuan, yaitu:
Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil
maka akan mengakibat kan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu
kecil dan mengakibat kan sukar diukur sehingga memberikan
informasi yang salah.
Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar
maka dapat mengakibatkan diameter bola pada benda yang di uji
besar (amblas nya bola)sehingga mengakibatkan harga kekerasan
nya menjadi salah.
Pengujian kekerasan pada brinell ini biasa disebut BHN(brinnel
hardness number). Pada pengujian brinnel akan dipengaruhi oleh
beberapa factor berikut:
1) Kehalusan permukaan.
2) Letak benda uji pada identor.
3) Adanya pengotor pada permukaan.
Dalam Praktiknya, pengujian Brinell biasa dinyatakan dalam
(contoh ) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil
pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5 mm, beban uji adalah
sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama
pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis
baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi
lama pengujian adalah 30 detik.
2.1.4 Metode Mayer
Prinsip kerjanya sama dengan pengujian Brinell, juga
menggunakan bola baja, tetapi angka kekerasannya tidak dihitung
berdasarkan luas proyeksi tapak tekan, sehingga tidak tergantung pada
besar gaya tekan. Angka kekerasannya dihitung dengan:
Dimana ;
P = Beban yang diberikan (kg)
d = Diameter tapak tekan (mm)
Pm=4 P
πd2
Gambar 2.1.4.1 Pengujian Meyer
Sumber: http://www.npl.co.uk/upload/img/indschematic.jpg
2.1.5 Metode Vickers
Metode ini sama persisya dengan metode brinell hanya saja
Penetrator yang digunakan adalah indentor intan yang berbentuk piramid
dengan sudut puncak 136⁰
Pada uji kekerasan yang menggunakan metode Vickers dapat
dihitung dengan rumus:
VHN = 1, 8544 p
d2
Keterangan :
VHN : Vicker Hardeness Number
P : Beban yang diberikan (kg)
D : Diameter bekas indentor (mm)
VHN = ( 2 P sin (λ/2) )
d2
= 1, 8544 P
d2
Keterangan :
VHN : Vicker Hardeness Number
P : Beban yang diberikan (kg)
Λ : Sudut puncak indentor 1360
( sumber : Suherman,Wahid, Hal 28 )
Gambar 2.1.5.1 Pengujian Vickers
Sumber: http://www.twi.co.uk/twiimages/jk74f3.gif
Karena jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa
secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukuranya, maka
HV tidak tergantung pada beban pada umumnya kecuali pada beban
yang sangat ringan. Beban yang biasa digunakan pada uji vicker, berkisar
antara 1kg sampai 120 kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan
diuji.
2.1.6 Metode Microhardness test
Pengujian dilakukan untuk daerah yang sangat kecil (ex. pada
satu struktur mikro), dengan gaya tekan yang sangat kecil (1 – 1000 gr)
dengan menggunakan mesin yang dikombinasikan dengan mikroskop.
Cara yang biasa digunakan adalah Mikro Vickers dan Knoop. Pada Mikro
Vickers caranya sama dengan cara Vickers biasa hanya saja gaya tekan
yang digunakan sangat kecil. Pada Knoop, digunakan indentor piramid
intan dengan alas berbentuk empat belah ketupat yang perbandingan
panjang diagonalnya 1 : 7. Angka kekerasan Knoop dihitung dengan:
HK = 14,229 P/l2.
Di mana:
P = Gaya tekan (kg)
l =Panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mm)
Gambar 2.1.6.1 Pengujian Microhardness
Sumber: http://www.ccsi-inc.com/images/common/hvdiagram.jpg
2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKERASAN
2.3 Diagram Fe-Fe3C
Diagram ini menyatakan hubungan antara kandungan kadar
karbon, Perubahan suhu dan perubahan fase, struktur dari besi karbon
(Fe3C). Diagram ini disebut juga diagram fase atau diagram
keseimbangan.
Pada diagram ini terdapat dua macam keadaan besi, yaitu daerah
cair total (fase cair), daerah cair dan beku (fase cair dan padat) dan darah
padat total (fase padat).
Gambar 2.3.1 : Diagram Keseimbangan Fe–Fe3C
(Sumber : Tata surdia dan shinroku saito 1999.hal 70)
Titik-titik yang penting dalam diagram fase:
A :Titik cair besi.
Ao :Titik transformasi magnetik untuk cementit.
A2 :Titik transformasi magnetik untuk ferit.
B :Titik pada cairan yang ada hubunganya dengan peritektik.
C :Titik eutektik,selama pendinginan fase j dengan komposit dan
cementit pada komposisi f (6,67% )terbentuk dari cairan pada
komposisi c,fase eutektik ini di sebut ledeburit.
E :Titik menyatakan fase j ada hubungan dengan reaksi eutektik
kelarutan maksimum dari karbon 2,14% . Paduan besi karbon
sampai pada posisi ini di sebut juga baja.
E2 :Garis yang membentuk hubungan antara temperatur dari
komposisi, dimana mulai terbentuk sementit dan austenit.
G :Titik transformasi besi.titik transformasi besi α α titik
transformasi A3 untuk besi.
G9 :Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan
komposisi dimana mulai terbentuk ferrit dan austenit garis ini
dinamakan garis A3.
H :Larutan padat yang ada hubunganya dengan reaksi peritektik
pelarutan karbon maksimum adalah 0,10%.
J :Titik peritektik selama pendinginan austenit pada komposisi H
dan cairan pada komposisi B.
N :Titik transformasi dari besi ,titik transformasi A dari besi murni.
P :Titik yang menyatakan ferrit, fase α ada hubungan dengan reaksi
eutektoid ke larutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02%.
S :Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposis P dan
cementit pada komposisis K terbentuk simultan pada austenit
pada komposisi S. Reaksi eutektoid ini dinamakan
Transformarmasi A1 dan fase eutektoid ini disebut pearlit.
Baja yang berkadar karbon sama dengan posisi eutektoid
dinamakan baja eutektoid yang berkadar karbon kurang dari
komposisi eutektoid disebut baja hipoeutektoid, dan yang
berkadar karbon lebih dari komposisi eutektoid disebut juga baja
hypereutektoid. Pada gambar diagram fase struktur mikro baja
apabila baja didinginkan perlahan-lahan dari 50-100ºC diatas garis
E atau A dan garis Se Acm.
Pada eutektoid transformasi terjadi pada titik tetap, struktur yang
disebut pearlit pada baja hipoeutektoid terbentuk dari fase ferrit
mendekati besi murni yang komposisinya sama dengan pearlit.
Sedangkan pada hypereutektoid terbentuk pearlit dan cementit
pada batas butir.
2.4 Diagram TTT
Diagram TTT sering disebut juga diagram c atau diagram s, karena
bentuknya seperti huruf c atau huruf s. Kurva ini memperlihatkan permulaan
dan akhir dari suatu transformasi akibat proses pendinginan. Misalnya gerak
dari transformasi austenit menjadi campuran ferrit dan sementit
(pearlite),sesuai dengan tingkat pendinginnya. Untuk itu, contoh sederhana
yaitu : pemanasan baja sampai temperatur dimana austenit dalam keadaan
stabil (diatas titik kritis) dan kemudian didinginkan dengan cepat sampai
suhunya mencapai 700ºC,600ºC,500ºC dan lain-lain. Hasil dari penyelidikan
dipetakan sebagai kurva yang menunjukkan besarnya dekomposisi austenit
terhadap waktu yang diperlukan dari awal proses.
Perhatikan gambar (a) dimana pada gambar (a) terlihat bahwa periode
awal dari waktu,tidak terjadi dekomposisi. Keadaan ini disebut periode
inkubasi. Selanjutnya austenit akan mulai mengalami dekomposisi menjadi
campuran sementit dan ferrrit. pada saat awal,jumlah dekomposisi berjalan
sangat cepat, tetapi secara perlahan melambat dan akhirnya berhenti setelah
mencapai periode tertentu (F1,F2,F3,F4). Kurva ini dapat digunakan sebagai
dasar dalam menyusun kurva TTT.untuk itu,panjang dari waktu,dari proses
(S1,S2,S3,S4) sampai akhir proses,dipindahkan ke diagram pada skala
waktu,yang dibuat sepanjang skala obsisnya,sedang ordinatnya sebagai
tempat temperaturnya. Pada diagram ini, kurva (a) menunjukkan awal
dekomposisi ausenit, sedang kurva (b) menunjukkan akhir proses penguraian
austenit.
Diagram 1.2.1 Diagram TTT
Sumber:
http://www.azom.com/work/pAkmxBcSVBfns037Q0LN_files/image004.g
if
2.5 Perlakuan panas
2.5.1 Hardening
Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum
pada baja. Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC.
Untuk baja eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1.
Selanjutnya ditahan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu
dan didinginkan cepat didalam air atau oli. Kecepatan pendinginan
harus sesuai supaya transformasi yang sempurna dari austenit
menjadi martensit. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah
proses hardening sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi
kadar karbon, semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang dicapai.
2.5.2 Annealing
Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan
tegangan dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan
meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan
memanaskan baja pada temperatur tertentu, dan didinginkan secara
perlahan dalam dapur pemanas atau media terisolasi
2.5.3 Normalizing
Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur
butiran yang mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan
tegangan dalam dan memperbaiki sifat meknik. Prosesnya
dengan pemanasan sampai (30-50)ºC diatas AC3 an didinginkan
pada udara sampai temperatur ruang. Pendinginan disini lebih
cepat dari pada annealing, sehingga pearlite yang terjadi menjadi
lebih halus sehingga menjadikan kekerasan (lebih keras) dan lebih
kuat dibanding yang diperolah dengan annealing.
2.5.4 Quenching SAE 40
Quenching SAE 40 adalah proses pengerasan (hardening)
dengan menggunakan media pendingin yaitu Oli Mesran SAE 40
(mendinginkan secara cepat dengan memasukkan kedalam bak Oli
Mesran SAE 40, merendam)
2.6 Benda kerja
2.6.1 benda kerja st-601 pengertian
Baja st-60 adalah baja produksi dari PT. Bhineka Bajanas
yang mempunyaikekuatan tarik 60 kg/mm 2 Baja ini mempunyai
kandungan karbon 0,452%C, yang tarmasuk baja karbon
menengah. Menurut TJ Rajan (1997), baja st-60 adalah baja yang
memiliki kadar karbon 0,3%C sampai 0,6%C
komposisi kimia st-602.6.2 Komposisi kimia st-60
C : ± 0,25-0,60%
Eu : ±0,50%
Si : ± 0,50%,
Mn : ± 0,6%, Fe: ± 98%,
Ca : ± 0,20%, Sc: ± 0,045%,
Cr : ± 0,17%, Ni: ± 0,048%,
Cu : ± 0,25%, Zn: ± 0,02%,
La :± 0,02%, Eu: ± 0,50%,
Re : ± 0,05%, Os: ± 0,11%
Zn : ±0,02%, La:±0,02% Fe: ±98%
O2 : ±0,11%, kekuatan tarik: ±62,15 Kgf/mm2
BAB III
BAHAN dan PERALATAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum modul PBT 01 ini
adalah :
1. Baja st-60
2. Batu hijau
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum modul PBT 01
ini adalah :
1. Kertas gosok
2. Portable Hardness Tester
A.
BAB IV
Metodologi
4.1 Proses pelaksaan praktikum modul PBT 01
1. Persiapkan bahan dan peralatan praktikum PBT 01
2. Baja st-60 (benda yang akan diuji) diratakan/dihaluskan permukaannya
menggunakan kertas gosok sampai rata dan halus
3. Specimen tersebut digosok dengan batu hijau sampai mengkilap.
4. Setelah baja rata dan halus kemudian dilakukan pengujian dengan
menggunakan portable hardness tester
5. Baja tersebut diuji sebanyak 10 kali pengulangan dengan titik yang
berbeda
6. Angka kekerasan yang didapat dari masing-masing pengulangan dicatat
4.2 Flowchart Pelaksanaan Praktikum PBT 01
N
Y
Mulai
Gosok dengan batu hijau
Gosok permukaan dengan kertas,gosok sampai rata
Uji dengan portable hardness tester
Baja st-60
Cocok
selesai
Pencatatan hasil pengulangan
Arifiyanti Eka Mada, Fauzi Rizki, Habibi Syafiuddin, Faluti Lutfi Alman,
imansyah Budi ,Fatimatus Zahroh, Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknik, Universitas Trunojoyo, PBT 01 Pengujian kekerasan, Oktober 2010.
Kekerasan merupakan kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap
goresan, pengikisan, indentasi, atau penetrasi (penembusan). Sedangkan
kemampukerasan ialah ketahanan bahan tanpa mengalami goresan, pengikisan
dan tusukan sehingga tidak menimbulkan kerusakan.
Dalam percobaan ini pengujian dilakukan dengan Brinnel Hardness Test,
dimana pengujian dilakukan pada spesimen baja St-60 dengan perlakuan panas
full annealing dan tanpa perlakuan panas, serta dengan perlakuan panas
tempering dan tanpa perlakuan panas. Dari hasil pengujian diperoleh angka
kekerasan Brinnel untuk spesimen baja ST-60 dengan perlakuan panas full
annealing berkisar antara -209,67 HB sampai 310,326 HB dan angka kekerasan
tanpa perlakuan panas berkisar antara -150,152 HB sampai 291,848 HB.
Sedangkan hasil angka kekerasan dengan perlakuan panas tempering berkisar
antara -193,396 HB sampai 289,604 HB dan angka kekerasan tanpa perlakuan
panas berkisar antara -162,6311 sampai 275,3689 HB.
Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengujian dengan
perlakuan panas full annealing dan tempering dapat meningkatkan angka
kekerasan bahan dibandingkan dengan pengujian tanpa perlakuan panas.
BAB V
PENGUMPULAN dan PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan data
5.1.1 Data Angka Kekerasan Bahan
Bahan 1
Bahan : baja st-60
Perlakuan panas : Tempering
Suhu pemanasan : 600ºC
Waktu pemanasan : 10 menit
Media pendingin : Oli penetrant
Metode pengukuran : Brinell
Alat yang digunakan : Universal Hardness tester
Angka kekerasan bahan 1
Ulangan Tanpa perlakuan panas Dengan perlakuan panas
1 100 112
2 105 117
3 101 113
4 102 114
5 103 115
6 105 117
7 105 117
8 105 117
9 106 118
10 102 114
Rata-rata 103.4 115.4
Bahan 2
Bahan : baja st-60
Perlakuan panas : Quenching SAE 40
Suhu pemanasan : 830ºC
Waktu pemanasan : 10 menit
Media pendingin : Oli penetran
Metode pengukuran : Brinell
Alat yang digunakan : Universal Hardness tester
Angka kekerasan bahan 2
Ulangan Tanpa perlakuan panas Dengan perlakuan panas
1 100 116.6
2 105 121.6
3 101 117.6
4 102 118.6
5 103 119.6
6 105 121.6
7 105 121.6
8 105 121.6
9 106 122.6
10 102 118.6
Rata-rata 103.4 120
5.2 Pengolahan Data
5.2.1 Pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas Tempering
5..2.1.1 Tabel pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas pada
baja st-60
Setelah melakukan pengujian kekerasan tanpa
perlakuan panas pada baja st-60 di peroleh data sebagai
berikut:
Pengulangan X₁ (X₁-XT ) (X₁-XT )²
1 100 -3.4 11.56
2 105 1.6 2.56
3 101 -2.4 5.76
4 102 -1.4 1.96
5 103 -0.4 0.16
6 105 1.6 2.56
7 105 1.6 2.56
8 105 1.6 2.56
9 106 2.6 6.76
10 102 -1.4 1.96
XT 1= 103.4
Ʃ(X₁-XT )2= 38.4
5.2.1.2 Standart Deviasi
Dengan menggunakan rumus
σ₁=√ Ʃ(x1−x ) ²
n−1
σ₁= √ 38,410−1
σ₁ = 2.065591118
5.2.1.3 Standart Deviasi rata-Rata
σT₁ = σ1
√n₁
σT₁= 2.065591118
√10
σT₁= 0.653197264
5.2.1.4 Kesalahan Rata-Rata
Kr₁ = σ ₁x ₁
Kr₁ = 0,653197264
103,4
Kr₁ = 0.006317188
5.2.1.5 Interval Penduga Kesalahan
Diket : α = 5%
Db=n-1
t= ±(α2
% . db)
t=± ¿ 10-1)
t = ±2,262
5.2.1.6 Interval Kekerasan tanpa Perlakuan Panas Tempering
XT ₁ - (t (α /¿2.db)σT₁) < μ1 < XT ₁ + (t(α /2.db)σT₁)
XT ₁–(2,262 × 0,653197264) <μ1<
XT ₁+(2,262× 0.653197264)
Jadi kekerasan dengan perlakuan panas pada baja
st-60 berada pada interval 101,923 sampai 205,323
dengan tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%
5.2.2 Pengujian kekerasan dengan perlakuan panas Tempering
5.2.2.1 Tabel pengujian kekerasan dengan perlakuan panas pada
baja st-60
Setelah melakukan pengujian kekerasan tanpa
perlakuan panas pada baja st-60 di peroleh data sebagai
berikut:
Pengulangan X2 (X2-XT ) (X2-XT )2
1 112 -3.4 11.56
2 117 1.6 2.56
3 113 -2.4 5.76
4 114 -1.4 1.96
5 115 -0.4 0.16
6 117 1.6 2.56
7 117 1.6 2.56
8 117 1.6 2.56
9 118 2.6 6.76
10 114 -1.4 1.96
XT 2= 115.4
Ʃ(X2-XT )²= 38.4
5.2.2.2 Standart Deviasi
`Dengan menggunakan rumus
σ2=√ Ʃ(x 2−x )²n−1
σ2= √ 38,410−1
σ2 = 2.065591118
5.2.2.3 Standart Deviasi rata-rata
σT2 = σ ̅ 2
√n₁
σT2= 2.065591118
√10
σT2= 0.653197264
5.2.2.4 Kesalahan Rata-Rata
Kr2 = σ ̅ 2x̅ 2
Kr2 = 0,653197264
115,4
Kr2 = 0.005660288
5.2.2.5 Interval Penduga Kesalahan
Diket : α = 5%
Db=n-1
t =±(α2
% . db)
t=± ¿ 10-1)
t = ±2,262
5.2.2.6 Interval Kekerasan dengan Perlakuan Panas Tempering
XT 2 - (t (α /¿2.db)σT2) < μ1 < XT 2 + (t(α /2.db)σT2)
XT 2 –(2.262× 0,653197264 ) <μ1< XT 2 +(2.262×
0.653197264)
Jadi kekerasan dengan perlakuan panas pada baja
st-60 berada pada interval 113.923 dan 229,323 dengan
tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%
5.2.3 Perbandingan nilai pengujian Kekerasan Tanpa dan
dengan Perlakuan Panas Tempering
Berdasarkan 2 hasil nilai Pengujian
Kekerasan tanpa dan dengan Perlakuan Panas
Tempering, maka diperoleh hipotesis sebagai
berikkut:
Perhitungan uji T
Hₒ=μ₁=μ₂
H₁=μ₁≠μ₂
db= n₁+n₂-2
untuk: t=±(α/2%.db)
t=±(α/2%.9)
t hitung =
x1−x₂
√ ((n1−1 )σ12+(n2−1 )σ2
2 ) .( 1n₁
+ 1n₂
)
n₁+n₂−2
=
103,4−115,4
√ ( (10−1 )2.0655911182+(10−1 ) 2.0655911182) .( 110
+ 110
)
10+10−2
=-12.99038106
-12,991 -2,101 0 +2.101
Keterangan: =Daerah penerimaan
=Daerah Penolakan
Kesimpulan = tolak Hₒ yang berarti perbandingan Pengujian Kekerasan
tanpa dan dengan perlakuan panas Tempering berbeda secara signifikan
5.2.4 Pengujian Kekerasan Tanpa Perlakuan panas Quenching SAE 40
5.2.4.1 Tabel pengujian kekerasan tanpa perlakuan panas pada
baja st-60
Setelah melakukan pengujian kekerasan tanpa
perlakuan panas pada baja st-60 di peroleh data sebagai
berikut:
Pengulangan X1 (X1-XT ) (X1-XT )²1 100 -3.4 11.56
2 105 1.6 2.56
3 101 -2.4 5.76
4 102 -1.4 1.96
5 103 -0.4 0.16
6 105 1.6 2.56
7 105 1.6 2.56
8 105 1.6 2.56
9 106 2.6 6.76
10 102 -1.4 1.96
XT 1= 103.4
Ʃ(X1-XT )²= 38.4
5.2.4.2 Standart Deviasi
` Dengan menggunakan rumus
σ₁=√ Ʃ(x 1−x )²n−1
σ₁= √ 38,410−1
σ₁ = 2.065591118
5.2.4.3 Standart Deviasi rata-Rata
σT₁ = σ ₁
√n₁
σT₁= 2.065591118
√10
σT₁= 0.653197264
5.2.4.4 Kesalahan Rata-Rata
Kr₁ = σ ₁x ₁
Kr₁ = 0,653197264
103,4
Kr₁ = 0.006317188
5.2.4.5 Interval Penduga Kesalahan
Diket : α = 5%
Db=n-1
t =±(α2
% . db)
t=± ¿ 10-1)
t = ±2,262
5.2.4.6 Interval Kekerasan dengan Perlakuan Panas
XT ₁ - (t (α /¿2.db)σT₁) < μ1 < XT ₁ + (t(α /2.db)σT₁)
XT ₁–(2.262×0.653197264) <μ1< XT ₁+(2.262× 0.653197264)
Jadi kekerasan dengan perlakuan panas pada baja
st-60 berada pada interval 101,923 dan 205,323 dengan
tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%
5.2.5 Pengujian Kekerasan Dengan Perlakuan panas Quenching SAE 40
5.2.5.1 Tabel pengujian kekerasan dengan perlakuan panas pada
baja st-60
Setelah melakukan pengujian kekerasan dengan
perlakuan panas pada baja st-60 di peroleh data sebagai
berikut:
Pengulangan X₂ (X₂-XT ) (X₂-XT )²
1 116.6 -3.4 11.56
2 121.6 1.6 2.56
3 117.6 -2.4 5.76
4 118.6 -1.4 1.96
5 119.6 -0.4 0.16
6 121.6 1.6 2.56
7 121.6 1.6 2.56
8 121.6 1.6 2.56
9 122.6 2.6 6.76
10 118.6 -1.4 1.96
XT 2= 120
Ʃ(X₂-XT )²= 38.4
5.2.5.2 Standart Deviasi
` Dengan menggunakan rumus
σ2=√ Ʃ(x1−x ) ²
n−1
σ2= √ 38,410−1
σ2 = 2.065591118
5.2.5.3 Standart Deviasi rata-Rata
σT2 = σ2
√n2
σT2= 2.065591118
√10
σT2= 0.653197264
5.2.5.4 Kesalahan Rata-Rata
Kr2 = σ 2
x 2
Kr2 = 0,653197264
120
Kr2 = 0,005443310
5.2.5.5 Interval Penduga Kesalahan
Diket : α = 5%
Db=n-1
t= ±(α2
% . db)
t=± ¿ 10-1)
t = ±2,262
5.2.5.6 Interval Kekerasan dengan Perlakuan Panas Quenching
SAE 40
XT 2 - (t (α /¿2.db)σT2) < μ1 < XT 2 + (t(α /2.db)σT2)XT 2-( 2.262×0.653197264) < μ1 < XT 2+(2.262× 0.653197264)
Jadi kekerasan dengan perlakuan panas pada baja
st-60 berada pada interval 118,523 dan 238,523 dengan
tingkat keyakinan kebenaran sebesar 95%
5.2.6 Pengujian Kekerasan Tanpa Perlakuan panas antara Tempering
dan Quenching SAE 40
5.2.7 Pengujian Kekerasan Dengan Perlakuan panas antara Tempering
dan Quenching SAE 40