LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI II
FERMENTASI ASAM CUKA
Oleh :
Ahmad Fadli
2011 38 001
POGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fermentasi merupakan proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia
untuk memperoleh produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara anaerob. Pada proses fermentasi terjadi penguraian
senyawa dari kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroorganisme
sehingga menghasilkan energi. Mikroba yang umum digunakan dalam industri
fermentasi termasuk dalam bakteri dan fungi tingkat rendah yaitu kapang dan
khamir.
Fermentasi asam cuka merupakan satu contoh fermentasi yang berlangsung
dalam keadaan aerob. Fermentasi asam cuka dapat diperoleh dari hasil oksidasi
cairan yang mengandung alkohol oleh bakteri-bakteri tertentu. Fermentasi ini
biasanya dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter) dengan substrat etanol.
Apabila cairan yang mengandung alkohol atau gula dibiarkan terbuka
(berhubungan dengan udara) maka dalam beberapa hari akan terbentuk selaput
tipis pada permukaan dan cairan akan menjadi asam. Jika diberikan oksigen yang
cukup, bakteri-bakteri ini dapat memproduksi cuka dari bermacam-macam bahan
makanan yang beralkohol. Bahan makanan yang biasa digunakan yaitu sari buah
apel, anggur, biji-bijian fermentasi, malt, beras, atau bubur kentang. Bahan-bahan
tersebut mula-mula difermentasi menjadi alkohol dan selanjutnya alkohol
dioksidasi menjadi asam cuka. Dari proses fermentasi asam cuka, energi yang
dihasilkan lima kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan oleh fermentasi
alkohol.
Asam cuka atau biasa dikenal dengan asam asetat ataupun asam etanoat
adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan
aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini
seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam
cuka murni (asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan
memiliki titik beku 16.7° C, titik didih 117,90 C.
2
Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana. Larutan
asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi
sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO
-. Asam asetat merupakan nama trivial
atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan
oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama
sistematisnya asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang
merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena
asam asetat bebas air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C.
Dalam praktikum ini akan dilakukan pengamatan untuk mengetahui aktivitas
mikrobia selama fermentasi asam cuka dengan bahan yang berbeda.
1.2 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas mikrobia selama
fermentasi asam cuka dengan bahan dasar air kelapa dan larutan bayerinck. Selain
itu, bertujuan pula untuk mengetahui mengamati sifat gram dan morfologi
Acetobacter sp. dan aktivitasnya pada fermentasi asam cuka.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Prescott et.al. (2008), fermentasi adalah penggunaan piruvat atau
derivatnya sebagai aseptor elektron untuk mengoksidasi NADH menjadi NAD+
.
Sedangkan menurut Schlegel (1994), fermentasi adalah proses penguraian bahan-
bahan organik menjadi ATP dengan hidrogen sebagai akseptornya. Sedangkan
fermentasi asam cuka adalah oksidasi lanjut dari alkohol oleh semacam bakteri
(Acetobacter) yang menghasilkan asam cuka (Prescott et.al., 2008).
Cuka merupakan sebuah produk yang dihasilkan dari oksidasi cairan alkohol
menjadi asam asetat dengan bantuan bakteri spesifik. Asam cuka dapat diperoleh
dari semua bahan yang dapat difermentasikan menjadi alkohol yaitu, cairan buah,
madu, sirup, melase dan sebagainya. Fermentasi asam cuka merupakan satu
contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini biasa
dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter) dengan substrat etanol. Secara
umum proses pembuatan cuka melibatkan dua tahapan besar, yaitu pembentukan
alkohol dan pembentukan asam asetat. Sebelum terjadi pembentukan asam asetat,
gula harus diubah terlebih dahulu menjadi alkohol dengan fermentasi khamir.
Alkohol yang didapatkan harus mencapai konsenterasi 10-13%. Jika lebih dari itu
maka alkohol tidak teroksidasi sempurna menjadi asam asetat (Prescott dan Dunn,
1959).
Mikrobia yang digunakan dalam proses pembuatan fermentasi asam cuka ada
2 macam, yaitu khamir dan bakteri dari genus Acetobacter. Acetobacter
membutuhkan khamir untuk memproduksi zat yang akan dioksidasi lebih lanjut.
Khamir yang terlibat dalam proses fermentasi biasanya adalah Saccharomyces sp.
yang mampu mengubah glukosa menjadi etil alkohol dan gas CO2. Alkohol yang
dihasilkan akan dioksidasi lebih lanjut oleh Acetobacter menjadi asam cuka.
Reaksinya sebagai berikut :
aerob C6H12O6 —————> 2 C2H5OH ————————> 2 CH3COOH + H2O + 116 kal
(glukosa) (alkohol) (bakteri asam cuka) (asam cuka)
(Black, 1999)
4
Cairan buah, madu, sirup, dan melase dapat difermentasikan menjadi asam
cuka. Tetapi bahan-bahan tersebut harus mengalami proses fermentasi alkohol
terlebih dahulu. Pada fermentasi alkohol diperlukan mikrobia yang dapat
memecah gula, sehingga proses fermentasi dapat berlangsung. Karena itu dalam
proses fermentasi asam cuka mikrobia yang digunakan bukan hanya Acetobacter
saja, tetapi juga mikrobia yang dapat memecah gula seperti Saccharomyces sp.
(Holf et. al., 1994). Setelah alkohol terbentuk, alokohol tersebut akan dioksidasi
oleh Acetobacter dan menjadi asam cuka.
Bakteri yang berperan dalam proses fermentasi asam cuka adalah:
a. Fermentasi aerob dibantu dengan bakteri Acetobacter aceti
b. Fermentasi anaerob dibantu dengan bakteri Clostridium thermocetium
Acetobacter mampu mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat (asam cuka).
Acetobacter adalah sebuah genus bakteri penghasil asam asetat, ditandai dengan
kemampuannya mengubah etanol (alkohol) menjadi asam asetat (asam cuka)
dengan bantuan udara. Ada beberapa bakteri dari golongan lain yang mampu
menghasilkan asam asetat dalam kondisi tertentu, namun semua anggota genus
Acetobacter dikenal memiliki kemampuan ini.
Acetobacter mengoksidasi asam asetat lebih lanjut menjadi O2 dan H2O.
Bakteri asam asetat mempunyai kemampuan membentuk asam dari alkohol secara
oksidasi diekspresikan ke dalam medium. Bakteri ini termasuk bakteri gram
negatif yang bergerak lambat dengan flagella peritrik, memiliki toleransi terhadap
asam yang tinggi, dan aktivitas peptolitik yang rendah. Fermentasi asam asetat
dilakukan oleh bakteri asam asetat terhadap larutan yamg mengandung alkohol.
Bakteri asam asetat tersebut termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut sel berbentuk batang pendek atau bola, bakteri
gram negatif, sel bergerak dan tidak bergerak, tidak mempunyai endospora, tidak
bersifat patogen, bersifat aerob, energi diperoleh dari oksidasi etanol menjadi
asam asetat, mampu hidup dalam air, padatan, daun, buah, dan lain-lain. Bakteri
asam asetat digolongkan menjadi peroksidan jika mampu menumpuk asetat
(Bergey, 1994).
Proses perubahan alkohol menjadi asam asetat disebut sebagai proses
asetifikasi (Salle, 1961). Sebuah larutan alkohol dimasukan dalam reaktor
5
dehodrogenasi dan diinokulasi dengan Acetobacter sehingga dalam beberapa
bulan kemudian akan menjadi cuka. Dalam industry, proses pembuatan cuka akan
berlangsung cepat dengan meningkatkan pasokan oksigen ke bakteri.
Konsentrasi gula pada bahan sangat berpengaruh terhadap kadar hasil
fermentasi dari gula tersebut yaitu kadar alkohol dan kadar asam organik yang
terbentuk. Kadar alkohol yang terbentuk selama proses fermentasi gula jika
kadarnya terlalu banyak (lebih dari 14%-15%) justru akan menghambat
pertumbuhan bakteri. Dan kadar asam yang terbentuk akan mempengaruhi derajat
keasaman dari larutan medium, sedangan proses fermentasi asam cuka harus
dalam pH yang sesuai (Frazier, 1958).
Manfaat asam cuka bagi kehidupan:
Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat,
selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.
Pengatur keasaman pada industri makanan
Pelunak air dalam rumah tangga
Minuman fungsional misal: cuka apel
Sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan kimia lain, seperti Vinil asetat,
Selulosa asetat, Asetat Anhidrit, Ester Asetat, dan Garam Asetat.
6
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Fermentasi Asam Cuka ini dilaksanakan pada tanggal 22 – 29
Oktober 2013 yang bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat :
1. Erlenmeyer 7. Pipet tetes
2. Gelas ukur 8. Mikroskop
3. Gelas piala 9. Kaca Objek
4. Buret 10. Lampu bunsen
5. Statif 11. Ose bulat
6. Alumunium foil 12. Indikator pH Universal
3.2.2 Bahan :
1. Air kelapa muda
2. Larutan Bayerinck :
a. Air ledeng 100 ml
b. Alkohol 96% 3ml
c. (NH4)2PO4 0,05 gram
d. KCl 0,01 gram
3. Aduadest
4. Larutan pengecatan Gram (Gram A, B, C, dan D)
5. Phenolphetalin 1 %
6. NaOH 0,1 N
3.3 Cara Kerja
A. Pengamatan Aktivitas Mikrobia Selama Fermentasi Asam Cuka
1. Mengambil 50 ml air kelapa, memasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu
ditutup dengan kertas alumunium foil yang dilubangi kecil untuk aerasi.
7
2. Perlakuan yang sama dilakukan pada larutan bayerinck.
3. Menginkubasi pada temperatur kamar selama 7 hari.
4. Pada hari ke-0, ke-3, dan ke-6, bahan-bahan tersebut di atas diukur pHnya
dengan kertas indikator universal dan diukur jumlah asam totalnya secara
titrasi (pengambilan contoh secara aseptic).
5. Pada akhir inkubasi membuat preparat dengan pengecatan gram dan
preparat tetes bergantung dari selaput yang terdapat pada permukaan
cairan, selanjutnya mengamati dengan mikroskop.
6. Pada pengamatan preparat dengan pengecatan gram, mencatat bentuk-
bentuk mikrobia yang tampak dan sifat-sifatnya.
7. Pada pengamatan preparat tetes bergantung catat bentuk-bentuk mikrobia
yang tampak dan adanya gerakan-gerakan mikrobia.
B. Penentuan Kadar Asam Total
1. Mengambil 5 ml bahan secara aseptic dan memasukkan ke dalam tabung
Erlenmeyer
2. Mengencerkan dengan 10 ml akuades netral, menambahkan 2 - 3 tetes
larutan indicator phenolphetalin 1%.
3. Mentitrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu (rose).
4. Mencatat pemakaian NaOH dan hitung jumlah asam yang ada, semuanya
dinyatakan sebagai asam cuka :
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
A. Penentuan Kadar Asam Total
Bahan Hari
ke-
Jumlah
NaOH 0,1 N pH
Kadar Asam
Cuka (%)
Air Kelapa 0 3 ml 5 0,36 %
Bayerinck 0 1,3 ml 7 0,156 %
Air Kelapa 3 20 ml 4 2,4 %
Bayerinck 3 2 ml 6 0,24 %
Air Kelapa 6 26,5 ml 3 3,18 %
Bayerinck 6 1,8 ml 6 0,216 %
B. Pengamatan Morfologi dan Sifat Mikrobia
Bahan Gambar Bentuk Sifat Gram
Air Kelapa
Batang panjang
dan batang
pendek; warna
merah muda
Gram
negatif (-)
(Pengamatan
motilitas)
Bentuk bulat
dan batang
pendek
Bayerinck
Bentuk bulat
kecil-kecil dan
batang pendek;
warna merah
muda
Gram
negatif (-)
(Pengamatan
motilitas)
Bentuk bulat
kecil-kecil dan
batang pendek
9
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami telah melakukan fermentasi asam cuka, dengan
alat dan bahan yang digunakan adalah air kelapa sebagai media karena
mengandung glukosa cukup tinggi yang dapat memicu terjadinya fermentasi.
Selain itu juga digunakan larutan Bayerinck yang diperlakukan sama seperti air
kelapa yang berfungsi sebagai kontrol untuk membandingkan fermentasi cuka air
kelapa. Larutan Bayerinck merupakan larutan yang merupakan pencampuran
antara 100 ml air ledeng, alkohol 96 % 3 ml, (NH4)2PO4 0,05 gram dan KCl 0,01
gram. Erlenmeyer sebagai tempat larutan untuk titrasi dan inkubasi. Kertas
alumunium foil yang dilubangi sebagai penutup erlenmeyer untuk perlakuan
aerasi, NaOH 0,1 N untuk titrasi sebagai penentu kadar asam cuka, indikator PP
sebagai indikator titrasi dengan NaOH.
Dalam praktikum mengenai fermentasi asam cuka ini, hal yang pertama kali
dilakukan adalah masing-masing 50 ml air kelapa dituang kedalam erlenmeyer.
Pada erlenmeyer yang lain dituangkan pula 50 ml larutan Bayerinck. Erlenmeyer
yang berisi air kelapa dan yang berisi larutan Bayerinck lalu ditutup dengan kertas
alumunium foil lalu dilubangi sebagai aerasi. Agar mikrobia dapat melakukan
fermentasi maka medium yang sudah diinokulasi tersebut kemudian diinkubasi
pada suhu kamar. Sebelum dilakukan inkubasi pH dan kadar asam cuka pada
medium tersebut diukur, dan dijadikan sebagai data hari ke-0. Setelah diinkubasi
pH dan kadar asam cuka kembali diukur kembali pada hari ke-3 dan ke-6.
Kemudian pada hari ke-7 dilakukan pengamatan terhadap sifat dan morfologi
mikrobia yang terlibat dalam fermentasi asam cuka tersebut.
Pada proses fermentasi asam cuka, terdapat 2 proses yaitu fermentasi alkohol
dan fermentasi asam cuka. Tahap awal merupakan proses fermentasi gula berupa
fruktosa oleh khamir (umumnya Saccharomyces cerevisiae) menjadi alkohol dan
asam organik serta terbentuk gas karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah
alkohol yang dihasilkan kemudian difermentasikan oleh Acetobacter menjadi
asam cuka. Alkohol tersebut dioksidasi oleh oksigen dan menghasilkan
asetaldehid dan air. Asetaldehid kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dan
menjadi asam asetat atau asam cuka. Proses fermentasi asam cuka terjadi dalam
kondisi aerob karena membutuhkan oksigen sebagai oksidator.
10
C2H5OH + ½ O2 CH3CHO + H2O
(Ethanol) (Asetaldehid)
CH3CHO + ½ O2 CH3COOH
(Asetaldehid) (Asam asetat)
Hasil pengukuran pH dan kadar asam cuka pada hari ke-0 untuk air kelapa
yaitu pH 5 dan kadar asam cukanya 0,36%, sedangkan larutan Bayerinck
(pembanding) didapat pH 7 dan kadar asam cukanya 0,156%. Pada hari ke-3,
untuk air kelapa didapat pH 4 dan kadar asam cukanya 2,4%, sedangkan pada
larutan Bayerinck nilai pH 6 dan kadar asam cukanya 0,24%. Pada hari ke-6
untuk air kelapa didapat pH 3 dan kadar asam cukanya 3,18%, sedangkan pada
larutan Bayerinck nilai pH tetap 6 dan kadar asam cukanya turun menjadi 0,216%.
Hasil pengukuran pH dari hari ke-0 sampai hari ke-6 pada kedua larutan
mengalami penurunan, kecuali larutan Bayerinck yang pHnya tetap 6 dari hari ke-
3 sampai hari ke 6. Namun secara umum, pH air kelapa lebih rendah (asam) jika
dibandingkan kadar pH Bayerinck, dan kadar asam cuka air kelapa lebih tinggi
jika dibandingkan kadar asam cuka Bayerinck. Perubahan sifat larutan yang
menjadi lebih asam terutama pada air kelapa merupakan akibat bahwa aktifitas
fermentasi asam cuka telah terjadi. Dari hasil tersebut juga dapat dibuktikan
bahwa air kelapa lebih efektif sebagai bahan baku pembuatan asam cuka.
Asam cuka yang umum dikenal juga sebagai asam asetat merupakan suatu
senyawa yang dibuat dari berbagai bahan yang mengandung gula atau pati melalui
fermentasi alkohol kemudian dilanjutkan dengan fermentasi asetat. Proses
fermentasi cuka ini berlangsung dengan cepat dengan adanya oksigen. Adanya
oksigen akan mengoksidasi etanol menjadi asam asetat.
Menurut Weiser (1971), pembuatan cuka tidak bisa dilakukan oleh satu jenis
organisme. Ada khamir dan bakteri yang mempunyai hubungan komensalisme.
Acetobacter sp. mengandalkan khamir untuk memproduksi zat yang dapat
dioksidasi. Khamir yang biasa dipakai adalah Saccharomyces cerevisae yang
mampu mengubah glukosa menjadi etil alkohol dan CO2. Baru kemudian
Acetobacter sp. mengoksidasi alkohol menjadi cuka. Proses perubahan alkohol
menjadi asam asetat disebut sebagai proses asetifikasi.
11
Pengamatan morfologi sel dari Acetobacter sp. dilakukan dengan pewarnaan
gram. Pewarnaan gram ini dilakukan dengan menambahkan larutan gram A
(Crystal Violet), gram B (iodin) dan gram C (etanol 90%) serta gram D (safranin).
Pewarnaan gram ini untuk mengetahui apakah bakteri tersebut termasuk gram
negatif atau positif dengan memberikan beberapa perlakuan yaitu memberikan
Cristal Violet (CV) agar seluruh bakteri terwarnai baik sel vegetatif maupun
endospora, lugol’s iodine untuk memperkuat ikatan dengan CV, ethanol untuk
melunturkan warna ungu pada sel vegetatif, safranin berwarna merah untuk gram
negatif dan saat bakteri gram positif terdeteksi maka akan berwarna ungu (Lay,
1994). Hasil yang diperoleh dari pewarnaan gram ini adalah isolat berwarna
merah yang menunjukan bahwa bakteri tersebut termasuk dalam gram negatif (-).
Hal ini sesuai dengan pustaka karena Acetobacter bersifat gram negatif. Bakteri
gram negatif akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan
etanol 96%, dan sewaktu diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat
pewarna air fuchsin atau safranin akan tampak berwarna merah (Bergey, 1994).
Pada saat dicium air kelapa memilki bau alkohol yang lebih menyengat
dengan warna lebih putih keruh jika dibandingkan dengan Bayerinck. Hal ini
dikarenakan alkohol pada air kelapa dioksidasi oleh Acetobacter menjadi
acetaldehid kemudian acetaldehid dioksidasi menjadi asam asetat atau asam cuka.
Asam cuka yang dihasilkan menyebabkan pH air kelapa turun menjadi lebih
asam. Fermentasi alkohol menjadi asam cuka ini terjadi secara aerob karena
terjadi oksidasi alkohol yang membutuhkan oksigen (Talaro and Talaro, 2002).
Pengukuran kadar asam cuka dilakukan dengan metode titrasi. Titran yang
digunakan adalah NaOH 0,1N yang akan menetralkan asam asetat sehingga
diasumsikan jumlah titran yang digunakan adalah sama dengan jumlah ion H+.
Dengan mengetahui kadar ion H+ maka dapat diketahui kadar asam cuka. Pada
titrasi ini digunakan indikator Phenolphetalin 1% yang memiliki range antara 8-10
dan pada saat larutan yang asam akan bening sedangkan pada larutan yang basa
akan berwarna merah muda (Pelczar and Chan, 1986). Berdasarkan hasil
perhitungan kadar asam cuka, secara keseluruhan rata-rata kadar alkohol pada air
kelapa lebih tinggi daripada larutaan Bayerinck.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Proses fermentasi asam cuka, terdapat 2 proses yaitu fermentasi alkohol dan
fermentasi asam cuka. Pada tahap awal terjadi proses fermentasi gula oleh
Saccharomyces cerevisiae menjadi alkohol dan asam organik serta terbentuk gas
karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah alkohol yang dihasilkan kemudian
difermentasikan oleh Acetobacter menjadi asam cuka. Alkohol tersebut dioksidasi
oleh oksigen dan menghasilkan asetaldehid dan air. Asetaldehid kemudian
mengalami oksidasi lebih lanjut dan menjadi asam cuka. Proses fermentasi asam
cuka terjadi dalam kondisi aerob karena membutuhkan oksigen sebagai oksidator.
Proses fermentasi cuka ini berlangsung dengan cepat dengan adanya oksigen.
Secara umum, pH air kelapa lebih rendah (asam) jika dibandingkan kadar pH
Bayerinck, dan kadar asam cuka air kelapa lebih tinggi jika dibandingkan kadar
asam cuka Bayerinck. Hal ini dikarenakan pada Bayerinck tidak terjadi aktivitas
mikrobia (fermentasi). Perubahan sifat larutan yang menjadi lebih asam terutama
pada air kelapa merupakan akibat bahwa aktifitas fermentasi asam cuka telah
terjadi. Dari hasil tersebut juga dapat dibuktikan bahwa air kelapa lebih efektif
sebagai bahan baku pembuatan asam cuka.
Bakteri Acetobacter termasuk bakteri gram negatif yang memiliki sel
berbentuk batang pendek atau bola, bergerak flagella peritrik, tidak mempunyai
endospora, tidak bersifat patogen, bersifat aerob, dan energinya diperoleh dari
oksidasi etanol menjadi asam asetat.
5.2 Saran
1. Dianjurkan menggunakan bahan baku air kelapa dalam industri pembuatan
asam cuka.
2. Lubang aerasi perlu diperhatikan ukuranya, karena apabila terlalu besar
maka lalat buah dapat masuk dan mencemari asam cuka yang dibuat.
3. Proses titrasi harus dilakukan secara hati-hati agar didapatkan hasil yang
sesuai.
13
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. G. 1999. Microbiology Principles and Exploration. New Jersey: Hall
International Inc.
Bergey, David H., John G. Holt, Noel R. Krieg, Peter H. A. Sneath. (1994).
Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. 9th
ed. Lippincott:
Williams & Wilkins.
Desroisier, N. W. 1980. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: UI-Press.
Frazier, W.C. 1958. Food Microbiology. 2nd
ed. New York: Tata Mc Graw Hill
Publishing Company, LTD.
Holf, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley and S. T. Williams. 1994.
Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology. 9th
ed. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkons.
Pelczar, M. J. and R. D. Chan. 1986. Microbiology. New-York: McGraw-Hill
Book Company Inc.
Prescott, L.M., J .P. Harley, D.A. Klein. 2008. Microbiology.7t h
Edition. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Rahayu, K. K dan Sudarmadji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: Pusat
antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.
Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. New York: McGraw-
Hill Book Company, Inc.
Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi keenam. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Soetarto, E.S, T.T. Suharni, S.Y. Nastiti, L.Sembiring. 2013. Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi. Laboratorium. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Talaro, K. P and A. Talaro. 2002. Foundation of Microbiology. New York:
McGraw Hill Book Company, Inc.
Weiser, H. H., G. J. Mountney, and W. A. Gould. 1971. Practical Food
Microbiology and Technology. 2nd
ed. Connecticut: The AVI Publ
Company.