LINE FOLLOWER dengan KONTROL PID
Abstrak
Robot Line follower robot dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan, dari robot pengikut garis yang tidak menggunakan sistem kontrol atau pengendalian sampai robot pengikut garis menggunakan sistem kendali. Pengendalian dan kontrol yang diberikan kepada robot terdiri dari berbagai jenis, dari kontrol motor, untuk mengontrol gerakan atau strategi untuk gerak robot line follower.
Dengan perkembangan teknologi, memberikan inovasi robot line follower untuk perkembangan pesat dari dampak positif seperti banyak model dan bentuk karakteristik masing-masing robot line follower produsen. Dari jumlah sensor yang digunakan, meletakkan sensor sesuai dengan strategi untuk perangkat lain yang mendukung pemilihan robot line follower.
Robot Line follower telah menggunakan sistem kontrol baru, yang menggunakan ATmega16 sebagai mengontrol semua sistem robot, dan kontrol motor DC menggunakan algoritma PID. Diharapkan perkembangan teknologi robot, dapat memicu kreativitas line follower robot pecinta untuk mengembangkan arah yang lebih baik.
Kata Kunci : PID, Mikrokontroler ATmega16, Driver, LCD, Sensor
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui system kontrol PID
2. Mahasiswa mampu menerapkan system kontrol PID
3. Mahasiswa mampu mengaplikasikan kontrol PID pada Line Follower
II. ALAT dan BAHAN
1. Minimum System dan Mekanik
- PC (laptop)
- Baterai lippo
- Motor
- Roda motor
- IC Mikrokontroler ATmega16
- IC 74LS139
- Regulator 7805
- Software CodeVision AVR
- Downloader
- PCB
- Software Express PCB
- Buzzer
- Transistor
- Kristal
- Kapasitor
- Resistor
- Diode
- Mosfet IRF 744N
- Saklar
- Diplux
- Optocoupler PC817
- LED
2. LCD
- LCD
- Push button
- Resistor
3. Sensor
- LED
- Photo Dioda
- Resistor
III. DASAR TEORI Kontrol Loop Tertutup
Kontrol loop tertutup adalah suatu aksi kontrol yang bekerja secara kontinyu.
Elemen dasar dari sebuah sistem kontrol loop tertutup adalah sebagai berikut:
a. Elemen pembanding
Elemen pembanding berfungsi untuk membandingkan nilai yang dikehendaki
dari variable yang sedang dikontrol dengan nilai terukur yang diperoleh dan
menghasilkan sinyal eror. Eror = sinyal dengan nilai yang diinginkan – sinyal
dengan nilai sebenarnya yang terukur.
b. Elemen implementasi kontrol
Elemen kontrol menentukan aksi atau tindakan apa yang akan diambil bila
diterima sebuah sinyal eror. Kontrol yang dilakukan dapat berupa diberikanya
sebuah sinyal yang akan menyalakan atau memadamkan sebuah saklar jika terdapat
sinyal eror, seperti misalnya pada sebuah robot line follower yang melintasi jalur,
ketika jalur berbelok maka akan diberikan sebuah sinyal yang proporsional. Jika
erornya kecil maka hanya sinyal kontrol kecil yang dihasilkan, dan jika eror besar
maka dibangkitkan sinyal yang proporsional.
c. Elemen koreksi
Elemen koreksi atau sering disebut dengan elemen kontrol akhir, menghasilkan
perubahan dalam suatu proses, yang bertujuan untuk mengoreksiatau mengubah
kondisi yang dikontrol. Istilah aktuator digunakan untuk menyatakan elemen dari
sebuah unit koreksi yang membangkitkan daya untuk menjalankan aksi kontrol.
d. Proses
Proses adalah sistem dimana terdapat sebuah variable yang dikontrol.
e. Elemen pengukuran
Elemen pengukuran menghasilkan sebuah sinyal yang berhubungan dengan
kondisi variabel dari proses yang sedang dikontrol.
Gambar 3.1 Elemen – elemen dasar dari sistem kontrol loop tertutup
(Sumber: W.Bolton, 2006)
1. Kontrol Proportional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta. Jika u = G(s) • e maka u =
Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain (penguat)
0 error
Keluaran Pengontrol
Nilai yang
diinginkan
Kontrol ElemenKoreksi
Proses
Pengukuran
Masukan
Pembandingan
Eror
Elemen –elemen alur maju
Keluaran
Sinyal umpan balik yang merupakan ukuran dari variable yang sedang dikontrol
saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P
memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun
demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu
untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan setting time.
Gambar 3.2 Kontrol Proportional
(Sumber: W.Bolton, 2006)
Pada line follower KP digunakan untuk merespon terjadinya eror untuk kembali
pada kondisi normal. Semakin besar KP semakin baik akan tetapi jika terlalu besar
robot akan getar karena setiap sedikit saja terjadi eror maka robot akan dengan cepat
memeperbaikinya. Karena terjadi berulang-ulang maka robot seakan-akan getar.
2. Kontrol Integral
Kontrol integral merupakan mode kontrol dimana keluaran pengontrol
berbanding lurus dengan integral error terhadap waktu, jadi: Keluaran pengontrol x
integral error terhadap waktu.
Dimana KI adalah konstanta proposionalitas dan apabila keluaran pengontrol
dinyatakann sebagai persentase serta error juga dinyatakan dalam persentase, maka
satuan dari konstanta proposionalitas ini adalah s-1 (1/detik)
untuk mengilustrasikan apa yang dimaksud dengan integral error terhadap waktu,
tinjaulah sebuah situasi dimana error berubah terhadap waktu dengan cara seperti
tampak pada Gambar 2 Nilai dari integral pada waktu t adalah sama dengan luas di
bawah kurva antara t=0 dan t. Jadi diperoleh:
Keluaran pengontrol luas area di bawah kurva error antara t=0 dan t.
Jadi, dengan bertambahnya t, maka luas area di bawah kurva akan semakin besar
dan keluaran pengontrol juga semakin besar. Karena dalam contoh ini luas area
berbanding lurus dengan t dan bertambah dengan laju yang konstan. Perhatikan bahwa
Keluaran pengontrol I= KI x integral error terhadap waktu
0 error
Keluaran
Pengontrol
pandangan ini menawarkan alternative lain untuk menggambarkan kontrol integral
sebagai berikut:
Laju perubahan keluaran pengontrol error
Suatu error dengan nilai konstan akan memberikan perubahan keluaran
pengontrol dengan laju konstan
Gambar 3.3 Kontrol Integral
(Sumber: W.Bolton, 2006)
Sesuai dengan rumus KI bahwa keluaran KI adalah KI X integral eror terhadap
waktu, maka KI pada line follower sebenarnya tidak berpengaruh karena KI akan
mengintegralkan setiap eror terhadap waktu, dimana robot tidak pernah pada posisi
lebih dari eror tetapi yang diperlukan oleh robot adalah mengurangi atau menurunkan
eror seminimal mungkin.
3. Kontrol Derivatif
Dengan kontrol derivative perubahan pengeluaran pengontrol dari titik
pengaturan akan berbanding lurus dengan laju perubahan terhadap waktu dari sinyal
error. Jadi, keluaran pengontrol x laju perubahan error dirumuskan sebagai berikut.
Waktu0
error
Luas Area
t
Waktu0
Keluaran
Pengontrol
t
Keluaran pengontrol D = Kp x laju perubahan eror
Waktu0
error
Waktu0
Keluaran
pengontrol
Gambar 3.4 Derivative
(Sumber: W.Bolton, 2006)
Keluaran pengontrol biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap
jangkauan penuh keluaran, dan error juga dinyatakan sebagai persentase terhadap
jangkauan penuh. Kp adalah konstanta proposionalitas dan lebih dikenal sebagai
derivatif turunan terhadap waktu dengan satuan waktu.
Gambar 3 mengilustrasikan jenis respons yang akan muncul apabila terdapat
sinyal error yang terus meningkat. Karena laju perubahan error terhadap waktu adalah
konstan, maka pengontrol derivatif akan memberikan sinyal keluaran pengontrol yang
konstan pada elemen koreksi. Dengan kontrol derivatif, segera setelah sinyal-sinyal
error mulai berubah, maka akan muncul keluaran pengontrol yang cukup besar
mengingat keluarannya berbanding lurus dengan laju perubahan sinyal error, dan
bukan nilai sinyal errornya. Jadi dengan bentuk kontrol ini akan dapat diperoleh
respons korektif yang cepat terhadap sinyal-sinyal error yang terjadi.
Pada line follower KD digunakan untuk kecepatan robot dalam merespon
terjadinya eror untuk kembali pada kondisi normal.
4. Kontrol Proportional – Derivatif
Pengontrol derivatif member respons terhadap sinyal-sinyal error yang berubah
terhadap waktu, tetapi tidak terhadap sinyal-sinyal error konstan. Karena untuk sinyal-
sinyal konstan, laju perubahan error terhadap waktu adalah sama dengan nol.
Berdasar alas an ini, kontrol derivatif D dikombinasikan dengan kontrol proposional P
sehingga:
Waktu0
error
Waktu0
Keluaran
pengontrol
Keluaran pengontrol PD=Kp x error + KD xlaju perubahan error terhadap waktu
Gambar 3.5 Kontrol PD
(Sumber: W.Bolton, 2006)
Gambar 4 menunjukkan bagaimana, dengan kontrol proposional plus derivatif,
keluaran pengontrol dapat berubah ketika terdapat suatu error yang berubah secara
konstan. Tampak bahwa terjadi perubahan mula-mula yang cepat pada keluaran
pengontrol sebagai akibat dari aksi derivatif yang diikuti oleh perubahan bertahap
karena aksi proposional. Dengan demikian bentuk kontrol ini merespon dengan lebih
baik terhadap perubahan proses yang terjadi secara cepat jika dibandingkan dengan
hanya kontrol proposional. Namun demikian, sebagaimana halnya kontrol proposional,
kontrol ini memerlukan error keadaan tunak untuk mengatasi perubahan konstan pada
kondisi masukan atau perubahan nilai pengaturan.
Persamaan untuk kontrol PD di atas dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
berikut:
KD/Kp dikenal sebagai waktu aksi derivatif TD sehingga:
Kontrol PD dapat menangani perubahan-perubahan proses yang cepat secara
lebih baik dibandingkan dengan kontrol P saka. Kontrol ini tetap memerlukan error
keadaan tunak untuk mengatasi perubahan konstan pada kondisi-kondisi masukan atau
perubahan pada nilai yan ditetapkan.
Keluaran pengontrol PD = Kp (error + TD x laju perubahan error)
Gambar 3.6 Karakteristik sinyal error
(Sumber: W.Bolton, 2006)
5. Kontrol Proportional – Integral
Kontrol dengan mode integral I saja tidak umum digunakan, tetapi digunakan
bersama-sama dengan mode proposional P sehingga membentuk kombinasi kontrol PI.
Apabila aksi integral ditambahkan terhadao suatu system kontrol proposional, maka
keluaran pengontrol dapat dirumuskan sebagai:
Dimana KP adalah konstanta kontrol proposional dan KI adalah konstanta kontrol
integral.
Gambar 3.7 Kontrol PI
(Sumber: W.Bolton, 2006)
Waktu0
error
Keluaran
Elemen I
Waktu0
Waktu0
Keluaran
Elemen P
Keluaran
Pengontrol PI
Waktu0
Keluaran pengontrol PI = Kp x error + KI x integral error terhadap waktu
Gambar 6 memperlihatkan bagaimana sebuah sistem dengan kontrol PI bereaksi
saat terjadi suatu perubahan secara tiba-tiba terhadap sebuah sinyal error konstan.
Sinyal error memberikan kenaikan pada keluaran pengontrol proposional, yang
selanjutnya dipertahankan konstan karena sinyal error tidak mengalami perubahan.
Kemudian terjadi superimposisi terhadap keluaran pengontrol yang diakibatkan oleh
aksi integral.
Kombinasi antara mode integral dan mode proposional memiliki satu
keuntungan utama jika dibandingkan dengan mode kontrol proposional semata, yaitu
error keadaan tunak dapat dieleminasi. Hal ini terjadi karena bagian integral dari
kontrol dapat menghasilkan keluaran pengontrol meskipun sinyal errornya sama
dengan nol. Pengontrol akan memberikan suatu sinyal keluaran yang disebabkan oleh
error sebelumnya dan dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi tersebut.
Gambar 7 Mengilustrasikan sifat ini
Gambar 3.8 Keluaran Pengontrol saat sinyal error
(Sumber: W.Bolton, 2006)
Persamaan untuk keluaran pengontrol PI di atas dapat dituliskan sebagai berikut:
KI/Kp dikenal sebagai waktu aksi integral TI sehingga:
Waktu0
error
Waktu0
Keluaran
Pengontrol
Karena tidak terdapat error keadaan tunak, pengontrol PI dapat digunakam pada
aplikasi-aplikasi di mana terjadi perubahan besar dalam variable proses. Meskipun
demikian, karena bagian integrasi kontrol memerlukan waktu tertentu, maka perubahan
yang terjadi haruslah relative lambat untuk mencegah terjadinya osilasi
Gambar 3.9 Kurva error kontrol PI
(Sumber: W.Bolton, 2006)
6. Kontrol Proportional – Integral – Derivatif
Penggabungan semua dari ketiga mode kontrol (proposional, integral, dan
derivatif) memungkin untuk mendapatkan sebuah pengontrol yang tidak mempunyai
error keadaan tunak serta dapat mereduksi kecenderungan terjadinya osilasi.
Pengontrol ini dikenal sebagai pengontrol tiga mode atau pengontrol PID. Persamaan
yang menggambarkan aksi pengontrol ini adalah:
Dimana KP adalah konstanta proposionalitas, KI adalah konstanta integral dan KD
adalah konstanta derivatif. Persamaan di atas dapat juga dituliskan dalam bentuk,
Pengontrol PID dapat dilihat sebagai pengontrol proposional yang memiliki
kontrol integral untuk mengeliminasi error offset dan kontrol derivatif untuk
mereduksi ketertinggalan atau jeda waktu.
Keluaran = KP x error + KI x integral error + KP x laju perubahan error
IV. GAMBAR RANGKAIANRangkaian yang digunakan dalam pembuatan line follower berbasis PID yaitu :
a. Sensor
Cara kerja sensor yaitu
Ketika transmitter (infrared) memancarkan cahaya ke bidang berwarna putih, cahaya
akan dipantulkan hampir semuanya oleh bidang berwarna putih tersebut. Sebaliknya,
ketika transmitter memancarkan cahaya ke bidang berwarna gelap atau hitam, maka
cahaya akan banyak diserap oleh bidang gelap tersebut, sehingga cahaya yang sampai
ke receiver tinggal sedikit. perbedaan cahaya yang diterima oleh receiver akan
menyebabkan hambatan yang berbeda-beda di dalam receiver (photo dioda) tersebut.
Gambar 4.1 Layout PCB rangkaian sensor
b. Minimum System Mikrokontroler ATMega 16
Perangkat Keras pada trainer line follower berbasis PID ini menggunakan
mikrokontroler ATMega16 sebagai pengendali utama. Mikrokontroler ATMega16
mempunyai 40 pin dengan 32 I/O. Mikrokontroler ATMega16 membutuhkan sistem
minimum yang terdiri dari kristal dan kapasitor agar dapat dioperasikan.
Gambar 4.2 Rangkaian Minimum Sistem
Rangkaian minimum sistem ini menggunakan oscillator 12,0000 Mhz dan dua
buah kapasitor 30pF serta rangkaian untuk me-reset dengan resistor 10 K dan
kapasitor 1uF. Terdapat 4 port I/O, namun tidak semua port digunakan dalam alat ini.
Berikut ini adalah tabel penjelasan kegunaan port I/O dalam perancangan. Tabel 1
menjelaskan jumlah kebutuhan port I/O dan tabel 2 adalah port mikrokontroler yang
digunakan.
Tabel 1 Kebutuhan Port I/O Mikrokontroler
Definisi Kebutuhan Port I/O Mikrokontroler
Input Output
Sensor 8 buah Driver motor kanan
Tombol 4 buah setting Driver motor kiri
LCD
Buzzer
Tabel 2 Penggunaan Port I/O Mikrokontroler
Data Penggunaan Port I/O Mikrokontroler
Input (Port B) Output (Port C dan Port A)PA.0 sampai PA.7 untuk sensor PD.0 sampai PD.2 driver kanan
PB.3 sampai PB.6 untuk tombol setting
PD.3 sampai PD.5 driver kiri
PC.0 sampai PC.7 untuk LCD
PB.0 untuk buzzer
c. Rangkaian Kontrol (Driver)
Driver pada trainer line follower berbasis PID ini menggunakan optocoupler dan
IC 74LS139 sebagai multiplekser. Tujuan pemasangan multiplekser ini adalah untuk
mengamankan rangkaian H-bridge seandainya terjadi kegagalan program. Jika terjadi
kegagalan program, maka H-bridge sebagai pengendali utama tidak akan terbakar
karena tidak akan ada arus yang bisa melewati 74LS139.Gambar di bawah ini
menunjukkan gambar rangkaian driver.
Gambar 4.3 Driver line follower berbasis PID
Gambar 4.4 Layout PCB rangkaian minimum system dan driver line follower
Gambar 4.5 Layout rangkaian LCD
V. LANGKAH KERJA1. Membuat desain rangkaian line follower (rangkaian minimum system, sensor,
driver)
2. Membuat layout rangkaian line follower (layout minimum system, sensor, driver)
3. Membuat program untuk line follower
4. Menyiapkan alat dan bahan
5. Menyablon PCB sesuai dengan layout yang telah dibuat
6. Memasang komponen pada PCB
7. Memasang body
8. Mendownlad program ke dalam line follower
9. Menguji coba line follower
VI. HASIL1. Memilih “Menu” dengan menekan tombol di bawah Menu
2. Melakukan scan garis dan memilih “OK” dengan menekan tombol di bawah “OK”
3. Mengatur kecepatan yang diinginkan pada robot dengan menambah (+) atau
mengurangi (-), lalu menekan “next”
4. Mengatur Kp yang diinginkan pada robot dengan menambah (+) atau mengurangi
(-), lalu menekan “next”
5. Mengatur Kd yang diinginkan pada robot dengan menambah (+) atau mengurangi
(-), lalu menekan “next”
6. Mengatur Ki yang diinginkan pada robot dengan menambah (+) atau mengurangi
(-), lalu menekan “next”
7. Kemudian mengatur rem, dimana rem disini diatur 10ms, lalu tekan “Save”
8. Menjalankan robot dengan menekan tombol “GO”
Hasil Percobaan
- Rangkaian Minimum Sistem
- Rangkaian LCD
- Rangkaian Sensor
- Mekanik dan Body
- Robot Line Follower
VII. PEMBAHASAN1. Diagram Blok
Diagram blok dari trainer trainer pergerakan line follower berbasis PID ini
ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 7.1 Diagram Blok Sistem
Pada diagram blok yang ditunjukkan gambar diatas terdapat empat buah inputan
yang masuk ke mikrokontroller ATMega 16. Input yang pertama adalah sensor. Pada
sensor ini masuk ke ADC mikrokontroller ATMega 16 berupa delapan buah sensor.
Kemudian kalibrasi ini dilakukan secara otomatis dan kemudian disimp pada memori
mikrokontroller ATMega 16. Input yang ketiga adalah pengaturan kecepatan yang
Kalibrasi
Atur Speed
Mik
roko
ntro
ller
ATM
ega
16
LCD
Atur KP KI KD
Driver Motor DC
Sensor
berfungsi sebagai kecepatan tetap robot dan tersimpan pada mikrokontroller ATMega
16. Input yang keempat adalah pengaturan KP, KI, dan KD yang berfungsi sebagai nilai
kontrol proporsional, integral, dan derivatif dan tersimpan pada mikrokontroller
ATMega 16.
Proses pengaturan itu semu tertampil pada LCD dengan karakter maksimal 16x2.
Kemudian ada tombol start yang akan menginstruksikan motor untuk bekerja sehingga
line follower berbasis PID ini bekerja.
2. Flowchart
Flowchar trainer line follower berbasis PID sebagai media pembelajaran mata
kuliah sistem kendali ditunjukkan pada gambardibawah ini.
Gambar 7.2 Flowchart sistem
Ok
Next
Next
Ok
Next
Ok
Next
Ok
Ok
Next
Start
Inisialisasi LCD
Kalibrasi
Kalibrasi
sensor
Atur Speed
Pngaturan
Speed
Atur Kp
Pengaturan
Kp
Atur KD
Pengaturan
KD
Atur KI
Pengaturan
KI
SAVE
Robot jalan
(tombol “GO”)
End
Penjelasan flowchart pada gambar flowchat diatas adalah sebagai berikut:
Pada saat robot dinyalakan untuk pertama kali, sistem akan mendeteksi apakah
robot akan disetting ulang melalui menu atau langsung distart. Jika robot disetting
maka akan masuk ke menu atur speed ketika speed dianggap perlu dirubah maka dapat
disetting dan ketika dirasa cukup maka dapat next. Setelah pengaturan speed maka
akan masuk ke menu atur Kp, ketika Kp dianggap perlu dirubah maka dapat disetting
dan ketika dirasa cukup maka dapat next. Setelah pengaturan Kp maka akan masuk ke
menu atur KD, ketika KD dianggap perlu dirubah maka dapat disetting dan ketika dirasa
cukup maka dapat next. Setelah pengaturan KD maka akan masuk ke menu atur KI,
ketika KI dianggap perlu dirubah maka dapat disetting dan ketika dirasa cukup maka
dapat next. Kemudian ketika semmua sudah selesai maka data akan tersimpan di
memori mikrokontroller ATMega 16. Robot dapat dijalankan dengan menekan tombol
“GO”
VIII. KESIMPULAN
Dari rangkaian proses perancangan, pembuatan dan pengujian robot line follower yang
telah dilakukan, dalam penyusunan laporan ini dapat ditarik beberapa kesimpulan penting
yang berkaitan dengan perancangan robot line follower ini antara lain :
1. Cara pengimplementasian mikrokontroller ATMega16 pada robot line follower
adalah dengan memasukkan code program yang telah dibuat ke dalam
mikrokontroller untuk membuat gerak robot sesuai yang diinginkan.
2. Salah satu cara merancang robot line follower yang baik dan sesuai kebutuhan
adalah pemasangan 8 sensor garis di bagian depan untuk pergerakan robot dan 3
sensor disamping kiri dan 3 sensor disamping kanan untuk koreksi gerak robot
yang lebih baik. Dengan bentuk rancangan robot line follower yang telah
dipaparkan, robot dapat berjalan dan berkerja sesuai fungsi yang telah dirancang.
3. Dengan menambahkan algoritma PID yaitu nilai P dan nilai D pada program robot
serta melakukan trial and error untuk mendapatkan nilai bobot yang stabil menjadi
kunci berjalannya algoritma tersebut.
Daftar Pustaka
- Andrianto, H. 2008. Pemrograman Mikrokontroler AVR ATMEGA16. Bandung : INFORMATIKA.
- Hartawan, W. 2011. Prototype Robot Pendeteksi Bahan Peledak Dari Jarak Jauh Berbasis Mikrokontroler AT Mega32 Menggunakan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Backpropagation. Program Strata Satu Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
- Pitowarno, E. 2006. Robotika : Desain, Kontrol, dan Kecerdasan Buatan. Yogyakarta : ANDI.
- Skripsi Arisandi LINE FOLLOWER dengan KONTROL PID