LAPORANTUTORIAL SKENARIO A BLOK 21
disusun oleh:
KELOMPOK 5
Fitri Heriyati Pratiwi (04111001003)
Rabecca Beluta Ambarita (04111001007)
Asifa Ramadhani Sembiring (04111001022)
Erniyanti Puspita Sari (04111001026)
Laode Mohammad Hidayatullah (04111001029)
M Reza Pahlevi (04111001032)
Dipika Awinda (04111001074)
Billy Peter (04111001078)
Kevin Putrawan (04111001105)
Randina Dwi Megasari (04111001110)
Ridhya Rahmayani (04111001111)
Moza Guyanto (04111001112)
Aulia Putri Mentari (04111001114)
Ramadan Abdurrahman Dwiputra (04111001129)
Tutor: dr. Tia Sabrina
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar..............................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................
Pembahasan Skenario:
I. Skenario..............................................................................................
II. Klarifikasi Istilah................................................................................
III. Identifikasi Masalah...........................................................................
IV. Analisis Masalah................................................................................
V. Hipotesis............................................................................................
VI. Learning Issue....................................................................................
VII. Sintesis...............................................................................................
VIII. Kerangka Konsep..............................................................................
IX. Kesimpulan.........................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................
Skenario A Blok 21 Tahun 2013
A 66 years-old woman comes to MH hospital because she has suffered from pain ion
the right knee since four years ago. She also complains of stiffness for approximately 15
minutes when she awakes in the morning, and in the afternoon her pain worsens. Walking up
the stairs in her house, however, causes a good deal of pain, which is not relieved by
ibuprofen (600 mg three times daily) or by acetaminophen (1000 mg three times daily). Knee
radiographs done six weeks ago show osteophyte and severe narrowed joint space.
Physical examination :
Body weight : 70 kg, height : 150 cm, there is coarse crepitus with flexion/extension of the
right knee. Both knees are in slight varus angulation (bow-legged). On palpitation there is
tenderness along the joint margins of both knees and exquisite tenderness to digital pressure at
the medial upper tibia on the right.
KLARIFIKASI ISTILAH :
Stiffness : kekakuan
Crepitus : bunyi retak saat menggerakkan sendi
Osteophyte : tonjolan tulang atau pertumbuhan berlebihan pada
tulang
Varus angulation : sudut yang melengkung ke dalam
Exquisite tenderness : sesuatu nyeri yang tajam seperi ditusuk-tusuk.
Acetaminophen : analgesik dan antipiretik yang mempunyai efek serupa
dengan aspirin tetapi sedikit mempunyai efek antiinflamasi.
Ibuprofen : obat anti inflamasi nonsteroid yang digunakan dalam
pengobatan nyeri, demam, osteoarthritis, rematoid arthritis, kelainan peradangan
rematik dan rematik lain serta nyeri kepala vaskuler.
IDENTIFIKASI MASALAH :
1. Seorang perempuan 66 tahun datang ke RSMH mengeluh nyeri pada lutut sejak 4
tahun yang lalu.
2. Dia juga mengeluh adanya kekakuan 15 menit ketika bangun pagi dan memburuk
pada siang hari.
3. Kemudian naik tangga menyebabkan nyeri dan tidak sembuh dengan
mengkonsumsi Ibuprofen atau Acetaminophen.
4. Pemeriksaan radiologi 6 minggu lalu menunjukkan osteophyte dan penyempitan
celah sendi yang parah.
5. Pemeriksaan Fisik
ANALISIS MASALAH :
1. Seorang perempuan 66 tahun datang ke RSMH mengeluh nyeri pada lutut
sejak 4 tahun yang lalu.
a. Bagaimana hubungan jenis kelamin dengan keluhan utama?
Usia
Pada orang dewasa, nyeri lutut bisa disebabkan oleh trauma. Namun pada
usia yang lebih lanjut, yaitu diatas 45 tahun, mulai terjadi penyakit
degeneratif di lutut dikarenakan kerusakan tulang rawan sendi, yaitu
osteoartrhritis.
Usia merupakan determinan utama pada osteoarttritis. Dari semua faktor
risiko untuk timbulnya penyakit ini, faktor penuaan (aging) adalah yang
terkuat. Osteoarthritis lebih sering diderita oleh usia lanjut. Pada individu
yang berusia 45-65 tahun terdapat 30% kasus osteoarthritis, dan pada usia
diatas 80 tahun terdapat lebih dari 80% kasus.
Jenis kelamin
Baik pria maupun wanita bisa menderita penyakit ini. perbedaan utama
insidensi antara pria dengan wanita tersebut terkait dengan area yang
dipengaruhi osteoarthritis. Pada wanita, sendi yang sering terkena adalah
sendi interphalangela distal, proksimal, sendi carpometacarpal pertama,
sendi metatarsophalangeal, pinggul (pada usia 55-64 tahun), dan lutut (usia
65-74 tahun). Sedang pada pria yang berusia 65-74 tahun, pinggul dan lutut
lebih sering terserang.
Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih
sama pada laki-laki dan wanita. Tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause)
frekuensinya lebih banyak pada wanita dibanding pria. Hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada pathogenesis osteoarthritis.
b. Bagaimana Etiologi dan mekanisme nyeri lutut?
Nyerilututpada osteoarthritis dapatdisebabkanolehbeberapahalseperti :
1. Nyeri oleh karena faktor mekanik lokal
Perubahan bentuk pada sendi osteoartritis adalah lipping osteopit dan pada
kasus lebih lanjut terjadi destruksi dan instabilitas. Semua ini dapat
menyebabkan abnormalitas kekuatan mekanis terhadap ligamen, kapsul
dan struktur inervasi yang lainnya, sehingga menimbulkan nyeri dan lokasi
nyeri tekan. Hal ini mungkin menyebabkan timbulnya tenderness
periarticular lokal dan nyeri tajam pada saat aktivitas.
2. Nyeri oleh karena faktor tulang
Nyeri disebabkan oleh karena peningkatan tekanan intraosseous pada
tulang subkondral yang menimbulkan hambatan venous out flow, sehingga
timbul nyeri. Nyeri mungkin juga dari tulang periosteum akibat osteopit.
3. Nyeri oleh karena faktor otot
Pada osteoartritis pada sendi lutut sering menimbulkan rasa sakit serta
ketidakmampuan untuk mencapai fungsi. Rasa sakit dan ketidakmampuan
akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot kuadrisep dan atropi.
Otot adalah merupakan komponen yang penting dalam membantu
menstabilisir persendian sedang kelemahan otot kuadrisep dapat
mengakibatkan semakin parahnya osteoartritis. Sebaliknya dengan
penguatan otot kuadrisep dapat mengurangi atropi pada otot dan membantu
melindungi serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas
atau rasa sakit yang diakibatkan oleh kelemahan otot (Samble, dkk, 1990).
4. Nyeri oleh karena faktor referred pain
Pada osteoartritis sering muncul nyeri dan enderness pada otot di sekitar
sendi akibat referred pain dari sendi.
5. Nyeri oleh karena faktor nyeri saraf sentral
Pada osteoartritis sering terjadi nyeri atau fibromialgia akibat kecemasan
dan depresi.
c. Klasifikasi nyeri secara umum?
A. Berdasarkan sumbernya
1. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).
ex: terkena ujung pisau atau gunting
2. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada
cutaneus.
ex: sprain sendi
3. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan.
B. Berdasarkan penyebab:
1. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur).
2. Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang
yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya).
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan dua sebab tersebut.
C. Berdasarkan lama/durasinya
1. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas
bervariasi dari berat sampai ringan . Fungsi nyeri ini adalah sebagai
pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya
intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Apabila
nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk
segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam
proses penyembuhan klien, untuk itu harus menjadi prioritas
perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa
memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.
2. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas
bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini
disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan
kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa
berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga
kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami
nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian
atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini
biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab
utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang
tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali
mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri
kronik akan timbul perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah
tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut Nyeri kronik
- Lamanya dalam hitungan menit
- Ditandai peningkatan BP, nadi,
dan respirasi
- Respon pasien:Fokus pada nyeri,
menyetakan nyeri menangis dan
mengerang
- Tingkah laku menggosok bagian
yang nyeri
- Lamanyna sampai hitungan
bulan, > 6bln
- Fungsi fisiologi bersifat
normal
- Tidak ada keluhan nyeri
- Tidak ada aktifitas fisik
sebagai respon terhadap nyeri
D. Berdasarkan lokasi/letak
1. Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac
pain)
2. Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab.
3. Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna).
4. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian. Tubuh yg hilang (ex: bagian
tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena
injuri medulla spinalis.
1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan. Pada
umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena perlangsungannya
yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga
akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan
sensasi fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll.
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan
tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri
pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada
neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral
(seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).
4. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnormalitas
perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf
terutama hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki
gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa
bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui
mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal
atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri adaptif, artinya
proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk melindungi atau memperbaiki
diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan nyeri fungsional merupakan nyeri
maladaptif, artinya proses patologis terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls
nyeri timbul meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis
atau rekuren, dan hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis belum
memberikan hasil yang memuaskan (Rowbotham, 2000; Woolf, 2004).
2. Dia juga mengeluh adanya kekakuan 15 menit ketika bangun pagi dan
memburuk pada siang hari.
a. Etiologi dan mekanisme kekakuan saat bangun pagi?
Seiring bertambahnya umur, kandungan air pada kartilago berkurang akibat
menurunnya kandungan proteoglycan, sehingga menyebabkan kartilago
kurang elastis. Perubahan pada tulang, inflamasi, dan berkurangnya elastisitas
tulang ini menyebabkan kekakuan pada sendi
b. Mengapa kekakuan memburuk disiang hari?
Karena pada siang hari, aktivitas semakin banyak, sehingga nyeri menjadi
semakin progresif.
c. Bagaimana hubungan antargejala (nyeri-kaku yang memburuk pada
siang hari)?
Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari pasien-pasien dengan
OA yang ditimbulkan oleh kelainan seperti tulang, membran sinovial, kapsul
fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi. Nyeri awalnya tumpul
kemudian semakin berat, hilang timbul, dan diperberat oleh aktivitas gerak
sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan istirahat.
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur
(tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan
merasakan gerakan sendi tidak licin yang disertai bunyi gemeretak (krepitus).
Sendi terasa lebih kaku setelah istirahat. Perlahan-lahan sendi akan bertambah
kaku.
Sendi akan terlihat membengkak karena adanya penumpukan cairan di
dalam sendi. Pembengkakan ini terlihat lebih menonjol karena pengecilan otot
sekitarnya yang diakibatkan karena otot menjadi jarang digunakan.
3. Kemudian naik tangga menyebabkan nyeri dan tidak sembuh dengan
mengkonsumsi Ibuprofen atau Acetaminophen.
a. Bagaimana hubungan antara naik tangga dan nyeri?
Saat mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami kerapuhan, dimana
perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi (kartilago hialin)
berkenaan dengan perubahan biokimia dibawah permukaan kartilago yang
akan meningkatkan sintesa timidin dan glisin. Akibat dari ketidak
seimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi
pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan
terlepas sebagai corpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika
sendi bergerak.
Reparasi berupa sclerosis terjadi pada tulang subchondral. Tulang dibawah
kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan
kesesuian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut
maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah
sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas.
Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengeritasi membran sinovial
dimana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan kemudian akan
menimbulkan hidrops. Dengan terjepitnya ujung-ujung saraf polimodal yang
terdapat disekitar sendi karena terbentuknya osteofit serta adanya
pembengkakan dan penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan
menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak.
Pada kapsul-ligamen sendi akan terjadi iritasi dan pemendekan, hal ini
disebabkan karena imobilisasi dan kelenturan colagen yang berkurang,
pelunakan lapisan rawan yang diikuti oleh pecahnya permukaan sendi,
terjadinya pengerasan pada tulang dibawah lapisan rawan sehingga kelenturan
berkurang. Kemudian terjadi kontraktur jaringan ikat maupun kapsul sendi
sehingga pergerakan semangkin lama semangkin sempit.
Akibat dari pembatasan pola gerak tersebut, maka akan menimbulkan nyeri
regang. Nyeri yang ditimbulkan akan menyebabkan spasme otot. Jika hal ini
dibiarkan terus menerus elastisitas jaringan akan menurun sehingga dapat
menyebabkan kontraktur sehingga lingkup gerak sendi akan lebih terbatas
Synovial fibroblast- mucinous glikoprotein..sbgaiphsillubrikan,
Terjadiinflamasimaka synovial fibroblast, maka mucinous menurun, tdk
ad lubrikanmakanyeri.
b. Indikasi dan kontraindikasi, farmakodinamik, farmakokinetik dari
asetaminophen?
Asetaminofen (paracetamol) merupakan metabolit aktif fenasetin, dan derivate
dari para amino fenol dan mempunyai efek analgesic.
Mekanisme kerjanya berhubungan dengan sistem biosintesis prostaglandin.
Jadi, obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam
2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Secara garis besar, COX-1 esensial
dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai
jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung,
aktivitas COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.
Siklooksigenase-2 ini diinduksi oleh berbagai stimulus inflamator, termasuk
sitokin, endotoksin, dan faktor pertumbuhan. Tromboksan A2, yang disintesis
trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi, dan
proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis COX-2
di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan
penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi, dan efek anti-inflamasi
proliferative. Obat golongan AINS memblok aksi dari enzim COX sehingga
produksi prostaglandin menurun. Hal ini menghasilkan kedua efek, baik yang
efek positif (analgesic dan anti-inflamasi) maupun efek yang negative (ulkus
lambung, penurunan perfusi renal, dan pendarahan.
Asetaminofen ini adalah penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah pada
jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna.
Temuan terbaru menunjukkan bahwa asetaminofen dapat menghambat enzim
ketiga, yaitu COX-3, di sistem saraf pusat. COX-3 tampaknya merupakan
produk varian splice gen COX-1.
Farmakokinetik
Asetaminofen diberikan per oral. Absorpsinya bergantung pada kecepatan
pengosongan lambung, dan kadar puncaknya dalam darah biasanya tercapai
dalam waktu 30-60 menit. Asetaminofen sedikit terikat pada protein plasma
dan sebagian dimetabolisasi oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi
asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang tidak aktif secara farmakologis.
Kurang dari 5% asetaminofen diekskresi tanpa mengalami perubahan. Suatu
metabolit minor tetapi sangat aktif (N-asetil-p-benzokuinon) penting pada
dosis besar karena bersifat toksik terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh
asetaminofen adalah 2-3 jam dan realtif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal.
Pada dosis toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya bisa meningkat hingga
dua kali lipat atau lebih.
Indikasi
Walaupun setara dengan aspirin sebagai agen analgesic dan antipiretik,
asetaminofen berbeda karena tidak memiliki efek anti-inflamasi. Obat ini tidak
mempengaruhi kadar asam urat dan tidak mempunyai sifat menghambat
trombosit.
Asetaminofen berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala,
mialgia, nyeri pasca persalinan, dan keadaan lain ketika aspirin efektif sebagai
analgesic. Asetaminofen sendiri tidak adekuat untuk terapi berbagai bentuk
peradangan, seperti arthritis rematoid, walaupun dapat digunakan sebagai
analgesic tambahan pada terapi anti-inflamasi. Untuk analgesia ringan,
asetaminofen merupakan obat yang lebih dianjurkan daripada aspirin pada
penderita hemophilia atau dengan riwayat tukak lambung dan pada penderita
yang menderita bronkospasme akibat aspirin. Tidak seperti aspirin,
asetaminofen tidak mengantaginisasi efek obat urikosurik; obat ini dapat
diberikan bersama dengan probenesid pada terapi gout.
Efek Samping
Pada dosis terapi, kadang terjadi peningkatan ringan enzim hati tanpa disertai
ikterus. Keadaan ini reversibel jika obat dihentikan.
Pada dosis yang lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terangsang, dan
disorientasi.
Penelanan 15 g asetaminofen dapat berakibat fatal; kematian disebabkan oleh
hepatotoksisitas berat dengan nekrosis lobules sentral, kadang berhubungan
dengan nekrosis tubulus ginjal akut.
Dosis yang lebih besar dari 4 g/hari tidak dianjurkan, dan adanya riwayat
alkoholisme menjadi kontraindikasi pada dosis ini. gejala dini dari kerusakan
hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen.
Sangat jarang terjadi anemia hemolitik dan methemoglobinemia. Nefritis
interstisialis dan nekrosis papiler (komplikasi berat fenestein) tidak terjadi,
begitu juga perdarahan saluran cerna. Pemberiannya harus dilakukan secara
hati-hati pada penderita penyakit hati.
Dosis
Nyeri akut dan demam dapat ditangani secara afektif dengan asetaminofen
sebesar 325-500 mg empat kali sehari. Dan dalam dosis lebih kecil yang
proporsional pada anak-anak.
c. Indikasi dan kontraindikasi, farmakodinamik, farmakokinetik dari
Ibuprofen?
Indikasi : meringankan gejala arthritis rematoid, osteoarthritis, nyeri yang
sedang sampai berat, dismenorhea primer, dan menurunkan demam.
Kontraindiksi :Tidak digunakan untuk pengobatan arthritis rematoid pada
anak-anak, terbakar sinar matahari, resisten agne vulgaris.
Interaksi
Menurunkan efek dari antihipertensi,beta bloker, diuretik, dan hidralazin.
Meningkatkan konsentrasi digoksin dalam serum,metotreksat, juga
meningkatkan level Litium karena penurunan kliren litium pada ginjal.
Mungkin mnyebabkan pendarahan pada GI, dan dapat meningkatkan resiko
pendarahan setelah pemberian antikoagulan.
Efek samping
Membahayakan pada lambung, diare, mual, pening (dizziness), kadang terjadi
ruam pada kulit. Ulkus pada GI resiko tinggi pada dosis besar dan orang tua
dan juga menyebabkan retensi cairan. Kadang menimbulkan disfungsi ginjal,
terutama pada pasien gangguan ginjal, CHF atau sirosis. Sedikit
meningkatkan waktu pendarahan, meningkatkan enzim liver, limpopenia,
agranulasitosis, anemia aplastik, dan jarang ditemukan aseptic meningitis.
Farmakodinamik
Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat
antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim
siklo-oksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PG-G2 terganggu.
Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam.
Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan
analgetik-antipiretik.
Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin)
dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung.
Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan
dengan protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam
setelah pemberian. Adanya makanan akan memperlambat absorbsi, tetapi
tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi. Metabolisme terjadi di hati dengan
waktu paruh 1,8-2 jam. Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan
metabolik inaktif, sempurna dalam 24 jam
Farmakokinetik
Untuk antipiretik, konsentrasi serum 10 mg/L (48µmol/L). konsentrasi serum
diatas 200 mg/L (971 µmol/L) setelah pemberian menimbulkan toksisitas
berat seperti apnea, asidosis metabolic, dan koma.
Nasib obat, dengan cepat diabsorbsi dari GI dan bioavaibilitasnya lebih
dari 80%. Konsentrasi puncak pada anak-anak 17-42 mg/L (121-257 µmol/L)
setelah pemberian dosis 10 mg/kgBB dicapai paa 1,1 ± 0,3 jam. Lebih dari
99% berikatan dengan protein plasma, dan dimetabolisme paling tidak
menjadi 2 metabolit tidak aktif. Volume distribusi 0.15 ± 0.02 L/kg,
meningkat pada cystic fibrosis. Klirens 0.045 ± 0.012 L/jam/kg, meningkat
pada cystic fibrosis. Kurang dari 1% diekskresikan dalam bentuk tidak
berubah. Waktu paruh 2 ± 0.5 jam.
Indikasi : meringankan gejala arthritis rematoid, osteoarthritis, nyeri yang
sedang sampai berat, dismenorhea primer, dan menurunkan demam.
Kontraindiksi :Tidak digunakan untuk pengobatan arthritis rematoid pada
anak-anak, terbakar sinar matahari, resisten agne vulgaris.
Interaksi
Menurunkan efek dari antihipertensi,beta bloker, diuretik, dan hidralazin.
Meningkatkan konsentrasi digoksin dalam serum,metotreksat, juga
meningkatkan level Litium karena penurunan kliren litium pada ginjal.
Mungkin mnyebabkan pendarahan pada GI, dan dapat meningkatkan resiko
pendarahan setelah pemberian antikoagulan.
Efek samping
Membahayakan pada lambung, diare, mual, pening (dizziness), kadang terjadi
ruam pada kulit. Ulkus pada GI resiko tinggi pada dosis besar dan orang tua
dan juga menyebabkan retensi cairan. Kadang menimbulkan disfungsi ginjal,
terutama pada pasien gangguan ginjal, CHF atau sirosis. Sedikit
meningkatkan waktu pendarahan, meningkatkan enzim liver, limpopenia,
agranulasitosis, anemia aplastik, dan jarang ditemukan aseptic meningitis.
Farmakodinamik
Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok obat
antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui penghambatan enzim
siklo-oksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PG-G2 terganggu.
Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi, analgesia dan demam.
Dengan demikian maka ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi dan
analgetik-antipiretik.
Khasiat ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal (aspirin)
dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung.
Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan
dengan protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam
setelah pemberian. Adanya makanan akan memperlambat absorbsi, tetapi
tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi. Metabolisme terjadi di hati dengan
waktu paruh 1,8-2 jam. Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan
metabolik inaktif, sempurna dalam 24 jam
Farmakokinetik
Untuk antipiretik, konsentrasi serum 10 mg/L (48µmol/L). konsentrasi serum
diatas 200 mg/L (971 µmol/L) setelah pemberian menimbulkan toksisitas
berat seperti apnea, asidosis metabolic, dan koma.
Nasib obat, dengan cepat diabsorbsi dari GI dan bioavaibilitasnya lebih
dari 80%. Konsentrasi puncak pada anak-anak 17-42 mg/L (121-257 µmol/L)
setelah pemberian dosis 10 mg/kgBB dicapai paa 1,1 ± 0,3 jam. Lebih dari
99% berikatan dengan protein plasma, dan dimetabolisme paling tidak
menjadi 2 metabolit tidak aktif. Volume distribusi 0.15 ± 0.02 L/kg,
meningkat pada cystic fibrosis. Klirens 0.045 ± 0.012 L/jam/kg, meningkat
pada cystic fibrosis. Kurang dari 1% diekskresikan dalam bentuk tidak
berubah. Waktu paruh 2 ± 0.5 jam.
d. Mengapa keluhan tidak sembuh setelah pemberian obat?
Debridemen (pembersihan) sendi efektif dalam mencegah atau menunda
tindakan operatif. Sendiseperti sendi lutut cocok apabila dilakukan
debridemen menggunakan alat yang disebut artroskopi.
Artroplasti atau prostatic joint replacement (penggantian sendi) merupakan
tindakan pembuangan sendiyang dan membuat sendi palsu yang dapat terbuat
dari plastik atau logam. Indikasi utama tindakan iniadalah adanya nyeri,
terutama yang disertai deformitas dan instabilitas. Terapi ini memberikan
hasilyang baik pada pasien-pasien OA yang berat dan tidak dapat ditangani
dengan terapi konservatif.
Artrodesis atau penggabungan sendi merupakan tindakan yang menghilangkan
nyeri sendi secarapermanen namun menyebabkan hilangnya fungsi
pergerakan. Tindakan ini lebih sering dilakukan pada
sendi-sendi kecil seperti sendi tangan, sedangkan bila dilakukan pada sendi-
sendi besar seperti sendilutut atau sendi panggul umumnya memberikan hasil
yang kurang baik. Tindakan ini hanya dilakukanbila tindakan artroplasti tidak
dapat dilakukan karena alasan tertentu; atau untuk menyelamatkan
artroplasti yang gagal.
4. Pemeriksaan radiologi 6 minggu lalu menunjukkan osteophyte dan
penyempitan celah sendi yang parah.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan radiografi dan mekanismenya
(gambar)?
Osteoarthritis merupakan penyakit degenerative kronik yang berhubungan dengan
penuaan tetapi tidak disebabkan oleh penuaan karena ada orang berusia 90an tetapi
tidak menunjukan tanda tanda klinis dari penyakit ini.
Seiring bertambahnya umur, kandungan air pada kartilago berkurang akibat
menurunnya kandungan proteoglycan, sehingga menyebabkan kartilago kurang elastis.
Kandungan air pada kartilago yang sehat diatur keseimbangannya oleh daya kompresi
yang mengeluarkan air dan tekanan osmotic yang memasukkan air. Serabut kolagen
berperan dalam daya kompresi, sedangkan efek gibbs donnan dan proteoglycan dari
kartilago berperan dalam tekanan osmotic yang cenderung memasukkan air. Pada
osteoarthritis terdapat peningkatan kandungan air pada kartilago. Peningkatan
kandungan air ini karena sementara terjadi penurunan proteoglycan, terjadi penurunan
kolagen yang lebih besar. Tanpa efek proteksi dari proteoglycan, serabut kolagen pada
kartilago beresiko mengalami degradasi sehingga mempercepat proses degenerasi.
Inflamasi pada kapsula sendi juga dapat terjadi walaupun kadang ringan jika
dibandingkan dengan rheumatoid arthritis. Hal ini dapat terjadi ketika breakdown
product dari kartilago dilepaskan ke dalam ruang synovial, dan sel sel pada sendi
berusaha membuangnya. Pertumbuhan tulang abnormal yang disebut spurs atau
osteophyte dapat terbentuk pada batas sendi, kemungkinan sebagai usaha untuk
meningkatkan kecocokan dari permukaan artikulasi kartilago.
b. Bagaimana gejala yang ditimbulkan dari keabnormalan pemeriksaan
radiologi?
Secara radiografi osteoarthritis dapat digradasi menjadi ringan, sedang, berat
(criteria kellgren dan Lawrence).
Grade 0 : normal
Grade 1 : ragu-ragu, tanpa osteofit, penyempitan sendi meragukan
Grade 2 : minimal, osteofot sedikit pada tibia dan patella dan permukaan sendi
menyempit simetris.
Grade 3 : moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat,
permukaan sendi menyempit, dan tampak sklerosis subkondral.
Grade 4 : berat, ada osteofit yang besar, permukaan sendi menyempir secara
komplit, sklerosis subkondral berat, dan kerusakan permukaan sendi.
OA sering disebut penyakit “wear and tear”, karena terjadi akibat gerakan
berulang pada sendi yang dapat menyebabkan kartilago tererosi dan menipis.
Erosi kartilago akan diikuti dengan penebalan tulang subchondral/tulang di
ujung sendi, terbentuknya osteofit (tulang yang menonjol) hal ini akan
merubah struktur sendi menyebabkan kedua tulang pada sendi saling
bersentuhan saat pergerakan (menghasilkan sensasi berderak saat
menggerakan sendi). Keadaan yang terus berlanjut akan merusak jaringan lain
pada sendi dan menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin inflamasi yang
kemudian menimbulkan nyeri dan bengkak pada sendi. Erosi dan penipisan
Gejala yang timbul adalah nyeri sendi, sendi bengkak, nyeri saat pergerakan,
sensasi berderak saat pergerakan sendi (crepitus), pergerakan sendi yang
terbatas, nyeri dan kaku sendi setelah lama tidak digerakan biasanya pada pagi
hari sekitar 30 menit, perubahan bentuk sendi, dan jika osteofit tumbuh dan
menekan saraf maka akan ada gangguan persarafan seperti nyeri radikular,
gangguan sensoris, gangguan motorik.
c. Bagaimana indikasi pemerikaan radiologi?
Indikasi : Sebagai pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis.
Dokter sering mendiagnosis osteoartritis berdasar riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Perubahan – perubahan yang nampak pada rontgen foto
dapat digunakan penunjang, namun hubungan antara klinis dan perubahan
radiografis bervariasi diantara pasien. Beberapa pasien dengan rontgen foto
yang menunjukkan kerusakan sendi berat mengeluhkan gejala yang ringan,
sedangkan pasien dengan rontgen foto yang menunjukkan kerusakan sendi
minimal dapat mengeluhkan nyeri yang hebat. Perubahan radiografis yang
tampak pada osteoartritis adalah adanya penyempitan spatium kartilago,
peningkatan densitas tulang subchondral, dan adanya osteofit
5. Pemeriksaan Fisik
Body weight : 70 kg, height : 150 cm, there is coarse crepitus with
flexion/extension of the right knee. Both knees are in slight varus angulation
(bow-legged). On palpitation there is tenderness along the joint margins of
both knees and exquisite tenderness to digital pressure at the medial upper
tibia on the right.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan
fisik?
- Body weight : 70 kg, height : 150 cm, there is coarse crepitus with
flexion/extension of the right knee. (Hitung BMI)
1. BMI = berat badan (kg) : tinggi badan (m)2
BMI = 70 kg : (1,5)2
BMI = 70 kg : 2,25 m2
BMI = 31,11 Obesitas
Interpretasi :
Berat badan normal < 25,
Kelebihan berat badan ≥ 25 atau
Obesitas ≥ 30
2. Coarse Crepitus (Gertakan kasar) pada lutut kanan
Mekanisme :
Disebabkan karena gesekan kedua permukaan tulang sendi yang
ireguler (penonjolan tulang, sinovitis, efusi, dan arena adanya osteofit
yang dapat mengubah permukaan permukaan sendi) pada saat sendi
digerakkan maupun secara pasif dimanipulasi.
- Both knees are in slight varus angulation (bow-legged). On palpitation
there is tenderness along the joint margins of both knees and exquisite
tenderness to digital pressure at the medial upper tibia on the right.
Pada osteoarthritis terdapat peningkatan kandungan air pada kartilago.
Peningkatan kandungan air ini karena sementara terjadi penurunan
proteoglycan, terjadi penurunan kolagen yang lebih besar. Inflamasi
juga dapat terjadi pada sendi sebagai usaha untuk membuang
breakdown product dari ruang synovial. Peningkatan kandungan air
dan inflamasi pada sendi ini menyebabkan tenderness. Terbentuknya
osteophyte dan menipisnya sendi menyebabkan varus angulation
dimana kaki melengkung ke dalam atau keluar.
6. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Anamnesis
Ditanyakan gejala-gejala dari OA.
Biasanya, osteoarthritis terjadi secara perlahan, dimulai dari rasa sakit padasendi
setelah melakukan aktivitas, seperti olahraga, kemudian lama-kelamaan
akanterasa lebih sakit dan kaku. Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari
pasien-pasiendengan OA yang ditimbulkan oleh kelainan seperti tulang, membran
sinovial, kapsulfibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi. Nyeri awalnya
tumpul kemudiansemakin berat, hilang timbul, dan diperberat oleh aktivitas gerak
sendi. Nyeri biasanyamenghilang dengan istirahat. Kekakuan pada kapsul sendi
dapat menyebabkankontraktur (tertariknya) sendi dan menyebabkan terbatasnya
gerakan. Penderita akanmerasakan gerakan sendi tidak licin yang disertai bunyi
gemeretak (krepitus). Senditerasa lebih kaku setelah istirahat. Perlahan-lahan
sendi akan bertambah kaku. Sendiakan terlihat membengkak karena adanya
penumpukan cairan di dalam sendi.Pembengkakan ini terlihat lebih menonjol
karena pengecilan otot sekitarnya yangdiakibatkan karena otot menjadi jaran
digunakan.Gejala pada tangan: jari-jari membesar, terasa sakit, kaku bahkan mati
rasa.Gejala pada lutut yaitu lutut terasa sakit dan kaku. Susah digunakan untuk
berjalan dandapat menyebabkan cacat. Pada panggul, panggul terasa sakit dan
kaku pada kunci pahadan dapat membatasi pergerakan. Pada punggung/tulang
belakang, terasa sakit dan kaku pada leher
Pemeriksaan Fisik
- Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini
(secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur.
Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris
(salah satu gerakan saja).
- Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya
hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh
pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit,
krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul
karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan
atau secara pasif dimanipulasi.
- Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
Pembengkakan sendi OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak (<100cc). sebab lain ialah karena adanya osteofit,
yang dapat mengubah permukaan sendi.
- Tanda-tanda peradangan
Dijumpai tanda-tanda peradangan pada sendi, seperti nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan. Mungkin
dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak
menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan
kaki, sendi kecil tangan dan kaki.
- Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada
tulang dan permukaan sendi.
- Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha, dan
OA tulang belakang dengan stenosis spinal.
Diagnosis osteoarthritis menurut American College of Rheumatologi (2000) di
tentukan berdasarkan kriteria berikut ini: (a) nyeri sendi yang berulang hampir
setiap hari, (b) gambaran osteofit dalam pemeriksaan radiologis, (c) analisis cairan
sendi positif osteoarthritis, (d) usia 40 tahun atau lebih, (e) kaku sendi di pagi hari
selam kurang lebih 30 menit, (f) krepitasi dalam gerakan sendi. Diagnosis di
tegakkan bila di temukan kriteria (a) dan (b) atau (a,c,e,f) atau (a,d,e,f)
(Merdikoputro, 2006)
Pemeriksaan diagnostic
Radiografis
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena OA sudah cukup
memberikan gambawan diagnostic yang lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah :
- Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
yang menanggung beban
- Peningkatan desnsitas (sklerosis) tulang subcondral.
- Kista tulang
- Osteofit pada pinggir sendi
- Perubahan struktur anatomi sendi.
Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah
tepi (Hb, leukosit LED) dalam batas normal, kecuali OA generalisata yang harus
dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor
rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan,
mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang,
peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein,
Pemantauan progresivitas dan outcome OA
Terdapat 3 cara utama untuk memantau progresivitas dan outcome OA :
1. Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien, misalnya nilai
algofungsional dari WOMAC, indeks beratnya nyeri lutut dan panggul
2. Pengukuran perubahan structural (anatomi) pada sendi yang terserang.
Misalnya radiografi polos, MRI, artroskopi, dan ultrasound frekuensi tinggi.
3. Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan perubahan metabolisme
atau perubahan kemampuan fungsional dari rawan sendi artikuler, tulang
subkondral atau jaringan sendi lainnya. Misalnya marker rawan sendi dalam
cairan tubuh, skintigrafi tulang, pengukuran sesistensi terhadap kompresi pada
rawan sendi dengan mengukur kemampuan identasi atau penyebaran.
7. Apa DD dan WD?
Working Diagnosis :Osteoartritis stage 3 dilihatdaricelahsendi yang mengecil,
osteofit.
8. Bagaimana epidemiologi?
- Osteoartritis merupakan penyakit tersering yang menyebabkan timbulnya
nyeri dan disabilitas (hambatan) gerakan pada populasi usia lanjut.
- OA merupakan kelainan yang mengenai berbagai ras dan kedua jenis
kelamin.
- Pria dan wanita memiliki kesempatan yang sama untuk terkena OA,
namun pada wanita biasanya sendi yang terkena lebih banyak. Seiring
dengan bertambahnya usia, insidens OA juga semakin bertambah. Dapat
dibayangkan nanti ketika seseorang sudah berusia lebih dari 60 tahun, ¼
dari seluruh populasi wanita dan 1/5 dari seluruh populasi pria dapat
terkena OA.
Osteoartritis Rheumatoid
artritis
Gout Artritis
Etiologi Proses
degeneratif
Autoimun Asam urat
Krepitasi + + (lebih halus) -
Osteofit + - -
Stiffness <30menit 60 menit -
Predileksi Sendi-sendi
besar yang
menahan
beban berat
Sendi-sendi
kecil
Sendi-sendi
kecil
- OA dapat menyerang semua sendi, namun predileksi yang tersering adalah
pada sendi-sendi yang menanggung beban berat badan seperti panggul,
lutut, dan sendi tulang belakang bagian lumbal bawah.
Osteoartritis disebut juga sebagai penyakit sendi degeneratif, yang artinya
adalah jenis penyakit sendi tersering dan merupakan salah satu penyebab
kecacatan utama di negara-negara maju.5 Penyakit ini ditandai oleh erosi
progresif tulang rawan sendi. Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 33
milyar USS dikeluarkan per tahun untuk biaya pengobatan dan hilangnya hari
kerja. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu
mencapai 15,5% pada pria, dan wanita 12,7%. Pasien OA biasanya
mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan
pada sendi yang terkena.6 Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan
terus menerus sehingga sanggat mengganggu mobilitas pasien, karena
prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, OA
mempunyai dampak sosial ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun
di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di
Indonesia menderita cacat OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap
dampak OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang
berumur tua.
9. Bagaimana etiologi dan faktor resiko?
a. Etiologi
i. Stres mekanik
ii. Regenerasi sendi yang tidak baik
iii. Infeksi sendi
b. Faktor Resiko
i. Genetik
ii. Obesitas
iii. Diabetes
iv. Menopause
v. Wilson disease (akumulasi tembaga pada jaringan ikat)
vi. Alkaptonuria (kelainan metabolic phenylalanine & Tysorine)
vii. Marfan Syndrome (penyakit genetic pada jaringan ikat)
viii. Haemochromatosis (absorpsi zat besi berlebih oleh usus sehingga
meningkatkan kadar zat besi tubuh)
10. Bagaimana patogenesis?
Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya
tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh
adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic, pertumbuhan, herediter, jejas
mikro dan makro, serta immobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering
ditemukan dibanding OA sekunder.
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang
tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat
bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya
belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinova sendi yang terjadi
multifaktorial antara lain karena faktor umur, stress mekanis atau penggunaan
sendiyang berlebihan, defek anatomic, obesitas, genetic, humoral, dan faktor
kebudayaan.
Jejas mekanis dan kimiawiini diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan
synovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit,
dan nyeri.
OA ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai
kompensasi perbaikan (repair). OA terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodeling tulang dan inflamasi cairan sendi.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat melakukan
perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel.
Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam deoksiribonukleat
(DAN) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang
berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormone, transforming
growt factorβ (TGF-β) dan coloni stimulating factor (CSFs). Faktor pertumbuhan
seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses perbaikan sendi. Pada
keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitive terhadap efek IGF-1.
Faktor pertumbuhan TGF-β mempunyai efek multiple pada matriks kartilago
yaitu merangsang sisntesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin,
yaitu enzim yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi
prostaglandin E2 (PGE2) dan melawan efek inhibisi sintesis PGE2 oleh IL-1.
Hormone lain yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah
testosterone, β-estradiol, platelet derivate growth factor (PDGF), fibroblast growth
factor, dan kalsitonin.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan
sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu
respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara
sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih
rendah dibanding normal yaitu 0,29:1.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan thrombus dan kelompok lipid pada pembuluh darah subkondral yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti menimbulkan bone
angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensible yang
dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat
dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang
menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus
otot-otot ekstra artikuler akibat kerja berlebihan. Sakit pada sendi juga dapat
diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat
stasis vena intrameduler karena proses remodeling pada trabekula dan
subkondrial.
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsan oleh
jejas mekanis, material asing, hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan
memproduksi sitokin activator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin
tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α, dan β, dam interferon (IFN) α dan τ. Sitokin-
sitokin ini akan merangsang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk
memproduksi CSF yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk
mendegradasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA
yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks
tulang rawan sendi.
IL-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis
enzim yang mendegradasi rawan sendi, yaitu stromelisin dan kolagenosa,
menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Kondrosit pasien
OA mempunyai resepyor IL-1 2 kali lebih banyak dari normal dan kondrosit
sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang
berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi
komponen matriks tulang, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis.
11. Bagaimana patofisiologi?
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,
dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh
stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein
yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus
menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi
interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan
penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau
adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas,
adanya hipertropi atau nodulus.
12. Bagaimana manifestasi klinis?
13. Bagaimana tatalaksana?
PERAWATAN
Terapi non Farmakologi
Langkah pertama ialah mendidik pasien mengenai tingkat penyakit, prognosis,
dan pengaturan. Konseling makanan untuk pasien OA kelebihan berat juga
diberikan.
Glukosamin adalah suplemen yang pada beberapa studi menunjukkan
mengurangi tingkat kerusakan sendi dan memperbaiki simtom pasien ketika
dibandingkan dengan plasebo. Dari meta-analisis disimpulkan bahwa
kombinasi glukosamine dan chondroitin mungkin berguna untuk OA.
Terapi fisik—dengan perawatan panas atau dingin dan program latihan—
membantu menjaga dan mengembalikan pergerakan sendi dan mengurangi
sakit dan kejang otot. Program latihan menggunakan teknik isometrik
dirancang untuk memperkuat otot dan memperbaiki fungsi sendi dan gerakan.
Peralatan pembantu dan ortotik seperti tongkat, kursi roda, braces, heel
cups, dan insoles bisa digunakan selama latihan atau aktivitas sehari-hari.
Prosedur operasi (seperti osteotomi, pengangkatan persendian, pemindahan
osteofit, orteoplasti sebagian atau total, fusi sendi) diberikan untuk pasien
dengan rasa sakit yang hebat dan tidak merespon terapi konvensional atau yang
menyebabkan ketidakmampuan gerak dan mempengaruhi gaya hidup.
Terapi Farmakologi
Prinsip Umum
Terapi obat pada OA bertujuan untuk mengurangi sakit. Karena OA sering
terjadi pada manula yang mempunyai kondisi medis lainnya, diperlukan
pendekatan konservatif terhadap perawatan dengan obat.
Diperlukan suatu pendekatan individual untuk perawatan (Gambar 2-1). Untuk
sakit ringan sampai sedang, analgesik oral atau topikal bisa digunakan. Jika
pendekatan ini gagal atau ada inflamasi, NSAID bisa berguna. Terapi non-obat
yang sesuai sebaiknya dilanjutkan ketika terapi obat dimulai.
Analgesik
Asetaminofen
Asetaminofen adalah pilihan untuk oral analgesik dengan dosis 325-650 mg
empat kali sehari (dosis maksimum 4g/hari). American College of
Rheumatology (ACR) menyarankan asetaminofen sebagai terapi pertama untuk
pengatasan rasa sakit pada OA. Pengurangan rasa sakit ringan sampai sedang
pada OA diperlihatkan oleh asetaminofen (2,6-4 g/hari) jika dibandingkan
dengan aspirin (650 mg empat kali sehari), ibuprofen (1200 atau 2400 mg
sehari), naproxen (750 mg sehari), dan NSAID lain. Tetapi, beberapa studi
melaporkan pengurangan rasa sakit yang lebih baik dengan NSAID, terutama
untuk rasa sakit OA yang hebat.
Asetaminofen biasanya bisa ditolerir oleh pasien, tapi berpotensi fatal
untuk hepatotoksisitas jika overdosis. Asetaminofen harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien dengan penyakit liver dan dihindari pada penyalah guna
alkohol kronik. Toksisitas ginjal lebih jarang terjadi daripada NSAID.
Salisilat
Aspirin dengan dosis 325-650 mg empat kali sehari juga memberikan
analgesia; dosis paling tidak 3,6 mg/hari perlu untuk mendapatkan aktivitas
anti-inflamasi. Sejumlah produk salisilat asetilasi dan non-asetilasi tersedia
(Tabel 2-1)
Salisilat bisa menyebabkan efek samping pada saluran cerna dari ketidak
nyamanan ringan sampai ulser lambung dengan komplikasi yang parah. Untuk
mengurangi efek samping pada saluran cerna, salisilat bisa diberikan dengan
makanan atau susu. Produk salut enterik bisa mengurangi cedera mukosa
lambung. Salisilat non-asetilasi juga memberikan iritasi saluran cerna yang
lebih kecil, kemungkinan perdarahan yang lebih kecil, dan tidak menyebabkan
agregasi platelet, tapi lebih mahal. Aspirin bisa menimbulkan reaksi
hipersensitifitas, kelainan fungsi ginjal, dan peningkatan serum transaminase.
Capsaicin
Capsaicin, ekstrak dari cabe merah yang menyebabkan pelepasan dan
menghabiskan semua substansi P dari serat saraf, telah terbukti bermanfaat
untuk mengurangi rasa sakit pada OA ketika diberikan topikal pada sendi yang
sakit. Capsaicin bisa digunakan tunggal atau kombinasi dengan analgesik oral
atau NSAID.
Untuk bisa efektif, capsaicin harus digunakan teratur, dan mungkin butuh
beberapa minggu untuk bisa bekerja. Capsaicin sangat ditolerir, tapi beberapa
pasien mengalami rasa terbakar sementara pada tempat penggunaan. Pasien
harus diperingatkan untuk tidak mengoleskan di mata atau mulut dan mencuci
tangan setelah mengoleskan.
Penggunaan disarankan empat kali sehari, tapi menurunkan penggunaan
menjadi dua kali sehari bisa memperbaiki penggunaan jangka panjang dengan
pengurangan rasa sakit yang cukup.
Analgesik Lain
Tremadol dan opioid seperti kodein sering diberikan kepada pasien yang gagal
pada terapi tunggal atau kombinasi analgesik, sediaan topikal, atau NSAID.
Propoksifen tidak lebih efektif dari analgesik yang lebih aman.
Tramadol atau agent narkotik sebaiknya digunakan jangka pendek untuk rasa
sakit yang hebat. Idealnya, jumlah yang diresepkan terbatas, dengan hanya satu
atau dua kali pengulangan resep, untuk mengurangi potensi penyalahgunaan.
NSAID
NSAID mempunyai sifat analgesik pada dosis kecil dan anti inflamasi pada
dosis lebih tinggi. Efek analgesik dimulai pada jam ke-1 atau ke-2, sedang efek
anti inflamasi muncul setelah 2 atau 3 minggu. Semua NSAID terbukti efektif
pada pengurangan rasa sakit dan inflamasi pada OA (Tabel 2-1), meski pasien
individual bisa merespon berbeda.
Ada bukti bahwa siklooksigenase-2 (COX-2)selektif inhibitor (seperti
celecoxib, rofecoxib) mengurangi rasa sakit pada banyak pasien OA dengan
resiko untuk efek samping yang lebih kecil daripada NSAID non-spesifik.
NSAID biasanya diberikan setelah terapi dengan asetaminofen atau aspirin
terbukti tidak efektif atau tidak bisa ditolerir atau pada pasien dengan
inflamasi.
Pemilihan NSAID tergantung pengalaman pemberi resep, biaya pengobatan,
pilihan pasien, atau toksisitas. Semua NSAID sama efektif dengan aspirin tapi
efek samping saluran cerna lebih kecil, tapi beberapa produk lebih mahal.
Pasien bisa merespon dengan baik terhadap obat pada grup kimia tertentu tapi
tidak sama sekali pada obat lain dalam grup yang sama. Ujicoba dengan waktu
(2-3 minggu) dan dosis (anti inflamasi atau analgesik) yang sesuai perlu
dilakukan. Jika uji pertama gagal, NSAID lain pada grup kimia yang sama atau
berbeda bisa dicoba. Proses ini bisa diulangi sampai agen yang efektif
didapatkan.
Kombinasi NSAID dengan NSAID lain atau aspirin meningkatkan efek
samping tanpa memberikan efek yang bermanfaat.
Keluhan saluran cerna adalah efek samping paling umum pada NSAID.
Keluhan ringan seperti nausea, dispepsia, anoreksia, rasa sakit pada abdominal,
flatulen (perut kembung) dan diare terjadi pada 10-60 % pasien. NSAID
sebaiknya diberikan bersama makanan atau susu, kecuali untuk produk salut
enterik (susu atau antasid bisa menghancurkan salut enterik dan menyebabkan
simtom saluran cerna pada beberapa pasien).
Semua NSAID berpotensi menyebabkan ulser saluran cerna dan perdarahan
melalui mekanisme langsung (topikal) atau tidak langsung (sistemika). Faktor
resiko untuk ulser terkait NSAID dan komplikasi ulser (perforasi, obstruksi
lambung, perdarahan saluran cerna) termasuk usia di atas 65 tahun, kondisi
medis yang rentan (seperti penyakit kardio vaskuler), terapi kortikosteroid atau
anti koagulan, dan riwayat penyakit peptik ulser atau perdarahan saluran cerna
atas.
Untuk pasien OA yang membutuhkan NSAID tapi beresiko tinggi untuk
komplikasi saluran cerna, rekomendasi ACR termasuk COX-2 selektif
inhibitor atau NSAID non-spesifik dengan kombinasi inhibitor pompa proton
atau misoprostol.
NSAID bisa menyebabkan komplikasi ginjal, hepatitis, reaksi hipersensitivtas,
kulit kemerahan dan keluhan sistem saraf pusat seperti mengantuk, pusing,
sakit kepala, depresi, bingung, dan tinitus (kuping berdenging). Semua NSAID
non-spesifik menginhibit produksi tromboksan yang tergantung-COX-1 pada
platelet. Sehingga meningkatkan resiko perdarahan. NSAID sebaiknya
dihindari pada akhir kehamilan karena resiko prematur penutupan ductus
aretriousus.
Interaksi obat paling serius termasuk penggunaan NSAID dengan litium,
warfarin, hipoglikemi oral, methotrexate, anti hipertensi, angiotensin
converting enzyme (ACE) inhibitor, β bloker, dan diuretik.
Glukokotikoid
Terapi glukokortikoid sistemik tidak disarankan pada OA, karena manfaatnya
yang kurang dan efek samping dalam penggunaan lama.
Intra articular glucocaoticoid (IAG) bisa mengurangi rasa sakit jika terjadi
inflamasi lokal atau effusi (keluarnya cairan) sendi, tapi manfaat jangka
panjangnya masih kontroversi. Jika digunakan, IAG harus diberikan jarang
dengan interval 4-6 bulan untuk sendi terkena dan tidak lebih dari 3-4 injeksi
per tahun. Setelah injeksi, pasien harus mengurangi aktivitas sendi tersebut
untuk beberapa hari. Injeksi ke ligamen atau area pericapsular bisa bermanfaat
dan resikonya lebih kecil daripada pemberian secara IAG.
Injeksi Hyaluronat
Asam hyaluronat membantu dalam rekosntruksi cairan sinovial, meningkatkan
elastisitasnya sementara dan memperbaiki fungsi sendi. Tetapi, efek ini
terbatas dan cepat hilang.
Dua agen intra-articular mengandung asam hyaluronat tersedia untuk
perawatan rasa sakit terkait OA pada lutut: natrium hyaluronat (Hyalgan) dan
hylan G-F 20 (Synvisc). Siklus perawatan berupa injeksi intra articular 2 ml ke
lutut sekali seminggu selama 3 minggu (hylan G-F 20) atau 5 minggu (natrium
hyaluronat).
Produk ini bisa bermanfaat untuk mereka yang tidak merespon terhadap terapi
lain, tapi studi lebih jauh dan penggunaan klinik dibutuhkan untuk menentukan
tempat mereka pada terapi. Agen ini mahal karena perawatan termasuk obat
dan biaya pemberian.
Injeksi sangat ditolerir, tapi bisa ada rasa sakit karena injeksi dan reaksi kulit
lokal (kemerahan, ecchymoses, atau pruritus/gatal).
EVALUASI HASIL TERAPI
Untuk memonitor efek, bisa dibuat garis dasar (baseline) untuk rasa sakit
dengan visual analog scale (VAS), rentang gerakan untuk sendi yang sakit bisa
ditaksir dengan fleksi, ekstensi, abduksi, atau adduksi.
Tergantung sendi yang terkena, pengukuran kekuatan menggenggam dan
waktu berjalan untuk 50 kaki bisa membantu menaksir OA pada tangan dan
pinggul/lutut.
Baseline radiograf bisa merekam tingkat keterlibatan sendi dan bisa diulangi
ketika simtom memburuk.
Pengukuran lain termasuk penaksiran umum oleh dokter atas dasar riwayat
pasien tentang aktivitas dan pembatasan oleh OA dan juga dokumen
penggunaan NSAID.
Harus ditanyakan pada pasien apakah mereka mengalami efek samping dari
pengobatan. Mereka harus dimonitor untuk semua tanda efek terkait-obat,
seperti kulit kemerahan, sakit kepala, mengantuk, bertambahnya berat, atau
perubahan tekanan darah dari NSAID.
Penentuan baseline serum kreatinin, tampilan hematologi, dan serum
transaminase berguna untuk mengidentifikasi toksisitas spesifik terhadap
ginjal, liver, saluran cerna, atau sumsum tulang.
14. Bagaimana Komplikasi?
Komplikasi dapat terjadi apabila osteoarthritis tidak ditangani dengan serius.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
- Komplikasi kronis
Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah
ialah terjadinya kelumpuhan
- Komplikasi akut
Micrystaline arthrophy
Osteonekrosis
Rupture baker cyst
Bursitis
Symptomatic meniscal tear
15. Bagaimana pencegahan?
OA dapat dihindari dengan mengeliminir faktor predisposisi seperti yang
dijelaskan di atas. Sebagai tips, lakukan hal-hal berikut untuk menghindari sedini
mungkin Anda terserang OA atau membuat OA Anda tidak kambuh, yaitu
dengan:
Menjaga berat badan. Merupakan faktor yang penting agar bobot yang ditanggung
oleh sendi menjadi ringan.
Melakukan jenis olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian atau yang
menyebabkan terjadinya perlukaan sendi. Contohnya berenang dan olahraga yang
bisa dilakukan sambil duduk dan tiduran.
Aktivitas olahraga hendaknya disesuaikan dengan umur. Jangan memaksa untuk
melakukan olahraga porsi berat pada usia lanjut. Tidak melakukan aktivitas gerak
pun sangat tidak dianjurkan. Tubuh yang tidak digerakkan akan mengundang
osteoporosis
Menghindari perlukaan pada persendian
Meminum obat-obatan suplemen sendi (atas anjuran dokter)
Mengkonsumsi makanan sehat.
Memilih alas kaki yang tepat & nyaman.
Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik.
Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.
Jika ada deformitas pada lutut, misalnya kaki berbentuk O, jangan dibiarkan.
Hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan
tulang.
16. Apa prognosis kasus?
Prognosis osteoartritis pada umumnya baik, namun jika terjadi pada ekstremitas
bawah seperti lutut prognosis relatif buruk karena sendi ini sering digunakan
untuk berjalan.
Vitam : Dubia
Fungsionam : Malam
17. Apa SKDI kasus?
3A
Hipotesis :
Wanita 66 tahun mengalami nyeri lutut kanan karena osteoarthritis yang tidak tertatalaksana
dengan baik setelah pemberian ibuprofen dan Acetaminophen.
Learning Issue :
Anatomi tulang dan sendi (lutut)
a. Sistem Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuhn dan tempat untuk
melekatnya otot-otot.
Komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu
garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan kekuatan
tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada
tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti
asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari tulang panjang :
- Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar.
- Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa
yang mengandung sel-sel hematopoetik. Metafisis juga menopang sendi
dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan
ligamen pada epifisis.
- Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan
metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel : osteoblas, osteosit,
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui proses yang
disebut osifikasi.
Osteosit adalah sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas
mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzin proteolitik yang memecahkan matriks
dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah.
Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain : os femur, os tibia, os fibula, dan
os patella.
1. Os Femur
Tulang femur merupakan tulang panjang yang bersendi keatas dengan
acetabulum dan ke bawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdiri dari epiphysis
proximal, diaphysis, dan epiphysis distalis.
Epiphysis merupakan sepasang bulatan yang disebut condilus lateralis dan
medialis. Di bagian proximal tonjolan tersebut terdapat bulatan kecil yang disebut
epycondilus lateralis dan medialis.
Di lihat dari depan, terdapat dataran sendi–sendi yang melebar ke lateral
yang disebit facies patellaris yang nantinya bersendi dengan tulang patella. Dan di
lihat dari belakang, diantara condylus femoralis lateralis dan condylus lateralis
medialis terdapat cekungan disebut fossa intercondyloidea yang bagian
proximalnya terdapat garis yang disebut linea intercondyloidea. Sedangkan
epiphysis proximal membentuk bulatan 2/3 bagian bagian bola tersebut disebut
caput femoralis yang mempunyai facies articulair untuk bersendi dengan
acetabulum.
Diaphysis merupakan bagian yang panjang yang disebut corpus.
Penampang melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan.
Diaphysis mempunyai 3 dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, dan fasies
anterior (Susilowati, 2002).
2. Os Tibia
Termasuk tulang panjang yang terdiri atas 3 bagian yang terdiri dari :
epiphysis proximal, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proximal terdiri dari
2 bulatan yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Di sebelah atasnya
terdapat dataran sendi yang di sebut facies articularis superior dan tepi atas
epycondilus ini melingkar disebut margo infraglenoidalis. Diaphysis pada
penopang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Ada 3 sisi yaitu
margo anterior, margo medialis dan crista interozea di sebelah lateral. Sedangkan
ke arah medial epiphysis distalis menonjol di sebut malleolus medialis. Malleolus
medialis memiliki 3 dataran sendi yaitu facies articularis malleolaris (vertical),
facies articularis inferior (horizontal), incisura fibularis (cekung) (Susilowati,
2002).
3. Os Fibula
Merupakan tulang berbentuk kecil dan langsing yang terletak di sebelah
tulang tibia bagian luar. Tulang ini terdiri dari 3 bagian yaitu : epiphysis proximalis,
diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proximal membulat disebut capitulum
fibula yang ke proximal meruncing menjadi apex capitulum fibula. Pada capitulum
terdapat dua dataran yang di sebut facies articularis capituli fibula untuk bersendi
dengan tibia. Diaphysis mempunyai 4 crista yaitu crista lateralis, crista medialis,
crista anterior, dan crista posterior. Epiphysis distalis ke arah lateral membulat
disebut malleolus lateralis.
Hubungan antara tulang – tulang di atas membentuk suatu sendi yaitu
tulang fémur dan patella di sebut articulatio patello femoralis, hubungan antara
tulang tibia dengan fémur disebut articulatio tibiofemoralis, hubungan antara
tulang tibia dengan fibula disebut articulatio tibiofibularis yang secara keseluruhan
dapat dikatakan sebagai articulatio knee/knee joint atau sendi lutut
(Susilowati, 2002).
4. Os Patella
Tulang patella merupakan tulang berbentuk segitiga dengan basis
menghadap ke proximal dan apex ke arah distal. Dataran muka berbentuk konvek
dan dataran belakang mempunyai dataran sendi yaitu facies articularis lateralis
yang lebar dan facies articularis medialis yang sempit (Susilowati, 2002).
1312
111
10
98
764
5
23
b. Anthrologi
Hubungan antara tulang – tulang pada sendi lutut membentuk 3 persendian
yaitu : (1) articulatio patello femorale di bentuk oleh tulang patella dan fémur, (2)
articulatio tibiofemorale di bentuk oleh tulang tibia dan femur, (3) articulatio
tibiofibulare dibentuk oleh tulang tibia dan fibula.
c. Sistem Capsule Ligamenter
Pada sendi lutut sistem capsule ligamenter berfungsi sebagai stabilisator
sendi – sendi . pada umumnya gerakan sendi lutut sangat ditentukan oleh bentuk
permukaan sendi dan kekuatan dari ligamentumnya. Adapun ligamen yang
memperkuat sendi lutut adalah :
1) Ligamentum Cruciatum Anterior
Berjalan dari depan eminentia intercondyloidea tibia ke permukaan
medial condylus lateralis femur yang berfungsi menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan.
2) Ligamentum Cruciatum Posterior
Berjalan dari facies lateralis condylus medialis femur menuju ke fossa
intercondyloidea tibia yang berfungsi menahan bergesernya tibia ke
belakang.
3) Ligamentum Collateral Lateral
Berjalan dari epycondilus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi
menahan gerakan varus ke samping luar.
4) Ligamentum Collateral Medial
Berjalan ke epycondilus medialis ke permukaan medial tibia yang
berfungsi menahan gerakan valgus.
5) Ligamentum Popliteum Obliqum
Berasal dari lateralis femur menuju insertio otot semimembranosus,
melekat pada fascia musculus popliteum yang berfungsi sebagai penguat
dari starum fibrosum ligamentum transversum genu. Membentang pada
permukaan anterior meniscus medialis dan lateralis (Platzer, 1983).
d. Sistem Capsule Sendi
Terdapat tiga tipe sendi, yaitu sendi fibrosa (sinartrodial) merupakan sendi
yang tidak dapat bergerak. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial) merupakan sendi
yang dapat sedikit bergerak. Sendi sinovial (diartrodial) merupakan sendi yang
dapat digerakkan dengan bebas.
Sendi sinovial memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan
hialin.
Kapsul sendi terdiri dari 2 lapisan yaitu : (1) stratum fibrosum, yang
merupakan lapisan luar yang bersifat sebagai penutup/selubung.bsuatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan ikat dengan pembuluh darah yang banyak.
Berada di sebelah proksimal melekat pada femur, tepat proksimal terhadap batas –
batas articular kedua condylus dan pada fossa intercondylaris di sebelah belakang.
Di sebelah distal melekat pada batas articular tibia. (2) Stratum synovial,
merupakan lapisan dalam yang memproduksi cairan synovial untuk melicinkan
sendi lutut. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tapi terlipat
sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa
diseluruh persendian membentuk sinovium. Kapsul sendi termasuk jaringan fibrosis
yang avaskular sehingga jika cedera sulit untuk proses penyembuhannya. Stratum
synovial melipat balik dari bagian posterior sendi ke ligamentum cruciatum
anterior dan posterior, sehingga menutupi corpus adiposuminfra patellare (Moore
and Agur, 1995).
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi
sinovial. Rawan ini memgang peranan penting dalam membagi beban tubuh.
Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar zat-zat dasar. Zat dasar ini
terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel rawan.
Proteoglikan yang ditemukan pada rawan sendi sangat hidrofilik, sehingga
memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi
menerima beban yang berat.
Kartilago sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, dan
persarafan. Oksigen dan vahan-bahan lain untuk metabolisme dibawa oleh cairan
sendi yang membasahi rawan tersebut.
Jaringan ikat yang ditemukan pada sendi dan daerah sekitarnya terutama adalah
jaringan ikat yang tersusun dari sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang
ditemukan pada jaringan ikat adalah sel yang tetap atau tidak berkembang pada
jaringan ikat, seperti sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit
polimorfonuklear. Jenis sel kedua adalah sel yang tetap berada di dalam jaringan,
seperti fibroblas, kondrosit, dan osteoblas. Sel ini mensintesis berbagai macam serat
dan proteoglikan substansi dasar dan membuat tiap jenis jaringan ikat memiliki
susunan sel yang tersendiri.
e. Jaringan Lunak
1. Meniscus
Meniscus sendi lutut adalah meniscus medialis dan lateralis. Meniscus medialis
lebih banyak hubungannya dengan tibia dari pada meniscus lateralis.
Fungsi dari meniscus adalah : (1) penyebaran pembebanan, (2), peredam
kejut, (3) mempermudah gerakan rotasi, (4) mengurangi gerakan, dan (5)
stabilisator setiap ada penekanan akan diserap oleh meniscus sendi lalu
diteruskan ke sebuah sendi (Moore and Agur, 1995).
2. Bursa
Merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan
terjadinya gesekan, gerakan, berdinding tipis, dan dibatasi oleh
membrane synovial. Bursa pada sendi yang berguna sebagai absorbser
yaitu bursa supra patellaris, pra patellaris, dan bursa infra patellaris
superficial dan profundus. Gangguan sendi lutut ditentukan oleh bentuk
permukaan sendi dan kekuatan otot serta ligamen (Moore and Agur,
1995).
f. Sistem Otot
1) Bagian anterior adalah m.rektus femoris, m.vastus lateralis, m. vastus medialis, dan
m. vastus intermedialis.
2) Bagian posterior adalah m. bicep femoris, m. semitendinosis, m. semi membranosis,
dan m. gastrocnemius.
3) Bagian medial adalah m. sartorius dan m. gracilis.
4) Bagian lateral m. tensorfacialatae.
Osteoartritis
Osteoartritis yang oleh masyarakat umum lebih dikenal sebagai pengapuran sendi
adalah suatu gangguan kesehatan yang banyak menimbulkan penderitaan bagi mereka yang
berusia diatas 50 tahun terutama wanita. Walaupun penyakit reumatik terdapat 150 jenis,
anamun ternyata berdasarkan penelitian yang kami lakukan di RS Dr. Hasan Sadikin
sebagian besar (70%) adalah Osteoartritis.
Nyeri dan kaku merupakan keluhan yang sering diungkapkan penderitanya tatkala
mengunjungi dokter. Sendi yang paling sering terkena adalah lutut, panggul dan tangan. Ibu-
ibu jadi sulit mengerjakan aktifitas hariannya seperti memasak, solat, mengikuti pengajian,
belanja di mall ke arisan dll.
Seringkali penderitanya merasa bosan dengan pengobatan yang diberikan dokter.
Nyerinya tak kunjung hilang dengan tuntas. Biasanya penderita melakukan doctor
shopping bagi yang mampu. Sedangkan yang kurang mampu mulai mencari cara pengobatan
yang katanya alternatif. Namun pada kenyaannya alih-alih penyakitnya sembuh timbullah
berbagai bencana akibat mencoba sendiri berbagai kapsul, serbuk dan cairan yang
dipromosikan sebagai jamu atau herbal, namun nyatanya mengandung berbagai obat keras
dosis tinggi terutama steroid.
Penderita yang mengkonsumsi jamu palsu tersebut biasanya memang merasa tertolong
nyerinya karena khasiatnya cespleng. Namun babak kehidupan baru dimulai. Mukanya jadi
bulat bak bulan purnama, tumbuh punuk di belakang leher, perut gembrot, berat badan
bertambah. Banyak pula yang mengalami muntah darah bahkan sampai gagal ginjal.
Berangkat dari kenyataan ini, kiranya perlu ada suatu buku panduan untuk masyarakat
umum mengenai apa dan bagaimana penyakit pengapuran sendi itu, sehingga tidak terjebak
pada mencoba-coba megobati sendiri dengan berbagai bahan yang mungkin berbahaya.
Keluhan utama penderita OA kepada dokter ialah nyeri dan gangguan fungsi sendi.
Akan tetapi tak selalu ada hubungan yang erat antara beratnya nyeri, gangguan fungsi dan
beratnya kerusakan struktural OA seperti yang terlihat pada radiografi. Beratnya rasa nyeri
dan gangguan fungsi yang saling berkaitan sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita
lain. Tergantung pada banyak faktor seperti kepribadian, suasana batin, pekerjaan,
pendidikan, kegiatan rekreasi, adanya keluhan dan gangguan fungsi karena penyakit lain.
Osteoartritis adalah suatu “penyakit yang berlangsung seumur hidup” namun tidak
progresif.Osteoartritis merupakan proses yang kompleks dan heterogen yang dapat dicetus
oleh perubahan konstitusional dan lingkungan. Hal ini yang menyebabkan manifestan klinik
OA sangat bervariasi dalam hal: onset, pola sendi yang terkena dan beratnya penyakit.
Berdasarkan masalah yang ditimbulkannya:
· Tidak mengganggu mobilitas
· Hanya satu atau beberapa sendi yang bermasalah
· Kelainan dan fungsi sendi semakin buruk
· Ada kaitan dengan usia
· Tidak sewlalu ada kaitan antara perubahan struktur dan gangguan fungsi
· Gejala yang timbul tidak berkaitan dengan peradangan.
Walaupun beberapa sendi terkena (poli – artikuler), biasanya hanya satu sendi
menimbulkan masalah
Keluhan-keluhan dan kelaian yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut :
a) Nyeri Sendi
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa penderita ke
dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya. Biasanya
nyeri sendi bertambah oleh gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu
(misal lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa. Nyeri pada OA dapat menjalar
kebagian lain, misal OA pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai “claudicatio
intermitten” Korelasi antara nyeri dan tingkat perubahan struktur pada OA sering ditemukan
pada panggul, lutut dan jelek pada tangan dan sendi apofise spinalis.
b) Kekakuan
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama dikursi, dimobil,
bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada
posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.
c) Hambatan Gerakan Sendi
Kelainan ini biasanya ditemukan pada OA sedang sampai berat. Hambatan gerak ini
disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan bentuk. Hambatan gerak
sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi bangun dari tempat berbaring, menulis
atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi
yang terkena.
d) Bunyi gemeretak
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan dengan
pada artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan
kasar merupakan tanda yang signifikan.
e) Pembengkakan Sendi
Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan bertambahnya
cairan sendi atau keduanya Jarang disertai panas dan merah kemewrahan.
f) Perubahan cara berjalan
Kelainan cara berjalan terutama dijumpai pada OA sendi lutut, paha dan tulang belakang.
Gejala Osteoartritis yang berat:
· Nyeri yang menetap pada sendi yang terkena
· Kekakuan pada sendi setelah bangun tidur atau setelah duduk beberapa lama
· Bengkak atau nyeri pada perabaan pada satu atau lebih sendi yang terkena.
· Krepitus atau suara berderak yang terjadi bila sendi digerakkan
· Panas, kemerahan atau nyeri saat perabaan? Mungkin bukan OA. Segera ke dokter untuk
menentukan penyebabnya, seperti arthritis rheumatoid.
· Nyeri tidak selalu ada Hanya sepertiga penderita dengan gambaran Rosen OA mengeluh
nyeri atau keluhan lainnya.
I. Gambaran umum penyakit (patofisiologi penyakit)
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit reumatik yang paling banyak dijumpai di
seluruh dunia. Hampir seluruh sendi dapat terkena, namun lebih sering mengenai sendi-sendi
lutut, panggul, tulang belakang dan jari-jari tangan. OA memang terkait dengan proses
penuaan, namun banyak faktor lain yang mempengaruhinya seperti obesitas dan cedera ringan
berulang pada sendi tertentu. WHO memperkirakan 10% penduduk berusia lebih 65 tahun
menderita OA yang bergejala, dan sekitar 50% yang telah terkena OA namun belum
mengeluh sakit. Penyakit ini dapat megenai pria dan wanita. Sebelum usia 45 pria lebih
banyak terkena sedangkan setelah usia tersebut lebih banyak mengenai wanita.
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti
( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan
oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan
(herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada
praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA sekunder ( Soeroso, 2006 ).
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat
dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme
perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya
menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ). Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori
aferen dan tulang di dasarnya . Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi (Felson, 2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi
sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut
dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein
ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi (Felson,
2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang
tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya memungkinkan
otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu
ketika sendi bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi.
Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang
cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut
meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi
tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan
sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi
untuk menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi
sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan
kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi.
Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting
untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan
Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan di
antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan
asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008).
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin
{ Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik
yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan
membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe
dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit.
Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian
permukaan (superficial) dari kartilago (Felson, 2008).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks,
namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF
menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein
lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung
pada proses awal timbulnya OA (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat
dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada fase awal
perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2008).
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan
kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago
akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur (Felson, 2008).
Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson, 2008).
II. Dietary faktor penyebab penyakit
Dari gambaran diatas dapat disimpulkan faktor penyebab penyakit osteotritis yakni :
a) usia lebih dari 40 tahun
b) jenis kelamin wanita lebih sering
c) suku bangsa
d) genetik
e) kegemukan dan penyakit metabolik
f) cedera sendi
g) pekerjaan dan olahraga
h) kelainan pertumbuhan
i) kepadatan tulang.
III. Mekanisme dietary faktor dapat menyebabkan penyakit
C.1. Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan peningkatan
konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul
matriks atau perubahan metabolisme kondrosit.Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak
berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi
proteoglikan menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika kondrosit
mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan
sintesis dan degradasi matriks, serta berproliferasi.Respon ini dapat menggantikan jaringan 8
yang rusak, mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago.Respon ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan atau
mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan
diperparah oleh penurunan respon kondrosit.Penyebab penurunan respon ini belum diketahui,
namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan
downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolic.
Kinesiologi
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari mekanisme atau gaya yang bekerja
pada otot, tulang dan sendi. Pada tubuh manusia terdapat 3 bidang gerak yaitu : (1)
bidang sagital, ialah bidang ventral yang membagi tubuh menjadi dua bagian kanan
dan kiri. (2) bidang frontal, ialah bidang yang membagi tubuh menjadi depan dan
belakang , (3) bidang horizontal atau bidang transversal adalah bidang yang membagi
tubuh menjadi bagian atas den bagian bawah (Kapandji, 1990).
Biomekanik di batasi pada komponen-komponen kinematis, di tinjau dari dari
segi gerak secara ostheokinematika dan orthokinematika.
a. Ostheokinematika
Sendi lutut dapat diklasifikasikan dalam sendi ginglymus (hinge modifiet)
karena sendi lutut mempunyai fungsi seperti sebuah sendi pintu. Luas gerak
fleksinya cukup besar. Ostheokinematikanya yang mungkin terjadi adalah gerakan
fleksi, ekstensi, internal rotasi dan eksternal rotasi.
1) Aksis gerakan
Aksis gerakan fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi yaitu
melewati condylus femoralis. Sedangkan aksis gerakan rotasinya longitudinal
pada daerah condylus femoris (Parjoto, 2000).
2) Gerak fleksi
Penggerak gerakan fleksi lutut adalah otot otot hamstring yang terdiri
dari biceps femoris, semi tendinosus, dan semi membranosus. Selain oleh otot–
otot hamstring, gerakan fleksi juga dibantu oleh kerja otot gastrocnemius,
popliteue, dan gracillis.
Lingkup gerak sendi pada gerakan fleksi berkisar antara 13– 140
derajat. Gerakan fleksi dibatasi oleh kontaknya otot–otot pada jaringan lunak
pada tumit dan bagian posterior paha. Yang berperan sebagai fiksator dalam
gerakan fleksor lutut adalah kontraksi otot– otot iliocostalis dan quadratus
lumborus serta berat paha dan pinggul (Parjoto, 2000).
3) Gerak ekstensi
Penggeraknya adalah otot–otot quadriceps yang terdiri dari 4 otot
yaitu: rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis, dan vastus intermedius.
Lingkup gerak ekstensi yaitu 5–10 derajat hiperekstensi atau 0 derajat.
Gerakan ekstensi dibatasi oleh ketegangan kapsul, ketegangan ligamentum,
dan ’’twisting’’ ligamen. Yang bertindak sebagai fiksator dalam gerakan
ekstensi lutut adalah kontraksi dari otot–otot perut bagian depan serta berat
dari paha dan panggul (Parjoto, 2000).
4) Gerakan Rotasi Internal
Karena permukaan sendi lutut ’’incongruen’’ dalam berbagai posisi
kecuali pada saat ekstensi penuh dan karena sifat meniscus yang semi mobil,
maka sendi lutut dapat bergerak rotasi dalam bidang transversal. Gerakan
rotasi sendi lutut dapat dilakukan dengan mudah baik secara aktif maupun
pasif saat sendi lutut dalam posisi fleksi.
Gerakan rotasi internal terjadi sewaktu gerakan awal fleksi (15–
20˚) yaitu rotasi internal tibia terhadap femur. Penggeraknya adalah otot
popliteus, otot gracillis dibantu oleh otot hamstring bagian dalam (Parjoto,
2000).
5) Gerakan Rotasi Eksternal
Gerakan ini terjadi saat gerakan ekstensi mendekati akhir gerakan (15–
20˚) yaitu tibia terhadap femur. Penggeraknya adalah otot biceps femoris dan
tensor facialata (Parjoto, 2000).
b. Orthokinematika
Pada permukaan penggerak sendi lutut, yang sering terjadi meliputi gerak
sliding dan rolling, maka di sini berlakulah hukum konkaf konvek. Hukum ini
menyatakan bahwa ’’jika permukaan sendi cembung (konvek) bergerak pada sendi
yang cekung (konkaf), maka gerakan sliding dan rolling saling berlawanan, dan
jika permukaan sendi cekung (konkaf) bergerak pada permukaan sendi cembung
(konvek), maka gerakan slidding dan rolling searah. Orthokinematika yang
mungkin terjadi adalah gerakan fleksi – hiperekstensi, eksorotasi – endorotasi, dan
adduksi – abduksi.
Gambar 2.12
Gerakan rolling dari os femur terhadap os tibia (Kapandji, 1987)
1) Fleksi – hiperekstensi
Pada komponen gerakan fleksi akan terjadi gerakan roll pada femur
terhadap tulang tibia. Karena bentuk condylus femoris yang konvek, maka
terjadi gerakan roll ke ventral dengan translasi tulang tibia ke dorsal.
Sedangkan pada komponen gerakan ekstensi, terjadi gerakan tulang tibia ke
arah ventral.
2) Eksorotasi – endorotasi
Pada gerakan eksorotasi dan endorotasi dengan posisi lutut maksimum
90 derajat, maka akan terjadi gerakan memutar.
3) Adduksi – abduksi
Pada gerakan adduksi akan terjadi gerakan tibia roll dan slide ke
radial, sedangkan pada gerakan abduksi akan terjadi roll dan slide tibia ke
lateral sedikit ke proksimal (Tajuid, 2000).
c. End Feel
Sejumlah gerakan pasif yang disebabkan dari struktur persendian dengan
pemeriksaan. Beberapa sendi memiliki struktur, sehingga capsule menjadi terbatas
pada akhir dari gerakan, dimana gerakan lainnya terbentuk sehingga ligamen
membatasi akhir dari gerakan sendi, keterbatasan normal lainnya termasuk
gerakan otot pasif, aproksimasi jaringan lunak dan kontak permukaan sendi
(Norkin, 1995) .
End feel dari sendi lutut yaitu (1) pada gerakan fleksi biasanya end feel
lunak, karena kontak otot betis bagian posterior dan otot pantat antara kaki dan
pantat. End feel bisa menjadi keras karena adanya ketegangan otot vastus medialis,
vastus lateralis, dan vastus intermedius. (2) Pada gerakan ekstensi, end feel terasa
keras karena adanya ketegangan di daerah capsule sendi bagian posterior, ligamen
oblique,popliteal arcuate, ligamen collateral, ligamen cruciatum anterior dan
posterior (Norkin, 1995) .
KERANGKA KONSEP
Kegagalan
Faktor Resiko Etiologi Primer/Sekunder
Ketidakseimbangan degradasi & sintesis
matriks
Kompensasi repair (osteofit )
Osteoarthritis
InflamasiKaku Krepitus Gambaran Radiologi
Penyempitan celah sendi & penurunan
elastisitas sendi
KESIMPULAN
Wanita 66 tahun mengalami Osteoarthritis Genu ditandai adanya osteofit dan celah sendi
yang menyempit.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik ed, 10. Jakarta : EGC.
Price&Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed.6 jilid 2.
Jakarta. EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V Jilid III , Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
http://emedicine.medscape.com/article/330487-overview#a0104
Nyeri
Recommended