Leukemia Granulositik Kronik
Definisi
Leukemia granulositik kronik ( LGK ) atau disebut juga leukemia mielositik
kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai
salah satu penyakit mieloproliferatif.1 Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk
pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-ABL.2
Penyakit mieloproliferatif adalah penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri
granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat
tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit
sampai granulosit.3
Epidemiologi
Leukemia granulositik kronis merupakan 15 % dari seluruh kasus leukemia
dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan
di negara barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai dalam bentuk leukemia
limfositik kronis. Insiden LGK di Negara barat: 1- 1,4/100.000/ tahun. Umumnya
LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak umur 40- 45 tahun.4,5
Etiologi
Menurut Markman (2009), leukemia mielositik kronik adalah salah satu
kanker yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari
90% kasus. Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah
translokasi respirokal dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada
kromosom 9, menghasilkan gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom
Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen tersebut, meningkatkan
proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.6
Klasifikasi
1
Leukemia granulositik kronis terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu :4,7,8
1. Leukemia myeloid kronis, Ph positif.
2. Leukemia myeloid kronis, Ph negatif.
3. Juvenile chronic myeloid leukemia
4. Chronic netrofilik leukemia.
5. Eosinophilic leukemia
6. Chronic myelomonocytic leukemia.
Patogenesis
Pada leukemia mielositik kronik terjadi hilangnya sebagian lengan panjang
dari kromosom 22, yaitu kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom ini dihasilkan dari
translokasi t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari
protoonkogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian
kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR berfusi
dengan ekson 3’ ABL menghasilkan gen khimerik untuk mengkode suatu protein fusi
berukuran 210kDa (p210) yang memiliki aktivitas tirosin kinase melebihi produk
ABL 145 kDa yang normal. Dengan kemajuan teknologi dibidang biologi molekular,
didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada dilengan panjang kromosom 9
(9q34), yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (break cluster region). Yang terletak
di lengan panjang kromosom 22 (22q11). Gabungan kedua gen ini sering ditulis
sebagai BCR-ABL.3
Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten pada
sistem hematopoiesis. Disamping itu, BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis
sehingga menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal.
Dampaknya adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang mendesak sistem
hematopoiesis.3
Tanda dan Gejala Klinik
2
Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu
fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa
cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri seperti
diremas diperut kanan atas akibat peregangan kapsul limpa. Keluhan lain sering tidak
spesifik, misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi,
keringat malam. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama.
Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi
sel-sel leukemia. Apabila dibuat urutan berdasarkan keluhan yang diutarakan oleh
pasien, maka seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Urutan Keluhan Pasien Berdasarkan Frekuensi
Keluhan Frekuensi (%)
Splenomegali 95
Lemah badan 80
Penurunan berat badan 80
Hepatomegali 50
Keringat malam 45
Cepat kenyang 40
Perdarahan/purpura 35
Nyeri perut 30
Demam 10
Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau
mengalami akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada pada fase kronis,
maka kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase
3
akselerasi adalah leukositosis yang sulit di kontrol oleh obat-obat mielosupresif,
mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan
trombosit<100.000/mm3. Secara klinis , fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya
sudah mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat,
timbul petekie, ekimosis. Bila disertai demam, biasanya ada infeksi.3
Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi Rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-
60.000/mm3. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah
trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mm3, tetapi dalam beberapa kasus dapat
normal atau menurun.3
2. Apus Darah Tepi
Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan adanya
polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan diferensiasi dan
maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,
demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.3
3. Apus Sum-sum Tulang
Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia, sehingga
rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga meningkat. Dengan pewarnaan
retikulin, tampak bahwa stroma sum-sum tulang mengalami fibrosis.3
4. Kariotipik
4
Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization), beberapa aberasi
kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik antara lain : +8, +9,
+19, +21, i(17).3
Pengobatan
Terapi LGK tergantung dari fase penyakit, yaitu :3,4
1. Fase kronis :
a. Busulfan
b. Hydroxyurea
c. Interferon alfa
2. Fase akselerasi : sama dengan leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.
3. Transplantasi sumsum tulang.
4. Terapi memakai prinsip biologi molekuler dengan menggunakan obat baru
Imatinib mesylate.
A. Hydroxyurea ( Hydrea ) 3,8
Hydroxyurea adalah suatu analog urea yang bekerja menghambat enzim
ribonukleotida reduktase sehingga menyebabkan hambatan sintesis ribonukleotida
trifosfat dengan akibat terhentinya sintesis DNA. Obat ini diberikan per oral dan
menunjukan bioavailabilitas yang mendekati 100%. Merupakan terapi terpilih untuk
induksi remisi pada leukemia mielositik kronik.
Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun
dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai
maksimal 2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit <8000/mm3 atau
trombosit <100.000/mm3.
Efek sampingnya adalah mielosupresi, mual, muntah, diare, mukositis, sakit
kepala, letargi, dan kadang-kadang terjadi rash makulo popular dan pruritus.
B. Busulfan 8
5
Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada leukemia mielositik kronik.
Pada dosis rendah, depresi selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada
dosis yang lebih tinggi terlihat depresi eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan
depresi sumsum tulang sehingga pemeriksaan darah harus sering dilakukan.
Untuk pengobatan jangka panjang pada leukemia mielositik kronik dosisnya
sebanyak 2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari. Obat ini
diberikan sampai hitung leukosit mencapai <10.000/mm3, kemudian pemberian obat
dihentikan dan dimulai kembali setelah hitung leukosit mencapai >50.000/mm3.
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah
asthenia, hipotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Selain itu juga dapat
menyebabkan katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga dapat
menyebabkan fibrosis paru yang jarang terjadi tetapi bersifat fatal.
C. Imatinib mesylate 8,9
Imatinib mesylate merupakan penghambat tirosin kinase pada onkoprotein
BCR-ABL dan mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Obat ini diindikasikan
untuk leukemia mielositik kronik yaitu suatu kelainan sel hematopoietik yang
ditandai dengan adanya kromosom Philadelphia dengan translokasi t(9;22) yang
menyebabkan fusi protein BCR-ABL. Imatinib diberikan per oral dan diabsorpsi
dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat kuat pada protein plasma, dimetabolisme
oleh hati, dan dieliminasi melalui empedu dan feses.
Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi
penyakit terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi
maka dapat diberikan dasatinib 140mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi
800mg.
Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat
ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3
6
bulan pemberian, atau pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb
menjadi rendah dan atau leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah
trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni (<500/mm3) atau
trombositopeni (<50.000/mm3) atau peningkatan sGOT/sGPT dan bilirubin. Untuk
fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari.
D. Interferon alfa-2a atau Interferon alfa-2b 3
Perlu premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian obat
ini untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like syndrome.
Dosis 5 juta IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah
12 bulan terapi. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, dosis yang
dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/m2/hari.
E. Cangkok sumsum tulang belakang 3
Data menunjukan bahwa cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang masa
remisi sampai >9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Cangkok
sumsum tulang tidak dilakukan pada kromosom Ph negatif atau BCR-ABL negatif.
Prognosis
Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3- 5 tahun setelah
diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya obat- obat baru, median
kelangsungan pasien dapat diperpanjang secara signifikan.
Faktor-faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK, antara lain :
Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti
penurunan berat badan, demam, keringat malam.
Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif
Terapi : memerlukan waktu lama ( >3 bulan) untuk mencapai remisi, memerlukan
terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.5
7
ILUSTRASI KASUS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 15 tahun di bangsal penyakit
dalam RSUP dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 5 Desember 2012 dengan :
Keluhan Utama:
Perut sebelah kiri makin membengkak sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Perut sebelah kiri makin membengkak sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Bengkak tersebut sudah dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu. Perut
dirasakan cepat penuh dan meningkat dalam 2 minggu ini.
Badan letih dan lesu sejak 1 tahun yang lalu.
Berat badan menurun dalam 6 bulan ini tapi pasien tidak tahu pasti berapa
turunnya.
Nafsu makan menurun sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat sering demam sejak 1 bulan yang lalu, demam hilang timbul, tidak
tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Saat ini pasien tidak demam.
Pucat disadari pasien sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat lebam-lebam di kulit tidak ada.
Riwayat perdarahan tidak ada.
Riwayat keringat malam disangkal.
Nyeri perut (-), nyeri tulang (-)
Buang air kecil dan buang air besar biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
8
Riwayat Penyakit Keluarga
Tak ada anggota keluarga yang menderita sakit kanker.
Tak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, kebiasaan
Pasien adalah seorang pelajar.
Riwayat radiasi disangkal.
Riwayat pemakaian obat-obat atau bahan kimia disangkal.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/ menit, reguler, pengisian cukup
Napas : 20x/menit
Suhu : 36,5 °C
Keadaan umum : sedang
Keadaan gizi : kurang
Berat badan : 35 Kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI : 14,5 (underweight)
Edema : (-)
Ikterus : (-)
Anemis : (+)
Sianosis : (-)
Kulit : tak ada kelainan
Kelenjar getah bening : tidak membesar
Kepala : tak ada kelainan
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : tak ada kelainan
9
Hidung : tak ada kelainan
Tenggorokan : tak ada kelainan
Gigi dan mulut : caries (+)
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O
kelenjar tiroid tak teraba
Dada :
Paru Depan
Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan.
Dinamis : pergerakan kiri = kanan.
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronchi -/- , wheezing -/-
Paru Belakang
Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan
Dinamis : pergerakan kiri = kanan.
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dextra, kiri 1
jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama reguler, M1 > M2, P2 <A2,bising(-)
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit
Palpasi : hepar teraba 4 jari bac, 2 jari bpx, pinggir tajam, permukaan
rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Lien teraba S5
10
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA (-)
Alat kelamin : tak ada kelainan
Anus : tak ada kelainan
Anggota gerak : reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, edema -/-
Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang :
Darah :
Hemoglobin : 7,7 gr/dl
Hematokrit : 24 %
Trombosit : 341.000/mm3
Leukosit : 487.000/mm3
Hitung jenis : 0/3/14/32/4/0
LED : 1 mm/jam
Sel blast : 47 %
Gambaran darah tepi: normokrom, anisositosis, polikromasi (+), eritrosit
berinti 3/100 leukosit, fragmentosit (+).
Urinalisis :
Leukosit : 0-1 /LPB Eritrosit : 1-2/LPB
Epitel : (+) gepeng Silinder/kristal : (-)
Protein : (-) Urobilinogen : (+)
Bilirubin : (-) Glukosa : (-)
Feses :
Makroskopik : warna kuning, konsistensi keras, darah (-), lendir (-)
11
Mikroskopik : eritrosit 0-1/LPB, leukosit 1-2/LPB , amuba (-), cacing (-)
Daftar Masalah :
Leukemia granulositik kronik fase kronik
Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik
Underweight
Diagnosis Kerja :
Leukemia granulositik kronik fase kronik
Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik
Diagnosis Banding :
Leukemia limfositik kronik
Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik
Terapi :
Istirahat / Diet TKTP 1900 kkal
( karbohidrat 250 gr / protein 50 gr / lemak 75 gr )
NTR 3 x 1 tablet
Pemeriksaan Anjuran :
Darah perifer lengkap : jumlah eritrosit, MCV, MCH, MCHC, retikulosit
Bilirubin total/Bilirubin I/ Bilirubin II, Albumin, globulin, SGOT, SGPT.
Bone Marrow Puncture (BMP)
Coomb’ test
Follow Up
6 Desember 2012
S/ Perut membengkak (+), nyeri perut (-), makan habis
O/ KU : sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70mmHg
HR : 78x /1’ reguler Napas : 20 x/1’ Suhu : 36,9oC
12
Laboratorium :
- Bilirubin total : 0,43 mg/ dL
- Bilirubin I : -
- Bilirubin II : -
- Albumin : 4,6 g/dL
- Globulin : 3,3 g/dL
- SGOT : 49 u/l
- SGPT : 29 u/l
- Blast : 2 %
- Promielosit : 10 %
- Mielosit : 28 %
- Metamielosit : 7 %
- Eritrosit berinti : 3/100 leukosit
- Eritrosit : 2,59 juta/uL
- MCV/MCH/MCHC : 86,9 fL/ 30,1 pg/ 34,7 %
- Retikulosit : 4,21%
-Gambaran darah tepi:normokrom, anisositosis, polikromasi (+), eritrosit berinti
3/100 leukosit, fragmentasi (+)
Kesan : Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun
DD/Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik ec non autoimun
Rencana : Coomb’ test
7 Desember 2012
S/ Perut membengkak (+), nyeri perut (-), makan habis
O/ KU : sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg
HR : 80 x /1’ reguler Napas : 20 x/1’ Suhu : 36,5oC
13
Keluar Hasil Laboratorium :
Coomb’ test : (+) : DCT (+), ICT (-)
Kesan : Anemia hemolitik autoimun
Rencana : Screening antibodi
Sikap : metilprednisolon tablet 12 mg – 8 mg – 8 mg
8 Desember 2012
S/ Perut membengkak (+), nyeri perut (-), makan habis
O/ KU : sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg
HR : 78 x /1’ reguler Napas : 20 x/1’ Suhu : 36,5oC
Berat Badan : 35 Kg
Keluar Hasil BMP :
-Partikel ada, kepadatan sel meningkat, sel lemak sedikit.
-Trombopoiesis : jumlah megakariosit mudah ditemukan, pembentukan trombosit
cukup.
-Hitung jenis : Mieloblas 4%, progranulosit 10%, mielosit 20%, metamielosit 15,5%,
batang 12%, segmen 31%, basofil 0%, eosinofil 1,5%, promonosit 0%, monosit
0,5%, megakariosit 0,3%, limfosit 3%, rubriblas 0%, prorubrisit 0,5%, rubrisit 1,5%,
metarubrisit 0,5%, M : E rasio 38 : 1.
Kesimpulan : Hiperseluler, peningkatan aktivitas sistem granulopoetik, ditemukan
semua tingkat pematangan seri granulopoitek dengan dominasi mielosit, metamielosit
dan netrofil segmen. Aktivitas seri eritropoetik menurun, aktivitas seri trombopoetik
dalam batas normal.
Kesan : Gambaran sum-sum tulang sesuai dengan Leukemia Granulositik Kronik
( LGK )
14
Rencana : Cek kromosom Philadelpia
Sikap : Hydroxyiurea 3 x 500 mg
17 Desember 2012
Keluar Hasil Screening Antibodi :
Kesan : Cold Antibodi
DISKUSI
15
Telah dirawat seorang pasien laki-laki, berumur 15 tahun di Bangsal Penyakit
Dalam RSUP dr.M.Djamil Padang dengan diagnosa akhir :
Leukemia granulositik kronik fase kronik
Anemia sedang normositik normokrom ec cold autoimmune hemolitik
anemia
Diagnosa leukemia granulositik kronik pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan adanya keluhan perut sebelah kiri yang semakin membengkak,
penurunan berat badan, badan letih lesu, perut cepat penuh dan ditemukannya
hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis dengan
47% sel blas dan hasil BMP gambaran hiperseluler dengan perbandingan mieloid dan
eritroid meningkat ( M : E = 38 : 1 ) dengan kesan leukemia granulositik kronik.
Pemeriksaan kromosom Philadelphia pada pasien ini bertujuan untuk
mengetahui terapi dan prognosis, dimana Fadjari, 2006 mengatakan bahwa pasien
LGK dengan kromosom Philadelphia (+) pada fase kronik dapat diberikan Imatinib
mesylate dengan dosis 400mg/hari, sedangkan pada fase krisis blas dapat langsung
diberikan dosis 800mg/hari. Pasien LGK dengan anemia berat, trombositopenia,
trombositosis, basofilia, eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif akan
memperburuk prognosis.
Anemia hemolitik autoimun pada pasien ini ditegakkan berdasarkan adanya
keluhan badan letih-letih, pucat dan ditemukannya konjunctiva anemis dengan
hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin 7,7
g/dL, terdapatnya polikromasi, fragmentosit, retikulositosis dan Coomb’ test Direct
yang positif.
Pemeriksaan screening antibodi pada pasien ini adalah cold antibodi yang
menunjukkan anemia hemolitik autoimun tipe dingin. Penatalaksanaan AIHA pada
pasien ini adalah dengan menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis.
Disamping itu pada pasien ini dapat diberikan metil prednisolon dengan dosis 0,8 – 1
mg/Kg/BB/hari. Namun Fadjari, 2006 menyebutkan bahwa pemberian prednison dan
splenektomi tidak banyak membantu.
16
Pada jurnal-jurnal epidemiologi disebutkan bahwa AIHA biasanya sebagai
prediktor untuk terjadinya Leukemia Granulositik Kronik. Namun hubungan secara
langsung antara AIHA dengan LGK sampai saat ini masih belum bisa dijelaskan.
Askling,dkk 2005 dan Zheng,dkk 1993 menyebutkan bahwa penyakit-penyakit
autoimun berhubungan dengan peningkatan resiko keganasan mieloid termasuk
leukemia mielositik akut & leukemia mielositik kronik.10,11 Laporan terakhir oleh
Anderson,dkk 2009 menyebutkan bahwa terjadi peningkatan resiko LGK pada pasien
dengan penyakit-penyakit autoimun seperti pada AIHA ( OR 5,23 ), coeliac disease
(OR 4,19), dermatomyositis/polymyositis ( OR 3,97 ), dan polymyalgia rheumatika
(OR 1,7).12, 13
Masalah pada pasien ini adalah terdapatnya underweight yang diduga sebagai
akibat dari penyakit keganasan yang dideritanya. Menghadapi masalah ini, maka
pada pasien ini diberikan asupan nutrisi yang adekuat baik jumlah, komposisi,
maupun cara pemberian yang tepat agar dapat memberikan manfaat yang baik
terhadap pasien yang menjalani terapi kanker. Menurut literatur, malnutrisi atau
kakesia kanker merupakan keadaan yang paling sering ditemui sebagai gambaran
hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia dan memberikan dampak yang
negatif terhadap perjalanan penyakit, terapi dan prognosis.14
Daftar Pustaka
1. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.2006
2. Vardiman J.W, 2009. Chronic myelogenous leukemia, BCR-ABL1+,
American Journal Clinical Pathology, 132, 248-9.
17
3. Fadjari H. Leukemia granulositik kronis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Editor. Sudoyo A.W dkk. Ed 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.698-7001
4. Bakta IM. Leukemia dan penyakit mieloproliperatif. Dalam: Hematologi
ringkas. Editor. Khastifah dan Purba DL. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2007.p.137-44
5. Lichtman M.A, Liesveld JL. Chronic myelogenous leukemia and related
disorder.In : Wiliams Hematology. Ed. Lichtman MA et all, 7 th edition. Mc
Graw- hill medical publishing division. New York.p.1237- 68
6. Markman, M. Chronic myeloid leukemia and BCR-ABL, Emedicine.2009
7. Robinowitz I, Larson R.S. Chronic myeloid leukemia in wintrobe clinical
haematology. Ed. Greer JP et al, 7 th edition. Lippincontt Williams and
Wilkins, Philadelpia. 2004.p.2235-53
8. Nafrialdi, Gan S.R,. Farmakologi dan terapi. 5th ed,Balai Penerbit FKUI,
Jakarta. 2007
9. Kantarjian H, Pasquini R,Hamerschlak N,Rousselot P et all. Dasatinib or
high-dose imatinib for chronic-phase chronic myeloid leukemia after failure
of first-line imatinib: a randomized phase 2 trial, Journal of The American
Society of Hematology 2007;12: 5143-5150
10. Askling J, Brandt L, Lapidus A, Karlen P et all. Risk of haematopoietic cancer
in patients with inflammatory bowel disease. Gut 2005a;54: 617-622.
11. Zheng W,Linet M.S, Shu Xo, Pan R.P et all. Prior medical conditions and the
risk of adult leukemia in Shanghai, People’s Republic of China. Cancer
Causes Control 1993; 361-8.
12. Anderson L.A,Pfeiffer R.M, Landgren O.G.S, Engels E.A. Risk of myeloid
malignancies in patients with autoimmune conditions. Br J Cancer. 2009;
100(5):822-8.
13. Ramadan S.M, Fauad T.M, Summa V, Hasan, S.KH. Acute myeloid leukemia
developing in patients with autoimmune disease. Haematologica 2012 ; 97 (6)
: 805-17
18
14. Sutandyo N, Terapi nutrisi pada pasien kanker. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006:
342-6
Daftar Pustaka
15. Besa, E., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, Emedicine.16. Dugdale, D., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, MedLine.17. Fadjari, H., 2006. Ilmu Penyakit Dalam (4th ed), Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.18. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta
Hematologi, (4th ed), EGC, Jakarta.
19
19. Kantarjian H., Pasquini R.,Hamerschlak N.,Rousselot P.,Holowiecki J., Jootar S., et al. Dasatinib or high-dose imatinib for chronic-phase chronic myeloid leukemia after failure of first-line imatinib: a randomized phase 2 trial, Journal of The American Society of Hematology 2007;12: 5143-5150
20. Markman, M., 2009. Chronic Myeloid Leukemia and BCR-ABL, Emedicine.21. Nafrialdi, Gan, S., R., 2007. Farmakologi dan Terapi (5th ed),Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.22. Price, S., A., Wilson, L., M., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.23. Vardiman, J., W., 2009. Chronic Myelogenous Leukemia, BCR-ABL1+,
American Journal Clinical Pathology, 132, 248-249.24.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta IM. Leukemia dan penyakit mieloprolipreratif. Dalam: Hematologi
ringkas. Editor. Khastifah dan Purba DL. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2007.p.137-44
2. Robinowitz I, Larson RS. Chronic myeloid leukemia in Wintrobe Clinical
Haematology. Ed. Greer JP et al, 7 th edition. Lippincontt Williams and
Wilkins, Philadelpia. 2004.p.2235-53
3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia myeloid chronic dan
mielodisplasia. Dalam : Kapita selekta hematologi, ed 4. Penerbit buku
kedokteran EGC, 2002 .p.167- 76
Anderson LA,Pfeiffer RM,Landgren O Gadalla SI,Engels EA. Risks ofmyelod
malignancies in patients with outoimmune conditions. Br J Cancer. 2009;
100(5):822-8.
Askling J, Brandt I, Lapidus A, Karlen P, Bjorkholm M, Lofberrg R, Ekbom A
(2005a) Risk of haematopoietic eancer in patients with inflammatory bowel
disease. Gut 54: 617-622.
Zheng W,Linet MS, Shu Xo, Pan RP, Gao YT,Fraumeni Jr JF(1993) Priormedical
conditions and the risk of adult leukemia in Shanghai, People s Republic of
China.Cancer Causes Control 4: 361-368.
4. Lichtman MA, Liesveld JL. Chronic Myelogenous Leukemia and related
disorder.In : Wiiliams Hematology. Ed. Lichtman MA et al, 7 th edition. Mc
Graw- hill medical publishing division. New York.p.1237- 68
20
5. Fadjari H. leukekia granulositik kronis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Editor. Sudoyo AW dkk. Ed 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.698-7001
6. Ince AT et al. Rapid resolution of portal vein thrombosis and non cirrhotic
portal hypertension following cyto- reductive therapy in a patient with chronic
myeloid leukemia. Turk J Gastroenterol. 2003.14; 141-44
7. Voros D et al. splenomegaly and left sided portal hypertension.annals of
Gastroenterology. 2005.18:341-5
21