LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK
A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari
kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997)
Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, terutama
pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau
urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa yang jelas terlihat
adalah edema pada kaki dan genetalia. (Arif Mansjoer, 1999)
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh
peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang
tinggi serta lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth,
2002)
B. Penyebab
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir
ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi
antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini
resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan
adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Disebabkan oleh:
a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
c. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi
dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa,
glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
C. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 :
383)
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang
terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada
umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl.
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan
edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833)
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin
angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang
meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium
dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002:
383)
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone
akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar
kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh
hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein
A Latas, 2002: 383)
Sindroma nefrotik dibagi menjadi sindroma nefrotik primer dan
sekunder. Sehingga terjadi kelainan primer glomerulus kemudian penurunan
LFG (laju filtrasi glomerulus) yang mengreabsorpsi natrium / retensi natrium.
Kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstyraselular dapat terjadi
oliguria, hipertensi, sembab dan terjadi nyeri otot. Sindroma nefrotik sekunder
dapat terjadi penyakit kelainan, infeksi dan toksin / alergi. Gejala klinisnya
antara lain:
a. Sembab ringan : kelopak mata bengkak
b. Sembab berat : anadarka (penimbunan cairan dalam jaringan tubu), asites,
pembengkakan skrotum / labra, hidrotoraks, sembab paru.
c. Kadang-kadang sesak karena hidrotoraks atau diafragma letak tinggi
(asites).
d. Kadang-kadang hipertensi.
Gangguan metabolisme sel
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
Aktivasi mekanisme renin angiotensinStimulasi jaringan tubuler Stimulasi duktus kolektifus
Sel terjepit
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
Tekanan hidrostatik
Tekanan Osmotik plasma
Protein dan albumin keluar
Proteinuria
Hipoalbuminemia
IdiopatikReaksi auto imun Penyakit sekunder
Degenerasi dan peradangan glomerolus
Peningkatan permeabilitas membran
Imunitas
Resikoinfeksi
Konsentrasi albumin plasma Merangsang sintesa lipid Merangsang sintesa protein dalam hati
Lipoprotein
Hipertrigliseridhiperkolesterolemia
Arteroslerosis
Penyakit jantung koroner
Hipovolemia Retensi cairan diseluruh tubuh
Aliran plasma ke ginjal
Sekresi aldosteron Sekresi ADH
D. Pathway Keperawatan
Edema
Paru-paru
Ekspansi dada dan paru
Ventilasi tidak adekuat
Sesak nafas
Perubahan pola nafas
Abdomen
Menekan gaster
Mual dan muntah
Anoreksia
Perubahan nutrisikurang dari kebutuhan
Usus
Absorbsi tidak adekuat
Gangguan pola eliminasi diare
Kelebihan volume cairan
Edema disaluran pencernaan
Gangguan body image
Penekanan lama pada tubuh
Gangguan integritas kulitIntoleransi
aktivitas
Perubahan penampilanBedrest Sulit bergerak
Edema anasarka Immobilitas
Hipertesi Retensi cairan diseluruh tubuh
Oliguri
Aktivasi mekanisme renin angiotensinStimulasi jaringan tubuler Stimulasi duktus kolektifus
Kontriksi pembuluh darah Reabsorbsi Na Reabsorbsi air
E. Fokus Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
3. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang timbul pada
saat bangun pagi , berkurang di siang hari), pembengkakan abdomen
(asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah,
perubahan pada urin (peningkatan volum, urin berbusa).
4. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein (total albumin / globulin
ratio, kolesterol) jumlah darah, serum sodium.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong,
Donna L, 2004 : 550)
2. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
(Carpenito,1999: 204)
4. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito,
1999:204).
5. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
6. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
7. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna,
2004:553).
8. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
G. Fokus Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. (Wong,
Donna L., 2004 : 550)
Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan
keseimbangan intake dan output.
KH : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi
peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi :
1. Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
2. Observasi perubahan edema
3. Batasi intake garam
4. Ukur lingkar perut
5. Timbang berat badan setiap hari
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
2. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru. (Doengoes, 2000: 177)
Tujuan : pola nafas adekuat.
KH : frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal.
Intervensi :
1. Auskultasi bidang paru
2. Pantau adanya gangguan bunyi nafas
3. Berikan posisi semi fowler
4. Observasi tanda-tanda vital
5. Kolaborasi pemberian obat diuretik
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
(Carpenito,1999: 204)
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.
KH : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang
adekuat, mempertahankan berat badan.
Intervensi :
1. Tanyakan makanan kesukaan pasien
2. Anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3. Pantau adanya mual dan muntah
4. Bantu pasien untuk makan
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
6. Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
4. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito,
1999:204).
Tujuan : tidak terjadi infeksi.
KH : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas
normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
3. Lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4. Anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
5. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi.
KH : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan,
mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi :
1. Pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2. Rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4. Berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
6. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas. (Wong, Donna, 2004:550)
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
KH : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2. Berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3. Ubah posisi tidur setiap 4 jam
4. Gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
7. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna,
2004:553).
Tujuan : tidak terjadi gangguan boby image.
KH : menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan
konsep diri tanpa harga diri negatif.
Intervensi :
1. Gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2. Dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3. Berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
8. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan : tidak terjadi diare.
KH : pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak.
Intervensi :
1. Observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2. Identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3. Berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal
Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process
(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter
Anugrah. Jakarta: EGC.