MAKALAH BIOKIMIA LINGKUNGAN
FOOD TOXICOLOGY
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah biokimia lingkungan
Kelompok 4
Nur Hidayah HL G84100005
Azura Alkathiry G84100023
Yuliana G84100042
Lidya Agustina B G84100044
Safirah Tasa NR G84100057
Rini Kurniasih G84100058
Sihabudin G84100068
Abdul Kodir G84100089
Riki Laksa P G84100091
Hana Filya G84100100
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pendahuluan
Toksikologi makanan berbeda dengan toksikologi lainnya terutama karena
sifat dan kandungan kimia dari makanan. Zat-zat yang terkandung dalam makanan
mempengaruhi kualitas gizi dan estetika makanan, termasuk penampilan dan sifat
organoleptik, seperti rasa, tekstur, atau aroma. Selain itu, zat lain yang terdapat
dalam makanan baik zat gizi atau bukan belum tentu aman dalam jumlah dan
penggunaan tertentu. Federal Food, Drug and Cosmetic (FD&C) memberikan
wewenang kepada pemerintah federal untuk memastikan bahwa semua makanan
yang terlibat dalam perdagangan antarnegara aman. Zat tidak alam yang terdapat
dalam makanan seperti zat kontaminan atau bahan tambahan makanan memiliki
standar keamanan yang sangat berbeda. Zat-zat tersebut dapat membuat makanan
berbahaya bagi kesehatan karena dapat bersifat beracun atau merusak makanan.
Pengaturan spesifikasi batas-batas kontaminan dapat dilakukan untuk
menentukan bahan yang ditambahkan dalam makanan adalah aman. Spesifikasi
yang ditetapkan harus relatif sederhana dan mudah karena waktu dan
pertimbangan biaya. Spesifikasi tersebut dapat menentukan tingkat kemurnian
makanan. Keamanan pangan juga ditentukan berdasarkan resiko yang ditimbulkan
oleh makanan yang dikonsumsi. FDA mensyaratkan pengujian dilakukan
berdasarkan pertimbangan dari sifat dasar bahan, tingkat resiko yang diderita
konsumen akibat konsumsi makanan tersebut, keamanan makanan dan komposisi
makanan.
Sifat makanan yang berhubungan dengan keunikan toksikologi makanan.
Makanan tidak hanya penting bagi semua kehidupan, tetapi juga berperan
utama dalam kualitas hidup. Makanan menjadi faktor penting yang menjadi
kekhasan dalam suatu budaya di masyarakat terutama saat hari perayaan tertentu.
Umumnya, makanan tersebut tidak dapat diproduksi secara komersial, yang tidak
melewati kontrol kualitas yang ketat, sehingga tidak memenuhi standar identitas
kimia, kemurnian, dan praktek manufaktur yang baik untuk konsumen. Bahan
baku makanan dipanen berasal dari tanah, laut, atau perairan pedalaman serta
hewan darat yang memiliki ketahanan rendah. Makanan memiliki sifat tertentu
berdasarkan nutrisi esensial yang terkandung di dalamnya, seperti vitamin A yang
dapat beracun jika konsentrasinya dalam tubuh menjadi 10 kali lipat dari
konsentrasi maksimal pencegahan defisiesnsi.
Evaluasi zat makanan bergantung pada analsis berdasarkan ilmu
pengetahuan untuk makanan dalam hal zat yang terkandung dalam makanan
secara normal atau zat hasil modifikasi yang ditambahkan dalam makanan yang
bertentangan dengan jenis zat yang dibahas dalam bidang pekerjaan, lingkungan,
dan toksikologi medis. Penilaian keamanan zat-zat makanan tersebut, terutama
pengaruh zat tambahan dalam makanan terhadap tubuh berfokus pada proses
pencernaan dan metabolisme yang terjadi saluran pencernaan, karena umumnya
zat tersebut tidak diserap melalui saluran pencernaan, hanya zat alami yang
terkandung dalam makanan yang dapat diserat melalui saluran pencernaan
tersebut.
Sifat Alami dan Kompleksitas Makanan
Makanan adalah campuran zat gizi dan non gizi yang sangat kompleks. Zat
gizi dalam makanan ada yang memiliki nilai kalori dan tidak, seperti karbohidrat
memasok 47% dari asupan kalori, lemak memasok 37%, protein memasok 16%,
sedangkan vitamin dan mineral yang merupakan mikronutrien tidak memiliki nilai
kalori, tetapi berperan penting dalam tubuh. zat non gizi atau non nutrisi banyak
terkandung dalam makanan yang ditambahkan selama pengolahan. Alam
menyediakan bahan dasar zat non nutrisi seperti yang terkandung dalam buah
pisang, tomat, daging matang, jus jeruk, kopi, serta keju cheedar. Umumnya
kandungan zat non nutrisi dalam makanan lebih banyak dibandingkan zat gizi
yang terkandung di dalamnya. Sebagian zat non nutrisi berperan penting dalam
pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman, termasuk hormon dan pestisida
alami. Beberapa zat non nutrisi memiliki fungsi tertentu, seperti goiterogens di
Brassica, timin dan atau inhibitor kimotripsin di kedelai, dan pitates yang dapat
mengikat mineral, antihistamin dalam ikan dan tanaman, serta yang beracun pada
manusia seperti timatine dan cycasin.
Peran penting saluran pencernaan
Saluran pencernaan berlangsung melalui peran usus, usus merupakan
saluran yang besar, kompleks, dan organ dinamis dengan beberapa lapisan dan
luas permukaan penyerapan antara 200-4.500 m2. Dalam saluran pencernaan,
makanan mengalami waktu transit selama proses pencernaan. Waktu transit
saluran pencernaan tersebut memberikan interaksi dengan berbagai kondisi
lingkungan (pH), asam pencernaan dan enzim (tripsin, chymotrypsin, enzim
pankreas, karbohidrase, lipase, dan protease dari enterosit), agen emulsi dalam
empedu, dan bakteri yang memberikan kemampuan yang tidak dimiliki oleh
tubuh, seperti fermentasi gula yang tidak dapat dicerna seperti xylitol dan
sorbitol.
Enterosis atau epitel usus memiliki kemampuan untuk metabolisme
xenobiotik selain pada hati dengan fase 1 dan 2. Metabolisme xenobiotik dalam
epitel usus berlangsung melalui sistem monooxygenase enterik yang analog
dengan hati, kaerna sistem ini terletak di retikulum endoplasma sel. Sistem ini
memerlukan reduksi NADPH dan oksigen untuk proses optimal, dan dihambat
oleh SKF-525A dan karbon monoksida, serta respon yang dihasilkan dari
xenobiotik serupa dengna induksi enzim. Induksi metabolisme xenobiotik telah
dibuktikan dalam sejumlah zat, termasuk makanan yang biasa dikonsumsi. Faktor
diet seperti pembatasan atau kekurangan zat besi dan selenium dapat menurunkan
aktivitas metabolik dengan penurunan sitokrom P450.
Bahan makanan seperti obat, kontaminan, polusi adalah physicochemically
heterogen, dan sistem penyerapan usus telah berkembang menjadi membran yang
relatif kedap air. Terdapat empat mekanisme penyerapan yang memungkinkan zat
non nutrisi tersebut masuk ke dalam tubuh melalui lumen usus. Keempat
mekanisme penyerapan tersebut adalah penyerapan pasif atau difusi sederhana,
transport aktif, difasilitasi difusi, dan pinositosis. Zat-zaat non nutrisi atau
xenobiotik lainnya yang dapat bersaing masuk ke dalam tubuh tercatat pada tabel
1.
Tabel 1 Induksi metabolisme xenobiotik dalam usus tikus
Induser Substrat atau enzim
Butylated hydroxyanisole benzo[a]pyrene UDP-glucuronic acid
Benzo[a]pyrene, cigarette smoke, charcoal-
broiled ground beef , Purina Rat Chow (vs. Phenacetin
semisynthetic
diet), chlorpromazine, chlorcyclizine
Cabbage or brussels sprouts Phenacetin, 7-ethoxycoumarin, hexobarbital
Ethanol benzo[a]pyrene
Indole-3-carbinol Pentoxy- and ethoxyresorufin, testosterone
Fried meat, dietary fat 7-Ethoxyresorufin O-deethylase
Brussels sprouts
Aryl hydrocarbon hydroxylase, 7-
ethoxyresorufin O-deethylase, Ethoxyresorufin
deethylation, glutathione S-transferase, DT-
diaphorase
Tabel 2 Sistem transport komponen enteric
Sistem Komponen enteric
Passive diffusion
Sugars (fructose, mannose, xylose, which may
also be transported by facilitated diffusion), lipid
soluble
compounds, water
Facilitated diffusion
D-xylose, 6-deoxy-1,5-anhydro-D-glucitol,
glutamic acid, aspartic acid, short-chain fatty
acids,,xenobiotics carboxy groups, sulfates,
glucuronidemesters, lead, cadmium, zinc
Active transport
Cations, anions, sugars, vitamins, nucleosides
(pyrimidines, uracil, dan thymine, yang
berkompitisi dengan 5-fluorouracil and 5-
bromouracil), cobalt, manganese (berkompleks
dengan besi untuk sistem taransport)
Pinocytosis
Long-chain lipids, vitamin B12 complex, azo
dyes, maternal antibodies, botulinum
toxin,hemagglutinins, phalloidins, E. coli
endotoxins, virus particles
Proses penyerapan dibantu vaskularisasi usus, dengan tingkat normal aliran
darah dalam vena portal sekitar 1.2 L / h / kg. Namun, setelah makan, terdapat
peningkatan 30% aliran darah melalui daerah splanknikus. Zat yang
mempengaruh aliran darah juga mempengaruhi penyerapan senyawa oleh usus,
seperti alkohol yang cenderung meningkatkan aliran darah ke perut dan
peningkatan penyerapannya dalam usus. Beberapa zat lain cenderung menurunkan
aliran darah kecuali aktivitas otot energik dan hipovolemik shock.
Sirkulasi getah bening penting dalam transfer lemak, dan molekul besar
seperti toksin botulinum, benzo [a] pyrene, 3-methylcholanthrene, dan cis-
dimethylaminostilbene. Getah bening memiliki laju alir sekitar 1 sampai 2 mL / h
/ kg pada manusia, dan beberapa faktor yang dapat meningkatkan aliran sehingga
penyerapan dua kali lipat asam p-Aminosalisilat dan tetrasiklin mempengaruhi
alirannya dalam getah bening kecuali tripalmitin. Faktor lain yang melibatkan
peran penting getah bening adalah pengosongan getah bening melalui saluran
dada ke titik persimpangan jugularis interna kiri dan subklavia vena, mencegah
first-pass metabolisme oleh hati, seperti transportasi zat oleh darah.
Bahan makanan meliputi protein termodifikasi, karbohidrat, lemak atau
komponen non nutris dengan perubahan di dalam saluran pencernaan
memungkinkan memiliki pengaruh pada saluran pencernaan, kemampuan tubuh
menyerap zat tersebut atau pengaruhnya terhadap penyerapan zat lain sangat
penting dalam pemahaman toksikologi makanan dan penilaian keamanan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan saluran pencernaan dan
tingkat penyerapannya tercantum dalam tabel 5.
Tabel 3 Faktor yang mempengaruhi penyerapan dan laju penyerapan
Faktor Contoh
Laju pengosongan lambung Peningkatan lemak
Ph lambung Antacids, stress, H2-receptor blockers
Pergerakan pencernaan
Diarrhea yang disebabkan intercurrent disease,
laxatives, dietary fiber, disaccharide
intolerance,
amaranth
Komponen makanan Lectins of Phaseolus vulgaris (penghambatan
penyerapan dan transportasi glukosa)
Tekanan permukaan usus halus Short-bowel syndrome
Aliran darah pencernaan Alkohol
Aliran getah bening Tripalmitin
Sirkulasi enterohepatic Chlordecanone
Permeabilitas mukosa Inflammatory bowel disease, celiac disease
Penghambatan proses pencernaan Catechins dalam teh yang menghambat
penyerapan sukrosa dan glukosa
Kontaminan terapi obat Iron salts/tetracycline
STANDAR KEAMANAN UNTUK MAKANAN, BAHAN PANGAN, DAN
KONTAMINAN
Undang-Undang Makanan, Obat, dan Kosmetik Menyediakan Pendekatan
yang Dapat Dipraktikkan
Keamanan makanan, bahan pangan, dan kontaminannya merupakan hal
yang paling penting khususnya di tingkat industri. Pemerintah memiliki
kewenangan untuk memastikan keamanan bahan-bahan yang dikonsumsi. Oleh
karena itu, undang-undang makanan, obat, dan kosmetik dirumuskan kemudian
menjadi pedoman pemberian izin penambahan zat-zat tertentu ke dalam makanan
yang memberikan efek yang spesifik. Seluruh produk yang dikonsumsi harus
telah diketahui secara umum aman untuk dikonsumsi (GRAS : Generally
Recognized as Safe). GRAS ini hanya diberikan oleh para ahli yang terkualifikasi
pelatihan ilmiah dan berpengalaman mengevaluasi keamanan pangan.
Persyaratan atau metode yang dianjurkan untuk menciptakan kondisi yang
aman pada penggunaan zat aditif tersedia dalam bentuk pedoman dikeluarkan oleh
FDA (Prinsip Toksikologi Untuk Penilaian Keselamatan Pada Aditif Makanan
Langsung Dan Warna Aditif Yang Digunakan Dalam Makanan). Pedoman ini,
disebut sebagai The Redbook, memberikan substansi dan definisi standar
keselamatan yang berlaku untuk mengatur aditif makanan: kepastian beralasan
tidak membahayakannya kondisi dimaksudkan.
Toleransi Penggunaan
Jika makanan yang mengandung kontaminan tidak dapat dihindari bahkan
dengan menggunakan praktek-praktek manufaktur yang baik saat ini (CGMP),
makanan tersebut dapat dinyatakan tidak layak sebagai makanan jika kontaminan
dapat membuat makanan merugikan kesehatan dan beracun. Namun, makanan
yang mengandung kontaminan tidak dapat dihindari tidak secara otomatis
dilarang karena berdasarkan Undang-Undang Makanan, Obat, dan Kosmetik Bab
406 menunjukkan bahwa jumlah kontaminan tidak dapat dihindari dalam
makanan namun dapat dibatasi oleh peraturan untuk melindungi kesehatan
masyarakat.
FDA dapat mengeluarkan peringatan pada pelanggar yang menggunakan
bahan makanan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh bahkan dapat
menimbulkan kematian. Peringatan kelas I merupakan panggilan paling berat
dimana dilakukan peringatan maksimum kepada publik dan yang paling sering
ditindaklanjuti. Kelas II dan kelas III mewakili risiko yang kurang membahayakan
kesehatan dan panggilan terhadap pihak terkait tidak sering peringatan dan kurang
ditindaklanjuti.
Makanan Dan Pewarna Tambahan
Tambahan makanan langsung atau warna aditif merupakan bahan yang
sengaja ditambahkan dan tidak mempertimbangkan GRAS. Semua bahan-bahan
yang sengaja ditambahkan ke makanan harus memiliki fungsi spesifik dan
dibenarkan. Sementara warna aditif memiliki hanya satu fungsi, aditif makanan
mungkin memiliki salah satu dari 32 fungsi tambahan makanan.
Tabel 1 Tambahan makanan langsung berdasarkan fungsinya
Istilah warna aditif merujuk kepada bahan pewarna, pigmen, atau bahan lain
yang dibuat oleh proses sintesis atau diekstrak dan terisolasi dari sayuran, hewan,
atau mineral sumber. Dua jenis aditif warna yang telah disetujui untuk
penggunaan makanan: jenis yang membutuhkan sertifikasi oleh kimiawan FDA
dan jenis yang dibebaskan dari sertifikasi. Dasar untuk sertifikasi aditif warna ini
adalah temuan kemurnian dan dapat digunakan dengan aman seperti yang
ditentukan oleh peraturan (FD&C Act Bagian 721). Sertifikasi melibatkan analisis
kimia sebelum melepaskan produk untuk penggunaan komersial. Makanan warna
yang dibebaskan dari sertifikasi biasanya tidak dikenakan persyaratan pengujian
seperti luas. Warna dibebaskan makanan berasal terutama dari sumber-sumber
alam. Sementara warna sintetis makanan telah menerima sebagian besar perhatian
umum, ilmiah dan peraturan, warna natural agen yang juga penting kelas. Saat ini,
25 aditif warna telah diberikan pembebasan sertifikasi di 21 CFR 73. Maksimal
asupan makanan warna diperkirakan sekitar 53.5 mg/hari, sedangkan rata-rata
asupan setiap hari adalah sekitar 15 mg.
Makanan yang memanfaatkan makanan warna dalam urutan jumlah warna
yang digunakan adalah (1) minuman, (2), permen dan permen, bubuk (3) dessert,
(4) bakery barang, (5) sosis, (6) sereal, (7) es krim, (8) makanan, dan (9) gravies,
selai, jeli, dan sebagainya.
Metode Digunakan Untuk Evaluasi Keamanan Makanan, Bahan, Dan
Kontaminan
Keselamatan zat yang ditambahkan ke makanan harus ditetapkan
berdasarkan ketentuan penggunaan atau penggunaan dalam makanan. Ketentuan
penggunaan mencakup makanan substansi yang ditambahkan, tingkat penggunaan
dalam makanan, tujuan zat yang digunakan, dan populasi diharapkan untuk
mengkonsumsi zat. Prinsip toksikologi untuk keselamatan penilaian menunjukkan
paparan mengenai tujuan pengguunaan bahan adalah faktor kunci dalam algoritma
yang digunakan untuk menentukan jenis pengujian harus dilakukan pada suatu
zat.
Eksposur paling sering disebut sebagai asupan harian perkiraan (EDI) dan
didasarkan pada dua faktor: asupan harian (I) makanan di mana substansi akan
digunakan dan konsentrasi (C) substansi dalam makanan:
EDI = C x I
Karena kebanyakan aditif yang digunakan di lebih dari satu makanan,
paparan total (dosis) merupakan jumlah dari eksposur dari masing-masing
kategori makanan. Rumus untuk paparan substansi X adalah
EDIx _ (Cxf _ If )_ (Cxg _ Ig) _ (Cxh _ Ih) _ (C . . . )
Penentuan jumlah tambahan makanan diawali dengan perhitungan akhir
tertinggi kisaran tingkat penggunaan untuk zat baru yang dilakukan oleh badan
tertentu. Produsen dilarang untuk menambahkan aditif lebih dari yang diperlukan
untuk mencapai efek teknis tertentu. Dalam perkiraan konsumsi dan/atau
eksposur, salah satu juga harus mempertimbangkan sumber-sumber lain konsumsi
untuk tujuan penggunaannya diusulkan aditif jika sudah digunakan dalam
makanan untuk tujuan lain, terjadi secara alami dalam makanan, atau digunakan
dalam sumber-sumber nonfood (misalnya, obat-obatan, pasta gigi, lipstik).
Dengan demikian, untuk memperkirakan konsumsi manusia dari zat
makanan tertentu, hal ini diperlukan untuk mengetahui tingkat substansi dalam
makanan, asupan harian setiap makanan yang mengandung zat, distribusi asupan
dalam populasi, dan potensi konsumsi atau paparan substansi dari sumber-sumber
nonfood. Sebelum makanan aditif disetujui, lembaga regulator memerlukan bukti
bahwa hal itu aman untuk menggunakan yang dimaksudkan dan bahwa EDI yang
kurang dari acceptable daily intake (ADI).
Jika perkiraan tersebut melebihi ADI, lembaga regulator dapat menerapkan
pembatasan pada persetujuan untuk kegunaan tertentu atau membatasi masa depan
persetujuan untuk kategori baru penggunaan. ADI umumnya berdasarkan hasil
dari studi hewan Toksikologi, biasanya seumur hidup studi pada tikus. Studi ini
digunakan untuk menentukan tingkat efek yang tidak diobservasi (No-Observed-
Effect-Level NOEL) untuk aditif. NOEL biasanya dibagi oleh 100 untuk
menentukan ADI untuk makanan aditif, sehingga memberikan faktor keamanan
100-fold untuk memperhitungkan perbedaan spesies dan variasi inter-individual
antara manusia. Faktor ini memberikan kepastian yang masuk akal dalam
memperkirakan aman dosis pada manusia dari studi hewan.
Pembagian Tingkat Kekhawatiran (TK) dan Pengujian yang di Perlukan
Aktivitas stuktur menjadi hubungan dasar saat ini untuk mengembangkan
banyak obat terapi, pestisida, dan aditif makanan. Hubungan ini yang
dimanfaatkan dengan baik dalam prinsip toksikologi untuk pengkajian
keselamatan aditif makanan langsung dan aditif warna digunakan pada makanan,
yang menggambarkan kualitatif serta memberikan kategori untuk zat atas dasar
kelompok struktural dan fungsional dalam molekul. Aditif yang fungsional
dengan tatanan yang tinggi toksisitas termasuk kategori C, mereka toksisitas
diketahui atau menengah dtermasuk kategori B, dan orang-orang dengan potensi
rendah untuk toksisitas termasuk kategori A. Sebagai contoh, hidrokarbon jenuh
sederhana alkohol seperti pentanol ak untuk kategori A.
Tes untuk CL III adalah yang paling menuntut dan memberikan luasnya
terbesar untuk penentuan merugikan efek biologis, termasuk efek pada
reproduksi. Tes yang cukup komprehensif untuk mendeteksi hampir semua jenis
toksisitas diamati, termasuk tumor ganas dan jinak, lesi preneoplastic, dan bentuk
lain dari toksisitas kronis. Tes ini dirancang untuk mendeteksi paling beracun
fenomena selain dari perubahan histopatologi akhir-berkembang. Jangka pendek
(genotoxicity) tes dimaksudkan untuk mengidentifikasi zat yang pengujian kronis
menjadi kritis.
Pengujian makanan adikftif karsinogenisitas adalah kontroversial
menggunakan protokol yang mencakup dalam fase rahim. Di bawah seperti
protokol, orang tua hewan uji yang terkena zat uji selama 4 minggu sebelum
kawin dan seluruh kawin, kehamilan, dan laktasi. Sebagian besar negara dan
badan internasional tidak berlangganan pada kombinasi dari sebuah fase dalam
rahim dengan karsinogenisitas tikus penelitian, karena hal ini menyajikan
serangkaian masalah logistik dan operasional dan secara substansial
meningkatkan biaya melakukan karsinogenisitas tikus studi.
Catatan khusus juga harus dilakukan pengujian toksisitas genetik. Uji
toksisitas genetik dilakukan karena dua alasan: (1) untuk menguji bahan kimia
untuk potensi karsinogenisitas dan (2) untuk menilai apakah bahan kimia yang
dapat menyebabkan kerusakan gen yang diturunkan. Saat ini, genetik uji toksisitas
dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar: (1) maju dan mundur mutasi tes
(misalnya, mutasi titik, penghapusan), (2) tes clastogenicity mendeteksi struktural
dan numerik perubahan kromosom (misalnya, penyimpangan kromosom,
micronuclei), dan (3) tes yang mengidentifikasi kerusakan DNA (misalnya, DNA
untai istirahat, terjadwal sintesis DNA).
Keselamatan Penentuan Adiktif Makanan
Makanan tidak langsung aditif adalah zat yang didefinisikan sebagai aditif
makanan yang tidak ditambahkan langsung ke makanan tapi makanan masuk
dengan melakukan migrasi dari permukaan yang kontak makanan. Permukaan ini
mungkin dari bahan kemasan (kaleng, kertas, plastik) atau lapisan bahan kemasan
atau permukaan digunakan dalam pengolahan, memegang, atau mengangkut
makanan.
Penting untuk menunjukkan keamanan bahan aditif yang tidak langsung
merupakan bagian studi ekstraksi dengan pelarut makanan-simulasi. FDA
merekomendasikan penggunaan tiga makanan-simulasi pelarut-8% etanol, Etanol
50%, dan jagung minyak atau sintetis trigliserida untuk berair dan asam, alkohol,
dan makanan berlemak, masing-masing (FDA 1988). Kondisi ekstraksi tergantung
sebagian pada kondisi yang terdapat saat penggunaan. Studi ekstraksi digunakan
untuk menilai tingkat atau kuantitas zat yang mungkin bermigrasi dan menjadi
komponen makanan, menyebabkan paparan konsumen. Fraksi jenis makanan
individu (berair, asam, alkohol, ) lemak yang bahan kemasan tersebut digunakan
disebut sebagai faktor makanan-jenis distribusi (ft).
Untuk menghitung konsumen eksposur (EDI), persamaan berikut
digunakan:
EDI = CF X [( fT aqueous X ppm in 8% ethanol) + ( fT acidic Xppm in 8%
ethanol) X( fT alcohol X ppm in 50% ethanol) + ( fT fatty X ppm in corn oil)] X 3
kg per person per day= mg per person per day2
Persyaratan keselamatan untuk Zat GRAS
Terlepas dari kenyataan bahwa Undang-Undang FD & C dan peraturan
yang relevan hati-hati menghindari mendefinisikan makanan kecuali dalam
fungsional dan menganggap makanan sebagai GRAS ketika mereka ditambahkan
ke makanan lain, misalnya, hijau kacang sup sayuran (Kokoski et al 1990).
sejumlah bahan makanan sebagai GRAS, dan bahan-bahan ini terdaftar di bawah
21 CFR 182, 184, dan 186. Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua zat
dianggap sebagai GRAS terdaftar seperti itu. Bahasa yang digunakan di 21 CFR
182,1 (a) mengakui bahwa ada adalah zat FDA anggap sebagai GRAS yang tidak
terdaftar. Ini memenuhi dua hal: (1) Ia meninggalkan pintu terbuka untuk
tambahan zat nonlisted untuk dikukuhkan sebagai GRAS oleh lembaga dan (2)
memperkuat konsep bahwa zat dapat dianggap GRAS apakah atau tidak mereka
terdaftar oleh FDA atau pada daftar tersedia untuk umum. Daftar contoh zat
dianggap sebagai GRAS diberikan dalam Tabel 30-14. Adalah penting untuk
menekankan kembali bahwa zat GRAS, meskipun digunakan seperti aditif
makanan, tidak aditif makanan. Meskipun perbedaan mungkin tampaknya
menjadi salah satu dari semantik, memungkinkan zat GRAS akan dibebaskan dari
premarket pembatasan izin ditegakkan oleh FDA dan dibebaskan dari klausa
Delaney, karena klausul yang berkaitan hanya untuk makanan aditif.
Penelitian diandalkan untuk menyimpulkan bahwa penggunaan tertentu dari
suatu zat adalah GRAS biasanya didasarkan pada data umumnya tersedia dan
informasi yang dipublikasikan dalam literatur ilmiah. Data tersebut adalah tidak
mungkin dilakukan sesuai dengan FDA direkomendasikan protokol, sebagai studi
ini sering dilakukan untuk alasan yang tidak terkait untuk persetujuan FDA.
Pentingnya Konsep GRAS
Pentingnya penyediaan GRAS jelas dari banyak nya aplikasi. Banyak zat,
misalnya, yang digunakan dalam makanan pengolahan tidak pernah menerima
persetujuan FDA formal. Penggunaan zat ini dalam pembuatan produk makanan
dianggap tepat di bawah CGMPs, sedangkan substansi sendiri dianggap GRAS
untuk tujuan tersebut. Demikian pula, zat-zat tertentu yang diizinkan sebagai
bahan opsional dalam makanan standar [makanan dengan standar identitas yang
ditentukan oleh peraturan (21 CFR 130-169)] meskipun mereka tidak disetujui
makanan tambahan dan tidak pada salah satu daftar GRAS.
Konsep GRAS seperti yang diterapkan secara tradisional di Amerika Serikat
juga memiliki penerapan untuk makanan baru tertentu yang mungkin berbeda
hanya sedikit dari makanan tradisional atau yang, setelah pertimbangan hati-hati,
dapat dianggap sebagai sesuatu yang menimbulkan tidak ada masalah atau
pertanyaan keselamatan di luar itu diangkat oleh makanan tradisional mereka
dimaksudkan untuk menggantikan. Pendekatan GRAS karena dapat mengizinkan
pendahuluan makanan baru yang mengandung lebih sedikit lemak jenuh dan /
atau kolesterol atau lebih serat atau dengan cara lain dimodifikasi.
Tanaman trasngenik (dan Varietas Tanaman Baru) merupakan Tanaman
yang telah dimodifikasi secara genetik melalui pemuliaan tanaman konvensional
Para ilmuwan saat ini dapat menggunakan bioteknologi untuk menyisipkan gen-
gen tertentu menjadi tanaman untuk memberikan itu karakteristik baru. Sebagai
contoh, sekitar 25 persen dari tanaman jagung yang ditanam pada tahun 1999 di
Amerika Serikat mengandung gen dari Bacillus thuringiensis bakteri yang
menghasilkan Bt insektisida protein. Bt adalah protein beracun untuk tertentu ulat
serangga hama yang merusak tanaman jagung (EPA 1988). Dengan mengaktifkan
tanaman jagung untuk melindungi diri dari hama serangga ini, penggunaan
produk ini dapat mengurangi kebutuhan dan penggunaan insektisida konvensional
(Gianessi dan Carpenter 1999).
Terlepas dari metode pemuliaan yang digunakan untuk menghasilkan baru
varietas tanaman, tes harus dilakukan untuk memastikan bahwa tingkat nutrisi
atau racun dalam tanaman belum berubah dan bahwa makanan masih aman
dikonsumsi. Jelas, protein baru yang diproduksi di varietas tanaman harus tidak
beracun dan tidak memiliki karakteristik protein diketahui menyebabkan alergi.
Dengan demikian, protein yang diproduksi di genetik tanaman rekayasa dievaluasi
untuk alergenitas. DNA yang dimasukkan ke dalam rekayasa genetika tanaman
untuk mengarahkan produksi protein baru seperti telah ditentukan akan umumnya
diakui sebagai aman (FDA 1992). Penggunaan gen penanda resistensi antibiotik
pada tanaman rekayasa genetika telah ditentukan oleh FDA dan badan pengatur
lainnya untuk menjadi aman (FDA 1992). Federal Register pemberitahuan
menawarkan poin pertimbangan untuk penilaian keamanan varietas tanaman baru
(Tabel 30-15).
Persetujuan peraturan dari aditif makanan baru umumnya berdasarkan studi
toksikologi tradisional. Alasannya adalah data yang dari studi tersebut cukup akan
memprediksi efek samping yang bisa terjadi pada manusia. Namun, studi tersebut,
terutama untuk makanan baru, mungkin tidak memadai. Oleh karena itu,
meskipun penelitian pada manusia tidak umumnya diperlukan untuk tambahan
makanan, dalam hal makanan baru, penelitian pada manusia mungkin penting
dalam mengevaluasi keselamatan mereka.
Alat lain yang berguna dalam memastikan keamanan bahan tambahan
pangan adalah pemantauan setelah persetujuan, atau penelusuran postmarketing.
Dengan meluasnya penggunaan bahan tambahan makanan, pemantauan untuk
konsumsi dapat menentukan apakah konsumsi aktual melebihi EDI dan
pemantauan untuk keluhan anekdot dapat mengidentifikasi merugikan efek
kesehatan yang lolos deteksi dalam studi sebelumnya.
Suplemen diet memiliki status khusus dalam hukum dan peraturan,
suplemen dianggap sebagai makanan atau makanan-jenis zat tetapi tidak makanan
tambahan dan bukan obat. Meskipun dianggap sebagai makanan, mereka tidak
dapat dijual sebagai konvensional makanan. Unik untuk suplemen makanan (atau
bahan suplemen makanan) adalah standar yang lebih rendah untuk keselamatan
dari yang dibutuhkan untuk makanan bahan. Artinya, sementara bahan makanan
harus telah menunjukkan keselamatan, bahan suplemen harus tidak memiliki
sejarah yang tidak aman digunakan, standar yang jauh lebih mudah untuk
bertemu. Sementara perbedaan ini halus, itu memungkinkan penggunaan zat
sebagai suplemen diet yang tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan.
Pengkajian karsinogen
Karsinogenik sebagai masalah khusus Sebagaimana dibahas di atas,
Kongres FDA menyediakan dengan lintang luas dalam menilai keselamatan dan
menjamin pasokan makanan yang aman dengan-satu pengecualian. Pengecualian
bahwa adalah penyediaan FD & C Act dikenal sebagai Delaney klausa, yang
melarang persetujuan aditif makanan. Klausa Delaney ditemukan dalam dua
bagian lainnya tindakan tersebut. Tiga pasal-bagian 409 (c) (3) (A), 706 (b) (5)
(B), dan 512 (d) (1) (H)-merupakan klausul Delaney.
Klausul Daelaney juga tidak berlaku untuk konstituen karsinogenik yang
hadir dalam makanan atau warna aditif atau obat hewan sebagai nonfungsional
kontaminan yang disediakan bahwa tingkat kontaminan seperti dapat dibuktikan
aman dan seluruh aditif, termasuk kontaminan yang (diizinkan oleh spesifikasi
dan peraturan), tidak ditemukan untuk menginduksi kanker pada manusia atau
hewan. Kebijakan mengamanatkan pengembangan dan penggunaan data
karsinogenisitas hewan dan penilaian risiko probabilistik untuk menetapkan
tingkat yang aman untuk kontaminan dalam aditif dalam kondisi yang
dimaksudkan digunakan.
Kebijakan konstituen dan, sebagaimana dibahas lebih lanjut pada,
pelaksanaan dari apa yang disebut DES (dietilstilbestrol) syarat untuk obat hewan
di bawah klausul Delaney, telah memaksa FDA untuk mengembangkan sarana
untuk menetapkan tingkat yang aman untuk zat karsinogenik. DES syarat
memungkinkan penambahan hewan karsinogenik obat untuk pakan ternak jika
mereka tidak meninggalkan residu dalam jaringan dimakan sebagaimana
ditentukan oleh prosedur analitik disetujui. Untuk melakukan hal ini, FDA telah
beralih ke penggunaan penilaian risiko probabilistik di mana Data tumor pada
hewan secara matematis diekstrapolasikan ke upperbound resiko pada manusia
terkena tingkat penggunaan tertentu aditif. FDA mengambil posisi itu, mengingat
banyak konservatif asumsi yang melekat dalam prosedur, sebuah batas atas risiko
seumur hidup dari satu kanker dalam juta orang adalah biologi setara dengan nol.
Sejumlah zat [misalnya, hidroksianisol terbutilasi (BHA), xylitol, metilen
klorida, sorbitol, trichloroethylene, nitrilotriacetic Asam (NTA), diethylhexyl
phthalate, melamin, formaldehida, bentonit] tercantum dalam Pedoman Peraturan
Pemerintah Federal sebagai aditif makanan diatur juga terdaftar sebagai
karsinogen oleh Nasional Toxicology Program (NTP), Badan Internasional untuk
Penelitian Kanker (IARC), atau negara bagian California (bawah Aman Air
Minum dan Beracun Penegakan Undang-Undang 1986, juga dikenal sebagai
Proposisi 65).
Terlepas dari kenyataan bahwa tes dan kondisi yang ada di mana masing-
masing bahan ini akan menghasilkan kanker pada hewan, FDA telah menemukan
bahwa adalah mungkin untuk terus daftar zat ini sebagai makanan aditif. Alasan
diterapkan dalam hampir setiap kasus didasarkan pada sekunder karsinogenesis.
Satu pengecualian adalah formaldehid, yang bersifat karsinogenik hanya pada
inhalasi, dan ada menarik alasan untuk percaya inhalasi yang bukan uji yang tepat
dalam hal ini kasus (Flamm dan Frankos, 1985). Oleh karena formalin tidak
diperlakukan sebagai karsinogen dilarang oleh klausa Delaney. Untuk BHA, yang
menginduksi kanker forestomach, konsep ini sudah canggih yang carcinogenicity
yang disebabkan terutama untuk iritasi, hiperplasia restoratif, dan sebagainya.
Untuk xylitol, gula alkohol, peningkatan tumor kandung kemih dan adrenal
pheochromocytomas dianggap sekunder untuk kalsium ketidakseimbangan
dihasilkan dari indigestibility gula alkohol dan mereka fermentasi di bawah
saluran pencernaan. Sorbitol, lain gula alkohol, berperilaku dengan cara yang
sama. Untuk NTA, argumen sekunder karsinogenesis, dan meskipun penjelasan
spesifik bervariasi, mekanisme melibatkan ketidakseimbangan seng memiliki
dukungan ilmiah yang cukup. Tinjauan diethylhexyl phthalate sedang
berlangsung, tapi kemungkinan bahwa proliferasi Peroksisom yang terlibat telah
ditawarkan, memiliki kemungkinan bahwa proliferasi hepatoseluler adalah yang
utama untuk perkembangan selanjutnya tumor.
Biologis melawan statistik
Signifikansi banyak yang bisa dipelajari tentang cara yang tepat untuk
menilai data yang carcinogenicity dengan mempelajari database besar untuk zat
yang telah diuji untuk karsinogenisitas berkali-kali. Buatan siklamat merupakan
pemanis contoh. Adanya penelitian lebih dari selusin di siklamat dan pengujian
hipotesis beberapa di puluhan organ yang berbeda dan situs jaringan dalam semua
studi ini menyebabkan kesadaran bahwa keseluruhan tingkat kesalahan positif
palsu (yaitu, kejadian kanker lebih tinggi pada Situs organ tertentu dalam mata
pelajaran perlakuan dibandingkan kontrol sebagai hasil dari kesempatan) bisa
meningkat jika temuan individual dilihat dari konteks (FDA 1984).
Selain perangkap false-positive/false-negative, yang soal statistik, ada
banyak perangkap potensi biologis. Itu munculnya insiden yang lebih tinggi dari
tumor di situs organ tertentu pada hewan diobati mungkin tidak menunjukkan
dengan sendirinya tindakan karsinogenik Bahan yang digunakan dalam
pengobatan. Ini adalah kasus karena kejadian tumor di lokasi organ tertentu dapat
dipengaruhi dan dikendalikan oleh banyak proses biologi yang dapat
mempengaruhi kejadian tumor.
Asupan kalori telah terbukti menjadi faktor yang signifikan memodifikasi
dalam karsinogenesis. Penurunan surveilans kekebalan tubuh dengan spesifik atau
cara nonspesifik (stress) yang mempengaruhi respon kekebalan tubuh dan
ketidakseimbangan hormon dapat mengakibatkan insiden yang lebih tinggi tumor
di lokasi organ tertentu. Ketidakseimbangan hormon, yang dapat disebabkan oleh
hormon agen aktif (misalnya, estradiol) atau dengan lainnya zat yang bertindak
secara tidak langsung, seperti vitamin D, dapat mengakibatkan peningkatan
kejadian tumor. Cedera sel kronis dan hiperplasia restoratif hasil dari perawatan
dengan rasa lemon (d-limonene) mungkin bertanggung jawab untuk
perkembangan tumor ginjal pada tikus jantan dengan mekanisme yang memiliki
relevansi dipertanyakan manusia (Flamm dan Lehman-McKeeman 1991).
Sebagai elemen penting, vitamin, gula, dan kalori per se dapat
meningkatkan kejadian tumor pada hewan uji, mekanisme oleh yang tumor timbul
sebagai akibat dari paparan makanan atau bahan makanan Sangat penting untuk
menilai relevansi menemukan dengan keselamatan substansi dalam kondisi yang
dimaksudkan digunakan dalam makanan. McClain (1994) menyediakan diskusi
yang sangat baik pertimbangan mekanistik dalam regulasi dan klasifikasi bahan
kimia karsinogen.
Kontaminan Karsinogenik The Delaney klausa, yang melarang penambahan
karsinogen pada makanan, bisa melarang banyak makanan aditif dan aditif warna
jika itu benar diartikan mencakup kontaminan karsinogenik aditif dalam definisi.
Jelas, ini bukan maksud Kongres, dan hanya sebagai jelas, FDA diperlukan untuk
mengembangkan kebijakan akal untuk mengatasi masalah bahwa semua zat,
termasuk makanan dan warna aditif, mungkin mengandung kontaminan
karsinogenik pada beberapa tingkat jejak.
KEAMANAN PANGAN
Survei Amerika menyebutkan bahwa 30 persen penduduk mempunyai
sensitivitas terhadap makanan tertentu yang 7.5 persennya berupa alergi. Tidak
semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan merupakan alergi. Reaksi yang
tidak diinginkan dari makanan yang disebut sebagai reaksi simpang makanan.
American Academy of Allergy dan National Institute of Allergy and Infectious
Disease membedakan reaksi simpang makanan menjadi 9 jenis reaksi, yaitu reaksi
simpang (sensitivitas), hipersensitivitas (alergi), anafilaksis, intoleransi, keracunan
makanan, idiosinkrasi, reaksi anafilaktoid, reaksi farmakologis, dan reaksi
metabolik.
Reaksi simpang (sensitivitas) diartikan sebagai reaksi yang tidak
diinginkan dari makanan yang ditelan. Pada tahun 460-370 SM, Hippocrates
membuktikan bahwa reaksi simpang susu sapi dapat menyebabkan gangguan
lambung dan urtikaria. Pada awal 1960-an, ditemukan cara pengujian reaksi
simpang pada kulit, yaitu radioallergosorbent (RAST).
Alergi atau hipersensitivitas terhadap makanan merujuk pada respon imun.
Reaksi alergi terjadi jika tubuh memproduksi IgE akibat terpapar antigen (alergen)
kemudian terpapar lagi. Alergen akan mengaktivasi sel mast untuk mengikat IgE.
Pengikatan IgE oleh sel mast akan memicu timbulnya gejala-gejala. Gejala yang
timbul akibat masuknya alergen secara injeksi dapat berupa urtikaria, dermatitis,
dan ruam. Gejala yang timbul akibat masuknya alergen melalui pencernaan dapat
berupa mual, muntah, diare, dan kram perut sedangkan jika melalui pernafasan
berupa asma, rinitis, dan bronkospasma.
Sebagian besar alergen pada makanan berupa protein. Pada susu sapi,
protein yang dapat menjadi alergen adalah kasein, beta-laktoglobulin, dan alfa-
laktabumin. Pada putih telur, protein tersebut berupa ovomukoid dan ovalbumin,
sedangkan pada kuning telur berupa livetin. Pada gandum, protein tersebut berupa
gluten, gliadin, globulin, dan albumin.
Secara umum, pencegahan alergi dapat dilakukan dengan menghindari
makanan yang menjadi alergen. Namun, ini tidak selalu menjadi cara pencegahan
yang efektif karena kandungan pada makanan saji tidak diketahui dengan pasti.
Selain itu, makanan juga dapat terkontaminasi oleh alergen, seperti antigen susu
sapi pada air susu ibu yang mengkonsumsi susu sapi. Pemahaman mengenai
hubungan filogenetik antarsumber makanan juga harus dikuasai. Salah satu cara
yang dapat dipertimbangkan adalah dengan mengkonsumsi probiotik.
Anafilaksis merupakan reaksi hipersensitif klasik yang melibatkan
imunologik dan reaksinya berlangsung cepat. Antibodi yang terlibat adalah IgE.
Kombinasi alergen dengan alergen berikutnya adalah dua molekul IgE yang
terikat pada reseptornya. Dua molekul IgE ini akan mengeluarkan mediator.
Dampak terburuk anafilaksis adalah kematian.
Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan
merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan pada makanan.
Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat makanan yang terkandung dalam makanan
karena kontaminasi toksik misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella,
Campylobacter, dan Shigella. Selain itu, dapat disebabkan zat farmakologik yang
terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju atau kafein pada kopi.
Kelainan seperti defisiensi laktase dan maltase juga dapat menyebabkan
intoleransi makanan.
Keracunan makanan disebabkan secara langsung oleh bahan pangan atau zat
aditif yang tidak mengikuti mekanisme imun. Racun dapat terkandung dalam
bahan pangan atau dikeluarkan oleh mikrob yang mengkontaminasi produk
pangan. Racun yang dikeluarkan oleh mikrob dapat berupa endotoksin atau
eksotoksin, seperti aflatoksin, asam domoat moluska, dan histamin pada
keracunan ikan.
Idiosinkrasi makanan adalah respon abnormal terhadap bahan pangan atau
aditif secara kuantitatif. Reaksi ini tidak mengikuti mekanisme sistem imun.
Reaksi ini dapat berupa migrain akibat cokelat, urin berbau belerang akibat
asparagus, diare akibat intoleran laktosa, serta diare, muntah, dan hipoglikemia
akibat fruktosa yang dikandung makanan. Masing-masing mempunyai mekanisme
tersendiri.
Reaksi anafilaktoid merupakan reaksi yang terjadi melalui aplikasi
mediator reaksi anafilaksis, yaitu histamin, secara langsung. Contoh reaksi
anafilaktoid adalah racun skombroid, sulfit, dan kesensitifan wine merah. Respon
anafilaktoid mungkin terdiri atas beberapa mekanisme, yaitu: peningkatan asupan
amina biogenik (termasuk histamin) pada makanan, peningkatan sintesis oleh
flora usus, katabolisme amina biogenik oleh mukosa usus, dan peningkatan
pengeluaran histamin dari dalam sel mast dan basofil akibat adanya histamin yang
dihasilkan oleh makanan.
Reaksi farmakologik disebabkan oleh agen farmakologis dalam makanan.
Reaksi ini berbeda dengan reaksi yang lain karena tidak terasosiasi dengan
anomali metabolisme yang spesifik seperti intoleran laktosa. Misalnya, tiramina
pada pasien yang diterapi inhibitor MAO.
Fenomena Keamanan Pangan
Keamanan pangan telah menjadi perhatian dunia karena masalah keamanan
pangan menyebar ke berbagai penjuru dunia dalam waktu singkat. Keadaan ini
tentu saja sangat berpengaruh pada perdagangan pangan. Agar suatu industri tidak
ditinggalkan oleh konsumennya dan dapat tetap berjalan dalam persaingan sehat
dan ketat tersebut, maka industri pangan dituntut untuk dapat menunjukkan bahwa
pangan yang dikonsumsinya aman (BPOM 2007).
Saat ini beraneka ragam jenis pangan dijumpai di pasaran sebagai suatu
komoditas yang perlu diatur dan dikendalikan agar informasi mengenai pangan
yang disampaikan kepada masyarakaat benar dan bermanfaat. Oleh karena itu,
pemerintah membuat suatu pedoman yang memuat tentang kategori pangan yang
amana dan boleh dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satunya dalah Pengawasan
Pangan (food inspector). Food inspector ini diharapkan dapat membantu dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang tenaga pengawas pangan secara
baik dan profesional dalam pengawasaan pangan secara keseluruhan (BPOM
2007).
Berdasarkan food insepctor dinyatakan bahwa setiap orang berhak
mendapatkan pangan yang bermutu dan aman. Oleh karena itu harus ada jaminan
bahwa setiap bahan pangan dan air minum diproduksi secara baik dan benar.
Jaminan ini bisa diwujudkan dengan cara memperkuat program keamanan pangan
dengan melibatkan seluruh stakeholders (pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat). Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan, pembinaan,
pengawasaan, dan kampanye pendidikan mengenai keamanan pangan. Dalam
pelaksanaanya pemerintah melalui BPOM RI melakukan pengawasaan mutu dan
keamanan pangan baik di sarana produksi maupun sarana distribusi pangan.
Untuk meningkatkan pengetahuan pengawasan seiring dengan perkembangan
IPTEK diperlukan latihan yang terstruktur kepada para food inspector (BPOM
2007).
Selain dengan cara pembentukan food inspector, pemerintah juga mebuat
program Piagam Bintang Keamanan Pangan (PBKP) yaitu suatu program yang
bersifat sukarela dan dimaksudkan untuk mendorong pelaku usaha di sepanjang
rantai pangan agar dapat menerapkan praktek praktek keamanan pangan yang
baik secara konsisten di industrinya masing-masing. Program PBKP juga
dimaksudkan untuk membantu industri pangan untuk mengembangkan program
keamanan pangan dalam tiga tahapan, mulai dari pelatihan dasar prinsip kemanan
pangan, praktek keamanan pangan yang baik hingga penerapan sistem Hazard
Analysis Critical Control Point / HACCP. Saat ini program PBKP telah
diaplikasikan di industri pangan olahan (BPOM 2007).
Salah satu yang menjadi sasaran utama pemerintah dalam penangan pangan
adalah pangan jajanan. Pangan jajanan adalah bagian dari pangan siap saji yang
merupakan makanan dan minuman yang diolah oleh produsen makanan di tempat
penjualan atau disajikan sebagai makanan siap saji santap untuk dijual bagi
masyarakat umu. Pangan jajanan dianggap membahayakan dikarenakan pangan
jajanan pada proses pengamanannya sering tidak higienis, yang memungkinkan
pangan jajanan sering terkontaminasi mikroba berbahaya karena proses
pembuatannya tidak bersih. Pangan jajanan juga kerap mengandung zat kimia
yang berbahaya dan dilarang digunakan dalam pangan. Di samping itu, masih ada
jajanan yang menggunakan bahan tambahan pangan yang diperbolehkan tapi
dalam jumlah yang tidak melebihi ketentuan, seperti pemanis sakarin dan siklamat
(BPOM 2007.
Undang-Undang tentang Pangan
Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib:
a. memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia;
b. menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan
c. menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung
dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
Pasal 10
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan
terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat
digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi
pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
PENGATURAN TOLERANSI SENYAWA DALAM MAKANAN
Penentuan potensi bahaya kesehatan manusia yang berhubungan dengan
residu obat hewan rumit oleh metabolisme obat hewan, yang menghasilkan residu
banyak potensi metabolit. Sensitivitas modern metodologi analitik dirancang
untuk quantitate sejumlah kecil obat dan berbagai metabolit mereka telah
membuat evaluasi yang lebih kompleks.
Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi obat hewan (1)
konsumsi dan penyerapan oleh target hewan, (2) metabolisme obat oleh hewan
sasaran makanan, (3) ekskresi dan jaringan distribusi obat dan metabolitnya di
produk pangan hewani dan jaringan, (4) konsumsi pangan hewani produk dan
jaringan oleh manusia, (5) penyerapan potensi obat dan metabolitnya oleh
manusia, (6) potensi metabolisme obat dan metabolitnya oleh manusia, dan (7)
potensi ekskresi dan distribusi jaringan pada manusia obat, metabolitnya, dan
metabolit sekunder manusia berasal dari obat dan metabolitnya. Dengan
demikian, farmakokinetik dan biotransformasi karakteristik baik hewan dan
manusia harus dipertimbangkan dalam penilaian bahaya kesehatan manusia yang
potensial dari obat hewan.
Studi toksisitas pada spesies sasaran (ayam, sapi, babi, dll) harus
menyediakan data tentang metabolisme dan sifat metabolit bersama dengan
informasi tentang farmakokinetika obat. Jika informasi ini tidak tersedia, studi ini
harus dilakukan dengan menggunakan hewan spesies yang kemungkinan akan
terkena obat. selama ini fase, obat induk dan metabolitnya dievaluasi baik secara
kualitatif dan kuantitatif dalam produk hewani perhatian (telur, susu, daging, dll).
Ini mungkin melibatkan perkembangan canggih metodologi analitik. Setelah data
ini diperoleh, maka diperlukan untuk melakukan penilaian untuk menentukan
potensi manusia paparan senyawa ini dari diet dan sumber-sumber lain. Jika data
toksisitas yang memadai tersedia, adalah mungkin untuk melakukan penilaian
keamanan sesuai dengan pembentukan toleransi.
Beberapa zat-seperti polychlorinated biphenyls (PCB) atau logam berat-
yang tidak dapat dihindari dalam makanan karena banyak aplikasi industri yang
menjadi kontaminan di lingkungan.
Kadmium adalah komoditas yang relatif langka di alam dan biasanya
berhubungan dengan serpih dan pengendapan sedimen. Hal ini sering ditemukan
dalam hubungan dengan bijih seng dan dalam jumlah yang lebih kecil di bahan
bakar fosil. Meskipun jarang terjadi di alam, itu merupakan unsur hampir di
mana-mana dalam masyarakat Amerika karena penggunaan industri dalam
plating, cat pigmen, plastik, dan tekstil.
Makanan berjamur dikonsumsi di seluruh dunia selama masa kelaparan,
sebagai masalah selera, dan melalui ketidaktahuan mereka yang merugikan efek
kesehatan. Studi epidemiologi yang dirancang untuk memastikan efek akut atau
kronis konsumsi tersebut sedikit. Data dari penelitian pada hewan menunjukkan
bahwa konsumsi makanan yang terkontaminasi dengan mikotoksin memiliki
potensi tinggi untuk menghasilkan berbagai penyakit. Di antara berbagai
mikotoksin, para aflatoksin menjadi subyek penelitian yang paling intensif karena
sangat hepatocarcinogenicity kuat dan toksisitas aflatoksin B1 pada tikus. Studi
epidemiologi yang dilakukan di Afrika dan Asia menunjukkan bahwa itu adalah
hepatocarcinogen manusia, dan berbagai laporan lainnya telah terlibat dalam
aflatoksin dalam insiden toksisitas manusia.
Umumnya, aflatoksin terjadi pada tanaman rentan sebagai campuran dari
aflatoksin B1, B2, G1, dan G2, dengan hanya aflatoksin B1 dan G1 menunjukkan
karsinogenisitas. Sebuah karsinogenik terhidroksilasi metabolit aflatoksin B1
(disebut aflatoksin M1) dapat terjadi dalam susu dari sapi perah yang
mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi. Aflatoksin mungkin terjadi pada
sejumlah komoditas rentan dan produk berasal dari mereka, termasuk kacang
goreng (kacang tanah, pistachio, almond, walnut, pecan, kacang Brasil), minyak
biji (biji kapas, kopra), dan biji-bijian (jagung, biji sorgum, millet). Langkah-
langkah pengendalian termasuk memastikan kondisi penyimpanan yang memadai
dan pemantauan secara cermat komoditas rentan terhadap aflatoksin tingkat dan
larangan banyak yang melebihi tingkat aksi untuk aflatoksin B1.
Aflatoksin B1 adalah akut beracun dalam semua spesies yang dipelajari,
dengan LD50 mulai dari 0,5 mg / kg untuk itik untuk 60 mg / kg untuk tikus
(Wogan 1973). Kematian biasanya hasil dari hepatotoksisitas. Aflatoksin ini juga
sangat mutagenik, hepatocarcinogenic, dan mungkin teratogenik. Aflatoksin B1
merupakan senyawa yang sangat reaktif secara biologis, mengubah sejumlah
sistem biokimia. hepatocarcinogenicity The aflatoksin B1 dikaitkan dengan
biotransformasi untuk suatu epoksida elektrofilik yang sangat reaktif yang
membentuk adduct kovalen dengan DNA, RNA, dan protein. Kerusakan DNA
dianggap lesi biokimia awal sehingga ekspresi dari pertumbuhan tumor patologis.
Trichothecenes mewakili sekelompok zat beracun yang kemungkinan
bahwa beberapa bentuk dapat dikonsumsi bersamaan. Tingkat toksisitas terkait
dengan trichothecenes pada manusia dan hewan ternak saat ini karena tidak
diketahui jumlah entitas dalam kelompok ini dan kesulitan dari pengujian untuk
senyawa ini. Para LD50s akut trichothecenes berkisar 0,5-70 mg / kg, dan
meskipun ada memiliki laporan kemungkinan toksisitas kronis yang berhubungan
dengan beberapa anggota kelompok ini, penelitian lebih lanjut akan diperlukan
sebelum besarnya potensi mereka untuk menghasilkan efek yang merugikan
kesehatan manusia.
Mikotoksin lain yang dihasilkan oleh Fusarium adalah zearalenon. Ini
pertama kali ditemukan selama upaya untuk mengisolasi agen dari feed yang
menghasilkan sindrom hyperestrogenic pada babi, ditandai dengan vagina
bengkak dan pembengkakan vulva dan aktual prolaps pada kasus berat (Stob et al.
1962). zearalenon bisa terjadi pada jagung, barley, gandum, jerami, dan gandum
serta pertanian lainnya komoditas. konsumsi zearalenon dapat mengurangi potensi
reproduksi hewan ternak, terutama babi.
SENYAWA YANG TOLERANSINYA TIDAK DITENTUKAN
Kontaminasi makanan adalah semua yang terkait dengan sintesis,
pertumbuhan, produksi atau penyimpanan yang tidak dapat dihindari. FDA
menetapkan batasan zat-zat yang harus dihindari itu sebagai
1. Berbahaya sehingga kenyamanan tidak dapat diatur dan telah ditetapkan oleh
FDA
2. Zat yang diluar kendali dari FDA dan tidak dapat diukur seperti produksi di
rumah
Racun dalam ikan, kerang dan penyu. Sejumlah makanan laut yang
dibedakan banyak yang tidak terbatas pada satu spesies dan kemungkinan besar
akan dipengaruhi juga oleh lingkungan. Namun, beberapa racun dari makanan laut
hanya khusus untuk satu spesies. Factor yang menyulitkan dalam atudi racun
makanan laut adalah frekuensi dari perkembangan spora dan kehadiran
munculnya toksin yang tidak dapat diprediksi.
Racun makanan laut diklasifikasikan menurut lokasi racun. Contohnya:
1. ichthyosarcotoxin terkonsentrasi pada otot, kulit, hati, atau usus atau
sebaliknya tidak terkait dengan sistem reproduksi atau sistem peredaran darah,
2. ichthyootoxin dikaitkan dengan jaringan reproduksi,
3. ichthyohemotoxin terbatas pada sistem peredaran darah, dan
4. ichthyohepatotoxin terbatas pada hati
secara umum, kebijakan FDA menyatakan bahwa racun makanan laut
memiliki toleransi 0, dengan tingkat terdeteksi pertimbangan untuk regulasi.
Keracunan dinoflagellata. Saxitoxin merupakan senyawa beracun yang
terdapat umum dalam kerang-kerangan. Awalnya terisolasi dari kerang mentega
Alaska yang beracu dan merupakan neurotoksin. Racun dari senyawa ini dapat
mengganggu transmisi syaraf dengan mengikat saluran natrium dan mengganggu
aliran natrium dan mengkin akan menekan langsung pada pusat syaraf. Gejala
dapat terlihat pada hitungan jam atau hari, sedangkan racun murni pada 100 gram
jaringan orang dewasa dapat mematikan dikarenakan sesak napas dan biasnya
terjadi dalam 12 jam. Toksin tersebut merupakan alkaloid dan bisanya relative
stabil panas dan diproduksi oleh beberapa planton (Gonyaulax (sekarang dikenal
sebagai Alexandrium) catenella, Gonyaulax acatenella, Gonyaulax tamarensis,
Pyrodinium spp., Ptychodiscus brevis, Gymnodinium catenaturm, dan lain-lain).
Konsentrasi distribusi terbesar racunnya terdapat pada organ pencernaan, hati,
insang dan sifon.
Konsumsi kerang amnesia (asam domoic). Pada tahun 1987 panen kerang
dari daerah pulau mati Prince Edward mengakibatkan gastroenteritis dan merekan
juga kebanyakan mengalami gejala kehilangan memori. Keracunan disebabkan
oleh asam domoic yang dihasilkan oleh diatom yang tertelan selama memakan
kerang. Asam domoic ini telah banyak dilaporkan terdapat pada kerang di
provinsi lain di Kanada, Alaska, Washington dan Oregon dan dilaporkan juga
terdapat pada rumput laut. Asam domoic di Jepang juga dilaporkan diisolasi dari
alga merah armata Chondria. Tikus yang diuji dengan disuntikkan asam domoic
kedalam tubuhnya meninggal dalam waktu 3.5 jam dengan kondisi tikus
mengalami gerakan yang tidak terkoordinasi dan kejang hingga mati. Asam
domaic sebenarnya merupakan analog glutamine, neurotransmitter dan
kainik,yang merupakan reseptor di sistem saraf pusat. Dosis responsive pada
manusia tanpa efek sebesar 0.2-0.5 mg/kg.
Keracunan Ciguatera. Ciguatera merupakan nama lain untuk siput laut
Turbo pica dan racun yang dihasilkan adalah adalah neurotoksin
ichthyosarcotoxic (antikolinesterasi). Periode asimptomatik adalah 3 sampai 5 jam
setelah konsumsi, tetapi dapat berlangsung sampai 24 jam. Terjadinya penyakit
adalah tiba-tiba, dan gejala mungkin termasuk sakit perut, mual, muntah, dan
diare berair, nyeri otot, kesemutan dan mati rasa pada bibir, lidah, dan
tenggorokan, rasa logam, kebutaan sementara; dan kelumpuhan. Kematian telah
terjadi. Pemulihan biasanya terjadi dalam waktu 24 jam, namun kesemutan dapat
terus selama seminggu atau lebih.
Keracunan Puffer Fish. Keracunan bisa disebabkan oleh persiapan yang
tidak tepat. Toksin (tetrodotoxin) adalah terletak di hampir semua jaringan, tetapi
ovarium, telur, hati, usus, dan kulit yang paling beracun. Toksisitas tertinggi
selama periode pemijahan, meskipun spesies mungkin beracun di satu lokasi
tetapi tidak yang lain. Adanya racun ini memberikan keuntungan pada ikan untuk
melindungi diri dari predator yaitu bakteri endosimbiotik. Tetrodotoxin
merupakan racun saraf dan menyebabkan kelumpuhan pusat sistem saraf dan saraf
perifer dengan menghalangi gerakan semua kation monovalen. Toksin larut dalam
air dan stabil sampai mendidih kecuali dalam larutan alkali. Dosis yang fatal dapat
sebagai sedikit sebagai 1 sampai 4 mg per orang. Toksisitas terwujud sebagai
kesemutan atau sensasi berduri dari jari tangan dan kaki, malaise, pusing, pucat,
mati rasa pada bibir, lidah, dan ekstremitas; ataksia, mual, muntah, dan diare;
epigastrium rasa sakit, kekeringan pada kulit, perdarahan subkutan dan
deskuamasi, gangguan pernapasan, otot berkedut, tremor, inkoordinasi, dan
berotot kelumpuhan, dan sianosis intens.
Keracunan belut moray (Gymnothorax javanicus). Diperoleh dari hasil
mekan ikan yang terkontaminasi Diperoleh dari hasil mekan ikan yang
terkontaminasi lender kulit hemolitik. Property hemolitik dapat hilang pada
pengobatan dengan tripsin dan tidak stabil dengan adanya panas atau media asam
atau alkali.
Bovine spongiform encephalopathy (BSE). Pertama kali diidentifikasi di
Inggris pada tahun 1986. BSE adalah penyakit neurologis diklasifikasikan sebagai
menular spongiform encephalopathy (TSE) dan mirip dengan TSEs pada spesies
lain, termasuk scrapie (domba dan kambing), menular. Secara klinis penyakit ini
menghadirkan kerusakan neurologis dan onset kematian yang tidak dapat
dihindarkan oleh dosis agen infeksi. . Inkubasi BSE pada sapi umumnya 4 sampai
5 tahun (kisaran 20 bulan sampai 18 tahun) dan selang waktu 1 sampai 12 bulan
dari presentasi tanda-tanda klinis kematian. BSE fibril (helai panjang glikoprotein
inang disebut protein prion atau PrP) dalam persiapan sumsum tulang belakang
dapat dilihat dengan mikroskop elektron ekstraksi detergen berikut dan proteinase
K pencernaan.
Transfer secara vertical dilaporkan melalui gigitan atau cedera dan agen
infeksi kemudian kemungkinan akan berpindah diantara hewan ternak.
Dampaknya terhadap manusia ada hubungannya dengan BSE dan TSEs lain.
Telah disepakati bahwa agen infeksi dari ini adalah prion yaitu sebuah partikel
inaktif protein yang tidak memiliki asam nukleat, tahan terhadap panas,
antimicrobial, sinar UV dan radiasi ion dan tidak bisa dilemahkan dengan alkohol,
formaldehid, glutaraldehid, atau natrium hidroksida.
Protein PrP bukanlah agen infeksi, melainkan produk dari infeksi TSE yang
telah beralih pada gen PrP. Sementara agen infeksi belum dijelaskan, peneliti
telah menyimpulkan bahwa agen di nvCJD dan BSE adalah strain yang sama dan
bahwa agen yang sama juga terkait dengan spongiform kucing encephalopathy
dan ensefalopati eksotis berkuku. Pekerja merupakan paparan tertinggi berpotensi
terpapar BSE atau TSE. Beda halnya dengan nvCJD pasien hemofil yang
meningkatkan kejadian ini dan penularan dari ini diakibatkan oleh suntikan
hormone pertumbuhan manusia, implantasi dan kornea mata bahkan pada saat
pembedahan.
Produksi zat oleh memasak. Toleransi tidak dapat ditetapkan untuk
tindakan produksi yang dilakukan oleh konsumen. Contoh dari jenid kontaminan
adalah amina heterosiklik yang dihasilkan selama memasak dan secara kebetulan
oleh peneliti jepang memeriksa mutagenisitas asap yang dihasilkan oleh makanan
yang hangus dan ternyata lebih mutagenic karena kehadiran hidrokarbon aromatic
posiklik. Amina heterosiklik (HA) terbentuk sebagai hasil dari temperature yang
tinggi selama memasak protein (terutama kreatinin) dan karbohidrat. Biasanya
akibat dari pemansan tersebut komponen flavor yang diinginkan terbentuk,
misalnya, pyrazines, pyridines, dan thiazoles. Perantara dalam pembentukan zat
ini dihydropyrizines dan dihidropiridin, yang dalam kehadiran oksigen
membentuk komponen rasa. Namun, dengan adanya kreatinin, HCA terbentuk.
Zat ini cepat diserap oleh saluran pencernaan, didistribusikan ke seluruh
organ, dan penurunan ke tingkat tidak terdeteksi dalam waktu 72 jam. HCA
berperilaku seperti elektrofilik karsinogen . Mereka diaktifkan melalui N-
hidroksilasi dengan sitokrom P450 atauP448, tergantung pada HCA tertentu.
Bentuk N-hidroksi memerlukan aktivasi lebih lanjut oleh O-asetilasi atau O-
sulfonasi untuk bereaksi dengan DNA. Penemuan DNA terbentuk dengan
guanosin di berbagai organ, termasuk hati, jantung, ginjal, usus besar, usus kecil,
forestomach, pankreas, dan paru-paru. In vitro, HCA memerlukan aktivasi
metabolik, dengan beberapa membutuhkan O-asetiltransferase dan lain-lain tidak
memerlukan itu. Meskipun banyak pengujian mutagenisitas telah dilakukan di
TA98 dan TA100, zat ini bersifat mutagenik pada sel mamalia baik in vitro dan in
vivo, Drosophila, dan jenis lainnya Salmonella.
Keracunan Hati Ikan. Jenis keracunan ini melibatkan ichthyohepatotoxin
dan menyebabkan hypervitaminosis A. Hal ini terjadi setelah konsumsi hati
Sawara (Jepang makarel) dan ishingai (bass laut, teripang, dan porgy). Setelah
periode asimtomatik 30 menit sampai 12 jam, korban mengalami mual, muntah,
demam, sakit kepala, diare ringan, ruam, kehilangan rambut, dermatitis,
deskuamasi, pendarahan dari bibir, dan nyeri sendi (Bryan 1984).
Keracunan Ikan Roe. Jenis keracunan ini melibatkan sekelompok
ichthyootoxins ditemukan di roe dan ovarium ikan mas, barbel, tombak, Ikan
sturgeon, gar, lele, tench, bream, ikan kecil, ikan salmon, ikan putih, trout, blenny,
Cabezon, dan air tawar dan ikan air asin. Dalam kelompok ichthyootoxins adalah
racun tahan panas dan racun lipoprotein. Periode asimptomatik adalah 1 sampai 6
jam, diikuti oleh rasa pahit, mulut kering, haus intens, sakit kepala, demam,
vertigo, mual, muntah, kram perut, diare, pusing, berkeringat dingin, menggigil,
dan sianosis. Kelumpuhan, kejang, dan kematian dapat terjadi dalam kasus yang
parah (Bryan 1984; Furman 1974).
Keracunan Abalone (Pyropheophorbide). keracunan Abalone disebabkan
oleh racun jeroan abalone (terletak di hati dan pencernaan kelenjar) dan tidak
biasa dalam hal itu menyebabkan fotosensitisasi. Itu toksin, pyropheophorbide a,
stabil sampai mendidih, pembekuan, dan pengasinan. Perkembangan gejala
bergantung pada paparan sinar matahari. Gejala tersebut menyengat di seluruh
tubuh, tusukan-tusukan, gatal, eritema, edema, dan ulserasi kulit pada bagian-
bagian tubuh terkena sinar matahari (Bryan 1984).
Keracunan Urchin Laut. Etiologi bentuk agen selama musim reproduksi.
Urchin Laut termasuk Paracentrotus lividus, Tripneustes ventricosus, dan
Centrechinus antillarum. Gejalanya termasuk perut nyeri, mual, muntah, diare,
dan migren seperti serangan (Bryan 1984).
Keracunan Kura-kura Laut (Chelonitoxin). Etiologi agen adalah
chelonitoxin, yang ditemukan di hati (konsentrasi terbesar) tetapi juga dalam
daging, lemak, jeroan, dan darah. Toksisitas dijelaskan sebagai sporadis atau
bahkan musiman, menunjukkan bahwa racun dapat diperoleh dari ganggang laut
beracun. Gejala keracunan pada manusia meliputi muntah, diare; bibir sakit, lidah,
dan tenggorokan, napas busuk, kesulitan menelan; lapisan putih di lidah, yang
mungkin menjadi tertutup dengan pin berukuran, papula pustular, sesak dada,
koma, dan kematian. (Ariyananda dan Fernando 1987).
Penyakit Haff. Penyakit Haff adalah sindrom etiologi yang tidak diketahui.
Sindrom ini terdiri dari rhabdomyolysis dengan pelepasan sel otot isi ke dalam
darah. Pasien sering kaku, sensitif terhadap sentuhan, dan tidak bisa bergerak, urin
mereka mungkin memiliki warna coklat gelap. Gejala muncul 18 jam (dengan
kisaran 6-21 jam) setelah konsumsi; mereka sembuh dalam 2 sampai 3 hari, dan
tingkat kematian adalah sekitar 1 persen.
Kontaminan lain dalam Makanan. Kasus sejarah dari kemungkinan
transfer botani kimia beracun dari hewan ke manusia yang pertama diidentifikasi
oleh Hall. Dahulu, manusia yang memakan puyuh cepat meninggal dan
berspekulasi puyuh telah mengonsumsi beragam racun, dan konsumsi dalam
jumlah besar jaringan puyuh mengandung neurotoxin akan mengakibatkan
kematian. Gunung laurel, rhododendron, azalea dan semua miliki
andromedotoxin (sekarang disebut acetylandromedol) dan grayanotoxins (I, II,
dan II) dalam tunas mereka, daun, ranting, dan bunga. Madu terbuat dari bunga
tanaman ini beracun bagi manusia, dan setelah periode asimtomatik 4 sampai 6
jam, air liur, malaise, muntah, di-arrhea, kesemutan kulit, otot lemah, sakit kepala,
penglihatan kesulitan, koma, dan kejang-kejang terjadi. Bradikardia mengancam
jiwa dan mengakibatkan hipertensi.
Sebuah keracunan serupa terjadi dengan oleander (Nerium oleander dan
Nerium indicum), di mana madu yang dibuat dari bunga, daging dipanggang di
oleander tongkat, atau susu dari sapi yang makan dedaunan dapat menghasilkan
gejala. Oleander toksin terdiri dari serangkaian glikosida jantung: thevetin,
convallarin, steroid, helleborein, ouabain, dan digitoxin. Saraf simpatis lumpuh;
cardiotoxin merangsang otot-otot jantung sebanyak digitalis tidak, dan gastric
distress terjadi kemudian. Kontaminasi lainnya termasuk kontaminasi susu dengan
pyrrolizidine dan lain alkaloid setelah sapi telah diberi tansy ragwort (Senecio
jacobaea) dan kontaminasi tremetol susu dari putih snakeroot (Eupatorium
rugusum).
Microbiologic Agents - Preformed Bacterial Toxins
Semua masalah kesehatan yang dibawa makanan bisa dibagi menjadi dua
kategori besar yaitu keracunan dan infeksi.Kategori keracunan kimia seperti
kontaminan hidrokarbon terklorinasi dan intoksikasi. Kategori infeksi dibagi ke
dalam dua subkategori yaitu infeksi enterotoxigenik dengan pelepasan racun
setelah kolonisasi saluran cerna dan invasif infeksi, di mana saluran pencernaan
ditembus dan tubuh diserang oleh organisme.
Ada sejumlah racun makanan yang berasal dari mikroba yaitu racun tersebut
diuraikan oleh bakteri dan tumbuh di dalam makanan sebelum ditelan. Beberapa
bakteri, diantaranya;
Clostridium botulinum dan Clostridium butyricum. Semua organisme dari
genus Clostridium adalah gram positif, membentuk spora anaerob. Perancunan
makanannya karena racun A, B, E, dan F, yang dapat diproduksi oleh satu atau
lebih strain C. botulinum dan C. butyricum (tipe E saja), racun C dan D
menyebabkan peracunan pada hewan. Tipe G tidak menyebabkan kasus pada
manusia. C. Toksin diuraikan dalam makanan, luka, dan usus bayi dan
neurotoksik, campur dengan asetilkolin pada ujung saraf perifer. Gejala-gejalanya
termasuk gangguan pernapasan yang dapat bertahan selama 6 sampai 8 bulan,
tingkat kematian sampai 65 persen, dan racun berakibat fatal sampai 10 hari.
Dosis mematikan sekitar 1 ng. Makanan terkait dengan toksin botulinum yaitu
makanan kalengan (kacang hijau, jagung, bit, asparagus, cabai, jamur, bayam,
buah ara, kentang panggang, saus keju, daging sapi rebus, zaitun, dan tuna). Pada
tahun 1993, FDA diperlukan pengasaman persiapan seperti untuk mencegah
pertumbuhan Clostridium.
Clostridium perfringens. Sebagian besar insiden C. Perfringens keracunan
makanan yang berhubungan dengan konsumsi daging panggang yang telah
terkontaminasi sehingga C. Perfringens tumbuh. CPE adalah enterotoxic yang
diikuti serangkaian peristiwa yang menyebabkan ion seluler permeabilitas,
perubahan morfologi, lisis sel, villus tip deskuamasi, dan kehilangan cairan. Hal
ini mengakibatkan kram perut diare terjadi dalam waktu 8 sampai 16 jam,.
Makanan terkait dengan keracunan C. Perfringens yaitu dimasak dengan daging
atau unggas, saus, sup, dan pay daging.
Bacillus cereus. B. cereus merupakan gram-positif, membentuk spora
batang dan aerob. B. cereus merupakan agen penyebab muntah dan enterotoksin
yang diuraikan dalam makanan. Racun termostabil hidup pada suhu 259 F
selama 90 menit) dan diproduksi oleh serotipe 1, 3, dan 8. Makanan yang terkait
dengan organisme ini dan sifat racunnya yaitu nasi goreng (terutama bentuk
emetik), sedangkan bentuk diare dapat ditemukan dalam daging, semur, puding,
saus, susu produk, masakan sayuran, sup, dan daging roti (Bryan 1984; Crane
1999).
Staphylococcus aureus. Keracunan makanan S. aureus menghasilkan
berbagai exoproteins, termasuk beracun shock syndrome toxin-1 (TSST-1),
eksfoliatif racun ETA dan ETB, leukociden, dan enterotoksin staphylococcal
(SEA, SEB, SECn, SED, MELIHAT, SEG, SHE dan SEI). Semua racun SE
menyebabkan emesis dan gastroenteritis pada primata, superantigenicity,
menengah tahan terhadap panas dan pepsin pencernaan, dan kesamaan struktur
tersier. Sumber Staphylococcus termasuk hidung dan tenggorokan pembuangan,
tangan dan kulit, luka terinfeksi, luka, luka bakar, bisul, jerawat, jerawat, dan
feses. Makanan terkait dengan keracunan staphylococcal termasuk produk daging,
unggas, saus, diisi krim kue, kentang, ikan, susu, keju, dan roti puding.
Escherichia coli . Ada empat kategori E. coli yang terkait dengan penyakit
diare: enteropathogenic (EPEC), enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif (EIEC),
dan Vero cytotoxin penghasil E. coli (VTEC). Kasus manusia infeksi E. coli
O157dari konsumsi selada yang terkontaminasi, kentang, kecambah lobak,
kecambah alfalfa, melon, dan tidak dipasteurisasi sari apel dan jus
KESIMPULAN
Toksikologi makanan berbeda dalam banyak hal dari subspesialisasi lain
toksikologi terutama karena sifat dan kompleksitas kimia dari makanan. Makanan
terdiri dari ratusan ribu zat kimia di samping makro dan mikro yang penting untuk
kehidupan. Hukum federal mendefinisikan keamanan pangan di Amerika Serikat,
FD & C Act, memberikan skema yang bisa diterapkan untuk membangun
keamanan makanan, bahan makanan, dan kontaminan. Contoh-contoh spesifik
dari pendekatan yang wajar dan interpretasi data keamanan dibahas dalam bab ini
menggambarkan baik sarana dan kebutuhan untuk kewajaran. Kontaminan yang
ditemukan dalam makanan dapat dibagi menjadi dua kelas besar yaitu mereka
yang tidak dapat dihindari oleh manufaktur saat ini praktik yang baik dan mereka
yang tidak. Yang tidak dapat dihindari oleh praktek manufaktur makanan saat ini
adalah senyawa tertentu diklorinasi organik, logam berat, dan mikotoksin. Selain
itu, residu pestisida dan residu obat yang digunakan dalam makanan hewan
penghasil mungkin memiliki toleransi yang telah ditetapkan bila diperlukan untuk
melindungi kesehatan masyarakat. Penting untuk menekankan bahwa sebagian
besar penyakit bawaan makanan di negara maju disebabkan kontaminasi
mikrobiologis makanan yang timbul dari patogenisitas dan atau toksisitas dari
organisme yang mencemari.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyananda OL, Fernando SSD. 1987. Turtle flesh poisoning 32:213215. Ceylon Med
Badan POM RI. 2007. Buletin BPOM RI. Keamanan Pangan. Buletin BPOM RI.
12:1-16.
Bryan. 1984. FL: Diseases transmitted by foodsA classification and summary, in Anderson JA, Sogn DN (eds): Adverse Reactions to Foods1101. Washington, DC: U.S. Department of Health and Human Services
Appendix.
Crane JK. 1999. Preformed bacterial toxins19:583. Clin Lab Med.
EPA. 1988. Guidance for the re-registration of pesticide products containing
Bacillus thurigensis as the active ingredient Re-registration Standard
540:RS-89-023.
FDA: Food producing animals. 1977. Criteria and procedures for evaluating
assays for carcinogenic residues 42:15, 636. Fed Reg.
Flamm WG, Lehman-McKeeman LD. 1991. The human relevance of the renal
tumor-inducing potential of d-limonene in male rats: Implications for risk
assessment 13:70. Regul Toxicol Pharmacol.
Furman FA. 1974. Fish eggs, in Lience IE (ed): Toxic Constituents of Animal
Feedstuffs 1628. New York: Academic Press.
Kokoski CJ, Henry SH, Lin CS, Ekelman KB. 1990. Methods used in safety
evaluation, in Branen AL, Davidson PM, Salminen S (eds): Food
Additives. New York: Marcel Dekker.
Research 309344. New York: Academic Press.
Stob M, Baldwin RS, Tuite J, et al. 1962. Isolation of an anabolic, uterotropic
compound from corn infected with Gibberella zeae 196:1318. Nature.
Wogan GN. 1973. Aflatoxin carcinogenesis, in Busch H (ed): Methods in Cancer