MAKALAH
PENATALAKSANAAN DIET
PADA
PENDERITA HIPERTENSI
Pembimbing
dr. Rasita Sembiring
disusun oleh:
Ayu Mianda Harasyid 080100004
Endah Rahmadani 080100014
Yuli Marlina 080100034
Prawira B. Putra 080100064
Astrawinata G. 080100088
DEPARTEMEN ILMU GIZI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL :
PENATALAKSANAAN DIET
PADA
PENDERITA HIPERTENSI
NAMA PENULIS :
Ayu Mianda Harasyid 080100004
Endah Rahmadani 080100014
Yuli Marlina 080100034
Prawira B. Putra 080100064
Astrawinata G. 080100088
Makalah ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas
Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Gizi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, 01 November 2012
Disetujui,
Dosen Pembimbing
dr. Rasita Sembiring
NIP. 19470727 197902 2 001
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.
Pada makalah ini, kami menyajikan sebuah topik mengenai
penatalaksanaan diet pada penderita hipertensi. Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior pada Departemen
Ilmu Gizi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Rasita Sembiring atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing kami dalam penulisan makalah ini. Besar harapan kami, melalui
makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai penatalaksanaan diet
pada penderita hipertensi semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai
pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya kesehatan.
Medan, 01 November 2012
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... iLEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... iiKATA PENGANTAR.................................................................................. iiiDAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang................................................................... 11.2. Tujuan................................................................................ 21.3. Manfaat.............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 42.1 Definisi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus........................ 42.2. Epidemiologi Diabetes Mellitus......................................... 52.3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus........................................ 62.4. Etiologi dan Patogenesis Diabetes Mellitus....................... 72.5. Diagnosa Diabetes Mellitus............................................... 112.6. Penatalaksanaan Farmakologi Diabetes Mellitus.............. 152.7. Penatalaksanaan Non-Farmakologi Diabetes Mellitus...... 202.8. Komplikasi Diabetes Mellitus............................................ 252.9. Prognosis Diabetes Mellitus............................................... 26
BAB III METODE PENULISAN.............................................................. 273.1. Sumber dan Jenis Data....................................................... 273.2. Pengumpulan Data............................................................. 273.3. Analisa Data....................................................................... 273.4. Penarikan Kesimpulan....................................................... 27
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 284.1. Kesimpulan........................................................................ 284.2. Saran................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama dekade ini, penyakit tidak menular telah merajalela menggerogoti
masyarakat dunia. Baik insidensi morbiditas maupun mortalitasnya terus
meningkat dari tahun ke tahun memimpin ancaman terhadap kesehatan global.
Insidensi penyakit tidak menular sekarang telah lebih mendominasi dibanding
penyakit infeksi. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), tercatat
pada tahun 2008, sekitar 63,2% kematian penyakit global disebabkan oleh
penyakit non infeksi dengan jumlah kematian sekitar 35 juta orang. Sekitar
delapan puluh persen angka mortalitas ini ditemukan tersebar pada kelompok
dengan ekonomi menengah ke bawah. Penyakit tidak menular yang paling banyak
adalah penyakit kardiovaskular, kanker, PPOK, dan diabetes mellitus (DM).1
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang terus
meningkat insidensi dari waktu ke waktu.2 International Diabetes Federation
(IDF) menyatakan pada tahun 2005 terdapat 5,1% (200 juta orang) yang
menderita diabetes.3 Pada tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah menjadi 285
juta orang atau 6,4% penduduk dunia menderita DM.2 Angka ini akan terus
melonjak sehingga diperkirakan pada tahun 2025, akan terdapat 334 juta orang
yang mengidap DM. Menurut WHO tahun 2000, Indonesia termasuk 10 negara
yang masyarakatnya paling banyak menderita diabetes yaitu sebanyak 8,4 juta
orang. Diperkirakan pada tahun 2030, Indonesia akan berada pada peringkat 4
pada urutan tersebut dengan sekitar 21,3 juta penduduk menderita DM.3 Prevalensi
beberapa daerah rural di Bali menunjukkan prevalensi 3,9-7,2% pada 2004
dibandingkan Singaparna tahun 1995 tercatat hanya 1,1%. Pada 2006, jumlah
penderita DM di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50%
penderita yang sadar mengidap diabetes mellitus, dan hanya sekitar 30% di
antaranya melakukan pengobatan secara teratur.5 Statistik Riskesdas tahun 2007
pada 24.417 responden sampel perkotaan yang diperiksa didapatkan prevalensi
nasional DM adalah 1,1% berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala
2
sedangkan 5,7% berdasarkan hasil pengukuran gula darah. Hal ini juga
menunjukkan DM, khususnya diabetes mellitus tipe 2, juga merupakan penyakit
“silent killer” yang biasanya asimptomatik menjadikan mortalitasnya sangat
tinggi.6
Mortalitas yang disebabkan oleh DM pada tahun 2002 mencapai 987.000
penduduk atau 1,7% dari seluruh mortalitas global yang menjadikan DM sebagai
penyebab kematian kelima tertinggi di dunia.7 Pada tahun 2010, kematian akibat
diabetes telah meningkat 5,5% dari perhitungan tahun 2007.2 Saat ini di Indonesia,
DM merupakan penyakit penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan jumlah
proporsi kematian sebesar 5,8% setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, dan
kematian perinatal.8 Riskesdas tahun 2007 menyebutkan DM menyumbang 4,2%
kematian dari seluruh kematian yang terjadi.6
Sekitar 80-90% kasus DM merupakan termasuk DM tipe 2. Penyakit DM
tipe 2, yang sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan, dapat
dicegah dengan berbagai perubahan dalam pola hidup dan diet sehat. Terapi gizi,
diet sehat, dan pola hidup yang baik telah diketahui dapat mengurangi resistensi
insulin dan menurunkan berat badan pada penderita obese.9 MNT (Medical
Nutrition Therapy) pada penderita diabetes sempat ditinggalkan karena kurangnya
dasar-dasar yang mendukung. Namun, beberapa tahun ini, MNT bahkan telah
menjadi salah satu terapi yang penting dalam mencegah diabetes, dan menangani
penyakit, dan mencegah perkembangan komplikasi diabetes.10 Oleh karena itu,
penting bagi para klinisi untuk mengetahui intervensi gizi diabetes mellitus ini.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengerti
dan memahami tentang Diabetes Mellitus tipe 2 dan penanggulangannya dan
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara.
3
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi diabetes mellitus
2. Mengetahui dan memahami epidemiologi diabetes mellitus
3. Mengetahui dan memahami faktor resiko diabetes mellitus
4. Mengetahui dan memahami etiologi dan patogenesis diabetes mellitus
5. Mengetahui dan memahami penegakan diagnosis diabetes mellitus
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan diabetes mellitus dari segi
farmakologi
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan diabetes mellitus non-
farmakologi
8. Mengetahui dan memahami komplikasi diabetes mellitus
9. Mengetahui dan memahami prognosis diabetes mellitus
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
diabetes mellitus tipe 2 dan penanggulangannya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Hipertensi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu
keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) dan angka bawah
(diastolik) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan
darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat
digital lainnya.
Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan,
berat badan, tingkat aktivitas normal dan kesehatan secara umum adalah
120/80 mmHg. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah
dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan
tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat saat beraktifitas atau
berolahraga.
Apabila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak
mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini
dapat membawa si penderita ke dalam kasus-kasus serius bahkan bisa
menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus
menyebabkan jantung seseorang bekerja sangat keras, akhirnya kondisi ini
berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan
mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke
dan serangan jantung (heart attack).
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease.
Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai
5
heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari
berbagai kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi.
Penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 tipe klasifikasi,
yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder :
a) Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan
darah tinggi sebagai akibat dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan
berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena
penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam
lingkungan atau kondisi stress tinggi sangat mungkin terkena penyakit
tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami tekanan darah tinggi.
b) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang menderita
penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil, tekanan darah secara umum
meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang
berat badannya di atas normal atau gemuk.
Pregnancy Induced Hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam
istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi.
Kondisi Hipertensi pada ibu hamil dapat tergolong sedang ataupun berbahaya.
Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Preeclampsia
dimasa kehamilan.
6
Preeklamsia adalah kondisi seorang wanita hamil yang mengalami
hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri perut, muka yang membengkak, kurang nafsu
makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak
hipertensi maka disebut eklamsia.
2. Penyebab Hipertensi
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (kortison)
dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-
inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan
darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang
berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu
faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Penyebab tekanan darah yang paling sering adalah aterosklerosis atau
penebalan dinding arteri yang membuat hilangnya elastisitas pembuluh
darah. Sebab lainnya adalah faktor keturunan, bertambahnya jumlah darah
yang dipompa jantung, penyakit pada ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem
syaraf sipatis. Pada mereka yang hamil, kelebihan berat badan, stres, dan
tekanan mental, hipertensipun kerap menghinggapinya. Akibat dari
hipertensi bisa beragam, seperti komplikasi pembesaran jantung, penyakit
jantung koroner, dan pecahnya pembuluh darah otak.
3. Pencegahan Hipertensi
Sebagaimana dijelaskan bahwa faktor penyebab utama terjadinya
hipertensi adalah aterosklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak
berlebih. Oleh karena untuk mencegah timbulnya hipertensi adalah
mengurangi konsumsi lemak yang berlebih dan pemberian obat-obatan
apabila diperlukan. Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya dimulai sejak
dini sebelum hipertensi muncul, terutama pada orang-orang yang
7
mempunyai riwayat keturunan hipertensi dan pada orang menjelang usia
lanjut. Sebaiknya mulai umur 40 tahun pada wanita agar lebih berhati-hati
dalam mengkonsumsi lemak pada usia mendekati menopause.
Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah “gizi
seimbang”, dimana mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang dari
kuantitas dan kualitas. Selain itu, tindakan memeriksakan tekanan darah
secara teratur sangat dianjurkan. Selain dapat mencegah, tindakan tersebut
juga dapat menghindari kenaikan tekanan darah yang terlalu drastis.
4. Penanganan dan Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi dilakukan oleh penderita selama hidupnya
sehingga dituntut kerelaan dan kepatuhan penderita untuk menjalankan
pengobatan dengan benar dan tekun serta mematuhi nasehat dokter. Ada
beberapa langkah untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Di antaranya,
menurunkan nilai angka sistolik maupun diastolik, dan pengobatan yang
diarahkan untuk mengontrol tekanan darah sehingga tercapai tekanan yang
normal. Pada pertemuan Perkumpulan Hipertensi Eropa pada Juni 2004
diumumkan hasil penelitian Novartis tentang VALUE (Valsartan
Antihypertensive Long-term Use Evaluation) atau evaluasi pemakaian
Valsartan antihipertensi dalam jangka panjang. Evaluasi ini dimuat dalam
jurnal kedokteran internasional The Lancet. Studi itu berkaitan dengan
pemberian Valsartan dengan unsur angiotensin reseptor blocker (ARB) bagi
penderita hipertensi yang berisiko tinggi mengidap penyakit kardiovaskular.
Hasilnya, Valsartan dapat menurunkan risiko timbulnya penyakit diabetes
mellitus sebesar 23 persen.
Pengobatan terhadap penderita hipertensi dapat dilakukan sebagai
berikut:
8
Pengobatan tanpa obat, antara lain dengan diet rendah garam, kolesterol,
dan lemak jenuh; peredaan stres emosional; berhenti merokok dan alkohol;
serta latihan fisik secara teratur.
Pengobatan dengan menggunakan obat antihipertensi. Terdapat banyak
jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat
antihipertensi yang tepat, sebaiknya langsung menghubungi dokter.
Pengobatan pada golongan khusus.
a) Hipertensi pada Wanita Hamil
Pemakaian obat pada masa kehamilan harus hati-hati. Hal ini
disebabkan bila salah obat dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah
yang diikuti berkurangnya aliran darah plasenta sehingga kehidupan janin
terganggu.
Obat antihipertensi diberikan pada ibu hamil bila tekanan
diastolenya ≥ 90 mm Hg pada trimester pertama dan ≥ 100 mm Hg pada
trimeseter ketiga. Obat yang bisa diberikan pada ibu hamil sesuai dengan
keadaan ibu hamil dan kehamilannya serta derajat hipertensinya.
b) Hipertensi pada Hiperlipidemia
Hipertensi pada hiperlipidemia secara umum disebabkan karena
kurang sempurnanya komposisi kolesterol di dalam pembuluh darah arteri.
Obat yang biasa digunakan untuk mengatasi keadaan tersebut adalah
gemfibrozil. Obat ini dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol
LDL, trigliserida, dan meningkatkan kadar kolesterol HDL secara nyata.
Pencegahan dan pengobatan melalui makanan pada hipertensi jenis
ini adalah dengan cara diet tinggi lemak tidak jenuh. Dalam pemilihan
makanan sehari-hari harus selalu membatasi makanan yang kandungan
lemak jenuhnya tinggi, yakni makanan yang berasal dari hewan. Hal ini
9
disebabkan lemak jenuh cenderung menaikkan kadar kolesterol dan
trigliserida darah. Sebaliknya, lemak tidak jenuh dapat menurunkan kadar
kolesterol darah.
c) Hipertensi pada Pembuluh Darah Otak
Tekanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah. Apabila yang pecah adalah pembuluh darah otak,
keadaan ini dikenal dengan stroke.
d) Hipertensi pada Penyakit Jantung
Pada pengobatan hipertensi dengan kelainan jantung, harus
diperhatikan sebrapa jauh kelainan jantung yang dideritanya. Tekanan
diastole maupun systolenya perlu dikontrol. Tekanan systole berpengaruh
pada beban jantung, penampilan jantung, serta konsumsi oksigen otot
jantung.
Pemberian obat pada hipertensi dengan kelainan jantung harus
disesuaikan dengan jenis gangguan pada jantung dan derajat
hipertensinya. Pemeriksaan fungsi jantung perlu dilakukan untuk
menentukan pengobatannya.
e) Hipertensi pada Gagal Ginjal
Pengobatan hipertensi pada gagal ginjal dibedakan menjadi dua
bagian besar, yakni pengobatan pada nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosis maligna. Pengobatan pada nefrosklerosis benigna dilakukan
dengan cara menurunkan tekanan darah secara perlahan-lahan. Pegobatan
ini bertujuan untuk memperbaiki fungsi ginjal karena terjadi perbaikan
hyperplasia arterioli. Pada nefrosklerosis maligna, penurunan tekanan
darah harus dilakukan secepatnya hingga mendekati normal. Penurunan
tekanan darah yang cepat akan mengurangi kerusakan akibat nekrosis
10
arteroli sehingga dalam jangka panjang diharapkan terjadi perbaikan
fungsi ginjal.
Pengobatan dengan obat anti hipertensi lebih efektif untuk
mencegah penyulit penyakit akibat pengerasan pembuluh darah.
Pengobatan antihipertensif dapat memperbaiki gangguan ginjal pada
nefrosklerosis benigna dan maligna.
Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat :
Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}.
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan
tubuh via urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam
cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.
Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}.
Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah
melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar
(vasodilatasi) pembuluh darah.
Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting
enzyme (ACE)}.
Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah
tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga
memperlebar pembuluh darah.
Valsartan vs Amlopidin
Hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes sangat erat kaitannya
satu dengan lainnya. Di Indonesia terdapat kecenderungan peningkatan
jumlah penderita hipertensi maupun diabetes mellitus. Dengan menekan
risiko timbulnya diabetes mellitus pada hipertensi, maka jumlah penyakit
11
kardiovaskular dapat ditekan. Valsartan punya nilai proteksi atau
mengontrol hipertensi agar tidak menimbulkan komplikasi.
Valsartan bersifat protektif jangka panjang dan mencegah
timbulnya kasus diabetes baru. Penelitian VALUE (Valsartan
Antihypertensive Long-term Use Evaluation) membandingkan antara
pemberian Valsartan dan Amlodipin, obat yang biasa digunakan untuk
penderita hipertensi. Ternyata, Valsartan mampu menurunkan angka
kejadian diabetes mellitus sebesar 23 persen, atau lebih tinggi dari
Amlopidin yang hanya 13,1 persen.
5. PENATALAKSANAAN DIET BAGI PENDERITA HIPERTENSI
a) Kandungan garam (Sodium atau Natrium)
Seseorang yang mengidap penyakit hipertensi sebaiknya mengontrol diri
dalam mengkonsumsi garam. Yang dimaksud dengan garam disini adalah
garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang
berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu sumber utama garam
natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam
dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan
garam lain diluar natrium.
Tujuan diet garam rendah adalah membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Adapun syarat-syarat diet garam rendah adalah :
Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin.
Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air
dan/atau hipertensi.
12
Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan
penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diet Garam Rendah.
Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan
garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar
natriumnya.
Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau
hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama
dengan Diet Garam Rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan ½ sdt garam dapur (2 g). Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi
ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam
Rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt
garam dapur (4 g).
b) Kandungan Potasium atau Kalium
Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu penurunan
tekanan darah. Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buah-
buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan
baik untuk dikonsumsi penderita hipertensi antara lain semangka, alpukat,
melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah
buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang
13
mengandung unsur omega 3 sagat dikenal efektif dalam membantu
penurunan tekanan darah (hipertensi).
Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram
mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik
dan merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk
membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah
menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan
faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak
kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit
degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan
diabetes mellitus.
4. Mengatur Menu Makanan
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita
hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah,
sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit,
crakers, keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
14
5. Susu full cream, mentega, margarin, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning
telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco
serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam
natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
Cara mengatur diet untuk penderita hipertensi adalah dengan
memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang
(merah/putih), jahe, kencur dan bumbu lain yang tidak asin atau mengandung
sedikit garam natrium. Makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa.
Membubuhkan garam saat diatas meja makan dapat dilakukan untuk
menghindari penggunaan garam yang berlebih. Dianjurkan untuk selalu
menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan lebih dari 1
sendok teh per hari.
Meningkatkan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120 – 175
mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan.
Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan
kalium akibat dan rendah natrium. Pada umumnya dapat dipakai ukuran
sedang (50 gram) dari apel (159 mg kalium), jeruk (250 mg kalium), tomat
(366 mg kalium), pisang (451 mg kalium) kentang panggang (503 mg
kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg kalium). Kecukupan kalsium penting
untuk mencegah dan mengobati hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40
mg/hari, 115 gram keju rendah natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium
250 mg/hari. Sedangkan kebutuhan kalsium perhari rata-rata 808 mg.
Pada ibu hamil makanan cukup akan protein, kalori, kalsium dan
natrium yang dihubungkan dengan rendahnya kejadian hipertensi karena
kehamilan. Namun pada ibu hamil yang hipertensi apalagi yang disertai
15
dengan bengkak dan protein urin (pre eklampsia), selain obat-obatan
dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam dapur serta meningkatkan
makanan sumber Mg (sayur dan buah-buahan).
5. Suplemen Antioksidan
Walaupun suplementasi anti oksidan masih memerlukan penelitian
lebih lanjut, namun saat ini banyak sekali suplemen yang dijual dan
dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai tenaga medis harus berhati-hati
memberikan anjuran minuman suplemen agar tidak terjadi overdosis.
1. Vitamin dan Penurunan Homosistein
Asam folat, vitamin B6, vitamin B 12 dan riboflavin merupakan
ko-faktor enzim yang essential untuk metabolisme homosistein. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar homosistein dalam darah
akan meningkatkan risiko penyakit arteri koroner. Kadar asam folat yang
rendah berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit koroner dan kadar
vitamin yang rendah juga berkaitan dengan peningkatan risiko aterosklerosis,
walaupun risiko aterosklerosis yang berhubungan dengan rendahnya kadar
vitamin B6 tidak berhubungan dengan konsentrasi homositein yang tinggi.
Sedangkan vitamin B12 tidak berhubungan dengan penyakit vaskuler.
2. Kacang Kedelai dan Isoflavon
Kedelai banyak mengandung fito estrogen yaitu isoflavon, yang
memiliki aktivitas estrogen lemah. Penelitian meta analisis pada tahun 1995
menyimpulkan bahwa isoflavon dari protein kedelai lebih bermakna
menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida, tanpa
mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Sehingga dianjurkan mengkonsumsi
protein kedelai (20 – 50 gram/hari) dengan modifikasi diet pada penderita
dengan kadar kolesterol (total dan LDL) yang tinggi. Tempe adalah hasil
pengolahan kedelai yang melalui proses fermentasi, dengan kandungan gizi
16
lebih baik dari kedelai. Sehingga tempe dianjurkan untuk di konsumsi oleh
penderita hipertensi sebagai sumber protein nabati.
3. Tempe
Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia, hasil
fermentasi kapang Rhizopus ohgosporis atau rhizopusoryzal pada biji kedelai
yang telah direbus. Ada berbagai macam tempe, yang dibicarakan disini
adalah tempe yang terbuat dari kedelai, yang merupakan produk kompak,
terbungkus rata oleh miselium kapang sehingga nampak berwarna putih, dan
bila diiris kelihatan keping biji kedelai berwarna kuning pucat, diantara
miselium. Fermentasi kapang menghasilkan perubahan pada tekstur kedelai,
menjadi empuk dan nilai zat gizi tempe lebih baik dari kacang kedelai.
Nilai Gizi Tempe :
Protein
Enzim-enzim yang dihasilkan kapang, menghasilkan asam amino
bebas, sehingga kadarnya meningkat sampai 85 kali kadar protein kedelai.
Karbohidrat
Kedelai mengandung karbohidrat berupa sakrosa dan stakhiosa dan
rifinosa (dua terakhir menyebabkan pembentukan gas dalam perut).
Fermentasi kedelai menjadi tempe menghasilkan karbohidrat.
Lemak
Enzim dalam kapang dapat menurunkan kadar lemak total dari
22,2% menjadi 14,4% dan meningkatkan kadar asam lemak bebas dari 0,5%
menjadi 21%.
Mineral
17
Didalam kedelai terdapat asam fitat yang merupakan senyawa
forfose, yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Dengan fermentasi,
kapang menghasilkan enzim fitase yang menguraikan asam fitat, sehingga
forfosenya dapat dimanfaatkan tubuh.
Vitamin
Proses fermentasi dapat meningkatkan kadar vitamin B2
(Riboferum), Vitamin B6 (Piridoksin), asam folat, asam panthotenat, dan
asam nikotinat. Sedangkan kadar vitamin B1 menurun karena untuk
pertumbuhan kapang dan terbentuk pula vitamin B12 oleh bakteri yang tidak
ada dalam produk nabati lainnya.
3. Manfaat Tempe :
Tempe merupakan sumber zat gizi yang baik, terutama bagi
penderita hiper kolesterolemia. Dari berbagai penelitian ternyata tempe dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta mencegah timbulnya
penyempitan pembuluh darah, karena tempe mengandung asam lemak tidak
jenuh ganda. Sehingga penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi
tempe setiap hari, disamping diet rendah lemak jenuh.
Tempe juga mengandung zat anti bakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jenis bakteri gram positif serta penyebab diare
(Salmonella sp dan Shigella sp). Oleh karena itu, tempe juga dianjurkan
untuk dikonsumsi balita yang menderita diare.
4. Asam Lemak Omega 3
Mengkonsumsi satu porsi ikan yang tinggi lemak (atau minyak
ikan ) tiap hari dapat menjadi asupan asam lemak omega 3 (EPA dan DHA)
sekitar 900 mg/dl, dan dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol dan
mencegah penyakit jantung koroner.
18
5. Serat
Walaupun berbagi studi menunjukkan adanya hubungan antara
beberapa jenis serat dengan penurunan kolesterol LDL dan atau kolesterol
total, namun belum ada bukti langsung yang menunjukkan hubungan antara
suplemen serat dengan penurunan penyakit kardiovaskular.
6. Terapi Penunjang
Selain pengobatan dan pengaturan menu makanan pada penderita
hipertensi, diperlukan juga terapi khusus lain seperti konseling masalah
kejiwaan dan fisioterapi, terutama pada penderita pasca stroke atau infark
penting. Pengertian juga diberikan kepada keluarga atau pengasuh untuk
membantu menyiapkan makanan khusus serta mengingatkan kepada
penderita, makanan yang harus dihindari atau dibatasi.
19
BAB 3
METODE PENULISAN
3.1. Sumber dan Jenis Data
Data-data yang dipergunakan dalam makalah ini bersumber dari berbagai
referensi atau literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas.
Jenis data yang diperoleh berupa data sekunder yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif.
3.2. Pengumpulan Data
Penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka yang dilakukan
dengan mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku ilmiah, tesis,
jurnal ilmiah, majalah dan artikel ilmiah, serta data dari internet. Data-data
tersebut dikaji dan dipilih berdasarkan teknik critical apraisal yakni validitas,
hasil, dan relevansinya dengan kajian tulisan serta mendukung uraian atau analisis
pembahasan.
3.3. Analisis Data
Data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara sistematis,
mulai dari latar belakang hingga analisis dan sintesis. Teknik analisa data yang
dipilih adalah analisis deskriptif argumentatif dengan tulisan yang bersifat
deskriptif.
3.4. Penarikan Simpulan
Setelah proses analisis data, dilakukan proses sintesis dengan menghimpun
dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori yang
relevan serta pembahasannya. Selanjutnya ditarik kesimpulan yang bersifat umum
kemudian direkomendasikan beberapa hal sebagai upaya transfer gagasan.
20
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Diabetes mellitus (DM) adalah hiperglikemia kronik yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, resistensi insulin
maupun disfungsi sel β.
2. Indonesia termasuk 10 negara yang masyarakatnya paling banyak
menderita diabetes yaitu sebanyak 8,4 juta orang. DM merupakan
penyakit penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan jumlah proporsi
kematian sebesar 5,8 % setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, dan
kematian perinatal.
3. Faktor risiko DM tipe 2 meliputi faktor yang tidak dapat diubah (1-2%)
dan faktor yang dapat diubah (98-99%). Faktor yang tidak dapat diubah
dalam penyakit ini seperti genetik, ras, etnik, riwayat keluarga diabetes,
usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih
dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat berat
badan lahir rendah < 2,5 kg. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi
keterpaduan dengan sindroma metabolik yaitu obesitas dengan BMI ≥25
kg/m2, hipertensi, dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >
250 mg/dl) dan diet serta pola hidup yang kurang baik seperti kurang
aktivitas fisik dan diet tinggi gula yang rendah serat.
4. Resistensi insulin perifer, abnormalitas sekresi insulin, dan peningkatan
produksi glukosa hepar menjadi penyebab utama terjadinya hiperglikemia
pada DM tipe II. Adanya predisposisi genetik, obesitas, dan gaya hidup
tertentu mencetuskan resistensi insulin. Munculnya gejala disebabkan
deposisi amyloid yang menyebabkan apoptosis sel beta.
21
5. Gejala-gejala utama pasien DM tipe 2 adalah polifagia, polidipsia, dan
poliuria. Gejala lain yang dapat ditemukan seperti penurunan berat badan,
mudah lelah, kebas atau mati rasa. Diagnosis diabetes tipe 2 dapat
ditegakkan bila ditemukan 1 atau lebih: HbA1c yang meningkat,
pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl, tes OGTT 2 jam setelah
makan ≥ 200 mg/dl.
6. Terapi farmakologi dapat diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis digunakan
obat oral dan bentuk suntikan atau keduanya.
7. Terapi non-farmakologi diabetes mellitus meliputi diet, aktivitas fisik
(olahraga), dan edukasi. Terapi ini dapat dilakukan sebagai komplementer
terapi farmakologi maupun terapi tunggal awal penatalaksanaan DM. Bila
dalam waktu 3-6 bulan, terapi non farmakologis belum menunjukkan
perbaikan, terapi farmakologis harus segera dilakukan. Pada penderita
diabetes dengan obesitas, dilakukan penurunan berat badan terlebih
dahulu. Pada penderita diabetes mellitus yang tidak obesitas, komposisi
makronutrien dapat dilakukan dengan pilihan 68% karbohidrat, 20%
lemak, 12% protein atau 40-50% karbohidrat,30-35% lemak, 20-25%
protein
8. Komplikasi yang dapat terjadi berupa makrovaskular, mikrovaskular atau
pun neuropati diabetik.
9. Prognosis diabetes mellitus tergantung pada beberapa hal dan tidak
selamanya buruk. Semakin cepat dilakukan tatalaksana akan mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas.
4.2. Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terutama mengenai penanggulangan
DM tipe 2 secara nutrisi. Dengan mengetahui pemberian asupan makanan yang
sesuai, diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Hendaknya para
peneliti dan kalangan akademis lebih menaruh perhatian pada DM tipe 2 agar
morbiditas penyakit ini dapat teratasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2008. 2008-2013 Action Plan for the Global
Strategy for the Prevention and Control of Noncommunicable Diseases.
Available from:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241597418_eng.pdf.
[Accessed 2012 July 10].
2. World Health Organization. 2003. The World Health Report 2003.. Available
from: http://www.who.int/whr/2003/en/whr03_en.pdf. [Accessed 2012 July
11]
3. Riskesdas. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2007.
Available from: http://kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf.
[Accessed 2012 July 11].
4. Porth, CM. 2010. Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health
States 3rd edition. Porth: Lippincott Williams & Wilkins; 805.
5. Silbernagl S & Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Germany:
Georg Thieme Verlag; 287.
6. Alpers, C.E., Anthony, D.C., Aster, J.C., Crawford, J.M., Crum, C.P.,
Girolami, U.D., et al., 2005. Robbins and Cortran Pathologic Basic of
Diseases 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 776-780.
7. Harrison, Tinsley R. 2005. Endocrinology and Metabolism: Diabetes
Mellitus. Dennis L. Kasper, Longo, Braunwald. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th Edition. New York: McGraw-Hill; 2158-2282.
8. Bantle JP, Rosett JW, Albright AL, Apovian CM, Clark NG, Franz MJ, et al.,
2008. Nutrition Recommendations and Interventions for Diabetes: A Position
Statement of the American Diabetes Association. Diabetes Care, 33 (1): 61-
78.
9. Mahan KL, Stump SE. 2003. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy. Ed
11. Saunders: United States.
10. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Utama; 132-150.
23
11. Whitworth JA, Chalmers J. 2004. World Health Organization-International
Society of Hypertension (WHO/ISH) Hypertension Guidelines. Clin Exp
Hypertension 26: 747-52.
12. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis, Maria
C. Linder, Ph.D, Department of Chemistry, Fullertor, diterjemahkan oleh
Aminudin Parakkasi; Penerbit UI Press, 1992.
13. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Depkes RI, 1998.
14. Dr. Achmad Djaeni S. M.Sc, Ilmu Gizi, Jakarta, 1985.
15. Makanan Formula Untuk Mengatasi Masalah Kurang Energi Protein (KEP),
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta, 1994.
16. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, Depkes RI; Jakarta, 1995.
17. Pedoman Makan Untuk Kesehatan Jantung Indonesia, PERKI Pusat dan
Yayasan Jantung Indonesia; Jakarta, 2002.
18. Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II, Mary Courtney Moore,
diterjemahkan oleh Dr. Liniyanti D. Oswari M. N. S. MSc; Hipokrates Tahun
I, 1992.
19. Penuntun Diet, Bagian Gizi RSCM dan PERSAGI; Jakarta, 1996.
20. Riaz, K. Hypertension. 2012. http://emedicine.medscape.com/article/241381-
overview.
21. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, LIPI Jakarta 1998.
Recommended