PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rongga mulut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki peran penting, sehingga
jika terdapat kelainan-kelainan yang menggagu fungsi dari rongga mulut maka dapat
menjadi awal kelainan pada bagian tubuh yang lain. Sebagai contoh, sariawan yang tidak
kunjung sembuh dapat menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi dari makanan, karena
rasa sakit pada waktu digunakan untuk makan.
Terdapat banyak kelainan dalam rongga mulut dan dapat berupa varian normal dan
kelainan patologis. Kelainan yang merupakan varian normal dapat berupa torus
palatinus, torus mandibularis, geografic tongue, fordyce spot, dan lain-lain. Kelainan
patologis dapat berupa stomatitis aftosa, ulkus dekubitalis, ulkus traumatikus, keganasan,
dan lain-lain.
Pada laporan kasus kali ini, akan dibahas salah satu kelainan patologis, yaitu ulkus
traumatikus. Ulkus traumatikus merupakan salah satu lesi yang sering terjadi didalam
rongga mulut dan menjadi keluhan pasien dikarenakan rasa sakit yang disebabkannya.
Ulkus traumatikus ini dapat terjadi pada semua daerah pada mukosa mulut dan memiliki
bentuk tidak beraturan sesuai dengan penyebabnya. Penyebab terjadinya lesi ini adalah
trauma yang dapat berupa trauma mekanik, suhu, kimia dan elektrik. Bila penyebab
utama tidak dihilangkan, maka perawatan yang diberikan tidak akan maksimal karena
ulkus akan terus terjadi kembali.
Dengan deminkian, peran dokter gigi tidak hanya memberikan pengobatan semata,
namun juga harus mampu mengenali sumber trauma dan mengeleminasinya, serta
memberi penjelasan mengenai penyebab lesi, sehingga dapat mengurangi tingkat
rekurensi terjadinya lesi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bagiamana cara mengenali ulkus traumatikus dan perawatannya ?”
C. Tujuan Laporan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengenali, mendiagnosis dengan
benar dan mengetahui perawatan yang tepat untuk ulkus traumatikus.
1
D. Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi penulis untuk menambah
pengalaman dan wawasan dan bagi mahasiswa/i FKG Usakti sebagai referensi mengenai
ulkus traumatikus.
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kata ulkus berasal dari kata latin, yaitu ulcus yang berarti hilangnya kontinuitas
epitel. Secara singkat ulkus dapat didefinisikan sebagai kerusakan epitel mulut yang
mengenai jaringan dibawahnya.1 Selain itu, ulkus dapat didefinisikan sebagai kondisi
patologis dimana jaringan epitel terkoyak atau hilang bersifat menyeluruh dan jaringan
ikat dibawahnya menjadi terbuka serta disertai rasa sakit.2
Secara klinis ulkus dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni ulkus akut dan
ulkus kronis. Ulkus akut biasanya timbul mendadak, sangat sakit dan menetap 1-3
minggu, sedangkan ulkus kronis timbul secara bertahap dan lebih persisten.1
Ulkus traumatikus termasuk dalam kelompok ulkus akut dan merupakan ulserasi yang
sering terjadi di dalam rongga mulut. Pasien yang mengalami ulkus traumatikus akan
mengeluh sakit dan biasanya etiologinya dapat diidentifikasi.3 Penyebab ulkus
traumatikus adalah trauma akut yang dapat berasal dari luka atau akibat penggunaan
bahan/zat merugikan pada permukaan luar dari epitel skuamosa mulut.4
B. Gambaran Klinis
Gambaran dari ulkus traumatikus bervariasi, sesuai dengan intensitas dan ukuran dari
penyebabnya. Ulkus traumatikus biasanya tampak sedikit cekung dan berbentuk oval.
Pada awalnya daerah eritematous dijumpai pada tepi lesi yang perlahan-lahan menjadi
muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus (dasar ulkus) biasanya bewarna
kuning-kelabu.6 Ulkus traumatikus biasanya soliter, ukurannya bervariasi dengan dasar
lesi kekungingan, tepi merah dan tidak terdapat indurasi.2
Gambaran klinis dari ulkus traumatikus bervariasi dan sangat nyata, tergantung dari
letak terjadinya trauma, sifat dan keparahan trauma, serta derajat infeksi sekunder. Pada
umumnya ulkus traumatikus berupa lesi tunggal, ulserasi yang belum sempurna,
berukuran sedang (moderate) dari beberapa milimeter hingga sentimeter, bentuknya
bervariasi (bulat, oval, elips atau sedekit tertekan) tergantung dari penyebabnya. Dasar
dari ulserasi dapat terdiri dari serosanguinous, serofibrinous keabuan atau jaringan
nekrotik yang bila terkelupas akan meninggalkan daerah kemerahan. Lesi ini dikelilingi
dengan kelim kemerahan yang dapat sedikit lebih tinggi.3,4 Menurut Field, dkk (2004)
3
ulkus traumatikus memiliki dasar kekuningan dengan tepi kemerahan yang tidak
beraturan.7
C. Etiologi
Sesuai dengan namanya, penyebab utama terjadinya ulkus traumatikus adalah trauma.
Trauma dapat berupa trauma secara mekanik, suhu, zat kimia dan elektrik.4 Trauma
secara mekanik dapat disebabkan oleh penggunaan sikat gigi dengan bulu yang kasar dan
kaku, piranti ortodonti, karies yang tajam, dan kesalahan iatrogenic. Trauma akibat suhu
dapat berasal dari panas makanan dan minuman. Trauma yang berasal dari zat kimia
dapat disebabkan oleh bahan-bahan kedokteran gigi, seperi trichloroacetic acid. Trauma
yang disebabkan oleh respon elektrik dari restorasi kedokteran gigi berbahan metal, atau
sering terjadi pada anak-anak yang tidak hati-hati terhadap kabel listrik.4
Menurut Birnbaum (2004), ulkus traumatikus dapat terjadi akibat tergigit tanpa
sengaja atau memang sengaja, luka bakar akibat makanan panas, meletakan aspirin
kedalam sulkus pada gigi yang sakit (zat kimia), dan iatrogenik, seperti penggunaan
asam trikloroastetat yang tidak hati-hati dan secara tidak sengaja mukosa terkena
instrumen kedokteran gigi yang tajam/panas.2
Infeksi sekunder terkadang terjadi pada ulkus traumatikus dan menyebabkan
perubahan bentuk. Lesi yang terinfeksi memiliki ukuran yang lebih besar, lebih tidak
beraturan dan lebih menonjol dari mukosa sekitar, serta dilapisi oleh jaringan nekrotik
yang lebih tebal yang biasanya ditemukan eksudat purulen.4
D. Insidensi dan Predileksi
Ulkus traumatikus dapat terjadi pada semua umur dan semua bagian mukosa rongga
mulut. Pada mukosa, ulkus traumatikus paling sering temukan pada lidah, bibir,
mucobuccal fold, gingiva dan palatum.3 Berdasarkan umur, pada bayi ulserasi dapat
terjadi sebagai akibat dari trauma pada mukosa akibat gigi yang baru tumbuh. Pada anak-
anak, ulserasi sering terjadi akibat faktor suhu, seperti makanan panas, dan elektrik akibat
rasa ingin tahu anak-anak, seperti kabel listrik yang dimasukan kedalam mulut. Pada
orang dewasa, ulserasi sering berbungan dengan karies yang tajam, gigi patah, kebiasaan
buruk (seperti, bruxism), makanan (panas, duri ikan), dan iatrogenik.5
4
E. Diagnosa
Diagnosa ditegakan berdasarkan anamesa, pemeriksaan ekstra oral serta pemeriksaan
intra oral. Anamesa merupakan proses tanya jawab antara pasien dan dokter dengan
menggunakan bahasa pasien sendiri. Biasanya, bila lesi merupakan hasil trauma, maka
pada anamnesa akan disertai cerita pasien mengenai peristiwa traumatik yang dialaminya
sebelum lesi muncul. Dari anamnesa, diketahui bahwa pasien mengeluhkan adanya
sariawan pada dasar mulutnya yang mengganggu, terutama saat makan. Diketahui bahwa
sariawan muncul setelah dilakukan pemeriksaan foto ronsen yang diulang sebanyak tiga
kali pada waktu yang berdekatan. Selain itu, di daerah yang bersangkutan, pasien
mengeluh rasa sakit tertekan saat film tersebut diletakan dalam mulut. Sariawan tersebut
belum diobati dan membesar. Selain itu, diketahui bahwa pasien jarang mengalami
sariawan, kira-kira satu kali dalam kurun waktu tiga bulan.
Pada pemeriksaan ekstra oral, pasien terlihat sehat dan tidak terlihat adanya asimetri
yang disebabkan oleh pembengkakan. Selain itu, kelenjar limfe submental, submandibula
dan servikal tidak teraba, serta tidak sakit. Tidak ditemukan adanya kelainan pada bibir
dan kulit sekitar mulut. Hal ini menunjukan keluhan pasien tidak mengalami infeksi dan
kemungkinan besar bukan merupakan dampak dari penyakit sistemik.
Selain dengan anamnesa dan pemeriksaan ekstra oral, diperlukan pemeriksaan intra
oral untuk melihat lesi lebih jelas, sehingga diagnosa dapat ditegakan secara tepat.
Pemeriksaan intra oral ini dilakukan dengan pendekatan sistematis berupa : lokasi,
rekam, jumlah, ukuran, bentuk, warna, dasar lesi dan tepi lesi.2 Bila lesi pada kasus ini
merupakan ulkus traumatikus, maka pada pemeriksaan intra oral akan ditemukan ulserasi
yang terletak di daerah terjadinya trauma, biasanya berupa lesi tunggal, ukuran
bervariasi, dengan bentuk tidak beraturan, dasar putih kekuningan dengan tepi
kemerahan dan tidak terdapat indurasi. Pada kasus ini, ditemukan dua buah lesi
berukuran 7mm x 2mm dan 7mmx5mm. Lesi ditemukan pada tempat peletakan film
ronsen. Dasar lesi putih kekuningan dengan kelim merah tidak beraturan dan tidak terjadi
indurasi.
Dengan demikian, dari anamnesa, pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral
yang dilakukan maka lesi yang terdapat pada dasar mulut pasien merupakan ulkus
traumatikus yang disebabkan oleh faktor iatrogenik akibat trauma akut yang bersifat
mekanik.
5
F. Diagnosis Banding
Diketahui bahwa terdapat banyak lesi ulseratif yang memiliki kesamaan atau saling
menyerupai, dengan demikian untuk mendapatkan diagnosa yang tepat, perlu diketahui
hal-hal yang membedakan lesi-lesi ulseratif yang serupa ini.
Diagnosis ulkus traumatikus ini telah dibedakan dengan diagnosis bandingnya,
yaitu stomatitis afotsa (tipe minor, mayor dan herpetiform) dan ulkus berdasarkan riwayat
lesi, keluhan, pemeriksaan ekstra oral , penyebab dan gambaran klinis (pemeriksaan intra
oral).
1. Stomatitis Aftosa
Stomatitis aftosa juga merupakan salah satu lesi yang sering terjadi pada
rongga mulut dan dapat terjadi karena trauma, genetik, stress, menstruasi dan
alergi makanan. Stomatitis aftosa dapat dibedakan menjadi stomatitis aftosa
minor, stomatitis aftosa mayor dan stomatitis herpetiform.7
Stomatitis aftosa minor ini biasa terjadi pada usia 20an, berjumlah 1-5 ulser ,
berbentuk oval, dangkal, dengan dasar kuning-keabuan dengan tepi kemerahan
yang sedikit lebih tinggi, ukuran kurang dari 10mm, sembuh dalam 7-14 hari,
sering ditemukan di daerah tidak berkeratin (terutama mukosa labial dan bukal),
dorsum dan lateral lidah. Lesi ini jarang terjadi pada daerah posterior (faring dan
tonsil). Stomatitis aftosa mayor biasa terjadi pada usia 10-20an, berjumlah 1-3
ulser, berbentuk bulat/ovoid, bagian tengahnya cekung dan terdapat jaringan
nekrotik dengan tepi kemerahan, penyembuhan 2minggu – 1 bulan, sering
ditemukan pada mukosa berkeratin dan tidak berkeratin. Stomatitis herprtiform
biasa terjadi pada usia 30an, jumlah ulser mencapai 5-20 atau bahkan mencapai
100 ulser, berukuran 1-2mm, lesi merupakan erosi-erosi putih-kelabu kecil yang
menyatu hingga batasnya menjadi tidak jelas,sembuh dalam waktu 7-14 hari dan
sering ditemukan pada daerah tidak berkeratin.6,7
Penyebab Stomatitis aftosa ini bersifat belum pasti dan multifaktorial, yaitu
dapat dikarenakan trauma, berhenti merokok, bakteri, genetik, stress, menstruasi
dan alergi makanan. Faktor trauma paling sering dilaporkan akibat bekas tempat
insersi jarum anestesi lokal. Berhenti dari kebiasaan merokok dapat menjadi
penyebab dikarenakan tembakau dari rokok meningkatkan keratinisasi mukosa,
sehingga pada saat pasien berhenti merokok, mukosa menjadi lebih rentan terkena
ulserasi. Namun, faktor stress seteleh berhenti merokok juga memegang peranan.
Faktor bakteri, beberapa penelitian menghubungkan penyebab stomatitis aftosan
6
dengan oral streptococci, herpes simplex virus, varicella zoster virus dan
cytomegaliviruses, namun sampai sekarang belum ada bukti pasti dari kolerasi
tersebut. Faktor genetik, faktor ini dimofikasi dengan fakor lingkungan. 40-50%
pasien yang terkena stomatitis aftosa memiliki riwayat keluarga yang juga sering
terkena, dan beberapa penelitian menghubungkannya dengan HLA (Human
Leukocyte Antigen), namun hal ini masi samar-samar. Faktor stress dan menstruasi
sering terjadi pada wanita yang dikaitkan dengan faktor hormonal. Alergi
makanan, hal ini hubungkan dengan alergi kontak terhadap beberapa makanan,
namun tetap belum dibuktikan secara pasti hubungannya dengan stomatitis aftosa. 4,7 Tahap awal sebelum lesi (stomatitis afotsa) terbentuk, biasanya terasa sensasi
“panas/terbakar” singkat. Pada umumnya tidak ditemukan pembeseran kelenjar
getah bening, kecuali terjadi infeksi sekunder.
Pada kasus ini, ulkus traumatikus pasien berukuran kurang dari 1cm, sehingga
tipe stomatitis yang menyerupai adalah tipe minor. Perbedaan ulkus traumatikus
dan stomatitis aftosa (tipe minor) akan dibahas berdasarkan riwayat lesi, keluhan
utama dan pemeriksaan ekstra oral pasien.
Dari riwayat lesi, keluhan dan pemeriksaan ekstra oral diketahui lesi muncul
setelah dilakukan tindakan foto ronsen dan pemasukan film ronsen dikeluhan sakit
karena menekan dasar mulut dan lesi yang muncul menimbulkan keluhan sakit
terutama saat makan. Selain itu diketahui dari anamnesa, bahwa pasien jarang
mengalami sariawan, tidak mengalami demam sebelum lesi tersebut muncul dan
tidak dalam perwatan dokter untuk penyakit tertentu. Pada pemeriksaan ekstra
oral tidak ditemukan pembengkakan kelenjar limfe (tidak ada infeksi) dan
keadaan umum pasien baik. Sedangkan bila lesi merupakan stomatitis aftosa,
maka lesi akan sama-sama menimbulkan keluhan sakit, tidak memiliki riwayat
demam dan pembengkakan kelenjar limfe terjadi hanya jika ada infeksi sekunder.
Walaupun demikian, pada anamnesa akan diketahui bahwa pasien sering
mengalami sariawan dan lesi muncul tanpa pasien ketahui secara pasti
penyebabnya.
Berdasarkan penyebab lesi, lesi pada dasar mulut pasien didiagnosa sebagai
ulkus traumatikus karena penyebabnya diketahui secara pasti adalah trauma akut
yang terjadi akibat tekanan film pada saat pasien melakukan foto ronsen yang
7
dilakukan tiga kali berturut-turut pada daerah yang sama (faktor iatrogenik).
Sedangkan penyebab stomatitis aftosa tidak pasti dan multifaktorial.
Berdasarkan gambaran klinis, pasien didiagnosa sebagai ulkus traumatikus
dikarena lesi yang ditemukan multiple, walaupun biasanya soliter namun hal ini
berkaitan dengan penyebab dan keparahan trauma , berukuran 7mm x 2mm dan
7mm x 5mm dan pada kasus ini, penyebab trauma akut (tajam) tidak ditemukan
disekitar lesi, karena penyebab berasal dari benda luar (iatrogenik). Ulkus
memiliki dasar putih kekunginan dikelilingi kelim merah dan memiliki bentuk
tidak beraturan sesuai penyebabnya. Dari gambaran klinis ini, lesi menyerupai
stomatitis aftosa tipe minor karena berukuran kurang dari 10mm, jumlahnya lebih
dari satu dan memiliki dasar putih kekuningan dan kelim merah. Namun yang
membedakannya adalah bentuk dari stomatitis aftosa beraturan (oval / bulat).
2. Ulkus TBC
Ulkus TBC, merupakan salah satu tipe ulserasi granulomastosa yang penyebab
utamanya adalah infeksi primer pada paru-paru oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Faktor predisposisi TBC adalah nutrisi yang buruk, kegiatan fisik
yang berliebihan, lingkungan hidup kurang baik dan penyakit saluran pernapasan.
Gambaran klinis secara umum akan ditemukan berat badan yang turun, anoreksia,
cepat lelah, suhu meningkat terutama pada malam hari, dan pada wanita
ditemukan frekuensi nadi meningkat dan pucat. Pada pemeriksan ekstra oral
ditemukan pembesaran kelenjar limfe servikal akibat infeksi, disertai perkijuan
dan pecahnya kelenjar (Scrofula). Lesi TBC ditemukan dalam intra oral pada
pasien stadium lanjut yang paling sering terjadi pada lidah, mukosa pipi, mukosa
bibir (terutama sudut mulut) dan palatum.
Ulkus TBC memiliki gambaran klinis tidak beraturan, ukuran bervariasi 1-
5cm, membesar perlahan, sangat sakit. Bagian tengah ulkus dalam dan terdiri dari
jaringan nekrotik berwarna abu-kekuningan, dinding bergaung, bagian tepi
dikelilingi mukosa edematous dan kemerahan (menyerupai kawah)
Ulkus traumatikus dibedakan dengan ulkus TBC berdasarkan riwayat lesi,
keluhan, pemeriksaan ekstra oral, penyebab dan pemeriksaan intra oral.
Berdasarkan riwayat lesi, keluhan dan pemeriksaan ekstra oral, diketahui
bahwa pasien dalam keadaan sehat, pasien habis melakukan pemeriksaan foto
8
ronsen pada daerah yang dikeluhkan, memiliki keluhan sakit dan tidak terdapat
pembengkakan kelenjar limfe. Ulkus traumatikus dengan ulkus TBC memiliki
kesamaan pada keluhannya yang berupa rasa sakit, namun ulkus TBC disertai
dengan riwayat penyakit sistemik paru-paru yang telah mencapai stadium lanjut
(mengidap TBC). Selain itu, Ulkus TBC identik dengan pembengkakan kelenjar
limfe, terutama servikal (scrofula) akibat infeksi disertai riwayat demam.
Berdasarkan penyebab lesi (ulkus traumatikus) pada pasien adalah trauma akut
yang bersifat mekanik akibat faktor iatrogenik. Sedangkan, ulkus TBC
disebabkan oleh infeksi granulomatosa, terutama pada paru-paru dan
menimbulkan keluhan dalam mulut pada stadium lanjut.
Berdasarkan gambaran klinis, ulkus traumatikus ini memiliki kesamaan
dengan ulkus TBC berupa ukuran dan bentuk yang bervariasi dengan dasar yang
terdiri dari jaringan nekrotik. Namun, ulkus TBC ini dikelilingi oleh mukosa yang
oedematus dan dinding yang bergaung menyerupai kawah
G. Rencana Perawatan
Hal utama yang perlu dilakukan dalam menangani ulkus traumatikus adalah
mengenali dan mengeleminasi penyebab terjadinya trauma. Hal ini dikarenakan, ulkus
traumatikus akan hilang bila penyebab trauma dihilangkan (3-4 hari, biasanya 10 hari)
dan selama penyebab masih ada, maka kemungkinan terjadinya ulserasi pada daerah
tersebut sangatlah tinggi. Perawatan yang diberikan untuk mempercepat penyembuhan
dapat berupa covering agent, anti-inflamasi, obat kumur antiseptik, anetesi topikal dan
antibiotik topikal. 7
Penanganan ulkus traumatikus, selain dengan cara mengeleminasi faktor penyebab
trauma, dapat juga dengan memberikan obat kumur antiseptik dan menggunakan covering
agent (Orabase) selama fase penyembuhan. Obat kumur antiseptik yang umum digunakan
adalah 0,2% chlorhexidine sebagai anti-bakteri dan anti-fungal dan pemberian covering
agent bertujuan untuk melindungi ulserasi dari trauma dan kontaminasi. Namun dua
perawatan ini memiliki kekurangan, yakni covering agent tidak memiliki efek inflamasi
dan chlorhexidine dapat menyebabkan efek pengecapan menjadi tidak enak dan
pewarnaan pada gigi dan lidah
Pada umumnya, perawatan yang diberikan berfungsi untuk melapisi permukaan
ulserasi dan mengurangi inflamasi (gabungan covering agent dan golongan
kortikosteoid). Contohnya dengan triamcinolone acetonide in emollient (Kenalog in
9
Orabase) sebelum tidur dan sesuadah makan. Orabase akan melindungi mukosa dari
trauma lanjutan dan komponen kortison bekerja sebagai anti-inflamasi.3 Kenalog in Orabe
ini digunakan 2 – 4 kali dalah sehari, dan cara kerjanya paling efektif pada malam hari
sebelum tidur (volume saliva berkurang) dan pasien tidak sedang makan.4 Namun
perawatan terlalu berat, sehingga diberikan hanya jika pengobatan lain yang telah tidak
berhasil dan perlu diingat pemakaian golongan kortikosteroid dalam jangka panjang dapat
menyebabkan supresi adrenal akibat absorbsi sistemik.
Anastesi topikal (lidocaine gel / kumur) dapat diberikan untuk menghilangkan rasa
sakit, misalnya pada saat makan, namun hal ini hanya bertahan sementara dan
dikhawatirkan terjadi trauma sekunder pada lesi akibat pasien tidak hati-hati dan merasa
baal sesaat pada lesi. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya infeksi sekunder, maka
dapat diberikan antibiotik yang diberikan secara lokal dan antibiotik yang biasa
digunakan adalah larutan 2% tetrasiklin sebagai obat kumur. Cara pakai obat kumur
tetrasiklin ini adalah dengan melarutkan kapsul 250mg tertrasiklin dalam 10ml air hangat
dan dikumur 3x sehari.7 Pemberian antibiotik ini dapat menyebabkan rekasi
hipersensitifitas dan resistensi dalam janga panjang
Anti-inflamasi non steroid dapat diperoleh dari golongan asam hyaluronate
(Gengigel) juga dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi dan mempercepat regenerasi atau
penyembuhan.9 Asam hyaluronate ini adalah kandungan fisiologis alami dari jaringan
ikat (terutama mukosa gingiva) yang sangat membantu penyembuhan jaringan. Gengigel
memberikan perlekatan (adhesi) yang maksimal yang memungkinkan asam hyaluronate
tidak hilang dalam drainase saliva yang konstan. Gengigel ini tersedia dalam bentuk gel,
liquid dan spray. Dalam kedokteran gigi, biasa digunakan yang dalam bentuk gel,
dengan cara mengoleskan gel pada lesi dengan jari yang bersih, tiga kali sehari, terutama
sebelum tidur.9
Bila ulserasi dalam waktu 10-14 hari tidak kunjung sembuh setelah mengeleminasi
penyebab dan memberi pengobatan, maka perlu dilakukan biopsi untuk mengetahui
penyebab lain yang lebih berat, seperti keganasan.2
Dari beberapa obat yang disebutkan diatas, dipilih obat golongan asam hialuronat
(gengigel salep) dipilih sebagai pengobatan yang diberikan kepada pasien. Hal ini
dikarenakan lesi tidak terlalu parah dan penyebab tidak berada disekitar lesi. Selain itu,
pemilihan obat ini karena asam hialuronat memiliki efek anti-inflamasi dan merupakan
kandungan fisiologis alami dari jaringan gingiva yang sangat membantu penyembuhan
jaringan sehingga tidak memiliki efek samping yang berat pada pemakian jangka
10
panjang. Selain itu, mengingat lesi terdapat pada dasar mulut yang rentan terhapus
karena saliva, sediaan asam hialuronat (gengiel) ini juga memiliki daya perlekatan yang
baik sehingga tidak mudah larut dalam saliva.
Pemberian gengigel ini dilakukan oleh pasien sendiri, dengan cara mengeringkan
lesi dan mengoleskan tipis gengigel pada lesi sebanyak tiga kali sehari (terutama sebelum
tidur, drainase saliva minimal) menggunakan jari yang bersih. Selain itu diinstruksikan
kepada pasien agar menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan menyikat gigi agar
tidak terjadi infeksi akibat kebesihan mulut yang buruk, namun hati-hati jangan sampai
terkena lesi , makan makanan yang lunak dan tidak makan-makanan yang pedas atau
panas. Hasil dari eleminasi penyebab dan instruksi perawatan yang dilakukan ini, lesi
berhasil hilang dalam kurun waktu delapan hari setelah pemberian obat.
Keberhasilan perawatan yang dipilih terlihat bahwa lesi hilang delapan hari setelah
perawatan, dan ini juga menggambarkan bahwa lesi bukan merupakan akibat dari
penyakit sistemik ataupun keganasan.
11
Nama : Venty Natalia No.kartu : 0 0 3 1 5 9
Umur : 19 tahun Tanggal : 1 Juni 2012
Pekerjaan : Pelajar Nama mahasiswa : Henry Keefe B
Alamat : Jalan Tawakal Raya no 36 N.I.P : 041.211.077
Grogol, Jakarta Barat
Telp : 081878601062 Pembimbing : drg. Adrian Nova, SpPM
IDENTITAS PASIEN
NAMA PASIEN : Venty Natalia
NAMA ORANG TUA :Ayah : Abas Suku : manado
Ibu : Narini Suku : manado
JENIS KELAMIN : Wanita
STATUS PERKAWINAN : Belum kawin
AGAMA : Kristen
PEKERJAAN : Mahasiswa
PENDIDIKAN : Perguruan Tinggi
BERAT BADAN : 56 Kg TINGGI BADAN : 170 CM
KEINGINAN PASIEN : ingin menyembuhkan sariawan pada daerah palatal.
KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan sakit pada daerah palatal, terutama saat makan.
ANAMNESIS
Pasien wanita 19 tahun datang ke rsgm trisakti untuk memeriksakan rasa sakit pada daerah
langit-langit mulut dan sariawan pada mukosa bibir bawah bagian depan. Dikerahui rasa sakit
dimulai dari minggu lalu setelah memakan gorengan dan pasien mengaku sering makan makanan
pedas dan gorengan. diketahui pasien hampir setiap hari memakan gorengan. Pasien mengaku pada
saat mengunyah gorengan tidak lembut sehingga mengenai daerah langit-langit agak keras dan
12
LK - 2 ULKUS TRAUMATIKUS
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT
setelahnya terasa sakit. Beberapa hari setelahnya bibir depan terasa sakit akibat tergesek oleh piranti
ortodonti yang sedang dikenakan. Pasien belum menggunakan obat untuk menyembuhkan rasa sakit
yang dideritanya, Pasien ingin memeriksakan keadaan mulutnya agar rasa sakit yang dirasakan
berkurang. Selain bibir depan dan daerah langit-langit mulut tidak ada lagi rasa sakit yang dirasakan.
Diketahui orang tua dan saudara dari pasien jarang mengalami hal yang sama dengan pasien. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan tidak dalam keadaan haid saat pemeriksaan.
RIWAYAT KESEHATAN UMUM
Berdasarkan anamnesa, pasien menilai kondisi kesehatannya saat ini baik dan tidak sedang
dibawah perawatan dokter. Pasien belum pernah melakukan menderita penyakit berat atau dirawat di
rumah sakit dan pasien tidak pernah pemeriksaan fisik. Pasien tidak mengidap penyakit kanker,
imunodefisiensi, HIV+/AIDS, kelainan pencernaan dan herpes. Pasien juga tidak dalam keadaan
hamil, tidak menggunakan kontrasepsi dan belum menopause
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum pasien baik, dengan berat badan 56 kg, tinggi badan 170 kg, tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 60x /menit dan pernapasan 20x/menit. Tidak ditemukan kelainan pada pupil mata, warna
sklera putih dan konjungtiva merah mudah.
PEMERIKSAAN SEKITAR MULUT (EKSTRA ORAL)
1. Bentuk muka : square
2. Pembengkakan : tidak ada
3. Kelenjar limfe
a. Submental : tidak teraba, tidak sakit
b. Submandibula : tidak teraba, tidak sakit
c. Servikal : tidak teraba, tidak sakit
4. Bibir : T.A.K
5. Kulit sekitar mulut : T.A.K
6. Lain-lain : -
PEMERIKSAAN INTRA ORAL
1. Higiene oral : Baik
a. Debri : tidak ada
b. Stain : 22,21,11,12,13
c. Kalkulus : ada, regio 1,2,3,4
2. Mukosa labial : terlihat adanya lesi berupa ulkus berbentuk bulat berwarna putih
dengan tepi tidak beraturan, dikelilingi oleh warna merah difus.ukuran lesi 2mmx1mmx1mm.
3. Mukosa bukal : -
13
4. Mukosa lidah
a. Dorsal : T.A.K
b. Lateral : T.A.K
c. Ventral : T.A.K
5. Mukosa gingiva : T.A.K
6. Mukosa palatum
a. Durum : terlihat adanya lesi berupa ulkus berbentuk bulat berwarna putih
dengan tepi tidak beraturan, dikelilingi oleh warna merah difus. Ukuran lesi
3mmx4mmx1mm
b. Molle : T.A.K
7. Mukosa orofaring
8. Lain-lain : -
9. Gigi geligi :
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
keterangan : T : tumpatanCs : karies superfisial
10. Pemeriksaan Radiologik : tidak dilakukan
11. Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan
14
Ulkus Traumatikus
T Cs T
Ulkus traumatikus
ANALISIS KASUS
Pasien wanita (19 tahun) datang ke RSGMTtrisakti untuk memeriksakan rasa sakit pada daerah langit-
langit mulut dan sariawan pada mukosa bibir bawah bagian depan.
Penilaian umum (general appraisal) : pasien sehat ,tampak bugar dan memiliki proposi tubuh yang
ideal (tidak kegemukan / terlalu kurus). Cara bicara normal, dapat berkomunikasi dengan baik dan
cukup ekspresif.
Pemeriksaan umum : pasien menilai kondisinya sehat. Pada pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi,
dan frekuensi pernapasan normal. Pasien dapat bernapas dengan baik, tidak sesak atau terengah-
engah.
Pemeriksaan ekstra-oral : pasien dapat mengikuti instruksi-instruksi yang diberikan dengan baik.
Wajah square simetris, tidak terlihat ada pembengkakan. Bibir pasien simetris bewarna merah muda
dan tidak ditemukan lesi ataupun kelainan,serta kulit sekitar mulut tidak ada kelainan. Kelenjar getah
bening (submental, submandibuka dan servikal) tidak teraba dan tidak sakit yang menandakan tidak
terjadi infeksi pada pasien. Tidak terdapat lesi pada kulit pasien dan tidak terdapat gangguan atau
kesulitan dalam menggerakan anggota tubuhnya.
Diketahui, pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan. Pasien tidak dalam perawatan
dokter dan tidak sedang mengkonsumsi obat untuk penyakit tertentu. Pasien tidak memiliki keluhan
terhadap kesehatannya dan sedang tidak dalam kondisi datang bulan.
Dari proses anamnesa, diketahui lesi pada mukosa palatum durum muncul setelah pasien memakan
gorengan, diketahui pasien mengunyah tidak lembut sehinggamengenai dinding palatum durum adak
keras dan terasa sakit setelahnya. Lesipada mukosa bibir bawah muncul beberapa hari setelahnya
akibat tergesek oleh piranti ortodonti yang sikenakan pasien.
Pemeriksaan intra oral, ditemukan 2 lesi pada mukosa mulutnya, lesi pada palatum durum terlihat
adanya lesi berupa ulkus berbentuk bulat berwarna putih dengan tepi tidak beraturan, dikelilingi oleh
warna merah difus. Ukuran lesi 3mmx4mmx1mm dan lesi pada mukosa bibir bawah terlihat adanya
lesi berupa ulkus berbentuk bulat berwarna putih dengan tepi tidak beraturan, dikelilingi oleh warna
merah difus.ukuran lesi 2mmx1mmx1mm.
Dari anamnesa dan pemeriksaan yang dilakukan, lesi pada dasar mulut tidak berkaitan dengan alergi,
penyakit sistemik dan faktor hormonal dan riwayat alergi pasien. Lesi pada mukosa bibir bawah dan
palatum durum merupakan dampak trauma.
DIAGNOSIS KERJA : Ulkus Traumatikus
DIAGNOSIS TETAP : Ulkus Traumatikus
15
RENCANA PERAWATAN
Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyebab ulkus traumatikus dan serta memberikan
obat
PERAWATAN
Tanggal : 1 Juni 2012
Kegiatan : melakukan pemeriksaan intra oral dan ekstra oral, menjelaskan penyebab ulkus
traumatikus dan pemberian obat topikal
R/ Kenalog tube No. I
3dd 1 hari obat oles mulut
Tanggal : 5 Juni 2012
Kegiatan : Kontrol
Lesi (ulkus traumatikus) sudah tidak terlihat dan warna sama dengan mukosa sekitar
FOTO KASUS
Indikasi : 1 Juni 2012 Kontrol : 5 Juni 2012
16
RANGKUMAN
Dari kasus yang ditemukan, maka diketahui bahwa lesi yang terdapat pada dasar mulut
pasien merupakan salah satu tipe lesi ulserasi, yaitu ulkus traumatikus. Diagnosis ditegakan
berdasarkan analisis kasus yang diperoleh dari anamnesa/riwayat lesi, gambaran klinis dan
keberhasilan perawatan yang telah dilakukan
Dari anamnesa, diketahui pasien sedang tidak dalam perawatan dokter untuk penyakit
sistemik, keadaan umum pasien baik (sehat) dan pada pemeriksaan ekstra oral tidak
ditemukan pembengakan, serta tidak ditemukan kelainan pada bibir dan kulit sekitar mulut.
Diketahui pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, selain itu, diketahui bahwa
pasien jarang mengalami sariawan dan lesi di palatum durum muncul sehari setelah pasien
makan gorengan dan lesi di mukosa labiar bibir bawah muncul beberapa hari setelahnya
akibat tergesek oleh piranti ortodonti. Penyebab terjadinya ulkus traumatikus ini adalah
trauma mekanis akibat faktor pengunyahan dari pasien.
Pada gambaran klinis, ditemukan dua lesi berupa ulkus berukuran 3mm x 4mm x 1mm
dan 2mm x 1mm x 1mm dengan dasar putih-keabuan dengan tepi tidak teratur dan dibatasi
kelim kemerahan yang difus. Gambaran klinis ini sesuai dengan gambaran ulkus traumatikus,
dimana dasar putih-keabuan merupakan jaringan nekrotik, kelim kemerahan pada tepinya
merupakan reaksi inflamasi atau peradangan dari jaringan, serta bentuk dan ukuran lesi yang
tidak beraturan.
Diagnosa ini telah dibedakan dengan lesi ulserasi yang sangat menyerupai ulkus
traumatikus pada pasien, yaitu stomatitis aftosa tipe minor dan mayor dan ulkus TBC.
Perbedaan mencolok terlihat pada penyebab ulkus traumatikus yang sudah pasti akibat
trauma mekanis dan memiliki tepi kelim merah yang tidak beraturan, sedangkan stomatitis
aftosa minor belum diketahui penyebab pastinya (multifaktorial) dan memiliki tepi kelim
merah beraturan. Selain itu, dibandingkan dengan ulkus TBC yang disebabkan oleh infeksi
granulomatosa (pembengkakan kelenjar limfe dan demam) dan lesi hampir menyerupai
kawah.
Perawatan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan perlu diperhatikan
efek samping pemberian obat tersebut. Triamnisolon 0,1 %(kenalog) diberikan dalam bentuk
salep agar dapat berkontak dengan lesi lebih lama, dan dapat meredakan inflamasi dan rasa
sakit yang diderita pasien. Serta perawatan suportif yang diberikan untuk mencegah infeksi
17
sekunder dan mempercepat penyembuhan. Keberhasilan perawatan ini terlihat bahwa lesi
hilang 4 hari setelah perawatan, dan ini juga menggambarkan bahwa lesi bukan merupakan
akibat dari penyakit sistemik ataupun keganasan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ruslijanto, H. Kelainan Dalam Mulut Berupa Ulkus Bentuk Kawah. Majalah Kedokteran Gigi FKG Usakti. 1999;35:35-42
2. Birnbaum, W. 2002. Oral Diagnosis The Clinican’s Guide. Arti Diagnosis kelainan dalam mulut : Petunjuk Bagi Klinisi. Penerjemah: Hartono R dan Enny M. Jakarta. Hal. 241-246
3. Wood, N.K dan Goaz, P.W. Differential Diagnosis Of Oral Lesions. Saint Louise: CV. Mosby; 1975: 89-92
4. Zegarelli, E.V, Kutscher, A.H dan Hyman, G.A. Diagnosis Of Disease Of The Mouth And Jaws. Philadelphia: Lea&Febiger; 1978: 344-347
5. Houston, G, dkk. 2012. Traumatic Ulcers Workup. http://emedicine.medscape.com /article/1079501
6. Langlais, R.P dan Miller, C.S. Color Atlas Of Common Oral Disease. Arti Atlas Bewarna Kelainan Rongga Mulut Yang Lazim. Penerjemah: Lilian Juwono. Jakarta: 94-98
7. Field,A, Longman,L dan Tyldesley, W.R. Tyldesley’s Oral Medicine. New York: Butler&Tanner; 2004: 25-28, 51-58
8. Arveen,B. Accelerating Natural Healing. British Dental Journal. 2007; 202: 125
19