Syok Hipovolemik
et causa
Perdarahan Intraabdomen
Alfoncius Rolando 102008121
Jamil Hasim Masahida 102009114
Umar Syahmi bin Mohd Raghid 102009277
Melissa Trixiana 102010101
Raymond Andika 102010140
Krenni Sepa 102010228
Che Wan Nur Hajar binti Saimi 102010368
Kelompok E 1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
21 November 2013
Pendahuluan 1
Trauma tumpul adalah cidera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau
kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh
tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada
trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cidera pada organ berongga berupa perforasi atau
pada organ padat berupa perdarahan. Cidera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas
karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian
1
tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ
tersebut. Perdarahan intraabdomen akibat trauma tumpul pada kecelakaan dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
Syok hipovolemik adalah suatu kondisi dimana terdapat kehilangan volume darah sirkulasi
efektif. Ini merupakan tipe syok paling umum. Syok hipovolemik disebabkan oleh kehilangan
cairan eksternal akibat hemoragi; perpindahan cairan internal, yaitu dehidrasi berat, edema hebat,
atau asites, kehilangan cairan akibat muntah atau diare berkepanjangan.
Skenario 7
Seorang laki- laki berusia 45 tahun dibawa ke UGD RS setelah mengalami kecelakaan sepeda
mototr sekitar 3 jam yang lalu. Menurut saksi mata yang ikut mengantarkan korban ke RS, saat
kejadian,korban melaju dengan kecepatan sedang, tiba- tiba sebuah mobil dari arah kiri korban
melaju dengan cukup cepat setelah menerobos lampu merah dan akhirnya menabrak korban.
Setelah tertabrak, korban terpelanting dari sepeda motornya dan sempat terguling beberapa
meter.
Anamnesis 2
Dalam cidera serius, anamnesis akan perlu dilakukan pada saat yang bersamaan dengan
resusitasi dan pemeriksaan fisik. Tanyakan tentang kapan trauma terjadi dan apa yang terjadi.
Jika merupakaan kecelakaan kendaraan bermotor, di mana pasien duduk, apakah mengenakan
sabuk pengaman, dan berapa kecepatan kendaraan saat kecelakaan, cidera apa yang diderita
penumpang lain, apa penyebab kecelakaan, apa yang terjadi tepat sebelum kecelakaan.
Adakah pajanan oleh bahaya lain (misalnya asap, kabut), apa yang pasien ingat. Dapatkan
anamnesis dari saksi lain, paramedis, polisi, dan sebagainya.
Pastikan perawatan apa saja yang sudah didapat dari pasien sebelum masuk rumah sakit dan
tanyakan kapan terakhir kali pasien makan.
Riwayat Penyakit Dahulu2
Adakah riwayat kondisi medis yang signifikan, khussnya gangguan kardiovaskular.
Obat-obatan dan Riwayat Alergi2
2
Tanyakan konsumsi alkohol dan obat rekreasional yang terakhir kali. Pertimbangkan
antikoagulasi, imunosupresi, dan imunisasi tetanus. Adakah pasien memiliki riwayat alergi.
Anamnesis Biomekanik Kecelakaan3
Bertujuan untuk memprediksi kemungkinan bagian tubuh atau organ yang terkena cedera dan
waspada pada perlukaan tertentu adalah manfaat dari mengetahui biomekanik
trauma. Biomekanik Trauma adalah proses/mekanisme kejadian kecelakaan pada sebelum, saat
dan setelah kejadian. Oleh karena itu penting sekali bagi setiap petugas gawat darurat untuk
bertanya. 2
1. Apa yang terjadi ?
2. Apa cedera yang mungkin diderita korban?
Informasi yang rinci mengenai biomekanik dari suatu kecelakaan dapat membantu identifikasi
sampai dengan 90 % dari trauma yang diderita penderita. Informasi yang rinci dari biomekanik
trauma ini dimulai dengan keterangan dari keadaan / kejadian pada fase sebelum terjadinya
kecelakaan seperti minum alkohol, pemakaian obat, kejang, sakit dada, kehilangan kesadaran
sebelum tabrakan dan sebagainya.
Anamnesis yang berhubungan dengan fase ini meliputi :
a. Tipe kejadian trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau trauma / luka
tembus.
b. Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan, ketinggian dari
tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata.
c. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon, pisau dan lain-
lain
Gambar 1: tabrakan antara dua mobil.3
3
Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : tumpul, tembus, thermal dan
ledakan (Blast Injury). Pada semua kasus diatas terjadi pemindahan energi (Transfer energy) ke
jaringan, atau dalam kasus trauma thermal terjadi perpindahan energi (panas /dingin) ke jaringan.
Pemindahan energi (transfer energy) digambarkan sebagai suatu gelombang kejut yang bergerak
dengan kecepatan yang bervariasi melalui media yang berbeda-beda. Teori ini berlaku untuk
semua jenis gelombang seperti gelombang suara, gelombang tekanan arterial, seperti
contoh shock wave yang dihasilkan pada hati atau korteks tulang pada saat terjadi benturan
dengan suatu objek yang menghasilkan pemindahan energi. Apabila energi yang dihasilkan
melebihi batas toleransi jaringan, maka akan terjadi disfungsi jaringan dan terjadi suatu trauma.2
Trauma Pada Pengendara Roda Dua3
Pengendara roda dua tidak dilindungi oleh perlengkapan pengaman sebagaimana halnya
pengendara mobil. Mereka hanya dilindungi oleh pakaian dan perlengkapan pengaman yang
dipakai langsung pada badannya, helm, sepatu, dan pakaian pelindung. Dari beberapa pengaman
tersebut hanya helm yang memiliki kemampuan untuk meredistribusi transmisi energi dan
mengurangi intensitas benturan, inipun sangat terbatas.jelas bahwa semakin sedikit alat
pelindung semakin besar resiko terjadinya trauma. Mekanisme trauma yang terjadi pada
pengendara sepeda motor dan sepeda meliputi :
1. Benturan frontal
Gambar 2: benturan frontal3
Bila roda depan menabrak suatu objek dan berhenti mendadak maka kendaraan akan berputar
kedepan,dengan momentum mengarah kesumbu depan. Momentum kedepan akan tetap, sampai
pengendara dan kendaraannya dihentikan oleh tanah atau benda lain. Pada saat gerakan kedepan
ini kepala, dada atau perut pengendara mungkin membentur stang kemudi. Bila pengendara
4
terlempar keatas melewati stang kemudi, maka tungkainya mungkin yang akan membentur stang
kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
2. Benturan lateral
Gambar 3: benturan lateral3
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai bawah. Kalau
sepeda / motor tertabrak oleh kendaraan yang bergerak maka akan rawan untuk menglami tipe
trauma yang sama dengan pemakai mobil yang mengalami tabrakan samping. Pada tabrakan
samping pengendara juga akan terpental karena kehilangan keseimbangan sehingga akan
menimbulkan cedera tambahan.
3. Laying the bike down
Gambar 4: laying the bike down3
Untuk menghindari terjepit kendaraan atau objek yang akan ditabraknya pengendara mungkin
akan menjatuhkan kendaraannya untuk memperlambat laju kendaraan dan memisahkannya dari
kendaraan. Cara ini dapat menimbulkan cedera jaringan lunak yang sangat parah.5,8
5
Pemeriksaan Fisik
Jika dalam anamnesis menunjukan kemungkinan trauma yang signifikan, maka:
Pemeriksaan Fisik untuk mengidentifikasi adanya syok2
Seperti pada paseien lain yang sakit berat, pastikan jalan nafas terjaga, pasien bernafas adekuat,
dan lakukan pemeriksaan fisik lengkap. Khususnya, periksa tanda-tanda syok.
- Denyut nadi: takikardia atau bahkan bradikardia.
- Tekanan darah: menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif
- Warna kulit pucat dan suhu
- Keluaran urin berkurang
Adanya syok memerlukan terapi segera (berikan oksigen, pasang jalur vena dengan selang
berdiameter besar, berikan cairan intravena langsung sambil memantau dengan ketat, dan ambil
darah untuk cross-match), serta tegakkan diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status hidrasi:
- Periksa turgor kulit
- Periksa membran mukosa, kering atau tidak
- Periksa JVP: meningkat atau menurun? (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP
atau PCWP jika tidak yakin)
- Periksa denyut nadi, tekanan darah (perubahan postural) dan pulsus paradoksus
(penurunan tekanan sistolik saat inspirasi)
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik
meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Pada inspeksi, perlu diperhatikan :2
- Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya
kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.
- Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-
organ apa saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank
(Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan
retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari.
- Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal .
6
- Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur
pelvis
- Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan
adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.
- Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal
maka kemungkinan adanya peritonitis.
Pada auskultasi, perlu diperhatikan :2
- Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising
usus selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
- Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma
diafragma.
- Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe
Pada palpasi, perlu diperhatikan :2
- Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding
perut abdomen akibat peritonitis.
- Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ
yang mengalami trauma atau adanya peritonitis.
- Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
Pada perkusi, perlu diperhatikan :2
- Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut
yang berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.
- Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis
umum.Adanya “Shifting dullness” menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga
perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
7
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung
pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:4
1. Pemeriksaan darah dan urin, meliputi:4
- Hemoglobin dan hematokrit: Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar
Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung
dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma
atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akan terjadi
haemokonsentrasi.
- Urin: Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria.
- Pemeriksaan elektrolit serum: Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan
keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia
terutama pada penderita dengan asidosis
- Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau
usus. Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran
penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain).
- Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi
sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia
meningkatkan sugesti trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan
pembedahan.
- Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan
maka diberikan profilaksis.
8
2. Pemeriksaan radiologi5
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan
hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus
ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau
FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan
fisik dilakukan.
1. Radiografi/ rontgen
- Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur
hemidiafragma atau pneumoperitonium.
- Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.
Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.
- Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari
perforasi duodenal.
2. Ultrasonografi
- Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif
jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.
- Pemeriksaan FAST (Focused Assessment with Sonography in Trauma) berdasar pada
asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan hemoperitonium. Meskipun,
deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi trauma,
adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.
- Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi
tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran
perikardial digunakan lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian
penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya hemoperikardium yang ditunjukkan
dengan pemisahan selaput viseral dan parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan
gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang
9
subphrenik dan ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan
menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis
menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar ini
dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai area tidak
ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada
cavum Douglas, posterior dari uterus.
- Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan
untuk menentukan sebab dan luasnya kerusakan.
- Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi,
pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.
- Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan
diagnosis yang meragukan untuk penanganan dokter.
3. Computed Tomography (CT) Scan
- CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan
abdomen dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra
dan pelvis dan kerusakan pada cavum toraks.
- Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius.
Gambar dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan
organ dengan teliti.
- Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma
diafragma, pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan
memerlukan kontras oral atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.
Prosedur Diagnostik :
4. Diagnostic peritoneal lavage
- DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang,
(2) dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang
mengarah pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma
abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani
anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain
10
- Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi.
- Kontraindikasi relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel,
dan kehamilan.
- Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open,
semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan
melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode
semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus
melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk
dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.
- Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10
mL darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000
RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin.
Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL
positif secara mikroskopik.
- DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%,
sensivitas 98-100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk
sensitivitas tinggi, interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan
infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica
urinaria dan lambung harus di dekompresi.
- Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan
FAST, CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak
stabil yang hasil FAST negative atau tidak jelas.
Trauma Tumpul Abdomen6
Trauma tumpul abdomen bisa terjadi akibat benturan langsung atau kompresi cepat dan tiba-tiba
pada abdomen. Trauma ini bisa juga disebabkan oleh gaya geser akibat deselerasi cepat yang
tiba-tiba, seperti yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas atau terjatuh dari tempat yang cukup
tinggi.
Pada trauma tumpul abdomen, organ padat lebih sering terciderai ketimbang organ berongga.
Organ padat mengalami laserasi seperti letupan pada parenkimnya akibat mekanisme gaya
tumpul, laserasi ini memicu perdarahan diikuti timbulnya takikardia, hipotensi, dan tanda-tanda
11
lain syok hipovolemik. Organ yang paling sering terciderai pada kasus trauma tumpul adalah
limpa (organ padat). Pada cidera organ berongga terjadi akibat ruptur yang disebabkan oleh gaya
tekan. Ruptur organ berongga intra-abdomen ini menimbulkan perdarahan dan kontaminasi
peritoneum oleh isi organ bersangkutan. Cidera organ padat sekaligus organ berongga bisa
ditemukan pada banyak kasus trauma tumpul abdomen.
Perlekatan pembuluh darah bisa saja terobek atau tertarik, menimbulkan perdarahan lebih lanjut
dan kecenderungan cidera iskemik pada parenkim. Perlu dicatat bahwa risiko cidera intra-
abdominal meningkat pada orang usia lanjut dan para pecandu alkohol karena tonus dinding
abdomennya menurun. 3Tanda penting dari perdarahan intra abdomen yang terus-menerus ialah
peningkatan tekanan darah yang menjadi seperti tekanan darah normal selama beberapa menit,
lalu diikuti hipotensi walaupun dengan pemberian cairan perinfus 500-1000 mL larutan ringer
laktat secara cepat. Pasien yang hipotensi karena kehilangan sedikit darah atau neurogenik syok
biasanya tidak menunjukkan gambaran tersebut. Hipotensi postural, ketika pasien hendak berada
pada posisi tegak, merupakan tanda lain yang berguna pada perdarahan intra abdomen yang terus
menerus. Sering juga tanda perdarahan tidak jelas misalnya; takikardi ringan sedang, takipnea,
penyempitan tekanan nadi, kulit yang dingin, bias menjadi tanda dini perdarahan intra abdomen.
Kehilangan darah 30-40% volume darah tubuh akan mengakibatkan hipotensi yang jelas dengan
tekanan sistolik konsisten di bawah 60-70 mmHg.
Perdarahan intraabdomen akibat trauma tumpul pada kecelakaan tersebut dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
Tanda-tanda klinis4
1. Status mental. Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok.
Ansietas, tidak bias tenang, takut, apati, stupor, atau koma dapat ditemukan. Kelainan-
kelainan ini menunjukkan adanya perfusi serebral yang menurun.
2. Tanda-tanda vital.
a. Tekanan darah . Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemia adalah
adanya pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolic. Ini merupakan
akibat adanya peningkatan tekanan diastolic yang disebabkan oleh vasokonstriksi atas
rangsangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal sampai
terjadinya kehilangan darah 15-25%. Hipotensi postural dan hipotensi pada keadaan
12
berbaring akan timbul. Perbedaan postural lebih besar dari 15 mmHg adalah
bermakna.
b. Denyut nadi. Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah
karakteristik untuk syok. Perubahan postural lebih dari 15 denyutan permenit adalah
bermakna. Dapat ditemukan adanya penurunan dari amplitudo denyutan. Takikardi
dapat tidak ditemukan paada pasien yang diobati dengan beta blocker.
c. Pernapasan. Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering
ditemukan pada tahap awal dari syok.
3. Kulit
a. Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara keseluruhan mudah
berubah menjadi pucat.
b. Vena-vena ekstremitas menunjukkan tekanan yang rendah ini yang dinamakan vena
perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.
4. Gejala-gejala. Pasien mengeluh mual, lemah atau lelah. Sering ditemukan rasa haus yang
sangat.
Klasifikasi
Berdasarkan jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :6
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :6
a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum,
usus halus, dan colon sigmoid.
13
Ruptur Limpa2,6
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul
abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya
perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang
rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan infeksi
yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi
dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah
merah dan berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya
darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman
pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering
meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil.
Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada
abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan.
Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri,
atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien
juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau
jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans
muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua
pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas
harus dicurigai terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan
diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan
splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun manusia tetap
bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya infeksi
masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa dianjurkan melakukan
vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha
preventif terhadap terjadinya infeksi.
14
Tabel 1. Spleen Organ Injury Scaling:7
Grade Deskripsi Cidera AIS-90
I Hematom
Subcapsular, <10% area permukaan 2
Laserasi Robekan capsular, <1cm kedalaman parenkimal 2
II Hematom
Subcapsular, 10-50% area permukaanIntraparenkimal, diameter <5cm
2
Laserasi 1-3cm kedalaman parenkimal tidak melibatkan pembulu darah parenkimal 2
III Hematom
Subcapsular, >50% area permukaan atau meluas. Ruptured subcapsular or parenkimal Hematom. Intraparenkimal Hematom >5cm
3
Laserasi >3cm kedalaman parenkimal atau melibatkan pembulu darah vaskular 3
IV Laserasi Laserasi segmental atau devaskularisasi pembulu darah hilar mayor (>25% of lien)
4
V Laserasi Lien hancur sepenuhnya 5
Vaskular Cidera vaskular Hilar yang membuat lien devaskularisasi 5
Ruptur Usus Halus2,6
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul
menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning
epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen.
Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara
umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya
bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan
ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada
pasien dengan perlukaan pada usus dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil
pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal.
15
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada
struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini
memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.
Ruptur Ginjal2,6
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI – XII atau
adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera
ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang
retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di
abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi
pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.
Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan
dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram
dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian
tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna,
sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau adanya gambaran
warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat
menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar
ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan
tindakan non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang
memperlihatkan adanya ekstravasasi.
Ruptur Pankreas2,6
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui
dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma
pada bagian tengah abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan
setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan
16
pada duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang
tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen.
Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen
yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada
pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut.
Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat
diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade Canulation of the
Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.
Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari
tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan.
Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan.
Ruptur Ureter 6,7
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan.
Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel
trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska
trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari
deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada
Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada
ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien
dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat
dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan
terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali
terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan
tertinggi ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi
pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi
17
adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi
trauma.6,7,10
Penatalaksanaan pada Multiple Trauma7
Terapi untuk trauma yang serius membutuhkan pemeriksaan yang cepat, juga terapi awal
yang dapat menyelamatkan jiwa. Tindakan ini dikenal sebagai Initial assessment dan meliputi:
1. Primary survey (ABCDE)
2. Resusitasi terhadap fungsi vital
3. Riwayat kejadian
4. Secondary survey (evaluasi dari kepala- ujung kaki)
5. Monitoring post resusitasi yang berkelanjutan
6. Reevaluasi
7. Perawatan definitive
Kedua pemeriksaan yaitu primary dan secondary survey harus diulang secara berkala untuk
memastikan tidak adanya proses deteriorasi.
1. Primary Survey (ABCDE) dan Resusitasi7
Selama dilakukannya Primary Survey, kondisi yang mengancam jiwa harus
diidentifikasi dan ditangani secara simultan. Ingat bahwa tindakan lanjutan yang logis
harus disesuaikan dengan prioritas yang didasari oleh pemeriksaan pasien secara
keseluruhan.
Pemeriksaan Jalan Nafas dengan kontrol Cervical Spine
Pemeriksaan jalan nafas dan cari adanya: Benda asing, fraktur mandibula/facial,
fraktur trakeal/laryngeal
Pemeriksaan singkat Untuk mencari Obstruksi jalan nafas: Stridor, retraksi, sianosis
Manajemen : Pertahankan jalan nafas yang paten
Lakukan manuver ‘chin lift’ atau ‘jaw thrust’
Bersihkan jalan nafas dari benda asing
Masukkan orofaringeal atau nasofaringeal airway
18
Pertahankan definitive airway
a. Intubasi orotracheal atau nasotrakeal
b. Needle cricothyrotomy dengan jet insufflation pada jalan nafas
c. Krikotirotomi dengan pembedahan
Pemeriksaan2
Periksa bagian leher dan dada : pastikan immobilisasi leher dan kepala.
Tentukan laju nafas dan dalamnya pernafasan.
Inspeksi dan palpasi leher dan dada untuk mencari deviasi trakeal, gerakan dada
yang unilateral atau bilateral, penggunaan otot aksesorius, dan adanya tanda-tanda
injury.
Auskultasi dada secara bilateral, basal dan apeknya.
Jika terdapat suara yang berbeda antara kedua sisi dada, maka perkusi dada untuk
mengetahui adanya ‘dullness’ atau ‘hiperresonan’ untuk menentukan adanya
hemotorak atau pneumothorax secara berturut-turut:
a. Tension pneumothorax
b. Flail chest dengan kontusio pulmonal
c. Pneumothorax terbuka
d. Hemothorax massive
Penatalaksanaan7
Pasang pulse oksimetri pada pasien
Berikan oksigen konsentrasi tinggi
FiO2 > 0,85 tidak dapat dicapai dengan nasal prongs atau dengan face mask yang
simple. Non-rebreather mask dengan reservoir diperlukan untuk mencapai FiO2
100%.
Ventilasi dengan bag-valve mask
Ringankan keadaan tension pneumothorax dengan memasukkan jarum ukuran
besar secara cepat kedalam ICS 2 pada midklavikular line dari sisi paru yang
terkena, kemudian diikuti dengan pemasangan chest tube pada ICS 5 anterior dari
mid aksilari line.
19
Tutup penumothorax yang terbuka dengan pelekat kassa steril, cukup besar untuk
menutupi tepi luka, dan lekatkan pada tiga sisi untuk menciptakan efek flutter-
valve. Kemudian masukkan chest tube pada sisi sisanya.
Pasang peralatan monitoring end tidal CO2 (jika tersedia) pada endotrakeal tube.
Sirkulasi dengan Kontrol perdarahan4
Hipotensi setelah terjadi injury harus dipertimbangkan sebagai akibat hipovolemik
sampai terbukti tidak. Identifikasi sumber perdarahannya.
Pemeriksaan cepat dan akurat terhadap status hemodinamik sangat penting. Elemen
yang penting antara lain:
Tingkat kesadaran : Penurunan tekanan perfusi serebral dapat terjadi akibat
hipovolemi.
Warna kulit: kulit kemerahan, jarang menandakan hipovolemia. Wajah keabu-
abuan/kelabu, kulit ektremitas putih menunjukkan hipovolemi; biasanya
mengindikasikan kehilangan volume darah setidaknya 30%.
Nadi
Tekanan darah
a. jika nadi pada radialis teraba,TD >80mmHg
b. Jika hanya ada di Carotid TD > 60 mmHg.
c. Periksa kualitas nadi; penuh dan cepat
d. Nadi irregular menandakan kemungkinan cardiac impairment
Pasang kateter urin dan NGT kecuali ada kontraindikasi.
Catatan : output urin adalah indicator sensitive untuk mengetahui status volume tubuh.
Kateter urin merupakan kontra indikasi jika ada kecurigaan injury pada urethra, misal:
a. Darah pada meatus uretra
b. Henatom skrotum
c. Prostate tidak bisa dipalpasi
20
Tabel 2. Syok Hipovolemik karena Perdarahan (menurut Advanced Trauma Life Support)8
Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan
Kelas I : kehilangan volume
darah < 15 % EBV
Hanya takikardi minimal, nadi
< 100 kali/menit
Tidak perlu penggantian
volume cairan secara IVFD
Kelas II : kehilangan
volume darah 15 – 30 %
EBV
Takikardi (>120 kali/menit),
takipnea (30-40 kali/menit),
penurunan pulse pressure,
penurunan produksi urin (20-
30 cc/jam)
Pergantian volume darah yang
hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL) sejumlah 3 kali volume
darah yang hilang
Kelas III : kehilangan
volume darah 30 - 40 %
EBV
Takikardi (>120 kali/menit),
takipnea (30-40 kali/menit),
perubahan status mental
(confused), penurunan
produksi urin (5-15 cc/jam)
Pergantian volume darah yang
hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL) dan darah
Kelas IV : kehilangan
volume darah > 40 % EBV
Takikardi (>140 kali/menit),
takipnea (35 kali/menit),
perubahan status mental
(confused dan lethargic),
Bila kehilangan volume darah
> 50 % : pasien tidak sadar,
tekanan sistolik sama dengan
diastolik, produksi urin
Pergantian volume darah yang
hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau
RL) dan darah
21
minimal atau tidak keluar
Keterangan : EBV (estimate Blood Volume) = 70 cc / kg BB
Penatalaksanaan7
1. Pemantauan. Parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan:
denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral (CVP) dan
pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam)
menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
2. Penatalaksanaan pernapasan. Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui
masker atau kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala
dan mandibula yang tepat dan aliran pengisapan darah dan secret yang sempurna.
Penentuan gas darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi.
Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus
diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus
diatur sebesar 12 sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 per menit.
Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien
melawan terhadap ventilator, maka obat sedative atau pelumpuh otot harus diberikan.
Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat, atau jika
fungsi paru-paru menurun harus ditambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir positif.
3. Pemberian cairan
a. Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan ringer laktat atau
larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian dan jumlah aliran
intravena yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya syok. Umumnya paling
sedikit 1 sampai 2 liter larutan ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit
pertama atau bias lebih cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki
dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah
minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung. Harus dilakukan transfuse darah pada
pasien-pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta jumlah yang diberikan
disesuaikan dengan respons dari parameter yang dipantau.
22
1. Darah yang belum dilakukan reaksi silang atau yang bergolongan O-negatif
dapat diberikan terlebih dahulu, apabila syok menetap dan tidak ada cukup
waktu (kurang lebih 45 menit) untuk menunggu hasil reaksi silang selesai
dikerjakan.
2. Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis golongan darah yang sesuai
harus diberikan.
3. Koagulopati delusional dapat timbul pada pasien yang mendapat transfuse
darah masif. Darah yang disimpan tidak mengandung trombosit hidup dan
factor pembekuan V dan VI. Satu unit plasma segar beku harus diberikan
untuk setiap 5 unit whole blood yang diberikan. Hitung jumlah trombosit dan
status koagulasi harus dipantau terus menerus pada pasien yang mendapatt
transfusi massif.
4. Hipotermia juga merupakan konsekuensi dari transfuse massif. Darah yang
akan diberikan harus dihangatkan dengan koil penghangat dan suhu tubuh
pasien dipantau.
4. Vasopresor, - Pemakaian obat ini pada penanganan syok hipovolemik akhir-akhir ini
kurang disukai. Alasannya adalah bahhwa hal ini akan lebih mengurangi perfusi jaringan.
Pada kebanyakan kasus, vasopresor tidak boleh digunakan; tetapi vasopresor mungkin
bermanfaat pada beberapa keadaan. Vasopresor dapat diberikan sebagai tindakan
sementara untuk meningkatkan tekanan darah sam pai didapatkan cairan pengganti yang
adekuat. Hal ini terutama bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner
atau penyakit pembuluh darah otak yang berat. Zat yang digunakan adalah norepinefrin 4
sampai 8 mg yang dilarutkan dalam 500 ml 5% dekstrosa dalam air (D5W), yang bersifat
vasokonstriktor predominan dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis harus
disesuaikan dengan tekanan darah. 1, 7
Disabilitas (Evaluasi Neurologik)8
Cek tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
Metode AVPUP untuk menentukan tingkat kesadaran
A Alert
V respon terhadap rangsang Vokal
23
P respon terhadap rangsang Pain
U Unresponsif
Pengukuran dan Reaksi Pupil
Catatan: GCS lebih detil namun termasuk pada secondary survey, kecuali jika akan melakukan
intubasi maka pemeriksaan GCS harus dilakukan lebih dulu.Tabel 3: Nilai GCS 8
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang)
· Respon terhadap suara (suruh buka mata)
· Respon terhadap nyeri (dicubit)
· Tida ada respon (meski dicubit)
4
3
2
1
Respon verbal (V)
Berorientasi baik
Berbicara mengacau (bingung)
Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas & non-
kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
Tidak ada suara
5
4
3
2
1
Respon motorik terbaik (M)
· Ikut perintah
· Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
6
5
24
· Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
· Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
· Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
· Tidak ada (flasid)
4
3
2
1
Interpretasi atau hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M…Selanjutnya nilai tiap-tiap pemeriksaan dijumlahkan, nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Biasanya, pasien dengan nilai GCS
dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan keselamatannya. GCS berguna untuk
menentukan derajat trauma/cedera kepala (trauma capitis).
Gambar 5: cara penilaian kesadaran8
25
Kontrol terhadap Paparan/Lingkungan
Lepas semua pakain pasien, cegah hipotermi dengan memakaikan selimut dan atau
cairan IV yang hangat, berikan cahaya hangat.
Monitoring nadi, BP, pulse oksimetri, EKG, dan output urin terus-menerus.
2. Secondary Survey 1,7
Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan temperature
Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
Dapat disingkat menjadi ‘tubes and fingers in every orifice’
Dimulai dengan anamnesa AMPLE:
A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury
Pemeriksaan penunjang lebih lanjut (EKG, X-Ray, MRI, CT Scan)
Evaluasi pada setiap organ
Komplikasi 4
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul adalah cidera yang terlewatkan,
terlambat dalam diagnosis, cidera iatrogenic, intra abdomen sepsis dan abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture
spleen yang muncul kemudian. Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena
adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus)
ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intraabdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon,
rektum, kandung empedu,apendiks,dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang
menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis
26
Komplikasi akibat syok hipovolemik: 6
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Tanpa data statistik yang menggambarkan jumlah
kematian di luar rumah sakit, dan jumlah pasien total dengan trauma abdomen, gambaran spesifik prognosis
untuk pasien trauma intra abdomen sulit. Angka kematian untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10%.
Syok hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan hasil dapat bervariasi tergantung
pada: 6
1. Jumlah volume darah yang hilang
2. Tingkat kehilangan darah
3. Cidera yang menyebabkan kehilangan
4. Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru, dan penyakit ginjal.
Kesimpulan 1
Syok hipovolemik yang disebabkan karena perdarahan intraabdomen merupakan kedaruratan
medis. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan yang cepat dan tepat. Primary survey
meliputi ABCDE dan secondary survey merupakan bentuk penanganan lanjut yang lebih spesifik
dan terperinci. Tindakan primary dan secondary survey sangat mempengaruhi prognosis pasien.
27
Daftar Pustaka
1. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis ed 5. Jakarta:
EGC;2003.h.4-7
2. Gridale J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga. Jakarta; 2005.h. 105-7
3. Sudiharto. Biomekanik trauma. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dari
http://bppsdmk.depkes.go.id/bbpkjakarta/wp-content/uploads/2012/03/BIOMEKANIK-
TRAUMA.pdf pada tanggal 15 November 2013
4. Henderson SO. Vademacum kedokteran emergensi. Jakarta: EGC;2013.h.520-5
5. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah ed 6. Jakarta: EGC;2004.h.82-3
6. Brooks A, Mahoney P, Hodgetts T. Major trauma. Elsevier Limited. Philadelphia; 2005.h.
239, 40.
7. Amisani I. Tatalaksana awal multiple trauma, 31 Oktober 2010. Diunduh dari:
http://www.scribd.com/doc/Tatalaksana-Awal-Multiple-Trauma#download, 8 November 2013.
Pkl.13.42
8. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku ilmu bedah sabiston ed
17. Jakarta: EGC;2011.h.238-46
28