BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. 1,2 Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi
akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam,
menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.3,4
2.2 Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan
mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan
dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang
terinfeksi malaria adalah 5,6:
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga
lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan
P. falciparum.
1
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan
perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini
merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang
masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
2.3 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies
yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan
langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada
janinnya.6,7
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit
dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ
tubuh.3,7
2
2.4 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk anopheles betina.7
2.4.1 Silkus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama kurang
lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit
hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi
skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut
dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat
bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps
(kambuh).3,7
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan
merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut
dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan
betina.3,7
3
2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di
dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot.
Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.
Di luar dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.3,7
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke
tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi,
tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari
sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan
mikroskopik.3,7
2.5 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini
diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.6
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis
4
dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi
hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.6
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke
dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami
perubahan struktur dan mbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi,
sekuestrasi dan resetting.8
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga
dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. 4
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung
merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga
berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah
golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai
reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.4,8
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap
eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia
jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white
fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.9
5
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari
saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang
merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.9
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs)
pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi
malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap
endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang
mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.9
2.6 Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan
reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan
proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang
merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar
venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan
pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi.4,10
6
2.7 Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol)
atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.4,8,10,11
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan
pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi
yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang
mengandung stadium aseksual).4,12
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut
tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan
prodromal tidak jelas.12
3. Gejala-gejala umum
7
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
berurutan:
Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus
dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar,
pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. 4,11,12
Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh
tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok.
Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti
dengan keadaan berkeringat.4,11,12
Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa
capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan
pekerjaan biasa.4,11,12
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering
ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari
serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.4,12
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi
P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan
8
sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:4,12
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit
>10.000/µl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12
ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg
%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler jaringan otak.
9
2.8 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.
1. Anamnesis
Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat
ditemukan keadaan di bawah ini:
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
Panas sangat tinggi.
Mata dan tubuh kuning.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
Nafas cepat (sesak napas).
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
10
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
Demam (≥37,5oC)
Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai
berikut:
Temperature rectal ≥40oC.
Nadi capat dan lemah.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-
anak.
Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit
pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.
Penurunan kesadaran.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda-tanda dehidrasi.
Tanda-tanda anemia berat.
Sklera mata kuning.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
11
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita
adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi.13 Pemeriksaan
darah tebal dan tipis untuk menentukan:
Ada/tidaknya parasit malaria.
Spesies dan stadium Plasmodium
Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau
sediaan darah tipis.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
12
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau
pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer
>1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.
2.9 Pengobatan Malaria
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-
pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria
standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa
komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk
pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti
malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu
kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan
radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa
atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.14
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di Rumah Sakit,
obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati
penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan
pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,
13
sulfametoksazol-trimetoprim dan siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat
anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina.14
a. Pengobatan malaria falciparum
Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin
dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal),
primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal penderita
dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet, 3 tablet
untuk primakuin.
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur3
Har
i
Jenis obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1
bln
2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th
I
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3
II
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
14
III
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria falciparum.
Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual,
sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di dalam darah.3
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama tidak
efektif.
Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin
Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa,
2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5
mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.
Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 th
I
Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3
Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2
Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3
Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
15
II-VII
* : dosis diberikan per kgBB
** : 2x50 mg doksisiklin
*** : 2x100 mg doksisiklin
b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
Lini pertama: Klorokuin+Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax dan
ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.
Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat
membunuh parasit aseksual di eritrosit.3
Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr
(selama 14 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita
obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel.
Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th
I
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
16
II
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
III
Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
IV-XIV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat,
ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak ditemukan
parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh.3 Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari
setelah pemberian obat:3
Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau
Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul
kembali setelah hari ke-14.
Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15 sampai
hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua: Kina+Primakuin
Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama 14
hari).
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan
umur sebagai berikut:
17
Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Hari Jenis obat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1
bln
2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th
1-7 Kina * * 3x½ 3x1 3x2 3x3
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
*: dosis diberikan per kgBB
Pengobatan malaria vivax yang relaps
Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang ditingkatkan. Dosis
klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB dan
primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat
ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur.3
Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps
Hari Jenis obat
Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th
1
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
2
Klorokuin ¼ ½ - 2 3 3-4
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
18
3
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
14-14 Primakuin - - ½ 1 1½ 2
c. Pengobatan malaria malariae
Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin
dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga
diberikan berdasarkan golongan umur penderita.3
Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae
Hari Jenis obat
Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th
I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
III Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
d. Kemoprofilaksis
19
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang
bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,
peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan
bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal
protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka
kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan
tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi
pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6
minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB
setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4
minggu setelah kembali.3
Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin
Golongan umur (thn) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)
<1 ¼
1-4 ½
5-9 1
10-14 1½
>14 2
20
2.10 Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan3
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-
anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan
2 atau lebih fungsi organ3.
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.
BAB II
LAPORAN KASUS
21
I.IDENTITAS
1. Nama : A
Umur : 5 tahun 6 bulan
Jenis kelamin ; laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sungai Dareh
Kebangsaan : Indonesia
MRS : 23 Februari 2015
Identitas Orang tua/wali :
Ayah : Nama : Tn.B
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pegawai swasta
Usia : 37 tahun
Penyakit : Tidak ada
Ibu : Nama : Ny.A
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Usia : 30 tahun
Penyakit : tidak ada
II. ALLOANAMNESIS (diberikan oleh ibu kandung)
22
Keluhan Utama :
Perut teraba membesar sejak 7 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
- Demam 10 hari yang lalu selama 2 hari, tinggi, hilang timbul, menggigil, berkeringat
berlebihan, tidak disertai kejang
- Muntah 10 hari yang lalu selama 3 hari, fekuensi 3‒4 kali/hari, jumlah ½ gelas/kali,
berisi makanan, tidak menyemprot
- Tampak pucat sejak 8 hari yang lalu, ini merupakan keluhan pucat yang pertama
- Perut tampak membesar sejak 7 hari yang lalu
- Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada
- Perdarahan pada kulit, gusi,hidung dan saluran cerna tidak ada
- Nafsu makan menurun semenjak sakit, biasanya makan 3 kali/hari, jumlah 1
piring/kali, sekarang frekuensi 3 kali/hari, jumlah ½ piring/kali
- Buang air kecil jumlah dan warna biasa
- Buang air besar warna dan konsistensi biasa
- Riwayat transfusi tidak ada
- Anak sebelumnya dirawat di RSUD Sungai Dareh selama 5 hari, telah dilakukan
pemeriksaan darah dengan hasil Hb 10,3 mg/dl, leukosit 24.203/mm3, LED 70
mm/jam, hitung jenis 0/0/2/90/5/2, hematokrit 28%, trombosist 283.000, kemudian
anak dirujuk dengan keterangan tumor intraabdomen
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita pembesaran perut sebelumnya
23
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita pembesaran perut
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keganasan
Riwayat Pekerjaan, Soasial Ekonomi, Kejiwaan, Kebiasaan
- Anak ke-4 dari 4 orang bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, berat badan lahir
2.800, panjang bada lahir 47 cm, langsung menangis kuat
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal
- Riwayat imunisasi dasar lengkap, booster tidak ada
- Higiene dan sanitasi kurang
Riwayat Makanan dan Minuman
ASI : ASI eksklusif 0-4 bulan, ASI 0-1 tahun, frekuensi sering
Bubur biskuit : 4-9 bulan, 2-3 kali/hari
Nasi tim : 9-12 bulan, 3 kali/hari, julah 1 piring/ kali
Susu formula : 1 tahun – sekarang, frekuensi sering
Nasi biasa : 2,5 tahun– sekarang. Makan 3x sehari, jumlah 1 porsi tiap makan.
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 bulan, scar +
Polio : 3 x ( 2,4,6 bulan )
DPT : 3 x ( 2,4,6 bulan )
24
Hepatitis B : 3 x ( 0,1,6 bulan )
Campak : 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, booster tidak ada
Riwayat Tumbuh Kembang
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 1 tahun
Bicara : 1tahun 2 bulan
Membaca dan menulis : 5 tahun
Kesan : Perkembangan sesuai usia
III. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : sadar
Keadaan umum : sedang
Keadaan gizi : baik
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 89x/menit
Suhu : 37,4oC
25
Pernafasan : 22x/menit
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Anemis : ada
Ikterus : tidak ada
2. Kulit
Teraba hangat, tampak pucat
3. Kelenjar Getah Bening
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
4. Kepala
Bulat, simetris
5. Rambut
Hitam, tidak mudah rontok
6. Mata
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
7. Telinga
Tidak ditemukan kelainan
8. Hidung
Tidak ditemukan kelainan
9. Tenggorokan
Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis
Faring tidak hiperemis
10. Gigi dan mulut
Mukosa mulut basah
11. Leher
26
Tidak ditemukan kelainan
12. Dada
a. Paru
Inspeksi : normochest, simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikular, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
b. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS
Perkusi : batas jantung atas : RIC II, kanan : LSD, kiri 1 jari medial linea
LMCS RIC V
13. Perut
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : hepar tidak teraba, lien teraba S4
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
14. Punggung
Tidak ditemukan kelainan
15. Alat kelmamin
Tidak ditemukan kelainan
16. Anus
Colok dubur tidak dilakukan
17. Anggota gerak
Akrat hangat, perfusi baik
27
Reflek fisiologis +/+
Reflex patologis -/-
IV. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 20,4gr/dl
Leukosit : 10.200/mm3
Hitung jenis : 0/3/0/55/38/4
Trombosit : 225.000/mm3
Retikulosit : 0,9%
Eritrosit : 4.100.000/mm3
MCV : 76 fl
MCH : 25 pg
MCHC : 33%
Hematokrit : 31%
V. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Susp.malaria
Diagnosis banding : Thalasemia
VI. PENATALAKSANAAN
Pasien dipulangkan dan dianjurkan kembali 1 bulan lagi untuk observasi pembesaran lien
28
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan anak laki-laki usia 5 tahun 6 bulan dating ke Poli Anak RSUP
M.Djamil dapa tanggal 23 Februari 2015 dengan diagnosis kerja suspek malaria.
Dari alloanamnesis didapatkan keluhan utama perut teraba membesar sejak 10 hari
yang lalu. Pembesaran ini teraba pada abdomen sebelah kiri, kemungkinan ini disebabkan
oleh pembesaran lien. Pasien mengeluhkan demam 10 hari yang lalu selama 2 hari, tinggi,
hilang timbul, menggigil, berkeringat berlebihan, tidak disertai kejang. Ini merupakan gejala
khas demam pada malaria. Muntah 10 hari yang lalu selama 3 hari, fekuensi 3‒4 kali/hari,
jumlah ½ gelas/kali, berisi makanan, tidak menyemprot. Muntah tidak menyemprot
menandakan bahwa muntah bukanlah akibat peningkatan tekanan intracranial. Pasien tampak
pucat sejak 8 hari yang lalu. Pucat pada pasien dapat disebabkan akibat penghancuran
eritrosit yang mengandung parasit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran lien schoffner 4. Pembesaran lien ini
disebabkan oleh aktivitas lien yang meningkat. Dalam lien dijumpai banyak parasit dalam
makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi, serta terjadi proses hemolisis, sehingga pada pasien ini didapatkan anemia
hemolitik. Pembesaran lien pada pasien dirasakan kurang sesuai dengan penyakit yang
diderita. Pembesaran lien ini juga dapat disebabkan oleh thalasemia. Namun pasien tidak
pernah pucat dan tidak ada riwayat transfusi sebelumnya. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar hemoglobin yang tidak terlalu rendah yaitu 10,4. Oleh sebab itu pasien
dianjurkan untuk kembali 1 bulan lagi untuk observasi pembesaran lien.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap Klorokuin.
MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 2008; Hal: 873.
2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX, tahun
XXIX. Jakarta, 2008; Hal: 615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi II. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta, 2012; Hal: 408-36.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2008; Hal: 1-15.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2007; Hal:
249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN
(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto PN
(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W (editor).
Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2008, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2007;Hal:504-7.
30
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I, Jakarta,
Fakultas Kedokteran UI, 2009, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal:
151-55.
13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal:
185-92.
14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2009; Hal: 194-204.
31