MAKALAH
“ Manajemen Berbasis Sekolah”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Pendidikan Dosen:
Dr. Sudadio, M.Pd
Disusun Oleh :
Adini Jannati (2225090637)
Lira Suci Fitriyani (2225090907)
Saraswati (2225090691)
Yeni Setyowati (2225091753)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2011
PEMBAHASAN
A. Sejarah MBS
Pendidikan yang berkualitas senantiasa harus ditingkatkan karena
merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM guna mencapai
tujuan pembangunan. Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap kemajuan suatu bangsa, dengan pendidikan akan membangun watak
bangsa. Sehingga dapat membentuk masyarakat yang cerdas dan memberikan
nuansa kehidupan yang cerdas.
Keinginan pemerintah yang digariskan dalam haluan Negara agar
pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi, menuntut partisipasi
masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah dan relevansi
pendidikan. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik akan memberi imbas
kepada otonomi sekolah sebagai subsistem pendidikan nasional. Dan, saat ini
otonomi daerah menuntut pengelolaan pendidikan secara otonom dengan model
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dari istilah manajemennya sendiri, fungsi-
fungsi manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan.
Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan
tentang tindakan yang akan dilaksakan pada waktu yang akan datang. Pelaksanaan
merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam
rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pengawasan dapat diartikan
sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan.
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara professional semua
unsure organisasi agar berfungsi sebagaimana fungsinya.
MBS merupakan pengindonesiaan dari school-based management (SBM)
atau school-site management (SSM). Referensi yag dipakai ke arah desentraliasi
itu sebagai berikut:
a. Pertama, The new progressive era atau era progerssif bau yang lahr
pada than 1960-an digagas leh Neal,and Corporation,Fullman,
Mclaughlin, Bruce Joyee, dsb. Titik takannya adalah pengembangan
kemampuan individu sebagai ujung tombak perubahan.
b. Kedua, school effectiveness studies atau studi-studi keefektifan sekolah
pada tahun 1970-an yang digagas oleh Edmus,Cohan,Cuban dengan
titik tekan pada etos sekolah.
c. Ketiga, nation Raport atau laporan nasional pada tahun 1980-an yang
digagas oleh Wood, Bell dan Sizer dengan titik tekan pada
pemberdayaan sekolah, termasuk pemberdayan pendidikan pada anak-
anak berisiko (Nation at Risk). Nation at Risk adalah anak-anak yang
berisiko dalam menempuh pendidikan. Seperti gelandangan, pengemis,
anak-anak dari keluarga miskin,dll.
d. Keempat, public school by choice atau sekolah negeri dengan pilihan.
Kebijakan MBS di Indonesia secara relatif sunguh-sungguh baru dimulai
sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuam yang disebut
dengan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Berangkat dari
pengalaman di Amerika Serikat, agaknya diperlukan waktu cukup lama bagi
manajemen sekolah di Indonesia untuk secara bersungguh-sungguh dilaksanakan
The new progressive Era(Tahun 1960-an)
School Effectiveness Studies
(Tahun 1970-an)
Nation Raport(Tahun 1980-an)
Public School by Choice(sosok sekolah abad ke-21)
Perkembangan MBS di Amerika Serikat
secara berbasis pada pendekatan MBS. Berkaitan denga topik yang tengah kita
persoalkan terdapat dua nama yang populer yaitu MBS dan MPBS. Terminologi
MBS atau pendidikan berbasis masyarakat dimuat dalam UU No 25 Tahun 2000
tentang Propenas. Menurut UU ini, MBS dimaksudkan sebagai upaya untuk
meningkatkan kemandirian sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan ditandai
dengan pembentukan komite sekolah dan dewan pendidikan kabupaten atau kota.
Dilingkungan Depdiknas dan Dinas Diknas terminologi yang populer adalah
MPMBS yang pada intinya adalah otonomi, akuntabilitas, dan partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Titik tekan MPMBS adalah
perbaikan mutu masukan, proses, keluaran pendidikan serta sepanjang
memungkinkan juga menggamit layanan purnalulus. Dengan demikian meski
MBS dan MPMBS memiliki kaitan yang erat namun MBS memiliki cakupan
yang lebih luas. Jika MBS benar-benar diterapkan, kewenangan merekrut tenaga
guru, merekrut dan mengangkat kepala sekolah, sistem pembayaran gaji,
penetapan kalender sekolah, penetapan biaya pendidikan sekolah bahkan juga
kurikulum semuanya menjadi kewenangan sekolah.
Terdapat definisi dan variasi istilah MBS. Seperti yang dituliskan Larry
Kuehn dalam ERC Clearinghouse on Educational Management (1999) menulis
Otonomi Pengelolaan Pendidikan
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah
Jika MPMBS berhasil
Skema berpikir kebijakan MBS di Indonesia
bahwa banyak nama untuk MBS. Nama lain yang sama maknanya dengan MBS
adalah :
Management Lokal Sekolah
Pembagian kewenangan dalam pembuatan keputusan
Pengelolaan sekolah secara mandiri
Sekolah dengan penentuan pengelolaan secara mandiri
Otonomi sekolah secara local
Manajemen sekolah yang bersifat partisipatori
Devolusi
Desentralisasi pengelolaan sekolah
Restrukturisasi sekolah
Sekolah berbasis swakelola
Sekolah berbasis penentuan “nasib” sendiri
Merujuk pada nama diatas, MBS dapat didefinisikan sebagai suatu proses
kerja komunitas sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi,
akuntabilitas, partisipasi dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan
dan pembelajaran secara bermutu.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari “ school based
management” Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru
pendidikan dan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi yang ditunjukkan
dengan pernyataan politik dalam GBHN.MBS ditandai dengan otonomi sekolah
dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala
yang muncul di masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan.
MBS memberikan manfaat yaitu dengan memberikan kebebasan dan
kekuasaan yang besar pada sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan
adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan
pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat , sekolah dapat lebih
meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas.
MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian kewenangan atau otonomi kepada sekolah, pemberian flesibilitas yang
lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah, dan
mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan demikian, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam MBS yakni berkaitan dengan
kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas pemerintah, peranan orang tua dan
masyarakat , peranan profesionalisme dan manajerial, serta pengembangan
profesi. Karakteristik MBS dapat diketahui antara lain dari bagaimana sekolah
dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar ,
pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan sumber daya dan administrasi.
Sedangkan Karakteristik MBS menurut Bailey (1991) karakteristik ideal
manajemen berbasis sekolah dan karakteristik ideal sekolah untuk abad ke-21,
seperti berikut :
1. Adanya keragaman dalam pola penggajian guru
Istilah populernya adalah pendekatan prestasi (merit system).
2. Otonomi manajemen Sekolah
3. Pemberdayaan guru secara optimal
4. Pengelolaan sekolah secara partisipatif
5. Sistem yang didesentralisasikan
6. Sekolah dengan pilihan atau otonomi sekolah dalam menentukan
aneka pilihan
7. Hubungan kemitraan (partnership) antara dunia bisnis dan dunia
pendidikan
8. Akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh relative mandiri
9. Pemasaran sekolah secara kompetitif
MBS sebagai proses pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan
mutu dan kemandirian sekolah. Menurut undang-undang No.25 tahun 2000
tentang Propenas, MBS dimaksudkan juga sebagai upaya untuk meningkatkan
kemandirian sekolah dalam penyelenggaran pendidikan. Terdapat delapan
langkah pemberdayaan dalam MBS, yaitu Menyusun kelompok guru sebagai
penerima awal atas rencana program pemberdayaan, mengidentifikasi dan
membangun kelompok peserta didik di sekolah, memilih dan melatih gurudan
tokoh masyarakat yang terlibat secara langsung dalam implementasi manajemen
berbasis sekolah, membentuk dewan sekolah yang terdiri dari unsure sekolah dan
masyarakat di bawah pengawasan pemerintah daerah, menyelenggarakan
pertemuan-pertemuan para anggota dewan sekolah, mendukung aktifitas
kelompok yang tengah berjalan, mengembangkan hubungan yang harmonis antara
sekolah dan masyarakat, menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi.
B. Persyaratan Eksistensial Menuju MBS
Menurut david dalam synthesis of research on school based management
(1989) bahwa persayaratan Eksistensial implementasi MBS akan tercipta ketika
terjadi pergeseran pada tingkat struktural dalam beberapa hal :
Membangun aliansi yang kuat dengan persatuan guru
Mendelegasikan kekuasaan dan kewenangan kepada sekolah untuk
mendefinisikan tugas-tugas baru, memilih staf dan mengkreasi
lingkungan belajar.
Mendorong terciptanya otonomi dalam pembuatan keputusan sekolah
Mengkomunikasikan tujuan, menentukan patok sasaran dan
mendistribusikan informasi secara akurat.
Menciptakan komunikasi yang dinamis antara staf sekolah dan pejabat
pendidikan
Member peluang kepada sekolah untuk bereksperimen dan membuat
keputusan yang beresiko.
Memodifikasi keputusan pejabat struktural pendidikan
Memotivasi kepala sekolah untuk melibatkan guru-guru dalam aneka
pembuatan keputusan
Mengembangkan kaidah akuntabilitas bagi staf sekolah
Memberika peluang luas bagi kepala sekolah dan staf untuk
mengembangkan kemampuan dan keahlian profesionalnya, membuat
aturan baru dan mempertanggungjawabkannya
Mengembangkan kaidah dimana kantor pusat hanya sebagai fasilitator
dan koordinator pembaruan sekolah.
Menggunakan pendekatan prestasi
Ada tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dalam rangka MBS,
yaitu:
1. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran
Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran mencakup kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan
pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Sekolah bertugas merealisasikan dan
menyesuaikan kurikulum tersebut dengan pembelajaran, sekolah juga berwenang
untuk mengembangkan kurikulum bermuatan lokal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan lingkungan setempat.
2. Manajemen Tenaga Kependidikan
Peningkatan produktifitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan
meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan
teknik manajemen personalia modern. Manajemen tenaga jependidikan bertujuan
untuk mendaya gunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk
mencapai hasil yang optimal.
3. Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan
yang berkaitan dengan peserta didik. Tujuan manajemen kesiswaan adalah
mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran
di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur serta mencapai tujuan
pendidikan sekolah.
4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Keuangan dan Pembiayaan merupakan potensi yang sangat manentukian
dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan.
Pengelompokan sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara
garis besar adalah : Pemerintah, Orangtua dan Peserta, Masyarakat baik mengikat
maupun tidak mengikat.
5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Yang dimaksud adalah sarana pendidikan peralatan dan perlengkapan
yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, sedangkan
prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang
jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Manajemen ini bertugas mengatur
dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi
secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan
ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan
inventarisasi dan penghapusan serta penataan.
6. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah Memajukan kualitas
pembelajaran dan pertumbuhan anak, Memperkokoh tujuan serta meningkatkan
kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, Menggairahkan masyarakat untuk
menjalin hubungan dengan masyarakat.
7. Manajemen Dana Pendidikan dalam Konteks MBS
Dana merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan dan pendidikan. Manajemen Beebasis
Sekolah menuntut kemampuan sekolah untuk merencanbakan, melaksanakan dan
mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara
transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Untuk mengefektifkan pembuatan
anggaran belanja sekolah, yang sangat bertanggungjawab sebagai pelaksana
adalah kepala sekolah.
C. Keunggulan MBS
Keunggulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan MBS, antara lain:
1. Memungkinkan personil yang kompeten disekolah dalam mengambil
keputusan untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik
2. Memberikan hak kepada masyarakat sekolah untuk berperan dalam
pengambilan keputusan yang penting
3. Menggunakan akuntabilitas dalam setiap pengambilan keputusan dan
pertanggungjawaban
4. Mengarahkan dengan tepat sumber daya untuk mencapai tujuan
sekolah
5. Mendorong kreatifitas untuk mendesain program pengembangan
sekolah
6. Menyadarkan guru dan orang tua akan perlunya anggaran yang
realistik dalam keterbatasan biaya program yang bersumber dari
pemerintah
7. Meningkatkan semangat guru serta mematangkan kader pemimpin
pendidikan pada semua tingkatan
D. Sumber dan Strategi Pembaruan Menuju Manajemen Berbasis Sekolah
1. Sumber Pembaruan Manajemen Pendidikan
Pembaruan merupakan bagian dari proses organisasi formal menuju sosok
tampilan yang dikehendaki. Pembaruan di bidang manajemen pendidikan yang
menjadi sumber adalah faktor internal dan eksternal. Dalam perspektif pemikiran
umum, Drucker (1985) mengemukakan beberapa sumber terjadinya pembaruan,
yaitu sebagai berikut:
a. Kondisi yang tidak diharapkan atau unexpected
b. Munculnya ketidakwajaran atau the incongruity
c. Inovasi yang muncul berbasis pada kebutuhan dalam proses atau
innovation based on process need
d. Perubahan pada struktur industry atau struktur pasar atau changes in
industry structure or market structure.
e. Faktor demografis atau demographics.
f. Perubahan persepsi, suasana dan makna atau changes in
perceptions,mood and meaning.
g. Pengetahuan baru atau new knowledge.
2. Strategi Pembaruan Manajemen Pendidikan
Sekolah harus menjadi lembaga yang inovatif , mengalami metamorphosis
menuju pembaruan secara terus-menerus . Sekolah akan menjadi seperti itu
apabila memiliki pemimpin yang inovatif pula. Keberhasilan sekolah dalam
mengembangkan misinya sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolahnya.
Ada strategi khusus yang harus diterapkan dalam rangka mewujudkan manajemen
sekolah yang inovatif. Bennie, bene dan chin (19740 mengemukakan beberapa
strategi perubahan yang inovatif seperti brikut ini:
a. Rational Empirical Strategy
b. Normal Reeducative Strategy
c. Power-Coercive Strategy
E. Keunggulan Penganggaran Berbasis Sekolah
Lowry mengidentifikasi enam keuntungan teoritis penganggaran berbasis
seolah dan kendala yang muncul dari fenomena yang rill.
Desentralisasi yang dilakukan secara radikal memungkinkan staf sekolah
terlibat secara penuh di alam manejemen sekolah, dari hari ke hari.
a. Keterlibatan guru menumbuhkan komitmen dan moivasi mereka untuk
bekerja lebih keras.
b. Jika masyarakat andil dalam pembuatan keputusan, akan muncul
keterlibatan masyarakat yang lebih luas di sekolah.
c. Keputusan berbasis sekolah akan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
d. Anggaran yang akan lebih aman karena adanya efisiensi.
e. Pembuatan keputusan di bidang keuangan dapat dengan cepat
dilakukan termasuk ketika terjadi perubahan mata anggaran.
F. Pembuatan Keputusan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
1. Urgensi Pembuatan Keputusan Sekolah
Konsep manajemen pendidikan modern menggariskan bahwa efektivitas
manajemen sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan manajernya yang
membuat keputusan yang bermutu yang diperoleh melalui langkah-langkah yang
sistematis. Oleh karena itu, tuntutan paling menonjol di manajemen sekolah
ditandai oleh hal-hal berikut:
a. Adanya kebutuhan akan manajer atau pimpinan sekolah atau pimpinan
sekolah professional yang mempunyai kompetensi tinggi dalam
membuat kebijakan dengan memanfaatkan sumber potensi yang ada
dan yang mungkin diakses secara efektif dan efisien.
b. Keahlian, teknik, dan alat adalah factor penting demi terlaksananya
proses manajemen secara lebih baik.
c. Adanya perhatian tinggi terhadap aspek manusiawi
d. Pembuatan keputusan sekolah dilakukan melalui prosedur yang
sistematis dan ditunjang oleh data atau informasi akurat.
2. Pembuatan Keputusan Melibatkan Banyak Pihak
Bagi guru, orang yang paling masuk akal untuk diajak bekerjasama dalam
pembuatan keputusan pada tingkat organisasi adalah kepala sekolah. Begitupun
sebaliknya, bagi kepala sekolah orang yang paling masuk akal untu diajak
bekerjasama dalam pembuatan keputusan pada tingkat organisasi adalah guru atau
lebih luas lagi anggota Komite Sekolah. Umunya, kepala sekolah harus
melibatkan guru, berdasarkan bidang keahlian, minat, dan kepeduliannya. Kepala
sekolah harus berperan sebagai psikolog sosial dan mengetahui dengan baik
tentang dinamika kelompok guru, formal dan informal. Salah satu peran dari
manajerial seorang kepala sekolah adalah sebagai arsitek sistem sosial.
3. Keputusan Sekolah Secara Partisipatif
Perancang MBS dituntut untuk merumuskan asumsi-asumsi yang mampu
menggarasi ekurasi tanggung jawab pembuatan keputusan di tingkat sekolah.
Disini ada tiga hal yang setidaknya dapat dipertanggung jawabkan oleh Dinas
Diknas, yaitu:
a. Keputusan Keuangan
Dinas Diknas, dan lebih luas lagi Pemerintah kabupaten/kota harus
menentukan fungsi-fungsi yang baru “disentralisasikan”. Dinas Diknas
dan Pemerintah kabupaten/kota tidak cukup hanya menyetujui dan
mengalokasikan anggaran ke tingkat sekolah tetapi harus membantu
proses menggaransi agar alokasi dana tersebut efektif. Instansi inipun
harus mampu menggaransi bahwa pratik MBS tidak menyimpang dari
hal-hal berikut:
Visi, misi dan tujuan sekolah
Standar proses dan luaran
Kebijakan
Persyaratan legal,dan
Perencenaan yang telah mereka gerakan
b. Keputusan-Keputusan Tentang Staf
Dinas Diknas, Pemerintah kabupaten/kota, Balai Penataan Guru (BPG)
atau Pusat Pengendalian Mutu Pendidikan (PPMP), dan Pusat
Pengembangan Penataran Guru (PPPG) bertanggung jawab dalam
memilih atau melatih guru-guru yang potensial untuk mengikuti
kegiatan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan.
c. Keputusan Pragmatik
Dinas Diknas mempunyai tanggung jawab untuk memapankan
kerangka kerja yang lebih luas dari tujuan, sasaran, dan keluaran yang
diharapkan. Seentara sekolah harus mempunyai tanggung jawab dalam
menentukan alat yang tepat untuk mencapai tujuan akhir yang
dikehendaki. Meski demikian, sekolah harus tetap menjadi pusat
sumber-sumber didalam mengembangkan program pembelajaran,
kebijakan yang berkaitan dengan pngelompokan siswa, pendekatan
pedagogis, pemilihan buku teks, dan kurikulum.
4. Keputusan Sekolah yang Ideal
Keputusan organisasi yang dimaksudkan Ideal yaitu menampilkan sosok
berikut :
Keputusan yang baru
Keputusan generik
Keputusan berbasis informasi
Keputusan yang Realistis
Keputusan yang fleksibel
Keputusan yang diterima dan mendapatkan dukungan penuh oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dengan keputusan tersebut
5. Jenis-Jenis Keputusan
Keputusan organisasi sekolah lebih dari sekedar minyak pelumas yang
befungsi memperlancar gerakan sebuah roda pendidikan dan pembelajaran.
Keputusan sekolah dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
Keputusan otoratif
Keputusan Pribadi
Keputusan organisasi
6. Keterlibatan Guru dalam Pembuatan Keputusan
Holloway (2000) berkesimpulan bahwa strategi MBS yang paling efektif
adalah kebebasan energi untuk membuat keputusan bagi semua guru melalui tim-
tim yang bekerja dengan pendekatan horizontal dan vertikal. Kerja dari beragam
komisi itu ditransformasikan ke dalam pikiran-pikiran abstrak yang tidak dapat
dipahami dari keterlibatan guru dan pada proses keputusan yang demokratis
kedalam spesifikasi konkret yang diperlukan untuk membuat restrukturisasi
pekerjaan seperti:
a. Perubahan program di berbagai pelajaran
b. Pengembangan unit kurikulum aktual yang akan diterapkan di ruang
kelas
c. Mengkreasi praktik-praktik pembelajaran di sekolah
d. Pengembangan professional yang dituntut dari strategi pedagogikal
yang baru
e. Merefleksi dan menilai praktik instruksional
f. Strategi peningkatan sekolah secara terus menerus
7. Proses Pendelegasian
Pemberian kekuasaan dari sudut pandang ilmu manajemen prinsipnya
tidak lain adalah delegasi tugas atau pelimpahan kewenangan.
Peiffer, proses pendelegasian harus memiliki lima pola yang diringkas
sebagai berikut.
a. Persiapan
b. Perencanaan
c. Diskusi atau Pembahasan
d. Audit atau kontrol kualitas
e. Penghargaan
G. Strategi Implementasi MBS
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efesien apabila di
dukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan
sekolah, dana yang cukup, sarana prasarana yang memadai, serta dukungan
masyarakat (orang tua) yang tinggi. Krisis ekonomi menyebabkan dampak yang
negatif salah satunya menurunnya jumlah peserta didik.
Agar MBS dapat di implementasikan secara optimal baik di era krisis
maupun pascakrisis, perlu diadakannya pengelompokan sekolah berdasarkan
tingkat kemampuan manajemennya. Ini bermaksud untuk mempermudah pihak
terkait untuk memberi dukungan.
H. Pengelompokan Sekolah
Dalam pengelompokan sekolah harus mempertimbangkan kondisi lokasi
dan kualitas sekolah. Akan di temui tiga katagori sekolah, yaitu baik, sedang, dan
kurang, yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan. Perencanaan
implementasi harus menuju pada variasi tersebut dan mempertimbangkan
kemampuan setiap sekolah. Ini untuk menghindari penyeragaman perlakuan
(treatment) terhadap sekolah. Pemerintah berkewajiban melakukan upaya-upaya
maksimal bagi sekolah yang kemampuan manajemennya kurang. Namun untuk
jangka panjang MBS akan ditentukan oleh bagaimana suatu sekolah mampu
menyusun rencana sekolah dan menjalankannya.
I. Syarat Implementasi MBS
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS
secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya,
pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran
dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan
waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada
kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini
dengan para guru dan orang tua murid.
J. Pentahapan Implementasi MBS
Penerapan MBS secara bertahap dan menyeluruh sebagai realisasi
desentralisasi pendidikan memerlukan perubahan-perubahan mendasar terhadap
aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum, sarana dan
prasarana, serta partisipasi masyarakat. MBS dapat dilaksanakan melalui tiga
tahap yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan pada kegiatan-kegiatan yang
bersifat sosialisasi MBS. Sosialisasi dan pelatihan sangat penting karena MBS
memerlukan adanya perubahan sikap dan prilaku tenaga kependidikan dan
masyarakat. Apabila masyarakat dan sekolah sudah memahami hak dan
kewajibannya maka perubahan mendasar tentang aspek pendidikan dapat
dilakukan sebagai strategi jangka menengah dan jangka panjang. Jangka pendek
dipilih dengan mempertimbangkan:
1. Baik sekolah maupun masyarakat belum mengenal prinsip MBS secara
rinci.
2. Pengalokasikan dana langsung ke sekolah merupakan prioritas utama
dalam pelaksanaan otonomi daerah.
3. Pelaksanaan MBS memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan
memadai minimal mampu mengelola dan mengerti prinsip MBS.
Pentahapan implementasi MBS, Fattah (2000) membaginya dalam tiga
tahap:
1. Tahap sosialisai merupakan tahapan penting agar masyarakat dapat
beradaptasi lebih baik dengan hal yang baru.
2. Tahap piloting merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep MBS
tidak mengandung resiko.
3. Tahap diseminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model MBS
yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat
mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.
K. Hambatan dalam Implementasi MBS
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan
dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1. Tidak berminat untuk terlibat
2. Tidak efisien
3. Pikiran kelompok
4. Memerlukan pelatihan
5. Kebingungan atas peran dan tanggungjawab
6. Kesulitan koordinasi
L. Perangkat Implementasi MBS
Sekolah memerlukan pedoman sebagai pedoman dalam perencanaan,
monitoring, dan evaluasi serta laporan perencanaan. Perangkat ini diperkenalkan
sejak awal melalui pelatihan jangka pendek. Rencana sekolah merupakan
perencanaan sekolah dalam jangka waktu tertentu, disusun oleh sekolah sendiri
dan dewan sekolah yang mengandung visi, misi, tujuan sekolah, prioritas yang
akan dicapai serta strateginya. Yang pelaksanaannya dilakukan bertahap secara
matang dan professional.
M. Prospek Gaji Guru dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Guru merupakan pemeran utama proses pendidikan yang sangat
menentukan tercapai tidaknya tujuan. Jika gaji guru di bebankan ke daerah,
sesuai otonomi daerah, maka akan terjadi:
a. Gaji guru ditiap daerah akan bervariasi sesuai dengan PAD daerah.
b. Secara psikologis guru tidak bias hidup tenang karena tidak ada
kejelasan status dak karier.
c. Terjadi pengurangan guru karena keterbatasan dana
d. Terhambatnya kualitas pendidikan.
e. Daerah yang memiliki dana cukup besar akan dengan leluasa
menentukan gaji guru dan insentif-nya.
f. Guru dituntut lebih professional dibawah pengawasan pemerintah
daerah
g. Inventarisasi data akan mempermudah pemerintahdaerah melakukan
pengawasan kinerja guru.
N. Efektifitas, Efisiensi, dan Produktifitas Manajemen Berbasis Sekolah
1. Efektifitas MBS
Efektifitas MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua
tugas pokok sekolah, menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta
memenfaatkan sumber daya, sumber dana, dan sumber belajar untuk mewujudkan
tujuan sekolah.
Engkoswara (1998) mengemukakan bahwa aspek efektifitas dapat dilihat
pada: masukan yang merata, keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, ilmu dan
keluaran yang gayut deengan kebutuhan masyarakat, pendapatan tamatan serta
keluaran yang memadai.
Indikator-indikator efektivitas sebagai berikut:
a. Indikator input: meliputi karakteristik guru,fasilitas, perlengkapan,
materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
b. Indikator proses: meliputi perilaku administrative, alokasi waktu guru
dan peserta didik.
c. Indikator outcome: meliputi jumlah lulusan ketingkat pendidikan
berikutnya.
Efektivitas MBS dapat dilihat dari efektivitas kepala sekolah dalam
melaksanakan tugasnya. Disamping itu, efektifitas organisasi termasuk organisasi
layanan masyarakat, seperti lembaga pendidikan.
2. Efisiensi MBS
Dharma (1991:32) mengemukakan bahwa efesiensi mengacu pada ukuran
penggunaan sumber dana yang langka oleh organisasi. Efesiensi juga merupakan
perbandingan antara input dan output, tenaga dan hasil, perbelanjaan dan
masukan, biaya serta kesenangan yang di hasilkan.
Untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu sekolah dapat dihitung dari
banyak tahun yang di habiskan peserta didik dalam siklus tertentu untuk
menyelesaikan studinya. Upaya peningkatan efesiensi pendidikan di tentukan oleh
dua hal, yakni manajemen pendidikan yang professional dan partisipasi dalam
pengelolaan pendidikan yang meluas. Analisis serta pengkajian data dilakukan
secara terus-menerus dan mendalam agar terlaksana MBS yang efisien.
3. Produktifitas MBS
Produktifitas berkaitan dengan proses penataan dan penggunaansumber
daya untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Thomas (1982)
mengemukakan bahwa produktifitas pendidikan dapat di tinjau dari tiga dimensi
yaitu: dari segi keluaran administrative, keluaran perubahan perilaku, dan dari
segi keluaran ekonomiyang berkaitan dengan pembiayaan.
Pengeluaran masyarakatbiasanya dianggarkan dalam jangka pendek,
swdangkan pendidikan adalah proses jangka panjang. Untuk mengetahui
produktifitas pendidikan termasuk MBS sebagai paradigm baru manajemen
pendidikan antara lain dapat dilakukan melalui analisis efektifitas biaya, analisis
biaya minimal, dan analisis manfaat.
O. Koordinasi, Komunikasi, dan Supervisi dalam Manajemen Berbasis
Sekolah
1. Koordinasi dalam MBS
Handayaningrat (1992) mengemukakan karakteristik koordinasi sebagai
berikut:
a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan
b. Koordinasi adalah kerjasama
c. Koordinasi merupakan proses yang terus menerus dan
berkesinambungan
d. Pengaturan usaha kelompok secara teratur
e. Kesatuan tindakan merupakan inti koordinasi
f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama
Agar koordinasi dapat berjalanlancar, perlu di perhatikan 5 prinsip utama:
Koordinasi harus dimulai dari tahap perencanaan awal
Hal pertama yang harus di perhatikan dalam koordinasi adalah
menciptakan iklim yang kondusif bagi kepentingan bersama.
Koordinasi merupakan proses yang terus-menerus dan
berkesinambungan
Koordinasi merupakan pertemuan-pertemuan bersama untuk mencapai
tujuan
Perbedaan pendapat harus diakui sebagai pengayaan, dikemukakan
secara terbuka dan di selidiki dengan situasi secara keseluruhan.
Manfaat koordinasi terutama untuk menyatukan kesamaan pandangan
antara berbagai pihak yang berkepentingan dengan kegiatan dan tujuan sekolah
baik guru, kepala sekolah, personil sekolah, orang tua maupun masyarakat. Pada
hakikatnya koordinasi dapat dilakukan secara formal dan informal.
2. Komunikasi dalam MBS
a. Komunikasi Internal
Komunikasi intern yang terbina dengan baik akan memberikan kemudahan
dan keringanan dalam memecahkan masalahdan pekerjaan sekolah yang menjadi
tugas utama.
b. Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal adalah antara sekolah dengan orang tua siswa dan
dengan masyarakat baik secara individu ataupun lembaga.
Dalam rangka MBS, hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dijalin
melalui dewan sekolah, BP3, rapat bersama, konsultasi, radio dan televisi, surat
dan telepon, pameran sekolah serta ceramah.
3. Supervisi dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Supervise pendidikan dapat di maknai sebagai kegiatan pemantauan oleh
Pembina dan kepala sekolah terhadap Implementasi MBS termasuk pelaksanaan
kurikulum, penilaian kegiatan belajar-mengajar di kelas, pelurusan
penyimpangan, peningkatan keadaan, perbaikan program, dan pengembangan
kemampuan professional guru.
Daftar Pustaka
Hadiyanto. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta: RINEKA CIPTA, 2004
makalahkumakalahmu.wordpress.com
Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Sudadio. Paradigma Baru Menuju Pendidikan Berkualitas. Banten: Dewan Buku Banten Press, 2005