Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
TUGAS KEBIJAKAN PUBLIK
“MENGANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP MASALAH
KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL”
Disusun Oleh :
M. Luthfil Hakim (115120600111014)
Kelas B. IPM 2
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
Abstract
National Examination is a standardized national final exam in each school level in Indonesia,
which determines the final graduation for students in class, national examination policy is
also created as a means of evaluating the government's education for a year. National
Examination policy as development policy resulting from our educational system is a policy
that was not separated from our educational system, the National Examination for the
evaluation of education is still seized with the problems in implementation or in policy, it is
not intended to blame the government alone as an authority policy makers, but the figure of
the infrastructure or the people themselves are still not able to abide by and implement
policies that have been made. The emergence of problems in each year either side of the
superstructure and infrastructure in this policy to make this policy has always been a
chameleon every year or can be referred to there are always new things every year
penyelenggaraanya. In analyzing the issue of incremental models deemed suitable as a model
that can provide a solution to this problem. Incremental model as a model of public policy
began when an economist named Charles E. Lindblom has a notion of thinking about public
policy, criticize Lindblom first time a comprehensive rational model in public policy making.
Lindbolm as quoted by Dye, argues that public policy makers will not make annual
assessments on a regular basis to all existing policies and that have been proposed previously.
This incremental model displays a conservative force in public policy making. Conservative
style of this model can be seen in the way the assessment (evaluation) of programs or new
policies, such as whether it will be increased, reduced or modified, then the rationale that he
used always refers to programs or past policies and costs that have been issued earlier
decades. In analyzing policy model is certainly a lot of policy experts are pros and cons of this
incremental model. After understanding the incremental models we hopefully will be able to
understand the issues a policy, especially public policy.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
Abstrak
Ujian Nasional merupakan sebuah ujian akhir berstandard nasional disetiap jenjang
sekolah di Indonesia yang menentukan kelulusan bagi siswa dikelas akhir, kebijakan
ujian nasional ini juga dibuat sebagai sarana evaluasi pemerintah dalam
menyelenggarakan pendidikan selama setahun. Kebijakan Ujian Nasional sebagai
kebijkan yang dihasilkan dari sistem pendidikan kita merupakan sebuah kebijakan
yang sudah tidak lepas dari sistem pendidikan kita, UNAS sebagai hasil evaluasi
penyelenggaraan pendidikan masih dihinggapi berbagai masalah dalam
pelaksanaan ataupun dalam penyusunan kebijakan, hal ini bukan bermaksud
menyalahkan pemerintah saja sebagai otoritas pembuat kebijakan, melainkan sosok
infrastruktur atau masyarakat sendiri yang masih belum bisa menaati dan
melaksanakan kebijakan yang telah dibuat. Munculnya permasalahan dalam setiap
tahun baik disisi suprastruktur dan infrasruktur dalam kebijakan ini membuat
kebijakan ini selalu menjadi bunglon setiap tahun atau bisa disebut selalu ada hal
baru dalam setiap tahun penyelenggaraanya. Dalam menganalis masalah ini Model
inkremental dirasa cocok sebagai model yang mampu memberikan solusi terhadap
masalah ini. Model inkremental sebagai salah satu model dari kebijakan publik
bermula ketika seorang ekonom yang bernama Charles E. Lindblom memiliki
sebuah gagasan pemikiran tentang kebijakan publik, pertama kalinya Lindblom
mengkritik model rasional komprehensif dalam pembuatan kebijakan publik.
Lindbolm sebagai yang dikutip oleh Dye, berpendapat bahwa para pembuat
kebijakan publik tidak akan melakukan penilaian-penilaian tahunan secara teratur
terhadap seluruh kebijakan-kebijakan yang ada maupun yang telah diusulkan
sebelumnya. Model inkremental ini menampilkan sebuah gaya konservatif dalam
pembuatan kebijakan publik. Gaya konservatif dari model ini dapat dilihat dalam
cara melakukan penilaian (evaluasi) terhadap program-program atau kebijakan-
kebijakan baru, misalnya apakah akan ditingkatkan, dikurangi atau dimodifikasi,
maka dasar pertimbangan yang dipakainya selalu mengacu pada program-program
atau kebijakan-kebijakan lama dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dimasa
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
sebelumnya. Dalam penganalisisan model kebijakan ini tentunya banyak para ahli
kebijakan yang pro dan kontra dengan model inkremental ini. Setelah memahami
model inkremental nantinya diharapkan kita mampu memahami sebuah masalah-
masalah sebuah kebijakan terutama kebijakan publik.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
EXECUTIVE SUMMARY
Indian Archipelago itulah sebutan awal dari negara Indonesia1, negara yang
sejuta kekayaan sumber daya alam bagai surga diatas muka bumi ini sudah lebih
dari setengah abad negara merdeka, tetapi kita masih memiliki segudang
permasalahan yang saling kait-mengait bak benang kusut yang sulit untuk diurai,
permasalahan yang sudah sangat kompleks permasalahanya bukan berada pada
satu bidang saja melainkan sudah mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran,
kriminalitas, korupsi, bencana, rendahnya tingkat kesehatan, kebodohan, hingga
pendidikan.
Dari segudang permasalahan tersebut, sebenaranya salah satu ujung mula
dari permasalahan tersebut adalah dari kualitas pendidikan yang rendah, kita bisa
mensignkronisasikan pendidikan dengan permasalahan lain seperti rendahnya
tingkat kesehatan, pengangguran, kriminalitas, dan korupsi, pada dasarnya
permasalahan tersebut seperti memiliki hubungan kausalitas antara satu dengan
yang lain. Salah satu cara untuk mengurai semua permasalahan bisa dimulai dengan
pendidikan yang baik bagi anak bangsa.
Dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sebenarnya berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang
pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa
pembaharuan atau inovasi dalam bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi
pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda
dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam
pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7)2. Menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses
pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar 1 Dikutip dari buku “The Idea of Indonesia” karya R.E Elson hal.1 2 Dikutip dari dalam sebuah jurnal, Ismail, Syahid, Analisis Masalah Ujian Nasional, dalam jurnal pendidikan,
tidak diterbitkan
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian,
memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan
sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan
yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum
digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat
pencapaian tujuan pendidikan, maka diperlukanlah suatu bentuk evaluasi.
Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen
utama yang sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya penyelenggaraan
pendidikan. Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang
dikeluarkan Pemerintah yang merupakan anak bibit dari Ebtanas (Evaluasi Belajar
Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional
(UAN/UNAS) dalam akhir- ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan
dalam banyak seminar atau diskusi. Beberapa kali sempat terlontar rencana atau
keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau meniadakan Ujian Akhir
Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan
pernyataan akan menghapus UNAS, dan pernyataan beberapa anggota Dewan yang
mengusulkan penghapusan UNAS tersebut. Seperti yang dikutip dari media
elektronik jurnal parlemen Surya salah satu anggota MPR berpendapat bahwa
"Sebenarnya argumen saya pribadi bukan UNAS itu dihentikan atau tidak, dicabut
atau tidak. UNAS itu sebagai bagian dari proses pendidikan, tapi juga amanat dari
UU, tapi penerapannya yang saya selalu kritik jangan seperti sekarang” ujarnya,
seperti yang dikutip jurnal parlemen Selasa (30/3)3. Lalu Surya juga menyatakan
bahwa, konsep pendidikan yang diterapkan saat ini sudah sangat keliru dari UU
Sistem Pendidikan Nasional. Padahal UU mengatakan kelulusan ditentukan oleh
pendidik yaitu guru, pihak sekolah, dan pemerintah. "Kalau sekarang pemerintah
yang dominan. Sebetulnya yang paling mendasar adalah pendidikan, perbaikan
sarana prasarana pendidikan itu sendiri, gurunya, dan kurikulumnya," lanjut Surya.
3 Dikutip dari http://www.jurnalparlemen.net/news/sosial-budaya/mohamad-surya-kritik-pelaksanaan-un.html pada tanggal 18/06/2011
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
Lebih lanjut Surya mengatakan, UNAS dengan standar yang sama diterapkan untuk
satuan pendidikan yang berbeda-beda, kota dengan desa, padahal kondisi Jawa
dengan luar Jawa berbeda-beda. "Kalau seandainya ke depan bisa sama rata, maka
segera kontroversi akan hilang. Apalagi yang terjadi (kini) kalau sudah UNAS itu
kan ngeri dijaga polisi, kaya teroris saja," tuturnya.Dengan demikian UNAS dalam
implementasinya mengalami krisis kebijakan dimana faktor penyebab krisis dapat
ditinjau dari berbagai dimensi sebagai contoh sederhana krisis tersebut dapat terjadi
karena kekurangan dalam proses perumusan kebijakan dan programnya, kekeliruan
dalam proses perencanaan, penyimpangan dalam pelaksanaan, kelemahan dalam
penentuan anggaran atau bahkan pada saat pengawasan dan dan pelaporan.
Setelah melihat masalah yang terjadi terkait dengan pembahasan UNAS
mungkin ada baiknya jika masalah ini dikaji atau dievaluasi lebih dalam lagi agar
nantinya tercapai sebuah solusi terhadap masalah kebijakan ini, apakah kebijakan
ini mampu meningkatkan kualitas pendidikan? Ataukah malah membikin masalah
baru. Dalam menentukan model kebijakan yang akan dipakai untuk menentukan
kebijakan, yang dirasa paling tepat adalah inceramental model dimana model ini
merupakan model yang menganalisis dan memodifikasi sedikit kebijakan dari
kebijakan sebelumnya4, dalam keterkaitanya dengan pemilihan model tersebut akan
dibahas lebih dalam pada bab pembahasan
4 Dikutip dari buku Pengantar Analisis Kebijakan Publik karya Prof. Solichin hal.94
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
BAB I
Latar Belakang Masalah
1.1 Latar Belakang
Permasalahan Ujian Nasional pada dasarnya sudah menjadi perdebatan sejak
lama dimana beberapa kelompok menyatakan setuju dengan penyelenggaraanya
dan beberapa kelompok lainya menyatakan tidak setuju. Disisi Pemerintah
penyelenggaraan UNAS pada dasarnya diniatkan sebagai sarana untuk penilaian
terhadap penyelenggaraan kurikulum pendidikan yang sudah dilaksanakan, jika
hasil UNAS dari para siswa-siswi kelas akhir dalam setiap jenjang hasilnya buruk
dan banyak yang tidak lulus sesuai dengan syarat minimal kelulusan, maka
kurikulum pendidikan dapat dievaluasi lebih lanjut, selain itu dengan adanya
UNAS pada dasarnya juga Pemerintah ingin melakukan penganalisisan terhadap
wilayah-wilayah yang bisa dikatakan pendidikanya kurang maju. Meskipun dalam
kerangka kebijakan UNAS tersebut pemerintah dapat menyusun dan bermaksud
baik, akan tetapi dalam policy implementationnya pemerintah boleh dikatakan gagal
total.
Salah satu dari beberapa kegagalanya adalah pemerintah tidak mampu
mengatasi angka kecurangan yang dilakukan oleh para siswa maupun guru pada
waktu pelaksanaan UNAS, hal ini terjadi karena para siswa memiliki presepsi
bahwa lulus UNAS adalah pertaruhan antara hidup dan mati, antara malu atau
tidak, dari presepsi tersebut timbullah niatan untuk menghalalkan segala cara
untuk lulus UNAS. Hal itu sudah tidak bisa disembunyikan lagi dalam presepsi
siswa-siswi Indonesia, yang mereka inginkan sekolah selama bertahun-tahun
hanyalah untuk lulus UNAS dan mengesampikan akan pencarian sebuah ilmu. Bila
Dalam presepsi para guru pengajar, UNAS juga merupakan pertaruhan antara
hidup dan mati, bila murid yang mereka asuh ada yang tidak lulus maka pribadi
guru akan tercoreng begitu pula dengan sekolahnya yang akan terdelegetimasi
dalam masyarakat, tentunya jika sudah begini para guru dan sekolah akan turut
meramaikan semarak penghalalan segala cara dalam pencapaian kelulusan anak
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
didiknya. Hal ini terbukti dari beberapakali terselanggaranya UNAS hampir 98%
setiap sekolah melakukan kecurangan dalam pelaksanaannya5.
Salah satunya lagi adalah tidak meratanya soal yang diujikan dalam naskah
UNAS, memang soal yang diujikan dalam UNAS dari sabang sampai merauke
isinya sama tapi dari kesamaan inilah yang sebenarnya muncul sebuah tidak
pemerataan, karena setiap daerah di Indonesia memiliki level pendidikan yang
berebeda-beda, seperti level pendidikan sekolah-sekolah di Merauke dengan di
Jakarta tentunya sangat berbeda jauh perkembanganya oleh sebab itu sangatlah
tidak relevan jika soal UNAS mulai dari sabang sampai merauke disamakan isinya,
hal ini tentunya akan menimbulkan masalah baru, yaitu akan menumpuknya angka
tidak lulus di daerah-daerah yang memiliki pendidikan rendah, seperti di Indonesia
bagian timur, kita bisa menyaksikan kenyataanya saat ini banyak angka ketidak
lulusan di Indonesia bagian timur khususnya Papua dan NTT yang notabenya
memiliki kualitas pendidikan yang buruk.
Jika hal ini tidak menjadi sebuah bahan evaluasi bagi pemerintah dalam
menetapkan kebijakan terkait dengan UNAS selanjutnya maka jelas akan terjadi
kembali sebuah angka kecurangan dan angka ketidaklulusan. Seharusnya dengan
Anggaran negara 20% yang dialokasikan ke pendidikan pemerintah mampu
melakukan kebijakan yang efektif terkait dengan Ujian Nasional ini. Dari tahun ke
tahun memang pemerintah hanya melakukan perbahan kecil dari kebijakan
sebelumnya terkait dengan UNAS ini, karena memang yang dirasa pantas oleh
pemerintah dalam menentukan model kebijakan ini adalah inkremental model,
padahal seharusnya dengan inkremntal model ini, kebijakan UNAS sudah bisa
mencapai dalam tahapan sukses, tetapi karena antara penyelenggara dan yang
menjadi peserta sama-sama belum bisa menjalankan peran fungsi dengan benar
maka sistem pelaksanaan yang berjalan pun tidak akan sesuai dengan harapan.
Dari tahun ke tahun Pemerintah selalu menaikkan indeks minimal nilai
kelulusan UNAS dengan maksud adanya peningkatan kualitas mutu tiap angkatan
lulusan pertahun, tetapi pemerintah tidak mellihat bahwa dalam tahun sebelumnya 5 Pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2010 SMA-SMA di Kabupaten Gresik
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
jumlah ketidak lulusan masih terjadi, peningkatan indeks minimal tersebut tentunya
harus menjadi pemikiran lebih lanjut oleh pemerintah, karena masih adanya siswa
yang tidak lulus diangka sebelumnya tetapi angkanya malah dinaikkan. Adanya
kebijakan paket C pada siswa yang tidak lulus UNAS juga masih sangat perlu dikaji
ulang, karena dengan ijazah paket C yang disematkan pada siswa yang tidak lulus
dan melakukan ujian siswa sangat sulit diterima dalam bursa kerja dan pendafaran
diri dalam jenjang pendidikan berikutnya, institusi-institusi di Indonesia sangat
tidak mempercayai intelejensi yang dimiliki oleh para siswa lulusan paket C
sehingga perlunya pengkajian ulang terkait kebijakan ini agar nantinya siswa yang
tidak lulus masih berkesampatan besar meskipun mendapat ijazah paket C.
Beberapa ahli dan praktisi yang menyatakan bahwa UN dirasa tidak perlu
dilaksanakan, ,mereka memiliki anggapan bahwa tanpa perlu adanya UN
sebenarnya penilaian terhadap menurun meningkatnya pendidikan bisa dari rapor
siswa-siswa yang dihitung secara kumulatif dari semester awal hingga akhir,
adapula ide bagus mengenai hal ini yaitu melalui penghitungan nilai siswa yang
dihitung berdasarkan capaian Indeks Prestasi seperti yang diterapkan pada sistim
Perguruan Tinggi, dengan begitu nantinya pada akhir semester akan di kalkulasi
ulang Indeks Prestasi siswa dan di kumulatifkan sehingga pemerintah hanya perlu
menentukan pra syarat minimal indeks kumulatif agar siswa bisa dinyatakan lulus
tetapi pemerintah tetap harus memberi pembedaan antara lokasi pendidikan yang
sudah dapat dikatakan maju dan belum maju sehingga nantinyaada sebuah
pemerataan yang jelas.
1.2 Urgensi Masalah Kebijakan
Permasalahan UN ini merupakan sebuah permasalahan yang memang sudah
harus perlu dibahas lebih mendalam lagi, karena permasalahan ini sudah
menimbulkan sub-sub permasalahan lagi sehingga timbullah permasalahan yang
kompleks dalam penerapanya, sudah banyak pelanggaran hukum dan tindakan-
tindakan yang melanggar norma dalam kebijakan ini, seperti dalam hal contekan
masal, kebocoran soal, penyuapan pengawas, hingga pemalsuan nilai, ketidak
mampuan pemerintah sebagai institusi tertinggi untuk menerapkan kebijakan yang
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
pas mengenai UN ini menyebabkan permasalah ini masih berlanjut hingga sekarang
dan sangat mengganggu tujuan bangsa dalam hal mencerdaskan kehidupan.
Pentingnya pembahasan masalah ini sangat berketerkaitan dengan
peningkatan kualitas SDM manusia ada di Indonesia, tak bisa dielakkan lagi bahwa
siswa-siswi saat ini merupakan calon-calon penerus bangsa yang menentukan
kehidupan bangsa dimasa yang akan datang, jika mereka dalam masa mudanya
sudah melakukan tindakan melanggar hukum dan melanggar norma maka jangan
harap generasi-generasi muda saat ini akan taat norma dan hukum dalam kemudian
hari, karena mereka sudah terbiasa atau terdidik untuk menjadi warga negara yang
menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan bersama.
Seharusnya sistem pendidikan kita yang saat ini haruslah dirubah terkait
dengan UN khususnya karena bila tidak dirubah secepatnya maka kebijakan-
kebijakan yang dilakukan pun akan berada dalam taraf keburukan, seperti yang
dijelaskan oleh Sri Bintang Pamungkas yang menyatakan bahwa “Jika sistem adalah
bangunan rumah maka kebijakan adalah perabotan yang menghiasi di dalamnya”6.
Sehingga jelas jika sistemnya sudah salah maka kebijakan-kebijakan yang akan
dilakukan akan salah pula, yang dimaksud sistem disini adalah sistem pendidikan
yang kita anut seperti dari kurikulumnya atau yang lain, dan penekanan nilai
sebagai salah satu angka untuk menentukan evaluasi merupakan sebuah hal yang
sangat blunder, karena dalam hal pendidikan seperti di negara berkembang ini
pemahaman keilmuan masih sangatlah penting daripada ukuran dari nilai yang
berbentuk angka. Sehingga tak heran banyak para orang tua, guru, dan siswa
sekaligus yang beranggapan bahwa keberhasilan mereka dalam sekolah adalah nilai
yang bagus, paradigma seperti ini seharusnya dihapus oleh masyarakat Indonesia
pada umumnya, mereka harus yakin bahwa nilai tidak menentukan semua, dan
yang menentukan semuanya adalah tingkatan penyerapan dan pemahaman
keilmuan yang dilakukan oleh para siswa di sekolah. Contohnya jika nilai tidak bisa
dijadikan pedoman utama adalah jika dalam satu kelas ada salah satu murid yang
sangat rajin mendengarkan dan berargumentasi dalam kelas, tetapi ketika ujian tiba
6 Dikutip dari buku Indonesia baru karya Sri Bintang Pamungkas di Halaman pendahuluan
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
tubuhnya dalam kondisi sakit otomatis nilainya akan buruk karena pikiran dan
tubuhnya tidak mampu melakukan peran fungsi yang optimal dalam melakukan
peran dan fungsinya.
Masalah UNAS yang harusnya jadi evaluasi adalah memang dari segi
penerapan keberlangsunganya, itupun jika nantinya di analisis lebih lanjut UNAS
memang harus terselenggara, dalam penerapanya saat ini kebijakan terbaru
mengenai UNAS adalah kode soal yang dibuat banyak dan adanya nilai rapot
sebagai penggabungan terhadap nilai UNAS yang nantinya dikalkulasikan dan
akhirnya pemerintah yang menentukan jumlah minimal angka kelulusanya.
Kebijakan baru memang sedikit memberi dampak positif salah satunya adalah
mengurangi angka kecurangan dan mengurangi angka kelulusan, tetapi masih
banyak kekurangan yang terjadi dalam penerapanya.
Dalam pembahasan lebih lanjut di bab berikutnya akan ada sebuah
pengkajian mengenai langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah
dalam menetapkan kebijakan ini, model kebijakan apa yang dirasa sangat relevan
dan pantas menurut kebijakan UNAS yang telah dikaji. Sehingga nantinya
diharapkan pemerintah mampu menyelenggarakan UNAS dengan baik tanpa ada
lagi perdebatan dan mampu mengatasi krisis pendidikan rendah di Indonesia serta
nantinya mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia yang saat
ini bisa dikatakan sangat rendah.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
BAB II
Kerangka Teori dan Tinjauan Pustaka
2.1 Kerangka teori
Kebijakan Publik (Public Policy) juga bisa diartikan sebagai keputusan-
keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat
garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang
mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni
mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui
suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya,
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh
birokrasi pemerintah.7
Institusi-institusi pemerintah adalah institusi pembuat kebijakan, sekaligus
juga institusi pelaksana kebijakan. Fokus utama kebijakan publik dalam negara
modern adalah pelayanan publik kebijakan tersebut adalah bersumber pada
masalah-masalah yang tumbuh dalam mansyarakat luas, yang merupakan segala
sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau
meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara
yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk
menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok
dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi .
Sebenarnya dengan adanya definisi yang sama dikalangan pembuat
kebijakan, ahli kebijakan, dan masyarakat yang mengetahui tentang hal tersebut
tidak akan menjadi sebuah masalah yang kaku. Namun, diharapkan adanya titik
temu dalam persepsi kebijakan itu sendiri.
Memang dalam kenyataan bahwa kebijakan yang lahir belum tentu
menyenangkan dan dapat diterima oleh semua yang terkena sekaligus pelaksana
7 sumber : http://www.geocities.ws/mas_tri/peng_kebijakan.PDF dikutip pada tanggal 27/03/2012
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
kebijakan tersebut, mamun jika kebijakan tersebut tidak diambil, bisa jadi pula dapat
merugikan semuanya. Sehingga dengan demikian kebijakan merupakan suatu
keharusan sebagai suatu dinamisasi dalam penomena dan permaslahan yang ada.
Dalam pembahasan mengenai model inkremental, sebenarnya pada model
ini memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang
telah dilakukan oleh pemerintah di masa lampau, dengan hanya melakukan sebuah
perubahan-perubahan seperlunya. Model inkremental yang bermula dari pemikiran
Charles E. Lindblom, Lindblom memiliki sebuah gagasan pemikiran tentang
kebijakan publik, yang pertama kalinya Lindblom mengkritik model rasional
komprehensif dalam pembuatan kebijakan publik. Lindbolm sebagai yang dikutip
oleh Dye, berpendapat bahwa para pembuat kebijakan publik tidak akan melakukan
penilaian-penilaian tahunan secara teratur terhadap seluruh kebijakan-kebijakan
yang ada maupun yang telah diusulkan sebelumnya. Dengan cara misalnya
pengklarifikasian tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan, meneliti manfaat
dan biaya dari tiap alternatif kebijakan dan membuat urut-urutan prioritas dari tiap
alternatif kebijakan, serta melihat rasio/nisbah antara manfaat dan biayanya,
kemudian melihat alternatif yang terbaik. Tetapi pembuat kebijakan rata-rata
melakukan hal yang sebaliknya, teruta karena hambatan-hambatan dari segi waktu,
biaya dan berbagai kepentingan, sehingga para pembuat kebijakan tidak mau
ataupun enggan untuk mengidentifikasikan semua alternatif kebijakan berikut
semua akibat-akibatnya. Diungkapkan oleh Dye, 1978
Model inkremental ini oleh para penganutnya yaitu lindbolm, hirschman,
dan braybrooke sangat sering disebut-sebut merupakan model yang mencerminkan
sebuah keadaan sebenarnya dalam sebuah proses kebijakan publik bila
dibandingkan terhadap model rasional komperhensif.
Charles Lindblom dalam pemikiranya tentang model inkremental megatakan
bahwa “ science of muddling Throgh” yang memiliki makna bahwa sebuah
keputusan yang berubah demi sedikit. Dalam model inkremental sendiri memiliki
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
penilaian bahwa alternatif secara komperhensif tapi memusatkan perhatian hanya
pada kebijakan yang berbeda secara inkremental.8
Dalam model ini juga dijelaskan bahwa sebenarnya hanya ada sedikit
saja/sejumlah kecil saja kebijakan yang dipertimbangakan sehingga nantinya tidak
perlu lagi adanya perubahan total untuk menganalisisnya melainkan sedikit
menutupi dan sedikit memoles dari kebijakan yang telah dibuat. Setiap alternatif
kebijakan, hanya sejumlah kecil saja konsekuensi akibat-akibat kebijakan yang
penting yang terbatas saja yang nilai.
Selain itu dalam model inkremental setiap permasalahan yang menantang
pembuat kebijakan secara terus-menerus diredefinisikan dan diperbarui. Jadi dalam
model inkremental ini pemerintah sebagai otoritas tertinggi suatu negara misalnya
hanya melakukan sebuah evaluasi-evaluasi dan menambahi sedikit apa yang telah
ditetapkan sehingga menimbulkan sebuah kebijakan publik, menambahi sedikit
yang dimaksud disini adalah bagaimana pemerintah menambal segala kekurangan-
kekurangan apa saja yang ada dalam kebijakan yang telah ditetapkan, atau bahasa
lainya “tambal sulam”.
Model inkremental ini sangat sering dilakukan oleh pemerintah suatu negara
dalam pelaksanaan kebijakan, dalam kebijakan mengenai pendidikan misalnya,
pemerintah tidak mungkin akan mebuat kebijakan dengan merubah sistem secara
besar-besaran karena terbukti gagal dalam pelaksanaanya, tetapi pemerintah akan
sedikit demi sedikit menambal segala kekurangan yang ada dalam sistem tersebut,
sehingga nantinya akan terwujud sebuah sistem yang berjalan dengan baik.
Model ini melihat bahwa kebijakan publik sebagai keberlanjutan dari
kebijakan pemerintah sebelumnya dengan sedikit mengadakan perubahan atau
dengan kata lain melakukan modifikasi kebijakan yang bersifat ‘tambal sulam.’ Ahli
ilmu politik Charles E. Lindblom yang pertama kali mengemukakan model
inkremental dalam serangkaian kritiknya terhadap model pembuatan keputusan
8 Sumber : http://www.csulb.edu/~msaintg/ppa590/models.htm dikutip pada tanggal 14/06/2012
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
yang rasional. Dasar pemikiran inkrementalisme adalah bersifat konservatif, dimana
pembuat kebijakan menerima keabsahan program-program yang telah mapan dan
secara diam-diam menyetujui agar kebijakan sebelumnya tetap dilaksanakan.
Perhatian terhadap program baru dipusatkan untuk menambah, mengurangi, dan
menyempurnakan program-program yang telah ada. Terdapat beberapa alasan
mengapa pembuat kebijakan lebih bersifat inkrementalistis. Alasan-alasan itu antara
lain:
1. Keterbatasan waktu, informasi, maupun biaya untuk meneliti atas
kebijakan yang sedang berjalan atau meneliti dari semua kemungkinan
alternatif dari suatu kebijakan yang ada.
2. Menerima keabsahan dari kebijakan sebelumnya, karena
ketidaktentuan akibat-akibat yang bakal ditimbulkan dari kebijakan yang
baru.
3. Mungkin terdapat investasi dalam program yang ada, sehingga
dapat menghalangi perubahan-perubahan yang benar-benar radikal.
4. Secara politis, inkrementalism adalah cara yang bijaksana. Penting
untuk menurunkan ketegangan konflik, memelihara kestabilan, dan
melindungi sistem politik itu sendiri.
Inkrementalisme didukung pula oleh sifat manusia pada umumnya yang
cenderung mempertahankan stabilitas, kurang menyukai konflik, dan tidak mau
bersusah payah mencari hal yang paling baik diantara yang baik.
Uraian mengenai model ini, dicetuskan oleh Charles E. Lindblom dalam
bukunya yang berjudul “The Science of Muddling Through” dikutip dari
Islamy(1988, hal. 4.17) menjelaskan mengenai proses pembuatan keputusan dengan
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
model yang disebut “disjointed incrementalism” atau disebut dengan model
inkremental9.
Inkremental sendiri berarti kebijakan yang mengalami perubahan sedikit-
sedikit. Model ini memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan-
kegiatan pemerintah dimasa lalu dengan hanya menambah atau merubahnya
(modifikasi) sedikit-sedikit.
Analisis dengan model inkremental ini memberikan jalan berbeda dari
rasional-komprehensif (sinoptis), selain menawarkan kemudahan dalam analisis
karena tidak perlu melakukan analisis secara cermat dan teliti, cukup melihat
kebijakan yang telah ada kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang terus
berubah, cukup melakukan utak-atik penyesuaian, hal tersebut sudah merupakan
analisis. Kebijakan dibuat oleh perumus kebijakan tanpa harus melihat atau meneliti
dengan komperehensif, sehingga dari alternatif yang ada secara singkat diputuskan
untuk dijadikan kebijakan dan kegiatannya menjadi terus menerus, karena
kebijakan yang dibuat tidak ada yang benar-benar untuk dijadikan pemecahan
masalah secara keberlanjutan, hanya untuk masalah yang hadir sekarang.
Menurut penulis model inkremental merupakan analisis sederhana ketika
melihat masalah yang hadir cukup diteliti dipermukaan masalah, lihat kebijakan
yang telah ada berikan sedikit perubahan untuk penyesuaian, maka jadilah sebuah
kebijakan.
Hal yang paling mendasar dari model inkramental adalah dari adanya
keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam pembuat keputusan, maka model
inkremental hanya memusatkan perhatiannya pada modifikasi atas kebijakan yang
ada sebelumnya. Model pembuatan kebijakan inkremental adalah yang paling cocok
untuk masyarakat yang majemuk (pluralistic society) seperti Amerika Serikat
begitupula dengan Indonesia yang juga memiliki masyarakat yang majemuk.
Model inkremental yang mengangap bahwa kebijakan sebagai kelanjutan
masa lalu (policy as variation on the past). Menurut model ini kebijakan publik adalah 9 Ibid
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
suatu kelanjutan kebijakan dimasa lalu dengan hanya mengubahnya (modifikasi)
sedikit-sedikit, baik dengan hanya menambah, mengurangi dan menyempurnakan
program-program yang sudah ada, mampu digambarkan penulis sebagai berikut
sebagai sebuah atau mind map ( Gambar 1.1)10
2.2 Tinjauan Pustaka
Ketika kritik terhadap model rasional komprehensif mulai semakin
didengungkan oleh para ilmuwan kebijkakan publik akhirnya lahirlah pemikiran
tentang model penambahan atau inkrementalisme. Oleh karena itu berangkat dari
kritik terhadap model rasional komprehensif, maka model ini berusaha menutupi
10 Copyright M. Luthfil Hakim 2012
(Pemerintah)
Kebijakan
Masyarakat
Respon tentang kekurangan kebijakan yang telah ditetapkan
Pemerintah mengevaluasi kebijakan, dengan memodifikasi kebijakan yang sudah ada
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
kekurangan yang ada dalam model tersebut dengan jalan menghindari banyak
masalah yang ditemui dalam model rasional komprehensif.11
Model ini lebih bersifat deskriptif dalam pengertian, model ini
menggambarkan secara aktual cara-cara yang dipakai para pejabat dalam membuat
keputusan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari model
penambahan (inkrementalisme), yakni:
1. Pemilihan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dan analisis-analisis
empirik terhadap tindakan dibutuhkan. Keduanya lebih berkaitan erat dengan dan
bukan berada satu sama lain.
2. Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan beberapa
alternatif untuk menaggulangi masalah yang dihadapi dan alternatif-alternatif ini
hanya berada secara marginal dengan kebijakan yang sudah ada.
3. Untuk setiap alternatif, pembuat keputusan hanya mengevaluasi
beberapa konsekuensi yang dianggap penting saja.
4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan dibatasi kembali
secara berkesinambungan. Inkrementalisme memungkinkan penyesuaian-
penyesuaian sarana-tujuan dan tujuan-sarana sebanyak mungkin sehingga
memungkinkan masalah dapat dikendalikan.
5. Tidak ada keputusan tunggal atau penyelesaian masalah yang
dianggap ”tepat” pengujian terhadap keputusan yang dianggap baik bahwa
persetujuan terhadap berbagai analisis dalam rangka memecahkan persoalan tidak
diikuti persetujuan bahwa keputusan yang diambil merupakan sarana yang paling
cocok untuk meraih sasaran yang telah disepakati.
6. Pembuatan keputusan secara inkremental pada dasarnya merupakan
remedial dan diarahkan lebih banyak kepada perbaikan terhadap
11 Sumber : http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/kebijakan-publik/model-analisis-kebijakan-dari-sudut-hasil-dampak-dan-proses-perumusan-kebijakan-publik/ dikutip pada tanggal 14/06/2012
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
ketidaksempurnaan sosial yang nyata sekarang ini daripada mempromosikan tujuan
sosial di masa depan.12
Pada dasarnya Inkrementalisme merupakan proses pembuatan keputusan-
keputusan dan kebijakan-kebijakan yang merupakan hasil kompromi dan
kesepakatan bersama antara banyak partisipan13. Dalam kondisi seperti ini,
keputusan yang bijaksana akan lebih mudah dicapai kesepakatan bila persoalan-
persoalan yang dipersengketakan berbagai kelompok dalam masyarakat hanya
berupa perubahan-perubahan terhadap program-program yang sudah ada atau
hanya menambah atau mengurangi anggaran belanja.
Sementara itu, konflik biasanya akan meningkat bila pembuat keputusan
memfokuskan pada perubahan-perubahan kebijakan besar yang dapat
menimbulkan keuntungan atau kerugian besar. Karena ketegangan politik yang
timbul demikian besar dalam menetapkan program-program atau kebijakan baru,
maka kebijakan masa lalu diteruskan untuk tahun depan kecuali bila terdapat
perubahan politik secara substansial. Dengan demikian, pembuatan keputusan
secara inkrementalisme adalah penting dalam rangka mengurangi konflik,
memelihara stabilitas dan sistem politik itu sendiri.
Menurut pandangan kaum inkrementalis, para pembuat keputusan dalam
menunaikan tugasnya berada dibawah keadaan yang tidak pasti yang berhubungan
dengan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka
keputusan-keputusan inkremental dapat mengurangi resiko atau biaya
ketidakkepastian itu. Inkrementalisme juga mempunyai sifat realistis karena
didasari kenyataan bahwa para pembuat keputusan kurang waktu, kecakapan dan
sumber-sumber lain yang dibutuhkan untuk melakukan analisis yang menyeluruh
terhadap semua penyelesaian alternatif masalah-masalah yang ada.
Di samping itu, pada hakikatnya orang ingin bertindak secara pragmatis,
tidak selalu mencari cara hingga yang paling baik dalam menanggulangi suatu
masalah. Singkatnya, inkrementalisme menghasilkan keputusan-keputusan yang 12 Ibid. 13 Ibid
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
terbatas, dapat dilakukan dan diterima. Dalam pandangan sebuah teori, Teori
inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan
keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti
daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori
yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat
pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Pada hakikatnya keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
merupakan produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara
pelbagai pihak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat
yang strukturnya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena
akan lebih gampang untuk mencapai kesepakatan apabila masalatr-masalah yang
diperdebatkan oleh pelbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk
memodifikasi terhadap program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut
menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal
yang memiliki sifat ” ambil semua atau tidak sama sekali. Karena para pembuat
keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti khususnya yang
menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang, maka
keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya
yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini juga
cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya
kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang
diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif
untuk memecahkan masalah-masalah yang ada.
Seperti yang telah dijelaskan model ini merupakan kritik terhadap model
rasional,model ini dilontarkan oleh Charles Lindblom yang menyatakan bahwa,para
pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan terhadap
secara rinci terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya14.
Ada beberapa alasan mengapa pendekatan incremental dilakukan:
14 Dikutip dari buku pengantar analisis kebijkan publik karya Prof Solichin hal.94
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
1) Para pembuat kebijakan tidak mempunyai waktu,intelektualitas,maupun
biaya yang memadai untuk penelitian terhadap nilai-nilai social masyarakat yang
merupakan landasan bagi perumusan masalah
2) Adanya kekhawatiran terhadap munculnya dampak yang tak diinginkan
sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya
3) Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus
ipertahankandemi suatu kepentingan.
4) Menghindari adanya berbagai konflik jika harus melakukan proses negosiasi
yang melelahkan bagi kebijakan baru.
Model Inkrementali ini mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan
yang menghindari banyak masalah dan alternatif yang harus dipertimbangkan.
Model ini dipengaruhi sangatkuat oleh konsep administrative man, dimana
menyadari tentang keterbatasan seorang pimpinan/manager atau administrator
publik dalam menjalankan fungsi publiknya.
Oleh karenakebijakan publik selalu berkaitan dengan keterbatasan
waktu,keahlian dan biaya, maka tidak mungkin membuat keputusanyang rasional
dan komprehensif. Dengan demikian alternatif yang realistik adalah memperbaiki
dan meningkatkan kebijakanpublik yang sudah ada agar lebih baik, lebih efektif dan
efisien.Pokok-pokok teori ini antara lain :
a)Pemilihan tujuan dan sasaran serta analisis tindakan empirisyang diperlukan
dipandang sebagai sesuatu hal yang sangat terkait.
b) Pembuat keputusan hanya mempertimbangkanbeberapa alternatif yang
langsung berhubungan denganpokok masalah dan alternatif ini hanya dipandang
berbedasecara inkremental (sedikit-sedikit) dan marjinal.c)Bagi tiap alternatif hanya
sejumlah kecil akibat-akibat yangmendasar saja yang akan dievaluasi.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
d) Redefinisi secara teratur masalah-masalah yangdihadapi. Pertimbangan pada
analisis sarana (cara)-tujuandan tujuan-sarana (cara) sehingga masalah lebih
dapatditanggulangi.
e)Kenyataan bahwa tidak ada keputusan atau carapemecahan yang benar-benar
tepat bagi tiap masalah.Keputusan yang baik terletak pada keyakinan
dankesepakatan yang ada.
f)Pembuatan keputusan inkremental pada hakekatnya bersifatperbaikan-perbaikan
kecil dan diarahkan pada perbaikanketidaksempurnaan keputusan yang ada
sebelumnya(modifikasi)
Adapula pandangan lain menyatakan bahwa kesimpulan dari model
inkremental merupakan pembuatan keputusan direpresentasikan sebagai sebuah
teori keputusan guna menghindari banyak masalah dari teori rasional-komprehensif
dan, di waktu yang sama, menjadi lebih deskriptif terkait cara pejabat publik benar-
benar membuat keputusan. The Incremental Theory dapat disimpulkan menjadi
berikut ini :
Seleksi atas tujuan atau sasaran dan analisis empiris dari tindakan yang
dibutuhkan untuk menghadapinya.
Pertimbangan pembuat keputusan hanya beberapa alternatif untuk
menghadapi masalah, dan akan berbeda hanya secara marginal dari
kebijakan yang sudah ada.
Untuk tiap alternatif hanya sebatas konsekuensi ‘penting’ yang dievaluasi.
Masalah yang dihadapi pembuat keputusan diuraikan kembali secara
berkesinambungan.
Pembuatan keputusan pada teori ini adalah perbaikan dan lebih
ditampakkan sebagai ketidaksempurnaan sosial daripada promosi tujuan
sosial yang akan datang
Lindbloom sendiri sebenarnya menyajikan gagasan bahwa kebijakan publik
bukanlah proses yang logis dan rasional melainkan suatu proses inkremental yang
merupakan fungsi dari waktu dan kesempatan. Ia mencanangkan bahwa pembuatan
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
kebijakan aktor tidak selalu rasional dan tentu saja tidak mampu mengembangkan
pendekatan yang komprehensif karena hambatan politik begitu banyak. Oleh
karena itu, kebijakan publik adalah hasil dari membuat kecil, perubahan bertahap
dengan kebijakan yang ada, yang muncul dari waktu ke waktu menjadi suatu
kebijakan yang sering muncul untuk menjadi kebijakan publik yang komprehensif.
Pada dasarnya suatu model kebijakan inkremental juga harus merupakan
satuan dari kesatuan siklus kebijakan dimana pada dasarnya ada banyak
keuntungan yang dapat diambil dari adanya siklus kebijakan.
• Siklus kebijakan menegaskan bahwa pemerintah itu merupakan proses yang
melibatkan banyak institusi dan bukan sekedar institusi yang berdiri independen
tampa korelasi dengan pihak lain (Bridgmen & Davis 2000,hlm 24.)
• Siklus untuk kebijakan merupakan suatu model yang dapat digunakan untuk
membantu mempermudah kompleksitas kebijakan publik .Dengan modal ini akan
semakin memungkinkan para pengambil kebijakan dan masyarakat banyak
memberikan focus pada tahapan-tahapan yang dipandang perlu disamping
mengatur berbagai aspek yang diperlukan dalam setiap tahapan siklus tersebut.
• Siklus kebijakan memberikan kesempatan yang bagus untuk secara sistimatis
dan analitis melakukan kajian-kajian kebijakan publik yang relevan dengan area
yang akan dibahas sehingga memberikan banyak kesempatan untuk belajar dari
berbagai pengalaman kebijakan yang sudah ada selama ini termasuk plus minusnya.
• Siklus kebijakan juga akan memberikan gambaran yang komprehensif dan
juga berbagai implikasi yang perlu dimengerti oleh para pihak yang berkepantingan
dengan kebijakan publik .
• Siklus kebijakan juga dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai
efektifitas dan efesiensi sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing
tahapan itu. Siklus kebijakan penting untuk dipahami dan dimengerti dengan baik
semakinbaik pemahaman terhadap siklus kebijakan maka akan semakin lengkaplah
kerangka piker seseorang terhadap sebuah kebijakan publik .Siklus kebijakan
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
meliputi identifikasi isu, analisis kebijakan, instrumen, kebijakan,konsultasi,
koordinasi, keputusan, implementasi, evaluasi, dan umpan balik.
Dror selain mengakui kekuatan analisa seorang Lindblom dia melakukan
serangan-serangan pada paham (incrementalism), dia melihat bahwa sedikitnya ada
tiga hal yang menyebabkan paham inkremental itu tidak memadai yaitu :
1. Kebijakan-kebijakan yang ada sekarang ini barangkali memang terbukti
sudah tidak memuaskan, sehingga kalau hanya dilakukan tindakan
tambal sulam justru tidak akan ada manfaatnya.
2. Masalah-masalah yang membutuhkan tanggapan/respon pemerintah
pemerintah kemungkinan berubah dengan cepat atau perubahan itu amat
mendasar sehingga kebijakan-kebijakan yang menyadarkan diri pada
pengalaman masa lalu tidak akan memadai jika digunakan sebagai
pedoman untuk mengambil langkah-langkah tindakan di masa depan.
3. Sarana-sarana yang tersedia untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut mungkin semakin terbentang luas, sehingga peluang-peluang
baru untuk memecahkan masalah secara mendasarpun tersedia15.
15 Ibid hal. 100
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Masalah dan Analisis Masalah Dari Kacamata Model Kebijakan
Kebijakan UNAS sebagai kebijkan yang dihasilkan dari sistem pendidikan
kita merupakan sebuah kebijakan yang sudah tidak lepas dari sistem pendidikan
kita, UNAS sebagai hasil evaluasi penyelenggaraan pendidikan masih dihinggapi
berbagai masalah dalam pelaksanaan ataupun dalam penyusunan kebijakan, hal ini
bukan bermaksud menyalahkan pemerintah saja sebagai otoritas pembuat
kebijakan, melainkan sosok infrastruktur atau masyarakat sendiri yang masih belum
bisa menaati dan melaksanakan kebijakan yang telah dibuat. Munculnya
permasalahan dalam setiap tahun baik disisi suprastruktur dan infrasruktur dalam
kebijakan ini membuat kebijakan ini selalu menjadi bunglon setiap tahun atau bisa
disebut selalu ada hal baru dalam setiap tahun penyelenggaraanya.
Permasalahan kebijakan UNAS salah satunya adalah angka ketidaklulusan
siswa yang masih terjadi, Kelulusan peserta UN SMA/MA akan diumumkan pada
26 Mei 2012. Sebanyak 1.517.125 peserta ujian nasional (UN) tahun 2012 dinyatakan
lulus. Kelulusan tersebut diperoleh setelah menggabungkan nilai UN murni dan
nilai sekolah. Jumlah tersebut merupakan 99,5 persen dari 1.524.704 siswa yang telah
mengikuti UN. Sedangkan 0,5 persen lainnya, atau sebanyak 7.579 siswa harus
mengulang UN tahun depan, atau ikut program kesetaraan paket C. Tahun lalu
yang tidak lulus 0,78 persen, tahun ini berkurang menjadi 0,50 persen, atau kalau
jumlahnya 7.579 siswa. Tahun ini siswa SMA dinyatakan lulus jika memiliki nilai
akhir dengan rata-rata 5,5. Selain itu siswa dinyatakan lulus jika mimiliki nilai akhir
minimal 4 disetiap mata pelajaran yang diujikan. Nilai akhir adalah, nilai unas
ditambang nilai ujian akhir sekolah (UAS)16.engumuman Hasil Ujian Nasional
16 Dikutip dari http://datapendidik.blogspot.com/2012/05/pengumuman-hasil-ujian-nasional-un-2012.html ada tanggal 20/06/2012
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
UN Berikut data Tabel 1.1 kelulusan SMA/MA yang dirangkum dari
beberapa sumber : ww.kemdiknas.go.id, http://www.republika.co.id/17
KRITERIA 2011/2012 2010/2011 Peserta 1.524.704 1.461.941 Lulus 1.517.125 1.450.598 Tidak Lulus 7.579 11.343
Dari hal itu kita akan tahu bahwa meskipun ada peningkatan
peminimalisiran angka ketidaklulusan masih ada angka ketidaklulusan siswa yang
berjumlah ribuan, selain itu juga ada data yang menyebutkan bahwa ketidaklulusan
masih didominasi didaerah-daerah Indonesia timur seperti NTT, Gorontalo, Papua
Barat18, dari data tersebut dapat kita tarik garis besar bahwa pelaksanaan UNAS
masih jauh dari apa yang diharapkan.
Model inkremental sebagai model yang hakikatnya memandang kebijakan
publik sebagai suatu kelanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah
di masa lampau 19, merupakan sebuah model menurut penulis yang dirasa pantas
untuk menghadapi permasalahan yang sudah kadung kompleks ini. Dalam setiap
pembuatan kebijakan baru setiap tahun seharusnya pemerintah tidak serta merta
melakukan pembaharuan terhadap kebijakan yang telah dilakukan secara besar-
besaran atau merubah total dengan menganalisis semua permasalahan yang terjadi,
melainkan seharusnya dalam penyusunan kebijakan baru dalam masalah ini
harusnya adalah tambalan atau sedikit memperbarui kebijakan yang telah dibuat
sebelumnya.
Mengapa hanya dilakukan perubahan kecil, yang pertama karena kebijakan
ini merupakan kebijakan terkait pendidikan yang diselenggaran setiap tahun oleh
pemerintah dan diikuti oleh lebih dari 500.000 siswa kelas akhir disetiap jenjang
dalam setiap tahun, tentunya jika sudah begini maka kebijakan yag dibuat tidak
boleh main-main karen aselan melibatkan orang banyak yang akan kena dampakya
17 Ibid. 18 Ibid 19 Dikutip dari buku pengantar analisis kebijakan publik karya Prof Solichin hal. 94
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
tapi juga butuh anggaran yang sangat menyedot kas anggaran negara, jadi dalam
penyusunan kebijakan setiap tahun untuk UNAS ini adalah melakukan pengamatan
terhadap kebijakan yang dilaksanakan pada tahun lalu, contohnya, dalam kebijakan
tahun lalu para peserta masih melakukan tindak contek-mencontek dikarenakan
kode soal yang sama. Maka dalam perumusan kebijakan yang baru cukup
mengganti sistem pelaksanaanya dengan membuat kode soal tambahan.
Jika dalam UNAS ini pemerintah selalu melakukan perubahan besar setiap
tahunnya mengingat masalah setiap tahun selalu tak terselesaikan maka adalah
salah besar, justru dengan perubahan besar tersebut maka akan terjadi sebuah
masalah baru yang tercipta, dikarenakan para peserta UNAS akan bingung
pemerintah akan menerapkan apa pada saat nanti UNAS dilakasanakan, akan
banyak protes yang terjadi dari pihak guru dan para siswa karena mereka bingung
apa yang akan mereka terapkan ketika genderang UNAS sudah mendekati mereka.
Yang kedua adalah dengan hanya melakukan penambalan dalam kebijakan
UNAS ini diharapkan setiap tambalan yang dilakukan akan mentutupi masalah
sedikit demi sedikit, memang UNAS ini sudah menghasilkan dampak permasalahan
yang sangat kompleks tetapi dalam penanganan masalah tersebut harus secara
sedikit demi sedikit asalakan efektif tidak langsung secara besar-besaran yang malah
akan bikin masalah baru, dalam tambalan ini diharapkan pemerintah mampu
dengan jeli melihat suatu permasalahan yang ada dalam kebijkakan tahun lalu jika
pemerintah jeli dan peka akan satu permasalahannya maka otomatis meskipun ini
hanya bersifat tambal sulam sangatlah efektif.
Ketiga hanya sedikit sekali kebijakan-kebijakan publik yang dibuat oleh
individu-individu atau bahkan oleh badan-badan tunggal, karena kebanyakan justru
dibuat melalui interaksi dari banyak pihak yang dapat mempengaruhi kebijakan
(policy influentals) dan yang beroperasi dalam jaringan kekuasaan20. Jadi dari
pernyataan dapat kita tahu bahwa seharusnya suatu perumusan kebijakan publik
merupakan perumusan yang dibahas oleh banyak individu-individu atau
melibatkan institusi-institusi terkait yang membahas tentang kebijakan yang akan 20 Ibid hal.95
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
dibuat, hal ini tentunya akan membuat institusi penanggung jawab dari kebijakan
tersebut dalam hal ini adalah pemerintah melalui dinas pendidikan kesulitan
membuat kebijakan baru, sehingga timbullah sikap untuk melakukan pembeharuan
yang sifatnya sangat sedikit yang dapat dengan melibatkan beberapa institusi dan
individu saja.
Keempat suatu nilai yang dianggap melekat pada kebanyakan demokrasi
liberal yang pluralistik ialah adanya upaya untuk mencari konsesus, sehingga yang
muncul tidak selalu berupa kebijakan yang terbaik, melainkan kebijakan yang
paling disepakati oleh kelompok-kelompok yang terlibat (Hogwood dan Gunn) 21.
Dari hal itu kita tau bahwa sebuah kebijakan publik yang dilakukan oleh
pemerintah sebenarnya bukanlah antara yang terbaik ataukah yang paling bagus,
melainkan kebijakan mana yang bisa disepakati oleh masyarakat luas, jadi tidak
perlu adanya pembahasan yang terlalu rumit untuk sebuah suatu kebijakan publik
seperti UNAS cuku mengubah yang salah dan menambalnya itu sudah merupakan
suatu yang efektif
Kelima, pendidikan merupakan sebuah penyelenggaraan di negri kita yang
mendapatkan anggaran terbesar dengan prosentase 20%22 atau bisa dikatakan lebih
besar daripada bidang-bidang yang lain, hal ini membuat pendidikan harus
ditekankan mampu sebagai pelopor perubahan bangsa dengan anggaran yang telah
dikucurkan. Tetapi harapan itu sirna ketika pengucuran dana buat pendidikan
tersebut lebih tertuju pada kenaikan gaji guru dan penyelenggaraan UNAS,
pemerintah tidak menyimak ada hal lain yang lebih penting dibanding itu yaitu
perbaikan fasilitas pendidikan yang sebagian besar di Indonesia ini bisa dikatakan
buruk ataukah pembangunan-pembangunan sekolah di daerah-daerah distrik
terpencil. Dalam penyelenggaraan UNAS sendiri setiap tahun Pemerintah selalu
habis dana banyak dan hal ini sangat tidak efektif karena penyelenggaraanya masih
terdapat banyak masalah.
21 Ibid 22 APBN 2011 menurut berbagai sumber di media massa cetak maupun elektronik
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
Sebenarnya masih banyak faktor lain selain dari kelima penyebab faktor
mengapa pemerintah harus menerapkan model inkremental, tapi setidaknya dari
lima faktor tersebut kita sudah mampu mengetahui garis besar dari pokok
permasalah yang kita diskusikan, adapun sebuah analisis mengenai solusi-solusi
yang ditawarkan oleh penulis terkait dengan permasalahan kebijakan ini yang akan
dibahas dalam bab selanjutnya.
3.2 Solusi-Solusi dan Matriks
Setelah melakukan pembahasan terkait problematika kebijakan UNAS di
Indonesia dan melakukan analisis melalui kacamata model kebijakan, kita akan
dapat menyimpulkan masalah-masalah apa saja yang terjadi dalam penerapan
kebijakan tersebut. Dari berbagai permasalahan yang kompleks tersebut tentunya
kita akan membuat garis besar mengenai solusi apa yang dapat dilakukan oleh
pemerintah selaku pembuat dari kebijakan UNAS. Dalam sub bab ini penulis akan
menjabarkan beberapa solusi dari kebijakan UNAS yang berupa matriks solusi dan
dilengkapi dengan analisisnya yang sesuai dengan permasalahan yang ada dan
melakukan singkronisasi masalah dalam kacamata model kebijakan inkremental.
Solusi terkait UNAS sudah mulai diperbincangkan oleh pemerintah sejak
dimulainya UNAS pertama kali, berbagai masalah mulai menghinggapi ketika
UNAS dimulai, dan berbagai solusi telah dilakukan pemerintah akan tetapi belum
mampu mengatasi permasalahan yang ada, solusi yang dibuat pemerintah belum
mampu mengatasi masalah dikarenakan belum ada kejelasan mengenai model
kebijakan apa yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan kebijakan ini, selain
itu tidak adanya analisis dampak permasalahan finansial, politik, sosial dan
administratif dalam penyelenggaraan kebijakan membuat solusi yang dibuat oleh
pemerintah seakan mandul.
Berikut beberapa tawaran yang dianalisis oleh penulis setelah menelaah
sumber yang ada terkait solusi yang dirasa pantas untuk kebijakan UNAS dengan
juga mempertimbangkan model kebijakan inkrementa sebagai model kebijakan
yang dipakai.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
a. Penghapusan UNAS sebagai ujian yang mengevaluasi penyelenggaraan
pendidikan yang diselenggarakan oleh kemendiknas tetapi ujian akhir
kelulusan tetap dilakukan tetapi dilaksanakan oleh sekolah-sekolah.
b. Memperketat UNAS dengan pemberlakuan 20 kode soal dengan 20
peserta ujian dalam satu ruangan dan menaikkan nilai UNAS sekala
berkala.
c. Mengkolaborasikan nilai UNAS dengan nilai raport selama mulai dari
semeseter awal hingga akhir dan dalam penyelenggaraaan UNAS
meminimalisir segala kecurangan dan mengadakan paket C bagi siswa
yang tidak lulus UNAS.
d. Membedakan level soal antara daerah pendidikan maju dengan daerah
yang pendidikanya masih terbelakang.
Berikut tabel 1.2 terkait tabel matriks solusi terkait kebijakan UNAS yang dinilai
berdasarkan kriteria dari segi finansial, politik, sosial, administratif23.
Prosentase nilainya adalah a. 10-50 =Buruk, b. 61-75=Baik, c. 76-100 =baik24
Dari tabel matriks tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan c merupakan
kebijakan yang bisa dijadikan solusi oleh pemerintah saat ini terkait tentang masalah
kebijakan unas, dengan mengedepankan penilaian secara finansial yang dijabarkan
23 Berdasarkan penilaian penulis setelah menganalisis dari masalah dan sumber 24 Prosentase analisis dari penulis
FINANSIAL POLITIK SOSIAL ADMINISTRATIF JUMLAH
A 90 70 70 70 300
B 50 60 70 70 250
C 85 85 85 70 325
D 60 80 85 55 280
NILAI TOTAL 1155
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
merupakan aspek anggaran yang akan dikucurkan dalam pelaksanaan, penilaian
secara politik yang berarti apakah dengan diterapkanya kebijakan tersebut akan
mempengaruhi situasi politik yang akan terjadi? Dan akan berdampak pada pelaku
politik yang melakukan kebijakan tersebut?, jika sosial merupakan sebuah penilaian
terkait tentang respon masyarakat luas terhadap kebijakan yang akan dibuat dan
juga gejala apa saja yang akan terjadi dalam masyarakat, pada penilaian
administratif merupakan penilaian yang mempertimbangkan pada aspek skema
pembuatan kebijakan antar lembaga-lembaga terkait, apakah dengan penerapan
kebijakan tersebut mekanisme kebijakan yang dibuat akan mudah? Dan
pelaksanaanya akan lancar? Apakah institusi yang terkait akan mudah menjangkau
sehingga tercipta check and balances? Dan terjadinya pelanggaran terhadap
undang-undang dan konstitusi lainya merupakan pertimbangan dari penilaian
aspek administratif. Berikut penulis akan menjabarkan satu per satu solusi yang
telah dinilai dalam matriks.
A. Penghapusan UNAS sebagai ujian yang mengevaluasi penyelenggaraan
pendidikan yang diselenggarakan oleh kemendiknas tetapi ujian akhir kelulusan
tetap dilakukan tetapi diselenggarakan oleh sekolah-sekolah. (nilai 300)
Solusi ini sudah menjadi perbincangan sejak lama , memang penghapusan
UNAS akan mendapatkan respon positif terhadap masyarakat sosial terutama
dikalangan para siswa sendiri, karena mereka yang mengalami beban berat
selama masa-masa menjelang UNAS merupakan sebuah masalah kejiwaan
tersendiri dikalangan para siswa, begitu pula para guru yang akan sangat
terbebani untuk meluluskan muridnya, dan dari segi finansial sendiri akan
menghasilkan nilai yang positif bagi pemerintah karena pemerintah sudah tidak
akan lagi mengeluarkan dana anggaran yang besar terkait UNAS yang sangat
memboroskan, sehingga anggaran yang tadinya dialokasikan terhadap UNAS
mampu dialokasikan terhadap masalah infrastruktur sekolah-sekolah yang tidak
memenuhi kelayakan. Sedangkan dalam sisi admistratifnya pemerintah harus
menghapuskan Permendikbud terkait tentang UNAS, tentunya hal ini akan
mengalami proses yang panjang dalam penghapusannya, selain itu juga dalam
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
penghapusan ini ada sebuah pelaksanaan ujian akhir tetapi yang diselenggarakan
oleh sekolah-sekolah secara mandiri, hal ini akan menimbulkan sebuah
permasalahan tersendiri terkait dengan pengawasan yang akan dilakukan oleh
dinas pendidikan daerah dan kementrian pendidikan nasional akan terjadi
sebuah kerumitan dalam segi pengawasan dan aministrasi antar institusi.
Dalam tinjauan politik pembuat kebijakan ini sebenarnya akan mendapat
respon positif dari masyarakat tetapi karena dalam kebijakan ini nantinya akan
terjadi perdebatan yang panjang dalam berbagai institusi dan melibatkan para
akademisi maka para pembuat kebijakan tersebut juga akan terkena sebuah
dampak negatif.
B. Memperketat UNAS dengan pemberlakuan 20 kode soal dengan 20 peserta
ujian dalam satu ruangan dan menaikkan nilai UNAS sekala berkala. (nilai
250)
Kebijakan ini mulai menghangat isunya sejak tahun 2012 ini, dan rencananya
akan diterapkan pada pada UNAS 2013 besok, kebijakan ini diterapkan dengan
maksud untuk mengurangi angka kecurangan dalam UNAS yang semakin tahun
semakin gencar dilakukan oleh siswa beserta guru, mungkin jika itu
permasalahanya maka kebijakan ini dirasa pantas untuk meminimalisir
kecurangan yang terjadi, tetapi dalam segi finansialnya pemerintah otomatis
akan mengalami permasalahan besar mereka akan butuh dana besar untuk
membuat 20 soal dengan kode soal yang berbeda, mereka akan menyewa
akademisi lebih banyak untuk membuat 20 kode soal dengan bobot soal yang
sama.
Selain itu disisi sosial para para masyarakat akan merespon negatif karena
melihat dengan lima soal saja para siswa sudah tertekan karena sulit melakukan
kecurangan apalagi dengan 20 soal, dan para orang tua akan semakin khawatir
akan kelulusan ananya, maka mereka akan menghujat para pembuat kebijakan,
otomatis para politisi yang ada keterkaitanya dengan pembuatan UNAS akan
mendapatkan nilai negatif dari para peserta. Disisi administratif kebijakan ini
akan justru mengalami sebuah permasalahan yang kompleks, karena dengan
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
kode soal 20 yang berbeda tersebut otomatis para institusi-institusi terkait akan
kesulitan untuk melakukan kerjasama bagaimana menyelenggarakan UNAS
dengan 20 kode soal, mereka juga akan semakin sulit juga dalam menyetarakan
bobot soal antara satu dengan yang lain yang bobot nya memang harus
disamaratakan antara satu dengan yang lain.
C. Mengkolaborasikan nilai UNAS dengan nilai raport selama mulai dari
semeseter awal hingga akhir dan dalam penyelenggaraaan UNAS
meminimalisir segala kecurangan dan mengadakan paket C bagi siswa yang
tidak lulus UNAS, (nilai 325)
Solusi ini merupakan solusi yang terbaik diantara solusi yang lain karena
menurut penilaian yang diberikan merupakan nilai dengan angka tertinggi.
Dalam solusi ini sebenarnya kolaborasi nilai UNAS dengan nilai raport
sebenarnya sudah dilakukan hanya yang perlu ditekankan lagi adalah perlunya
penekanan terhadap para guru untuk obyektif menilai para siswanya dan
meminimalisir segala kecurangan, pengadaan paket C bagi siswa yang tidak
lulus juga dirasa tepat karena para siswa tidak lulus akan merasa memiliki
sebuah wadah untuk memiliki ijazah yang meluluskan mereka dari jenjang
pendidikan yang mereka tempuh. Meskipun solusi ini merupakan apa yang
telah diterapkan dalam UNAS hari ini, tetapi yang lebih ditonjolkan adalah
peminimalisiran kecurangan yang terjadi dalam UNAS dengan menggiurkan
para siswa terhadap nilai raport yang masuk dalam kriteria kelulusan.
Dari segi sosial kebijakan ini setidaknya akan mendapatkan respon positif
dari masyarakat karena beban para siswa terkait UNAS diperingan meskipun
ada pengawasan lebih, dalam hal politik tentunya pemerintah akan
mendapatkan respon positif jika pelaksanaan tersebut akan berjalan dengan baik
dan lancar. Jika dalam segi finansial mungkin tidak akan ada penambahan
anggaran khusus terkait solusi ini, justru sebenarnya anggaran pemerintah akan
diperingan karena adanya paket c membuat peserta ujian yang tidak lulus bisa
langsung ikut paket c tanpa harus mengulang pada tahun berikutnya. Dari segi
adminstratif hal ini juga sama dengan solusi kebijakan lainya yaitu ada sebuah
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
kesulitan meskipun tidak separah dengan solusi d, dengan melakukan model
inkremental solusi ini mungkin dirasa sangat cocok terhadap kebijakan UNAS.
D. Membedakan level soal antara daerah pendidikan maju dengan daerah yang
pendidikanya masih terbelakang (nilai 280)
Dalam solusi ini sebenarnya merupakan solusi yang tepat terhadap masalah
yang selama ini terjadi terkait tentang bobot soal yang setara nasional dan hal itu
menimbulkan permasalahan ketika masih ada daerah yang pendidikanya
terbelakang. Tetapi solusi ini masih bisa belum diterapakan karena disisi
adminstratif yang akan sulit, karena lembaga-lembaga kedinasan antara pusat
dengan daerah yang akan sulit berkomunikasi untuk bagaimana menentukan
nilai yang pantas untuk daerah masing-masing, selain itu permasalahan akan
muncul disisi finansial karena akan menyita banyak dana yang didistribusikan
ke masing-masing daerah, dari sini nantinya ditakutkan adanya potensi dana
gelap karena perpindangan tangan antara pusat ke daerah-daerah yang
menyelenggarakan UNAS.
Selain itu dalam segi sosial mungkin tanggapan sosial atau masyarakat akan
sangat positif terkait solusi ini, karena bagi mereka hal inilah yang mereka
butuhkan saat ini dan prespektif mereka mengatakan bahwa antara daerah satu
dengan daerah lainya sangat berbeda kualitas pendidikanya, sehingga secara
otomatis pelaku politik yang menerapkan kebijkaan ini akan mendapatkan
respon yang positif dari masyarakat dan citra mereka akan naik dimata
masyarakat.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
BAB IV
KESIMPULAN
Kebijakan UNAS yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini telah
menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks, karena pelaksanaanya dan
konsepnya yang terjadi berbagai kesalahan, karena itulah perlunya konsep dan
pelaksanaan yang matang untuk menerapkan kebijakan ini agar segala
permasalahan mampu diatasi dengan baik. Salah satu model kebijakan publik yaitu
model inkremental dirasa pantas untuk diterapkan dalam kebijakan ini, sebagai
kebijakan yang hanya mengandalkan tambal sulam dari kebijkan sebelumnya dirasa
sangat pantas karena melihat permasalahan yang sudah kompleks sehingga
diperlukan penyelesaian masalah yang tidak perlu perubahan besar melainkan
perubahan sedikit asalkan efektif dan efisien serta tidak perlu menguras tenaga.
Beberapa pengamat dan masyarakat mengatakan agar UNAS dihapuskan,
tetapi hal ini akan membuat beberapa permasalahan diantaranya adalah tidak
adanya standarisasi pendidikan oleh pemerintah disektor pendidikan dan tidak
adanya evaluasi terhadap hasil penyelenggaraan pendidikan selama setahun, selain
itu juga terjadi permasalahan di segi belajar pada siswa, siswa akan malas belajar
karena mereka tidak adalagi beban dipundak mereka, selama ini meskipun siswa
merasa terbebani dengan UNAS terdapat nilai positifnya yaitu mereka akan giat
belajar karena ada beban yang menentukan kelulusan mereka.
Rekomendasi dari permasalahan kebijakan pendidikan ini adalah
menentukan sebuah model kebijakan yang sesuai dengan permasalahan yang ada,
model inkremental dirasa sangatlah pantas untuk dipakai dalam kebijakan ini,
sesuai dengan penjabaranya model ini merupakan model yang melakukan sedikit
perubahan terhadap kebijakan sebelumnya, kebijakan ini dinilai realistis terhadap
pelaksanaan kebijakan publik terkait dengan masalah UNAS. Selain itu penawaran
berupa solusi “mengkolaborasikan nilai UNAS dengan nilai raport selama mulai
dari semeseter awal hingga akhir dan dalam penyelenggaraaan UNAS
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
meminimalisir segala kecurangan dan mengadakan paket C bagi siswa yang tidak
lulus UNAS” dirasa solusi yang realistis dan efektif untuk menghadapi
permasalahan yang ada.
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
DAFTAR PUSTAKA
Wahab, Solichin A., Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang; UMM Press, 2008
Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik, Bandung; Alfabeta, 2010
Parsons, Wayne, Public Policy, Jakarta; Kencana Prenada Media Grup, 2011
Pamungkas, Sri Bintang, Dari Orde Baru Ke Indonesia Baru Lewat Reformasi Total,
Jakarta; Erlangga, 2001
Elson, Robert, The Idea Of Indonesia, Jakarta; Serambi, 2008
Ismail, Syahid, Analisis Masalah Ujian Nasional, dalam jurnal pendidikan, tidak
diterbitkan
http://datapendidik.blogspot.com/2012/05/pengumuman-hasil-ujian-nasional-un-2012.html dikutip pada tanggal 20/06/2012 http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/kebijakan-publik/model-analisis-kebijakan-dari-sudut-hasil-dampak-dan-proses-perumusan-kebijakan-publik/ dikutip pada tanggal 14/06/2012
http://www.jurnalparlemen.net/news/sosial-budaya/mohamad-surya-kritik-
pelaksanaan-un.html dikutip pada tanggal 18/06/2011
http://abdiprojo.blogspot.com/2010/04/model-model-formulasi-kebijakan-
publik.html; dikutip pada 27/03/2012
http://www.geocities.ws/mas_tri/peng_kebijakan.PDF dikutip pada 28/03/2012
http://profwork.org/pp/formulate/inc.html dikutip pada 28/03/2012
http://astaqauliyah.com/2005/04/teori-teori-pengambilan-keputusan/ dikutip
pada 28/03/2012
http://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/kebijakan-publik/model-analisis-
kebijakan-dari-sudut-hasil-dampak-dan-proses-perumusan-kebijakan-publik/
dikutip pada 28/03/2012
Hak cipta: M. Luthfil hakim (www.Serbapolitik.blogspot.com)
http://www.csulb.edu/~msaintg/ppa590/models.htm dikutip pada 28/03/2012
http://abdiprojo.blogspot.com/2010/04/model-model-formulasi-kebijakan-
publik.html dikutip pada 28/03/2012