Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
184
Meningkatkan Kinerja Pegawai Melalui Faktor Pribadi dan Kepuasan
Kerja dan Implikasinya terhadap Efektifitas Organisasi
Wa Ode Zusnita Muizu
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran
Aji Komarudin
Fakultas Ekonomi Universitas Nurtanio
Umi Kaltum
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran
Abstrak
Peningkatan efektivitas organisasi dapat terwujud, jika semua unsur dalam organisasi
terkordinasi dan terintegrasi dengan baik, sesuai fungsi dan peranannya masing-masing.
Hasil pra survey menunjukan bahwa efektivitas organisasi belum dapat ditingkatkan secara
optimal, terlihat dari sikap pegawai yang tidak memegang teguh amanah dan komitmen
dalam melaksanakan tugas, banyaknya sorotan masyarakat terhadap kemampuan pegawai
yang kurang responsif, dan banyaknya pegawai yang mangkir. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh faktor pribadi dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai
dan dampaknya terhadap efektivitas organisasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah descriptive survey dan explanatory survey.
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan Structural Equation Model
(SEM), sedangkan untuk pengolahan data menggunakan program LISREL 8.72 (Linier
Structural Relationship).
Hasil hipotesis pertama menunjukkan bahwa Faktor pribadi dan kepuasan kerja pegawai
berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kinerja pegawai. Sehingga, semakin baik
kondisi faktor pribadi pegawai, kepuasan kerja pegawai juga meningkat, maka akan
semakin optimal pencapaian kinerja pegawai. Hipotesis kedua menunjukan bahwa Faktor
pribadi dan kepuasan kerja pegawai berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap
efektivitas organisasi. Sehingga, meningkatnya kepuasan kerja pegawai dan faktor pribadi
pegawai akan meningkatkan pula efektivitas organisasi juga akan semakin meningkat.
Hipotesis ketiga menunjukan bahwa kinerja pegawai berpengaruh secara parsial dan
simultan terhadap efektivitas organisasi. Sehingga, semakin baik kinerja pegawai, akan
semakin meningkat efektivitas organisasinya. Hipotesis keempat menunjukan bahwa
faktor pribadi, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai berpengaruh secara signifikan baik
parsial maupun simultan terhadap efektivitas organisasi. Sehingga, semakin baik kondisi
faktor pribadi pegawai, kepuasan kerja pegawai juga meningkat, demikian pula dengan
kinerja pegawai yang semakin baik, maka akan semakin optimal pencapaian efektivitas
organisasi.
Kata Kunci : Faktor Pribadi, Kepuasan Kerja, Kinerja Pegawai, dan Efektivitas Organisasi
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
185
Pendahuluan
Latar Belakang
Kinerja organisasi dapat terwujud, jika semua unsur dalam organisasi terkordinasi dan
terintegrasi dengan baik, sesuai fungsi dan peranannya masing-masing. Hal ini juga
disadari oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat beserta seluruh Dinas jajarannya. Concern
Pemprov Jawa barat saat ini adalah “Reformasi birokrasi menuju aparatur yang bersih,
berorientasi pada pelayanan publik dan penggunaan anggaran yang pro publik”. Wujud
impelementasinya diharapkan agar pelayanan dapat lebih responsif terhadap kepentingan
publik, yaitu lebih fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan
(customer-driven government) (Padje dkk. : 2007). Pengelolaan customer driven
government mempunyai beberapa ciri-ciri khusus, antara lain : (i) terfokus pada fungsi
pengaturan dengan berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi
kondusif bagi kegiatan pelayanan masyarakat, (ii) terfokus pada pemberdayaan masyarakat
sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan
publik, (iii) Adanya sistem kompetisi dalam penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga
masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, (iv) terfokus pada pencapaian visi,
misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan,
(v) mengutamakan keinginan masyarakat, (vi) adanya akses kepada masyarakat serta
resposif terhadap pendapat masyarakat, (vii) mengutamakan antisipasi terhadap
permasalahan pelayanan yang diberikan, (viii) mengutamakan desentralisasi pelayanan
publik, dan (ix) penerapan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.
Kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat juga menjadi isu yang penting untuk
diperhatikan berkaitan dengan penerapan otonomi daerah. Seiring dengan bertambah
luasnya kewenangan ini, maka aparat birokrasi pemerintahan di daerah dituntut dapat
mengelola dan menyelenggaraan pelayanan publik dengan lebih baik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Hasil survai yang dilakukan menjelaskan bahwa terdapat peningkatan kualitas pelayanan
publik setelah diberlakukannya otonomi daerah namun, dilihat dari sisi efisiensi dan
efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh dari yang
diharapkan. Selain itu, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain
(Mohamad, 2003) :
1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan,
mulai pada petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab
instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat
seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait, kurang berkoordinasi.
Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu
instansi pelayanan dengan instansi lainnya.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
186
5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan
dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah
pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan
masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu
dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang
terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah
pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
6. Kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari
masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada
perbaikan.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Sementara itu, dari sisi kelembagaan, terdapat beberapa kelemahan mendasar pelayan
publik oleh pemerintah antara lain (Suprijadi, 2004):
1. Kesulitan pengukuran output maupun kualitas pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah.
2. Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line”. Bottom line mengandung maksud
bahwa seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah
bangkrut.
3. Organisasi pelayanan publik oleh pemerintah cenderung mengadapi permasalahan
internalities, yaitu bahwa organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-
nilai dan kepentingan para birokrat terhadap kepentingan umum masyarakat yang
seharusnya dilayani.. Hal ini beberbeda dengan permasalahan yang mendera organisasi
yang bergerak dengan mekanisme pasar yang cenderung mengalami permasalahan
eksternalities. Internalities.
4. Sebab lain yang mendasari kelemahan pelayanan publik adalah karena sebagian besar
pelayanan yang diperikan oleh pemerintah bersifat monopoli yang tidak menghadapi
permasalahan persaingan pasar.
Selanjutnya, isu strategis SDM aparatur yang dikemukakan oleh Hariandja (2002) juga
menguraikan fenomena yang menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan kerja dari
pegawai, yaitu : sistem dan aspek manajerial seperti pembinaan karir pegawai masih lemah,
kaku dan tidak efisiennya jalur birokrasi, wewenang dan tanggung jawab kurang jelas, gaji
yang diterima jauh dari memadai untuk memenuhi kebutuhan, pekerjaan kurang bervariasi,
kurangnya kesempatan dalam mengambil keputusan, promosi dan mutasi cenderung
kurang memperhatikan kualitas personal, serta kurangnya interaksi bawahan dan atasan.
Blanchard and Huszczo (1986) dalam Hariandja (2002) menjelaskan gejala pemicu
munculnya kebutuhan akan SDM yang berkualitas antara lain disebabkan karena tidak
tercapainya standar pencapaian kinerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya,
karyawan tidak produktif, sering tidak masuk kantor, sering terlambat, meninggalkan
kantor, kurang motivasi dalam menyelesaikan pekerjaan, kurang taat terhadap ketentuan
yang ditetapkan, menghindar dari tanggung jawab, cepat bosan dalam mengerjakan tugas,
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
187
serta kurangnya keinginan untuk bekerjasama, dan tingkat keuntungan menurun adalah
beberapa contoh gejala-gejala yang umum terjadi dalam organisasi.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pimpinan membutuhkan informasi yang mendalam
mengenai kepuasan kerja secara seksama dan akurat, sebagai masukan dan bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menata serta memperbaiki kondisi yang
terjadi (Schermerhorn at. Al. 1991.96), karena kepuasan kerja pegawai yang tinggi
mengisyaratkan bahwa organisasi dikelola dengan baik dan secara fundamental akan
menghasilkan perilaku manajemen yang efektif (Davis and Newstrom, 1985 : 109).
Sampai saat ini, tidak dapat dipungkiri masih saja ditemukan perilaku para birokrat yang
bisa menurunkan kinerja organisasi. Sikap tidak disiplin waktu, etos kerja yang rendah,
tanggung jawab terhadap pekerjaan, hingga reward berupa gaji yang relatif rendah
mempengaruhi produktivitas kerja PNS secara perorangan dan secara kolektif (instansi
tempat PNS itu bekerja). Kinerja pegawai rendah yang berdampak pada fungsi pelayanan
publik dari aparat birokrasi yang minim tak dapat dipisahkan dari persoalan birokrasi
nasional. Ditambah lagi, secara kelembagaan banyak sekali ketidakwajaran struktural yang
terjadi di banyak departemen, tumpang tindih fungsi maupun jabatan. Dari aspek tata
pelaksanaan, prosedur kerja, sistem, banyak yang belum memenuhi prinsip dasar
manajemen, ditambah akuntabilitas yang minim (Adhitya : 2002).
Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai
faktor pribadi dan kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
efektivitas organisasi (Suprijadi, 2004). Oleh karena itu, diperlukan SDM yang mempunyai
kompetensi tinggi, karena keahlian atau kompetensi akan dapat mendukung peningkatan
kinerja karyawan. Dugaan bahwa ketidakpuasan pegawai terhadap organisasi, menjadi
penyebab rendahnya kinerja pegawai, ternyata berdampak secara langsung terhadap
efetivitas kerja dinas-dinas sebagai organisasi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Cambell dalam Steers (1994) menyatakan bahwa salah
satu ukuran efektivitas organisasi yaitu diterimanya tujuan-tujuan organisasi oleh setiap
pribadi pegawai dan unit-unit dalam organisasi, kepercayaan bahwa tujuan organisasi
adalah benar dan layak. Disisi lain menurut Robbins (1996 : 215) menyatakan dalam teori
harapan menggambarkan bahwa seorang pegawai akan mengeluarkan upaya tingkat tinggi,
jika mempersepsikan hubungan yang kuat antara upaya dan kinerja, kinerja dengan
ganjaran dan pemuas tujuan pribadi.
Berdasarkan aspek kepuasan kerja menurut Nicholosom and Goodge (1994 : 401) bahwa
ada pengaruh yang nyata dari faktor pribadi dan kepuasan kerja terhadap kinerja baik secara
simultan maupun parsial. Aspek lain menurut House and Mitchell 1974 dalam Steers (1994
: 192) mengemukakan bahwa manajemen organisasi yang efektif, menurut ancangan jalur
tujuan bahwa peranan seorang pemimpin dalam mendukung prestasi kerja yang efektif
dapat dipandang terdiri dari kegiatan antara lain meningkatkan balas jasa pribadi bagi
bawahan sebagai imbalam atas tercapainya tujuan dan meningkatkan kesempatan mencapai
kepuasan pribadi, yang bergantung pada prestasi yang efektif.
Dari fenomena di atas dapat diuraikan bahwa para pegawai sebagai manusia tidak lepas
dari kepentingan pribadi yang memiliki berbagai tujuan, harapan, keinginan, kebutuhan,
dimana apabila tidak tercapai sangat dimungkinkan munculnya perilaku yang menyimpang
sebagaimana dikemukakan oleh Giddenns (1995) bahwa meningkatnya frustasi sebagai
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
188
akibat keinginan-keinginan dan harapan yang tidak terpenuhi akan mendorong perilaku
menyimpang.
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran faktor pribadi, kepuasan kerja, kinerja pegawai, dan efektivitas
organisasi Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat.
2. Sejauhmana pengaruh faktor pribadi dan kepuasan kerja, terhadap kinerja pegawai, dan
dampaknya terhadap efektivitas organisasi baik secara parsial maupun simultan.
Kajian Pustaka
Konsep Faktor Pribadi
Sistem individu merupakan mata rantai yang berkaitan antara faktor pribadi, faktor
kemampuan, faktor pembelajaran (Robbins : 2007). Steers (1997:41) berpendapat bahwa
pada hakekatnya individu tumbuh dan menjadi dewasa, akan mengejar tujuan pribadi
tertentu, dimana akan berkembang dari sifat pasif, dari bergantung menjadi bebas, dari
perspektif sempit menjadi perspektif jangka panjang, dari reaksi perilaku terbatas menjadi
ragam rekasi perilaku. Viktor Gecas dalam Kreitner & Kinicky (2004) menyatakan konsep
diri sebagai konsep yang dimiliki individu, hal ini membawa peran kognisi, dimana kognisi
mewakili setiap pengetahuan, pendapat, keyakinan, antisipasi, penetapan tujuan,
pengevaluasian, dalam penetapan standar pribadi yang relevan dengan organisasi. Dari
pernyataan-pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor pribadi adalah faktor
yang melekat pada diri pegawai dan bersumber dari luar lingkungan hidup pegawai. Faktor
pribadi dalam penelitian ini diukur melalui dimensi Keluarga, dimensi ekonomi, dan
kepribadian.
Menurut De Cenzo (De Cenzo & Robbins, 1999:441) faktor pribadi yang dapat
menyebabkan masalah dalam pekerjaan yaitu masalah keluarga, ekonomi dan kepribadian.
Masalah keluarga yang dapat menyebabkan masalah dalam kerja adalah masalah
perkawinan, perceraian, dan masalah anak-anak (Robbins 2007:566). Sementara masalah
ekonomi timbul ketika sumber-sumber keuangan sangat minimal, hal tersebut akan
berakibat terjadinya ketidak seimbangan antara penghasilan yang diterima dengan yang
harus dibelanjakan, besarnya pengeluaran pribadi dan rumah tangga yang tidak diimbangi
dengan pengasilan yang tidak mencukupi merupakan sumber masalah yang potensial
dalam bekerja. Faktor pribadi lainnya adalah masalah kepribadian yaitu yang menyangkut
wawasan ekstra yang menyangkut tingakat kemampuan bersosialisasi dan tingkat
ketegasan. Keramahan yang menyangkut tingkat kemampuan kerjasama dan bersifat baik,
ketelitian yang menyangkut tingkat keandalan dan orientasi berprestasi, stabilitas
emosional menyangkut tingkat keragu-raguan dan tingkat kerileks-an (Kreitner & Kinicki
: 2004). Menurut Steers (1985 : 138) menyatakan bahwa faktor pribadi yaitu menyangkut
masalah umur, masa jabatan, kepribadian, minat terhadap profesi.
Robbins (2007 : 79-81) menyatakan bahwa faktor pribadi yang mempengaruhi kepuasan
kerja dan kinerja pegawai adalah usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan
dan masa kerja. Maman (1999 : 1) menjelaskan faktor pribadi yang mempengaruhi
kepuasan kerja yang melekat pada diri pegawai antara lain usia, jenis kelamin, status kawin,
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
189
dan masa kerja, dan yang bersumber dari luar pekerja adalah banyaknya tanggungan
pegawai.
Nilai-Nilai yang Berkaitan dengan Pribadi
Rokeach dalam Bourne (2000) menjelaskan nilai manusia terdiri dari dua dimensi yaitu
nilai terminal dan nilai instrumental dalam arti pentingnya nilai-nilai tersebut bagi pribadi.
Nilai terminal terdiri dari nilai terminal sosial berfokus pada orang lain dan nilai terminal
personal berfokus pada diri sendiri. Sedangkan nilai instrumental terdiri dari nilai moral
instrumental berfokus pada orang lain dan nilai kompetensi instrumental berfokus pada diri
sendiri.
Terkait dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan faktor pribadi , maka disimpulkan terdiri
dari (1) berkemampuan; (2) kesejahteraan keluarga; (3) bertanggung jawab; (4) cinta kasih
dan spritual, (5) berani (6) ) intelektual; (7) perasaan berkecukupan; (8) bertanggung
jawab, (9) suka menolong.
Komitmen Pribadi dengan Organisasi
Porter dan Smith (1997:2) dalam Mwita (2000) menjelaskan keikatan terhadap organisasi
sebagai sifat hubungan seorang pribadi dengan organisasi yang memungkinkan
mempunyai keikatan tinggi, memperlihatkan (1) keinginan kuat untuk tetap menjadi
anggota organisasi (2) kesediaan berusaha sebaik mungkin untuk kepentingan organisasi
(3) kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan
organisasi, jadi keikatan meliputi hubungan aktif antara faktor pribadi pekerja dengan
organisasi, dimana bersedia memberikan sesuatu atau dorongan sendiri dalam mendukung
tercapainya tujuan organisasi. penelitian ini, akan mengacu pada pengukuran faktor pribadi
yang yang mempengaruhi pekerjaan yang dikemukakan oleh Davidson dan Cooper
(1992:88) yang menjelaskan bahwa dalam pengukuran faktor pribadi dilakukan
inventarisasi masalah keluarga, ekonomi, dan kepribadian. Responden kemudian
ditanyakan tentang tingkatan untuk setiap sympton (Davidson dan Cooper 1992:89).
Kepuasan Kerja
Pimpinan organisasi baik dalam organisasi yang berorientasi pada profit maupun non profit
harus memperhatikan dan bertanggungjawab secara moral terhadap kepuasan kerja
karyawannya karena kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan mempunyai dampak
terhadap peningkatan kinerja karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Schermerhorn
(1999 :55) menyatakan kepuasan kerja merupakan derajat yang menunjukkan perasaan
orang tentang pekerjaan mereka apakah positif atau negatif. Hal ini merupakan respon
emosional terhadap tugas-tugas kerja seseorang, seperti respon terhadap kondisi fisik dan
sosial tempat kerja. Di dalam konsep kepuasan kerja juga menunjukkan derajat dimana
harapan didalam kontrak psikologis seseorang adalah terpenuhi.
Adanya ketidakpuasan kerja karyawan seharusnya dapat dideteksi oleh perusahaan.
Menurut Muchinsky (2001 ; 424), variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi
menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job performance. Mengutip
pendapat tersebut As’ad (200 ; 103) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan
indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism),
tingginya keluar masuknya karyawan (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau
prestasi kerja karyawan (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja
karyawan tersebut muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani supaya tidak
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
190
merugikan perusahaan. Teori kepuasan membahas beberapa dimensi dan faktor-faktor
dominan yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu need fulfilment theory, equity theory,
social reference group theory, discrepancy theory, dan expectancy theory.
Maman Kusman (1999: 1-2) menyatakan bahwa faktor kepuasan kerja merupakan unsur
dari kepuasan kerja yang: (1) bersumber atau melekat pada pekerjaan (intrinsic factors)
serta yang berada di lingkungan kerja pegawai yang bersangkutan (extrinsic factors) dan
(2) bersumber dari proses kerja dan hasil kerja (satisfaction on the work process and
outcome). Menurut Weiss et. Al. (dalam Arnold and Feldman, 1986: 99) mengatakan
bahwa ada duapuluh dimensi atau faktor kepuasan kerja untuk menilai perasaan puas atau
tidak puas pegawai terhadap pekerjaanya, diantaranya adalah (1) ability utilization, (2)
achivement, (3) activity, (4) advancement, (5) authority, (6) company policies and
practices, (7) compensation, (8) coworker, (9) creativity, (10) independence, (11) moral
values, (12) recognation, (13) responsibility, (14) security, (15) social service, (16) social
status, (17) supervition-human relations, (18) supervition technical, (19) variety, and (20)
working conditions. Jennifer M. George dan Gareth R. Jones (2005:72) menjelaskan empat
dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja, untuk menilai puas atau tidak puas pegawai
terhadap pekerjaannya, yaitu :
1. Kepribadian yang mencakup Perasaan, Pikiran, Sikap/Perilaku.
2. Situasi kerja, yang mencakup keramahan rekan kerja, penyelia, dan bawahan, Kondisi
fisik tempat kerja, waktu, imbalan dan keamanan kerja.
3. Pengaruh sosial, yang mencakup Rekan kerja, Kelompok, Budaya
4. Nilai-nilai kerja yang mencakup prestasi dan promosi
Keempat dimensi kepuasan kerja ini merupakan indikator yang akan digunakan untuk
menilai tingkat kepuasan kerja pegawai Dinas-Dinas tingkat Kanupaten / Kota Propinsi
Jabar. Kepuasan kerja merupakan sikap umum dari seorang pekerja terhadap peerjaanya.
Pekerjaan biasanya menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan
dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja, dan hidup pada kondisi kerja
yang kurang ideal. Oleh karena itu, penilaian seseorang karyawan mengenai perasaan puas
atau tidak puas terhadap pekerjaanya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah
unsur pekerjaan yang diskrit (yang berbeda atau terpisah satu sama lain). Menurut Robbins
(2007:179) ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja,
diataranya adalah (a) single global rating (angka-nilai global tunggal) dan (b) summation
score (skor penjumlaha).
Kinerja Pegawai
Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Setiap individu dalam organisasi hendaknya memiliki model kinerja yang dapat
mendukungnya untuk berkontribusi positif terhadap organisasinya. Spencer and Spencer
(1993:9) mengemukakan bahwa kompetensi individu adalah merupakan karakter sikap
dan perilaku yang dimiliki oleh individu, atau kemampuan individu yang relatif bersifat
stabil ketika menghadapi suatu situasi ditempat kerja yang terbentuk dari sinergi antara
watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan konstektual.
Ada lima karakteristik utama dari kompetensi yang mempengaruhi kinerja pegawai antara
lain (1) motif, yaitu yang dipikirkan dan diinginkan secara konsisten dan adanya dorongan
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
191
untuk mewujudkan dalam tindakan. (2) watak, yaitu karakteristik mental dan konsistensi
respon seseorang terhadap rangsangan, tekanan, situasi, atau informasi. (3) konsep diri,
yaitu nilai yang dijungjung tinggi yang mencerminkan bayangan diri terhadap masa depan
yang dicita-citakan. (4) pengetahuan, yaitu informasi yang memiliki makna yang dimiliki
seseorang dalam bidang tertentu. (5) keterampilan, yaitu kemampuan melakukan pekerjaan
fisik atau mental.
Kinerja dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai
efektivitas operasional organisasi dan karyawan berdasarkan standar, sasaran, dan kriteria
yang telah ditetapkan. Faustino (2003) menjelaskan tentang dimensi penilaian kinerja
sebagai berikut :
1. Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode tertentu
2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativeness : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan persoalan yang timbul,
5. Cooperation : kesediaan pegawai untuk bekerja sama dengan orang lain
6. Dependability : kesadaran karyawan dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.
7. Initiative : semangat karyawan untuk melaksanakan tugas baru dan memperbesar
tanggung jawabnya.
8. Personal Qualities : berkenaan dengan kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan,
dan integrasi pribadi.
Penilaian terhadap kinerja mempunyai tujuan untuk me-reward kinerja sebelumnya (to
reward past performance) dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja pada waktu yang
akan datang (to motivate future performance improvement) (Cardoso, 2003 : 135).
Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk
kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan, dan penempatan tugas-
tugas tertentu.
Untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja secara efektif, ada dua syarat utama
yang harus diperhatikan yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif
dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi. Kriteria pengembangan kenrja dapat
diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu.
Dilihat dari titik acuan penilaian, ada tiga tipe penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu
(1) result-based performance evaluation, (2) behaviour-based performance evaluation,
dan (3) judgements-performance evaluation (Cardoso, 2003 : 137).
Efektivitas Organisasi
Gibson (2006.27) menegaskan bahwa efektivitas organisasi adalah merupakan hasil dari
sejumlah besar variabel, termasuk teknologi, hambatan lingkungan dan lain-lain serta
dikemukakan bahwa kriteria organisasi meliputi jangka pendek, jangka menengah dan
jangka panjang. Cameron (dalam Anthony, 1998:270) menyatakan bahwa healthy
organization adalah organisasi yang didalamnya tidak terdapat ketegangan-ketegangan
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
192
internal dan ciri lainnya adalah adanya arus informasi yang lancara baik secara vertikal
maupun horizontal, tidak terlalu banyak konflik dan relasi yang didasarkan atas
kepercayaan. Robbins (2007.68) bahwa organisasi dikatakan efektif apabila dapat
memenuhi tuntutan dari konstituensi yang terdapat didalam lingkungan organisasi tersebut
yaitu konstituensi yang mejadi pendukung kelanjutan eksistensi organisasi.
Henry (2004) menyatakan bahwa ”Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat
keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran”.
Pendekatan-Pendekatan Efektivitas Organisasi
Kreitner dan Kinicky (1997.572-573) menyatakan bahwa pendekatan efektivitas organisasi
terdiri dari : (1) Goal accomplishment, (2) Resource acquisition, (3) Internal proces, (4)
Strategic constituence satisfaction.
Gibson, Ivancevich & Donnely (2006:18) menyatakan tiga pendekatan efektivitas
organisasi yaitu (1) Goal approach to effectiveness, (2) Systems theory approach to
affectiveness, (3) Multiple-constituency to effectiveness.
Robbin (2007:58) membagi pendekatan efektivitas organisasi menjadi empat yaitu (1)
Pendekatan pencapaian tujuan, (2) Pendekatan konstituen strategis, (3) Pendekatan sistem,
(4) Pendekatan nilai-nilai bersaing.
Berdasarkan uraian dari pendapat tersebut di atas terlihat bahwa masing-masing ahli
memberikan lebih dari satu pendekatan dalam melihat efektivitas organisasi. Salah satu
pendekatan yang selalu ditemukan adalah pendekatan tujuan. Pendekatan ini menekankan
bahwa keefektifan organisasi harus dinilai sehubungan dengan tujuan daripada caranya.
Yang termasuk kriteria pencapaian tujuan yang populer antara lain adalah memaksimalkan
laba, memenangkan kompetisi, membuat pasien sembuh, membuat pelanggan puas, dan
lan-lain.
Model-Model Efektivitas Organisasi
Pendekatan efektivitas organisasi menurut (Hani, 2000:13) yaitu model tujuan, model
sistem sumber daya, model pilihan berganda, model nilai perimbangan, model proses
internal, model legitimasi, dan model ketidak efektifan.
Berdasarkan penjelasan mengenai model-model efektivitas organisasi menunjukan tedapat
indikasi ketidak konsistenan diantara parameter model-model tersebut. Ini karena tidak
adanya kesepakatan baik yang menyangkut definisi efektivitas organisasi maupun dimensi-
dimensi apa yang tercakup dalm konsep efektivitas. Juga belum ada ketidak setujuan
tentang siapa yang harus melakukan penetapan kriteria dan indikator-indikator yang akan
digunakan dalam penilaian efektivitas. Model tujuan masih merupakan model yang banyak
dianut dan diikuti oleh para peneliti. Model ini lebih mendekati kepada apa yang
diharapkan diketahui dari efektivitas. (lihat Tabel 2.3)
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
193
Tabel 2.3
Model Efektivitas Organisasi
Model Definisi, Kapan Berguna,
Sebuah organisasi efektif
bila ……………..
Model ini sesuai bila
…………………
Model Tujuan Mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan
Tujuan-tujuan jelas,
konsentual, berjangka
waktu, dan dapat diukur
Model Sistem
Sumber Daya
Mampu memperoleh
sumberdaya-sumberdaya yang
dibutuhkan
ada kaitan jelas antara
masukan dan keluaran
(kinerja)
Model Proses
Internal
Tidak mempunyai hambatan
internal dan fungsi-fungsi
internal berjalan lancar
Ada kaitan jelas antara
berbagai proses
organisasional dan kinerja
Model Pilihan
Berganda
Senua pihak terkait
terpuaskan, paling tidak secara
minimal
Pihak-pihak terkait
mempunyai pengaruh kuat
terhadap organisasi, dan
harus dipenuhi
permintaannya
Model Nilai
Perimbangan
Memenuhi preferensi pihak-
pihak terkait dalam hal empat
kuadran yang berbeda
Organisasi tidak jelas
tentang kriteria sendiri, atau
kriteria berubah waktu
Model
Legitimasi
Kelangsungan hidupnya
terjanin sebagai hasil
pelaksanaan kegiatan
letigitamasi
Kelangsungan hidup atau
penurunan dan kematian
organisasi adalah penting
Model Ketidak
–efektifan
Tidak mempunyai kelemahan-
kelemahan atau sifat-sifat
sumber ketidakefektifan
Kriteria efektivitas tidak
jelas, atau berbagai strategi
perbaikan diperlukan
Sumber : K.S. Cameron (1984, hal 276)
Kerangka Pemikiran
Dinas-dinas di tingkat Kabupaten – Kota Propinsi Jawa Barat adalah lembaga pemerintah
yang dalam menjalankan fungsinya merupakan organisasi non laba (non profit oriented),
dimana dalam menjalankan fungsinya yaitu : (1) memberikan pelayanan, (2) pengaturan,
(3) pembangunan, (4) koordinasi dan perencanaaan (Davey, 1981:14-16; Tjahya Supriatna
1996:30). Dalam menjalankan fungsi pemberian pelayanan kepada masyarakat, perlu
dilakukan integrasi yang terpadu antara pemerintah sebagai penyedia layanan, pegawai
sebagai pelaksana pelayanan dan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat bisa bersifat pelayanan yang bersifat fisik maupun
administratif (Moenir, 1995: 17). Tercapai atau tidaknya tujuan pribadi, harapan pribadi
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
194
atau kebutuhan yang diinginkan pribadi pegawai akan mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja (Newstrom & Davis : 2002). Seringnya tujuan pribadi, harapan pribadi atau
kebutuhan yang diinginkan oleh pribadi tidak tercapai akan meningkatkan frustasi,
sehingga mendorong perilaku menyimpang. Sebagaimana dikemukakan oleh Giddens
Anthony (1995) bahwa meningkatnya frustasi akibat dari keinginan yang tidak terpenuhi
akan mendorong perilaku menyimpang. Tingkat ketidakpuasan kerja itu akan
mempengaruhi kinerja pegawai dalam menjalankan tugasnya (Brayfield dan Crockett
dalam Stela 1997.46-56).
Pegawai yang merasa puas dalam bekerja mempunyai kecenderungan untuk lebih
produktif, dengan tingkat kemangkiran yang rendah, sebaliknya karyawan yang tidak
merasakan kepuasan dalam bekerja mempunyai kecenderungan menurun produktivitasnya
dan meningkat tingkat kemangkirannya (Robbins, 2007 :182-184). Fenomena kurang
tingginya tingkat kepuasan kerja, yang berakibat kepada rendahnya kinerja, indikasinya
yaitu kurang optimalnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh pegawai. Dalam
penelitian ini, pendekatan masalah akan dilakukan melalui teori manajemen sumber daya
manusia, teori organisasi yang didukung oleh teori perilaku organisasi, karena
permasalahan yang ada sekurang-kurangnya sebagian disebabkan oleh perilaku pegawai
dalam organisasi. Fokus perhatiannya : (i) teori kepuasan kerja, (ii) faktor pribadi, (iii) teori
kinerja, (iv) teori efektivitas organisasi, untuk mengidentifikasi hal yang paling mendasar
mengenai korelasi faktor pribadi , kepuasan kerja dan kinerja pegawai, sekaligus
dampaknya terhadap efektivitas organisasi pada tingkat Kabupaten / Kota Propinsi Jawa
Barat. Faktor pribadi adalah faktor yang melekat pada diri pegawai yang mempengaruhi
kepuasan kerja dan kinerja pegawai diantaranya adalah masalah keluarga, masalah
ekonomi, masalah kepribadian (De Cenzo dalam Decenzo dan Robbins 1999:441).
Adapun faktor kepuasan kerja menurut Greenberg & Baron (2003) menyatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan kumpulan dari keyakinan dan perasaan yang dimiliki seorang
pegawai mengenai pekerjaannya. Ada empat dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja,
untuk menilai puas atau tidak puas pegawai terhadap pekerjaannya, yaitu : (1) Kepribadian
yang mencakup (1) perasaan, (2) pikiran, (3) sikap, (4) perilaku, (2) Situasi kerja yang
mencakup (5) pekerjaan itu sendiri, (6) rekan kerja, penyelia, dan bawahan, (7) kondisi
fisik tempat kerja, (8) jam kerja, pembayaran, dan keamanan kerja, (3) Pengaruh sosial
yang mencakup (9) rekan kerja, (10) kelompok, (11) budaya, (4) Nilai-nilai kerja yang
mencakup (12) nilai kerja intrinsik, (13) nilai kerja ekstrinsik (Jennifer M. George dan
Gareth R. Jones (2005:72)). Menurut Robbins (2007:179) ada dua pendekatan yang
digunakan untuk mengukur kepuasan kerja pegawai, diantaranya adalah : (1) pendekatan
single global rating (angka nilai global tunggal) , (2) pendekatan summation score (skor
penjumlahan). Dalam penelitian ini untuk mengukur kepuasan kerja akan digunakan kedua
pendekatan tersebut. Kinerja merupakan catataan outcome yang dihasilkan dari fungsi
suatu pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Pernyataan ini dipertegas oleh
Bernardin and Russel (1993:379) yang mengemukakan “Performance is the record of
outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period”.
Dalam penelitian ini pengukuran atau penilaian terhadap kinerja pegawai akan mengacu
pada pendekatan judment-performance evaluation yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai
pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik. Faustino Cardoso Gomes (2003:142)
menyatakan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap kinerja yang berdasarkan
deskripsi perilaku yang spesifik, maka ada delapan dimensi kinerja yang perlu mendapat
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
195
perhatian yaitu: (1) quantity of work, (2) quality of work, (3) job knowledge, (4)
creativeness, (5) cooperation, (6) dependability, (7) initiative, (8) personal quality.
Kepuasan kerja dengan faktor pribadi secara bersama-sama maupun parsial akan
mempengaruhi kinerja pegawai dalam bekerja karena semangat seorang pekerja pada
mulanya muncul dari faktor pribadi dan kepuasan kerja pegawai terhadap aspek pekerjaan,
lingkungan kerja, serta proses dan hasil kerjanya. Hal ini juga didukung oleh temuan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nicholoson dan Goodge (1994:401) yang menyatakan
bahwa faktor pribadi dan kepuasan kerja secara simultan maupun parsial berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai dan dalam penelitiannya ini diungkapkan bahwa
kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap kinerja jika
dibandingkan dengan faktor pribadi pekerja. Sedangkan pengaruh faktor pribadi terhadap
efektivitas organisasi sebagaimana dikemukakan Steers (1994:11) bahwa sarana pokok
untuk mencapai efektivitas organisasi adalah mengintegrasikan tujuan pribadi dengan
sasaran organisasi, jika tercapai tujuan pribadi dengan kerja mencapai sasaran organisasi,
logis membuat asumsi keterikatan terhadap organisasi meningkat dan prestasi kerja
meningkat. Sedangkan Nicholoson dan Goodge (2003:401 menyatakan bahwa faktor
pribadi dan kepuasan kerja baik secara simultan maupun secara parsial berpengaruh
terhadap kinerja.
Disisi lain efektivitas organisasi dalam konteks perilaku organisasi merupakan hubungan
optimal antara kepuasan kerja, keunggulan, pengembangan, produksi, kualitas, efesiensi
dan fleksibilitas (Gibson, 2006:28). Pendapat tersebut di atas diperkuat oleh Ostroff
(1992:74) yang menyatakan hubungan positif antara kepuasan kerja dengan kinerja dan
juga bahwa organisasi-organisasi yang karyawanya lebih terpuaskan akan cenderung lebih
efektif daripada organisasi-organisasi yang karyawanya kurang terpuaskan.
Secara khusus perdebatan kaitan antara kepuasan kerja pegawai dengan kinerja pegawai
disoroti oleh Gibson (2006 : 69) bahwa perdebatan dan kontroversi mengenai hubungan
antara kepuasan kerja pegawai dengan kinerja pegawai melibatkan tiga alternatif
argumentasi yaitu : (i) kepuasan menyebabkan kinerja, (ii) kinerja menyebabkan kepuasan,
(iii) ganjaran menyebabkan kepuasan dan kinerja. Berdasarkan hubungan yang
digambarkan pada Gambar 2.13, dapat memberikan gambaran dan sumbangan pemikiran
yntuk melihat bagaimana hbungan berantai tersebut, sebagai hubungan sebab akibat.
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka dapat dikristalisasikan hubungan
antara variabel faktor pribadi dengan faktor kepuasan kerja sebagai variabel bebas
berpengaruh terhadap kinerja pegawai sebagai variabel terikat, serta berdampak kepada
efektivitas organisasi sebagai variabel terikat.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
196
FAKTOR PRIBADI
(De Cenzo dalam Robbins,
1999 : 441)
§ Keluarga
§ Ekonomi
§ Kepribadian
KEPUASAN KERJA
PEGAWAI
(Jennifer G. George dan
Gareth R. Joner 1997:71)
§ Nilai-nilaikerja intrinsik &
Ekstrinsik
§ Kepribadian
§ Situasi kerja
§ Pengaruh sosial
KINERJA PEGAWAI
(Faustino Cardoso Gomes,
1995:137)
§ Kuantitas Kerja
§ Kualitas Kerja
§ Kreativitas
§ Kerjasama
§ Pengetahuan mengenai
pekerjaan
§ Ketergantungan
EFEKTIVITAS ORGANISASI
(Persepsi Pegawai)
(Gibson 1995:27)
§ Tujuan Organisasi
§ Kualitas Jasa Layanan
§ Kesiapan menjalankan tugas
§ Volume jasa layanan
§ Interaksi dengan lingkungan
§ Kestabilan struktur dan sumber daya
§ Peningkatan kondisi organisasi
Gambar 2.14
Model Kerangka Pemikiran
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode explanatory survey dan descriptive survey. Pemilihan
ini dibatasi pada pemahaman survey sampel yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang
telah dirumuskan, dimana hipotesis tersebut akan ditelaah dengan metode statistika dengan
menggunakan model struktural. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Dinas-Dinas di
tingkat Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat yang terpilih sebagai sampel. Metode
penarikan sampel yang dipakai adalah Simple Random Sampling Method. Pada penelitian
ini, pegawai yang diambil sebagai sampel pada setiap dinas adalah 2 orang sebagai unit
pengamatan, yang dianggap dapat merepresentasikan unit yang dianalisis, sehingga jumlah
ukuran sampel karyawan Dinas-Dinas di tingkat Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Barat
tersebut berjumlah 356. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder
yang diperoleh melalui : (i) Penelitian kepustakaan, dilakukan untuk memperoleh data
sekunder, dan (ii) Penelitian lapangan, dilakukan untuk memperoleh data primer. Data
tersebut diperoleh melalui wawancara terhadap responden, melakukan observasi lapangan,
dan melalui penyebaran kuesioner.
Hasil dan Pembahasan
Faktor Pribadi Pegawai di Dinas – Dinas Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat
Faktor pribadi diartikan sebagai faktor yang melekat pada diri pegawai dan bersumber dari
luar lingkungan hidup pegawai, yang relevan dengan pendapat (De Cenzo dalam Robbins,
1999 : 441), yang pengukurannya melalui dimensi Keluarga, ekonomi, dan kepribadian.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
197
Tabel 4.1
Nilai Skor Faktor Pribadi Pegawai Dinas di Kabupaten / Kota Prov. Jabar
No
Dimensi Frekuensi Jawaban Responden Skor
Total
Rata2
Skor
Faktor
Pribadi 1 2 3 4 5 6
1 Dimensi
Keluarga 33 224 227 293 254 37 3826 1275.33
2 Dimensi
Ekonomi 19 150 198 286 361 54 4186 1395.33
3 Dimensi
Kepribadian 32 157 210 320 306 43 4044 1348
Rata-rata Skor Faktor Pribadi 1339.56
Berdasarkan Tabel 4.1, rata-rata skor faktor pribadi pegawai dinas di tingkat kabupaten –
kota Provinsi Jawa Barat adalah 1339.56. Skor tersebut termasuk ke dalam tingkat yang
cenderung tinggi. Hal ini menunjukan bahwa dinas-dinas di tingkat Kabupaten / Kota
Provinsi Jawa Barat sebagai organisasi yang dinamis cenderung mampu memahami hal-
hal yang terkait dengan faktor pribadi pegawai, sehingga karyawan merasa mendapatkan
perhatian penuh dari pimpinan, dan memotivasi mereka dalam bekerja terutama dalam
rangka menciptkan kinerja pegawai yang optimal. Dimensi yang memiliki skor tertinggi
yaitu motivasi kerja karyawan dengan dimensi ekonomi dengan rata-rata skor 1395.33
dengan kategori cenderung baik, dalam hal ini pada dasarnya pegawai dinas di tingkat
Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Barat cenderung memiliki faktor pribadi yang baik
melalui indikator dari dimensi ekonomi. Sedangkan skor rata-rata terendah dimiliki oleh
dimensi keluarga yakni sebesar 1275.33 yang menunjukan bahwa faktor keluarga dalam
organisasi belum sepenuhnya mampu membuat karyawan bekerja dengan baik
dibandingkan dengan dua dimensi lainnya. Lebih jelasnya mengenai dimensi tingkat faktor
pribadi pegawai dalam penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 4.2.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
198
Tabel 4.2
Kategori Dimensi Faktor Pribadi Pegawai Dinas Kab/Kota Prov. Jabar
No Dimensi Faktor
Pribadi Pengaruh
Selang Tingkat
Pencapaian Kategori
1 Dimensi Keluarga 1275.33 1247 - 1544 Cenderung Tinggi
2 Dimensi Ekonomi 1395.33 1247 - 1544 Cenderung Tinggi
3 Dimensi
Kepribadian 1348 1247 - 1544 Cenderung Tinggi
Tingkat Dimensi Faktor
Pribadi 2133.33 1247 - 1544 Cenderung Tinggi
Kepuasan Kerja Pegawai di Dinas – Dinas Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat
Hasil analisis deskripsi mengenai tanggapan responden mengenai kepuasan kerja dapat
dilihat pada Tabel 4.3 yang menunjukan bahwa rata-rata skor kepuasan kerja pegawai
Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat adalah adalah 1451.29. Skor
tersebut termasuk dalam kategori cenderung tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa secara
umum, pegawai dinas di tingkat Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Barat cukup puas dengan
dengam hasil kerja yang mereka capai. Selanjutnya dari dimensi kepuasan kerja pegawai
dinas di tingkat kabupaten – kota Provinsi Jawa Barat, rata-rata tertinggi ditunjukan oleh
dimensi nilai kerja intrinsik dan nilai kerja intrinsik (rata-rata skor 14850.50), yang
menunjukan bahwa secara umum, pencapaian kepuasan kerja pegawai yang diukur melalui
dimensi nilai kerja intrinsik dan nilai kerja intrinsik cenderung baik, walaupun masih
terdapat pula kondisi dimana karyawan lainnya tidak dapat mencapainya dengan baik.
Adapun rata-rata terendah ditunjukan oleh dimensi pengaruh sosial (rata-rata 1421.67),
yang menunjukan bahwa secara umum faktor pengaruh sosial belum cukup berpengaruh
terhadap pencapai kepuasan kerja dari pegawai. Hal ini tentu menunjukan bahwa interaksi
sosial pegawai dengan lingkungan sekitar perlu terus ditingkatkan, mengingat keberadaan
organisasi terhadap lingkungan masyarakat cukup penting.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
199
Tabel 4.3
Nilai Skor Kepuasan Kerja Pegawai Dinas di Kab / Kota Prov. Jabar
No Dimensi Kepuasan Kerja Frekuensi Jawaban Responden
Skor
Total
Rata2
Skor
1 2 3 4 5 6
1 Dimensi Nilai Kerja
Intrinsik & Ekstrinsik 22 63 91 189 288 59 2971 1485.5
2 Dimensi Kepribadian 26 107 190 238 439 68 4365 1455
3 Dimensi Situasi Kerja 29 129 155 265 423 67 4329 1443
4 Dimensi Pengaruh Sosial 33 144 157 250 431 53 4265 1421.67
Rata-rata Skor Kepuasan Kerja 1451.29
Berdasarkan tabel 4.3, Selengkapnya, nilai rata-rata pencapaian dimensi kepuasan
kerja, dijelaskan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 4.3
Kategori Dimensi Kepuasan Kerja Pegawai Dinas di Kab / Kota Prov. Jabar
No Dimensi Kepuasan
Kerja Pengaruh
Selang Tingkat
Pencapaian Kategori
1 Dimensi Nilai Kerja
Intrinsik & Ekstrinsik 1485.5 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
2 Dimensi Kepribadian 1455 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
3 Dimensi Situasi Kerja 1443 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
4 Dimensi Pengaruh
Sosial 1421.67 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
Tingkat Dimensi Kepuasan
Kerja 1451.29 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
Kinerja Pegawai di Dinas – Dinas Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Rata-rata skor kinerja pegawai Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat adalah 1416.50 Skor rata-rata tersebut termasuk dalam kategori cenderung tinggi.
Hal ini mengindikasikan bahwa Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
secara umum, telah memiliki pegawai dengan tingkat kinerja yang cenderung tinggi, yang
terlihat dari penguasaan atas pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka, dan
mereka melaksanakannya dengan baik. Selanjutnya diharapkan, bahwa dengan kondisi ini,
pegawai Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat akan terus
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
200
termotivasi untuk berkarya lebih baik, dan terus terpacu untuk meningkatkan kinerjanya
masing-masing.
Tabel 4.4
Nilai Skor Kinerja Pegawai Dinas-Dinas di Tingkat Kab/Kota Prov. Jabar
No Dimensi Kinerja
Pegawai
Frekuensi Jawaban Responden Skor
Total
Rata2
Skor
1 2 3 4 5 6
1 Kuantitas Kerja 46 110 239 208 278 187 4327 1442.33
2 Kualitas Kerja 37 134 181 272 323 121 4277 1425.67
3 Kreativitas 26 160 208 246 337 91 4185 1395
4 Kerjasama 20 143 187 252 375 91 4296 1432
5 Pengetahuan
mengenai pekerjaan 24 135 246 254 316 93 4186 1395.33
6 Ketergantungan 27 131 211 284 322 93 4226 1408.67
Rata-rata Skor Kinerja Pegawai 1416.5
Dimensi kinerja pegawai di dinas-dinas pada tingkat Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa
Barat, rata-rata tertinggi ditunjukan oleh dimensi kuantitas kerja (skor = 1442.33) yang
menggambarkan bahwa pegawai Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat secara umum, memiliki kuantitas kerja yang banyak, yang diharapkan, dengan
banyaknya kuantitas kerja ini, akan merepresentasikan kinerja dari pegawai Dinas-dinas di
tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Adapun rata-rata terendah ditunjukan oleh
dimensi kualitas kerja (skor = 1395.00) yang menunjukan bahwa pegawai Dinas-dinas di
tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat memiliki kreativitas yang cukup rendah.
Hal ini tergambar dari model pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada pegawai,
cenderung mengacu pada standard operasional prosedur (SOP) yang sudah baku di dinas,
sehingga tidak memungkinkan buat para pegawai untuk berkreasi dalam penyelesaian
tugas-tugasnya. Kondisi inilah yang perlu dibenahi lagi. Untuk lebih jelasnya, tingkatan
kategori dimensi kinerja pegawai pada tingkat Kabupaten – Kota di Provinsi Jawa Barat
dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
201
Tabel 4.5
Kategori Dimensi Kinerja Pegawai Dinas di Tingkat Kab/Kota Prov. Jabar
No Dimensi Kinerja
Pegawai Pengaruh
Selang
Tingkat
Pencapaian
Kategori
1 Kuantitas Kerja 1442.33 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
2 Kualitas Kerja 1425.67 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
3 Kreativitas 1395 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
4 Kerjasama 1432 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
5
Pengetahuan
mengenai
pekerjaan 1395.33 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
6 Ketergantungan 1408.67 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
Tingkat Dimensi Kinerja
Pegawai 1416.5 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
Efektivitas Pegawai di Dinas – Dinas Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Rata-rata skor efektivitas organisasi berdasarkan tanggapan responden adalag 1401.24.
Skor tersebut termasuk dalam kategori cenderung tinggi. Artinya bahwa, efektivitas
organisasi Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berjalan cukup
baik dalam rangka memberikan kontribusi positif pada pegawai dan dinas-dinas guna guna
tercapainya kinerja karyawan dan kinerja organisasi yang lebih baik. Kondisi ini
menyiratkan bahwa efektivitas organisasi Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat cukup kondusif dalam memberikan motivasi bagi pegawai untuk
berprestasi demi peningkatan kinerjanya, sebagaimana yang diinginkan oleh organisasi,
melalui tujuan organisasi, kualitas jasa layanan, kesiapan menjalankan tugas, volume jasa
layanan, dan interaksi dengan lingkungan. Kondisi ini mengindikasikan suatu keadaan
yang cukup baik bagi suatu organisasi untuk memotivasi karyawannya dalam bekerja,
sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
202
Tabel 4.72
Nilai Skor Efektivitas Organisasi / Dinas di Kab / Kota Prov. Jabar
No Dimensi Efektivitas
Organisasi
Frekuensi Jawaban Responden Skor
Total
Rata2
Skor
1 2 3 4 5 6
1 Tujuan organisasi 39 172 155 184 390 128 4302 1434
2 Kualitas jasa layanan 31 182 204 163 388 100 4199 1399.67
3 Kesiapan menjalankan Tugas 27 122 125 120 256 62 2778 1389
4 Volume Jasa Layanan 17 112 123 139 266 55 2826 1413
5 Interaksi dengan Lingkungan 37 190 179 214 355 93 4143 1381
6 Kestabilan Struktur dan Sumber
Daya 33 173 186 213 373 90 4194 1398
7 Peningkatan Kondisi Org. 37 159 189 237 364 82 4182 1394
Rata-rata Skor Efektivitas Organisasi 1401.24
Selanjutnya, berdasarkan Tabel 4.72, terlihat bahwa dari tujuh dimensi efektivitas
organisasi Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, rata-rata skor
tertinggi diperoleh dari dimensi efektivitas organisasi yaitu tujuan organisasi (Skor
1434.00), termasuk kategori cenderung tinggi, yang menunjukan bahwa tujuan yang ingin
dicapai oleh Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat melalui para
pegawainya ternyata telah mampu dicapai dengan baik, sehingga dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sedangkan rata-rata skor terendah dari dimensi
efektivitas organisasi adalah dimensi interaksi dengan lingkungan (Skor 1381.00). Hal ini
menunjukan bahwa dalam rangka mengefektifkan organisasinya, pegawai Dinas-dinas di
tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat mengalami kesulitan dalam melakukan
proses interaksi denan lingkungan. Hal ini diindikasikan oleh kuantitas kerja yang cukup
banyak yang harus dilaksanakan oleh pegawai, sehingga mengurangi waktu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini yang perlu dibenahi, karena sebagai pelayan
masyarakat, Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dituntut untuk
lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, agar dapat memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
203
Tabel 4.73
Kategori Dimensi Efektivitas Organisasi / Dinas di Kab/Kota Prov. Jabar
No Dimensi
Kepemimpinan Pengaruh
Selang Tingkat
Pencapaian Kategori
1 Tujuan organisasi 1434 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
2 Kualitas jasa layanan 1399.67 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
3 Kesiapan menjalankan
Tugas 1389 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
4 Volume Jasa Layanan 1413 1247 - 1544 Cenderung
Tinggi
5 Interaksi dengan
Lingkungan 1381 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
6 Kestabilan Struktur dan
Sumber Daya 1398 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
7 Peningkatan Kondisi
Org. 1394 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
Tingkat Dimensi Efektivitas
Organisasi 1401.24 1247 - 1544
Cenderung
Tinggi
Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif dalam penelitian ini tetap mengacu pada hasil perhitungan statistik
dengan menggunakan program Lisrel. Selanjutnya akan diuraikan gambaran faktor pribadi,
kepuasan kerja, kinerja pegawai, dan efektivitas organisasi Dinas-dinas Kabupaten/Kota
Propinsi Jawa Barat.
§ Faktor pribadi yang dimiliki oleh pegawai Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa
Barat dibentuk oleh dimensi kepribadian dengan wawasan ekstra yang dimiliki oleh
pegawai, tentunya akan sangat membantu dalam upaya penyelesaiaan tugas yang
menjadi tanggung jawab mereka. Dengan kemampuan berpikir yang didukung oleh
wawasan ekstra, pegawai diharapkan akan mampu merepresentasikan kondisi faktor
pribadi pegawai Dinas-dinas Kabupaten Kota Propinsi Jawa Barat secara umum.
§ Kepuasan kerja pegawai Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat dibentuk
oleh dimensi situasi kerja dengan berorientasi pada waktu, imbalan, dan keamanan
pegawai dalam bekerja. Organisasi yang memperhatikan kesesuaian antara waktu kerja,
imbalan, dan kemanan pegawainya dalam bekerja, tentunya akan memotivasi
pegawainya untuk bekerja lebih baik untuk mencapai tujuan organisasi.
§ Kinerja pegawai Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat, dibentuk oleh
dimensi kerjasama dan berorientasi pada kemampuan organisasi untuk
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
204
mengkomunikasikan visi kepada karyawannya. Arah tujuan dan visi dari organisasi,
yang dapat dikomunikasikan dengan jelas oleh organisasi, tentunya akan memudahkan
para pegawai Dinas-dinas di tingkat Kabupaten-Kota di Provinsi Jawa Barat dalam
proses pencapaian tujuan-tujuan dalam organisasi.
§ Efektivitas organisasi Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
dibentuk oleh dimensi kualitas jasa layanan, yang berorientasi pada ketepatan waktu
pelayanan. Hal ini yang tergambar dari tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas-dinas di
tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat melalui para pegawainya ternyata telah
mampu wujudkan dengan baik, dimana terlihat bahwa masyarakat cukup puas dengan
layanan yang diberikan oleh dinas-dinas dan merasakan adanya keadilan dalam pelayan
yang diberikan oleh dinas kepada mereka.
Hipotesis Statistik
Sebelum melakukan uji hipotesis statistik, maka terlebih dahulu akan ditampilkan nilai-
nilai yang berkenaan dengan kelayakan pengujian hipotesis yakni uji reliabilitas (Pada
Lampiran I) dan kesesuaian seperti pada tabel-tabel berikut ini :
Tabel 4.6
Ringkasan Hasil Komputasi SEM dan Uji Hasil Kesesuaian Model
Studi Efektivitas Organisasi
Persamaan Struktural Koef. Nilai t Hasil Ukuran
GOF Estimasi
Hasil
Uji
Laten
Endogen
Laten
Eksogen Jalur Hitung Uji
KinPeg
Fak.
Pribadi 0.23 4.14 * RMSEA 0.022
Puas 0.62 3.08 * GFI 0.95
Efektiv
Fak.
Pribadi 0.36 6.19 * AGFI 0.96
Puas 0.25 3.75 * NFI 0.98
KinPeg 0.51 10.4 * NNFI 0.11
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji pengaruh faktor pribadi dan kepuasan kerja
secara simultan terhadap kinerja pegawai, dan dampaknya terhadap efektivitas organisasi,
yang memperlihatkan bahwa tinggi rendahnya efektivitas organisasi dipengaruhi secara
nyata dan positif oleh tingi rendahnya pengaruh faktor pribadi, kepuasan kerja dan kinerja
pegawai. Secara individual, besarnya pengaruh faktor pribadi terhadap kinerja karyawan
(0.23*0.23) = 5.29 persen, pengaruh kepuasan kerja secara individual adalah sebesar
(0.62*0.62) = 38.44 persen, sedangkan pengaruh kinerja pegawai terhadap efektivitas
organisasi adalah (0.51*0.51) = 26.01 persen.
Besarnya kemampuan menjelaskan efektivitas organisasi oleh variabel di atas secara nyata
dan signifikan positif menunjukkan bahwa secara tidak langsung, faktor pribadi sebagai
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
205
representasi dari perwujudan nilai-nilai diri pegawai, yang didominasi oleh kepribadian
pegawai yang berwawasan ekstra, mempengaruhi kepuasan kerja pegawai melalui dimensi
kepribadian pada pikiran pegawai itu sendiri, yang dengan wawasan berpikirnya, mampu
menciptakan suatu pola pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan organisasi, yang secara
secara simultan dapat mempengaruhi kinerja pegawai secara signifikan dalam arah positif.
Artinya, semakin baik penerapan faktor pribadi pegawai, kepuasan kerja pegawai melalui
pemikirannya tercapai, serta tergambar melalui pencapaian kinerjanya atas penguasaan
pegawai terhadap pekerjaannya, maka efektivitas organisasi akan dapat dicapai dengan
lebih baik pula.
Gambar 4.8
Diagram Jalur Pengaruh Faktor Pribadi , Kepuasan Kerja dan
Kinerja Pegawai terhadap Efektivitas Organisasi
Secara simultan, faktor pribadi, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai, berpengaruh secara
signifikan terhadap efektivitas organisasi, dengan kemampuan dalam menjelaskan variabel
kinerja karyawan sebesar 44.7 persen (1 – ζ (0.553)), sedangkan sisanya dijelaskan oleh
faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misalkan faktor eksternal
perusahaan maupun faktor-faktor internal perusahaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pribadi dan kepuasan kerja, merupakan
faktor penting dalam menentukan kesuksesan dan kegagalan pencapaian kinerja pegawai.
relevan dengan pendapat Vroom (dalam Davis and Newstrom, 1985: 93) yang menjelaskan
bahwa Produk dari valensi dan harapan adalah motivasi yang meningkatkan dorongan
dalam diri pegawai untuk melakukan aksi dalam mencapai tujuannya. Aksi ini
menggambarkan kepribadian pegawai melalui elemen-elemen keluarga, ekonomi, dan
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
206
kepribadian. Hal ini tentunya akan dapat meningkatkan usaha/motivasi karyawan,
kepercayaan diri yang tinggi pada para pengikutnya, kemapuan bagi karyawan dalam
menyelesaikan berbagai tugas–tugas yang diberikan, percaya diri dalam menyelesaikan
berbagai persoalan, peningkatan dalam kepuasan kerja, adanya kemauan yang sungguh-
sungguh untuk bekerja keras, meningkatnya rasa optimisme pada diri pegawai,
meningkatnya aktivitas pembelajaran pada diri karyawan, dan meningkatnya pemikirian-
pemikiran yang bersifat inovatif pada diri karyawan, sehingga pada akhirnya akan
mendorong pencapaian efektivitas organisasi.
Hasil penelitian ini secara umum membenarkan model hipotesis yang dikemukakan, yang
mengungkapkan pengaruh yang signifikan secara positif pada faktor pribadi, kepuasan
kerja, dan kinerja pegawai terhadap efektivitas organisasi. Berdasarkan hasil perhitungan
data penelitian, bahwa tinggi rendahnya variabel faktor pribadi yang meliputi dimensi
keluarga, ekonomi, dan kepribadian, dan kepuasan kerja yang meliputi nilai-nilai kerja
ekstrinsik dan ekstrinsik, kperibadian, situasi kerja, dan pengaruh sosial, dan kinerja
pegawai yang terdiri dari dimensi kuantitas kerja, kualitas kerja, kreativitas, kerjasama,
pengetahuan mengenai pekerjaan, dan ketergantungan, akan berpengaruh secara signifikan
positif terhadap efektivitas organisasi. Hasil uji statistik telah membuktikan adanya
pengaruh yang signifikan dari variabel faktor pribadi , kepuasan kerja, dan kinerja pegawai
terhadap efektivitas organisasi.
Hasil uji statistik ini secara simultan, sesuai dengan yang diharapkan, bahwa faktor pribadi,
kepuasan kerja, dan kinerja pegawai, akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
efektivitas organisasi.
Selain itu, dalam penelitian ini, ditemukan pula pengaruh secara tidak langsung faktor
pribadi terhadap efektivitas organisasi. Perhitungan statistik dengan menggunakan
program Lisrel untuk menghitung besarnya pengaruh tidak langsung dari faktor pribadi
terhadap efektivitas organisasi disajikan pada Tabel 4.79.
Tabel 4.79
Dekomposisi Pengaruh Variabel Laten Eksogen
terhadap Variabel Laten Endogen Efektivitas Organisasi
Var. Laten
Eksogen
Pengaruh
Total
Langsung
Tidak Langsung
Melalui Kinerja
Pegawai
Faktor Pribadi 0.36 0.1173 0.4773
Kepuasan
Kerja 0.25 0.3162 0.5662
Kinerja
Pegawai 0.51 - 0.51
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
207
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis penelitian, diperoleh kesimpulan secara deskriptif sebagai
berikut :
§ Faktor pribadi yang dimiliki oleh pegawai Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa
Barat cenderung berorientasi pada wawasan ekstra yang dimiliki oleh pegawai.
Wawasan pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai, tentunya akan sangat membantu
dalam upaya penyelesaiaan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.
§ Kepuasan kerja pegawai Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat cenderung
tinggi, dengan berorientasi pada waktu, imbalan, dan keamanan pegawai dalam
bekerja. Hal ini menggambarkan bahwa pegawai dinas di tingkat Kabupaten / Kota
Provinsi Jawa Barat menunjukan level kepuasan tertentu dalam bekerja ketika ada
kesesuaian antara waktu kerja, imbalan, dan kemanannya dalam bekerja.
§ Kinerja pegawai Dinas-dinas Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat cenderung sudah
baik dan berorientasi pada kemampuan organisasi untuk mengkomunikasikan visi
kepada karyawannya. Arah tujuan dan visi dari organisasi, yang dapat dikomunikasikan
dengan jelas oleh organisasi, tentunya akan memudahkan para pegawai Dinas-dinas di
tingkat Kabupaten-Kota di Provinsi Jawa Barat dalam proses pencapaian tujuan-tujuan
dalam organisasi.
§ Efektivitas organisasi Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
cenderung sudah baik, yang berorientasi pada ketepatan waktu pelayanan. Hal ini yang
tergambar dari tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas-dinas di tingkat Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat melalui para pegawainya ternyata telah mampu wujudkan
dengan baik, dimana terlihat bahwa masyarakat cukup puas dengan layanan yang
diberikan oleh dinas-dinas dan merasakan adanya keadilan dalam pelayan yang
diberikan oleh dinas kepada mereka.
2. Pengaruh faktor pribadi dan kepuasan kerja, terhadap kinerja pegawai, dan dampaknya
terhadap efektivitas organisasi baik secara parsial maupun simultan cukup signifikan
dan positif. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pribadi melalui wawasan berpikinya,
mampu memberikan nilai kepuasan kerja bagi pegawai yang tergambar dari pola
pemikirannya yang konstruktif, sehingga mampu mendorong upaya pencapaian kinerja
pegawai yang diharapkan, dan selanjutnya bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dan meningkatkan efektivitas organisasi mereka.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut :
- Senantiasa memberikan penghargaan atas capaian-capaian yang telah dilakukan oleh
pegawai. Hal ini akan menstimulasi kemampuan berpikirnya, sehingga mereka akan
memaksimalkan potensi yang dimilikinya untuk kemajuan organisasi, terutama jika
mereka diberikan kebebasan dalam ruang ide mereka untuk berkontribusi dalam
organisasi.
- Memperbaiki SOP kerja yang lebih memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
mengembangkan diri
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
208
- Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan karirnya, sesuai
dengan bidang keahlian mereka masing-masing, melalui melalui mekanisme Diklat,
maupun seminar-seminar pengembangan diri
- Menciptakan situasi dan suasana kerja yang aman dan nyaman, sehingga pegawai dapat
lebih konsentrasi dalam bekerja dan dapat menyelesaikan pekerjaan mereka dengan
sebaik-baiknya, dengan mengembangkan kerjasama tim yang kompak dan solid di
dalam organsiasi
- Perlu adanya kesesuaian antara waktu, imbalan, dan jaminan kerja yang jelas bagi
pegawai dan lebih proporsional.
- Meningkatkan kemampuan pegawai dalam memecahkan masalah melalui proses
pendelegasian wewenang dan penugasan khusus, dan pelatihan yang terencana sesuai
dengan kebutuhan organisasi
- Melibatkan pegawai dalam setiap kegiatan organisasi, sesuai dengan bidang
keahliannya masing-masing, sehingga pegawai akan termotivasi untuk bekerja dengan
baik, karena mersa mendapat kepercayaan yang tinggi dari organisasinya.
- Mengembangkan sistem yang berorientasi pada pegawai dan masyarakat, sebagai dasar
dalam melaksanakan semua tugas-tugas di dalam organisasi
Daftar Pustaka
Ainsworth, Murray, Neville Smith, and Anne Millership. 2002. Managing Performance
Managing People : Understanding and Emproving Team Performance. Printed
in Australia by Griffin Press.
Alex Nitisemito. 1986. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia).
Ghalia Indonesia Jakarta.
Anastasi Anne & Susana Urbina. 1997. Psychologikal Testing Seventh Edition Published
by Prentice – Hall Inc.
Anwar Prabu Negara. 2005. Riset Sumber Daya Manusia : Penerbit Trigenda Karya.
………………………….. 1993. Psikologi Perusahaan. Penerbit Trigenda Karya.
Benardin. H. Jonh and Russel. Joyce E. A. 1993. Human Resource Management : An
Experiential Approach. McGraw-Hill. Series In Management.
Bourne, M., and Neely, A. 2000. Why Performance Measurement Intervention Succed
an Fail. Proceedings of The Second International Conference on Performance
Measurement. Cambridge. UK. pp.165-173.
Bowin. Robert Bruce, and Don Harvey. 1996. Human Resource Management : An
Experiential Approach. Prentice-Hall International, Inc.
Cardoso, Faustino, Gomes. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Andi
Offset. Yogyakarta.
Fleashman. E.A., Harris. E. F., and Burtt H.E. 1996. Leadership and Supervision in
Industry. Colombus: Ohio State Univercity. Bureau of Edocational Research.
Gibson. James L., Ivanvich. Jonh M., and Donnelly. James H. Jr. 2006. Organization :
Behavior-Structure-Process. Twelfth Edition. McGraw Hill.
Gidden Anthony. 1995. Sociology. Second Edition. New York: Oxfort-Polity Press.
Gorden. Judith R., Monday Wayne R., Sharplin Arthur, and Premeaux Shane. 1990.
Management and Organization Behavior. Allyn and Bacon.
Wa Ode Zusnita Muizu Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Aji Komarudin Vol. 5, Nomor 2, Februari 2018
Umi Kaltum
209
Gordon, G., and DiTomaso, N.. 1992. Predicting Corporate Performance from
Organization Culture. Journal Of Management Studies. Vol. 29. No. 6. pp.783-
798.
Kerlinger, Fred. N. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral (Alih : Bahasa : Landung
Situmorang dan H.J. Koesomanto). Cetakan X. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. 2004. Organizational Behaviour. McGraw Hill.
Irwin.
Mwita, Isaac John. 2000. Performance Management Model A Systems-Based Approach
to Public Service Quality. Volume 13. Number 1. pp. 19-37.
Newstrom, John W. and Keith Davis. 2002. Organizational Behavior : Human Behavior
at Work. 11th Edition. International Edition. McGraw-Hill.
Nicholson N. and P.M. Goodge. 2003. The Influence of Personal Factor Toward
Performance. Journal of Management Studies. October Vol. 6 page 391-407.
Sekaran. Uma. 1992. Research Methode For Bisness: A. Skill-Building Approach.
Second Edition. Jonh Willey & Sons, Inc.
Schermerhorn, John R. Jr.. 1999. Management. Sixth Edition. by John Wiley & Sons. Inc.
United States of America.
Shermerhorn. Hunt and Osbron. 1991. Managing Organization Behavior. Fourth Edition.
Jonh Willey and Sons Inc.
Wahyudi. 2009. Reformasi Birokrasi. Melalui
http://www.kesad.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=179%
3Areformasi-birokrasi&catid=52%3Aumum&limitstart=2
Wexley. K.N. and Yukl. 2001. Organizational Behavior and Personnel Psychology.
Ricahard D. Irwin.
Wood, Jack, Joseph Wallace, Rachid M. Zeffane, Schemerhorn, Hunt, and Osborn, 2001,
Organizational Behavior A Global Perspective, John Willey & Sons Australia Ltd.