NILAI-NILAI PENDIDIKAN SPIRITUAL
BERWAWASAN EKOLOGI
DI SD AR-RIDHA AS-SALAAM ISLAMIC GREEN SCHOOL CINERE
Upaya Penguatan Sikap Pro-Lingkungan Hidup Sejak Dini
Nila Siska Sari, MA
Pustakapedia
Indonesia
NILAI-NILAI PENDIDIKAN SPIRITUAL
BERWAWASAN EKOLOGI DI SD AR-RIDHA AS-SALAAM ISLAMIC GREEN SCHOOL CINERE
Upaya Penguatan Sikap Pro-Lingkungan Hidup Sejak Dini
©2020, Nila Siska Sari
Hak cipta dilindungi undang-undang
Penulis : Nila Siska Sari, MA Tata Letak : Tim Pustakapedia
Desain Sampul : Fadil Fadhilla
ISBN : 978-623-7641-19-3
Cetakan ke-I, Januari 2020
Diterbitkan oleh:
Pustakapedia
(CV Pustakapedia Indonesia)
Jl. Kertamukti No.80 Pisangan
Ciputat Timur, Tangerang Selatan 15419
Email: [email protected]
Website: http://pustakapedia.com
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari Penulis
i
بسم اهلل الرحمن الرحيمKATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis kepada Allah swt yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa
mampu menyelesaikan disertasi ini. S}alawat dan salam penulis
ucapkan kepada baginda Nabi Muhammad saw yang telah
membawa Islam di muka bumi ini, sehingga kita semua mampu
mengenal Islam dan mengambil pelajaran darinya. Dalam
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan karya ini.Penulis menyadari rampungnya karya
ini, tidak terlepas dari banyak sumbangsi dan kontribusi besar
dari berbagai pihak. Penelitian ini adalah hasil karya tulis
penulis selama studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun beberapa pihak yang membantu
penulis dalam menyelesaikan disertasi ini, sekaligus ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka semua,
Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat:
Kepada seluruh jajaran petinggi Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang memberikan sumbangsi yang tidak
terhingga bagi penulis diantaranya Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis,
MA, Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu Prof. Jamhari, MA., Ph.D., Wakil Direktur Sekolah
Pascasarjana Dr. Hamka Hasan, Lc., MA., Ketua Program Studi
Doktor Pengkajian Islam Prof. Dr. Didin Saepudin, MA.,
Sekretaris program studi Doktor Pengkajian Islam Dr. Asmawi,
M.Ag., Ketua Program Studi Magister Pengkajian Islam Arif
Zamhari, M.Ag., Ph.D. Sekretaris program studi Magister
Pengkajian Islam Dr. Imam Sujoko, MA., Dan semua jajaran dan
staf akademik yang sangat baik dalam melayani urusan
administrasi dan akademik semoga menjadi amal kebaikan dunia
akhirat, penulis ucapkan terima kasih tak terhinggah.
ii
Ucapan terima kasih kepada Suparto, M.Ed., Ph.D.,
sebagai pembimbing penulis dalam menyelesaikan tesis.
Kritikan konstruktif, komentar mendalam dan bimbingannya
sangat membantu penulis dalam memperbaiki setiap kesalahan
yang ada pada tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua
orang tua penulis, Alm. Umar bin Sami’un dan Habsah binti
Jalaluddin, yang selalu memberikan do’a terbaik dan motivasi
luar biasa baik secara fisik dan batin, sehingga bisa
menyelesaikan tesis yang jauh dari kesempurnaan ini. Kemudian
tidak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada suami
tercinta Dr. Lukman Sumarna, MA., sebagai pengingat ketika
lalai dalam mengerjakan kewajiban akademik dan dua buah hati
tercinta Fayyad Hadi Adzkiya dan Hilyah Nadira Adzkiya
sebagai motivasi dan pelipur lara di saat penulis lelah. Dan
seluruh keluarga besar tercinta kakanda-kakanda dan ayunda-
ayunda serta adikku yang senantiasa memberikan semangat dan
doanya kepada penulis
Kepada seluruh dosen Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dan
memberikan segala waktunya untuk mengajar kami selama
menjadi mahasiswa Pasca Sarjana. Kepada seluruh guru besar
Pascasarjana yang telah memberikan ilmunya dan memberikan
pengalamannya selama berada di perkuliahan Pascasarjana,
khususnya beberapa dosen yang menguji saat penulis
mengadakan Ujian Proposal, Ujian Work In Progres, Ujian
Komprehensif dan Ujian Pendahuluan. Kepada seluruh anggota
staf Pascasarjana bidang akademik, bidang kepustakaan, bidang
kemahasiswaan, penulis ucapkan banyak terimakasih, karena
telah memberikan waktunya mengurus dan memperhatikan
keperluan penulis ketika berada di Pascasarjana.
Ucapan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan
almamater Gontor Putri di Ciputat Zuashfiyailina, S.Pd.,
Nurbaiti, S.Pd., Fathul Haromah, S.Ud., Sinta Rachmani Syahid,
S.Pd.I. Kepada kakak-kakak yang sudah dianggap seperti
saudara selama berada di Ciputat Ust. Dr. M. Mukaddar, MA.,
iii
Falizar Rifani, MA., serta teman-teman seperjuangan
perkuliahan Pascasarjana, khususnya mahasiwa Pascasarjana
angkatan 2017 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Serta teman-teman berdiskusi selama perkuliahan di
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Intan Zakiyyah,
S.Pd.I., Nurlaila, M.Pd.I., Zikra Fadilla, S. Hum., Navida
Febrina Syafaaty, S. Kpm.
Penulis ucapkan terima kasih untuk informan-informan
yang telah bersedia membantu memberikan informasi terkait
tesis ini Hj. E. Melany, SH., MH., Rifa Rahmaniah, M.Pd.,
Puspita Aditia S.Pd.I., Rifan Dermawan, S.Pd.I., Intan Ryanti,
S.Pd., para siswa-siswi dan wali murid.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, ungkapan terimakasih secara khusus juga penulis
ucapkan. Semoga segala bentuk aktivitas yang memberikan efek
langsung dan tidak langsung bagi penulis dalam menulis tesis
ini, mendapat balasan yang terbaik dari Yang Maha Baik.
Semoga Yang Maha Cinta, senantiasa melimpahkan Cinta dan
Karunianya kepada semua orang-orang yang sangat berjasa
dalam penulisan disertasi ini. Akhirnya dengan segala
keterbatasan penulis tesis ini pasti masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu, saran konstruktif akan sangat membantu
penulis untuk meningkatkan kualitas karya ilmiah ini.
Ciputat, 9 Desember 2019
Nila Siska Sari, MA
iv
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Permasalahan 18
C. Rumusan Masalah 19
D. Batasan Masalah 19
E. Tujuan Penelitian 20
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian 21
G. Penelitian Terdahulu yang Relevan 21
H. Metodologi Penelitian 27
1) Jenis Penelitian 27
2) Sumber Data 28
3) Teknik Pengumpulan Data 29
4) Teknik Analisis Data 33
5) Pendekatan Penelitian 34
I. Sistematika Pembahasan 35
BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN SPIRITUAL
EKOLOGI: MEMBANTU MEMBENTUK
KARAKTER EKOLOGIS ANAK SECARA
KONSISTEN 39
A. Degradasi Kesadaran Ekologi Anak Didik di
Sekolah 40
B. Makna Nilai-Nilai Spiritual 46
1) Spiritual Dan Nilai: Tinjauan Secara
Teoritis 46
2) Orientasi dan Bentuk Refleksi Pendidikan
Spiritual 52
3) Makna Spiritual Dalam ekologi 62
4) Spiritual Anak Dalam Pendidikan 69
vi
C. Ekologi dan Perilaku Pro-Lingkungan Hidup 73
1) rgensi Pemahaman Ekologi: Membentuk
Perilaku Pro-Lingkungan Hidup Sejak Dini 73
2) Membangun Perilaku Pro-Lingkungan
Hidup Sesuai Ajaran Islam 81
BAB III ISLAMIC GREEN SCHOOL: ALTERNATIF
PEMBELAJARAN DINI KONSERVASI
LINGKUNGAN 93
A. Gambaran Umum Sekolah Hijau 94
B. Profil Sekolah Hijau: SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere 103
C. Proses Pembelajaran Berwawasan Ekologi 106
1) Kurikulum Pembelajaran 106
2) Metode Pembelajaran 110
3) Peserta didik dan Guru 111
4) Struktur Mata Pelajaran 112
5) Kegiatan Sekolah Ekstrakurikuler 113
6) Sumber Belajar 114
7) Sarana dan Prasarana
D. Atmosfir Sekolah Hijau Islam: Al-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere 118
BAB IV UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI
PENDIDIKAN SPIRITUAL BERWAWASAN
EKOLOGI PADA SEKOLAH BERBASIS
LINGKUNGAN HIDUP 121
A. Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual-Ekologi:
Penguat Kesadaran Ekologi Peserta Didik 123
B. Proses Penguatan Pendidikan Spiritual Ekologi 125
1) Kurikulum 2013 dan Kurikulum
Berwawasan Lingkungan Hidup 130
2) Integrasi Materi Pelajaran Terhadap
Lingkungan 141
3) Pembiasaan Karakter Ekologis 147
vii
4) Slogan Kebersihan dan
Lingkungan 151
5) Kegiatan Ekstrakurikuler Tertentu 156
C. Aplikasi Progam Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi di Sekolah 162
1) Assembly 162
2) Earth Day 163
3) Field Trip 166
D. Indikator Pemahaman Ekologi 175
1) Melalui Ulangan Green School Education 175
2) Melalui Kunjungan Tempat-Tempat
Tertentu 178
E. Peran dan Orientasi Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi 180
1) Peserta Didik 180
2) Guru 188
3) Orangtua 189
F. Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi 191
1) Metode Internalisasi Eco-Spiritual Education di Sekolah 193
2) Sikap Peserta didik Terhadap Kebersihan
Sekolah 201
3) Sikap Terhadap Manusia 204
G. Tantangan Penguatan Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi di SD Al-Ridha Al-Salaam
Sekolah Hijau Islam Cinere 205
1) Kendala Dalam Pelaksanaan Pendidikan
Spiritual Berwawasan Ekologi 207
BAB V PENUTUP 213
A. Kesimpulan 213
B. Saran 214
viii
DAFTAR PUSTAKA 217
GLOSARIUM 233
INDEKS 239
BIODATA PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Minimnya kepedulian kesadaran individual
manusia terhadap alam lingkungan, sudah menjadi
pemandangan keseharian bagi setiap warga Indonesia.
Sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan alam
lingkungan dan saling membutuhkan satu sama lainnya,
harusnya menyadari pentingnya menjaga, memelihara
serta melestarikan alam lingkungan sekitar. Hal tersebut
berlandaskan pada UU Tahun 2009 No. 32, yang
berkenaan dengan pengelolaan ekologi, menjelaskan
bahwa kehidupan manusia memiliki keterikatan yang
tidak dapat dipisahkan dari lingkungan hidupnya__
baik
lingkungan alam ataupun lingkungan sosial. Semuanya
akan berdampak signifikan terhadap proses kehidupan.
Oleh karenanya, maka perlu pemeliharaan dan pelestarian
agar tidak terjadinya kerusakan ekologi seperti: kerusakan
ekologi disebabkan oleh peristiwa alam, kerusakan
ekologi akibat perbuatan manusia, dan kerusakan ekologi
akibat lemahnya aparat dalam menegakkan hukum. 1
Faktanya manusia selalu memperlihatkan sikap
antagonisnya dalam interaksi terhadap lingkungannya
(melakukan penebangan pohon secara bebas, membuang
sampah sembarangan, pembakaran hutan, dan lain
sebagainya). Sebagaimana data terbaru yang beredar
menunjukkan bahwa laju deforestasi hutan di Indonesia
sampai saat ini hampir mencapai 1,1 juta hektar per
tahun. Sehingga diperlukan sebuah cara pengelolaan alam
1Abdulloh Hadziq, ‚Pembelajaran Agama dan Lingkungan
Dalam Kultur Sekolah Alam (Membumikan Kesadaran Lingkungan
sejak Dini),‛ Tadris. Vol. 11. No. 1 (2016), 66.
2
dan lingkungan (environment) secara berkelanjutan
dengan tujuan agar mengurangi dampak kerusakan alam
dari sifat konsumsi ekonomi masyarakat.2 Sama halnya
dengan informasi mengenai pencemaran air di Indonesia
(khususnya Jakarta). Dinas Lingkungan Hidup DKI
menganalisa bahwa pencemaran air di Jakarta semakin
meningkat dan masih belum dapat diminimalisir.
Terbukti kali-kali yang ada di Jakarta masih terlihat
hitam dan bau. Hal ini diakibatkan masih banyaknya
manusia yang membuang sampah rumah tangga, sampah
industri, serta kotoran manusia dan hewan.3
Fenomena nyata sikap antagonis manusia
terhadap ekologinya, bukan hanya dilakukan oleh mereka
yang awan, justru mereka yang memahami subtansial dari
ajaran agamanya dan sebagian masyarakat yang terdidik
(para akademisi), juga tidak pernah absen dari sikap-sikap
antagonisnya terhadap alam lingkungannya. Atas fakta
dari perjelasan ini, maka menjadi pertanyaan besar dalam
hati diri masing-masing, siapa yang akan memelihara
alam lingkungan yang berkelanjutan ini?, melihat bahwa
yang terdidik, yang religius dan lapisan masyarakat,
begitu sangat kering akan kepeduliannya terhadap
lingkungan__
padahal di satu sisi manusia sangat
bergantungan sekali dengan alam sekitarnya.
Hossein Nasr pada karyanya ‚Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man‛, mengungkapkan
dominasi manusia terhadap alam lingkungan sudah
melampaui batas. Alam hanya dianggap sebatas sesuatu
2Eko Budihardjo, Kota dan Lingkungan: Pendekatan Baru
Masyarakat Berwawasan Ekologi, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2015),
Cet, ke-2, 58.
3Suseno, lihat
www.http://metro.tempo.co/read/1110622/kali-item-bau-busuk-ini-
analisa-dinas-lingkungan-hidup-dki/ 26 juli 2018, 08:07 WIB.
3
yang dapat dimanfaatkan untuk kesenangan. Lebih dari
itu, nilai-nilai sakral yang ada pada alam lingkungan
sudah terpangkas dan tercemari oleh manusia modern.
Alam dianggap seperti ‚prostitute‛ yang dapat dinikmati
semaunya oleh manusia__
tanpa mempertimbangkan
dampak dan tanggung jawabnya terhadap alam.4 Begitu
juga pandangan Muh{ammad Fath{ullah al-Ziyadi, dalam
bukunya yang berjudul ‚al-Isla>m wa al-Bi>’ah‛
menjelaskan bahwa krisis lingkungan yang terjadi pada
manusia saat ini, disebabkan oleh sifat keserakan,
keegoisan dan ketidakmampuan manusia dalam
mengontrol instink serta berupaya secara terus menerus
mendominasi sumber daya alam untuk memperkaya diri
sendiri atau sebuah kelompok tanpa adanya upaya
reklamasi, pemeliharaan dan kesadaran konservasi
terhadap hak-hak lainnya.5
Maraknya persoalan tentang krisis lingkungan ini,
harusnya menjadi perhatian serius bagi seluruh lapisan
masyarakat tak terkecuali pemerintah untuk menemukan
solusi dan penangulangan dini yang tepat, demi
terwujudnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals). Mukaryanti menegaskan untuk dapat
menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat
(public awareness) terhadap ekologi diperlukan teknologi
lingkungan. Akan tetapi hal tersebut harus didukung
dengan penyelenggaraan pendidikan lingkungan secara
intensif guna mewujudkan pembangunan yang
4Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual
Crisis of Modern Man, (London: Mandala Unwin Paperbacks,
1990), 18. 5Muhammad Fathullah al-Ziyadi, al-bi >’ah wa al-Isla>m,
(Libya: Al-Daulah Al-Imarah Al-‘Arabiyah Al-Muttahidah,tt), 3.
4
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.6 Berbeda
dengan Kashif M. Sheikh, ia menjelaskan keterlibatan
pemimpin agama atau partisipasi guru agama setempat
dalam membangun kesadaran lingkungan masyarakat
menduduki posisi terbaik di Karakorum Barat, Pakistan.
Dukungan para pemimpin agama untuk memelihara
lingkungan berhasil dengan melalui penekanan terhadap
tradisi antara kepercayaan tradisional dan praktik-praktik
yang berorientasi pada konservasi lingkungan.7
Kajian tidak jauh berbeda dilakukan Meidi
Saputra terkait dengan environment, menjelaskan bahwa
pembinaan tentang kesadaran ekologi secara kurikuler
yang diajarkan pada siswa siswi melalui pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan (PPKN) serta didukung
dengan berbagai aktivitas-aktivitas
pembiasaan__
habituasi, dan pemanfaatan eksistensi
medsos (media sosial) sebagai penghubung agar dapat
menggerakkan partisipasi siswa siswi yang memiliki
peranan penting dalam menumbuhkan kebajikan moral
terhadap pelestarian ekologi di usia dini. Jika kolaborasi
antara keduanya dilakukan dengan maksimal, maka akan
memunculkan kebaikan moral terhadap pelestarian
lingkungan semakin lebih cepat tercapai.8 Dede Sugandi
6Mukaryanti ‚Keterkaitan Pendidikan Lingkungan dan
Penyediaan Teknologi Lingkungan Dalam Mewujudkan
Pembangunan yang Berkelanjutan‛, Jurnal Tek. Ling. P3TL-BPPT.
4 (2), Jakarta, 2003, 43. 7Kashif M. Sheikh ‚Involving Religious Leaders in
Conservation Education in The Western Karakorum, Pakistan‛,
Mountain Research and Development, Vol. 26, No. 4, Religion and Sacredness inMountains: A Historical Perspective, (Nov., 2006),
319.
8Meidi Saputra ‚Pembinaan Kesadaran Lingkungan
Melalui Habituasi Berbasis Media Sosial Guna Menumbuhkan
5
‚Environmental Education and Community Participation: The Importance of Conservation Lesson in Teaching and Learning for Environmental Conservation Efforts in The Region of Sagara Anakan tahun 2013‛ menjelaskan
bahwa urgennya pelajaran pendidikan tentang lingkungan
hidup dan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi
lingkungan di daerah Sagara Anakan yang berkelanjutan.
Partisipasi masyarakat dalam konservasi lingkungan di
Sagara Anakan akan mendorong manfaat yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah harus
mendorong memandu masyarakat untuk melakukan
integrasi dan konservasi lingkungan lintas bagian untuk
menarik komunitas dan lembaga penelitian.9
Beberapa dari penelitian terdahulu mengatakan
bahwa pendidikan lingkungan merupakan mediasi yang
tepat dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan hidup. Palmer dan Neal menegaskan
education of environment mampu membangun kesadaran
dan pemahaman terkait dengan konservasi alam
lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.10
Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Uusitalo bahwa konstruksi
pengetahuan EE sangat penting, jika seseorang telah
menyadari konsekuensi perbuatannya dan lebih
Kebajikan Moral Terhadap Pelestarian Lingkungan‛, Jurnal Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 1, 2017, 14.
9Dede Sugandi ‚Environmental Education and Community
Participation: The Importance of Conservation Lesson in Teaching
and Learning for Environmental Conservation Efforts in The Region
of Sagara Anakan‛, Jurnal Pendidikan Sains dan Kemanusiaan,
2013, 183. 10
J. Palmer & P. Neal, The Handbook of Environmental Education, (London: Routledge, 1994), 3.
6
memperhatikan perilakunya dalam berinteraksi terhadap
lingkungannya.11
Pandangan berbeda dikemukakan oleh
Hungerford dan Volk, yang berargumen bahwa partisipasi
aktif tidak cukup ditekankan dalam EE__education of
environment, meskipun perilaku bertanggung jawab
terhadap lingkungan dapat dikembangkan secara bertahap
melalui__
variabel tingkat entri, termasuk kemampuan
untuk mengalami dan menikmati alam dan pengetahuan
ekologi; variabel kepemilikan, seperti pengetahuan
mendalam dan investasi pribadi di lingkungan, variabel
pemberdayaan: seperti internal locus of control dan niat
serta kemampuan bertindak untuk lingkungan.12
Begitupun sejarawan Amerika, Lynn White Jr.,
mengemukakan bahwa akar mendasar permasalahan dari
krisis lingkungan sebenarnya sebagian besar adalah
pengaruh dari religius dan pemecahannya pun menurut
Lynn harus ditempuh secara esensial tanpa mengabaikan
dimensi religius sebagai unsur prinsipil yang tidak bisa
terpisahkan dari kehiduapan religiusitas manusia.13
Perspektif lebih partikuler yang dikemukakan
oleh Calvin B. De Witt yang mengatakan bahwa agama
sebagai penyumbang utama dalam mengatasi dampak
krisis lingkungan modern telah parah. Dia mencatat
bahwa beberapa ilmuwan terkemuka baru-baru ini
menyuarakan sudut pandang yang menawarkan forum
11
L. Uusitalo, Conflict Between Attitudes And Behaviour, (1993), 63.
12J. M. Hungerford & T. L. Volk, ‚Changing Learner
Behavior Through Environmental Education‛, The Journal of Environmental Education, 1990, 21.
13
G. Barbour, Menemukan Tuhan, dalam Sains Kontemporer dan Agama, terj. Fransiskus Borgias M. (Jakarta :
Mizan, 2005), 266.
7
integratif melalui etika dan spiritual dalam membantu
ilmu pengetahuan untuk melestarikan ekologi agar lebih
survival. Ia menegaskan etika yang diturunkan secara
ilmiah dan religius harus terhubung dengan kehidudpan
sehari-hari.14
Abdul Qudus dari hasil penelitiannya
menemukan bahwa dengan mengabaikan dimensi spiritual
agama, konsep ‚sustainable development‛ atau
pembangunan berkelanjutan terlihat lemah karena hanya
fokus pada dimensi fisik, ekonomi, sosial, dan ekologi.
Sehingga melibatkan aspek spirtual agama sangat
diperlukan dalam menanggapi masalah krisis ekologi saat
ini.15
Begitu juga argumen ditegasakan Mujiyono bahwa
dalam menjelaskan beberapa argumentasi teologis tentang
persoalan lingkungan global, ternyata tidak cukup
solusinya dengan menggunakan teknis dan ekologis, akan
tetapi perlu melakukan pendekatan dalam berbagai aspek
yang saling berkaitan, yaitu memperhatikan aspek
teknologi, ekologi, dan spiritual religius. Karenanya, ia
menawarkan sebuah konsep eko-religi Islam yang
menurutnya sejalan dengan prinsip-prinsip ekologi
modern.16
Bersumber dari beberapa argumen dan pendapat
di atas, jelas bahwa pendidikan lingkungan, teknologi dan
konsep pembangunan berkelanjutan bukan satu-satunya
solusi dalam membangun kesadaran lapisan masyarakat
14
Stephen R. Kellert and Timothy J. Rafnham, The Good in Nature and Humanity: Connecting Science, Religion, and Spirituality with the Natural Word, (Washington: Island Press,
2002), 9. 15
Abdul Qudus, Respon Tradisionalisme Islam terhadap Krisis Lingkungan: Telaah atas Pemikiran Seyyed Hossein Nasr, (Diserasi: Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta,
2010). 16
Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qura>n, (Jakarta: Paramadina, 2001). 56.
8
terhadap ekologinya. Justru dengan mengabaikan aspek
spiritual dan agama, kondisi ekologi terlihat menjadi
tidak seimbang (relasi antara manusia dan lingkungan).
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan
komponen bagian terpenting untuk mewujudkan
kepedulian masyarakat akan lingkungan, tetapi di sisi
lainnya dibutuhkan dukungan-dukungan immateri yang
dapat membawa kesadaran manusia secara konsisten
melalui pendidikan.
Konstruksi public awareness akan pentingnya
ekologi melalui pendidikan, nyatanya belum cukup kuat
diakibatkan lemahnya tujuan pendidikan karena lebih
menitik beratkan dan tendensi terhadap aspek kognitif
(lebih menekankan pada output__hasil akhir) yang jauh
dari kontrol nilai-nilai yang mengarahkan pada kesalehan
yang bersifat vertikal maupun horizontal menjadi pusat
yang harus diperbaiki oleh pemegang kebijakan
pendidikan. Arah pendidikan yang jauh dari cita-cita para
leluhur__
bukan hanya sekedar mendidik dari aspek
kognitif (intelektualnya), akan tetapi juga mendidik
mencakup ranah afektif, sosial dan estetika dari dalam
potensi siswa siswi, terlihat seperti komoditas dan sebuah
barang dagangan saja. Karena itulah, pada akhirnya
pendidikan berorientasi hanya memenuhi selera pasar,
sebab dianggap seperti sebuah tempat cetak manusia yang
sekedar siap bekerja akan tetapi minim inovasi dan
kurang produktif. Oleh karenanya, tidak heran pendidikan
di Indonesia saat yang mayoritasnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan zaman bukannya siap mendidik
anak-anak dalam bersikap kritis terhadap keadaan,
sehingga anak-anak yang dihasilkan dalam pendidikan
9
adalah mereka yang tidak perduli dan miskin empati
terhadap permasalahan sosial.17
Di tengah kompleksitasnya arah pendidikan
Indonesia saat ini yang cenderung menekankan pada nilai
dan hasil, tampak kurang relevan terhadap pesan esensial
dari subtansi sistem undang-undang yang diformulasikan
oleh pemerintah itu sendiri, padahal begitu jelas spirit
yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 pasal 1 butir 1 yang sangat tegas menjelaskan tujuan
dari Sistem Pendidikan Nasional:
‚Tujuan pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya agar memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
kemampuan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara‛.18
Sesuai dengan cita-cita luhur yang disebutkan
pada undang-undang di atas, maka unsur penting yang
dapat mendukung sistem pendidikan nasional, salah
satunya kekuatan spiritual keagamaan, yang basis utama
spiritual keagamaan itu bersumber dari landasan tauhid
sebagai pondasi mendasar pendidikan spiritual. Esensi
dari landasan tauhid yaitu menciptakan manusia sebagai
umat yang satu meyakini Allah sebagai satu-satunya rabb,
yang mencipta, mengatur dan memelihara alam semesta
sekaligus yakin akan kesatuan alam, keteraturan dan
keharmonisan alam dengan berbagai hukum yang
17Komite Nasional Pendidikan, Permasalahan pendidikan
serta rekomendasi untuk pemerintah baru, (2014), 3. 18
Direktorat Pendidikan Tinggi,http://www.inherent-
dikti.net/files/sisdiknas,pdf, Akses6/23/2011 2:52:07 PM
10
mengaturnya dan mengikat dengan satu hukum tertinggi
Yang Maha Pengatur yaitu hukum alam ciptaan Allah.
Aktualisasi dari landasan tauhid itu salah satunya adalah
melalui pendidikan spiritual. Pendidikan spiritual yang
menekankan nilai-nilai Islam diharapkan dapat mencetak
manusia mulia yang sadar menjaga alam dengan baik,
bijaksana dalam mengeksploitasi alam, yang orientasi
semuanya untuk ‘ubudiah kepada Allah. Dengan
pendidikan spiritual yang berlandaskan pada nilai-nilai
tauhid ini, diharapkan dapat meminimalisir dan
membangun kesadaran dini dari tindakan-tindakan
antagonis manusia terhadap alam dan ekologinya.19
Arne Naess__
seorang filosof lingkungan yang
pertama kali memperkenalkan tentang konsepsi ‚ekologi
mendalam‛ sebuah orientasi etika lingkungan dan
pemikiran ulang berbasis spiritual yang menyoroti
tentang identitas dan peran manusia dalam berinteraksi
terhadap alam. Ia mensinyalir pandangannya bahwa alam
memiliki nilai ‚transedental‛ dalam dirinya__
bukan hanya
instrumen untuk memenuhi kebutuhan manusia, justru
dalam ekologi tidak hanya terikat oleh individualitas atau
kelompok sosial tetapi sebagian juga didasari atas
hubungan manusia__
yaitu identitas yang sama dengan
dunia alam. Dalam konteks ini, gagasan Naess ingin
membagun konsep bahwa ekologi mendalam
menggemakan perspektif religius, seperti meminta kita
untuk berbuat baik kepada orang lain sebagai diri kita
sendiri.20
Seyyed Hossein Nasr pun mempertegas bahwa
tidak ada kedamaian di antara manusia kecuali ada
19Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2015), Cet ke-13, 206. 20
Roger S. Gottlieb ‚This Sacred earth: Religion, Nature, Environment, (New York & London: Routledge Taylor & Francis
Group, 2006), 422.
11
kedamaian dan keharmonisan dengan alam.21
Dimensi
spiritual__
ketaatan pada Allah, bukan mutlak
berhubungan secara vertikal saja, akan tetapi nilai dari
spiritual turut memanggil hati manusia untuk berbuat dan
bersikap baik dengan makhluk Tuhan lainnya, salah
satunya adalah dengan alam. Roger S. Gottlieb
menjelaskan bahwa kesadaran spiritual mampu membuat
masyarakat hidup secara ekologis dan bertanggung jawab
terhadapnya.22
Sebagaimana penjelasan pandangan tersebut,
bahwa dimensi-dimensi yang tertanam pada ekologi,
hakikatnya bukan hanya pemenuhan materi semata. Lebih
dari itu terselip dimensi spiritual yang mengajak manusia
mencintai alam lingkungannya. Esensial kuat inilah yang
kemudian mengajak segenap manusia untuk memelihara
dan melestarikan ekologinya secara konsisten. Oleh
karenanya, pembangunan dimensi spiritual penting
dilakukan melalui penekanan pendidikan spriritual agar
ketataatan yang dibangun bukan sekedar ketaatan yang
bersifat secara vertikal melainkan meliputi ketaatan yang
bersifat horizontal juga.
‘Ali ‘Abd al-Halim Mahmud menegaskan
pendidikan spiritual merupakan upaya internalisasi rasa
ketaatan atau kecintaan terhadap Allah swt yang muncul
dalam hati peserta didik. Lahirnya ketaatan tersebut,
tentu akan membangun kesalehan individual dan
kesalehan sosial mereka karena mengharapkan limpahan
rahmat dan ridha Allah dari setiap ucapan, kegiatan,
21
Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, (London: Mandala Unwin Paperbacks,
1990), 87. 22
Roger S. Gottlieb ‚This Sacred earth: Religion, Nature, Environment, (New York & London: Routledge Taylor & Francis
Group, 2006), 426.
12
kepribadian, perilaku serta menjauhi segala yang dilarang
oleh Allah swt. Dengan pendidikan spiritual memberikan
pengaruh signifikan terhadap kepribadian seseorang
(peserta didik), sehingga dapat memotivasi peserta didi
kepada kebaikan, berhias dengan sifat-sifat mulia.23
Oleh
sebab itu, Sa’id Hawwa mengemukakan pendidikan
spiritual adalah upaya untuk membangun jiwa manusia
agar lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Spiritual teaching merupakan input (proses) usaha mentranformasi
manusia dari semula jiwa keruh menuju jiwa jernih, dari
fikiran yang belum tunduk atau taat menuju daya nalar
yang taat, dan dari qalbun yang keras menjadi qalbun
yang lembut. Subtansi intinya bahwa pendidikan spiritual
adalah sebuah proses penyempurnaan pribadi individu
menuju kebaikan yang berlandaskan dengan tuntunan al-
Qura>n dan Sunnah yang meliputi aspek perkataan,
perbuatan dan keadaannya.24
Pandangan yang sama diutarakan oleh Ahmad
Suhailah Zain al-‘Abidin H}ammad menjelaskan SE ialah
penanaman rasa kecintaan kepada Allah swt di dalam hati
siswa-siswi, untuk memperkuat keimanan dan
menjadikannya tujuan hidupnya selalu mengharapkan
keridhaan Allah swt baik dalam setiap ucapan, perbuatan,
dan tingkah laku serta menghindari sesuatu yang
mengakibatkan murka-Nya.25
Begitu juga perspektif
pendidikan spiritual Zakiah Daradjat yang menegaskan
23Abd al-Hamid al-Shaid al-Zintani, Us{us al-Tarbiyah al-
Isla>miyah fi> al-Sunnah al-Nabawi>yah, (Tunis: al-Dar al-‘Arabiyah li
al-Kitab, 1993), 326. 24
Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna al-Ruh{iyah, (Kairo: Maktabah
al-Wahbah, 1992), 69. 25
Ahmad Suhailah Zain al-‘Abidin Hammad, Mas’u >liyah al-Usrah fi> Tah{sin al-Shabab min al-Irhab, (Lajnah al-‘Ilmiyah li } al-
Mu’tamar al-‘Alami ‘an Mauqif al-Isla>m min al-Irhab,
2004M/1425H), 4.
13
bahwa aktivitas spiritual akan membawa dampak
signifikan terhadap kesadaran beragama dan
aktualisannya dari pengalaman diri masing-masing orang.
Kesadaran tersebut bisa diuji melalui introspeksi,
sehingga elemen perasaan dalam kesadaran beragama
yang membawa inplikasi pada keyakinan akan
memberikan mempengaruhi mendasar pada tindakan
seseorang dalam seluruh aktivitas kehidupannya. 26
Sir Alister Hardy dalam tulisannya menjelaskan
bahwa sifat spiritual seseorang mengartikan tentang sisi
dirinya, bukan hanya menuntun dirinya pada perasaan
yang disebut dengan religius, tetapi lebih dari itu,
spiritual bisa membuat seseorang mencintai sesuatu yang
bersifat non-materi dalam kehidupannya seperti:
mencintai alam, seni, musik , dan nilai-nilai moral.27
Pernyataan yang sedikit berbeda dari Constantin
Regamey bahwa spiritual tidak ada urgensitas pada
perasaan moral, akan tetapi spiritual membawa seseorang
pada tuntunan ketertiban, tanggung jawab, kebebasan,
keadilan, kerinduan untuk keadilan atau kesatuan dengan
keseluruhan, intuisi keindahan dan kebenaran,
kemampuan mental (perhatian, abstraksi, penalaran
koheren, dan gagasan umum tentang nilai-nilai non
utilitarian).28
Hasil dari sejumlah studi mendalam dan
penelitian empiris tentang pendidikan spiritualitas pada
26
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2010), Cet ke-17, 14. 27
Alex Rodger, ‚Moral, spiritual, Religious-Are they
Synonymous?‛, Journal Spiritual and Religious Education, Volume.
5. 2-21. 28
Stephen Bigger,‛Religious Education, Spirituality, and
Anti Racism‛, Journal Spiritual and Religious Education, Volume.
5. 22-36.
14
peserta didik, sungguh memberikan ide menarik
berdasarkan dari hasil datanya yang menyimpulkan bahwa
peranan dan fungsi spiritual terhadap sikap dan
pengalaman yang dimiliki atau ditemui dalam peserta
didik sangat kuat mempengaruhi perkembangan
kesadaran dan kepedulian dalam membentuk seseorang
yang mencintai alam lingkungannya. Oleh karenanya,
dalam konteks ini pemerintah sebagai pemegang otoritas
yang bertanggung jawab dalam bidang kurikulum,
seharusnya mengetahui bahwa jenis pengalaman belajar
yang dapat membantu menggembangkan secara aktif
akan kesadaran ekologi peserta didik.29
Winterton C.
Curtis pun menyatakan banyak di antara manusia lebih
megembar-gemborkan nilai-nilai sains, sementara nilai-
nilai spiritual yang berlaku dikesampingkan. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai dari spiritual dianggap tidak dapat
diukur melalui ilmu pengetahuan. Padahal pengaruh
spiritual begitu besar dalam interaksi kehidupan
manusia.30
Melihat begitu besarnya sumbangsih dan
pengaruh dimensi spiritual dalam membangkitkan
kesalehan dan kesadaran kolektif (common sense) yang
masuk ke dalam segala aspek kehidupan manusia, salah
satunya ketika mereka berinteraksi terhadap lingkungan
hidup. Untuk itu, lembaga pendidikan dituntut agar
secara terus menerus menekankan aspek pendidikan
spiritual yang tidak boleh terlepas ikatannya dari
fenomena ekologi__
selain sebagai penentu eksternal yang
29Joy A. Palmer. Spirit of The Environment: Religion,
Value and Environmental Concern, (London & New York:
Routledge, 1998), 139. 30
Winterton C. Curtis, ‚Spiritual Values‛, Science, New
Series, American Association for the Advancement of Science, Vol.
47, No.1224 (Jun. 14, 1918), pp. 571-579.
15
memiliki peranan atau pengaruh terhadap proses
pendidikan peserta didik.31
Orientasi utamanya juga ingin
membangun kesadaran dini peserta didik dalam
memelihara lingkungannya berdasarkan realitas di
lapangan itulah, maka penulis melihat dalam konteks
penerapan yang lebih intensif dari pendidikan spiritual ini
yang mesti dielaborasi dengan ekologi, ternyata masih
terbatas karena tidak semua sekolah dapat menerapkan
konsep pendidikan seperti itu,_kemungkinan hanya ada
beberapa sekolah saja, salah satunya adalah SD Al-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
Bermula dari tujuan pendidikan di Indonesia yang
kurikulumnya sarat akan pengetahuan__
berusaha
mengarahkan anak-anak sebagai juara (meraih angka
gemilang). Terkadang anak-anak belajar hanya untuk
reputasi sekolah, bukan belajar untuk membekali
kesadaran dan aktualisasi ilmu yang diterima supaya
dapat membimbing kehidupan lebih terarah. Hal ini dapat
diamati dari bagaimana pola dan subtansi apa para siswa
pelajari di sekolah, kondisi demikian seringkali sangat
jauh dari realita kehidupan yang dialami, maka penulis
melihat ini adalah sebagian problem adanya kesenjangan
antara nilai ideal normatif dengan realitas empiris. Siswa
dapat memahami apa yang telah dipelajari, tetapi tidak
bisa mengaitkan dengan pengalaman langsung yang
dihadapi di masa sekarang maupun masa depan. Realitas
demikian, pada akhirnya menyebabkan anak-anak tumbuh
menjadi orang cerdas berpengetahuan tetapi tidak dapat
melahirkan sikap kearifan, kurang produktif,
31
S. Philip Goohart, ‚The Influence of Education and
Environment Upon The Early Development of The Atypical or
Nervous Child, Beginning with The Kindergarten Years‛, The Journal of Education, vol. 72, No. 2 (1788), (July 14, 1910), pp. 39-
40.
16
menampilkan egoistik. Ilmu dimiliki sebatas sebagai
modal mencari profesi duniawi dan hanya mengejar
kehidupan di masa depan, namun miskin kesadaran dan
kepedulian terhadap alam lingkungannya, semua itu
disebabkan lemahnya penanaman pendidikan spiritual dan
implementasi dalam kehidupan nyata.
Menggejolaknya fenomena krisis lingkungan yang
terjadi di masyarakat Indonesia, alternatif yang dapat
dilakukan ialah memberikan pendidikan lingkungan hidup
sejak dini bagi peserta didik di sekolah. Kontribusi PLH
sejak dini memberikan banyak perilaku positif bagi anak-
anak di sekolah khususnya sikap pro-lingkungan hidup.
Menimbang bahwa usia dini merupakan masa-masa
pembentukan berbagai karakter yang baik bagi anak-anak
khusus perilaku pro-lingkungan hidup atau kesadaran
kepedulian terhadap lingkungan, maka pemupukan nilai-
nilai ekologi ada baiknya dilaksanakan sedini mungkin
agar tidak mudah dilupakan dan selalu teringat sampai ia
beranjak dewasa sehingga wawasan yang ia dapatkan
dapat diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Atas dasar tersebut, melalui penelitian ini penulis
ingin menguji kesadaran lingkungan (perilaku pro-
lingkungan hidup) siswa siswi di sekolah dengan
menjadikan SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere sebagai objek penelitian. Pemilihan Islamic Green School ini, karena sebagai sekolah adiwiyata yang
menerapkan kebijakan berwawasan lingkungan hidup
untuk membentuk sistem pendidikan yang berkualitas.
Misi dan visinya hendak membentuk karakter peserta
didik yang siap menjadi agen perubahan yang mampu
membangun masa depan umat dan menjadi peserta didik
religius sebagai khalifah Allah yang ideal. Memang secara
umum Green School memiliki orientasi yang sama yaitu
agar para peserta didik memahami manusia itu makhluk
bagian dari alam dan menumbuhkan kepekaan, kesadaran
17
upaya memelihara lingkungan untuk masa mendatang dan
mensosialisasikan gaya hidup yang bertanggung jawab.
Dengan semua gagasan utama itu, meliputi metode
pengajaran dan pembelajaran adalah peserta didik ‛belajar
dengan melakukan‛ (learning by doing)__
peserta didik
memperoleh informasi melaui indra mereka sendiri
melalui investigasi, perjalanan dan menambah kesalihan
serta keimanan, dan memecahkan masalah berdasarkan
tingkat usia mereka sendiri.32
Penekanan nilai-nilai
pendidikan spiritual yang berwawasan ekologi di SD Al-
Ridha Al-Salaam Cinere, bukan hanya melalui kurikulum
pembelajaran berwawasan lingkungan saja, akan tetapi
juga melalui kegiatan-kegiatan sekolah seperti:
pendidikan lingkungan hidup (PLH). Dengan melibatkan
penyatuan spiritual dan ekologi inilah kemudian
memberikan sumbangsih positif terhadap nalar berpikir
dan sikap peserta didik dalam berinteraksi dengan baik
terhadap alam dan lingkungan. Kolaborasi kurikulum
berwawasan lingkungan dan pendidikan spiritual di SD
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
diharapkan mampu membangun kesalehan secara vertikal
dan horizontal peserta didik yaitu mengarahkan anak-
anak yang taat pada Allah swt namun tidak mengabaikan
tanggung jawabnya dalam mencintai, menghargai
makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Melihat dan berangkat dari pemaparan di atas-
lah, mulai dari permasalahan krisis lingkungan,
permasalahan pendidikan yang cenderung menekankan
pada aspek kognitif dan problematika atau fenomena-
fenomena empirik lainnya serta perdebatan akademik
32
Eila Jeronen, dkk, Environmenal education in Finland: A
Case Study of Environmental Education in nature Schools,
International Journal of Environmental & Sciences Education, Vol.
4. No. 1, 2009, 3.
18
yang meninggalkan pertanyaan besar, khususnya dalam
ranah aspek pendidikan spiritual dan ekologi. Untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih
abstrak tersebut, maka peneliti ingin mengetahui secara
mendalam tentang kajian studi ini.
B. Identifikasi Masalah
Mengacu pada uraian mengenai latar belakang
permasalahan penelitian yang sebelumnya, penulis dapat
mengidentifikasi sejumlah masalah-masalah mendasar
yang muncul dalam penelitian tesis ini, antara lain:
1. Minimnya kepedulian masyarakat terhadap
kelestarian alam lingkungannya diakibatkan
perbuatan dan sikap-sikap antagonis manusia
modern saat ini. Selain itu, menunjukan fakta
bahwa adanya kesenjangan antara nilai idealitas
normatif dan tatanan realitas empiris.
2. Solusi pendidikan ekologi dalam membangun
kesadaran manusia terhadap lingkungannya
ternayata belum dapat meminimalisir dampak
pencemaran lingkungan.
3. Pendidikan yang lebih tendensius terhadap aspek
kognitif (lebih menekankan pada output__hasil
akhir.
4. Orientasi pendidikan yang kurang tepat dengan
hanya menyiapkan manusia yang siap kerja dan
jauh dari rumusan tujuan pentingnya akan
kesadaran dan peran mendasar pendidikan
nasional di Indonesia.
5. Di sekolah peserta didik disuguhi dengan banyak
pengetahuan sehingga minimnya kepedulian
terhadap realita kehidupan, termasuk kepedulian
terhadap alam dan lingkungannya.
6. Mayoritas sekolah lebih menekankan pada
tatanan pendidikan lingkungan dari aspek materi
19
saja, dibandingkan dengan pendidikan spiritual
berwawasan ekologi.
C. Rumusan Masalah
Hasil identifikasi masalah yang telah diuraikan di
atas, maka rumusan masalah utama yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana
aktualisasi nilai-nilai pendidikan spiritual berwawasan
ekologis di SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere?
1. Bagaimana proses penanaman nilai-nilai
pendidikan spiritual berwawasan ekologi di SD
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai penguatan
pendidikan spiritual berwawasan ekologis oleh
siswa-siswi di SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere dalam interaksinya terhadap
lingkungannya?
3. Bagaimana tantangan dalam aplikasi penguatan
nilai-nilai pendidikan spiritual berwawasan
ekologi di SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere?
D. Batasan Masalah
Dari identifikasi dan rumusan masalah di atas
maka perlunya suatu batasan masalah agar pembahasan
dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan lebih fokus
pada objek yang akan dikaji. Merujuk pada hasil rumusan
masalah, maka ada beberapa batasan yang menjadi fokus
pada penelitian ini:
1. Konsep
Melihat begitu luasnya pembahasaan tentang
spiritual dan ekologi. Penulis hanya
memfokuskan pada proses penguatan nilai-nilai
20
pendidikan spiritual berwawasan ekologi,
aplikasinya dalam program-program kegiatan
pendidikan lingkungan hidup di sekolah serta
kegiatan intra dan ekstrakurikuler.
2. Tempat
Tempat penelitian diselenggarakan di SD Al-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
dan sebagai pembanding penguatan nilai-nilai
pendidikan spiritual berwawasan ekologi ini
dilakukan di Madrasah Ibtida>iyah Pembangunan
UIN Jakarta.
3. Waktu
Dalam penelitian lapangan ini, limit waktu yang
dibutuhkan minimal satu tahun enam bulan
(mulai dari Mei 2018 sampai dengan Desember
2019).
E. Tujuan Penelitian
Koheren dengan rumusan permasalahan yang
telah ditetapkan sebelumnya, setidaknya ada tiga tujuan
yang hendak diketahui dalam penelitian ini, namun secara
umum penelitian ini bertujuan mengetahui signifikansi
pendidikan spiritual berwawasan ekologi dalam
membangun kesadaran dini peserta didik di SD Al-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere terhadap
lingkungannya. Adapun secara umum tesis ini bertujuan
untuk memperoleh informasi tentang:
1. Proses penguatan program atau kegiatan nilai-
nilai pendidikan spiritual dan integrated curriculum yang berwawasan ekologi aplikasinya
di SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
2. Aktualisasi nilai-nilai pendidikan spiritual
berwawasan ekologi oleh siswa siswi SD Al-
21
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
dalam interaksinya terhadap lingkungannya.
3. Tantangan dalam aplikasi penguatan nilai-nilai
pendidikan spiritual berwawasan ekologi di SD
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Merujuk pada tujuan penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini mengandung
dua manfaat/signifikansi penelitian baik secara teoritis
maupun secara praktis. Ditinjau dari aspek teoritis,
penelitian ini diharapkan mampu:
1. Dijadikan acuan untuk mengeksplorasi lebih lanjut
problem ekologi dalam tinjauan pendidikan spiritual.
2. Dijadikan panduan praktis dalam merespon berbagai
wacana kontemporer saat ini, khususnya berkaitan
dengan problem krisis ekologi dan krisis sikap
manusia.
3. Membantu para pendidik di sekolah dalam memberi
solusi kesadaran kepada warga sekolah dalam
kepeduliannya terhadap lingkungan hidup.
Secara praktis kajian ini diharapkan mampu
mendorong semua kalangan untuk bersikap, bertindak
dan berbuat secara ekologis. Dengan berbekal
pengetahuan pendidikan spiritual ekologi diharapkan
mampu memotivasi individual (peserta didik, para guru,
dan masyarakat) mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari terutama dalam bertindak terhadap alam dan
lingkungan sekitar.
G. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Secara umum, kajian tentang pendidikan spiritual
telah banyak dibahas sebelumnya, begitu juga tentang
Sekolah Alam, namun dalam kajian kali ini penulis lebih
22
memfokuskan pada ‚pendidikan spiritual berwawasan
ekologi‛. Adapun sebagai pembanding terhadap
penelitian penulis, diuraikan penelitian terdahulu yang
relevan dengan kajian yang penulis teliti adalah:
Deborah Schein dalam tulisannya ‚Nature’s Role in Children’s Spiritual Development (2014)‛, menemukan
bahwa alam memiliki peranan dalam pembentukan
perkembangan spiritual anak. Dengan melibatkan atribut
khusus untuk menciptakan momen spiritual dalam waktu,
ruang, dan alam serta menghubungkannya dengan
pertanyaan-pertanyaan besar yang mampu membuat anak-
anak berekplorasi__
memikirkan dan merasakan kehadiran
spiritual melalui kegiatan alam. Momen-momen spiritual
ini seringkali diciptakan ketika anak-anak menghabiskan
waktunya di alam terbuka. Schein menyimpulkan melalui
kegiatan atau program penghijaun anak usia dini ini,
ternyata memiliki implikasi yang signifikan terhadap
perkembangan spiritual anak-anak di Amerika Serikat.33
Persamaannya dengan penelitian penulis bahwa eksistensi
alam mampu membangun kesadaran spiritual anak,
sehingga momen-momen ini membawa suatu perubahan
sikap anak dalam bertindak terhadap alam. Perbedaannya,
penelitian tersebut lebih memfokuskan pada
perkembangan spiritual anak usia dini melalui alam bukan
menekankan pada ranah pendidikan spiritualnya.
Muhammad Ibrahim Hasan, seorang pakar
lingkungan dalam kitabnya al-Bi>’ah wa al-Talawwuth: Dira>sah Tah}liliyah li Anwa>’ al-Bi’a>t wa Maz}ahir al-
33Deborah Schein ‚Nature’s Role in Children’s Spiritual
Development. Children, Youth and Environments, Vol. 24, No. 2,
Greening Early Chilhood Education, 2014, pp, 78-101.
23
Talawwuth tahun 1995,34
mengungkapkan bahwa
lingkungan alam dan manusia tidak akan pernah dapat
dipisahkan, karena proses pengolahan alam oleh manusia
itu merupakan interaksi yang terjadi secara terus menerus
bahkan proses ini akan semakin baik jika dilandasi dengan
akhlak mulia, sehingga perilaku merusak alam dapat
diminimalisir sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan
serta tidak berlebih-lebihan. Kajian pustaka ini lebih
menitik beratkan kepada ilmu alam, dengan penekanan
yang berlandaskan akhlak mulia (nilai pendidikan Islam)
dalam membangun hubungan antara manusia dengan
alam. Persamaannya bahwa manusia dan alam memiliki
hubungan yang tidak dapat dipisahkan yaitu hubungan
materi dan spiritual.
Muhammad Mukaddar dengan tesisnya yang
berjudul ‚Eko-Tarbiyah Aplikasi pendidikan Islam
Berwawasan Ekologi di SMK Kehutanan Wali Songo
Tuban‛, (Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: 2013)35
menemukan bahwa adanya penguatan
nilai-nilai pendidikan agama (akhlak) dalam ekologi yang
berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekologi
masyarakat, dengan kata lain dapat dinyatakan semakin
kuat pemahaman masyarakat tentang integrasi pendidikan
Islam dalam ekologi maka semakin besar kecintaan
masyarakat dalam pelestarian hutan. Integrasi pendidikan
Islam dan ekologi di SMK Negeri 1 jurusan kehutanan
Pon-Pes Wali Songo Tuban, telah membawa dampak
positif terhadap perilaku ekologi masyarakat setempat,
34
Muhammad Ibrahim Hasan, Dira>sah Tah}liliyah li Anwa>’ al-Bi’a>t wa Maz}ahir al-Talawwuth, (Mesir: Jami’ah al-Iskandariyah,
1995). 65. 35
Muhammad Mukaddar, Eko-Tarbiyah Aplikasi pendidikan Islam Berwawasan Ekologi di SMK Kehutanan Wali Songo Tuban, (Sekolah PascaSarjana: 2013). 120.
24
seperti kesadaran merawat, menjaga dan mengembangkan
potensi hutan. Hal ini terbukti dengan perubahan karakter
masyarakat tentang hutan yang sebelumnya hanya
sebagai sarana pemenuhan kebutuhan menjadi
perlindungan bagi masyarakat. Perbedaannya, tesis ini
lebih memfokuskan pada penguatan pemahaman
masyarakat tentang ekologi yang berawal dari penerapan
SMK Negeri 1 jurusan kehutanan Pon-Pes Wali Songo
Tuban yang kemudian berdampak pada perilaku
masyarakat berupa kecintaan terhadap hutan.
Persamaannya dengan penelitian penulis adalah bahwa
nilai-nilai pendidikan Islam dan pendidikan spiritual
adalah sama-sama berlandaskan pada esensi tauhid.
Azman Ahmad dalam jurnalnya yang berjudul
‚Islamic Attitudes Towards Environmental Problems and Practices a Case Study of the Muslim Community in Brunei Darussalam (2015), menemukan bahwa dengan
implementasi nilai-nilai Islam terhadap permasalahan
krisis lingkungan salah satunya polusi parah yang ada di
Brunei Darussalam sedikitnya telah membawa dampak
positif bagi masyarakat Brunei (mayoritas muslim) dalam
membangun kesadaran konservasi yang sebelumnya
pengetahuan dan sikap masyarakat Brunei Darussalam
dingin dan tidak perduli terhadap isu-isu lingkungan
hidup mereka.36
Persamaannya bahwa pendidikan
spiritual merupakan bagian dari nilai-nilai Islam, namun
pendidikan spiritual lebih memfokuskan relasi antara
Tuhan dan aktualisasi ketaatan tersebut dapat dilihat
melalui sikap manusia terhadap makhluk-Nya.
36Azman Ahmad ‚Islamic Attitudes Towards
Environmental Problems and Practices a Case Study of the Muslim
Community in Brunei Darussalam‛, Global Religion, Culture, and Ecology, Volume. 16 Issue 3, 2015.
25
Muhamamd Ahmad Al-Khudi ‚Al-Qiyamu al-Bi’iyah min Manz{uri Islami> (2009)‛, menemukan bahwa
signfikansi Islam dalam ekologi relevan dengan al-Quran
dan sunnah tentang: nilai-nilai etika dalam ekploitasi
(keseimbangan dan moderasi di alam semesta), nilai-nilai
konservasi lingkungan serta nilai-nilai estetika di
lingkungan. Tiga dari nilai-nilai lingkungan tersebut
muncul setelah mengamati
atau terkonsentrasi pada
kebiasaan interaksi manusia dan orientasi pendidikan
Islam yang berusaha mengembangkannya terhadap orang-
orang Muslim dengan berbagai metode sesuai bentuk atau
jenis nilai-nilai karakter yang dibutuhkan manusia
tersebut.37
Fachruddin Majeri Mangunjaya dan Jeanne dalam
jurnal yang berjudul ‚Reviving an Islamic Approach for Environment Conservation in Indonesia (2012)‛,
menemukan bahwa melalui pendidikan__
yang merupakan
pendekatan inovatif, serta menggabungkan prinsip-prinsip
Islam perlindungan lingkungan dan metode konservasi
tradisional dengan sejumlah inisiatif yaitu melibatkan
kerja sama para pemimpin agama, dan kegiatan pesantren
ramah lingkungan mampu membawa kesadaran publik
akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Setelah
upaya negara dalam melestarikan Sumber Daya Alam
Indonesia yang dibutuhkan begitu sulit dan kurang efektif
karena disebabkan minimnya lahan yang tersedia dan
seringnya terjadi komplik kebijakan konservasi di antara
penduduk lokal.38
37
Muhamamd Ahmad Al-Khudi ‚Al-Qiyamu al-Bi’iyah min
Manz}uri Islami>‛, Majallatu al-Zarqo li al-Buhuth wa al-dira>sat al-Insani>yah, Vol. 9. No. 2.(2009), 71.
38
Fachruddin Majeri Mangunjaya and Jeanne ‚Reviving An
Islamic Approach For Environment Conservation In Indonesia‛,
26
Anna M. Gade dalam tulisannya ‚Tradition and Sentiment in Indonesian Environmental Islam (2012)‛,
menemukan bahwa pada tahun 2010-2011 beredar pesan
di ranah publik bahwa indonesia menjadi Islam ‚hijau‛.
Dengan menerapkan kurikulum dan model pembelajaran
ekologi baru ‚eko-dakwah‛ (jangkauan agama dan
lingkungan) oleh otoritas keagamaan serta
menghubungkan teori dan praktik yang telah lama
ditetapkan dalam tradisi dengan tujuan membawa
kesadaran pengalaman manusia terhadap sumber daya
alam, selain itu, dapat membuat perasaan dan emosi
terbawa pada kekuatan persuasif untuk mengubah
persepsi dan mengilhami tindakan. Eko-dakwah ini
memberikan sentimen moral dan tindakan di dunia ini
dengan menghormati negara-negara alami sebagai
antisipasi di dunia yang akan datang.39
Muhammad Iqbal dalam tesisnya yang berjudul
‚Perspektif al-Quran Tentang Perubahan Iklim,‛ (UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: 2008),40
menemukan bahwa
adanya relasi manusia dan alam di dalam al-Quran yang
dipandang sebagai pendukung dalam aspek pemenuhan
kebutuhan material dan spiritual. Dalam hal ini, maka
manusia sebagai khalifah al-‘Ard{ diberi tanggung jawab
untuk memelihara serta menjaga alam sepenuhnya.
Perbedaannya Iqbal menekankan pada dua dimensi yakni
dimensi materi dan spiritual antara hubungan manusia
Global Religion, Culture, and Ecology, Volume. 16 Issue 3, 2012.
286-305. 39
Anna M. Gade ‚Tradition And Sentiment In Indonesian
Environmental Islam‛, Global Religion, Culture, and Ecology,
Volume. 16 Issue 3, 2012. 40
Muhammad Iqbal, Perspektif al-Quran Tentang Perubahan Iklim, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2008).
27
dan alam, sedangkan penulis hanya menitik beratkan pada
aspek spiritual saja. Sedangkan persamaannya terletak
pada satu aspek pembahasan yakni spiritual.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan
di atas, secara umum lebih memfokuskan pada nilai-nilai
Islam dan perspektif umum tentang konsep ekologi.
Namun dimensi penguatan nilai-nilai pendidikan spiritual
sebagai elemen fundamental yang melibatkan
berwawasan ekologi dalam bentuk penelitian secara
spesifik dan komprehensif tidak terlalu difokuskan. Atas
dasar itulah, penulis penting mengkaji mengenai
penguatan nilai-nilai pendidikan spiritual berwawasan
ekologi secara holistik dan mendalam untuk menemukan
signifikansi baik secara teoritis dan aplikatif. Adapun
kajian ini tipologinya, berupa penelitin lapangan yang
akan dilaksanakan di salah satu sekolah berbasis
lingkungan hidup.
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian field
research yakni penelitian yang langsung dilaksanakan
atau pada responden. Objek penelitiannya dapat
berupa objek di lapangan yang dapat memberikan
informasi tentang kajian penelitian yang ditulis.
Metodologi yang digunakan ‚kualitatif‛ yang mana
bertujuan untuk menemukan dan memahami makna
perilaku-perilaku, simbol-simbol dan fenomena-
fenomena.41
Metode kualitatif adalah langkah-
langkah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
melalui kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang,
41Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian
Sosial-Agama, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2003), Cet, Ke-2, 93.
28
peristiwa tertentu secara rinci dan mendalami
perilaku yang dapat diamati.42
Makna perilaku yang diamati di lapangan
meliputi tindakan atau interaksi peserta didik serta
warga sekolah terhadap lingkungan; pengamatan
simbol-simbol seperti slogan atau poster tentang
kebersihan dan lingkungan; dan pengamatan
fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya sesuai
dengan fakta yang ada di lapangan. Sedangkan jenis
penelitiannya adalah studi kasus yang bersifat
komprehensif (menyeluruh), intens, rinci dan
mendalam yang lebih diarahkan sebagai upaya
menelisik masalah-masalah yang bersifat
kontemporer, kekinian atau dapat disebut bahwa studi
kasus ialah penelitian yang rinci yang berkaitan
dengan suatu latar atau objek atau penyimpanan
dokumen mengenai peristiwa-peristiwa tertentu.43
2. Sumber Data
Dalam proses penelusuran dan pengumpulan
data yang diperlukan untuk menjawab penelitian ini,
penulis memfokuskan kajian ini bertumpu pada studi
dokumentasi dan data lapangan. Sumber penelitian
itu dapat berupa primary sources dan secondary sources.
Data yang dihasilkan dari sumber primer
adalah bersifat lapangan, seperti observasi dan
wawancara mendalam serta studi dokumentasi.
Sumber data bisa berupa: 1) Person atau individu
42
CR. Brogdan & SJ. Taylor, Introduction in Qualitative Research Methods, (New York: John Wiley, 1993), 54.
43Burhan Bungin, Analisis Data Kualitatif; Pemahaman
Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2015), Cet, ke-18, 20.
29
yakni pelaku penguatan nilai-nilai pendidikan
spiritual-ekologi, seperti peserta didik, guru PAI, dan
kepala sekolah dan pengembang kurikulum serta wali
murid. 2) Place atau tempat yaitu SD Al-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere beserta situasi-
kondisi di dalamnya yang terkait dengan penelitian
ini dan sebagai pembandingnya di MIP UIN Jakarta.
3) Paper atau dokumen adalah segala bentuk dokumen
baik yang bersifat kelembagaan ataupun tulisan-
tulisan yang berkaitan dengan SD Al-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere seperti: program
PLH, kurikulum pembelajaran, gambar-gambar, dan
slogan kebersihan dan lingkungan.
Sedangkan untuk data yang dihasilkan dari
sumber sekunder yakni berupa data tertulis seperti
dokumen, jurnal, artikel-artikel, dan buku-buku yang
bukan menjadi rujukan utama dari penelitian ini,
namum bisa memberikan beberapa informasi atau
penjelasan serta pendukung berkenaan dengan kajian
yang sedang diteliti saat ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Suatu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode atau instrument untuk
mendapatkan dan mengungkapkan informasi yang
akan diteliti di sebut dengan teknik pengumpulan
data. Agar mendapatkan data semestinya yang
diperlukan di lapangan, ada beberapa langkah
pengumpulan data peneliti lakukan yaitu: observasi,
wawancara, dan studi dokumen.
a) Observasi diperlukan dalam tahap ini karena
sebagai sebuah observasi, pencatatan dengan
sistematika terhadap fenomena-fenomena
30
yang diselidiki.44
Observasi digunakan dalam
penelitian ini agar mencari data mengenai
gambaran umum pelaksanaan pendidikan
spiritual berwawasan ekologi di SD Al-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
Dalam hal ini peneliti mengikuti proses
pelaksanaan pendidikan spiritual berwawasan
ekologi di SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere. Pengamatan meliputi:
Kondisi SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, sikap dan etika peserta
didik terhadap lingkungan sekolah,
lingkungan sekolah, kegiatan sekolah
(berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan
spiritual berwawasan ekologi), dan
dokumentasi.
Bagian Observasi
Tabel 1.1
44Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi
Offset, 2010), 73.
No Fokus Observasi Deskripsi Observasi
1 Kondisi SD Al-Ridha
Al-Salaam Islamic
Green School Cinere
Kondisi umum sekolah yang
meliputi: gedung sekolah, para
guru, parb bba peserta didik
sekolah dasar, proses belajar
mengajar.
2 Sikap atau etika
peserta didik
terhadap lingkungan
sekolah
Meliputi sikap dan etika peserta
didik dalam berinteraksi terhadap
lingkungan hidup di sekolah.
Menjaga kebersihan ruang kelas,
menjaga kebersihan pekarangan
sekolah, memelihara tanaman dan
31
b) Wawancara merupakan suatu percakapan atau
dialog yang dilakukan oleh pewawancara agar
dapat memperoleh informasi dari orang yang
diwawancarai mengenai apa yang hendak
diteliti.45
Wawancara ini ada secara
terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur adalah wawancara yang
susunannya sudah disediaan sedemikian rupa
oleh peneliti.46
Wawancara tidak terstruktur
sama halnya dengan dialog nonformal dengan
tujuan untuk memperoleh informasi dari
responden, akan tetapi susunan kata dan
urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap
45
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet, ke-IV, 115.
46Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet, ke-IV, 118.
ternak di sekolah.
3 Lingkungan sekolah Kondisi pekarangan sekolah,
lapangan sekolah, depan gerbang
sekolah, jalanan menuju sekolah,
tanaman hijau sekolah, tempat
pembuangan sampah.
4 Kegiatan sekolah
(berkaitan dengan
pendidikan spiritual
ekologi)
Kegiatan bank sampah, kegiatan
PLH dan kegiatan penguatan nilai-
nilai pendidikan spiritual
berwawasan ekologi di sekolah.
5 Dokumentasi Dokumentasi berupa program
kegiatan, kurikulum pembelajaran,
gambar-gambar, slogan dan
lainnya.
32
responden.47
Objek yang diwawancarai dalam
penelitian ini: guru PAI, peserta didik dari
kelas V SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, kepala sekolah serta
pengembang kurikulum, ketua Yayasan SD
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere dan wali murid. Berikut tabel
kelompok dan jumlah informan yang
diwawancarai:
Jumlah Informan yang diwawancarai
Tabel 1.2
No Nama Jabatan
1 Hj. E. Melany. SH. MH Ketua Yayasan Al-Ridha
Al-Salaam IGS Cinere
2 Rifa Rahmaniah, M. Pd Kepala Sekolah SD Al-
Ridha Al-Salaam IGS
Cinere
3 Puspita Aditia S. Pd.I
Guru Kelas VI Al-Ridha
Al-Salaam IGS Cinere
4 Rifan Dermawan S. Pd. I
Guru Kelas V Al-Ridha
Al-Salaam IGS Cinere
5 Intan Ryanti, S.Pd Wakasek Kurikulum I
SD Al-Ridha Al-Salaam
IGS Cinere
5 Siswa 20 orang Terdiri dari siswa kelas
kelas V dan VI
7 Wali murid 5 orang Wali murid dari kelas V
dan VI
c) Dokumentasi dibutuhkan dalam penelitian
untuk mengumpulkan dan menganalisa
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet, ke-IV, 117.
33
dokumen-dokumen penting oleh sekolah yang
memiliki kaitan dengan penelitian ini,
misalnya seperti: arsip mencatatnya dengan
tujuan agar memperdalam dan memperkaya
data yang dikumpulkan dari objek yang ada.48
Adapun dokumentasi yang digunakan berupa
dokumentasi program kegiatan SD Al-Ridha
Al-Salaam IGS Cinere, kurikulum SD Al-
Ridha Al-Salaam IGS Cinere, silabus
pembelajaran, materi pelajaran, kumpulan
materi/soal, daily plan dan catatan-catatan
lainnya.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Sugiono,
ialah suatu proses mencari, menyusun secara
sistematis data yang didapatkan melaui hasil
wawancara, catatan lapangan maupun bahan-bahan
lainnya sehingga bisa dipahami dengan mudah dan
temuan penelitiannya juga dapat diinformasikan
kepada yang lainnya.49
Sama halnya Miles dan
Huberman mengatakan bahwa analisis data di dalam
sebuah penelitian kualitatif dilakukan secara
interaktif dan continue sampai data yang akan
diperoleh oleh peneliti tuntas sampai datanya sudah
jenuh.
Adapun penelitian ini menggunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif. Cukup menjelaskan dan
mendeskripsikan keadaan suatu objek penelitian
48
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet, ke-7, 195.
49
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet, ke-2, 186.
34
berdasarkan penyebab-penyebab yang terlihat atau
apa adanya.50
Setelah data terkumpul, peneliti
melakukan agregasi, organisasi dan klarifikasi
sehingga menjadi komponen-komponen yang bisa
dikelola dengan beberapa tahap atau cara untuk
menganalisis data. Akan tetapi secara garis besar,
langkah-langkah yang dilalui ada tiga yaitu: Reduksi
data, Display data, Pengambilan kesimpulan dan
verifikasi.51
Sedangkan untuk menguji kevalidan data,
maka peneliti melakukan cara triangulasi dalam
memeriksaan keabsahan (valid) data dengan
memanfaatkan atau menggunakan sesuatu yang lain
di luar data tersebut. Selain itu kegunaan teknik
triangulasi adalah membandingkan kebenaran data
dari informan yang satu dan yang lainnya dengan
praktek di lapangan. Triangulasi yang dilakukan
merupakan triangulasi metode yakni penulis
melakukan observasi dan wawancara terstruktur atau
bebas untuk memperoleh kebenaran yang valid baik
dari guru dan murid.52
5. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan teknik pengumpulan data dan
teknik analisis tersebut, maka terlihat jelas penelitian
ini adalah penelitian kualitatif yang mana
50
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet, ke-IV, 236.
51
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009), 246.
52 Triangulasi ada empat: triangulasi metode, triangulasi
antar-peneliti, trianguasi sumber data, dan triangulasi teori. Lexi J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), Cet, ke-12, 178.
35
penelitiannya bertumpu pada data-data empirik
seperti studi dokumentasi, observasi dan wawancara.
Adapun karena penelitian ini bersifat
lapangan, maka peneliti menggunakan pendekatan
fenomenologi dan pendekatan ekologi. Menurut
Noerhadi Magetsari pendekatan fenomenologi
merupakan pendekatan yang menggambarkan makna
asli sebagaimana yang dirasakan oleh subjek dalam
data atau gejala.53
Sedangkan pendekatan ekologi
sebagaimana diungkapkan oleh Bronfenbrenner
merupakan suatu perspektif mengenai metodologi
dalam mempelajari perkembangan kepribadian yang
mempertimbangkan aspek-aspek di luar individu,
yaitu dari sisi lingkungan di mana individu berada
serta melihat manusia sebagai bagian suatu sistem.54
I. Sistematika Pembahasan
Penelitian kualitatif ini terdiri dari lima bab yang
masing-masing bab menerangkan bagian-bagiannya
sendiri:
Bab pertama mencakup pembahasan yang
berkaitan dengan permasalahan-permasalahan penelitian
mulai dari pembahasan (latar belakang masalah
penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah,
pembatasan masalah, penelitian terdahulu yang relevan,
tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian,
metodologi penelitian, serta sistematika penelitian).
Selanjutnya, bab dua berisi kerangka konseptual
dan landasan teoritis tentang ‚nilai-nilai pendidikan
53
Noerhadi Magetsari, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (Bandung: Nuansa Bandung, 2001), 147.
54
Urie Bronfenbrenner, The Ecology of Human Development: Experiments by Nature and Design, (England:
Harvard university press, 1979), 16.
36
spiritual-ekologi: membantu membentuk karakter
ekologis anak secara konsisten‛ dengan sub bab:
degradasi kesadaran ekologi anak didik di sekolah, konsep
dan praktik spiritual (spiritual tinjauan secara teoritis,
orientasi dan bentuk refleksi pendidikan spiritual, makna
spiritual dalam ekologi, spiritual anak dalam pendidikan).
ekologi dan perilaku pro-lingkungan hidup (urgensi
pemahaman ekologi: membentuk perilaku pro-lingkungan
hidup sejak dini, membangun perilaku pro-lingkungan
hidup sesuai ajaran islam).
Bab tiga membahas objek penelitian: Islamic green school: alternatif pembelajaran dini konservasi
lingkungan. Yang berisi tentang gambaran umum sekolah
hijau, profil sekolah hijau SD Al-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere, proses pembelajaran
berwawasan ekologi (kurikulum dan metode
pembelajaran, peserta didik dan guru, struktur mata
pelajaran, kegiatan sekolah ekstrakurikuler, sumber
belajar, sarana dan prasarana), Atmosfir sekolah hijau
Islam Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
Bab empat, berisi ‚upaya penanaman nilai-nilai
pendidikan spiritual berwawasan ekologi pada sekolah
berbasis lingkungan hidup‛, yang terdiri dari: proses
penguatan pendidikan spiritual ekologi (kurikulum 2013
dan kurikulum berwawasan lingkungan hidup, integrasi
materi pelajaran terhadap lingkungan, pembiasaan
karakter ekologis, slogan kebersihan dan lingkungan,
melalui kegiatan ekstrakurikuler tertentu), aplikasi
program pendidikan spiritual berwawasan ekologi di
sekolah (assembly, earth day, field trip), indikator
pemahaman ekologi (melalui ulangan green school education, melalui kunjungan tempat-tempat tertentu),
peran dan orientasi pendidikan spiritual berwawasan
ekologi (peserta didik, guru, orangtua), aktualisasi nilai-
nilai pendidikan spiritual berwawasan ekologi (metode
37
internalisasi eco-spiritual education di sekolah, sikap
peserta didik terhadap kebersihan sekolah, sikap terhadap
sesama manusia), tantangan penguatan pendidikan
spiritual berwawasan ekologi di SD al-Ridha Al-Salaam
sekolah hijau Islam Cinere (kendala dalam pelaksanaan
pendidikan spiritual berwawasan ekologi di SD Al-Ridha
Al-Salaam Sekolah Hijau Islam Cinere, Distingsi
penekanan ekologi di SD Al-Ridha Al-Salaam Sekolah
Hijau Islam Cinere dan Madrasah.
Bab kelima penutup, yang menjelaskan tentang
kesimpulan penelitian dan saran serta rekomendasi.
38
39
BAB II
NILAI-NILAI PENDIDIKAN SPIRITUAL-EKOLOGI:
MEMBANTU MEMBENTUK KARAKTER EKOLOGIS
ANAK SECARA KONSISTEN
Kerusakan alam dan lingkungan hidup pada
hakikatnya bukan saja dilatar belakangi oleh reaksi alam itu
sendiri. Penyebab perilaku manusia yang tidak selaras dan
harmonis dalam berinteraksi terhadap alam lingkungan
nyatanya lebih dominan memberi sumbangsih negatif bagi
kehidupan ekosistem. Faktanya dapat terlihat secara empirik
dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga perilaku
antagonis manusia tersebut cenderung membawa dampak
merugi terhadap alam dan lingkungan hidup sekitar, seperti
membuang sampah sembarangan yang berpotensi
mengundang banjir, membakar dan mengundul hutan,
pencemaran lingkungan yang semuanya akan menyumbang
reaksi negatif alam.
Berbagai penanggulangan dan antisipasi yang
ditawarkan terhadap masyarakat agar dapat mengurangi dan
mencegah kerusakan ekologi, baik mulai melalui media
pendidikan hingga teknologi canggih. Namun output yang
didapatkan belum mampu mengkonstruk kesadaran konsisten
manusia terhadap lingkungan hidupnya. Dalam permasalahan
inilah, maka sisi dari spiritual perlu dibangun dan ditekankan
khususnya dalam dunia pendidikan, agar reinforcement dini
yang diarahkan kepada anak didik di sekolah__
kaitannya
terhadap spiritual dan ekologi, diharapkan mampu
membangun kesadaran dan kepedulian individual terhadap
ekologi sejak belia. Dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa
kehadiran spiritual tidak hanya berkaitan secara vertikal
(terhadap Tuhan), akan tetapi eksistensi spiritual dalam diri
manusia turut membawa dampak positif terhadap ciptaan
Tuhan lainnya, salah satunya adalah beretika baik terhadap
40
alam dan lingkungan untuk kelangsungan hidup bersama
makhluk Tuhan yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam
Oleh karenanya, pembahasan dalam bab ini
merupakan bagian penting untuk dapat mengantarkan dan
memahami subtansi dari penelitian ini. Bab ini menjelaskan
beberapa konseptual dan teoritis baik mengenai spiritual dan
pemahamannya yang ditinjau dari berbagai perspektif,
kemudian kerangka teoritis tentang pendidikan spiritual
menurut Islam, karakteristik dimensi spiritual pada anak-
anak, serta etika manusia terhadap ekologi.
A. Degradasi Kesadaran Ekologi Anak Didik di Sekolah
Di era yang semakin mengalami kemajuan hampir
menyeluruh di semua aspek (ekonomi, budaya, politik, ilmu
pengetahuan serta teknologi) di belahan dunia, nyatanya
belum cukup mampu mendatangkan perubahan signifikan
dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Mengutip
perkataan Charles ‚Ini merupakan era masa depan yang
paling baik sekaligus paling buruk‛, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin maju dan pesat mendatangkan
kemudahan seseorang untuk mengakses berbagai bidang
pendidikan, namun secara bersamaan terdapat kemerosotan
pendidikan dalam beberapa aspek.1
Dilansir dari Bappenas (Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional) tingkat pendidikan di Indonesia
sesuai angka indeksnya masih menduduki posisi yang
rendah. Hal ini dikarenakan pelaksanaan pengajaran
pendidikan yang tidak terarah dan semaunya, sehingga
output dari pendidikan tersebut hanya menjadikan peserta
didik tahu akan suatu ilmu akan tetapi sangat kurang
memahami, menghayati, dan mengamalkan ilmu yang
1 Anita Lie, Takim Andriono, Sarah Prasasti, Menjadi
Sekolah Terbaik: Praktik-praktik Strategis dalam Pendidikan, (Jakarta: Tanoto Foundantion & Raih Asa Sukses, 2014), 13.
41
didapatkan di bangku sekolah dalam praktik kehidupan
sehari-hari.2 Fakta lapangannya bahwa pendidikan saat ini
belum mampu memberi solusi signifikan dalam
memecahkan permasalahan krisis yang menimpa manusia
saat ini, salah satunya krisis pemahaman akan
pemeliharaan lingkungan. Problema krisis lingkungan yang
dihadapi manusia, penyebabnya bersumber dari sikap
pemenuhan kebutuhan manusia baik personal, kelompok
ataupun kebutuhan sosial lainnya. Masalah lingkungan
yang paling sering ditemui dalam lingkungan masyarakat
ialah yang berkaitan dengan masalah air, makanan, dan
tempat tinggal. Maslow menjelaskan bahwa setiap
manusia membutuhkan yang namanya pemenuhan
fisiologis (minuman dan makanan wajib harus dipenuhi).
Kebutuhan lainnya ialah keamanan, disayangi dan
disayangi, harga diri, aktualisasi yang juga perlu dipenuhi.
Namun yang diperoleh untuk saat ini ialah udara yang
sudah tercemar, air, tanah kotor yang banyak dipenuhi
oleh sampah.
Melalui pertimbangan inilah, maka sekolah-sekolah
perlu memperhatikan dan menekankan pendidikan
lingkungan serta strategi pemecahan masalah lingkungan,
karena sekolah (lembaga pendidikan) merupakan saluran
terbesar yang mudah diterima dan menyentuh ruang-ruang
permasalahan krisis yang menimpa masyarakat modern ini.
Perlunya sekolah dalam menekankan pendidikan
lingkungan karena lingkungan merupakan tempat tinggal
manusia yang saling memenuhi kebutuhannya masing-
masing, serta lingkungan adalah faktor yang dapat
mempengaruhi pendidikan. Dalam hal ini bagaimana bisa
2Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dalam
Mohammad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, (Bandung: Grasindo, 2009) 126.
42
pendidikan dapat terlepas dari kaitannya dengan
permasalahan lingkungan. Oleh karenanya sekolah harus
dapat menanamkan pemahaman dan sikap ekologi sejak
dini kepada siswa-siswi di sekolah karena faktor utama
yang mendukung krisis lingkungan yakni gaya hidup
masyarakat. Sehingga sekolahlah sebagai forum yang
dapat membantu meminimalisir sikap destruktif mausia
melalui pengembangan pemahaman keyakinan, nilai dan
sikap yang relevan untuk bekal masyarakat hidup secara
harmonis dengan alam dan lingkungan.
Kendala yang sulit dalam menanamkan sikap dan
pengetahuan ekologis pada siswa-siswi di sekolah
dilatarbelakangi oleh empat faktor. Pertama, mengenai
orientasi pendidikan yang tidak selaras dengan rumusan
pendidikan nasional. Umumnya tujuan pendidikan secara
nasional yang tertulis dalam UU SISDIKNAS ialah agar
menumbuh kembangkan kemampuan intern anak didik
agar menjadi sosok yang ber-IMTAQ kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mah}mudah, sehat fisik, berilmu,
cakap, keratif, mandiri, dan menjadi warga negara
demokratis serta memilik tanggung jawab. Namun pada
realita lapangan terdapat ketimpangan antara rumusan
tujuan secara nasional dan praktik di sekolah. Secara
empirik tujuan pendidikan di Indonesia selama ini lebih
cenderung mengantarkan peserta didik untuk memiliki
banyak pengetahuan atau berfokus pada kognitif anak.3
Ketidakseimbangan antara kecakapan kognitif, spiritual,
sosial, dan afektif justru menghilangkan unsur integrasi
pada masing-masing aspek, sehingga yang muncul ialah
unsur dis-integrasi. Pendidikan seperti inilah yang
seringkali dipraktikkan sederetan intruksi dari guru ke
murid dengan istilah ‚pendidikan berupaya menciptakan
3 Muhammad Ali, Kebijakan Pendidikan Menengah Dalam
Perspektif Governance Di Indonesia, (Malang: UB. Press, 2017),
43
manusia siap pakai‛ yakni mencetak anak-anak yang siap
kerja yang diperlukan dalam persaingan bidang industri,
teknologi dan ekonomi.. Walhasil antusiasme lembaga
pendidikan pun semakin tertarik untuk merumuskan
orientasi pendidikan seperti ini karena relevan dengan
kebutuhan pasar.4
Faktor kedua, dikotomi pendidikan ialah
pendidikan yang tidak melibatkan antara pendidikan
umum dan pendidikan agama seperti yang terjadi di dunia
Barat. Rifyal Ka’bah menegaskan bahwa dikotomi
pendidikan merupakan cermin dari secular school kontras
dari religious school.5 Di Indonesia sendiri menurut Malik
Fajar, fenomena dikotomi pendidikan tampak pada
perguruan tinggi umum yang memiliki keunggulan dari
segi rasional, pengayaan di bidang skill dan minus
pengayaan moral, pada faktanya hanya menghasilkan
manusia cerdas tetapi kurang mempunyai keunggulan
moralitas, spiritualitas, dan afektivitas. Sebaliknya
pendidikan di pesantren mempunyai keunggulan dari
spiritualitas, moralitas, afektivitas, dan sosial, akan tetapi
cenderung lemah secara intelektual. Selanjutnya adanya
kebijakan kurikulum dalam bidang studi agama
(pendidikan agama) dan umum yang terjadi di sekolah-
sekolah umum dan lembaga-lembaga pendidikan Islam,
menurut Malik Fajar sebenarnya kebijakan seperti itu
hanyalah bersifat alokatif-dikotomis karena waktunya
masih terpisah sehingga dalam pemberian pelajaran bidang
studi umum tidak dikaitkan dengan agama dan
4Elni Handayani, Masalah pendidikan di Indonesia dan
solusinya, https://www.kompasiana.com/elnihandayani/masalah-
pendidikan-di-indonesia-dan-solusinya. 24 Juni 2015 04:07. 5 Rifyal Ka’bah, dalam Mukhtar Samad, Integrasi
Pembelajaran Bidang Studi Iptek dan Al-Islam (Suatu upaya mengatasi dikotomi pendidikan), (Yogyakarta: Sunrise, 2016),
18.
44
sebaliknya.6 Baiquni menjelaskan dikotomi pendidikan
merupakan penghalang reinkarnasi umat Islam di dunia
yang mampu memainkan perannya dan menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.7 Munculnya dikotomi
pendidikan ini tentunya menjadi kendala bagi umat
muslim dan no-muslim untuk mengintegrasikan berbagai
disiplin ilmu.
Faktor ketiga, pendidikan kurang melibatkan peserta
didik pada persoalan-persoalan krisis sosial yang terjadi di
masyarakat. Pentingnya pengenalan isu-isu yang sedang
dihadapi manusia saat ini ialah agar lembaga pendidikan
dan peserta didik menemukan pemecahan-pemecahan
masalah dan menawarkan solusi-solusi konkret bagi
peserta didik. Upaya ini dilakukan agar anak didik
memiliki kesadaran tentang hakikat dirinya siapa, untuk
apa, dan bagaimana. Sudah semestinya kehidupan setiap
manusia memberikan manfaat, kebahagiaan, kedamaian,
dan pencerahan bagi manusia dan makhluk Tuhan lainnya.8
Faktor keempat ialah menyadari keragaman
karakteristik siswa-siswi dengan memberikan ruang atau
kesempatan kepada siswa-siswi untuk berekpresi,
bereksperimen dan mengeksplorasi kegiatan yang
disenangi serta diinginkan khususnya terhadap lingkungan
dan alam dengan tujuan dapat mengembangkan kreativitas
anak dalam berbagai aspek.9 Sebagai motivator, guru harus
6 Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, ( Surabaya:
Fajar Dunia, 1999), 113. 7M. Baiquni, Puji Astuti, Merajut Pengalaman Pendidikan
Pembangunan Berkelanjutan Universitas Gadjah Mada, (
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018), 121. 8Jejen Musfah, Pendidikan Holistik: Pendekatan Lintas
Perspektif, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet-1, 3. 9Yeni Rachmawati, Euis Kurniati, Strategi Pengembangan
Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak, ( Jakarta:
Kencana, 2011), Cet-2, 32.
45
memberi keluasan ruang gerak peserta didik untuk
melakukan aktivitas ini. Tujuannya tidak sekedar
mengetahui kecenderungan minat anak dan kecerdasannya,
akan tetapi mengetahui sejauh mana kepedulian dan
kesadaran anak pada lingkungan dan alamnya.
Faktor lebih spesifik yang melatarbelakangi
kemungkinan besar sekolah mengalami kesulitan dalam
mengembangkan pemahaman dan kesadaran ekologi pada
peserta didik bisa disebabkan oleh beberapa faktor yakni:
1. Materi ajar yang telah terorganisir di sekolah
memberi peluang yang minim dalam penekanan
pendidikan ekologi guna memecahkan masalah
krisis lingkungan. Sehingga menjadi kendala dan
bertentangan dengan pendikan ekologi. Karena
pendidikan ekologi merupakan interdisiplin
dengan pendekatan pemecahan masalah.
2. Kurikulum yang sarat akan materi pelajaran
menyulitkan untuk memasukkan materi pelajaran
baru ke dalam kurikulum.
3. Pendidikan lingkungan hidup (PLH) tidak dapat
menafikan pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai.
Karena mayoritas sekolah sudah mengendalikan
nilai-nilai norma dan sikap masyakat untuk
dimusyawarahkan atau didiskusikan. EE harus
menawarkan proses klarifikasi nilai-nilai tersebut
dengan cara merangsang individu. Tujuannya
menguji perilaku anak melalui cara
pengklarifikasian dirinya.
4. Waktu yang sedikit diberikan kepada guru kelas
untuk menjelaskan tentang integrasi pendidikan
ekologi dengan program pengajaran dan materi
ajar. Bahkan mungkin tidak disiapkan dan
diambil begitu aja berdasarkan kesanggupan guru.
Kondisi guru yang kurang akan pemahaman
tentang lingkungan, kurang efektif
46
meneruskannya pada peserta didik di sekolah
melalui metode ceramah. Sehingga peserta didik
tidak terstimulasi untuk memiliki minat dan
ketertarikan terhadap lingkungan, dan tidak
mampu menumbuhkan keyakinan, perilku, nilai
atau keterampilan yang dapat menjadikan siswa-
siswi sebagai anak-anak yang peka anak dengan
permasalahan lingkungan.
5. Kendala lain yang menyebabkan lemahnya
pemahaman dan kesadaran anak didik yang
berkaitan dengan penyelenggara administrasi,
masyarakat, sikap siswa yang kurang peduli,
penjadwalan yang tidak fleksible, serta kurang
motivasi dari orangtua. 10
Faktor-faktor di atas, akan mempengaruhi ruang
gerak yang sulit bagi para pendidik dan peserta didik
untuk menumbuhkan dan mengembangkan perilaku-
perilaku pro-lingkungan hidup di sekolah, jika tidak
segera melakukan sebuah penekanan dari aspek-aspek
tertentu.
B. Nilai-Nilai Dan Spiritual
1. Spiritual dan Nilai: Tinjauan Secara teoritis
Spiritualitas memiliki ragam arti dan makna pada
masing-masing pandangan individu. Seringkali didapati
jawaban untuk mengutarakan esensi dari spiritualitas,
seseorang mengalami suatu kesulitan dalam
menjelaskannya. Ini merupakan term elusif dipahami
bahkan dapat memunculkan beberapa kontroversial
dalam artian ‚berbeda bagi orang yang berbeda‛.
Misalnya, dalam satu kasus ada dari beberapa kelompok
10
Yusuf Hilmi Adisendjaja, ‛Penerapan Pendidikan
Lingkungan di Sekolah‛, Jurnal BIO-Universitas Pendidikan Indonesia, 21 Mei 2007.
47
atau personal menggambarkan spiritualitas sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan interior,
pengalaman religius, pencarian makna dan tujuan,
ataupun ekspresi keterkaitan transendensi, namun di sisi
lainnya spiritualitas dideskripsikan individu sebagai
imanensi, nilai-nilai utama, integritas, identitas, koneksi
ke sesuatu yang lebih besar, dan kesadaran.11
Banyak yang berpendapat bahwa nilai spiritual itu
pada umumnya tidak terukur oleh ilmu sains. Hal ini
digambarkan ‚spiritual‛ adalah sebagai istilah yang
oposisinya merupakan ‚material‛. Dengan sebuah
contoh: jika seseorang berbicara tentang kerinduan
spiritual manusia__
yang bertentangan dengan kebutuhan
material, maka seseorang tersebut kemungkinan tidak
memiliki gagasan yang jelas untuk mengungkapkan
kalimat itu, namun hal tersebut begitu menyiratkan
dalam hati dirinya. Perasaan sulit untuk diutarakan itulah
merupakan bagian dari ‚ruh manusia‛ yang begitu elusif
untuk didefinisikan, akan tetapi ia adalah hal yang diakui
sebagai sesuatu yang konkret.12
Spiritualitas diambil dari kata latin ‚spiritus‛
artinya bernafas, yang bermakna ‚prinsip yang
menghidupkan atau vital (sehingga menghidupkan
organisme fisik)‛, ‚makhluk supernatural‛, ‚kecerdasan
atau bagian bukan materiil dari orang‛.13
Dalam bentuk
kata sifat ‚spiritual‛, memiliki makna yaitu ‚yang
11
Kate Adams, Brendan Hyde, and Richard Woolley, The Spiritual Dimension of Childhoood, (London: Jessica Kingsley
Publishers, 2008), 11.
12
Winterton C. Curtis,‛ Spiritual Values‛, American Associatiob for The Advancement of Science, Vol. 47, No. 1224
(Jun. 14 , 1918), 571-579.
13
David Adshead, ‚Facilitating Spiritual Development in
the Context of Cultural Diversity‛, Education, Culture and Values, Vol. 5. 2000, 37.
48
berhubungan dengan spirit‛, ‚yang berhubungan dengan
yang suci‛, ‚yang berhubungan dengan fenomena atau
makhluk supernatural‛. Dalam bahasa ‘Arab dan Persi
Spiritual disebut ru>haniyyah (‘Arab) dan ma’nawiyah
(Parsi). Ru>haniyyah diambil dari kata ruh, ma’nawiyah
diambil dari kata ma’na, yang mempunyai makna
kebatinan dengan berarti ‚yang hakiki‛ proposisi dari
‚yang kasatmata‛. Dua term itu sangat berhubungan
dengan kondisi realitas tinggi dari pada materi dan
kejiwaan. Ringkasnya makna spiritual setidaknya
memiliki tiga sisi definisi. Pertama, mengidupkan—
spiritualitas mampu menghidupkan organisme mati
secara jasadiyah ataupun kejiwaan, tanpanya keduanya
tidak berarti. Kedua, memiliki arti sacred (suci) artinya
ia memiliki status lebih tinggi dari pada materiil
(profane). Ketiga, berhubungan dengan Rabb sebagai
musabbab (causa) sumber dari kehidupan.14
Hill, Emmons dan Crumpler mengungkapkan
spiritualitas adalah Experience (pengalaman) masing-
masing manusia yang berhubungan dengan suatu
transenden dan yang suci.15
Dalam Islam spiritualitas
dipahami bukanlah sesuatu yang bersifat materi atau
jasadiah. Ruh (spiritualitas) sangat berbeda jauh dengan
kebutuhan jasadiah. Kebutuhan jasadiah cenderung
duniawi dan kebutuhan ruh tendensi menarik pada
pemenuhan kebutuhan ukhrowi. Esistensi ruh yang ada
dalam seorang muslim berorientasi menuntun untuk
selalu konsisten dalam mengendalikan seluruh perbuatan
14
Alex Rodger, ‚Moral, Spiritual, Religous-Are they
Synonymous?‛, Education, Culture and Values, Vol. 5. 2000, 3.
15
Petter C. Hill,et al., ‚Conceptualizing Religion and
Spirituality: Points of Commonality, Points of Departura‛,
Journal for The Theory of Social Behavior, (United Kingdom:
Wiley-Blackwell Publishing Ltd, 2000), 15-77.
49
yang dikerjakan manusia relevan dengan syari’at.16
Selagi ruh berada di benak seseorang, maka ia akan
selalu mendorong seorang muslim-muslimah untuk
melaksanakan shalat, haji, puasa, dan aktivitas-aktivitas
kebaikan lainnya dengan syarat relevan dengan syara’.
Namun perlu dipahami, bahwa spiritual tidak sekedar
hadir pada waktu atau tempat sujud, di sekitar Ka’bah
dan Masjid, akan tetapi ia dapat hadir dalam setiap
pekerjaan (profesi) baik dimanapun seseorang berada.
Artinya aktivitas spiritual orang Islam tidak hanya
diwujudkan dalam bentuk sholat, puasa, haji, dan zikir,
dan ibadah lainnya namun bisa juga teraktualisasikan
dalam segala aktivitas keseharian manusia baik itu yang
berhubungan secara vertikal maupun horizontal. Atas
dasar itu, maka inilah yang dinamakan penyatuan antara
materi dengan ruh yakni segala aktivitas manusia
dilaksanakan sesuai dengan hukum syara’ berlandaskan
pada kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah
swt.17
Seringkali kecendrungan seseorang untuk
melakukan sikap terpuji dalam memenuhi kebutuhan
lahir-bathin, sebenarnya bukanlah dorongan unsur halus
yang berada dalam diri seseorang. Itu merupakan
dorongan yang berasal dari kesadaran yang dimiliki
seseorang akan hubungannya dengan Allah swt (al-Idrok li al-S{illatihi billah), seseorang merasa selalu terawasi
sehingga alasan inilah yang membuat manusia taat
kepada-Nya. Rasa kesadaran itu semakin menguat
apabila seseorang mendengar nasehat yang begitu
16
Abdul Qodir ‘Audah, Al-Islam Baina Jahli Abna>ihi wa ‘Ajzi ‘Ulama’ihi, (Al-Ittih}ad al-Islami al-‘Alami li al-
Munaz}omat al-T}olabiyah, 1985), 56.
17
Ruslan, Menyingkap Rahasia Spiritualitas Ibnu ‘Arabi, (Makasar: Al-Zikra, 2008), 32.
50
menyentuh, melihat kejadian-kejadian yang
menunjukkan keagungan Allah swt, atau pada saat
mendapatkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
Spiritualitas Islam membumi bahkan mnjadi menyatu
dengan perubahan kehidupan manusia dalam
kesehariannya. Justru tidak ada dikotomi antara urusan
duniawi dan ukhrawi dalam Islam, spiritual bukan hanya
teraktualisasikan dalam ritual ibadah namun dalam
seluruh sisi kehidupan manusia.18
Sedangkan ‚nilai‛ merupakan suatu yang biasa
digunakan untuk menunjukkan kata abstrak agar dapat
dikatakan sebagai worth (keberhargaan) atau goodness
(kebaikan). Melakukan penilaian berarti menimbang
dengan arti suatu kegiatan individu dalam
menghubungkan yang satu dengan yang lainnya dan
diakhiri dengan sebuah keputusan. Hasil dari keputusan
itulah yang menyatakan kebenaran suatu nilai yakni
memiliki ‚ nilai positif‛ atau ‚nilai negatif‛. Nilai
seringkali dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada
pada manusia baik itu jasmani, cipta, rasa, karsa dan
keyakinan. Sehingga dapat diartikan sebagai kualitas dari
sesuatu yang berguna bagi manusia zahir dan batin. Nilai
bagi manusia merupakan pedoman, alasan, bahkan
dorongan personal dalam berprilaku baik sengaja maupun
tidak sengaja.
Sesuatu yang disebut bernilai tidak hanya dapat
berupa materi, akan tetapi bisa berwujud immateri, justru
nilai yang bersifat immateri dianggap paling tinggi
kedudukannya dan mutlak bagi manusia seperti: nilai
religius dan nilai kerohanian. Perbedaannya nilai materi
relatif lebih mudah diukur menggunakan alat-alat ukur.
18
Abdul Qodir ‘Audah, Al-Islam Baina Jahli Abna>ihi wa ‘Ajzi ‘Ulama’ihi, (Al-Ittih}ad al-Islami al-‘Alami li al-
Munaz}omat al-T}olabiyah, 1985), 76.
51
Sedangkan nilai immateril tidak bisa diukur melalui alat-
alat ukur, tetapi diukur melalui budi nurani manusia.
Untuk mengukur nilai immateril dapat juga dibantu
melalui akal, indera, perasaan, kehendak, dan keyakinan.
Penilaian ini tentulah tidak sama antara manusia yang
satu dan lainnya.19
Louis O. Kattsof membedakan nilai
pada dua perspektif: intrinstik dan instrumental. Kattsof
menjelaskan nilai intrinsik adalah sesuatu yang sejak
semula telah bernilai. Sedangkan nilai instrumental ialah
nilai dari sesuatu karena dapat digunakan sebagai media
untuk mencapai tujuan sesuatu.20
Nilai intrinstik
merupakan pusat etika yang terdapat dalam dirinya
sendiri dan memiliki pengaruh besar.21
Notonagoro, seorang filsuf Indonesia menyebutkan
nilai terbagi menjadi tiga nilai utama: Nilai material,
vital dan kerohanian. Material dimaknai bernilai jika
materi itu berguna bagi kebutuhan fisik manusia dan
dapat bernilai vital jika bermanfaat bagi rutinitas
kegiatan manusia. Sedangkan dikatakan bernilai ruhani
jika berguna bagi batin (ruh) manusia. Notonagoro
membagikan lagi nilai-nilai pada empat aspek: Nilai
kebenaran, keindahan, kebaikan moral, dan religius. Nilai
kebenaran adalah bermuara pada akal manusia; Nilai
keindahan bersumber pada bagian rasa (estetis) manusia;
Nilai kebaikan moral adalah yang berasal pada kehendak
manusi; dan terakhir nilai religius yang berarti bersumber
19
Darji Darmodiharjo, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004), Cet ke-4, 233.
20
Louis O. Kattsof, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2014), 213.
21 B. Charles Henry, ‚The Philoshopy of Meaning and
Value‛, ARPN Journal of Science and Technology, Vol 3. No. 6
June 2013. 593-597.
52
pada keyakinan manusia, dengan disertai penghayatan
melalui rasio dan budi batinnya.22
Dalam melakukan penilaian yang bersifat ruhani,
manusia haruslah menggunakan nuraninya yang dibantu
dengan indera, akal, perasaan, kehendak, dan keyakinan.
Dengan melibatkan alat-alat bantu tersebut dapat
diketahui seberapa optimalkah kemampuan dan peranan
alat-alat bantu dalam memberikan penilaian ruhani ini.
Dan penilaian ini tidaklah sama antara manusia yang
melakukan penilaian ruhani yang satu dengan ruhani
yang lain.
Dari pandangan penjelasan tentang spiritual dan
nilai spiritual di atas, maka kesimpulannya ialah bahwa
spiritual bersifat individual (tidak dimiliki oleh agama
apapun, namun di sisi lainnya spiritualitas kemungkinan
dimiliki oleh setiap agama). Spiritual merupakan
perasaan serta keyakinan terhadap sesuatu yang
refleksinya tidak hanya bisa didapatkan dari ritual ibadah
wajib akan tetapi dapat hadir serta mucul dalam berbagai
aktivitas kapanpun dimanapun. Adapun nilai spiritual
adalah nilai yang terdapat pada bathin seseorang manusia
yang terdiri dari nilai kebenaran, estetika, kebaikan
moral, dan religius.
2. Orientasi dan Bentuk Refleksi Pendidikan Spiritual
Wahana yang menjadi salah satu pengembangan
spiritual seseorang ialah pendidikan. Pendidikan
memiliki tujuan di antara ialah untuk mempromosikan
pengembangan spiritual pada peserta didik. Dalam
pembelajaran dan pengajaran di sekolah tidak lepas dari
yang namanya dimensi spiritual, artinya selalu terdapat
di dalamnya penekanan spiritual bagi peserta didik.
Michael Beesley menyatakan bahwa sebagian besar
22
53
pendidikan akan mendukung kebutuhan spiritual,
walaupun banyak orang merasa sulit untuk
mengambarkan dimensi spiritual dalam praktiknya. Ia
merespon bahwa sekolah atau lembaga pendidikan
memiliki kontibusi besar dalam mengembangkan
spiritual anak-anak dengan melalui kegiatan-kegiatan
sekolah. Namun untuk memenuhi kebutuhan spiritual
anak-anak dipastikan siswa menghadapi pendekatan23
relevan dalam pengajaran dan pembelajaran yang
melibatkan di luar nalar kognitif dan rasional.
Maksudnya belajar melalui panca indera, perasaan,
intuisi, kesadaran batin dan keheningan.24
Palker Palmer berpendapat sama bahwa sekolah
pada umumnya harus memasukkan dimensi spiritual atau
perhatian pada yang suci dan transenden. Ia menyarankan
bahwa reformasi pendidikan seyogyanya dimulai dengan
transformasi hati guru (memerhatikan spiritual
mendalam), dan peningkatan teknologi yang selama ini
merambah pesat merupakan sebuah penyesuaian
eksternal yang tidak melupakan bagian para guru dan
murid dalam memperhatikan penekanan pendidikan
23
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang
seseorang terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya sesuatu proses yang sifatnya
masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi,
menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu. Lihat La Iru, La Ode Safiun Arihi, Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2012), 12.
24
Michael Beesley, ‚ Spiritual Education in Schools‛, An International Journal of Personal, Social, and Emotional Development, Volume 11, 2009, 22-28.
54
spiritual.25
Hammond,26
Hay dan Nye,27
West-Bumham
dan Huws-Jones,28
Johnson dan Neagley29
mengungkapkan bahwa pendidikan spiritual tidak harus
dimulai dari kategori-kategori teologis atau dari suatu
sistem keagamaan bahkan dari ekspresi historis
pencarian spiritual, tetapi pendidikan spiritual memiliki
lebih dari kapasitas kategori-kategori tersebut. Salah
satunya pendidikan spiritual dapat diajarakan di ruang
kelas ataupun di luar kelas yang mana bisa meliputi
aspek mistis, agama, emosional, etis, ekologis, dan
kreatif. Sehingga dalam konteks dan pemetaan penerapan
tersebut dapat dikembangkan dengan sebuah latihan atau
kegiatan yang dapat merangsang kesadaran spiritual
peserta didik.
Terkait dengan spiritual ini, awalnya sebagian ahli
memaknainya sebagai esensi arti dari transenden, namun
dengan memperhatikan kondisi sosial saat ini, makna
spritualitas pun mengalami perkembangan dan perluasan
yang bukan hanya sekedar berhubungan dengan ruh
(spirit) atau sebatas ritual ibadah, akan tetapi mencakup
keragaman refleksi pada realitas kehidupan khususnya
25
Parker Palmer, The Courage to Teach: Exploring the Inner Landscape of The Teacher’s Life, (CA: Jossey Boss, 1998),
93.
26
J. Hammod, New Methods in RE Teaching: an Experiential Approach. (Harlow: Oliver & Boy, 1990), 87.
27
D. Hay, Something There: The Biologi of Human Spirit, (London: Darton, Longman and Todd, 2007). R. Nye, Children Spirituality: What it is and Why it Matters. (London: Church
House Publishing, 2009). 58.
28
J. West Burnham, The Effective Teaching of Religious Education, (Harlow: Longman, 2007), 22.
29
A. Johnson and Neagley, Educating From The Heart, (Maryland: Rowman and Littlefield Education, 2011), 42.
55
dalam praktik memelihara lingkungan hidup (ecology).30
Dengan pertimbangan melihat fenomena atau fakta
kondisi bumi yang semakin menderita, memanggil
manusia dengan mengirimkan tanda-tanda ekstrim
ketidakseimbangannya baik melalui gempa bumi,
tsunami, banjir, badai, panas maupun kekeringan yang
belum terjadi sebelumnya. Selain itu juga, ditandai
bahwa ekosistem secara keseluruhan mendekati ‚titik
kritis‛ atau ‚perubahan keadaan yang tidak dapat diubah
dengan konsekuensi yang tidak terduga‛. Sebagian
manusia ada yang merespon dengan ide-ide dan tindakan
yang mencoba untuk membawa perhatian kolektif ke
gaya hidup materialistik yang tidak berkelanjutan dan
sebagian lainnya merespon dengan cara berkontribusi
melalui percepatan polusi, serta penipisan spesies dalam
mengatasi kerusakan ekologi.31
Namun untuk kesekian
kalinya, belum mampu menjawab problematika tentang
kerusakan ekologi yang ada di muka bumi.
Spiritual dalam pendidikan merupakan hal yang
dapat meningkatkan kesadaran, merangsang kesadaran,
menumbuhkan kreativitas dan imajinasi,
menghubungkan seseorang dengan yang lebih hebat
(tentang masalah tujuan dan makna), serta memfasilitasi
hubungan dengan apa yang menjiwai seseorang. Ia adalah
proses ilahi yang dimulai dengan kesediaan seseorang
untuk memungkinkan subjek dan peserta didik agar
30
Brian J. Zinnbauer, Kenneth I. Pargament, Brenda Cole,
Mark S. Rye, Eric M. Butter, Timothy G. Belavich, ‚Religion
and Spirituality: Unfuzzing the Fuzzy‛, Journal for the scientific study of religion, 36, ( USA: Wiley-Blacwell, 1997), 549-564.
31
Sarah McFarland Taylor, ‚Reinhabiting Religion: Green
Sisters, Ecological Renewal, and The Biogreography of
Religious Landscape‛, dalam Roger S. Gottlieb, The Sacred Earth: Religion, Nature, Environment. (New York and London:
Routledge, 2004), 32.
56
terlibat hati (perasaan) dalam setiap kali melakukan
perjalanan aktivitas yang memperluas pikiran dan jiwa.32
Pendidikan spiritual merupakan usaha dalam
memberi penguatan dimesi ruh serta penekanan iman
dalam hati peserta didik untuk memenuhi kebutuhan
naluri yang beragam, memperbaiki sifat buruk dengan
akhlak terpuji dan kedisiplinan sehingga menambah
tendensi yang mengarahkan pada prinsip nilai-nilai
spiritual, contoh yang baik yang diperoleh dari keimanan
pada Allah swt, malaikat Tuhan, kitab-kitab suci, Rasul
dan Nabi, hari akhir, serta keputusan baik dan buruk.33
Hakikatnya SE adalah sumber petunjuk akal yang
digambarkan sebagai standar ukuran (alat ukur) untuk
menumbuhkan dan mengembangkan bermacam-macam
personality manusia yang berbeda dengan perkembangan
sempurna yang mencakup segala hal, yakni mengesakan
Tuhan, memiliki jiwa yang jernih, akhlak yang baik
dengan menghiasi diri dengan nilai-nilai norma.34
Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Mu’minu>n dari
ayat 1-11 tentang gambaran atau kriteria orang-orang
yang memiliki spiritual yang kuat:
32
Laura Jones, ‚What Does Spirituality in Education
Mean?‛, Journal of College and Character, Volume 6. Issue 7,
2006. 2-10.
33
Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna> al-Ruh{iyah, (Kairo:
Maktabah al-Wahbah, 1992), 69.
34
Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), 124.
57
‚Sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman. Yaitu orang-orang yang
khusyu' dalam sembahyangnya. Dan orang-
orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna. Dan orang-orang yang
menunaikan zakat. Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki. Barangsiapa mencari yang
di balik itu. Maka mereka Itulah orang-
orang yang melampaui batas. Dan orang-
orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-
orang yang memelihara sembahyangnya.
Mereka Itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi
58
surga Firdaus, mereka kekal di
dalamnya.‛35
Ayat di atas menekankan bahwa pendidikan
spiritual sebenarnya telah menjadi sebagai pilar
pembentuk yang paripurna. Dengan meniadakan tak akan
totalitas pembentukan personality manusia yang selalu
dihadapkan atau dengan waktu yang merusak, kesusahan,
gangguan dan mudahnya terkena krisis akhlak dan
lainnya.
‘Ali ‘Abd al-Halim Mahmud menegaskan
pendidikan spiritual merupakan upaya internalisasi rasa
ketaatan atau kecintaan terhadap Allah swt yang muncul
dalam hati peserta didik. Lahirnya ketaatan tersebut,
tentu akan membangun kesalehan individual dan
kesalehan sosial mereka karena mengharapkan limpahan
rahmat dan ridha Allah dari setiap ucapan, kegiatan,
kepribadian, perilaku serta meninggalkan semua yang
tidak dianjurkan oleh Allah swt. Pendidikan spiritual
memberikan pengaruh signifikan terhadap kepribadian
seseorang (peserta didik), sehingga dapat memotivasi
peserta didik kepada kebaikan, berhias dengan sifat-sifat
mulia.36
Oleh sebab itu, Sa’id Hawwa mengemukakan
pendidikan spiritual adalah upaya untuk membangun
jiwa manusia agar lebih mendekatkan diri kepada Allah
swt. Spiritual teaching merupakan input (proses) usaha
mentranformasi manusia dari semula jiwa keruh
mengarah pada jiwa yang jernih, dari fikiran yang jahil
menuju nalar yang taat, dan dari qalbun yang keras
menjadi qalbun yang lembut. Subtansi intinya bahwa
pendidikan spiritual adalah sebuah proses
35
Q.S. al-Mu’minu>n [23]: 1-11. 36
Abd al-Hamid al-Shaid al-Zintani, Us{us al-Tarbiyah al-Isla>miyah fi> al-Sunnah al-Nabawi>yah, (Tunis: al-Dar al-
‘Arabiyah li al-Kitab, 1993), 326.
59
penyempurnaan pribadi individu menuju kebaikan yang
berlandaskan dengan tuntunan al-Qura>n dan Sunnah yang
meliputi aspek perkataan, perbuatan dan keadaannya.37
Pandangan yang sama diutarakan oleh Ahmad
Suhailah Zain al-‘Abidin H}ammad menjelaskan spiritual education ialah usaha penanaman rasa kecintaan kepada
Allah swt di hati anak didik, untuk memperkuat
keimanan dan menjadikannya tujuan hidupnya selalu
mengharapkan keridhaan Allah swt baik dalam setiap
ucapan, perbuatan, dan tingkah laku serta menghindari
sesuatu yang mengakibatkan murka-Nya.38
Begitu juga
perspektif pendidikan spiritual Zakiah Daradjat yang
menegaskan bahwa aktivitas spiritual akan membawa
dampak signifikan terhadap kesadaran beragama dan
aktualisannya dari pengalaman diri masing-masing
orang. Kesadaran tersebut bisa diuji melalui introspeksi,
sehingga elemen perasaan dalam kesadaran beragama
yang membawa inplikasi pada keyakinan akan
memberikan mempengaruhi mendasar pada tindakan
seseorang dalam seluruh aktivitas kehidupannya. 39
Pendidikan spiritual merupakan suatu proses
penguatan sisi spiritual seseorang anak dan iman secara
intern untuk memenuhi kebutuhan naluriyah beragama,
memperbaiki sifat dengan akhlak yang baik dan
meningkatkan kecenderungan serta mengarahkan anak-
anak pada nilai-nilai spiritual. Pengaruh SE penting
terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Dampak
37
Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna> al-Ruh{iyah, (Kairo: Maktabah
al-Wahbah, 1992), 69. 38
Ahmad Suhailah Zain al-‘Abidin Hammad, Mas’u>liyah al-Usrah fi> Tah{sin al-Shabab min al-Irhab, (Lajnah al-‘Ilmiyah li}
al-Mu’tamar al-‘Alami ‘an Mauqif al-Isla>m min al-Irhab,
2004M/1425H), 4. 39
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2010), Cet ke-17, 14.
60
darinya bukan hanya berorientasi pada aspek jiwa yang
dapat memperkuat keimanan dan aqidah, akan tetapi
mencangkup berbagai aspek manusiawi seperti: Aspek
jiwa yaitu akhlak dengan membersihkan diri meliputi;
Aspek akal yakni menambah kecerdasan kognitif, daya
nalar, logika, menghayati; Aspek sosial yakni saling
memperkokoh makna mengasihi, menyayangi,
melengkapi satu sama lain, menolong, dan saling
toleransi sesama manusia dan makhluk Tuhan lainnya.
Adapun pengaruh penting lainnya yakni ikhlas kepada
Allah swt, tawakal (penyerahan diri) kepada Allah swt,
istiqomah, menyuruh pada kebaikan dan menetang
kemungkaran.40
Pengaruh penting lainnya yakni dapat
membangkitkan nalar kekuatan diri seseorang muslim
untuk menjalankan pola kehidupan Islam yang haq serta
menjauhkan sifat yang berlebih-lebihan dan
kelengahan.41
Dengan demikian, maka pendidikan
spiritual sungguh benar-benar telah menjadi suatu wadah
dan pondasi pembentuk perkembangan paripurna
manusia, yang tanpanya pembentukan kepribadian
manusia tidak akan lengkap karena manusia akan selalu
dihadapkan dengan zaman yang semakin merusak
diakibatkan oleh berbagai krisis akhlak manusia.
Secara jelas bahwa pendidikan spiritual memiliki
tujuan baik untuk diri seseorang. Muatan-muatan aspek
pendidikan spiritual dapat mengarahkan personal atau
hamba Allah dengan tujuan:
40
Abdul Munir Mulkam, Nalar Spiritual Pendidikan Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2002). 76.
41
Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Ruhani, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), 158.
61
1) Memperkokoh dalam diri seseorang keyakinan dan
keimanan yang benar kepada Allah swt yakni
mengesakan Allah swt (tiada Tuhan selain Dia);
2) Mengarahkan seorang hamba untuk mengesakan
Allah yang berkaitan dengan ubudiyah dan
ibadahnya, caranya menyerahkan sepenuh hatinya
kepada Allah swt;
3) Menanamkan keimanan seseorang kepada para
malaikat, kitab-kitab samawi, para Rasul dan para
Nabi, hari akhir dan takdir baik dan buruk;
4) Menyucikan jiwa seseorang mu’min dan
membersihkan dirinya dengan mencukupi
kecenderungan dalam beragama, dan fitrahnya yang
asli yakni bertauhid dengan iman yang sempurna
kepada Allah swt;
5) Dapat menambah kecintaan seseorang kepada
Rasulullah saw, mengikuti contoh-contohnya
(sunnah-sunnahnya);
6) Mendorong setiap orang untuk mencari keutamaan-
keutamaan dan nilai-nilai akhlak yang baik.
7) Membentuk kebiasaan anak sejak dini akhlak yang
baik bagi dirinya dan bagi orang lain.
8) Sebagai penjagaan individu dari godaan dan
keinginan hawa nafsu yang tercela. 42
Dari penjelasan tujuan pendidikan spiritual itu, dapat
diketahui bahwa SE merupakan upaya yang dapat
menggerakkan hati seseorang untuk selalu dekat kepada
Rob-nya, menyadari bahwa Tuhan selalu mengawasinya,
dan menjaga dirinya untuk konsisten berbuat baik kepada
Tuhan dan hal-hal yang negatif. Manifestasi bentuk
ketaatan itu mutlaknya akan terlihat pada perilaku
manusia dalam berbicara, bertindak, dan berinteraksi
42
Astuti Rahmani, Membangkitkan Kesadaran Spiritual, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2005), 35.
62
dalam sosial serta terhadap makhluk hidup Tuhan
lainnya. Sejatinya gambaran spiritual ialah gambaran
ketakwaan seorang ‘abd terhadap Tuhan-nya. Hasil dari
ketakwaan itu berupa akhlak mulia baik secara vertikal
maupun horizontal.
3. Makna Spiritual Dalam Ekologi
Umat manusia sedang berada dalam arah untuk
mencapai tingkat kesadaran yang lebih baik. Selama
sejarah manusia yang singkat dan penuh kekerasan, umat
manusia telah menempuh perjalanan jauh ke jalan yang
salah, seperti diibaratkan seseorang perlu menemukan
jalan pulang sebelum terhilang. Untuk melakukan
revolusi ini, semua yang bernapas saat ini harus belajar
hidup selaras dan harmonis dengan bumi. Hal ini
dikarenakan betapa besarnya dampak manusia terhadap
fungsi ekosistem alami dan betapa sedikitnya waktu yang
tersisa untuk mengubahnya perilaku manusia. Manusia
perlu bertanggung jawab dan bertindak dengan penuh
keberanian serta kebijaksanaan.
Berawal dari keyakinan yang salah yang selama ini
dipahami manusia yakni bahwa ‚manusia terpisah dari
dunia‛ artinya alam adalah sesuatu di luar masalah
manusia. Padahal alam dan lingkungan merupakan
makhluk hidup yang menjadi milik manusia dan termasuk
bagian dari diri manusia itu sendiri. Dalam arti, ia adalah
bagian dari keutuhan penderitaannya. Bumi
membutuhkan perhatian manusia untuk menyembuhkan
tubuhnya yang rusak oleh eksploitasi manusia, rusak
jiwanya, terluka oleh penodaan manusia, dan kelupaan
manusia akan sifat sakralny.43
43
Winona LaDuke, ‚In The Time of The Sacred Places‛,
Spiritual Ecology The Cry Of The Earth, (California: The
Golden Sufi Center, 2008), 50.
63
Menjawab permasalahan krisis lingkungan tersebut,
maka diperlukan spiritual ekologi yang mampu
membantu memimpin transisi dengan memperkuat suara
bumi yang menjerit diakibatkan ulah perbuatan manusia.
Spiritual ekologi menuntut seseorang agar meletakkan
kekhawatiran sehari-hari yang menyibukkan pikiran
manusia dan mendengarkan dengan kata hati pada wasiat
tentang betapa putus asa-nya bumi dalam memelihara
manusia. Masalah-masalah yang terjadi di atas bumi saat
ini, sudah sepatutnya dicari solusi dengan cara
melibatkan atau menghadirkan spiritual ekologi untuk
berbicara kebenaran yang mendalam dan urgen agar dapat
mengilhami seseorang untuk mendengarkan tangisan,
memperdalam refleks pribadi seseorang serta memperluas
lingkaran percakapan tentang hubungan manusia dengan
eksipasi bumi dan masing-masing orang. Karena
kesempurnaan manusiawi bergantung pada mengenali
dan merangkul bumi sebagai makhluk hidup yang
beradab, ibu kandung manusia, sumber pengasuhan
manusia, dan sesuatu yang dimaknai di luar harga
(sesuatu yang lebih dari harga).44
Nasr menegaskan bahwa terjadi ketimpangan
ekosistem mutakhir ini sebenarnya disebabkan oleh krisis
spiritual dan religiusitas manusia, yang biasa ia sebut
dengan perennial truths yakni sebagai akibat dari sikap
kelalaian manusia modern pada hakikat kebenaran yang
abadi. Nasr menyatakan bahwa diskursus spiritual
ekologi pada hakikatnya dapat mengenalkan kajian relasi
mendalam yang keterkaitan masing-masingnya
dideskripsikan dalam visi keselarasan manusia dan alam
lingkungan. Menghadapi realita krisis lingkungan dengan
44
Thich Nhat Hanh,‛ The Bells of Mindfulness‛, dalam
Spiritual Ecology The Cry Of The Earth, (California: The
Golden Sufi Center, 2008), 20.
64
melalui imajinasi spiritualitas manusia, menurut Nasr
dapat revitalisasi nilai-nilai spiritualitas ekologi baik
pada ranah teologis maupun sakralitas alam sehingga
mampu memberikan solving yang berkaitan dengan
tindakan destruktif terjadi akibat dominasi sikap manusia
dalam penguasaan teknologi dan keserakahannya yang
menghancurkan potensial alam.45
Liewellyn Vaughan-Lee menyatakan spiritual ekologi
merupakan suatu kombinasi tepat yang mampu
memantulkan cahaya batin seseorang semakin cerah yang
berusaha menyembuhkan penyakit manusia dalam
tindakan pengrusakan terhadap bumi. Spiritual ekologi
secara elegan menarik kembali sebagian besar sistem
kesalahan mendasar dalam hubungan manusia dengan
bumi. Para nabi, mistikus, dan penyair telah berbicara
tentang kesatuan semua kehidupan. Para ahli Biologi pun
turut menegaskan bahwa fakta genetik kehidupan
sebagai manusia, seseorang benar-benar kerabat dengan
seluruh keanekaragaman kehidupan, dari mulai microba
hingga mamalia.46
Walting menyebutkannya dalam kajiannya
‚ecotopias‛ yang menjelaskan penting sekali
mengikutsertakan imajinasi agama dengan lingkungan
dan manusia melalui imajinasi keharmonisan,
kebersamaan, kearifan, interpendensi, kesakralan, bahkan
juga baik menghubungkan lingkungan dalam perspektif
teologi agama-agama dunia. Walaupun banyak
pertentangan yag muncul akan esensi spiritualitas, namun
45
Seyyed Hossein Nasr, ‚The Spiritual and Religious
Dimensions of The Environmental Crisis‛, dalam D. Cadman
dan J. Carey, A Sacred Trust, Ecology and Spiritual Vision, (London: The Temenos Academy, 2002), 119-148.
46
Liewellyn Vaughan-Lee,‛ The call of The Earth‛, dalam
Spiritual Ecology The Cry Of The Earth, (California: The
Golden Sufi Center, 2008), 25.
65
para pakar ahli lingkungan Islam dan sekelompok tokoh
agama menyatakan bahwa spiritualitas memiliki makna
yang luas, mencakup berbagai domain arti berbeda serta
telah tumbuh dan mengakar dalam berbagai budaya,
bangsa, bahkan kelompok agama.47
Dengan adanya perbedaan esensi spiritualitas dari
berbagai kalangan baik itu dari ahli teologis maupun
praktisi agama (religious practitioners) tentang distingsi
itu, penulis menyimpulkan bahwa spiritualitas bukan
hanya menyangkut pada tatanan teologis, akan tetapi
sudah mengakar pada ranah praktik dan pengalaman
keberagaman yang selalu timbul dan tumbuh dari tiap
penganut tradisi agama. Walaupun banyak perselisihan
muncul di antara para pakar lingkungan, tetapi
sebagaimana diperkuat oleh Pedersen bahwa mayoritas
ajaran agama telah membangun sikap spiritualitas
ekologi sebagai salah satu komponen dari keyakinan
(belief), nilai (value), bahkan merupakan bagian praktik
yang wajib dilaksanakan, agar nilai-nilai spiritualitas
tidak jauh dari subtansinya serta tetap bisa dipahami
dalam batasan yang universal.48
Para spiritulitas Barat pun menyepakati bahwa
refleksi dari spiritual tidak hanya berkutat pada tatanan
teologis, akan tetapi mencakup beberapa komponen
penting. Pertama spiritulitas sebagai a source of value, ultimate meaning, purpose beyond the self. Kedua,
spiritualitas adalah cara untuk memahami (a way of
47
Tony Watling, Ecological Imagimatious In The World Religious: An Ethnographic Analysis. (New York-London: Continuum International Publishing Group, 2009), 3.
48
Kusmita Pedersen, ‚Environmental Ethics in
Interreligious Perspective Explorations‛, dalam Summer B.
Twiss and Bruce Grelle, (Eds), Global Ethics: Comparative Religious Ethics and Interreligious Dialogue. Boulder:
Westview, 1998).
66
understanding) realitas. Ketiga, spiritualitas merupakan
inner awareness. Keempat spiritualitas sejatinya adalah
gambaran integrasi individu (personal integration). Dari
empat komponen spiritualitas itu, faktanya memberi
kontribusi dan peran urgen dalam mendeskripsikan
kehidupan sosial dan ketidakadilan terhadap lingkungan.
Dengan hadirnya spiritual ekologi harapannya
mampu menghadirkan bentuk kecerdasan yang meliputi
afektik dan budaya akan respon ru>h diri terhadap
persoalan krisis lingkungan. Penemuan dari Istilah
‚spiritual ekologi‛ ini merupakan penyatuan yang
menekankan antara agama, spiritualitas dan lingkungan.
Hal inipun diperkuat oleh para praktisi spiritual ekologi
yang telah sepakat menekankan pada tiga aspek dalam
mengatasi problematika krisis lingkungan yang semakin
akut, yakni peran pemerhati lingkungan baik secara
ilmiah maupun akademik, peran pemerhati nilai-nilai
lingkungan yang berhubungan dengan spiritual dan
religius, serta peran seseorang secara religius maupun
spiritual dalam kaitannya terhadap lingkungan.49
Membantu meminimalisir sikap destruktif manusia
yang semakin akut, maka perlu melibatkan lembaga
pendidikan di sekolah dengan menekankan pembelajaran
praktik pendidikan lingkungan yg melibatkan imajinasi
spiritual individu warga sekolah. Reinforcement pendidikan yang ramah akan lingkungan bagi masyarakat
di sekolah khususnya peserta didik akan membantu
membekali pengetahuan dan kepekaan anak usia dini
terhadap kondisi sosial khususnya tentang keadaan
lingkungan hidup. Pembiasan dari penyatuan dua dimensi
49
Muhammad Yusuf Siddiq, ‚An Ecological Journey in
Muslim Bengal‛, dalam Richard. C. Foltz, F. M. Denny & A.
Baharuddin (Eds.), Islam and Ecology: A Bestowd Trust (pp.
451-462). Cambridge: Harvard University Press. 2003.
67
spiritual dan ekologi ini diharapkan mampu membentuk
sikap dan perilaku sholeh yang bukan hanya berhubungan
secara trasenden tetapi juga memantulkan sikap balance
(keseimbangan) dan keharmonisan dalam berinteraksi
sesama makhluk hidup Tuhan lainnya. Pendidikan
spiritual ekologi (eco-spiritual education) merupakan
salah satu cara atau upaya membangun kesadaran peduli
akan lingkungan hidup melalui refleksi spiritual
seseorang.50
Pendidikan spiritual ekologi memiliki peranan
penting dalam menggambarkan kehidupan sosial dan
ketidakadilan. Cakupan pendidikan spiritual ekologi
bukan hanya sekedar sains dan akademik, agama dan
spiritualitas, akan tetapi mencakup keberlangsungan
lingkungan hidup. Alam lingkungan menginginkan
kesadaran manusia untuk memberikan ukuran dalam
bertindak, menganalisa akan sikap yang paling
fundamental bahkan keyakinan agama yang
sesungguhnya akan kepercayaan terhadapnya, begitu juga
tanggung jawab dimensi spiritual terhadap bumi.
Ecological renewal sepakat bahwa perlu melibatkan
konseptualisasi spiritual ekologi guna menjawab
permasalahan dan kebutuhan pembangunan ekologi yang
berkelanjutan dengan etika dan sikap yang baik. Hadirnya
konseptualisasi spiritual ekologi akan lebih menekankan
keseimbangan (balancing) antara dimensi spiritual
lingkungan dengan dimensi aktivitas lingkungan yang
berasaskan ecotheology (kesadaran ekologis ber-
perspektif ke-ilahiyah-an) dan sacred cosmology
(merealisasikan nilai sakral alam) baik dengan menjaga
keseimbangan ekosistem maupun mengutamakan
50
Salah Zaimeche, Education in Islam: The Role of The Mosque. (Manchester: Foundantion for Science Technology and
Civilization, 2002). 52.
68
keberlanjutan alam, sebagaimana yang disebutkan oleh
Schwencke tentang peran tersebut dengan istilah eco-Islam.
51
Nilai dari pendidikan spiritual berwawasan ekologi
dapat dicerminkan warga sekolah yang memiliki motivasi
spiritual bukan saja dipahami, dihayati, tetapi juga
direalisasikan dalam praktek hidup di sekolah dan di luar
sekolah. Dengan memandang bahwa alam bukan sekedar
wujud fisik saja. Visi pendidikan spiritual ekologi
dijadikan sebagai sebuah imperatif religius-spiritual bagi
anak didik untuk memiliki sikap-sikap yang manusiawi,
etis, bermoral, integratif, holistik dan menyeluruh dalam
memandang alam. Hal itu dilakukan dengan cara: 52
pertama, memberi penyadaran terhadap siswa untuk
menyadari akan sikap bertoleransi bukan saja kepada
sesama manusia tetapi juga pada lingkungan alam.
Dengan menjelaskan apabila manusia melestarikan alam,
maka alam pun akan menjaga alam dan makhluk lainnya
begitu juga sebaliknya. Bertoleransi terhadap alam adalah
dengan membiarkan alam merealisasikan dan
mewujudkan dirinya secara bebas-otonom tanpa
intervensi-dominatif manusia.
Kedua, membangun hubungan spiritual dengan
lingkungan dan alam, dengan memandang alam sebagai
komponen realitas yang bernilai spiritual dalam dirinya
sendiri. Ini dilakukan supaya dapat menumbuhkan
kesadaran lingkungan bahwa alam dihargai kesuciannya.
Ketiga, karena alam adalah ciptaan Tuhan, maka
membiasakan untuk memperlakukan alam karena
51
A. M. Schwencke, Globalized Eco-Islam: A Survey of Global Islamic Environmentalism, (Leiden University: The
Netherlands,2016).
52
Eko Asmanto, Model Spiritualitas Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan, (Sidoarjo: Umsida, 2015), 73.
69
manifestasi cinta kepada Tuhan (dalam konteks Islam
disebut dengan berbuat ikhsan) yakni sisi lain yang akan
membentuk tabi’at anak didik bersikap positif terhadap
alam.53
Dengan penerapan dua cara tersebut, maka kesadaran
menjaga dan melestarikan lingkungan/alam oleh peserta
didik menjadi semakin peduli , selain itu anak bukan
hanya mendapatkan sikap yang peka akan lingkungan
hidup akan tetapi ia juga akan menemukan unsur/dimensi
spiritual secara bersamaan dalam penyikapan terhadap
problematika lingkungan hidup.
4. Spiritualitas Anak Dalam Pendidikan
Spiritual merupakan sebuah bawaan dan
kecenderungan alami dari setiap umat manusia tanpa
terkecuali pada anak-anak. Justru dimensi spiritual pada
anak-anak meliputi beragam aspek yang bukan hanya
sekedar pengalaman kematian, visi dan impian, atau
sebuah rasa kekaguman dan keingintahuan, akan tetapi
juga mencakup sebuah rasa (sense) tentang identitas
seseorang, pencarian jati diri dan aspek politik
spiritualitas. Melalui spiritualitas ini anak-anak sudah
mampu mengembangkan rasa harga diri yang menjadi
landasan dasar cara-cara di mana mereka memperlakukan
kehidupan mereka sendiri, begitu juga memberi impikasi
53
Roehlkepartain Eugene,‛ Spiritual Development in
Chilhood and Adolescence: Moving to The Scientific
Mainstream‛, dalam Eugence C. Roehlkepartain, Peter L.
Benson, Pamela Ebstyne King & Linda M. Wagener, (Eds.), The handbook of Spiritual Development in Childhood and Adolescence. (London: Thousand Oaks, New Delhi: Sage
Publications, 2006.
70
nilai-nilai positif dalam kehidupannya sehari-hari.54
Walaupun demikian, Taylor L dan P. Lemone
menyatakan bahwa respon spiritual satu individu dan
individu lainnya berbeda-beda. Hal itu dikarenakan
berbagai faktor atau latar belakang tahap atau tingkat
perkembangan anak, latar belakang keluarga, etnik, dan
pengalaman hidup masing-masing.55
Menurut Fowler tahap spiritual (mythic-literal faith) untuk usia tujuh hingga sebelas tahun sama seperti
proses perkembangan dan pertumbuhan kognitifnya
(akalnya). Dalam rentang usia ini, anak sudah mulai
memiliki cara berpikir logis dan mengatur kehidupannya
dengan klasifikasi-klasifikai baru. Anak baru mulai
memahami dan mengambil makna dari tradisi yang ada
di masyarakatnya secara sistematis, dan telah mampu
menemukan korelasi serta makna dalam bentuk-bentuk
cerita. Pada masa yang di sebut tahap operasional
konkret, anak sekolah dasar akan mulai memahami
segala sesuatu yang bersifat non-empirik dengan
interpretasi konkret. Kemudian kesempatan cara berpikir
ini akan berpengaruh pada pemahaman mengenai
konteks-konteks keagamaan. Akhirnya definisi-definisi
keagamaan yang bersifat no-empirik yang tadinya
dipahami secara konkret, seperti ‚Tuhan dekat dengan
manusia‛, ‚Tuhan ada di mana-mana‛, mulai dapat
dipahami secara abstrak.56
Pada hakikatnya spiritualitas yang dialami oleh
anak-anak dapat dikembangkan dalam berbagai macam
54
Kate Adams, Brendan Hyde, Richard Woolley, The Spiritual Dimension of Childhood, (London:Jessica Kingsley
Publishers, 2008), 144.
55
Ari Ginanjar Agustian, Kecerdasan Spiritual, (Bandung:
PT. Mizan Pustaka, 2007), 12.
56
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 29.
71
cara atau bentuk seperti dikembangkan melalui agama,
pemikiran terhadap sesuatu, melalui ibadah, mediasi atau
ritual. Ada beberapa spiritual dibangun atau muncul dari
perasaan atau kesadaran dan ketakjuban terhadap
keindahan alam dan semesta. Manfaat untuk lainnya
yaitu dapat menjadi hubungan positif bagi lainnya.
Rupanya pengalaman negatif yang dirasakan anak-anak
dapat juga menjadi kontribusi terhadap spiritual mereka,
seperti penderitaan mental atau perasaan fisik. Selain itu,
lembaga pendidikan formal akan dimintai untuk dapat
membantu anak dalam mengembangkan sisi spiritualnya,
sehingga bisa menjadi hamba Tuhan yang memiliki sikap
religius yang tinggi.57
Diakui memang untuk mendefinisikan dan
mengukur dimensi spiritual pada anak-anak sangat elusif.
Tolak ukur untuk membuat potensi spiritual anak tak
terlihat menjadi terlihat, maka kecerdasan spiritual
anaklah yang akan menuntunnya untuk melakukan suatu
hal kebaikan, seperti belajar empati dan peduli terhadap
manusia dan makhluk Tuhan, belajar menghargai orang,
dan lain sebagainya. Kemungkinan besar cara terbaik
untuk memahami spiritual seorang anak oleh mereka
yang dewasa yaitu melalui potensial anak-anak dalam
mengekspresikan kegiatan spiritualitas yang terjadi
dalam kehidupan sehari-harinya ‚ordinary events‛. Akan
tetapi kemudahan mengukur spiritualitas anak pada
kegiatan keseharian ini sering terlewatkan bagi orang-
57
J. Berryman, ‛Children’s Spirituality and Religious
Languange‛, British Journal of Religious Education 7, 3, 1985.
120-127.
72
orang dewasa untuk memahami dan mendapatkan
informasi spiritual anak-anak.58
Pada umumnya karakteristik perkembangan
spiritual anak-anak yang sudah mulai memasuki bangku
sekolah dipengaruhi oleh bermacam penyebab baik
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dari
bawaan tentu akan terus berkembang (positif atau
negatif) sesuai dengan stimulus yang didapatkan melalui
faktor ekstrinsik, seperti yang anak-anak dapatkan dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Perkembangan spiritual inilah yang kemudian akan
memberikan implikasi dalam kehidupan keseharian anak-
anak, jika perkembangan spiritualnya baik maka akan
semakin baik juga mu’amalahnya kepada siapapun,
begitu juga sebaliknya.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan guru di
sekolah agar dapat membantu pertumbuhan spiritual
anak didik yaitu: 1) Memberikan pendidikan agama
dengan cara hidden curriculum, yakni menjadikan
sekolah sebagai nuansa agama secara komprehensif; 2)
Menciptakan sarana yang kondusif bagi anak untuk
menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat
teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dibangun
dari pengalaman keberagamaan yang didapatkan; 3)
Membantu anak mengembangkan rasa ketuhanan melalui
cara spiritual paranting, seperti: memupuk hubungan
sadar anak dengan Tuhan melalui doa setiap hari,
aktivitasnya sehari-hari, membangun kesadaran kepada
anak-anak bahwa Tuhan akan membimbing seseorang
apabila meminta pada-Nya, mengajak anak merenung
segala aktivitasnya dengan cara menanamkan keyakinan
58
Edward Robinson, The Original Vision: a Study of The Religious Experience of Chilhood. (London: The Religious
Experience Unit, 2006), 115.
73
bahwaTuhan ada dalam jiwa mereka dengan metode
menjelaskan ‚mereka tidak dapat melihat diri mereka
tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi
tahu bahwa semua itu benar terjadi sekalipun mereka
tidak tahu apapun‛. 59
Dengan adanya penjelasan di atas, maka Graham
Rossiter mengusulkan dalam meningkatkan kualitas
spiritualitas anak, seyogyanya pemegang otoritas sekolah
mengajak atau mengundang para guru yang memiliki
spiritual mendalam untuk menjadi subjek model dan
metode spiritual bagi anak-anak dalam menumbuh
kembangkan sikap kritis mereka tentang hal-hal yang
berhubungan dengan penguatan spiritual. Ia pun
menambahkan bahwa penting sekali melibatkan para
guru yang memiliki pemahaman spiritualitas yang
mendalam untuk diimplementasikan pada aktivitas
belajar mengajar di sekolah agar anak-anak tidak
mengabaikan dan memiliki kecenderungan fitrah
awalnya atau kecenderungan bawaan yakni
kecenderungan spiritualitas (spirituality as a natural human predisposition).
60
C. Ekologi dan Perilaku Pro-Lingkungan Hidup
1. Urgensi Pemahaman Ekologi: Membentuk Perilaku
Pro-Lingkungan Hidup Sejak Dini
Menguaknya berbagai macam isu tentang ekologi
yang semakin mengancam makhluk hidup di muka bumi
ini, nyatanya belum banyak disadari oleh manusia.
59
Brendan Hyde, Childeran and Spirituality: Searching for meaning and Connectedness. (London: Jessica Kingsley
Publishers, 2009), 98.
60
Graham Rossiter,‛ an Evaluative Perpective on
Spirituality for School Education,‛ Journal of Religious Education, 53, 1, 2005, 3-22.
74
Berdampingan hidup dengan alam bukannya membuat
manusia menjadi sahabat yang baik dengan alam,
manusia justru menganggap remeh terhadap alam dan
lingkungan hidupnya. Atas dasar inilah, para pakar
lingkungan Islam (Eco-Islamic Scientist) mengusulkan
bahwa penting melakukan sebuah pendekatan ekologi
dalam mengkonstruksi hubungan antara manusia dan
lingkungan hidupnya sebagai salah satu bagian fondasi
etika manusia terhadap lingkungan hidup.61
Ekologi atau ilmu tentang lingkungan merupakan
salah satu cabang pengetahuan yang di dalamnya
mempelajari timbal balik hubungan makhluk hidup
dengan lingkungannya. Term ini pertama kali
diperkenalkan dalam bidang Biologi oleh seorang biolog
Jerman bernama Ernts Hackel (1869).62
Ekologi
dibedakan menjadi dua bagian yakni ekologi manusia
artinya ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Atau ilmu
yang mempelajari pola interaksi antara manusia dengan
lingkungan sekitar yaitu interaksi sosial antara manusia
dengan sesama manusia, serta interaksi manusia dengan
lingkungan alam sekitarnya.63
Dan ekologi alam artinya
interaksi dan interkoneksi antara seluruh makhluk di
alam raya ini yang wujudnya saling memberi manfaat
(simbiosis mutualisme) sesuai dengan kemampuan atau
61
Marwan Haddad, ‚ An Islamic Approach Towards
Environmental Education‛, dalam Canadian Journal of Environmental Education, 11. (Canada: Lakehead University,
2006).
62
Fuad Amsyari, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), 11.
63
Saiful Arif, ‚Ekologi Manusia dan Kesadaran Individu Dalam Pengelolaan Lingkungan‛, diakses dari:
http://www.averroes.or.id/research/ekologi. tanggal 30-20-2010.
75
potensi masing-masing makhluk yang telah Allah berikan
sebagai bentuk ubudiyah kepada Allah swt.64
Seyyed Hossein Nasr dan Osman Bakar tokoh
tradisional dalam Islam memandang bahwa sering
munculnya permasalahan ekologi harusnya dicari
penyelesainnya secara komprehensif (baik secara agama,
spiritual, ilmu sosial, ataupun dilihat dari ekologi itu
sendiri). Manusia perlu membangun pemahaman
interkoneksi antara Tuhan, alam, dan manusia dalam
menghadapi masalah-masalah ekologi. Dengan kesadaran
interkoneksi tersebut, maka manusia akan menyadari
bahwa alam dan lingkungan merupakan manifestasi dari
citra Tuhan. Sehingga manusia tidak semena-mena dan
sembarangan terhadap lingkungan hidupnya.
Berlandaskan pada prinsip tauhid, alam bukan saja
dimaknai dengan benda mati yang dapat dinikmati
semaunya oleh manusia, justru asas tauhid menekankan
bahwa esensi dalam alam dan lingkungan, dapat
menjadikan sarana spiritual bagi manusia untuk lebih
mengenal Tuhannya. Nasr menegaskan bahwa Tuhan
menciptakan alam raya ini tidak sia-sia. Segala yang
terhampar baik di langit dan di bumi tidak lain agar
manusia mengetahui bukti keberadaan-Nya yang satu
yang patut disembah dan dipuji.65
Sebagaimana ayat
Qur’a>n yang berbunyi:
64
Nur Arfiyah Febriani,‛Bisnis dan Etika Ekologi Berbasis
Kitab Suci‛, Nurani, Vol, No. 2, Desember 2010, Jurnal Fakultas Syari’ah IAIN Raden Fatah Palembang, 17.
65
Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, (London: George Allen and Unwin,
1976), 29. Osman Bakar, Environmental Wisdom for Planet Earth The Islamic Heritage, (Kuala Lumpur: Center for
Civilization Dialogue University of Malaya, 2007).
76
66
Lawrence dalam bukunya yang berjudul ‚A Citizen’s Guide to Ecology‛ mengatakan bahwa tujuan
dari pada diperkenalkan ekologi kepada masyarakat ialah
untuk memberikan apresiasi yang tinggi pada alam atas
kenikmatan dan kecantikan yang didapatkan dari alam,
dan membantu setiap warga negara memahami
pernyataan tegas (tuntutan) baik bersifat konkret
maupun abstrak tentang masalah lingkungan hidup dan
bencana yang terjadi di alam.67
Begitupun Yusuf al-
Qardawi menjelaskan bahwa salah satu interkoneksi
manusia, lingkungan, dan seluruh yang ada di dunia ini
ialah usaha untuk saling mencintai, menyayangi, dan
menjaga satu sama lain dalam konteks kedudukan yang
tunggal yakni sebagai makhluk Tuhan.68
Itulah sebabnya manusia hidup di dunia ini tidak
sendirian tetapi berdampingan dengan makhluk lain,
66
Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah
menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang
(keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa
Kitab yang memberi penerangan. Q.S. Luqma>n [31]: 20.
67
Lawrence B. Slobodkin, A Citizen’s Guide to Ecology, (New Yok: Oxford University Press, 2003), 22.
68
Yu>suf al-Qard{a>wi>, Ri’a>yah al-Bi’ah fi Shari>’ah al-Isla>m, (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 2001), 45.
77
bahkan manusia dapat dikatakan bagian dari lingkungan
dan selalu berhubungan dengan alam sekitarnya.
Koentjaraningrat memperkuat bahwa manusia dalam
hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dan
akan terus-menerus terjadi relasi timbal balik dan
mempengaruhi satu sama lainnya. Dengan adanya proses
interaksi manusia dengan lingkungan secara continue, memunculkan sederetan pengalaman, sehingga
pengalaman ini kemudian diabstraksikan menjadi teori,
konsep, dan pendidikan serta pedoman-pedoman tingkah
laku dalam bermasyarakat. Emil Salim mengatakan
demikian bahwa ikatan antara manusia dan alam akan
memberikan sebuah pengetahuan yakni pemikiran
bagaimana manusia memperlakukan alam
lingkungannya. Oleh karenanya, bersatunya alam
lingkungan dengan nafas kehidupan manusia (penduduk)
merupakan hasil penyesuaian-penyesuaian. Apabila
manusia tidak mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan hidup yang ada, maka makhluk hidup pun
tidak akan dapat survive.69
Adisenjaya mengemukakan penting sekali
memberikan pemahaman dan pendidikan lingkungan
terhadap masyarakat dengan beberapa tujuan.70
Pertama
untuk membangun kesadaran berupa dorongan kepada
setiap individu untuk melakukan hal baik terhadap
lingkungan dan masalahnya. Kedua sebagai wawasan
yaitu membantu setiap individu untuk memperoleh
berbagai pengalaman dan pemahaman dasar tentang
69
Taryati, Emiliana Sadilah, Ambar Adrianto, dan
Sumarno, Pemahaman Masyarakat Terhadap Daerah Rawan Ekologi di Kabupaten Sragen dan Kabubaten Bojonegoro, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah, 2012), 19.
70
Bambang Yuniarto, Membangun Kesadaran Warga Negara Dalam Pelestarian Lingkungan, (Yogyakarta:
Deepublish, 2013),
78
lingkungan hidup dan permasalahannya. Ketiga sikap,
yaitu membantu individu untuk memperoleh seperangkat
nilai dan kemampuan mendapatkan pilihan yang tepat,
serta mengembangkan perasaan yang peka terhadap
lingkungan dan memberikan motivasi untuk berperan
serta secara aktif dalam peningkatan dan perlindungan
lingkungan. Keempat sebagai keterampilan yaitu
membantu setiap individu untuk memperoleh
keterampilan dalam mengidentifikasi dan memecahkan
masalah lingkungan. Kelima memberikan motivasi
kepada setiap orang untuk berperan aktif dalam mencari
pemecahan masalah lingkungan. Keenam mengevaluasi
yaitu mendorong individu agar memiliki kemampuan
mengevaluasi pengetahuan lingkungan ditinjau dari
berbagai sisi (sosial, spiritual, agama, ekonomi, politik,
dan faktor-faktor pendidikan).
Maraknya permasalahan krisis environment pada
hakikatnya muncul bukan hanya disebabkan oleh faktor
basis etika manusia. Memang disadari bahwa terjadinya
degradasi lingkungan yang menimpa masyarakat
didominasi oleh minimnya etika manusia terhadap
lingkungan hidup, namun tidak terlepas dari itu, perlu
diketahui ada yang lebih fundamental berpotensi besar
dalam mempengaruhi etika manusia itu sendiri yaitu
pendidikan. Pendidikan merupakan sarana yang tepat
dalam merumuskan dan mengakomodasi pilar spiritual,
sosial, dan lingkungan. Pendidikan juga salah satu cara
yang dapat membantu bertujuan mencapai pembangunan
berkelanjutan.71
Bangai dan Blum menjelaskan
pendidikan harus merespon sedini mungkin urgensi
dalam memberdayakan dan membekali sumber daya
71
Fahcruddin Majeri Mangunjaya, Ekopesantren: Bagaiamana Merancang Pessantren Ramah Lingkungan?, (Jakarta: Pustaka Yayasan Obor Indonesia, 2014), 20.
79
manusia dalam segala level usia guna menghadapi
problema lingkungan hidup.72
Anwari mengemukakan bahwa dunia pendidikan
perlu atau dituntut mengembangkan perspektif yang
sesuai dengan permasalah ekologi. Peran pendidikan
sedikitnya ialah harus berusaha membangun pemahaman
bahwa kerusakan alam dan lingkungan yang saat terjadi
merupakan akibat perbuatan manusia yang berupaya
mengeksploitasi sumber-sumber daya lingkungan demi
pemenuhan kebutuhan personal, kelompok, dan sosial
lainnya. Dunia pendidikan juga harus menjelaskan bahwa
dampak dari ekologi yang rusak yakni meminta tumbal
pengorbanan manusia. Dua pengertian ini penting untuk
dibangun dalam pendidikan sebagai maksud bahwa
manusia dan lingkungan memiliki keterhubungan satu
sama lain.73
Menghadapi gejolak krisis lingkungan,
pendidikan harus segera menjawab tantangan ini dan
menawarkan pemecahan-pemecahan masalah real yang
dapat menjadikan warga sekolah sadar dan konsisten
untuk melakukan tindakan konservasi baik untuk diri
sendiri dan untuk masyarakat umum dengan cara mulai
mendidik dan melatih perilaku pro-lingkungan74
anak-
anak sejak dini.
72
Bangai dan Blum dalam Fahcruddin Majeri Mangunjaya,
Ekopesantren: Bagaiamana Merancang Pessantren Ramah Lingkungan?, (Jakarta: Pustaka Yayasan Obor Indonesia, 2014),
22. 73
Anwari,‚Pendidikan Tentang Ekologi‛, artikel pendidikan
lingkungan, 2010.
74
Perilaku lingkungan hidup sama halnya dengan perilaku
ekologi yakni suatu tindakan yang memberikan kontribusi
terhadap kelestarian lingkungan dan atau konservasi. Perilaku
pro-lingkungan hidup bertujuan untuk mengurangi atau
memberikan solve terhadap atau terkait permasalahan
lingkungan hidup. Perilaku pro-lingkungan hidup meliputi
80
Membangun perilaku pro-lingkungan hidup di masa
dini berdampak baik pada kesadaran peserta didik
terhadap lingkungan. Sebagaimana teori social learning yang berbunyi bahwa anak-anak banyak belajar tentang
contoh sikap dan perilaku pro-lingkungan hidup dari
model yang diterapkan oleh guru di sekolah. Hal ini
memberikan pengaruh sangat kuat bagi anak-anak,
mengingat guru adalah sosok figur dan tauladan bagi
dirinya dalam segala aspek. Dengan melalui observasi
dan imitasi perilaku secara terus menerus dilakukan di
sekolah, diharapkan anak-anak memiliki sikap peduli
lingkungan yang tinggi dalam kehidupan sehari-harinya
(tidak hanya di sekolah). Pentingnya menanamkan sikap
mengenai pro-lingkungan hidup bagi anak-anak ialah:
a) Masa dini adalah sebuah proses pembentukan sikap,
perilaku, dan nilai-nilai. Pembentukan tiga pokok
(sikap, perilaku, dan nilai-nilai) yang ditanamkan
sejak dini pastinya akan berbekas hingga anak-anak
dewasa nanti. Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
yang didapatkan selama bersekolah di sekolah
adiwiyata menjadi ingatan yang tidak terlupakan
dan mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-
harinya.
b) Pendidikan lingkungan hidup yang diterima oleh
anak-anak di sekolah juga melibatkan orangtuanya,
sehingga orangtua juga turut membantu segala
berbagai bentuk untuk meminimalkan dampak negatif pada
lingkungan. Aspek-aspeknya meliputi koservasi energi,
mobilitas dan transportasi, menghindari limbha, daur ulang,
konsumerisme, dan konservasi. Lihat Tyas Palupi, Dian R.
Sawitri, ‚The Importance of Pro-Environmental Behavior in
Adolescent‛, E3S Web of Conferences. 2018. Lihat Freya A. V.
St John, Gareth Edwards-Jones, Julia P.G Jones,‛ Conservation
and Human Behavior: Lessons from Social Psychology‛,
Wildlife Research, 2010, 37, 658-667.
81
keperluan yang dibutuhkan oleh anak-anaknya
dalam kegiatan PLH. Artinya orangtua juga turut
mendukung dan memperkuat PLH anak-anak dan
sekolah juga memberikan kesempatan kepada
orangtua untuk belajar PLH. Dalam hal ini secara
tidak langsung terjadi sebuah proses PLH bagi orang
dewasa. Sehingga orangtua pun memahami
pentingnya peduli terhadap kondisi lingkungan
hidup.
c) Anak-anak yang telah dididik dan dilatih PLH di
sekolah suatu hari akan menjadi generasi penerus
dan pemimpin nasional. Sehingga sikap dan perilaku
mnejadi tauladan bagi lainnya, dan selalu
mempertimbangkan aspek lingkungan dalam
kebijakan apapun.75
Jelas sekali pada uraian di atas, bahwa memberikan
pendidikan dalam bentuk apapun yang dimulai dari kecil
akan memberikan dampak yang berkelanjutan hingga
anak dewasa. Oleh karenanya menekankan berbagai
karakter baik sangat direkomendasikan dilakukan sedini
mungkin, karena atsar dari padanya juga akan terus
melekat, diingat, dan membekas sehingga membentuk
good habits dalam penerapan kesehariannya.
2. Membangun Perilaku Pro-Lingkungan Hidup Sesuai
Ajaran Islam
Krisis kesadaran manusia (human) akan sikap
konservatif terhadap lingkungan nyatanya bukan baru-
baru ini saja terjadi. Pada tahun 1960-an, diskurus
75
A. Shinta, Widiantoro, dan Yudhawati,‛ Growing
Chindren’s Water Conservation Awareness Through Writing
and Drawing Method. Call For Papers on The 8th International Graduate Students and Scholars’ Conference in Indonesia (IGSSCI). Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM. 115-121.
82
tentang ketidakselarasan attitude manusia terhadap
ekologi buktinya telah marak dibicarakan.76
Persoalan
tersebut menggugah perhatian banyak Sarjana, salah
satunya Bill McKibben, orang yang dengan tegas
menyuarakan risalah tentang akan berakhirnya alam
semesta di dunia akibat sikap dominasi anthroposentris
yang kemudian dimuat dalam karyanya ‚The End of Nature‛.
77 Degradasi sikap kepedulian tersebut hingga
saat ini belum dapat diminimalisirkan. Padahal jika harus
menelisik kembali, alam selalu mengalami proses-proses
penyesuaian terhadap ekosistem yang telah mencapai
ratusan hingga ribuan tahun. Oleh karenanya penting
bagi manusia untuk mempertahankan kelestarian alam
yang diawali dari lingkup yang terdekat yaitu dalam
lingkaran kehidupan keseharian manusia.78
Fenomena-fenomena yang bersifat destruktif,
harusnya menjadi pertimbangan manusia dalam
melakukannya, karena itu dapat memancing bahkan
memberi reaksi negatif alam atau ekologi terhadap
kelangsungan hidup generasi manusia. Lester R. Brown
mengungkapkan bahwa ada banyak bentuk kerusakan
ekologi akibat ulah manusia di antaranya: Munculnya
pencemaran lingkungan sebagai faktor hadirnya wilayah-
wilyah perindustrian; seperti banjir, akibat dari adanya
sistem pembuangan air yang buruk, pembuangan sampah
76
Lynn White, Jr., ‚The Historical Roots of Our Ecological
Crisis‛, Journal Sciences, 155 (1967), 7.
77
Bill McKibben, The End of Nature, (New York: Random
House, 1989), 24.
78
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), 51.
83
yang tidak pada tempatnya dan kesalahan dalam menjaga
tempat aliran sungai. 79
Dampak kerugian dari bencana alam yang
diakibatkan oleh peristiwa alam sendiri atau causa dari
manusia, nyatanya sudah ditegaskan dalam al-Qura>n.
Allah swt telah sangat jelas menegaskan bahwa manusia
memiliki peran central di alam semesta, selain menjadi
hamba Allah swt, manusia juga diberi amanah menjadi
khalifah al-ard}.80 Tugas khalifah yang dititipkan dan
diberikan Allah Swt potensi akal yang berbeda dengan
makhluk Tuhan lainnya, mutlaknya memanfaatkan alam
dan lingkungannya dengan cara dan etika yang baik
sesuai tuntunan ajaran agama Islam.81
Firman Allah swt
dalam QS. Al-Isra’ ayat 70 dan Huud ayat 61 yang
berbunyi:
‚Dan Sesungguhnya telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang
79
Lester R. Brown, Vital Signs 1993: The Trends that are Sharing our Future, Terj. Yayasan Obor Indonesia, (Jakarta:
Y.O.I, 1995), 270.
80
Muh}ammad Fath}ullah al-Ziyadi, al-Isla>m wa al-Bi>ah, (Libia: Daulah al-Imara>t al-‘Arabiyah al-Muttahidah, tt), 5.
81
Sa>mih ‘Abdul al-Sala>m, ‚’Ala>qoh al-Insa>n bi al-Bi>ah‛,
Maqo>lah Tsaqo>fah wa Ma’rifah, 2013.
84
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang
Telah kami ciptakan‛.82
‚Dia Telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya‛.83
Hal serupa digambarkan oleh Muh}ammad Ibrah}im
H}asan, manusia dan alam memiliki relasi erat yang tidak
mungkin untuk dipisahkan antara keduanya, karena
proses pemanfaatan alam oleh manusia merupakan
bagian dari interaksi yang berkelanjutan (sustainable).
Selama proses interaksi dilandasi dengan etika-etika
ekologis tentu tidak akan berimplikasi negatif pada
kehidupan manusia, begitupun sebaliknya. Menjembatani
problematika inilah, makanya agama Islam sebagai
agama yang komprehensif__
yang mengatur segala sisi
kehidupan manusia tak terkecuali tentang ‚ekologi‛,
menyeru kepada segenap umat manusia untuk
memperhatikan lingkungan hidupnya dan mengambil
manfaat darinya tanpa merusak demi kehidupan
ecosystem.84
Selaras dengan peringatan Allah swt dalam
Q.S al-A’raf: 56:
82
Q.S. al-Isra’ [17]: 70.
83
Q.S. Huud [11]: 61.
84
Muh}ammad Ja>bir Qa>sim, ‚al-Tarbiyah al-Bi’i>yah fi> al-
Islam>‛, Majallah Asuyut}i li al-Dira>sa>t al-Bi’i>yah, Ja>mi’ah al-
Ima>ra>t, 2007.
85
‚Dan janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-
Nya dengan rasa takut (Tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik‛.85
Memperhatikan etika dalam beinteraksi terhadap
ekologi sangat dibutuhkan apabila seseorang ingin
mendapatkan respon alam berupa keramahan lingkungan
hidup. Membangun perilaku etis sebagaimana yang
diungkapkan oleh Blackburn merupakan salah satu cara
mengarahkan manusia untuk dijadikan sebagai tolak ukur
layak atau tidaknya sikap manusia dalam memperlakukan
lingkungan hidupnya.86
Leopold mengusulkan bahwa etika-
etika merupakan contoh aktualisasi sebuah proses
perkembangan (evolution). Etika kemungkinan dihormati
sebagai cara membimbing dalam menghadapi situasi-
situasi ekologis yang bersifat baru atau berbelit-belit, atau
melibatkan reaksi-reaksi yang tertunda. Etika merupakan
sebuah kebaikan dari himpunan naluri dalam berbuat. Etika
lingkungan yang sederhana akan memperbesar batasan-
batasan komunitas termasuk di dalamnya tanah, air,
tumbuh-tumbuhan, dan hewan atau sekumpulannya.
Perwujudan dari etika hanya bisa dilakukan dalam tatanan
relasi pada sesuatu yang dapat, dilihat, dirasa, dipahami,
dicintai, atau sebaliknya yang memiliki kepercayaan.87
85
Q.S. al-A’raf [7]: 56
86
S. Blackburn, Being good: A Short Introduction to Ethics, (Oxford: Oxford University Press, 2001), 34.
87
Stephen R. Kellert, Values, Ethics, and Spiritual and Scientific Relations to Nature, (Washington: Island Press, 2002),
67.
86
Dalam Islam khususnya, lingkungan hidup bukan
hanya sekedar benda yang tidak berarti. Alam dan
lingkungan hidup justru dalam perspektif Islam
merupakan tanda adanya Allah swt. Melalui alam, Allah
memberikan petunjuk bagi umat manusia untuk
mengetahui hakikat keberadaannya. Firman Allah swt
dalam surat Adz-Dzariyat ayat 20.
‚Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
yakin‛. 88
Etika yang diajarkan dalam agama islam salah satu
penekanannya yakni ‚jangan melakukan kerusakan di
bumi‛. Basis pemahaman yang harus diperhatikan secara
benar oleh umat Islam keterkaitan dengan etika
lingkungan. Pertama Rabb al-‘a>lami>n, Islam mengajarkan
bahwa Allah swt adalah Tuhan semesta alam. Jadi bukan
Tuhan manusia atau sekelompok manusia saja.
Dihadapan Allah swt semua ciptaannya sama, dilayani
oleh allah swt sama dengan manusia. Kedua rahmatan lil’a>lami>n, artinya manusia diberikan kepercayaan untuk
melestarikan dan berlaku kasih sayang terhadap seluruh
alam dengan berlandaskan akhlak mulia. Manusia
bertindak dalam semua tindakannya berdasarkan kasih
sayang terhadap seluruh alam. Jika makna Rabb al ‘a>lami>n dan rah{matan lil’a>lami>n dipahami dengan baik,
maka tidak akan ditemukan sikap merusak alam
lingkungan.
Muhammad Idris menyatakan ada tiga sikap dapat
dijadikan sebuah landasan dalam beretika terhadap
lingkungan menurut Islam. Pertama ta’abbdud artinya
88
Rabiah Z. Harahap, ‚Etika Islam Dalam Mengelola
Lingkungan Hidup‛, Jurnal EduTech, Vol. 1 No. 1 Maret 2015.
87
bahwa memelihara ekologi merupakan implementasi
sikap patuh seorang hamba pada Tuhannya. Karena
menjaga lingkungan hidup yang telah Allah berikan
merupakan titipan (amanah) untuk manusia sebagai
khalifah al-ard. Penekanan tersebut juga bahkan
dijelaskan di dalam ilmu fiqih yang berstatus wajib
karena anjurannya sudah jelas baik dalam al-qura>n
maupun dalam sunnah. Kedua ta’aqqul, yakni secara logis
pemeliharaan lingkungan, memiliki tujuan yang mudah
dipahami. Lingkungan hidup merupakan tempat tinggal
dan hidup makhluk Tuhan. Lingkungan alam telah diatur
dan didesain sebaik mungkin oleh Allah dengan
keseimbangan serta keserasian masing-masing memiliki
keterkaitan. Jika ditemukan ketidak serasian yang
diperbuatkan oleh manusia, maka akan memicu bencana
yang tidak hanya akan menimpa manusia, tetapi seluruh
makhluk hidup yang berada di sekitarnya. Ketiga
takhalluq, yakni menghiasi diri dengan membiasakan
berinteraksi pada alam dengan akhlak dan tabi’at yang
baik. Karena itu akan menjadi modal awal manusia dalam
menjaga lingkungan, sehingga keharmonisan dan
kelestarian alam akan terjadi secara alami sendirinya
tanpa harus ada ancaman hukuman dan sebab-sebab
lain.89
Quraisy Shihab dalam karyanya tafsir al-Mis}bah
menjelaskan tentang etika manusia pada ekologi yang
tercantum dalam al-Qura>n. Ia menawarkan beberapa
etika yang dianjurkan dalam berinteraksi terhadap alam
dan lingkungan sekitar. Pertama, larangan berbuat
kerusakan bagi setiap manusia, Ini disebabkan manusia
memiliki posisi sebagai pelaku utama dalam kehidupan
ini. Tidak sedikit lingkungan rusak akibat perbuatan
89
A. Sony Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2006), 22.
88
manusia sehingga berpotensi mengurangi nilai manfaat
dan fungsi suatu objek. Tentunya sikap yang tidak bijak
tersebut akan memunculkan potensi kerusakan-kerusakan
ekologi yang akan menghambat segala aktifitas manusia
di bumi. Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa ‚al-fasadu fi> al-ard}‛, berarti
meledaknya peperangan dan perkembangan fitrah yang
dapat mengakibatkan degradasi kehidupan serta
memunculkan dekadensi akhlak. Maksudnya segala
bentuk kerusakan-kerusakan yang terjadi di atas bumi
tidak lain merupakan causa ulah manusia.90
Dalam al-Qura>n dengan tegas menjelaskan bahwa
kerusakan alam dan ekositem di daratan dan lautan
banyak diakibatkan oleh sikap manusia yang sombong,
rakus, tidak sadar, egois, dan angkuh. Bentuk interaksi
akhlak manusia yang buruk ini sangat kontradiktif
dengan ajaran agama Islam, yang mengharuskan manusia
untuk menjaga dan melestarikannya sekalipun alam
diciptakan untuk manusia dan makhluk Tuhan lainnya,
tetapi menjaga amanah Tuhan harus tetap dipertanggung
jawabkan. Sebagaimana ayat Qura>n yang berbunyi:
‚Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada
hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu).‛ 91
Kedua, anjuran berbuat baik terhadap lingkungan
dan alam. Allah swt melarang dengan tegas kepada
manusia untuk tidak membuat kerusakan setelah
diadakan perbaikan. Allah swt menciptakan alam dalam
keadaan yang selaras dan seimbang dengan keteraturan
90
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol. I, (Jakarta: Lentera hati, 2002), 78.
91
Q.S. Al-Kautsar [102]: 8
89
untuk memenuhi kebutuhan makhluk-Nya. Quraisy
Shihab menerangkan berbuat baik dengan lingkungan
hidup memiliki banyak cara seperti merawat kelestarian
alam, jangan menggunakan air berlebihan, memelihara
kebersihan lingkungan, jangan membuang sampah
sembarangan dan lain sebagainya. Peringatan Allah untuk
tidak melakukan tindakan destruktif di planet bumi
faktanya banyak ditemukan di dalam al-Qura>n, hal ini
dikarenakan sikap manusia yang tidak jarang lupa diri
dan lupa terhadap yang menciptanya ketika mendapatkan
suatu nikmat sehingga terjerumus dalam kekufuran.92
Sejalan dengan QS. Ibrahim ayat 7-8 yang berbunyi:
‚Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Dan
Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang
yang ada di muka bumi semuanya
mengingkari (nikmat Allah) Maka
92
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan,
1992), 67.
90
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.‛ 93
Ketiga, anjuran untuk bersikap seimbang artinya
tidak timpang dan sama ukurannya, seperti adanya laki-
laki dan wanita, ada siang dan juga malam dan lain
sebagainya. Hal ini diciptakan tidak lain satu makhluk
dengan makhluk Tuhan lainnya dapat saling berpasangan
dan menghasilkan keseimbangan serta keserasian. Jikalau
keseimbangan dan keserasian tidak diterapkan dalam
berinteraksi terhadap ciptaan Tuhan maka akan terjadi
tabrakan kebutuhan makhluk yang ada muka bumi
sehingga memicu banyak kemungkinan yang terjadi.
Quraisy Shihab menjelaskan la> tufsidu dalam surat al-
Mulk ayat 3-4, menjelaskan bahwa semua sikap yang
diperbuat harus relevan dengan takaran dan
timbangannya agar dapat tercipta keseimbangan dan
keharmonisan antar hubungan sosial masyarakat yang
masing-masing memberikan kelebihan dan menerima
haknya masing-masing yang seimbang. Manusia dituntut
berlaku adil terhadap semua makhluk bukan hanya
terhadap manusia. Interaksi baik terhadap semua
makhluk Allah swt, justru akan mendatangkan reaksi
positif. Oleh karenanya salah satu tuntunan urgen dalam
bersikap terhadap lingkungan ialah kesadaran individual
menjaga keselarasan eksistensi lingkungan dan habitat
tanpa ada sikap merusak. Disebabkan bahwa Yang Maha
Pemilik memperhitungkan hal-hal tertentu dalam
menciptakan segala sesuatu yang berada di alam ini
seperti dalam firman-Nya QS. al-Hijr: 19 yang berbunyi:
93
Q.S. Ibrahim [14]: 7-8
91
‚Dan kami Telah menghamparkan bumi
dan menjadikan padanya gunung-gunung
dan kami tumbuhkan padanya segala
sesuatu menurut ukuran.‛
Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya
tidak sekalipun pernah mengabaikan tentang persoalan
konservasi lingkungan. Untuk dapat melestarikan dan
menjaga keserasian lingkungan hidup, Nabi bersama para
sahabatnya mencontohkan policy dan praktik konservasi
lingkungan, seperti melakukan pengaturan tata kota,
pertumbuhan populasi dan pemeliharaan sumber daya
alam. Kebijakan yang begitu populer pada masa itu
adalah kawasan haram (suatu kawasan diperuntukkan
dalam melindungi sumber daya alam agar tidak
diganggu). Dalam kawasan haram tersebut fasilitas-
fasilitas penampungan air harus dijaga dan dilindungi
kealamiannya. Dan banyak lagi kebijakan Nabi dan para
sahabat dalam rangka melindungi lingkungan dan alam.
Fakta inilah kemudian menunjukkan bahwa Islam sudah
sejak lama memperhatikan serta mempertimbangkan
segala aspek lini kehidupan makhluk hidup salah satunya
terhadap lingkungan dan ekosistem di muka bumi ini.94
94
Kebijakan konservasi alam yang dicontohkan Nabi dan
para sahabat mengambil bentuk berupa pemberlakuan ih{ya> al-mawa>t, h{a>ri>m, dan h{ima>. Konsep praktis itu dalam konteks saat
ini telah berkembang menyesuaikan zaman, tempat regional, dan
budaya. Intinya Nabi dan sahabat telah memperaktekkan suatu
ajaran bahwa menjaga, merawat, dan melindungi alam
merupakan kewajiban agama bagi setiap umat Islam. Kajian
lebih lanjut seputar praktek konservasi terawal yang
dicontohkan Nabi dan sahabat, dapat dilihat dalam dua kajian,
Fachruddin M. Mangunjaya, ‚Lingkungan Hidup dan Konservasi
Alam dalam perspektif Islam‛, dalam Jurnal Islamia, Vol. III, No. 2, 2007.
92
93
BAB III
ISLAMIC GREEN SCHOOL: ALTERNATIF
PEMBELAJARAN DINI KONSERVASI
LINGKUNGAN
Pendidikan lingkungan hidup (PLH)
merupakan salah satu cara mendidik dan mengajar
anak-anak supaya memiliki rasa kesadaran dan
kepeduli an melestarikan alam lingkungan sejak dini.
Dewasa ini, terlihat perilaku masyarakat Indonesia
terhadap alam lingkungannya sudah semakin
melewati batas seharusnya. Bencana longsor, banjir,
kebakaran hutan dan peristiwa reaksi alam lainnya
memakan begitu banyak korban bagi mereka makhluk
yang tak bersalah karena tindakan antagonis dan
keserakahan manusia dalam memenuhi hasrat
kebutuhan hidupnya baik bersifat individu ataupun
kelompok.
Menindak lanjuti permasalah tersebut, maka
pendidikan sebagai lembaga yang mampu menjangkau
seluruh elemen masyarakat perlu menekankan sense kesadaran diri anak didik untuk mencintai lingkungan
dan alamnya dengan melalui pendidikan berwawasan
lingkungan hidup. Penanaman dasar pengetahuan
tentang pemeliharaan lingkungan hidup menjadi
fondasi dan solusi sejak dini agar anak-anak mampu
bersikap dan berinteraksi dengan alam lingkungan
hidupnya dengan bijaksana dan arif. Kolaborasi
kontruksi pendidikan spiritual dan wawasan ekologi
mempunyai peran yang strategis dalam menjadikan
anak-anak sebagai hamba Allah yang bukan hanya
mementingkan dan memperhatikan urusan yang
bersifat materi tetapi juga mampu menguatkan
pemahaman dan pengenalan lebih mendalam
mengenai Rabb-nya.
94
Dalam hal inilah, SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere sebagai sekolah
adiwiyata yang berusaha menjembatani generasi-
generasi dini handal yang bukan hanya menekankan
aspek akademik dan hasil, akan tetapi juga berusaha
semaksimal mungkin mendidik anak-anak di sekolah
tentang kepekaan serta kesadaran dalam memahami
situasi-situasi kondisi sosial masyarakat khususnya
pada masalah yang berkenaan dengan lingkungan
hidup.
A. Gambaran Umum Sekolah Hijau
Green School adalah salah satu sekolah yang
memiliki policy positif dalam pendidikan lingkungan
hidup. GS sekolah yang selalu berusaha
mempertimbangkan segala aktivitas kegiatan
sekolahnya baik dalam internal proses belajar
mengajar maupun sisi eksternalnya selalu melibatkan
dan memperhatikan aspek-aspek lingkungan di
sekitarnya. Sekolah hijau berkomitmen dan berusahan
secara teratur dalam menumbuhkan program-program
unggulan kegiatan sekolah untuk membumikan nilai-
nilai lingkungan ke dalam segala kegiatan sekolah.
Seperti “program hijau” yang dikembangkan melalui
lima aktivitas utama: kurikulum berwawasan
lingkungan, penambahan kualitas kawasan sekolah
dan lingkungan sekitarnya, pendidikan berbasis
komunitas, sistem pendukung yang ramah
lingkungan, dan manajemen sekolah berwawasan
lingkungan.1
1Sarwono, Pengintegrasian Materi Pelestarian Lingkungan
Hidup ke Dalam Bidang Studi Biologi, PPKN, Ekonomi dan Geografi di SMP Malang. (Malang:Lemlit IKIP Malang, 1997).
68.
95
Islamic Green School memiliki landasan bahwa
manusia sebagai khalifah di atas muka bumi harus
dapat melaksanakan perintah Allah swt dalam
memakmurkan bumi dengan menebarkan segala
kebaikan terhadap sesama makhluk Tuhan lainnya
(bukan hanya sesaman manusia akan tetapi terhadap
tumbuhan, hewan dan lingkungan dalam lingkup kecil
maupun besar). Manusia sebagai pengguna sekaligus
pemelihara alam dan lingkungan juga harus
memberikan manfaat terhadap makhluk Tuhan
lainnya atau melakukan perbuatan yang seimbang di
bumi, bukan melakukan suatu pengrusakan tanpa
perbaikan. Sebagaimana dalam Qura>n surat al-An’am
ayat 165:
“Dan dia lah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di bumi dan dia
meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. 2
2 Q.S. Al-An’am [6]: 165
96
Sekolah hijau merupakan program adiwiyata3
yakni program pendidikan yang berusaha
mengantarkan individu untuk bersikap peduli
lingkungan hidup. Adiwiyata ini merupakan salah
satu program dan kebijakan pendidikan lingkungan
hidup yang sudah disetujui pada tanggal 19 Februari
2004 oleh empat kementerian: Departemen
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH),
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
Agama, dan Departemen Dalam Negeri. Kebijakan
yang telah disepakati ini sebagai pedoman dasar bagi
para penanggung jawab dalam usaha meningkatkan
wawasan serta pemahaman masyarakat terhadap
pelestarian fungsi lingkungan hidup. 4
Basis prinsipal program Adiwiyata meliputi dua
hal. Pertama partisipatif yaitu seluruh komunitas
sekolah terlibat dalam manajemen sekolah
(perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi relevan
dengan tanggung jawab dan peran). Kedua,
berkelanjutan artinya secara menyeluruh program
kegiatan di GS dilaksanakan secera terencana dan
continuitas.
Handoyo menjelaskan bahwa greening school secara konseptual dapat diartikan sebagai sebuah
program pendidikan yang memiliki tujuan untuk
menumbuhkan perilaku pro-lingkungan hidup pada
3Adiwiyata juga merupakan upaya pemerintah untuk
memberikan edukasi kepada rakyat agar memiliki kepekaan dan
kesadaran pada lingkungan hidup. Lihat Tim Adiwiyata Tingkat
Nasional, Panduan Adiwiyata: Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan”,
4Tim Adiwiyata Tingkat Nasional, Panduan Adiwiyata
Sekolah Perduli dan Berbudaya Lingkungan. Kerjasama
Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2011.
97
diri siswa siswi, pendidik dan kepala sekolah
mengenai masalah lingkungan hidup yang terdapat di
sekolah maupun lingkungan hidup di sekitarnya.
Sekolah hijau memiliki empat prinsip yakni:5 pertama
greening school dapat diimplementasikan baik
diperkotaan maupun diperdesaan, atau di pegunungan
maupun pantai, atau di kawasan pertanian maupun
industri. Konsep greening school ini disebut sebagai
bebas dari ruang (free of space). Kedua, sekolah hijau
adalah konsep yang bersifat pro-aktif, artinya konsep
ini tidak perlu dilakukan secara enforsi, akan tetapi
berjalan secara natural atau alami, berdasarkan
kesiapan dan kebutuhan bersama warga sekolah.
Ketiga, sekolah hijau memiliki orientasi agar
dapat menumbuhkan sikap kesadaran pro-lingkungan
hidup siswa di sekolah dan sekitarnya sebagai bagian
dari keseluruhan masalah lingkungan secara global.
Konsep ini mengajak komponen penting dari pada
sekolah (para guru dan kepala sekolah) untuk berpikir
secara umum dan bertindak secara lokal. Keempat,
sekolah hijau merupakan nilai yang berubah. Konsep
ini dinamis berorientasi pada masa lalu, tetapi
kenyataannya beranjak pada situasi obyektif yang ada
dan berupaya untuk memperbaiki secara empirik.
Banyak masyarakat di luar salah persepsi dengan
beranggapan bahwa yang dinamakan sekolah hijau
ialah sekolah yang memiliki lapangan hijau, yang
memiliki koleksi tanaman hijau atau yang bangunan
sekolahnya hijau atau mengkoleksi hal-hal yang
bernuansa hijau dan sebagainya. Anggapan seperti itu
tentunya tidaklah benar, karena untuk mendirikan
5B. Handoyo, Model Sekolah Hijau Berbasis Sekolah
Setempat Di Sekolah Dasar Sekitar Sungai Bango Sawojajar Malang, (Malang: Lemlit Universitas Negeri Malang), 2002, 27.
98
sebuah sekolah hijau itu sendiri diperlukan beberapa
hal atau disebut dengan kategori pokok yang bisa
dikatakan dengan sekolah hijau. Syarat-syarat sekolah
hijau yang dapat disebut dengan sekolah adiwiyata
yakni memiliki beberapa bagian program yang
terpadu: Pertama, memiliki kebijakan berwawasan
lingkungan. Program adiwiyata muncul berdasarkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
2/2009 mengenai panduan pelaksanaan program
adiwiyata yang disempurnakan menjadi Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup RI No. 05/2013 yang
membahas tentang pedoman pelaksanaan program
adiwiyata. Peraturan tersebut merupakan strategi
PLH untuk mewujudkan sustainable development. Demi kelancaran
Kebijakan Berwawasan Lingkungan Hidup di
sekolah adiwiyata
Tabel 1.3
Standar Implementasi Pencapaian
Kurikulum
memuat
kebijakan
upaya
perlindungan
& pengelolaan
lingkungan
hidup
1. Visi, misi &
tujuan sekolah
memuat
kurikulum PLH
2. Dalam
kurikulum
terdapat materi
ajar mulok dan
pengembangan
diri terkait PLH
3. Pelaksanaan
PLH dalam
pelajaran wajib,
mulok, dan
pengembangan
Ada visi, misi,
tujuan sekolah
yang memuat
PLH.
Kurikulum
memasukkan
PLH dalam
pembelajaran
wajib, mulok
&
pengembangan
diri. Adanya
ketuntasan
minimal
belajar untuk
99
diri harus
dilengkapi
dengan
ketuntasan
minimal
belajar. (dapat
dilihat pada
lampiran)
PLH dalam
pelajaran
wajib, mulok
&
pengembangan
diri
Menerapkan kurikulum berbasis lingkungan hidup
yakni berupaya mengembangkan dan
mengintegrasikan materi ajar dengan pendidikan
lingkungan hidup. Dalam pelaksanaan kurikulum PLH
guru dan siswa pada praktik pembelajaran pendidikan
lingkungan hidup memiliki standarisasi masing-
masing.6 Sedangkan kegiatan lingkungan berbasis
partisipatif yang dimaksud dalam syarat pokok
sekolah Adiwiyata artinya melakukan kegiatan yang
dilaksanakan oleh warga sekolah secara bersama-
sama. Jika tidak terdapat kegiatan berbasis
partisipatif (bersama-sama), maka pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup tidak dapat dikatakan
sebagai“ Adiwiyata” karena dilakukan secara
individual. Contok kegiatan berbasis pertisipatif ialah
seperti: membersihkan halaman sekolah,
membersihkan kebun setiap grade, membuat karya
dari barang bekas, membuat kompos, melakukan
persemaian dan kegiatan lain sebagainya.
6Standarisasi guru dan murid tersebut dapat dilihat pada
lampiran-lampiran. Standarisasi guru yakni kompetensi yang
harus dimiliki guru dalam mengembangkan kegiatan PLH.
Sedangkan standarisasi siswa mampu melakukan kegiatan
pembelajaran mengenai PLH.
100
Standarisasi Kegiatan Berbasis Partisipatif
Tabel 1.4
No Indikator Nilai
Maks
Nilai
0,5 1 2
1 Warga sekolah telah
dapat memelihara dan
merawat sarana dan
prasarana, gedung dan
lingkungan sekolah
2 Min
50%
lokasi
terawat
Min 75%
lokasi
terawat
Min 90%
lokasi
terawat
2 Warga sekolah telah
dapat memanfaatkan
lahan dan fasilitas
sekolah sesuai kaidah
PLH
2 Min
25%
lokasi
pemanfa
atan
lahan
sekolah
Min 50%
lokasi
pemanfaa
tan lahan
sekolah
Min 75%
lokasi
pemanfa
atan
lahan;
sekolah
3 Warga sekolah telah
mengembangkan kegiatan
ekstra kurikuler terkait
PLH
2 Min 3
bentuk
kegiatan
ekstraku
rikuler
Min 5
bentuk
kegiatan
ekstrakuri
kuler
Min 7
bentuk
kegiatan
ekstrakur
ikuler
4 Guru dan siswa telah
melakukan kreatifitas dan
inovasi terkait PLH
2 Min 3
kreativit
as &
inovasi
guru
dan
siswa
Min 5
kreativita
s &
inovasi
guru dan
siswa
Min 7
kreativit
as &
inovasi
guru dan
siswa
5 Guru dan/atau siswa
mengikuti kegiatan
mengenai lingkungan
hidup yang diadakan oleh
pihak luar.
2 Min 3
kegiatan
aksi LH
Min 5
kegiatan
aksi LH
Min 10
kegiatan
aksi LH
101
Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan
artinya banyaknya dan kualitas SARPRAS di sekolah
Adiwiyata harus berstandar sesuai dengan
PERMENDIKNAS No. 24/2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana dari SD/MI-SMA/MA.
SARPRAS yang ada di Sekolah Adiwiyata bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan warga sekolah dan
mendukung kegiatan PLH, seperti membuat kompos,
rumah jamur dan sebagainya. SARPRAS harus
dipelihara sesuai standar yakni ramah lingkungan dan
sehat. Contohnya tempat belajar mendapatkan
penerangan dan pengaturan udara yang cukup. Ruang
dipelihara oleh seluruh warga sekolah dengan
menertibkan jadwal piket. Selain itu, penghematan
penggunaan listrik dan air secara efisien,
pemeliharaan kebun dan lain sebagainya.7
Keunggulan dari program adiwiyata yang
dilaksanakan ini ialah dapat; Mendukung pencapaian
standar kompetensi (KD dan SKL) baik pendidikan
level dasar ataupun menengah; Meningkatkan
efesiensi penggunaan dana operasional sekolah
dengan cara penghematan dan pengurangan konsumsi
dari berbagai sumber daya dan energi; Menciptakan
kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar
mengajar yang lebih nyaman dan kondusif,
Menjadikan tempat pembelajaran nilai-nilai
pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
baik dan benar bagi warga sekolah dan masyarakat
sekitar; Meningkatkan upaya perlindungan hidup
melalui kegiatan pengedalian pencemaran,
7Panduan Adiwiyata “Sekolah Peduli dan Berbudaya
Lingkungan”, Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
102
pengendalian kerusakan dan pelestarian fungsi
lingkungan sekolah.8
Salah satu yang menjadi ciri sekolah adiwiyata
dalam melestarikan lingkungan ialah menerapkan
prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dalam berbagai
rutinitas kehidupan sehari-hari. Dengan tujuan untuk
mengurangi meluapnya sampah yang berserakan,
membuka lapangan pekerjaan produktivitas dan
menjadikannya sebuah karya.9
Tujuan didirikannya sekolah hijau pada
umumnya: Membentuk peserta didik di sekolah
memiliki sikap kepeduli an dan membiasakan budaya
lingkungan yang mampu berpartisipasi dalam usaha
melestarikan lingkungan serta sustainable developmnet bagi kebutuhan generasi sekarang
maupun yang akan datang; Mewujudkan warga
sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan melalui tata
kelola sekolah yang baik untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan; partisipatif komunitas
sekolah terlibat dalam manajemen yang meliputi
keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian selaras dengan tanggung jawab dan peran;
seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan
terus menerus secara menyeluruh.10
8B. Handoyo, Model Sekolah Hijau Berbasis Sekolah
Setempat Di Sekolah Dasar Sekitar Sungai Bango Sawojajar Malang, (Malang: Lemlit Universitas Negeri Malang), 2002, 27.
9Yuni Puspitawati, Mardwi Rahdriawan, “Kajian
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat dengan Konsep 3R
(Reduce, Reuse, Recycle) di Kelurahan Larangan Kota Cirebon.
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Volume 8 (4),
Desember 2012. 349-359. 10
Zayd Sayfullah, Sekolah ramah hijau, (Bogor: Dompet
Dhuafa Makmal Pendidikan, 2013), 59.
103
Begitupun kegiatan-kegiatanyang diseleggarakan
di sekolah hijau, seperti kegiatan yang bertema
tentang “sampah”memiliki tujuan untuk memberikan
wawasan (insight) tentang lingkungan. Sehingga
kegiatan sekolah ini mampu mengantarkan peserta
didik memiliki sense kesadaran dini tentang
persoalan-persoalan lingkungan hidup yang semakin
hari semakin meningkat.
B. Profil Sekolah Hijau Islam: SD Al-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere
Berawal dari sebuah persoalan krisis lingkungan
yang menimpa umat Islam serta minimnya kesadaran
masyarakat muslim dalam memanfaatkan SDA
lingkungan yang terhampar, mengantarkan pendiri
Yayasan Al-Ridha Al-Salaam untuk merintis sebuah
sekolah yang dinamakan sekolah hijau
Islam.11
Sekolah hijau Islam yang bernamakan “Al-
Ridha Al-Salaam”berlokasikan di Cinere itu yang
didirikan pada tahun 2009, merupakan bagian dari
lembaga pendidikan swasta yang bertempatkan di
Jalan PLN Raya No. 79 Gandul Cinere. Sekolah hijau
Islam ini berusaha membangun landasan yang baik
bagi perkembangan kemampuan anak didik selaras
dengan yang telah dirumuskan oleh penyelenggara
pendidikan dasar dan menengah yang dinyatakan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010,
tentang pengelolaan pelaksanaan pendidikan yang
bertujuan menjadikan peserta didik manusia yang: 1)
BerIMTAQ kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
luhur, dan berkepribadian mulia, 2) Berilmu, cakap,
kreatif, kritis dan inovatif, 3) Memiliki tubuh dan
11
Hasil Wawancara dengan Ketua Yayasan Hj. E. Melany.
SH. MH Al-Ridha Al-Salaam IGS Cinere di ruang guru.
104
pikiran yang sehat, mandiri, dan percaya diri, 4)
Toleran sesama manusia, peka sosial, demokratis, dan
bertanggung jawab.
Sekolah hijau Islam ini memiliki visi dengan
menjadikan Ar-Ridha al-Salaam Islamic Green school sebagai suatu lembaga pendidikan Islam modern yang
berwawasan lingkungan, asri, nyaman, dan bernuansa
Islam, agar membentuk insan yang berkarakter kuat,
cerdas, beriman, dan bertaqwa kepada Allah swt. Visi
ini telah dipahami oleh warga sekolah dengan
meringkasnya menjadi sebuah motto “Be Moslem, Be Creative, Be Green, Bilingual”.
12
Motto Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
Gambar 2.1
Selain visi yang integratif dengan lingkungan,
sekolah hijau Islam Cinere memiliki misi;
Mempersiapkan generasi anak-anak yang sehat;
Memiliki anak didik yang berpengetahuan luas,
cerdas, kreatif, dan peduli lingkungan; Percaya diri
secara kecerdasan (intelektual), emosional dan
spiritual dengan mengenalkan anak pada alam sekitar;
Mengenalkan kepada peserta didik kedisiplinan (tata
12
Dokumentasi Profil SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
Be Moesle
m
Be Creative
Be Green
Billingual
105
tertib); dan Memberikan peluang kepada anak untuk
menikmati masa-masa bermain dan belajar.13
Adanya visi, misi, dan motto di atas, maka tujuan
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School adalah:
menjadikan Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School sebagai sekolah unggulan di Depok,
membangun generasi masa depan yang dapat
mengelola dan mengkonservasi bumi, mewujudkan
pencapaian pendidikan berkualitas dengan perolehan
hasil ujian nasional terbaik, mewujudkan disiplin dan
dedikasi yang tinggi dari guru dan murid, manifestasi
lingkungan sekolah yang bernuansa dan berbudaya
islami, mewujudkan lingkungan dan budaya sekolah
yang berwawasan lingkungan, asri, dan alami,
Terwujudnya Sekolah Dasar yang berkarakter peduli
lingkungan melaui 3 R (reuse, reduce, recycle) dan 6
R (Rajin, Rapi, Rawat, Resik, Riang, Ringkas),
terwujudnya kerjasama yang baik dan harmonis
antara warga sekolah dengan masyarakat sekitar.14
Potensi dari visi, misi serta motto yang dimiliki
SD Al-Ridha Al-Salaam Cinere adalah menjadikan
sekolah SD Al-Ridha Al-Salaam Cinere internasional
Islamic Green School, meningkatkan literasi al-
Quran, mendapatkan gelar adiwijaya eco-Asean,
menjadi sekolah tahfidz unggulan, membentuk pribadi
yang islami, mendapatkan beragai juara diberbagai
bidang seni.15
Kesimpulan besarnya bahwa sekolah
hijau menginginkan anak-anak didik memiliki
13
Dokumentasi Profil SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
14
Dokumentasi Profil SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
15
Dokumentasi SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
106
kesadaran ekologi yang tinggi karena melihat
miskinnya pengetahuan, pemahaman, dan sikap
ekologi yang terjadi di masyarakat sehingga
pendidikan sebagai lembaga besar harus ikut andil
dalam mencari solusi dalam permasalahan krisis
lingkungan ini.
Konsep pembelajaran di sekolah hijau islam ARAS
Cinere
Gambar 2.2
Gambar di atas mengartikan bahwa kebijakan
dan kurikulum berwawasan lingkungan, program
kegiatan, sarana dan prasarana yang ada di sekolah
semuanya diarahkan untuk membentuk perilaku
ekologis atau sikap pro-lingkungan hidup anak didik.
C. Proses Pembelajaran Berwawasan Ekologi
1. Kurikulum Pembelajaran
Kurikulum merupakan bagian komponen
penting dalam suatu kegiatan belajar mengajar.
Pada artian yang sangat sempit, banyak yang
memaknai kurikulum sama dengan muatan
materi ajar atau sekelompok materi pelajaran
yang harus diselesaikan oleh setiap siswa untuk
memperoleh ijazah. Namun seiring
berkembangnya zaman, kurikulum terus
mengalami perluasan definisi. Caswel dan
kesadaran ekologis
kebijakan berwawasan lingkungan
kurikulum berwawasan linkungan
program kegiatan
sarana dan prasarana
107
Campbell mengartikan kurikulum sebagai
penguatan pada semua pengalaman belajar yang
diterima siswa-siswi dan mempengaruhi
pertumbuhan pribadinya.16
Doll menyatakan bahwa “the commonly accepted definitions of the curriculum has changed to all the experiences wich are offered to learners under the auspices or direction of the school”. Kurikulum bukan sebatas berkaitan
dengan muatan materi ajar dari setiap mata
pelajaran, akan tetapi mempengaruhi seluruh
aspek yang ada di sekolah baik pendidik, kepala
sekolah, buku yang digunakan untuk belajar,
ruangan kelas, alat pelajaran dan lain sebagainya.
Atau dengan istilah populer yang dikembangkan
oleh Patmonedowo “kurikulum meliputi berbagai
sisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah”.17
Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere menerapkan kurikulum
pembelajaran K-13. Karena di dalam kurikulum
2013 khususnya setiap lulusan satuan pendidikan
dasar dan menengah memiliki kompetensi pada
tiga dimensi yakni sikap, pengetahuan,dan
keterampilan. Penguasaan dimensi sikap pada
setiap peserta didik, setidaknya mencerminkan
perilaku yang; Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa; Memiliki jiwa yang
berkarakter, jujur, dan peduli; Bertanggung
jawab; Belajar sejati sepanjang hayat;
Mempunyai tubuh sehat jasmani dan rohani
16
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), 35.
17
Ronald C. Doll, Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. (New York: The Ronald Press, 2008), 45.
108
sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan
alam sekitar, bangsa, dan negara.18
Dimensi keterampilan yang harus dikuasai
oleh peserta didik SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School yakni memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak: produktif,
kreatif, kritis, kolaboratif, mandiri, dan
komunikatif dengan cara melalui pendekatan
saintifik dan mempertimbangkan tahap
perkembangan anak yang sesuai dengan tugas
yang diberikan. Tingkat untuk dimensi afektif
dan psikomotorik antar level pendidikan harus
memperhatikan: perkembangan psikologi anak,
lingkup dan kedalaman, kesinambungan, fungsi
satuan pendidikan dan lingkungan.
Di samping menerapkan kurikulum nasional
(kurikulum K-13), SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere juga menerapkan
kurikulum berwawasan lingkungan hidup. Isi dari
kurikulum pembelajaran ini memiliki tujuan
untuk meningkatkan wawasan atau pengetahuan,
psikomotorik dan ecological awareness warga
sekolah akan pentingnya memelihara lingkungan
hidup sekitar. Dengan menerapkan kurikulum
berwawasan lingkungan hidup ini, maka anak-
anak sudah terbiasa untuk merawat dan menjaga
lingkungan, mempunyai fondasi dasar yang kuat
dalam mencintai lingkungan. Dalam penerapan
kurikulum berwawasan lingkungan hidup proses
pembelajaran di sekolah selalu dikolaborasikan
dengan lingkungan. Seluruh muatan materi dan
18
Dokumentasi SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
109
program aktivitas kegiatan di SD ARAS yang
dilaksanakan di sekolah semuanya selalu
dikaitkan dengan lingkungan.
Fungsi dari dua kurikulum yang diterapkan di
SDN Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere baik kurikulum K-13 dan kurikulum
berwawasan lingkungan hidup ialah:
a. Untuk input kognitif
kurikulum merupakan alat dianggap dapat
mengembangkan kemampuan kecerdasan
anak, yaitu pengembangan potensi logik
untuk menghadapi dan problem solving yang akan dihadapi.
b. Kurikulum sebagai proses pembuktian diri
Artinya alat yang bisa memfasilitasi anak
didik agar dapat berkembang sesuai dengan
minat dan bakatnya yang ada pada dirinya
sehingga membuat setiap individu anak bisa
mengetahui terhadap dirinya sendiri dan
tumbuh sebagai dirinya sendiri.
c. Sebagai proses peragaan di dalam sosial
Yakni sarana untuk membekali siswa-siswi
dengan segala potensi dalam menghadapi
kehidupan bermasyarakat yang tidak saja
berusaha beradaptasi dengan “kehidupan”
yang telah ada, tetapi juga secara
pembaharuan dan memiliki daya cipta untuk
mengembangkan kehidupan ke arah yang
lebih produktif dan bernilai.
d. Sebagai input program akademik
Yakni kurikulum dipandang sebagai media
dan ruang belajar, di mana dari kegiatan
belajar yang telah diprogram dalam
kurikulum, anak-anak dapat memperoleh
pengetahuan yang dapat membekali
110
kemampuan untuk bisa “survive” dalam
zaman yang dilaluinya.19
Dari dua penerapan kurikulum di SD ARAS
Islamic Green School, diharapkan peserta didik
dapat memenuhi segala sisi, tidak terkecuali
dalam memahami permasalahan-permasalahan
sosial khususnya problema krisis lingkungan
yang marak terjadi di masyarakat.
2. Metode Pembelajaran
Metode belajar adalah bagian dari salah satu
kunci keberhasilan dalam sebuah proses belajar
dan mengajar di sekolah guna memudahkan
pemahaman siswa terhadap materi ajar di
sekolah. Sebagaimana penyataan“al-T}oriqotu Ahammu Min al-Maddah” metode lebih penting
dari pada materi. Artinya para guru di sekolah
perlu menerapkan berbagai metode pengajaran
yang relevan dengan muatan materi yang akan
diajarkan. Berlandaskan pada pernyataan ini, SD
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere sangat memperhatikan bahkan
mewajibkan kepada setiap guru untuk
menggunakan berbagai metode pembelajaran
yang variatif dan inovatif di dalam aktivitas
belajar mengajar di kelas. Guru bisa
menggunakan berbagai metode yang disesuaikan
tema materi ajar agar dapat tercapai tujuan dari
pembelajaran. Selain itu, hal ini dilakukan
supaya pembelajaran di kelas tidak monoton,
menarik minat belajar siswa, dan anak-anak di
kelas dapat belajar dengan senang dan mudah
19
Dokumentasi Kurikulum SD AL-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
111
memahami subtansial dari bahan ajar. Fakta
lapangannya guru bebas mengunakan metode
pengajaran apapun, tanpa membatasi sedikitpun
penggunaan-penggunaan metode pengajaran
tertentu dalam proses KBM di sekolah.20
3. Peserta didik dan Guru
Student (siswa) ialah bagian dari anggota
masyarakat yang berupaya untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki dalam
dirinya melalui proses pembelajaran pada jalur
pendidikan formal maupun non-formal baik jenis
pendidikan tertentu. Dalam setiap sekolah tentu
memiliki jumlah peserta didik yang berbeda-
beda. Begitupun SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere. Jumlah peserta didik SD
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere pada tahun ajaran 2018/2019 memiliki
jumlah peserta didik 309 orang.
Jumlah Peserta DidikTahun Ajaran 2018/2019
Tabel 1.5
SD K-1 SD K-2 SD K-3 SD K-4 SD K-5 SD K-6
L P L P L P L P L P L P
38 29 35 35 22 17 17 13 26 20 28 29
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa secara
keseluruhan jumlah peserta didik laki-laki adalah
166 orang, sedangkan peserta didik perempuan
berjumlah 143 orang. Untuk data penerimaan
20
Hasil wawancara dengan guru PAI kelas 6 pada tanggal
29 Maret 2019 di Mushalla SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
112
siswa ditahun ajaran 2018/2019 sebanyak 102
orang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan.
Adapun untuk guru atau pendidik SD Ar-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere tahun
ajaran 2018/2019 berjumlah 36 orang yang terdiri
dari 10 guru laki-laki dan 16 guru perempuan
dengan uraian di bawah ini:
Jumlah Pendidik dan Admin
Tabel 1.6
No Tipe Guru Jumlah
1 Kepala Sekolah 1
2 Guru Tetap Yayasan 17
3 Guru Tidak Tetap 18
4 Admin 5
4. Struktur Mata pelajaran
Susunan mata pelajaran yang diajarkan di SD
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School meliputi mata pelajaran wajib dan muatan lokal.
Mata pelajaran wajib dari kelas I sampai kelas VI
meliputi: Pendidikan agama Islam dan Budi
Pekerti, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika,
IPA, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Seni Budaya dan Prakarya,
Pendidikan jasmani, Olahraga dan kesehatan.
Sedangkan untuk mata pelajaran muatan lokal
yang dipilih para penanggung jawab SD Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
ditetapkan berdasarkan ciri khas yang ada di
wilayah temapt sekolah, potensi, dan keunggulan
daerah, serta kesediaan lahan, sarana prasarana,
dan tenaga pendidik. Sasaran materi muatan
lokal adalah penguatan kewirausahaan dan
penanaman nilai-nilai budaya sesuai dengan
113
lingkungan. Nilai-nilai kewirausahaan yang
dikembangkan antara lain: eksplorasi, inovasi,
kreatif, kemandirian, berpikir kritis, komunikasi,
dan memiliki etos kerja. Nilai-nilai budaya yang
dimaksud antara lain disiplin, kejujuran,
tanggung jawab, kepekaan terhadap lingkungan
dan kerjasama.
Penguatan nilai-nilai kewirausahaan dan
budaya tersebut diintergrasikan di dalam proses
KBM di kelas. Adapun mata pelajaran muatan
lokalnya: seperti bahasa Inggris. ICT, PLH,
bahasa Arab, dan musik.
5. Kegiatan Sekolah Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakulikuler adalah sebuah
aktivitas pengayaan dan perbaikan yang
berkenaan tentang program kokulikuler dan
intrakurikuler. Kegiatan ini bisa dijadikan
sebagai tempat bagi peserta didik yang
mempunyai kecenderungan minat mengikuti
kegiatan tersebut. Kegiatan ekstrakurikuler akan
dibimbing dan dilatih oleh guru yang mampu
membentuk sikap baik peserta didik terhadap
kegiatan yang diikuti oleh peserta didik.21
Sekolah Dasar Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere memiliki kegiatan
ekstrakulikuler yang dilaksanakan di sekolah
maupun di luar sekolah. Ini bertujuan supaya
peserta didik dapat memperbanyak dan
memperluas pengetahuan diri masing-masing dan
juga dapat membantu memotivasi pembinaan
21
Dokumentasi SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
114
sikap dan nilai-nilai. Adapun tujuan khusus
lainnya ialah:
a. Siswa dapat mendalami dan memperluas
psikomotorik tentang hubungan antar
berbagai materi pelajaran, bakat dan minat,
serta menyempurnakan upaya pembinaan
manusia seutuhnya yang: beriman bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkepribadian yang mantap dan mandiri,
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, sehat rohani dan jasmani,
memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
b. Siswa diharapkan mampu memanfaatkan
pendidikan dengan kepribadian serta
mengaitkan pengetahuan yang diperolehnya
dalam program kurikulum dengan kebutuhan
dan keadaan lingkungan. 22
Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang
dilaksanakan di SD Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere: Pramuka, Melukis,
English, Tahfidz, Tari, Sains Club, Gitar, Soccer, Marawis, Robotic, Marching Band, Teater, Silat,
Renang, Design Grafis.
6. Sumber Belajar
Sumber belajar atau learning resources yakni
seluruh yang dikatakan dapat mendukung proses
pembelajaran sehingga mampu memberikan
perubahan ke arah positif. Arif S. Sadiman
mengemukakan sumber belajar adalah segala
sesuatu yang berada di luar yang memungkinkan
22
Dokumentasi SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, diambil tahun 2018.
115
terjadinya proses belajar mengajar. Sumber
belajar dapat berupa guru, buku, film, majalah,
laboratorium ataupun peristiwa memungkinkan
dapat merubah individu dari yang tidak tahu
menjadi tahu, mengerti, terampil, dan mampu
membedakan baik dan buruk.
Dalam rangka tersebut, maka Sekolah Dasar
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School memiliki beberapa sumber belajar di antaranya
ialah: buku paket, buku referensi, perpustakaan,
alat peraga serta sarana prasarana penunjang
lainnya.
7. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Setiap sekolah memerlukan sarana prasarana
pendukung pendidikan. Tujuan dari sarana
prasarana adalah untuk memberikan kemudahan
dan kelancaran dalam suatu pelaksanaan baik
dalam formal maupun informal yang dapat
berupa benda. Sarana dan prasarana dalam
sebuah lembaga pendidikan dapat juga disebut
dengan fasilitas belajar. Nana Syaodih
menyatakan bahwa fasilitas belajar adalah semua
yang dibutuhkan dalam kegiatan proses belajar
mengajar baik bergerak maupun yang tidak
bergerak agar tujuan dari pendidikan berjalan
dengan teratur, efektif, lancar dan efisien.
Dalam hal ini sekolah SD Al-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School memiliki beberapa
sarana dan prasarana penunjang belajar siswa-
siswi di sekolah yang terdiri dari keadaan ruang,
alat-alat pendidikan, dan perpustakaan.
116
Keadaan Ruang
Tabel 1.7
Jenis Ruangan Jumlah Luas Kondisi Ket
B S B
R. kelas 15 15
R. Guru 1 1
R.UKS 1 1
Toilet 6 6
Alat-alat Pendidikan
Tabel 1.8
Jenis Alat Jumlah Kondisi Ket
B S B
IPA, Matematika
Alat Komputer\ 25 25
Sound, Radio, Kaset 1 1
Perpustakaan
Tabel 1.9
Jenis Buku Jumlah Kondisi Ket
B S B
Buku Fiksi 720 720
Buku
Nonfiksi
273 273
Buku
Referensi
154 154
Bahan
Audio/Visual
50 50
117
SARPRAS Ramah Lingkungan
Tabel 1.10
Jenis SARPRAS RL Jumlah Kondisi Ket
B S B
Kebun setiap grade 6 6
Rumah kompos 1 1
Tempat peternakan 2 2
Rumah nursery 1 1
Tempat sampah
organik dan anorganik
20 20
Apotik hidup 1 1
Hidroponik 3 3
Rumah jamur 1 1
Dengan ini Sekolah Dasar Al-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School memasuki kriteria
yang relevan dengan peraturan pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang SNP (standar
nasional pendidikan) bab tujuh standar sarana
dan prasarana, pasal 42 yang menyatakan:
Pertama, setiap satuan pendidikan harus
memiliki sarana yang di dalamnya perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku
dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Kedua, setiap satuan pendidikan
wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, kantin, instalansi daya dan jasa, tempat
olahraga, beribadah, bermain, berkreasi, dan
tempat lain yang dapat menunjang proses belajar
mengajar yang teratur dan berkelanjutan.
118
D. Atmosfir Sekolah Hijau Islam: Ar-Ridha Al-
Salam Islamic Green School Cinere
Sekolah Dasar Al-Ridha Al-Salaam Cinere
merupakan sekolah “adiwiyata” yakni sekolah
yang memiliki kepedulian dengan lingkungan
yang sehat, bersih serta lingkungan yang asri.
Adanya program adiwiyata diharapkan seluruh
masyarakat di sekitar sekolah dapat menyadari
bahwa lingkungan hidup adalah lingkungan yang
sehat bagi kesehatan tubuh kita. “Adi” yang
berarti besar, agung, baik, ideal atau sempurna.
Sedangkan wiyata artinya tempat itu digunakan
oleh setiap orang untuk mendapatkan wawasan ,
norma, dan etika.
Sekolah yang berkonsepkan adiwiyata ini
tidak hanya unggul dalam hal yang berkenaan
dengan pro-lingkungan hidup, akan tetapi unggul
dalam bidang sains dan bahasa. Sekolah hijau
Islam memiliki guru-guru yang ramah dan
tanggap akan kepeduli an terhadap lingkungan.
Sama halnya dengan anak-anak didiknya di
sekolah, merekapun begitu sangat dekat dengan
alam dan lingkungan mereka. Dalam kegiatan
proses belajar mengajar anak-anak tidak memiliki
seragam formal. Anak-anak bebas memakai baju
apapun dengan syarat rapi, bersih, dan sopan.
Suasana sekolah Hijau SD Al-Ridha Al-
Salaam Cinere yang bertempat di Cinere ini
memiliki lingkungan hijau yang nyaman, sejuk
dan asri. Selain didapati lapangan hijau, di SD Al-
Ridha Al-Salaam Sekolah Hijau Islam Cinere,
dapat ditemukan banyak pepohonan, tanaman
didalam pot, dan peternakan seperti burung,
ayam, bebek, dan hewan peliharaan lainnya.
Anak-anak di usia dini diajarkan untuk mencintai,
119
merawat, dan menjaga lingkungan hidupnya agar
peduli dengan keadaan atau permasalahan sosial.
Relevan dengan yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa untuk menjadi sekolah hijau
ialah harus memenuhi empat pokok syarat yakni
memiliki pengetahuan hijau, sikap hijau,
keterampilan hijau, dan lingkungan hijau.
Sebagaimana yang diamati di lapangan nampak
jelas bahwa anak-anak didik dan guru-guru di
ARAS masing-masing telah memenuhi setiap
unsur komponen tersebut baik pengetahuan hijau,
sikap hijau, keterampilan hijau dan lingkungan
hijau. Kondisi-kondisi tersebut membuktikan
bahwa gambaran-gambaran tersebut real adanya
di sekolah hijau Islam ARAS Cinere.
Suasana tempat belajar atau ruangan kelas
anak-anakpun di desain dan diatur semenarik
mungkindengan tema-tema yang diusulkan oleh
masing-masing kelas. Hamparan rumput hijau di
depan teras ruang kelas membuat anak-anak
menjadi semakin betah berlama-lama di sekolah.
Peserta didik diberi kebebasan dalam
mengekplorasi minat dan bakat sesuai dengan
kemampuaannya masing-masing. Mayoritas anak-
anak ketika jam istirahat, selalu berada di kebun
kelasnya masing-masing (memberi makan hewan
peliharaan, merawat kebunnya) dan sering
bermain di lapangan hijau.
Menariknya di Sekolah hijau ARAS ini,
lingkungannya sangat sejuk dan natural karena
masih banyak ditemukan lahan-lahan hijau,
walaupun ada bagian yang di paving block seperti
area parkir dan area mushalla, namun suasana
hijau semakin membuat penghuni di ARAS sejuk,
120
asri, dan ramah akan lingkungan pun tampak jelas
di sekitar sekolah.
Menurut Kepala Sekolah SD Al-Ridha Al-
Salaam Cinere, Rifa Rahmaniah, dengan
menggalakkan kegiatan dan program penghijauan
dan pemeliharaan terhadap ternak dan tanaman
lainnya dapat menumbuhkan karakter rasa
kecintaan, kepeduli aan anak terhadap lingkungan
hidup yang bersih dan terhadap binatang.23
Walaupun setiap anak membutuhkan adaptasi
yang berbeda-beda, namun pada akhirnya anak-
anak merasa sudah mulai terbiasa dengan
kegiatan-kegiatan sekolah merumput, mengambil
sampah (dimanapun didapatinya), bercengkrama
dengan alam dan lingkungan. Anak-anak sudah
mulai menyadari bahwa lingkungan adalah bagian
darinya. Inilah yang kemudian membuat peserta
didik merasa memiliki tanggung jawab menjaga
lingkungan dan termotivasi untuk melakukan hal-
hal positif terhadap lingkungan sekolahnya.24
Sehingga kebiasaan ini terbawa saat dimanapun
anak-anak berada, baik di lingkungan sekolah,
rumah, dan masyarakat.
23
Hasil Wawancara dengan Rifa Rahmaniah kepala sekolah,
tanggal 29 Maret 2019 di ruang Kepala Sekolah SD Al-Ridha
Al-Salaam Cinere.
24
Wawancara dengan Uci siswi kelas V, tanggal 29 Maret
2019 di Masjid SD AR-Ridha Al-Salaam Islamic Green school.
121
BAB IV
UPAYA PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN
SPIRITUAL BERWAWASAN EKOLOGI PADA
SEKOLAH BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP
Pendidikan ekologi bukanlah hal baru sebagaimana
yang diaplikasi oleh sebagian sekolah saat ini. Khususnya
di indonesia sendiri pendidikan ekologi sudah berkembang
sejak tahun 1980-an yang populer dengan sebutan
pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH).
Seiring proses pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup,
walhasil terlihat bahwa PKLH itu mulai tak terdengar lagi,
sehingga di tahun 2000-an mulai muncul kembali dan
berdiri sekolah-sekolah yang berbasis lingkungan baik dari
kurikulumnya atau kegiatannya.
Lembaga pendidikan harusnya tidak pernah
melakukan dikotomi antara sekolah dengan lingkungan.
Karena pada dasarnya lingkungan merupakan faktor
pendukung proses belajar mengajar siswa siswi di sekolah
serta sebagai sarana media pembelajaran, walaupun diakui
masih banyak ditemukan sekolah-sekolah tertentu yang
memiliki kesadaran minim akan kelestarian terhadap
lingkungan sekolahnya. Lingkungan sekolah bersih dan
nyaman justru dapat menumbuh kembangkan siswa siswi
secara optimal (fisik sehat, pikiran jernih, anak-anak
menjadi lebih cerdas sehingga melahirkan anak-anak yang
berkualitas). Sebaliknya lingkungan kotor dan tidak
nyaman akan mempengaruhi kualitas belajar anak dan
kesehatan anak.
Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan besar
dalam mengubah perilaku buruk individu menjadi perilaku
yang lebih baik. Dalam membentuk karakter bangsa yang
baik, maka sekolah sarana yang ampuh dalam membantu
membentuk karakter dan kebiasaan positif seorang anak.
Pendidikan yang diajarkan di sekolah sudah selayaknya
122
menyajikan dan mencari problem solving yang bukan
sebatas berkaitan dengan ruang lingkup akademik saja
(penguasaan kognitif yang seringkali diasosiasikan dengan
‚pembelajaran buku‛, ‚pekerjaan sekolah‛ dll), melainkan
juga harus merambah atau memperhatikan terhadap
permasalahan dan kondisi sosial masyarakat saat ini.
Seperti tindakan pendidikan di tahun 1988 yang
menekankan bahwa kurikulum sekolah harus ada di
dalamnya tentang penekanan spiritual, moral, budaya,
mental dan perkembangan fisik dan sosial anak. Hal
tersebut dilakukan oleh berbagai lembaga pendidikan tidak
lain dengan tujuan mempersiapkan para peserta didik
untuk peluang atau kesempatan, memiliki sikap tanggung
jawab, dan pengalaman menghadapi problematika
kehidupan masa dewasanya kelak. Generasi muda adalah
pemimpin masa depan. Jika dari awal generasi muda telah
dilibatkan dalam kegiatan peduli lingkungan hidup, maka
ketika dewasa dan masa pemimpinnya kelak selalu
memprioritaskan kerjanya pada permasalahan atau isu-isu
lingkungan hidup.
Dalam rangka mempersiapkan generasi handal di
masa mendatang, dan dilatarbelakangi oleh berbagai
permasalahan yang sering terjadi di sosial masyarakat
khususnya dalam masalah lingkungan hidup, maka Sekolah
Dasar ARAS Islamic Green School Cinere sebagai sarana
pendidikan berbasis lingkungan hidup mengarahkan
peserta didik menjadi sosok yang tanggap terhadap
lingkungan hidup dengan menerapkan sebuah kebijakan
yang mana segala aktivitas kegiatannya (baik internal dan
eksternal) selalu melibatkan dan mempertimbangkan aspek
lingkungan sekitarnya. Adapun untuk penjelasan secara
detail mengenai aktualisasi penekanan nilai-nilai
pendidikan spiritual ekologi di Sekolah Dasar ARAS
Islamic Green School Cinere pada bab ini akan diuraikan
sebagai berikut:
123
A. Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual-Ekologi: Penguat
Kesadaran Ekologi Peserta Didik
Lingkungan pada dasarnya bukan hanya dapat
memenuhi kebutuhan hidup jasmani manusia. Dalam
berbagai perspektif agama, mengakui bahwa lingkungan
dan alam hakikatnya menjadi salah satu unsur yang
mampu membantu memenuhi kebutuhan ruhani manusia.1
Ditegaskan dalam banyak ayat al-Qura>n seperti QS. al-
Baqarah: 164; QS. Ali-Imran: 190; QS. al-An’am: 99 dan
masih banyak lainnya, menggambarkan bahwa apa yang
Allah swt ciptakan meliputi langit dan bumi serta makhluk
di dalamnya sungguh terdapat tanda-tanda kekuasan-Nya
bagi yang berpikir, mengetahui dan yakin adanya hal
tersebut.
Sejalan dengan ayat-ayat al-Qura>n yang telah
disebutkan di atas mengantarkan rasio manusia untuk
berpikir secara mendalam (think deeply) hakikat
sebenarnya Allah swt menciptakan hamparan alam dan
lingkungan di bumi ini. Inilah argumen mendasar mengapa
sekolah perlu mendidik anak-anak memiliki wawasan dan
perilaku lingkungan dengan melibatkan dimensi spiritual
dan agama. Karena nilai-nilai yang terkandung pada
lingkungan sangatlah membantu peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan fitrah yang dimilikinya,
dengan sebutan kecenderungan spiritual (spirituality as a natural human predisposition).
2 Dari sini tampak jelas,
bahwa pendidikan spiritual-ekologi sebagai media yang
1 Kusmita Pedersen, ‚Environmental Ethics in
Interreligious Perspective Explorations‛, dalam Summer B.
Twiss and Bruce Grelle, (Eds), Global Ethics: Comparative Religious Ethics and Interreligious Dialogue. Boulder:
Westview, 1998).
2Graham Rossiter,‛ an Evaluative Perpective on
Spirituality for School Education,‛ Journal of Religious Education, 53, 1, 2005, 3-22.
124
dapat memberi penguatan sikap pro-lingkungan hidup
sejak dini, diharapkan menghasilkan nilai-nilai spiritual-
ekologi yang dapat memberikan kesadaran terhadap siswa-
siswi di sekolah khususnya Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere. Nilai-nilai
pendidikan spiritual-ekologi yang diitanamkan antara lain:
a. Mengamalkan Perintah Allah swt dalam berprilaku
atau berinteraksi terhadap makhluk-Nya yang lain
seperti: lingkungan, alam, hewan, dan tumbuhan yang
seringkali diabaikan oleh manusia dalam berinteraksi
terhadapnya. Sikap peduli terhadap lingkungan sekitar
sekolah, lingkungan kelas, menyayangi binatang,
merawat tumbuh-tumbuhan di pekarangan sekolah
dan kebun sekolah.
b. Bertanggung jawab terhadap kebersihan sekolah
sebagai bentuk sikap pro-lingkungan hidup.
c. Menghayati nasehat-nasehat yang berkenaan dengan
lingkungan.
d. Memotivasi teman-teman untuk selalu berbuat
kebaikan terhadap lingkungan, seperti: Mengajak
teman-teman untuk memelihara lingkungan dengan
baik sebagai wujud ketaatan kepada Allah swt dan
menegur warga sekolah yang tidak mematuhi
peraturan sekolah dalam hal pemeliharaan lingkungan.
e. Menasehati teman-teman yang kurang memiliki
kesadaran kepedulian terhadap lingkungan.
f. Mendidik anak-anak dengan memberikan kesadaran
bahwa setiap makhluk Tuhan memiliki posisi yang
sama yakni makhluk Tuhan yang harus saling
memelihara, saling memberikan manfaatnya masing-
masing.3
3 Hasil pengamatan dan wawancara dari peserta didik dan
guru di SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
Jumat, 22 November 2019 pukul 09.00-11.00 WIB.
125
Nilai-nilai pendidikan spiritual-ekologi itulah yang
ingin ditanamkan dalam proses pembelajaran di SD Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere untuk
memperkuat kesadaran kepedulian terhadap lingkungan
serta kesadaran spiritual.
B. Proses Penguatan Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual
Ekologi di Sekolah
Indonesia saat ini dilanda begitu banyak krisis (krisis
yang hampir menyeluruh dalam berbagai aspek). Padahal
jika mengacu pada pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan bahwa tujuan dari pembentukan
negara Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Kecerdasan bangsa yang mampu
survive dalam menghadapi berbagai kesulitan dan krisis-
krisis yang melanda. Pernyataan itu tidak searah dengan
cita-cita luhur yang tertera dalam pembukaan UUD 1945
tersebut, karena ditandai dengan berbagai krisis akut yang
terjadi di masyarakat salah satunya krisis kesadaran
terhadap lingkungan hidup. Krisis yang terjadi itu, tidak
lain merupakan refleksi dari krisisnya pendidikan.4
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kelestarian
alam dan lingkungan, menggerakkan Pemerintah Indonesia
berupaya membuat sebuah aturan perundang-undangan
khususnya mengenai ‚lingkungan‛ yang tertulis dalam
Undang Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup.5 Upaya-upaya
lainnya yang dicanangkan oleh pemerintah ialah melalui
pendidikan lingkungan hidup yang dimulai pada tahun
4Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Tentang Tujuan
Pembentukan Negara Republik Indonesia.
5Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
126
1982 dengan model pendekatan integratif6 pada jenjang
atau level SD sampai SMA dan pendekatan monolitik7
pada tingkat perguruan tinggi.
Mengacu pada aturan UU tersebut, Sekolah Dasar
ARAS Islamic Green School Cinere yang merupakan
bagian dari lembaga pendidikan Islam modern menerapkan
pendekatan integratif guna membangun dan membentuk
kesadaran ekologis sejak dini peserta didik di sekolah. Hal
itupun selaras dengan visi sekolah yakni menciptakan
sekolah berwawasan lingkungan, asri, nyaman, dan
berpedoman pada Islam, membentuk manusia memiliki
good charachter, cerdas, beriman, dan bertaqwa kepada
Allah swt, berusaha menawarkan solusi melalui sistem
pembelajaran berbasis lingkungan hidup guna melahirkan
generasi-generasi penerus yang memiliki pengetahuan
hijau, sikap hijau, dan keterampilan hijau.
Dihadapkan dengan fenomena-fenomena maraknya
sikap krisis kesadaran lingkungan yang terjadi di
masyarakat saat ini, Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam
6Pendekatan integratif ialah pendekatan yang memadukan
beberapa aspek dalam satu proses (input). Pendekatan ini dapat
berupa inter bidang studi dan antar bidang studi. Misalnya
interbidang studi, materi bahasa diintegrasikan dengan
keterampilan bahasanya, sedangkan integrasi antar bidang studi
misalnya, materi pendidikan agama Islam dipadukan dengan
materi IPA, IPS, dan lain sebagainya. Mohammad Siddik,
Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Deskripsi, (
Malang: Tunggal Mandiri Publishing, 2018), 29. 7Pendekatan monolik adalah pendekatan yang
berpandangan bahwa materi yang diajarkan merupakan suatu
bidang studi tersendiri tanpa mengaitkan dengan materi ajar
lainnya. Lihat Afriantoni, Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda: Percikan Pemikiran Ulama Sufi Turki Bediuzzaman Said Nursi, (Yogyakarta: DEEPUBLISH, 2019),
25.
127
Islamic Green School Cinere mencoba mencari solusi
pemecahan masalah dengan cara memberikan wawasan-
wawasan (tentang permasalahan lingkungan) dan
membangun wawasan itu dalam bentuk sikap melalui
berbagai program dan kegiatan sekolah bernuansa spiritual
ekologi yang dapat mengembangkan kecintaan peserta
didik terhadap lingkungan secara konsisten sejak dini.
Dalam melakukan sebuah proses penekanan
penguatan pendidikan spiritual ekologi di Sekolah Dasar
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere, ada
beberapa bagian titik komponen-komponen penting yang
menjadi fokus reinforcement nilai-nilai pendidikan
spiritual ekologi karena dinilai memiliki peran dan
kontribusi besar dalam menumbuh kembangkan sikap
kesadaran ekologis peserta didik di sekolah, di antara
penguatannya ialah: penekanan pada bidang kurikulum
sekolah, penekanan melalui integrasi berbagai materi
pelajaran terhadap lingkungan, penekanan melalui
pembiasaan karakter ekologis, penekanan melalui slogan
kebersihan dan lingkungan, dan melalui kegiatan
ekstrakurikuler tertentu. Kedudukan proses ini dapat
terlihat pada gambar di bawah ini:
Konsep SE Berwawasan Ekologi
Gambar 2.3
SPIRITUAL
Manusia Lingkungan
pendidikan
Hubungan kepada Allah swt
128
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa manusia dan
lingkungan menempati posisi yang sama yakni sama-sama
merupakan makhluk Tuhan. Sebagai sesama makhluk
Tuhan seharusnya saling menghargai, mengasihi, merawat
dan memberikan manfaatnya masing-masing. Karena
sejatinya makhluk Tuhan tidak dapat hidup sendiri tanpa
dukungan-dukungan yang mampu membantu menjaga satu
sama lain. Manusia bukan sekedar membangun hubungan
baik kepada Sang Khalik (h}ablu minal allah) atau kepada
sesama manusia (h}ablu min an-na>s), akan tetapi juga tidak
lepas dalam membangun hubungannya kepada alam (h}ablu min al-‘a>lam) sebagai tempat tinggal manusia di dunia.
Untuk menyadari bahwa manusia dan lingkungan
memiliki kedudukan yang sama, maka perlu membangun
kesadaran ekologi dengan melibatkan sisi spiritual.
Perantara yang dapat mengarahkan ecological awareness
ialah melalui pendidikan, yang penekanannya tidak cukup
bersifat fisik saja, akan tetapi mencakup penekanan
spiritual. Sehingga dampak dari nilai-nilai pendidikan
spiritual yang tertanam dalam lingkungan tidak hanya
menghasilkan ilmu pengetahuan secara umum atau
tindakan pro-lingkungan hidup saja, namun menghasilkan
sebuah ketaatan kepada Tuhan karena telah melekat di hati
masing-masing peserta didik anggapan bahwa di dalam
lingkungan terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya dan Allah
swt sangat mengecam hamba-hambanya yang berbuat
kerusakan terhadap lingkungan.
129
Proses Penguatan Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual
Ekologi di SD ARAS
Gambar 2.4
Gambar di atas yang terdiri dari input, proses, output pendidikan yang ada di dalam GE sebenarnya diarahkan
untuk pembentukan sikap pro-lingkungan hidup atau
karakter ekologis sejak dini. Input yang terdiri dari SDM
(kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) , input SD non
Manusia (peralatan, perlengkapan), input Peraturan
Perundang-undangan tentang lingkungan (lihat pada bab 3
tentang kebijakan berwawasan lingkungan), input harapan-
harapan: visi, misi, moto, dan tujuan (lihat pada bab 3
tentang profil sekolah hijau). Proses yang terdiri dari
kurikulum pembelajaran, integrasi materi ajar, pembiasaan
karakter ekologis, slogan kebersihan dan lingkungan, dan
kegiatan ekstrakurikuler. Dan output baik yang bersifat
akademik maupun non-akademik merupakan proses
reinforcement nilai-nilai pendidikan spiritual-ekologi yang
Input Proses Output
1. Kurikulum
2. Integrasi materi ajar
3. Pembiasaan karakter
ekologis
4. Slogan kebersihan dan
lingkungan
5. Kegiatan ekstrakurikuler
Membentuk perilaku
pro-lingkungan hidup
sejak dini
130
memiliki tujuan untuk membentuk dan membangun sikap
konservasi peserta didik di sekolah serta warga sekolah
lainnya. Begitupun komponen yang telah disebutkan,
sarana dan prasana pendukung (bersifat hard) lain serta
keterampilan yang diharapkan dari input pembelajaran
baik di ruang kelas atau di luarnya juga mendorong upaya
pencapaian pembentukan karakter ekologis peserta didik di
sekolah. Adapun penjelasan beberapa komponen proses
pada gambar di atas adalah sebagai berikut:
1. Kurikulum 2013 dan Kurikulum Berwawasan
Lingkungan Hidup
Kurikulum merupakan komponen penting dan
menjadi salah satu kunci dalam menentukan kualitas
lulusan sekolah tertentu.Purwadi mengemukakakan
bahwa kurikulum dapat didefinisikan kepada beberapa
bagian yakni: 1) Kurikulum dapat dijadikan sebuah
ide, 2) Kurikulum diartikan sebagai formal yakni
berupa dokumen yang dijadikan referensi atau
pedoman dalam melaksanakan kurikulum, 3)
Kurikulum menurut pandangan pendidik, 4)
Kurikulum operasional yang dilaksanakan oleh guru di
kelas, 5) Kurikulum juga diartikan ‚experience‛ yakni
pengalaman yang dialami oleh anak didik, 6)
Kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.8
Lain halnya dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 pasal 1 butir 19 yang menerangkan mengenai
SPN (Sistem Pendidikan Nasional) yang
mendefinisikan kurikulum sebuah serangkaian rencana
dan aturan yang berkaitan dengan tujuan pendidikan,
isi pendidikan, dan materi pelajaran serta metode
yang digunakan untuk panduan pelaksanaan aktivitas
8 Purwadi Suhandini, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 89.
131
kegiatan KBM supaya dapat mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan.9
Zakiah Daradjat menjelaskan kurikulum
merupakan sebuah program terencana dalam kajian
pendidikan dan dilaksanakan di sekolah agar dapat
memperoleh sejumlah tujuan-tujuan pendidikan
tertentu.10
Sama halnya dengan Alice Miel yang
mengatakan bahwa kurikulum pada hakikatnya
meliputi banyak aspek, termasuk infrastruktur,
kondisi sekolah, kemauan, kepercayaan, wawasan,
keterampilan, dan perilaku orang yang melayani dan
dilayani di sekolah (termasuk di dalamnya seluruh
pegawai sekolah) dalam hal ini semua pihak yang
terlibat dalam memberikan bantuan kepada peserta
didik memaknai bagian dari kurikulum.11
Kedudukan kurikulum begitu urgen dalam
pendidikan karena fungsi dari kurikulum bukan
totalitas untuk menjadikan peserta didik menguasai
materi pelajaran yang telah ditempuh selama sekolah,
akan tetapi lebih dari itu, ia mampu memberikan
implikasi terhadap perkembangan dan pertumbuhan
peserta didik relevan dengan arah filsafat pendidikan
dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh institusi
pendidikan yang bersangkutan.12
Di antara fungsi
9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19.
10
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2014), Cet. ke-12, 121. 11
Alice Miel, Changing the Curriculum a Social Prosses, (New York: D. Appleton Century Company, 1946), 10. Lihat
juga Romine St., Building the High School Curriculum. (New
York: The Ronald Press Company, 1945). 14.
12
Abdullah Indi, Pengembangan kurikulum: Teori dan
praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 211.
132
kurikulum13
yang relevan dengan wacana ini ialah
fungsi penyesuaian (the adjust fine of adaptive function) dan fungsi integrasi (the integration function). Fungsi penyesuaian artinya kurikulum
sebagai education tool (alat pendidikan) harus
mengarahkan peserta didik agar mampu hidup
menyesuaikan diri dengan lingkungan baik secara
fisik maupun secara sosial. Oleh karenanya dalam
fungsi adaptif ini, peserta didik harus diberikan
program atau kegiatan pendidikan yang dapat
mengantarkan peserta didik untuk bisa menyesuaikan
diri mereka dengan lingkungan dan masyarakat.
Sehingga tujuan untuk menjadikan peserta didik
sebagai pemimpin di muka bumi ini mampu
diimplementasikan melalui nilai-nilai pendidikan
spiritual ekologi yang telah didapatkan anak-anak di
sekolah. Fungsi integrasi kurikulum yakni bahwa
kurikulum memiliki makna sebagai alat pendidikan
harus dapat menghasilkan personality yang integral.
Artinya peserta didik dituntut untuk memiliki pribadi
yang integrasi, meliputi berbagai aspek; spiritual,
sosial, afektif, kognitif, dan psikomotorik, agar dapat
memberikan kontribusi dalam rangka pembentukan
dan pengitegrasian terhadap masyarakat.14
Melihat dari penjelasan fungsi kurikulum di atas,
dapat diketahui bahwa kurikulum memiliki peranan
yang berpengaruh dalam pendidikan. Alasan
tersebutlah mengantarkan Sekolah Dasar Al-Ridha
13
Depdiknas merumuskan ada enam fungsi kurikulum:
fungsi penyesuaian, fungsi integrasi, fungsi diferensiasi, fungsi
persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik. Lihat dalam
Ma’as Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar, (Yogakarta: CV. Budi Utama, 2016), 19.
14
TIM Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran,
Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 9.
133
Al-Salaam Islamic Green School Cinere menerapkan
dua kurikulum pembelajaran (kurikulum 2013 dan
kurikulum berwawasan lingkungan hidup atau disebut
dengan kurikulum kekhasan).15
Penerapan dua
kurikulum tersebut dilaksanakan karena relevan
dengan visi, misi dan motto Sekolah Dasar Ar-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere yakni visi;
Menjadikan Ar-Ridha al-Salaam Islamic Green school sebagai suatu lembaga pendidikan Islam modern yang
berwawasan lingkungan, asri, nyaman, dan memiliki
nafas Islam, agar membentuk manusia yang
berkarakter kuat, cerdas, beriman, dan bertaqwa
kepada Allah swt. Misi-nya; Mempersiapkan anak-
anak yang sehat; Memiliki wawasan yang luas, cerdas,
kreatif, dan peduli lingkungan; Percaya diri secara
intelektual, emosional dan spiritual dengan
mengenalkan anak pada alam sekitar; Mengenalkan
kepada peserta didik peraturan dan disiplin (tata
tertib); dan Memberikan kesempatan pada anak untuk
menikmati masa bermain dan belajar. Sehingga visi
dan misi tersebut dipahami oleh warga sekolah
dengan sebuah motto ‚Be Moslem, Be Creative, Be Green, Bilingual‛.
16
Berangkat dari pada visi, misi, dan motto sekolah
serta basis sekolah yang berkonsepkan adiwiyata
(mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan hidup),
Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere menerapakan dua kurikulum yaitu
kurikulum 2013 dan kurikulum berwawasan
15 Hasil wawancara dengan Intan Ryanti wakasek
kurikulum I Jumat, 29 Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere 12.00 WIB.
16
Hasil wawancara dengan kepala sekolah pada hari Jumat,
29 Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere pukul 10.00 WIB.
134
lingkungan hidup. Gunanya adalah agar peserta didik
mampu menumbuhkan sikap keseimbangan antara
kecerdasan, spiritual, dan permasalahan-permasalahan
sosial yang ada di masyarakat. Oleh karenanya,
kolaborasi dan integrasi kedua kurikulum ini
diharapkan dapat mewujudkan cita-cita yang
diinginkan oleh pendiri yayasan Ar-Ridha Al-Salaam
yakni keseimbangan intelektual, spiritual, sosial dan
afektif serta psikomotorik.
Tantangan eksternal (permasalahan-permasalahan
sosial dan sebagainya) yang terus bersifat dinamis,
melatarbelakangi pergantian kurikulum KTSP
menjadi kurikulum 2013. Di tengah arus globalisasi
dan modernisasi yang semakin maju dan pesat, justru
banyak memunculkan konflik dan isu besar mengenai
krisis-krisis permasalahan lingkungan hidup yang
mulai suram dari perhatian masyarakat mulai dari
kecil hingga dewasa. Melihat celah kekurangan
tersebut, maka jalur pendidikan melalui kurikulum
2013 hadir mempersiapkan insan Indonesia supaya
mempunyai potensi hidup sebagai individu dan
netizen yang beriman dan bertakwa, inovatif,
produktif, kreatif, dan afektif serta mampu
memberikan kontribusi pada kehidupan masyarakat,
bangsa, negara dan peradaban dunia.17
Kurikulum 201318
dibuat untuk berusaha paripurna
dengan menggabungkan beberapa karakteristik yang
17
Ma’as Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar, (Yogakarta: CV. Budi Utama, 2016), 34.
18
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang
menyempurnakan kurikulum sebelumnya (KTSP) tahun 2006.
Kurikulum 2013 ialah kurikulum yang menyatukan kemampuan,
tema, konsep, dan topic yang dibentuk dalam disiplin tunggal
namun mega.,ndung beberapa disiplin dan mengandung beberapa
pembelajaran. Lihat Trianto Ibnu Badar at-Taubany, Hadi
135
dibutuhkan di dalamnya supaya dapat
mengembangkan kesinambungan sikap, spiritual,
sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Hal itu tampak
pada pelaksanaan dalam pembuatan RPP, guru akan
merumuskan lima aspek, yang mana masing-masing
aspek memiliki integrasi terhadap materi ajar.
Misalnya tema materi kelas VI semester satu adalah
tentang ‚Selamatkan Makhluk hidup‛. Contoh
rumusan rencana pelaksanaan pembelajarannya dapat
dilihat pada tabel 1.7:
RPP Ilmu Pengetahuan Alam
Tabel 1.11
Suseno, Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah, (
Depok: Kencana, 2017), 102.
Satuan pendidikan :SD ARAS Islamic Green School Tema :Selamatkan Makhluk hidup
Kelas/semester :VI/satu
Alokasi waktu :1 x pertemuan (6 x 35 menit)
Kompetensi inti (KI)
KI-1 :Menerima dan menjalankan ajaran agama yang
dianutnya.
KI-2 :Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi
dengan keluarga, teman, dan guru.
KI-3 :Memahami pengetahuan faktual dengan cara
mengamati, mendengar, melihat, membaca, dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-
benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.
KI-4 :Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang
jelas dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis
dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat dan
dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.
136
Rencana pelaksanaan pembelajaran ini sengaja
hanya dimuat berisi KI, KD, dan indikator pencapaian
untuk menunjukkan dan menandai mulainya suatu
proses penguatan nilai-nilai pendidikan spiritual
berwawasan ekologi yang terlihat pada butir 1 dan 2
dari KI/KD.19
Rencana pelaksanaan pembelajaran
bukan hanya sekedar bentuk tulisan yang tersusun
secara sistematis atau sekedar formalitas saja, akan
tetapi RPP yang telah dituangkan tersebut menjadi
19
Hasil analisis data dokumentasi kurikulum dan silabus 29
Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere jam 09.00 WIB.
Kompetensi dasar (KD) Indikator Pencapaian
1.1 Bertambah keimanannya dengan
menyadari hubungan dan
kompleksitas alam dan jagad raya
terhadap kebesaran Tuhan yang
menciptakannya, serta
mewujudkannya dalam
pengamalan ajaran agama yang
dianutnya.
1.1 Menjaga
keanekaragaman
makhluk hidup
sebagai ciptaan
Tuhan, merupakan
wujud pengalaman
agama yang dianut.
2.1 Menunjukkan perilaku
bertanggung jawab dan peduli
lingkungan dalam aktivitas sehari-
hari.
2.1 Melakukan sikap
tanggung jawab
terhadap makhluk
hidup, lingkungan,
tumbuhan, dan
hewan-hewan.
3.4Mendeskripsikan perkembangan
makhluk hidup
3.4 Menjelaskan sikap
tanggung terhadap
makhluk hidup.
4.4Mengikuti prosedur perkembangan
tumbuhan dan melaporkan
hasilnya dalam bentuk tulisan
4.4 Mengamati jenis
makhluk hidup
137
sebuah acuan oleh para guru di sekolah dalam proses
kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam rumusan
KD butir 1 dan 2 tampak jelas bahwa bagian dari
susunan tersebut terdapat kaitan proses penguatan
nilai-nilai pendidikan spiritual dan ekologi secara
tertulis.20
Sama halnya dengan pelaksanaan kurikulum
berwawasan lingkungan hidup, yang merupakan salah
satu perwujudan dari komponen program adiwiyata,
karena pada dasarnya sekolah memiliki peran besar
terhadap kelestarian lingkungan dan dari sekolahlah
peserta didik akan mendapatkan pengetahuan
mengenai lingkungan itu. Atas kontribusi besar
pendidikan dalam membantu menanamkan kesadaran
karakter ekologis melalui kurikulum berwawasan LH
(lingkungan hidup), maka sudah sepatutnya KBLH
dapat diaplikasikan oleh setiap lembaga pendidikan
yang berusaha dan bercita-cita menjadikan anak-anak
di sekolah sebagai generasi dini yang mencintai
lingkungan hidupnya.
Penerapan kurikulum berwawasan lingkungan21
pada hakikatnya merupakan bagian ciri khas dari
20
Lihat tabel 06 RPP tentang Kompetensi dasar butir 1 dan
2, ‚Bertambah keimanannya dengan menyadari dengan
menyadari hubungan dan kompleksitas alam dan jagad raya
terhadap kebersaran Tuhan yang menciptakannya, serta
mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang
dianutnya‛ dan ‚Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa
ingin tahu, obyektif, jujur, kerjasama, cermat, tekun, hati-hati,
bertanggung jawab, terbuka dan perduli lingkungan) dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam
melakukan inkuiri ilmiah dan berdiskusi‛.
21
Kurikulum yang isi materi pembelajarannya bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kecakapan serta
138
sekolah hijau. Implementasi kurikulum berwawasan
lingkungan hidup pada umumnya diaplikasikan
melalui penyisipan indikator atau penambahan
indikator22
yang terpadu dengan lingkungan yang
disesuaikan dengan muatan materi ajar yang dapat
diintegrasikan dengan lingkungan, karena tidak semua
tema materi ajar dapat diintegrasikan dengan
lingkungan. Penambahan indikator itu terdapat pada
RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) yang
menjadi acuan setiap pendidik dalam proses
pembelajaran di sekolah. Adapun untuk integrasi
penerapan dalam materi ajar itu sendiri akan
dikembangkan oleh setiap guru penanggung jawab
MAPEL dengan memanfaatkan sarana prasarana
yang ada di SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere. Tidak terhenti pada rumusan acuan
pembelajaran (RPP) di kelas, jika merujuk pada
definisi kurikulum yang diungkapkan oleh Alice Miel
yang menyatakan bahwa makna dari kurikukum itu
sendiri bukan hanya meliputi rencana pembelajaran
mutlak akan tetapi berbagai aspek, seperti
infrastruktur, kondisi sekolah, kemauan, kepercayaan,
wawasan ilmu pengetahuan, kecakapan, dan sikap-
sikap orang yang melayani di sekolah dalam hal ini
seluruh oknum yang ikut serta dalam memberikan
bantuan kepada siswa (tenaga kependidikan) termasuk
makna dari kurikulum.
Selaras dengan pernyataan Miel mengenai
pengertian kurikulum menjadi penguat bahwa gedung
kesadaran warga sekolah akan pentingnya melestraikan
lingkungan sekitar. Lihat
22
Penyisipan kurikulum berwawasan lingkungan hidup
dapat dilihat pada tabel 06 rencana pelaksanaan pembelajaran
terdapat dibagian indikator pencapaian.
139
sekolah yang teratur, suasana SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere hijau dipenuhi oleh
pepohonan rindang, tanaman dan hewan peliharaan,
wawasan anak-anak dan guru tentang lingkungan
yang cukup memadai, semangat mencintai kebersihan
serta sikap-sikap warga sekolah yang ekologis
menandai bagian dari kurikulum berwawasan
lingkungan. Jadi kurikulum berwawasan lingkungan
hidup tidak sekedar diartikan sebagai sebuah
penambahan indikator dalam RPP saja akan tetapi
mencakup secara menyeluruh yang ada di dalam
sekolah hijau Islam.23
Kategori Kurikulum Berwawasan Lingkungan Hidup
Gambar 2.5
23
Hasil wawancara dengan dengan Intan Riyanti wakasek
kurikulum I Jumat, 29 Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere 12.00 WIB.
Kurikulum berwawasan lingkungan hidup
kebijakan sekolah, Indikator
dalam RPP
gedung sekolah, suasasa sekolah
Pengetahuan,
sikap. kecakapan warga sekolah
140
Tampak jelas bahwa dari gambar 2.6 di atas,
menegaskan bahwa bagian dari kurikulum
berwawasan lingkungan hidup pada hakikatnya
meliputi secara komprehensif apa yang ada di wilayah
sekolah hijau itu sendiri (sarana prasarana, peserta
didik, guru, tenaga kependidikan, pengetahuan, dan
lain sebagainya). Kurikulum berwawasan lingkungan
hidup ini berguna untuk mengarahkan peserta didik
peka terhadap permasalah-permasalahan sosial di
antaranya adalah memiliki pengetahuan serta sikap
peduli dengan lingkungan hidup sekitarnya. Masing-
masing kurikulum memiliki fokus dan penekanan
dalam aspek-aspek tertentu sehingga kolaborasi dan
integrasi dari keduanya menjadi lebih sempurna untuk
menggapai tujuan-tujuan dari pembelajaran, visi, misi,
serta motto yang diharapkan dari sekolah. Selain itu,
penerapan kurikulum berwawasan lingkungan hidup
merupakan salah satu cara pendidik supaya bisa
meningkatkan potensi siswa-siswi dalam memahami
suatu pembelajaran yang dimodifikasi guru menjadi
suatu media pembelajaran yang unik dan menambah
wawasan hijau anak-anak. Harapannya, dengan
hadirnya sekolah hijau dan penerapan kurikulum hijau
di dalamnya maka peserta didik di sekolah akan selalu
terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengarahkan anak-anak belajar banyak mengenai
pemeliharaan dan pelestarian lingkungan, seperti
memadukan hidup yang hijau di sekolah dan di
lingkungan tempat tinggalnya.24
24
Hasil analisis data dokumentasi kurikulum dan silabus 29
Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere.
141
2. Integrasi Materi Pelajaran Terhadap lingkungan
Hidup
Pendidikan pada umumnya telah menjadi
kebutuhan primer bagi setiap individu manusia,
karena ia merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Pada awalnya
pendidikan diartikan sebagai tuntunan atau bantuan
yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa
kepada anak didik agar ia menjadi seorang dewasa
yang baik nantinya. Namun, semakin berkembangnya
zaman, definisi dari pendidikan terus mengalami
perubahan dan menuju kesempurnaan. Seperti yang
dipahami hingga saat ini, pendidikan merupakan
sebuah usaha yang dilakukan secara sengaja/sadar
telah terencana untuk mendapatkan kondisi belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta
keterampilan yang dibutuhkan untuk dirinya,
masyarakat dan negara. Dalam perspektif Barat
pendidikan dipandang sebagai usaha sengaja untuk
mentransferkan ilmu, keterampilan, dan nilai-nilai
dari guru kepada anak didik.25
Sesederhana apapun sebuah masyarakat atau
komunitas tentulah didalamnya membutuhkan yang
namannya pendidikan. Begitupun sebaliknya yang
terjadi di sebuah lembaga pendidikan Islam,
pendidikan agama Islam pastinya sudah menjadi
target utama dalam setiap lembaga pendidikan Islam.
Pendidikan agam Islam merupakan materi ajar mutlak
yang harus ada di sekolah. Berbeda dengan pendidikan
25
Sudirman, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya,
2014), 30.
142
secara umumnya, pendidikan agama Islam memiliki
dua tujuan utama seperti yang diutarakan oleh Zakiah
Daradjat bahwa pendidikan agama Islam memiliki
beberapa definisi dan tujuan penting bagi seorang
anak:26
Pertama, PAI (pendidikan agama Islam)
merupakan upaya berupa arahan dan bimbingan
kepada peserta didik agar setelah itu diharapkan dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life.
Kedua, pendidikan agama Islam adalah pendidikan
yang dijalankan berdasarkan ajaran Islam. Ketiga,
pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang
berdasarkan pada ajaran-ajaran agama Islam yang
menjadikan keselamatan hidup bagi individu di dunia
dan akhirat.
Manifestasi penyelenggaran pendidikan agama
Islam yang ada di sekolah pada hakikatnya tidak
pernah lepas kaitannya dengan disiplin ilmu lainnya
(pasti terdapat di dalamnya hubungan satu ilmu
dengan ilmu lainnya). Dengan kata lain dapat disebut
dengan integrasi materi ajar atau disiplin ilmu.
Integrasi pendidikan agama Islam dalam berbagai
disiplin ilmu sangat penting, karena melihat tujuan
utama dari pendidikan agama Islam tidak hanya
berorientasi pada dimensi pemahaman (intelektual)
peserta didik terhadap ajaran agama Islam, lebih dari
itu pendidikan agama Islam bertujuan menekankan
dimensi keimanan anak-anak, dimensi penghayatan
atau pengalaman batin yang dirasakan oleh anak-anak,
serta dimensi pengalaman yakni mampu
menginternalisasikan ajaran agama Islam yang telah
dipahami dalam bentuk menggerakkan, mengamalkan,
26
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2014), Cet. ke-12, 93.
143
dan menaati ajarannya dalam berbagai lini kehidupan
peserta didik sehari-hari. Salah satu contohnya, di SD
AR-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
berupaya mengintegrasikan tema ajar pendidikan
agama dan budi pekerti dengan disiplin ilmu lainnya
seperti hal-hal yang berkaitan terhadap lingkungan
dengan tujuan agar peserta didik memiliki akhlak dan
etika yang baik dalam berinteraksi terhadap
lingkungannya dengan berlandaskan ajaran agama
Islam. Akhlak dan etika yang baik terhadap alam dan
lingkungan merupakan gambaran bagian dari
keimanan seseorang terhadap Tuhannya (misalnya
membuang sampah pada tempatnya, merapikan
tanaman sekolah dan sebagainya yang berkenaan
dengan kebersihan serta keindahan lingkungan).27
Dalam kesempatan ini guru sebagai penanggung
jawab pelajaran pendidikan agama Islam-lah yang
harus mampu mengembangkan, menggali wawasan
peserta didik agar indikator-indikator yang diinginkan
dalam pembelajaran di kelas ini tercapai, khusususnya
penekanan pada aspek spiritual ekologi.
Hakikatnya sekolah berkonsep green school pada
tatanan praktik selalu mengintegrasikan materi ajar
apapun terhadap lingkungan hidup. Namun, karena
untuk menggali hal-hal yang berkaitan dengan aspek
penanaman pendidikan spiritual, maka integrasi
materi ajar hanya pada MAPEL tertentu seperti:
pendidikan agama Islam, IPA, dan pendidikan
lingkungan hidup.
Integrasi MAPEL Terhadap Aspek SE-Ekologi
27
Hasil wawancara Puspita Aditia selaku guru kelas VI,
Rabu, 18 Maret 2019 di kantor guru SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School pukul 10.00 WIB.
144
Tabel 1.12
No Mata Pelajaran Temuan Aspek SE-Ekologi
1 PAI Pada awal pelajaran atau biasanya pada
penutup peajaran guru seringkali
menguatkan penjelasan bahwa akhlak dan
etika tidak hanya diterapkan kepada
Allah swt dan manusia tetapi juga
terhadap lingkungan.
2 IPA Pada materi ajar ini guru tidak hanya
menjelaskan materi ajar yang terkait.
Misalnya guru memadukan tema yang
diajarkan dengan Allah swt. Misal tema
tentang ‚selamatkan makhluk hidup‛.
Guru menjelaskan sebagai penguatan dan
sebagai kesadaran siswa agar anak didik
konsisten dalam memelihara lingkungan.
3 PLH Guru dalam proses pembelajaran PLH.
Misalnya dalam proses penanaman
jagung di kebun sekolah terdapat jagung
yang gagal panen. Guru penanggung
jawab materi ajar menjelaskan bahwa apa
yang ditanamkan juga bergantung pada
Allah swt. Makanya tidak sedikit setiap
tanaman ada yang gagal panen dan
berhasil.
Tujuan dari integrasi materi ajar tertentu terhadap
pendidikan spiritual agar peserta didik memahami dan
menghayati bahwa nilai-nilai yang terkandung pada
pendidikan agama Islam sebenarnya sangat
memperhatikan kondisi lingkungan dan alam. Bahkan
adanya integrasi (PAI dan lingkungan) justru
menambah banyak wawasan peserta didik tentang
perilaku pro-lingkungan hidup sejak dini yang bukan
sebatas bersifat materi akan tetapi bersifat spiritual.
145
Manifestasi ayat-ayat al-Qur>an yang menerangkan
kepada manusia untuk tidak melakukan kerusakan
terhadap bumi baik itu tanaman ataupun binatang
mutlaknya diimplemantasikan dalam bentuk
pengayaan proses pembelajaran/pendidikan di
sekolah. Misalnya penanaman nilai-nilai pendidikan
spiritual ekologi sebagaimana yang tertera pada ayat-
ayat al-Qura>n surat al-Baqarah ayat 30 dan 205 yang
berbunyi:
‚Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: "sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "mengapa engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji engkau
dan mensucikan engkau?" tuhan berfirman:
"sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui‛.28
28
Q.S. Al-Baqarah [2]: 30
146
‚Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia
berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi,
serta merusak tanam-tanaman dan ternak,
sedang Allah tidak menyukai kerusakan‛.29
Dua ayat-ayat al-qura>n di atas secara tegas
menekankan kepada semua penghuni bumi untuk
tidak melakukan kerusakan terhadap bumi. Apalagi
manusia satu-satunya makhluk Tuhan yang
dipercayai-Nya sebagai khalifah (pengelola bumi),
harusnya melakukan kebaikan-kebaikan terhadap
bumi bukan malah melakukan kerusakan terhadap
bumi. Secara esensial ayat-ayat al-qura>n yang telah
disebutkan di atas, menanamkan nilai-nilai spiritual
Dalam menerapkan kurikulum berwawasan
lingkungan hidup, Sekolah Dasar Al-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere pada proses pengajaran
setiap materi ajar selalu mengintegrasikannya dengan
aspek lingkungan hidup, terkhusus dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam. Seperti
diketahui bahwa Pendidikan agama Islam memiliki
beberapa materi ajar yang terdiri dari Aqidah Akhlak,
Fiqh, SKI, al-Qura>n Hadist. Dari beberapa materi ajar
tersebut yang dihimpun dalam satu pelajaran PAI,
selalu diintegrasikan dengan lingkungan, misalnya
seperti tema aqidah dan akhlak. Pada penjelasam
akhir pembelajaran guru selalu menanyakan dan
menjelaskan integrasi antara materi ajar dan ekologi,
begitupun dalam pelajaran lainnya. Ini selalu
dilaksanakan secara continuitas di sekolah, agar
29
Q.S. Al-Baqarah [2]: 205
147
peserta didik memahami dan mampu menerapkan
dalam kehidupannya sehari-hari pada saat ia
berinteraksi terhadap lingkungan hidup. Serta
mengingat dan menghayati bahwa dalam diri makhluk
hidup baik tumbuhan, hewan, dan hamparan bumi
langit yang telah diciptakan merupakan wujud adanya
Allah swt dan manusia sebagai khalifah di atasnya
harus menjaga, dan melestarikannya secara konsisten
serta mengelola apa yang ada di dalamnya tanpa harus
merusak subtansi dari padanya.30
3. Pembiasaan Karakter Ekologis
Karakter merupakan suatu hal yang urgen bagi
tercapainya tujuan hidup yang diinginkan. Albert
Einstein31
menegaskan bahwa seorang ilmuwan besar
bukan lahir dari kepandaian, akan tetapi lahir
disebabkan oleh karakter yang dimiliki olehnya.
Karakter ialah nilai dasar yang berguna membangun
personality seseorang yang dibentuk oleh hereditas dan pengaruh lingkungan pergaulan atau lingkungan
alam, membedakan diri dan orang lain serta tampak
dalam sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari. Guna
membentuk karakter peserta didik yang di sekolah,
perlu pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah
upaya memberikan hal-hal positif yang dilakukan oleh
guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang
dididiknya. Membentuk karakter peserta didik dapat
30
Hasil wawancara dengan peserta didik dan guru PAI pada
tanggal 18 Maret 2019 di Mushalla SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere pukul 09.00 WIB.
31
Albert Einstein mengatakan ‚most people say that it is intellect wich makes a great scientist. They are wrong... it is character‛. Lihat dalam Rosidatun, Model Implementasi Pendidikan Karakter, (Caramedia Communication: Gresik,
2018), 14.
148
dibantu melalui keteladanan guru seperti perilaku
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
sikap toleransi, kepeduli an tehadap sesama manusia
dan makhluk Tuhan, ketaatan guru dan hal-hal yang
berkaitan lainnya.
Terkait tentang pentingnya pembentukan karakter
ekologis sejak dini di sekolah oleh para guru, maka
hadirnya Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere sudah tentu pasti membutuhkan
pembiasaan karakter pro-lingkungan demi tercapainya
tujuan pembelajaran di sekolah serta visi dan misi
sekolah. Diketahui hampir dalam aktivitas proses
belajar mengajar Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere selalu memperhatikan
dan mempertimbangkan aspek lingkungan. Hal ini
dilakukan agar anak-anak didik tidak pernah lupa
bahwa lingkungan adalah bagian dari dirinya, mutlak
harus diperhatikan dan lingkungan sebagai sarana
pendukung pembelajaran. Karena alasan inilah, SD
ARAS memiliki rutinitas kegiatan unik dalam rangka
membangun dan menggerakkan kepeduli an secara
konsisten anak-anak usia dini terhadap lingkungan
hidupnya. Bentuk kegiatan karakter ekologis ini ada
yang bersifat harian bahkan mingguan.
Orientasi utamanya adalah agar anak-anak tidak
hanya memahami permasalahan-permasalahan yang
bersifat akademisi tetapi juga memahami permasalah
yang berkaitan dengan kehidupan sosial saat ini. Salah
satunya adalah masalah krisis lingkungan yang
dialami oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Melihat
fakta dan fenomena yang marak terjadi di masyarakat,
maka wujud Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere berusaha mendidik dan
melatih anak-anak di sekolah untuk menjadi generasi
yang memiliki sense kepeduli an terhadap lingkungan
149
yang tinggi dengan cara membentengi sisi spiritual
dan ekologi.
Hal ini dapat diamati ketika para siswa mulai siap
memasuki kelasnya masing-masing. Sebelum masuk
ke dalam kelas, anak-anak diwajibkan berdoa
(menyusun barisan pada tiap-tiap kelas), setelah
berdoa anak-anak diajak untuk merenung eksistensi
alam dan lingkungan. Anak-anak diajak berpikir
bahwa manusia memiliki kewajiban untuk memelihara
lingkungan hidupnya dimanapun baik lingkungan
sekolah dan di luar sekolah karna alam dan lingkungan
merupakan pemberian Allah swt yang memiliki
manfaat besar bagi kehidupan manusia. Selain itu,
memelihara lingkungan hidup dengan mencintai
binatang dan tanaman merupakan perbuatan yang
dianjurkan oleh Allah swt, sebaliknya bagi siapapun
yang merusak lingkungan hidup sungguh Allah swt
sangat membenci perbuatan itu. Allah swt
menciptakan sesuatu pasti memiliki manfaat bagi
lainnya. 32
Tidak ada makhluk Tuhan di atas bumi ini
yang tidak memiliki manfaat satupun, bahkan pada
dedaunan yang tua dan mati sekalipun, ia masih bisa
memberi manfaat bagi makhluk Tuhan lainnya. Salah
satunya dedaunan tua yang berada di sekeliling kita
Anak-anak diajak mengambil 10 daun-daun kering
setelah berdoa. Daun-daun kering itu dikumpulkan
saat istirahat. Ketika sudah banyak daun-daun itu
dikumpulkan dimasukkan ke dalam karung dan
dibawa ke tempat pembuatan kompos yang dikelola
oleh Dinas Lingkungan Hidup di daerah Cinere. Siswa
menukarkan daun-daun kering dengan kompos yang
32
Hasil wawancara dengan Puspita Aditia guru kelas VI
lima pada tanggal 18 Maret 2019 di kantor gur SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere pukul 11.00 WIB.
150
sudah jadi. Kompos-kompos itu digunakan warga
sekolah untuk menyuburkan tanaman dan kebun di
area sekolah, sehingga tanaman hijau tumbuh rimbun
dan sehat.
Aktivitas seperti ini dilaksanakan setiap hari
secara continuitas agar anak-anak di sekolah menjadi
terbiasa, peka, bertanggung jawab dalam upaya-upaya
penyelamatan terhadap kondisi lingkungan hidupnya
baik di sekolah, masyarakat dan lingkungan rumah
serta pembangunan berkelanjutan. Dengan
menerapkan rutinitas seperti ini, siswa-siswi pun
diharapkan menjadi sosok yang peka dengan
pemandangan-pemandangan sampah yang ada di
sekitar lingkungan belajar dan bermain baik sampah
yang bersifat organik maupun non-organik.33
Kegiatan lainnya lagi ialah menabung sampah.
Kegiatan ini dilakukan dihari-hari tertentu (hari
Jumat) yang sudah menjadi rutinitas sekolah. Anak-
anak dibimbing oleh guru kelas menuju keluar
sekolah. Mereka diajak mengamati keadaan
lingkungan sosial. Tujuan utamanya agar anak-anak
dekat dengan masyarakat, tidak memilah milih teman
dari kalangan apapun karena mayoritas dari anak-anak
datang dari kalangan menengah ke atas, serta
mengetahui kondisi lingkungan masyarakat. Sambil
berjalan dan mengamati keadaan lingkungan
masyarakat anak-anak diperintahkan untuk memungut
sampah yang ada di sekitar mereka lalui. Sampah-
sampah itu dikumpul di sekolah dengan cara
mengantri (karena diabsen satu persatu). Anak-anak
mendengar nasehat dengan seksama oleh guru.
33
Hasil wawancara dari Rifan Dermawan, guru kelas lima
pada tanggal 18 Maret 2019 di kantor guru SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere pukul 11.00 WIB.
151
Mereka dilatih untuk bersikap sabar dalam kegiatan
‚menabung sampah‛. Pembiasaan yang dilaksanakan
di SD ARAS ini perlu kerjasama, komitmen, contoh,
kontrol dari semua pihak agar anak-anak pun
bersemangat dan bersabar dalam melatih kepekaan
mereka terhadap lingkungan hidupnya.
Memotivasi terbentuknya karakter pro-ekologi
siswa-siswi sejak dini di SD ARAS, maka perlu
dilatih melalui kewajiban membersihkan sekolah
(jangan bertumpu pada petugas pembersih), merawat
tanaman, menyayangi hewan, membudidayakan
tanaman, dan memilah sampah-sampah organik dan
anorganik. Harapannya, dengan apa yang telah
dilakukan pendidik dan anak-anak di sekolah menjadi
ladang amal yang akan dipetik di akhirat, dan anak-
anak tumbuh menjadi generasi yang lebih baik di
masa mendatang.
4. Slogan Kebersihan dan Lingkungan
Slogan sebenarnya memiliki bahasa yang unik dan
menarik, secara tidak langsung tujuan dari slogan
ialah agar peserta didik atau pembacanya mudah
memahami subtansi tulisan tersebut sehingga
menimbulkan rasa empati dalam diri peserta didik
atau pembaca. Kairavouri dan Heikki dalam
penelitiannya ‚posters as a means of learning and Communication in internship period‛ menjelaskan
bahwa pemberian tugas melalui bentuk poster yang
menarik dapat membantu pembelajaran siswa menjadi
inovatif dan kreatif karena adanya strategi materi dan
komunikasi visual.34
Selain itu, anak-anakpun mudah
34
Seija Kairavouri, Heikki Kynaslahti, ‚Posters as a means
of learning and communication in internship period‛, Journal of Art & Humanities. Vol.3 No. 10 (2014).
152
mengingat kata-kata yang tersirat dari slogan yang
tertulis. Relevan dengan itu, Sekolah Dasar Ar-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere melihat
peluang positif bahwa melakukan pembelajaran
melalui slogan atau poster juga memiliki pengaruh
signifikan bagi peserta didik di sekolah, salah satunya
memberikan kesadaran ekologi pada individu peserta
didik dan warga sekolah lainnya.
Bila berkunjung di Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere, banyak
ditemukan slogan-slogan yang bersifat islami,
mengenai kebersihan, lingkungan dan bumi. Tata
letak slogan-slogan itu ada di sekitar dinding tembok,
dinding sekolah, dan di area taman dan lapangan.
Beberapa slogan sekolah yang mayoritas bersifat
kalimat imperatif ajakan dan imperatif suruhan.
Kalimat yang bersifat imperatif ajakan dan imperatif
suruhan itu lebih banyak berisi tentang ajakan dalam
menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan,
walaupun ada beberapa slogan yang bersifat imperatif
biasa yang memiliki subtansi berbeda. Slogan-slogan
itu ialah sebagai berikut:
a. Kebersihan Sebagian Dari Iman
Slogan ini diadopsi dari kata-kata mutiara
bahasa Arab yang berbunyi ‚al-naz}ofatu min al-i>ma>n‛. Tujuan slogan ini yakni
memberitahukan dan mengajak kepada warga
sekolah khususnya peserta didik untuk
menjaga kebersihan yang tidak hanya fokus
pada kebersihan kelas dan luar kelas akan
tetapi meliputi kebersihan badan, pakaian,
lingkungan (sekolah, masyarakat, tempat
bergaul, tempat beribadah, dan tempat
tinggal). Kebersihan yang terealisasi dengan
baik menandai dan menggambarkan keimanan
153
seseorang. Artinya seseorang yang beriman
kepada Allah swt, sudah tentu pasti ia
memiliki sifat mencintai kebersihan yang
menyeluruh, ukurannya tidak hanya berasal
dari pakaiannya saja. Jika slogan ini benar-
benar diterapkan dengan baik oleh siswa siswi
di sekolah, mengartikan anak-anak benar-benar
menerapkan apa yang menjadi perintah dan
larangan Allah swt yakni mencintai kebersihan
secara paripurna.
b. Buanglah Sampah Pada Tempatnya
Slogan ini hakikatnya mengandung arti yang
tersirat dalam, walaupun sebagian besar orang
banyak menilai bahwa slogan ‚Buanglah
Sampah Pada Tempatnya‛ hanyalah berupa
sebuah tulisan yang menghiasi tempat-tepat
sampah yang kemudian sering diabaikan oleh
banyak orang. Namun core dari slogan ini,
mirisnya banyak yang tidak mampu untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi warga sekolah khususnya di SD Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere,
slogan ini tentunya tidak asing didengar dan
dilihat. Angga siswa kelas enam mengatakan
bahwa di SD ARAS Cinere banyak dijumpai
slogan-slogan kebersihan, bumi, dan alam. Ia
mengutarakan bahwa tujuan dari slogan-slogan
yang cukup banyak di sekolah tidak lain agar
setiap anak-anak paham dan sadar dengan
tanggung jawabnya dalam melestarikan
lingkungan hidup salah satu bagian terkecilnya
ialah dimulai dengan membuang sampah pada
tempatnya. Bagi Angga slogan-slogan di
sekolah sebenarnya memberi himbauan kepada
seluruh warga sekolah untuk tidak pernah
154
bosan dan lupa dalam masalah konservasi pada
lingkungan. Slogan ini mengajak seluruh
lapisan warga sekolah untuk tidak membuang
sampah sembarangan dan mengelompokkan
sampah yang organik dan anorganik di tempat-
tempat sampah yang telah disediakan di
sekolah.
c. Stop Global Warning, Start Think Green Di tengah arus globalisasi dan modernisasi
yang semakin meningkat sebenarnya
membawa pengaruh positif bagi semua
masyarakat, namun di lain sisi kemajuan itu
dapat memunculkan dampak-dampak negatif
bagi siapapun. Di antaranya dampak negatif
yang mucul dari arus modernisasi dan
globalisasi ialah pencemaran lingkungan, air
dan udara. Hadirnya globalisasi mengawali
lahirnya pemanasan global. Slogan ini berarti
mengajak warga sekolah untuk bersama-sama
menyelamatkan dunia melalui berbagai macam
cara seperti go green dan gagasan hijaun
lainnya yang membangun demi mencegah
pemananasan global akibat rumah kaca.
d. No Pollution = World Evolution Slogan ini untuk mengingatkan kepada warga
sekolah bahwa dengan tidak adanya polusi,
maka sama juga dengan evolusi dunia.
Maksdunya dunia akan semakin berangsur
berproses membaik dengan adanya bebas
polusi, bebas pencemaan udara, air dan lainnya
e. Gerakan Hidup Bersih Dan Sehat Bebas
Sampah
Hal yang paling sulit untuk dipraktikkan oleh
masyarakat Indonesia dalam kehidupannya
sehari-hari ialah hidup bersih dan membuang
155
sampah pada tempatnya. Dengan adanya
slogan ini menghimbau kepada warga sekolah
untuk menggalakkan gerakasn hidup yang
bersih dan bebas sampah dengan berbagai
kegiatan dan program kegiatan di sekolah.
f. Hijaukan Kembali Untuk Masa Depan Bumi
Kita
Mengajak warga sekolah untuk menanam
banyak pohon (tidak melakukan penebangan
terhadapnya) agar bumi yang ditinggali tidak
gersang melainkan menjadi hijau dengan
tujuan agar bisa dirasakan dan dimanfaatkan
bagi generasi-generasi selanjutnya atau anak-
anak cucu.
g. Ciptakan Lingkungan Sekolah Hijau, Bersih,
Dan Nyaman
Slogan ini menghimbau warga sekolah untuk
turut menciptakan lingkungan yang hijau, asri,
nyaman dan bersih. Dengan lingkungan yang
bersih maka akan mempengaruhi proses
pembelajaran siswa siswi dan kesehatannya di
sekolah.35
Slogan-slogan di atas, pada umumnya untuk
menyampaikan informasi dalam bentuk kalimat
pendek dan menarik. Tujuan khususnya ialah agar
dapat mempengaruhi peserta didik atau pembaca
melalui informasi yang disampaikan, menghimbau
peserta didik atau pembaca agar melakukan apa yang
menjadi tujuan kalimat slogan (menjaga kebersihan,
membuang sampah pada tempatnya, menggalakkan
hidup yang bersih dan sehat, menjaga bumi dan
sebagainya), memotivasi peserta didik atau pembaca
35
Hasil pengamatan di sekitar lingkungan SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere.
156
dengan pesan-pesan yang disampaikan melalui slogan,
serta untuk menyadarkan masyarakat umum atau
warga di luar sekolah lainnya yang berkunjung ke
sekolah.
5. Kegiatan Ekstrakulikuler Tertentu
Kegiatan eskstrakurikuler adalah salah satu
bagian dari pembentukan pendidikan karakter anak-
anak. Karakter atau biasa disebut dengan tabiat/watak
merupakan sikap yang terbentuk sesuai faktor
kehidupan anak-anak. Ekstrakurikuler selain
merupakan wahana yang dapat membantu
pengembangan anak-anak relevan dengan kebutuhan,
potensi, bakat, minat juga dapat membantu
pertumbuhan pengembangan kepribadian peserta didik
di sekolah.36
Sikap peduli atau partisipasi siswa siswi terhadap
lingkungan sebenarnya tidak hanya diaplikasikan pada
mata pelajaran atau pada saat peserta didik berada di
sekolah. Sebagai sekolah yang berciri khas
menerapkan kurikulum berwawasan lingkungan,
harapannya dalam segala aktivitas baik saat KBM, dan
program kegiatan sekolah lainnya memberikan
kesempatan penuh dan ruang kepada pendidik serta
peserta didik untuk mengembangkan dan menyisipkan
waktu dalam hal kelestarian lingkungan. Dalam
kegiatan ekstrakulikuler sekalipun, Sekolah Dasar Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere tidak
pernah lepas untuk mengembangkan tujuan utama dari
sekolah yakni membumikan kesadaran peserta didik
terhadap lingkungan hidup dengan menyisipi
36
Syarifuddin K, Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam (PAI): Konsep Penguatan Pendidikan Karakter Dalam Upaya Deradikalisasi Pelajar di Lingkungan Sekolah,
157
pengetahuan dan sikap cinta terhadap lingkungan
melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang
dilaksanakan di sekolah ARAS seperti pramuka dan
tahfiz, tidak pernah melupakan bagian-bagian dari
pada kelestarian lingkungan baik itu bersifat wawasan
atau berupa tindakan. Di dalam kegiatan pramuka
misalnya, tak sedikit para pembina mengajak anak-
anak untuk bersikap ekologis dengan cara bersama-
sama mengajak anak-anak menjaga lingkungan dan
kebersihan sekitar lingkungan sekolah. Yang lebih
fundamentalnya bahwa di dalam pramuka terdapat
‚Dasa Darma Pramuka‛37
yang mana dari sepuluh
point ‚Dasa Darma Pramuka‛ tersebut bait pertama
dan kedua penekanannya adalah masalah spiritual dan
sikap ekologis. Bait pertama ‚Taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa‛ berarti anggota pramuka harus
menjalankan perintah Tuhan serta meninggalkan
segala larangan-larangan-Nya,dilanjut dengan selalu
konsisten membaca doa atau niat karena Allah dalam
setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari serta patuh dan berbakti kepada
kedua orangtua, sayang kepada saudara, dan lain
sebagainya karena ini merupakan bagian-bagian
perintah Allah swt. Bait kedua ‚Cinta Alam dan Kasih
Sayang Sesama Manusia‛, makna yang terselip dari
bait ini ialah mengajak anggota pramuka untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan dimanapun berada,
37
Isi Dasa Darma Pramuka: 1. Taat kepada Tuhan Yang
Maha Esa; 2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia; 3.
Patriot sopan dan ksatria; 4. Patuh dan suka bermusyawarah; 5.
Rela menolong dan tabah; 6. Rajin terampil dan gembira; 7.
Hemat, cermat, dan bersahaja; 8. Disiplin, berani, dan setia; 9.
Bertanggung jawab dan dapat dipercaya; 10. Suci dalam pikiran,
perkataan dan perbuatan.
158
ikut menjaga kelestarian alam, baik flora maupun
fauna, membantu fakir miskin, yatim piatu, orang tua
jompo dan mengunjungi orang yang sakit.
Pokok penting lainnya dari kegiatan
ekstrakurikuler pramuka salah satunya ialah berkemah
yang dilakukan di alam terbuka.38
Kegiatan berkemah
ini dilakukan di gunung, hutan, dan pantai. Banyak
nilai positif yang didapatkan dari berkemah di antara
yaitu ‚cinta alam‛. Dengan adanya sikap kesadaran
cinta alam peserta didik atau seseorang maka ia akan
menyadari bahwa alam adalah karuniaTuhan yang
terbesar.Dalam kegiatan berkemah ini, anak-anak
justru banyak merenung dan menghayati keagungan
Tuhan melalui ciptaannya yang ada di bumi dan langit.
Anak-anak diharapkan dapat menggali pikirannya
bahwa masing-masing dari ciptaan-Nya saling
memiliki keterkaitan, saling membutuhkan, saling
memberi keseimbangan. Jika tanpa memiliki dan
menyadari urgensi sikap ‚cinta alam‛ maka manusia
jugalah yang akan merasakan dampaknya. Senada
dalam firman Allah swt dalam surat Ar-Rahman ayat
2-7 dan surat Al-Maidah ayat 33 yang berbunyi:
38
Berkemah adalah kegiatan hidup di luar rumah atau di
alam bebas dalam beberapa waktu dengan menggunakan alat-
alat sederhana. Kemendikbud, Panduan Pembinaan Ekstrakurikuler Wajib Kepramukaan di Sekolah Dasar, (Jakarta:
2017), 3.
159
‚2)...Yang telah mengajarkan Al Quran. 3)
Dia menciptakan manusia. 4) Mengajarnya
pandai berbicara. 5) Matahari dan bulan
(beredar) menurut perhitungan. 6) Dan
tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan
Kedua-duanya tunduk kepada nya. 7) Dan
Allah telah meninggikan langit dan Dia
meletakkan neraca (keadilan).39
‚Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-
orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya
dan membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di
dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan
yang besar‛.40
Intinya ekstrakurikuler kepramukaan dapat
membantu mengembangkan peserta didik memiliki
39
Q.S Al-Maidah [5]: 33 40
Q.S Ar-Rahman [55]: 2-7
160
karakter spiritual dan sosial yang kuat, memiliki
karakter kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, serta
memiliki kecakapan kokoh guna membekali peserta
didik survivedi tengah-tengah masyarakat.
Ekstrakurikuler lainnya yang dapat menggali
potensi kesadaran eco-spiritual peserta didik ialah
tahfiz. Tujuan dari tahfiz bukan sekedar agar anak-
anak dapat menghafalkan ayat-ayat al-Qura>n dari
setiap juz al-Quran, tetapi yang lebih esensial ialah
anak-anak dapat mentadabbur isi dari ayat-ayat al-Qura>n dan mengamalkan perintah yang ada di
dalamnya. Biasanya dalam tahfiz ini, anak-anak
membaca al-Qura>n dengan terjemahannya. Metode ini
dapat memudakan anak-anak dalam menghafal,
memahami tiap kata, menambah kosa kata bahasa
Arab, dan memahami maksud dari isi ayat al-Quran,
sehingga anak-anak yang telah mengikuti program
ekstrakurikuler tahfiz ini dapat mengakutualisasikan
nilai-nilai yang tertanam dari ayat-ayat al-Quran yang
telah dipelajarinya dalam kehidupannya sehari-hari.41
Nana menjelaskan dalam program tahfidz yang diikuti,
ia juga belajar lebih banyak bahwa segala sesuatu yang
ada di bumi ini terselip tanda-tanda kebesaran Tuhan
yang belum banyak disadari oleh manusia.42
Adapun
untuk lebih detail dapat diamati pada tabel di bawah
ini:
41Syarifuddin K, Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam
(PAI): Konsep Penguatan Pendidikan Karakter Dalam Upaya Deradikalisasi Pelajar di Lingkungan Sekolah, (2018
42 Hasil wawancara dengan Nana siswi kelas V pada
tanggal 29 Maret 2019 di Musholla SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere.
161
Nilai-Nilai SE-Ekologi Pada Kegiatan
Ekstrakuriker
Tabel 1.13
No Nama Kegiatan Nilai-nilai SE-Ekologi
1 Pramuka Penguatan nilai-nilai SE-
Ekologi dilakukan saat
kegiatan pramuka dan
juga kegiatan kemah.
Kegiatan pramuka bukan
hanya mengajarkan
kegembiraan dan
kemandirian akan tetapi
ada nilai-nilai spiritual
ekologis yang tertanam di
dalamnya. Ditandai dari
hasil pengamatan pada
kegiatan pramuka
sekolah.
2 Tahfiz Qura>n Pada saat kegiatan ini
anak-anak tidak hanya
belajar menghafal ayat-
ayat Allah, akan tetapi
diajak untuk memahami
isi kandungan ayat dan
berusaha mendidik anak-
anak untuk menerapkan
apa yang telah dihafalkan
dalam kehidupan sehari-
hari.
Tabel di atas mengartikan bahwa terdapat nilai-
nilai pendidikan spiritual berwawasan ekologi pada
dua kegiatan ekstrakurikuler (pramuka dan Tahfiz Qura>n) di SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
162
C. Aplikasi Program Pendidikan Spiritual Berwawasan
Ekologi Di Sekolah
Dalam menunjang kesadaran spiritual dan ekologi,
Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere bukan hanya melaksanakan pembelajaran sebatas
pada tatanan teoritis, akan tetapi juga mengaplikasikan
kepada beberapa program kegiatan yang berkaitan penuh
dengan keduanya guna membangun dua kesadaran tersebut
secara bersamaan bagi peserta didik di sekolah. Dengan
mengikutsertakan kedua aspek tersebut di dalamnya
diharapkan aspek spiritual bertujuan membentuk karakter
diri peserta didik sehingga karakter tersebut mampu
mengarahkan seorang anak dalam menyikapi segala hal
yang akan dihadapinya baik yang bersifat positif maupun
yang bersifat negatif. Sedangkan unsur ekologi memiliki
tujuan untuk membangun kesadaran kepekaan seorang
anak dalam menghadapi permasalahan lingkungan hidup
dan cara pemecahannya terhadap permasalahan itu. Oleh
karenanya dalam memfasilitasi dua dimensi tersebut,
Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere menerapkan program-program yang berhubungan
erat antara spiritual dan ekologi, di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Assembly merupakan acara pentas seni wajib yang
ditampilkan dari setiap kelas tiap semesternya.
Uniknya acara assembly ini yakni kostum-kostum
yang digunakan oleh peserta didik berasal dari
bahan-bahan recycle (daur ulang). Menariknya lagi
dalam acara assembly bukan sekedar pementasan
seni akan tetapi mengandung pesan-pesan tersirat
baik bersifat sosial, agama, dan moral. Salah satu
acara yang termasuk di dalam pementasan ini yaitu
drama, anak-anak menampilkan drama yang
berbeda dari masing-masing kelas. Ada banyak
pesan-pesan yang dapat diambil dari seni drama
163
ini, misalnya relevan dengan kajian ini, tema
drama yang diangkat tentang sikap tauladan
Rasulullah saw terhadap lingkungan, seperti
mensosialisasikan penghijauan dan tidak
melakukan pencemaran terhadap lingkungan.
Sebagai seorang yang bertaqwa dan mendapat
julukan manusia sempurna, Rasulullah justru akrab
dan cinta pada lingkungan hidupnya. Sikap
tauladan ekologis Rasul merupakan bentuk
gambaran ketaatan manusia terhadap Tuhannya,
karena mengakui bahwa lingkungan merupakan
makhluk Tuhan. Lingkungan secara fisik bukan
hanya pemenuhan kebutuhan materi manusia akan
tetapi pemenuhan kebutuhan spiritual manusia.
Aspek ekologi yang dapat digali dari event ini,
misalnya anak-anak memanfaatkan bahan-bahan
bekas yang sudah tidak terpakai di daur ulangkan
kembali (recycle) untuk digunakan sebagai kostum
pentas seni mereka, background panggung, dan
sebagainya. Acara assembly merupakan acara
favorit yang sangat ditunggu-tunggu dan disukai
oleh anak-anak di sekolah.
2. Earth Day (hari bumi) merupakan hari pengamatan
tentang bumi yang dicanangkan setiap tahun pada
tanggal 22 April dan diperingati secara
internasional. Hari bumi ini bukan hanya sekadar
peringatan ‚hari bumi‛ saja, akan tetapi momen
tersebut juga dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesadaran dan kepeduli an manusia serta memberi
apresiasi terhadap planet bumi (planet hijau) yang
merupakan tempat tinggal umat manusia. Dalam
acara peringatan hari bumi anak-anak dan para
guru berkumpul di lapangan dengan masing-
masing membawa tanamam hijau, bunga, dan
sebagainya. Rifa menjelakan bahwa pada hari bumi
164
ini, anak-anak diajak berpikir, menghayati bahwa
bumi merupakan bentuk kebesaran Allah swt dan
amanah-Nya yang harus dijaga dan dilestarikan
oleh manusia. Lebih dari itu, guru memotivasi
anak-anak bahwa sebagai generasi penerus
pemimpin-pemimpin selanjutnya di atas bumi,
yang menjadi pengguna sekaligus penggelola bumi
untuk tidak melakukan tindakan semena-mena
(membuang sampah sembarangan, membunuh
hewan, melakukan eksploitasi), merusak bumi
tanpa sikap perbaikan terhadap bumi hanya untuk
kepentingan personal atau kepentingan suatu
komunitas. sebagaimana firman Allah swt yang
berbunyi:
‚Dan dia lah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di bumi dan dia
meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.‛43
43
Q.S. Al-An’am [6]: 165
165
‚Dan dialah yang menurunkan air hujan
dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan
Maka kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau.
kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari
mayang korma mengurai tangkai-tangkai
yang menjulai, dan kebun-kebun anggur,
dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan
delima yang serupa dan yang tidak
serupa. perhatikanlah buahnya di waktu
pohonnya berbuah dan (perhatikan
pulalah) kematangannya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman.‛44
44
Q.S. Al-An’am [6]: 99.
166
Tujuan daripada guru-guru mengaitkan sisi
spiritual dengan pentingnya pemeliharaan ekologi
ialah agar anak-anak merasa takut, sadar, dan
selalu ingat bahwa membuat kerusakan terhadap
bumi merupakan larangan Allah swt, dan Allah swt
tentu akan memberi ganjaran atau hukuman bagi
mereka yang telah merusak bumi. Dengan itu, para
guru menekankan bahwa pendidikan spiritual
ekologi ini benar-benar harus ditanamkan sejak
dini, karena pemberian pengetahuan tersebut
terhadap anak-anak akan terus melekat dalam
setiap ingatan mereka hingga dewasa.
3. Field trip yakni acara kunjungan pembelajaran
siswa-siswi ke luar kelas/sekolah. Tempat-tempat
yang dituju field trip sesuai dengan tema yang
telah ditentukan. Dalam kegiatan field trip, anak-
anak bukan sekedar berkunjung tetapi juga
mempelajari apa yang ada di sekitarnya. Kegiatan
seperti ini seringkali dimanfaatkan oleh para guru
untuk mengobservasi tindakan siswa-siswi baik
aspek afektif, sosial, spiritual dan psikomotorik
anak dalam interaksinya pada kehidupan sosial
implementasi dari pengetahuan yang didapatkan
dari sekolah. Dalam kunjungan pembelajaran akan
terlihat anak-anak yang belum terbiasa dengan
menjaga kebersihan lingkungan dan anak-anak
yang sudah terbiasa menjaga lingkungan hidupnya.
Motivasi anak-anak yang sudah beradaptasi dalam
menjaga kebersihan lingkungan hidup beragam-
ragam.45
Anisa siswi yang sedang duduk di bangku
kelas lima mengakui bahwa dirinya merasa
45
Hasil wawancara dengan Rifa Rahmaniah, kepala sekolah,
di kantor kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
167
termotivasi untuk menjaga lingkungan hidup di
manapun ia berada karena sejak kecil orangtuanya
telah memberikan pengarahan, pemahaman dan
pendidikan lingkungan bahwa Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat semena-mena
terhadap lingkungan hidup. Ketika lingkungan
rusak maka hal itu akan berdampak bukan pada
dirinya saja, tetapi akan berdampak kepada semua
orang yang ada di sekitarnya.
Ditambah lagi
dengan masuknya Anisa di sekolah Islam
berwawasan lingkungan hidup, membuat
kesadaran ia menjadi lebih meningkat, karena
penekanan di sekolah bukan saja mengenai
lingkungan akan tetapi berintegrasi dengan
spiritual. Anisa menuturkan bahwa setiap jam
keberadaan mereka di sekolah, selalu diingatkan
dalam untuk menjaga kebersihan lingkungan
sekolah. Secara pribadi alasan Anisa selalu
berusaha menjaga kelestarian lingkungan ialah
takut akan adanya teguran Allah di dunia dan
akhirat. 46
Selain program-program di atas ada beberapa program
unggulan wajib dan research topic yang berbeda-beda pada
setiap level pendidikan. Tujuan program pendidikan hijau
dan topik penelitian adalah untuk menunjukkan sikap
kepeduli an peserta didik terhadap makhluk hidup yang
ada di lingkungan sekitarnya baik di sekolah, masyarakat,
dan lingkungan tempat tinggal. Program kegiatan ini
secara keseluruhan dilaksanakan di Sekolah Dasar Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere itu sendiri.
46
Hasil wawancara dengan Anisa, siswi kelas V di Musholla
SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
168
Adapun untuk program dan topik penelitiannya akan
diuraikan di bawah ini:47
Program Green Education dan Research Topic Tabel 1.14
Program Green Education dan Research Topic
Level Program Research
Grade 1 Little farm Pengamatan pertumbuhan
hewan
Persemaian Identifikasi tulang daun
Grade 2 Kebun
jagung
Pengamatan jenis batang
Kompos Pertumbuhan jagung dan
hama pada jagung Rumah
kaktus
Grade 3 Rumah jamur Pembuatan media untuk
baklok
Hidroponik Membuat nutrisi media
hidroponik
Grade 4 Recycle paper
Membuat metamorfosis
kupu-kupu
Waste bank
Grade 5 Ecoshop Pengamatan kultur air dan
jaringan Menanam
Sayur
Grade 6 Vertical garden
Masing-masing grade yangdiuraikan di atas, sudah
memiliki program green education dan tema penelitian
tersendiri. Setiap peserta didik sudah mengetahui
tanggung jawab dari tugas tersebut dan akan terus
47
Hasil Analisis Data dari Program Kegiatan Sekolah Dasar
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere Tahun Ajaran
2018/2019.
169
dibimbing oleh guru kelas dan asisten guru kelas. Dalam
program green education diharapkan anak-anak dapat
mengetahui, mempraktikkan, dan mengamalkan
pengetahuan yang didapatkan dari sekolah mulai dari
persemaian, merawat tumbuhan atau ternak, sampai pada
memetik hasilnya. Motivasi yang diberikan para guru
kepada anak-anak bahwa dengan melakukan pemeliharaan
terhadap alam dan lingkungan merupakan bagian dari
anjuran Allah swt yakni sikap turut serta memelihara
kelangsungan kehidupan manusia. Sebagaimana yang
termaktub dalam al-Qura>n surat al-Maidah ayat 32 yang
berbunyi:
...
‚Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.‛ 48
Kaitannya dengan ayat yang telah dijelaskan di atas
ialah membumikan pengetahuan dan sikap hijau terhadap
anak-anak sejak dini memiliki tujuan tidak lain adalah
untuk memelihara keselamatan manusia dan bumi ini
sendiri. Sehingga dengan sikap ini manusia dan alam
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara
bersamaan. Oleh karenanya sekolah hijau Islam Cinere,
menginginkan anak-anak didiknya memperoleh
pengetahuan dan memahami cara menghargai lingkungan
dan alam melalui berbagai program green education yang
sudah terencana dari setiap grade:
1. Little Farm merupakan kegiatan bertani atau
berternak yang dilakukan oleh anak-anak. Kegiatan
little farm yang ditujukan khusus bagi anak-anak
tingkat satu dengan tujuan agar anak-anak belajar
merawat, memelihara, dan menyayangi hewan-hewan
48
Q.S. Al-Maidah [5]: 32
170
peliharaan atau tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar
lingkungan hidup.
2. Persemaian atau nursery (persemaian) merupakan
tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan
memproses benih menjadi sebuah bibit yang telah siap
ditanamkan di lapangan. Kegiatan ini juga dilakukan
anak-anak kelas satu. Biasanya untuk anak pemula
nyemai bibit cabe, tomat, kankung, dan pakcoy.
Tujuan utama dari kegiatan persemaian ini agar anak-
anak memahami cara memperlakukan tanaman yang
berbentuk bibit sesuai dengan keadaannya masing-
masing, sehingga dapat memberikan pertumbuhna
secara optimal, pemeliharaan yang optimal
(memudahkan anak-anak mengontrol dan merawat
tanaman), tanaman akan mudah berdaptasi dengan
lingkungan eksternal dan ekstrim, serta memberi
pengetahuan kepada anak-anak bahwa persemaian
dapat menjadi pengganti tumbuhan yang mati di
lapangan.
3. Kebun jagung merupakan tempat kegiatan menanam
dan memelihara kebun jagung yang ditanam oleh
anak-anak, dan akan terus di rawat sampai dapat
menghasilkan jagung oleh anak-anak kelas dua.
4. Rumah Kompos adalah tempat untuk mengumpulkan
daun-daun yang sudah kering kemudian akan diolah
menjadi pupuk kompos. Kegiatan ini biasanya
dilakukan untuk anak-anak kelas dua. Pupuk kompos
ini digunakan untuk tanaman-tanaman sekolah dan
tumbuhan yg masih proses pertumbuhan.
5. Rumah kaktus adalah tempat menyimpan kaktus.
Kegiatan ini dilakukan agar tanaman kaktus mendapat
perawatan yang baik.
6. Rumah jamur atau dikenal dengan istilah ‚kumbung‛
adalah tempat menyimpan media tanaman agar
pertumbuhan jamur dapat tumbuh dengan baik dan
171
menghasilkan jamur yang berkualitas (baik dari segi
berat dan bentuk). Program kegiatan ini dilaksanakan
bagi anak-anak kelas tiga.
7. Hidroponik merupakan salah satu cara
membudidayakan tanaman dengan memanfaatkan air
tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya.
Program kegiatan ini dilaksanakan bagi anak-anak
kelas tiga. Yang ditanamkan di hidroponik untuk anak
kelas tiga adalah kankung dan pakcoy.
8. Recycle paper merupakan kegiatan mendaur ulang
atau mengolah kembali barang bekas untuk dijadikan
kerajinan dan lain-lain. Kegiatan ini biasanya
dilakukan untuk kelas empat.
9. Waste bank atau bank sampah merupakan kegiatan
yang bersifat social engineering yang mengajarkan
anak-anak sejak dini untuk memilah sampah serta
menumbuhkan kesadaran siswa-siswi dalam
pengelolaan sampah secara bijak dan pada gilirannya
akan mengurangi sampah yang akan diangkut ke TPA
(tempat pembuangan akhir). Bank sampah salah satu
kegiatan momentum awal dalam membina kesadaran
kolektif siswa-siswi untuk mulai memilah, mendaur
ulang, dan memanfaatkan sampah karena sampah
mempunyai nilai jual yang cukup baik sehingga
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan
menjadi budaya baru di Indonesia. Program kegiatan
ini biasanya dilakukan oleh anak-anak kelas empat. 10. Ecoshop merupakan kegiatan menjual hasil dari
tanaman-tanaman yang sudah dirawat dan dipelihara
oleh anak-anak serta kerajinan-kerajinan yang
diperoleh dari recycle paper. Ecoshop ini biasanya
dilaksanakan pada saat open house yakni program
kegiatan dalam rangka memperkenalkan atau
mempromosikan sekolah kepada khalayak umum.
172
11. Menanam sayur yaitu menanamkan sayur dari hasil
persemaian atau yang sudah siap untuk ditanam di
lapangan. Seperti menanam sayur kangkung dan
sebagainya.
12. Vertical Garden adalah tanaman bertingkat dengan
maksud agar luas lahan yang ingin ditanam
bertambah. Di Sekolah Dasar Al-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere tanaman tingkat ini
merupakan program kegiatan untuk kelas enam.
Tanaman vertical garden ini biasanya menggunakan
aquaponic dengan cara menggantungkan pot-pot
tanaman bahkan menempelkannya di dinding pagar
sekolah atau wilayah depan teras kelas. Manfaat
program ini bukan hanya menambah pengetahuan bagi
anak-anak kelas enam atau para guru tetapi juga
membuat suasana udara menjadi sejuk dan hijau saat
berada di kelas maupun diluar kelas.49
Dari beberapa program-program yang sudah
dijadwalkan sedemikian rupa pada masing-masing kelas,
siswa-siswi di sekolah juga memiliki tugas research. Yang
mana tugas research itu dipresentasikan pada saat sains book expo. Research yang sudah dibagikan itu akan
dipresentasikan oleh dua sampai tiga orang anak dari
masing-masing kelasnya (mulai dari TK sampai SMP).
Menurut Rifa, anak-anak memiliki antusias yang tinggi
dalam menyelesaikan research mereka. Walaupun anak-
anak baru pertama kali melakukan research tersebut tapi
mereka begitu terlihat serius dalam melakukan setiap
tahapan-tahapan research mulai dari tahap pengamatan,
analisis, sampai pada tahap akhirnya. Hasil penelitian dari
49
Hasil pengamatan dokumentasi kegiatan dan program
GE di SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
2018.
173
masing-masing gradeitu juga akan dimuat dalam bentuk
tulisan dan dibukukan.
Bentuk aktualisasi pendidikan spiritualnya dari
program kegiatan ini ialah terletak pada saat anak-anak
akan memulai kegiatan atau aktivitas green education ini.
Guru kelas atau asisten kelas menjelaskan bahwa apa yang
ditanamkan dan apa yang dipelihara saat ini sampai
tumbuhan atau ternak itu bisa berkembang dengan baik
merupakan izin Allah. Kita (manusia) hanya berusaha
merawat, memelihara agar tumbuh sesuai dengan yang
diinginkan. Adapun masalah berhasil atau gagal semuanya
(baik tanaman dan ternat yang dirawat) sudah kehendak
Allah swt. Selain pada saat memulai kegiatan, biasanya
ada tanaman yang gagal untuk dipanen, seperti program
wajib pada setiap grade seperti kegiatan menanam jagung.
Program ini tak jarang anak-anak mengalami kegagalan
untuk memetik hasil panen jagung karena berbagai alasan.
Namun begitu, guru dalam bidang materi ajar (green education) menjelaskan kepada anak-anak bahwa segala
suatu ini (salah satunya dalam menanam jagung)
merupakan izin Allah swt, Allah swt yang
mengembangkannya dengan baik dan Allah pulalah yang
mematikannya, tanpa izin Allah swt maka panen jagung
tidak menutup kemungkinan gagal. Oleh karenanya,
jangan sampai dalam diri pribadi anak-anak tertanam sifat
merasa bahwa ini berkat hasil usaha mereka sendiri
ditakutkan menimbulkan kesombongan pada mereka
masing-masing. Kenyataannya jika Allah swt tidak
mengizinkannya tumbuh maka ada kemungkinan akan
gagal panen jagung.50
50
Hasil wawancara dengan Rifa Rahmaniah, kepala sekolah,
di kantor kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
174
Proses Penguatan Nilai-Nilai Eco-Spiritual Education di
ARAS
Tabel 1.15
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat proses
penguatan nilai-nilai pendidikan spiritual berwawasan
ekologi di SD AR-Ridha Al-Salaam Islamic Green School
SD AR-RIDHA AL-SALAAM ISLAMIC GREEN SCHOOL CINERE
No Proses penguatan Aplikasi program
Tahunan Setiap Grade
1
Kurikulum 2013 dan
Kurikulum
berwawasan lingkungan
hidup
Assembly Little Farm
Persemaian
2 Integrasi materi ajar
terhadap lingkungan hidup
Earth day Kebun
jagung
Kompos
3 Pembiasaan Karakter
Ekologis
Field trip Rumah
kaktus
Rumah
jamur
4 Slogan-slogan kebersihan
dan
Lingkungan
Hidroponik
Waste bank
5 Ulangan mengenai green education
Recycle paper
Ecoshop
Menanam
sayur
Vertical garden
175
Cinere yang tertanam dalam lima komponen dan beberapa
aplikasi program GE.
D. Indikator Pengetahuan dan Sikap Pro-Lingkungan
Hidup Anak di Sekolah
1. Melalui Ulangan Green School Education Sekolah Hijau Islam pada dasarnya merupakan
sekolah adiwiyata yakni sekolah yang selalu
mempertimbangkan aspek lingkungan dalam segala
aktivitas pembelajaran. Selain memiliki materi ajar
green education, sekolah hijau Islam Cinere
melakukan pengujian melalui ulangan GE dalam
rangka mengukur pengetahuan dan kepekaan siswa
terhadap kepeduli an lingkungan sesuai pengalaman
yang mereka rasakan. Contoh soal yang diujikan
dalam ulangan green education ialah sebagai berikut:
Soal Ulangan Green School Education
Tabel 1.16
NO PERTANYAAN SCORE
1 Ada beberapa hal yang
berkaitan dengan kegiatan
GE yang dilaksanakan di
sekolah? Apa yang kalian
pahami tentang 3R
(Recycle, Reduce, Reuse)?
Jelaskan
2 Lingkungan merupakan
faktor penting yang bisa
memperngaruhi kehidupan
manusia. Coba kalian
jelaskan tentang
lingkungan sekolahmu
yang memiliki program
GE?
176
3 Sekolah kita memiliki
program GE di setiap
grade. Apa saja program
GE yang dilaksanakan di
sekolahmu?
4 Salah satu program GE di
sekolah kita adalah Waste Bank. Jelaskan tentang
waste bank kelas 4 dan
pengelolaannya?
5 Analis bertugas menjaga
waste bank di hari Jumat
dan banyak teman-teman
yang membawa sampah?
Bagaimana cara mengatasi
hal tersebut supaya selesai
dengan cepat?
6 Tukang sampah yang biasa
mengambil sampah dari
rumahmu sering terlambat
datang. Bagaimana
keadaan sampah di
lingkungan sekitar
rumahmu saat ini dan apa
yang sebaiknya kamu
lakukan? Mengapa kamu
harus melakukan atau tidak
melakukan hal itu?
177
7 Di Indonesia, penanganan
sampah belum teratasi
dengan baik. Sehingga
sampah tersebut
menggunung. Padahal
sampah bisa dimanfaatkan
dengan baik. Apakah
sampah bisa menjadi
sumber penghasilan
seseorang? jelaskan!
8 Sampah mempunyai
dampak positif dan juga
dampak negatif bagi
kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya.
Sebutkan 3 dampak positif
dan negatif tentang adanya
sampah?
9 Jenis sampah dibedakan
menjadi dua yaitu organik
dan anorganik. Mengapa
sampah organik bisa
membusuk dan
menimbulkan bau tidak
sedap?
10 Sebutkan macam-macam
sampah organik dan
anorganik?
Dari soal-soal yang diajukan di atas akan terlihat
masing-masing kemampuan pemahaman siswa
tentang green education dan sikap interaksinya
terhadap lingkungan. Karena pada hakikatnya anak-
anak akan menjawab pertanyaan dengan jujur sesuai
apa yang didapatkan dan dilakukannya di lapangan.
178
2. Melalui Kunjungan ke Tempat-Tempat Tertentu
dan Aktivitas di Sekolah
Salah satu yang menjadi moment penting dalam
mengukur suatu keberhasilan pendidikan spiritual
berwawasan ekologi anak, yakni melalui kegiatan
kunjungan pada tempat-tempat tertentu. Biasanya
anak-anak yang sudah mulai beradaptasi dengan
peraturan sekolah akan terlihat sikap mereka dalam
beretika terhadap lingkungan hidup. Contoh yang
paling sederhana dan mendasar yang dijelaskan oleh
Puspita Aditia, ketika anak-anak ingin membuang
bekas makanan atau minuman yang telah
dikonsumsinya. Mayoritas anak selalu menanyakan
keberadaan tempat sampah, bahkan tidak seorang
anakpun yang berani membuang sampah tidak pada
tempatnya.51
Sama halnya yang diungkapkan oleh
Rifa Rahmaniah, anak-anak sekalipun keberadaan
tempat sampahnya jauh, mereka akan menuju ke
tempat sampah itu, walaupun ada sebagian kecil dari
mereka yang bergerak menuju tempat sampah secara
terpaksa, karena melihat teman-teman lainnya
membuang sampah pada tempatnya. Namun, dengan
pembiasaan dan kedisiplinan yang sudah terlatih sejak
dini, niscaya sikap itu akan terbentuk hingga mereka
dewasa.52
Puspita Aditia mengatakan, justru moment ini baik
untuk mengukur pemahaman sikap pro-lingkungan
hidup anak-anak. Karena di lingkungan luar anak-
anak akan mudah memperlihatkan sikap alaminya
51
Hasil wawancara dengan Puspita Aditia, guru kelas
enam, di kantor guru Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic
Green School Cinere.
52
Hasil wawancara dengan Rifa Rahmaniah, kepala
sekolah, di kantor kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere.
179
masing-masing (natural attitude) tanpa harus berpura-
pura. Inilah salah satu yang disebutevent ordinary,
yakni mengukur pemahaman anak-anak baik dari segi
spiritual dan ekologi melalui bagian dari moment-
moment keseharian anak-anak. Dalam moment ini
akan terlihat sejauh mana pemahaman spiritual dan
ekologi mereka yang telah diajarkan di sekolah. Oleh
karenanya, para pendidik SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere tidak pernah melewati
sedikitpun kondisi sikap anak-anak dalam moment
kunjungan ini, karena moment ini dapat
memperlihatkan komitmen anak-anak dalam menjaga
sikapnya dalam berbagai aspek, salah satunya
tindakan mereka dalam menjaga lingkungan hidup.
Aktivitas yang terjadi di sekolah baik di dalam
proses KBM maupun di luar juga dapat dijadikan
patokan untuk mengukur sikap pro-lingkungan hidup
anak-anak. Aktivitas-aktivitas secara spotan terkait
konservasi lingkungan dapat menambah. Adapun
indikator yang diamati dari aktivitas kegiatan di
sekolah ialah:
Indikator Sikap
Tabel 1.17
No Sikap
1 Merawat tanaman dengan teratur setiap hari.
2 Membuang sampah pada tempatnya.
3 Menempatkan sampah organik dan anorganik sesuai
pada tempatnya.
4 Membersihkan ruang kelas dan lingkungan sekolah.
5 Menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah.
6 Mengumpulkan daun-daun yang gugur
7 Merapikan kebun yang mulai tak tertata dengan baik
180
8 Merawat binatang ternak di sekolah ayam dan
burung dan lainnya.
9 Merapikan apotik hidup
10 Saling mengingatkan teman untuk tidak membuang
sampah sembarangan dan menjaga kebersihan
lingkungan sekolah
Itulah beberapa indikator yang menjadi acuan
dalam mengamati sikap atau perilaku ekologis anak di
SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
E. Peran Dan Orientasi Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi
Pendidikan spiritual mempunyai peran penting dalam
kehidupan sehari-hari manusia. Dalam artian dapat
dikatakan, ‚spiritual merupakan bagian inti dalam diri
seseorang‛, semakin baik spiritual yang didapatkan
melalui pendidikan, maka akan semakin baik pula
implementasinya dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Inilah bagian dari alasan bahwa lembaga pendidikan perlu
menanamkan dan memperhatikan aspek spiritual yang
orientasinya bukan menjadi seorang peserta didik yang
taat dan cinta pada Allah swt akan tetapi kesadaran
spiritual mampu membangun kesadaran bersikap secara
konsisten baik terhadap Tuhan, dan makhluk Tuhan yang
ada di atas bumi. Adapun orientasi yang ingin dibangun
dari pendidikan spiritual berwawasan ekologi di Sekolah
Dasar Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School di
antaranya bagi:
1. Peserta didik
Peserta didik merupakan salah satu komponen
dalam sebuah sistem pendidikan. Dalam proses
transformasi pendidikan peserta didik disebut juga
dengan ‚raw material‛ (bahan mentah). Pada
umumnya peserta didik ialah seseorang yang sedang
181
dalam proses atau tahap perkembangan dan
pertumbuhan yang perlu diarah serta dibimbingkan
oleh pendidik baik dari segi kognitif, afektif,
psikomotorik, sosial, dan spiritual.53
Syamsul Nizar54
menggambarkan kriteria peserta didik ke dalam lima
kategori: Pertama, peserta didik bukanlah sebuah
miniatur manusia dewasa, ia memiliki dunianya
tersendiri; Kedua, peserta didik memiliki periodisasi
pertumbuhan dan perkembangan; Ketiga, peserta
didik adalah makhluk Allah swt yang memiliki
perbedaan masing-masing baik dari bawaan maupun
pengaruh dari lingkungan; Keempat, peserta didik
memiliki dua unsur utama baik jasmani dan rohani,
yang masing-masingnya memerlukan dua hal yang
berbeda; Kelima, peserta didik merupakan manusia
yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Dengan memahami definisi dan kriteria peserta
didik pada umumnya. Maka peran anak didik sebagai
penerus bangsa dalam membumikan nilai-nilai
pendidikan spiritual-ekologi yakni: Pertama sebagai
problem solver dalam menghadapi berbagai
permasalahan sosial khususnya mengenai lingkungan
hidup dengan memulai memberikan contoh-contoh
kecil baik dalam lingkup sekolah maupun di
masyarakat, misalnya dalam lingkup sekolah
melakukan pemberian air dan kompos pada tanaman
yang ada di kebun dengan tujuan agar tanaman
memperoleh makanan yang cukup dan tidak mati.
Dalam lingkup masyarakat, misalnya menyuarakan
53
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2015), 133.
54
Syamsul Nizar, Makalah yang tidak diterbitkan, (PPs
IAIN Imam Bonjol Padang, 2013), 23.
182
kepada masyarakat untuk mengadakan sebuah
perlombaan peduli lingkungan. Kedua, sebagai
penggerak generasi, seperti mengajak keluarga dan
teman-teman untuk tidak melakukan bentuk
kerusakan terhadap bumi. Ketiga, sebagai informer yakni memberikan pengetahuan atau informasi
mengenai lingkungan bagi teman-teman di luar
sekolah, contoh sampah organik dan anorganik itu
tidak sama dan harus dibuang sesuai dengan
tempatnya masing-masing. Keempat, sebagai
motivator artinya anak didik SD ARAS Cinere
diharapkan dapat menjadi sosok pendorong anak-anak
lainnya dalam menjaga lingkungan, dan meningkatkan
wawasan sains-nya. Contoh: si A mendapatkan
penghargaan pin Professor, dengan demikian
diharapkan anak-anak didik lainnya menjadi
termotivasi dan berusaha untuk meningkatkan
wawasan dan research-nya mengenai sains dan
ekologi. Selain menjadi motivasi anak-anak di sekolah
SD ARAS, si A juga diharapkan dapat memberi
dorongan bagi anak-anak di lingkungan bergaulnya.
Peran strategis peserta didik dalam membangun
lingkungan, pastinya tidak luput untuk menggapai
tujuan tertentu. Orientasi nilai-nilai pendidikan
spiritual berwawasan ekologi diharapkan dapat
ditujukan untuk pengembangan-pengembangan
potensi diri peserta didik. Secara umum nilai-nilai
pendidikan spritual berwawasan ekologi bertujuan
supaya bisa membangun sikap konsisten siswa-siswi
sejak dini dalam menghargai, menjaga eksistensi
lingkungan hidup. Namun untuk pencapaian orientasi
yang lebih spesifik dapat meliputi tiga aspek:
cognitive domain, affective domain, dan psychomotor domain.
183
a) Ranah kognitif
Kognitif merupakan aspek-aspek yang
berhubungan dengan pembelajaran, intelektual,
dan berpikir.55
Dari penguatan nilai-nilai
spiritual ekologi di SD ARAS, maka orientasi
kognitif yang terbangun yakni mampu
menambah pengetahun peserta didik, bahwa
sebagai manusia sudah selayaknya manusia
juga memperlakukan alam dengan baik karena
alam adalah bagian dari manusia. Alam dan
lingkungan telah memberikan manfaatnya bagi
manusia sebaliknya manusia juga harus
memberikan perlakukan yang baik
sebagaimana perlakuan yang manusia inginkan
dari alam. Memahami adanya hubungan timbal
balik antara keterkaitan alam dan manusia,
yang mana keduanya memiliki hak untuk
dimanfaatkan dan memberi manfaat bagi satu
sama lain (sesama makhluk hidup). Tidak
cukup terhenti pada domain kognitif
‚pemahaman‛, akan tetapi harapan tak kalah
penting ialah dapat membangun kategori
‚aplikasi‛ dari pengetahuan yang didapatkan
dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
b) Ranah afektif
Afektif dipahami sebagai sikap, perilaku yang
melibatkan perasaan dan emosi.56
Dari
55
Veysel Sonmez,‛ Assosiation of Cognitive, Affective,
Psychomotor and Intuitive Domains in Educations, Sonmez
Model‛, Universal Journal of Education Research 5(3): 347-356,
2017.
56
Enamul Hoque, ‚Three domains of Learning: cognitive,
Affective, and Psychomotor‛, The Journal of EFL Education and Research (JEFLER), Volume 2 Number 2 September 2016. 45-
52.
184
pembelajaran nilai-nilai pendidikan spiritual
ekologi, ada beberapa orientasi afektif yang
ingin dibangun: Pertama, menumbuhkan rasa
kepatuhan dan ketaatan yang meningkat di
hati peserta didik. Mampu memberikan
kesadaran bahwa Allah swt mengawasi segala
tindakan yang dilakukan oleh hambanya,
dengan adanya pendidikan spiritual
berwawasan ekologi ini, peserta didik
memahami bahwa mereka harus bersikap
konsisten dalam menjaga lingkungan
hidupnya, peduli dan peka, karena memelihara
alam dan lingkungan merupakan suatu perintah
dan keharusan bagi setiap umat manusia. Hal
itu selaras dengan firman Allah swt:
‚Makan dan minumlah rezki (yang diberikan)
Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka
bumi dengan berbuat kerusakan.‛ 57
Kedua, ikut berpartisipasi dalam menjaga dan
memelihara lingkungan masyarakat, serta turut
membangun lingkungan masyarakat dengan
berbagai program yang direncanakan oleh
kepala desa/RT/RW dan sebagainya,
menghilangkan sikap acuh tak acuh dengan
permasalahan krisis lingkungan yang melanda
masyarakat Indonesia.
Ketiga, orientasi afektif yang diharapkan dari
peserta didik di sekolah dari pendidikan
spiritual berwawasan ekologi ialah mampu
57
Q.S Al-Baqarah [1]: 60
185
menunjukkan sikap peduli terhadap
lingkungan dimanapun anak-anak berada, dan
selalu termotivasi untuk memelihara
lingkungan tanpa ada unsur paksaan atau
lainnya.
c) Ranah psikomotorik
Orientasi psikomotorik adalah hal yang
berhubungan dengan keterampilan motorik
seperti gerakan fisik.58
Orientasi psikomotorik
bagi anak didik di SD ARAS ialah melahirkan
individu-individu yang tanggap dan tegas
dalam menghadapi serta mengatasi problema
krisis lingkungan yang marak terjadi saat ini.
Diharapkan suatu hari jika peserta didik
menjadi seorang pemimpin bangsa mampu
memberikan keputusan bijak dalam
mempertimbangkan segala hal yang
berhubungan dengan alam dan lingkungan
implmentasi dari nilai-nilai spiritual (ketaatan
kepada Tuhan). 59
Tiga Ranah Orientasi SE bagi Anak Didik
Tabel 1.18
No Ranah Orientasi Aplikasi
1 Kognitif 1. Mampu menambah
pengetahun peserta
didik tentang
1. Anak-anak seringkali
menyadari adanya
musibah seperti banjir,
58
A. Ajumunisha Ali Began, A. Tholappan, ‛ Psychomotor
Domain of Bloom’s Taxonomy in Teacher Education‛,
SHANLAX International Journal of Education. Volume 6, 2018.
11-14. 59
Hasil wawancara dengan Rifa Rahmaniah, kepala sekolah,
di kantor kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
186
integrasi spiritual,
manusia dan
lingkungan serta
tanggung
jawabnya terhadap
lingkungan
2. Memahami adanya
hubungan timbal
balik antara
lingkungan dan
manusia
pencemaran udara dan air
serta lainnya tak lepas
dari reaksi alam dan
hukuman Tuhan akan
perbuatan manusia
terhadap bumi yang tidak
berbuat keseimbangan
sehingga mereka sangat
antusias untuk belajar
lebih tentang lingkungan
dan manusia serta
menjaga perilakunya
terhadap lingkungan.
2. Anak-anak selalu
berkeyakinan bahwa apa
yang Allah swt ciptakan
sekalipun seperti daun
tua, memiliki manfaat
bagi yang lainnya.
2 Afektif 1. Menumbuhkan
rasa kepatuhan dan
ketaatan kepada
Allah swt yang
meningkat di hati
peserta didik.
2. Ikut berpartisipasi
dalam menjaga dan
memelihara
lingkungan
masyarakat
3. Menunjukkan
sikap peduli
terhadap
lingkungan
dimanapun anak-
1. Anak-anak menjadi
termotivasi berbuat baik
terhadap makhluk Allah
swt seperti: membuang
sampah pada tempatnya,
menjaga kebersihan kelas
dan lingkungan sekolah
dll. Dengan menyadari
kehadiran Tuhan dalam
alam anak-anak tahu
bahwa Allah swt selalu
mengawasi perbuatan
merusak manusia
terhadap lingkungan.
2. Turut membangun
lingkungan masyarakat
187
anak berada, dan
selalu termotivasi
untuk memelihara
lingkungan tanpa
ada unsur paksaan
dengan berbagai program
yang direncanakan oleh
kepala desa/RT/RW dan
sebagainya,
menghilangkan sikap
acuh tak acuh dengan
permasalahan krisis
lingkungan yang melanda
masyarakat Indonesia.
3. Mengimplementasikan
ilmu mengenai
lingkungan di manapun
berada, seperti: ketika
melakukan field trip anak-anak berusaha
membuang sampah pada
tempatnya; di lingkungan keluarga, seperti turut
mermbantu orangtua
membersihkan rumah
walaupun ada pembantu di
rumah.
3 Psikomo
torik
1. Melahirkan
individu-individu
yang tanggap dan
tegas dalam
menghadapi serta
mengatasi
problema krisis
lingkungan yang
marak terjadi saat
ini
1. Menjadi seorang
pemimpin kecil yang
tanggap lingkungan di sekolah, seperti: mengajak
untuk menjaga lingkungan
bersama dan menegur
anggota kelas untuk
memelihara kebersihan
dengan baik.
2. Menjadi pemimpin masa
depan yang diharapkan mampu memberikan
keputusan bijak dalam
mempertimbangkan segala
188
hal yang berhubungan
dengan alam dan
lingkungan, seperti
melakukan pembangun
yang harus
memperhatikan
lingkungan sekitar.
2. Guru
Guru pada dasarnya merupakan seorang pemegang
amanat dan bertanggung jawab atas apa yang
diamanahkan.60
Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam Al-Quran firman Allah swt:
‚Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan menyuruh kamu apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Guru memiliki banyak peran dalam dunia
pendidikan. Ingin menjadikan generasi yang
berkualitas maka gurulah orang yang pertama sebagai
icon yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, dalam
60
Samsul Nizar, Zainal Efendi Hasibuan, Pendidik Ideal: Bangunan Character Building, ( Depok: Prenadamedia Group,
2018), 19.
189
implementasi kurikulum 2013 guru diharuskan dapat
melakukan berbagai hal salah satunya ialah membantu
mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar
peserta didik, orang lain dan lingkungannya. 61
Peran
guru dalam penguatan nilai-nilai pendidikan spiritual
ekologi
Orientasi pendidikan spiritual berwawasan ekologi
diharapkan dapat menambah wawasan para guru di
sekolah dalam mengembangkan keilmuannya.
Keilmuan tidak sekedar ruang lingkup materi yang ia
ajarkan akan tetapi disiplin ilmu lainnya. Guru
diharapkan juga dapat memadukan materi ajar
fokusnya terhadap materi ajar lainnya khususnya.
Selain menambah wawasan guru terhadap berbagai
disiplin ilmu pengetahun, pendidikan spiritual
berwawasan ekologi bisa menjadikan personality guru
yang semakin baik khususnya dalam memandang
keterhubungan antara alam (lingkungan) dan interaksi
manusia.
Melalui pendidikan spiritual berwawasan ekologi
di SD ARAS Cinere menambah kepekaan guru untuk
memperhatikan kondisi lingkungan dan membangun
interaksi yang baik dengan masyarakat dalam urusan
kondisi lingkungan hidup sekitar. Lebih dari itu
orientasi eco-spiritual education dapat pula
meningkatkan ketakwaan dan keimanan seseorang,
karna wujud lingkungan dan alam semesta pada
hakikat terbesarnya ialah menunjukkan kebenaran
bukti-bukti Allah swt yang tampak pada ciptaannya di
langit dan di bumi.
3. Orangtua
61
Siti Marwiyah, Alaudin, Muh. Khaerul Ummah,
Perencanaan Pembelajaran Kontemporer Berbasis Penerapan Kurikulum 2013, ( Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), 35.
190
Orang tua merupakan center pendidikan memiliki
peran penting dalam permasalahan perkembangan
pendidikan anak-anaknya di sekolah. Menitipkan
anak-anak di sekolah green school pasti banyak hal
yang baru yang tentunya belum diketahui banyak para
orangtua. Guru di sekolah hijau dituntut harus dapat
melibatkan wali murid daam pendidikan lingkungan
hidup ini. Kesempatan inilah menandai bahwa PLH
memerlukan role of parents62 yang dapat mendukung
keberlangsungan proses pembelajaran di sekolah,
karena secara pribadi anak-anak membutuhkan
konsultasi dan keterlibatan orangtua dalam
pelaksanaan kurikulum sekolah secara totalitas,
Sehingga kesadaran anak didik tentang pentingnya
memelihara lingkungan sekitar akan terus meningkat.
Orang tua melalui komite sekolah adalah sebagai
pendukung program sekolah dan sebagai pembantu
anak-anaknya dalam melaksanakan berbagai program
lingkungan di sekolah. Misalnya, orang tua
mendukung adanya program assembly dan membantu
kelancaraan kegiatan ini dengan memenuhi
perlengkapan yang dibutuhkan dari barang bekas;
Orang tua mendonasikan tanaman dan ternak guna
memberikan pengetahuan kepada anak-anak tentang
cara budidaya, seperti donasi bibit ikan lele oleh
orangtua kepada anak-anak SD ARAS agar dapat
membudidaya ikan Lele di dalam ember.
Menanamkan nilai-nilai pendidikan spiritual
berwawasan ekologi ternyata tidak hanya memberi
62
Amy Cutter-Mackenzie & Susan Edwrds, ‚Toward A
Model For Early Childhood Environmental Education:
Foregrounding, Developing And Connecting Knowledge
Through Play-Based Learning‛, The Journal Environmental Education, Volume 44, edisi 3, 8 Mei 2013. 195-213.
191
dampak positif terhadap anak-anak, para guru di
sekolah, akan tetapi kepada orangtua. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Natania,63
dengan adanya
penekanan pendidikan spiritual-ekologi, nyatanya
memberi respon bagi kami (orangtua) untuk bersikap
hal yang sama sebagaimana anak-anaknya yang
dituntut dan terbiasa melakukan hal-hal konservasi
terhadap lingkungan. Orangtua sebagai penyambung
pendidikan di rumah juga harus mengkondisikan atau
mendukung apa yang telah anak-anak dapatkan dari
sekolah. Orientasi lainnya, secara tidak langsung
orangtua juga mendapatkan ilmu-ilmu baru yang
berbeda dengan sekolah pada umumnya dan
mengupdate wawasan baru baginya. Anak-anak juga
terlihat lebih mudah untuk di motivasi dan diajak
dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup ketika di
lapangan (di luar sekolah).
F. Aktualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi
Pada intinya setiap proses pembelajaran yang telah
terlaksanakan di sekolah, harus bisa memberikan feedback dan output yang tidak hanya berorientasikan pada nilai.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yang
menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha yang
dilakukan secara sadar dan terencana agar dapat
mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran
supaya peserta didik secara aktif mengembangkan
kemampuan yang ada dalam dirinya agar memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, sikap pengendalian diri,
good personality, intelektual, berakhlak mulia, serta
63
Hasil wawancara dengan Natania, wali murid kelas VI
pada 29 Maret 13.00 WIB di SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere di Musholla ARAS.
192
memiliki keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya
sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.64
Dari pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan itu bukan
hanya bertujuan mencerdaskan anak-anak secara kognitif,
tetapi lebih dari itu pendidikan bertujuan termasuk
mencerdaskan kesadaran spiritual, kepekaan diri dalam
bertindak atau menghadapi permasalahan-permasalahan
diri, masyarakat dan negara serta memiliki akhlak yang
baik dalam praktik di segala aktivitas apapun.
Hal yang terlihat bertentangan dalam pendidikan saat
ini yakni potret pendidikan yang semakin buram, padahal
berbagai kemajuan teknologi sudah sangat mendukung
peningkatan kecerdasan anak-anak dalam berbagai aspek,
namun kualitas kesadaran spiritual dan kesadaran sikap
dalam menanggapi problematika dalam kehidupan sosial
tidak berbanding lurus dengan kemajuan teknologi modern
ini. Oleh karenanya, lembaga pendidikan perlu melakukan
evaluasi mengenai kelemahan-kelemahan dibeberapa aspek
komponen pendidikan agar kecerdasan kognitif tidak
dominan atau bisa balance dengan kecerdasan spiritual,
emosional, dan afektif.
Menanggapi adanya permasalahan tersebut, Sekolah
Dasar Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
tidak ingin ada sebuah kesenjangan antara aspek kognitif,
sosial, spiritual, dan afektif. Anak-anak di Sekolah Dasar
Al-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
diharapkan mampu menjadi sosok teladan yang memiliki
empat karakter tersebut secara balance sejak dini. Inilah
yang membuat pendiri yayasan Al-Ridha Al-Salaam
merumuskan sebuah visi dan misi yang diringkas menjadi
motto ‚Be Moslem, Be Creative, Be Green, Bilingual‛.65
64
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003.
65
Dokumentasi Profil SD AL-Ridha Al-Salaam Islamic
Green School Cinere, diambil tahun 2018.
193
Menanamkan rasa ketaatan yang kuat kepada Tuhannya,
kreatif guna mampu bersaing dan survive, mencintai
lingkungan hidupnya, dan mampu berkomunikasi dengan
bahasa-bahasa asing. Semua ini ditanamkan sejak dini agar
anak-anak siap menjadi generasi-generasi penerus yang
bertaqwa, cerdas, kompetitif, serta memiliki rasa kepekaan
yang tinggi terhadap sosial baik dalam permasalahan
apapun.
Dalam rangka itulah, guna melahirkan insan-insan
cerdas dan berkarakter, Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere mencoba menerapkan
dan membiasakan berbagai metode baik dalam proses
pembelajaran di kelas dan proses pembelajaran di luar
kelas. Hal ini dilakukan agar anak-anak di sekolah
senantiasa melakukan pengayatan dan pendalaman atas
apa yang telah dipelajari di dalam kelas maupun di luar
kelas. Adapun untuk membumikan sikap kepeduli an dan
kesadaran terhadap lingkungan dan alam, maka ada
beberapa metode yang diterapkan oleh guru Sekolah Dasar
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere yakni:
1. Metode Internalisasi Nilai-Nilai Eco-Spiritual Education Di Sekolah
Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
upaya membumikan sikap eco-spiritual anak-anak di
sekolah ialah metode. Zakiah Daradjat menyampaikan
metode adalah suatu teknik penyampaian bahan
pelajarankepada murid dengan cara yang lebih mudah
dan efektif.66
Metode merupakan cara yang dapat
membantu efektifitas dalam proses penguatan dan
pendidikan spiritual berwawasan ekologi. Ketepatan
pemilihan metode dalam pembelajaran di kelas
66
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 87.
194
ataupun di luar kelas sudah tentu pasti dapat
menentukan keberhasilan atau pencapaian yang
diinginkan oleh sekolah. Metode pendidikan ialah
wawasan yang membahas tentang bermacam pola-
pola atau cara yang dapat digunakan pendidik dalam
menempuh proses pendidikan dan pengajaran agar
peserta didik dengan mudah memahami apa yang ia
pelajari.67
Hasil diskusi kepala sekolah dan beberapa guru
kelas Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere menjelaskan bahwa ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk membentuk
suatu habit yang baik dan konsisten bagi anak-anak di
antaranya ialah:
a. Metode khiwar
Metode ini merupakan metode percakapan antara
dua lawan bicara atau lebih mengenai suatu topik
lingkungan dan kaitannya dengan manusia.
Metode ini sengaja diarahkan untuk mencapai
suatu maksud atau tujuan yang dikendaki oleh
pendidik. Metode ini bisa digunakan saat proses
KBM (kegiatan belajar mengajar) berlangsung di
kelas, saat event-event tertentu dan sebagainya.
Percakapannya bisa dikutip dari ayat-ayat al-
Qura>n dan hadist-hadist nabi.
b. Metode Kisah
Metode ini menyajikan cerita-cerita yang terdapat
dalam al-quran dan hadist sebagai bahan
pembelajaran berbagai materi pelajaran yang
diintegrasikan dengan permasalah lingkungan.
Misalnya cerita kaum-kaum tertentu tentang
perbuatannya terhadap bumi, atau kisah-kisah
67
Halid Hanafi, La Adu, Zainuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018), Cet-1,166.
195
Rasul tentang bentuk keprduliannya terhadap
lingkungan. Metode ini juga bisa diterapkan
dalam proses KBM dan di luar KBM.
c. Metode Tauladan
Metode teladan merupakan suatu cara seorang
guru memberi contoh kepada anak-anak di
sekolah bagaimana seharusnya bersikap terhadap
lingkungan hidup. Kepala Sekolah ARAS Islamic Green School Cinere mengungkapkan bahwa
metode ini sangat penting untuk diterapkan di
sekolah apapun, karena mempertimbangkan
bahwa guru merupakan publik figur anak-anak
yang selalu menjadi suri tauladan yang baik bagi
anak-anak didiknya. Oleh sebab itu, guru-guru
harus benar-benar menunjukkan kepribadian yang
baik, mengevaluasi kekurangannya. Berusaha
menghilangkan sikap-sikap tercela yang
berpotensi memberi pengaruh buruk pada anak-
anak lainnya.
d. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan ini digunakan oleh guru-guru
di sekolah untuk membiasakan anak-anak
bersikap baik, bertutur kata yang baik, memiliki
sopan santun sesuai dengan nilai-nilai ajaran
agama sehinga ini bukan hanya belajar akan
tetapi melekat pada tinkah laku anak di
sekolah.68
Contoh dalam praktik di sekolah,
misalnya seperti pembiasaan karakter ekologis
yang dilakukan setiap hari saat sebelum masuk
kelas oleh guru kelas dan anak-anak pada setiap
grade serta kegiatan lainnya. Metode ini tidak
hanya diterapkan kepada murid, tetapi terlebih
68
Aslan, Hidden Curriculum, (Kebumen: CV. Pena Indis,
2019), 31.
196
dahulu diteladani oleh guru juga. Misalnya
kehadiran guru-guru yang baru mulai beradaptasi
dengan sekolah hijau Islam harus melakukan
pembiasaan lebih awal karna ia adalah orang yang
akan memberikan pengarahan pembiasaan-
pembiasaan karakter spiritua-ekologis pada anak-
anak didik nantinya. Yang perlu diperhatikan
dalam metode pembiasaan ini ialah dibiasakan
sebelum terlambat; dilakukan secara terus-
menerus, teratur dan terprogram sehingga pada
akhirnya akan terbentuk kebiasaan yang sesuai
dengan nilai-nilai agama dan pentingnya
pengawasan guru sangat berpengaruh dalam
kebehasilan karakter anak-anak; pembiasaan harus
diawasi secara ketat, konsisten, dan tegas. Dan
jangan memberi kesempatan luas kepada anak-
anak didik untuk melanggar kebiasaan yang telah
ditanamkan; pembiasaan yang awalnya hanya
bersifat mekanistis hendaknya secara bertahap-
tahap dirubah menjadi kebiasaan yang dibarengi
dengan kata hati nurani anak didik itu sendiri.69
e. Metode Nasehat
Metode nasehat ialah memberikan suatu pesan
atau arahan yang baik dan buruk kepada seseorang
yang melanggar aturan sekolah. Tujuan dari
pengunaan metode ini yakni timbulnya kesadaran
anak-anak atau orang yang .dinasehati agar mau
mengikuti arahan yang baik.70
Metode nasehat
dapat diberikan secara langsung oleh pendidik
69
Binti Maunah, Metode Penyusunan Desain Pembelajaran Aqidah Akhlak, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), 141.
70 Zuhri, Convergentive Design Kurikulum Pendidikan
Pesantren (Konsepsi Dan Aplikasinya), (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2016), 155.
197
atau orangtua kepada anak-anak tanpa melalui
perantara atau alat bantu apapun. Nasehat bisa
berupa pesan-pesan baik dan buruk yang harus
dikerjakan dan ditinggalkan.71
Misalnya dalam
satu kasus, ada beberapa anak yang didapati
membuang sampah sembarang dan kurang peka
terhadap kebersihan sekolah atau mengabaikan
kewajiban piket di kelas, maka guru segera
menindaklanjuti ini melalui nasehat. Nasehat ini
juga harus memperhatikan lawan bicara, karna
ada sebagian anak tidak suka dinasehat secara
tegas, bahkan menyukai nasehat yang bersifat
lemah lembut agar nuraninya merasa lunak saat
dinasehati oleh para guru. Nasehat ini bisa kapan
saja dilakukan oleh pendidik (di kelas, di luar
kelas ataupun di luar lingkungan sekolah).
f. Metode reward dan punishment Dua metode ini bertujuan untuk merespon hal
positif dan negatif dari peserta didik. Metode
imbalan ialah salah satu cara yang dilakukan guru
dalam memberikan apresiasi kepada siswa-siswi
atas sikap yang patut dipuji. Mulyasa mengatakan
reward penting dilakukan karena merupakan
respon terhadap perbuatan yang bisa
meningkatkan kembali tingkah laku baiknya
tersebut.72
Suharsimi Arikonto memperkuat
bahwa memberi imbalan adalah bagian yang dapat
71
Jasman Jalil, Pendidikan Karakter: Implementasi Oleh Guru, Kurikulum, Pemerintah Dan Sumber Daya Pendidikan,
(Sukabumi: CV. Jejak, 2018), 166.
72
Mulyasa dalam Yusvidha Ernata, ‚Analisis Motivasi
Belajar Peserta Didik Melalui Pemberian Reward dan
Punishment di SDN Ngaringan 05 Kec. Gandusari Kab. Blitar‛,
Jurnal Pemikiran dan Pengembangan SD, Volume 5, Nomor 2,
September 2017. 781-790.
198
membuat anak senang dan bahagia karena telah
mencapai tujuan yang ditentukan oleh guru.73
Dalam dunia pendidikan, metode penghargaan
juga dibutuhkan sebagai bentuk apresiasi guru
terhadap murid. Hal ini tentu dapat diamati di
berbagai sekolah. Contoh di SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere memberikan
apresiasi terhadap siswa-siswi dalam sebuah
research yang berhubungan dengan ekologi. Ada
lima tahap reward yang diberikan SD ARAS
Islamic Green School Cinere terhadap peserta
didiknya antara lain: Pertama, reward Diploma
adalah pin sains berwarna hitam paling pertama
yang akan diberikan kepada peserta didik sebagai
motivasi anak-anak dalam meningkatkan
kemampuannya sains-nya. Kedua, reward Bachelor merupakan pin sains kedua berwarna
hijau yang diberikan kepada peserta didik sudah
hafal tentang perkalian dan pembagian dengan
baik. Ketiga, reward Magister merupakan pin
sains ketiga berwarna orange yang diberikan
kepada siswa jika memiliki pemahaman yang baik
tentang matematika yang sedang dipelajari dan
memiliki nilai yang baik dalam pelajaran tersebut.
Keempat, reward Doktor merupakan pin sains
keempat berwarna biru yang diberikan kepada
siswa-siswi yang memiliki pemahaman yang baik
tentang matematika yang sedang dipelajari dan
terlibat dalam penelitian ilmiah. Kelima, reward Professor yakni pin kelima paling tertingi
berwarna merah yang diberikan kepada siswa-
siswi yang memiliki pemahaman yang baik
73
Suharsimi Arikonto, Manajemen Pengajaran, (Jakarta:
Rineka Karya: 1993), 160.
199
tentang matematika yang sedang dipelajari,
terlibat penelitian ilmiah, pembuatan laporan
ilmiah (karya tulis/jurnal) mampu mempublikasi
dan berani mempertanggung jawabkannya.
Program research dapat terintegrasi dengan
berbagai kegiatan green education yang akan
dilakukan oleh masing-masing kelas. Adapun
untuk judul reseacrh dapat dilihat pada tabel 1.14
tentang program GE dan research topic. Sedangkan reward dalam bentuk rutinitas
kegiatan menjaga lingkungan hidup yakni berupa
verbal (ucapan dan pujian lisan) karena
memelihara lingkungan merupakan kewajiban
bagi setiap manusia termasuk peserta didik jadi
tidak ada untuk penghargaan yang bersifat materi.
Contoh pada kegiatan berbasi komunitas: ketika
anak-anak sudah selesai dalam kegiatan bank
sampah, guru akan mengapresiasi dengan ucapan
terimakasih kepada anak-anak yang sudah bekerja
sama dengan baik dan bersemangat dalam
menjaga lingkungan sekolah tanpa ada unsur
paksaan, kemudian apresiasi lainnya berupa tepuk
tangan. Contoh apresiasi perorang, misalnya ada
anak yang memungut sampah dan membuangnya
pada tempat sampah baik organik maupun
anorganik, bentuk penghargaan seperti menepuk
bahu anak sambil mengucapkan ‚bagus anakku‛
‚mengangguk-angguk tanda senang dan
menyetujui perbuatan yang dilakukan anak-anak‛.
220
Apresiasi Pin Sains dan Lingkungan
Gambar 2.6
Metode pemberian hukuman merupakan cara
terakhir digunakan jika anak-anak yang sudah
diberi nasehat dan peringatan masih saja
mengulangi perbuatannya. Namun metode
hukuman di sini bukan merupakan sebuah
hukuman fisik tetapi hukuman kuratif dengan
tujuan untuk memperbaiki peserta didik yang
melakukan kesalahan dan memelihara peserta
didik lainnya bukan untuk dijadikan ajang balas
dendam terhadap anak-anak didik. Misalnya anak-
anak yang sering tidak menjaga kebersihan
sekolah, membuang sampah sembarangan akan
pin sains paling pertama yang akan diberikan kepada peserta didik sebagai motivasi anak-anak dalam meningkatkan kemampuannya sains-nya.
pin sains kedua yang diberikan kepada peserta didik sudah hafal tentang perkalian dan pembagian dengan baik.
pin sains ketiga yang diberikan kepada siswa jika memiliki pemahaman yang baik tentang matematika yang sedang dipelajari dan memiliki nilai yang baik dalam pelajaran tersebut.
pin sains keempat yang diberikan kepada siswa-siswi yang memiliki pemahaman yang baik tentang matematika yang sedang dipelajari dan terlibat dalam penelitian ilmiah.
pin tertingi yang diberikan kepada siswa-siswi yang memiliki pemahaman baik tentang matematika yang sedang dipelajari, terlibat penelitian ilmiah, pembuatan laporan ilmiah (karya tulis/jurnal) mampu mempublikasi dan berani mempertanggung jawabkannya.
201
dikenai hukuman membersihkan lapangan,
membersihkan toilet dan lain sebagainya. 74
Dengan adanya penggunaan-penggunaan metode
yang tepat, para guru berharap agar anak-anak dapat
mengambil hikmah dan contoh bagi dirinya masing-
masing dalam aktualisasi mengenai spiritual ekologi.
Tujuan utamanya bukan hanya bersifat duniawi
semata tetapi mencapai kebahagian sejati yakni lebih
mendekatkan diri pada Allah swt. Sekian dari
banyaknya metode-metode pendidikan, metode-
metode tersebut dipilih karna memang tepat untuk
digunakan dalam pendidikan di sekolah hijau Islam
Cinere.
2. Sikap Peserta Didik Terhadap Kebersihan sekolah
Hal yang paling mudah untuk mengetahui sikap
peserta didik terhadap ekologi secara umum ialah
melalui sikap peserta didik di luar jam kegiatan
belajar mengajar. Dalam kegiatan di luar jam KBM
anak-anak melakukan sesuatu secara natual. Ada
anak-anak yang pergi ke kantin, ada yang bermain di
lapangan hijau menangkap belalang, ada yang
berkunjung ke tempat ternak kelasnya, dan ada yang
bersih-bersih di wilayah kebun kelasnya. Sikap yang
dilakukan anak-anak ini jangan diabaikan, justru ini
memberikan kemudahan bagi para guru kelas untuk
mengetahui implementasi ilmu yang didapatkan dari
sekolah selama ini. Adapun implementasi nilai-nilai
pendidikan spiritual berwawasan ekologi bagi peserta
didik di sekolah ialah salah satunya tanggap akan
kebersihan sekolah. Nana menjelaskan bahwa kami
74
Hasil wawancara dengan kepala Rifa’ Rahmaniah tanggal
29 Maret 2019 pukul 10.00 di kantor kepala sekolah SD ARAS
Cinere.
202
(anak-anak SD Ar-Ridha Islamic Green School Cinere) selalu diingatkan dalam hal menjaga
kebersihan lingkungan. Bahkan ketika menjadi murid
baru, kami juga diingatkan oleh kakak kelas untuk
tidak membuang sampah sembarangan. Ada beberapa
sikap yang kerap dilakukan anak-anak untuk tetap
menjaga keindahan dan kebersihan di sekolah:
a. Menata kembali etalase-etalase tanaman yang
tidak tertata rapi.
Tidak selamanya penataan pot-pot tanaman dan
etalase tumbuhan tertata dengan baik. Demi
terlihat rapi dan indah tak jarang anak-anak
menyusun dan menata kembali desain pot-pot
dan etalase tanaman. Hal ini dilakukan agar
memiliki suasana yang baru layaknya rumah pada
umumnya.
b. Memilah dedaunan-dedaunan yang sudah tua dari
tanaman yang masih menempel.
Banyaknya tanaman-tanaman di sekolah yang
dedaunan atau bagian pelepahnya sudah tua.
Anak-anak segera memangkas dedaduan tua
dengan gunting besar atau jika ditemukan
tanaman sudah mati akan ditukar dengan
tanaman lainnya.
c. Menyiram dan merawat tanaman-tanaman di
sekolah secara bergantian setiap hari.
Kegiatan ini sudah menjadi kewajibannya anak
SD ARAS Islamic Green School secara individu
bergantian. Beberapa kali terlihat anak-anak di
waktu istirahat berkunjung dan merawat
tanaman-tanaman mereka baik di depan kelas
maupun di kebun kelas.
d. Merawat ternak-ternak di sekolah.
Selain merawat tumbuh-tumbuhan, anak-anak
juga diwajibkan merawat hewan yang ada di
203
sekolah seperti burung, kelinci, domba, ayam dan
lain-lain. Biasanya waktu istirahat anak-anak
banyak berkunjung ke tempat ternak mereka.
e. Berusaha selalu membuang sampah pada
tempatnya.
Sikap ini mutlak melekat pada diri setiap anak-
anak SD ARAS. Sebagai sekolah yang
berkonsepkan adiwiyata, tak heran jika terlihat
antusiasme anak-anak dalam menjaga kebersihan
sekolah. Salah satunya ialah saat selesai makan
atau jajan anak-anak tidak pernah meninggalkan
sampah jajanannya pada tempatnya akan tetapi
langsung membuang sampah ditempatnya.
f. Tanggap dan peka terhadap kebersihan sekolah.
Di sekolah dasar ARAS Islamic Green School Cinere, anak-anak sudah dididik untuk tidak
bergantung pada bagian kebersihan sekolah
dalam menjaga keindahan sekolah. Jikalau
mereka melihat ada sampah berserakan atau
sebagian kecil dari sampah anorganik terdapat di
beberapa sisi sekolah, mereka langsung
mengambil dan membuang sampah tersebut pada
tempatnya.
g. Menanam tanaman hijau di kebun sekolah.
Untuk menjaga kelestarian dan keindahan
lingkungan sekolah anak-anak sering menanam
tanaman hijau bersama baik di kebun sekolah
ataupun di beberapa titik lingkungan sekolah,
seperti di depan kelas, halaman, dan daerah yang
dekat dengan kebun sekolah.
h. Mendaur ulang sampah-sampah anorganik.
Jika dalam keseharian hidup manusia, banyak
sekali sampah berserakan tidak dipeduli kan.
Berbeda dengan anak-anak di SD ARAS, sampah
bagi para peserta didik bukanlah hal yang
204
menjijikan. Justru anak-anak memanfaatkan
kesempatan ini dengan menghasilkan banyak
karya dari sampah. Karya ini kemudian dijual
dalam sebuah acara ecoshop. Uang dari penjualan
ini akan menambah saldo kas maisng-masing
kelas. 75
3. Sikap Terhadap Sesama Manusia
Pada hakikatnya setiap pelaksanaan pendidikan
baik formal maupun informal selalu memiliki
pengaruh signifikan bagi masing-masing peserta didik
di sekolah. Implikasi itu bisa berupa kecerdasan
kognitif, afektif, spiritual, sosial, dan psikomotorik.
Sebagaimana halnya, implikasi pendidikan spiritual
berwawasan ekologi yang diterapkan di SD Ar-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere. Banyak hal-
hal positif yang didapatkan anak-anak di sekolah
tersebut ketika mereka mulai memahami motto yang
diinginkan dari sekolah itu. Salah satunya ialah
implikasi perkembangan sikap anak-anak terhadap
sesama teman sejawat, antara lain yang ialah:
a. Memberi nasehat kepada teman sejawat, adik
kelas dan kakak kelas untuk tetap menjaga
kebersihan, keasrian, kenyamananm sekolah,
b. Memberikan attention pada siswa-siswi yang
membuang sampah sembarangan. Sikap ini
biasanya dilakukan oleh para pengurus sekolah
terhadap peserta didik lainnya yang tidak mau
mengikuti aturan sekolah dan pengurus sekolah.
Peringatan ini berupa pengumuman yang
dilakukan setelah waktu shalat zuhur di Musholla
oleh pengurus (khususnya kelas lima). Pengurus
75
Hasil observasi dalam aktivitas anak didik di SD Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
205
sekolah menyebutkan nama-nama yang sering
melanggar kebersihan sekolah (membuang
samapah sembarangan, tidak menjaga kebersihan
kelas/sekolah, dan sebagainya).
c. Memberikan sanksi terhadap siswa yang
membuang sampah sembarangan. Sanksi bisa
berupa mengumpulkan sampah dari berbagai sisi
tempat sekolah, membersihkan pekarangan
sekolah, dan membuat sesuatu dari barang bekas.
d. Melaporkan sikap destruktif pada guru yakni
apabila cara pertama, kedua, dan ketiga peserta
didik yang melakukan sikap tidak mencerminkan
perilaku hijau, maka akan dilaporkan pengurus
kepada guru atau kepala sekolah. 76
G. Tantangan Penguatan Nilai-Nilai Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi Di SD Al-Ridha Al-Salaam
Sekolah Hijau Islam Cinere
Guna mencapai pada titik tujuan yakni visi dan
misi sekolah, tidak semua lembaga pendidikan
menemukan jalan yang mulus dalam pelaksanaannya.
Banyak hambatan atau tantangan yang tentu akan
dilalui pada setiap lembaga pendidikan untuk
menjadikan sekolah yang unggul dalam berbagai
aspek (spiritual, sosial, kognitif, afektif, dan
psikomotorik). Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang pendidikan
menjelaskan bahwa pendidikan nasional memiliki
fungsi mengembangkan potensi dan membentuk
tabiat anak didik serta peradaban bangsa bermartabat
demi kecerdasan kehidupan bangsa, dengan tujuan
agar peserta didik menjadi sosok manusia beriman dan
76
Hasil wawancara dengan peserta didik dan observasi di
SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
206
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
akhlak yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.77
Artinya dapat diketahui
bahwa lembaga pendidikan berperan penting dalam
mencerdaskan anak-anak bangsa secara optimalyang
meliputi berbagai sisi guna melahirkan generasi-
generasi gemilang di masa depan. Namun, dalam
pelaksanaan pendidikan tentu banyak sekali
ditemukan hambatan atau kendalanya yang akan
dilewati baik berasal dari internal sekolah maupun
eksternal sekolah.
Sama halnya dengan Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere, dalam
mengaplikasikan pendidikan spiritual berwawasan
ekologi di sekolah agar mampu mendidik serta
melatih anak-anak dalam rangka kepeduli an terhadap
lingkungan hidup baik di sekolah maupun di luar
sekolah, tentu tidak semudah dibayangkan oleh setiap
orang. Rifa Rahmaniah selaku kepala sekolah SD Ar-
Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
menjelaskan bahwa banyak sekali kendala yang dilalui
dalam pelaksanaan pendidikan spiritual berwawasan
ekologi ini. Hambatan dan kendala bisa muncul dari
internal dan eksternal sekolah. Contoh hambatan
internal sekolah seperti pendidik, siswa-siswi, dan
eksternal sekolah seperti orangtua dan lingkungan
bergaul.78
77
Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 Pasal 3 Tahun
2003. 78
Hasil wawancara dengan Rifa Rahmaniah, kepala sekolah,
di kantor kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere 29 Maret 2019.
207
1. Kendala Dalam Pelaksanaan Pendidikan Spiritual
Berwawasan Ekologi.
a. Peserta didik
Hambatan yang biasanya datang dari peserta
didik yakni dalam membiasakan anak-anak
didik untuk tidak membuang sampah
sembarang, mengambil sampah yang dibuang
bukan pada tempatnya oleh teman sejawat
ataupun orang lainnya. Pada awalnya anak-
anak merasa terbeban dan enggan untuk
membiasakan sikap itu, satu sisi ada yang
peduli dan satu sisinya lagi acuh tak acuh
dengan sikap itu. Memang mayoritas anak-
anak yang bersekolah di SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere adalah
anak-anak yang datang dari kalangan keluarga
menengah ke atas. Itulah halnya banyak sekali
dari anak-anak tersebut masih termanjakan
oleh suasana rumah yang tidak menuntut anak-
anaknya untuk bersikap peduli dengan
kebersihan atau lingkungan hidup, karena
alasan menurut para sebagian orang tua, anak-
anaknya belum memiliki kewajiban dalam
menjaga serta memelihara kebersihan
lingkungan. Sehingga alasan inilah yang
membuat siswa-siswi yang baru atau yang
lama masih belum terbiasa dengan hal-hal
kebersihan. Namun, kami dari pihak guru
selalu berusaha memberikan contoh ‚tauladan‛
kepada anak-anak agar mereka terbiasa.
Menurut Rifa, anak butuh proses untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sekolah barunya. Baginya tidak ada anak-anak
yang nakal dan bodoh, hanya saja anak-anak
208
butuh waktu untuk memahami tujuan dari
sekolah baru ini.
b. Para guru
Guru merupakan publik figur anak-anak di
sekolah. Baik dan buruk sikap guru maka akan
menjadi contoh bagi anak-anak di sekolah.
Maka tidak heran ada yang mengatakan bahwa
guru merupakan komponen penting dalam
pendidikan dan pengajaran, tanpa seorang guru
maka proses belajar mengajar tidak akan dapat
belangsung. Oleh karenanya guru harus
memberikan teladan yang baik bagi peserta
didik di sekolah. Namun, kendala yang
diungkapkan oleh Rifa selaku kepala sekolah
ARAS Cinere ini bahwa masih ada guru yang
belum memahami secara betul visi dan misi
dari sekolah ini. Ada sebagian mereka sangat
sulit diajak bekerja sama dalam membangun
eco-spiritual education ini. Mereka tidak siap
kotor-kotoran, tidak siap membimbing anak-
anak dalam kegiatan menanam tumbuhan,
berternak hewan, serta menjaga kebersihan
sekolah secara bersama. Anak-anak sudah siap
melakukan kegaiatan hijau dan kebersihan,
masih ada yang bersantai. Sehingga karena
merasa kurang cocok dengan visi dan misi
dirinya, maka tak jarang beberapa guru
mengundurkan diri sekolah. Selain itu
minimnya wawasan yang dimiliki oleh guru
tentang lingkungan juga menjadi penghambat
dalam proses belajar mengajar di sekolah.
c. Orangtua
Pada hakikatnya orangtua sangat mendukung
proses pembelajaran di sekolah, namun bagi
orangtua yang baru memasukkan anak-
209
anaknya ke SD ARAS Cinere belum
memahami betul konsep dan sistem
pembelajaran yanga ada di sekolah hijau Islam
ini. Kendala yang masih muncul dari orang tua
ialah sikap orangtua yang sering kurang
mendukung. Banyak orangtua belum
memahami tentang visi dan misi sekolah hijau
Islam, mereka memandang bahwa sekolah
hijau Islam sama halnya dengan sekolah
konvensioanal lainnya. Orangtua dari peserta
didik selalu mengeluhkan anak-anaknya yang
kotor setelah pulang sekolah dan program-
program sekolah lainnya.
d. Lingkungan bergaul
Hafi Anshari menjelaskan lingkungan
merupakan segala yang ada di sekitar manusia
atau anak didik baik berupa benda, peristiwa,
ataupun kondisi masyarakat. Lingkungan yang
paling berpengaruh besar ialah lingkungan
pendidikan dan lingkungan bergaul anak-anak
kehidupan sehari-hari.79
Sratain, seorang ahli
psikologi Amerika mengatakan environment mencakup segala kondisi dan alam dunia yang
dapat mempengaruhi tingkah laku,
pertumbuhan, dan perkembangan
seseorang.80
Dari sini terlihat jelas, bahwa
kondisi lingkungan memberi sumbangan besar
pada tumbuh kembangnya anak-anak baik dari
sisi spiritual, kognitif, afektif, sosial dan
psikomotorik.
79
Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1983), 90. 80
Sartain dalam Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2000), 28.
210
Dari beberapa kendala dalam penguatan
pendidikan eco-spiritual yang telah diuraikan
sebelumnya, lingkungan bergaul juga
berpotensi mempengaruhi karakter seseorang
baik secara sikap, pikiran, perilaku, maupun
perbuatan seseorang. Tentunya ini akan
mengganggu proses penekanan eco-spiritual education yang telah berlangsung di sekolah.
81
Mengapa tidak, ketika wawasan dan sikap
yang telah diarahkan dan dibimbing dengan
sebaik mungkin oleh guru kepada peserta di
sekolah akan menjadi sia-sia semata jikalau
peserta didik tidak memiliki teman dan
lingkungan bergaul yang baik. Lingkungan
bergaul bisa meliputi lingkungan keluarga,
masyarakat, dan teman.82
Rifan Dermawan83
selaku guru di SD ARAS menyatakan bahwa
lingkungan keluarga yang memiliki visi sama
dengan sekolah tentu akan menjadikan anak-
anak lebih disiplin dalam menjaga lingkungan
hidupnya begitupun sebaliknya. Lingkungan
masyarakat sekitar rumah juga berpotensi
menyumbang karakter-karakter negatif anak.
Jika masyarakat di lingkungan hidupnya
mayoritas memiliki kesadaran menjaga
lingkungan yang tinggi sudah tentu pasti akan
81
Muhammad Japar, Zulela, Sofyan Mustoip, Implementasi Pendidikan Karakter, (Surabaya: Jakad Publishing, 2018), 74.
82John Peter, Billy Tambahani, Mengubah Sampah menjadi
emas: Kiat-kiat yang mengubah seorang pemuluh sampah menjadi pengusaha beromzet miliaran, (Bandung: Diakonia
Internasional, 2015), 20. 83
Hasil wawancara dengan Rifan Dermawan guru kelas V
di ruang guru SD Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere pada tanggal 29 Maret 2019.
211
mempengaruhi perkembangan sikap dan
karakternya dalam berinteraksi terhadap
lingkungan hidupnya, namun jika itu tidak
maka anak-anak juga akan memiliki selera
kepekaan terhadap lingkunganpun rendah atau
tidak sama sekali. Yang paling tidak kalah
penting adalah lingkungan bergaul sebayanya.
Teman yang berkahlak baik justru akan
mengantarkan anak-anak menjadi baik. Teman
yang menunjukkan kebaikan justru akan
menjadi motivasi bagi anak-anak lainnya,
seakan-akan dirinya ingin menjadi seperti
temenya tersebut.
Kendala yang lebih spesifik materi ajar yang
telah terorganisir di sekolah memberi peluang yang
minim dalam penekanan pendidikan ekologi guna
memecahkan masalah krisis lingkungan. Sehingga
menjadi kendala dan bertentangan dengan
pendikan ekologi. Karena pendidikan ekologi
merupakan interdisiplin dengan pendekatan
pemecahan masalah.
212
213
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Konklusi dari tesis ini membuktikan bahwa
terdapat penanaman nilai-nilai pendidikan spiritual
berwawasan ekologi di Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere yang menawarkan
alternatif progresif baru terhadap peserta didik mengenai
urgensi konservasi dini melalui proses dan program
kegiatan yang bernuansa nilai-nilai pendidikan spiritual
berwawasan ekologi. Proses penguatan nilai-nilai
pendidikan spiritual-ekologi di SD ARAS meliputi:
Penekanan pada Kurikulum 2013 dan Kurikulum
Berwawasan Lingkungan Hidup; integrasi materi
pelajaran terhadap lingkungan; Pembiasaan karakter
ekologis; Slogan kebersihan dan lingkungan; dan
Kegiatan ekstrakurikuler tertentu.
Penerapan nilai-nilai pendidikan spiritual-
ekologi dilaksanakan pada berbagai kegiatan sekolah
yang berkaitan dengan lingkungan dan materi yang
diajarkan di Sekolah Dasar Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere. Adapun tantangan atau kesulitan
dalam penerapan nilai-nilai pendidikan spiritual-ekologi
di SD ARAS Cinere muncul dari peserta didik, guru,
orangtua, dan lingkungan bergaul. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan
menekankan dimensi spiritual dan ekologi yang diimplementasikan dalam berbagai proses pembelajaran dan kegiatan sekolah meliputi: kurikulum, integrasi berbagai disiplin ilmu terhadap lingkungan, pembiasaan karakter ekologis sebelum masuk kelas, slogan kebersihan dan lingkungan, kegiatan ekstrakurikuler, dan program kegiatan PLH wajib setiap grade; mampu membantu kesadaran secara konsisten pada peserta didik dalam berinteraksi terhadap lingkungan hidupnya. Nilai-nilai transendental ekologi yang ditanamkan saat
214
kegiatan berlangsung memberikan ruang atau kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir, menghayati serta mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari terlebih dalam urusan terhadap lingkungan.
Hasil Penelitian tesis ini menemukan bahwa “semakin baik penghayatan spiritual ekologi peserta didik dalam penerapan di kehidupan sehari-hari khususnya terhadap lingkungan, maka akan semakin besar pula peluang kesadaran ekologis atau sikap pro-lingkungan hidup peserta didik yang terbangun”. Hal ini terbukti pada saat pelaksanaan berbagai kegiatan baik yang terencana di sekolah maupun tidak terencana yang melibatkan aspek spiritual dan ekologi. Motivasi anak-anak dalam menjaga dan memelihara lingkungan lebih didominasikan oleh rasa kepatuhan dan anjuran/perintah Tuhan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan destruktif terhadap bumi bukan karena rasa takut kepada guru ataupun aturan disiplin lainnya. Justru dengan penguatan nilai-nilai pendidikan spiritual ekologi, anak-anak dibebaskan dalam berekplorasi dan perkembangan kepekaan terhadap lingkungan anak-anakpun akan muncul secara alami dari panggilan hati nuraninya, walaupun memang butuh proses yang berkala dalam menyadari sikap ekologis anak-anak.
B. SARAN Berdasarkan pemaparan penelitian pada bab-bab
sebelumnya yang telah penulis lakukan. Ada beberapa saran dan implikasi membangun dari penulis agar penelitian ini dapat lebih dikembangkan dan dapat menjadi masukan bagi otoritas lembaga pendidikan terkhusus pendidikan yang memiliki kebijakan berwawasan lingkungan hidup. Saran dan implikasinya ialah sebagai berikut: 1. Perlunya sinergisitas seluruh warga sekolah dalam
mengembangkan nilai-nilai pendidikan spiritual berwawasan ekologi di sekolah (guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya) agar terwujudnya
215
visi dan misi sekolah yang diinginkan terangkum dalam sebuah motto “be moeslem, be creative, be green, and billinggual”.
2. Guru harus berusaha lebih mengupdate wawasan keilmuannya dalam proses belajar mengajar khususnya pada tatanan integrasi materi ajar dengan lingkungan hidup, guna membangun sisi spiritual-ekologi yang baik bagi peserta didik sehingga penghayatan dan pengamalan anak-anak terhadap kesadaran lingkungan pun tinggi.
3. Memberikan kesempatan waktu yang cukup kepada para guru dalam menjelaskan integrasi lingkungan dan materi ajar khususnya dalam proses belajar mengajar di kelas agar anak-anakpun lebih memahami pentingnya entitas dari spiritual dan ekologi dalam praktiknya di lapangan.
4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik waktu yang cukup dalam mengekplorasi dan mengaitkan materi ajar guna membangun pemahaman yang komprehensif kaitannya antara spiritual dan ekologi.
5. Pemerintah perlu menghadirkan Program Adiwiyata pada level Perguruan Tinggi agar Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang telah terbentuk sejak dini terus terpelihara hingga dewasa.
Selain itu, dengan penelitian ini semoga dapat memberi manfaat yakni memberikan kesadaran dan ecological insight kepada masyarakat bahwa lingkungan merupakan bagian dari makhluk Tuhan dan manifestasi Tuhan yang harusnya dijaga, dihargai, dan saling memberi manfaat satu sama lain. Lingkungan yang selama ini dipahami oleh masyarakat umum hanya sebagai pemenuhan kebutuhan manusia merupakan suatu pemahaman yang belum sempurna. Dengan menyempurnakan pemahaman tindakan manusia dan lingkungan dengan melibatkan aspek spiritual harapannya masyarakat juga menyadari dan merasa
216
terawasi oleh Allah swt sehingga muncullah sikap konservasi terhadap lingkungan secara konsisten.
Dengan adanya penelitian ini dapat memberi kesempatan kepada para akademisi untuk mengkaji lebih mendalam tentang permasalahan yang berkenaan dengan lingkungan dan spiritual, karena mengingat masih banyaknya kekurangan yang dilakukan oleh penulis. Diharapkan dengan
217
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Abdillah, Mujiyono. Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina, 2001.
‘Audah, Abdul Qodir. Al-Islam Baina Jahli Abna>ihi wa ‘Ajzi ‘Ulama’ihi. Al-Ittih}ad al-Islami al-‘Alami li al-
Munaz}omat al-T}olabiyah, 1985.
Adams, Kate Brendan, Hyde, and Richard Woolley, The Spiritual Dimension of Childhoood. London: Jessica
Kingsley Publishers, 2008.
Afriantoni. Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda: Percikan Pemikiran Ulama Sufi Turki Bediuzzaman Said Nursi, (Yogyakarta:
DEEPUBLISH, 2019.
Agustian, Ari Ginanjar. Kecerdasan Spiritual. Bandung: PT.
Mizan Pustaka, 2007.
Al-Qard{a>wi>, Yu>suf. Ri’a>yah al-Bi’ah fi Shari>’ah al-Isla>m. Kairo: Da>r al-Shuru>q, 2001.
Al-Sala>m,Sa>mih ‘Abdul. ‚’Ala>qoh al-Insa>n bi al-Bi>ah‛,
Maqo>lah Tsaqo>fah wa Ma’rifah, 2013.
Al-Zintani, Abd al-Hamid al-Shaid. Usus al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Sunnah al-Nabawiyah. Tunis: al-Dar
al-‘Arabiyah li al-Kitab, 1993.
Al-Ziyadi, Muhammad Fathullah, Al-bi’ah wa Al-Islam, Libya: Al-Daulah Al-Imarah Al-‘Arabiyah Al-
Muttahidah.
Amsyari, Fuad. Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981.
Anshari, Hafi. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional, 1983.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Aslan, Hidden Curriculum. Kebumen: CV. Pena Indis, 2019.
218
Asmanto, Eko. Model Spiritualitas Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Sidoarjo: Umsida, 2015.
at-Taubany, Trianto Ibnu Badar. Suseno, Hadi. Desain Pengembangan Kurikulum 2013 di Madrasah, Depok:
Kencana, 2017.
B. Slobodkin, Lawrence. A Citizen’s Guide to Ecology. New
Yok: Oxford University Press, 2003.
B., Handoyo. Model Sekolah Hijau Berbasis Sekolah Setempat Di Sekolah Dasar Sekitar Sungai Bango Sawojajar Malang, (Malang: Lemlit Universitas
Negeri Malang), 2002.
Bakar, Osman. Environmental Wisdom for Planet Earth The Islamic Heritage, Kuala Lumpur: Center for
Civilization Dialogue University of Malaya, 2007.
Barbour, G. Menemukan Tuhan, dalam Sains Kontemporer dan Agama, terj. Fransiskus Borgias M. Jakarta :
Mizan, 2005.
Belousa, Inga. International Handbook of the Religous, Moral, and Spiritual Dimensions in Education. Netherlands:
Springer, 2009.
Billy, Tambahani., John, Peter. Mengubah Sampah menjadi emas: Kiat-kiat yang mengubah seorang pemuluh sampah menjadi pengusaha beromzet miliaran. Bandung: Diakonia Internasional, 2015.
Blackburn, S. Being good: A Short Introduction to Ethics. Oxford: Oxford University Press, 2001.
Brogdan, CR. & Taylor, SJ. Introduction in Qualitative Research Methods. New York: John Wiley, 1993.
Bronfenbrenner, Urie. The Ecology Of Human Development: Experiments By Nature And Design. Harvard
university press: England, 1979.
Budihardjo, Eko. Kota dan Lingkungan: Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi. Jakarta: Pustaka
LP3ES, 2015.
219
Bungin, Burhan. Analisis Data Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo, 2015.
C, Petter., Hill,et al., ‚Conceptualizing Religion and
Spirituality: Points of Commonality, Points of
Departura‛, Journal for The Theory of Social Behavior. United Kingdom: Wiley-Blackwell
Publishing Ltd, 2000.
Daradjat, Zakiah. dkk, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 2014.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
2010.
Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam.
Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Darmodiharjo, Darji. Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta didik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010.
Doll, Ronald C. Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. New York: The Ronald Press, 2008.
Eugene, Roehlkepartain. ‚Spiritual Development in Chilhood
and Adolescence: Moving to The Scientific
Mainstream‛, dalam Eugence C. Roehlkepartain,
Peter L. Benson, Pamela Ebstyne King &
Linda M. Wagener, (Eds.), The handbook of Spiritual Development in Childhood and Adolescence. (London: Thousand Oaks, New Delhi: Sage
Publications, 2006.
Fandeli, Chafid. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan Berbagai Sektor. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2018.
Garrdner, Howard. Frames Of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, New York: Basic Books, 1983.
220
Gottlieb, Roger S. ‚This Sacred earth: Religion, Nature, Environment, (New York & London: Routledge
Taylor & Francis Group, 2006.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi
Offset, 2010.
Hammad, Ahmad Suhailah Zain al-‘Abidin. Mas’uliyah al-Usrah fi Tahsin al-Syabab min al-Irhab. Lajnah al-
‘Ilmiyah li al-Mu’tamar al-‘Alami ‘an Mauqif al-
Islam min al-Irhab, 2004M/1425H.
Handbook, Informational & Guide II for Support and
Implementation of Student Citizen Act of 2001,
Character and civic education.
Handoyo, B. Model Sekolah Hijau Berbasis Sekolah Setempat Di Sekolah Dasar Sekitar Sungai Bango Sawojajar Malang, (Malang: Lemlit Universitas Negeri
Malang), 2002.
Hanh,Thich Nhat. ‛ The Bells of Mindfulness‛, dalam
Spiritual Ecology The Cry Of The Earth. California:
The Golden Sufi Center, 2008.
Hasan, Ibrahim Muhammad. al-Bi’ah wa al-Talawwuth: Dirasah Tahliliyah li Anwa’ al-Bi’at wa Mazahir al-Talawwuth. Jami’ah al-Iskandariyah, 1995.
Hawwa, Sa’id Tarbiyatuna> al-ruhiyah. Kairo: Maktabah al-
Wahbah, 1992.
Hay, D., R. Ney, The Spirit of The Child. Jessica Kingsley
Publisers: London, 2006.
Hyde, Brendan. Childeran and Spirituality: Searching for meaning and Connectedness. London: Jessica
Kingsley Publishers, 2009.
Indi, Abdullah. Pengembangan kurikulum: Teori dan praktik.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Iqbal, Muhammad. Perspektif al-Quran Tentang Perubahan Iklim, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2008.
221
Jalil, Jasman. Pendidikan Karakter: Implementasi Oleh Guru, Kurikulum, Pemerintah Dan Sumber Daya Pendidikan. Sukabumi: CV. Jejak, 2018.
K, Syarifuddin. Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam (PAI): Konsep Penguatan Pendidikan Karakter Dalam Upaya Deradikalisasi Pelajar di Lingkungan Sekolah, 2018.
Kellert, Stephen R. and Rafham, Timothy J. The Good in Nature and Humanity: Connecting Science, Religion, and Spirituality with the Natural Word, Washington:
Island Press, 2002. Kemendikbud. Panduan Pembinaan Ekstrakurikuler Wajib
Kepramukaan di Sekolah Dasar. Jakarta: 2017.
Keraf, A. Sony. Etika Lingkungan. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2006.
Khaerul Ummah, Siti Marwiyah, Alaudin, Muh. Perencanaan Pembelajaran Kontemporer Berbasis Penerapan Kurikulum 2013. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018.
LaDuke, Winona. ‚In The Time of The Sacred Places‛,
Spiritual Ecology The Cry Of The Earth. California:
The Golden Sufi Center, 2008.
Lee, Liewellyn Vaughan. ‛ The call of The Earth‛, dalam
Spiritual Ecology The Cry Of The Earth. California:
The Golden Sufi Center, 2008.
M. Mangunjaya, Fachruddin. ‚Lingkungan Hidup dan
Konservasi Alam dalam perspektif Islam‛, dalam
Jurnal Islamia, Vol. III, No. 2, 2007.
M. Mangunjaya, Fachruddin. Konservasi Alam Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Magetsari, Noerhadi. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam,
(Bandung: Nuansa Bandung, 2001.
Mahmud, Ali Abdul Halim. Pendidikan Ruhani. Jakarta:
Gema Insani Press, 2000.
McKibben, Bill. The End of Nature. New York: Random
House, 1989.
222
Miel, Alice. Changing the Curriculum a Social Prosses. New
York: D. Appleton Century Company, 1946.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000.
Motroff, Ian I., Elizabeth A. Denton, A Spiritual Audit Corporate America: A Hard Look at Spirituality, Religion, and Values in the Workplace. San
Francisco: Preiffer, 1999.
Mukaddar, Muhammad. Eko-Tarbiyah Aplikasi pendidikan Islam Berwawasan Ekologi di SMK Kehutanan Wali Songo Tuban. Sekolah PascaSarjana: 2013.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Mulyasa E., Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002.
Mustoip, Muhammad Japar, Zulela, Sofyan. Implementasi Pendidikan Karakter, Surabaya: Jakad Publishing,
2018.
Nasional, Kementreian Pendidikan, Ditjen Mandikdasmen
Direktorat Pembinaan SMP, Pendidikan Karakter di SMP, 2010.
Nasional, Tim Adiwiyata Tingkat. Panduan Adiwiyata Sekolah Perduli dan Berbudaya Lingkungan. Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dengan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011.
Nasr, Seyyed Hossein. ‚The Spiritual and Religious
Dimensions of The Environmental Crisis‛, dalam D.
Cadman dan J. Carey, A Sacred Trust, Ecology and Spiritual Vision. London: The Temenos Academy,
2002.
Nasr, Seyyed Hossein. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, London: Mandala Unwin Paperbacks.
1990.
223
Nizar, Syamsul. Makalah yang tidak diterbitkan. PPs IAIN
Imam Bonjol Padang, 2013.
Nizar, Syamsul. Zainal Efendi Hasibuan, Pendidik Ideal: Bangunan Character Building. Depok: Prenadamedia
Group, 2018. O’Murchu, D,. Reclaiming Spirituality: A New Spiritual
Framework for Today’s Word. Dublin: Gateway,
1997. Palmer, J. & Neal, P. Joy A. Spirit of The Environment:
Religion, Value and Environmental Concern. London
& New York: Routledge.1998.
Palmer, J. & Neal, P. The Handbook of Environmental Education. London: Routledge, 1994.
Pedersen, Kusmita. ‚Environmental Ethics in Interreligious
Perspective Explorations‛, dalam Summer B. Twiss
and Bruce Grelle, (Eds), Global Ethics: Comparative Religious Ethics and Interreligious Dialogue. Boulder:
Westview, 1998.
Pembelajaran, TIM Pengembang MKDP Kurikulum dan
Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Tentang Tujuan
Pembentukan Negara Republik Indonesia.
Pendidikan, Komite Nasional. Permasalahan pendidikan serta rekomendasi untuk pemerintah baru. 2014.
Qa>sim, Muh}ammad Ja>bir. ‚al-Tarbiyah al-Bi’i>yah fi> al-Islam>‛,
Majallah Asuyut}i li al-Dira>sa>t al-Bi’i>yah, Ja>mi’ah al-
Ima>ra>t, 2007.
Qudus, Abdul. ‚Respon Tradisionalisme Islam terhadap Krisis
Lingkungan: Telaah atas Pemikiran Seyyed Hossein
Nasr‛. Diserasi: Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Jakarta, 2010.
R. Brown, Lester.Vital Signs 1993: The Trends that are Sharing our Future, Terj. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta: Y.O.I, 1995.
224
R. Kellert, Stephen. Values, Ethics, and Spiritual and Scientific Relations to Nature. Washington: Island
Press, 2002.
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia,
2015.
Robinson, Edward. The Original Vision: a Study of The Religious Experience of Chilhood. London: The
Religious Experience Unit, 2006.
Romine St., Building the High School Curriculum. New York:
The Ronald Press Company, 1945.
Rosidatun, Model Implementasi Pendidikan Karakter, (Caramedia Communication: Gresik, 2018
Ruslan. Menyingkap Rahasia Spiritualitas Ibnu ‘Arabi. Makasar: Al-Zikra, 2008.
Sartain dalam Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2000.
Sarwono, Pengintegrasian Materi Pelestarian Lingkungan Hidup ke Dalam Bidang Studi Biologi, PPKN, Ekonomi dan Geografi di SMP Malang. Malang:Lemlit IKIP Malang, 1997.
Sayfullah, Zayd. Sekolah ramah hijau, (Bogor: Dompet
Dhuafa Makmal Pendidikan, 2013.
Schwencke, A. M. Globalized Eco-Islam: A Survey of Global Islamic Environmentalism, Leiden University: The
Netherlands,2016.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol. I, Jakarta: Lentera hati,
2002.
Shobirin, Ma’as. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Yogakarta: CV. Budi Utama, 2016.
Siddik, Mohammad. Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Deskripsi, ( Malang: Tunggal Mandiri
Publishing, 2018.
St, Romine. Building the High School Curriculum. New York:
The Ronald Press Company, 1945.
225
Sudirman, Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya, 2014.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009.
Suhandini, Purwadi. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara, 2003.
Suprayogo, Imam & Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2003.
Suryosubroto, B., Tata Laksana Kurikulum. Jakarta: Rineka
Cipta, 1990.
Tacey, David. The Spirituality Revolution:The Emergency of Contemporary Spirituality. Sidney: HarperCollins,
2003.
Taryati, Emiliana Sadilah, Ambar Adrianto, dan Sumarno,
Pemahaman Masyarakat Terhadap Daerah Rawan Ekologi di Kabupaten Sragen dan Kabubaten Bojonegoro. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah,
2012.
Taylor, Sarah McFarland. ‚Reinhabiting Religion: Green
Sisters, Ecological Renewal, and The Biogreography
of Religious Landscape‛, dalam Roger S. Gottlieb,
The Sacred Earth: Religion, Nature, Environment. (New York and London: Routledge, 2004.
Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 20 Pasal 3 Tahun 2003.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Watling, Tony. Ecological Imagimatious In The World Religious: An Ethnographic Analysis. New York-
London: Continuum International Publishing Group,
2009.
Yuniarto, Bambang. Membangun Kesadaran Warga Negara Dalam Pelestarian Lingkungan. Yogyakarta:
Deepublish, 2013.
226
Zaimeche, Salah. Education in Islam: The Role of The Mosque. Manchester: Foundantion for Science
Technology and Civilization, 2002.
Zainuddin, Halid Hanafi, La Adu. Ilmu Pendidikan Islam, .Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018.
Zuhri, Convergentive Design Kurikulum Pendidikan Pesantren (Konsepsi Dan Aplikasinya). Yogyakarta:
CV Budi Utama, 2016.
Referensi Jurnal International dan Nasional
Adisendjaja, Yusuf Hilmi ‚Penerapan Pendidikan Lingkungan
Di Sekolah‛, Jurnal BIO-UPI Jurusan Pendidikan Biologi-Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
21 Mei 2007.
Adshead, David. ‚Facilitating Spiritual Development in the
Context of Cultural Diversity‛, Education, Culture and Values, Vol. 5. 2000.
Ahmad, Azman. ‚Islamic Attitudes Towards Environmental
Problems and Practices a Case Study of the Muslim
Community in Brunei Darussalam, Global Religion, Culture, and Ecology, Volume. 16 Issue 3.
Al-Khudi, Muhamamd Ahmad. ‚Al-Qiyamu al-Bi’iyah min
Manzhuri Islami‛, Majallatu al-Zarqo li al-Buhuth wa al-Dirasat al-Insaniyah, Vol. 9. No. 2. 2009.
Beesley, Michael. ‚ Spiritual Education in Schools‛, An International Journal of Personal, Social, and Emotional Development, Volume 11, 2009.
Began, A. Ajumunisha Ali. A. Tholappan, ‛ Psychomotor
Domain of Bloom’s Taxonomy in Teacher
Education‛, SHANLAX International Journal of Education. Volume 6, 2018. 11-14.
227
Berryman, J.‛Children’s Spirituality and Religious
Languange‛, British Journal of Religious Education 7,
3, 1985.
Bigger, Stephen. ‚Religious Education, Spirituality, and Anti
Racism‛, Spiritual and Religious Education, Volume.
5.
Curtis, Winterton C. ‚Spiritual Values‛, Science, New Series,
American Association for the Advancement of Science, Vol. 47, No.1224. Jun. 14, 1918.
Cutter, Amy- Mackenzie & Susan Edwrds, ‚Toward A Model
For Early Childhood Environmental Education:
Foregrounding, Developing And Connecting
Knowledge Through Play-Based Learning‛, The Journal Environmental Education, Volume 44, edisi 3,
8 Mei 2013. 195-213.
Febriani, Nur Arfiyah. ‚Bisnis dan Etika Ekologi Berbasis
Kitab Suci‛, Nurani, Vol, No. 2, Desember 2010,
Jurnal Fakultas Syari’ah IAIN Raden Fatah Palembang.
Gade, Anna Mgade. ‚ Tradition and Sentiment In Indonesian
Environmental Islam, Global Religion, Culture, and
Ecology, Volume. 16 Issue 3, 2012.
Goohart, S. Philip. ‚The Influence of Education and
Environment Upon The Early Development of The
atypical or Nervous Child, Beginning with The
Kindergarten Years‛, The Journal of Education, vol.
72, No. 2 (1788), (July 14, 1910.
Hadziq, Abdulloh. ‚Pembelajaran Agama dan Lingkungan Dalam Kultur Sekolah Alam (Membumikan Kesadaran Lingkungan sejak Dini),‛ Tadris. Vol. 11.
No. 1 .2016.
Harahap, Rabiah. ‚Etika Islam Dalam Mengelola Lingkungan
Hidup‛, Jurnal EduTech, Vol. 1 No. 1 Maret 2015.
228
Henry, B. Charles, ‚The Philoshopy of Meaning and Value‛,
ARPN Journal of Science and Technology, Vol 3. No.
6 June 2013. 593-597.
Hoque, Enamul. ‚Three domains of Learning: cognitive,
Affective, and Psychomotor‛, The Journal of EFL Education and Research (JEFLER), Volume 2
Number 2 September 2016. 45-52.
Hungerford, J. M. & Volk, T. L. ‚Changing Learner Behavior
Through Environmental Educatio‛. The Journal of Environmental Education, 1990.
Jeronen, Eila., dkk, ‚Environmenal education in Finland: A
Case Study of Environmental Education in nature
Schools‛, International Journal Of Environmental & Sciences Education, Vol. 4. No. 1, 2009.
Jones, Laura. ‚What Does Spirituality in Education Mean?‛,
Journal of College and Character, Volume 6. Issue 7,
2006.
Kairavouri, Seija. Heikki Kynaslahti, ‚Posters as a means of
learning and communication in internship period‛,
Journal of Art & Humanities. Vol.3 No. 10 (2014)
Mangunjaya, Fachruddin Majeri and Jeanne ‚Reviving An
Islamic Approach For Environment Conservation In
Indonesia, The Journal of Global Religion, Culture, And Ecology, Volume. 16 Issue 3, 2012.
Maunah, Binti. Metode Penyusunan Desain Pembelajaran Aqidah Akhlak, Yogyakarta: Kalimedia, 2017.
Mukaryanti ‚Keterkaitan Pendidikan Lingkungan dan
Penyediaan Teknologi Lingkungan Dalam
Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan‛,
Jurnal Tek. Ling. P3TL-BPPT. 4 (2), Jakarta, 2003.
Puspitawati, Yuni. Rahdriawan, Mardwi. ‚Kajian Pengelolaan
Sampah Berbasis Masyarakat dengan Konsep 3R
(Reduce, Reuse, Recycle) di Kelurahan Larangan Kota
Cirebon. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Volume 8 (4), Desember 2012. 349-359.
229
Rodger, Alex. ‚Moral, spiritual, Religious-Are they
Synonymous?‛, Spiritual and Religious Education,
Volume. 5.
Rossitter, Graham. ‚An Evaluative Perspective on Spirituality
for School Education‛, International Journal of Children’s Spirituality .
Saputra, Meidi. ‚Pembinaan Kesadaran Lingkungan Melalui
Habituasi Berbasis Media Sosial Guna Menumbuhkan
Kebajikan Moral Terhadap Pelestarian Lingkungan‛,
Jurnal Kemasyarakatan, Vol. 2, No. 1, 2017.
Schein, Deborah. ‚Nature’s Role in Children’s Spiritual
Developmen,‛ Children, Youth and Environments,
Vol. 24, No. 2, Greening Early Chilhood Education,
2014.
Sheikh, M. Kashif. ‚Involving Religious Leaders in
Conservation Education in The Western Karakorum,
Pakistan‛, Mountain Research and Development, Vol.
26, No. 4, Religion and Sacredness in Mountains: A Historical Perspective Nov., 2006.
Shinta, A. Widiantoro, dan Yudhawati,‛ Growing Chindren’s
Water Conservation Awareness Through Writing and
Drawing Method. Call For Papers on The 8th
International Graduate Students and Scholars’ Conference in Indonesia (IGSSCI). Yogyakarta:
Sekolah Pascasarjana UGM.
Siddiq, Muhammad Yusuf. ‚An Ecological Journey in Muslim
Bengal‛, dalam Richard. C. Foltz, F. M. Denny & A.
Baharuddin (Eds.), Islam and Ecology: A Bestowd Trust (pp. 451-462). Cambridge: Harvard University
Press. 2003.
Sonmez, Veysel. ‛ Assosiation of Cognitive, Affective,
Psychomotor and Intuitive Domains in Educations,
Sonmez Model‛, Universal Journal of Education Research 5(3): 347-356, 2017.
230
Sugandi, Dede. ‚Environmental Education and Community
Participation: The Importance of Conservation Lesson
in Teaching and Learning for Environmental
Conservation Efforts in The Region of Sagara
Anakan‛, Jurnal Pendidikan Sains dan Kemanusiaan,
2013.
Uusitalo, L. Are Environment Attitude and Behavior Inconsistent? Finding From a Finnish Study, Scandinavian Political Studies, Vol. 13-No. 2. 1990.
White, Jr., Lynn. ‚The Historical Roots of Our Ecological
Crisis‛, Journal Sciences, 155, 1967.
Zinnbauer, Brian J., Kenneth I. Pargament, Brenda Cole,
Mark S. Rye, Eric M. Butter, Timothy G. Belavich,
‚Religion and Spirituality: Unfuzzing the Fuzzy‛,
Journal for the scientific study of religion, 36. USA:
Wiley-Blacwell, 1997.
Zinnbauer, Brian., J. Kenneth I. Pargament, Brenda Cole,
Mark S. Rye, Eric M. Butter, Timothy G. Belavic,
‚Religion and Spirituality‛, International Journal for Psychology of Religion. Dako: University of North
Dakota, 1999.
Referensi Internet
Arif, Saiful. ‚Ekologi Manusia dan Kesadaran Individu Dalam Pengelolaan Lingkungan‛, diakses dari:
http://www.averroes.or.id/research/ekologi. tanggal
30-20-2010.
Direktorat Pendidikan Tinggi, http://www.inherent-
dikti.net/files/sisdiknas,pdf, Akses6/23/2011 2:52:07
PM
Rohman, Syaiful ‚Membangun Sekolah Hijau (Green
School)‛,Gurusiana, diakses dari
http://syaifulrohman.gurusiana.id/article/membangun-
231
sekolah-hijau-green-school. pada tanggal 11
November 2017.
Suseno, http://metro.tempo.co/read/1110622/kali-item-bau-
busuk-ini-analisa-dinas-lingkungan-hidup-dki/ 26 juli
2018, 08:07 WIB.
Referensi Wawancara
Anisa. Hasil wawancara dengan peserta didik dan guru PAI
pada tanggal 29 Maret 2019 di Mushalla SD Ar-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
Aditia, Puspita. Hasil wawancara selaku guru kelas VI, 29
Maret 2019 di kantor guru SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School. Dermawan, Rifan. Hasil wawancara guru kelas V pada tanggal
29 Maret 2019 di Mushalla SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere.
Kegiatan, Program. Hasil Analisis Data dari Sekolah Dasar
Ar-Ridha Al-Salaam Islamic Green School Cinere
Tahun Ajaran 2018/2019.
Kurikulum, dan silabus. Hasil analisis data dokumentasi 29
Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere.
Melany. Hasil Wawancara dengan Ketua Yayasan Al-Ridha
Al-Salaam IGS Cinere di ruang guru.
Nana. Hasil wawancara dengan siswi kelas V pada tanggal 29
Maret 2019 di Musholla SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere.
Rahmaniah, Rifa. Hasil wawancara dengan kepala sekolah, di
kantor kepala sekolah SD Ar-Ridha Al-Salaam
Islamic Green School Cinere.
Ryanti , Intan. Hasil wawancara dengan wakasek kurikulum I
29 Maret 2019 di ruang kepala sekolah SD Ar-Ridha
Al-Salaam Islamic Green School Cinere.
232
Sugiono, Yon Hasil wawancara dengan Ketua Pusat
Pengembangan Penelitian di Kantor P3JM MIP UIN
Jakarta pukul 15.30 WIB.
Uci,. Hasil Wawancara dengan siswi kelas V, tanggal 29
Maret 2019 di Masjid SD AR-Ridha Al-Salaam
Islamic Green school. Wali Murid. Hasil wawancara kelas VI SD Ar-Ridha Al-
Salaam Islamic Green School Cinere di Musholla
ARAS.
Referensi Al-Quran
Q.S. Al-Baqarah [2]: 205
Q.S Al-Maidah [5]: 13
Q.S Al-Maidah [5]: 33
Q.S Ar-Rahman [55]: 2-7
Q.S. Al-An’am [6]: 165
Q.S. Al-Baqarah [2]: 220
Q.S. Al-Maidah [5]: 32
233
GLOSARIUM
Adiwiyata Program dalam rangka
mewujudkan sekolah yang peduli
dan berbudaya pada lingkungan
(Peraturan Menteri LH RI No.
05/2013).
Assembly Acara pentas seni wajib yang
ditampilkan dari setiap kelas tiap
semesternya yang pengunaan
kostumnya memanfaatkan barang-
barang yang dapat didaur ulang.
Bank sampah Wadah pemilahan dan
pengumpulan sampah yang dapat
didaur ulang dan atau diguna ulang
yang memiliki nilai ekonomi
(Peraturan Menteri Negara LH RI
No.13/ 2013)
Daur ulang sampah Usaha mengubah sampah menjadi
sesuatu barang yang berguna
setelah melalui proses pengolahan
(Peraturan Pemerintahan RI No.
81/2012 tentang pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga).
Ekstrakurikuler Kegiatan non-pelajaran formal
yang dilakukan peserta didik di
sekolah atau di Universitas,
umumnya di luar jam belajar
kurikulum standar.
Earth Day Hari bumi yakni hari pengamatan
tentang bumi yang dicanangkan
setiap tahun pada tanggal 22
234
April dan diperingati secara
internasional dengan tujuan untuk
meningkatkan kesadaran dan
keperdulian manusia serta
memberi apresiasi terhadap planet
bumi (planet hijau) yang
merupakan tempat tinggal umat
manusia.
Ecoshop kegiatan menjual hasil dari
tanaman-tanaman yang sudah
dirawat dan dipelihara oleh anak-
anak serta kerajinan-kerajinan
yang diperoleh dari recycle paper. Field trip Acara kunjungan pembelajaran
siswa-siswi ke luar kelas/sekolah
yang berwawasan lingkungan
atau pro-lingkungan hidup. Karakter ekologis Sikap atau tabiat yang berkaitan
dengan kesadaran keprdulian
lingkungan, seperti membuang
sampah pada tempatnya, merawat
tanaman dan hewan dan lain
sebgaainya.
Kurikulum lingkungan
hidup Kurikulum yang isi materi
pembelajarannya bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap
dan kecakapan serta kesadaran
warga sekolah akan pentingnya
melestraikan lingkungan sekitar.
Pendidikan lingkunga
hidup Proses pengubahan sikap sikap
dan perilaku dalam usaha
mendewasakan manusia dalam
235
bidang lingkungan hidup. Proses
ini dilakukan melalui pengajaran
dan pelatihan serta membutuhkan
suri tauladan dari guru/pendidik.
Hasil dari proses pendidikan
adalah perilaku pro-lingkungan
hidup atau perilaku yang sadar
dilakukan seseorang untuk
meminimalkan dampak negatif
ata lingkungan alami dan binaan.
Pendekatan ekologi suatu perspektif mengenai
metodologi dalam mempelajari
perkembangan kepribadian yang
mempertimbangkan aspek-aspek
di luar individu, yaitu dari sisi
lingkungan di mana individu
berada serta melihat manusia
sebagai bagian suatu sistem.
Pendidikan spiritual Merupakan upaya internalisasi
rasa ketaatan atau kecintaan
terhadap Allah swt yang muncul
dalam hati peserta didik.
Pendekatan integratif Pendekatan yang memadukan
beberapa aspek dalam satu
proses (input). Pendekatan ini
dapat berupa inter bidang studi
dan antar bidang studi
Pendekatan monolik Pendekatan yang berpandangan
bahwa materi yang diajarkan
merupakan suatu bidang studi
tersendiri tanpa mengaitkan
dengan materi ajar lainnya.
Perilaku Pro-lingkunga
hidup sama halnya dengan perilaku
ekologi yakni suatu tindakan
236
yang memberikan kontribusi
terhadap kelestarian lingkungan
dan atau konservasi. Perilaku
pro-lingkungan hidup bertujuan
untuk mengurangi atau
memberikan solve terhadap atau
terkait permasalahan lingkungan
hidup. Perilaku pro-lingkungan
hidup meliputi berbagai bentuk
untuk meminimalkan dampak
negatif pada lingkungan. Aspek-
aspeknya meliputi koservasi
energi, mobilitas dan
transportasi, menghindari
limbha, daur ulang, konsumerisme,
dan konservasi.
Reuse Menggunakan kemballi barang-
barang
Reduce Mengurangi konsumtif pada
barang-barang
Recycle Mendaur ulang barang-barang
yang sudah tidak terpakai lagi
Sampah Material sisa yang sudah tidak
digunakan kembali, sehingga
harus dimusnahkan. Sampah
berasal dari kegiatan yang
dilakukan manusia namun bukan
kegiatan biologis. Jenis sampah
ada organik (sampah basah) dan
anorganik (sampah kering).
Sekolah Hijau Sekolah yang warganya
memiliki kesadaran lingkungan
dan terwujud melalui kesadaran
yang ramah lingkungan untuk
meningkatkan kualitas hidup.
237
Slogan kebersihan Kalimat singkat yang berupa
ajakan, himbawan, dan peringatan
untuk menjaga kebersihan baik
kebersihan badan, pakaian,
tempat tinggal dan lingkungan
hidup.
Slogan lingkungan Kalimat singkat yang berupa
ajakan, himbawan, dan peringatan
dalam menjaga lingkungan.
238
239
DAFTAR INDEKS
A
Abdul Qudus ................................ 4, 5
Adisenjaya ...................................... 45
Adiwiyata ....................................... 55
Afektif ..... 5, 25, 73, 74, 92, 100, 101,
104, 109, 110, 113, 116
Agama . 2, 4, 5, 15, 16, 26, 30, 31, 37,
38, 39, 41, 42, 43, 48, 49, 51, 52,
63, 69, 75, 76, 78, 79, 80, 81, 90,
106, 117
Akhlak ... 6, 14, 15, 32, 33, 34, 35, 36,
50, 51, 78, 79, 81, 103, 110, 117
Alam .. 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12,
14, 16, 17, 23, 24, 25, 27, 36, 37,
39, 40, 41, 42, 43, 44, 46, 47, 48,
49, 50, 51, 52, 53, 54, 57, 58, 60,
66, 67, 73, 75, 76, 79, 80, 81, 82,
85, 87, 93, 101, 102, 104, 113, 115,
116, 117
Alice Miel ................................. 72, 76
Al-Qura>n 8, 34, 48, 50, 51, 80, 81, 88,
93, 105, 115, 116
Anorganik ............. 83, 85, 98, 99, 108
Anwari ............................................ 46
Aplikasi ........ 12, 13, 22, 96, 116, 118
Apotik ............................................ 99
Aquaponic ...................................... 95
Arne Naess ....................................... 6
B
Baiquni ........................................... 26
C
Calvin B. De Witt ............................ 4
Charles ............................................ 24
Constantin Regamey ........................ 8
D
Daun .............................. 82, 93, 94, 99
Dede Sugandi .................................... 3
Degradasi ............................ 21, 45, 51
Degradasi .................................. 24, 47
Destruktif ............ 25, 38, 48, 109, 116
Dikotomi ........................... 26, 30, 113
Disiplin ............................................ 87
E
Eco-Islamic Scientist ...................... 42
Ecological ............... 32, 37, 38, 39, 47
Ecological Renewal ........................ 32
Ecoshop ......................................... 109
Eco-Spiritual ........... 96, 104, 112, 118
Ekologi ... 1, 15, 24, 36, 42, 43, 45, 46,
59, 70, 79, 89, 100, 103, 109, 110
Eksploitasi ................................ 36, 91
Ekstrakurikuler 12, 22, 57, 63, 64, 70,
71, 86, 87, 88, 89, 119
Ekstrakurikuler ............. 63, 86, 87, 88
Environment ..................... 7, 9, 16, 32
Etalase ........................................... 107
Etika .................................... 43, 49, 50
Evolution......................................... 85
F
Fauna ............................................... 87
Flora ................................................ 87
G
Globalisasi ................................ 74, 85
Go Green ......................... 85, 116, 118
Green School .... 10, 12, 13, 18, 19, 22,
54, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64,
240
65, 68, 69, 70, 73, 74, 75, 76, 77,
79, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 89, 92,
95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 103,
104, 105, 107, 108, 109, 110, 112,
114, 118, 119
H
Hafi Anshari ................................. 113
Hari Bumi ....................................... 90
Hereditas ........................................ 81
Hidroponik ............................... 93, 94
Hukuman .......................... 50, 91, 107
Hungerford ....................................... 4
I
Imperatif ................................... 39, 84
Indikator ... 22, 75, 76, 77, 79, 99, 100
Inovatif ............. 16, 58, 61, 62, 74, 84
Integrasi . 3, 15, 22, 25, 27, 38, 69, 70,
71, 72, 74, 76, 77, 78, 79, 80, 81,
117, 119, 120
Intelektual 26, 58, 61, 73, 74, 78, 103
Intrakurikuler ........................... 57, 63
K
Karakter 10, 15, 16, 21, 22, 47, 66, 68,
70, 71, 76, 81, 82, 83, 86, 88, 89,
104, 106, 111, 116, 119
Karakter Ekologis .................... 81, 96
Kashif M. Sheikh ......................... 2, 3
Kebijakan .... 5, 16, 26, 47, 52, 54, 55,
56, 68, 116, 117
Kebun Jagung ................................. 94
Kecerdasan 6, 28, 38, 41, 74, 78, 104,
109, 110, 115
Khalifah ...... 10, 17, 48, 50, 54, 80, 81
Khiwar .......................................... 105
Kisah ............................................ 105
Kognitif . 5, 11, 12, 25, 30, 34, 61, 68,
73, 100, 101, 103, 104, 109, 113,
116
Komunitas ........... 3, 49, 54, 57, 78, 91
Konservasi 2, 3, 15, 16, 22, 46, 52, 71,
85, 99, 103, 119, 120
Kreatif .. 31, 58, 60, 61, 63, 73, 74, 84,
104, 110
Krisis .. 2, 4, 10, 11, 13, 15, 24, 25, 26,
27, 33, 35, 36, 38, 45, 46, 58, 59,
61, 69, 70, 74, 82, 101, 112
Kritis ................... 5, 31, 42, 58, 60, 63
Kurikulum .... 9, 11, 16, 18, 19, 20, 22,
26, 27, 54, 56, 59, 60, 61, 64, 68,
70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 81,
86, 102, 114, 116, 117, 119
L
Leopold ........................................... 49
Liewellyn Vaughan-Lee .................. 37
Lingkungan .. 1, 2, 3, 5, 27, 39, 43, 45,
49, 50, 52, 53, 54, 55, 69, 71, 77,
83, 86, 88, 90, 96, 97, 111, 112,
113, 114, 115, 120
Lingkungan Hidup ... 1, 49, 52, 53, 54,
55, 69, 71, 77, 83, 114
Little Farm ...................................... 93
Lynn White ................................. 4, 47
M
Malik Fajar ...................................... 26
Manusia .... 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 23,
24, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43,
44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52,
53, 54, 57, 58, 64, 70, 74, 78, 80,
81, 82, 87, 88, 89, 90, 93, 95, 97,
98, 100, 101, 102, 105, 108, 110,
113, 114, 115, 116, 120
Maslow ............................................ 25
Media .... 3, 23, 57, 65, 77, 93, 94, 113
Meidi Saputra ................................... 3
Metode . 10, 16, 18, 22, 27, 30, 42, 61,
104, 105, 106, 107
241
Misi 58, 59, 73, 77, 82, 104, 109, 111,
114, 115, 120
Modernisasi .............................. 74, 85
Motivasi ................... 39, 45, 103, 112
Motto ... 58, 59, 73, 77, 104, 109, 114,
120
Mujiyono .......................................... 5
Mukaryanti ....................................... 2
N
Nasehat ............. 30, 83, 106, 107, 109
Neal .............................................. 3, 4
Nilai-Nilai .... 2, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12,
13, 15, 17, 18, 21, 22, 27, 28, 32,
34, 35, 37, 38, 40, 46, 54, 56, 63,
68, 70, 73, 75, 78, 80, 88, 89, 96,
102, 106, 107, 118, 119
O
Orangtua ...... 22, 28, 47, 87, 103, 106,
110, 111
Organik ......................... 83, 85, 98, 99
Orientasi .... 6, 10, 16, 22, 25, 55, 100,
102
Osman Bakar ............................ 43, 44
Output .................... 5, 12, 23, 24, 103
P
Palmer........................... 3, 4, 9, 30, 31
Pembangunan Berkelanjutan... 2, 4, 5,
57, 83
Pembiasaan 3, 22, 70, 71, 82, 99, 105,
119
Pendekatan .. 5, 16, 21, 27, 30, 42, 60,
69, 112
Pendidikan . 2, 3, 6, 12, 24, 25, 26, 27,
30, 32, 34, 35, 39, 40, 45, 46, 47,
53, 55, 57, 63, 64, 65, 68, 69, 71,
72, 78, 81, 86, 88, 89, 100, 103,
105, 106, 109, 110, 112, 113
Pendidikan Spiritual Ekologi ... 69, 71
Persemaian .................. 93, 94, 95, 116
Personality ................ 73, 81, 102, 103
Polusi........................... 15, 32, 85, 115
Potensi 5, 6, 15, 25, 41, 43, 48, 50, 58,
61, 62, 63, 74, 78, 86, 88, 100, 110,
114
Pramuka .............................. 86, 87, 89
Prasarana ..... 22, 60, 63, 64, 65, 76, 77
Produktif ................... 5, 10, 60, 61, 74
Program 12, 13, 14, 18, 20, 22, 27, 54,
55, 56, 61, 63, 64, 65, 66, 70, 72,
76, 80, 85, 86, 88, 89, 92, 93, 95,
96, 97, 101, 111, 117, 118, 119
Program Hijau ................................. 54
Pro-Lingkungan Hidup ....... 42, 47, 97
Psikomotorik ...... 73, 74, 92, 100, 101,
109, 110, 113
Q
Quraisy Shihab .................... 50, 51, 52
R
Rasulullah ................................. 35, 90
Recycle ................................ 59, 90, 95
Recycle Paper ...................... 93, 94, 96
Reduce ............................................. 59
Refleksi ................... 22, 31, 38, 39, 69
Religious ... 3, 8, 9, 31, 32, 37, 38, 41,
42
Religius ... 2, 4, 7, 8, 10, 28, 38, 39, 41
Reuse ............................................... 59
S
Sampah ... 1, 23, 25, 48, 51, 57, 67, 79,
83, 84, 85, 86, 91, 94, 97, 98, 99,
106, 107, 108, 109, 110, 112, 116
Saran ....................................... 22, 119
Sekolah Hijau ... 22, 55, 56, 57, 58, 59,
66, 76, 77, 93, 97, 106, 107, 111,
114
242
Seyyed Hossein Nasr ... 2, 5, 7, 37, 43,
44
Sir Alister Hardy .............................. 8
Slogan ..................... 83, 84, 85, 86, 96
Sosial . 1, 3, 4, 5, 7, 24, 25, 26, 31, 33,
34, 35, 38, 39, 43, 45, 46, 52, 54,
58, 61, 66, 68, 72, 74, 77, 82, 83,
88, 90, 92, 100, 101, 104, 109, 113,
116
Spiritual 2, 7, 8, 9, 14, 28, 29, 30, 32,
33, 34, 35, 36, 37, 40, 44, 49, 89,
100, 103, 109, 110
Survive ................................... 69, 104
Syamsul Nizar .............................. 100
T
Tabiat ..................................... 86, 110
Tauladan . 32, 34, 46, 47, 90, 105, 111
V
Vertical Garden ............................... 95
Visi ....... 37, 40, 58, 59, 69, 73, 77, 82,
104, 109, 111, 112, 114, 115, 120
Volk ................................................... 4
W
Wawasan .... 10, 53, 55, 56, 57, 70, 77,
79, 80, 87, 102, 103, 105, 111, 112,
120
Winterton C. Curtis .................... 9, 28
Y
Yusuf Al-Qardawi ........................... 44
Z
Zakiah Daradjat ...... 8, 34, 72, 78, 104
BIODATA PENULIS
Nama lengkap Nila Siska Sari, lahir di
Bangka (Penyampak) 27 November 1990,
merupakan anak ke lima dari enam
bersaudara pasangan Habsah Binti Jalaluddin
dan alm. Umar Bin Sami’un. Riwayat jenjang
pendidikan yang telah ditempuh. Sekolah
Dasar Negeri 213 Toboali Bangka Selatan
tahun 2006 sd tahun 2012; Menyelesaikan
studi di Madrasah Tsanawiyah Pondok
Pesantren Al-Islam Kemuja Bangka Barat tahun 2013 sd tahun
2016; Menyelesaikan studi di Madrasah ‘Aliyah Pondok Modern
Darussalam Gontor Putri 1 Mantingan Ngawi tahun 2016 sd
tahun 2010. Menempuh Sarjana Strata Satu Pendidikan Agama
Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2011 sd tahun 2015. Menempuh Magister Strata dua pada
program Pengkajian Islam di Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta konsentrasi
Pendidikan Agama Islam Tahun 2016-2020.
Organisasi selama mahasiswi: HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam) UIN Jakarta, BEM Devisi Kemahasiswaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, PAMALAYU BABEL (Persatuan
Mahasiswa Melayau Bangka Belitung) Ketua Devisi keagamaan
cabang Ciputat, LTTQ (Lembaga Tahsin Dan Tahfiz Al-Quran)
masjid Fathullah Ciputat, Pengurus LTTQ bagian Tilawah,
LEMKA (lembaga kaligrafi al-Quran) UIN Jakarta.
Pengalaman kerja pernah menjadi guru di Pondok Pesantren Ar-
Rahmah Curup Air Meles Atas, Curup, Bengkulu tahun 2010-
2011 dan guru di Sekolah Menengah Pertama Islam Ruhama
Ciputat tahun 2014-2015.
Saran dan masukan konstruktif via email:
Whatsapp: 0857-1824-6013