Jumat, 25 Februari 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
1. Batasan Pasien Terminal
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit yang
tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social
yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk
dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam hidup, antara
lain :
Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal,Sirosis Hepatis, Penyakit Ginjal
Kronis, Gagal Jantung dan HIpertensi
Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca Liver, Leukemia
Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus dll
Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia
Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital (Paru-Paru atau jantung)
ginjal dll.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam
empat fase, yaitu :
Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit
Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan,
termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun
social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret, nadi ireguler.
Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet
serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi
seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal
Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual,
muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi
menjadi menurun.
penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier
komunikasi.
Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal
dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan
yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon
terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian
utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan
kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah
lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama
dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang
hidup.
2. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran
Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan lingkungan
sekitarnya.
Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi 3 :
Closed Awarness
Mutual Pretense
Open Awarness
Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow Coma
Scale) .
JENIS PEMERIKSAAN NILAI
Respon motorik ( M )
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi norma
Dekortasi
Deserebrasi
Tidak ada
6
5
4
3
2
1
Respon Verval ( V )
Orientasi baik
Bicara kacau / bingung
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
5
4
3
2
Tidak ada 1
Respon buka mata
( Eye Opening E )
Spontan
Terhadap suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
4
3
2
1
Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar Penuh
Skor GCS 11 – 13 : Somnolent
Skor GCS 9 – 11 : Sopor
Skor GCS 3-8 : Koma
3. Faktor-Faktor yang perlu dikaji
a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi,
cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah
yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus
mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan, yaitu :
Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti tidak terjadi
sesuatu, dia mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti ‘ tidak
mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini’ umum
dilontarkan klien.
Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada seseorang atau
lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat, menolak tindakan medis,
tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin ditunjukan klien dalam kondisi terminal.
Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya membuat perjanjian dengan cara yang halus
atau jelas untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut
nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti program pengobatan’.
Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk klien merasa
terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien banyak berdiam
diri dan menyendiri.
Aceptance(Penerimaan), reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai menyerah dan
pasrah pada keadaan atau putus asa.
Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi
terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada
kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan
sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering
membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri,
sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap
pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan
ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat
seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
4. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien
Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi
reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga
mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya,
sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah,
ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang
akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.
B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
1. Jenis Diagnosa Keperawatan
Perawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat diagnosa keperawatan klien pada
kondisi terminal. Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social, spiritual klien
dan keluarganya kedalam kelompok actual atau potensial.
Perawat harus mengidentifikasi batasan/karakteristik yang membentuk dasar untuk kelompok
diagnosa yang actual atau potensial.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terminal
Klien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan pertimbangan khusus ketika diagnosa
keperawatn ditegakkan. Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai perubahan kondisi
seperti perubahan citra tubuh, cacat fisik atau perubahan konsep diri. Sejalan dengan
memburuknya kondisi klien perawat membuat diagnos yang relevan dengan kebutuhan dasar
seperti perubahan rasa nyaman, perubahan eliminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan
sensoris dan sebagainya. Berbagai kondisi tersebut bisa dituangkan dalam bentuk diagnosa
actual atu potensial.
Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik harus dikumpulkan
dengan sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa.
Contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kondisi terminal antara lain :
Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan tidak adekuat
Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan kelemahan
Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan pasien menerima keadaannya
Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengungkapkan perasaannya dalam
menghadapi kematian
Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematian
C. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
1. Prinsip Rencana Keperawatan pada pasien terminal
Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus lebih
toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk
mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup
pasien.
Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :
Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
Mempertahankan harapan
Mencapai kenyamanan spiritual
Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
Membantu klien menerima kehilangan
2. Intervensi Keperawatan pada pasien terminal
Menurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien terminal yaitu pengendalian nyeri,
pemulihan jati diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.
Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan ansietas, perawat
dapat mendukung harga diri klien dengan menanyakan tentang pilihan perawatan yang
diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
klien dan keputusan bersama. Hal ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak
mampu membuat pilihan.
Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan mengenali kebutuhan, rasa takut,
cita-cita, dan kekhawatiran mereka akan perubahan perjalanan penyakit. Klien terminal
mungkin mengkhawatirkan situasi dan dukacita dari orang yang ditinggalkan. Selain
membutuhkan bantuan dengan masalah yang berhubungan dengan penyakit dan stress
emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan dalam masalah financial,
perubahan hubungan social dan seksual dan kesulitan dalam menghadapi rumah sakit.
Perawat bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu untuk mengatasi masalah praktis
pada pasien terminal.
D. PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PASIEN TERMINAL
1. Konsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien Terminal
Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih
kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan
intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan
perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus
dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.
Pokok – pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien terminal
terdiri dari :
a. Peningkatan Kenyamanan.
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress
psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu tidur,
nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada
klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup pengendalian gejala
penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan keluarganya
untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan bimbingan dan
konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien.
b. Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain
adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat
harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian besar klien
terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan
tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat klien. Perawat
tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat
partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk
membiarkan klien membuat keputusan.
c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap
klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi pencahayaan
yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga
atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat
memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien menjelang ajal,
terutama saat-saat terkhir hidupnya.
d. Peningkatan Ketenangan Spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta
rohaniawan. Ketika kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan
keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien menjelang ajal
mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri
kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari
anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat
diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari perawat dan
keluarga.
Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan
komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang
mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus diberikan
penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase
kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.
2. Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal
Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau keluarganya, harus
ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan perawatan.
Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan perbaikan sisa
kualitas hidup, hal ini berarti memberikan bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis,
social dan spiritual.
E. PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH
1. Batasan Perawatan Lanjut di Rumah
Penyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial. Keluarga
mungkin takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami keluarga untuk
mengatasi kondisi anggota keluarganya yang terminal. Hal ini mencakup lamanya periode
menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak menyenangkan,
sumber koping yang terbatas, dan buruknya hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif
perawatan bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan Perawatan Hospice.
Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang
untuk membantu klien terminal dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya hidup senormal
mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program hospice
mempunyai waktu hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun 1879, yang
kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun 1970-an.
Komponen Perawatan Hospice yaitu:
o Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi
rumah sakit
o Control gejala (fisik,fisiologis, sosio-spiritual)
o Pelayanan yang diarahkan dokter.
o Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perwat, rohaniawan, pekerja
sosial, dan konselor.
o Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu.
o Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
o Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah keamatian klien.
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari tim.
o Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang
pada kemampuan untuk membayar.
Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengotrol gejala ketimbang
pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien
dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat klien
dirumah selama mungkin. Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian medikasi
dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang diperlukan untuk
mendukung keluarga.
2. Sistem Rujukan
Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab perawatan.
Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk pasien ke
system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system rujukan
bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat home care dibawah yurisdiksi Registered
nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus dilaksanakan oleh
perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari lembaga berwenang.
Prinsip Delegasi/Rujukan :
o Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klien
o Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan yang
diberikan, bimbingan dan konseling pasien terminal
o Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang memberi
kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga yang tidak.
o Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat
pelaksana untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan.
3. Langkah Perawatan Lanjut di Rumah
Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa perawatan
kebersihan diri, perawatan kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi, berpakaian, kemampuan
eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan kebersihan, keamanan, kenyamanan dan
lingkungan yang tenang. Inti perawatan harus bisa memberikan kenyamanan bagi klien,
peningkatan kemandirian, Pencegahan Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.
F. DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
1. Tujuan Dokumentasi Askep pada Pasien Terminal
Bentuk dokumentasi pasien terminal di tiap rumah sakit sangat variatif. Modiifikasi yang
dikembangkan berbeda-beda, namun secara garis besar tujuan dokumentasi adalah :
a. memberi informasi perawatan seperti fakta, gambaran, hasil observasi kesehatan klien ke tim
kesehatan lainnya.
b. Menunjukan penampilan kerja perawat dalam merawat klien yang lebih spesifik
c. Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang digunakan sebagai referensi kesehatan
klien.
2. Prinsip Aspek Legal dan Etik
Pada prinsipnya semua catatan kesehatan klien adalah dokumen legal. Dalam tinjauan legal-
etik, bentuk perawatan yang diberikan tetapi tidak dicatat sama saja dengan tidak memberikan
perawatan. Oleh karena itu penting untuk mencatat semua tindakan yang telah diberikan. Yang
legal adalah tindakan yang terdokumentasikan.
3. Teknik Pendokumentasian
Pendokumentasian atau Charting di tiap rumah sakit berbeda, terdapat 3 teknik
pendokumentasian, yaitu :
a. berorientasi pada sumber (Source Oriented), informasi kesehatan pasien didokumentasikan
berdasarkan sumber tim kesehatan yang membuat. Contoh ada 3 dokumentasi terpisah yaitu
catatan kesehatan yang dibuat oleh dokter, perawat, atau fisioterapi. Kekurangannya adalah
untuk mengetahui gambaran lengkap/utuh dari pasien, seseorang harus membaca secara
terpisah tiap lembar dokumentasi klien dari tiap sumber. Hal ini tentu akan menghabiskan
waktu, jenis dokumentasi biasanya dalam bentuk narasi.
b. Berorientasi pada Masalah (Problem –based Oriented), pendokumentasian berdasarkan
masalah yang ditemukan pada klien. Semua masalah actual maupun potensial dibuat
catatannya. Semua tim kesehatan mendokumentasikan pada lembar yang sama.
Keuntungannya semua gambaran kesehatan klien dapat mudah dibaca.
c. Teknik komputerisasi (Computer Assisted Oriented), secara konstan dari berbgai sumber bisa
dilihat informasi terkini perkembangan kesehatan klien. Data perkembangan kesehatan klien
dituangkan dalam format DAR (Data, Action, Responses).
4. Berpikir Kritis dalam pendokumentasian data
Dalam pendokumentasian perawat harus berpikir kritis, hal-hal apa saja yang penting
didokumentasikan untuk pasien terminal. Hal penting yang harus dicatat adalah :
o Perawat harus memperhatikan gejala fisik klien yang menyebabkan ketidaknyamanan
o Perawat harus mengenali tahapan menjelang ajal
o Perawat memberikan dukungan system / lingkungan bagi klien menjelang ajal/terminal
o Perawat dapat peka dan mampu menganalisa hal yang membuat pasien terminal merasa
nyaman atau tidak nyaman
o Perawat melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan pasien terminal
G. BUKU SUMBER
Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to
Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values.
California : Addison Wesley
Potter, P (1998). Fundamental of Nursing. Philadelphia : Lippincott.
Atkinson, Leslie D. Fundamentals of Nursing. A Nursing Process Approach.
http://lukmanulhakim-amk.blogspot.com/2011/02/asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal.html
PENGERTIAN PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
Kritis
Suatu keadaan penyakit kritis dimana memungkinkan sekali klien meninggal.
Contoh : Gangguan kesadaran (coma meninggal)
Keadaan hamper meninggal/sakaratul maut
Ca.Stadium lanjut
Terminal
Keadaan penyakit terminal merupakan kondisi penyakit yang berat dan tidak dapat disembuhkan lagi.
B. RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL ini akan
meliputi respon kehilangan.
1. Kehilangan Kesehatan
Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis, aktifitasnya terbatas.
2. Kehilangan Kemandirian
Ditunjukkan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan.
3. Kehilangan Situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga / kelompoknya.
4. Kehilangan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti : panas, nyeri, dll.
5. Kehilangan Fungsi Fisik
Contoh : klien gagal ginjal harus dibantu melalui haoinodialisa.
6. Kehilangan Fungsi Mental
Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berfikir efisiek sehingga klien
tidak dapat berfikir secara rasional.
7. Kehilangan Konsep Diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi tubuh sehingga klien
tidak dapat berfikir secara rasional (body image) peran serta identitasnya.
Hal ini akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri menjadi rendah.
8. kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
C. PSIKODINAMIKA PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
1. DINAMIKA INDIVIDU
a. PROTES DAN PENGINGKARAN
Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya pada kenyataan.
“mengapa kejadian ini menimpa saya?”
Pada fase ini terjadi proses perubahan konsep diri, ini terjadi selama kondisi klien dalam keadaan stress
tetapi Setelah keadaan ini berlalu klien mulai masuk kedalam fase berikutnya.
b. DEPRESI CEMAS DAN MARAH
Pada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi, cemas dan marah muncul
Kerika klien tidak mampu mengatasi masalahnya dan merasa tidak berdaya.
“bagaimana mengatasi masalah ini?”
Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis, bingung ketergantungan, tidak dapat mengambil
keputusan, tidak punya harapan.
Kecemasan yang dialami pasien dialihkan menjadi kemarahan yang diproyeksikan pada diri sendiri,
keluarga dan petugas.
c. PELEPASAN DAN REINVESTASI
Klien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan cemas, depresi dan perasaan marahnya. Klien mulai
mengumpulkan kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi respon yang memperberat keadaan stress,
apabila penyakit ini terjadi progressif fase ini akan berlangsung siklik. Disini klien mulai ada kerja sama.
Klien mulai melepaskan dari obyek yang hilang, mulai membina hubungan dan penyesuaian diri
terhadap realita.
2. DINAMIKA KELUARGA
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien ; pengingkaran, marah, cemas dan depresi.
3. DINAMIKA LINGKUNGAN
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien STIGMA SOSIAL ketidakmampuan
melakukan aktivitas sosial perubahan peran dalam kelompok sosial merupakan hambatan dalam
melaksanakan fungsi sosial secara normal.
RESPON PERAWAT
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus menunjukkan sikap professional dan tulus
dengan pendekatan yang baik pada saat pasien mengalami fase pengingkaran perawat harus dapat
menghadirkan fakta.
ANALISA DIRI PERAWAT
Kesadaran diri yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan perawat dalam terapi.
Contoh :
Bagaimana perasaan saya pada saat melihat orang mengalami kesulitan.
Bagaimana perasaan saya tentang penyakit klien dalam keadaan kritis.
Apakah keyakinan saya tentang penyakit kronik sama/berbeda dengan klien/keluarga.
D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
1. PENGKAJIAN
a. PENGKAJIAN TERHADAP KLIEN
Perlu dikaji bagaimana upaya klien dalam mengatasi kehilangan dan perubahan yang terjadi.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Respon emosi klien terahadap diagnosa
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilik pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu.
b. PENGKAJIAN KELUARGA
Perawat perlu mengetahui persepsi keluarga terhadap penyakit klien dan sejauh mana pengaruhnya
terhadap keluarga, kelebihan dan kekurangan yang memerlukan dukungan dan intervensi.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya.
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan sistem pendukung yang ada.
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Proses pengambilan keputusan
7) Identifdikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan perubahan yang terjadi.
c. PENGKAJIAN LINGKUNGAN
Sumberdaya yang ada.
Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
Ketersediaan fasilitas partisipasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan dan perubahan.
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan perasaan.
c. Gangguan berhubungan (menarik diri) berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari (ADL)
d. Gangguan body image berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami
e. Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas berhubungan dengan adanya hambatan dalam fungsi
seksual.
3. PERENCANAAN
TUJUAN
a. Klien dapat mengidentifikasi respon pengingkaran terhadap kenyataan.
b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas
c. Klien mau membina hhubungan dengan keluarga dan petugas
d. Klien dapat menerima realitas/keadaan dirinya saat ini.
e. Klien tidak mengalami gangguan fungsi seksual.
INTERVENSI TERHADAP KLIEN
a. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan cemas, marah, frustasi dan depresi.
b. Bantu klien untuk menggunakan koping yang konstruktif
c. Berikan informasi secara benar dan jujur
d. Bantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
e. Beri penjelasan mengenai perubahan fungsi seksual yang dialami terhadap penyakitnya.
f. Ciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan.
INTERVENSI TERHADAP KELUARGA
a. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi kekuatannya.
b. Beri informasi tentang klien kepada keluarga secara jelas
c. Bantu keluarga untuk mengenali kebutuhan
d. Berikan motivasi pada keluarga untuk memberikan perhatian kepada klien
e. Tingkatkan harapan keluarga terhadap keadaan klien
f. Optimalkan sumber daya yang ada
g. Beri informasi tentang penyakit ynag jelas
h. Beri motivasi pada lingkungan untuk membantu klien dalam proses penyembuhan
i. Upayakan fasilitas kesehatan yang memadai sesuai dengan kondisi,
Read more: http://texbuk.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-penyakit.html#ixzz1ysICuPsX
http://texbuk.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-penyakit.html
kreteria pasien kritis
Suatu perawatan intensif adalah perawatan yang menggabungkan teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang perawatan dan kedokteran gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis.
Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.Prioritas pasien yang dikatakan kritis1. Pasien prioritas 1kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.2. Pasien prioritas 2pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.3. Pasien prioritas 3pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
contoh – conoh pasien ini adalah pasien dengan keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial tamponade,atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut berat.pasien – pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmoner.
Tugas dan tanggung jawab perawat dalam penatalaksanaan pasien kritisTujuan Menyelamatkan kehidupan1.Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan 2.monitoring ketat disertai kemampuan menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.3.Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.4.Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.5.Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DALAM PENATALAKSANAAN PASIEN KRITIS
•Tujuan 1.Menyelamatkan kehidupan 2.Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitoring ketat disertai
kemampuan menginterprestasikan setiap data yang didapat ,dan melakukan tindak lanjut.3.Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.4.Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.5.Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.
Tugas dan tanggung jawab
1. Mengelolapasienmengacupadastandarkeperawatanintensifdengankonsisten. 2. Meghormatisesamasejawatdantimlainnya.3. Megintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan kusus serta diikuti oleh nilai etik dan legal
dalam memberikan asuhan keperawatan.4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan.
http://sis-doank27.blogspot.com/2010/04/kreteria-pasien-kritis_04.html