NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
(Analisis Yuridis Putusan Perkara No 423/Pdt.G/2006/PAJT)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat mencapai Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
Tajuddin
NIM :108044100018
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H/2011 M
NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN
(Analisis Yuridis Putusan Perkara No 423/Pdt.G/2006/PAJT)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.sy)
Oleh
TAJUDDIN
NIM : 108044100018
Di Bawah Bimbingan
Prof.Dr.H.M.Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 195505051982031021
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AKHWAL-ASYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UINSYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H/2011 M
PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI
Skripsi berjudul NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Analisis Yuridis Putusan
Perkara No 423/Pdt.G/2006/PAJT) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 21 Juni 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. sy)
pada Program Studi Peradilan Agama.
Jakarta, 22 Juni 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA, MM
NIP. 195505051982031021
PANITIA UJIAN
1. Ketua Majelis : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA
NIP. 195003061976031001
2. Sekretaris : Dra. Hj. Rosdiana, MA
NIP. 196906102003122001
3. Pembimbing : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA, MM
NIP. 195505051982031021
4. Penguji I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA
NIP. 195003061976031001
5. Penguji II : Drs. H. Ahmad Yani, MAg
NIP. 196404121994031004
i
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر محن الر حيم
Alhamdulilah, segala pujian serta syukur yang tak terhingga penulis panjatkan
kehadirat Allah Swt yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-
nya sehingga penulis dapat menyeselesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Shalawat teriring salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW
yang telah menebarkan cahaya islam keseluruh penjuru dunia sehingga penulis dapat
menikmati indahnya hidup dalam naungan cahaya islam.
Skripsi ini sebagai bentuk nyata dari perjuangan penulis selam menuntut ilmu di
bangku kuliah Universitas Islam Negi (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Berbagai
hambatan dan kesulitan selama proses penulisan skripsi ini dapat penulis lalui. Semua
ini karena do’a dan dukungan orang-orang yang ada disekitar penulis. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada
para pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini, diantaranya :
1. Keluarga besar H. Marhusin (Alm) dan Hj. Marzukoh (Almh), yang selalu
menjadi penyejuk hati, penyemangat hidup, mendukung dengan sepenuh jiwa
raga,, yang tak pernah kenal lelah untuk terus berkorban untuk keluarga. Dan
membiayai saya kuliah hingga selesai. Semoga Allah melindungi serta selalu
memberikan nikmat sehat.
ii
2. Bapak Prof,Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku dekan
Fakultas syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen
pembimbing yang senantiasa membimbing penulis dari awal hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MH dan Ibu Hj. Rosdiana, MA. Selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan studi Ahwal-Asysyakhshiyyah yang
dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menempuh pendidikan
S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak/Ibu dosen penghajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah member
ilmu, pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penullis
dapatkan dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi
amal kebaikan bagi Bapak/ibu dosen.
5. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ketua Pengadilan Agama Jakarata Timur beserta staff Pengadilan
Agama Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan wawancara di Pengadialn Agama Jakarta Timur serts telah
membantu dalam kelancaran birokrasi.
7. Untuk keluarga tercinta (Syukrillah, Khoyriyyah, Nursyidah, Imam Badri,
Masruriyyah, Najmuddin, dan fiki amaliyyah) memberikan semangat kepada
penulis.
iii
8. Untuk sahabat saya Hadi dan shabat band ( Ahmad Syadhali, riki dian saputra,
muslih, dan fajri) yang selalu memberikan waktu saya dalam memberikan
support serta membantu dalam penyelesaian baik moril maupun materil
9. Teman-teman seperjuangan Peradilan Agama 2007. Selam 4 tahun kenal dan
kuliah bersama kalian merupakan hal terindah dalam hidup penulis.
Semoga semua pengorbanan dan kebaikan yang diberikan mendapatkan nilai
kebaikan di sisi Allah Swt dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan Ilmu pengetahuan.
Ciputat, 8 April 2011M
6 Jumadil Ula 1432 H
Tajuddin
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................ 7
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaannya .......................................... 8
D. Metode Penelitian........................................................................ 9
E. Riview Studi Terdahulu .............................................................. 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II TEORI TENTANG PERCERAIAN ISTRI NUSYUZ ................ 14
A. Pengertian Perceraian ................................................................. 14
B. Dasar Hukum Perceraian............................................................. 16
C. Sebab-Sebab Terjadi Perceraian ................................................. 20
D. Macam-macam Perceraian .......................................................... 23
BAB III TEORI SEPUTAR NUSYUZ ........................................................ 31
A. Pengertian dan dasar hukum Nusyuz .......................................... 31
B. Akibat Nusyuz ............................................................................. 35
C. Upaya mengatasi Nusyuz ............................................................ 36
v
D. Faktor-Faktor Penyebab Istri Nusyuz Terhadap Suami ............. 39
E. Pandangan Hukum Islam Terhadap Nafkah iddah Bagi Istri
yang Nusyuz. ............................................................................... 45
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN ................. 49
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur ................. 49
B. Duduk perkara ............................................................................ 56
C. Pertimbangan hukum hakim ...................................................... 63
D. Analisa Penulis ............................................................................ 68
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 74
A. Kesimpulan ................................................................................ 74
B. Saran-saran. ................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 82
1. Wawancara ............................................................................................. 82
2. Surat permohonan Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi .... 85
3. Surat Permohonan data/ wawancara ke Pengadilan Agama Jakarta
Timur ....................................................................................................... 86
4. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No423/Pdt.G/2006/PAJT .... 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu
mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk
mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas
hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi, menusia yang antara lain keperluan
biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia memuruti tujuan kejadiannya,
Allah mengatur hidup manusia dengan perkawinan. Jadi aturan perkawinan
menurut islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian,
sehingga tujuan melangsungkan pekawinan ialah memenuhi nalurinya dan
petunjuk agama1
Dan setiap manusia yang hidup dimuka bumi ini pasti mendambakan
kebahagiaan dan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan
jalan perkawinan. Menurut Undang-undang replubik indonesia No 1 tahun 1974
seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan sebagai
:”Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri
dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha esa”2 dalam pencantuman berdasarkan
ketuhanan yang maha esa adalah karena Negara indonesia berdasarkan kepada
1 Abd Rahman Ghozaly,fikih munakahat, (kencana Prenada Media 2003) h22
2 Undang-Undang Replublik Indonesia No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. (Surabaya;
Arkola)
2
pancasila yang sila pertamanya adalah ketuhanan yang maha esa bahwa
perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian
sehingga perkawinan mempunyai unsur lahir batin/jasmani tetapi juga memiliki
unsur batin/rohani3
Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan an-nikah yang artinya al-
wathi’ dan al-dammu wal at-taddakhul terkadang juga disebut al-dammu wal-
jam‟u atau ibarat‟an al-wath‟ wal al-„aqdu yang bernama bersetubuh, berkumpul
dan akad yang mana perkawinan secara etimologisnya para ulama fiqih
mendefinisiakan perkawianan seperti yang didefinisikan oleh wahba zuhaili ialah:
“ akad yang membolehkan terjadinya al-istimta’ (persetubuhan) dengan seorang
wanita, atau melakukan wathi’, dan berkumpul selama wanita tersebut bukan
wanita yang diharamkan baik sebab keturunan, ataupun sepersusuan “ definisi
wahba zuhailli adalah “ akad yang telah ditetapkan oleh syar‟i agar seorang laki-
laki dapat mengambil manfaat untuk melakukan istimta’ dengan seorang wanita
atau sebaliknya” kemudian Abu Zahra mendifinisikan nikah sebagai akad yang
menimbulkan akibat hukum berupa halalnya melakukan persetubuhan antara laki-
laki dengan perempuan, saling tolong-menolong serta menimbulkan hak dan
kewajiban diantara keduanya.4
Didalam Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat pasal 2
dinyatakakan bahwa perkawianan dalam islam adalah : “pernikahan yaitu akad
3 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Study Kritis Perkembangan Hukum
Islam dari Fikih, UU No 1/1974 Sampai KHI (Jakrata Prenada Group, 2004 cet-3) h 43
4 Ibid, Amiur Nuruddin. h 39
3
yang sangat kuat atau mitsaqan gholozhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah”.5
Dan tujuan pernikahan sesungguhnya perintah suatu ikatan yang mulia
dan penuh kasih barakah. Allah SWT mensyariatkan untuk memberikan suatu
kemaslahatan dan manfaat kepada hambanya agar tercapai maksud-maksud yang
baik dan tujuan pernikahan ada dua: mendapatkan keturunan atau anak dan
menjaga diri dari yang haram.6
Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya suami-istri
penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataan
rasa kasih sayang itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar bahkan bisa hilang
berganti dengan kebencian kalau kalau kebancian sudah datang, dan suami-istri
tidak sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih
sayangnya, akan berakibat negatif bagi anak keturunannya, suami-istri dalam
ajaran islam tidak boleh terlau cepat mengambil keputusan bercerai, walaupun
dalam ajaran islam ada jalan penyelesaian terkhir yaitu perceraiain, namun
perceraian adalah suatu hal yang meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh
nabi. Seperti para sahabat yang ingin bercerai dengan istrinya, Rasulullah selalu
menunjukkan rasa tidak senangnya seraya berkata: Abgahdul halali ‘indallahi at-
thalaq, (Hal yang halal tapi sangat dibenci oleh Allah adalah perceraian) untuk
mencapai perdamaian antara suami-istri bilamana tidak dapat diselesaikan oleh
5 Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam (Jakarata: Pressindo,1992) cet-2 h-114
6 http:blog.re.or.id menikah sunnah word press,com ,di akses pada tanggal 20 desember 2010
4
mereka, maka islam mengajarkan agar diselesaikan melalui Hakam, yaitu dengan
mengutus satu orang yang mungkin untuk didamaikan.
Putusnya perkawinan Dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 Pasal 38
tentang Perkawinan ialah:
Perkawinan dapat putus karena
1. Kematian
2. Perceraian
3. Keputusan pengadilan7
Pasal tersebut menyatakan bahwa putusnya perkawinan yaitu Karena
kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Dan tentunya ketentuan tersebut
dapat menjadikan media hukum bagi suami dan istri dalam dasar hukum
pengajuan perkara putusan perceraian dipengadilan khususnya Hakim.
Terlebihnya Hakim harus memenuhi asas prinsip dasar Hakim, yaitu menerima,
memeriksa, dan memutuskan perkara yang mana sesuai dengan UU No 4 tahun
2004 Pasal 28 ayat 1 yaitu tentang asas-asas yang berkaitan dengan Hakim dan
kewajibannya yaitu: Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kita bisa menyimpulkan
segala perkara yang diajukan Hakim itu harus sesuai dengan kewenangan
kekuasaannya.8
7 Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Prenadya Paramita 1999, h 549
8 M Fauzan,Pokok-pokok Hukum acara Perdata Peradilan agama dan mahkamah Syar’iyyah
di Indonesia (Jakarta:Kencana 2005 cet-1) h7
5
Terkadang ada dari kalangan suami yang bertindak kasar, sewenang-
wenangnya dan tidak bertanggung jawab terhadap istrinya, yang pada akhirnya
sang istri berbuat serong kepada lelaki lain. Begitupun sebaliknya, tidak sedikit
para istri yang mengacuhkan suaminya, tidak mau melayani dan memenuhi hak-
haknya atau menyeleweng dari garis-garis suami-istri, kesemua itu disebut
dengan Nusyuz.9
Kemudian Didalam fikih juga dikenal adanya kewajiban bagi istri untuk
mentaati perintah suami, selama tidak bertentangan dengan Syariat. Dan didalam
pandangan fikih dikenal istilah Nusyuz, yaitu Wanita-wanita yang diduga
meninggalkan kewajiban suami-istri. Ketika terjadi Nusyuz tersebut maka suami
mempunyai hak pula untuk memperingatkan, dengan cara menasehatinya bahwa
istri yang tidak taat kepada suami akan mendapatkan siksaan Allah, dan
perbuatan nusyuz juga dapat menggugurkan nafkah dan giliran.
Ketika Istri tidak mau untuk membenahi dirinya lagi dari perbuatan
Nusyuz nya tersebut, maka suami dapat meninggalkan istri ditempat tidurnya, jika
juga tidak sadar, maka suami boleh memukul istri dengan pukulan yang tidak
membahayakan.
Perbuatan istri yang nusyuz itu mengakibatkan Gugurnya Nafkah setelah
perceraian seperti didalam Kompilasi Hukum Islam Akibat Putusnya Perkawinan
Pasal 149 Point b yaitu para suami harus memberi nafkah, maskan dan kiswah
kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bain
9 Salih Ibn Ghanim, Nusyuz; Konflik Suami-Istri dan penyelesaiannya, h-12
6
Atau nusyuz, dan dalam keadaan tidak hamil, ayat tersebut menjelaskan bahwa
istri yang nusyuz dan tidak taat pada suami itu tidak berhak mendapatkan nafkah
setelah perceraian seperti nafkah iddah, pada Kompilasi hukum Islam Pasal 152
yang berbunyi : bekas Istri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya,
kecuali bila istri nusyuz, dan jumhurul ulama juga sepakat bahwa istri yang
nusyuz tidak menadapkan nafkah.
Tetapi didalam putusan pengadilan agama Jakarta timur memutuskan
perkara perceraian terhadap suami dan istri dengan sebab-sebab alasan istri tidak
taat kepada suami atau Nusyuz, didalam putusan tersebut dijelaskan ; istri terbukti
suka membantah, tidak taat, sering keluar malam dengan alasan kerja bahkan
kalau pulang sampai larut malam dan juga sampai pagi, kurang memperhatikan
anak. Istri yang nusyuz itu tetap mendapatkan Nafkah iddah setelah perceraian
padahal didalam teorinya yaitu didalam fikih bahwa istri yang Nusyuz itu tidak
berhak mendapatkan nafkah, dan juga didalam KHI pasal Pasal 152 yang
berbunyi : bekas Istri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya, kecuali
bila istri nusyuz, dan jumhurul ulama juga sepakat bahwa istri yang nusyuz tidak
menadapkan nafkah.
Dan sempat terlintas dalam benak penulis, yang menjadi pertanyaan
disini, ketika istri berbuat nusyuz terhadap suaminya, maka penulis merumuskan
pertanyaan, bagaimana pandangan Hukum Islam tehadap Nafkah bagi istri yang
Nusyuz, apa yang menjadi faktor penyebab istri Nusyuz tehadap Suami, kenapa
dalam putusan tersebut istri yang Nusyuz tetap mendapatkan Nafkah setelah
7
Perceraian, bagaimana sikap dan pandangan hukum hakim terhadap putusan
tersebut.
Maka disinillah penulis tertarik untuk mengangkat dalam sebuah skripsi
yang berjudul : “NUSYUZ SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN(Analisis
Yuridis Putusan Perkara No 423/Pdt.G/2006/PAJT)”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien dalam
mencapai pokok masalah, maka penulis merasa perlu untuk memberikan
batasan dalam membahas masalah,Untuk Mempermudah pembahasan dan
agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan
masalah baru serta meluas maka penulis membatasi pembahasan ini pada
masalah seputar Istri yang Nusyuz menurut Hukum Islam. dan untuk
pembatasan objek penelitian, maka penelitiannya difokuskan Putusan
Pengadilan agama Jakarta timur No No 423/Pdt.G/2006/PAJT
2. Perumusan Masalah
Menurut peraturan yang berlaku yaitu fikih, dan Kompilasi Hukum
Islam, Bahwa Istri yang Nusyuz tidak berhak dan gugur atas nafkah iddah
tetapi didalam pertimbangan putusan hukum hakim tersebut, istri yang nusyuz
tetap mendapatkan nafkah iddah setelah perceraian yaitu dalam putusan
pengadilan agama No 423/Pdt.G/2006/PAJT.
8
Untuk memudahkan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk
pertanyaan sebabagai berikut :
a. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Nafkah Bagi Istri yang
Nusyuz.?
b. Apa Faktor-Faktor Penyebab Istri Nusyuz Terhadap Suami?
c. Apa alasan hakim dalam memutuskan perkara No 423/Pdt.G/2006/PAJT.
terhadap istri yang nusyuz tetap mendapatkan nafkah iddah?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaannya
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan yang dilakukan adalah untuk :
a. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang tentang
istri yang nusyuz
b. Untuk mengetahui faktor penyebab istri melakukan nusyuz terhadap
suami
c. Untuk mengetahui pertimbangan Hukum yang digunakan majlis Hakim.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun Kegunaan penelitian ialah :
a. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khusunya didalam hukum
perkawinan islam di indonesia
b. Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai ruang
lingkup penyelesaian perkara istri yang nusyuz terhadap suami.
9
c. Menambah wawasan keilmuan untuk khususnya untuk mahasiswa UIN
syarief hidayatullah Jakarta Fakultas syariah dan hukum dan masyarakat
pada umumnya
D. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi
ini, maka penulis menggunakan beberapa metode antara lain :
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penilitian hukum normative, dimana pada
penelitian hukum normative yang diteliti hanya bahan pustaka atau data
sekunder, yang mungkin mencangkup bahan hukum primer, Dan juga
Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji
buku-buku, dan data-data yang diperoleh dari literature dan referensi yang
berhubungan dengan judul skripsi diatas dan referensi yang diambil dari al-
quran dan hadist, juga kitab-kitab fiqih klasik dan kontemporer yang berkaitan
dengan materi skripsi.
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian setelah penulis melihat data yang dibutuhkan
dalam judul skripsi ini, maka termasuk dalam kategori penelitian kualitatif
lebih khususnya dengan menggunakan penelitian lapangan (field research)
yaitu penelitian yang mengharuskan peneliti untuk mencari data-data primer
ke lapangan dimana dalam hal ini penulis mencari data-data yang dibutuhkan
dari hasil wawancarai Majlis Hakim yang memeriksa perkara ini
10
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder.
Di bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data
primer dan data sekunder :
a. Data Primer
Data tersebut diambil dari pengadiilan agama jakarat timur berupa
putusan pengadilan agama tentang “NUSYUZ SEBAGAI ALASAN
PERCERAIAN(AnalisisYuridisPutusanPerkaraNo423/Pdt.G/2006/PAJT),
dengan menganalisa putusan tersebut
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang berkaitan dengan data primer yaitu
berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang
diajukan, seperti dokumen-dokumen yang dimaksud adalah: Al-quran,
Hadist, Buku-buku ilmiah, Undang-undang Perkawinan, No 1 Tahun
1974, fikih, buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (PA), Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta Peraturan
lainnya yang dapat mendukung skripsi ini.
4. Instrument Pengumpul Data
Adapun Instrumen pengumpul data yaitu Instrumen biasaya
digunakan oleh penelitin untuk menanyakan atau mengamati responden
11
sehingga diperoleh informasi yang dibutuhkan. Instrumen penelitian antara
lain dapat berbentuk, wawancara, angket, kuesioner10
, petunjuk wawancara
atau daftar isian, tergantung pada jenis penelitian yang akan dilakukan. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan instrumen penelitian yaitu dalam bentuk
wawancara. Dalam wawancara yang digunakan yaitu menggunakan
wawancara terstruktur yang dilakukan melalui tatap muka (face to face)
5. Teknik Penulisan
Adapun untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2009.”
E. Riview Study Terdahulu
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang
akan diteliti oleh penulis. Ternyata setelah penulis membaca beberapa skripsi
tersebut ditemukan pembahasan yang berbeda dengan judul skripsi yang akan
penulis ajukan, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak akan timbul
kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan 2 buah
skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut :
1. Judul : “ Penanganan Istri Nusyuz dalam Hukum Islam Perbandingan
Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT.Oleh (
Hanafyah Ahmad) Nim 201044100824,
10
Sugiono, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&d,al-fabeta bandung,2007 h-
138
12
Skripsi ini lebih fokus terhadap konsep Perbandingan tentang Nusyuz dengan
Undang-Undang PKDRT, Apakah antara kedua tersebut terjadi pertentangan
atau tidak yang berlaku di Indonesia, dengan menitik beratkan terhadap
Undang-undang No 23 2004 tentang PKDRT.
Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat ialah pada
skripsi penulis lebih menekankan pada pembahasan seputar istri Nusyuz
menurut Pandangan Hukum islam .
2. Judul : “Penyelesaian Perceraian Karenan Istri Nusyuz (Studi Pada
Pengadilan agama serang) Oleh (Uwes Hujjatul Islam) Nim 14044101449
Skripsi ini lebih fokus membahas tentang Prosedur penyeleasaian perkara
cerai istri Nusyuz dan bentuk-bentuk istri nusyuz dipengadilan Agama
Serang.
Dari review yang saya rujuk mempunyai perbedaan dalam skripsi
yang saya tulis lebih menitikbertkan Pada analisa Putusan Pengadilan Agama
Jakarta timur dengan menganalisa pertimbangan hukum hakim yang
menetapkan istri yang nusyuz tetap mendapat nafkah iddah dan juga
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya istri Nusyuz kepada suami.
F. Sistematika penulisan.
Untuk mengetahui bagaimana penjelasan dalam penulisan skripsi ini,
maka penulis paparkan sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari :
Bab pertama: adalah penjelasan mengenai Pendahuluan yang mencakup Latar
Belakang Masalah, membatasi dan merumuskan Masalah,
13
mengetahui Tujuan Penelitian dan Kegunaannya, menggunakan
Metode Penelitian sesuai dengan pedoman yang saya rujuk,
membedakan Riview Studi Terdahulu dan Sistematika Penulisan
Bab kedua : adalah membahas tentang perceraian karena istri nusyuz dengan
rincian sebagai berikut ; menjelaskan pengertian, Dasar Hukum
Perceraian, Seba-sebab Terjadi Perceraian, macam-macam
Perceraian.
Bab Ketiga : adalah membahas Tentang teoritis seputar nusyuz dengan rincian
sebagai berikut ; menjelaskan pengertian nusyuz dan dasar
hukum nusyuz, akibat nusyuz, Upaya mengatasi nusyuz, Faktor
Penyebab Istri Nusyuz Terhadap Suami, Pandangan Hukum
Islam Terhadap Nafkah iddah Bagi Istri yang Nusyuz
Bab keempat : adalah Deskripsi dan analisa hasil penelitian yang menjelaskan
tentang ; Gambaran Umum pengadilan agama Jakarta Timur,
menjelaskan duduk perkara, menjelaskan pertimbangan hukum
hakim, dan Analisa Penulis.
Bab Kelima : Merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
penulisan skripsi yang berisi Kesimpulan dan Saran-saran.
14
BAB II
TEORI TENTANG PERCERAIAN ISTRI NUSYUZ
A. Pengertian Perceraian
Perceraian dalam istilah fikih disebut “talak” atau “Furqah” talak berarti
“membuka Perjanjian”. Furqoh berarti bercerai lawan kata dari berkumpul.
Kemudian kedua perkataan tersebut dijadikan oleh ahli fikih yang berarti
perceraian antara suami istri.1
Pengertian Kata talak atau perceraian dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari
segi bahasa dan istilah. Secara bahasa, Talak berasal dari bahsa Arab yaitu “ اطالق
artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan
perkawinan.2 kemudian perceraian berarti putusnya suatu hubungan sebagai
suami istri semasa hidup atau bahkan mati. Secara Istilah perceraian berarti segala
macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami yang telah ditetapkan oleh
hakim dan perceraian yang disebabkan meninggalnya salah seorang dari suami
atau istri.3
Sedangkan menurut Muthahhari-M, Baqir As shadr talak ialah
melepaskan ikatan-ikatan perkawinan (nikah) dengan kata-kata talak atau lainnya.
Umpamanya suami berkata kepada istrinya “saya talak engkau satu kali”, dengan
1 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), Cet Ke-2, h.156
2 H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah, (Hukum Perkawinan Islam), Jakarta : Pustaka Amani,
2002
3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesian, (Jkarata: Balai
Pustaka, 1995), h.185
15
kata-kata seperti itu maka telah jatuh talak 1 kepada istrinya. Dengan demikian si
suami tidak boleh menggauli atau berhubungan lagi dengan istrinya sebelum
sisuaminya tersebut merujuknya kembali.4
Didalam Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan talak sebagai Ikrar
suami dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan, dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130 dan
131.
Subekti mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan perkawinan
dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.5
Sayyid sabiq dalam Kitabnya “ Fiqh sunnah” memberikan definisi thalaq
ialah
6
Artnya : “Thalaq ialah melepas ikatan perkawinan atau menyelesaikan
hubungan perkawinan.”
Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili dalam Kitabnya “Al-fiqh Al-Islami
Wa Adillatuhu” memberi definisi talaq sebagai berikut
7
4 Muthahhari-M. Baqir As shadr, Pengantar ushul Fiqh dan Ushul Fiqh Perbandingan, (PT.
Pustaka Hidayah 1993) h.206
5 Subekti, Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Inter Masa, 2002), Cet Ke-30, Hal. 42
6 Sayyid sabiq,Fiqh Sunnah, Juz2 (Beirut : Dar Al-Fikr, 1983), h.206
16
Artinya : “melepaskan ikatan pernikahan atau melepaskan tali akad nikah
dengan lafaz At-Thalaq dan semisalnya.”
Menurut Al-jaziri, talak ialah”:
8 Artinya: “Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.”
Jadi dari beberapa pengertian diatas meskipun berbeda-beda redaksinya,
tetapi mempunyai substansi yang sama dimana talak ialah salah satu bentuk
putusnya perkawinan antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu yang
memang sudah tidak diteruskan lagi dalam ikatan pernikahan mereka demi
menghilangkan kesengsaraan yang diderita, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa talak merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah pula
hak dan kewajiban suami istri. Meskipun dalam pengucapan talak menggunakan
lafaz-lafaz tertentu, namun penekanannya dimaksud dengan tujuan yang sama
yaitu untuk berpisah antara suami dan istri dalam artian putusnya perkawinan.
B. Dasar Hukum Perceraian
Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan
Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh Islam. Sebaliknya melepaskan diri dari
kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah dan sunnah Rasul tersebut dan
menyalahi kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah
7 Wahba zuhailiy, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuhu, Juz IX (damaskus : Da Al Fikr, 2007),
h.6873 8 H.M.A. Tihami, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali 2009) Cet.1 h.230
17
dan Warahmah. Dan pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk
selama hidup dan kebahagiaan yang kekal abadi bagi pasangan suami istri yang
bersangkutan.9
Meskipun demikian, ketika hubungan pernikahan itu tidak dapat
dipertahankan dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan
kemudharatan, maka Islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan
demikian, pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak
disenangi, memang tidak terdapat dalam Al-quran menyuruh atau melarang
eksistensi perceraian itu,10
sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat
yang menyuruh melakukannya. Walaupun banyak ayat Al-quran yang mengatur
perceraian atau talak mesti terjadi, seperti dalam firman Allah :
229
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
9 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta; PT. Bumi Aksara, 1996), Cet ke 1,
hal 98
10
Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta : Kencana 2009) Cet.3
h.199
18
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-
hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang
zalim. (Qs Al-baqarah 229)
Dalam surat yang lain juga Allah berfirman yang berbunyi :
1
Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar) (At-Thalaq :1)
232
Artinya: apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya,
Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi
dengan bakal suaminya (Qs. Al-Baqarah ayat 232)
Adapun hadist Nabi yang menyatakan bahwa ketidaksenangan Nabi
kepada perceraian yang diriwayatkan dari Ibnu Umar menurut riwayat Abu Daud,
, sabda Nabi :
11
11
Abu Daud, sunan Abu Daud, (Al-Qahirah, Dar- Al-Harin, 1988/1408 H), Juz kedua, h.226
19
Artinya : Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalak.
Walaupun hukum asal dari thalak itu adalah makruh, namun melihat
keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum thalaq itu adalah sebagai
berikut12
:
1. Nadab atau sunnah; yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapat
dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudharatan yang lebih
banyak akan timbul.
2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian dan
tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan
manfaatnya juga ada kelihatannya.
3. Wajib yaitu seperti menalak istri yang disumpah (di-ila), yaitu si suami
bersumpah demi Allah bahwa dia tidak akan menjimainya selama 4 bulan.
Jika waktu telah berlalu atau bila sudah 4 bulan sisuami tidak menjimainya,
istrinya berhak mengadukan perkaranya ke Pengadilan Agama agar mendapat
penyelesaian sebagaimana mestinya. Kemudian setelah ketua Pengadilan
Agama menerima istri itu serta telah mempelajari dengan cukup bukti-bukti
kebenaran istri itu, lalu mengadakan siding dan menghadirkan suaminya.
Kemudian ketua Pengadilan Agama setelah mengadakan pemeriksaan
sebagaimana mestinya, atas wewenang hukum untuk menceraikan suami sitri
termaksud dengan sekalian talak.13
12
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia,h.201
13
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta :Rineka Cipta, 1992), h.265
20
4. Haram thalaq itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaan haid
atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.
C. Sebab-Sebab Terjadi Perceraian
Didalam Kompilasi Hukum Islam, pasal 2 dinyatakakan bahwa
perkawianan dalam islam adalah :“pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan gholozhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah, dengan memahami keterangan pasal tersebut bahwa, sebenarnya
Islam mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal tampak dan
menghindari terjadinya perceraian (talak). Dapat dikatakan, pada prisipnya Islam
tidak memberi peluang untuk tejadinya perceraian kecuali pada hal-hal darurat,
meskipun didalam Hadis Rasul dikatakan, Ínna abghad al-mubahat „inda Allah
al-talak” “Sesungguhnya perbuatan mubah tapi dibenci Allah adalah talak”
kecuali pada hal-hal yang darurat.14
Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan
rumah tangga yang dapat memicu terjadi penyebab perceraian; nusyuz istri,
nusyuz suami, syiqaq, salah satu berbuat zina15
dan sebab-sebab perceraian akan
dijelaskan sebagai :
1. Nusyuz dari pihak istri
Nusyuz dipihak istri yaitu : istri mendurhakai, angkuh, sombong, dan ingkar
terhadap suami mereka serta tidak melaksanakan tanggungjawab sebagaimana
14
Amiur Nuruddin,dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta
Kencana 2004) cet.1 h.208
15
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia ( Jakarta : Rajawali Pers, 1998),h.269-272
21
yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada suami mereka. Seseorang
istri boleh dikategorikan sebagai Nusyuz, apabila istri menolak ajakan
suaminya untuk melakukan persetubuhan tanpa ada keuzuran syar’I, keluar
rumah tanpa izin suami, tidak taat kepada suami dan sebagainya.16
2. Nusyuz suami terhadap Istri
Kemungkinan nusyuz ternyata tidak datang pada pihak istri tetapi dapat juga
datang dari pihak suami. Seperti, seorang suami tidak menjalankan kewajiban
yang menjadi hak-hak istri, seperti tidak memberikan nafkah dan lain
sebagainya. Didalam surat an-nisa ayat 128 Allah Ta’ala berfirman, yang
artinya, “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian
yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)
walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, dan jika kamu bergaul dengan
isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh),
maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. an-Nisa`: 128)
Kekhawatiran adalah dugaan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dengan
terlihatnya sebagian tanda-tandanya atau indikasi-insikasinya. Dalam kondisi
semacam ini, maka ayat di atas mengarahkan kepada suami isteri untuk
melakukan islah/ kesepakatan damai sekalipun salah satu pihak harus mundur
16
Mohd Ghazali, Wan Abdul Fatah Wan ismail.Nusyuz syiqaq dan Hakam menurut Al-
quran, sunnah dan Undang-undang keluarga Islam. KUIM 2007Cet.1 h.5
22
dari haknya dan pihak lain mendapatkan lebih, hal ini demi keutuhan rumah
tangga.17
3. Terjadinya Syiqaq
Jika dua kemungkinan yang telah disebutkan dimuka menggambarkan satu
pihak yang melakukan nusyuz sedang pihak yang lain dalam kondisi normal,
maka kemungkinan penyebab ketiga ini karena kedua-duanya terlibat dalam
Syiqaq (percekcokan), syiqaq menurut bahasa berarti perselisihan,
percekcokan, dan permusuhan. Sedangkan menurut istilah berarti perselisihan
yang berkepanjangan dan meruncing antara suami-istri, syiqaq merupakan
perselisihan yang biasanya terjadi dan berawal pada kedua belah pihak suami-
istri secara bersama-sama.misalnya disebabkan kesulitan ekonomi, sehingga
keduanya sering bertengkar.18
4. Salah Satu pihak melakukan Perbuatan Zina (Fahisyah), yang menimbulkan
saling tuduh-menuduh antara keduanya. Li’an yang dimaksud, sumpah yang
diucapkan suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian
pada kesaksian kelaima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima
laksat Allah jika ia berdusta dalam tuduhannya.19
Li’an sesungguhnya telah
17
http:// masjidalmukarramah nusyuz-isteri-derhaka-atau-suami-zalim. Diakses pada tanggal
16 februari 2011 18
K.H. Miftah Faridl, 150 Masalah Nikah Keluarga, (Jakakarta Gema Insani Press, 1999)
Cet.1 h.158
19
Al-Imam Muhammad Abu Zahrah, Al-ahwal SyakhsiyahDarul Fikri Al-a‟robi 2005, h.346
23
memasuki “gerbang putusnya” perkawinan, dan bahkan untuk selama-
lamanya. Karena akibat lian adalah terjadinya talak ba’in kubra.20
D. Macam-Macam Perceraian
Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai
matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki agama
islam, namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki
putusnya perkawinan itu dalam arti bila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan,
maka kemudharatan akan terjadi. Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya
perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga.
Putusnya perkawinan adalah suatu jalan keluar yang baik, Macam-macam
perceraian dengan rincian sebagai berikut yaitu : Perceraian atau talak, Khulu,
Zhihar, Ila, syiqaq dan Lian.21
Berikut ini penjelasan masing masing, kecuali perceraian atau talak sudah
di bahas pada awal bab II ini :
1. Khulu’
a. Khulu’ dan Hikmahnya
Menurut para fuqoha yang dimaksud dengan khulu’ dalam arti umumnya
yaitu perceraian yang disertai dengan sejumlah harta sebagian Iwadh yang
diberikan oleh istri kepada suami untuk menebus diri agar terlepas dari
ikatan perkawinan. hukum Islam memberikan jalan kepada istri yang
menghendaki perceraian dengan mengajukan khulu’ sebagaimana Islam
20
Ibid,Ahmad Rafiq, h.274
21
Abdurrahman Ghazali, Fikiah Munakahat, (Kencana Prenada Media 2003) h.227
24
memberi jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan jalan
talak.22
Dasar hukum disyariatkan khulu’ ialah Allah berfirman dalam surat Al-
baqharah ayat 229 yang artinya : tidak halal bagikamu mengambil sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka (Istri) kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, jika kamu
khawatir bahwa keduanya tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
istri untuk menebus dirinya itulah hukum-hukum Allah maka jangan kamu
melanggarnya, barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang Zalim
Hikmahnya adalah menolak bahaya, maksudnya yaitu apabila kebencian
antara suami dan istri memuncak dan dikhawatirkan tidak dapat
menjalankan syarat-syarat dalam kehidupan suami istri, maka Khulu’
adalah cara-cara yang sudah ditetapkan oleh Allah yang Maha Bijaksan,
menegaskan hukum-hukum Allah.
b. Syarat-syarat Khulu’
a. Kerelaan dan persetujuan, Khulu’ dilakukan berdasarkan kerelaan dan
persetujuan suami dan istri, dengan maksud kerelaan dan persetujuan
itu tidak dapat berakibat kerugian dipihak orang lain
22
Ibid, Al-Imam Muhammad Abu Zahrah, h.329
25
b. Istri adalah seorang yang berada dalam wilayah si suami dalam arti
istrinya atau yang telah diceraikan, namun masih berada dalam Iddah
raj’iy.
c. Khulu’ harus diridhai oleh pihak yang memberikan ganti materi.
d. Khulu’ dengan ganti materi yang sah sebagai mahar. Ganti yang sah
sebagai mahar adalah setiap yang sah dijadikan sebagai harga dan
imbalan23
c. Akibat Khulu’ ini ialah sama dengan akibat talak bain shughra. Yaitu
suami tidak mempunyai hak untuk merujuk bekas istrinya kecuali dengan
perkawinan yang baru dan akad yang baru berdasarkan persetujuan dari
masing-masing pihak.
2. Zihar
Zihar adalah seseorang laki-laki yang mengharamkan istrinya bagi
dirinya dengan menyerupakan keharamannya seperti ibunya, saudara
perempuannya, atau salah satu mahramnya.24
Zihar dari segi bahasa arab,
Zhihaar berasal dari kata zahr (punggung) bukan dari kata yang berarti
pertolongan, dengan maksud suami mengatakan kepada istrinya; kamu bagiku
seperti punggung ibuku.25
Dalam istilah fikih, zihar diartikan sebagai
23
Syaikh Muhammad Al-utsaimin, Shahih Fiqih wanita, (Jakarta : akbar Media Eka Sarana
2009) Cet-2 hal. 343-344
24
Ali Yusuf As-subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta :Sinar Grafika Offset), cet-1, hal.360
25
Syaikh Muhammad Al-utsaimin, Shahih Fiqih wanita, hal.378
26
perkataan suami terhadap istrinya yang mengandung maksud menyamakan
istrinya dengan ibunya sendiri. Misalnya, perkataan : “Punggung kamu seperti
punggung ibuku.” Pengkhususan kata “Punggung” dalam hal ini disebabkan
biasanya yang ditunggangi itu adalah punggung. Oleh karena itu orang-orang
arab menyebut binatang-binatang tunggangan dengan kata az-zahr.
Wanita yang di-zihar memang di haramkana untuk digauli, tetapi
hanya bersifat sementara, yaitu sampai membayar “kafarat zihar-nya,
mengenai hal ini, Allah SWT berfirman dalam surat Al- mujadalah ayat 2
yang artinya : “Orang-orang yang men-zihar istrinya diantara kamu,
(menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal ) tiadalah istri mereka itu ibu
mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.
Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan
yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha pemaaf lagi Maha
pengampun.”
Adapun kafarat dari zihar yang harus ditunaikan oleh suami yang men-
zihar istrinya, sesuai dengan bunyi surat al-mujadalah ayat 3-4 adalah
a. memerdekakan budak,
b. berpuasa selama dua berturut-turut atau
c. memberi makan enam puluh orang miskin.26
26
Peunoh Daly, Hukum Prekawinan Islam, Usatu studi Perbandingan dalam kalangan Ahlus-
sunnah dan Negara-Negara Islam, PT Bulan Bintang Jakarta, 2005, cet.2 h.93
27
Kemudian Jumhur ulama sepakat bahwa bentuk-bentuk kafarat
diberlakukan secara berurut, artinya, tidak boleh yang kedua dijadikan yang
pertama. Dalam istilah mereka, hukuman itu dikenakan kepada pelaku zihar
sesuai dengan tertib hukuman yang terdapt dalam ayat tersebut.27
3. Ila’
a. Ila’ dan hukumnya
Ila‟ menurut bahasa artinya menolak dengan bersumpah.
Jadi ila’ ialah berarti menolak untuk mengumpuli istrinya dengan
bersumpah. Dalam hal ini sumpahnya baik dengan nama allah ataupun
dengan berpuasa atau dengan besadhaqah atau dengan haji, atau dengan
bercerai.28
sumpah suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa
lebih dari empat bulan atau tidak menyebutkan jangka waktunya.
Apabila seorang suami bersumpah sebagaimana sumpah tersebut,
hendaklah ditunggu selama empat bulan. Kalau dia kembali baik kepada
istrinya, sebelum sampai empat bulan, dia diwajibkan membayar denda
sumpah ( kafarat ) saja. Tetapi sampai empat bulan dia tidak kembali baik
dengan istrinya, hakim berhak menyuruhnya memilih dua perkara, yaitu
membayar kaparat sumpah serta berbuat baik pada istrinya, atau menalak
istrinya. Kalau suami itu tidak mau menjalani salah satu dari kedua
perkara tersebut, hakim berhak menceraikan mereka secara terpaksa.
27
Ensiklopedia Islam 5, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001. H. 59-60
28
Sayyid sabiq. Fikih sunnah juz 5. PT al-ma’arif Bandung 1994.cet.8 h.114
28
Sebagian ulama berpendapat, apabila sampai empat bulan suami
tidak kembali ( tidak campur ), maka dengan sendirinya kepada istri itu
jatuh talak bain, tidak perlu dikemukakan kepada hakim.29
b. Syarat-syarat ila’
1) Syarat-syarat yang berhubungan dengan suami istri sepakat para
fuqoha bahwa suami yang dibolehkan mengila’ istrinya ialah suami
yang baligh, berakal, dan tidak gila
2) Ila’ hendaknya berupa sumpah
3) Isi ila’ hendaklah bahwa suami bersumpah tidak akan mencampuri
istrinya.
c. Kafarat sumpah
Bagi suami yang meng-ila’ istrinya lalu diwajibkan menjauhinya selama 4
bulan itu menimbulkan kerinduan terhadap isrti, lalu menyesali sikapnya
yang sudah berlalu, memperbaiki diri sebagai bekal sikap yang lebih baik,
ketimbang masa-masa sebelumnya. Dalam hal ini jika kemudian suami
berbaik kembali kepada istrinya diwajibkan membayar kafarat sumpah
karena telah mempergunakan nama Allah untuk keperluan dirinya, kafarat
itu berupa; member makan 10 orang miskin, memerdekakan seorang
budak, puasa tiga hari.30
29
Sulaiman.Rasyid 1996. Fiqih islam. (Jakarta : Sinar baru argensindo.) h.410 30
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), Cet Ke-2, h191-192
29
4. Syiqaq
Syiqaq berarti “perselisihan”, maskudnya perselisishan suami istri
yang diselesaikan oleh kedua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak
suami dan seorang dari pihak istri.
Dasar hukumnya ialah Allah berfirman dalam Surat An-nisa Ayat 35 :
35
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. ( Qs. An-Nisa ; 35 )
Menurut firman Allah tersebut jika terjadi kasus syiqaq antara suami
istri, maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari
pihak istri untuk mengadakan penyelidikan sebab terjadinya syiqaq tersebut
serta berusaha mendamaikan kembali agar suami istri kembali hidup bersama
dengan sebaik-baiknya, kemudian jika jalan perdamaian itu tidak mungkin
ditempuh, maka kedua hakam berhak mengambil inisiatif untuk menceraikan.
5. Li’an
Lian berasal dari kat Al-la’anu yang artinya kutukan atau laknat
menurut istilah yaitu suami-istri yang saling melaknat. Suami menuduh istri
berzina, tetapi tidak mampu membuktikannya dengan menghadirkan empat
30
orang saksi, maka dia harus besumpah empat kali sumpah dengan menyatakan
bahwa kalau suami tersebut berbohong dengan tuduhannya maka laknat Allah
untuk dirinya (suami).31
Kemudian istri menolak tuduhan dengan empat kali
sumpah juga dengan ucapan penolakan tuduhan suaminya tersebut dan ia siap
dilaknat oleh Allah kalau ia melakukannya. Dengan terjadinya sumpah lian itu
maka terjadilah perceraian antara suami istri tersebut dan antara keduanya
tidak boleh terjadi perkawinan kembali untuk selam-lamanya.32
31
Syaikh Muhammad Al-utsaimin, Shahih Fiqih wanita,hal.384
32
Miftah faridl, 150 Masalah nikah Keluarga, Gema Insani Jakarta 1999. Cet.1 h.161
31
BAB III
TEORI SEPUTAR NUSYUZ
A. Pengertian dan Dasar Hukum Nusyuz
1. Pengertian Nusyuz
Nusyuz secara bahasa berasal dari kata nazyaza-yansyuzu-nasyazan
wa nusyuzan, yang bebarti meninggi, menonjol, durhaka, menentang, atau
bertindak kasar.1 Secara definitive nusyuz diartikan dengan : “Kedurhakaan
istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa yang diwajibkan Allah
atasnya.2
Nusyuz juga diartikan sebagai kedurhakaan istri terhadap suami dan
pembangkangannya atas perintah Allah dalam ketaatan terhadap suami
ataupun penolakan istri atas ajakan suami untuk bersetubuh, ataupun
keluarnya istri dari rumah tanpa seizin dari suami.dalam hal ini Nusyuz ialah
penolakan atau pembangkangan intri terhadap suami terhadap hal-hal yang
menjadikan otoritas suami untuk mendidik istrinya, seperti keluar tanpa izin
suami, meninggalkan perintah Allah, seperti Shalat, atau berkhianat terhadap
suaminya dalam urusan harta dan jiwa.3
Kemudian nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang
atau membandel atas kehendak suami. Tentu saja kehendak suami yang tidak
1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
Progresif, 1997) Cet. XIV, h. 1418-1419
2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta Kencana, 2006) Cet.2 h. 190-
191
3 Sayyi sabiq, Fiqih Sunnah, Juz II, ( Semarang : Toha putra ) h. 179
32
bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami bertentangan atau
tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolaknya. Dan
penolakan tersebut bukanlah sifat nusyuz ( durhaka ).4
Adapun beberapa perbuatan yang dilakukan istri, yang termasuk nusyuz,
antara lain :
a. Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami, tetapi
istri tidak mau pindah kerumah itu, atau istri meninggalkan rumah tangga
tanpa izin suami .
b. Apabila suami istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan izin istri,
kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu,
dan bukan karena minta pindah kerumah yang disediakan oleh suami.
c. Istri menolak ajakan suaminya untuk menetap dirumah yang disediakannya,
tetapi istri berkeberatan dengan tidak ada alasan yang pantas.
d. Apabila istri bepergian dengan tidak beserta suami atau mahramnya,
walaupun perjalanan itu wajib, seperti pergi haji, karena perjalanan
perempuan yang tidak beserta suami atau mahram terhitung maksiat.5
2. Dasar Hukum Nusyuz
Dalam firman Allah.Q.s An-Nissa : 34
34
4 Syamsul Rijal Hamid. Buku pintar agama islam. (Jakarta : Cahaya salam 1997) h.250
5 Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999)
Cet.1 h.185
33
Artinya: “wanita-wanita yang khawatirkan kedurhakaanya (nusyuz), maka
nasihatilah mereka, dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka
danpukullah mereka (dengan pukulan yang tidak membahayakan).
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari
jalan untuk memisahkan mereka. Sesungguhnya Allah Swt Maha Tinggi
lagi Maha Besar.”6
Kemudian ayat selanjutnya Allah berfirman dalam surat An-nisa ayat 128
yang berbunyi :
128
Artinya : dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika
kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Didalam sebuah Hadis disebutkan :
Artinya: “dari Hakim bin Mu’awiyah Al-qusyairy, dari ayahnya, ia
berkata,”saya bertanya, Wahai Rasulullahapakah hak seorang istri
pada suaminya?” Beliaubersabda. “Hendaklah kamu member makan
6 Hasbi Ash-Sidqi dkk,Al-quran dan Terjemahnya; Proyek Pengadaan Kitab suci Al-
qurani.(Depag RI, Jakarta1989) h.123
34
dia jika engkau makan, berilah pakaian kepadanya seperti cara engkau
berpakaian. Jangan pukul mukanya, jangan engkau menjelekkannya,
dan jangan engkau meninggalkannya kecuali masih dalam serumah.7
Berdasarkan kepada nash-nas al-quran dan sunnah, jlas menunjukkan
bahwa Nusyuz berkemungkinan kepada pihak anatar suami atau istri atau kedua-
duanya secara sekaligus. Sebagaimahluk yang diciptikan oleh allah SWT,
diamaha mengetahui setipa kelebihan dan kelenahan yang ada pada manusia.
Allah SWT telah meggariskan panduan yang perlu diikuti oleh setiap insane bagi
menghadapi pasangan nusyuz supaya tindakan yang diambil adalah tindankan
yang bijaksana dan tidak melampaui batasan-batasan yang ditetapkan oleh syara‟8
Didalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 80 pada ayat ke-7 dijelaskan tentang
beberapa pasal yang berkenaan dengan Nusyuz yaitu : Kewajiban suami
sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.9
Dan juga pada pasal 149 point (b) dijelaskan bahwa Bilamana perkawinan
putus karena talak, maka bekas suami wajib: memberi nafkah, maskan dan kiswah
kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak
ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Lalu KHI juga menyebutkan
7 Makatabah Syamilah.Sunan abu daud, bab fi haqqil marah ala‟zaujiha juz 6. h.45
8 Norzulaili Mohd Ghazali, nusyuz, syiqaq dan Hakam menurut Al-quran, sunnah dan
Undang-undang Keluarga islam, h.5
9 Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam (Jakarata: Pressindo,1992) cet-2 nh.133
35
pada Pasal 152 Yang berbunyi : Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah
dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.10
B. Akibat Nusyuz
Pada dasarnya nafaqah itu diwajibkan sebagai penunjang kehidupan suami
istri. Bila kehidupan suami istri berada dalam keadaan yang biasa, dimana suami
maupun istri sama-sama melaksanakan kewajiban yang ditetapkan agama tidak
ada masalah. Namun bila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka
berhaklah ia menerima hak yang sudah ditentukan, seperti istri tidak menjalankan
kewajibannya berhaklah menerima nafaqah dari suaminya; sebaliknya suami
tidak menjalankan kewajibannya, berhaklah menerima pelayanan dari istrinya.
Dalam hal istri tidak menjalankan kewajiban yang disebut dengan nusyuz,
menurut jumhurul ulama suami tidak wajib memberi nafaqah dalam masa
nusyuznya itu. Alasan bagi jumhur itu adalah bahwa nafaqah yang diterima istri
itu merupakan imbalan dari ketaatan yang diberikannya kepada suami. Istri yang
nusyuz hilang ketaatannya pada masa itu, oleh karena itu istri tidak berhak atas
nafaqah selama masa nusyuz berlangsung dan kewajiban itu kembali dilakukan
setelah nusyuz istri berhenti.11
Dari uraian diatas bahwa istri yang nusyuz dalam
hal tidak taat, suka membantah, tidak menjalankan kewajibannya sebagai istri
yang baik dan menelantarkan anaknya itu tidak berhak mendapatkan nafakah dari
suaminya karena istri tersebut sudah tidak mampu dalam menjalankan kewajiban
10
Ibid h.149 11
Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fikih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, h. 173-174
36
yang disyariatkan oleh agama, oleh karena itu hak nafakah istri terlaksana lagi
apabila istri kembali taat dan nusyuz istri berhenti.
Sebab, wabah nusyuz akan berakibat pada rusaknya bangunan keluarga,
serta menimbulkan suasana tidak kondusif bagi pendidikan anak-
anak.konsekuensi akhirnya, bahtera rumah tangga menjadi oleng dan kemudian
tenggelam.12
C. Upaya Mengatasi Nusyuz
Bahwa ada beberapa tahapan upaya mengatasi Nusyuz yang harus
dilakukan suami terhadap istri yang durhaka yaitu :
Pertama: Suami memberi nasihat, atau dengan nasihat orang lain.13
Nasihat Yang Baik, Suami berhak memberi nasihat kepada istrinya bila tanda-
tanda kedurhakaan istri sudah tampak. Nasihat terbaik adalah dengan
mengembalikan si isteri kepada Allah.. Isteri yang baik terus akan terdidik
dengan nasihat yang baik dari suami. Sebab itulah, bagi suami hendaknya menjadi
psikiater, sekiranya ia menasehati istri dengan hal yang sesuai baginya dan
menyelaraskan wataknya serta sikapnya, diantara hal yang dapat dilakukan suami
adalah seperti memperingatkan dengan hukuman Allah bagi perempuan yang
bermalam sedangkan suami marah dengannya, mengancam denagn tidak member
sebagian kesenangan materiil, mengingatkan istri pada sesuatu yang layak dan
patut dan menyebutkan dampak-dampak Nusyuz, diantaranya bisa berupa
12
Abd Al-qadir Mansur,Fikih Wanita,Penerbit Zaman cet.1 2009 h.317
13
Peunoh Daly, Hukum Prekawinan Islam, Usatu studi Perbandingan dalam kalangan Ahlus-
sunnah dan Negara-Negara Islam, PT Bulan Bintang Jakarta, 2005, cet.2 h.87
37
perceraian yang berdampak baginya keretakan seksistensi keluarga dan
terlantarnya anak-anak,14
Ingatkan mereka bahwa tindakannya itu telah menyakiti hati suami dan
telah durhaka kepada suaminya, dan peran suami harus memberikan peringatan
dan pengajaran kepada istrinya dengan menjelaskan bahwa tindakannya itu adalah
salah menurut agama dan menimbulkan risiko ia dapat kehilangan haknya. Bila
dengan pengajaran itu si istri kembali dalam keadaan semula sebagai istri yang
baik, masalah sudah terselesaikan dan tidak boleh diteruskan”15
Kedua: Jika nasihat itu tidak sedikitpun memberi kesan, dan istri tidak
memperlihatkan perbaikan sikapnya dan memang secara nyata nusyuz itu telah
terjadi dengan perhitungan yang objektif, suami melakukan usaha berikutnya
yaitu hendaklah suami pisah tidur dari istrinya, dalam arti menghentikan
hubungan seksual didalam firman Allah dalam suart An-nisa‟ (4) : 34 ; yang
berbunyi :
34
Artinya: dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, (QS. An-nisa (4) :34)
Berpisah tempat tidur dari tempat tidur yaitu suami tidak tidur bersama
istrinya, memalingkan punggungnya dan tidak bersetubuhan dengannnya. Jika istri
mencintai suami maka hal itu terasa berat atasnya sehingga ia kembali baik. Jika
14
Ali Ali Yusuf As-subki, Fiqih Keluarga, Pedoman Belkeluarga dalam Islam,Sinar Grafika
Offset 2010 cet-1 h.302 15
http://halaqah.net/Nusyuz( Pada Perspektif Undang-Undang Syariah) diakses pada tgl 14-
2-2011
38
masih marah maka dapat diketahui bahwa nusyuz darinya sehingga jelas bahwa
nusyuz berawal darinya. Beberapa suami ada yang meninggalkan kamar tidur
ataupun rumah ketika ia marah.16
bila dengan usaha pisah ranjang ini istri telah
kembali taat, dan persoalan sudah selesai maka tidak boleh dilanjutkan ke tahap
berikutnya.17
Ketiga : dari penjelasan-penjelasan panjang tentang tujuan di balik
langkah-langkah pereventif atas perbuatan nusyuz di atas, kita tahu bahwa
memukul istri disini bukan dimaksudkan untuk menyiksa dan menyakiti istri,
menghina dan melecehkannya, atau memaksa melakukan sesuatu yang tidak
disukainya. Pukulan dimaksud untuk mendidik, seperti halnya pukulan seorang
ayah terhadap anaknya atau pukulan seorang guru terhadap muridnya.
Jadi, ketiga langkah diatas memberikan nasihat yang baik, memisahkan
istri ditempat tidur lain, dan memukulnya, tentu saja tidak perlu diambil ketika
terjadi keharmonisan diantara dua belah pihak, yaitu suami sitri. Ketiga langkah
itu baru diambil ketika terjadi sebuah penyimpangan dari istri, ketika nasihat yang
baik tidak lagi berguna, begitu pun langkah memisahkan istri dari tempat tidur,
maka penyimpangan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh istri terkadang tidak
bias diluruskan dengan cara lain selain cara ketiga.18
16
Ibid Ali Yusuf As-subki, 2010 cet-1 h.305-306
17
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta Kencana, 2006) Cet.2 h.192
18
Abd Al-qadir Mansur,Fikih Wanita,Penerbit Zaman cet.1 2009 h.319
39
Yang terpenting untuk dicatat, yang boleh dipukul hanyalah bagian yang
tidak membahayakan si istri19
dan pukulan dalam hal ini adalah dalam bentuk
ta’dib atau edukatif, bukan atas dasar kebencian. Bila dengan pukulan ringan
tersebut istri telah kembali kepada keadaan semula masalah telah dapat
diselesaikan. Namun bila dengan langkah ketiga cara ini masalah belum dapat
diselesaikan baru dibolehkan suami menempuh jalan lain yang lebih lanjut yaitu
dengan jalan perceraian.
D. Faktor-Faktor Penyebab Istri Nusyuz Terhadap Suami
1. Faktor ekonomi
Setiap aktivitas yang dilakukan manusia secara sadar dan sengaja yang
bertujuan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan baik secara langsung maupun tidak langsung20
Persoalan ekonomi adalah salah satu hal yang sangat urgen dalam
kehidupan rumah tangga. Sebagai kepala keluarga suami harus mampu
mencukupi biaya hidup istri, yaitu berupa belanja sandang, pangan, perhiasan,
bahkan pada kebutuhan make up. Dengan begitu istri dapat melakukan
kewajibannya dalam mengurusi rumah tangga.
Namun, terkadang istri tidak mensyukuri atas penghasilan suami, yang
telah di usahakan semaksimal mungkin oleh suami, istri tetap menuntut lebih
dari batas kemampuan suaminya, dengan melihat kondisi kemampuan suami
19
Amiur Nuruddin,dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta
Kencana 2004) cet.1 h. 210 20
Baqir Sharief Qorashi, Keringat Buruh,Penerbit Alhuda 2007 cet.1 h.41
40
terbatas, istri tidak boleh membebaninya dengan menuntut yang berlebihan
apalagi sampai bersikap acuh terhadap suami.
2. Faktor karier
Perempuan telah berlomba-lomba untuk menguasai wilayah kerja
kaum laki-laki. Mereka mengira bahwa hal tersebut adalah bagian yang dapat
menggambarkan persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan. Kaum laki-laki menerima saja hal tersebut bahkan mereka
mendorong kaum perempuan untuk melakukan. Maka apa hasil dari pada itu?
Akhrinya pintu kehancuran semakin terbuka dalam bangunan kehidupan
masyarakat. Sebagian orang mengatakan, perempuan sekarang terpaksa untuk
meninggalkan rumah mereka untuk bekerja. Dengan keluarnya perempuan
untuk bekerja, hilanglah generasi-generasi kita dimasa yang akan datang.
Anak-anak telah kehilangann kasih sayang dan asuhan seorang ibu. Hal
tersebut membuat mereka tertimpa kelainan jiwa dan berimbas pada moralitas
mereka ketika menginjak dewasa.21
Realitas hidup kita berkata bahwa keluarnya perempuan untuk bekerja
di luar rumah telah menjadi unsure penghancur kehidupan kita sekarang ini.
21
Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi, Fikih Perempuan (Muslimah),Sinar Grafika offset 2005
cet.1 h.138
41
Perempuan karier telah menyebabkan kekosongan dan kematian keindahan
hidup sebuah keluarga.22
Dampak negative yang timbul dengan adanya permpuan karier, antara
lain seperti berikut
a. Terhadap anak-anak. Perempuan yang hanya mengutamakan kariernya
akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan anak-anak, maka tidak
aneh kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, seperti
perkelahian antar-remaja dan antar-sekolah, penyalah gunaan obat-obat
terlarang, minuman keras, pencurian, pemerkosaan, dan sebagainya.
b. Terhadap suami dibalik kabanggan suami yang mempunyai istri
perempuan berkarier yang maju, aktif, dan kreatif, pandai dibutuhkan
masyarakat, tidak mustahil menemui persoalan-persoalan denga istrinya.
Istri yang bekerja di luar rumah setelah pulang dari kerjanya tentu ia
merasa capek, dengan demikian kemungkinan ia tidak dapt melayani
suaminya denga baik sehingga suami merasa kurang hak-kanya sebagai
suami. Waktu yang disishkan istrinya kepadanya tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, akibatnya si suami menemukan problem ditempat
kerjanya, ia berharap masalah ini bias diselesaikan dengan istrinya, tetapi
tidak terselasikan karena istri pun mengalami masalah di tempat kerjanya.
22
Ibid, h. 142
42
Untuk mengatasi masalahnya, si suami mencari penyelesaian dan
kepuasan di luar rumah.23
c. Terhadap rumah tangga. Kadang-kadang rumah tangga berantakan
disebabkan oleh kesibukan ibu rumah tangga sebagai perempuan karier,
yang waktunya banyak tersita oleh pekerjaannya di luar rumah sehingga ia
tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Hal
ini dapat menimbulkan pertengkaran, bahkan perceraian kalau tidak ada
pengertian dari suami.24
3. Faktor seksual
Hubungan seksual hanya dapat berjalan dengan baik apabila pasangan
suami istri dalam keadaan sehat. suami tidak mengalami kelemahan syahwat,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan seksual istrinya; dan sebaliknya, istripun
tidak mengalami frigiditas, sehingga dapat pula memberikan kehangatan dan
kemesraan seksual kepada suaminya. Hubungan seksual sangatlah penting
dalam melestarikan perkawinan.25
Salah satu penyebab istri tidak taat kepada suaminya sehingga
nusyuznya istri timbul karena seoarang istri tidak lagi bersabar mengahadapi
suaminya yang mengalami lemah syahwat, sedangkan dia belum pernah
23
Huzzaimah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Ghalia Indonesia, h.64 24
Huzzaimah Tahido Yanggo, hal.65
25
Muhammad Thalib, 15 penyebab Perceraian dan penaggulangannya, Baitus salam 1997 cet
1 h.39
43
tersentuh oleh suaminya, berhak melakukan tuntutan cerai setelah lewat satu
tahun dari masa penderitaan lemah syahwat suaminya, sedangkan suaminya
tidak boleh mengambil maskawin yang sudah diberikan kepada istrinya.26
4. Faktor cemburu
Cemburu adalah salah satu penyakit yang biasa menerpa kehidupan
rumah tangga. Seseorang yang membela dirinya dengan cemburu baik suami
atau istri, niscaya tidak akan menyadari bahwa ia menjadi penyebab utama
terjadinya malapetaka yang sangat mengerikan itu, bahkan terkadang
menganggap sebagian cemburu sebagai ungkapan cinta. Tetapi dalam
kenyataanya , bahwa cemburu dianggap sebagai keinginan yang egois dalam
kepemilikan. Cemburu telah menggiring para suami dan istri melakukan
sejumlah ketololan yang mengakibatkan hancurnya kehidupan berrumah
tangga.27
Rasa cemburu yang berlebihan juga bisa menimpa terhadap laki-laki,
faktor cemburu yang berlebihan itulah yang menyebabkan istri lepas kontrol
dan dapat melakukan tidakan diluar akal sehat. Sehingga dengan kondisi yang
demikian menjadi istri nusyuz. Rasa cemburu yang didasari tanpa keraguan
akan mendorong seorang istri untuk melakukan perbuatan dosa dan berbuat
maksiat seperti : Ghibah, adu domba, hasut, dengki dann sebagainya.28
26
Ibid, Muhammad Thalib, h.40 27
Butsainah As-sayyid Al-iraqi, Asror fi hayati Al-muthallaqoot, Pustaka Al-sofwa, cet 1 h.
51-54
28
Syeikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-mani, Cemburu Terhadap Wanita (Surabaya :
Pustaka Progresif, 2004) h. 118
44
5. Faktor suami kikir
Suami yang kikir, dan selalu mengadakan perhitungan untuk
memberikan belanja yang amat dibutuhkan oleh istrinya, padahal ia mampu
dan mempunyai uang. Kekiriran itu yang paling besar adalah ketidak wajiban
suami untuk memberikan nafkah wajib, sementara dia sangat gampang
menggunakan uangnya dengan penuh kebanggaan untuk diberikan kepada
orang-orang disebelah kanan dan kiri, demi kepentingan dirinya yang tidak
penting seperti : membantu kawannya yang kurang baik, menyelengarakan
pesta pora, dan mengadakan rekreasi yang tidak bermanfaat. Akan tetapi
sangan disayangkan, apabila diminta oleh keluarganya, dia sangat bakhil dan
kikir serta selalu mengadakan perhitungan. Kondisai seperti diatas,
merupakan keadaan yang amat menyakitkan, amat menggetirkan, dan amat
menyakitkan hati. Tidak sedikit rumah tangga mengalami keputus-asaan,
dirundung nestapa, dan dililit ketidak harmonisan sebagai akubat dari sikap
dan perbuatan suami yang bakhil dan selalu mengadakan perhitungan. Boleh
jadi, istri dan anak-anaknya tinggal dirumah yang tak layak huni, pakaian
mereka sudah rombeng dan lusuh, bisa jadi mereka memint-minta kekanan-
kekiri. Tidak dapat diragukan lagi, rumah tangga seperti ini akan mengalami
keretakan, anak-anaknya akan mencari orang yang mau mengulurkan
tangannya untuk membantu mereka.29
29
Muhammad bin Ibrahim Al-hamd, Kesalahan-Kesalahan Suami, Pustaka Progressif
Surabaya 2004, cet 1 h.38
45
Apabila seorang suami mempersulit nafkah wajib yang selayaknya
diberikan untuk menutupi kebutuhan istri dan anak-anaknya, maka istri
diperbolehkan oleh syariat mengambil dan memanfaatkannya untuk
kebutuhan mereka tanpa seizin suaminya.30
Jadi suami kikir bisa menyebabkan tibulnya istri nusyuz kepada suami
dikarenakan suami kikir terhadap istri dan anak-anaknya dalam kebutuhan
kehiduapan rumah tangganya yang mengakibatkan istri lalai dalam
kewajibannya dan menimbulkan penyebab terjadinya perceraian.
E. Pandangan Hukum Islam Terhadap Nafkah iddah Bagi Istri yang Nusyuz.
Menurut para ahli fikih bahwa bekas istri dalam masa iddah talak raj‟I
atau dalam keadaan hamil baik dalam masa iddah, berhak menadapkan nafkah
dan tempat tinggal dari suaminya.31
Dan Perempuan yang nusyuz tidak berhak
mendapatkan nafkah dan juga tempat tinggal ketika nusyuznya itu berlaku dalam
masa iddah, kecuali apabila ia taat kepada suaminya maka barulah nafkah dan
tempat tinggal itu bisa diberlakukan kembali kepada istrinya.32
Para ulama mazhab sepakat bahwa istri yang melakukan nusyuz tidak
berhak atas nafkah,33
Istri dikategorikan nusyuz, Apabila istri meninggalkan
rumah tanpa seizin suami, atau menolak tinggal dirumah (suami) yang layak
30
Ibid Muhammad bin Ibrahim Al-hamd, h. 41 31
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 235
32
Mohd Salleh Haji Ahmad, Ruju’ dan Iddah Dalam Sistem Perkawinan Islam, k Pustaka
abdul Majid 1995 cet 1 h.60
33
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta Lentera 2002. Cet-1 h.402
46
baginya, maka dia dianggap sebagai istri Nusyuz, dan menurut kesepakatan
seluruh mazhab, dia tidak berhak atas nafkah. Hanya saja Syafi‟I dan Hambali
menambahkan bahwa. Apabila istri keluar rumah demi kepentingan suami, maka
hak atas nafkah tidak menjadi gugur. Tetapi bila bukan untuk kepentingan suami,
sekalipun dengan izinnya, gugurlah nafkah hak atas nafkahnya. kemudian apabila
seorang istri dicerai suaminya ketika dia dalam keadaan Nuyus, maka istri tidak
berhak atas nafkah. Kalau dia dalam keadaan „Iddah dari talak raj‟I, lalu
melakukan Nusyuz ketika menjalani iddah-nya, maka haknya atas nafkahnya
menjadi gugur. Kemudian bila dia kembali taat, maka nafkahnya diberikan
terhitung dari waktu ketika diketahui dia kembali taat.34
Tetapi Hanafi berbeda pendapat tentang batasan nusyuz yang
mengakibatkan gugurnya nafkah., sekaplipun haram, tetap tidak menggugurkan
haknya atas nafkah.
Hanafi berpendapat ; manakalah istri mengeram dirinya dalam rumah
suaminya, dan tidak keluar rumah tanpa izin suaminya, maka dia masih disebut
patuh (Muthi’ah), sekalipun dia tidak bersedia dicampuri tanpa dasar syara‟ yang
benar, penolakannya yang seperti itu, sekaplipun haram, tetap tidak
menggugurkan haknya atas nafkah. Bagi hanafi, yang menjadi sebab keharusan
memberikan nafkah kepadanya adalah beradanya wanita tersebut dirumah
suaminya. Persolalan ranjang dan hubungan seksual tidak ada hubungannnya
dengan kewajiban nafkah. Dengan pendapat ini, hanafi berbeda pendapat dengan
34
Mughniyah, h.404-406
47
seluruh mazhab lainnya. Sebab seluruh mazhab yang lain sepakat bahwa,
manakala istri tidak member kesempatan kepada suami untuk menggauli dirinya
dan ber-khalwat dengannya tanpa alasan berdasarkan syara‟ maupun rasio, akan
dia dipandang sebagai wanita yang nusyuz yang tidak berhak atas nafkah. Bahkan
Syafi‟I mengatakan bahwa, sekadar kesediaan digauli dan berkhalwat, sama
sekali belum dipandang cukup kalau si sitri tidak menawarkan dirinya kepada
suaminya seraya mengatakan dengan tegas, “Aku menyerahkan diriku
kepadamu.”35
Ulama zahiriyah berpendapat bahwa istri yang nusyuz tidak gugur haknya
dalam menerima nafakaq. Alasannya ialah nafakah itu diwajibkan atas dasar akad
nikah tidak pada dasar ketaatan. Bila suatu waktu ia tidak taat kepada suaminya
atau Nusyuz, ia hanya dapat diberi pengajaran, atau pisah tempat tidur atau
pukulan yang tidak menyakiti. Bila suami tidak menjalankan kewajiban dalam
memberikan nafaqah dapatkah istri menarik ketaatannya dengan cara antara lain
tidak mau digauli suaminya, juga menjadi pembicaraan di kalangan ulama.
Jumhur ulama berpendapat bahwa istri yang tidak mendapat nafaqah dari
suaminya, berhak tidak memberikan pelayanan kepada suaminya, bahkan boleh
memilih untuk pembatalan perkawinan atau Fasakh. Ulama Zhahriyah
berpendapat bahwa istri yang tidak menerima nafaqah dari suaminya tetap
35
Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, h.402
48
menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak boleh menolak permintaan
suami untuk digauli.36
Sedangkan menurut ibnu hazm mengatakan : “seorang suami
berkewajiban untuk memberi nafkah kepada istrinya sejak selesainya pelaksanaan
akad nikah, baik si istri itu berbuat nusyuz atau tidak, kaya atau miskin, memiliki
orang tua atau yatim, masih gadis maupun sudah janda, merdeka maupun budak
belian, sesuai dengan kemampuan yang apa adanya.37
Pendapat Para ulama mazhab sepakat bahwa istri yang melakukan nusyuz
tidak berhak atas nafkah dan diperkuat didalam Kompilsai Hukum Islam pasal
149 dijeaskan pada point (b) suami wajib: memberi nafkah, maskan dan kiswah
kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak
ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
Dan pada pasal 152 dijelaskan bahwa Bekas isteri berhak mendapatkan
nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.38
Pasal-pasal diatas jelas memperlihatkan bahwa setelah terjadinya
perceraian maka suami wajib memberikan nafkah iddah, suami adalah faktor
utama dalam melaksanakan kewajiban utamanya kepada keluarga. Semetara
dilain pihak, istri pun mempunyai tanggungjawab besar yakni kesetiaannya
36
Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.174
37
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, Pustaka Al-kautsar, 2007 cet.2 h.414 38
KHI h.149
49
kepada suami dalam melaksanakan fungsi sebagai istri. Selama istri tidak setia
maka kewajiban suami akan gugur, begitu sebaliknya.39
Tolok ukur mengenai nusyuz adalah sang istri membangkang terhadap
suaminya, tidak mematuhi ajakan atau perintahnya, menolak berhubungan suami
istri tanpa alasan yang jelas dan sah berdasarkan hukum Islam dan istri keluar
meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya atau setidak-tidaknya diduga sang
suami tidak mengetahuinya.40
Kewajiban diatas akan gugur Apabila istri telah
terbukti melakukan nusyuz maka hak untuk mendapatkan nafkah iddah akan
gugur.
39
Dedi Supriadi & Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, Pustaka Al-
fikriis2009 cet-1 h.79
40
Zainuddin ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.55
49
BAB IV
DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur
1. Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Timur
Sejarah Kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur Sebagai
kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama,
pada tahun 1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828
nomor 17 khusus untuk Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu
majelis distrik yang terdiri dari : Komandan Distrik sebagai Ketua, Para
penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota
Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad
1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah
di masa itu mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun
1820 sebagai berikut1
“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain
mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa
sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka para “pendeta”
memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul
dari keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-
pengadilan biasa”. Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak
1 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia, dalam rentang Sejarah dan pasang
Surut,UIN malang Press, 2008, cet.1 h.67
50
dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi
dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih
baik dari hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada
tahun 1838 di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW). Akan tetapi
dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten van Oud
Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang-undang Belanda
dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada
pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa :
“Untukmencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan
mungkin juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang
Bumi Putera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat
tinggal tetap dalam lingkungan (hukum)agama serta adat istiadat mereka ”.2
Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan
perubahan kantor-kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor cabang
menjadi 4 kantor cabang, antara lain :
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur
b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan
c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat
d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
2 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia, dalam rentang Sejarah dan pasang Surut
hal.68
51
2. Wilayah Yurisdiksi
Wewenang (Kompetensi) Peradilan Agama diatur dalam Pasal 49 sampai
Pasal 53 UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang peradailan agama. Wewenang tersebut
terdiri atas wewenang relative dan wewenang absolute. Wewenang relative
pengadilan agama merujuk pada Pasal 118 HIR, atau Pasal 142 Rbg, Jo Pasal 66
dan Pasal 73 UU Nomor 7 Tahun 1989, sedang wewenang absolute berdasarkan
Pasal 49 UU No 7 Tahun 7 1989, yaitu Kewenangan mengadili perkara-perkara
perdata bidang (a) Perkawinan; (b) Kewarisan, wasiat, Hibah yang dilakukan
berdasarkan Hukum Islam; (c) Wakaf, Zakat, infaq, Shadaqah dan Ekonomi
islam.3
Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur
adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh)
kecamatan dan 65 kelurahan.
Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
a. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat
b. Sebelah barat dengan : Kodya Jakarta Selatan
c. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok
d. Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi
Luas wilayah : 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa
(besumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama
Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur
3 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama di Indonesia, h.194
52
adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah
kecamatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 153.484 jiwa : Kelurahan Kebon Manggis, Kelurahan
Palmeriam, Kelurahan Pisangan Baru, Kelurahan Kayu Manis, Kelurahan
Utan Kayu Utara, Kelurahan Utan Kayu Utara, Kelurahan Utan Kayu Selatan
b. Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 250.186 jiwa : Kelurahan Bali Mester, Kelurahan
Bidaracina, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kelurahan Cipinang Besar
Utara, Kelurahan Cipinang Cempedak, Kelurahan Cipinang Muara, Kelurahan
Rawa Bunga, Kelurahan Kampung Melayu Kecil
c. Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 240.074 jiwa : Kelurahan Baru, Kelurahan Cijantung,
Kelurahan Gedong, Kelurahan Kalisari, Kelurahan Pekayon
d. Kecamatan kramat jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 175.883 jiwa : Kelurahan Balekambang, Kelurahan
Batu Ampar, Kelurahan Cawang, Kelurahan Cililitan, Kelurahan Dukuh,
Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Kramat Jati4
e. Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduk sebanyak 250.878 jiwa : Kelurahan Cipinang,,Kelurahan
4 http://www.pajakartatimur.net/index, di akses pada tanggal 21 maret 2011
53
Jatinegara, Kelurahan Kayu Putih, Kelurahan Pisangan Timur, Kelurahan
Pulogadung, Kelurahan Rawamangun
f. Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 251.184 jiwa :Kelurahan Cakung Barat, Kelurahan
Cakung Timur, Kelurahan Jatinegara, Kelurahan Penggilingan, Kelurahan
Pulogebang, Kelurahan Rawa Terate, Kelurahan Ujung Menteng
g. Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 160.679 jiwa : Kelurahan Cibubur, Kelurahan
Ciracas, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kelurahan Rambutan, Kelurahan
Susukan
h. Kelurahan Cipayung terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 171.883 jiwa :Kelurahan Ceger, Kelurahan Cilangkap,
Kelurahan Cipayung, Kelurahan Lubang Buaya, Kelurahan Muncul,
Kelurahan Pondok Angon, Kelurahan Setu
i. Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk
sebanyak 193.085 jiwa : Kelurahan Cipinang Melayu, Kelurahan Halim,
Kelurahan Kebon Pala, Kelurahan Pinang Ranti, Kelurahan Makasar
j. Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya 203.280 jiwa :Kelurahan Duren Sawit, Kelurahan Malaka Jaya,
Kelurahan Pondok Kopi, Kelurahan Pondok Bambu, Kelurahan Klender5
5http://www.pajakartatimur.net/index, di akses pada tanggal 21 maret 2011.
54
Denah Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur6
Lantai 1
Lantai 2
6 http://www.pajakartatimur.net/index, di akses pada tanggal 21 maret 2011
55
Lantai 3
3. Keterangan Gedung :
a. Gedung Pengadilan Agama Jakarta TimurGedung lama, terletak di Jakarta
Timur dengan alamat Jl. Raya Bekasi KM 18 Kel. Jatinegara Kec.
Pulogadung Timur dibangun diatas tanah negara milik Pemda DKI dengan
luas tanah 360 M2, luas bangunan 360 M2, terdiri dari 2 lantai, dibangun
56
tahun 1979 di bawah APBN Depag RI, dengan keadaan yang demikian kecil
dan volume pekerjaan yang relatif padat, begitu pula dengan karyawan yang
berjumlah 59 orang ditambah dengan pegawai honorer 4 orang, maka gedung
tersebut tidak memadai lagi. Oleh karena itu, pada tahun anggaran 1997/1998,
melalui anggaran APBN/ABBD DKI Jakarta Pemerintah telah membangun
tambahan gedung 1 lantai di lokasi yang sama seluas 360 m2, sehingga
sekarang ini menjadi 2 lantai dan 14 ruangan.
b. Gedung Baru Pengadilan Agama Jakarta Timur, berkedudukan di Kelapa Dua
Wetan alamat Jl. Raya PKP No. 24 Kel. Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas
Kodya Jakarta Timur, Telp (021) 87717549 kode pos 13750 Gedung
Pengadilan Agama Jakarta Timur dibangun di atas nama hak pakai No. 28
Kodya Jakarta Timur dengan luas tanah 2.760 m2, luas bangunan 1400 m2
terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan Dana Pemda DKI
Jakarta. Gedung baru kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur yang
demikian besar dan volume pekerjaan yang cukup padat begitu pula dengan
karyawan yang berjumlah 70 orang PNS, ditambah dengan pegawai honorer
13 orang, pada tanggal 1 Maret 2004 seluruh karyawan/i dan membleir pindah
ke kantor tersebut sampai dengan sekarang.7
B. Duduk perkara
Menimbang bahwa pemohon telah mengajukan permohonannya
bertanggal 10 februari 2006 telah terdaftar di kepaniteraan pengadilan agama
7http://www.pajakartatimur.net/index, di akses pada tanggal 21 maret 2011
57
Jakarta Timur dengan Nomor register 423/Pdt. G/2006/PA JT, tanggal 23 Maret
2006 pada pokoknya mendalilkan hal-hal sebagai berikut
1. Bahwa pada hari sabtu, tanggal 12 januari 2005 telah dilangsungkan
pernikahan antara pemohon dan termohon, tercatat di PPN KUA Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 32/32/I/2005,
tanggal 12 Januari 2005. 8
2. Bahwa sejak menikah kehidupan rumah tangga pemohon dan temohon dalam
keadaan rukun telah berhubungan badan sebagaimana layaknya suami istri
dan keduanya bertempat tinggal bersama di Pondok Gede Bekasi, kemudian
pindah di Tanjung Lengkong Rt. 005 Rw. 07 No. 46 Kelurahan Bidaracina,
kecamatan Jatinegara \Jakarta Timur sampai bulan Desember 2005. Dan dari
pernikahan tersebut telah dikaruniai 1 (satu) orang anak yang bernama : Ardan
Mustafa, lahir tanggal 24 April 2005.
3. Bahwa kehidupan rumah tangga pemohon dan termohon, mulai goyah dan
terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus-menerus yang sulit diatasi
mulai sejak awal juli tahun 2005
4. Bahwa perselisihan dan pertengkaran antara pemohon dan termohon semakin
tajam dan memuncak terjadi pada bulan Desember tahun 2005
5. Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan pertenkaran tersebut karena :
a. Bahwa termohon tidak taat kepada pemohon dan suka membantah.
8 Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 423/Pdt.G/2006/PAJT,
hal.1
58
b. Bahwa termohon pernah dua kali meludahi pemohon dimuka umum.
c. Bahwa termohon sering keluar rumah malam dengan alas an kerja, kalau
pulang sampai jam 1 atau 2 malam bahkan sampai pagi.
d. Bahwa termohon kurang memperhatikan anak dan keluarga.
e. Bahwa termohon dan pemohon telah pisah ranjang dan pisah tempat
tinggal selama 2 bulan tanpa nafkah lahir dan bathin.
6. Bahwa akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut, akhirnya
puncaknya sejak bulan Desember tahun 2005 hingga sekarang selama kurang
lebih 2 bulan, pemohon dan termohon telah berpisah tempat tinggal karena
termohon telah pergi meninggalkan tempat kediaman tinggal bersama yang
mana dalam pisah tersebut saat ini termohon bertempat tinggal di Tanjung
Lengkong Rt. 005 Rw. 07 No. 46, kelurahan Bidaracina, Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur dan termohon bertempat tinggal di Gg. Tanjung Rt.
002 Rw. 08 No. 9, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.9
7. Bahwa sejank berpisah pemohon dan termohon selama 2 bulan, maka hak dan
kewajiban suami istri tidsk terlaksana sebagaimana mestinya, karena sejak itu
termhon tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai istri terhadap
pemohon.
8. Bahwa pemohon telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan /
cara bermusyawarah atau berbicara dengan termohon secara baik, tetapi tidak
berhasil ;
9 Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.2
59
9. Bahwa dengan sebab-sebab tersebut di atas, maka pemohon merasa rumah
tangga antara pemohon dan termohon tidak bias dipertahankan lagi karena
perselisihan dan pertengkaran secara terus-menerus yang berkepanjangan dan
sulit diatasi dan tidak dapat diharapkan lagi, maka pemohon berkesimpulan
lebih baik bercerai dengan termohon ;
10. Bahwa anak pemohon dan termohon selama ini tinggal bersama termohon
karena itu mengingat anak masih di bawah umur, termohon jarang dirumah,
sering keluar malam, anak kurang terurus, maka demi kepentingan anak itu
sendiri pemohon memohon agar anak tersebut berada dibawah pengasuh
pemohon.10
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, pemohon mohon agar
Pengadilan Agama Jakarta Timur menjatuhkan pustusan yang amarnya sebagai
berikut :
Primer
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
2. Menetapkan member izin kepada pemohon, (Ramadhan Surya Pratama bin
Djohan Kamso) untuk ikrar menjatuhkan talak terhadap termohon, (Septi
Tatriana binti Edy Abdullah).
3. Menetapkan anak pemohon dan termohon yang bernama Ardan Mustafa,
lahir tanggal 24 April 2005 berada dalam pemeliharaan dan pengasuhan
pemohon.
10
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.3
60
4. Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.11
Subsider
Atau apabila pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya ;
Menimbang bahwa pada hari siding yang telah ditetapkan, pemohon dan
termohon telah hadir sendiri di persidangan, kemudian majelis hakim telah
berusaha mendamaikan untuk rukun kembali, namun usaha tersebut tidak
berhasil.
Menimbang, bahwa kemudian dibacakanlah permohonan pemohon yang
isinya tetap dipertahankan oleh pemohon.
Menimbang, bahwa atas permohonan pemohon tersebur, termohon telah
memberikan jawaban secara lisan yang pada pokoknya mengakui dalil-dalil
yang diajukan pemohon dan tidak keberatan berceai dengan pemohon.
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya,
dipersidangan pemohon telah mengajukan bukti-bukti sebagai berikut :
1. Bukti tertulis
- Fotokopi Buku kutipan Akta Nikah atas nama pemohon dan termohon
Nomor 32/32/I/2005, tanggal 12 Januari 2005 yyang telah bermaterai
11
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.4
61
cukup dan telah disesuaikan dengan aslinya ternyata cocok,diberi
tanda P.12
2. Saksi-saksi
2.1. Ristinah binti Yusuf Diah, umur 42 tahun, agama Islam,
pekerjaan Ibu rumah tangga, tempat tinggal di jl. Tanjung
Lengkong Rt. 05 Rw. 07, Kelurahan Bidaracina Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur, menerangkan dibawah sumpahnya
sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan termohon adalah suami istri.
- Bahwa rumah tangga pemohon dan termohon tidak rukun
lagi sejak menikah karena masalah ekonomi, termohon suka
keluar malam dilarang tidak mau, telah pisah sejak 6 bulan
yang lalu karena termohon pergi dari kediaman bersama
sampai sekarang.
- Bahwa saksi selaku ibu kandung pemohonm telah berusaha
memberikan nasehat, namun tidak berhasil.
2.2. Sah Budi bi Yusuf Diah, umur 38 tahun, agama Islam,
pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Tanjung Lengkang Rt.
10 Rw. 07, kelurahan Kali Sari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta
Timur, menerangkan dibawah sumpahnya sebagai berikut :
12
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.4
62
- Bahwa setahu saksi pemohon dan termohon adalah suami
istri.
- Bahwa sekarang rumah tangga pemohon dan termohon
merasa tidak rukun lagi, keduanya sering rebut karena
termohon tidak cukup nafkah suka berkata kasar, seperti
mengatakan anjing dan suka keluar malam walaupun telah
dilarang pemohon.13
- Bahwa pemohon dan termohon sudah pisah + 6 bulan dan
saksi telah menasehati, namun tidak berhasil.
- Bahwa atas keterangan saksi tersebut pemohon tidak
membantahnya.
Menimbang bahwa pemohon tidak berkesimpulan tetap ingin menceraikan
termohon dan kesimpulan termohon tidak dapat didengar karena tidak
hadir di persidangan berikutnya.
Menimbang bahwa pemohon tidak mengajukan sesuatu hal pun lagi dan
mohon keputusan.
Menimbang bahwa tentang jalannya pemeriksaan perkara ini semuanya
telah dicatat dalam berita acara yang bersangkutan, yang merupakan hal
yang tak terpisahkan dengan putusan ini.
13
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.4
63
C. Pertimbangan Hukum Hakim
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemohon adalah
sebagaimana tersebut diatas.
Menimbang, bahwa pemohon dan termohon adalah suami istri yang sah
menikah pada tanggal 12 Januari 2005 dan telah dikaruniai anak satu orang yang
bernama Ardan Mustafa, lahir tanggal 24 April 2005.14
Menimbang, bahwa sesuai dengan maskud Pasal 82 ayat (1) dan (4)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo, Pasal 31 peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 serta Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam majelis hakim telah
mendamakan kedau belah pihak, namun tidak berhasil.
Menimbang, bahwa mendalilkan rumah tangganya tidak rukun lagi sejak 6
bulan yang lalu, sering berselisih karena termohon suka membantah, sering keluar
malam, tidak merasa puas dengan nafkah diberikan yang akhirnya telah pisah
tempat tinggal + 6 bulan yang lalu.
Menimbang, bahwa dalil pemohon tersebut pada pokoknya diakui oleh
termohon dan menyatakan tidak keberatan bercerai dengan pemohon.
Menimbang bahwa untuk menguatkan dalilnya pemohon telah
mengajukan bukti tertulis berupa (P) dan 2 orang saksi sebagaimana telah
diuraikan diatas.
14
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal hal.5
64
Menimbang, bahwa untuk melihat apakah permohonan pemohon
beralasan hokum atau tidak maka terlebih dahulu majelis hakim akan
mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan dipersidangan.15
Menimbang, bahwa terhadap bukti surat P yang berupa fotokoi Kutipan
Akta Nikah Nomor 32/32/I/2005, tanggal 12 Januari 2005 yang dikeluarkan oelh
Kantor Urusan Agama Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur yang telah
bermaterai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya, buku mana adalah surat
yang dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan dalam surat
tersebut memuat tentang telah terjadinya akad nikah antara pemohon dan
termohon. Dengan demikian majelis hakim menilai bahwa bukti P adalah akta
autentik, yang telah memenuhi syarat formil dayarat materil, sehingga berdsarkan
pasal 165 HIR Jo, Pasal 285 Rbg, alat bukti tersebut kekuatan pembuktiannya
sempurna dan mengikat, serta sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum
Islam bahwa akata nikah adalah satu-satunya bukti tentang sahnya suatu
perkawinan.
Menimbang, bahwa terhadap bukti keterangan saksi Ristinah binti Yusuf
Diah dan Sah Budi bin Yusuf Diah adalah saling bersesuaian dan saling
melengkapi antara keterangan kesaksian yang satu dengan yang lainnya yang
pada pokoknya dapat disimpulkan sebagai berikut :
15
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal. 5
65
- Bahwa rumah tangga pemohon dan termohon tidak rukun lagi, sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran karena masalah ekonomi, termohon susah
diatur dan sering keluar malam dan telah pisah + 6 bulan lamanya.
- Menimbang bahwa bila dihungkan dalil-dalil pemohon, jawaban termohon
dan bukti-bukti yang diajukan dpersidangan telah diperoleh fkata-fakta
sebagai berilut :
- Bahwa antara pemohon dan termohon adalah suami istri yang sah karena
telah terikat dengan perkawinan (bukti P 1)
- Bahwa dari perkawinan antar pemohon dan termohon telah dikaruniai
anak satu orang yang bernama Ardan Mustafa, lahir tanggal 24 April
2005.16
- Bahwa rumah tangga pemohon dan termohon telah kehilangan hakikat
dan makna suatu perkawinan atau sudah pecah (broken marriage) dan
sudah tidak ada harapan untuk hidup rukun sebagai suami istri karena
mempertahankan suatu ikatan perkawinan yang telah rapuh seperti itu
tidak akan membawa maslahat bahkan akan menyebabkan mudlarat yang
lebih besar bagi kedua pihak ;
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta terurai diatas , maka menurut
majelis hakim permohonan pemohon telah memenuhi unsure-unsur yang
terkandung dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1971 Jo,
16
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.6
66
Pasal 19 huruf (f) peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo, Pasal 116 huruf
(f) Kompilasi Hukum Islam dan Karena itu majelis hakim dapat menerima alasan-
alasan dan mengabulkan permohonan pemohon.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 149 huruf (a) dan (b)
Kompilasi Hukum Islam bila perkawinan putus karena cerai talak,maka bekas
suami wajib member mut‟ah dan iddah. Oleh karenanya majelis hakim aka
menghukum pemohon untuk member mut‟ah dan iddah menurut yang patut dan
mungkin sesuai kemampuan pemohon, sebagaimana aka disebutkan dalam amar
putusan ini.17
Menimbang, nahwa tentang hadlanah atau pengasuhan anak, berdasarkan
data diatas pemohon dan termohon telah dikaruniai anak satu orang. Menurut
hokum dalam hal terjadi perceraian oemeliharaan anak yang belum mumayyiz
atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya (Pasal 105 huruf (a) Kompilasi
Hukum Islam) dan ternyata anak tersebut belum mumayyiz dan selama ini anak
tersebut berada dalam asuhan ibunya dan anak tersebut dididik dan diasuh sesuai
dengan agama yang baik, oleh karenanya tidak ada halangan hokum dapat
menghalangi oleh karenanya majelis hakim akan menetapkan anak tersebut dalam
asuhan termohon sesuai dengan ketentuaan pasal diatas.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 149 huruf (d) biaya
hadlanah anak yang belum mencapai umur 12 tahun adalah dari bapaknya, oleh
17
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal. 6
67
karenanya majelis hakim akan menghukum pemohon member biaya anak sesuai
kemampuan pemohon sampai anak tersebut dewasa/ mandiri dengan kenaikan 10
% setiap tahunnya yang besarnya seperti akan disebutkan dalam amar putusan ini.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 biaya perkara ini dibebankan kepada pemohon.18
Mengingat segala ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dalil-dalil syar‟I yang kaitannya dengan perkara ini ;
MENGADILI :
1. Mengabulkan permohonan pemohon ;
2. Mengizinkan kepada pemohon (Ramdhan Surya Pratama bin Djohan
Kamso) untuk menjatuhkan talak satu roj’I terhadap termohon, (Septi
Tatriana binti Edy Abdullah) di hadapan sidang pengadilan Agama Jakarata
Timur.
3. Menetapkan anaka dari perkawinan pemohon dengan termohon yang bernama
Ardan Mustafa, lahir tanggal 24 April 2005 dalam hadlanah termohon.
4. Menghiukum pemohon untuk member dan menyerahkan kepada termohon :
4.1. Nafkah iddah sejumlah Rp 2000.000,00 (dua juta rupiah).
4.2. Mut‟ah sejumlah Rp 1000.000,00 (satu juta rupiah)
4.3. Nafkah anak sejumlah Rp 250.000,00 (duaratus lima puluh ribu rupiah)
setiap bulannya hingga anak tersebut dewasa dan dapat berdiri sendiri
denagn kenaikan 10% setiap bulannya.
18
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.6
68
5. Membebankan kepada pemohon untuk membayar baiaya perkara yang hingga
kini diperhitungkan sejumlah Rp 455.000,00 (empat ratus lima puluh lima
ribu rupiah.19
Demikianlah diputuskan dalam sidang musyawarah majelis hakim
pengadilan Agama Jakarta Timur pada hari senin tanggal 19 juni 2006 M,
bertepatan dengan tanggal 22 jumadil Ula 1427 H, yang dibacakan dalam sidang
terbuka untuk umum, pada hari itu juga oleh kami Drs, Achmad Harun Shofa,
SH., sebagai ketua majelis, Drs. Nasrul dam Drs. Faizal Kamil, SH, MH., masing-
masing sebagai Hakim anggota. Dibantu oleh Khairuddin, SH., sebagai Panitera
Pengganti, dengan dihadiri oleh pemohon tanpa hadirnmya termohon.
D. Analisa Penulis
Pada prinsipnya, tujuan membentuk kehidupan berrumah tangga adalah
agar keluarga tersebut menjadi mawaddah, rohmah dan cinta kasih yaitu bahwa
suami istri harus memerankan peran masing-masing, yang satu dengan yang
lainnya saling melengkapi. Disamping itu juga harus diwujudkan keseragaman,
keeratan dan saling pengertian satu dengan yang lainnya sehingga rumah tangga
menjadi hal yang ssangat menyenangkan, penuh kebahagiaan, kenikmatan dan
melahirkan generasi yang baik yang bias merasakan kebahagiaan yang dirasakan
oleh orang tua mereka.
Namun ketika kehidupan rumah tangga tidak harmonis sering terjadi
perselisiahan, dan percekcokan rumah tangga terus menerus maka lebih baik
19
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor
423/Pdt.G/2006/PAJT, hal.7
69
berpisah yaitu dengan jalan perceraian, ketika terjadinya perceraian maka
timbullah sebab dan akibat hokum yaitu berupa nafkah iddah, kiswah, nafkah
anak, dan juga harta benda, dan mantan suami setelah perceraian yaitu
berkewajiban memberikan kepada bekas istrinya nafkah iddah, kiswah dan
nafkah anak.
Apabila terjadi suatu perceraian yang diakibatkan karena istri melakukan
nusyuz terhadap suami, maka timbullah suatu pertanyaan yang menyatakan,
apakah si istri tetap berhak mendapatkan nafkah iddah walaupu si istri terbukti
melakukan nusyuz terhadap suami ?
Dalam pemenuhan nafkah setelah perceraian yaitu nafkah iddah para ahli
fikih berpendapat bahwa bekas istri dalam masa iddah talak raj‟I atau dalam
kadaan hamil baik dalam masa iddah berhak menadapkan nafkah dan tempat
tinggal dari suaminya.20
Dalam berbagai literature fikih, para Ulama mazhab berpendapat bahwa
apabila istri dicerai suaminya ketika dia dalam keadaan Nusyuz, maka istri tidak
berhak atas nafkah, Kalau dia dalam keadaan „Iddah dari talak raj‟I, lalu
melakukan Nusyuz ketika menjalani iddah-nya, maka haknya atas nafkahnya
menjadi gugur. Kemudian bila dia kembali taat, maka nafkahnya diberikan
terhitung dari waktu ketika diketahui dia kembali taat.21
20
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 235
21
Mughniyah, h.404-406
70
Dan disinilah pengadilan agama Jakarta Timur berperan yang akan
memberikan amar putusan apakah istri yang membangkang /nusyuz tetap layak
untuk mendapatkan nafkah iddah atau tidak setelah perceraian.
Dalam putusan perkara Nomor 423/Pdt.G/2006?PAJT, Mejelis hakim
menetapkan bahwa istri yangtelah terbukti melakukan nusyuz terhadap suami
tetap mendapatkan nafkah iddah. Putusan tersebut telah dijatuhkan oleh majelis
hakim bersama-sama dengan putusan permohonan cerai talak, putusan ini sejalan
dengan asas peradilan sederhana sederhana, cepat, dan baiaya ringan yang
terdapat dalam Pasal 179 HIR/189 R.Bg.22
Bagi Istri yang telah terbukti melakukan nusyuz terhadap suami maka si
istri tidak berhak mendapatkan nafka iddah, hal ini diatur dalam Pasal 149 pada
point (b) dan Pasal 152 Kompilasi Hukum Islam tentang Akibat Putusnya
Perkawinan Akibat Talak yang berbunyi ;
Pasal 149 Point b
“Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: memberi
nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali
bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak
hamil.”
22
M.Yahya harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama (Undang-Undang
No 7 Tahun 1989), (Jakarta.Pusat Kartini, 1970), Cet.5,h.53
71
Pasal 152
“Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia
nusyuz.”23
Dari uraian tersebut diatas, maka dalam putusan perka No
423/Pdt,G/2006/PAJT, penulis beranggapan bahwa istri yang telah terbukti
melakukan nusyuz terhadap suami tidak berhak mendapatkan nafkah iddah
Akan tetapi pada kenyataannya, majelis hakim pengadilan Agama Jakarta
Timur dalam putusan Nomor No 423/Pdt,G/2006/PAJT, menetapkan bahwa istri
tetap mendapatkan nafkah iddah walaupun si sitri telah terbukti nusyuz.
Majelis hakim mempertimbangan putusan tersebut berdasarkan
persetujuan suami untuk memberikan nafkah iddah terhadap istri.Disamping itu
terkadang suami juga melalaikan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga
seperti kurangnya nafkah terhadap istri, faktor ekonomi yang kurang mencukupi,
sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan istri melakukan nusyuz terhadap
suami, maka istri berkah mendapatkan nafkah iddah tersebut.24
Dengan dasar pertimbangan inilah majelis hakim pengadilan agama
Jakarta timur dalam putusan Nomor 423/Pdt,G/2006/PAJT, menetapkan istri
tetap mendapatkan nafkah iddah walaupun si sitri telah terbukti nusyuz terhadap
suami,
23
Kompilasi Hukum Islam, Hal.149
24
Hasil wawancara dengan Drs. Nasrul, MA. (Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur),
Tanggal 29 Maret 2011. Di kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur. Pukul 14.35 WIB
72
Kemudian majelis hakim pengadilan Agama Jakarta Timur juga
mempertimbangkan bahwa perkara tersebut belum mencapai dalam tahap nusyuz
yang dapat membahayakan keluarga oleh karena itu, majelis hakim menyatakan
istri tetap berhak mendapatkan nafkah iddah, kecuali kalau nusyuznya tersebut
berkaitan dengan akidah dan perbuatan yang kurang baik seperti mabuk, berjudi,
dan berbuat zina.25
Dalam pasal 178 HIR/189RB.g ayat (3) dijelaskan bahwa :
“hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau
mengabulkan lebih dari pada yang digugat”
Jadi, seorang hakim dalam memutuskan perkara harus berdasarkan
petitum atau apa yang dituntut para pihak dalam surat gugatannya dan tidak boleh
menjatuhkan putusan lebih dari yang dituntut, karena hal tersebut telah melanggar
Undang-Undang.
Ketentuan mengenai berhak atau tidaknya nafkah iddah diberikan kepada
istri yang nusyuz dalam perundang-undangan Indonesia (Kompilasi Hukum
Islam) bukan merupakan sesuatu yang tetap, tetapi hanya dijadikan sebagai
gambaran umum bagi hakim dalam mengambil keputusan, sehingga dalam
implementasinya dipengadilan agama khusunya Pengadilan Agama Jakarta Timur
perkara nafkah iddah lebih bersifat fleksiibel dan kasuistik berdasarkan apa yang
di inginkan oleh para pihak yang berperkara.
25
Hasil wawancara dengan Drs. Nasrul, MA. (Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur),
Tanggal 29 Maret 2011. Di kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur. Pukul 14.35 WIB
73
Akan tetapi apabila dalam putusan majelis hakim terdapat Pasal-pasal dari
perundang-undangan yang ada maka keputusan tersebut akan terlihat lebih adil
bagi semua pihak karena ada dasar hukum yang dijadikan landasan.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengkaji dan menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta
Timur nomor 423/Pdt.G/2006/PAJT. Untuk penulis ada beberapa kesimpulan
yang dapat ditarik dari hal tersebut ;
1. Tentang permasalahan Nafkah iddah Bagi Istri yang nusyuz, para fuqoha
sepakat, mereka berpendapat bahwa apabila istri dicerai suaminya ketika dia
dalam keadaan Nusyuz, maka istri tidak berhak atas nafkah, Kalau dia dalam
keadaan ‘Iddah dari talak raj’I, lalu melakukan Nusyuz ketika menjalani
iddah-nya, maka haknya atas nafkahnya menjadi gugur. Kemudian bila dia
kembali taat, maka nafkahnya diberikan terhitung dari waktu ketika diketahui
dia kembali taat. Pandangan para fuqoha diperkuat dengan KHI yang diatur
didalam pasal 149 point (b) dan pasal 152 tentang Akibat Putusnya
Perkawinan Akibat Talak yang berbunyi : Bilamana perkawinan putus karena
talak, maka bekas suami wajib:. memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada
bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak
ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Pasal 152 ; Bekas isteri
berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.”
2. Faktor-faktor istri nusyuz ialah : pertama, faktor ekonomi, masalah ekonomi
adalah permasalahan yang sangat penting dalam kehidupan rumah tangga dan
suami harus mampu untuk mencukupi biaya kehidupan istri dan keluarganya
75
seperti belanja sandang, pangan, perhiasan bahkan kebutuhan make upnya,
dan dalam hal ini istri harus mensyukuri harus apa yang telah diberikan suami
mengenai nafkah lahir maupun bathin, kedua, faktor karier ; ada beberapa
dampak negative bagi perempuan karier, yaitu Perempuan yang hanya
mengutamakan kariernya akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan
anak-anak, dan anak mereka akan terlantar yang mengakibatkan, seperti
perkelahian antar-remaja dan antar-sekolah, penyalahgunaan obat-obat
terlarang minuman keras, pencurian, pemerkosaan, dampak bagi suami akan
mengakibatkan berkurangnya hak-haknya sebagai suami dalam rumah tangga
seperti dalam hal pemenuhan pelayanan istri terhadap suami dalam nafkah
lahir maupun bathin, kemudian dampak bagi rumah tangga ialah yang
disebabkan bagi istri yang sibuk dengan kariernya menyebabkan rumah
tangga mereka akan menimbulkan pertengkaran dan perselisihan bahkan bias
menimbulkan perceraian, ketiga, faktor seksual, hubungan seksual sangatlah
penting dalam melestarikan perkawinan, salah satu penyebab istri tidak taat
terhadap suaminya ialah terkadang factor dari suami yang mempunyai
penyakit seperti lemah syahwat, impoten dan penyakit lainnya, yang
menyebabkan timbulnya perceraian, keempat faktor Cemburu adalah salah
satu penyakit yang biasa menerpa kehidupan rumah tangga. Karena cemburu
juga bias mengakibatkan kehancuran kehidupan rumah, rasa cemburu yang
berlebihan juga bisa menimpa terhadap laki-laki, factor cemburu yang
berlebihan itulah yang menyebabkan istri lepas kontrol dan dapat melakukan
76
tidakan diluar akal sehat. Sehingga dengan kondisi yang demikian menjadi
istri nusyuz. Rasa cemburu yang didasari tanpa keraguan akan mendorong
seorang istri untuk melakukan perbuatan dosa dan berbuat maksiat.kelima,
faktor suami kikir ; suami kikir dan bakhil terhadap istri dan keluarganya juga
bisa mengakibatkan percekcokkan dan perselisihan terus menerus, dan juga
mngekibatkan jalannya perceraian.
3. Adapun dasar hukum dari hakim dalam memutuskan para ini adalah
berdasarkan persetujuan suami untuk memberikan nafkah iddah terhadap
istri.Disamping itu terkadang suami juga melalaikan kewajibannya sebagai
kepala rumah tangga seperti kurangnya nafkah terhadap istri, faktor ekonomi
yang kurang mencukupi, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan istri
melakukan nusyuz terhadap suami, maka istri berkah mendapatkan nafkah
iddah, dan hakim juga mempertimbangkan bahwa perkara tersebut belum
mencapai dalam tahap nusyuz yang dapat membahayakan keluarga oleh
karena itu, majelis hakim menyatakan istri tetap berhak mendapatkan nafkah
iddah, kecuali kalau nusyuznya tersebut berkaitan dengan akidah dan
perbuatan yang kurang baik seperti mabuk, berjudi, dan berbuat zina.
B. Saran-saran
Setelah ada beberapa kesimpulan diatas,penulis juga ingin memberikan
beberapa saran-saran yang penulis berikan kepada semua pihak terkait dalam
permasalahan ini :
77
Kepada para pemerintah selaku pembuat kebijakan, hendaklah membina
dan meningkatkan kesadaran hokum dalam masyarakat, agar lebih mengetahui
hokum-hukum yang telah berlaku di Indonesia.
Kepada masyarakat, yang mana dalam melangsungkan kehidupan
berumah tangga hendaklah suami istri melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
yang mana telah menjadi tanggung jawabnya untuk dijalani. Dan juga terhadap
istri hendaklah taat pada suaminya dan jangan berbuat durhaka terhadap suami,
selama suami mampu dan tetap menjalankan kewajibannya sebagai kepala rumah
tangga.
Untuk para hakim haruslah berbuat Adil seadil-adilnya dan agar lebih
berhati-hati dalam memutuskan perkara dalam penentuan nafkah iddah bagi istri
yang nusyuz, karena hal ini sudah diatur dalam KHI pasal 149 (b) yaitu Bilamana
perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:. memberi nafkah,
maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri
telahdi jatuhi talak ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Pasal 152 ;
Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia
nusyuz.”. sehingga pihak-pihak yang berperkara tidak merasa dirugikan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarata: Pressindo,1992, cet-2
Abidin, Slamet dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat,Bandung : CV. Pustaka Setia,
1999) Cet.1.
Abu Zarah, Al-Imam Muhammad, Al-ahwal SyakhsiyahDarul Fikri Al-a’robi 2005.
Ahmad, Mohd Salleh Haji, Ruju’ dan Iddah Dalam Sistem Perkawinan Islam, k
Pustaka abdul Majid 1995 cet 1.
Al-Hamd, Muhammad bin Ibrahim, Kesalahan-Kesalahan Suami, Pustaka Progressif
Surabaya 2004, cet 1 h.38
Al-Hamdani, H.S.A., Risalah Nikah, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Pustaka
Amani, 2002
Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Al-Iraqi, Butsainah As-sayyid, Asror fi hayati Al-muthallaqoot, Pustaka Al-sofwa, cet
1.
Al-Mani Syeikh Abdullah Bin Abdurrahman, Cemburu Terhadap Wanita,Surabaya :
Pustaka Progresif, 2004.
Al-utsaimin Syaikh Muhammad, Shahih Fiqih wanita, Jakarta : akbar Media Eka Sarana2009.
As-shadr, Muthahhari-M. Baqir, Pengantar ushul Fiqh dan Ushul Fiqh
Perbandingan, PT. Pustaka Hidayah 1993.
Ash-Sidqi, Hasbi, dkk,Al-quran dan Terjemahnya; Proyek Pengadaan Kitab suci Al-
qurani, Depag RI, Jakarta1989.
As-Subki, Ali Ali Yusuf, Fiqih Keluarga, Pedoman Belkeluarga dalam Islam,Sinar
Grafika Offset 2010 cet-1.
As-Sya’rawi, Syaikh Mutawalli, Fikih Perempuan,(Muslimah),Sinar Grafika offset
2005, cet.1.
Daly, Peunoh, Hukum Prekawinan Islam, satu studi Perbandingan dalam kalangan
Ahlus-sunnah dan Negara-Negara Islam, PT Bulan Bintang Jakarta, 2005,
cet.2.
79
Daud, Abu, Sunan Abu Daud, Al-Qahirah, Dar- Al-Harin, 1988/1408 H, Juz kedua.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesian, Jakarata:
Balai Pustaka, 1995.
Ensiklopedia Islam 5, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001. H. 59-60
Faridl, Miftah, 150 Masalah nikah Keluarga, Gema Insani Jakarta 1999. Cet.1.
Fauzan, Pokok-pokok Hukum acara Perdata Peradilan agama dan mahkamah
Syar’iyyah di Indonesia, Jakarta:Kencana 2005 cet-1
Gazali, Abdurrahman, Fikiah Munakahat, Kencana Prenada Media 2003.
Gazali, Mohd, Wan Abdul Fatah Wan Ismail, Nusyuz syiqaq dan Hakam menurut Al-
quran, sunnah dan Undang-undang keluarga Islam. KUIM 2007Cet.1.
Ghanim, Salih Ibn, Nusyuz; Konflik Suami-Istri dan penyelesaiannya.
Ghazali, Norzulaili Mohd, nusyuz, syiqaq dan Hakam menurut Al-quran, sunnah dan
Undang-undang Keluarga islam, h.5
Hamid, Syamsul Rijal. Buku pintar agama islam, Jakarta : Cahaya salam 1997.
Hasan Ali masail Fiqhiyyah Al-haditsahi, Jakarta : Raja Wali Press 1999.
Harahap, M.Yahya, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, Undang-
Undang No 7 Tahun 1989), (Jakarta.Pusat Kartini, 1970), Cet.5.
http:// masjidalmukarramah nusyuz-isteri-derhaka-atau-suami-zalim. Diakses pada
tanggal 16 februari 2011
http://halaqah.net/Nusyuz( Pada Perspektif Undang-Undang Syariah) diakses pada
tgl 14-2-2011
http://www.pajakartatimur.net/index, di akses pada tanggal 21 maret 2011
http:blog.re.or.id menikah sunnah word press,com ,di akses pada tanggal 20
desember 2010
Mansur, Abd Al-Qadir, Fikih Wanita,Penerbit Zaman cet.1 2009.
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta Lentera 2002. Cet-1.
80
Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974, Cet Ke-2.
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta :
Pustaka Progresif, 1997, Cet. XIV.
Nuruddin, Amiur, dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta Kencana 2004, cet.1.
______________, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Study Kritis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 Sampai KHI, Jakrata Prenada
Group, 2004 cet-3
Qorashi, Baqir Sharief, Keringat Buruh,Penerbit Alhuda 2007 cet.1.
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia Jakarta : Rajawali Pers, 1998.
Ramulyo Idris Moh, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta; PT. Bumi Aksara, 1996.
Rahman, Abd. Ghozaly, Fikih munakahat, Kencana Prenada Media 2003
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut : Dar Al-Fikr, 1983.
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Prenadya Paramita 1999.
______, Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Inter Masa, 2002, Cet Ke-30.
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta :Rineka Cipta, 1992.
Sugiono, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&d,al-fabeta
bandung,2007.
Sulaiman.Rasyid 1996. Fiqih islam, Jakarta : Sinar baru argensindo.
Supriadi, Dedi & Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam,
Pustaka Al-fikriis2009 cet-1.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fikih Munakahat
dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta Kencana, 2006
Thalib, Muhammad, 15 penyebab Perceraian dan Penaggulangannya, Baitus salam
1997 cet 1.
Tihami, H.M.A., Fikih Munakahat, Jakarta: Rajawali 2009, Cet.1.
81
Undang-Undang Replublik Indonesia No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Surabaya; Arkola
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Pustaka Al-kautsar, 2007 cet.2
wawancara dengan Drs. Nasrul, MA. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur,
Tanggal 29 Maret 2011. Di kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur. Pukul
14.35 WIB
Yanggo, Huzzaimah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Ghalia Indonesia.
Zuhailiy, Wahba, Al Fiqh Al Islamiy wa Adillatuhu, Juz IX, damaskus : Da Al Fikr,
2007.
Zuhriah, Erfaniah, Peradilan Agama di Indonesia, dalam rentang Sejarah dan
pasang Surut,UIN malang Press, 2008, cet.1.
82
Nama : Tajuddin
Fakultas : Syariah dan Hukum
Tanggal :
Waktu ;
Pertanyaan :
1) Bagaimana sebenarnya proses penyelesaian perkara Nusyuz dipengadilan
agama Jakarta timur ?
jawaban
Didalam pelaksanaan proses peneylesaian perkara nusysuz di pengadilan
agama jakrta timur ialah sama seperti proses penyelesaian perkata perkara
yang lainnya bedanya adalah alasan dari perceraian tersebut, dan juga akibat
hokum dari perceraian diman istri tidak berhak terhadap nafkah iddah dari
mantan suaminya.
2) Apakah perkara pada putusan No 423/Pdt.G/2006/PAJT ini bisa di
kategorikan Nusyuz atau tidak ?
Jawaban ; ya dilihat dari alasan yang terbukti, kalau istri tidak patuh ya bisa.
3) Ketika sitri nusyuz apakah istri tetap mendaptkan nafkah?
Kalau istri nusyuz tdak berhak terhadap nafkah, karena nusyuz itu berarti
pembangkangan, tidak patuh pada suami
4) Alat bukti apakah yang dipakai oleh hakim untuk mendapatkan keyakinan
bahwa istri : tidak taat dan membantah, meludahi suami,,sering keluar
83
malam, kurang memperhatikan anak dan keluarga, yang dituduhkan kepada
istri ( yang berkaitan dengan Nusyuz)?
Alat bukti yang dapat dipakai untuk mengetahui nusyuznya istri antara lain
dari jawaban atau pengakuan istri sendiri, alat bukti saksi, dan juga surat-surat
umpamanya keterangan dokter dll..
5) Ketika terjadinya perceraian karena istri nusyuz, maka hak istri mendapatkan
nafkah iddah gugur, apa dan bagaimana bapak/ibu hakim mengadili kasus
sengketa istri nusyuz dalam penentuan nafkah iddah?
Ya. Kalau istri terbukti nusyuz, dan tidak berhak terhadap nafkah iddah
6) Apa yang menjadikan alasan bapak hakim, sehingga istri mendapatkan nafkah
iddah, walupun si istri telah terbukti dan mengakui bahwa istri telah nusyuz
dan tidak taat kepada suami? sedangkan hal ini sudah diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 149 point b ; bekas suami wajib memeberi nafkah,
maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri
telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Dan
pasal 152 juga menjelaskan : bahwa istri berhak mendapat nafkah iddah dari
suaminya kecuali ia nusyuz ?
Jawaban :
Saya berpendapat bahwa istri berhak mendapatkan nafkah iddah dikarnakan
suami rela untuk memberikan nafkah iddah tersebut. Disamping itu terkadang
suami juga melalaikan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga seperti
kurangnya nafkah terhadap istri, faktor ekonomi yang kurang mencukupi,
84
sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan istri melakukan nusyuz terhadap
suami.
Dan juga dalam perkara tersebut belum mencapai dalam tahap nusyuz yang
dapat membahayakan keluarga oleh karena itu, majelis hakim menyatakan
istri tetap berhak mendapatkan nafkah iddah, kecuali kalau nusyuznya
tersebut berkaitan dengan akidah dan perbuatan yang kurang baik seperti
mabuk, menjadi wanitaasusila
7) Upaya-upaya apa yang dilakukan seorang hakim untuk memberikan
pengetahuan terhadap seorang suami yang mungkin tidak mengetahui tentang
ketentuan nusyuz?
Jawaban :
Memberikan penjelasan terhadap mereka disetiap persidangan