Arifa Ulia Bahri131301053
Riyan Kurnia Aswari121301060
Azrah S131301017
Elfira Deviyanti131301041
Khalishah fitri131301049
KETUA
ANGGOTA 1
ANGGOTA 2
ANGGOTA 3
ANGGOTA 4
KELOMPOK
16
Profil sekolah1. Nama Sekolah : MAN 2 Model Medan2. Alamat Sekolah : Jalan Willem Iskandar No. 7A
Pancing 3. Uang Sekolah (bulan): Unggulan: Rp. 300.000.00,-
Reguler : Rp. 90.000.00,-
PROFIL KELAS
Nama kelas : XI IPS 1Pelajaran : EKONOMI (akuntansi)Jumlah murid :40 ORANG (siswa hadir 38 orang)
: laki-laki 35 orang: perempuan 15 orang
Nama guru : Asmita, S.PdLama observasi di kelas : 1 jam pelajaran, 60 menit
Tanggal observasi : Senin, 7 april 2014Waktu observasi : pukul 09.00- 11.30 WIB
Proses dinamika selama belajar
• Dinamika bersifat aktif namun kurang kondusif• Sorot mata guru memperlihatkan
kepedulian terhadap pembelajaran siswa• Metode yang digunakan menggunakan
metode SCL• Jarak kedekatan antara guru dengan
murid sangat erat
Ketika menjelaskan tentang pelajaran dinamika yang terlihat bersifat aktif namun masih kurang kondusif, ada sebagian murid yang hanya menjawab tianpa mengangkat tangan. Dari sorot mata sang guru disini guru memperlihatkan sikap yang sangat peduli terhadap pelajaran terlihat dari tatap mata yang mendalam terhadap siswa dalam menjelaskan pelajaran begitu juga dengan murid yang memperhatikan dengan cara seksama.
Pada pukul 09:35 Setelah menjelaskan pelajaran guru memberi instruksi kepada para murid untuk melanjutkan pelajaran dengan mempraktekkan yang sebelumnya sudah diterangkan. Disini terlihat bahwa metode pengajaran guru lebih kepada SCL (student center learning).
Ketika memberi instruksi guru pun mendekat kepada para murid untuk bertanya
secara personal tentang pemahaman pelajaran yang diterima murid. Dari gesture
jarak pembicaraan guru terlihat peduli dan dekat dengan para murid ketika
membantu pemahaman para murid. Dan gesture lainnya
dari para murid sangat peduli yaitu dengan para murid
memajukan badan kedepan sambil mendengar secara
seksama ketika guru menjelaskan. Selanjutnya pada pukul 09:45 guru kembali melanjutkan
pelajaran dan kondisi yang terlihat tidak kondusif dengan dinamika yang terbilang aktif
dan kurang kondusif.
-2 buah whiteboard. -2 buah papan mading yang terletak didepan kelas-2 buah kipas angin yang digantung kiri kanan dinding-sebuah kaca rias.-Sebuah meja guru dan kursi-20 meja siswa dan 40 kursi siswa.-alat kebersihan kelas seperti :2 buah sapu lantai dan sebuah kain pengepel-Sebuah dipenser-gambar presiden dan wakil presiden RI, gambar burung garuda, dan juga beberapa pahlawan kemerdekaan-Vas bunga di meja guru dan bunga gantung di antara 2 whiteboard- Ruangan kelas bergaris vertikal dengan warna selang-seling ungu putih
SETTING RUANGAN KELAS
Sesuai dengan observasi kami pada kelas XI-IPS, maka tata letak ruangan yang digunakan yaitu:
Gaya auditorium, dimana semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid saling tatap muka dan guru dapat bergerak ke mana saja. Dan gaya ini sering dipakai ketika guru mengajar ataupun seseorang memberi presentasi di kelas.
SETTING LOKASI SEKOLAH1. RUANGAN BELAJAR
Kelas X, XI, dan XII, masing-masing terdiri dari:6 kelas IPA: IPA 1 dan IPA 2 menjadi kelas Unggulan2 kelas IPS1 kelas Bahasa2 kelas Ilmu Agama
2. LABORATORIUM
LAB. KIMIA
LAB. BIOLOGI
LAB. FISIKA
LAB. KOMPUTER
LAB. BAHASA
LAB. AGAMA
LAB. KETERAMPILAN
3. PERPUSTAKAAN
4. RUANG BP/BK
5. RUANG UKS
6. MUSHALLAH
7. ASRAMA PUTRA/PUTRI
8. AULA PERTEMUAN
9. LAPANGAN UPACARA
10. LAPANGAN OLAHRAGA
11. LAPANGAN PARKIR
TEORI BELAJARPembelajaran (learning) merupakan pengaruh yang relatif permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman. Behaviorisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Pendekatan behavioral untuk pembelajaran ini terbagi menjadi dua, yaitu : Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning) dan Pengkondisian Operan (Operant Conditioning). Pengkondisian klasik dan operan menekankan pada pembelajaran asosiatif (associative learning).
Pengkondisian klasik itu sendiri merupakan bentuk pembelajaran asosiatif di mana stimulus netral diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan memunculkan kemampuan untuk mengeluarkan respons yang serupa, sedangkan pengkondisian operan merupakan bentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan pada kemungkinan perilaku yang akan diulangi
Di dalam kelas terlihat praktek pembelajaran asosiatif ini. Pertama-tama saat akan menerangkan pelajaran di papan tulis, guru memberikan stimulus berupa kata-kata “perhatikan!” dan murid pun mulai mendengarkan guru. Kemudian kondisi kedua guru mengatakan “perhatikan” sambil berjalan mengambil spidol dan murid-murid pun memperhatikan guru. Kejadian ini beberapa kali berulang, hingga akhirnya ketika guru mulai berjalan dan mengambil spidol, tanpa mengucapkan kata “perhatikan”, murid sudah mengerti bahwa guru akan menerangkan sesuatu dan mulai memperhatikannya. (classical conditioning)
Ketika guru menginstruksikan untuk mempraktekkan yang sudah di terangkan, ada murid yang kemudian mengerjakan dengan antusias dan menyelesaikannya. Guru pun memuji tugasnya dan murid itu semakin semangat mengerjakan tugas berikutnya. Sebaliknya ketika ada murid yang bermalas-malasan, guru menegurnya, dan murid itu pun mulai mengerjakan tugasnya. (operant conditioning)
Teori Kognitif Sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang berkontribusi pada teori kognitif sosial ini merupakan pembelajaran observasional. Pembelajaran Observasional disebut juga disebut imitasi atau modelling, adalah pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.
Ketika seorang murid rajin dan pintar mendapat sanjungan dari guru. Murid lain pun menjadikannya
sebagai model yang kemudian di contoh perilakunya agar bisa menjadi seperti murid pintar tersebut dan
mendapat sanjungan dari guru. Guru juga bisa menjadi model bagi murid.
Berdasarkan teori perkembangan piaget dimana
anak SMA yang berusia kira-kira 14-17 tahun berada
pada tahap operasional formal. Yaitu, murid sudah
mulai memikirkan hal-hal yang abstrak, idealis, dan
logis. Remaja mulai memikirkan kualitas ideal yang
mereka inginkan dalam diri mereka. Dalam tahap
kognitif ini juga berkembang sikap egosentris pada
murid. Selalu ingin diperhatikan, menjadi pusat
perhatian dan merasa unik serta berbeda dengan
orang lain. Hal ini terlihat saat di dalam kelas
beberapa siswa dengan sengaja berjalan-jalan dan
membuat sedikit kericuhan agar dilihat oleh
temannya, guru, maupun oleh kami yang sedang
melakukan observasi di belakang.
KESIMPULAN•Mulai dari berbicara gesture dilihat dari sorot mata yang tajam dan mendalam kepada para murid guna membantu para murid dapat belajar secara optimal.•Dari interaksi dinamika yang di dalam kelas, terlihat bersifat aktif dinamika adi dalam kelas walaupun kurang kondusif •Evaluasi dari segi kedekatan antara guru dengan murid bersifat jarak yang personal •Metode yang digunakan dengan SCL •Waktu pertukaran pelajaran mematok waktu dengan waktu standar yaitu 45 menit • Ruangan kelas sudah lengkap dan nyaman walaupun ada kekurangan beberapa barang yang kemudian menjadi kendala dalam pembelajaran,seperti penggaris .• Sarana dan prasarana sekolah sudah memadai. Walaupun ada beberapa ruangan yang tidak terlalu maksimal penggunaannya. • setting lokasi sekolah juga sudah cukup nyaman dan mendukung proses pembelajaran.
DOKUMENTASI