1
RANCANGAN JALAN ANGKUT
DI PT. KASONGAN BUMI KENCANA, KABUPATEN KATINGAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Oleh :
ABRAHAM M. SESERAY
710011179
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2015
RANCANGAN JALAN ANGKUT
2
DI PT. KASONGAN BUMI KENCANA, KABUPATEN KATINGAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melanjutkan Tugas Akhir IPada Jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Oleh :ABRAHAM M. SESERAY
NIM: 710011179
Mengetahui,Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
(Ir. Ag. Isjudarto, MT)NIK : 1973 0068
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
II LATAR BELAKANG ...................................................................................... 2
III MAKSUD DAN TUJUAN .............................................................................. 2
IV TOPIK TUGAS AKHIR .................................................................................. 2
V LOKASI TUGAS AKHIR .............................................................................. 3
VI DASAR TEORI .............................................................................................. 3
VII METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................
32
VIII WAKTU PENELITIAN .................................................................................
33
IX ALAT DAN FASILITAS ..............................................................................
33
X PENUTUP .......................................................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
36
4
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan kurikulum yang ada di Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral Sekolah Tinggi teknologi Nasional (STTNAS)
Yogyakarta TA. 2014/2015 setiap mahasiswa dalam mencapai gelar kesarjanaan
program pendidikan Strata 1 (S1) wajib melakukan Tugas Akhir sesuai dengan teori
yang didapat dalam bangku kuliah serta aplikasinya di lapangan kerja.
Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) mahasiswa diwajibkan
melaksanakan tugas akhir sebagai proses untuk mempersiapkan diri terjun ke dunia
kerja. Diharapkan interaksi antara mahasiswa dan perusahaan dapat bermanfaat bagi
kedua belah pihak. mahasiswa dapat mengetahui strategi dan metode yang
diterapkan dalam lingkungan perusahaan khususnya di PT KASONGAN BUMI
KENCANA, sedangkan pihak perusahaan dapat pula mengetahui pemikiran, konsep
yang telah dipelajari oleh mahasiswa untuk kelancaran kegiatan perusahaan dimasa
akan datang.
II. LATAR BELAKANG
Operasi pengangkutan biji emas memegang peranan yang sangat penting dalam
kegiatan penambangan emas Keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan tidak
pernah lepas dari interaksi antara jalan angkut dan alat angkut itu sendiri. Ada dua
parameter utama dalam kajian teknis jalan angkut yaitu konstruksi jalan angkut dan
geometri jalan angkut. Dalam suatu kajian jalan angkut baik konstruksi maupun
geometri disesuaikan dengan alat angkut yang akan digunakan.
Jalan angkut pada PT. KASONGAN BUMI KENCANA Jika jalan angkut sesuai
dengan persyaratan dimensi alat angkut yang digunakan dan faktor pendukung
keamanan dan keselamatan yang menunjang serta mempunyai saluran paritan yang
baik, tentu akan memberikan kontribusi yang besar bagi keamanan dan kelancaran
operasi pengangkutan. Alat angkut inipun juga akan mempengaruhi rencana
konstruksi jalan angkut karena setiap alat angkut mempunyai berat dan daya angkut
yang bermacam-macam sehingga perlu penyesuaian antara alat angkut dengan
konstruksi jalan.
5
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian teknis terhadap jalan angkut agar dapat
menjamin keamanan, keselamatan, dan kelancaran dalam operasi penambangan emas
III. MAKSUD DAN TUJUAN
III.1 Maksud
Maksud dari pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah agar mahasiswa mengetahui
dan belajar tahap – tahap akusisi data, pengolahan data, serta interpretasi dari data IP
di lapangan sebenarnya. Sehingga teori – teori perkuliahan dapat diterapkan dengan
baik.
Tugas Akhir dilakukan agar mahasiswa dapat melihat dan mengetahui aplikasi
ilmu Pertambangan yang berbasis pada lapangan kerja, selain itu mahasiswa dapat
mengenal alat – alat yang dipergunakan dalam Pengambilan data dan Prosesing data
pada kegiatan Pertambangan yang dipakai dalam perusahaan. Yang akhirnya dapat
mengkorelasikan hasil dari pengamatan tersebut dengan analisa mahasiswa
berdasarkan teori yang didapat dari bangku kuliah. Oleh karena itu besar harapan
kami agar mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan Tugas Akhir di PT.
KASONGAN BUMI KENCANA
III.2 Tujuan
1. Menerapkan antara teori dan praktek metode pertambangan dalam dunia kerja.
2. Menambah wawasan serta pengalaman bagi mahasiswa teknik Pertambangan.
3. Memenuhi syarat utama untuk Tugas Akhir pada Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS)
Yogyakarta.
IV. TOPIK TUGAS AKHIR
Topik tugas akhir diharapkan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni yaitu :
1) Kajian Teknis Jalan Angkut Tambang
6
2) Atau dapat menyesuaikan dengan alternatif topik yang diajukan PT.
KASONGAN BUMI KENCANA dengan mempertimbangkan efektifitas,
efisiensi, dan ketersediaan data-data yang ada pada PT. KASONGAN BUMI
KENCANA
V. LOKASI TUGAS AKHIR
Lokasi kerja praktek rencananya akan dilaksanakan pada salah satu perusahaan
pertambangan yaitu : PT . KASONGAN BUMI KENCANA
VI. DASAR TEORI
6.1. Konstruksi Jalan Angkut
6.1.1. Daya Dukung Jalan
Daya dukung jalan adalah kemampuan jalan untuk menahan beban yang diterima
atau diberikan kendaraan terhadap permukaan jalan. Oleh karena itu kekuatan jalan
angkut terhadap alat mekanis yang melaluinya, ditentukan oleh daya dukung jalan
dan beban kendaraan terhadap permukaan jalan. Kekuatan jalan angkut dapat
diupayakan supaya mampu mengatasi beban kendaraan dengan cara pengerasan.
Perkerasan jalan angkut dapat dilakukan dengan menggunakan batu pecah.
Secara umum perkerasan jalan terdiri dari tanah dasar (subgrade), lapis pondasi
bawah (subbase), dan lapis pondasi atas (base) serta lapis penutup yang berfungsi
sebagai pelindung dan memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan adapun struktur
lapisan jalan dapat dilihat digambar 8.2.
7
Sumber : (Peurifoy, 1979)
Gambar 8.2. Struktur Lapisan Jalan
1. Tanah Dasar (subgrade)
Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah yang dipadatkan dan
merupakan permukaan dasar perletakan bagian perkerasan. Tanah dasar pada
seluruh lebar jalan dapat berada pada : daerah galian, daerah timbunan, daerah
galian dan timbunan.
2. Lapis Pondasi Bawah (subbase)
Lapisan ini terletak antara lapisan tanah dasar dan lapisan pondasi (base).
Lapisan ini berfungsi untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan
pondasi. Biasanya lapisan ini terdiri dari lapisan pasir.
3. Lapisan Pondasi (base)
Lapisan ini berfungsi untuk menahan beban kendaraan dan mendistribusikan
kelapisan dibawahnya. Biasanya lapisan ini terdiri dari batu pecah (batu andesit
atau batugamping).
4. Wearing surface,
Lapisan ini menyediakan tarikan, mengurangi tahanan tarik, melindungi lapisan
dibawahnya dari pengikisan air permukaan dan meneruskan gaya tekan ke
lapisan pondasi. Lapisan ini dapat diaspal atau disemen, tetapi yang umumnya
dipakai adalah batuan hasil peremukan atau menyesuaikan dengan batuan yang
ada dilokasi penambangan.
8.1.2. Material Pengerasan
Untuk mengetahui kemampuan atau kekuatan jalan angkut terhadap berat beban
kendaraan dan muatan yang melaluinya perlu diketahui daya dukung material dan
beban kendaraan yang akan diteruskan roda terhadap permukaan jalan angkut. Untuk
mengetahui jenis pengerasan jalan angkut terhadap beban kendaraan yang akan
melaluinya perlu diketahui daya dukung material pengerasan terhadap beban
kendaraan pada permukaan jalan angkut lihat gambar 8.3.
8
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.3. Kurva CBR
8.1.3. Daya Dukung Jalan Terhadap Beban
Kekuatan jalan angkut terhadap alat mekanis yang melaluinya, ditentukan oleh
daya dukung jalan dan beban kendaraan terhadap permukaan jalan. Kekuatan jalan
angkut dapat diupayakan supaya mampu mengatasi beban kendaraan dengan cara
pengerasan. Pengerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat
yaitu:
9
1. Secara keseluruhan harus mampu untuk menahan berat kendaraan dan muatan
yang melaluinya. Sehingga apabila daya dukung jalan yang ada tidak dapat
menahan beban yang diterima, maka kondisi jalan akan mengalami penurunan
dan pergeseran jalan maupun tanah dasarnya yang selanjutnya berakibat jalan
akan bergelombang dan banyak cekungan-cekungan.
2. Permukaan jalan harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh air dan
hujan. Jika hal ini tidak terpenuhi untuk peremukan jalan (road surface) akan
mengalami kerusakan pada mulanya terjadi lubang-lubang kecil, semakin besar
kemudian akan menjadi rusak berat.
Beban maksimum pada roda, yaitu berat beban pada setiap poros roda kendaraan
yang terbagi berdasarkan jumlah roda ban. Beban roda yang diteruskan pada
permukaan jalan bidang kontaknya berbentuk elips atau oval. Tetapi untuk
memudahkan perhitungan, bidang kontak atau jarak roda tersebut dianggap berbentuk
lingkaran dengan jari-jari “R” dan luasnya sama dengan luas jejak roda. Berdasarkan
dasar teori di atas maka distribusi beban muatan ban terhadap lapisan tanah dapat
dilihat pada Gambar 8.3.
Sumber : (Peurifoy, 1979)
Gambar 8.4. Distribusi Beban Muatan Ban Terhadap Lapisan Tanah
10
Menurut teori Yanto Indonesiato untuk mengetahui kemampuan dan kekuatan
jalan angkut terhadap beban kendaraan dan muatan yang melaluinya perlu diketahui
daya dukung material dan beban kendaraan. Beban pada roda untuk setiap kendaran
dapat diketahui berdasarkan spesifikasi dari pabrik pembuatannya, sedang untuk
mengetahui luas bidang kontak (contact area) dapat dihitung dengan menggunahkan
rumus sebagai berikut :
Luas bidang kontak (inchi) = inchi)(lb/ ban padaudaraTekanan
(lb)rodapadaBeban x 0,9
…….….…(1)
Setelah luas bidang kontak (contact area) antara roda kendaraan dengan
permukaan jalan diketahui, maka besarnya beban dari kendaraan yang diterima oleh
permukaan jalan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Beban yang diterima permukaan jalan (psi) =(inchi)kontak bidangLuas
(lb)rodapadaBeban
.....(2)
Dalam setiap perhitungan, beban pada roda yang terbesar yang digunakan
sebagai dasar penentuan kesesuaian daya dukung tanah dengan beban yang melintas di
atasnya, karena jika tanah dasar sudah mampu mendukung beban pada roda yang
terbesar maka beban pada roda yang lebih kecil tidak perlu diperhitungkan lagi,
Untuk mengetahui macam kekuatan pengeras jalan angkut terhadap beban
kendaraan yang akan melaluinya. Perlu dibandingkan dari hasil perhitungan beban
yang diterima oleh permukaan jalan dengan berbagai material. Walter Kaufman dan
James Ault mengelompokan daya dukung dari beberapa material seperti tercantum
pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1. Daya Dukung Jenis Material
Jenis Material Nilai
(1000 lb/ft2)
Hard, Sound rock 120
Medium Hard Rock 80
11
Hard pan overlying Rock 24
Compact gravel and Boulder-gravel formation; very compact
sandy gravel 20
Soft rock 16
Loose gravel & sandy gravel; compact sand and gravelly
sand; very compact sand- inorganic silt soils 12
Hard dry consolidated clay 10
Loose coarse to medium sand; medium compact fine sand 8
compact sand-clay soils 6
Loose fine sand; medium compact sand-imorganic silt soils 4
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
8.2. Geometri Jalan
Geometri jalan yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran-ukuran dari
jalan tambang itu sesuai dengan tipe (bentuk, ukuran dan spesifikasi) alat angkut yang
dipergunakan dan kondisi medan yang ada sehingga dapat menjamin serta menunjang
segi keamanan dan keselamatan operasi pengangkutan. Jalan lalu lintas maupun jalan
tambang terbagi menjadi dua segmen, yaitu segmen pada jalan lurus dan segmen pada
jalan tikungan. Lebar tiap segmen jalan lurus maupun tikungan berbeda. Adapun
penjelasan mengenai lebar jalan angkut tiap segmen jalan lurus dan jalan tikungan
berikut.
8.2.1. Lebar Jalan Angkut
Dalam kenyataan sehari-hari, semakin lebar jalan angkut maka semakin aman
dan lancar lalulintas pengangkutan. Umumnya jalan angkut pada tambang dibuat untuk
jalur tunggal dengan lalulintas satu arah atau dua arah. Untuk menghitung lebar jalan
angkut dibedakan menjadi dua macam yaitu lebar jalan angkut lurus dan lebar jalan
angkut untuk belokan (tikungan). Penentuan lebar jalan angkut lurus dan lebar jalan
angkut belokan dalam perhitungan berbeda, dimaksudkan untuk meningkatkan
kelancaran dan mencegah terjadinya kecelakaan lalulintas.
8.2.1.1. Lebar Jalan Angkut Lurus
12
Lebar jalan angkut minimum dapat dipakai dengan jalur ganda atau lebih
menurut AASHTO (American Association of State Highway and Transportation
Officials) Manual Rural Highway Design pada jalur lurus adalah :
L = n.Wt + (n+1)(0.5.Wt),m..................................................................................(3)
Keterangan :
L = lebar jalan angkut minimum, meter
n = jumlah jalur yang digunakan
Wt = lebar total alat angkut, meter
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.5. Sayatan Melintang Lebar Jalan Angkut
Nilai 0.5 artinya bahwa ukuran aman untuk dua kendaraan berlawanan arah
sebesar 0.5 Wt, yaitu lebar terbesar truck yang digunakan dan ukuran aman masing-
masing kendaraan ditepi kanan kiri jalan. Pada gambar 8.5. Dapat dilihat contoh
penampang melintang (cross section) dari rancangan lebar jalan yang aman diterapkan
pada rancangan jalan angkut. Rumusan penentuan lebar jalan angkut diatas juga dapat
diterapkan dengan mengkalikan lebar alat angkut pada faktor penggali sesuai dengan
jumlah jalur yang direncanakan seperti pada tabel 8.2. Sedangkan lebar jalan angkut
pada jalan lurus yang diijinkan untuk jumlah jalur yang berbeda dan disesuaikan dengan
lebar kendaraan dapat dilihat pada tabel 8.3
13
Table 8.2. Lebar Minimum Jalan Angkut
Jumlah
Jalur
Faktor Penggali Lebar Kendaraan
Maksimum
1 2
2 3,5
3 5,0
4 6,5
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Tabel 8.3. Lebar Jalan Tambang Yang Diijinkan
Lebar Kendaraan 1 jalur 2 jalur 3 jalur
(ft) (ft) (ft) (ft)
8 16 28 40
9 18 31.5 45
10 20 35 50
11 22 38.5 55
12 24 42 60
13 26 45.5 65
14 28 49 70
15 30 52.5 75
16 32 56 80
17 34 59.5 85
18 36 63 90
19 38 66.5 95
20 40 70 100
21 42 73.5 105
22 44 77 110
14
Lebar Kendaraan 1 jalur 2 jalur 3 jalur
23 46 80.5 115
24 48 84 120
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
8.2.1.2. Lebar Jalan Pada Tikungan
Lebar jalan tambang pada tikungan selalu lebih besar dari pada lebar pada jalan
lurus (lihat Gambar 8.6). Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung
dengan mendasarkan pada:
a. Lebar jejak ban
b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
pada saat membelok
c. Jarak antara alat-alat angkut pada saat bersimpangan
d. Jarak (spasi) alat angkut terhadap tepi jalan.
Perhitungan terhadap lebar jalan tambang pada tikungan atau belokan dapat
menggunakan rumus:
W = n (U + Fa + Fb + Z) + C ……………….......................................…...(4)
Fa = Ad Sin α……………………………………………………………...(5)
Fb = Ab Sin α……………………………………………………………...(6)
C = Z = (U + Fa + Fb) / 2 ……….………………………….……………..(7)
Keterangan :
W = lebar jalan angkut pada tikungan atau belokan, m
U = lebar jejak roda (center to center tyre), m
N = jumlah jalur
Fa = lebar juntai depan, m
Fb = lebar juntai belakang, m
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, m
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan, m
Ad= jarak as roda depan dengan bagian depan truk, m
Ab= jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk, m
15
a = sudut penyimpangan roda depan
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.6. Lebar Jalan Pada Tikungan
8.2.2. Superelevasi dan Jari Jari Tikungan
Kemiringan jalan pada tikungan biasa disebut superelevasi, yaitu merupakan
kemiringan jalan. Pada tikungan yang berbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar
dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan ketinggian. Berdasarkan teori T.Atkinson
D.I.C pada kondisi jalan kering, nilai superelevasi maksimum 90 mm/m.
Bila suatu kendaraan bergerak pada bidang datar atau miring dengan lintasan
berbentuk melengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan akan bekerja gaya
sentrifugal. Untuk dapat mempertahankan kendaraan tetap pada jalurnya perlu adanya
gaya yang dapat mengurangi pengaruh gaya sentrifugal sehingga terjadi suatu
keseimbangan.
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.7. Superelevasi Pada Tikungan
16
Gaya sentrifugal bekerja diatas permukaan jalan melalui titik berat kendaraan
dan menimbulkan momen guling pada titik pertemuan roda luar dan lapisan
perkerasan. Momen perlawananya adalah momen stabilisasi (stabilizing moment) yang
timbul akibat titik berat kendaraan yang mengarah ke bawah ke titik pusat bumi.
Kendaraan akan berguling jika momen guling lebih besar dari pada momen stabilisasi.
Untuk momen stabilisasi, besarnya kemiringan tikungan jalan dihitung
berdasarkan kecepatan terbesar kendaraan yang melalui koefisien friksinya (koefisien
gesekan melintang).
R FR
R : Radius Tikungan
FR : Gaya Sentripetal
F : Gaya Sentrifugal
v : kecepatan truk jungkit F
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.8. Gaya Sentrifugal Akibat Adanya Tikungan
Nilai suatu angka superelevasi untuk beberapa radius tikungan dengan berbagai
kecepatan yang berbeda dari truk jungkit dapat dilihat pada tabel 8.4.
17
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.9.
Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8%, dan 10% (AASTHO)
Tabel 8.4. Nilai Superelevasi yang Diijinkan (m/m)
Radius
Tikungan
Kecepatan Kendaraaan (km/jam)
16 24 32 40 48 56 atau lebih
15 0,04 0,04 0,04
30 0,04 0,04 0,04
46 0,04 0,04 0,04 0,05
76 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06
91 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,06
183 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
305 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
18
Jari – jari tikungan jalan angkut (R) adalah jari-jari yang besarnya dihitung dari
pusat tikungan sampai perpotongan garis-garis yang ditarik dari titik dimana jalan
mulai membelok sampai akhir belokan, semakin besar jari – jari tikungan untuk sudut
tikungan yang sama maka akan memberikan rasa aman bagi pengemudi karena
kendaraan tidak perlu mengurangi kecepatannya seperti pada jari – jari tikungan yang
lebih kecil. Ini berarti radius tikungan minimum dipengaruhi oleh superelevasi (e)
dan koefisien melintang maksimum, sehingga terdapat nilai radius tikungan minimum
untuk nilai superelevasi maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.
Tujuan jari-jari tikungan adalah untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang
diakibatkan karena kendaran melalui tikungan sehingga tidak stabil. Jari-jari
tikungan jalan angkut berhubungan dengan kontruksi alat angkut yang digunakan,
khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang. Gambar 8.10.
memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan
berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda
depan.
Sumber : (W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.10. Sudut Penyimpangan Maksimum Kendaraan
19
Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
? = ???? β
………………………….....................................................................(8)
Dimana: R = jari-jari belokan jalan angkut, m
W = jarak poros roda depan dan belakang, m
β = sudut penyimpangan roda depan, o
Rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan lengkungan
belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat angkut (V), gesekan
roda ban dengan permukaan jalan (f) dan superelevasi (e). Apabila ketiga faktor
tersebut diperhitungkan, maka rumus jari-jari tikungan menjadi sebagai berikut:
? = ?????.(???) ………………………………………………………………………...(9)
Dimana :
e : Superelevasi, mm/m
f : Koefisien gesekan melintang maksimum, untuk kecepatan < 80 Km/jam
V : Kecepatan rencana kendaraan, km/jam
R : Jari – jari belokan, m
Sedangkan menurut Walter Kaufman dan James Ault menentukan nilai f berdasarkan
kecepatan rencana yaitu:
1. Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam, maka :
f maks = (-0,00065 V) + 0,192
2. Untuk kecepatan rencana antara 80 – 112 km/jam, maka :
f maks = (- 0,00125 V) + 0,24
8.2.3. Kemiringan Jalan Angkut dan Tahanan Kemiringan
Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut
baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan biasanya
dinyatakan dalam persen (%). Dalam pengertiannya, kemiringan (a) 1 % berarti jalan
tersebut naik atau turun 1 meter atau 1 ft, untuk setiap jarak mendatar sebesar 100 meter
20
atau 100 ft. Kemiringan maksimum dapat dengan baik dilalui oleh alat angkut (truck)
antara 10 –18 %, untuk jalan tanjakan maupun menurun pada bukit lebih aman
kemiringan jalan maksimum 8 % hal ini tergantung truk yang digunakan. Kemiringan
(grade) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Grade (α) = (∆h)/(∆x) x 100
Keterangan
∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur
∆x = jarak datar antara dua titik yang diukur
Pengaruh yang akan timbul akibat adanya kemiringan jalan yang terlalu tinggi
antara lain :
a. Kendaraan sulit dikontrol pada kondisi jalan yang basah.
b. Kecepatan akan turun sehingga produktifitas akan mengalami penurunan pula.
c. Beban pada transmisi akan meningkat.
Tahanan kemiringan (grade resistance) ialah besarnya gaya yang melawan atau
membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalan yang dilaluinya.
Tahanan kemiringan tergantung pada dua faktor, yaitu :
a. Besarnya kemiringan yang umumnya dinyatakan dalam persen (%)
b. Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam ton
Tahanan kemiringan rata-rata dinyatakan dalam 20 lbs/ton %, arinya setiap
persen tanjakan diperlukan “rimpull/draw pull” sebesar 20 lbs setiap ton berat
kendaraan, perhitungan ini digunakan untuk menghitung rimpul yang dibutuhkan oleh
dumptruck.
Secara teoritis kemiringan maksimum jalan angkut yang dapat diatasi truk dapat
diketahui berdasarkan jumlah rimpull yang tersedia dan jumlah rimpull yang dibutuhkan
untuk mengatasi tahanan guling (rolling resistance) dan tanjakan (grade resistance).
Agar kendaraan dalam keadaan setimbang, maka rimpull yang dibutuhkan oleh
kendaraan harus sama dengan rimpull yang tersedia pada kendaraan.
Kemampuan suatu alat angkut dalam mengatasi tanjakan sangat tergantung pada
gaya tarik maksimum yang bisa disediakan oleh mesin untuk menarik beban yang ada
pada alat angkut tersebut. Suatu gaya tarik maksimum yang bisa disediakan oleh mesin
21
disebut dengan rimpull. Rimpull merupakan suatu istilah yang hanya diterapkan pada
peralatan yang beroda ban (rubber tired equipment). Besar kecilnya rimpull tergantung
pada kecepatan atau gear yang dipakai.
Untuk menghitung besarnya rimpull dapat digunakan rumus dibawah ini :
RP = v
EMxHPx375..………………………………………….……....(10)
Dimana :
RP = rimpull, lbs
HP = kekuatan mesin, HP
EM = efisiensi mekanis
v = kecepatan truk jungkit, mph
8.2.4. Cross Slope.
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang
melintang cembung seperti pada gambar 8.11. Cross slope dibuat dengan tujuan agar
memperlancar keluarnya air yang masuk ke badan jalan.
Dengan pembuatan Cross slope ini, maka pada saaat terjadi hujan yang masuk ke
badan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut sehingga aliran tidak terhenti dan
berada terlalu lama dibadan jalan, karena selain mengakibatkan jalan angkut menjadi
becek dan licin akibat genangan air, juga membahayakan alat angkut yang melintas dan
mempercepat kerusakan jalan.
Besarnya angka cross slope pada jalan angkut dinyatakan dalam perbandingan
jarak vertical dan jarak horizontal, pada kontruksi jalan angkut tambang besarnya Cross
slope yang dianjurkan mempunyai ketebalan antara 20 mm sampai 40 mm untuk tiap
meter.
22
(Sumber : W Kaufman and J Ault, 1977)
Gambar 8.11. Rancangan Kemiringan Melintang
8.2.5 Tahanan Gulir (Rolling Resistance)
Tahanan gulir adalah gaya penahan gerakan yang terjadi pada kendaraan yang
terkonsentrasi pada ban. Faktor-faktor yang menimbulkan tahanan gulir adalah :
a. “Internal friction”
Merupakan friksi yang terjadi akibat putaran-putaran mulai dari engine flywheel
sampai ke velg roda yang disebabkan oleh komponen mesin. Komponen mesin
merupakan faktor internal dari alat, dimana besarnya rimpull engine akan ditransfer
sebagian atau seluruhnya ke under carriage untuk memutar ban.
b. “Tire flexing”
Merupakan tahanan yang terjadi pada roda ban dikarenakan “kembangan” ban.
Besar kecilnya kembangan ban tergantung pada :
1. desain ban
2. tire inflation
3. tekanan udara pada ban
4. keadaan permukaan jalan lintasnya
Faktor tekanan udara dalam ban tidak bisa diabaikan, karena kehilangan tenaga
engine makin besar jika tekanan angin kurang, karena bidang kontak makin besar
sehingga gaya tahan juga makin besar. Bidang kontak merupakan faktor yang
berhubungan langsung dengan jalan dan ada 2 hal utama yang mempengaruhi besarnya
tahanan gulir, yaitu :
23
1. stiffnes / kekakuan
2. surface texture / bentuk permukaan
Stiffnes atau kekakuan adalah sifat elastis dari material dimana pada saat
dibebani material akan melendut yang besarnya tergantung dari nilai kekakuan.
Semakin besar nilai kekakuan maka semakin besar daya dukung material terhadap
beban sehingga nilai tahanan gulir akan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil nilai
kekakuan, maka setlement akibat beban akan semakin besar dan pada tahap tertentu
material akan bersifat plastis sehingga nilai tahanan gulir akan semakin besar.
Surface texture yaitu bentuk dan susunan material permukaan jalan. Semakin rata
bentuk permukaan, maka nilai tahan gulir akan semakin kecil dan sebaliknya.
Permukaan yang diberi perkerasan akan mempunyai nilai friksi / gesekan, dimana
permukaan yang semakin kasar maka friksi akan semakin besar. Friksi yang terlalu
besar akan mempercepat keausan ban, sebaliknya friksi yang semakin kecil akan
mengakibatkan ban tergelincir ditempat. Perkerasan yang padat mempunyai friksi yang
lebih besar dibandingkan dengan permukaan yang loose, sehungga pada kondisi loose
nilai tahan gulir akan meningkat.
c. “Tire penetration”
Tire penetration adalah amblasnya ban pada permukaan jalan lintas, dan hal ini
akan menambah besar nilai dari tahanan gulir. Tekanan ban bisa diatasi dengan cara
memelihara permukaan jalan lintas yang terbuat dari tanah.
Dalam perhitungan tahanan gulir, yang harus diperhitungkan hanyalah untuk alat
berat/besar yang beroda ban. Tetapi untuk alat-alat berat yang beroda rantai (track
type vehicles) untuk keperluan praktis tidak diperhitungkan adanya tahanan gulir
(meskipun sebetulnya ada, yaitu tahanan gulir dikarenakan internal friction).
Dasar pemikiran ini dikarenakan bahwa track type vehicles rodanya berjalan pada
steel roadway yaitu pada track-nya sendiri. Dengan anggapan permukaan jalan dari
besi dimana keadaannya selalu keras dan licin maka tidak pernah terjadi tire flexing
maupun tire penetration. Oleh karena itulah pada track type vehicles tidak terjadi
tahanan gulir yang harus diatasi oleh drawbar pull. Besarnya tahan gulir dinyatakan
24
dalam lbs dari rimpull yang diperlukan untuk menggerakkan tiap gross ton berat
kendaraan beserta isinya pada jalur jalan mendatar dengan kondisi jalan tertentu.
Beberapa angka rata-rata tahan gulir untuk bermacam-macam keadaan jalan dapat
dilihat pada Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Tahanan Gulir
Kondisi jalan angkut Tahanan gulir
(lb/ton)
Jalan terawat dengan baik, permukaan datar dan rata, tidak
ada amblasan roda dari kendaraan
40
Kondisi jalan sama seperti diatas, namun sepintas terdapat
amblasan roda dari kendaraan
65
Perawatan jalan kurang / jarang dilakukan, tanpa
penyiraman, terjadi amblasan roda dari kendaraan
100
Perawatan jalan tidak baik, dasar jalan tanpa kompaksi dan
stabilisasi, jejak roda mudah sekali terbentuk
160
Jalan pasir dan kerikil tanpa pemadatan 200
Seluruh bagian jalan tak terawat, lembek, berlumpur,
penetrasi roda cukup dalam
300 sampai 400
Sumber : (Yanto Indonesianto, 2005)
8.2.6. Jarak pandang pengemudi
Jarak pandang aman adalah jarak yang diperlukan oleh pengemudi (operator)
untuk melihat kedepan secara bebas pada suatu tikungan, baik pandangan horizontal
maupun vertikal. Jarak pandang yang aman adalah minimum sama dengan jarak
berhenti dari kendaraan sedang bergerak yang secara tiba-tiba direm.
8.2.6.1 Jarak Pandang Pengemudi Vertikal
Jarak pandang vertikal adalah jarak bebas pandangan pengemudi untuk mampu
melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang berada di depannya di daerah
tanjakan.
25
Jarak pandang yang terlalu pendek akan mengurangi kecepatan dump truck,
selain itu juga akan berpengaruh pada masalah keselamatan karena banyak dump truck
yang akan terjebak dan kaget saat melihat kendaraan lain dari depan. Dalam
perencanaan jarak pandang pengemudi, harus diperhitungkan terhadap kendaraan
tekecil yang akan lewat agar faktor keamanan terjamin. Jarak pandang vertikal dapat
dilihat pada Gambar 8.12.
Jarak berhenti
yang diperlukan
Jarak pandang
garis pandang
bahaya
lengkung vertikal
Sumber : (W kauman And J Ault, 1977)
Gambar 8.12. Jarak Pandang Vertikal
8.2.6.2 Jarak Pandang Horizontal
Jarak pandang horizontal adalah jarak bebas pandangan pengemudi untuk
mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang berada didepannya di
daerah tikungan. Jarak pandang horizontal dapat dilihat pada Gambar 8.13
26
jarak berhenti
yang diperlukan
pembatas tepi jalan
jarak pandang
area pembersihan terhadap garis pandang
penghalang pandangan
Sumber : (W kauman And J Ault, 1977)
Gambar 8.13. Jarak Pandang Horizontal
8.3. Pendukung Keamanan Dan Keselamatan Jalan
8.3.1. Pengaman Tepi (Safety Berm)
Tujuan dibuatnya pengaman tepi adalah untuk menghindari tergulingnya
kendaraan pada tepi jalan dan juga untuk menghindari segalah bahaya yang dapat
mengancam keselamatan pekerjaan dan peralatan. Dengan demikian secara tidak
langsung pengaman tepi tersebut dapat mengembalikan posisi kendaraan pada badan
jalan dan menjauhkan dari tepi-tepi jalan yang berbahaya.
Pengaman tepi yang umum digunakan ditambang adalah tanggul dari tanah
timbunan yang berbentuk triangular (gambar 8.14) dengan perbandingan slope 1,5 : 1.
Ault dan kauman mengkategorikan desain tanggul berdasarkan berat total alat angkut
beserta muatan.
Tabel 8.6. Rancangan Tanggul Pengaman
A (ft) B (ft)
Kategori 111-12 3.5-4
13-25 ton
Kategori 2 12-15 4-5
27
28-50 ton
Kategori 315-18 5-6
55-120 ton
Kategori 418-32 6-11
120-250 ton
Sumber : (W kauman And J Ault, 1977)
Sumber : (W kauman And J Ault, 1977)
Gambar 8.14. Tanggul Pengaman
8.3.2. Penerangan.
Penerangan pada umumnya ditempatkan pada lokasi-lokasi seperti dumping
point, coal feeder dan tempat-tempat lain yang dianggap rawan seperti tikungan jalan
dan persimpangan jalan,untuk meningkatkan efisiensi kerja pada malam hari. Namun
tingkat penerangan harus secara bertahap dikurangi dari area yang harus diberi
penerangan ke area yang tidak harus diberi penerangan (non-illuminated area) untuk
membantu penglihatan dari pengemudi dalam menyesuaikan perubahan tingkat
penerangan tersebut dengan nyaman.
8.3.3. Rambu-Rambu Jalan Angkut
Untuk lebih menjamin keamanan sehubungan dengan dioperasikannya jalan
angkut, maka perlu dipasang rambu-rambu lalu-lintas terutama pada tempat-tempat
berbahaya baik terhadap :
1. Pengemudi maupun kendaraan itu sendiri
28
2. Orang atau karyawan
3. Kendaraan lain yang lewat pada jalan tersebut
4. Bangunan yang mungkin ada disekitar jalan tersebut dan sebagainya.
Rambu-rambu yang perlu dipasang antara lain :
1. Kecepatan maksimum yang diijinkan.
2. Tanda peringatan karena ada belokan, persimpangan, tanjakan, turunan, jalan
licin, jembatan dan sebagainya.
Sebuah rambu harus menarik perhatian pengemudi agar pengemudi dapat
membaca pesan yang ada pada rambu. Rambu harus dapat dibedakan secara jelas
terhadap latar belakang setempat dan sebaliknya, pesan yang terdapat dalam rambu
harus lebih menonjol dari pada warna dasarnya dan kontras terhadap papanya.
Pemahaman juga harus terjadi pada waktu yang cukup bagi pengemudi untuk
bertindak atas pesan-pesan dalam rambu tersebut tanpa mengalihkan perhatian
sepenuhnya dari situasi jalan.
8.3.3.1. Ukuran, Warna dan Kekontrasan Rambu
Semakin besar rambu, akan semakin besar pula pengaruhnya pada perhatian
pengemudi. Tetapi ada batas ukuran, tidak hanya dari pertimbangan praktis tentang
penempatan dan penerangan saja, melainkan alasan estetika.
Tabel 8.7.
Kemampuan Deteksibilitas Warna Untuk Jarak Pengamatan 230 M
Warna Luas (m²) Keterangan
Kuning
Putih
1,3
1,5
Paling mudah terlihat
Merah 1,7 Baik untuk peringatan
/kehati-hatian
Biru
Hijau
1,9
2,0
Untuk kondisi basah dan
agar kontras dengan
29
Hitam 3,3 langit sebagai latar
belakang
Sumber : (Mannering and kilareski, 1990)
Warna dan kekontrasan penting untuk mencapai dua persyaratan dasar
penglihatan rambu yaitu bahwa rambu harus menonjol dari pada latar belakangnya dan
tulisan pada rambu lebih menonjol dibanding papan dasarnya. Persyaratan dasar ini
secara efektif dapat dicapai dengan pemakaian warna yang berbeda agar berbeda pula
terang warnanya. Karena proses memandang yang dilakukan pada malam hari
diusahakan sama seperti pada siang hari, maka pengaruh iluinasi pada rambu harus
dipertimbangkan bersama-sama dengan tipe proses pemantulan cahaya. Untuk
mencapai kekontrasan maksimum antara papan rambu dengan tanda dipapan rambu
tersebut, maka salah satu harus berwarna terang dan yang lain gelap.
Pemilihan warna papan rambu juga tergantung kemudahan terdeteksi melawan
latar belakang, alamiahnya bila latar belakang gelap maka tulisan atau petunjuk pada
rambu harus warna terang dan begitu sebaliknya, warna yang cocok untuk melawan latar
belakang yang gelap seperti kuning, putih dan merah.
Tulisan gelap biasanya dipakai untuk latar belakang rambu putih dan kuning
sedangkan warna terang dipakai untuk latar belakang rambu yang lebih gelap seperti
warna hijau, hitam. Pemilihan kekontrasan juga dipengaruhi oleh ukuran. Jika suatu
rambu berukuran besar, maka akan menyolok mata, rambu yang besar juga
membutuhkan biaya yang mahal untuk penerangannya pada malam hari. Maka dari itu
pembuatan rambu lebih murah menggunakan rambu yang kecil dan berwarna terang
agar dapat terlihat dengan nyaman pada siang dan malam hari.
30
Sumber : (Manering And Kilareski, 1990)
Gambar 8.15. Beberapa Contoh Rambu
Agar dapat mendukung keamanan dan keselamatan jalan tambang, untuk para driver
dump truck sebaiknya dipasang spanduk berisi anjuran tentang alat pelindung diri yang
wajib dipakai oleh driver, sehingga dapat membantu program PT. Bara Anugrah
Sejahtera tentang Zero Lost Time Accident seperti pada gambar 8.16.
31
Sumber : (Safety Dept, PT. Bara Anugrah Sejahtera)
Gambar 8.16. Contoh Alat Pelindung Diri
8.3.4. Stand By Area
Stand by area adalah tempat terbuka yang berada didekat tambang dengan fungsi
sebagai tempat parkir alat angkut apabila dalam keadaan Stand by serta untuk
menenpatkan dan memperbaiki alat angkut yang mengalami kerusakan ringan tanpa
harus dibawa ke workshop utama, selain itu Stand by area juga digunahkan sebagai
tempat alat angkut ketika melakukan start up.
8.3.5. Spion Jalan.
Jalan tikungan merupakan jalan yang sangat rawan terjadinya kecelakaan,
keterbatasan jarak pandang pengemudi menyulitkan untuk bisa memastikan kondisi
yang ada didepan kendaraan. Untuk itu perlu dipasang spion jalan khususnya pada
jalan-jalan tikungan sehingga diharapkan pengemudi dapat melihat kondisi jalan dari
arah yang berlawanan.
8.4. Paritan jalan
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang paritan jalan pada
tambang batubara adalah :
8.4.1. Curah Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap di
atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Paritan jalan lebih
ditunjukan pada penanganan air permukaan, ini karna air yang masuk ke badan jalan
dalam lokasi tambang sebagian air hujan.
Air dari badan jalan akan dialirakan melalui paritan disisi jalan meuju sump,
selanjutnya dikeluarkan dengan pompa melalui jalur pemimpaan ke kolam
pengendapan (settling pond). Air limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan
ke luar lokasi tambang atau ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow)
dibersihkan secara berkala.
32
Curah hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu satuan
luas, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti pada luasan 1 mm² jumlah air hujan
yang jatuh sebanyak 1 liter. Sumber utama air permukaan pada suatu tambang.
Bentuk penampang saluran (paritan) yang paling sering digunakan dan umum
dipakai adalah bentuk trapezium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah efisien,
serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah.
Dalam merancang dimensi saluran paritan jalan dapat menggunakan rumus
Manning, yaitu :
Q = 1/n x A x S1/2 x R2/3 ……………………………………………...…(11)
Keterangan :
Q = Debit air limpasan (m3/detik)
A = Luas penampang basah (m2)
S = Kemiringan dasar saluran (%)
R = Jari-jari hidrolis (m)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran menurut Manning.
Harga n pada hal ini digunakan 0,030 karena tanah dengan kondisi ditanam lihat
tabel 8.8.
Tabel 8.8.
Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Untuk Persamaan Manning
Tipe dinding saluran N
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanam 0,025 – 0,040
Sumber: (Rudy Sayogya, 1993)
33
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapezium dengan luas penampang
hidrolis maksimum, maka luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolis (R),
kedalaman aliran (d), lebar dasar saluran (b), panjang sisi saluran dari dasar ke
permukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding saluran.(m)
Mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut:
A = b . d + m . d2
R = 0,5 d
B = b + 2m . d
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m}
a = 60Sin
d°
Untuk dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas penampang
optimum dan mempunyai sudut kemiringan dinding saluran sebesar 600, maka :
m = Cotg a
= Cotg 600
= 0,58
Sehingga harga b/d adalah :
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m}
= 1,15
A = b . d + m . d
= 1,15 . d2 + 0,58 . d2
= 1,73 d2
Sedangkan kemiringan dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa
suatu aliran dapat mengalir secara alamiah (S) = 0,25 – 0,5 % yang merupakan
syarat agar tidak terjadi erosi yang berlebihan dan pengendapan partikel padatan,
mengingat jenis tanah di lokasi yang berupa pasir dengan material yang relatif lepas.
34
B x
a d h
b a
Sumber: (Rudy Sayogya, 1993)
Gambar 8.17. Penampang Saluran Penyaliran
Keterangan :
a = Panjang sisi luar saluran
b = Lebar dasar saluran
B = Lebar permukaan saluran
h = Kedalaman saluran
a = Sudut kemiringan saluran
d = Kedalaman aliran
x = Tinggi Jagaan
VII. METODOLOGI PENELITIAN
Didalam melaksanakan penelitian permasalahan ini, penulis menggabungkan antara
teori dengan data-data lapangan, sehingga dari keduanya didapat pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :
1. Study literatur, brosur-brosur, laporan penelitian terdahulu dari perusahaan.
2. Pengamatan langsung di lapangan, dilakukan dengan cara peninjauan lapangan
untuk melakukan pengamatan langsung terhadap semua kegiatan didaerah yang
akan diteliti
35
3. Pengambilan Data, dengan pengamatan dan perhitungan langsung di lapangan
maupun penelitian di laboratorium.
4. Akuisisi Data
a. Pengelompokan data
b. Jumlah data
c. Uji realitas
5. Pengolahan data
6. Analisis hasil Pengolahan data
7. Kesimpulan.
VII.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dengan cara pengamatan alat, proses dan pekerjaan langsung
dilapangan.
Data-data yang diperlukan dalam Tugas Akhir adalah :
a. Data-data Literatur.
b. Jurnal, Makalah dan Laporan (Penelitian) terdahulu.
c. Data-data lainnya yang terkait dengan tema dari Tugas Akhir.
VII.2 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan beberapa perhitungan dan
penggamatan. Selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan akhir sesuai dengan judul
yang akan dibahas.
VIII. WAKTU PENELITIAN
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2015, tidak
menutup kemungkinan sebelum atau setelah waktu tersebut atas kebijakan manajemen
PT Kasongan Bumi Kencana.
36
KEGIATAN MINGGU KE
1 II III IV V VI
Studi literature
Pengumpulan data
Pengolahan data
Evaluasi Tugas Akhir
Pembuatan Laporan Tugas
Akhir
IX. ALAT DAN FASILITAS
Untuk mendukung pelaksanaan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat untuk
pendukung yang diantaranya :
1. Data-data penelitian di lapangan.
2. Literatur yang berkait dengan penelitian
3. Peralatan yang menunjang penelitian
Fasilitas :
1. Akses keperpustakaan
2. Akses penggandaan data
Akomodasi
Adanya beberapa pertimbangan antara lain jarak yang jauh antara daerah asal
mahasiswa peneliti dengan daerah penelitian dan waktu penelitian yang relatif lama,
maka dibutuhkan beberapa fasilitas yang menunjang dan memperlancar penelitian antara
lain: tempat singgah untuk mahasiswa selama waktu penelitian. Ketentuan mengenai
pemberangkatan dan kedatangan mahasiswa lebih lanjut diatur oleh pihak perusahaan
PT . KASONGAN BUMI KENCANA
37
X. PEMBIMBING
Untuk pembimbing di lapangan diharapkan dapat disediakan oleh perusahaan
sedangkan untuk pembimbing di kampus dari salah satu staf pengajar pada Program
Studi Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta.
XI. LAPORAN
Semua hasil pengolahan data selama Tugas Akhir akan disusun dalam bentuk
laporan tertulis yang akan dilaporkan kepada PT. KASONGAN BUMI KENCANA
dan kemudian diberikan pengesahan sebagai bukti telah menempuh mata kuliah wajib
Tugas Akhir.
Sedangkan jadwal pelaksanaan Tugas Akhir disesuaikan dengan kesepakatan dan
ketentuan dari PT . KASONGAN BUMI KENCANA
XII. KONTRIBUSI PENELITIAN
Kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa dalam melakukan Tugas Akhir
ini dapat membuka wawasan akademisi khususnya mahasiswa yang bersangkutan
pada bidang pertambangan yang digunakan dalam produktivitas jalan angkut dalam
pencapaian target produksi emas
XIII. PENUTUP
Kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa untuk melaksanakan Tugas Akhir
di PT. KASONGAN BUMI KENCANA akan mengenalkan dan mendekatkan
mahasiswa pada lingkungan kerja yang sebenarnya sehingga keterkaitan antara
lembaga Perguruan Tinggi dengan kebutuhan kerja akan semakin cepat dalam proses
penyesuaian mahasiswa dalam menghadapi pekerjaan dalam industri kerja
pertambangan nantinya. Kesempatan yang diberikan oleh perusahaan dalam hal ini PT.
KASONGAN BUMI KENCANA kepada mahasiswa tentunya akan dimanfaatkan
sebaik mungkin dan kami akan berusaha menyelesaikan dan memberikan laporan
penelitian dengan sebaik mungkin.
38
Semoga akan terjalin kerja sama yang baik dan menguntungkan antara lembaga
Perguruan Tinggi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta dengan
pihak perusahaan yaitu PT. KASONGAN BUMI KENCANA dalam mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas yaitu mahasiswa yang lebih kompeten dalam
bidang pertambangan, tentunya akan kami manfaatkan semaksimal mungkin
kesempatan ini yang hasilnya akan disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Untuk itu besar harapan kami agar dapat melaksanakan Tugas Akhir di PT.
KASONGAN BUMI KENCANA
39
DAFTAR PUSTAKA
X. Daftar Pustaka
1. Herbert L. Nichols, JR (1955), Moving The Earth, The Workbook OfExcavation, Second Edition, Galgotia Publishing House, New Delhi
2. Manering and Kilareski, 1990, Principles of Highway Engineering And Traffic Analysis, Canada
3 Peurifoy, RL, 1979, Contruction Planing, Equipment, And Methods, Third Edition, Mc Graw Hill International Book Company, London
4. Sayogya, R, 1993, Sistem Penirisan Tambang, Kursus Perencanaan Tambang. Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung
5. Silvia dan Sukirman, 1999, Dasar – Dasar Perencanaan Geometri Jalan, Nova, Bandung
6. Walter Kauman and James Ault, 1977, Design of Surface Mine HaulageRoad - A Manual, , United States Department of The Interior, Bureau of Mines, Washington, USA
8. Yanto, Indonesianto, 2005, Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UniversitasPembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
7. ........... 2015, Laporan, Arsip dan Data-data Perusahaan, PT. ANTAM
8. ……… 2007, Specifications and Application Handbook, Volvo, USA