BAB 1
PENDAHULUAN
Trauma medula spinalis yang merupakan komplikasi dari trauma pada tulang
belakang, adalah merupakan kejadian yang tidak jarang kita jumpai di poliklinik maupun di
bangsal neurologi. Trauma medula spinalis ini merupakan 75% dari penyebab paraplegia,
yang kita jumpai di bagian Neurologi. Penyebab trauma antara lain dapat berupa : kecelakaan
lalu lintas, terjatuh, cedera olahraga, terjun ke dalam air yang dangkal, luka tembak dan
sebagainya.1,2,3
Diperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medula spinalis dalam setahun di
Amerika Serikat, terutama pada pria muda yang belum menikah. Di Indonesia, insidens
trauma medula spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun, dengan sekitar
8.000-10.000 kasus per tahun. Trauma pada tulang belakang ini dapat menimbulkan fraktur
atau dislokasi. Tetapi sewaktu-waktu tidak tampak ada kelainan tulang belakang yang jelas,
namun penderita menunjukkan kelainan Neurologi yang nyata. 1,2,4
Penanganan akut pada penderita cedera medula spinalis dimulai pada saat dicurigai
terjadi cedera dan difokuskan pada tujuan primer pengobatan yaitu, memaksimalkan pulihnya
neurologik, memulihkan alignment normal, menjaga sel yang masih hidup agar terhindar dari
kerusakan lanjut, menstimulasi pertumbuhan akson dan koneksitasnya, serta mencegah
terjadinya komplikasi sekunder.2,4
Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama dan lebih kurang 80%
meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servikalis yang memiliki resiko utama
yang paling besar, dengan level tersering C5, diikuti C4, C6 dan kemudian T12, L1 dan T10.4
BAB 2
1Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULA SPINALIS
2.1 ANATOMI MEDULA SPINALIS
Bentuk medula spinalis adalah sederhana, karena masih tetap mempunyai bentuk
tabung neural. Bentuk asli tabung neural adalah bundar pada potongan melintangnya. Hanya
bagian lumbal medula spinalis masih tetap berbentuk demikian. Bagian servikal dan torakal
lebih berbentuk lonjong pada potongan melintang. Panjang medula spinalis orang dewasa
ialah 40-45 cm. Daerah peralihan antara medula spinalis terletak setinggi foramen magnum.5
Segmenentasi medula spinalis adalah bagian servikal mempunyai 8 segmen, bagian
torakal mempunya 12 segmen, bagian lumbal mempunyai 5 segmen, dan bagian sakral
mempunyai 8 segmen. Segmentasi ini tidak bersifat jelas dan tegas, tetapi bagian-bagian
medula spinalis diantara tempat pemunculan radiks dorsalis atau ventralis nervi spinalis
dianggap sebagai satu segmen.4
Setiap nervus spinal keluar melalui foramen intervertebrale. Saraf spinal servikal
pertama keluar melalui elah antara atlas dan os oksipitale. Dengan demikian saraf spinal
servikal yang keluar melalui foramen intervertebrale antara corpus vertebrae torakalis ke-1
dan corpus vertebrae servikalis ke-7 ialah saraf spinal servikal ke-8.4
Pada fasies dorsalis medula spinalis tampak s. medianus posterior yang dapat
dianggap sebagai garis tengah medula spinalis. Pada kedua sampingnya dan sepanjang bagian
torakal bawah sampai medula oblongata tampak peninggian yang dikenal sebagai funikulus
dorsalis atau funikulus posterior. Peninggian itu terdiri dari funikulus grasilis (medial) dan
funikulus kuneatus (lateral) yang melanjutkan dari medula oblongata sebagai tuberkulum
grasili dan kuneati.5
2.2 FISIOLOGI MEDULA SPINALIS
Fungsi medula spinalis adalah :
2Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
1. Medula spinalis mengendalikan berbagai aktifitas refleks dalam tubuh.
2. Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asendens dan
desendens.6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
3.1 DEFINISI
Trauma medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi
di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian.4
3.2 EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terjadi sekitar 10.000 kasus cedera medula spinalis dalam setahun di
Amerika Serikat, terutama pada pria muda yang belum menikah. Di Indonesia, insidens
trauma medula spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun, dengan sekitar
8.000-10.000 kasus per tahun.2,4
3.3 ETIOLOGI
Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, luka tembak,
luka bacok, kecelakaan pada olahraga kontak fisik dan menyelam, kecelakaan industri,
ledakan bom dan sebagainya.1,2,3
3.4 KLASIFIKASI
A. Klasifikasi cedera spinal menurut Holdsworth adalah :
1. Cedera fleksi
Cedera fleksi menyebabkan beban reganggan pada ligamentum posterior dan
selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian corpus vertebra dan
mengakibatkan wedge fracture (Teardrop Fracture) cedera semacam ini lah cedera
yang stabil.
2. cedera fleksi-rotasi
Cedera fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior dan kadang
juga processus articularis dan selanjutnya akan mengakibkan terjadinya dislokasi
fraktur rotasional yang dihubungkan slice fracture corpus vertebra. Cedera ini adalah
cedera yang paling tidak stabil.
3. Cedera ekstensi
4Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
Pada cedera ini biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan
menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi di leher. Selama kolum vertebra dalam
posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil.
4. Cedera kompresi vertikal
Cedera ini mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan
burst fracture.
5. Cedera robek langsung
Cedera ini biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung
pada punggung sehingga salah satu vertebra bergeser. Selain itu juga dapat
mengakibatkan fraktur prosessus artikularis dan ruftur ligamen.7
B. Klasifikasi menurut ASIA (American Spinal Association Injury)
Klasifikasi ini tingkat keparahan trauma medula spinalis ditegakkan pada saat 72 jam
sampai 7 hari setelah trauma.
1) Berdasarkan impairment scale :
Grade Tipe Gangguan medula spinalis
A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik, tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level tapi otot-otot motorik utama masih punya kekuatan < 3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level otot-otot motorik utama punya kekuatan > 3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal.
2) Berdasarkan tipe dan lokasi trauma:
Complete spinal cord injury (Grade A)
Unilevel
Multilevel
5Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
Incomplete spinal cord injury (Grade B,C,D)
Cervico medullary syndrome
Central cord syndrome
Anterior cord syndrome
Posterior cord syndrome
Brown sequard syndrome
Conus medullary syndrome
Complete cauda equina injury (Grade A)
Incomplete cauda equaina injury (Grade B,C,D).4
3.5 PATOGENESIS
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa berupa fraktur dan dislokasi. Dislokasi
bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpa kerusakan yang nyata pada
tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di medula spinalis.
Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikutnya :
1) Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi discus intervertebralis dan hematom.
Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh corpus
vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.
2) Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal
ini biasanya pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap peregangan akan
menurun dengan bertambahnya usia.
3) Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan
aliran darah kapiler dan vena.
4) Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan
posterior.3
3.6 GEJALA KLINIS
6Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
Gejala-gejala trauma medula spinalis bergantung pada komplit atau tidak komplitnya
lesi dan juga dari tingginya lesi tersebut. Lesi yang mengenai separuh segmen kiri atau
segmen kanan medula spinalis akan menimbulkan Sindrom Brown Sequard. Hematomieli
menimbulkan gejala-gejala sebagai siringomieli, sedang lesi yang komplit akan menimbulkan
paralisis dan anestesi total di bawah tempat lesi.1
Bila lesi komplit itu berada di daerah torakalis, maka akan mendapatkan paraplegi
dengan gangguan sensibilitas di bawah lesi. Sedang bila lesi komplit itu berada di daerah
servikal maka akan menimbulkan tetraplegi di bawah lesi. Disamping itu akan ada pula
gangguan vegetatif. Lesi di daerah servikal bagian atas yaitu dari C1-C4 merupakan keadaan
yang sangat berbahaya karena timbulnya paralisis pada nervus frenikus.1
Ini akan menyebabkan lumpuhnya otot-otot diafragma sehingga menimbulkan
kematian dengan cepat. Lesi di daerah servikal C8-T1 dapat disertai adanya gejala-gejala
Sindrom Horner. Lesi di daerah konus medularis, disamping konus, sering kali pula kauda
equina ikut terkena sehingga disamping gejala-gejala paraplegi/paraparesis, gangguan
sensibilitas dan vegetatif, akan ada juga tanda lasegue yang positif. Lesi dapat juga hanya
mengenai kauda equina sehingga menimbulkan gangguan gejala-gejala motorik dan sensorik
yang bersifat perifer dengan tanda lasegue yang positif.1
3.7 DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis berdasarkan :
Anamnesis riwayat trauma
Berdasarkan gejala dan tanda klinis (ASIA scale)
Gambaran klinis tergantung letak dan luas lesi.4
3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Investigasi diagnostik cedera spinal dengan pemeriksaan foto polos vertebra, CT-Scan
(dengan rekonstruksi 3 dimensi) dan MRI, serta ditunjang EMG untuk menetapkan lokasi
7Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
yang rusak. CT-Scan berguna untuk menentukan kerusakan kolom elemen-elemen spinal
khususnya disrupsi elemen posterior yang tidak stabil dan burst injury. Foto sagital CT-Scan
dapat menampilkan kerusakan sendi faset. Pemeriksaan MRI pada cedera spinal sangat
efektif terutama untuk menampilkan perdarahan dan kerusakan jaringan lunak selain posisi
struktur tulang.7
3.9 PENATALKSANAAN
I. Manajemen Pre-Hospital
Perlu diperhatiakan tatalaksana disaat pre-hospital yaitu :
Stabilisasi manual
Penanganan imobilitas vertebra dengan kolar leher dan vertebra brace.
II. Manajemen Di Unit Gawat Darurat
Tindakan darurat mengacu pada:
1. A (Airway)
Manjaga jalan nafas tetap lapang
2. B (Breathing)
Mengatasi gangguan pernafasan, kalau perlu lakukan intubasi endotrakeal (pada
cedera medula spinalis, cervikalis atas) dan pemasangan alat bantu nafas.
3. C (Circulation)
Memperhatikan tanda-tanda hipotensi, harus dibedakan antara:
a) Syok hipovolemik. Tindakan : berikan cairanj kristaloid, kalo perlu dengan
koloid.
b) Syok neurogenik. Pemberian cairan tidak akan menaikkan tensi (awasi edema
paru) maka harus diberikan obat vasopressor :
Dopamin untuk menjaga MAP > 70
Bila perlu adrenalin 0,2 mg s.k
8Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
Boleh diulangi 1 jam kemudian
4. Selanjutnya :
Pasang foley kateter untuk moniter hasil urin dan cegah retensi urin.
Pasang pipa naso gastrik dengan tujuan untuk dekompresi lambung pada
distensi dan kepentingan nutrisi enteral.
5. Pemeriksaan umum dan neurologis khusus.
Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis :
Servikal : pasang kerah fiksasi leher, jangan dimanipulasi dan di samping
kanan kiri leher ditaruh bantal pasir.
Torakal : lakukan fiksasi (brace)
Lumbal : fiksasi dengan korset lumbal
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium :
Darah perifer lengkap
Urin lengkap
Gula darah sewaktu
Ureum dan kreatinin
AGDA
b. Radiologi :
Foto vertebra posisi AP/L dengan sesuai letak lesi.
CT-Scan/MRI jika dengan foto konvensional masih meragukan.
c. Pemeriksaan lain
EKG bila terdapat aritmia jantung
9Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
7. Pemberian kortikosteroid :
Bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma berikan : methylprednisolon
30 mg/kgBB i.v bolus selama 15 menit, ditunggu selama 45 menit (tidak
diberikan methylprednisolon dalam kurun waktu ini), selanjutnya diberikan
infus teus-menerus methylprednisolon selama 23 jam dengan dosis 5,4
mg/KgBB/jam.
Bila 3-8 jam, sama seperti yang diatas hanya infus methylprednisolon
dilanjutkan untuk 47 jam.
Bila > 8 jam tidak dianjurkan pemberian methylprednisolon.
III. Manajemen Di Ruang Rawat
1. Perawatan umum
Lanjutkan A,B,C sesuai keperluan
Usahakan suhu badan tetap normal
Jika ada gangguan miksi pasang kateter
2. Pemeriksaan neurofisiologi klinik
3. Medikamentosa
Lanjutkan pemberian methylprednisolon
Anti spastisitas otot sesuai keadaan klinis
Analgetik
Mencegah dekubitus
Mencegah trombosis vena dalam dengan stoking kaki khusus atau fisioterapi.
Mencegah proses sekunder dengan pemberian vitamin C, dan vitamin E.
Stimulasi sel saraf dengan pemberian GM1-ganglioside dimulai kurun waktu
72 jam sejak onset sampai dengan 18-32 hari.
Terapi obat lain sesuai indikasi seperti antibiotik bila ada infeksi.
10Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
Memperbaiki sel saraf yang rusak dengan stem sel.
4. Operasi
1. Waktu operasi
Tindakan operatif awal (< 24 jam) lebih bermakna menurunkan perburukan
neurologis, dan komplikasi.
2. Indikasi operatif
Ada fraktur, pecahan tulang menekan medula spinalis
Gambaran neurologis progresif memburuk
Fraktur, dislokasi yang labil
Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medula spinalis
Konsultasi ke bagian bedah saraf berdasarkan indikasi.
IV. Neurorehabilitasi
Tujuan :
1. Memberikan penerangan dan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai
medula spinalis.
2. Memaksimalkan kemampuan mobilisasi dan self care atau latih langsung.
3. Mencegah komorbiditi (kontraktur, dekubitus, infeksi paru dll)
Tindakan :
1. Fisioterapi
2. Terapi okupasi
3. Latihan miksi dan defekasi rutin
4. Terapi psikologis. 1,2,3,4,7
11Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
BAB 4
KESIMPULAN
12Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
Trauma medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi
di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian.
Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, luka tembak,
luka bacok, kecelakaan pada olahraga kontak fisik dan menyelam, kecelakaan industri,
ledakan bom dan sebagainya.
Gejala-gejala trauma medula spinalis bergantung pada komplit atau tidak komplitnya
lesi dan juga dari tingginya lesi tersebut.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat trauma, berdasarkan gejala dan
tanda klinis (ASIA scale), dan gambaran klinis tergantung letak dan luas lesi.
Penatalaksanaan dibagi atas manajemen pre-hospital, manajemen di unit gawat
darurat, manajemen di ruang rawat dan neurorehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
13Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)
1. Kondra, W. Trauma Medula Spinalis. Dalam : Penuntunan Neurologi. Jakarta : FKUI,
2010 ; 89-93.
2. Price, S.A, Wilson, L.M. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2,
Edisi 6. Jakarta : EGC, 2005 ; 1177-1181.
3. Hadinoto, S. Trauma Medula Spinalis. Dalam : . 319-327.
4. Perdossi. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta :
Perdossi, 2006 ; 19-28.
5. Sidharta., Dewanto. Anatomi Susunan Saraf Pusat Manusia. Jakarta : Pustaka
Universitas, 2004 : 67-69.
6. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC, 2007 ; 173-174.
7. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta : Gramedia, 2010 ; 395-396.
14Cut Meutia Sari (0808260025)Devi Harianty A.S (0808260011)