PAPILLARY CARCINOMA THYROID
Definisi
Karsinoma tiroid jarang terjadi, dilaporkan hanya 1,5% dari keganasan seluruh tubuh.
Biasanya menunjukkan keganasan sistem endokrin. Kebanyakan karsinoma tiroid merupakan
lesi well differentiated. Subtipe mayor karsinoma tiroid yang sering ditemukan yaitu :
• Karsinoma papiler (75%-85% kasus)
• Karsinoma folikular (10%-29% kasus)
• Karsinoma meduler (5% kasus)
• Karsinoma anaplastik (<5% kasus)
Epidemiologi
Karsinoma tiroid diperkirakan sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh dinegara-
negara berkembang. Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan
tersering di Indonesia. Angka insidensi bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per
100.000 populasi. American Cancer Society memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru
muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan
kematian. Di Amerika Serikat, karsinoma ini relatif jarang ditemukan, mencakup 1% dari
seluruh jenis kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita
dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa muda dan
usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak
Etiologi
Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa penelitian,
dijumpai beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma tiroid yaitu genetik dan
lingkungan.Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik dan
hormonal serta interaksi diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan pada karsinoma folikular
radiasi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma ini. Faktor yang berperan pada
karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat ini belum diketahui karsinogen yang
menjadi penyebab berkembangnya karsinoma meduler dan anaplastik. Diperkirakan
karsinoma anaplastik tiroid berasal dari perubahan karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
(papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.
Patofisiologi
Carcinoma thyroid papiler berkaitan erat dengan aktivasi TRK dan retproto-onkogen,
keduanya melalui mekanisme amplifying dan rearranging. Kodeproto-onkogen TRK untuk
reseptor tirosin kinase; ret menunjukkan inversikromosom parasentrik 10 dan 11 dalam 30-
35% kasus. Namun, proto-onkogenmet diekspresikan berlebih dan/atau diperkuat dalam 3
dari 4 pasien
(Santacore,2011).
Selain itu, bukti menunjukkan bahwa beberapa molekul yang fisiologis mengatur
pertumbuhan thyrocytes, seperti interleukin-1 dan interleukin-8, atau sitokin lainnya (yaitu,
insulin-like growth factor-1, transforming growth factor-beta, epidermal growth factor) dapat
berperan dalam patogenesis carcinoma ini
(Santacore, 2011).
Gambaran klinis
Karsinoma papiler dalam bentuk soliter atau lesi mutifokal pada tiroid.Pada beberapa
kasus dibatasi dengan baik dan bahkan berkapsul; pada contoh lain, menginfiltrasi parenkim
yang berdekatan dengan batas yang baik. Lesi ini mengandung area fibrosis dan kalsifikasi
dan sering berbentuk kistik.Pada potongan permukaan tampak granular dan kadang-kadang
mengandung papillari foci yang nyata dan dapat dilihat.Diagnosis pasti pada karsinoma
papillari dapat dibuat hanya setelah pemeriksaan mikroskopik yang sekarang ini digunakan,
diagnosis karsinoma papillari berdasarkan gambaran nuklear bahkan dalam ketidakhadiran
arsitektur papiller.nukleus pada sel karsinoma papillari mengandung kromatin yang tersebar
sangat sempurna, yang mana memberi tampilan optical atau kaca yang jernih, memberi tanda
nukleus “ground glass” atau “orphan annie’s eye.Invaginasi pada sitoplasma memberi
tampilan inklusi intranuklear (sebab itu disebut pseudo-inclusion) pada potongan
melintang.Arsitektur papiler ada dalam berbagai kasus, walaupun beberapa tumor terdiri dari
predominan atau secara eksklusif pada folikel; follikular ini bervariasi masih menunjukkan
biologikanya sebagai karsinoma papiler jika memiliki nukleus seperti yang
digambarkan.ketika ada papillae pada karsinoma papillae berbeda dari yang dilihat dalam
area hiperplastik, papillae neoplastik memiliki inti fibrovaskular yang tebal.Secara konsentrik
struktur yang dikalsifikasi disebut Psammoma bodies, sering ada di dalam papillae.(Robbin’s
kumar, 2007)
Manifestasi klinis
Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena pembesaran tiroid atau
dijumpainya nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak diketahui, kebanyakan
penderita adalah perempuan. Usia tidaklah begitu penting oleh karena lesi-lesi malignan
dapat ditemukan pada usia yang sangat muda hingga yang sangat tua. Meskipun demikian,
hal yang penting diketahui adalah telah berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah
pertumbuhannya lambat, cepat atau timbul secara tiba-tiba. Informasi ini merupakan
diagnostik yang signifikan karena nodul atau massa multipel yang tumbuh perlahan sedikit
sekali yang menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter yang
berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga sebagai
hemorrhage.Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri diagnosis
banding yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan acute hemorrhage,
tiroiditis subakut atau De Quervain, infark tumor sel Hűrtle (jarang) dan tiroiditis Hashimoto.
Diagnosa (pemeriksaan)
Anamnesa
Ca thyroid biasanya tidak menampakkan gejala kinis. Pada penelitian dengan 835 pasien
yang dioperasi dengan nodular goiter, 31% juga memiliki Ca thyroid (tumor dengan diameter
kurang dari 10 mm, yang secara klinis tidak diketahui pada 46% pasien tersebut)
(Reiners, 2005).
Anamnesa memegang peranan penting dalam membedakan Ca thyroid dengan
penyebab lain nodul, terkait faktor resiko yang diketahui. Diantaranyausia kurang dari 20
tahun, atau lebih dari 70 tahun, riwayat radiasi eksternal pada leher selama masa anak-anak
dan remaja, riwayat keluarga dengan Cathyroid. Adanya suara serak, disfagia, nyeri leher,
pembesaran nodul yang cepat,tanda adanya kompresi seperti stridor dan dispnea, atau
pembesaran kelenjar limfe merupakan tanda adanya potensi invasi carcinoma pada struktur di
sekitarnya (Mitchell & Leight, 2006).
Riwayat yang mengurangi peluang carcinoma thyroid diantaranya: riwayat keluarga dengan
thyroiditis hashimoto atau penyakit thyroid autoimun, riwayat keluarga dengan nodul thyroid
jinak atau goiter, gejala hipothyroidism atau hiperthyroidism (Mitchell & Leight, 2006).
Tanda dan gejala klinis carcinoma thyroid telah dievaluasi oleh German
Patient Care Evaluation Study of Thyroid Cancer (PCES) dan dibandingkandengan PCES di
USA. Antara lain adanya riwayat paparan radioiodine, adanya pembesaran thyroid, serta
adanya nodul yang terpalpasi. Pada penelitian lain didapatkan 40% pasien carcinoma thyroid
dengan gejala awal ditemukannya nodul soliter intrathyroidal (Reiners, 2005).
Selain gejala di atas, disfagia, nyeri leher, suara serak, dan stridor ditemukan pada
pasien dengan carcinoma thyroid. Namun, gejala klinis seperti suara serak akibat paresis
nervus laringeus (0,6%) ataupun metastase jauh (0,8%) jarang ditemukan sebagai tanda awal
carcinoma thyroid. Pembesaran kelenjar limfe cervical merupakan gejala awal yang lebih
sering ditemukan pada pria (21%) dibanding pada wanita (10%). Pada pasien kurang dari 40
tahun, pembesaran kelenjar limfe ditemukan tiga kali lebih sering dibandingkan pada
pasien usia lebih dari 50 tahun (Reiners, 2005).
Pemeriksaan Fisik
1 Inspeksi Anterior
Inspeksi dilakukan dengan teknik berikut (Santacroce et al, 2011):
· Pasien duduk atau berdiri dengan posisi yang nyaman, dengan leher sedikit ektensi.
Pemeriksa melakukan inspeksi dari bagian depan.
· Pengaturan arah cahaya untuk membantu mendeteksi massa.
· Untuk meningkatkan visualisasi massa dapat dilakukan :
o Mengekstensi leher pasien
o Meminta pasien menelan segelas air, dan pemeriksa
memperhatikan pergerakan thyroid
2 Palpasi
Palpasi dilakukan dengan teknik sebagai berikut (Santacroce et al, 2011):
· Pasien dapat berdiri atau duduk
· Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan mencari lokasi dari kelenjar thyroid dengan teknik
palpasi
· Melakukan pemeriksaan massa yang teraba
· Meminta pasien menelan ludah atau air untuk merasakan pergerakan dari kelenjar thyroid
Palpasi dilakukan pada leher penderita untuk mengevaluasi ukuran dan konsistensi dari
thyroid dan mencari apakah terdapat nodul thyroid. Biasanya nodul soliter memiliki
konsistensi yang keras, rata-rata ukurannya kurang dari 5 cm, terfiksasi dengan jaringan
sekitar, dan ikut bergerak jika pasien menelan (Santacroce et al, 2011).
Tanda-tanda dari keganasan thyroid adalah teraba massa kenyal dan tidak nyeri pada
daerah thyroid. Massa yang terfiksasi pada otot atau trakea menunjukan kecenderugan adanya
keganasan. Nyeri dan pembengkakan yang tiba-tiba mengarah pada perdarahan pada nodul
ataupun keganasan yang invasif. Suara serak dapat muncul sebagai akibat dari penekanan
atau infiltrasi pada saraf laring dan biasanya dihubungan dengan keganasan. Beberapa pasien
juga mengalami tanda-tanda pendesakan trakea ataupun esofagus, seperti sesak napas atau
sulit menelan (Santacroce et al, 2011).
Selain nodul, terkadang dapat ditemukan pembesaran thyroid yang difus, kenyal,
ireguler seperti pada thyroiditis kronis, lobus piramidal yang teraba, serta tes antibodi yang
positif yang merupakan tanda dari thyroiditis, namun tidak menyingkirkan kemungkinan
keganasan. Hal ini disebabkan sekitar 14-20 % dari keganasan thyroid disertai adanya
thyroiditis difus maupun fokal (Anonim, 2007).
Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan Histopatologi
Berdasarkan rekomendasi terbaru dari American Papanicolaou Society for Cytopathology,
klasifikasi massa pada thyroid dibagi menjadi benigna (lesi non-neoplastik), suspicious (lesi
folikular selularitas tinggi atau onkositik) dan malignansi (Reiners, 2005).
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dengan panduan ultrasonografi
direkomendasikan untuk menegakkan diagnosa pada nodul thyroid soliter dan solid dengan
echogenisitas rendah yang menunjukkan penurunan uptake (Reiners, 2005).
Pada gambaran histologi Ca thyroid papiler dapatkan bentukan khas yaitu sel thyroid
yang bermacam-macam terorganisasi dalam lapisan monolayer dan membentuk kelompok
papiler yang disebut badan psamomma, pembesaran nukleus dengan gambaran “ground-
glass” yang mengandung kromatin dan nukleolus yang besar dan irregular, serta didapatkan
nuclear grooves dan cytoplasmic inclusions (Reiners, 2005).
2 Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien dengan nodul thyroid yang dicurigai merupakan keganasan, foto polos leher
berguna untuk mengukur deviasi trakea atau melihat restriksi pada lumen. Untuk melihat
keterkaitan dengan organ sekitar (mediastinum) dan staging, lebih disarankan penggunaan
CT atau MRI. Pada kasus ca thyroid dengan keterkaitan sternum, MRI direkomendasikan
untuk dilakukan sebelum operasi. Namun, CT dan MRI tidak dapat digunakan untuk
membedakan apakah lesi thyroid tersebut ganas ataupun jinak. Penggunaan kontras
mengandungiodine pada CT dikontraindikasikan pada dugaan keganasan thyroid
(Reiners, 2005).
3 Pemeriksaan Tumor Marker
Pengunaan tumor marker spesifik thyroid, yaitu thyroglobulin, biasanya tidak terlalu
informatif pada kasus preoperatif dugaan keganasan thyroid karena level thyroglobulin yang
relatif tinggi, hingga 500 ng/ml, dapat ditemukan pada cold nodule jinak (misalnya follicular
adenoma atau oncocytic adenoma). Didapatkan peningkatan serum thyroglobulin >500 ng/ml
pada 72% pasien dengan ca thyroid folikular dan 56% pada pasien dengan ca thyroid
onkositik. Pada pasien dengan metastase dari carcinoma primer yang belum diketahui, kadar
thyroglobulin yang tinggi mengindikasikan keganasan thyroid walaupun tidak didapatkan
gambaran abnormalitas yang besar pada pencitraan thyroid. Potensi thyroglobulin sebagai
tumor marker paling efektif jika digunakan setelah operasi pengambilan thyroid dan terapi
radioiodine (Reiners, 2005).
Pengukuran serum calcitonin rutin disarankan untuk screening carcinoma thyroid
medular pada pasien dengan nodul thyroid. Pada pasien dengan penemuan yang
mencurigakan (misalnya nodul dengan kalsifikasi, pembesaran kelenjar limfe), pengukuran
serum calsitonin dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang bersama dengan FNAB
(Reiners, 2005).
Pemeriksaan Radiologi Pada Ca Thyroid
Foto Polos Regio Colli
USG (Ultrasonography) Thyroid
Gray Scale
Saat ini USG sering digunakan dalam pemeriksaan thyroid. Selain murah, USG juga mudah
digunakanan dan tidak memiliki efek radiasi. USG dapat menentukan volume thyroid, ukuran
nodul, struktur (difus, uni, atau multinodular), echogenitas (iso-, hiper-, hipo-echogenik) dan
juga dapat mengevaluasi struktur leher di sekitar thyroid. USG yang disarankan adalah USG
dengan frekuensi tranduser tinggi (7,5-10 MHz) karena dapat mendeteksi lesi thyroid yang
sangat kecil (2-3 mm). Tanda keganasan thyroid yang sering ditemukan (90% kasus) adalah
dengan lesi hipoechoic yang solid. Jarang sekali ditemukan keganasan thyroid dengan lesi
isoechoic atau hiperechoic (Biersack and Grunwald; 2005)..
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apakah adanya halo sign (pada
tepi nodul), degenerasi kistik, atau kalsifikasi dapat digunakan untuk membedakan antara
nodul thyroid yang jinak dan yang ganas. Hasilnya, indikator yang dapat digunakan untuk
membedakan nodul thyroid jinak atau ganas adalah adanya invasi pada struktur sekitar
thyroid dan adanya metastase pada pembuluh limfe cervical (gambar 1). Ke depannya,
penggunaan USG 3- dimensi diharapkan lebih membantu dalam penegakan nodul thyroid
secara akurat (Biersack and Grunwald; 2005).
Gambaran USG pada Ca Thyroid Papilare:
Tampak gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid
(Biersack and Grunwald; 2005)
Color Doppler
Lebih dari 10 tahun ini sudah digunakan colour Doppler dalam membantu penegakan
diagnosis nodul thyroid. Walaupun demikian belum ada penelitian lebih lanjut apakah ada
tanda spesifik pada keganasan thyroid. Pada penelitian yang dilakukan Rago et al,
vaskularisasi intra nodular meningkat 67% pada kasus keganasan dan meningkat 50% pada
kasus tumor thyroid yang jinak. Tetapi Hegedues dan Kastrup berpendapat bahwa setidaknya
60-70% cold nodul thyroid dapat diklasifikasikan sebagai nodul koloid jinak berdasarkan
sonografi konvensional dan FNAB dengan bantuan USG (Biersack and Grunwald; 2005).
CT (Computed Tomography) Scan Thyroid
CT dan MRI dalam pengelolaan carcinoma thyroid dapat digunakan dalam dua penilaian pra
operasi dan perkembangan penyakit yang diobati. Pada pasien ini fungsi pencitraan bukan
untuk menegakkan diagnosis tetapi untuk penentuan staging tumor, khususnya untuk
memberitahu ahli bedah tentang perluasan ke daerah kritis dan struktur sekitarnya, terutama
yang berdekatan otot, arteri karotis, trakea, laring, faring, kerongkongan, dan mediastinum.
Tumor kecil yang terlihat pada USG (kurang dari diameter 10 mm) dapat terabaikan pada CT
dan MRI, oleh karena itu USG lebih disukai pada kasus tumor multifokal.
Gambaran CT scan Aksial Carcinoma Thyroid Tanpa Kontras:
Potongan aksial pada leher menunjukkan massa besar pada lobus kiri tiroid yang meluas
hingga isthmus (panah oranye), perluasan massa pada manubrium (panah kuning), metastase
paru multipel (panah merah) (Lee, 2009)
Gambaran keganasan thyroid sering kali bervariasi tapi umumnya menunjukkan
sinyal intermediet pada T1 atau sinyal tinggi pada T2. Pemeriksaan imaging sendiri tidak bisa
menentukan jenis keganasan thyroid, namun imaging dapat membantu membuat diagnosa
banding pada beberapa tumor yang memberi gambaran spesifik.
Gambaran Beberapa Jenis Tumor Thyroid pada CT scan
(Biersack and Grunwald, 2005)
Carcinoma papiler biasanya relatif kecil, berbatas tegas, dan terlokalisir. Sebagian
kecil walaupun terlokalisir namun invasif dan dapat menyerang seluruh lobus dari thyroid
atau keluar dari thyroid ke dalam struktur yang berdekatan, termasuk laring dan trakea dan,
lebih sering, esofagus. Wilayah nekrosis kistik sering muncul dalam tumor. Pungtat atau area
klasifikasi berkabut (psammoma bodies) dan deposit multifokal sering tidak terlihat pada CT.
Metastase pada kelenjar limfe sering terjadi (50% kasus) dan bilateral. Gambaran kelenjar
limfe sering kali bervariasi, dapat muncul gambaran kalsifikasi, bentukan solid,
hipervaskular, ataupun berbentuk kistik.
Gambaran Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras:
Tampak gambaran carcinoma thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan substansi kistik di
bagian sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi (gambar anak panah) (Biersack and-
Grunwald, 2005)
Carcinoma folikuler umumnya bersifat agresif dan invasif secara lokal.jarang kistik,
dan jarang bermetastasis ke kelenjar limfe (sekitar 10%). Carcinoma anaplastik sering
mengadakan invasi lokal ke berbagai struktur termasuk ke pembuluh darah leher, trakea, dan
laring. Ca thyroid anaplastik ini sering menunjukkan substansi kistik nekrosis dan
perdarahan. Kalsifikasi amorf sering muncul dan lebih dari seperempat kasus disertai
metastase kelenjar limfe mediastinum. Carcinoma medullare biasanya padat, kasar, serta
menunjukkan kalsifikasi dan invasi lokal. Lebih dari 50% kasus berhubungan dengan
kelenjar limfe leher dan kelenjar limfe mediastinum. Sekitar sepertiga dari tumor ini mungkin
terkait dengan beberapa neoplasma endokrin, sehingga seringkali bilateral. Limfoma thyroid
hampir selalu primer dan sering dikaitkan dengan penyakit Hashimoto. Limfoma thyroid
biasanya muncul sebagai massa soliter, kadang-kadang sebagai nodul ganda, dan jarang
nekrosis.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Hingga saat ini, hanya terdapat sedikit literatur tentang MRI (magnetic resonance imaging)
thyroid. Semula diharapkan teknik ini dapat membedakan berbagai macam kelainan patologis
dari jaringan thyroid, tetapi sampai saat ini harapan tersebut tidak terpenuhi. Akibatnya,
penggunaan MRI untuk memeriksa thyroid berkembang jauh lebih lambat dibandingkan area
tubuh lainnya. Secara umum, peran dari pencitraan cross-sectional area ini telah
dikurangi pada tahun-tahun belakangan, karena fungsi kedokteran nuklir lebih berguna bagi
organ endokrin. Secara morfologi, organ berukuran kecil dan terletak superficial secara
anatomi lebih cocok untuk sonografi frekuensi tinggi, sehingga biasanya tidak dibutuhkan
penggunaan CT(computed tomography) atau MRI. Hal ini juga berkaitan dengan efisiensi
dari segi biaya (Biersack and Grunwald; 2005).
Sampai akhir 1980-an, tiga pengecualian telah diterima: pemeriksaan morfologi dari
perluasan dan hubungan anatomi dengan goiter intratorakal, carcinoma, dan carcinoma
rekuren. Tetapi, sampai akhir-akhir ini penggunaan klinis dari MRI untuk dua alasan awal
diatas jarang direkomendaskan, walaupun terkadang digunakan untuk mengetahui invasi ke
jaringan sekitar oleh carcinoma thyroid, tetapi untuk penentuan staging awal penelitian akhir-
akhir ini mengatakan bahwa ultrasonografi lebih superior dibandingkan dengan MRI.
Tetapi untuk follow-up MRI tetap merupakan alat yang berguna (Biersack and Grunwald;
2005).
Thyroid normal dapat dibedakan dari otot sternothyroid dan sternocleidomastoideus
oleh intensitas sinyalnya yang lebih hebat pada gambaran T2-weighted. Pada gambaran T1-
weighted, kelenjar adalah isointens sampai sedikit hiperintens dibandingkan otot sekitar. Pada
STIR gambarannya adalah isointens. Kelenjar parathyroid normal terletak dibelakangnya,
tetapi tidak dapat dibedakan dari thyroid (Biersack and Grunwald; 2005)
Dibandingkan dengan jaringan thyroid normal, hampir semua
abnormalitas thyroid memiliki kecenderungan memanjang waktu relaksasinya pada
T1 dan T2 dengan variabilitas antar invividu yang luas. Hal ini dikarenakan komposisi
campuran dari koloid, fibrosis, nekrosis dan perdarahan. Lesi hiperintens pada gambar T1-
weighted biasanya merupakan hasil dari perdarahan atau kista koloid; pada gambar T2-
weighted, hamper semua perubahan patologikal mendemonstrasikan peningkatan intensitas
yang homogeny atau heterogen. Sayangnya, terdapat kemiripan yang bermakna dan saling
tumpang tindih antara gambaran MR pada berbagai keadaan patologis dari thyroid, termasuk
carcinoma. Klinisi tidak mampu membedakan lesi jinak dari ganas dengan menggunakan
waktu relaksasi T1 dan T2, nilai difusi atau berbagai usaha akhir-akhir ini dengan
menggunakan pemeriksaan konras dinamik. Terdapat laporan pendahuluan yang menjanjikan
penggunaan MR spektroskopi untuk tujuan ini, tetapi sayangnya kemampuan dari MR
spektroskopi untuk memprediksi lesi jinak folikuler belum dikonfirmasi dengan follow-up
jangka panjang. Tetapi bagaimanapun skar dapat dibedakan degan jelas dari carcinoma
thyroid rekuren pada gambar T2-weighted karena jaringan fibrous adalah hipointens terhadap
otot (Biersack and Grunwald; 2005).
Gambar lesi hiperintens muncul jauh lebih menonjol pada gambaran
STIR. Biasanya protocol pemeriksaan thyroid pada literature MRI saat ini termasuk T1 dan
T2-weighted standar dengan atau tanpa pemeriksaan kontras intravena. Hanya terdapat satu
penelitian terakhir yang mana peulis melaporkan penggunaan sequence STIR. Biersack and
Grunwald (2005) sendiri menyebutkan penggunaan sequence penekan lemak (biasanya
STIR) yang menunjukkan semua perubahan patologis yang berhubungan pada pandangan
pertama dan memungkinkan mendeteksi bahkan penemuan yang sangat kecil
(Biersack and Grunwald; 2005).
Gambaran MRI pada Carcinoma Thyroid:
Tampak gambaran fokus hiperintens di antara lobus thyroid (SpringerImages, 2009)
Peran MRI sendiri sejauh ini pada carcinoma primer adalah memeriksa morfologi dari
luas jaringan masa juga keterlibatan jaringan sekitar seperti pembuluh dan otot. Invasi tumor
ke jaringan sekitar dapatdisingkirkan dengan mendemonstrasikan garis lemak yang
berkesinambungan dan intermediate, yang paling baik terlihat pada gambaran T1-weighted.
Tetapi bagaimanapun, garis lemak ini tidak selalu ada dan mungkin akan sulit untuk
membedakan invasi tumor pada jaringan sekitar. Invasi tumor pada otot paling baik
ditunjukkan sebagai hiperintens pada STIR dan Gd-DTPA (gadolinium diethylene triamine
pentaacetic acid)-enhanced t1-weighted sequence, dimana gambaran otot normal yang
berbatasan dengan tumor mungkin menyingkirkan invasi otot (Biersack and Grunwald;
2005).
Kemudian setelah thyroidektomi, terapi radioiodine (radioiodine therapy; RIT)
biasanya dilakukan sampai tidak lagi terdapat pengambilan patologis yang terlihat. Jika
setelah siklus RIT multiple dilakukan masih terdapat ambilan pada daerah thyroid, maka
menjadi penting untuk mengetahui berapa banyak masa jaringan thyroid persisten dan apakah
eksplorasi bedah kedua diperlukan. Sisa thyroid ini terkadang susah didemonstrasikan dengan
penggunaan sonografi, terutama pada pasien dengan obesitas atau jika terdapat pada
mediastinum atas. Berdasarkan Biersack and Grunwald (2005) sisa ini sering teramati pada
MRI setelah satu sampai dua kali siklus RIT dan kemudian muncul sebagai jaringan
hiperintens pada STIR atau gambar T2 TSE-weighted meskipun sampai saat ini kebanyakan
literatur menyebutkan kebanyakan sisa thyroid ini tidak tampak. Kemudian, setelah RIT yang
berhasil sisa thyroid akan menjadi fibrous yang memiliki waktu ralksasi T2 yang singkat dan
konsekuensinya adalah intensitas yang rendah pada gambaran T2. Hal ini menyebabkan skar
dapat dibedakan dari sisa yang masih vital, terutama pada STIR sequence. Sebagai tambahan,
kjaringan skar (fibrosis stabil) idak menyangat setelah Gd-DTPA (Biersack and Grunwald;
2005).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat persetjuan penggunaan
MRI untuk mendeteksi carcinoma thyroid rekuren dan terkadang lebih baik dibandingkan
pemeriksaan follow-up lainnya seperti skintigrafi dengan 131I atau 201Tl, atau sonografi,
terutama bila serum tiroglobulin adalah negative. Diagnosis banding paling penting dari
carcinoma rekuren adalah skar; seperti yang disebutkan diatas adalah hipointens pada T2-
weighted atau gambaran STIR, sedangkan carcinoma thyroid rekuren akan menghasilkan
intensitas yang tinggi dan menyangat setelah Gd-DTPA. Kesulitan dengan diagnosis banding
ini adalah ketika carcinoma muncul kembali awal, yaitu pada jangka waktu selama jaringan
sisa menjadi seperti skar. Hal ini dikarenakan keduanya sama-sama hiperintens pada T2-
weighted atau gambaranSTIR dan menyangat setelah pemberian Gd-DTPA. Permasalahan ini
dapat diatasi dengan membandingkan dengan hasil MRI sebelumnya, yaitu lesi bari pada
region jaringan thyroid yang muncul sebagai tambahan terhadap sisa thyroid yang sudah
diketahui, dan yang tidak tampak sebagai nodus limfe tipikal yang tidak mencurigakan adalah
sangat mungkin merupakan carcinoma rekuren (Biersack and Grunwald; 2005).
Untuk metastase jauh dari carcinoma thyroid dapat muncul di hamper semua region
tubuh, terutama pada paru-paru dan tulang, dan dapat didemonstrasikan dengan pemeriksaan
MRI yang cukup (Biersack and Grunwald; 2005).
Scintigrafi
Pencitraan radionuklida digunakan untuk mendemonstrasikan fungsi dari jaringan yang
secara anatomi normal maupun abnormal pada leher dan untuk
jaringan thyroid abnormal di tempat lain (Sutton, et al; 2003).
Anion tertentu memiliki selektivitas sehingga akan ditanggkap oleh thyroid (dan juga
oleh kelenjar air liur, mukosa gaster dan kolon, dan pleksus koroid dari otak). Setelah
penangkapan, hanya iodida yang akan mengalami organifikasi, anion lainnya akan dilepaskan
oleh kelenjar tanpa mengalami metabolisme lebih lanjut, dan pelepasan ini dapat diperkuat
dengan pemberian kalium perklorate. Iodine memiliki 2,5 isotop, hanya satu yang stabil
(I127), isotop lainnya bersifat radioaktif (Sutton, et al; 2003).
I131 dipilih untuk tujuan terapi karena emisi beta dan waktu paruhnya adalah 8 hari.
Untuk pencitraan, I123 memiliki sifat yang paling menguntungkan, termasuk waktu paruh
berkisar 13 jam, tidak adanya emisi beta dan emisi dasar gamma pada 159 KeV (Sutton, et al;
2003). Sehingga skintigrafi radioiodine dapat digunakan sebagai metode yang sangat spesifik
untuk memvisualisasi jaringan tumor. Tetapi pada banyak kasus, terutama pada carcinoma
yang berdiferensiasi jelek dan pada carcinoma sel Hurthle, pengambilan radioiodine
menurun atau tidak sama sekali, akibat beberapa mekanisme, sebagian akibat perubahan
DNA, pengkodean Na+/I- symporter untuk dipertimbangkan. Maka, sensitivitas dari
skintigrafi radioiodine menurun dari sekitar 70% sampai kurang dari 50% selama perjalanan
klinis. Meskipun pilihan terapi sering terbatas sampai pada batasan tertentu pada pasien
dengan metastase dengan radioiodine negatif, penentuan staging yang tepat adalah penting
untuk perencanaan langkah diagnostik dan terapeutik selanjutnya. Tetapi, pada kasus dengan
jaringan tumor dengan radioiodine positif, teknik fungsional lainnya berguna secara klinis
untuk membuktikan atau menyingkirkan lokasi tumor yang radioiodine negatif, yang tidak
dapat dipengaruhi lebih lanjut oleh terapi radioiodine. Pada beberapa kasus, bila rekurensi
atau metastase dicurigai selama follow-up, meskipun tidak terdapat peningkatan tiroglobulin
yang teramati, karena mungkin terdapat tiroglobulin patologis atau keberadaan dari sel yang
berdiferensiasi sangat jelek yang telah kehilangan kemampuan untuk mensintesa tiroglobulin.
Maka, dibutuhkan teknik pencitraan fungsional yang tumor spesifik untuk evaluasi pada
pasien-pasien ini (Biersack and Grunwald; 2005).
Salah satu anion yang mengalami perlakuan seperti diatas adalah pertechnetate
(TcO4). Jadi, 99mTc dalam bentuk natrium pertechnetate cocok untuk pencitraan thyroid,
sebagai pengganti iodine. Saat ini, Tc-99mpertechnetate digunakan secara rutin (Biersack and
Grunwald; 2005 dan Sutton, et al; 2003)
untuk skintigrafi thyroid karena 99mTc telah tersedia dan tidak mahal, dan dosis
radiasi yang ditimbulkan relatif rendah. Walaupun demikian, Pertechnetate kurang cocok
untuk memerkirakan fungsi thyroid dibandingkan dengan pencitraan iodide, karena
pengukuran pengambilannya tidak dapat diandalkan untuk memisahkan kelenjar yang normal
dan hipofungsi, meskipun kelenjar dengan hiperfungsi dapat dikenali. Maka untuk indikasi
spesifik (contohnya, rekurensi atau metastase dari carcinoma thyroid dengan diferensiasi baik
setelah pembedahan) 131I-NaI merupakan pilihan radiofarmaseutikal (Biersack and
Grunwald; 2005).
Sedangkan I123 dipilih untuk pencitraan dari jaringan thyroid retrosternal atau
ektopik pada neonatus atau hipothyroidisme anak, dan pada follow-up dari pasien yang telah
menjalani operasi untuk keganasan thyroid (Sutton, et al; 2003).
Gambaran Thyroid Scan dengan I-123 pada Carcinoma Thyroid:
Tampak uptake pada thyroid dan massa di inferior sternal notch. Poorly
differentiated thyroid carcinoma terletak di lobus kiri bawah dan isthmus
(Lee, 2009)
Selain tracer yang disebutkan diatas juga terdapat Tl201 (thalium klorida), yang saat
ini penggunaan klinisnya telah berkurang karena adanya energi gamma rendah yang
dikeluarkan dan meningkatnya kepentingan dari 99mTc seperti yang disebutkan diatas yang
dilabel dengan hexakis 2- methoxyisobutylisonitrile (MIBI) dan 1,2-bis [bis(2-
ethoxyethyl)phosphino] ethane (tetrofosmin), juga dengan peningkatan ketersediaan dari
18F-fluorodeoxyglucose (FDG) positron emission tomography (PET) (Biersack and
Grunwald; 2005).
Bahkan pada diagnosis primer dari carcinoma thyroid, Tl201, 99mTc -MIBI, dan 18F
-FDG telah diajukan sebagai agen pencitraan untuk menentukan keganasan dari nodul thyroid
yang dicurigai. Tetapi dengan Kresnick et al (1997) menyimpulkan bahwa akumulasi dan
retensi MIBI tidak spesifik untuk keganasan thyroid, maka pernyataan ini dapat
dikembangkan dalam usaha untuk menentukan keganasan nodul thyroid sebelum operasi
dengan Tl201 atau PET dengan 18F –FDG (Biersack and Grunwald; 2005).
Untuk gambaran keganasan tanda tipikal pada skintigrafi adalah cold nodul (Biersack
and Grunwald; 2005).
carcinoma thyroid dapat muncul sebagaicold nodul soliter dalam kelenjar yang secara
umum normal, atau sebagai cold nodul dominan pada goter multinodular, sebagai penurunan
atau hilangnya fungsi dari seluruh lobus, atau sebagai penurunan fungsi secara difus yang
mengenai seluruh kelenjar (Sutton, et al; 2003).
Borner et al yang mempublikasikan penelitian mendetail pada awal 1965 tentang
pemeriksaan skintigrafi pada 2.237 thyroid penderita. Ditunjukkan bahwa frekuensi dari cold
nodul meningkat dari 21% pasien dengan usia 15-16 tahun sampai 44% pada pasien yang
berumur diatas 65 tahun. Pada pasien yang lebih muda dari 35 tahun, keganasan jarang
didapatkan pada kasus hipofungsi. Kontrasnya, carcinoma thyroid secara histology
diverifikasi pada 11% dari cold nodul pasien berusia 45-65 tahun dan 25% pada pasien
dengan usia diatas 65 tahun (Biersack and Grunwald; 2005).
Gambaran Cold Nodule pada Scintigrafi Menggunakan 99m
Technetium
(Heron, 2009)
Carcinoma terutama harus dicurigai ketika cold nodul thyroid muncul secara soliter
(dikatakan memiliki inisidensi lebih tinggi untuk keganasan dibandingkan dengan nodul
multipel), bertumbuh secara cepat, keras pada palpasi, melibatkan laring, yang menimbulkan
suara serak dan berhubungan dengan pembesaran kelenjar limfe daerah leher. Juga perlu
diperhatikan bahwa keganasan muncul lebih sering pada pasien laki-laki, pada pasien dengan
usia dibawah 20 atau lebih dari 60 tahun, atau pada mereka dengan riwayat keluarga
dengan carcinoma thyroid, dan pada pasien yang sebelumnya menjalani prosedur iradiasi
pada kepala dan leher (Sutton, et al; 2003). Pada keganasan thyroid tipe medular (Medullary
thyroid cancer; MTC), tumor yang jarang ini, yang menyumbang sampai 10% dari seluruh
keganasan thyroid, timbul dari sel C thyroid. Pada kebanyakan kasus mereka mensekresikan
kalsitonin tetapi terkadang memproduksi ACTH, somatostatin, substansi P atau antigen
karsinoembrionik. Pada sekitar 20% kasus MTC merupakan bagian dari familial multiple
endocrine neoplasiea (MEN2) syndrome, bersama dengan peokromositoma dan
hiperparathyroidisme. Skintigrafi dengan iodide atau pertechnetate menunjukkan satu atau
lebih nodul yang tidak berfungsi, mirip dengan penampilan dari adenocarcinoma. Walaupun
demikian, skintigrafi reseptor somatostatin telah digunakan secara dominan untuk
pencitraan MTC ini (Biersack and Grunwald; 2005).
Pencitraan dengan analog somatostatin, 111ln-ocreotide menunjukkan peningkatan
aktivitas dari MTC (Sutton, et al; 2003).
reseptor somatostatin memediasi efek antiploriferatif dari somatostatin dan terdapat
pada jaringan normal juga pada berbagai jenis tumor endokrin seperti MTC. Pada jaringan
tumor, densitas reseptor somatostatin biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan
bukan tumor. Untuk memvisualisasikan tumor yang mengandung reseptor somatostatin,
analaog kerja lama dari somatostatin diperlukan, karena waktu paruh dari somatostatin dalam
sirkulasi pendek; hanya berkisar 3 menit, akibat degradasi enzymatik. Peptide sintetik (analog
somatostatin) ocreotide dikembangkan oleh Bauer et al. (1982) memenuhi kriteria ini. Tetapi,
bagaimanapun proses pelabelan dari ocreotide tidak cocok untuk penggunaan rutin. Oleh
karenanya derivat berkonjugasi-diethylenetriaminepentaacetic acid (DTPA) dari ocreotide
yang dilabel dengan 111ln telah dikembangkan untuk penggunaan klinis rutin. Derivat
creotide yang dilabel 99mTc juga telah diperkenalkan untuk beberapa aplikasi rutin, dengan
beberapa limitasi pada abdomen, tetapi sebanding pada daerah leher dan mediastinum
(Biersack and Grunwald; 2005).
Gambaran Scintigrafi pada Carcinoma Thyroid Medullare
(Buscombe et al, 2008)
Seperti disebutkan diatas, untuk follow-up pada carcinoma thyroid yang
berdiferensiasi, prosedur skintigrafi yang berbeda dengan sejumlah radiofarmaseutikal yang
lebih atau kurang spesifik dapat digunakan. Prosedur yang paling relevan adalah pemeriksaan
seluruh tubuh (whole body scan) dengan aktivitas diagnostik maupun terapeutik dari 131I
Nal, yang sering menunjukkan metastae regional atau jauh yang tidak dapat dideteksi oleh
prosedur pencitraan lainnya. Peran dari skintigrafi seluruh tubuh dengan Tl201 dan 99mTc -
MIBI atau tetrofosmin pada follow-up pasien dengan carcinoma thyroid berdiferensiasi
setelah pembedahan dan atau terapi radioiodine juga berkembang dengan baik (terutama pada
tumor yang tidak mengambil radioiodine). Akhir-akhir ini, PET (positron emission
tomography) dengan 18F –FDG merupakan prosedur pencitraan yang menjanjikan terutama
pada pasien dengan hasil negatif pada pemeriksaan radioiodine (Biersack and Grunwald;
2005).
Whole body scan juga dapat dilakukan dengan I123 dengan aktivitas yang
ditingkatkan pada metastase dari carcinoma thyroid berdiferensiasi baik yang mengambil
radioiodine sampai dosis diagnosis, dapat dilanjutkan dengan terapi dengan dosis yang jauh
lebih besar dari I131. Disebutkan lebih lanjut, bahwa pada kasus seperti ini adalah penting
untuk mengkonfirmasi bahwa seluruh jaringan thyroid normal telah dibersihkan, jika tidak
maka seluruh dosis diagnostik maupun terapeutik akan berakumulasi pada jaringan normal
yang tersisa dan sensitivitas untuk diagnostik metastasenya akan berkurang (Sutton, et al;
2003). Terakhir, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan prosedur diatas
adalah mengingat sensitivitas yang lebih besar pada thyroid anak terhadap radiasi, penelitian
pada anak menunjukkan beberapa peringatan, yaitu iodide dan pertechnetate menembus
plasenta dan keduanya disekresikan kedalam ASI, jadi pencitraan thyroid memiliki
kontraindikasi relatif selama kehamilan dan menyusui. Kemudian, pencitraan dapat sangat
tergangu bila pasien menjalani pengobatan dengan suplemen thyroid atau menerima
pemberian iodine yang tinggi. Penggunaan media kontras radiografi dapat menekan
pengambilan iodine oleh thyroid sampai satu bulan, sehingga pencitraan harus dijadwalkan
dengan tepat. Pasien dalam pengobatan tiroksine harus diganti dengan T3 sebulan sebelum
pencitraan dijadwalkan, dan T3 harus dihentikan beberapa hari secepatnya beberapa hari
sebelum dilakukan pencitraan. Carbimazole dan obat antithyroid yang berhubungan tidak
harus dihentikan, karena meraka tidak mengganggu proses pengambilan iodide, hanya
mempengaruhi organifikasinya. Pengobatan jangka panjang dengan amiodaron juga dapat
mengganggu pencitraan thyroid karena menginduksi pemberian iodide (Sutton, et al; 2003)
Terapi (management)
Terdapat beberapa terapi untuk seluruh pasien dengan carcinoma thyroid. Empat jenis
modalitas terapi yang biasa digunakan, yaitu:
Terapi Pembedahan
Pembedahan adalah terapi tersering dari keganasan thyroid. Operasi yang sering dilakukan
(Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011)
a. Lobectomy yaitu hanya mengambil daerah thyroid yang ditemukan carcinoma.
b. Subtotal thyroidectomy yaitu mengangkat semua thyroid kecuali hanya sebagian kecil saja.
c. Total thyroidectomy yaitu mengangkat seluruh organ thyroid.
d. Diseksi limfonodi yaitu mengangkat limfonodi pada leher yang mengandung carcinoma.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi menggunakan x-ray energi tinggi untuk membunuh sel carcinoma dan tumor
yang mengkerut. Radiasi untuk carcinoma thyroid dapat menggunakan suatu mesin di luar
tubuh (external radiation therapy) atau dengan meminum cairan yang mengandung
radiactive iodine. Karena thyroid mengambil iodine, radioaktif yodium mengumpulkan di
jaringan thyroid lainnya dalam tubuh dan membunuh sel carcinoma (Thyroid Cancer
Survivors' Association, 2011).
Meskipun sebagian besar carcinoma thyroid dapat diangkat dengan pembedahan,
tetapi modalitas terapi tersebut memiliki beberapa kesulitan karena adanya nervus recurrent
laryngeal dan kelenjar the parathyroid, yang berada pada sekitar kelenjar thyroid.
Konsekuensi dari pembedahan yang agresif justru menimbulkan morbiditas yang signifikan,
terkadang menyebabkan terjadinya hypoparathyroidsm atau paralisis dari nervus recurrent
laryngeal. Karena itulah subtotal thyroidectomy sering digunakan sebagai terapi standar.
Sebaran jaringan residual thyroid dapat menjadi jaringan normal tanpa ada tanda-tanda
keganasan. Laporan pertama mengenai terapi radioiodine dalam kasus metastase carcinoma
thyroid adalah pada tahun 1945. Efikasi dari terapi radioiodine adalah berkaitan langsung
pada pengambilan tumor dan retensi (Parthasarathy dan Crawford, 2002).
Penggunaan radioiodine untuk pengobatan hyperthyroidsm, ablasio thyroid, atau
metastase thyroid adalah berdasarkan pada indusi radiasi pada jaringan yang rusak yang
disebabkan oleh energi sinar β radiasi yang dipancarkan. Hanya jaringan carcinoma thyroid
yang well-differentiated mampu mengarahkan radioiodine pada beberapa derajat yang
signifikan. Ini termasuk carcinoma papillary, follicular, dan mixed papillary-follicular.
Carcinoma thyroid anaplastic merupakan kasus yang jarang sekali dapat mengarahkan
radioiodine. Carcinoma thyroid medullary tidak sesuai untuk pengobatan dengan radioiodine
karena tidak radiosensitif walaupun jaringannya dapat memerangkap iodine. Seperti yang
dijelaskan pada awalnya, penggunaan terapi radioiodine pada carcinoma medullary masih
kontroversial (Parthasarathy dan Crawford, 2002).
Terapi Hormon
Terapi hormon menggunakan hormon-hormon untuk menghentikan pertumbuhan sel
carcinoma. Dalam melakukan terapi carcinoma thyroid, hormon dapat digunakan untuk
menghentikan tubuh membuat hormon dapat meningkatkan pertumbuhan carcinoma.
Hormon biasanya diberikan dalam bentuk pil (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011).
Pada beberapa literatur dikatakan bahwa semua pasien dengan carcinoma thyroid
harus dilakukan terapi hormon setelah dilakukan thyroidectomy sebagai koreksi surgically
induced hypothyroidism dan untuk menekan pertumbuhan yang terstimulasi dari carcinoma
thyroid persisten maupun yang rekuren dengan menurunkan kadar thyroid-stimulating
hormone (TSH). TSH memiliki fungsi utama dalam mengkontrol pertumbuhan dan
diferensiasi dari sel folikuler thyroid normal. Hormon ini disekresi oleh kelenjar thyroid dan
mengandung glikoprotein dari subunit alpha dan beta. Setelah berikatan dengan reseptor
membran, TSH menstimulasi proliferasi sel folikuler dan memiliki fungsi diferensiasi,
termasuk uptake iodine, sintesis thyroglobulin, dan produksi hormon thyroid. Thyrotropin
releasing hormone (TRH) menstimulasi sekresi TSH, meningkatkan hormon thyroid
(thyroxin, T4) dan menurunkan sekresi TSH sebagai mekanisme feedback pada level
pituitary (Biersack dan Grunwald, 2005).
Prinsip utama terapi hormon thyroid berdasarkan hasil penelitian yang meunjukkan
bahwa proliferasi sel thyroid merupakan TSH dependent. Selain itu, sekresi TSH dapat
dihambat via terapi hormon thyroid pada semua pasien carcinoma thyroid yang well-
differentiated. Terapi hormon thyroid dapat menurunkan sekresi TSH dan memiliki
karakteristik khusus yang mampu mengekspresikan diferensiasi sel folikuler. Sebelum
menggunakan radioiodine, terapi hormon thyroid harus dihentikan terlebih dahulu (rata-rata
selama 4 minggu) dengan tujuan untuk diagnosis dan terapi carcinoma thyroid. Uptake
radioiodine, sintesis thyroglobulin, dan sekresi hormon dari sel carcinoma itu sendiri dapat
distimulasi oleh peningkatan level TSH (Biersack dan Grunwald, 2005).
Pilihan terapi hormonal pada carcinoma thyroid adalah levothyroxine (LT4). L-T4
adalah hormon utama yang diproduksi oleh kelenjar thyroid dan dikonversi menjadi bentuk
aktif dari hormon thyroid, yaitu triiodothyronine (T3), terutama di liver. Mekanisme ini juga
terjadi setelah administrasi secara oral dari L-T4. Kadar serum T3 lebih stabil setelah
administrasi dari L-T4 daripada administrasi oral dengan menggunakan hormon T3 secara
langsung. Beberapa sumber menyebutkan bahwa terapi hormonal dengan T3 tidak
diindikasikan (Biersack dan Grunwald, 2005). Terapi hormonal (L-T4) ini dilakukan seumur
hidup, namun tergantung pada status klinis pasien. Pada pasien yang sudah sembuh, terapi
hormonal ini lebih ditujukan untuk menjaga kadar hormon thyroid dalam kadar rendah tetapi
masih dalam batas yang dapat dideteksi. Sedangkan pada pasien dengan penyakit yang
persisten atau rekuren, tujuan terapi hormonal adalah untuk menjaga supresi dari TSH
sekaligus mencegah hyperthyroidsm yang berlebihan, sehingga diperlukan dosis minimal.
Efek samping dari terapi hormonal ini minimal, baik efek pada jantung maupun pada tulang.
Meskipun demikian, L-T4 dapat memperburuk beberapa keadaan (Biersack dan Grunwald,
2005).
Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel carcinoma. Kemoterapi
dapat dikonsumsi dengan pil, atau dapat dimasukkan ke dalamtubuh dengan jarum melalui
intravena atau intramusculer. Kemoterapi disebut sebagai systemic treatment karena obat ini
memasuki pembuluh darah, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh, dan dapat membunuh sel
carcinoma di luar kelenjar thyroid (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011).
Penelitian terkait kemoterapi pada pasien carcinoma thyroid baik jenis
welldifferentiated maupun undifferentiated sangat terbatas. Hal ini dikarenakan
sebagian besar tumor berespon baik pada terapi pembedahan, terapi radioiodine, atau external
radioterapi. Cytotoxic drugs sering digunakan secara khusus pada pasien dengan tumor yang
tidak resektabel, tidak berespon pada 131I, dan sudah diterapi namun tidak berspon dengan
external radioterapi. Sebagian besar pasien dengan metastase jauh kehilangan kemampuan
untuk berspon pada 131I dan meninggal dalam 5 tahun. Meskipun demikian, sebagian pasien
mampu bertahan dalam keadaan stabil dalam beberapa bulan ataupun tahun tanpa terapi
spesifik. Kemoterapi pada differentiated thyroid cancer seharusnya hanya dapat diberikan
pada kasus metastasis yang progresif yang refrakter pada terapi radioiodine. Hanya pada
poorly differentiated dan anaplastic carcinoma saja yang dapat dilakukan kemoterapi diikuti
terapi konvensional sebagai modalitas dini (Biersack dan Grunwald, 2005). Modalitas terapi
dengan citotoxic drugs dibagi berdasarkan jenis tumornya. Selain itu, obat-obatan yang
dipakai juga dibagi menjadi monoterapi dan terapi kombinasi. Pada monoterapi biasa
menggunakan doxorubicin, bleomycin, atau cisplatin tergantung jenis tumornya. Sedangkan
pada terapi kombinasi dapat diberikan doxorubicin dan bleomicyn, doxorubicin dan cisplatin,
atau terapi kombinasi lainnya (Biersack dan Grunwald, 2005).
Terapi Berdasarkan Stadium Carcinoma Thyroid
Terapi dari keganasan thyroid juga tergantung pada tipe dan stadium penyakit, serta
usia dan keadaan umum pasien. Terapi standar dapat dipertimbangkan karena keefektivan
terapi tersebut pada pasien-pasien sesuai studi sebelumnya, atau partisipasi dari penelitian
klinis dapat dipertimbangkan sebagai jenis terapi. Tidak semua pasien terobati dengan terapi
standar, dan beberapa terapi standar justru menimbulkan efek samping yang lebih besar
daripada efek terapeutik. Untuk alasan itulah, clinical trial dilakukan untuk mencari cara
terbaik dalam terapi pasien carcinoma dan menjadi dasar informasi yang terbaru. Selain itu,
clinical trial sudah digunakan pada beberapa negara untuk pasien-pasien dengan carcinoma
thyroid (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011).
Prognosis
Prognosis Ca thyroid dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikategorikan
menjadi 2 kelompok, yakni berdasar karakteristik tumor dan berdasar karakteristik pasien.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
Karakteristik Tumor
Ukuran tumor
Papillary Thyroid Carcinoma (PTC) yang ukurannya kurang dari 1 cm, yang disebut sebagai
mikrocarcinoma, seringkali ditemukan secara tidak sengaja selama pembedahan pada tumor
thyroid jinak. Sementara pada tumor yang tidak mengancam jiwa dan tidak membutuhkan
pembedahan lebih jauh, sebanyak 20% bersifat multifokal, dan 60% mengalami metastase ke
kelenjar limfe leher, beberapa diantaranya dapat diraba. Metastase paru jarang terjadi,
khususnya pada tumor multifokal dengan metastase cervical, yang merupakan satu-satunya
mikrocarcinoma dengan angka morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Dengan
pengecualian tadi, angka rerata rekurensi dan mortalitas carcinoma thyroid hampir mendekati
nol. Pada Differentiated Thyroid Carcinoma (DTC) yang ukurannya lebih kecil dari 1,5 cm
rerata angka rekurensi selama 30 tahun lebih rendah sepertiga kali daripada tumor yang
ukurannya lebih besar. Terdapat hubungan linear antara ukuran tumor dan rekurensi
carcinoma serta mortalitas baik pada carcinoma papillary maupun carcinoma follicular.
Meskipun demikian keputusan terapi apa yang akan diambil terhadap pasien dengan tumor
ini sangat kompleks.
Jumlah Tumor
Sekitar 20% dari PTC yang ditemukan bersifat multisenter ketika dilakukan pemeriksaan
thyroid secara rutin dan sebanyak 80% ditemukan tumor lebih dari satu jika dilakukan
pemeriksaan thyroid dengan sangat teliti. Adanya tumor multisenter tidak dapat diprediksi
dari stratifikasi faktor resiko klinis. Hal tersebut tidak dapat dipastikan sampai dilakukannya
studi klinis pada potongan histopatologis akhir dari semua kelenjat thyroid, sehingga harus
dilakukan eksisi pada lobus kontralateral dan ablasi pada kelenjar yang masih tersisa pada
sebagian besar kasus. Diantara pasien yang menjalani thyroidektomi total pada DTC
unilateral, separuhnya memiliki tumor pada lobus kontralateral. Ketika tumor multifokal
muncul pada lobus kelenjar thyroid yang pertama kali dieksisi atau ketika tumor muncul
kembali setelah pembedahan, maka biasanya ditemukan tumor multifokal bilateral. Pasien
dengan tumor intrathyroid multipel memiliki angka insiden metastase nodul setidaknya dua
kali lebih besar daripada jenis lainnya dan tiga kali pada paru-paru serta metastase jauh
lainnya, dan lebih sering berkembang menjadi penyakit yang persisten dibandingkan dengan
tumor soliter. Rerata mortalitas carcinoma thyroid selama 30 tahun pada pasien dengan tumor
multipel dua kali lebih besar daripada pasien dengan tumor soliter.
Invasi Tumor Lokal
Sebanyak 5-10% tumor tumbuh ke jaringan di sekitarnya secara langsung, meningkatkan baik
morbiditas maupun mortalitas. Invasi tumor secara mikroskopis maupun makroskopis dapat
terjadi pada PTC dan FTC, yang meliputi otot leher, pembuluh darah, nervus laringeus
rekuren, laring, faring, dan esofagus, atau mungkin tumor bisa mencapai korda spinalis dan
pleksus brachialis. Gejala yang muncul biasanya antara lain suara parau, batuk, disfagia,
hemoptisis, dan penyempitan jalan nafas atau gangguan fungsi neurologis. Penyebaran tumor
ekstrathyroid biasanya pada KGB sekitar dan metastase jauh.
Metastase regional
Metastase PTC pada limfonodi terjadi lebih sering dan sering pada tempat-tempat yang tidak
diprediksi. Pada satu penelitian, sebagai contoh, 60% pasien dengan PTC yang metastase
limfonodi cervical: sepertiganya bilateral dan hampir 25% didapatkan di daerah paratrakea
kontralateral. Mikrometastase pada limfonodi cervicalis sering ditemukan ditempat-tempat
yang tidak berhubungan dengan tempat tumor thyroid, khususnya pada pasien dengan
mikrocarcinoma. Metastase KGB dapat diidentifikasi dengan cara mendeteksi KGB sentinel
menggunakan pewarna biru isosulfan atau penanda lainnyaselama pembedahan. Melakukan
pemeriksaan USG leher dengan teliti sebelum pembedahan juga sangat membantu. Pada satu
penelitian, sebagai contoh USG pre-operatif dapat mendeteksi metastase pada KGB atau
jaringan lunak di daerah kompartemen leher yang tidak diketahui saat pemeriksaan fisik pada
40% pasien, hal tersebut berpengaruh terhadap prosedur pembedahan yang akan dilakukan.
Sementara beberapa orang percaya bahwa metastase KGB kurang berperan terhadap
prognosis, tetapi sebagian besar metastase KGB berperan penting dalam mempengaruhi
hasilnya. Sebuah penelitian menemukan bahwa adanya metastase pada KGB meningkatkan
kejadian metastase jauh sebanyak lebih dari 11 kali. Metastase KGB cervical, khususnya
bilateral dan letaknya di derah mediastinum, merupakan faktor resiko tersendiri untuk
terjadinya rekurensi, metastase jauh, dan angka harapan hidup.
Metastase Jauh
Sekitar 10% pasien dengan PTC dan 25% pasien dengan FTC mengalami metastase jauh.
Metastase jauh terjadi lebih sering pada HTC dibandingkan PTC atau FTC dan pada usia
lebih dari 40 tahun. Diantara 1231 pasien yang dilaporkan dalam 13 penelitian, 49%
mengalami metastase ke paruparu, 25% ke tulang, 15% ke tulang dan paru-paru, dan 10% ke
sistem saraf pusat atau jaringan lunak lain. Hasil tersebut terutama dipengaruhi oleh usia
pasien, tempat metastase tumor dan kemampuan tumor berinvasi. Meskipun beberapa pasien
dengan metastase jauh dapat bertahan hidup selama beberapa dekade, khususnya pasien
dengan usia lebih muda, sekitar setengahnya meninggal dalam 5 tahun dengan histopatologi
tumor jenis apapun. Pada penelitian yang dilakukan di Prancis, angka ketahanan hidup pasien
dengan metastase jauh sekitar 35% pada 5 tahun pertama, 38% pada 10 tahun berikutnya, dan
30% pada 15 tahun kemudian.
Karakteristik Pasien
Usia Pasien
Setiap penelitian menunjukkan bahwa usia pasien saat terdiagnosa merupakan faktor yang
sangat penting dalam menentukan prognosis dan carcinoma thyroid lebih mematikan pada
usia 40 tahun atau lebih. Resiko kematian dari keganasan meningkat dengan bertambahnya
dekade dari usia seseorang, secara dramatis akan meningkat tajam setelah usia 60 tahun. Pola
dari rekurensi tumor cukup berbeda satu sama lain. Rerata rekurensi tertinggi (40%) pada
usia ekstrim, yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 60 tahun. Terlepas dari pengaruh jelas
dari usia terhadap angka ketahanan hidup, terdapat ketidaksepahaman tentang bagaimana hal
tersebut dapat dilibatkan dalam rencana terapi, khususnya pada anak-anak dan dewasa muda.
Pada anak-anak umumnya terjadi penyakit yang lebih lanjut daripada dewasa dan memiliki
rekurensi tumor yang lebih sering setelah terapi, tetapi prognosis ketahanan hidup mereka
baik. Beberapa orang percaya bahwa usia muda memiliki pengaruh baik terhadap ketahanan
hidup yang berkebalikan dengan prognosis yang didasarkan pada karakteristik tumor.
Mayoritas percaya bahwa stadium tumor dan perbedaan histopatologi merupakan hal penting
seperti halnya usia pasien dalam menentukan prognosis dan penatalaksanaannya.
Jenis Kelamin
Rerata keatian carcinoma thyroid pada pria dua kali lebih tinggi daripada wanita. Pria dengan
carcinoma thyroid harus diberi perhatian khusus, terutama pada usia lebih dari 50 tahun
dimana sebagian besar terjadi tumor stadium lanjut.
Penyakit Grave
Antibodi reseptor tirotropin bisa meningkatkan pertumbuhan tumor pada pasien dengan
penyakit Grave. Sebagian ditemukan carcinoma thyroid pada nodul yang bisa dipalpasi pada
pasien dengan penyakit Grave. Tumor tersebut lebih besar dan menunjukkan sifat yang
agresif. Carcinoma thyroid yang terjadi pada pasien dengan penyakit Grave lebih invasif dan
sering bermetastase ke limfonodi regional meskipun tumor primernya berukuran kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Evaluation of The Thyroid Nodule : Physical Findings. Online:
http:/ / www . medscape.com /thyroid . Diakses pada 25 Januari 2012.
Biersack, H-J, Grunwald, F. 2005. Thyroid Cancer, 2nd edition. Germany: PRO
EDIT GmbH, Heidelberg.
Buscombe, J; Hirji, H; Witney-Smith, C. 2008. Nuclear Medicine in the
Management of Thyroid Disease: Anaplastic Cancer and Medullary
Thyroid Cancer. Online: http://www.medscape.com/viewarticle580420_4.
Diakses pada 26 Januari 2012.
Cobin RH, Gharib H, et all. 2001. Endocrine Practice, in: AACE/AAES Medical/
Surgical Guidelines For Clinical Practice: Management of Thyroid
Carcinoma. Volume 7. Number 3. United States: American College Of
Endocrinology. Online:
http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_carcinoma.pdf. Diakses
pada 23 Januari 2012.
Heron, P. 2009. Thyroid Cold Nodule. Online:
http://www.oncoprof.net/Generale2000/g04_Diagnostic/Scintigraphie/g0_
gb_scinti06.htm l. Diakses pada 26 Januari 2012.
Kloos RT, Eng C, Evans DB, Francis GL, Gagel RF, Gharib H, et al. Medullary
Thyroid Cancer: Management Guidelines Of The American Thyroid
Association. Thyroid. Jun 2009;19(6):565-612.
Konstantakos, A. 2011. Anaplastic Thyroid Karsinoma. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/283165-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 Januari 2012.
Konstantakos, A. 2011. Medullary Thyroid Karsinoma. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/282084-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 januari 2012.
Lee, Stephanie L. 2009. When a ‘Hot’ Nodule is Not a Toxic Thyroid Adenoma.
Online: http://www.endocrinetoday.com/view.aspx?rid=40686. Diakses
pada 26 Januari 2012.
Lukitto, P; dkk. 2004. Protokol Penatalaksanaan Kanker Tiroid, dalam: Protokol
PERABOI 2003, hal: 18-32. Bandung: PERABOI.
Mazzaferri, Ernest L., Harmer, Clive, Mallick, Ujjal K., Pat Kendall-Taylor. 2006.
Practical Management of Thyroid Cancer, A Multidisciplinary Approach.
United States of America: Springer Science and Business Media.
Mitchell, G. & Leiht, D. 2006.Thyroid Cancer and the General Practitioner dalam
Practical Management of Thyroid Cancer 2006. New York: Springer.
National Cancer Institute. 2011. Thyroid Cancer Treatment. Online:
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/thyroid/Patient/page1.
Diakses tanggal 25 Januari 2012.
National Comprehensive Cancer Network, Inc. 2006. NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology. Thyroid Carcinoma. Version 2. Online:
http:/ / www.nccn.org . Diakses pada 23 Januari 2012.
Parthasarathy, K. Laxman, Crawford, Elpida S. 2002. Treatment of Thyroid
Carcinoma: Emphasis on High-Dose 131I Outpatient Therapy. Department
of Nuclear Medicine. Journal of Nuclear Medicine. New York City: Main
St. Buffalo.
Reiners,C. 2005. The Diagnosis of Thyroid Cancer in Thyroid Cancer 2nd
Edition, editor Bierzack & Brunwald. New York: Springer.
Santacore, Luigi. 2011. Follicular Thyroid Karsinoma. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/278488-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 Januari 2012.
Santacore, Luigi. 2011. Papillary Thyroid Karsinoma.
http://emedicine.medscape.com/article/282276-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 Januari 2012.
Sharma, PK. 2011. Thyroid Cancer. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/851968. Diakses tanggal 26
Januari 2012.
Thyroid Cancer Survivors' Association. 2011. Thyroid Cancer Types, Stages and
Treatment Overview. http://www.thyca.org/types.htm. Diakses tanggal 25
Januari 2012.
Way LW, Doherty GM. 2003. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 11th
Edition. New York: McGraw-Hill/Appleton & Lange.