PARKINSONISME
PENDAHULUAN
Parkinsonisme merupakan istilah yang digunakna untuk mendeskripsikan
kompleks gejala motorik yang aslinya telah dideskripsikan setengah oleh James
Parkinson pada 1817 sebagai karakteristik untuk paralisis agitans (I), kemudian
karakterisitk ini diperluas oleh Charcot dan kawan-kawan dan sejak saat itu
dikenali sebagai penyakit idiopatik parkinson, hingga penyakit ini lebih dikenali
sebagai komplek suatu sindroma, keterlibatan sistem non motorik sama halnya
dengan sistem motori. Sindrom ini dikarakteristikkan sebagai berikut :
perlambatan gerak (bradikinesia), berkurangnya gerakan spontan (hipokinesia),
tremor, kekakuan dan instabilitas postural. Hal ini pada awalnya dipertimbangkan
secara spesifik hanya untuk penyakit parkinson, tetapi kemudian penyakit
neurodegeneratif lainnya (atropi sistem multipel, kelumpuhan supranuklear
progresif) juga diasumsukan memiliki manifestasi gejala serupa, sama seperti
kondisi berikut : infeksi (ensefalitis letargika), intoksikasi (mangan, karbon
monoksida, metilfeniltetrahidropiridin), kondisi iatrogenik (agen antagonis
dopaminergik) dan kelainan sisten saraf pusat (hidrosefalus, serangan jantung)
(lihat tabel 5.1). Karena parkinsonisme mungkin terjadi dalam berbagai kondisi
klinis yang bervariasi maka dapat dijumpai kesulitan dalam identifikasi kondisi
spesifik dan untuk membedakan mereka dari penyakit parkinson idiopatik. Namun
begitu, hal ini menguntungkan untuk membedakan kondisi-kondisi tersebut terkait
kepentingan terapi spesifik yang diindikasikan untuk beberapa kondisi diantara
kondisi-kondisi tersebut. Meskipun pengobatan dopaminergik tidak sepenuhnya
membahayakan pada banyak kondisi, sebagai sebuah pola, pengobatan
antiparkinsonisme tipikal dopaminometrik adalah satu satunya yang paling
memuaskan pada beberapa kondisi ini.
PATOFISIOLOGI PARKINSONISME
Neuroanatomi Ganglia Basalis
Pada mesensefalon ventral, neuron dopaminergik ditemukan ada substansi nigra,
pars kompakta (Snc, regio Ag), area tegmental ventral (VTA, regio Aro) dan area
retrorubral (regio A8). Penelitian neuroanatomis dan fungsional telah
menunjukkan peran dopaminergik intensif dari area - area ini kedalam ganglia
basalis – untaian talamokortikal. Ganglia basalis, sebelumnya, didaulat untuk
tidak hanya memodulasi gerakan motorik halus tetapi juga kompleks tindakan
pada beberapa yang luas. (2) Pada saat ini, terdapat banyak jurang pemisah dalam
pemahaman kita akan bagaimana impuls itu dibangkitkan sehingga memicu
terbentuknya tindakan yang adekuat, perubahan pikiran menjadi suatu pola
aktivitas neuronal yang terorganisir dengan baik dengan kontraksi otot. (lihat bab
1). Gerakan yang disadari dapat terjadi spontan dan/reaktif, dicetuskan oleh
stimuli sensorik. Keterbatasan sistem sering berperan penting dalam memotivasi
sebuah pola disini. Optimalisasi sensorik (terkait informasi parietal dan prefrontal)
sangat penting untuk menyetel rencana tindakan yang baik. Campur tangan
ganglia basalis bahkan pada fase awal melalui :
a. Pencetusan impuls untuk mendukung korteks motorik dalam menseleksi
waktu-- tempat dengan koherensi pola diluar ranah tindakan yang pernah
dipelajari, program motorik atomatis terjadi segera setelah beberapa aksi
motorik direncanakan di area premotorik
b. Menjaga secara lengkap aktualisasi dari program motorik yang tersedia
Tabel 5.1 Survei Parkinsonisme Primer dan Sekunder
Parkinsonisme Primer Parkinsonisme Sekunder
Penyakit parkinsonisme idiopatik
Demensia dengan badan Lewy
Parkinsonisme genetik
Demensia fronto-temporal dengan
parkinsonisme
Penyakit Alzheimer
Iatrogenik : fenotiazine, butirofenon,
thioxanthen, benzamide, litium,
sodium valproat, Ca-Blocker,
reserpinm tetrabenazine, α-metildopa
Racun : MPTP, CO, manganis,
metanol, sianid, organofosfat
MSAp dan MSAc
PSP, CBD
Neuroakantositosis
Penyakit Huntington
Penyakit Cruetzfield Jacob
Degenerasi Spinoserebellar
Infeksi : ensefalitais letargika, CJD,
AIDS, Sifilis
Metabolik : hipoparatiroidisme,
penyakit wilson
Struktural : hidrosefalus tekanan
normal, trauma CNS, tumor atau
serangan jantung
Gambar 5.1 Tampilan skematik dari hubungan neuronal esensial pada ganglia
basalis-talamocortikal (sirkuit ektrapiramidal) sebagai sebuah model untuk
untuk multipel, paralel terorganisir tetapi secara fungsional terpisahkan oleh
hubungan dengan sistem ini.
Deskripsi singkat fungsional dari untaian neuroanatomi, melibatkan ganglia
basalais (secara lengkap telah dibahas di bab 1), terlihat justifikasi pemahaman
yang lebih baik tentang parkinsonisme motorik dan farmakoterapetik yang
tepat (lihat bab 11) sama baiknya dengan strategi pembedahan neuron (lihat
bab 12).
Ganglia basalis terdiri dari 4 struktur: striatum (putamen, nukleus kaudatus,
dan nukleus akumbens), palidum (segmen eksternal dan internal dan palidum
ventral), Nukleus subtalamik dan substansi nigral (pars kompakta dan pars
retikulata). Striatum merupakan struktur input utama. Input adalah semata
mata somatotropik, disediakan oleh korteks serebral yang menyebar (termasuk
amigdala dan hipopokampus), talamus dan serotoninergik sama seperti
sekelompok sel dopaminergik. Segement palidal internal (Gpi) dan pars
retikulata substansi nigra (SNr) adalah struktur luaran utama,
memproyeksikan juga somatotopikal, ke berbagai jenis nukleus talamik,
kolikuli superior dan pembentukan batang otak retikuler.
Fungsi Neuroanatomi Ganglia Basalis
Dalam sistem ekstrapiramidal, terdapat beberapa paralel “lingkar” kortiko-
subkortikal (lihat gambar 5.1) masing-masing bertanggungjawab untuk aspek
tindakan spesifik melalui putamen, motorik halus, okular dan juga didukung
untaian fonologi yang berhubungan dengan korteks sensorimotor dari korteks
motorik/premotor; melalui hubungan nukleus kaudatus (terkait kognitif)
lingkaran hubungan heteromodal dari korteks penghubung dengan kortek
prefontal; dan melalui nukleus akumbens ke area limbik dihubungkan dengan
korteks prefrontal orbitolateral (lingkaran emosional). Semua lingkaran ini
dihubungkan oleh area kortikan dan subkortikal berbeda. Diantara untaian
ekstrapiramidal, dipisahkan oleh lingkar yang meregulasi dan mengadaptasi
pengarangan tindakan melalui seleksi, perekrutan, dan pengaturan stimulus
spesifik yang tepat –terkait motorik, kognitif dan tindakan emosional diluar
fragmen lapangan rencana pembelajaran motorik. Stimulus dapat dari dalam,
otomatis dari luar (dicetuskan oleh lingkungan). Lingkaran motorik
bertanggungjawab dalam memproduksi gerak motorik yang adekuat, lingkar
okuler untuk gerakan okular yang adekuat, dan dukungan lingkaran
fonologikal untuk pidato normal, sedangkan lingkar kognitif mengatur
penyetelan kontekstual yang tepat, dan lingkar emosional untuk bantuang
personal dari tindakan ini.
Pada kasus tentang kemaknaan (>50%) degenerasi neuron dopaminergik
dalam substansi nigra, akan terdapat defisiensi striatal dopaminergik yang
cukup untuk melampaui ambang batas klinis dan gejala klinis parkinsonisme
akan muncul. Gejala ini termasuk bradikinesia, hipokinesia (terutama
mempengaruhi ‘isyarat internal’, pergerakan spontan), tremor, kekakuan,
hilangnya refleks postural, dan seringkali sedikit pengenalam masalah okular.
Sebagai bradikinesia, hipokinesia dan rigiditas tetapi bukan tremor dan refleks
postural, sepenuhnya merupakan levodopa-responsif, mekanisme
patofisiologis yang lebih rumit dapat melibatkan gejala ini dimasa mendatang.
Ketika dopaminergik hilang pada nukleus kaudatus dan akumbens juga
melampaui ambang batas, salah satu nya mengharapkan abnormalitas tindakan
kognitif dan emosional (kompleks) dengan hilangya fleksibilitas kemampuan
mental dan penyelarasan (retardasi psikomotor).
Proyeksi Dopaminegrik Nigroputaminal
Pada penyakit parkinson, “isyarat internal’ tindakan motorik abnormal
disebabkan oleh dorsal striatal (putaminal) mengalami defisiensi
dopaminergik dikarenakan degenarasi SNc idiopatik yang mempengaruhi
lebih dari setengah neuron dopaminergik. Karena defisiensi ini, akan terdapat
penurunan aktivasi putaminal postsinaptik reseptor dopamin, mengganggu
keseimbangan antara aktivasi langsung dan tidak langsung struktur striatal
luaran. Oleh karena kenyataan bahwa aktivasi dopamin GABAergik secara
langsung, menghambat hubungan neuronal terhadap struktur melalui reseptor
D-I dopamin, dan dopamin juga secara tidak langsung mengaktivasi
pencetusan hubungan glutamatergik ke struktur ini melalui reseptor dopamin
D-2, defisiensi dopamin akan menghasilkan luaran struktur hiperaktif (Gpi
dan SNr). Struktur luaran yang hiperaktif akan mengarah ke sebuah inhibisi
peningkatan talamus dengan depresi aktivitas pada korteks motorik. Defisiensi
dopamin putaminal akan menghasilkan penyeleksian yang tidak adekuat
dengan / atau pengaturan fragmen tindakan motorik, khususnya gerakan
‘isyarat internal’, bermanifestasi dengan tanda dan gejala parkinsonisme
motorik seperti kesulitan dalam permulaan dan pengubahan tindakan motorik,
bradikinesia, dan hipokinesia, dalam kombinasi nya dengan tremor, kekakuan,
dan instabilitas postural.
Proyeksi dopaminergik nogrokaudatal
Pada waktunya nanti, pasien yang menderita penyakit parkinson akan
mengalami perkembangan striatal ventral (kaudatus, akumbens), defisiensi
dopamin, dengan konsekuensi hilangnya fungsi dalam lingkar kognitif dan
emosional, yang dapat memunculkan abnormalitas spontan yang lebih halus,
isyarat internal, kognitif dan emosional. Kebanyakan pasien penyakit
parkinson oleh karena itu juga menderita retardasi psikomotor : apatis,
rendahnya fleksibilitas mental dan defek adaptasi (oleh karena masalah
permulaan dan pengubahan emosional/motivasional dan kognitif/ kompleks
tindakan). Pada pasien tersebut, meskipun, gangguan tindakan isyarat internal
mungkin dapat dikompensasi dan karena masih intaknya isyarat tindakan
secara eksternal (input sensorik lingkungan). Pada penyakit parkinson, tetapi
tidak pada kondisi lain yang bermanifestasi dengan parkinsonisme, penyakit
yang terjadi bersama-sama terkait degenerasi serotinergik, adrenergik, dan
kolinergik sistem transmitter dapat menurunkan mekanisme regulasi
kompensasi. Oleh karena itu, cepat atau lambat selama penyakit ini, pasien ini
akan menunjukkan tindakan abnormal kognitif dan emosional dengan
peningkatan gejala lanjutan dari parkinsonisme motorik. Fenomena ini juga
dihitung untuk variabilitas gejala pada pasien penyakit parkinsonisme.
Presinaptik dan Postsinaptik Parkinsonisme
Parkinsonisme dapat dinduksi oleh penyebab lain dibandingkan dengan
defisiensi dopamin striatal, sama seperti apda kasus penyakit parkinson, DLB,
dan parkinsonisme genetik.Ketika terdapat penurunan bermakna dalam
ketersediaan reseptor dopamin postsinaptik, attau pada kasus iatrogenik atau
hasil lain struktur postsinaptik dalam untaian ekstrapiramidal mengarah ke
ketidakseimbangan fungsional luaran struktur striatal, tanda dan gejala yang
sama akan diproduksi. Parkinsonisme demikian didefinisikan sebagai
kompleks abnormalitas tindakan motorik dan non-motorik diakibatkan oleh
sebuag disfungsional ekstrapiramidal sirkuit kortiko-striatotalamo-kortikal
pada derajat striatum (Lihat tabel ke 5.2). Hal ini dapat dicapai melalui sebuah
striatal presinaptik spesifik defisiensi dopamin; sebuah penurunan
ketersediaan striatal postsinaptik reseptor dopamin, atau baik sebuah striatal
presinaptik defisiensi dopamin, penurunan ketersediaan atau baik sebuah
striatal presinaptik defisiensi dopamin dan sebuah penurunan ketersediaan
reseptor.
Tabel 5.2 Transmisi Patofisiologi Dopaminergik sentral terkait Parkinsonisme
Presinaptik Idiopatik
Genetik
Toksik
Iatrogenik
Penyakit parkinson
Distonia responsif dopa : Penyakit Segawa
Parkinsonisme genetik
6-hidroksidopamin, MPTP
Reserpin, tetrabenazine
Postsinaptik Iatrogenik Fenotiazin, butiropenon, thioxanthen,
benzamide
Pre/Postsinaptik Degenerasi
idiopatik
vaskuler
MSA, PSP, CBG, Parkinsonisme vaskuler
Manifestasi klinis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumya, sistem ekstrapiramidal bereaksi
dengan sistem imun internal dan eksternal oleh seleksi program tindakan yang
adekuat. Transmisi striatal dopaminergik akan mengarah ke tindakan
kompleks motorik yang tidak cocok oleh karena bradikinesia dengan
hipo/akinesia/ kekakuan, tremor, dan instabilitas disik. Bergantung pada
patofisiologi spesifik, tindakan motorik spesifik dan kompleks mungkin atau
tidak mendorong reaktivitas tindakan kompleks yang abnormal.
Tindakan abnormal utamanya menunjukkan manifestasi karakteristik dengan
bradikinesia. Bradikinesia merupakan gejala terpenting dari disfungsi ganglia
basalis. Manifestasi spesifik termasuk keterlambatan inisiasi, interupsi dan
aksi adaptasi; keterlambatan eksekusi; dan inabilitas untuk mengeksekusi
tindakan secara teru menerus atau berurutan. Manifestasi ini biasanya datang
dengan keraguan (pada mulanya) , hipoinesia atau akinesia dari gerakan
spontan, dan membeku, fenomena yang sering responsif terhadap bunyi
external, kelemahan visual atau sensorik (perintah, alat ukur kecepatan irama
musik) (lihat bab 10). Pasien parkinsonistik, menurunkan aktivitas psikomotor
dengan tipikal wajah topeng, menurunkan gerakan menelan spontan dan
sialorea, menurunkan refleks berkedip dan gerakan spontan mengayunkan
tangan menunjukkan ciri gejala bradikinesia. Bradikinesia dapat berubah
sesuai dengan fluktuasi mood, seperti juga pada kasus gejala parkinsonistik
motorik dan situasi emosional akut,kinesia paradoksikal (cepat dan cukup
teradaptasi) atau gerakan akinesia (apraktik akut) dapat terlihat.
Kekakuan, juga merupakan landasan klinis dalam parkinsonisme yang
disebabkan oleh peningkatan refleks regangan jangka panjang, mengarah ke
peningkatan resistensi dengan fenomena roda gigi selama gerakan fleksi pasif/
ekstensi, dialami oleh pasien sebagai kekakuan dan keketatan. Kekakuan
(dalam kombinasi dengan bradikinesia) dapat bermanifestasi dengan sebuah
hilangnya deksteritas, mikrografia, hipofonia dan sebuah bentuk cara jalan
yang terseok seok.
Tremor merupakan gejala yang paling dikenali dalam parkinson, meskipun
hanya dialami oleh 60-70% pasien parkinsonisme. Karakteristik dari tremor
ini adalah kemunculan tremor istirahat 4-6 Hz, meskipun memungkinkan
terdapat aspek tremor postural 5-8 Hz. Hal ini dipikirkan sebagai hasil
defisiensi dopamin striatal – terkait disinhibisi talamus, khususnya lesi
stereotatok pada level ini cukup membantu (lihat bab 11).
Secara spesifik, gejala instabilitas postural merupakan gejala parkinsonisme
yang paling melumpuhkan dengan hilangnya keseimbangan terkait dengan
karakteristik suatu bentuk gerakan yang terhenti, dukungan dan tarikan
gerakan. Pada parkinsonisme, cara berjalan dan masalah postural
kemungkinan meruapakan hasil dari gabungan dari bradikinesia, kekakuan,
dan hilangnya refleks proprioseptik. Gejala lain termasuk abnormalitas okular
dan berpidato, seperti gangguan sakadik dan mengikuti gerakan halus mata
sama baiknya seperti hipofonia, disebabkan oleh defisiensi dopamin striatal
terkait disfungsi okular paralel dan fonologikan untaian sistem
ekstrapiramidal.
Pada parkinsonisme, akibat defisiensi dopamin dalam nukleus kaudatus dan
akkumbens, retardasi psikomotor juga dapat terlihat dengan apatis dan afektif
serta deregulasi emosional, stress sosial dan isolasi sosial. Tentu saja, masalah
utama ketidaksahan dampak parkinson yakni lelah yang diiringi nyeri
berperan penting dalam proses ini, rasa penyesalan, hilangnya kepercayaan
diri, ketakutan akan kehilangan pekerjaan dan aktivitas rekreasi serta
kebebasan. Bukti nyata, gejala gerakan halus berperan kecil pada penyakit
terkait depresi/stres/isolasi. Pada saat nya, hubungan antara keparahan
retardasi psikomotor dan distimia atau gangguan tidak begitu jelas dinyatakan.
Prosedur diagnostik
Diskriminasi berbagai kondisi yang menyebabkan parkinsonisme adalah
penting dalam Rangka perencanaan terapi dan prognosis. Menggunakan
kriteria yang telah diketahui bersama “Kriteria Penyakit Parkinson Inggris
pada Komunitas Sosial dan Bank Otak” (UKPDSBB) yang diketahui, maka
kami dapat mendiagnosis penyakit parkinson idiopatik dengan atau tanpa
kaitan genetik pada sekitar 80% kasus.
Faktor lain yang mendeskriminasi parkinsonisme presinaptik idiopati/terkait
gen dan parkinsonisme campuran pre/postsinaptik adalah adanya penurunan
atau ketidakhadiran respons terhadap levodopa, disautonomia dini yang
bermakna (dengan inkontinensia urgensi, disfungsi ereksi, dan hipotensi
ortostatik simtomatis), dan fungsi normal olfaktorius pada pemeriksaan
berikutnya sama baiknya dengan penggunaan pemeriksaan pencitraan.
Pemeriksaan tantangan yakni menggunakan levodopa/karbidopa (200/50mg)
dan apomorfin (1.5mg) hanya memiliki sensitivitas sebesar 77% dan 66% dan
spesifisitas sebesar 71% dan 71%. Pemeriksaan skrining otonomik termasuk
registrasi neurofisik uretral dan sfingter, tidak ditemukan secara konsisten
membantu dan pemeriksaan olfaktorius hanya dapat membantu dalam
diskriminasi penyakit parkinson dari pasien PSP dan CBD, tetapi tidak dari
pasien MSA. Dengan struktur pencitraan, terutama MRI dengan T-2 difus
dengan ukuran penutup 3mm, tehnik pencitraan dan putaran echo cepat,
lingkaran putaminal spesifik dan atau reaksi silang nya panas dapat terlihat
pada pasien MSA tetapi tidak pada pasien penyakit parkinson (sensitivitas
87% dan spesifisitas 88%), sedangkan pada pasien PSP atropi otak tengah
rostral dengan tanda seperti gambaran burung kolibri sangat spesifik untuk
dibedakan dari penyakit parkinson. (lihat juga bab 31). Pemeriksaan MRI
dapat sangat membantu terutama dalam mendiagnosis beberapa bentuk
parkinson sekunder, sama speerti hidrosefalus bertekanan normal, parkinson
tipe vaskular (lihat bab 17) dan penyakit Wilson (lihat gambar 5.2).
Pemeriksaan terbaru Foto emisi komputer tomografi tunggal (SPECT) dan
atau Emisi tomografi positron (PET) dapat dipertimbangkan sebagai alat
terbaik dalam mendiskrimiasi berbagai jenis parkinson, melalui pemberian
berbagai macam pengobatan ligand radiologi. Sehingga, F-Dop dan C-
rakloperid PET dan transporter dopamin FP-CIT dan tetrabenzamin IBZM-
SPECT merupakan tehnik biasa untuk menginvestigasi integritas sistem
dopamin pre/postsinap; metaiodobenzilguanidin MIBG-SPECT (lihat bab 6)
memberikan sebuah pandangan tentang integritas neuron jantung postsinaptik
(gangguan pada penyakit parkinson tetapi tidak pada pasien MSA dan atau
PSP dan F-deoksiglukosa, pemeriksaan PET menunjukkan metabolisme
glukosa serebral (sebagai contoh di striatum, yang sangat sering ditemukan
terdapat peningkatan pada penyakit parkinson dan penurunan pada MSA dan
PSP, dan di hemisfer dimana penurunan asimetrik terlihat pada CBDG) (lihat
bab 32).
Gambar 5.3 Pencitraan MR pada pasien yang menderita penyakit wilson
(dengan cincin Kayser Fleisher) menunjukkan karakteristik perubahan
intensitas sinyal di kaudatus, putamen dan talamus (kiri) sama baiknya dengan
tipe tipikal sehingga disebut tanda muka panda yang besar, disebabkan
penenkanan nukleus merah dengan intensitas rendah yang normal dan
substansi nigra disekeliling intensitas sinyal abnormal yang tinggi di
tegmentum otak tengah.(kanan)
(Presinaptik) Pencitraan FP-CIT transporter dopamin
Pemberian penanda analog kokain FP-CIT, DAT, atau β-CIT pada SPECT dan
bahkan hasil yang lebih baik ditunjukkan oleh PET, sebuah kehilangna
bermakna dari reseptor striatal dopamin, berkaitan dengan gejala
parkinsonistik, dapat dikeluarkan pada pasien yang menderita kelainan
presinaptik dan atau kombinasi pre/postsinaptik-yang menginduksi
parkinsonisme (PD/DLB/MSA/PSP). Distonia yang respons dengan dopa,
AD, tremor penting atau postsinaptik yang diinduksi oleh sistem
dopaminergik. Pemeriksaan kemampuan reproduksi dari tehnik ini ditemukan
sangat tinggi dan obat dopaminergik seperti selegrin, levodopa sama seperti
agonis levodopa gagal menempatkan ligand ini pada manusia, mencetuskan
studi pada hewan sebelumnya.
Studi ini mengindikasikan bahwa ikatan transporter dopamin PET dan SPECT
adalah metode yang sangat sensitif untuk mendiskriminasi presinaptik dan
atau kombinasi parkinsonisme pre/postsinaptik dari postsinaptik murni
(parkinsonisme iatrogenik) dan/atau sekunder lainnya (manganisme dan lain
lain) atau yang bukan parkinsonisme (tremor penting, distonia, parkinsonisme
psikogenik). Fluorodopa scan PET juga membantu dalam mendiferensiasikan
transmisi dopaminergik dan nondopaminergik yang gagal menginduksi
parkinsonisme (lihat gambar 5.3). tehnik ini juga digunakan untuk emndeteksi
secara langsung hilangnya sel dopaminergik secara dini dan untuk
memonitoring kemajuan hilangnya sel ini (lihat gambar 5.4). Sebagai usul
awal dari bermaknanya rasio cudatus/putamen yang rendah sama seperti
hilangnya striatum simetris terikat radioaktif pada MSA dan PSP Vs Penyakit
parkinson dapat terkonfirmasi, hal ini tidak benar-benar nyata dapat
membedakan kelainan tersebut pada kasus individu berlandaskan transporter
pencitraan sendiri.
Pencitraan reseptor Dopamin D2 IBZM Postsynaptik
Dengan Menggunakan SPECT dengan ligand tetrabenzamin, pengambilan
normal dari radioaktif terlihat pada reseptor dopamin D2 striatal pada penyakit
parkinson dan gejala sebelum parkinson sama baiknya pada pasien yang tidak
menderita parkinson, namun begitu, menurut studi postmortem, hilangnya
reseptor D2 yang mengikat dopamin striatal dipublikasikan pada pasien yang
menderita MSA atau PSP, beberapa tahun setelah gejala pertama muncul,
meskipun data individual menunjukkan tumpang tindih antara pasien dan
kontrol. Menurut, follow up klinis tidak ada pasien dengan penurunan ikatan
IBZM yang menunjukkan respons positif terhadap pengobatan dopaminergik.
Pada garis respons klinis dramatis terhadap L-DOPA pada pasien yang
menderita distonia responsif terhadap dopa, terdapat peningkatan reseptor D2
yang mengikat dopamin ditemukan. Pada neuroleptik mengindiksi
parkinsonisme, seperti yang diharapkan, sebuah penurunan bermakna daro
ikatan IBZM dipublikasikan.
Dapat disimpulkan, pencitraan SPECT baik pada struktur presinaptik dan
postsinaptik sistem dopaminergik pada sistem saraf pusat menyediakan sebuah
metode unik untuk membedakan pasien parkinsonisme dengan hilangnya
presinaptik selektif sel dopaminergik dari kombinasi penurunan ekspresi
ketersediaan reseptor dopaminergik dan pada pasien yang menderita bukan
dari transmisi dopaminergik namun terkait parkinsonisme (lihat tabel 5.3 dan
gambar 5.5).
Strategi terapi
Pada defisiensi dopamin presinaptik murni terkait parkinsonisme, tmabahan
(levodopa) dan atau penggantian (agonis dopamin) dari defisiensi
dopaminergik adalah pilihan terapi. Pada pasien yang menderita demensia
dengan badan Lewy atau penyakit parkinsonisme terkait demensia,
pengobatan dopaminergik dapat berperan sebagai faktor patogenik. Oleh
karena itu, agonis dopamin harus dihindari pada paisen ini. Pada banyak
paisen parkinsonisme, pada saat yang tepat, respons motorik berfluktuasi dan
diskinesia dapat berkembang. Diskinesia ini dihipotesiskan sebagai hasil dari
kadar dopamin paralel lebih dari pulsatil levodopa plasma dan lebih
disebabkan oleh perubahan kapasitas penyimpanan pusat.
Kemungkinan oleh karena proses ini, perubahan neuroplastik di luaran striatal
neuron dnegan sensitissasi dan atau toleransi dapat berangsur-angsur terjadi
dan bermanifestasi sebagai farmakodinamik, levodopa terkait diskinesia. Pada
kasis ini, stimulasi dopaminergik lanjutan (CDS) atau tingginya frekuensi
stimulasi otak (DBS) pada nukleus subtalamik dapat sangat membantu. CSS
dapat dicapai dengan pemberian levodopa transdermal/subkutaneus dan
intraduodenal dan atau agonis dopamin (lihat bab 11).
Gambar 5.3 Pemeriksana Fluorodopa PET menunjukkan ambilan fluorodopa
normal bilateral (kanan atas) pada pria 47 tahun dengan intoksikasi manganese
kronik – yang kemudian menginduksi parkinsonisme (kiri atas), dengan
penurunan ambilan bilateral ringan (subklinis) (kanan tengah) pada saat yang
sama masih asimtomatik 36 tahun MPRP-intoksikasi heroin ditambahkan
(catatan alur traktus pada lehernya)(kiri bawah), dan secara bermakna (>50%)
ketika dua tahun kemudian gejala pertama parkinsonisme muncul.
Gambar 5.4 DAT-SPECT pada relawan sehat (kiri atas) dan pada pasien yang
menderita ( setengah badan kanan lebih terlibat dari sisi setengah badan
bagian kiri) pasien parkinson yang berbeda oleh Hgoehn dan Yahr stadium :
H&Y II (kanan atas), H&Y III (kiri bawah) dan IV (kanan bawah).
Parkinsonisme Postsinaptik murni , iatrogenik, adalah yang paling logis dan
paling efektif dalam mengobati munculnya gejala putus obat atau penempatan
ulang neuroleptik atipikal dengan tipikal. Satu yang harus disadari bahwa
selain dozapin, agen antispsikotik atipikal dapat menginduksi diskinesia
akut/tardif meskipun sedikit atau secara luas. Jika strategi ini bukan pilihan,
satu mungkin dapat mengatasi gejala parkinsonisme iatrogenik, dengan
antikolinergik atau amantanin memberikan efek pada obat ini tidak pernah
diinvestasikan dengan studi tersamar ganda. Levodopa dengan inhibitor
dekarboksilase periferal dapat dipertimbangkan, tetapi satu merupakan bentuk
manifestasi psikotik yang juga dapat meningkat dengan obat ini.
Tabel 5.3 Ambilan aktivitas radiologi dengan DAT-dan SPECT IBZM pada
parkinsonisme tersering
Kondisi Ambilan radioaktivitas
DAT-SPECT
Ambilan radioaktivitas
IBZM-SPECT
Penyakit parkinson
Demensia dengan badan
Lewy
Penyakit alzheimer
Atropi sistem multipel
Supranuklear palsi yang
progresif
Parkinsonisme Iatrogenik
Tremor esensial
Parkinsonisme
Psikogenik
Secara bermakna
dibawah batas normal
Secara bermakna
dibawah batas normal
Dalam batas normal
Secara bermakna
dibawah batas normal
Secara bermakna
dibawah batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Secara bermakna
dibawah batas normal
Secara bermakna
dibawah batas normal
Secara bermakna
dibawah batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Gambar 5,5 DAT-SPECT (A,B) dan IBZM-SPECT (C,D) scan dalam kontrol
(A+C), Penyakit parkinson dan pasien DLB (B+C), MSA, dan Pasien PSP,
parkinsonisme tardif (A+D), pasien menderita manganisme, tremor esensial,
Penyakit Alzheimer dan atau parkinsonisme psikogenik (A+C).
Pada parkinsonisme campuran pre dan post sinaptik seperti MSA, PSP, CBD,
FTD-P dan pada beberapa kasus parkinsonisme vaskular, kebanyakan pasien
pada awalnya dengan pengalaman beberapa perbaikan parkinsonisme (hampir
bermakna) ketika mendapat levodopa dan atau agonis dopamin. Beberapa
pasien bahkan mengalami diskinesia akibat induksi levodopa. Sayangnya, oleh
karena hilangnya reseptor dopaminergik lanjutan, efek ini semakin berkurang
seiring bertambahnya tahun, dan menghentikan pengobatan normal tidak
mempengaruhi parkinsonisme, meskipun banyak pasien menghargai sensasi
efek samping, terutama didominasi pada pengobatan pasien dengan agonis
dopamin. Antikolinergik dan amantadin dilaporkan memberikan beberapa
kelegaan pada pasien tetapi satu seharusnya dapat dikendalikan dari
pemberian antikolinergik sama baiknya dengan neuroleptik (lihat bab 13-17).
Segmen 5.1 Parkinsonisme (segmen 1-10) Penanda klinis parkinsonisme
(motorik) ditunjukkan pada segmen vidio ini. Segmen 1-3 menampilkan
bradikinesia, segmen 4 menunjukkan hipokinesia, segmen 5 tremor
parkinsonisme tipikal, segmen 6 rigiditas dengan fenomena roda gigi, segmen
7 menunjukkan hilangnya refleks postural dengan instabilitas dan dorongan
fenomena (segmen 8) dan dorongan balik (segmen 9). Postur berhenti
ditunjukkan pada segmen 10.
Segmen 5.2 Parkinsonisme dengan penyakit wilson(tanda parkinson ringan
dengan hipokinesia (segmen 1), tremos saat istirahat (segmen 2), tremor yang
bertujuan (segmen 3).