5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 1/28
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercubuana
PPh PASAL 23 dan 26
Disusun oleh Kelompok 9 :
Marliando Hinaloy
43211110052
Kristina Murtinah43209110225
Jakarta
2012
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 2/28
Kata Pengantar
Terima kasih yang sebesar besarnya kami ucapkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Atas berkat dan rahmat-Nya saya semua dapat
menyelesaikan makalah “PPh Pasal 23 dan 26” ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini kami susun untuk memenuhi Mata Kuliah
Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana Jakarta.
Pada proses pembuatan makalah ini kami dibantu oleh banyak pihak.
Untuk itu saya berterima kasih kepada Ibu Muti’ah untuk ajaran dan
bimbingannya. Serta kepada perpustakaan Universitas Mercu Buana yang
telah menyediakan literature dan bahan untuk menyelesaikan makalah ini.
Dan Kepada semua pihak yang tidak dapat kami ucapkan satu
persatu, kami ucap terima kasih.
Jakarta, 15 April 2012
Kelompok 9
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 3/28
PEMOTONGAN PPh PASAL 23 :
KEWAJIBAN PEMOTONGAN CAPITAL INCOME
(BUNGA, DEVIDEN, ROYALTI, DAN SEWA)
DAN JASA PADA WAJIB PAJAK DALAM NEGRI
• DASAR HUKUM
1. Pasal 23 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang Undang Nomer 36 Tahun 2008
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang
jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 Ayat (1)
huruf c angka 2 UU No 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 tentang
Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha
yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan
yang Tidak Dilakukan Pemorongan PPh pasal 23.
• KEDUDUKAN DALAM UNDANG UNDANG PPh
1. Merupakan kewajiban bagi Wajib Pajak dalam negri untuk
melakukan pemotongan sebagai pemotong PPh pasal 23 sehingga
jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi
perpajakan.
2. PPh pasal 23 tersebut merupakan pembayaran pendahuluan atau
kredit pajak bagi Wajib Pajak yang menerima penghasilan
tersebut.
3. Kewajiban penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 bersifat
insidental dan hanya dilakukan apabila pada bulan tersebut
terdapat pemotongan PPh Pasal 23.
• PEMOTONG PPh PASAL 23
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 4/28
1. Badan Pemerintah, subyek pajak dalam negri, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negri lainnya.
Pemotong ini sifatnya otomatis dan tidak ada penunjukkan
sebagai pemotong PPh pasal 23.2. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negri yang ditunjuk oleh
Direktorat Jendral Pajak sebagai pihak yang wajib membayarkan
penghasilan.
Surat Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor Kep. 50/PJ/1994,
orang pribadi yang dapat ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23
(harus ada penunjukan terlebih dahulu) adalah akuntan. Arsitek,
dokter, notaris, pengacara, konsultan, PPAT kecuali Camat dan
orang pribadi yang menjalanakan usaha dengan menggunakan
pembukuan.
• OBJEK DAN TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Penghasilan yang mejadi objek pajak PPh Pasal 23 adalah :
1. 15% dari jumlah bruto atas deviden selain kepada Wajib pajak
Orang Pribadi dalam negri.2. 15% dari jumlah bruto atas bunga
3. 15% dari jumlah bruto atas royalti
4. 15% dari jumlah bruto atas hadiah, penghargaan, bonus dan
sejenisnya selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
Catatan penulis :
Dipotong PPh pasal 21 apabila diterima Wajib pajak Orang Pribadi,
dan dipotong PPh, pasal 23 apabila diterima Wajib Pajak Badan.5. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta selain yang terutang PPh Pasal 4 ayat
2.
Catatan Penulis :
Sewa tanah dan bangunan terutang PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar
5%.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 5/28
6. 2% dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa
lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21.
Jumlah PPh Pasal 23 tersebut menjadi dua kali lebih besar (100%lebih tinggi) apabila pihak yang dipotong tidal memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak.
Catatan penulis :
a. PPh pasal 23 mulanya hanya terbatas pada capital income
berupa bunga, deviden dan royalti kerena tidak ada resiko
usaha sehingga dikenakan tarif 15% dari jumlah bruto.
b. Objek pasal 23 berkembang dengan mengenakan juga
terhadap :
1) Hadiah, pengahargaan, bonus dan sejenisnya
selain yang telah dipotong PPh pasal 21
2) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta selain yang terutang PPh pasal 4 ayat
2
3) Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan , dan jasa lain.
c. Hadiah, penghargaan dan bonus tidak ada risiko kerugian
sehinggadikenakan tarif 15% dari jumlah bruto.
d. Sewa dan jasa termasuk kategori active income dan terdapat
risiko usaha sehingga dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto
yang sudah diperhitungkan tingkat keuntungan.
• JASA TEKNIK
Menurut Edaran Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-08/PJ.222/1984
tanggal 5 Maret 1984, jasa teknik adalah pemberian jasa dalam
bentuk pemberian informasi berkenaan dengan pegalaman dalambidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 6/28
meliputi untuk proyek tertentu, untuk membuat suatu jenis produk
tertentu dan berupa pemberian informasi yang berkenaan dengan
pengalaman pengalaman di bidang manajemen.
• JASA MANAJEMEN
Pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan manajemen dalam balas jasa berupa imbalan
manajemen (management fee).
Jasa lain diatur dalam Permenkeu Nomor 244/PMK.03/2008 adalah :
1. Jasa penilai (appraisal);
2. Jasa aktuaris;3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Jasa perancang (design);
5. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
(BUT);
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambanganselain migas;
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
9. Jasa penebangan hutan;
10. Jasa pengolahan limbah;
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
12. Jasa perantara dan/atau keagenan;
13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yangdilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
14. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan
oleh KSEI;
15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
16. Jasa mixing film;
17. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 7/28
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;19. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan,
listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan
dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
20. Jasa maklon;
21. Jasa penyelidikan dan keamanan;
22. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
23. Jasa pengepakan;
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa,
media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
25. Jasa pembasmian hama;
26. Jasa kebersihan atau cleaning service;
27. Jasa catering atau tata boga.
Pengertian deviden menurut penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
adalah :
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal
yang disetor;
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio
aham;
4. Pembagian laba dalam bentuk saham;
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima
atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali
saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 8/28
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh
keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat
dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk
yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10.Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11.Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12.Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang
saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Pengertian royalti menurut penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh
adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan :
1. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
2. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat
industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan
yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan
yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan
pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
3. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di
bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi
dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia
sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk
menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam
pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh
misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai
dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap
orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 9/28
• DIKECUALIKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 23
Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pemotongan PPh pasal
23 adalah :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
(Bunga bagi bank adalah active income yag mengandung risiko
usaha sehingga tidak dilakukan pemotongan PPh pasal 23 namun
tetap merupakan objek pajak bagi bank).
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan jak opsi.
(Sewa guna dengan hak opsi identik dengan pembelian barang
dan bukan sewa biasa, sehingga tidak terutang PPh pasal 23nmaun tetap merupakan objek pajak bagi penerimanya).
3. Deviden (inter-corporate dividend) yang diterima oleh perseroan
terbatas, BUMN/BUMD, dann koperasi yang memenuhi
persyaratan tertentu dan deviden yang diterima oleh orang
pribadi.
(Deviden yang diterima Wajib Pajak Badan yang memenuhi syarat
tertentu bukan merupakan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) UUPPh, sehingga tidak dipotong PPh pasal 23.
4. Bagian laba yang diterima anggota CV yang modalnya tidak
terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi.
(bagian laba tersebut bukan merupakan objek pajak sesuai pasal 4
ayat (3) UU PPh, sehingga tidak dipotong PPh pasal 23).
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.(SHU koperasi tersebut merupakan objek pajak Pasal 4 ayat (1) UU
PPh dan terutang pajak penghasilan bagi yang menerimanya,
pengecualian hanya kewajiban koperasi untuk memotong PPh
pasal 23).
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas
jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan MenteriKeuangan (Permenkeu Nomor 251//PMK.03/2008), yaitu :
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 10/28
a. Bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyalur
pinjaman dan/atau imbalan lain yang diberikan atas
penyaluran pinjaman dan//atau pemberian pembiayaan,
termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah.b. Badan usaha terdiri dari :
1) Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan
usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank
yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan
dan telah memperoleh izin usaha dari menteri
keuangan.
2) Badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah yang khusus didirikan untuk memberikan
sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi, termasuk PT Permodalah
Nasional Madani (persero).
(Bunga atau imbalan yang diterima badan usaha atau
jasa keuangan tersebut merupakan active income dan
mengandung resiko usaha sehingga bukan merupakan
objek PPh pasal 23 namun tetap merupakan objek
pajak PPh bagi penerimanya).
Catatan penulis :
Tidak dipotongnya pajak oleh pemotong pajak karena :
1. Bukan merupakan objek pajak PPh menurut Pasal 4 ayat (3) UU
PPh,
2. Pertimbangan tertentu, antara lain active income, mendorong
usaha tertentu, namun tetap merupakan objek PPh bagi
penerimanya.
• PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 11/28
1. Pemotong memotong PPh pasal 23 pada saat pembayaran atau
pada saa yang terutang, mana yang lebih dahulu.
2. Pemotong membeikan bukti potong PPh pasal 23 kepada pihak
yang dipotong. Bagi pihak yang dipotong, bkti potong PPh pasal23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh pasal 23
tersebut bersifat final.
3. Pemotong menyetor PPh pasal 23 secara kolektif per bulan
pemotongan dan disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dengan menggunakan surat Surat Setoran Pajak atas
nama Pemotong PPh pasal 23.
4. Pemotong melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh pasal
23 palibg lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23.
PEMAJAKAN WAJIB PAJAK LUAR NEGERI:
BENTUK USAHA TETAP DAN
PEMOTONGAN PENGHASILAN WAJIB PAJAK LUAR
NEGERI (PPh pasal 26)
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 12/28
• DASAR HUKUM
1. Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh)
2. Pasal 26 UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh)
3. Perjanjian Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah (partner) lain.
• KEDUDUKAN DALAM UU PPh
1. Indonesia berwenag untuk memungut pajak atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diperoleh oleh Wajib Pajak
Luar Negeri.
2. Menurut UU PPh, pemajakan atas Wajib Pajak Luar Negeri
dikelompokkan :
a. Berusaha dan berada di Indonesia.
1. Apakah tidak ada tax treaty atau perjanjian penghindaran
pajak berganda (P3B), PPh yang terutang mengacu
ketentuan Pasal 5 UU PPh mengenai Bentuk Usaha Tetap
(BUT), dan apabila tidak memenuhi syarat BUT pengenaan
PPh terutang mengacu PPh Pasal 26
2. Apabila ada P3B, penajakan mengacu pada ketentuan
BUT menurut P3B. Apabila tidak memenuhi syarat BUT
sesuai ketentuan P3B, Indonesia tidak berhak memungut
pajak atas usaha WP Luar Negeri tersebut (tidak berhak
memungut PPh Pasal 26).
3. Pengenaan PPh BUT dianggap sebagai subjek pajak
badan dalam negeri.
b. Tidak berusaha dan berada di Indonesia.
1. Apabila tidak ada tax treaty atau perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B), PPh yang terutang
mengacu ketentuan Pasal 26 UU PPh.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 13/28
2. Apabila ada P3B, pemajakannya mengacu pada
ketentuan P3B. apabila Indonesia berhak memungut , PPh
yang terutang dipungut Pasal 26 dengan tariff sesuai P3B.
• BENTUK USAHA TETAP MENURUT UU PPh
Pengertian Bentuk Usaha Tetap
Pasal 2 ayat (5) UU PPh, bentuk Usaha tetap (BUT) adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri untuk
mejalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:
1. Tempat kedudukan manajemen;2. Cabang perusahaan;
3. Kantor perwakilan;
4. Gedung kantor;
5. Pabrik;
6. Bengkel;
7. Gudang;
8. Ruang untuk promosi dan penjualan;9. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. Wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk
eksplorasi pertambangan;
11. Perikanan, peternakan, peranian, perkebunan atau
kehutanan;
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atauoleh orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam
jangka waktu 12 bulan;
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuranasi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indoensia yang
menerima premi asuranaasi atau menanggung risiko di Indonesia.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 14/28
16. Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yng
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi
elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Bentuk usaha tetap menurut UU PPh tersebut diatas dapardikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1. Bentuk Usaha Tetap huruf a sampai dengan k,
merupakan BUT “fasilitas fisik/asset” karena untuk menentukan
BUT dilihat dengan adanya fasilitas fifik atau asset yang
merupakan tempat untuk menjalanka usaha atau kegiatan Wajib
Pajk Luar Negeri di Indonesia. Jenis BUT ini dimulai pada saat
adanya kegiatan usaha di tempat usaha tersebut.
2. Bentuk Usaha Tetap huruf I dan n merupakan BUT
“aktifitas”. Kalau proyek konstruksi, instalasi atau proyek
perakitan tidak adanya batasan waktu (time test0, sehingga
setiap adanya proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
dilakukan oleh WPLN di Indonesia maka langsung memenuhi
kriteria sebagai BUT. Sedangkan untuk jasa lainnya 9di luar tiga
jenis jasa tersebut diatas ada pencantuman minimum time test
guna menentukan kriteria BUT, yaitu harus memenuhi syarat
jasa tersebut dilakukan di Indonesia lebih dari 60 hari dalam
jangka waktu 12 bulan.
3. Bentuk Usaha Tetap huruf n merupakan BUT “keagenan”.
Agen yang meenuhi syarat sebagai BUT adalah agen tidak bebas
(dependent agent). Penentuan agen tidak bebas dapat
berdasarkan criteria legal atau ekonomis. Criteria legal dapat
dilihat dalam aturan-aturan tertulis yang ada dalam agen
tersebut. Criteria ekonomis terjadi apabila agen tersebut
melayani atau menjalankan kegiatan usaha atas perintah atau
instruksi dari WPLN.
4. Bentuk Usah Tetap huruf o merupakan BUT “perusahaan
asuransi”. Criteria BUT ini dapat berdasarkan tempat udaha
keagenan, atau penerimaan premi atau penutupan risiko di
Indonesia melalui pegawai (agen).
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 15/28
Objek BUT menurut UU PPh
Berdasarkan Pasal 5 UU PPh yang termasuk objek pajkak BUT adalah
sebagai berikut.1. Penghasilan darai usaha atau kegiatan bentuk usaha
tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
9penghasilan BUT yang bersangkutan)
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha , kegiatan,
penjualan barang atau pemebrian jasa di Indonesia ynag sejenis
dengan yang dijalankan/dilakukan oelh BUT di Indoensia (force of
attraction). Pendekatan ini didasarkan kenyataan bahwa usaha
atau kegiatan kantor pusat tersebut di Indonesia masih termasuk
ruang lingkup usaha atau kegiatan yang dapat dilakukan BUT.
3. Penghasilan berupa dividen, bunga termasuk premium,
diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminin pengembalian
utang, royalty, sewa, imbalan sehhubungan dengan
jasa/pekerjaan/kegiatan, hadiah atau penghargaan,
pension/pembayaran berkala lainnya, yang diterima oleh kantor
pusat WPLN dari Indonesia, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT-nya dengan haarta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan tersebut.
PPh yang Terutang BUT Menurut UU PPh
Pemajakan BUT menurut UU PPh juga menganut dua system
pemajakan, yaitu:
1. Tarif tertentu
Tarif tertentu dikenakan kepada jenis bentuk usaha tetap yang
menjalankan kegiatan usaha tertentu, ayitu:
a. Keputusan menkeu nomor 632?KMK.04/1994 tanggal 29
Desember 1994: PPh yang terutang atas BUT berupa cabang
perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional
sebesar 2,64% dari peredaran bruto/kotor dan bersifat final.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 16/28
b. Keputusan Dirjen Pajak Nomor 667/PJ/2001: PPh yang
terutang kantor perwakilan dagang asing (representative
office) sebesar 0.44% dari nilai ekspor perusahaan ke
Indonesia apabla tidak ada tax treaty/perjanjianpenghindaran pajak berganda (P3B).
c. Apabila ada tax treaty dihitung sebagai berikut:
Contoh:
Tarif BPT dalam P3B Indonesia dengan Spanyol (nomor 43 dari table
terlampir) sebesar 10%. Dengan demikian, tarif apajak yang terutang
adalah sebagai berikut.
PPh atas penghasilan kena pajak terutang 30%x1% 0.30%Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi
pajak dari suatu BUT
10% x (1-
0.3)% 0.07%(branch profit tax/BPT) (tarif 10%) 0.37%
2. Tarif Umum Pasal 17 UU PPh
Tarif umum Pasal 17 UU PPh dikenakan kepada jenis Bentuk usaha
Tetap selain tersebut pada butir C.1 tersebut diatas, dengan
perhitungan sebagai berikut.a. Tarif Pasal 17 x Penghasilan Kena Pajak
b. Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan neto dikurangi kompensasi
c. Penghasilan neto = Objek BUT – biaya fiscal Pasal 6 ayat (1) UU
PPh
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT juga diberikan
tambahan penjelasan sebagai berikut.
a. Biaya administrasi kantor pusat yang boleh dikurangkan adalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang
besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
b. Pembayaran kepada kantor pusaat yang tidak boleh dikurangkan
adalah: royalty atau imbalan lainnya sehubungan dengan
penggunaaan harta, paten,atau hak-hak lainnya, imbalan
sehubungan dengan jasa menajemen dan jasa lainnya, bunga,
ekcuali bunga yang berhubungan sengan usaha perbankan.
Pembayaran serupa yang diterima atau diperolah dari kantor
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 17/28
pusat tidak dianggaap sebagai objek pajak BUT, kecuali bunga
berkenaan dengan usaha perbankan.
Pemajakan Laba Setelah Pajak BUT (Branch Profit Taxation)Menurut UU PPh
Dividen atau bagian laba hasil ussaha WP dalam negeri terutang PPh Pasal
23, dan untuk memberikan perlakuan yang sama maka laba setelah BUT
dikenakan pajak dengan tarif 20%.
Sesuai Permenkeu Nomor 257/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember
2008 pengecualian pajak setelah laba BUT dapat diberikan dengan syarat:
1. Penanaman diberikan dalam bentuk penyertaan modal pasa
perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
sebagai pendiri atau peserta pendiri.
2. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indoensia
sebagaimana dimaksud huruf a, harus secara aktif melakukan
kegiataan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1
(satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan.
3. Penanaman dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-
lambatnya tahun pajak berikutnya setelah perolehan laba.
4. Tidak ada pengalihan penanaman sekurang-kurangnya dalam waktu
2 (dua) tahun setelah perusahaan dimaksud berproduksi secara
komersial.
PENGARUH P3B ATAS PEMAJAKAN BUT
1. Apabila antara pemerintah Indonesia mengadakan P3B denganpemerintah Negara lain, maka criteria BUT, objek pajak BUT dan laba
setelah BUT mengacu pada isi P3B tersebut, dan mengesampingkan
ketentuan sebagailmana tercantum dalam UU PPh.
2. Pada umumnya BUT menurut P3B antara pemerintah Inondesia
dengan pemerintah Negara lainnya dibagi: bentuj usaha tetap
fisik/tempat, dan bentuk usaha tetap jasa.
Sebagian besar P3B menegaskan:
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 18/28
a. Penentuan BUT fisik sama dengan menurut UUPPh yaitu sepanjang
ada tempat atau bangunan atau cabang sudah memenuhi criteria
BUT sehingga Indonesia sebagai Negara sumber berhak penuh
untuk mengenakan pajak atas WPLN.b. Penentuan BUT atas semua jasa yang dilakukan di Indonesia atau
Negara partner menggunakan waktu tes (time test) minimum
termasuk juga jasa konstruksi, instalaasi dan perakitan.
Apabila suatu jasa atau kegiatan di Indonesia melebihi time test
P3B, Indonesia sebagai Negara sumber berhak penuh
mengenakan pajak atas WPLN tersebut karena sudah memenuhi
syarat BUT.
Apabila suatu jasa atau kegiatan di Indonesia belum melebihi
waktu tes P3B, Indonesia sebagai Negara sumber berhak tidak
mengenakan atas WPLN tersebut karena tidak memenuhi syarat
BUT, dan juga tidak dapat mengenakan Pasal 26 karena hamper
semua P3B menegaskan bahwa kegiatan usaha (active income)
hanya dapat dikenakan di Negara sumber apabila hanya
memenuhi syarat BUT saja.
3. Pada umumnya hamper semua P3B juga mengatur adanya fasilitas
yang mirip dengan tempat tetap, namun tidak boleh dianggap
sebagai BUT, yaitu sebagai berikut.
a. Pemakaian fasilitas semata-mata untuk menyimpan, memamerkan
atau menyerahkan barang atau barang dagangan milik
perusahaan luar negeri.
b. Penimbunan persediaan barang atau barang dagangan
perusahaan luar negeri semata-mata untuk tujuan menyimpan,
memamerkan atau menyerahkan.
c. Penimbunan persediaan barang atau barang dagangan
perusahaan luar negeri semata-mata untuk diproses perusahaan
lain.
d. Pemeliharaan tempat tetap untuk usaha yang semata-mata untuk
membeli barang atau barang dagangan ataupun mengumpulkan
informasi untuk perusahaan luar negeri.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 19/28
e. Pemeliharaan tempat tetap semata-mata untuk persiapan bagi
kegiatan usaha perusahaan luar negeri.
f. Pemeliharaan tempat tetap semata-mata untuk melakukan
kegiatan gabungan tersebut di atas denga syarat kegiatantersebut tetap merupakan persiapan atau sekedar kegiatan
pelengkap.
4. Pada umumnya objek BUT menurut P3B hampir sama dengan UU PPh,
demikian pula pajak setelah laba yang diperolah BUT, namun
perbedaanya dalah tarif yang lebih rendah dari 20%.
5. Usaha asuransi pada umunya dianggap mempunyai BUT menurut
P3B apabila ada:
a. Tempat tetap (fixed place of business), atau
b. Menerima prmei dari wilayah Negara melalui seseeorang atau
agen yang tidak mempunyai status bebas. (ada dependent agent)
6. Beberapa contoh time test untuk penentuan BUT jasa berdasarkan
P3B dengan Negara partner sebagai berikut.
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 20/28
N
o Negara
Proyek
Konstruks
i
Instal
asi
Proyek
Perakita
n
Jasa
Pengawas
an
Jasa
Lainny
a
1 Autralia 120 hari
120
hari 120 hari 120 hari 120 hari
2 Austria 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan
3
Amerika
Serikat 120 hari
120
hari 120 hari 120 hari 120 hari
4 Belanda 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan
5 Belgia 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari
6 Bulgaria 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 120 hari
7 Cina 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
8 Denmark 6 bulan
6
bulan 3 bulan 6 bulan 3 bulan
9 Filipina 6 bulan
6
bulan 3 bulan 6 bulan 183 hari1
0 Finlandia 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan1
1 Hungaria 3 bulan
3
bulan 3 bulan 3 bulan 4 bulan1
2 India 183 hari
183
hari 183 hari 183 hari 91 hari1
3 Inggris 183 hari - 183 hari 183 hari 183 hari1
4 Italia 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan1
5 Jepang 6 bulan
6
bulan - 6 bulan 6 bulan
1
6 Jerman 6 bulan
6
bulan - - -1
7 Kanada 183 hari
183
hari 183 hari 183 hari 183 hari1
8
Korea
Selatan 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan1
9 Luksmburgh 5 bulan
5
bulan 5 bulan 5 bulan -
20 Malaysia 6 bulan
6bulan 6 bulan - 3 bulan
2
1 Norwegia 6 bulan
6
bulan 6 bulan 6 bulan 63bulan2
2 Pakistan 3 bulan
3
bulan 3 bulan 3 bulan -
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 21/28
MENERIMA PENGHASILAN DILUAR KEGIATAN USAHA
(PASIVE INCOME) YANG BERSUMBER SARI INDONESIA
Apabila Tidak Ada tax treaty, Dipotong PPh Pasal 26 Sesuai UU PPh
Tarif PPh Pasal 26 UU PPh:
1. Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas penghasilan
yang diterima/diperoleh WPLN berupa:
a. dividen;
b. bunga , termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan
dengan jaminan penegembalian utang;
c. royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan atau kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun;
f. pension dan penghasilan berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung lainnya;
h. keuntungan karena pembebasan utang.
2. Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto, atas penghasilan
berupa:
a. Penjualan saham Pasal 18 ayat 3c sesuai Permenkeu Nomor
258/PMK.03/2008 dengan perkiraan penghasilan neto sebesar
25%
b. Premi asuransi dan premi reasuranasi yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi luar negeri, sesuai Kepmenkeu Nomor
624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994.
1) 20% x 50% x penghasilan bruto, untuk asuransi pertama (orangIndonesia membayar premi pada perusahaan asuransi WPLN).
2) 20% x 10% x penghasilan bruto, untuk reasuransi pertama
(perusahaan asuransi Indonesia membayar premi kepada
perusahaan reasuransi WPLN).
3) 20% x 50% x penghasilan bruto, untuk asuransi dan seterusnya
(perusahaan reasuransi Indonesi membayar kepada
perusahaan reasuransi WPLN).
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 22/28
3. Sebesar 20% dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak
dari suatu bentuk usaha tetap (branch after profit tax), kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka tidak
dipotong PPh Pasal 26 sesuai Permenkeu Nomor 257/PMK.03/2008.Contoh:
PT. A membayar royalty kepada X Ltd. di luar negeri sebesar Rp
100.000.000,00 dan tidak ada P3B dengan Indonesia, maka PT. A
wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% x Rp 100.000.000 = Rp
20.000.000,00.
Pemotong PPh Pasal 26
1. Badan pemerintah;
2. Subjek pajak dalam negeri (orang pribasi dan badan);
3. Penyelenggara kegiatan;
4. Bentuk Usaha Tetap;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
1. Pemotongan PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukan
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan
(timbulnya beban kewajiban membayar atau dibebankan dalam
biaya) mana yang terlebih dahulu.
2. Pemotong PPh Pasal 26 wajib menyetor PPh Pasal 26 paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak
ersebut.
3. Pemotong PPh Pasal 26 wajib menyampaikan SPT Mas PPh Pasal 26
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah saat terutangnya
pajak tersebut.
4. PPh Pasal 26 atas penghasilan kena apajk setelah dikurangi pajak
dari suatu BUT di Indonesia, terutang dan harus dibayar paling
lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak sebelum SPT
Tahunan PPh disampaikan.
Apabila ada Tax treaty
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 23/28
Pada umumnya dalam P3B antara pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Negara partner diatur sesuai OECD atau UN Model sebagai
berikut.
1. Bunga,dividen dan royalty pengenaan pajaknya dibagi dua antaranegara sumber dan domisili, sehingga Indonesia sebagai Negara
sumber hanya berhak mengenakan sebagian pajak dengan
penerapan PPh Pasal 26 sesui tarif P3B yaitu lebih rendah daripada
tarif 20%.
2. Pembayaran jasa yang dilakukan WPLN di Indonesia dapat dikenakan
pemajakan di Indonesia apabila emenuhi syarat sebagai BUT menurut
P3B, kecuali dengan Negara tertentu saja yang terutang PPh Pasal 26
meskipun tidak memenuhi syarat BUT.
3. Pembayaran jasa yang diterima oleh WPLN dan tidak dilakukan di
Indonesia, juga tidak terutang PPh Psal 26 kecuali jasa tersebut
termasuk kategori royalti. Hampir semua P3B memberikan batasan
definisi royalty dengan pengertian yang cukup luas. Jasa yang tidak
dilakukan di Indonesia dapat juga kategori sebagai royalty atau jasa,
sehingga perlu pendalaman hakekat ekonomis transaksi yang
bersangkutan.
4. Pekerjaan bebas (independent personal services) atau pekerjaan
professional, Indonesia berhak untuk memungut pajak atas
penghasilan tersebut apabila melebihi minimum time test atau punya
tempat usaha/pangkalan tetap. Apabila tidak memenuhi minimum
time test atau punya pangkalan usaha tetap, maka Indonesia tidak
berhak untuk memungut pajak.
5. Pekerjaan dalam hubungan kerja dan gaji karyawan tersebut dibayar
atau dibebankan perusahaan Indonesia, Indonesia berhak untuk
meungut pajak atas gaji yang bersangkutan. Karyawan WPLN yang
berasa di Indonseia kurang dari 183 hari dan tidak bias menunjukkan
KITAS/IKTAS (Kartu Izin Tinggal Sementara atau Izin Kerja Tenag
Asing), dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20%. Namun apabila lebih
dari 183 hari atau bias menunjuukan KITAS/IKTAS, maka karyawan
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 24/28
WPLN tersebut dianggap WPDN sehingga terutang PPh Pasal 21
seperti karyawan/pegawai tetap.
6. Gaji direktur sebagai board of director dan penerimaan lainnya
sebagai day to day management, Indonesia berhak memungut pajaksepanjang dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan dalam negeri.
7. Penghasilan artis dan atlet apat dikenakan pajak di Negara sumber
penghasilan. Artis dan atlet tidak termasuk sebagai independen
maupun dependent personal services.
8. Penjualan harta pada umumnya dibagai sebagai berikut.
a. Penjualan harta tak bergerak dapat dikenakan pajak oleh negara
sumber,
b. Penjualan harta bergerak bagian BUT atau tempat usaha tetap
oleh Negara sumber,
c. Kapal laut atau pesawat udara di jalur internasional oleh Negara
domisili,
d. Penjualan harta lainnya oleh Negara domisili.
Untuk dapat menerapkan tarif PPh Pasal 26 sesuai P3B atau tax
treaty, maka WPLN tersebut harus bisa menunjukkan surat keterangan
domisili atau Certificate of Domicilie (COD) dari kantor pajak Negara tempat
WPLN domisili.
Ketentuan tersebut di atas merupakan petunjuk umum saja, sehingga
masih perlu melihat ketentuan P3B masing-masing negara dengan
Indonesia.
Contoh:
PT. ABC pada tahun 2004 melakukan transaksi sebagai berikut.
1. Bulan Januari, membayar jasa keonsultan kepada A Ltd. dari Negara
Hongkong sebesar Rp100,000.000.00. Jasa tersebut dilakukan di
Indonesia selama 30 hari.
2. Bulan Februari, membayar dividen kepada B Ltd. dari Negara
Hongkong sebesar Rp50.000.000,00 dan C Ltd dari Negara Jepang
sebesar Rp50.000.000 ,00
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 25/28
3. Bulan Maret, membayar jasa penelitian kepada D Ltd dari Negara
Jepang sebesar Rp75.000.000,00. Jasa tersebut dilaksanakan di
Indonesia selama 30 hari.
Perhitungan Pajak WPLN tersebut sebagai berikut.1. Januari 2004: tidak ada P3b antara pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Hongkong sehingga berlaku penuh UU PPh. Jasa tersebut
dilakukan selama 30 hari di Indonesia dan jasa tersebut bukan jasa
konstruksi, instalasi, dan perkaitan sehingga tidak memenuhi syarat
BUT karena kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
karena tidak memnuhi syarat BUT, maka pengenaan pajaknya
menggunakan PPs Pasal 26. Menurut Pasal 26 PPh pembayaran jasa
terutang pajak sebesar 20%, sehingga PPh pasal 26 yang terutang
sebesar 20% x Rp100.000.000,00 = Rp20.000.000,00.
PT. ABC wajib memotong PPh Pasal 26 tersebut pada bulan Januari
2004, dan wajib menyetor PPh Pasal 26 Masa Januari tersebut ke
bank persepsi/kantor pos paling lambat tanggal 10 Februari 2004,
serta wajib melaporkan SPT Masa PPh Pasal 26 ke KPP tempat PT.
ABC terdaftar paling lambat tanggal 20 Februari 2004.
2. Bulan Februari 2004:
a. wajib memotong PPh Pasal 26 kepada B Ltd. sebesar 20% x
Rp50.000.000,00= Rp10.000.000,00.
b. Wajib memotong PPh Pasal 26 kepada C Ltd. sebesar 10% x
Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00 apabila kepemilikan saham C
Ltd. di PT. ABC minimal 25%. Apabila kurang dari 25% terutang
PPh Pasal 26 sebesar 15% x Rp50.000.000,00 = Rp7.500.000,00.
(sesuai P3B dengan Negara jepang).
3. Bulan Maret 2004: sesuai P3B dengan Jepang, imbalan atas jasa
hanya dikenakan pajak di suatu Negara apabila memenuhi syarat
sebagai bentuk Usaha Tetap (permanent establishment) dan tidak
dapat dikenakan secara scheduler taxation (PPh Pasal 26).
4. Syarat kegiatan jasa memenuhi BUT apabila jasa tersebut dilakukan
dalam jangka waktu enam(6) bulan. Oleh karena jasa tersebut
dilakukan di Indonesia dalam jangka waktu 30 hari, maka jasa
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 26/28
tersebut tidak memenuhi syarat BUT. Indonesia tidak berhak untuk
menungut pajak sama sekali.
Tabel Tarif PPh Pasal 26 Berdasarkan P3B Indonesia dengan Negara Partner
N
oNegara
DIVIDENBUNGA
ROYALTI Lab
a
BUT
1
Tari
f
Dua Tarif
Penyertaa
n Minimal
Port
ofoli
o
UmumTerten
tu
Bank
Sentr
al
Umu
m
Khus
us
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Autralia 15% 0 0 10% - 0% 15% 10% 15%
2 Austria - 25% 10%→ 15% 10% - 0% 10% - 12%
3
Amerika
Serikat 25% 10%→
15% 10% - 0% 10% - 10%
4
Afrika
Selatan 10% 10%→ 15% 10% - 0% 10% - 10%
5 Aljazair 15% 15% - 0% 15% - 10%
6 Belanda 10% 15% 10% - 0% 10% - 10%
7 Belgia 15% 10% - 0% 10% - 10%
8
Brunei
Darussalam 15% 15% - 0% 15% 10%
9 Bulgaria 15% 25% 10%→ - 10% - 0% 10% - 15%
1
0 Cina 10% - 10% - 0% 10% - 10%1
1
Republik
Cheska 25% 10%→ 15% 12.5% - 0%
12.5
%
12.5
%1
2 Denmark 25% 10%→ 20% 10% - 0% 15% - 15%
1
3 Finlandia 25% 10%→ 15% 10% - 0% 10% - 15%
14 Filipina 25% 10%→ 20% 10% - 0% 15% - 15%1
5 Hungaria 15% 25% 10%→ 15% 15% - 0% 15% - 15%
1
6 India 25% 10%→ 15% 10% - 0% 15% - 10%
17 Inggris 15% 10%→ 15% 10% - 0% 15% 10% 10%1
8 Italia 25% 10%→ 15% 10% - 0% 15% 10% 15%
1
9 Jepang 25% 10%→ 15% 10% - 0% 10% 10%2
0 Jerman 25% 10%→ 15% 10% - 0% 15% 10% 10%2
1 Kanada 25% 10%→
15% 10% - 0% 10% - 15%22 Korea 25% 10%→ 15% 10% - 0% 15% - 10%
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 27/28
Selatan
23 Kuwait 10% - 10% - 0% 10% - 10%
24
Luksemburg
h 25% 10%→ 15% 10% - 0%
12.5
% 10% 10%2
5 Malaysia 15% 5% - 0% 15%
12.5
%
26 Mauritius 20% 10%→ 10% 10% - 0% 10% - 10%
27 Mesir 15% 15% - 0% 15% - 15%
28 Mongolia 10% 10% - 0% 10% - 10%
29 Norwegia 15% 10% - 0% 15% 10% 15%3
0 Pakistan 25% 10%→ 15% 15% - 0% 15% 15% 10%3
1 Perancis 25% 10%→ 15%
15%/10
% - 0% 10% - 10%
32 Polandia 20%→
15% 10% - 0% 15% - 10%10%→ 10%
33 Rumania 20%→ 15% 12.5% - 0%15%
12.5% 12.5
%12.5%→
34 Rusia 15% 15% - 0% 15%
12.5
%3
5 Arab Saudi 10% - 0% 10%
36
Selandia
Baru 15% 10% - 0% 15% 20%
37 Seychelles 10% - 0% 10% -38 Singapura 25% 10%→ 15% 10% - 0% 15% 15%
39 Slovakia 10% 10% - 0% 15% 10% 10%
40 Spanyol 25% 10%→ 15% 10% - 0% 10% 10%
41 Sri lanka 15% 15% - 0% 15% 20%
42 Sudan 10% 15% - 0% 10% 10%
43 Suriah 10% 10% - 0% 10% 15%
44 Swedia 25% 10%→ 15% 10% - 0% 15% 10%
45 Swiss 25%→ 15% 10% - 0% 12.5
%
15% 10%
15%→
46 Taipei 10% 10% - 0% 10% 5%47 Thailand 15% 15% - 0% 15% 10% -
48 Tunisia 12% - 0% 15% 12%
49 Turki 25% 10%→ 15% 10% - 0% 10% 15%5
0 Ukraina 20%→ 15% 10% - 0% 10% 10%
10%→ 5
1
Uni Emirat
A. 10% 5% - 0% 5% 5%5
2 Uzbekistan 10% 10% - 0% 20% 10%5 Venezuela 10% 10%→ 15% 10% - 0% 10% 10% 10%
5/17/2018 PASAL 23 26 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pasal-23-26 28/28
3
54 Vietnam 15% 15% - 0% 15% 10%5
5 Yordania 10% 10% - 0% 10%