Pelataran Persembahan Jaman Majapahit Ditemukan
KOMPAS/INGKI RINALDISebuah bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit yang diduga merupakan salah satu candi pemujaan yang berasal dari abad ke-13 ditemukan di Desa Wates Umpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi yang ditemukan Pairin (68), salah seorang warga sekitar, pada Selasa (28/10) itu rencananya akan diekskavasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim.
/RABU, 19 NOVEMBER 2008 | 14:07 WIB
Laporan wartawan Kompas Alb. Hendriyo Widi Ismanto
BLORA, KOMPAS - Balai Arkeologi atau Balar Yogyakarta yang mengeksplorasi situs-situs di Pegunungan
Kendeng Selatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menemukan pelataran persembahan yang
diperkirakan berasal dari zaman akhir kejayaan Kerajaan Majapahit. Lokasi penemuan itu berada di Dukuh
Nglaren, Desa Sentono, Kecamatan Kradenan.
Pelataran itu berada di bukit karst (kapur) di atas belokan Sungai Bengawan Solo. Di sekitar pelataran itu
terdapat tumpukan batu bata dan sejumlah batu andesit yang berserak. Arkeolog Balar Yogyakarta, Gunadi,
Rabu (19/11) di Blora, mengatakan Balar baru menggali sebagian pelataran itu dan menemukan tumpukan
batu yang membentuk anak tangga. Batu itu terdiri dari batu andesit atau batu gunung berapi dan bata yang
besarnya sekitar satu setengah kali besar batu bata biasa. "Batu-batu itu disusun di atas lantai batu karst
yang sudah diratakan," kata dia.
Gunadi mengemukakan perpaduan tiga batu itu menunjukkan semakin pesatnya peradaban dan
pencampuran budaya Hindu-Buddha. Perpaduan batu itu menunjukkan juga pengaruh kerajaan yang
mendirikan pelataran itu sangat luas. Pengaruh itu tampak dari penggunaan batu andesit yang tidak
mungkin berasal dan didapat di Blora, melainkan diimpor dari daerah yang ada gunung apinya. Hal itu
mengingat daerah Blora merupakan daerah karst.
"Kami masih akan melanjutkan penelitian dan penggalian lagi. Selain itu, kami akan menggandeng sejumlah
ahli lain untuk menentukan tahun dan zaman asal bangunan itu," kata dia.
Alb. Hendriyo Widi Ismanto
Taman Majapahit Dibangun di Trowulan
Kawasan Trowulan Rusak 6,2 Hektar Per Tahun untuk Pembuatan Bata
KOMPAS/INGKI RINALDI / Kompas ImagesSebuah bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit yang diduga merupakan salah satu candi pemujaan yang berasal dari abad ke-13 ditemukan di Desa Wates Umpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi yang ditemukan Pairin (68), salah seorang warga sekitar, pada Selasa (28/10) itu rencananya akan diekskavasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim.
/SELASA, 4 NOVEMBER 2008 | 20:30 WIB
MOJOKERTO, SELASA--Pemerintah membangun Taman Majapahit di Trowulan, Kabupaten Mojokerto,
Jawa Timur, dengan mengembangkan Pusat Informasi Majapahit yang saat ini sudah ada. Pembangunan
Taman Majapahit ini, antara lain, untuk menyelamatkan situs serta benda-benda cagar budaya dari
kerusakan.
Pada tahap pertama, pembangunan Taman Majapahit diharapkan selesai pada 2009, termasuk
menentukan batas-batas kawasan. Adapun rencana jangka menengah hingga 2010 adalah penyusunan
skema pendanaan kemitraan dan proposal investasi serta penataan dan pengembangan kawasan perajin di
Trowulan.
Demikian dikatakan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik di sela-sela peletakan batu pertama
pembangunan Taman Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Senin (3/11).
Menurut Menteri, karena keterbatasan dana, pemerintah tidak bisa menyelamatkan seluruh peninggalan
Kerajaan Majapahit di situs Trowulan, Mojokerto, yang berada dalam areal seluas 11 kilometer x 9
kilometer. Yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah melakukan penyelamatan secara perlahan dan
bertahap terhadap situs-situs sejarah yang sudah ditemukan.
Namun, upaya itu harus berhadapan dengan kecepatan laju perusakan lahan di situs Trowulan oleh industri
pembuatan batu bata rakyat. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Puslitbang Budpar), tak kurang dari 6,2 hektar lahan di situs
Trowulan rusak setiap tahun. Namun, pemerintah sulit menghentikan karena berkaitan dengan sumber
ekonomi masyarakat.
Candi temuan baru
Menteri Jero Wacik bersama Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Hari Untoro Dradjat, Senin kemarin,
menyempatkan diri mengunjungi lokasi penemuan candi tempat pemujaan semasa Kerajaan Majapahit di
Desa Wates Umpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur I Made Kusumajawa mengatakan, candi
tersebut diduga sebuah candi pemujaan peninggalan Kerajaan Majapahit dari abad ke-13. (NAL/INK)
Sumber : Kompas Cetak
Peninggalan Majapahit Tak Bisa Seluruhnya Selamat
KOMPAS/YURNALDIGapura Bajangratu di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
/
Artikel Terkait: Jero Wacik: Presiden Restui Pembangunan Taman Majapahit Kota Majapahit Dibangun dengan Sistem Jaringan Air Trowulan, Laboratorium Arkeologi Paling Lengkap Belasan Wartawan Kunjungi Situs Majapahit
SENIN, 3 NOVEMBER 2008 | 19:06 WIB
TROWULAN, SENIN - Pemerintah Indonesia tidak bisa menyelamatkan seluruh peninggalan Kerajaan
Majapahit di Situs Trowulan, Mojokerto yang berada dalam luasan sekitar 11 x 9 kilometer persegi. Hal itu
dikemukakan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, di sela-sela peletakan batu pertama
pembangunan Taman Majapahit di lahan Pusat Informasi Majapahit, Trowulan, Mojokerto, Senin (3/11).
"Karena kalau kita bebaskan semua (lahannya) tidak ada uangnya," ujar Jero.
Untuk itulah Pusat Informasi Majaphit akan dikembangkan dengan pembangunan Taman Majapahit pada
tahap pertama. Diharapkan pembangunan yang akan selesai seutuhnya pada 2009 itu mencapai tujuan
jangka pendek diantaranya penyusunan master plan pemanfaatan Taman Majapahit dan menentukan batas
batas kawasan.
Sementara rencana jangka menengah hingga 2010 adalah penyusunan skema pendanaan kemitraan dan
proposal investasi serta penataan dan pengembangan kawasan perajin di Trowulan. Direktur Peninggalan
Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Suroso, menyebutkan untuk tahap pertama
pembangunan itu akan dikucurkan dana Rp 3 miliar.
Kota Majapahit Dibangun dengan Sistem Jaringan Air
KOMPAS/YURNALDICandi Brahu, salah satu situs Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, yang telah selesai dipugar.
/SENIN, 3 NOVEMBER 2008 | 15:38 WIB
TROWULAN, SENIN - Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Hari Untoro Dradjat mengatakan, bahwa keberadaan Trowulan dan dihubungkan dengan Kerajaan
Majapahit sudah lama jadi subyek penelitian.
Bahkan, awal abad 19 seorang Belanda bernama Wardenaar diutus Gubernur Jenderal Stamford Raffles
untuk mencatat potensi kepurbakalaan. Pada tahun 1985 penelitian yang lebih intensif tentang Trowulan
dilakukan dengan metoda penginderaan jarak jauh dan hasilnya menakjubkan dengan interpretasi bahwa
kota Majapahit dibangun dengan sistem jaringan air yang saling berhubungan.
"Sistem jaringan air ini dalam kajian arkeologi adalah merupakan model pertahanan yang lazim digunakan
oleh kerajaan-kerajaan kuno di Asia Tenggara, seperti Sukothai dan Kamboja. Dengan penelitian ini terbukti
bahwa Trowulan adalah bekas Kota Majapahit adalah sangat kuat dan sudah memiliki hubungan erat
dengan berbagai negara," kata Hari Untoro Dradjat, Senin (3/11).
Menurut Hari, temuan di Trowulan terdiri atas candi, kanal, kolam segaran, keramik, logam, mata uang dan
lain-lainnya tersebar sangat luas dalam kota Kerajaan Majapahit yang berukuran 9 x 11 km persegi. Melihat
pentingnya situs Kota Majapahit ini maka Pemerintah telah membuat master plan sebagai dasar pelestarian
dan pemanfaatannya. Sejumlah situs sudah dilakukan pemugaran, seperti Candi Tikus, Candi Bajangratu,
Candi Brahu, Candi Gentong, dan Candi Wringin Lawang, serta Kolam Segaran.
Trowulan sebagai bekas Kota Majapahit, jelas Dirjen Sejarah dan Purbakala itu, dalam pengembangan dan
pemanfaatannya ke depan perlu didukung dengan adanya Taman Majapahit, yang berfungsi sebagai
sentral yang menghubungkan jaringan situs-situs yang ada di trowulan. Di samping itu juga berfungsi
sebagai laboratorium untuk kepentingan penelitian kebudayaan Majapahit.
Pembangunan Taman Majapahit yang peletakan batu pertamanya oleh Menbudpar Jero Wacik, Senin
(3/11) diharapkan dapat memberikan penjelasan secara lengkap dan memuaskan kepada masyarakat
mengenai arti penting dari peninggalan Majapahit.
"Dalam pengembangan ke depan kita perlu dukungan dari berbagai pihak, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, CSR dan masyarakat luas," jelasnya.
Yurnaldi
Gapura Bajangratu, Pintu Masuk Bangunan Suci di Zaman Majapahit
KOMPAS/YURNALDIGapura Bajangratu di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
/MINGGU, 2 NOVEMBER 2008 | 23:16 WIB
TROWULAN, MINGGU -Peradaban Majapahit bukanlah sebuah legenda. Sosoknya ditopang oleh bukti-
bukti arkeologis yang tertinggal dari zamannya. Setiap peninggalan kebesaran Majapahit mengandung nilai
historis dan ilmu pengetahuan.
Untuk membuktikan itu, belasan wartawan dari media massa nasional di Jakarta, Minggu (2/11) diundang
mengunjungi Gapura Bajangratu di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi
Jawa Timur.
Peneliti dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Provinsi Jawa Timur, Aris Soviyani mengatakan, situs
Gapura Bajangratu fungsinya diduga sebagai pintu masuk ke sebuah bangunan suci untuk memperingati
wafatnya Raja Jayanegara, yang dalam Negarakertagama disebut kembali ke dunia Wisnu 1328 Saka.
"Dugaan ini didukung oleh adanya relief Sri Tanjung dan Sayap Garuda yang mempunyai arti sebagai
lambang pelepasan. Masa pendirian Gapura ini tidak diketahui dengan pasti, namun berdasarkan relief
Ramayana, relief binatang bertelinga panjang, dan relief naga, diperkirakan gapura Bajangratu berasal dari
abad XIII sampai XIV," katanya.
Denah bangunan gapura berbentuk segi empat berukuran 11,5 meter x 10,5 meter, tinggi 16,5 meter dan
lebar lorong pintu masuk 1,40 meter. Secara vertikal, Gapura Bajangratu terdiri dari kaki, tubuh, dan atap.
Selain itu gapura punya sayap dan pagar tembok di kedua sisinya. Pada kaki gapura terdapat hiasan panil
yang menggambarkan cerita Sri Tanjung. Menurut Aris, sejak didirikan, gapura ini belum pernah dipugar,
kecuali usaha-usaha konsolidasi yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Pada tahun
1989, Gapuran Bajangratu mulai dipugar dan selesai tahun 1992.(Yurnaldi)
Lihat Langsung Peninggalan Majapahit
KOMPAS/YURNALDIBenda Cagar Budaya Wringin Lawang di Trowulan, Jawa Timur. Pintu Gerbang Kerajaan Majapahir.
/MINGGU, 2 NOVEMBER 2008 | 17:09 WIB
TROWULAN, MINGGU - Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Hari Untoro Dradjat mengatakan, benda cagar budaya tak cukup dipelajari sekolah-sekolah. Masyarakat
perlu melihat langsung ke lapangan agar bisa menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan kepada budaya
bangsa.
"Di balik benda cagar budaya itu banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik. Kita bisa melihat lebih jauh di
sekitarnya. Misalnya situs-situs Kerajaan Majapahit. Di balik benda-benda cagar budaya ini kita bisa melihat
sejarah tentang kota, perdagangan, dan sebagainya." katanya, Minggu (2/11) di Cagar Budaya Wringin
Lawang, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
Hari menjelaskan, di Trowulan karena sangat banyak benda-benda dan bangunan candi peninggalan
Kerajaan Majapahit, maka Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Senin (3/11) akan meletakkan
batu pertama pembangunan Taman dan Pusat Informasi Majapahit. Menurut Dirjen Hari Untoro Dradjat,
Majapahit tidak hanya sekadar jadi bahan kajian para arkeolog, tetapi juga informasi yang amat berguna
bagi masyarakat umum, dan sebagai tujuan wisata yang menarik.
Tinggalan Kerajaan Majapahit sangat banyak, baik keramik, logam, bangunan, dan segala macam. Benda
Cagar Budaya Wringin Lawang, misalnya, ini merupakan gerbang kota Majapahit.
"Tepat di tengah gerbang, pada saat bulan purnama di bulan Mei dan Juni setiap tahun, bulan terlihat indah
sekali. Karena itu dinamakan kawasan Trowulan, yang artinya terang bulan," papar Hari. Dari aspek
pelestarian, tinggalan budaya di wilayah Trowulan ini merupakan salah satu upaya pelestarian kota kuno
masa klasik yang dimiliki Indonesia.
Yurnaldi
Trowulan, Laboratorium Arkeologi Paling Lengkap
KOMPAS/INGKI RINALDISeorang peneliti membersihkan bagian bangunan berupa kanal air peninggalan Kerajaan Majapahit di situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (6/8). Selain kanal air, ditemukan pula sumur dan sejumlah artefak, seperti pecahan tembikar, logam, dan batu bata dalam ukuran berbeda-beda.
/MINGGU, 2 NOVEMBER 2008 | 14:33 WIB
Laporan wartawan Kompas Yurnaldi
TROWULAN, MINGGU -- Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, akhir-akhir ini menjadi
subyek penelitian menarik para arkeolog. Para arkeolog dan mahasiswa arkeologi dari Universitas
Indonesia, Universitas Hasanuddin, Universitas Udayana, dan Universitas Gadjah Mada membentuk tim
terpadu beranggotakan 100 orang untuk meneliti situs itu.
Arkeolog dan peneliti dari Universitas Indonesia Heriyanti Hari Oentoro Dradjat mengatakan, dari penelitian
selama satu bulan, diperkirakan Trowulan adalah pusat Kerajaan Majapahit. Sementara situs Kedaton
diasumsikan sebagai Keraton Kerajaan Majapahit. Ditemukan banyak artefak di sana. "Berdasar penggalian
10 hari lalu diperoleh gambaran, di seputar Kedaton ditemukan banyak artefak. Hasil penelitian akan
dipublikasikan Desember mendatang, karena saat ini masih dalam pengolahan. Analisisnya masih perlu
waktu," kata Heriyanti.
Menurut Heriyanti, Trowulan merupakan bukti otentik kerajaan Hindu-Budha yang merupakan suatu kota.
Dengan demikian, Trowulan merupakan laboratorium arkeologi yang paling lengkap.
Sedangkan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Provinsi Jawa Timur I Made Kusumajaya
mengatakan, luas Kota Majapahit semula diperkirakan 4 x 5 km persegi, namun penelitian oleh Nurhadi
Rangkuti mendapati luas Kota Majapahit ternyata 9 x 11 km persegi. "Di luar batas sakral itu masik banyak
ditemukan sisa-sisa aktivitas manusia masa lalu. Setiap jengkal banyak ditemukan peninggalan seperti
tembikar, keramik, dan uang yang berlaku di era Majapahit," jelasnya.
Terakhir, lanjutnya, ditemukan sebuah kaki candi. Ini sangat istimewa, karena kaki candinya berukir dan
terbuat dari bata dengan teknik pembakaran yang luar biasa. "Bata-bata yang digunakan untuk membangun
candi-candi di Kerajaan Majapahit sampai sekarang masih kuat, padahal dulu belum ada semen," katanya.
Dengan banyaknya ditemukan artefak dari China, Jepang, dan Thailand, suatu bukti bahwa Kerajaan
Majapahit memiliki hubungan dagang dengan ketiga negara itu yang berjalan baik.
Yurnaldi
Lokasi Kedaton Majapahit Dicari di Situs Trowulan/
SELASA, 5 AGUSTUS 2008 | 21:09 WIB
MOJOKERTO, SELASA - Proses penggalian atau Ekskavasi untuk mengungkap lokasi kedaton di situs
Trowulan dengan luas total 1x1 kilometer persegi yang dilakukan sejak lima hari lalu belum menghasilkan
perkembangan signifikan. Penanggung Jawab Penelitian Arkeologi Terpadu atau PATI I DR. Irma M. Johan,
memastikan hal itu Selasa (5/8) siang.
Ekskavasi tersebut dibiayai Yayasan Keluarga Hashim Djojohadikusumo. Analisa temuan akan dilakukan
pada bulan Oktober 2008 dan pelaporan serta publikasi hasil temuan akan dilakukan pada November 2008.
Direktur PATI I, Niken Wirasanti menjelaskan, ekskavasi pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan
bersama empat universitas itu diikuti oleh 20 dosen dan 80 mahasiswa. Ia menjelaskan, hasil penelitian
nantinya akan didokumentasikan di Pusat Informasi Majapahit, Trowulan, Mojokerto.
"Kerajaan Majapahit yang ada pada abad 13 hingga 15 dan secara sosial politik berjaya di masa itu pastilah
juga mengalami perubahan-perubahan. Bukan tidak mungkin, selama masa itu terjadi pula perubahan pusat
pemerintahan," ujar Niken. Ia menjelaskan, tumpang tindihnya informasi selama ini perihal lokasi kedaton di
situs Trowulan akan coba diurai dalam ekskavasi kali ini.
Selain ditujukan untuk mengungkapkan lokasi persis kedaton situs Trowulan, ekskavasi bersama itu juga
dimaksudkan untuk menyamakan metode dan standar kompetensi arkeolog. "Banyak manfaatnya bagi
kami. Ini sangat bagus untuk standardisasi," kata I Nyoman Wardi, Ketua Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra
Universitas Udayana Bali.
Ketua Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar, DR. Anwar Thosibo mengutarakan
pengungkapan lokasi kedaton situs Trowulan bermanfaat untuk menemukan sampai seberapa jauh kaitan
antara Majapahit dengan kerajaan lainnya di Indonesia. "Soalnya, saya melihat ada kesamaan antara
terakota yang ditemukan di lokasi ini dengan yang ada di Makassar," katanya.
Ingki Rinaldi
Belasan Wartawan Kunjungi Situs Majapahit
KOMPAS/YURNALDIKolam Segaran, seluas satu hektar di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit.
/MINGGU, 2 NOVEMBER 2008 | 14:01 WIB
Laporan wartawan Kompas Yurnaldi
TROWULAN, MINGGU -- Upaya pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
memperkenalkan benda cagar budaya, situs dan kawasan sebagai warisan budaya bangsa, akhir-akhir ini
semakin gencar.
Agar masyarakat tahu dan tidak merasa asing dengan benda cagar budaya, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, melalui Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, mengundang belasan wartawan media
nasional ke Trowulan, Jawa Timur.
"Situs Trowulan di Kabupaten Mojokerto, menyimpan sejarah Kerajaan Majapahit yang sudah dikenal dalam
komunitas dunia ilmiah sejak awal abad ke-20. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengungkapkan seluruh
aspek kebesaran Majapahit," kata Wakil Panitia Press Tour Trowulan, Lien Dwiari Ratnawati, Minggu (2/11)
di Trowulan.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Senin (3/11) dijadwalkan akan meletakkan batu pertama
pembangunan Pusat Informasi Majapahit, di situs Trowulan.
Lien menjelaskan, kunjungan wartawan ke Trowulan dimaksudkan untuk memperkenalkan benda cagar
budaya, situs dan kawasan sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan (dilindungi, dikembangkan dan
dimanfaatkan) sesuai dengan peraturan yang benar kepada masyarakat umum, kalangan pers dan khusus
generasi muda.
"Tujuannya agar masyarakat memiliki pengetahuan dan selanjutnya sadar dan peduli terhadap
keberlangsungan dan pelestarian serta pemanfaatan warisan budata bangsa," paparnya.
Peneliti Sulit Temukan Istana Kerajaan Majapahit
KOMPAS/INGKI RINALDI
Seorang peneliti membersihkan bagian bangunan berupa kanal air peninggalan Kerajaan Majapahit di situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (6/8). Selain kanal air, ditemukan pula sumur dan sejumlah artefak, seperti pecahan tembikar, logam, dan batu bata dalam ukuran berbeda-beda.
/KAMIS, 11 SEPTEMBER 2008 | 21:00 WIB
KEDIRI, KAMIS--Para peneliti sampai sekarang masih kesulitan untuk menemukan lokasi keberadaan
Istana Kerajaan Majapahit. "Penelitian yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi kemarin, hanya
menemukan pusat kota dan pusat sakral zaman Majapahit. Kalau istana kerajaannya belum ditemukan,"
kata Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, I Made Kusumajaya di Kediri, Kamis.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pusat kota yang ditemukan para peneliti dari Universitas Hasanuddin (Unhas)
Makassar, Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, dan Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu, adanya sebuah wilayah seluas 4 x 5 kilometer di Desa Segaran,
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Selain itu, juga ditemukan kawasan seluas 11 x 9 kilometer yang dianggap sebagai pusat sakral oleh
masyarakat di zaman Majapahit dulu.
Dalam penelitian tersebut, empat perguruan tinggi negeri terkemuka itu juga berhasil menemukan sebuah
batu kuno setebal 80 sentimeter, yang dianggap sebagai pagar bangunan pada zaman Majapahit di bawah
kekuasaan Raja Hayam Wuruk. "Memang istana Kerajaan Majapahit itu diperkirakan ada di sekitar
Segaran, tetapi kami belum bisa memastikannya, karena belum ditemukan adanya istana di situ," katanya
menambahkan.
Made menilai, adanya keunikan tersendiri mengenai lokasi Kerajaan Majapahit di bawah Hayam Wuruk
yang membangun pusat kerajaan di sekitar kawasan Trowulan itu. "Kalau kami teliti lebih jauh, ternyata itu
bagian dari strategi yang diterapkan Hayam Wuruk agar tidak mudah diserang oleh musuh, karena biasanya
pusat kerajaan di zaman dulu itu selalu berada di kawasan pantai yang memudahkan musuh menyerang
dengan armada lautnya," katanya.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi itu, sampai sekarang baru mencapai
sekitar 20 persen. Menurut Made, penelitian sekarang ini difokuskan pada perilaku masyarakat Majapahit.
"Para peneliti membandingkan perilaku masyarakat Majapahit itu dengan perilaku masyarakat Bali, karena
memang ada kemiripan," katanya. (ANT)
JY
Istana Majapahit Belum Ditemukan
KOMPAS/INGKI RINALDISeorang peneliti membersihkan bagian bangunan berupa kanal air peninggalan Kerajaan Majapahit di situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (6/8). Selain kanal air, ditemukan pula sumur dan sejumlah artefak, seperti pecahan tembikar, logam, dan batu bata dalam ukuran berbeda-beda.
/KAMIS, 11 SEPTEMBER 2008 | 09:52 WIB
KEDIRI, KAMIS — Para peneliti sampai sekarang masih kesulitan menemukan lokasi keberadaan istana
Kerajaan Majapahit. "Penelitian yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi kemarin hanya menemukan
pusat kota dan pusat sakral zaman Majapahit. Kalau istana kerajaannya belum ditemukan," kata Kepala
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan I Made Kusumajaya di Kediri, Kamis (11/9).
Lebih lanjut dia menjelaskan, pusat kota yang ditemukan tim peneliti dari Universitas Hasanuddin (Unhas),
Universitas Udayana (Unud), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gajah Mada (UGM) itu adalah
sebuah wilayah seluas 4 x 5 kilometer di Desa Segaran, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Selain
itu, juga ditemukan kawasan seluas 11 x 9 kilometer yang dianggap sebagai pusat kegiatan sakral
masyarakat di zaman Majapahit dulu.
Dalam penelitian tersebut, empat perguruan tinggi negeri terkemuka itu juga berhasil menemukan sebuah
batu kuno setebal 80 sentimeter yang diduga merupakan pagar bangunan zaman Majapahit saat diperintah
Raja Hayam Wuruk. "Memang istana Kerajaan Majapahit itu diperkirakan ada di sekitar Segaran, tetapi
kami belum bisa memastikannya karena belum ditemukan adanya (sisa-sisa) istana di situ," katanya
menambahkan.
Made menilai, ada keunikan terkait alasan Majapahit membangun lokasi kerajaannya di sekitar kawasan
Trowulan itu. "Kalau kami teliti lebih jauh, ternyata itu bagian dari strategi yang diterapkan Hayam Wuruk
agar tidak mudah diserang oleh musuh karena biasanya pusat kerajaan di zaman dulu itu selalu berada di
kawasan pantai yang memudahkan musuh menyerang dengan armada lautnya," katanya.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh empat perguruan tinggi itu, sampai sekarang baru mencapai
20 persen. Menurut Made, penelitian sekarang ini difokuskan pada perilaku masyarakat Majapahit. "Para
peneliti membandingkan perilaku masyarakat Majapahit itu dengan perilaku masyarakat Bali karena
memang ada kemiripan," katanya
WSN Sumber : Ant
Empat Universitas Ekskavasi Situs Trowulan/
SENIN, 4 AGUSTUS 2008 | 20:17 WIB
MOJOKERTO, SENIN- Empat universitas, yakni Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada,
Universitas Hasanuddin, dan Universitas Udayana, untuk pertama kalinya di Indonesia melakukan
penggalian arkeologi secara bersama di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto,
Jatim.
Penggalian atau ekskavasi yang menurut Penanggung Jawab Penelitian Arkeologi Terpadu atau PATI I DR.
Irma M Johan dilakukan sejak 1 Agustus itu, ditujukan untuk mengungkapkan dimana sebetulnya lokasi
kedaton Majapahit.
Ekskavasi yang akan dilakukan hingga 11 Agustus mendatang itu, hingga Senin (4/8), telah berhasil
menemukan batas-batas tembok yang berada pada kedalaman antara satu meter hingga tiga meter di
bawah permukaan tanah. Sejauh ini telah dilakukan penggalian 20 lubang berukuran 1,5 X 1,5 meter
persegi dengan kedalaman antara 1-3 meter pada sebuah bidang tanah milik Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala atau BP3 Jatim.
Temuan bangunan yang diduga sebagai batas-batas tembok kedaton itu cukup menggembirakan karena
paling tidak sesuai dengan uraian dalam Nagarakrtagama yang di antaranya menyebutkan kedaton
dikelilingi dan disekat-sekat oleh tembok pembatas. Namun, umur batas-batas tembok yang terdiri atas
sejumlah lapisan susunan batu bata itu belum bisa ditentukan berasal dari tahun berapa.
Irma yang juga Ketua Departemen Arkeologi Universitas Indonesia menjelaskan, sebetulnya perimeter
ekskavasi itu luas totalnya 1 X 1 km2. Namun, belum semua titik bisa dilakukan penggalian karena status
tanah yang milik warga.
INK
Kerajaan Majapahit segera DirekonstruksiKAMIS, 21 FEBRUARI 2008 | 15:49 WIB
SURABAYA, KAMIS - Kabupaten Mojokerto, Jatim segera menjadi "Kota Kerajaan Majapahit" dengan
membangun kembali (rekonstruksi) kerajaan yang berpusat di Kecamatan Trowulan itu.
"Insya-Allah, rencana itu akan dicanangkan pada 100 Tahun Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2008," kata
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab Mojokerto, Drs Afandi Abdul Hadi SH MPd kepada ANTARA
di Surabaya, Kamis.
Di sela-sela seminar "Meningkatkan Daya Saing Kota Melalui Brand Image dan City Marketing" yang digelar
mahasiswa planologi ITS, ia mengemukakan, rencana itu sudah didukung pemerintah pusat.
"Kami tinggal menunggu Keppres tentang Kota Kerajaan Majapahit itu, karena Departemen Pariwisata juga
sudah mendukung. Tanpa Keppres, jejak Kerajaan Majapahit sulit dibangun, sebab pembebasan tanah juga
sulit," katanya.
Menurut salah satu ketua Ikatan Keluarga "Gipo" Mojokerto (keturunan Hasan Sagipodin, Ketua Umum
PBNU pertama) itu, tanah yang perlu dibebaskan untuk "Majapahit Park" adalah 4-5 kilometer dari Museum
Majapahit.
"Jadi, bekas Kerajaan Majapahit itu akan dibangun dari titik pusat di Museum Majapahit, lalu ditarik ke arah
barat, timur, utara, dan selatan dengan jangkauan lima kilometer, sehingga Majapahit Park itu sangat luas
dan perlu perlindungan hukum," katanya.
Namun, bukti-bukti sejarah untuk rekonstruksi Kerajaan Majapahit itu masih ada. "Bukti-bukti itu perlu
dipelihara dengan rekonstruksi Kerajaan Majapahit itu," katanya menjelaskan.
Untuk mendukung rencana itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mojokerto sudah merintis
"Festival Majapahit" dengan menggelar Festival Seni dan Budaya Majapahit pada Oktober-Desember 2007.
"Kami mengawali Festival Seni dan Budaya Majapahit 2007 dengan pemilihan Raja dan Ratu Majapahit (26-
27 Oktober 2007), kemudian pemilihan Guk dan Yuk Mojokerto (6-7 November 2007)," katanya.
Setelah itu, Festival Pedalangan (12-13 November 2007), Festival Seni Pertunjukan (14-15 November
2007), Festival Musik Jalanan (18 November 2007), dan Pameran Lukisan dan Foto Purbakala Trowulan
(1-7 Desember 2007).
"Ke depan, kami juga merencanakan festival seni, festival kuliner, festival budaya, festival arca, dan festival
lainnya yang sifatnya serba bernuansa Kerajaan Majapahit," katanya menambahkan.
Dalam seminar yang juga diikuti ratusan mahasiswa dan beberapa pakar tata kota itu, pakar tata kota dari
ITB, Ir Andi Oetomo MPl menyampaikan dukungan tentang ihtiar membangun kembali "Kerajaan Majapahit"
sebagai "branding" Mojokerto.
"Tapi, penciptaan ’branding’ itu jangan terlalu sederhana, seperti dengan festival, pameran, atau events
tertentu. Ciptakan ’branding’ yang serius dan berkesinambungan dengan melibatkan daerah lain, provinsi,
dan pusat," katanya.
Untuk penciptaan "branding" yang serius, katanya, perlu dilakukan dengan riset kebutuhan kelompok
sasaran dan warga sekitar "kerajaan" itu, penataan infrastruktur, tingkat keamanan dan keselamatan, dan
menjaga kualitas layanan.
Hal senada juga dikemukakan staf ahli Sesditjen Penataan Ruang Departemen PU, Endra Saleh Atmaja ST
MSc DEA. "Branding itu keunikan identitas kota kita, bukan identitas negara lain seperti ’hutan’ mall,"
katanya.(ANT)
Candi Pemujaan Kuno Ditemukan di Trowulan/
KAMIS, 30 OKTOBER 2008 | 18:45 WIB
TROWULAN, KAMIS - Sebuah bangunan kuno peninggalan zaman Kerajaan Majapahit ditemukan oleh
seorang warga bernama Pairin (68) di Desa Wates Umpak, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Menurut Pairin, Kamis (30/10), bangunan kuno berupa struktur batu bata dengan sejumlah relief itu
ditemukannya tanpa sengaja saat tengah melakukan penggalian tanah untuk pembuatan batu bata pada
Selasa (28/10) lalu.
"Saya sudah berada di lokasi ini sekitar 10 bulan untuk membuat batu bata, setelah sebelumnya berada di
lokasi lain. Saat sedang menggali pada Selasa sore saya menemukan bangunan ini," kata Pairin. Ia lantas
membuat pagar bambu yang mengelilingi lokasi temuan itu bersama sejumlah warga lain agar tidak terjadi
perusakan.
Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur, I Made Kusumajaya, yang dikonfirmasi
soal temuan itu menyatakan bangunan kuno itu adalah sebuah candi pemujaan. Candi pemujaan
peninggalan zaman kerajan Majapahit itu diperkirakan berasal dari abad ke-13.
Ingki Rinaldi