PEMAHAMAN JAMA‟AH MASJID BAITURRAHMAN
DESA GABUS KABUPATEN PATI TERHADAP HADIS
TENTANG LARANGAN BERBICARA SAAT KHUTBAH JUM’AT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Ahmad Nur Kholis
1112034000152
PROGAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN
TAFSIRFAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
iv
ABSTRAK
Ahmad Nur Kholis
Pemahaman Jama‟ah Masjid Baiturrahman Desa Gabus kabupaten Pati
Terhadap Hadits tentang Larangan Berbicara saat Khutbah Jum‟at
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman jama‟ah tentang
hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus
Kabupaten Pati. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknis
analisis regresi. Pengambilan data penelitian menggunakan random sampling
dengan jumlah responden sebanyak 23 jama‟ah dari 26% jumlah seluruh jama‟ah
di masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan dua metode, yaitu angket dan dokumentasi. Metode angket
digunakan untuk mengambil data tentang dua variable, yakni untuk mengetahui
pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat khutbah dan jama‟ah
yang berbicara saat khutbah jum‟at, sedangkan dokumentasi hanya aktivitas
khutbah jum‟at.
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisis regresi. Hasil
analisis regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pemahaman jama‟ah
tentang hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at terhadap jama‟ah yang
berbicara saat khutbah jum‟at. Hasil hitung analisis regresi menunjukkan bahwa
lebih kecil dari pada , maka artinya tidak signifikan dan hipotesis
yang berbunyi terhadap pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara
saat khutbah jum‟at terhadap jama‟ah yang berbicara saat khutbah jum‟at masjid
Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati ditolak. Hal tersebut karena adanya
factor lain yang dapat mempengaruhi pemahaman jama‟ah, antara lain tidak
adanya waktu untuk membahas masalah hadits dan kurangnya himbauan panitia
masjid terhadap jama‟ah.
Kata Kunci :Metode Pemahaman Hadits, dan Larangan Berbicara ketika Khutbah
Jum‟at
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. Tuhan yang maha membolak
balikan hati. Dialah yang maha pengasih dan penyayang kepada seluruh makhluk
yang ada di muka bumi. Hanya dialah yang maha pemberi rahmat dan maha
menentukan atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta termasuk dengan
selesainya penulisan sekripsi ini. Shalawatullah wa salamuhu saya haturkan
kepada Nabi Muhammad Saw. karena berkat beliaulah saya masih bisa menikmati
adanya agama islam.
Dalam penyelesaian tulisan ini tentunya juga diisertai dengan peran serta
orang lain, seperti halnya keluarga, dosen, kerabat serta temen yang selalu
membantu baik dengan menyumbang ide dan memberikan motivasi kepada saya.
Oleh karenanya, saya mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor Universitas Islam Negri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir. Serta Terimakasih pula kepada Dra. Banun Binaningrum, M.Pd
selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.
4. Terimakasih kepada segenap dosen serta seluruh civitas akademika yang
berada di lingkungan Fakultas Ushuluddin yang telah memberi
dukungan dengan beberapa fasilitas yang disiapkan sehingga
memudahkan penulis ketika sidang membutuhkan sesuatu.
5. Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M.Ag, beliau yang telah memberikan
waktu luangnya untuk bimbingan, memberikan saran dan kritikan pada
penelitian saya secara teliti demi maksimalnya penulisan skripsi ini.
Semua bimbingan yang telah beliau berikan sangat membantu bagi saya
dalam penulisan ini.
vi
6. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Maulana, M.Ag,
selaku dosen pembimbing akademik yang juga ikut berpartisipasi
menyumbangkan ide dan saran demi kelancaran skripsi ini.
7. Bpk. Muhadi dan Ibu Kasmi serta Adik Syu‟aib Abdurrahman yang
telah memberikan support kepada saya, baik secara materi ataupun
nonmateri yang terkadang membuat saya menjadi terpacu untuk segera
menyelesaikan kuliah. Serta, merekalah yang selalu mengasuh,
mendidik dan juga selalu mendoakan dengan ikhlas dan penuh dengan
kasih sayang kepada saya.
8. Terimakasih juga kepada teman seperjuangan Prodi Tafsir Hadis
Angkatan 2012 dari kelas A sampai E . Dan kepada Arif, Riswan, Fajar,
Ali, Herman, Sukoi, Aray, Hary, Ainut dan yang tak bisa menyebutkan
satu-persatu, saya ucapkan terimakasih yang setia berkumpul menjadi
teman diskusi, ngopi, PES dan memberikan saran serta mendengarkan
keluh kesah serta kegalauan dalam pembuatan skripsi ini mulai dari
awal hingga akhir.
9. Seluruh teman-teman kelompok KKN Pitagoras 2015, Toro,Tri, Reka,
Sadam, Razi Fadhilah, Nadya, Putri, Tebo, Annisa, Indah, Anggun, dan
Dwi yang telah meledek dengan foto-foto wisuda yang ada di sosmed
ataupun di grup WA.
10. Terimaksih kepada anak-anak IKHLAS Jakarta yang telah menerima
saya dengan seadanya dan mau menjadi teman diskusi ketika kumpul-
kumpul bareng.
11. Terimakasih juga kepada anak-anak ICI yang di bawah naungan Bang
Jarwo, berkat dia dan anggotanya (Teh Lail, Arif, Dullah, Anis, Abdul,
Ikhsan, dan lainnya, saya menjadi memahami tentang organisasi dan
berbagai hal ilmu serta teman diskusi.
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transeliterasi Arab-Latin yang digunkan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik
Program Strata 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah.
a. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts te dan es ث
j je ج
h h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
viii
sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
„ عkoma terbalik keatas, menghadap
kekanan
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apostrof „ ء
ix
y ye ي
b. Voakal
Vocal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia,
terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksarannya adalah
sebagai berikut:
Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin
Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alihaksaranya adalah
sebagai berikut :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ai a dan i
و au a dan u
Vokal Panjang
Ketentuan alihaksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :
x
Tanda Voal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ىا
î i dengan topi di atas ىي
û u dengan topi di atas ىو
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu ال , dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf
syamsiyah maupun huruf Qamariyyah. Contoh : al-rijȃl bukan ar-rijȃl, al-
dȋwȃn bukan ad-dȋwȃn.
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam system tuisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda (), dalam alihaksara ini dilambangkan
dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang telah diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darȗrah melainkan al-
darȗrah, demikian seterusnya.
Ta Marbȗtah
Berkaitan dengan alihaksra ini, jika huruf ta marbȗtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut di alihaksarakan menjadi
huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta
marbȗtah tersebut di ikuti kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun jika huruf
ta marbȗtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No. Tanda Vokal Latin Keterangan
Tarîqah طريقت .1
al-Jâmi‟ah al-Islâmiyyah الجامعت اإلسالميت .2
xi
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود .3
Huruf Kapital
Meski pun dalam sistem penulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk
menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama tempat, nama bulan, nama
diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal atau kata
sandangnya. (Contoh : Abu Hamid al-Ghazali bukan AbȗHȃmid Al-Ghazȃlȋ,al-
Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak
miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya, demikin seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbânî,
tidak „Abd al-Samad al-Palimbani; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-
Rânirî.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 5
C. Perumusan Masalah ........................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ..................................................... 5
E. Kajian Pustaka................................................................................................6
F. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUANTENTANG TAKHRIJ DAN KUALITAS SANAD DAN
MATAN HADIS
A. Pengertian Khutbah ........................................................................................ 9
B. Pengertian Takhrij Hadits ............................................................................. 12
C. Biografi Periwayat Hadits ............................................................................ 25
D. Kualitas Sanad dan Matan Hadits ................................................................ 48
E. Pemahaman Hadits.......................................................................................59
BAB III METODE PENELITIAN TERHADAP JAMA‟AH MASJID
BAITURRAHMAN TENTANG BERBICARA KETIKA KHUTBAH
JUM‟AT
A. Populasi dan Sample .................................................................................... 66
B. Tempat dan waktu Penelitian ....................................................................... 67
C. Sumber Data ................................................................................................. 67
D. Teknik Pengumpulan Data............................................................................68
E. Teknik Pengolahan Data...............................................................................70
xiii
BAB IV ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Penelitian .............................................................................. 74
B. Analisis Data dan Uji Hipotesis…………………………………………....83
C. Pembahasan. ................................................................................................. 87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 89
B. Saran ............................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah SWT di muka bumi ini untuk
menyampaikan risalah-risalahNya, berupa al-Qur‟an untuk kehidupan semua
makhluk dan umatNya.1Selain beliau seorang utusan, Nabi Muhammad Saw.
juga menjadi seorang yang paling dihormati dan dijadikan suri tauladan dari
segala aspek kehidupannya. Untuk itu dibutuhkan sarana dan prasarana bagi
umatnya untuk mengetahui seluk beluk yang berkaitan dengan pribadidan
kehidupan Nabi Muhammad Saw. Sementara sarana yang paling penting untuk
mengetahui informasi yang berkenaan dengan riwayat Nabi yaitu hadits dan
sunnah.2
Secara struktural hadist merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah
al-Qur‟an, Secara fungsional hadis dapat berfungsi sebagai penjelas (bayan),
sebuah narasi, biasanya sangat singkat, dan bertujuan memberikan
1 Dalam Q.S. Saba (34): 28 disebutkan bahwa “Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita dan pemberi
peringatan, namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. Lihat juga Q.S. al-Ahzab
(33): 21 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang menghrap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah”. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan
Terjemahnya,(Surabaya surya Cipta Aksara 1993).edisi baru revisi.
2 Sunnah menurut Bahasa (lughat) sunnah bermakna jalan yang dijalani terpuji,
atau tidak. Sesuatu yang sudah dibiasakan, dinamai Sunnah, walaupun tidak baik. Lihat
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang : PT
Pustaka Rizki Putra, 2005), h. 5.
2
informasitentang apa yang dikatakan Nabi, dilakukan, disetujui atau tidak
disetujui oleh beliau yang terkodifikasikan jauh setelah Rasulullah Saw. wafat.3
Dalam kaitannya dengan sumber hukum Islam, terdapat perbedaan yang
sangat besar antara al-Qur‟an dengan hadist Nabi Saw. al-Qur‟an diyakini
sepenuhnya oleh muslim, tanpa terkecuali, sebagai wahyu Allah yang telah
tertulis sejak Rasulullah Saw. masih hidup. Sampai kepada kita dengan proses
periwayatan yang berlangsung secara Mutawatir,4 oleh karena itu ia bersifat
qath‟i al-wurud, serta dijaga keotentitasannya oleh Allah SWT dan secara
kuantitas sedikit lebih banyak di bandingkan dengan hadits.
Dilihat dari periwayatannya, hadist Nabi Saw berbeda dengan al-Qur‟an.
Adapun hadist, proses periwayatan yang lebih banyak berlangsung secara Ahad
dan sedikit yang berlangsung secara Mutawatir, dengan memiliki petunjuk ada
yang Qat‟idan ada yang Zhanni, baik wurud-nya atau dalalah-nya, sehingga
betapa pun sahihnya suatu hadits hanya sampai pada tingkatan “diduga kuat”. Jadi
selain al-Qur‟an sebagai ajaran Islam yang benar, dibutuhkan juga petunjuk Nabi
Muhammad Saw, untuk memperjelas terhadap ayat-ayat yang mujmal maupun
yang global.
3 Menurut catatan para pakar hadis, hadis mulai tercatat dan terbukakan secara
resmi sekitar abad II H, yaitu pada masa Dinasti Bani Umayah oleh Khlifah Umar ibn
Abd al-Aziz yang memberikan intruksi kepada Abu Shihab az-Zuhri dan Abu Bakar bin
Hazm untuk mengumpulkan dan mencatat hadis yang tersebar dan tercecer dalam
hafalan para ahli dan penghafal hadis. 4Mutawatir secara bahasa berarti tatabu‟ (berurut), sedang dalam terminology
ulumu al-hadis adalah berita yang diriwayatkan oleh banyak orang pada setiap tingkat
periwayat, mulai dari tingkat sahabat sampai pada mukharrij.Yang menurut ukuran rasio
dan kebiasaan, mustahil para periwayat yang jumlahnya banyak tersebut bersepakat untuk
berdusta. Subhi al-Salih, Ulum Al-Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-„Ilm li al-
Malayan, 1977), h. 146.
3
Untuk memahami suatu hadits diperlukan seperangkat instrument seperti :
pengetahuan bahasa, informasi tentang situasi yang berkaitan dengan munculnya
sebuah hadits, serta setting sosial budaya pada masa itu. Pemahaman yang cermat
pada suatu hadits dapat berupa sikap kritis sampai dengan penolakan akan
keotentikan sebuah hadits setelah semua perangkat pemahaman diterapkan.5
Memahami teks hadits merupakan suatu persoalan yang urgen untuk didepankan.
Persoalan ini terkadang menjadi semakin kompleks karena tergantung kepada
keberadaan hadits itu sendiri dalam banyak aspeknya, berbeda dengan al-Qur‟an
yang pengkodifikasinya relatif dekat dengan masa hidup Nabi Saw.6
Selain itu banyak dalil al-Qur‟an yang memerintahkan kepada orang-orang
yang beriman, untuk patuh serta mengikuti petunjuk Nabi Saw.salah satunya
dalam surat An-Nisa ayat 59 :
رمنأكمأ وأول الرسول وأطيعوا اللو ياأي هاالذينآمنواأطيعوا مأ ء ف زعأتمأ ت ن فإنأ الأ شيأ
خر والأي وأم باللو ت ؤأمنون كنأتمأ إنأ والرسول اللو إل ف ردوه لك الأ ر ذ سن خي أ تأأويل وأحأ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada
Allah (al-Qur‟an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”7
5Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologi (Yogyakarta :
Lesfi, 2003), h. 41.
6 Fazlurrahman Dkk, Wacana Studi Hadis Kontemporer ( Yogyakarta: PT Tiara
Wacana, 2002), h. 137.
7Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Surabaya surya Cipta
Aksara 1993). Juz. 20, h. 128.
4
Dalam beberapa kitab terdapat hadits yang sangat masyhur dikalangan
Muhaddisiin, di antaranya adalah hadits yang menerangkan tentang larangan
berbicara ketika khatib khutbah jum‟at. Adapun teks hadist tersebut adalah
sebagai berikut :
: إذا ق لأت ال صلى اهلل عليو وسلمأ ق اهلل أن رسول :ال ق و نأ ي اهلل ع ض ر ة ير ر ى ب أ نأ ع
معة أنأصتأ . واإلمام يأطب ف قدأ لغوأت لصاحبك ي وأم الأ
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya
Rasulullah Saw bersabda :“ Apabila kamu berkata kepada
temanmu dengan perkataan “diamlah” padahal imam (khatib)
sedang berkhutbah, maka sungguh sia sialah (shalat jum‟atmu)”.8
Dalam teks hadits tersebut, terdapat kata Qulta ( قلت ) yang berarti “ Kamu
berkata “ Untuk memahami kata Qulta ( قلت ) itu terdapat beberapa pemahaman,
antara lain kata yang di ucapkan secara langsung dan kata yang disampaikan
melalui isyarat. Di sisi lain, terdapat pula pemahaman, apakah kata yang di
ucapkan itu, mengganggu perhatian terhadap khatib yang sedang berkhutbah atau
tidak. Hal inilah yang menarik untuk diteliti sehingga hadits tersebut dapat
dipahami secara benar, disamping itu, banyak sekarang kita jumpai seorang anak-
anak, remaja ataupun orang dewasa berbicara di masjid-masjid ketika khotib
sedang berkhutbah.Mungkin karena mereka sebagian ada yang belum mengerti
tentang hadits larangan berbicara ketika khutbah jum‟at.
8 Imam Abu Abdillah ibn Ismail ibn al Mughirar Bukhari, Sahih Bukhari, (Beirut :
Dar al Islamiyah, 1992), h. 253.
5
Memperhatikan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penilitian dengan judul“PEMAHAMAN JAMA‟AH MASJID
BAITURRAHMAN DESA GABUS KABUPATEN PATI TENTANG
HADITS LARANGANAN BERBICARA KETIKA KHUTBAH JUM‟AT
“.Mencermati latar belakang tersebut, maka penulis menilai bahwa penelitian
dengan studi kasus ini layak untuk dilakukan.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
penulis membatasinya hanya pada hadits yang berkaitan dengan Larangan
berbicara saat Khutbah Jum‟ah. Selain hadits tersebut penulis tidak akan
membahasnya.
C. Perumusan Masalah
Kemudian merumuskan permasalahan yang menjadi pokok-pokok rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadits tentang larangan berbicara saat
khutbah jum‟at?
2. Sejauhmana pemahaman jama‟ah masjid Baiturrahman Gabus memahami
hadits tentang larangan berbicara saat khutbah jum‟at?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauhmana pemahan jama‟ah Masjid Baiturrahan Desa
Gabus Kecamatan Gabus Kabupaten Pati tentang hadits larangan berbicara saat
khutbah jum‟at.
6
2. Untuk memenuhi kewajiban dalam tugas akademik yang merupakan syarat
kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi tingkat akhir
program Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, pada fakultas Ushuluddin jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir dengan
mendapatkan gelar Sarjana Agama (S.Ag).
Adapun Manfaat Peneltian skripsi ini adalah :
1. Mengetahui hadits tentang larangan berbicara saat khutbah jum‟at itu
sahih lighairihi.
2. Memahami pentingnya diam saat khotib sedang berkhutbah sehingga
mendapatkan pahala kesempurnaan sholat jum‟at.
E. Kajian Pustaka
Sepanjang penelusuran yang dilakukaka penulis, beberapa penelitian
sejenis yang telah membahas tentang hubungan larangan berbicara saat
khutbah jum‟at ada antara lain:
1. Binti Muflihah,9 Mahasiswa Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2009,
menjelaskan tentang Studi tentang Hadis Larangan Berbicara Ketika
Khatib Sedang Berkhutbah. Penelitian ini lebih fokus untuk membahas
takhrij hadits, kualitas sanad dan matan hadits saja, dengan metode
studi pustaka.
9Binti Muflihah, Studi tentang Hadis Larangan Berbicara Ketika Khatib sedang
Berkhutbah” (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN SUSKA Riau Pekanbaru, 2009)
7
2. Rieka Ari Wibowo,10
Mahasiswa Fakultas Ilmu Syari‟ah dan Hukum
Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara, 2015,
menjelaskan tentang Larangan Berbicara Pada Waktu Khutbah
Jum‟at dan Implikasinya Terhadap Keabsahan Shalat. Penelitian ini
difokuskan untuk membahas hukum orang berabicara pada waktu
khutbah serta implikasinya tehadap shalat di hari jum‟at.
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian di atas
berada pada ranah metodologi dan lebih mementingkan pemahaman hadits
terhadap jama‟ah masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati.
F. Sistematika Penulisan
Merujuk pada apa yang dipaparkan diatas serta metode yang digunakan
dalam penelitian untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis membagi
pembahasan ini menjadi lima bab pada setiap sub bab sebagai penjelasannya.
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab pertama, berisikan pendahuluan dan berfungsi sebagai bahan acuan
pembahasan-pebahasan bab-bab selanjutnya, sekaligus mencerminkan isi skripsi
ini secara global. Pada bab ini terdapat latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah,tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kajian pustaka,dan
sistematika penulisan.
10Rieka Ari Wibowo, “Larangan Berbicara Pada Waktu Khutbah Jum‟at dan
Implikasinya Terhadap Keabsahan Shalat”,(Skripsi Fakultas Ilmu Syari‟ah dan Hukum
UNISNU Jepara, 2015).
8
Bab kedua, mengenai tinjauan tentang takhrij hadits dan kualitas sanad dan
matan. Pada bab ini terdapat pengertian khutbah, pengertian takhrij hadits,biografi
periwayatan hadits, kualitas sanad dan matan hadits, dan pemahaman hadits.
Bab ketiga, dalam bab ini membahas seputar metode penelitian terhadap
jam‟ah masjid Baiturrahman tentang hadits berbicara saat khutbah jum‟at. Pada
bab ini terdapat populasi dan sampel, tempat dan waktu, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan teknik pengolahan data.
Bab keempat, analisis penelitian dan pembahasan. Pada bab ini terdapat
temuan hasil penelitian dan pembahasan.
Bab kelima, penutup yakni merupakan kesimpulan dan saran dari penulis.
9
BAB II
TINJAUAN TENTANG TAKHRIJ DAN KUALITAS SANAD DAN
MATAN HADITS
A. Pengertian Khutbah
Khutbah adalah pidato, terutama yang menguraikan tentang ajaran
agama. Atau penyampaian pesan-pesan keagamaan berdasarkan ajaran
islam di depan jam‟ah.11
Khutbah sama halnya dengan berpidato akan
tetapi yang membedakan adalah isi pesan yang disampaikan. Khutbah
lebih cenderung berisi pesan-pesan bertemakan dengan agama.
Sedangkan berpidato lebih cenderung berisi pesan-pesan yang bersifat
umum. Khutbah jum‟at merupakan salah satu metode dakwah bi al-lisan
yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain
dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi dan lain-lain. Metode ini
sudah cukup banyak dilakukan oleh para juru dakwah di tengah-tengah
masyarakat.12
Khutbah jum‟at ialah perkataan yang mengandung mau‟izah dan
tuntunan ibadah yang di ucapkan oleh khatib dengan syarat yang telah di
tentukan syara‟ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para
hadirin, menurut rukun dari shalat jum‟at.13
Dalam khutbah jum‟at ini
11Bambang S. Ma‟arif, Komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2010), h. 150
12Samsul Munir, Ilmu Dakwah, (Jakarta: azam, 2009), h. 11
13H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
1978) h. 185.
10
khatib menjelaskan secara jelas tentang apa yang hendak dibacakan dalam
isi khutbahnya, untuk itu seorang khatib harus pandai dan mampu
menguasai materi yang akan disampaikan dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh jam‟ah (pendengar).
Khutbah jum‟at terbagi menjadi dua yang antara kedua diadakan
waktu istirahat yang pendek dan khutbah ini dilakukan sebelum shalat.14
Khutbah berfungsi untuk memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum
muslimin, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang
(mendengarkan dan memperhatikan isi khutbah).15
Khutbah jum‟at merupakan sebuah komponen yang penting dalam
pelaksanaan shalat jum‟at, sehingga bagi siapapun yang melaksanakan
ritual mingguan ini seharusnya mengerti apa yang dimaksud dengan
khutbah jum‟at, terutama seorang yang mendapat tugas khutbah atau
khotib. Dengan mengetahui maksud dari sebuah ibadah, maka akan
meningkatkan ke khusyu‟an kita disaat beribadah. Oleh karena itu,
seorang khatib harus mampu memberikan informasi yang benar dan
akurat serta up to date agar dapat mencapai tujuan persuasifnya, yaitu
mempengaruhi setiap orang yang mendengarkan sehingga dapat
membangkitkan kesadarannya untuk menerima dan melakukan dari apa
14H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
1978) h. 185.
15Rasjid H. Sulaiman, dan kawan-kawan, fiqih Ialam,(Bandung: CV. Sinar Baru,
1992) h. 124
11
yang ia dengar.16
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-Jumu‟ah
ayat 9:
ر اللو وذروا الأب يأع ذلكمأ يا أي ها الذين آمنوا إذا نودي للصلة عوأا إل ذكأ معة فاسأ من ي وأم الأ
ر لكمأ إن كنتمأ ت عألمون خي أ
Artinya :“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat jum‟at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggallah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.17
Jum‟at merupakan sayyid al ayyam atau penghulu hari, jum‟at
memiliki keutamaan luar biasa. Oleh karena itu, ibadah shalat jum‟at
merupakan sesuatu keistimewaan tersendiri diantara ibadah lainnya,
terlebih setelah adzan kedua jum‟at. Dengan mempertimbangkan
sakralitas itu, kita dianjurkan untuk menjaga suasana khidmat ibadah
jum‟at mulai adzan pertama hingga shalat dua rakaat jum‟at selesai.
Dalam konteks khutbah jum‟atkita di anjurkan untuk berdiam ketika
khotib berada di mimbar. Masalah ini disebutkan antara lain oleh Syekh
Abdullah Bafadhal Al-Hadhrami Beirut ini:
أ ف ات ص نأ إل ا ه يأ غ ل ر كأ الذ ن وأ د م ل ك الأ ك رأ ت ب و ع ا م لس ل ر كأ الذ و م ل ك الأ ك رأ ت ب ة ب طأ ا
16 Moh. Ali Azizi, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009) cet. 2. h. 20
17 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Surabaya surya Cipta
Aksara 1993). Juz. 20, h. 933.
12
Artinya :“(Dianjurkan untuk) diam ketika khutbah jum‟at berlangsung
dengan menahan diri dari berbicara dan berdzikir bagi orang
yang mendengar khutbah. Sementara mereka yang tidak
mendengar khutbah dianjurkan untuk menahan diri dari bicara,
tetapi tidak untuk zikir.”18
Syekh Abdullah Bafadhal dalam mensyarahkan Al-Muqaddimah
Al-Hadhramiyya membagi dua macam jama‟ah jum‟at.Pertama, orang
yang memungkinkan untuk mendengar apa yang disampaikan khotib.
Kedua, orang yang tidak dimungkinkan untuk mendengar khotbah.
B. Pengertian Takhrij Hadits
1. Takhrij Hadits
Secara bahasa pengertian takhrij berasal dari kata kharaja, khuruja
yang artinya berarti keluar atau muncul.19
Menurut Mahmud At-
Thahhan, takhrij adalah berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan
dalam satu hal.20
Disamping itu, takhrij hadits dari segi bahasa juga mengandung arti
mengeluarkan dari sumbernya ( ظ ب ن ت س اإل ), bisa berarti latihan ( يب ر د ت ال ), dan
18 Syekh Abdullah Bafadhal Al-Hadrami, Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah,
(Beirut: Darul Fikr,2012 M/1433-1434 H), juz II, h. 336
19Akhmad Waritsun al Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap,
(Yogyakarta: Pustaka Progessif, 1997), h. 330.
20Mahmud al Thahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis (terj),
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), h. 1
13
menerangkan, menjelaskan duduk persoalan ( يح ج و الت ). Sedangkan
pengertian takhrij menurut istilah adalah :
“menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits
tersebut telah meriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian
menjelaskan derajatnya jika di perlukan”.21
Definisi takhrij menurut ulama hadis mempunyai banyak arti
diantaranya adalah :
a. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan
para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadits
itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh. Artinya
bahwa para mukharrij melakukan suatu kegiatan pengumpulan
dan penghimpunan hadits Nabi kedalam kitab hadits yang mereka
susun. Seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Tirmizi, dan
lain-lain.
b. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadits yang telah
dikemukakan oleh gurunya atau berbagai kitab atau lainnya yang
susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri atau
para gurunya dengan mengemukakan periwayat dan penyusun
kitab yang dijadikan sumber pengambilan seperti Imam Al –
Baihaqi yang telah banyak mengambil hadits dari kitab As-
21Mahmud al Thahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis (terj),
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), h. 1
14
Sunnah yang disusun oleh Abu Hasan Al- Bisri As- Saffar, lalu
Al-Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.
c. Menunjukkan asal-usul hadits dan mengemukakan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para
mukharrijnya langsung, misalnya kitab Bulugh Al-Maram karya
Ibn Hajar Al-Atsqalani.
d. Takhrij hadits yang dilakukan oleh muhadisin dengan
mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya, yakni kitab-kitab
hadis dengan menyertakan metode periwayatan dan sanadnya
masing-masing serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan
kualitas haditsnya.
e. Menunjukkan atau mengemukakan letak usul hadits pada sumber
aslinya yaitu berbagai kitab yang didalamnya dikemukakan hadits
itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing yang
bersangkutan.22
Dari pengertian takhrij hadits di atas, definisi yang paling popular
dikalangan para ulama hadits adalah sebagaimana yang terdapat dalam
poin yang kelima.
Tujuan takhrij hadits adalah untuk menunjukkan hadis-hadis dan
menerangkan ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Tidak di
ragukan lagi bahwa, mengetahui disiplin ilmu takhrij sangat penting bagi
22Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), h. 41-42
15
orang yang berkecimpung dalam kajian ilmu-ilmu syar‟i mempelajari
kaedah-kaedah dan metodenya, dengan hal tersebut diharapkan agar
seseorang yang menggeluti bidang tersebut mengetahui bagaimana ia
sampaikan kepada hadis tersebut pada sumber-sumbernya yang asli.
Manfaat takhrij amatlah besar, terutama bagi mereka yang bergelut di
bidang hadis dan ilmu hadis. Sebab dengan perantara ilmu takhrij
seseorang akan mendapatkan petunjuk dari hadis yang disusun oleh para
tokoh atau imam hadits.
Berdasarkan penelusuran pada kitab Mu‟jam al Mufahras li Alfaz al
Hadits an Nabawi, maka diperoleh informasi bahwa hadits tentang
larangan berbicara saat khutbah jum‟at di riwayatkan oleh beberapa orang
mukharrij diantaranya yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud,
Imam Turmudzi, Imam Anas bin malik dan Ahmad bin Hanbal.
Adapun lafaz-lafaz riwayat yang di maksut adalah sebagai berikut :
1. Hadis Riwayat Bukhari
د يأ ع س ن ر ب خأ : ا ال ق اب ه ش ن ابأ ن ع ل يأ ق ع نأ ع ث يأ ل ا الأ ن ث د : ح ال ق يأ ك ب بن ي ا يأ ن ث د ح
اأ ة ع مأ الأ م وأ ي ك ب ا ح ص ل ت لأ ا ق ذ : ا م ل س و و يأ ل ع اهلل ول س ر ن ا ه ر ب خأ ا ة ر ي أ ر ا ى ب ا نأ ا ب ي س ل
23.ت وأ غ ل دأ ق ف ب ط يأ ام م اإلأ و ت ص نأ ا
Urutan nama periwayat hadis Bukhori adalah :
23 Imam Abu Abdillah ibn Ismail ibn al Mughirah Bukhari, Sahih Bukhari, Beirut,
Dar al Islamiyah, 1992, h.253
16
Abu Hurairah (periwayat I), Said ibn al Musayyab (periwayat II), Ibn Syihab
(periwayat III), Uqail (periwayat IV) Lais (periwayat V), Yahya bin Bukairi
(periwayat VI), dan Bukhari sebagai mukharrij.
Untuk lebih jelasnya bias di lihat dari skema sebagai berikut :
Skema Sanad Hadis
رسول ص.م
سعد بن المسب
ابو هررة
اللث
عقل
ابن شهاب
17
2. Hadis Riwayat Muslim
نأ ع ث يأ ا الل ن ر ب خأ ا ح مأ ر ن بأ : ا ال ق ر اج خ م الأ ن بأ ح مأ ر ن بأ د م م و د يأ ع س ن بأ بة يأ ت ا ق ن ث د ح
ى ل ص اهلل ل وأ س ر ن ا ه ر ب خأ ا ة ر ي أ ر اى ب ا نأ ا بأ ي س م الأ ن بأ د يأ ع س ن ر ب خأ ا اب ه ش ن بأ ا نأ ع ل يأ ق ع
دأ ق ف ب ط يأ ام م الأ و ة ع مأ الأ م وأ ي ت ص نأ ا ك ب ا ح ص ل ت لأ ا ق ذ : ا ال ق م ل س و و يأ ل ع اهلل
24.ت وأ غ ل
Adapun urutan nama periwayat hadis pada jalur Muslim
adalah:
Abu Hurairah (periwayat I), Said bin al Musyayyab (periwayat II), Ibn
Syihab (periwayat III), Uqail (periwayat IV), Lais (periwayat V),
Muhammad bin Rumhin bin al Muhajir (periwayat VI), Qutaibah bin Said
(periwayat VII), dan Muslim sebagai muharrij.
24 Abu al Husein Muslim Ibn al Hujjaj al Qusairi, Sahih Muslim, (Kairo: Dar al
Hadits, 1992), h.582
بخاري
ح بن بكر
18
Untuk lebih jelasnya urutan sanad hadits riwayat Muslim dapat dilihat
pada skema sanad berikut :
Skema Sanad Hadis
محمد بن رمح بن المها جر
اللث بن سعد
عقل
ابن شهاب
سعد بن المسب
ابو هررة
رسول ص.م
قتبة بن سعد
19
3. Hadis Riwayat Daud
ى ل ص اهلل ل و س ر ن ا ة ر ي أ ر ى بأ ا نأ ع د يأ ع س نأ ع اب ه ش ن بأ ا نأ ع ك ال م نأ ع ب ن عأ ق ا الأ ن ث د ح
25.ت وأ غ ل دأ ق ف ب ط يأ ام م إل اأ و تأ ص نأ ا ت لأ ا ق ذ : ا ال ق م ل س و و يأ ل ع اهلل
Adapun urutan nama periwayat hadis dalam jalur Abu Daud
adalah : Abu Hurairah (periwayat I), Said al Musayyab (periwayat II), Ibn Syihab
(Periwayat III), Malik bin Anas (periwayat IV), Al Qa‟nabi (periwayat V), dan
Abu Daud sebagai mukharrij.
Untuk lebih jelasnya bisa di lihat dari skema sanad berikut :
Skema Sanad Hadis
25 Abu Daud Sulaiman ibn al Asy‟ats as Sijistany, Sunnah Abu Daud, juz I,
(Beirut: Dar al Fikr, 1996), h. 415
مسلم
رسول ص.م
20
ابو داود
القعنب
مالك
ابن شهاب
سعد بن المسب
ابو هررة
21
4. Hadis Riwayat Turmuzi
نأ ع ب ي س م الأ ن بأ د يأ ع س نأ ع يأ ر ىأ الز نأ ع ل يأ ق ع نأ ع د يأ ع س ن بأ ث يأ ل ا الأ ن ر ب خأ ا ة ب يأ ت ا ق ن ث د ح
دأ ق ف ت ص نأ ا ب ط يأ ام م اإلأ و ة ع مأ الأ م وأ ي ال ق نأ : م ال ق م ل س و و يأ ل ع اهلل ل وأ س ر ن ا ة ر ي أ ر ى بأ ا
26.اغ ل
Urutan nama periwayat hadits riwayat Turmuzi adalah : Abu Hurairah
(periwayat I), Said bin al Musayyab (periwayat II), Az Zuhri (periwayat III),
Uqail (periwayat IV), Lais bin Said (periwayat V), Qutaibah (periwayat VI), dan
Turmuzi sebagai mukharrij.
Untuk lebih jelasnya urutan sanad hadits dari jalur Turmuzi dapat dilihat
dari skema berikut :
Skema Sanad Hadis
26 Abu Isa Muhammad ibn Saurah ibn Musa bin Dahlar al Sulamy al Turmuzi,
Sunan at Turmuzi, Beirut, Dar al Fik, 1998, h.313
رسول ص.م
سعد بن المسب
اب هررة
22
5. Hadis Riwayat Muatta‟ Imam Malik
ى اهلل ل ص اهلل ول س ر ن ا ة ر ي أ ر ى ب ا نأ ع ج ر عأ ال نأ ع اد ن ز الب ا نأ ع ك ال م نأ ع ي يأ ن ث د ح
27.ت وأ غ ل دأ ق ف ة ع مأ الأ م وأ ي ب ط يأ ام م إل اأ و ت ص نأ ا ك ب ا ح ص ل ت لأ ا ق ذ : إ ال ق مأ ل س و و يأ ل ع
27 Malik bin Anas, al Muatta‟,Juz I, (Beirut: Dar al Kutub Ilmiah, th), h. 103.
التر مزي
عقل
اللث بن سعد
قتبة
الزهري
23
Urutan nama periwayat hadits riwayat Imam Malik adalah : Abi Hurairah
(periwayat I), Al A‟raj (periwayat II), Abi Al Zinad (periwayat III), Malik
(periwayat IV), Yahya (periwayat V).
Untuk lebih jelasnya urutan sanad di atas dapat dilihat melalui skema berikut:
Skema Sanad Hadits
حى
مالك
اب الز ناد
األ عرج
اب هررة
رسول ص.م
24
6. Hadits Riwayat Ahmad bin Hambal
ب ن ل ت عأ : س ال ق ة ر ي أ ر ى بأ ا نأ ع ا ب ه ش ن بأ ا ا ن ث اق ز الر د بأ ع ا ثن ب ا ن ث د ح اهلل د بأ ا ع ن ث د ح
28.ت وأ غ ل دأ ق ف ت ص نأ ا ب ط يأ ام م إل أأ و ك ب ا ح ص ل ت لأ ا ق ذ : ا ول ق ي م ل س و و يأ ل ع ى اهلل ل ص
Urutan periwayat hadits, riwayat Ahmad bin Hanbal adalah: Abu Hurairah
(periwayat I), Ibn Al Musayyab (periwayat II), Ibn Syihab (periwayat III), Malik
(periwayat IV), Ibn Juraij (periwayat V), Abdul Razzaq (periwayat VI), Ahmad
bin Hambal sebagai mukharrij.
Untuk lebih jelasnya urutan sanad diatas dapat dilihat dari skema berikut:
Skema Sanad Hadits
28 Abu Abdilah Ahmad Ibn Hambal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz VII, (Beirut,
Dar al Fikr, th), h. 465.
المواطأ
رسول ص.م
سعد بن المسب
اب هررة
25
C. Biografi Periwayat Hadits
1. Hadis Riwayat Bukhari
Periwayat pertama adalah Abu Hurairah, nama aslinya adalah
Abdurrahman ibn Sakr ibn ad Dausi at Tamimy, beliau lahir pada tahun
21 SH dan wafat pada tahun 59 H. beliau meriwayatkan hadits dari Nabi
sendiri dengan menggunakan lafaz Anna akhbarohu. Dan Abu Hurairah
juga berguru dari para sahabat diantaranya yakni Abu Bakar, Umar,
ابن خرج مالك
ابن شهاب
احمد بن حمبل
عبد الرزاق
26
Fadhil bin Abbas bin Abdul Muthalib, Usamah bin Said, Aisyah dan lain-
lain.
Sedangkan murid-murid yang meriwayatkan hadits dari beliau
antara lain Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas, Watsilah, Jabir, Al-A‟raj,
Marwan bin Hakim, Said bin Al-Musayyab, Malik bin Amir dan lain-
lain.29
Para Ulama menilai Abu Hurairah sebagai seorang yang tsiqah,
Abu Hurairah tidak diragukan lagi selain beliau penghafal hadits juga
sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah Saw. dan dia merupakan
sahabat yang paling banyak neriwayatkan hadis di bandingkan dengan
sahabat lainnya. Menurut As- Syafi‟i “ Abu Hurairah adalah orang yang
paling banyak menghafal hadits pada masanya” para Ulama kritikus
hadits tidak ada yang mencela kepribadian Abu Hurairah sebagai
periwayat hadits dari Rasulullah Saw.
Periwayat kedua, adalah Said al Musayyab, yang meriwayatkan
hadis dari Abu Hurairah dengan menggunakan lafaz anna. Nama aslinya
adalah Said bin al Musayyab bin Hasan bin Abi Wahab bin Amru bin
A‟iz bin Imran bin Makhsum al Quraisyiyyi, al-Makhsumi. Dia dilahirkan
dua tahun sebelum Umar menjadi khalifah. Beliau wafat pada tahun 94 H.
29 Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut:
Dar al Fikr, 1984), h. 227-239
27
Ada juga yang berpendapat beliau wafat pada tahun 93 H.30
Guru-guru
beliau adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Said bin Abi Waqas, Ibn
Abbas, Abu Hurairah, Aisyah dan lain-lain.
Sedangkan murid-muridnya diantaranya adalah : Anaknya
Muhammad, Salim bin Abdullah bin Umar, Az-Zuhri, Qatadah dan lain-
lain.31
Tentang kualitas kepribadiannya para ulama menilai bahwa beliau
adalah seorang yang tsiqah,menerut Ibnu Main Said, ibnu al Musayyab
adalah seorang yang berstatus tsiqah, menurut Al „Ajali, Ibnu Said, Ibnu
Hibban bahwasanya Said Al Musayyab adalah orang yang berstatus
tsiqah. Menurut ulama ahli hadits mereka telah sepakat memasukkan Said
Al Musayyab sebagai salah seorang Ashahhu al Marasil (riwayat yang
berkesinambungan).32
Periwayat ketiga, adalah Ibnu Syihab, yang meriwayatkan hadits
dari Said Musayyab dengan menggunakan lafaz akhbarani. Nama aslinya
adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab
bin Abdullah ibn al Haris bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah al Quraisy al
Zuhri al Faqih. Ibn Syihab tinggal di Ailah, sebuah desa antara Hijaz dan
30 Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut:
Dar al Fikr, 1984), h.77
31 Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut:
Dar al Fikr, 1984), h. 76.
32 Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut:
Dar al Fikr, 1984), h.76-77.
28
Syam.33
Beliau wafat tahun 123 H ada yang mengatakan ia meninggal
pada tahun 125 H.
Dalam meriwayatkan hadits beliau pernah berguru diantaranya
adalah Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Ja‟far, Said Al
Musayyab, Sulaiman bin Yasar dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya
diantaranya adalah Atha‟ bin Abi Rabah, Abu Zubair al Makky, Umar bin
Abdul Aziz, Malik, Uqail, Sy‟aib bin Abi Hamzah, ibn Juraij, Laist,
Ziyad bin Said dan lain-lain.
Para ulama menilai Az Zauhri sebagai seorang yang tsiqah, ibn
Said berkata Az Zuhri adalah orang yang tsiqah, banyak hadits ndan ilmu
riwayah, amar bin Dinar berkata “aku tidak melihat ada orang
pengetahuannya terhadapa hadits melebihi Az Zuhri” para ulama kritikus
hadits tidak ada yang mencela kepribadiannya sebagai seorang periwayat
hadits.
Periwayat keempat, adalah Uqail. Yang meriwayatkan hadits Ibnu
Syihab dengan menggunakan kata lafaz „an. Nama aslinya adalah Uqail
Ibnu Khalid bin Aqil al Aily Abu Khalid al Umawi Maulana Usman.
Beliau wafat di Mesir tahun 141 H, sedangkan menurut Aziz bin Al Aily
beliau wafat tahun 142 H.34
Dalam meriwayatkan hadits beliau berguru
diantaranya adalah ayahnya, paman Ziyad, Nafi‟ Maula bin Umar, al
33 Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut:
Dar al Fikr, 1984), h.385.
34 Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut:
Dar al Fikr, 1984), h. 222.
29
Hasan, Said bin Abi Said al Hudri, Salman bin Kahlil, al Zuhri dan lain-
lain. Sedangkan diantara murid-murid yang menerima hadits dari beliau
adalah anaknya Ibrahim, anak saudaranya Salmah bin Ruh, Mufdhal bin
Fadholah, Laist bin Sa‟ad, Jabir bin Ismail, Said bin Abi Ayyub, dan lain-
lain.
Para ulama kritikus hadits menilai Uqail sebagai seorang yang
berstatus tsiqah, menurut Ahmad, Muhammad bin Sa‟ad dan Nasa‟i
beliau adalah seorang berstatus tsiqah. Ishaq bin Ruhyah berkata bahwa
Uqail adalah seorang yang hafiz. Abu Zahrah berkata bahwa beliau adalah
orang yang benar-benar berstatus tsiqah. Ibnu Muin berkata “Saya
mempercayai orang-orang yang meriwayatkan hadits dari Zuhri yaitu:
Malik, Muammar, Uqail, Yunus, Syu‟aibi, dan Sufyan”. Ibnu Abi
Maryam dari Mu‟in berkata menurutnya Uqail itu Hujjahnya tsiqah.
Periwayat kelima adalah Lait. Yang meriwayatkan hadits dari
Uqail dengan menggunakan lafaz „an. Nama aslinya Laits bin Sa‟ad bin
Abdurrahman al Fahmi Abu Haris al Masyari. Menurut Ya‟kub bin
Sufyan menjelaskan bahwa Laits meninggal pada hari jum‟at bulan
sya‟ban tahun 175 H dalam usia 94 tahun.35
Dalam meriwayatkan beliau
pernah berguru diantaranya adalah Ayub bin Musa, Ja‟far bin Rabi‟ah,
Abdul Malik bin Juraij, Uqail bin Khalid, Muhammad bin Muslim bin
35Jamaluddin Abi Hajjaj Yusuf al Mizzy, Tahzib al Kamal Fi Asma al Rijal,
(Beirut: Mu‟assasah al Risalat, 1992), h. 441.
30
Syihab az Zauhri dan lain-lain.36
Sedangkan diantara murid-murid yang
menerima hadits dari beliau diantaranya adalah Abdullah bin Wahab,
Amru bin Ribah bin Thariq, Qutaibah bin Said al Balkhi, Muhammad bin
Rumhin al Muhajir al Misri, Yahya bin Abdullah bin Bukairi dan lain-
lain.37
Sedang tentang kualitas kepribadiannya menurut Ahmad bin Said
bin ibrahim az Zuhri berkata bahwa Lait bin Sa‟ad adalah orang yang
tsiqah stabat. Al Fadl bin Ziyad dari Ahwan bin Ahmad bin Hambal
berkata “Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Husein berkata:
aku mendengar Ahmad dia berkata kepada Laits bin Sa‟ad adalah orang
yang tsiqah. Para kritikus hadits tidak ada yang mencela kepribadiannya
sebagai seorang periwayat hadits”.
Periwayat keenam adalah Yahya bin Bukairi. Yang meriwayatkan
hadis dari Laits bin Sa‟ad dengan menggunakan lafaz haddasani. Nama
aslinya adalah Yahya bin Abdullah bin Bukairi al Quraisiyyi al Makzumi
Abu Zakaria al Mishri al Hafiz.38
Beliau wafat tahun 231 H.39
Dalam
meriwayatkan hadits beliau berguru diantaranya adalah Malik bin Anas,
36Jamaluddin Abi Hajjaj Yusuf al Mizzy, Tahzib al Kamal Fi Asma al Rijal,
(Beirut: Mu‟assasah al Risalat, 1992), h. 436-437
37Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Juz8, h. 402.
38Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Juz8, h. 136.
39Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Juz8, h. 259.
31
Laits bin Sa‟ad, Hammad bin Zaid, Abdul Aziz dan lain-lain. Sedangkan
diantara murid-murid adalah al Bukhairi, Muslim, Ibn majah,
Muhammad bin Abdullah bin Namir.40
Tentang kualitas kepribadiannya menurut para ulama diantaranya
adalah An Nasa‟i, mengatakan bahwasannya beliau adalah berstatus
dhaif, dan bukanlah orang yang tsiqah. Sedangkan Abu Daud berkata:
“aku telah mendengar Yahya bin Ma‟in berkata Abu Shaleh banyak
menulis hadits dan Yahya bin Bukairi lebih banyak hafal dari padanya”.
Kemudian As Saji‟ berkata bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya.
Selanjutnya Al Khalily berkata: “bahwasanya beliau seorang yang
berstatus tsiqah”.
Dari komentar para kritikus hadits di atas, terlihat adanya
kontradiksi dalam menilai Yahya bin Bukairi, menurut an Nasa‟i bahwa
beliau seorang yang berstatus dhaif dan bukanlah seorang yang berstatus
tsiqah. Namun demikian, dalam satu teori Al Jarh wa Ta‟dil apabila
terjadi pertentangan antara kritikus yang memuji dan mencela, maka
harus didahulukan adalah kritikan yang memuji, kecuali apabila kritikan
yang mencela disertai penjelasan tentang sebab-sebabnya.41
Dan apabila
ditinjau dari martabat-martabat “Jarah” maka pernyataan an Nasa‟i,
40Jamaluddin Abi Hajjaj Yusuf al Mizzy, Tahzib al Kamal Fi Asma al Rijal,
(Beirut: Mu‟assasah al Risalat, 1992), h. 136-137.
41Syuhudi Ismail, kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
h. 78-79.
32
masih dapat toleransi, sebab pernyataan tersebut tidak sampai pernyataan
“si fulan paling berdusta, atau si fulan tertuduh berdusta”.42
Hampir keseluruhan kritikus hadis memuji Yahya bin Bukairi dan
perntaan yang tidak senada masih dapat ditoleransi.
Periwayat ketujuh sekaligus sebagai Muharrij adalah al Bukairi.
Yang meriwayatkan hadits dari Yahya bin Bukairi dengan menggunakan
lafaz haddasana. Nama asalinya adalah Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbal al Ja‟fi al Bukairi.43
Lahir
pada hari jum‟at 13 Syawal tahun 194 H di kota Bukhara.44
Beliau wafat
tahun 194 H di sebuah desa di Samarkhan yang bernama
Khartank.45
Diantara guru-gurunya adalah Makkiy bin Ibrahim al Balakhy,
Muhammad bin Abdullah bin Anshary, Ahmad bin Hambal, Ismail ibn
Idris al Madany dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya diantaranya
adalah Abu Zu‟ah, Abu Hatim, al Razi, Ibnu Abid Dunya‟ dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya para ulama hadits diantaranya at
Turmuzi berkomentar tentangnya: “saya tidak pernah melihat orang yang
42Hasbi Ash Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
1993), h. 371.
43Bukairi adalah nama yang dinisbatkan kepada nama kota kelahirannnya yaitu:
Bukhara salah satu kota besar yang jarak antaranya denga Ssamarkhan delapan hari
perjalanan, kini kota tersebut berada dibawah kekuasaan Rusia. Lihat Muhammad Abu
Syuhbah, Ta‟rif bin Kitab al sunnah al Sittah, (Kairo: Maktabah al Ilm, 1969), h. 42.
44Muhammad Ajjaj al Khatib, Ushul al Hadis; Ulumuhu wa Musthalahuhu,
(Beirut: Dar al Fikr, 1989), h. 310.
45Muhammad Ajjaj al Khatib, Ushul al Hadis; Ulumuhu wa Musthalahuhu,
(Beirut: Dar al Fikr, 1989), h. 311.
33
dalam hal illat dan rijal, lebih mengerti dari pada al Bukhari”. Ibnu
Huzaimah berkata bahwa aku tidak melihat di bahwa permukaan langit
seseorang yang lebih tahu tentang hadits Rasulullah Saw. dari pada
Muhammad bin Ismail al Bukhairi. Para ulama Bagdad sengaja memutar
balik seratus hadits. Lalu al Bukhari mengembalikan setiap matan keapda
sanad yang sebenarny dan setiap sanad kepada matannya, sehingga
membuat para ulama kagum akan hafalan dan kecermatannya. Dalam
rangka meneliti dan menghafal hadis al Bukhari tak segan-segan
melakukan perjalanan ke Syam, Mesir, bagdag, Kufah, Hijaz dan
Basrah.46
2. Hadis Riwayat Muslim
Periwayat Pertama adalah Abu Hurairah yang meriwayatkan
hadits tersebut langsung dari Rasulullah Saw. dengan menggunakan
lambang “Akhbarohu”. Ketersambungan sanad antara Abu Hurairah
dengan Rasulullah Saw. tidak diragukan lagi karena selain hubungan
antara guru dan murid beliau juga merupakan seorang sahabat yang paling
dekat dengan Rasulullah Saw. mengenai biodata beliau telah
dikemukakan pada hadits riwayat Bukhairi.
Periwayat kedua adalah Said al Musayyab yang meriwayatkan
hadis dari Abu Hurairah dengan menggunakan lambang “Anna” dan telah
terjadi pertemuan antara Said bin al Musayyab dengan Abu hurairah
46Subhi al Shaleh, membahas Ilmu-ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), h.
349.
34
sebagai seorang guru dan murid. Selanjutnya mengenai biografi beliau
juga telah dikemukakan pada hadits riwayat Bukhari.
Periwayat ketiga adalah Ibnu Syihab yang meriwayatkan hadits
dari Said ibn al Musayyab dengan menggunakan lafaz akhbarani (telah
mengabarkan kepadaku). Selanjutnya mengenai biografi beliau dan
mendapat para ulama tentang kualitas kepribadian beliau di lihat dalam
hadits riwayat Bukhari.
Periwayat keempat adalah Uqail yang meriwayatkan hadits dari
ibnu Syihab dengan menggunakan lafaz „an (dari). Selanjutnya mengenai
biografi beliau telah dikemukakan pada hadits riwayat Bukhari.
Periwayat kelima adalah Laits bin Sa‟ad yang meriwayatkan hadits
dari Uqail dengan menggunakan lafaz „an (dari). Mengenai biografi
beliau dapat dilihat dalam hadits riwayat Bukhari.
Periwayat keenam adalah Muhammad bin Rumhin al Muhajir yang
meriwayatkan hadits dari Laits bin Sa‟ad dengan menggunakan lafaz
akhbarana. Nama aslinya adalah Muhammad bin Rumhin bin al Muhajir
bin al Muharrar bin Salim al Tujibiyyu Abu Abdullah al Misri al Hafiz.
Beliau wafat tahun 243 H.47
Adapun guru-gurunya diantaranya ibnu
Lahi‟ah, Laits bin Sa‟ad, Na‟im bin Hamad dan lain-lain.
47Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), h. 141.
35
Sedangkan murid-muridnya diantaranya adalah Muslim, ibn majah,
Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakim, Ali bin Ahmad bin Sinan,
Muhammad bin Hasan bin Qutaibah dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya Ibnu Yunus berkata bahwa beliau
adalah seorang yang tsiqah tsabat, menurut Abu Daud beliau adalah
seorang yang tsiqah dan tidak ada celaan yang diberikan kepadanya oleh
para kritikus hadits.
Periwayat ketujuh adalah Qutaibah bin Said yang meriwayatkan
hadits dari Laits dengan menggunakan lafaz akhbarana. Nama aslinya
adalah Qutaibah bin Said bin Jamil bin Tharif bin Abdullah al Tsaqafi abu
Raja‟ al Baghlany. Abu Ahmad bin Adi berkata bahwa namanya adalah
Yahya bin Said dan Qutaibah adalah gelarnya.48
Beliau wafat tahun 240
H, diantara guru-gurunya adalah daud bin Ziyad, at Turmuzi, Laits bin
Said, Malik bin anas, Walid bin Muslim, Yahya bin Yaman dan lain-
lain.49
Sedangkan murid-murid yang menerima hadits dari beliau
diantaranya adalah At Turmuzi, Ahmad bin Hambal, Muslim, Ahmad bin
Said ad Darimi, An Nasa‟i dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya menurut Ibnu Ma‟in, Ibnu Hatim
dan Nasa‟i beliau adalah seorang yang berstatus tsiqah dan An Nasa‟i
48Jamaluddin Abi Hajjaj Yusuf al Mizzy, Tahzib al Kamal Fi Asma al Rijal,
(Beirut: Mu‟assasah al Risalat, 1992), h. 236.
49Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), h. 311.
36
berkata bahwa beliau adalah seorang yang sadduq dan para kritikus hadits
tidak ada yang memberikan celaan terhadap beliau.50
Periwayat kedelapan sekaligus sebagai muharrij adalah Muslim
yang meriwayatkan hadits dari Qutaibah bin Said dan Muhammad bin
Rumhin bin al Muhajir dengan menggunakan lafaz haddasana. Nama
aslinya adalah Abu al Husein Muslim ibn al Hajjaj ibn Muslim al
Qusyairy an Naisaburi dilahirkan pada tahun 206 H. Dan wafat pada
tahun 261 H. Beliau adalah salah seorang imam ahli hadits yang
terkemuka. Beliau melakukan perlawatan ke Hijaz, Iraq, Syam, dan Mesir
untuk mempelajari hadits dari berbagai ulama ahli hadits.
Diantara guru-gurunya adalah Yahya bin Yahya al Naisabury,
Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, Abdullah ibn Salamah al
Qa‟nabi, Qutaibah bin Said, Muhammad bin Rumhin al Muhajir dan lain-
lain. Sedangkan murid-muridnya adalah al Turmuzi, Muhammad bin
Ishaq ibn Khuzaimah, Abu Awanah, Ya‟kub bin Ishaq dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya para ulama diantaranya adalah
Abu Ali an Nasabury berkata: “tidak ada di bawah kolong langit ini kitab
yang lebih sahih dari kitab Muslim dalam ilmu hadits”. Kemudian para
ulama berkata bahwa kitab Muslim adalah kitab kedua sesudah kitab al
Bukhari dan tidak ada seorangpun yang menyamai al Bukhari dalam
50Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), h. 312-313.
37
bidang mengkritik sanad-sanad hadits dan perawi-perawinya selain
Muslim.
3. Jalur Sanad Abu Daud
Periwayat pertama adalah Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits
langsung dari Rasulullah Saw. dengan menggunakan lafaz anna.
Mengenai biografi beliau telah dikemukakan pada hadits riwayat
sebelumnya.
Periwayat kedua adalah Said ibn Musayyab yang meriwayatkan
hadits dari Abu Hurairah dengan menggunakan lafaz „an (dari).
Selanjutnya mengenai biografi beliau telah dikemukakan dalam hadits
riwayat Bukhari dan Muslim.
Periwayat ketiga adalah Ibnu Syihab yang meriwayatkan ahdits
Said ibn al Musayyab dengan menggunakan lafaz „an (dari). Adapun
biografi beliau telah dikemukakan di atas.
Periwayat keempat adalah Malik yang meriwayatkan hadits dari
Ibnu Syihab dengan menggunakan lafaz „an (dari) dan telah terjadi
pertemuan antara Malik dan ibnu Syihab sebadai guru dan murid. Nama
aslinya adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amru bin al
Haris bin Usman bin Jasil. Beliau wafat pada tahun 179 H.51
Guru-
gurunya daiantaranya adalah Amir bin Abdullah bin Zubair bin
51Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), h. 7.
38
Anwawam, Nafi bin Maula ibn Umar, Syuraik bin Abdullah bin Abi
Namar, al Zuhri, Abi al Zinad, dan lain-lain.
Diantara murid-muridnya adalah Ibn Juraij, Abdurrazzaq, Laits bin
Said, Yahya bin Ayub al Mishri, al Qa‟nabi, Yahya bin Abdullah bin
Bukairi, Qutaibah bin Said dan lain-lain.52
Tentang kualitas kepribadiannya seluruh ulama telah mengakuinya
sebagai muhaddis yang tangguh. Seluruh warga Hijaz memberi gelar
kehormatan baginya Sayyid Fuqaha‟i Hijaz. Imam Yahya bin Said al
Qathan dan Imam Yahya bin Main menggelarinya sebagai Amirul
mu‟minin fi‟l al Hadits. Imam Bukhari mengatakan bahwa sanad yang
dikatakan Ashahul „asanid ialah bila sanad itu terdiri dari Malik, Nafi,
dan Ibnu Umar r.a.53
Periwayat kelima adalah al Qa‟nabi yang meriwayatkan hadits dari
Malik dengan menggunakan lafaz „an. Nama aslinya adalah Abdullah bin
Maslamah bin Qa‟nabi al Qa‟nabi al Haris Abu Abdurrahman al Madany.
Diantara guru-gurunya adalah Salamah bin Wardan, Malik, Syu‟bah, laits,
Daud bin Qaisin, Sulaiman bin Bilal, Nafi‟ bin Umar dan lain-lain.
Diantara murid-muridnya adalah al Bukhari, Abu Daud, Turmuzi, Nasa‟i
dan lain-lain.
52Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), h. 5-7.
53Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits,(Bandung: PT. Al Ma‟arif, 1974),
h. 368.
39
Tentang kualitas kepribadiannya Ibnu Hatim berkata bahwa beliau
adalah seorang yang tsiqah. Al Ajli berkata bahwa beliau seorang yang
shaleh dan tsiqah para kritikus hadits tidak ada yang memberikan cela‟an
tentang kepribadiannya.
Periwayat keenam sekaligus sebagai muharrij adalah Abu Daud
yang meriwayatkan hadits dari al Qa‟nabi dengan menggunakan lafaz
haddasana. Nama aslinya adalah Abu Daud Sulaiman ibn Asy‟ats ibn
Ishaq ibn Basyir ibn Syadad ibn Amar ibn Imran al Azady al Sajastaniy.54
Dilahirkan di Sijistan pada tahun 202 H. Dan wafat di Basrah pada
tanggal 15 Syawal 275 H, dan dimakamkan di dekat makam Sufyan
Tsauri.55
Sijistan adalah nisbah yang diberikan padanya dari tempat
kelahirannya yang merupakan salah satu daerah kawasan Basrah.
Diantara guru-gurunya adalah Sulaiman bin Harb, Usman bin Abi
Syaibah, al Qa‟nabi, Abu Walid at Thayalisy dan lain-lain sedangkan
murid-muridnya antara lain adalah putranya sendiri Abdullah, An Nasa‟i,
at Turmuzi, Abu Awwanah, Ali bin Abdul Shamad dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya para ulama telah sepakat
menetapkan beliau sebagai hafizh yang sempurna, pemilik ilmu yang
melimpah, muhaddis yang terpercaya, mempunyai pemahaman yang
tajam baik dalam bidang ilmu hadits maupun lainnya. Al Khaththany
54Muhammad Muhyi al Din Abdul al Hamid, Sunan Abu Daud, Jilid I, (Semarang:
Maktabah Dahlan,th), h. 4.
55Abdurrahman Muhammad bin Usman, Muqaddimah Tuhfat al Ahwaz, (Madinah:
al Kutuby,1967), h. 4.
40
berpendapat bahwa tidak ada susunan kitab ilmu aga setara dengan kitab
Sunan Abu Daud.56
4. Jalur Sanad At Turmuzi
Periwayat pertama adalah Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits
langsung dari Rasulullah Saw. dengan menggunakan lafaz anna. Adapun
biografi beliau bisa dilihat dari periwayat sebelumnya.
Periwayat kedua adalah Said bin al Musayyab yang meriwayatkan
hadits dari Az Zuhri (ibn Syihab) dengan menggunakan lafaz „an (dari).
Adapun biografinya bisa dilihat dalam hadits riwayat Bukhari dan
Muslim.
Periwayat ketiga adalah Az Zuhri yang meriwayatkan hadits dari
Said al Musayyab dengan menggunakan lafaz „an (dari). Mengenai
biografi dan pendapat para ulama tentang kualitas kepribadiannya bisa
dilihat dari riwayat hadits sebelumnya.
Periwayat keempat adalah Uqail yang meriwayatkan hadits dari Az
Zuhri dengan menggunakan lafaz „an (dari). Mengenai biografi beliau
dapat dilihat dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Periwayat kelima adalah Laits bin Sa‟ad yang meriwayatkan hadis
dari Uqail dengan menggunakan lafaz „an (dari). Selanjutnya mengenai
biografi beliau telah dijelaskan dalam rentetan periwayat dalam hadits
riwayat Bukhari.
56Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits,(Bandung: PT. Al Ma‟arif, 1974),
h. 380-381.
41
Periwayat keenam adalah Qutaibah yang meriwayatkan hadits dari
Laits dengan menggunakan lafaz akhbarana (telah mengabarkan kepada
kami). Mengenai biografi beliau bisa dilihat dalam hadits riwayat
Muslim.
Periwayat ketujuh adalah At Turmuzi sekaligus sebagai muharrij
yang meriwayatkan hadits dari Qutaibah dengan menggunakan lafaz
haddasana. Nama aslinya adalah Abu Isa Muhammad ibn Saurah ibn
Musa ibn al Dahhaq al Bugi al Turmuzi.57
Sementara al Bugi adalah nama
tempat dimana al Turmuzi wafat dan dimakamkan.58
Lahir pada tahun
209 H wafat pada malam senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H di desa Bug
dekat kota Tirmiz dalam keadaan buta.
Diantara guru-gurunya antara lain, Qutaibah ibn Sa‟id, Ishaq ibn
Rahawaih, Muhammad ibn “amru as Sawwaq al Balqi, Mahmud ibn
Gailan, Muhammad ibn Basyar dan lain-lain. Sedangkan diantara murid-
muridnya adalah Abu Bakar ibn Ismail al Samarqandi, Abu Hamid
Ahmad ibn Abdullah ibn Yusuf al Nasafi, dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya, para ulama diantaranya adalah
Ibnu Hibban menerangkan bahwa, at Turmuzi adalah seorang
penghimpun dan penyampai hadits, skaligus pengarang kitab. Selanjutnya
Al Khalili berkata, at Turmuzi adalah seorang tsiqah muttafaq „alaih
57Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Jilid 8, h. 378.
58Muhammad bin Mukarram ibn Manzur, Lisan al Arab, (Mesir: Dar al Misriyah,
th), Jilid III, h. 478.
42
(diakui oleh Imam Bukhari dan Muslim). Al Idris berpendapat bahwa, at
Turmuzi adalah seorang ulama hadits yang meneruskan jejak ulama
sebelumnya dalam bidang ulum al hadits, Al Hakim Abu Ahmad berkata,
aku mendengar Imran ibn „Alan berkata “sepeninggal Bukhari tidak ada
ulama yang menyamai ilmunya, kewara‟annya, dan kezuhudannya di
Khurasan, kecuali Abu Isa at Turmuzi”. Ibn Fadhil menjelaskan, bahwa
at Turmuzi adalah pengarang kitab jami‟ dan tafsirnya, beliau juga ulama
yang berpengetahuan.
5. Jalur Sanad Imam Malik
Periwayat pertama adalah Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits
langsung dari Rasulullah Saw. dengan menggunakan lafaz anna. Adapun
biografi beliau dapat dilihat dari hadits sebelumnya.
Periwayat kedua adalah Al A‟raj yang meriwayatkan hadits dari
Abu Hurairah dengan menggunakan lafaz „an. Beliau yang bernama asli
Abdur Rahman bin Hurmuz al-A‟raj Abu Daud al Madany Maula Rabi‟ah
bin al Haris.59
Diantara guru-gurunya adalah Asy‟ats bin Ishaq bin Said bin Abi
Waqas, Humaid bin Abdurrahman Auf, Sulaiman bin Yasar, Abdullah bin
Abbas, Marwan bin Hakim, Muawiyah bin abi Shifyan, Abi Said al
Hudri, Abi Hurairah dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya
diantaranya adalah Usaid bin Yazid al Madany, Ja‟far bin Rabi‟ah, Abu
59Jamaluddin Abi Hajjaj Yusuf al Mizzy, Tahzib al Kamal Fi Asma al Rijal,
(Beirut: Mu‟assasah al Risalat, 1992), h. 409.
43
Az Zinad Abdullah bin Zakwan, Muhammad bin Ishaq bin Yasar,
Muhammad bin Muslim bin Syihab az Zuhri, Yahya bin Said al Anshari,
dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya para ulama diantaranya adalah
Muhammad bin Said beliau berkata bahwa al A‟raj termasuk thabaqah
kedua dari ahli madinah dan beliau seorang yang berstatus tsiqahi dan
banyak hadits. Muhammad bin Usman bin Abi Syaibah dari Ali bin Al
Madany sahabat Abu Hurairah diantaranya ada enam orang yaitu Said al
Musayyab, Abu Salamah, Al A‟raj, Abu Shalih, Muhammad bin Sirin,
dan thawas. Wafat di Iskandariah pada tahun 117 H.
Periwayat ketiga adalah Abu az Zinad yang meriwyatkan hadits
dari Al A‟raj dengan menggunakan lafaz „an. Nama aslinya adalah
Abdullah bin Zakwan al Quraisy Abu Abdurrahman al Mandany al
Ma‟ruf. Beliau wafat tahun 130 H. Diantara guru-gurunya adalah Anas,
Aisyah binti Saad, Abi Umamah bin Sahal bin Hanif, Said bin al
Musayyab, Zaid bin Tsabit, al A‟raj dan lain-lain.
Sedangkan murid-murid yang menerima hadits dari beliau
diantaranya adalah Ibnu Umar, Malik, Abu Qasi, Shalih bin Kaisan dan
lain-lain. Sedangkan tentang kualitas kepribadian beliau ibnu abi Maryam
dari Abi Main berkata bahwa beliau seorang yang berstatus tsiqah, hujjah.
Berkata al Ajli bahwa beliau ahli Madinah seorang tabiin, tsiqah. Berkata
ibnu Hatim bahwa beliau seorang yang tsiqah, faqih, shalih hadits.
44
Periwayat keempat adalah Malik bin Anas yang meriwayatkan
hadits dari Abu az Zinad dengan menggunakan lafaz „an (dari).
Selanjutnya mengenai biografi serta pendapat ulama mengenai kualitas
kepribadiannya dapat dilihat pada riwayat hadits Abu Daud.
Periwayat kelima adalah Yahya dalam hal ini adalah yahya bin
bukairi yang meriwayatkan hadits dari Malik dengan menggunakan lafaz
„an (dari). Selanjutnya mengenai biografi beliau dapat dilihat dalam
rentetan riwayat hadits Bukhari.
Periwayat keenam sekaligus sebagai muharrij adalah Malik bin
Anas yang meriwayatkan hadits dari Yahya bin Bukairi dan menunjukkan
adanya hubungan serta pertemuan antara seorang guru dan murid.
Tentang biografi beliau juga sudah dijelaskan sebelumnya.
6. Jalur Sanad Ahmad bin Hambal
Periwayat pertama adalah Abi Hurairah yang meriwayatkan hadis
langsung dari Rasulullah dengan menggunakan lafaz sami‟tu (aku
mendengar). Tentang biografi beliau bisa dilihat dalam rentetan periwayat
hadits riwayat Bukhari.
Periwayat kedua adalah Ibnu al Musayyab yang meriwayatkan
hadits dari Abi Hurairah dengan menggunakan lafaz „an (dari). Untuk
biografi beliau dapat dilihat pada rentetan periwayat hadits Bukhari.
Periwayat ketiga adalah Ibnu Syihab yang meriwayatkan hadits
dari Ibnu al Musayyab dengan menggunakan lafaz „an (dari). Untuk
biografi beliau dapat dilihat pada rentetan periwayat hadits Bukhari.
45
Periwayat keempat adalah malik yang meriwayatkan hadits dari
Ibnu Syihab dengan menggunakan lafaz „an (dari). Selanjutnya tentang
biografinya dapat dilihat pada rentetan periwayatan hadits riwayat Abu
Daud.
Periwayat kelima adalah Ibnu Juraij yang meriwayatkan hadits dari
Ibnu Syihab dengan menggunakan lafaz „an. Nama aslinya adalah Abdul
Malik bin Abdul Aziz bin Juraij Abu al Walid Abu Khalid al makky.
Beliau wafat tahun 149 H.60
Adapun diantara guru-gurunya adalah Atha‟
bin Abi Ribakh, Abi Ishaq bin Abi Tholhah, Zaid bin Aslam, az Zuhri,
Sulaiman bin Abi Muslim al Ahwal dan lain-lain.61
Sedangkan diantara murid-muridnya yang menerima hadits dari
beliau adalah Laits, Yahya bin Said al Anshor, Ibnu al Mubaraq, Waki‟,
Abdur Razzaq dan lain-lain.
Tentang kualitas kepribadiannya Ali Ibn al Madany dari yahya Ibn
Said al Qatta berkata, bahwa Ibnu Juraij adalah orang yang paling tsubut
dari Nafi‟ dan Malik. Demikian juga pernyataan yang dikemukakan oleh
Ahmad. Yahya bin Said berkata “Kami menamakan kitab-kitab karya
Ibnu Juraij adalah Kitab al Amanah”.62
60Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Jilid 8, h. 354.
61Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Jilid 8, h. 353.
62Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Jilid 8, h. 354.
46
Periwayat keenam adalah Abdur Razaq yang meriwayatkan hadits
dari ibnu Juraij dan Malik dengan menggunakan lafaz haddasana. Nama
asli beliau adalah Abdur Razzaq bin Hammam bin Nafi‟ al Himyary Abu
Bakar al Shanany. Beliau wafat tahun 211 H. daiantaranya guru-gurunya
adalah Aiman bin Nabil, Ibnu Juraij, Malik, Abi Daud, Ismail bin Iyas,
dan lain-lain.63
Sedangkan murid-murid yang menerima hadits dari beliau adalah
Ahmad bin hambal, Ahmad bin Shalih, Ibrahim bin Musa, Yahya, Abu
Mas‟ud ar razi dan lain-lain. Pendapat kritikus hadits tentang kualitas
kepribadiannya Abbas al daury dari Ibn main berkata Bahwa Abd razzaq
adalah seorang periwayat yang lebih tsiqah dari Ma‟mar dan Hisyam ibn
Yusuf. Demikian juga hanya pernyataan Ahmad bin Hambal yang
menyatakan bahwa Abd Razzaq adalah manusia yang paling tsiqah dalam
meriwayatkan hadits.64
Periwayat ketujuh sekaligus sebagai muharrij adalah Ahmad bin
Hambal yang meriwayatkan hadits dari Abdur Razzaq dengan
menggunakan lafaz haddasana. Nama asli beliau adalah Ahmad ibn
Muhammad ibn Hambal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn
Hayyan ibn Anas ibn Auf ibn Qasit ibn Mazin Ibn Syaiban ibn Zuhl ibn
Tsa‟labah ibn „Ukabah ibn Sha‟ab ibn Ali ibn Bakar ibn Wail. Beliau
63Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Jilid 8, h. 275.
64Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Jilid 8, h. 275-276.
47
lahir tahun 164 H, dan wafat pada tahun 241 H, dalam usia 77 tahun.65
Ahamad meriwayatkan hadis dari beberapa orang guru diantaranya adalah
Basyir al Mufadhdhal al Raqasyi, Sufyan ibn „Uyainah, Yahya ibn Said al
Qathan, Abdur Razzaq ibn Hamman, Sulaiman ibn Daud al Thayalisi, dan
lain-lain.66
Sedangkan nama-nama murid yang menerima hadits dari beliau
diantaranya adalah anaknya sendiri Abdullah ibn Ahmad ibn Hambal, al
Bikhari, Muslim, Abu Daud, Waki‟ ibn Yarzah dan lain-lain.67
Sedangkan tentang kualitas kepribadiannya ibnu Ma‟in berkata
“saya tidak pernah melihat orang yang lebih cakap dari pada Ahmad
dalam bidang Arabiah”, Abdur Razzaq berkata “ saya tidak pernah
melihat orang yang lebih ahli dalam bidang fiqih dari pada Ahmad dan
tidak ada orang yang lebih wara‟ “ dan Ulama kritikus hadits menilai
Ahmad sebagai orang tsiqah.68
65Ahmad bin Hambal, Muqadimah al Musnad, Juz I, (Kairo: Dar al Hadis, 1995),
h. 66
66Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jilid I, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1997), h. 202.
67Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jilid I, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1997), h. 203
68Syihab al Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Asqalani, Tahzib al Tahzib, (Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992), Juz I, h. 72-76.
48
D. Kualitas Sanad dan Matan Hadits
1. Sanad Hadits
Secara umum telah di ketahui bahwa tidak semua hadits sama
derajatnya dalam kesahihan sanad-nya. Oleh karena itu, sangat perlu
diperhatikan martabat-martabatnya dan pandangan serta pendapat para
ulama mujtahid tentang apakah di bolehkan atau tidaknya ber-hujjah
dengannya.
Ulama salaf membagi tiga hadits dari segi bilangan periwayat yang
meriwayatkan sebuah hadits, yaitu : Mutawattir, Masyhur, dan Ahad.
Sedangkan dari golongan ahli hadits membagi hadits kepada Mutawattir
dan Ahad saja, dan menjadikan masyhur salah satu perincian dari
haditsahad.69
Dari segi kualitas ada beberapa syarat yang harus di penuhi oleh
sebuah hadits sahih di antaranya :
1. Ittishal Sanad (persambungan sanad)
Bersambung atau tidaknya sebuah sanad hadits, dapat ditinjau dari
beberapa sisi yaitu :
a. Hubungan kesezamanan (masa hidup) antara sesama
periwayat.
b. Hubungan antara guru dan murid
c. Kata-kata yang di gunakan dalam meriwayatkan hadits.
69 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), cet.I,
h.123.
49
Berdasarkan hubungan kesezamanan, dalam penelitian ini penulis
dapat menentukan dengan pasti kebersambungan sanad, hal ini dapat
dilihat dari segi mu‟asyarah (semasa)nya para periwayat hadis tersebut,
hal ini dapat di buktikan dengan dua cara; pertama, dengan melihat tahun
wafat setiap para periwayat yang meriwayatkan hadits tersebut. Disini
mengindikasikan bahwa mereka semua semasa dan dapat dipastikan
bahwa sanad dalam keenam jalur periwayatan bersambung karena semua
saling berkaitan sebagai guru dan murid. Kedua, dengan melihat lafadz
tahammul wa al „ada‟ yang mereka gunakan dalam meriwayatkan hadits.
Selanjutnya, dengan memperhatikan kata-kata yang menghubungkan
antara seorang periwayat dengan periwayat lain yang terdekat terdapat
perbedaan:
a. Pada periwayatan jalur Bukhari, dari Bukhari ke Yahya bin
Bukairi dihubungkan dengan lafaz haddasana kemudian sampai
ke Laits menggunakan lafaz haddasana, dimana lafaz-lafaz
tersebut memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam periwayatan
hadits dan menunjukkan telah terjadi pertemuan antara guru dan
murid. Kemudian dari Laits ke Uqail dihubungkan dengan lafaz
„an, juga sampai ke Ibnu Syihab menggunakan lafaz „an, dimana
lafaz „an dan anna, menurut sebagian ulama hadis, hadis yang
mengandung lambang „an dan anna, memiliki sanad yang
terputus. Sebagian ulama hadits lainnya menyatakan bersambung
sanadnya jika memenuhi beberapa persyaratan diantaranya :
50
1. Pada sanad hadits yang bersangkutan tidak terdapat tadlis
(penipuan).
2. Para periwayat yang namanya beriringan dan diantarai oleh
lambang „an dan anna, telah terjadi pertemuan. Hal ini
dapat ditelusuri melalui hubungan sezaman dan hubungan
guru dan murid.
3. Periwayat yang menggunakan lambang-lambang „an atau
anna itu adalah periwayat yang kepercayaan (tsiqah).70
Selanjutnya dari Ibnu Syihab sampai ke Said ibn Musayyab di
hubungkan menggunakan lafaz akhbarani, begitu juga Said ibn
Musayyab sampai ke Abu Hurairah menggunakan lafaz akhbarohu,
dimana lafaz tersebut adalah lafaz yang terkuat dalam meriwayatkan
hadits. Karena seluruh sanad jalur Bukhari memenuhi persyaratan di atas,
maka dapat dikatakan ittishal sanad(sanad bersambung).
a. Pada jalur periwayatan Muslim, dari Muslim sampai ke
Qutaibah bin Said dan Muhammad bin Rumhin bin al Muhajir
menggunakan lafaz haddasana, dimana lafaz tersebut memiliki
tingkat akurasi yang tinggi dalam periwayat hadits, kemudian
ibn Rumhin ke Laist menggunakan lafaz Akhbarana, dimana
lafaz ini adalah lafaz terkuat dalam meriwayatkan hadits,
selanjutnya Laist ke Uqail sampai kepada ibn Syihab
70 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis,(Jakarta, Bulan Bintang,
1995) h.83.
51
menggunakan lafaz „an, namun tiga kriteria yang di tetapkan
oleh ulama hadis tentang hadits Mu‟an‟an sebagaimana telah di
kemukakan di atas dapat di penuhi oleh riwayat muslim ini,
selanjutnya ibn Syihab ke Said ibn Musayyab sampai kepada
Abu Hurairah menggunakan lafaz akhbarani. Karena seluruh
sanad yang di teliti memenuhi persyaratan di atas, maka dapat
dikatakan bahwa seluruh sanad yang meriwayatkan hadits dari
jalur Muslim dapat di kategorikan bersambung (ittishal).
b. Pada jalur periwayatan Abu Daud, dari Abu Daud sampai
kepada Qa‟nabi menggunakan lafaz haddasana, ini
menunjukkan ketersambungan sanad karena lafaz haddasana,
termasuk dalam metode as Sima‟, kemudian dari Qa‟nabi ke
Malik bin Anas, Said al Musayyab hingga sampai kepada Abu
Hurairah dihubungkan dengan menggunakan lafaz „an, namun
tiga kriteria yang ditetapkan oleh ulama hadits tentang hadits
mu‟an‟an, sebagaimana telah dikemukakan di atas juga telah
dapat dipenuhi oleh hadits riwayat Abu Daud, maka dapat
dikategorikan sanad hadits tersebut ada pertemuan dan ittishal.
c. Pada jalur periwayatan Turmuzi, dari Turmuzi sampai kepada
Qutaibah bin Said dihubungkan lafaz haddasana, ini
menunjukkan ketersambungan sanad karena telah terjadi
pertemuan antara Turmuzi dan Qutaibah ibn Said sebagai guru
dan murid, kemudian dari Qutaibah sampai kepadda Laits bin
52
Sa‟ad menggunakan lafaz akhbarana, kemudian Laits, Uqail,
Azzuhri, Said al Musayyab hingga sampai kepada Abu
Hurairah menggunakan lafaz „an, namun tiga kriteria yang di
tetapkan oleh ulama hadits tentang hadits mu‟an‟an,
sebagaimana telah dikemukakan dalam hadis riwayat Turmuzi,
dengan demikian sanad hadits tersebut dapat dikategorikan
sebagai sanad yang ittishal.
d. Jalur riwayat Imam Malik, dari Imam Malik sampai kepada
Yahya bin Bukairi menggunakan lafaz haddasana, ini
menunjukkan telah terjadi pertemuan antara Imam Malik dan
Yahya bin Bukairi sebagai guru dan murid, kemudian dari
Yahya kepada Abi al Zinad, al A‟raj hingga sampai kepada
Abu Hurairah menggunakan lafaz „an, ini menunjukkan
ketersambungan sanad karena telah diriwayatkan oleh orang-
orang yang tsiqat dan telah terjadi pertemuan antara seorang
guru dan murid. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hadits riwayat Imam Malik ini Ittishal.
e. Jalur riwayat Ahmad bin Hanbal, dari Ahmad bin Hanbal
kepada Abdurazzaq, Ibnu Juraij dan Malik bin Anas
dihubungkan dengan menggunakan lafaz haddasana, hal ini
menunjukkan ketersambungan sanad karena lafaz haddasana,
memiliki tingkat akurasi yang tinggi didalam periwayatan
hadits, kemudian dari Malik sampai ibn Syihab, Ibn Musayyab
53
hingga sampai Abu Hurairah menggunakan lafaz „an, namun
tiga kriteria yang telah di tetapkan oleh ulama hadits tentang
hadits mu‟an‟an, dapat dipenuhi oleh hadits riwayat Ahmad bin
Hanbal, maka dapat dikategorikan sanad hadis tersebut ittishal.
1. Periwayat bersifat „Adil
„Adil dalam ilmu hadits, tidak sama seperti yang dimaksud dalm
„adil keseharian, secara umum, ulama telah mengemukakan cara
penetapan keadilan periwayat hadis, yaitu ; (a) popularitas keutamaan
periwayat dikalangan ulama hadis; (b) penilaian dari para hadis
kritikus periwayat hadis; (c) penerapan kaidah al jarh wa al ta‟dil,
cara terakhir ini di tempuh bila para kritikus hadis tidak sepakat
tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.71
Oleh karena itu, unsur-unsur kaidah khusus yang ditetapkan oleh
para ulama hadis adalah; (1) Beragam Islam (2) Mukallaf (baligh dan
berakal sehat) (3) melaksanakan ketentuan agama Islam (4)
memelihara maru‟ah (adab kesopanan pribadi).72
Adapun keadilan para periwayat di atas, masing-masing mereka
secara keseluruhan mendapatkan pujian (ta‟dil) dari para kritikus
hadis (naqid al hadis). Ini terbukti berdasarkan penilaian para ulma
kritikus hadis terhadap para perawi tersebut dengan
71 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis,(Jakarta, Bulan Bintang,
1995) h.134
72 Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta, Rajawali Press, 2004). h.43
54
menta‟dilkanmereka. Walaupun ada salah seorang diantara mereka
yang mendapatkn tarjih (cacat) dari kritikus hadis; yaitu dalam
periwayatan sanad jalur Bukhari yaitu Yahya bin Bukairi, tapi hanya
sedikit sekali ulama hadis yang mentarjih dibandingkan dengan yang
menta‟dil, dan tarjih mereka pun hanya dalam tingkatan rendah. Hal
ini tidak dapat diterima, karena kaidah menyebutkahan sebagai
berikutnya;
ر س لف اأ ح رأ ل اأ بت ا ث ذ ا ل ا ل د عأ م لأ ل م كأ الأ ف ل دأ ع الأ و ح رأ ال ض ار ع ات ذ ا
Artinya : Apabila terjadi pertentangan antara kritikan yang memuji dan
yang mencela, maka yang harus dimenengkan adalah kritikan
yang memuji, kecuali apabila kritikan yang mencela disertai
penjelasan tentang sebab-sebabnya.73
2. Periwayat bersifat Dhabith
Dhabith menurut Ibn Hajar al Asqalany adalah orang yang kuat
hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan mampu
menyampaikan hafalannya itu kapan saja ia menghendakinya.74
Adapun unsur-unsur kaidah khususnya adalah ; (a) hafal dengan
baik hadis yang diriwayatkannya, (b) mampu dengan baik
73 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi,(Jakarta, Bulan Bintang,
1992) h.79.
74 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis,(Jakarta, Bulan Bintang,
1995) h.135
55
menyampaikan riwayat hadis yang dihafalnya kepada orang lain, (c)
terhindar dari kejanggalan, (d) terhindar dari „illat.75
Berdasarkan kaidah khusus diatas tersebut, para periwayat hadis di
atas semuanya adalah dhabith. Hal ini dilihat dari komentar para
ulama tentang kredibilitas mereka dalam menerima dan
menyampaikan hadis.
Setelah dijelaskan biografi, tahun lahir dan tahun wafat dari
masing-masing sanad hadis di atas serta keterangan dari sanad itu
sendiri bahwa ia pernah menerima dan memberi riwayat kepada sanad
yang ada sebelum dan sesudahnya, begitupun terhadap penilaian yang
diberikan para ulama kritikus hadis terhadap masing-masing
periwayat maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis diatas adalah
muttasil (bersambung dari awal sanad hingga akhir sanad). Begitupun
penilaian terhadap keseluruhan sanad bahwa mereka bersifat adil dan
dhabith.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis tentang larangan
berbicara ketika khatib sedang berkhutbah melalui keenam mukharrij
tersebut adalah muttasil.
2. Matan Hadis
Setelah melihat kualitas sanad hadis maka langkah selanjutnya adalah
melihat kualitas matan dengan melihat apakah matan hadis tersebut
mengandung suatu syadz (kejanggalan) atau „illat (cacat).
75 Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta, Rajawali Press, 2004). h. 43
56
Namun sebelumnya perlu diteliti susunan matan yang semakna,
karena sebagaimana dijelaskan sebelumnya setelah penulis teliti dan
penulis mendapat informasi dari kitab Mu‟jam al Mufahraz li Alfaz al
Hadis an Nabawy hadis ini diriwayatkan oleh banyak jalur perawi hadis.
Adapun perbedaan lafaz dalam matan hadis tersebut ditemukan pada jalur
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Muwatta‟ Malik, dan Imam Ahmad di
awali dengan menggunakan lafaz :
معة أنأصتأ . واإلمام يأطب ف م الأ قدأ لغوأت إذا ق لأت لصاحبك ي وأ
Sedangkan pada jalur at Turmuzi di awali dengan menggunakan lafaz:
مام يأطب أنأصت ف قدأ لغا عة واإلأ مأ منأ قال ي وأم الأ
Dari kedua hadis di atas dapat dipahami bahwa adanya periwayatan
secara makna (hadis maknawi). Akan tetapi kesemua matan hadis tersebut
merupakan matan yang satu dan dalam susunan matan hadis tersebut
tidak terdapat ziyadah dan idraj, menurut ulama hadis perbedaan lafaz
yang tidak mengakibatkan perbedaan makna, asalkan sanadnya sama-
sama sahih, maka hal tersebut dapat ditoleransi.
Selanjutnya untuk sampai kepada kesimpulan bahwa matan hadis
tersebut berkualitas sahih, tolok ukur yang digunakan untuk menentukan
kualitas matan adalah:
1. Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur‟an.
2. Tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih tinggi
kedudukannya.
57
3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indra dan sejarah.
4. Susunan pernyataan menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.76
Semua syarat tersebut setelah dikompromikan dengan isi matan hadis,
tidak ditemukan indikasi adanya pertentangan dengan sumber yang lebih
kuat dan akal pikiran. Karena di dalam al-Qur‟an banyak terdapat ayat-
ayat yang memberi petunjuk kepada manusia untuk tidak berbuat dan
mendengarkan perkataan yang sia-sia sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat al Qashash ayat 55;
ي وإذا سعوا اللغأو أعأرضوا عنأو وقالوا لنا أعأمالنا ولكمأ أعأمالكمأ سلم عليأكمأ ل ن بأتغ
اىلي الأ
Artinya : Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka
berpaling darinya dan berkata. “Bagi kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin
(bergaul) dengan orang-orang jahil”.77
Dalam surat al Furqan ayat : 72 juga dijelaskan;
هدون الزور وإذا مروا باللغأو مروا كراماوالذين ل يشأ
Artinya : Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan
apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
76 Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta, Rajawali Press, 2004). h. 46
77 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Surabaya surya Cipta
Aksara 1993). Juz. 20, h. 618
58
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja)
dengan menjaga kehormatan dirinya.78
Sedangkan dari hadis Nabi Saw. pun banyak yang mendukung
sebagaimana diriwayatkan oleh an Nassa‟i yaitu:
ث ر م ا أ م ك ة ع مأ الأ م وأ ي ر ه ط ت ي ل ج ر نأ ا م ص.م م اهلل ول س ر ل ال : ق ال ق انأ م لأ س نأ ع
ن م و ل ب أ ق ا ل ة ار ف ك ان ك ل إ و ت ل ص ض قأ ي ت ح ت ص نأ ي و ة ع مأ ى الأ ت أأ ي ت ح و ت يأ ب نأ م ج ر يأ
ة ع مأ الأ
Artinya : Dari Salman, telah berkata kepadaku Rasulullah Saw: “Tidaklah
seorang laki-laki yang mensucikan diri pada hari jum‟at
sebagaimana diperintahkan, kemudian keluar dari rumahnya
hingga tiba shalat jum‟at, dan diam serta memperhatikan khutbah
jum‟at hingga selesai shalatnya, kecuali dihapus dosa-dosa
sebelumnya dari sebelum hari jum‟at.79
Setelah melakukan penelitian tentang kualitas matan sebagaimana
telah diuraikan diatas, maka dapat diketahui bahwa matan hadis tersebut
tidak terdapat syadz (kejanggalan) dan illat (cacat) yang terkandung di
dalamnya. Maka dengan demikian hadis ini dilihat dari segi kualitas
matan adalah sahih lil matani.
78 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,(Surabaya surya Cipta
Aksara 1993). Juz. 19, h. 569
79 Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu‟aib bin Ali bin Sinan bin Bahr an Nasa‟i,
Sunan an Nasa‟i, (Beirut; Dar al Fikr, 1995), jilid I, h. 104.
59
E. Pemahaman Hadis
Metode yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi dalam memahami
sunnah yaitu :
a. Memahami Sunnah dengan Tututan al-Qur‟an
Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang
benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penafsiran yang
buruk, maka haruslah kita memahaminya sesuai dengan petunjuk
Al-Qur‟an, yaitu dalam kerangka bimbingan Ilahi yang pasti
benarnya dan tak diragukan keadilannya. Sebagaimana firman
Allah Swt. dalam surat Al-An‟am ayat 115 :
ل لكلماتو وىو السميع الأعليم ل ل مبد قا وعدأ وتتأ كلمة رب ك صدأ
Artinya : “Dan telah sempurnalah kalimat Tuhanmu, dalam kebenaran dan
keadilannya. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-Nya
dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.80
Bahwa Al- Qur‟an adalah “ruh” dari eksistensi islam, dan
merupakan asas bangunannya. Ia merupakan konstitusi dasar yang
paling pertama dan utama, yang kepadanya bermuara segala
perundang-undangan Islam.
Sedangkan hadis (As-Sunnah) adalah penjelasan terperinci
tentang isi konstitusi tersebut, baik dalam hal-hal bersifat teoritis
80 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Surabaya Surya Cipta
Aksara 1993). Juz. 20, h. 207
60
ataupun penerapannya secara praktis. Itulah tugas Rasulullah Saw.
menjelaskan bagi manusia apa yang di turunkan kepada mereka.81
Oleh karenanya tidak mungkin suatu hadis shahih
kandungannya bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur‟an yang
muhkamat, yang berisi keterangan-keterangan yang jelas dan
pasti, bisa jadi bertentangan disebabkan hadis tersebut yang tidak
shahih, atau pemahamannya yang tidak tepat.82
b. Mengumpulkan Hadis-hadis yang Satu Tema dan
Pembahasan pada Satu Tempat
Salah satu kaidah dasar untuk memahami sunnah dengan
pemahaman yang benar, yaitu mengumpulkan hadis-hadis shahih
yang punya pembahasan sama dalam satu tempat agar hadis yang
mutasyabih (yang memiliki banyak penafsiran) bisa dikembalikan
ke yang muhkam (maknanya jelas), yang muthlaq (tidak terikat)
dibawa yang muqayyad (terikat), dan „am (maknanya umum) di
tafsirkan oleh yang khosh (maknanya khusus). Seperti yang di
ungkapkan oleh imam ahmad bahwasanya : “Suatu hadis, kalau
tidak engkau kumpulkan jalan-jalannya (sanad-sanadnya), engkau
81 Yusuf al-Qardhawi , Kaifa Nat‟amalu Ma‟a As-Sunnah An-Nabawiyyah, alih
bahasa oleh: Muhammad al-Baqir. Karisma Bandung., 1994. h. 92
82 Suryadi, Metode Kontemporer memahami hadis Nabi. Teras; Yogyakarta, 2008,
h. 137.
61
tidak akan paham karena sebagian hadis menafsirkan sebagian
yang lain.”83
Dengan cara seperti ini kita dapat memahami hadis secara
optimal karena dalam metode tematis seperti ini kita dapat
mengumpulkan hadis –hadis yang setema baik yang semakna
maupun yang kontradiktif agar dapat dikompromikan maknanya
serta tidak cukup pula kita memahami suatu permasalahan (tema)
hanya dengan memahami satu hadis saja tanpa menghiraukan
hadis-hadis yang lain.
c. Memadukan Hadis-Hadis yang Kontradiktif (muhktalaful
hadis)
Dalam pandangan Yusuf Qardhawi, pada dasarnya nash-
nash syari‟at tidak mungkin saling bertentangan. Sebab,
kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran.
Penentangan yang terjadi adalah lahiriahnya bukan dalam
kenyataannya yang hakiki.84
Dalam hal ini ada dua cara yang dapat
digunakan :
1. Al-jam‟u (pengkompromian)
Hadis dapat dihilangkan pertentangannya dengan
cara mengkompromikan hadis-hadis tersebut, semisal
83 Yusuf al-Qardhawi , Kaifa Nat‟amalu Ma‟a As-Sunnah An-Nabawiyyah, alih
bahasa oleh : Muhammad al-Baqir. Karisma Bandung., 1994. h. 106
84 Yusuf al-Qardhawi , Kaifa Nat‟amalu Ma‟a As-Sunnah An-Nabawiyyah, alih
bahasa oleh: Muhammad al-Baqir. Karisma Bandung., 1994. h. 118
62
saja tentang hadis yang melarang seseorang menghadap
ke kiblat ketika buang air besar atau kecil, sementara
ada hadis-hadis yang tampak bertentangan tersebut
dapat di ambil natijah (kesimpulan) bahwa hadis-hadis
larangan dimaksudkan bila dilakukan di tempat terbuka,
sedangkan hadis-hadis yang membolehkan
dimaksudkan bila dilakukan didalam suatu tempat yang
ada pembatasnya (seperti seseorang melakukannya di
WC).
2. Tarjih dan Nsikh wa al-Mansukh
Menurut Yusuf Qardhawi apabila hadis-hadis yang
kontradiktif tersebut tidak bisa dikompromikan, maka
dapat diambil 2 cara :
a. Tarjih : memenangkan salah satu dari dua hadis
atau lebih dengan berbagai cara pentarjihan
yang telah ditentukan oleh para ulama.
b. Al-Nasikh wa al-Mansukh : Mansukh (dihapus)
disini menurut beliau bukan berarti penghapusan
dalam arti sebenarnya, tetapi sebagai rukhshah
(keringanan) atau karena situasi dan kondisi
yang berbeda.
63
d. Memahami Asbabul Wurud Hadis (memahami hadis sesuai
dengan latar belakang, situasi, dan kondisi serta tujuan)
Pengertian Asbabul Wurud sendiri adalah sebab-sebab
datangnya suatu hadis, mengetahui asbabul wurud suatu hadis
sangat membutuhkan dalam memahami maksud hadis,
diantaranya adalah dengan meneliti sebab-sebab tertentu
disabdakannya suatu hadis, atau kaitannya dengan „illat (alasan
atau sebab) tertentu yang ditegaskan langsung dari redaksi itu atau
dari istinbath/kesimpulan (maknanya), atau yang dipahami
langsung dari kondisi atau tujuan ketika hadis tersebut di ucapkan
oleh Nabi Saw.
e. Membedakan antara Saran yang Berubah-ubah dan Tujuan
yang Tetap
Dalam memahami hadis harus selalu berpegang dan
mementingkan makna subtansial atau tujuan sarana hakiki teks
hadis,85
karena sarana pada lahiriah (teks) hadis dapat berubah-
ubah dari satu masa ke masa yang lain tetapi kita harus tetap
terpaku pada tujuan hakiki dari hadis tersebut seperti hadis tentang
siwak. Tujuan dari hadis tersebut adalah untuk menjaga
kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut, sehingga sarana yang
85 Suryadi, Metode Kontemporer Memahami hadis Nabi, teras:Yogyakarta, 2008,
h. 168.
64
digunakan tidak harus berupa siwak tapi dapat juga memakai
sarana masa kini seperti halnya sikat gigi.
f. Membedakan antara Ungkapan Haqiqah dan Majaz
Menurut Yusuf Qardhawi, pemahaman berdasarkan majaz
terkadang merupakan suatu keharusan, karena jika tidak, orang
akan tergelincir kekeliruan, karena banyak hadis yang
menggunakan majaz (kiasan), sebab Nabi Saw. adalah orang yang
menguasai retorika atau balaghoh, Beliau menggunakan majaz
untuk mengungkapkan maksud beliau dengan cara yang sangat
mengesankan.
g. Membedakan antara yang Gaib dan yang Nyata
Didalam hadis tidak berisi tentang realitas di dunia ini,
tetapi banyak diantara beberapa kandungan hadis ada hal-hal yang
berkaitan dengan alam gaib, terhadap hadis mengenai alam gaib
ini, seorang muslim wajib menerimanya, tidak dibolehkan untuk
menolaknya hanya karena menyimpang dengan kebsahan atau
tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Kita tetap harus mempercayainya selama hal itu masih
dalam batas kemungkinan menurut akal, walaupun mustahil
menurut kebiasaan. Dalam menyikapi hadis seperti tadi Syaikh
Yusuf Qardhawi sependapat dengan Ibn Taimiyyah, yaitu
menghindari ta‟wil dan mengembangkan hal itu pada Allah Swt..
65
h. Memastikan Makna dan Konotasi Kata-kata dalam Hadis
Untuk dapat memahami hadis dengan sebaik-sebaiknya,
menurut beliau penting sekali untuk memastikan makna dan
konotasi kata-kata di gunakan dalam susunan kalimat hadis.
Sebab, konotasi kata-kata tertentu ada kalanya berubah dari suatu
masa ke masa lainnya, dan dari satu lingkungan ke lingkungan
lainnya.86
86 Yusuf al-Qardhawi , Kaifa Nat‟amalu Ma‟a As-Sunnah An-Nabawiyyah, alih
bahasa oleh : Muhammad al-Baqir. Karisma Bandung., 1994. h. 195-197
66
BAB III
METODE PENELITIAN TERHADAP JAMA‟AH MASJID
BAITURRAHMAN TENTANG BERBICARA KETIKA KHUTBAH
JUM‟AT
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian kuantitatif adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang digunakan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan.87
Apabila seseorang ingin meneliti semua
elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Sedangkan sampel adalah sebuah kelompok anggota
yang menjadi bagian populasi.88
Pengertian lain sampel adalah sebagai
atau wakil dari populasi yang diteliti.
Penelitian ini menggunakan teknik sampel dan yang menjadi
sampel penelitian adalah jama‟ah masjid Baiturrahman Desa Gabus
Kabupaten Pati. Teknik sampel adalah teknik pengambilan sampel,
terdapat berbagai teknik sampel. Teknik sampel pada dasarnya
dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling. Peneliti memilih teknik simple random sampling
yang termasuk dalam kategori probability sampling. Probability sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang sama bagi
setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Pengambilan anggota sampel dari populasi dengan menggunakan teknik
simple random sampling sangat sederhana yaitu dilakukan secara acak
87Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 117.
88Burhan Nurgiyanto, Gunawan marzuki, Statistik terhadap untuk Penelitian Ilmu-
ilmu Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), h. 21.
67
tanpa memerhatikan strata yang ada dalam populasi. Cara demikian
dilakukan bila anggota homogen.89
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik random sampling
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam tujuan mencari dan mengumpulkan data untuk menyusun
laporan penelitian, peneliti memilih tempat dan waktu penelitian sebagai
berikut:
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Masjid Baiturrahman Desa
Gabus Kecamatan Gabus Kabupaten Pati.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada bulan
September sampai Oktober 2017.
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yaitu
sumber data yang diperoleh langsung melalui sumber dari pihak pertama
atau data yang di peroleh langsung dari penelitian lapangan yakni dari
tempat yang akan menjadi objek penelitian yaitu masjid Biturrahman Desa
Gabus Kabupaten Pati. Disamping itu juga dari sumber data skunder yaitu
sumber data yang berupa kitab hadits al Kutub at- tis‟ah.90
Dalam
melakukan penelitian terhadap hadits, peneliti mengambil langkah
pertama, yaitu dengan mentakhrij hadits tersebut yang mana peneliti
merujuk kepada lafaz yang ada dalam matan hadits dari kitab al- Mu‟jam
al-Mufahraz li al-Fazi al-Hadits al-Nabawi karya A.J. Wensinck yang di
terjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abd. Al-Baqi‟.
Kedua, melalui penelusuran awal matan hadits dari kitab Mausu‟ah Atraf
89Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 121.
90Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-
Nasa‟i, Sunan Ibnu Majah, dan kitab Muwatta Malik, Ahmad bin Hambal serta Sunan al-
Darimi.
68
al-Hadits karya Abu Hajir Muhammad al- Sa‟id Basyuni Zaghlul. Ketiga,
melalui tema-tema kunci dari kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah A.J.
Wensinck yang diterjemahkan kedalam bahasa arab oleh Muhammad Fuad
Abd. Al-Baqi‟. Keempat, melakukan penelitian sanad (kritik matan sanad)
hadits dari data yang di ambil dari kitab rijal al-Hadits untuk kemudian
menentukan kedudukan hadits. Kemudian melakukan penelitian matan
dari hasil penelitian sanad. dan mengambil sumber dari buku-buku yang
berkenaan dengan skripsi peneliti.
D. Teknik Pengumpulan Data
Bagian ini, akan dibahas mengenai cara pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam
teknik pengumpulan datanya sebagai berikut:
1. Metode Angket
Metode angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.91
Angket ini merupakan daftar
yang didalamnya memuat pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
kepada pihak responden (pihak yang dimintai jawaban pertanyaan).
Pertanyaan tersebut telah disediakan jawabannya untuk dipilih
menurut apa yang di anggap cocok atau sesuai dengan pendapat dan
keyakinan responden tersebut. Metode ini digunakan untuk
memperoleh data mengenai pemahaman jama‟ah tentang hadits
larangan bicara ketika khutbah (variabel X) dan jama‟ah yang
berbicara saat khutbah jum‟at (variabel Y) dan di peroleh dari sampel
jama‟ah yang hadir di masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten
Pati.
91Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 142.
69
Instrumen yang telah disusun diujicobakan untuk mengetahui
validitas suatu instrumen yang tujuannya untuk mengetahui kelayakan
item-item tersebut. Salah satunya yaitu uji validitas.
a. Menggunakan rumus korelasi Product moment dari Pearson.
Rumusnya adalah92
∑ (∑ ) (∑ )
√ ∑ (∑ )( ∑ (∑ ))
Keterangan :
= Koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y
N = Jumlah jama‟ah
∑ = jumlah skor butir
∑ = jumlah skor total
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan
mencari data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip dan termasuk
juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum dan lain-lain
yang berhubungan dengan penelitian.93
Dalam hal ini peneliti akan mengambil gambar-gambar yang
memiliki hubungan tentang larangan berbicara saat khutbah jum‟at di
masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati.
92Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2002), h. 69.
93S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.
181.
70
E. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganilis data
tersebut. Peneliti menggunakan tiga tahap analisis, yaitu sebagai berikut :
1. Analisis Pendahuluan
Analisi pendahuluan merupakan tahap pertama dengan menyusun
tabel distribusi frekuensi sederhana sesuai variabel yang ada, yaitu data
tentang larangan berbicara saat khutbah jum‟at. Peneliti memasukkan
hasil peroleh angket responden kedalam tabel distribusi frekuensi
untuk memudahkan perhitungan dalam pengolahan data selanjutnya.
a. Penskoran
Data yang diperoleh peneliti melalui angket tersebut dianalisis
dalam bentuk kuantitatif. Langkah yang diambil untuk mengubah
data dari kualitatif menjadi kuantitatif adalah memberi nilai pada
setiap item jawaban pada pertanyaan angket untuk responden
dengan menggunakan skala Likter.
Skala Likter digunakan untuk mengukur sikap pendapat dan
persepsi seorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Melalui skala likert maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijakidakan sebagai tolak ukur untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan dan pertanyaan.
Penskoran dalam angket ini berurut-urutan nilainya 3, 2, 1 (dari
option a, b, sampai c). Jawaban pada angket bernilai 3 jika
menjawab option pilihan jawaban a, karena pada semua option
jawaban a berisi deskripsi diam saat khotib menyampaikan
khutabah. Begitu seterusnya sampai option b dan c, nilainya
menurun menjadi 2 pada option b dan 1 pada option c.
b. Penelitian menguji rumusan masalah yang pertama dan kedua
dengan mencari distribusi frekuensi hasil angket tentang berbicara
saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
71
1. Mencari mean dan standar deviasi pemahaman jama‟ah tentang
hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at dengan rumus
sebagai berikut:
M
SD √ ( )
Keterangan:
M = mean (rata-rata)
= jumlah nilai
SD = standar Deviasi
N = jumlah subjek
2. Membuat interval untuk menentukan kategori nilai angket
pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat
khutbah jum‟at dengan rumus:
i =
keterangan:
i = interval
R =ranger
K =kelas interval
3. Mencari mean nilai angket tentang jama‟ah berbicara saat
khutbah jum‟at dengan rumus sebagai berikut:
M
SD √ ( )
4. Membuat interval untuk menentukan kategori nilai angket
jam‟ah berbicara saat khutbah jum‟at dengan rumus sebagai
berikut:
i =
72
c. Analisis Ujian Hipotesis
Ujian hipotesis digunakan untuk mengetahui pengaruh pemahaman
jama‟ah masjid Baiturrahman dalam berbicara saat khutbah jum‟at.
Analisis ujian hipotesisn ini menggunakan teknis regresi. Analisi
regresi dilakukan untuk menunjukkan besar pengaruh antara
variabel bebas (X) dengan variabel (Y). Analisis regresi yang
digunakan adalah analisi regresi linier sederhana.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Mencari hubungan antara predictor dan kriterium melalui
teknik korelasi Moment dari Person melalui rumus.94
rxy =
√( ) ( )
Σxy = ΣXY - ( ) ( )
Σ = Σ - ( )
Σ = Σ - ( )
Keterangan:
rxy = angka indeks korelasi product Moment
N = jumlah responden
Σxy = jumlah hasil perkalian antara skor x dan y
Σx = jumlah skor x
Σy = jumlah skor y
Σ = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel x
Σ = jumlah kuadrat masing-masing skor variabel y
2) Mengkonsultasikan hasil hitungan r diatas dengan
menggunakan tabel, baik dalam 1% maupun taraf 5%.
3) Melakukan uji signifikansi korelasi dengan rumus95
:
94Sutrisno Hadi, Analisis Regresi, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 4.
73
t = √
√
4) Mengkonsultasikan hasil hitungan t diatas dengan
menggunakan tabel baik taraf 1% maupun taraf 5%.
5) Mencari persamaan regresi.
6) Analisis varian garis regresi96
=
Keterangan:
= harga bilangan F untuk garis regresi
= rerata kuadrat garis regresi
= rerata kuadrat residu
2. Analisis lanjut
Melalui perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat
diketahui Setelah diketahui dapat dilakukan uji hipotesis
dengan membandingkan nilai hasil regresi dengan nilai tabel, sehingga
terdapat dua kemungkinan:
a. Jika yang diperoleh itu sama atau lebih besar dari harga
artinya signifikanatau hipotesis diterima.
b. Bila yang diperoleh lebih kecil dari artinya tidak
signifikan atau hipotesis ditolak.
95Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), h. 96.
96Sutrisno Hadi, Analisis Regresi,(Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 13.
74
BAB IV
ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Penelitian
1. Analisis Validitas Uji Coba Instrumen
Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya
butir-butir soal angket. Butir soal yang tidak valid akan dibuang dan
tidak digunakan, sedangkan butir soal yang valid digunakan dalam
instrumen angket untuk memperoleh data dari responden.
Hasil analisis perhitungan validitas butir soal r hitung
dikonsultasikan dengan harga kritik r product Moment dengan taraf
signifikansi 5%. Bila harga r hitung > dari r tabel maka butir soal
tersebut dinyatakan valid, begitu sebaliknya.
Tabel1.1
No. Kriteria Nomor butir soal Jumlah Prosentase
1. Valid 1,2,3,4,5,6,7,1,2,3,4,5,6,7 14 80%
2. Tidak
Valid
Variabel X (8,9,10)
Variabel Y (8,9,10)
6 20%
Total 20 100%
2. Data pemahaman jama‟ah tentang hadislarangan berbicara saat
khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus.
75
Berikut adalah rekapitulasi nilai angket pemahaman jama‟ah tentang
hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman
Desa Gabus.
Tabel 1.2
Hasil Angket variabel X (Pemahaman jam‟ah tentang hadits
larangan berbicara saat khutbah jum‟at)
Responden X
M
M-X ( )
1 15 16,6086 1,6086 2,58759396
2 16 16,6086 0,6086 0,37039396
3 16 16,6086 0,6086 0,37039396
4 16 16,6086 0,6086 0,37039396
5 16 16,6086 0,6086 0,37039396
6 17 16,6086 -0,3914 0,15319396
7 17 16,6086 -0,3914 0,15319396
8 16 16,6086 0,6086 0,37039396
9 15 16,6086 1,6086 2,58759396
10 15 16,6086 1,6086 2,58759396
11 18 16,6086 -1,3914 1,93599396
12 18 16,6086 -1,3914 1,93599396
13 17 16,6086 -0,3914 0,15319396
14 16 16,6086 0,6086 0,37039396
76
15 24 16,6086 -7,3914 54,632794
16 18 16,6086 -1,3914 1,93599396
17 16 16,6086 0,6086 0,37039396
18 15 16,6086 1,6086 2,58759396
19 13 16,6086 3,6086 13,021994
20 15 16,6086 1,6086 2,58759396
21 16 16,6086 0,6086 0.37039396
22 16 16,6086 0,6086 0.37039396
23 21 16,6086 -4,3914 19.284394
Jumlah 382 16,6086 0.7806 109,107863
Melalui data angket dengan 23 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi
untuk variabel X ialah 24 dan terendah adalah 13. Langkah selanjutnya adalah
menentukan rata-rata dan standart deviasinya.
a. Menentukan mean:
M
M
Menentukan standart deviasi:
b. SD √ ( )
SD √
2,22698
77
Melalui data tersebut dapat ditentukan kelas interval dengan rumus:
c. Menentukan kelas interval
K = 1 + 3,3 log N
= 1 + 3,3 log 23
= 1 + 4,493
= 5,493 (dibulatkan menjadi 5)
d. Menentukan range dengan rumus
R = H-L
= 24- 11
=13
e. Menentukan interval kelas:
I = R/K
= 13/5
= 2,6 (dibulatkan menjadi 2)
Keterangan:
K : Jumlah kelas interval
n : Jumlah data (responden)
R : Jarak Pengukur (range)
L : Nilai terendah
H : Nilai tertinggi
I : Interval kelas
Diperoleh kualifikasi dan interval nilai sebagai berikut :
78
Tabel 1.3
Distribusi Frekuensi Skor Data Variabel X (Pemahaman jama‟ah
tentang hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at)
No. Interval Frekuensi
absolute
Frekuensi
relative
1 16 ke atas 2 3,87%
2 13-15 0 0%
3 10-12 10 10,66%
4 7-9 11 85,46%
Ʃ 23 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat 11 jama‟ah atau
85,46% memperoleh nilai pada interval 7-9, terdapat 10 jama‟ah atau 10,66%
memperoleh nilai pada interval 10-12, tidak ada jama‟ah yang mendapatkan nilai
13-15, dan 2 jama‟ah atau 3,87% memperoleh nilai pada interval 16 keatas.
Tabel 1.4
Kualitas Variabel X (Pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan
berbicara saat khutbah )
Rata-rata Interval Kualitas Criteria
16,6086
11-16 Kurang
Kurang 17-20 Cukup
21-23 Baik
79
Uraian data di atas dapat diketahui bahwa pemahaman jama‟ah tentang
hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus
Kabupaten Pati kategorinya kurang, yaitu berada pada interval 11-14 dengan nilai
rata-rata 16,6086.
3. Data jama‟ah berbicara saat khutbah jum‟at di masjid
Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati.
Berikut adalah tabel rekapitulasi nilai angket jama‟ah berbicara
saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten
Pati.
Tabel 1.5
Hasil Angket variabel Y ( Jam‟ah berbicara saat khutbah jum‟at
di masjid Baiturrahman Desa Gabus)
Responden Y
M
M-Y ( )
1 15 16,3913 1,3913 1,93571569
2 16 16,3913 0,3913 0,15311569
3 16 16,3913 0,3913 0,15311569
4 16 16,3913 0,3913 0,15311569
5 16 16,3913 0,3913 0,15311569
6 17 16,3913 -0,6087 0,37051569
7 17 16,3913 -0,6087 0,37051569
8 16 16,3913 0,3913 0,15311569
80
9 15 16,3913 1,3913 1,93571569
10 15 16,3913 1,3913 1,93571569
11 18 16,3913 -1,6087 2,58791569
12 18 16,3913 -1,6087 2,58791569
13 14 16,3913 2,3913 5,71831569
14 16 16,3913 0,3913 0,15311569
15 24 16,3913 -7,6087 57,8923157
16 18 16,3913 -1,6087 2,58791569
17 14 16,3913 2,3913 5,71831569
18 15 16,3913 1,3913 1,93571569
19 13 16,3913 3,3913 11,5009157
20 15 16,3913 1,3913 1,93571569
21 16 16,3913 0,3913 0.15311569
22 16 16,3913 0,3913 0.15311569
23 21 16,3913 -4,6087 21,2401157
Jumlah 377 16,3913 -0,0001 121,478261
Melalui data angket dengan 23 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi
untuk variabel Y ialah 24 dan terendah adalah 14. Langkah selanjutnya adalah
menentukan rata-rata dan standart deviasinya.
a. Menentukan mean:
M
81
M
Menentukan standart deviasi:
b. SD √ ( )
SD √
2,363932
Melalui data tersebut dapat ditentukan kelas interval dengan rumus:
c. Menentukan kelas interval
K = 1 + 3,3 log N
= 1 + 3,3 log 23
= 1 + 4,493
= 5,493 (dibulatkan menjadi 5)
d. Menentukan range dengan rumus
R = H-L
= 24- 11
=13
e. Menentukan interval kelas:
I = R/K
= 13/5
= 2,6 (dibulatkan menjadi 2)
Keterangan:
82
K : Jumlah kelas interval
n : Jumlah data (responden)
R : Jarak Pengukur (range)
L : Nilai terendah
H : Nilai tertinggi
I : Interval kelas
Diperoleh kualifikasi dan interval nilai sebagai berikut :
Tabel 1.6
Distribusi Frekuensi Skor Data Variabel Y (Jama‟ah berbicara saat
khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus)
No. Interval Frekuensi
absolute
Frekuensi
relative
1 20 ke atas 2 3,87%
2 17-19 0 0%
3 14-16 10 10,66%
4 11-13 11 85,46%
Ʃ 23 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat 11 jama‟ah atau
85,46% memperoleh nilai pada interval 11-13, terdapat 10 jama‟ah atau 10,66%
memperoleh nilai pada interval 14-16, tidak ada jama‟ah yang mendapatkan nilai
17-19, dan 2 jama‟ah atau 3,87% memperoleh nilai pada interval 20 keatas.
83
Tabel 1.7
Kualitas Variabel Y (Jama‟ah berbicara saat khutbah jum‟at di masjid
Baiturrahman Desa Gabus )
Rata-rata Interval Kualitas Criteria
16,3913
6-11 Kurang
Kurang 12-17 Cukup
18-23 Baik
Uraian data di atas dapat diketahui bahwa pemahaman jama‟ah tentang
hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus
Kabupaten Pati kategorinya kurang, yaitu berada pada interval 6-11 dengan nilai
rata-rata 16,3913.
B. Analisis Data dan Uji Hipotesis
1. Analisis Pendahuluan
Tabel 4.8
Koefisien Korelasi Antara Variabel X (Pemahaman jama‟ah
tentang hadits larangan berbicara saat khutbah) dan Variabel
Y (Jama‟ah berbicara saat khutbah jum‟at)
Respon X Y XY
1 15 225 15 225 225
2 16 256 16 256 256
3 16 256 16 256 256
4 16 256 16 256 256
84
5 16 256 16 256 256
6 17 289 17 289 289
7 17 289 17 289 289
8 16 256 16 256 256
9 15 225 15 225 225
10 15 225 15 225 225
11 18 324 18 324 324
12 18 324 18 324 324
13 17 289 14 196 238
14 16 256 16 256 256
15 24 576 24 576 576
16 18 324 18 325 324
17 16 256 14 196 224
18 15 225 15 225 225
19 13 169 13 169 169
20 15 225 15 225 225
21 16 256 16 256 256
22 16 256 16 256 256
23 21 441 21 441 441
Dari tabel diatas dapat diketahui:
N =23
ΣX = 382
85
Σ = 6454
ΣY = 377
Σ = 6302
ΣXY = 6371
2. Analisis Uji Hipotesis
a. Menentukan korelasi antara kedua variabel dapat dicari dengan
menggunakan rumus korelasi product moment1, sebagai
berikut:
rxy =
√( ) ( )
Σxy = ΣXY - ( ) ( )
Σxy = 6371 - ( ) ( )
Σxy = 6371 -
Σxy =
Σxy =
Σxy = 109,521
Σ = Σ - ( )
Σ = 6454 - ( )
Σ =
Σ =
Σ = 109,478
Σ = Σ - ( )
1Sutrisno Hadi , Analisis Regresi, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 4.
86
Σ = 6302- ( )
Σ =
Σ =
Σ = 122,739
Maka dapat diketahui korelasinya dengan rumus sebagai
berikut:
rxy =
√( ) ( )
rxy =
√( ) ( )
rxy =
√
rxy = 8,1506
b. Menguji korelasi tersebut signifikan atau tidak
Penelitian menguji hasil perhitungan dengan menggunakan
teknik korelasi momenttangkar pearson untuk mendapatkan
apakah harga (r hitung) = 8,1506 tersebut signifikan atau
tidak. Peneliti mengkonsultasikan dengan tabel r teoritik.
Melalui tabel r teoritik dengan N = 23 ditemukan harga pada
taraf signifikan 5% sebagai berikut:
(r hitung) = 8,1506
1% = 0,286
Jadi < 1% berarti tidak signifikan.
c. Menentukan analisis varian garis regresi dengan rumus sebagai
berikut:
=
= Σ
87
=
=
= 109,565
=
= 122,739 – 109,565
= 13,174
= N-1
= 23-1
= 22
= N-2
= 23-2
= 23-2
= 21
=
=
= 109,565
=
=
= 0,628
=
=
= 174,467
C. Pembahasan
Setelah di ketahui hasil perhitungan di atas, untuk mengetahui
signifikan pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat
khutbah jum‟at didesa Gabus Kabupaten Pati adalah membandingkan
88
dengan . Hasil perhitungan diperoleh observasi = 174,467
maka langkah selanjutnya mengkonsultasikan dengan nilai F tabel pada
taraf signifikansi 5% maupun 1%.
Nilai 5% = adalah 1,223, jadi < 5% berarti tidak
signifikan.
Selanjutnya dikonsultasikan kepada pada signifikansi 1%
diperoleh hasil sebagai berikut;
Nilai 1% = 2,156, jadi < berarti tidak signifikan.
Perhitungan di atas, observasi lebih kecil dari pada pada
taraf signifikansi baik 5% maupun 1%, ini berarti hipotesis yang peneliti
ajukan dengan bunyi “ ada pengaruh yang signifikan pemahaman jama‟ah
tentang hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at di masjid
Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati” ditolak. Dan penelitian ini
pada dasarnya jama‟ah masjid Baiturrahman Desa Gabus Kecamatan Pati
tidak memahami tentang hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at.
89
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pada akhirnya pembahasan skripsi yang berjudul pemahaman
jama‟ah masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati tentang Hadits
larangan berbicara saat khutbah jum‟at peneliti dapat menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat
khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus dalam
kategori kurang, terbukti rata-rata nilai angketnya ialah
16,6086 pada interval 11-14.
2. Jama‟ah berbicara saat khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman
Desa Gabus termasuk dalam kategori kurang terbukti rata-rata
nilai angketnya 16,3913 pada interval 6-11.
3. Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui analisis regresi
diketahui = 1,223 lebih kecil dari pada baik pada
taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikan 1% = 2,156,
karena lebih kecil dari maka hasil perhitungan di
atas menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara
pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat
khutbah jum‟at terhadap jama‟ah yang berbicara saat khutbah
jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten Pati
sehingga hipotesis ditolak. Dari hipotesis ini pemahaman
90
jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat khutbah jum‟at
masih kurang baik, sehingga perlu penyuluhan atau himbauan
sebelum khotib mulai khutbah berlangsung.
B. Saran
Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian lapangan yang peniliti
kemukakan, ada beberapa saran sebagai berikut:
1. Terbukti melalui perhitungan dengan kategori kurang untuk
pemahaman jama‟ah tentang hadits larangan berbicara saat
khutbah jum‟at di masjid Baiturrahman Desa Gabus Kabupaten
Pati, sehingga perlu adanya pengajian tambahan untuk
menerangkan tentang hadits larangan berbicara saat khutbah
jum‟at serta faidahnya.
2. Kategori jama‟ah berbicara saat khutbah jum‟at akan lebih baik
jika jama‟ah dihimbau sebelum khotib beranjak ke mimbar,
sehingga suasana tenang. Bagi anak-anak agar selalu di awasi
oleh panitia masjid biar tidak gaduh.
91
DAFTAR PUSTAKA
- Abd al Hadi, Abu Muhammad abd al Mahdi bin Abdul Qadir, Thuruq Takhrij
Hadis Rsulullah, alih Bahasa Said Agil Munawwar, Ahmad Rifqi Muchtar,
Semarang, Dina Utama, 1994.
- Abu Syuhbah, Muhammad, at Ta‟rif bi Kitb al Sunnah al Sittah,Kairo,
Maktabah al Ilm, 1969.
- Al-Bantany, Nur‟aisyah Rahasia Kedahsyatan Hari Jum‟at, Jakarta: Lembar
Langit Indonesia, 2014.
- Bukhari, Abu Abdillah ibn Ismail ibn al Mughirah, Sahih Bukhari, Beirut, Dar
al Islamiyah, 1992.
- Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta, Raja Grafindo, 1991.
- Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya, Surya Cipta
Aksara, 1993
- Departemen Pendidikn Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 2005.
- Husain, Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayatul Akhyar Fii Al-
Halli Ghayatil Ikhtisar, alih bahasa oleh Syarifuddin Anwar, Misbah Mustafa,
Surabaya, CV Bina Iman, (t.th).
- Husin, Huri Yasin. Fikih Masjid, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
- Ibn Rusyid, Abu al Walid Muhammad bin Ahmad, Bidayatul Mujtahid
Wanihayat al Muqtasid, alih bahasa oleh Abdurrahman Haris Abdillah,
Semarang. CV. As Syifa, 1990.
92
- Ismail, Syuhudi, Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta, Bulan Bintang, 1991.
- Ismail, Syuhudi,Metode Penelitian Hadis Nabi, Jakarta, Bulan Bintang, 1992.
- Ismail, Syuhudi,Pengantar Ilmu Hadis, Bandung, Angkasa, 1994.
- Kahlany, Muhammad bin Ismail al amir, Subulu as Salam, Damman, Dar ibn al
Jauzy, 1997.
- Muhammad Nashirudin al Albani, Shahih al Jami‟ ash-Shaghir, al Maktab al
Islami, 1988.
- Rifa‟i, Muhammad, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, Toha Putra,
(t.th).
- Sabiq,Sayyid, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004.
- Shalih, Subhi as, Ulum al Hadis wa Mustalahul, Malayin, Dar al Ilm, 1977.
- Sunarto, Ahmad, Himpunan Khutbah Jum‟at, Jatim, Yayasan Amanah Tuban,
1997.
- Suparta, Munzir, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Raja Grafindo Persada, 1993.
- Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi,Teras: Yogyakarta, 2008.
- Syaikh Salim, „Ied Al – Hilal, Ensiklopedia Larangan Menurut Al-Qur‟an dan
As-Sunnah, terj. Abu Ihsan Al-Atsari, jilid 1. Pustaka Imam Asy- Syafi‟I, 2005.
- Thahhan, Mahmud, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Surabaya, PT.
Bina Ilmu, 1995.
- Yusuf al-Qardhawi ,Kaifa Nat‟amalu Ma‟a As-Sunnah An-Nabawiyyah, alih
bahasa oleh : Muhammad al-Baqir. Karisma Bandung., 1994.
- Hadi, Sutrisno , Analisis Regresi, Yogyakarta: Andi Offset, 2004.
- Hasan, iqbal, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: Bumi Aksara,
2004.
93
- Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
- S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
- Ibn Hajar al Asqalani, Syihab al Din Ahmad ibn Ali, Tahzib al Tahzib, Beirut: Dar al
Fikr, 1984.
- Yusuf al Mizzy, Jamaluddin Abi Hajjaj, Tahzib al Kamal Fi Asma al Rijal, Beirut:
Mu‟assasah al Risalat, 1992.
Skema Gabungan Seluruh Jalur Sanad Hadits
رسىل ص.م
ات هررج
سعذ تن الوسة
اتن شهاب
عقل
اللث
هالك
القعنث
اتى داود
قتثح
التر هسي
األ عرج
ات الس ناد
حى
الوىاطأ
اتن خرج
عثذ الرزاق
احوذ تن حوثل
هحوذ تن رهح
تخاري هسلن