BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan SLB didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia
seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan
potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal
paling mendasar, yaitu (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak
mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2)
kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kemampuan
dan kelainan peserta didik; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis untuk
hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.
Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara
holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat
berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana
strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita
membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Selain itu, pembangunan SLB juga
diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kemasyarakatan bagi peserta didik, yang
menjadi landasan penting untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, SLB
memberi pelayanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh warga masyarakat.
Oleh karena itu, upaya peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih
berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan negara Indonesia
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap masyarakat dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan masyarakat, memajukan
kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya
pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, dan
Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Sesuai Ketentuan
1 | P a g e
Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Pendidikan harus mampu menciptakan kemandirian baik pada individu maupun
masyarakat. Pendidikan yang menumbuhkan jiwa kemandirian menjadi sangat penting justru
ketika dunia dihadapkan pada satu sistem tunggal yang digerakkan oleh pasar bebas.
Masyarakat Indonesia sulit bertahan jika tidak memiliki kemandirian karena hidupnya
semakin tergantung pada masyarakat-masyarakat yang lebih kuat. Selain itu, pendidikan harus
menjadi bagian dari proses perubahan masyarakat menuju masyarakat madani, yakni
masyarakat demokratis, taat, hormat, dan tunduk pada hukum dan perundang-undangan,
melestarikan keseimbangan lingkungan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pelayanan yang maksimal yang diberikan oleh sekolah dapat mengembangkan potensi
anak- anak yang bersekolah di sekolah Makna Bhakti sebagai bekal mereka untuk dapat
mempersiapkan anak dalam kehidupan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tunagrahita ?
2. Bagaimana pelayanan pendidikan bagi anak Tunagrahita di SDLBS B/C Makna
Bhakti ?
3. Apa yang dimaksud anak Autisme ?
4. Bagaimana pelayanan pendidikan bagi anak autis di SDLBS B/C Makna Bhakti ?
5. Kurikulum apa yang dipakai SDLBS B/C Makna Bhakti ?
6. Bagaimana kualitas SDM pengajar pada SDLBS B/C Makna Bhakti ?
7. Kegiatan ekrakurikuler apa saja yang tersedia pada SDLBS B/C Makna Bhakti ?
8. Fasilitas apa saja yang ada pada SDLBS B/C Makna Budi Bhakti khususnya pada
SDLBS C ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan definisi dan karakteristik tunagrahita
2. Untuk mengetahui pelayanan pendidikan anak tunagrahita
3. Untuk menjelaskan definisi dan karakteristik autis
4. Untuk mengetahui pelayanan pendidikan anak autis
2 | P a g e
5. Untuk mengetahui kurikulum yang dipakai di SDLB C Makna Bhakti
6. Untuk mengetahui kualitas SDM tenaga pendidik di SDLB C Makna Bhakti
7. Untuk mengetahui ektrakurikuler yang terdapat di SDLB C Makna Bhakti
8. Untuk mengetahui fasilitas- fasilitas yang ada di SDLB C Makna Bhakti
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari …….bagian yang meliputi:
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari : Latar belakang masalah, Rumusan
masalah, Tujuan penulisan, Metode penulisan serta Sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan yang terdiri dari : Pengertian tunagrahita, peristilahan dan
batasan-batasan tunagrahita, data jumlah penyandang tunagrahita di Indonesia,
pengertian autis, penanganan masalah autisme, bentuk layanan pendidikan bagi
anak autis, pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita, ruang lingkup
program bina diri, identifikasi kebutuhan program bina diri, Strategi
pengembangan program bina diri, penyusunan program bina diri, pelayanan
pendidikan bagi anak autis di SDLBS B/C Makna Bhakti, program terapi
intervensi dini, program terapi penunjang, kelas transisi, program pendidikan
inklusi, program pendidikan terpadu, sekolah khusus autis, sarana prasarana di
SDLBS B/C Makna Bhakti, identitas sekolah, keadaan siswa, keadaan
SDM/tenaga kependidikan di SDLBS B/C Makna Bhakti, kurikulum di
SDLBS B/C Makna Bhakti, fasilitas ekstrakurikuler di SDLBS B/C Makna
Bhakti.
Bab III Kesimpulan
Daftar Pustaka.
E. Metodologi Observasi
Dalam observasi ini kami menggunakan metode observasi berupa deskripsi dari hasil
wawancara dan mengumpulkan data mengenai fisik bangunan dilakukan dengan mengamati
dan mendeskripsikan secara obyektif . Pengumpulan data mengenai proses kegiatan
3 | P a g e
pembelajaran menggunakan jenis observasi partisipasi dan non partisipasi yang kami lakukan
di SLB C Makna Bhakti antara lain:
1. Wawancara langsung
2. Pengamatan
3. Partisipasi siswa
F. Metodologi Penyusunan
Dalam penulisan laporan ini kami menggunakan metode penyusunan berdasarkan dari
hasil wawancara langsung, pengamatan, serta untuk penyempurnaannya kami melakukan
pengambilan data dari beberapa literatur yang ada pada media internet.
4 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
II.I
TUNAGRAHITA
A. Pengertian Tunagrahita
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20),
mendefinisikan Tunagrahita sebagai kelainan:
1. yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84
ke bawah berdasarkan tes;
2. yang muncul sebelum usia 16 tahun;
3. yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22)
dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:
1. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif.
3. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
B. Peristilahan dan batasan-batasan Tunagrahita
Peristilahan Tunagrahita(B3PTKSM, p. 19)
1. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation)
Tuna berarti merugi.
Grahita berarti pikiran.
2. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
5 | P a g e
1. Lemah fikiran ( feeble-minded);
2. Terbelakang mental (Mentally Retarded);
3. Bodoh atau dungu (Idiot);
4. Pandir (Imbecile);
5. Tolol (moron);
6. Oligofrenia (Oligophrenia);
7. Mampu Didik (Educable);
8. Mampu Latih (Trainable);
9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat;
10. Mental Subnormal;
11. Defisit Mental;
12. Defisit Kognitif;
13. Cacat Mental;
14. Defisiensi Mental;
15. Gangguan Intelektual
C. Data Jumlah penyandang Tunagrahita di Indonesia
Dilihat dari kurva normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang
mengalami penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu: mereka yang ber IQ 70 ke bawah
menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ antara 71 – 85 termasuk runagrahita
borderline (Brown) et. Al., 1996).
Pendapat lain mengatakan, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke
bawah. Hallahan, 1988, mengestimasikan jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %.
Namun pada tahun 1984, Annual Report to Congress menyebutkan 1,92 % anak usia sekolah
menyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 : 2.
Pada Data Pokok Sekolah Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelopok usia sekolah,
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi
6 | P a g e
estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2 % X
48.100.548 orang = 962.011 orang.
II.2
AUTISME
A. Pengertian Autis
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseotang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masih dalam
dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power
(1989) karakteristik anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang
Interaksi social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi); Perilaku, Emosi, dan Pola
bermain; Gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan
gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun).
Gejala dapat beraneka ragam sehingga tampak bahwa tidak ada anak autistic yang benar-
benar sama dalam semua tingkah lakunya, sedangkan perbandingan laki-laki : perempuan
adalah sekitar 4 :1 dan terdapat pada semua lapisan masyarakat etnik/ras, religi, tingkat sosio-
ekonomi serta geografi (Holmes, 1998).
B. Penanganan masalah Autisme
Bentuk layanan pendidikan bagi anak autistic merupakan bagian dari upaya penanganan
masalah autisme, seperti tampak dalam skema dibawah ini.
7 | P a g e
C. Bentuk Layanan Pendidikan bagi Anak Autis
Layanan yang paling efektif bagi anak autis dapat berupa pendidikan, penempatan
(residensial) dan program pengangkatan tenaga kerja (employment program) (Holmes, 1998).
Bentuk pelayanan pendidikan untuk anak autis haru desesuaikan dengan karakteristik dan
kemampuan anak. Program pengajaran terstruktur dinyatakan sebagai cara untuk memperoleh
kemajuan yang besar. Hal ini terjadi karena guru secara aktif mengambil inisiatif untuk
berinteraksi dan memberi petunjuk, juga guru menjalankan tugasnya dari bagian terkecil
sehingga anak mudah mengikuti tahap-tahap pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Hal ini juga membuat anak autis dapat memperkirakan apa yang akan
didapatkannya. Perubahan mendadak kadang membuat anak-anak panik dan tantrum. Namun
tetap perlu mengajarkan juga hal-hal yang spontan dan fleksibel terutama dalam ketrampilan
sosialnya. (Baron-Cohen, 1993).
8 | P a g e
II.3
PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA
DI SDLBS B/C MAKNA BHAKTI
Kurikulum sebagai bangun dasar dari sebuah proses pendidikan merupakan saripati
masyarakat dalam tatanan masyarakat pendidikan. Kurikulum SLB 1994 sebagai nilai dasar
dan nilai normatif kurikulum belum memungkinkan bagi guru, kepala sekolah, pengelola
pendidikan serta pengambil kebijakan pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran
serta pengelolaan belajar yang lebih inovatif.
Seiring dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem
Pendidikan Naisonal RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, telah memberikan
dampak langsung pada perubahan kurikulum pendidikan yang ditetapkan dengan
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar dan
menengah, Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar kompetensi Lulusan untuk
Satuan pendidikan dasar dan menengah dan Permendiknas nomor 24 tentang Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 23 dan 24 tahun 2006.
Berdasarkan Permendiknas di atas telah memberikan perubahan yang signifikan bagi
program khusus untuk pendidikan tunagrahita ringan dan sedang, dimana menurut kurkulum
9 | P a g e
1994 dan KBK ditetapkan sebagai mata pelajaran Kemampuan Merawat Diri (KMD),
sedangkan saat ini diperluas menjadi mata pelajaran Bina Diri. Secara konsep Bina Diri
memberikan makna lebih luas dari Kemampuan merawat diri (KMD), karena secara langsung
KMD menjadi bagian dari pembelajaran Bina Diri.
Kendala yang dihadapi saat ini Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bina Diri
belum ditetapkan/belum disusun oleh Depdiknas. Hal ini bukan menjadi hambatan bagi para
guru, karena program bina diri pada hakekatnya dapat dikembangkan oleh guru sendiri
berdasarkan hasil asesmen, sehingga diperlukan kreativitas para guru untuk mengembangkan
program yang dapat diadaftasikan bagi anak tunagrahita.
A. Ruang Lingkup Program Bina Diri
Ruang lingkup program Bina Diri tidak dapat terlepas dari program pembelajaran yang
lainnya pada satu satuan pendidikan, dalam pengertian pembelajran Bina Diri dapat saling
berkontribusi dengan pembelajaran yang lain, misalnya kebutuhan komunikasi sangat erat
kaitannya dengan program pembelajaran Bahasa.
Berikut ini dibahas materi Bina Diri yang harus dikuasai dan dimiliki anak tunagrahita
sedang dan ringan, sehingga setiap anak dapat hidup wajar sesuai dengan fungsi-fungsi
kemandirian :
1. Kebutuhan merawat diri
Kebutuhan merawat diri identik dengan materi yang telah dilaksanakan pada kurikulum
1994, secara umum program merawat diri bagi anak tunagrahita sangat terkait langsung
dengan aktivitas kehidupan sehari-hari anak tunagrahita. Materi kemampuan merawat diri
meliputi :
Kemampuan pemeliharaan tubuh, seperti, mandi, gosok gigi, merawat rambut,
kebersihan kuku.
Memelihara kesehatan dan keselamatan diri, seperti melindungi dari bahaya sekitar
10 | P a g e
Mengatasi luka yang berkaitan dengan kesehatan
2. Kebutuhan mengurus diri
Kebutuhan mengurus diri adalah kebutuhan anak tunagrahita untuk mengurus dirinya
sendiri, baik yang bersifat rutin maupun insidentil, sebagai bentuk penampialan pribadi,
diantaranya :
Memelihara diri secara praktis
Mengurus kebutuhan yang bersifat pribadi, seperti makan, minum, menyuap dan tata
cara makan sesuai dengan norma dan kondisi, misalnya makan di rumah, rumah
makan atau dalam kegiatan resepsi.
Berpakaian, yang meliputi mengenakan bermacam-macam pakaian sesuai dengan
kebutuhan
Pergi ke WC
Berpatut diri
Merawat kesehatan diri
3. Kebutuhan Menolong diri
Kebutuhan menolong diri, diperlukan oleh anak tunagrahita untuk mengatasi berbagai
masalah yang sangat mungkin dihadapi oleh anak dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari,
materi kemampuan menolong diri sendiri, melliputi :
Memasak sederhana
Mencuci pakaian
Melakukan aktivitas rumah, seperti menyapu, membersihkan lantai dll.
4. Kebutuhan Komunikasi
Setiap orang untuk melakukan aktifitas senantiasa ditunjang dengan kemampuan
komunikasi, begitu juga dengan anak tunagrahita komunikasi merupakan sarana penting yang
11 | P a g e
menunjang langsung pada aktivitas kegiatan sehari-harinya. Kebutuhan komunikasi pada
anak tungrahita meliputi kebutuhan :
komunikasi ekspresif seperti menjawab pertanyaan tentang identitas diri sendiri dan
keluarga, mampu mengungkapkan keinginan
Komunikasi reseftif, seperti mampu memahami apa yang disampaikan oleh teman atau
orang lain, mau mendengarkan percakapan orang lain, memahami simbol-simbol yang
ada di lingkungan sekitar seperti tanda kamar kecil untuk pria dan wanita, tulisan
sederhana di tempat umum.
5. Kebutuhan Sosialisasi/adaftasi
Kebutuhan sosialisasi atau adaftasi dibutuhkan untuk menunjang berbagai aktifitas dalam
kehidupan, seperti :
keterampilan bermain
keterampilan berinteraksi
berpartisifasi dalam kelompok
bersikap ramah dalam bergaul
mampu menghargai orang lain (teman, anggota keluarga, orangtua)
memiliki tanggung jawab pada diri sendiri
Mampu berekspresi dan mengendalikan emosi
6. Kebutuhan Keterampilan hidup
Kebutuhan keterampilan hidup yang dibutuhkan anak tunagrahita sangat luas, pada
kebutuhan Bina Diri meliputi keterampilan berbelanja, menggunakan uang, berbelanja di toko
atau pasar, cara mengatur pembelanjaan. Disamping keterampilan praktis keterampilan hidup
juga harus ditunjang dengan keterampilan vokasional, seperti kebiasaan bekerja, prilaku
sosial dalam bekerja, menjaga keselamatan kerja, mampu menempatkan diri dalam
12 | P a g e
lingkungan kerja.
7. Kebutuhan mengisi waktu luang
Seseorang yang tidak dapat mengisi waktu luang dengan baik akan mengalami kejenuhan,
kemampuan mengisi waktu luang dibutuhkan pada anak tunagrahita untuk terus melakukan
aktivitas sehingga kemampuannya dapat terus berkembang karena diisi dengan kegiatan
positif. Kegiatan mengisi waktu luang bagi anak tunagrahita dapat dilakukan melalui media
atau kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan sederhana seperti memelihara ternak atau
tanaman.
B. Identifikasi Kebutuhan Program Bina Diri
Program pendidikan Bina Diri secara prinsif dikembangkan, untuk membantu anak
tunagrahita agar dapat hidup lebih wajar dan mandiri. Untuk membantu anak tunagrahita
dapat hidup mandiri diperlukan program yang mampu membantu anak belajar dan bisa
melakukan dengan wajar dan baik. Dalam Struktur Kurikulum yang ditetapkan Depdiknas
alokasi pembelajaran bina diri 2 jam pelajaran per minggu (60 menit/minggu,atau 1020 menit
atau 17 jam per semester).
Dalam pengembangan program Bina Diri sesuai dengan Konsep KTSP, dikembangkan
dengan mengacu pada Visi, Misi dan Tujuan satuan pendidikan, sehingga program Bina Diri
ini harus mampu memberikan kontribusi pada pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah, dan
tetap berpusat pada anak.
C. Strategi Pengembangan Progam Bina Diri
1. Asesmen
Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak, yang
berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai
bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. (Alimin : 2003 ; 45).
Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan peserta didik pada dua aspek berikut :
a. Kebutuhan peserta didik, yang meliputi siapa dan bagaimana keadaan serta kebutuhan
13 | P a g e
peserta didiknya, lebih lengkapnya sebagai berikut :
a) Berdasarkan tingkat/levelnya dapat diketahui bagaimana kebutuhan peserta didik
sebagai manusia, sebagai warga Negara, sebagai warga daerah, sebagai anggota
masyarakat, sebagai warga sekolah, sebagai individu,
b) Berdasarkan tipe kebutuhan peserta didik dapat diketahui kebutuhan peserta didik
dari segi fisik, sosiopsikologis, pendidikan dan tugas perkembangannya.
b. Kebutuhan Sosial, berdasarkan tingkat/level dan tipe kebutuhan sosial dari peserta didik
dan lingkungan sosialnya, lengkapnya sebagai berikut :
a) Berdasarkan tingkat/level secara sosial dapat diketahui posisi serta harapan
lingkungan sosial peserta didik sebagai manusia, warga dunia, warga Negara,
anggota masyarakat dan lingkungan sosial terdekatnya.
b) Berdasarkan tipe kebutuhan sosial dapat diketahui, kebutuhan lingkungan sosial
peserta didik berupa kebutuhan/harapan dari segi politik/kebijakan pemerintah,
kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, ketahanan sosial, kesehatan dan
aspek moral spiritualnya. Berdasarkan hasil asesmen program dapat dikembangkan
untuk keseluruhanprogram Bina Diri dalam satu satuan pendidikan, kelas dan untuk
pengembangan program pembelajaran individual (PPI).
2. Analisis SWOT
SWOT secara prinsip tidak jauh berbeda dengan Asesmen, tetapi dengan analisis SWOT
dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan/ancaman sehingga dapat
ditetapkan skala prioritas program mana yang sangat esensial dan kaitannya dengan kondisi
sekolah dan lingkungan sekitar. SWOT ini dapat digunakan untuk pengembangan program
bina diri secara umum. SWOT dilakukan juga untuk mengetahui fungsi-fungsi pembelajaran
tertentu apakah sudah memiliki kesiapan dan daya dukung terhadap program yang akan
dikembangkan
D. Penyusunan Program Bina Diri
Program pendidikan Bina Diri dikembangkan berdasarkan hasil asesmen ataupun analisis
14 | P a g e
lingkungan, alur penyusunan program Bina diri dilakukan melalui tahapan berikut :
ASESMEN
HASIL ASESMEN
RUANG LINGKUP MATERI
SKALA PRIORITAS
PROGRAM
PROGRAM:
1. SK/KD
2. Silabus
3. RPP
EVALUASI
Model program yang dikembangkan oleh guru tidak terikat pada salah satu model tetapi lebih bersifat fleksibel, misalnya untuk program yang dapat diikuti semua siswa dapat digunakan model tematik, analisis tugas atau silabus mata pelajaran secara klasikal, tetapi untuk program yang bersifat khusus dapat digunakan Program Pembelajaran Individual (PPI) atau melalui program sistem ganda.
Yang harus diperhatikan dalam pengembangan program adalah ketersedian sumber daya
yang ada, dukungan lingkungan dan antisipasi berbagai hambatan yang mungkin muncul.
Untuk menganalisis program dapat digunakan format analisis sebagai berikut :
Nama :
15 | P a g e
Kelas :
SK/KD :
A
spek Analisis
Program
Waktu Materi metoda Sumber Media Evaluasi
Duplikasi/Reguler
Modifikasi /penyesuaian
Substitusi/
Penggantian
Omisi/ Penghilangan
II.4
PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS
DI SDLBS B, C MAKNA BHAKTI
Layanan Pendidikan Awal, yang terdiri dari Program Terapi Intervensi Dini dan Program
Terapi Penunjang. Layanan Pendidikan Lanjutan, yang terdiri Kelas Transisi atau Kelas
Persiapan dan program lanjutan lainnya seperti Program Inklusi, Program Terpadu, Sekolah
Khusus Autis.
A. Program Terapi Intervensi Dini
Pada dekade terakhir ini, terjadi banyak kemajuan dalam mengenali karakteristik dan
perilaku anak autis, dimana hasil positif tampak pada anak-anak usia muda yang mendapatkan
16 | P a g e
intervensi dini. Dengan intervensi dini, potensi dasar (functional) anak autis dapat meningkat
melalui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesa bahwa anak autistik
memperlihatkan hasil yang lebih baik bila program intervensi dini dilakukan pada anak usia
dibawah 5 tahun dibandingkan diatas 5 tahun. Ada beberapa pendapat mengenai efektitas
pada intervensi dini untuk anak autis dan masalah perilakku yang disampaikan oleh Dunlap
dan Fox di tahun 1996 (Dunlap dan Fox dalam Erba 2000):
a. Perkembangan awal berhubungan langsung dengan meningkatnya kemampuan
berkomunikasi dan pngalaman komunikasi sosial seorang anak menjadi dasar dari
perkembangan bahasa dan interaksi sosial dikemudian hari. Karena adanya kerusakan
dalam kemampuan dalam bekomunikasi dan berhubungan sosial pada anak autis, maka
intervensi harus dilakukan dengan baik, sejalan dengan perkembangan yang pesat disaat
balita. Perkembangan dalam berkomunikasi tampak menurunkan masalah perilakku dan
menigkatkan kemampuan berinteraksi dengan teman sabaya.
b. Karena tingkah laku anak balita lebih mudah dipahami, maka program intervensi lebih
mudah dibuat dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu anak bersangkutan.
c. Keberhasilan tampak lebih baik bila adanya kolaborasi antara keluarga dengan anak-anak
yang memerlukan layanan khusus (anak MLK) dibandingkan pada keluarga dengan anak
MLK remaja dan dewasa. Karena sistem keluarga mempunyai pengaruh pada
perkembangan anak-anak, maka keikutsertaan keluarga dalam seluruh aspek program
intervensi seharusnya dilakukan sedini mungkin.
d. Autisme biasanya diasosiasikan dengan berbagai perilaku dimana anak, keluarga dan
teman sebayanya mulai terganggu. Oleh sebab itu, lebih mudah melakukan intervensi
pada saat anak masih kecil, sehingga perilaku agrasif dan mnyakutkan diri sendiri seperti
memukulkan kepala (head banging) dan menggigit dapat segera diatasi. Pelayanan
program intervensi dini wajib disediakan untuk seluruh anak-anak MLK termasuk anak
autis.
Untuk program terapi intervensi dini Eropa dalan American Journal of Orthopsychiatry (Jan, 2000) membahas empat program intervensi dini bagi anak autistic yaitu:
1. DiscreteTrial Training (DTT), dari Lovaas dkk, 1987.
2. Learning Experience an Alternative Program for preshoolers and parents (LEAP), dari Strain dan Cordisco, 1994.
3. Floor Time, dari Greenspan dan Wider, 1998.
17 | P a g e
4. Treatment and Education of Autistic dan related Communication handicapped
Childern (TEACCH), dari Mesibov, 1996.
Program DTT adalah program individu yang berdasarkan kekurangan pada anak (child’s
deficits), tatapi program intervensinya mengikuti suatu bentuk kurikulum standar. Walaupun
profil anak menentukan program awal, tetapi semua anak harus menguasai bahan yang sama
untuk semua perintah. Pada program Lovaas, orang tua diminta menyediakan 10 jan dari 40
jam terapi setiap minggunya dan orangtua dilatih dalam melakuakan prosedur terapi. Pada
Floor Time orang tua juga dilatih selaku terapis, dan program didasari kekurangan anak itu
sendiri. Baik DTT dan Floor Time dilakukan terutama dirumah. Sebaliknya intervensi dini
pada TEACCH dan program LEAP dilakukan di lingkungan sekolah dengan dukungan
konsultatif dan bantuan untuk program dirumah. Para orangrua ikut serta secara aktif dalam
program terapi, tetapi tidak diminta untuk melakukan intervensi one-on-one untuk anak-
anaknya. TEACCH didasari kelebihan anak (strength), sedangkan LEAP didasari
kelemahaannya (deficits). Semua program menekankan pentingnya program intensif, namun
besar waktu intervensi berkisar antara 15 sampai 40 jam per minggu.
18 | P a g e
Table : Program terapi intervensi dini untuk anak autistic di SLB Makna Bhakti
Program Tehnik
ABA
Keterlibatan
Keluarga
Lokasi Program
individu
Intensitas
DTT YA YA Dirumah,
dapat
digeneralisasi
di
TK/playgroup
YA 40 jam
perminggu
LEAP YA YA Sekolah,
training
Orangtua utk
konsisten
dipakai di
rumah
YA 3 jam/hari,
5hari/minggu
sepanjang
tahun, inklusi,
TK/playgroup
Floor Time TIDAK YA Dirumah YA 8 sesi 20-30
menit per hari
TEACCH YA YA Lokasi YA 5 jam/hari, 5
hari/perminggu,
sepanjang
tahun,
TK/playgroup
Program-program intervensi dini memperlihatkan efektifitas dan keberhasilannya masing-
masing. Namun, keberhasilan dan efektifitas dari suatu program pada seorang anak dapat
berbeda dan tidak efektif bahkan kontraindikasi bila dilakukan pada anak lain. Kerangka teori
pada setiap program akan berpengaruh dalam strategi dan metode evaluasi. Maka, keluarga,
dokter. Dan penyedia pelayanan perlu mengetahui filosofi pada masing-masing program
untuk membuat keputusan yang tepat dalam strategi intervensi.
19 | P a g e
B. Program Terapi Penunjang
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistic dapat diberikan yang disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain:
a. Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulu sehingga membantu anak
berbicara lebih baik.
b. Terapi Okupasi: untuk melatuh motorik halus anak.
c. Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
d. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug terapi): dengan pemberian obat-obatan oleh
dokter yang berwenang.
e. Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada
sensorinya.
f. Sensory Integration Terapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada
sensorinya.
g. Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna.
h. Biomedical Treatment/Therapy: penanganan biomedis yang lebih sempurna mutakhir,
melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari factor-faktor yang merusak, misalnya
keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin, alergen.
C. Kelas Transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak autistic yang
telah diterapi secara terpadu dan terstruktur. Program kelas trasnsisi bertujuan membantu anak
autistic dalam mepersiapkan transisi ke benruk layanan pendidikan lanjutan. Dalam kelas
transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak, sehingga akan
terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta keunggulan anak (child’s
deficits and strengths), yang merupakan karakteristik spesifik dari tiap-tiap individu.
Berdasarkan karakteristik dan tingkat kemauan anak yang dicapai dalam program
sebelumnya, dapat dibuat rencana pendidikan lanjutan yang paling sesuai. Kelas Transisi
merupakan titika acuan dalam pemelihan bentuk pendidikan selanjutnya. Kelas Transisi dapat
pula merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan menggunakan acuan
20 | P a g e
kurikulum SD yang berlaku yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal
ini idealnya penyelenggaraan kelas transisi sedapat mungkin dibawah naungan SD regular.
Siswa kelas transisi pada saat tertentu dapat digabungkan dengan siswa SD regular, sehingga
siswa-siswa ini dapat bersosialisasi dengan anak yang lain. Jadi tujuan kelas transisi adalah
membantu anak MLK dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler, dan kebentuk
layanan pendidikan lanjuarn lainnya.
Prasyarat umum:
Anak autistic sudah pernah menjalani pernah menjalani terapi intervensi dini.
Karakteristik anak: tidak mendistraksi teman lain dan tidak terdistraksi oleh adanya teman
lain (bisa belajar secara kasikal).
Diperlukan guru terlatih dan terapis, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku,
terapis bicara, terapis okupasi dsb)
Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai
bidang ilmu (psikolog, pedagogi, speech pathologist, terapis, guru dan orang rua/relawan)
Prasyarat untuk program transisi ke sekolah umum:
Usia anak antara 4 sampai 8 tahun.
Karakteristik anak: verbal, sudah dapat menerima instruksi dan sudah ada kontak mata,
dengan batasan kemampuan adalah program kurukulum awal dari manual yang dibuat oleh
Catherine Maurice, 1996.
Masalah utama adalah dalam sosialisasi dan akademis, termasik maslaha konsentrasi,
kepauhan dan dalam berinteraksi dengan teman sebaya.
Diperlukan guru SD umum terlatih dan terapis sebagai pendamping.
Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah regular untuk memudahkan proses transisi
dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas regular pada saat olah raga atau
istirahat atau prakarya dsb)
Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat terapi, tetapi di kelas transisi
anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat mengikuti tatacara pengajaran yang
berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa ditangani dengan guru khusus sendirian, dan di
kelas anak harus berbagi dengan teman-temannya dengan bahasa guru yang berbeda dengan
21 | P a g e
terapisnya dan bersifat klasikal. Ia perlu belajar mengenal dan mengikuti peraturan di
sekolahnya, berinteraksi/bersosialisasi dengan teman sebayanya dan harus mengerti instruksi
guru dengan cepat.
D. Program Pendidikan Inklusi
Program pendidikan Inklusi dilaksanakan pada sekolah regular yang menerima anak MLK
termasuk anak atustuk. Karakteristik anak untuk program ini adalah anak sudah “sembuh”
yang artinya sudah mampu mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal,
berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai
anak seusianya. Program ini dapat berhasil bila ada:
Keterbukaan dari sekolah umum
Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
Peningkatan SDM/guru terkait
Proses shadowing/guru pendamping dapat dilaksanakan
Dukungan dari semua pihak dilingkungan sekolah
Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah
umum. Sebelum masuk sekolah anak diperkenalkan pada lingkungan sekolah dengan
mengikuti kegiatan kegiatan tertentu bersama-sama dengan anak-anak regular, seperti olah
raga, musik, tari, upacara, dsb.
Idealnya dalam satu kelas sebaiknya hanya ada satu anak autistic. Batasan kemampuan
adalah program kurikulum menengah dan lanjut dari manual yang dibuat oleh Catherine
Maurice, 1996.
Sebaiknya anak autistic didampingi oleh seorang guru pembimbing khusus (GPK) dan
atau guru pendamping/shadow. Guru pembimbing khusus (GPK) adalah ortopedagog (tenaga
ahli PLB) yang bertugas sebagai:
1. Konsultan dalam menangani anak MLK
2. Ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran
3. Memonitor pelaksanaan program pembelajaran
4. Mengevaluasi pelaksana program pembelajaran
22 | P a g e
Sedangkan guru pendamping/shadow adalah seorang yang dapat membantu guru kelas
dalam mendampingi anak autistic pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat
berjalan lancer tanpa gangguan. Prasyarat menjadi guru pendamping/shadow adalah:
1. Bukan asisten anak/helper
2. Mempunyai latar belakang sebagai pendidik
3. Bersifat terbuka dan mau bekerjasama
4. Dedikasi tinggi dan tidak mudah menyerah
5. Mengajarkan sopan-santun, respek, tenggang rasa, empati
6. Menjadi figure bagi seluruh siswa
Banyak persepsi yang salah mengenai guru pendamping ini. Guru pendamping bukanlah
asisten anak sekolah yang bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru kelas tetap
mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya
peraturan yang berlaku. Tugas seorang guru pendamping/shadow adalah:
1. Menjembatani instruksi antara guru dan anak
2. Mengendalikan perilaku anak dikelas
3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi
4. Membantu anak belakar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya
5. Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar
ketinggalan dari pelajaran dikelasnya
E. Program Pendidikan Terpadu
Pada kenyataannya dari Kelas Transisi terevaluasi bahwa tidak semua anak autistic dapat
transisi ke sekolah regular. Kemampuan dan kebutuhan anak autistic berbeda-beda, dimana
ada yang dapat belajar bersama anak di sekolah regular dalam satu kelas, ada yang hanya
mampu bersama-sama hanya untuk mata pelajaran tertentu saja. Bahkan ada yang sama sekali
tidak dapat belajar dalam satu kelas. Karakteristik anak autistic seperti ini memerlukan
penanganan secara intensif akan pelajaran yang tertinggal dari teman-teman sekelasnya.
Dalam hal ini secara teknis pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan terpadu
memerlukan kelas khusus yang hanya akan digunakan oleh anak autistic jika anak tersebut
23 | P a g e
memerlukan bantuan dari guru pembimbing khusus (GPK) atau guru pendamping (shadow),
untuk pelajaran tertentu yang tidak dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak tersebut berada
dikelas khusus. Anak masih dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah seperti saat upacara,
kegiatan olah raga dan kesenian, karya wisata dsb. Program ini akan berhasil bila:
Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (mempunyai IEP/Program
Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya) Anak dapat “tamat” (bukan lulus) dari
sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan dikelasnya bersama-sama teman
sekelasnya/peers.
Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah
umum.
F. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak memungkinkan mengikuti
pendidikan dan pengajaran di sekolah regular (terpadu dan inklusi). Karakteristik anak ini
adalah sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya ditraksi disekeliling mereka.
Dalam hal ini, anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam
program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL), bakat dan minat, yang sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh anak autistic. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat
baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, computer, matematika,
keterampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga
potensi mereka dapat dikembang secara maksimal. Contohnya kelas keterampilan, kelas
pengembangan olahraga, kelas musik, kelas seni lukis, kelas computer, dll.
Contoh program pendidikan di Sekolah Khusus Autistik, terdiri dari program dasar
(kemampuan kognitif, bahasa, sensomotorik, kemandirian, sosialisasi, seni dan bekerja),
program keterampilan (melukis, memasak, menjahit, sablon, kerajinan, kayu, dsb) dan
program-program lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak.
24 | P a g e
II.5
SARANA DAN PRASARANA
SDLB B/C MAKNA BHAKTI
A. Identitas Sekolah
1. Nama sekolah : SDLB B/C MAKNA BHAKTI
2. Lokasi sekolah : Jl. Dakota V/22 Kec. Kemayoran Jakarta Pusat DKI Jakarta
Kode Post.10630 Telp.6521271
Sekolah ini berada di pinggir jalan lingkungan perumahan, selain itu berdekatan dengan
SDN 03, 04,05.
3. Keadaan atau kondisi SDLB B/C MAKNA BHAKTI cukup terawat, gedung terdiri
dari dua lantai, mempunyai lapangan olahraga, mempunyai pagar yang cukup tinggi
karena sekolah ini terletak di pinggir jalan, komplek sekolah yang juga ditempati oleh
SMP LB Makna Budi Bhakti dan SMA Makna Budi Bhakti
4. Sekolah ini terdiri dari dua lantai dan memiliki ruangan diantaranya:
1. Ruang kelas
Ruang kelas berjumlah 7 kelas
2. Ruang kepala sekolah
Ruang kepala sekolah berjumlah 1 ruangan yang terletak lantai dasar berada jauh
dari ruangan kelas dan menyatu dengan ruangan administrasi SDLB B/C MAKNA
BHAKTI
Kelengkapan ruang kepsek
Visi dan visi
Lemari-lemari
TV, radio
Dispenser
Bank data siswa
Bagian struktur organisasi sekolah
Sofa
25 | P a g e
Meja & kursi kepsek
Foto presiden dan wakil presiden
3. Ruang guru
Ruang guru terdiri dari 1 ruangan
Kelengkapan ruangan guru
Papan pengumuman
Jam dan frame
1 Lemari tempat hasil portofolio murid serta tempat alat kegiatan belajar
mengajar lainnya.
Meja, kursi
4. Ruangan kelas
Di dalam ruangan kelas terdapat meja dan kursi murid, meja dan kursi guru,
lemari, papan tulis, papan absent, media gambar serta poster yang menempel pada
dinding kelas.
Penerangan
Setiap ruangan memiliki penerangan yang cukup yaitu terdiri dari:
Satu buah lampu dan jendela kaca sehingga cahaya matahari dapat masuk kedalam
ruangan kelas.
Ventilasi
Setiap ruangan memiliki ventilasi yang cukup baik karena terdapat banyak jendela
dan lubang ventilasi serta 1 buah kipas angin
Alat peraga/media
Media yang dipakai cukup memadai, seperti:
Globe, peta. Gambar, foto pahlawan dan lain-lain.
5. Musholla
6. Ruang terapi
B. Keadaan siswa
Jumlah siswa keseluruhan di SDLBS Makna Bhakti ± 88 siswa, siswa yang aktif ± 85
orang, baik tuna rungu, tuna grahita, dan autis
C. Keadaan SDM / Tenaga kependidikan SLBS B, C Makna Bhakti:
a. 97% Sarjana Pendidikan Luar Biasa c. 2% Sekolah Menengah Atas
b. 1% Akademi Tunawicara
Jumlah kepala sekolah : 1 orang
26 | P a g e
Jumlah guru kelas : 15 orang
Jumlah guru tambahan : 2 orang
Jumlah penjaga sekolah : 1 orang
Jumlah personil 19 orang
Rasio jumlah siswa dan guru : 1 walikelas dengan 5- 7 siswa/ i
D. Kurikulum SLBS Makna Bhakti
Administrasi guru : Absensi siswa, RPP, silabus, KTSP, buku evaluasi, dll.
Kurikulum : KBK 2004 dan KTSP
Metode Pembelajaran : Ceramah, Penugasan, Simulasi, Permainan, Demonstrasi,
Praktek lapangan, dsb
Proses KBM : Hampir 70 % KBM dilakukan di dalam kelas, dan 30 %
di luar kelas seperti praktek olahraga, kesenian dan bermain.
Individual : Pelayanan terapi wicara untuk semua jenis
ketunaan yang diadakan 1 kali dalam seminggu oleh guru
terapi dari lulusan Akademi Tunawicara Jakarta.
Mata Pelajaran untuk Tunagrahita dan autis:
1 Bahasa Indonesia
2 Bahasa inggris
3 Matematika
4 IPA
5 IPS
6 PKN
7 Pengembangan Diri
Mata Pelajaran Ekstrakurikuler untuk Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunarungu, Autis
serta domsindrom dengan karakteristik ringan (IQ : 51-70) antara lain: Seni musik,.Seni rupa,
tata boga, tata busana.
Kegiatan olahraga dan kesenian dilakukan secara klasikal dan secara teratur.
27 | P a g e
Sistem Evaluasi : assesment Autentik, meliputi penilaian tiga ranah yaitu afektif,
psikomotor, dan kognitif. Ujian yang dilaksanakan hampir sama
seperti sekolah reguler dengan tingkat kognitif agak mudah dan
bentuk soal ujian didominasi oleh gambar- gambar sebagai
simbol yang mereka pahami.
Sumber buku yang dipakai : buku yang dipakai siswa berupa buku buatan wali kelas yang
telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan tingkat
kemampuan per individu.
Media : globe, peta, replikasi organ tubuh ( torso) manusia
dan binatang Gambar- gambar yang dipasang di tiap kelas,
E. Fasilitas Ekstrakurikuler di SDLBS Makna Bhakti
Mata Pelajaran Ekstrakurikuler untuk Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunarungu, Autis
serta domsindrom dengan karakteristik ringan (IQ : 51-70) antara lain: Seni musik,.Seni rupa,
tata boga, tata busana.
Kegiatan ekstrakurikuler : Seni musik gamelan, tata rias, tata boga, tata busana, dsb
1. Ruang komputer Laboratorium komputer sarana belajar bagi guru dan siswa dalam keterampilan komputer.
28 | P a g e
2. Ruang keterampilan tata busana
Sarana belajar yang memberikan keterampilan kepada peserta didik agar memiliki keterampilan / keahlian tata busana ( menjahit, membordir, menyulam ) yang selanjutnya dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi dunia usaha.
3. Ruang keterampilan tata boga
Sarana belajar yang memberikan keterampilan kepada peserta didik agar memiliki keterampilan / keahlian tata boga ( memasak, membuat kue, dan penataan restoran ) yang selanjutnya dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi dunia usaha.
4. Ruang KecantikanSarana belajar dimana didalamnya dikembangkan keterampilan tata kecantikan merias wajah dan menata rambut.
29 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
OBSERVASI PELAYANAN PENDIDIKAN
DI SLBS B, C MAKNA BHAKTI
Berdasarkan hasil observasi pelayanan pendidikan di SLB C Makna Bhakti kami
mencoba menyimpulkan. Pelayanan pendidikan yang ada untuk anak- anak ABK yang ada di
SLB B/C Makna Bhakti. Sesuai dengan tujuan dari Deklarasi Salamanca yaitu agar semua
siswa memperoleh kesempatan belajar seumur hidup, persamaan hak dan keadilan,
kompetensi akademik, sosial dan untuk belajar serta tinggal dalam suatu komunitas. Indonesia
sendiri saat ini sedang menuju kearah sekolah inklusi dengan maksud memergerkan
pendidikan reguler dan pendidikan khusus ke dalam suatu sistem pendidikan yang beragam.
Oleh karena itu berdasarkan hasil observasi kami disimpulkan anak dengan
tunagrahita karakteristik ringan dapat dimasukkan ke dalam sekolah reguler (inklusi).
Adapun alasan-alasan kami memutuskan hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Anak-anak ABK berhak mendapatkan hak pelayanan pendidikan yang sama dengan anak
normal.
2. Penyatuan ke dalam sekolah reguler dapat memberikan stimulus yang positif bagi anak
ABK dengan syarat guru reguler telah memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada
anak reguler bahwa anak ABK adalah bagian dari mereka yang harus didukung dan
direspon positif.
3. Kompetensi yang dimiliki anak ABK akan lebih optimal jika digabung dengan
pembelajaran di sekolah reguler contohnya praktek olahraga, menyanyi, kerajinan tangan
30 | P a g e
dan sebagainya.
4. Kerja sama antara anak ABK dan anak reguler dapat mengembangkan kemampuan
adaptasi anak ABK terhadap lingkungan sekitar.
5. Anak-anak ABK akan merasa diakui keberadaannya dan bagi anak normal mereka dapat
mengetahui bahwa ada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang memiliki hak
yang sama seperti mereka yaitu memperoleh pelayanan pendidikan yang layak dan tidak
dibeda-bedakan.
DAFTAR PUSTAKA
http//www.dit.plb.com
http//www.slb pembina kalimantan timur.com
http//www.slbn yogyakarta.com
http//www.anakciremai.com
http//www.kompas.com
31 | P a g e