DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS HUKUM
PENULISAN HUKUM
PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG
Disusun Oleh :
BILAWAL ALHARIRI ANWAR
10/298962/HK/18419
YOGYAKARTA
2012
Bilawal Alhariri Anwar
10/298962/HK/18419
URGENSI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG
LATAR BELAKANG
“Money Laundering” sebagai suatu sebutan sebenarnya belum lama dipakai.
Penggunaan pertama kali di surat kabar adalah berkaitan dengan pemberitaan mengenai
skandal Watergate di AS pada tahun 1973. Sedangkan penggunaan sebutan tersebut dalam
konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama kalinya dalam perkara US v
$4.255.625,39 (1982) 551 F Supp. 314. Sejak itu, istilah tersebut telah diterima dan
digunakan secara luas di seluruh dunia.1
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU No 25 Tahun 2003 jo UU No 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan & Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dimaksud dengan
pencucian uang adalah, “Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah.”
Sepintas pencucian uang tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, namun
kenyataannya sangat berbahaya. Hasil kejahatan yang dilakukan selalu dalam nominal yang
sangat besar sehingga memengaruhi perekonomian nasional. Pencucian uang juga dapat
menjadi sarana pengembangan kejahatan yang terorganisir. Bahaya dan kerugian akan
semakin meningkat manakala pelaku menggunakan cara-cara yang canggih dengan
memanfaatkan dan menggunakan teknologi tinggi.
1 Billy Steel, Money Laundering-A Brief History, http://www.laundryman.unet.com
Saat ini kegiatan pencucian uang telah melewati batas jurisdiksi yang menawarkan
tingkat kerahasiaan tinggi atau menggunakan bermacam mekanisme keuangan dimana uang
dapat disalurkan melalui bank, money transmitter, kegiatan usaha bahkan dapat dikirim ke
luar negeri sehingga menjadi clean-laundered money.2
Tindak pidana pencucian uang sangat sulit pemberantasannya. Baik karena tindak pidana
ini memiliki kualitas pembuktian yang sulit, juga tindak pidana ini biasanya dilakukan para
profesional yang memliki minimal pengetahuan dan kekuasaan yang memungkinkan untuk
melaksanakan kejahatan tersebut (white collar crime)
Mengingat tindak pidana pencucian uang adalah terorganisir dan lintas batas teritorial,
sulit pembuktiannya dan efek yang ditimbulkannya sangat besar karena menyangkut ekonomi
negara. Penanganannya harus dilakukan sedemikian rupa. Salah satunya adalah melalui
pergeseran komprehensif terhadap sistem pembuktian yang ada, yaitu dengan menggunakan
pembuktian terbalik.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, ada beberapa rumusan
masalah yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Apakah urgensi ditetapkan pembuktian terbalik pada tindak pidana pencucian uang?
2. Bagaimana pengaturan beban pembuktian terbalik menurut UU No 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang?
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui urgensi ditetapkannya pembuktian terbalik pada tindak pidana pencucian
uang.
2. Mengetahui pengaturan beban pembuktian terbalik menurut UU No 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
MANFAAT PENELITIAN
2 Yunus Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, Bandung : 2007, hlm 3
Manfaat Teoritis
1. Diketahui urgensi ditetapkannya pembuktian terbalik pada tindak pidana pencucian
uang
2. Diketahui pengaturan beban pembuktian terbalik menurut UU No 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Manfaat Praktis
1. Sebagai syarat untuk kelulusan studi di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
2. Sebagai referensi bagi segenap civitas akademika yang ingin mempelajari tentang
pembuktian terbalik pada tindak pidana pencucian uang
PEMBAHASAN
1. Urgensi Pembuktian Terbalik Tindak Pidana Pencucian Uang
Canggihnya transaksi bisnis internasional telah memfasilitasi berbagai bentuk money
laundering yang akhirnya mengaburkan semua uang hasil kejahatan. Sebagian besar uang
haram, misalnya hasil korupsi di Indonesia disembunyikan atau disamarkan ke berbagai
Negara penadah hasil kejahatan melalui berbagai transaksi keuangan dan transaksi bisnis
yang kompleks dengan cara penempatan, pentransferan, pelapisan dan pengintegrasian
maupun bentuk lainnya.
Mantan Direktur International Monetary Fund (IMF) Michel Camdessus pernah
mengungkapkan bahwa diperkirakan volume dari money laundering adalah antara 2 hingga 5
persen GDP dunia. Batas terbawah dari perkiraan tersebut dihasilkan dari kegiatan narcotics
trafficking, arms trafficking, bank fraud, securities fraud, counterfeiting, dan kejahatan
sejenis. Yang dicuci di seluruh dunia setiap tahun mencapai jumlah hampir US $ 600 milyar.
Financial Action Task Force (FATF), sebuah organisasi yang bertujuan membebaskan bank
dari praktik money laundering memperkirakan jumlah uang yang diputihkan setiap tahun di
seluruh dunia melalui transaksi bisnis haram narkotik berkisar antara US $ 300 milyar dan
US $ 500 milyar.3
Untuk bisa menilai bagaimana urgensi sistem pembuktian terbalik maka kita harus
mengetahui dampak & kerugian dari pencucian uang. Beberapa dampak negatif dan kerugian
yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat antara lain:4
a. Pencucian uang memungkinkan para pengedar narkoba, penyeludup dan penjahat
lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya biaya penegakan hukum untuk memberantasnya.
b. Kegiatan ini mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan sebagai
akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi
untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan.
c. Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak
langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan
kerja yang sah.
3 N.H.T. Siahaan, Money Laundering Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta : 2002, hlm 1
4 Sutan Remi Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan, Jakarta : 2004, hlm 18
d. Masuknya uang dan dana hasil kejahatan ke dalam keuangan suatu negara telah
menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan kualitas hidup,
dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.
e. Pencucian uang dapat merugikan sektor swasta yang sah (Undermining in the
Legitimate Private Sector). Salah satu dampak mikro ekonomi pencucian uang terasa
di sektor swasta. Para pelaku kejahatan seringkali menggunakan perusahaan-
perusahaan untuk mencampur uang haram dengan uang sah, dengan maksud untuk
menyamarkan uang hasil kejahatannya.
f. Pencucian uang dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap
kebijakan ekonominnya. Sehingga dapat mengakibatkan hilangnya kendali
pemerintah atas kebijakan ekonominya.
g. Dampak negatif lain dari pencucian uang adalah dapat menimbulkan rusaknya
reputasi negara. Tidak satupun negara, terlebih pada masa ekonomi global ini, yang
bersedia kehilangan reputasinya sebagai akibat terkait dengan pencucian uang.
2. Pengaturan Beban Pembuktian Terbalik Pada UU 8 Tahun 2010
Beban pembuktian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada suatu pihak untuk
memberikan suatu fakta di depan sidang pengadilan untuk membuktikan kebenaran atas suatu
pernyataan atau tuduhan. 5
1. Beban Pembuktian Biasa
Yang mempunyai kewajiban untuk membuktikan suatu pernyataan atau tuduhan adalah
Jaksa Penuntut Umum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 66 KUHAP yang menyebutkan
“tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
2. Beban Pembuktian Terbalik terbatas dan berimbang
Terdakwa juga dibebani kewajiban untuk membuktikan, tetapi peranan penuntut umum
tetap aktif dalam membuktikan dakwaannya. Pada beban pembuktian ini jika terdakwa
mempunyai alibi dan ia dapat membuktikan kebenaran alibinya maka beban pembuktian akan
berpindah ke penuntut umum untuk membuktikan sebaliknya.
3. Beban Pembuktian Terbalik (Omkering Van bewijslaat)
5 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang : 2005, hlm 398
Dalam beban pembuktian ini yang mempunyai beban pembuktian adalah terdakwa,
sedangkan penuntut umum akan bersikap pasif, bila terdakwa gagal melakukan pembuktian
maka dia akan dinyatakan kalah, sistem ini merupakan penyimpangan dari asas pembuktian
itu sendiri.
Apabila dalam sistem pembuktian hukum pidana (formil) tetap menempatkan JPU
sebagai pihak yang wajib membuktikan perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana;
dalam tindak pidana pencucian uang beban pembuktian terletak pada terdakwa, artinya
terdapat “reversal burden of proof” atau “omkering van de bewijslast,” yaitu pembalikan
beban pembuktian. Terdakwa wajib membuktikan perbuatan yang dilakukannya tidak
melanggar hukum. Dengan begitu asas yang diberlakukan beralih dari “presumption of
innocence” (praduga tak bersalah) menjadi “presumption of guilt” (praduga bersalah)
Pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 77 dan 78 UU No 8 tahun 2010 yang berbunyi:
Pasal 77
“Untuk Kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa
harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.”
Pasal 78
1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77,
hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang
terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
2. Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengn perkara bukan
berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.
Pembuktian terbalik beban pembuktian ada pada terdakwa. Pada tindak pidana pencucian
uang yang harus dibuktikan adalah asal-usul harta kekayaan yang bukan berasal dari tindak
pidana, misalnya bukan berasal dari korupsi, kejahatan narkotika serta perbuatan haram
lainnya.
Pasal 77 dan 78 tersebut berisi ketentuan bahwa terdakwa diberi kesempatan untuk
membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana. Ketentuan ini dikenal
sebagai asas pembuktian terbalik. Dimana sifatnya sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada
sidang di pengadilan, tidak pada tahap penyidikan. Selain itu tidak pada semua tindak pidana,
hanya pada serious crime atau tindak pidana berat seperti korupsi, penyelundupan,
narkotika, psikotropika atau tindak pidana perbankan.
Dengan sistem ini, justru terdakwa yang harus membuktikan, bahwa harta yang
didapatnya bukan hasil tindak pidana. Yang harus dilakukan adalah mengetahui apa saja
bentuk aset korupsi, dimana disimpan dan atas nama siapa.6
Pemeriksaan tindak pidana pencucian uang terhadap harta kekayaan yang diduga
merupakan hasil dari tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana
asalnya. Pencucian uang merupakan independent crime,artinya kejahatan yang berdiri sendiri.
Walaupun merupakan kejahatan yang lahir dari kejahatan asalnya, misalnya korupsi, namun
rezim anti pencucian uang di hampir seluruh negara menempatkan pencucian uang sebagai
suatu kejahatan yang tidak bergantung pada kejahatan asalnya dalam hal akan
dilakukannya proses penyidikan pencucian uang.7
Di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaanya bukan
merupakan hasil dari suatu tindak pidana (asas pembuktian terbalik). Dan untuk kelancaran
pemeriksaan di pengadilan, dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak
hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa
hadirnya terdakwa sesuai dengan ketentuan pada Pasal 79 ayat (1).
KESIMPULAN
1. Tindak pidana pencucian uang sulit pembuktiannya dan efek yang ditimbulkannya
sangat besar karena menyangkut ekonomi negara. Penanganannya harus dilakukan
sedemikian rupa. Karena itulah pembuktian terbalik penting untuk diterapkan.
6 Sutan Remy Sjahdeini, “Memburu Aset Koruptor Dengan Menebar Jerat Pencucian Uang,”Hukum Online: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol12317/%20memburu-aset-koruptor-denganmenebar-jerat-pencucian-uang, diakses 23 Juni 2012.7 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung : 2008, hlm 288
2. Dalam penerapannya, pembuktian terbalik sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 77
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang sifatnya terbatas. Terbatas disini maksudnya adalah bahwa
yang wajib dibuktikan oleh terdakwa hanyalah terbatas pada asal-usul Harta
Kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana. Dan untuk unsur-unsur lainnya dari
tindak pidana tersebut beban pembuktiannya berada di JPU.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Chazawi, Adami. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT. Alumni, 2008.
_______, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang: Bayumedia
Publishing, 2005.
Siahaan, N.H.T., Money Laundering Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, cet. I,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.
Sjahdeini, Sutan Remy. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta : Grafiti, 2004.
Sutedi, Adrian. Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008.
B. ARTIKEL
Sjahdeini, Sutan Remy. “Memburu Aset Koruptor Dengan Menebar Jerat Pencucian
Uang,”Hukum Online:http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol12317/%20memburu-
aset-koruptor-denganmenebar-jeratpencucian-uang
Steel, Billy. “Money Laundering-A Brief History”, http://www.laundryman.unet.com